BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisis

advertisement
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Analisis Deskriptif
Gambaran secara umum mengenai data dalam penelitian yang dilakukan yaitu
data nilai tukar rupiah atau nilai kurs rupiah terhadap US dollar, PDB, suku bunga,
inflasi serta Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Gambaran tersebut dapat dilihat
pada Tabel 5.1. Tabel ini akan memberikan informasi secara ringkas mengenai nilai
rata-rata, nilai maksimum dan minimum dari data-data yang menjadi obyek
penelitian.
Tabel 5.1 Deskripsi Data Penelitian
Variabel
IHSG (Y)
Inflasi (X1)
Nilai Tukar (X2)
PDB (X3)
Suku Bunga (X4)
N
24
24
24
24
24
Rata-Rata (Mean)
Minimum
Maximum
3465.8422
1284.55
4973.87
1.2888
-0.16
4.06
9835.3979
8590.37
11788.05
1845272.763
1290540.6
2480807
0.068021
0.0575
0.0942
Sumber: Hasil Olah Data SPSS (Lampiran Statistika Deskriptif)
Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa jumlah sampel atau N sebanyak 24
dengan lima variabel yaitu satu variabel dependen yaitu Indeks Harga Saham
Gabungan dan empat variabel independen yaitu inflasi, nilai tukar, PDB, dan suku
bunga. Data yang diolah adalah data triwulan atau kuartal dari masing-masing
variabel mulai periode Juli 2008 hingga Juni 2014.
60
61
Variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memiliki nilai rata rata
sebesar Rp 3.465,8422. Nilai terkecil dari variabel ini sebesar Rp 1.284,55 pada
kuartal IV tahun 2008. Nilai terbesar pada variabel ini sebesar Rp 4.973,87 pada
kuartal II tahun 2013. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menurun 50,7%
selama tahun 2008. Memasuki kuartal III 2008, pasar finansial global mulai hancur
pada kuartal terakhir 2008. Sampai paruh pertama 2008, BEI mencetak rekor dalam
sejarah hingga level 2.830. Kejatuhan BEI disebabkan terutama keluarnya hot money
besar-besaran terutama pada kuartal terkahir 2008 (Santosa, 2010). Hot Money
merupakan dana panas dari investor asing yang masuk ke pasar saham Indonesia
(Duniaindustri, 2014).
Sedangkan pada 2013 kuartal II, IHSG memiliki nilai tertinggi. Berdasarkan
data Kustodian Sentral Efek Indonesia, kepemilikan saham asing perkuartal II-2013
adalah 57-58 persen dari total saham yang diperdagangkan di BEI. Angka ini jauh
lebih kecil daripada akhir 2008 yang lebih dari 70 persen. Peranan asing yang cukup
tinggi di BEI berpotensi menimbulkan risiko pelarian modal besar-besaran. Agaknya
panic selling di BEI menunjukkan betapa pengaruh asing dan QE (quantitative
easing) tidak bisa diabaikan (Kuncoro, 2013).
Variabel tingkat inflasi memiliki nilai rata- rata sebesar 1,2888%. Nilai
terkecil dari variabel ini sebesar -0,16% pada kuartal II tahun 2009. Nilai terbesar
pada variabel ini sebesar 4,06% pada kuartal III tahun 2013. Tahun 2009 akan
menjadi tahun dengan inflasi terendah dalam hampir satu dasawarsa. Kondisi
persediaan domestik yang baik dan apresiasi rupiah yang membatasi pertumbuhan
62
harga barang yang tradable, membuat banyak pengecer dapat mengembalikan
kenaikan harga akibat Ramadan dan Idul Fitri (Exsam, 2014).
Inflasi tertinggi selama tahun 2013 adalah pada bulan Juli (3,25%) dan pada
bulan Agustus (1,12%) terutama disebabkan oleh pengurangan subsidi BBM pada
akhir bulan Juni 2013. Komoditi yang mencapai angka inflasi tertinggi selama tahun
2013 adalah bahan bakar (1,2%), transportasi di daerah perkotaan (0,8%), bawang
merah (0,4%), listrik (0,4%), dan cabai (0,3%). Tiga dari lima angka inflasi tertinggi
pada tahun 2013 adalah harga-harga yang ditetapkan pemerintah: BBM, trasnsportasi
(sebagai implikasi BBM) dan listrik, sementara inflasi tinggi harga bawang merah
dan cabai adalah hasil kebijakan pemerintah terhadap produk-produk hortikultura
pada awal tahun 2013 (TNP2K, 2014).
Variabel kurs rupiah atau nilai tukar rupiah terhadap US dollar memiliki nilai
rata-rata sebesar Rp 9.835,3979. Nilai terkecil dari variabel ini sebesar Rp 8.590,37
pada kuartal II tahun 2011. Nilai terbesar pada variabel ini sebesar Rp 11.788,05 pada
kuartal I tahun 2014. Nilai tukar berpotensi menguat sejalan dengan neraca
pembayaran yang masih berpotensi mencapai surplus, dan memburuknya situasi di
Eropa akibat krisis Yunani (Hartadi, 2011). Penjelasan terkait penguatan rupiah
terhadap USD diungkapkan Bank Indonesia dalam laporan tinjauan kebijakan
moneter sebagai berikut: Pada bulan Mei 2011, nilai tukar Rupiah menguat 0,33% ke
level Rp 8.536 per dolar AS dengan volatilitas yang tetap terjaga. Tren apresiasi nilai
tukar Rupiah tersebut sejalan dengan upaya Bank Indonesia untuk meredam tekanan
63
inflasi, khususnya dari imported inflation, dengan tetap mempertimbangkan
dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi. Bank Indonesia memandang bahwa
penguatan Rupiah yang sejalan dengan tren apresiasi mata uang di kawasan Asia
tersebut sejauh ini tidak memberikan tekanan pada kinerja ekspor, seperti terlihat
pada tetap kuatnya pertumbuhan ekspor sejalan dengan masih tingginya harga
komoditas internasional dan kuatnya permintaan luar negeri (Bank Indonesia, 2011).
Sedangkan pada kuartal I tahun 2014 nilai tukar rupiah justru melemah karena
nilai tukar rupiah terkoreksi 0,22% seiring rilis data ekonomi China dan Jepang yang
dibawah perkiraan pasar. Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar
Rate (Jisdor) yang dilangsir Bank Indonesia, dalam sepekan terakhir, nilai tukar
rupiah melemah 26 poin (0,22%) ke posisi Rp 11.421 per 14 maret 2014
dibandingkan pada 7 Maret 2014 diangka Rp 11.395 per dolar AS. Pelemahan Rupiah
tersebut diantaranya terimbas pelemahan Yuan dan Yen seiring data-data makro
ekonomi keduanya yang diriliis dibawah estimaasi pasar. Selain itu, sempat dirilis
data non-farm payrolls AS yang cukup positif sehingga memberikan ruang bagi
terapresiasinya dolar AS. Kurs rupiah pun sebagai mata uang soft currency terkena
imbas pelemahannya (Hermawan, 2014). Soft currency adalah mata uang lemah yang
jarang digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif
tidak stabil dan sering mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang
lainnya (Anna, 2012).
64
Variabel PDB memiliki nilai rata-rata sebesar Rp 1.845.272,7625. Nilai
terkecil dari variabel ini sebesar Rp 1.290.540,6 pada kuartal IV tahun 2008. Nilai
terbesar pada variabel ini sebesar Rp 2.480.807 pada kuartal II tahun 2014.
Melambatnya pertumbuhan volume perdagangan dunia mengakibatkan pertumbuhan
ekspor global melambat, tak terkecuali Indonesia. Eksport serta impor barang
Indonesia, bahkan mengalami gejolak selama kuartal IV tahun 2008. Hal ini
menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami gejolak signifikan di
kuartal IV tahun 2008 dibandingkan kuartal sebelumnya. Selama kuartal IV tahun
2008, ekonomi Indonesia tumbuh minus 3, 65 persen dibandingkan kuartal III tahun
2008 (UI, 2009). Sedangkan pada kuartal II tahun 2014 PDB mengalami peningkatan
yang cukup signifikan karena hal ini didukung dengan meningkatnya hampir semua
sektor yang ada (BPS, 2014).
Variabel suku bunga memiliki nilai rata- rata sebesar 6,8%. Nilai terkecil dari
variabel ini sebesar 5,75% pada kuartal I tahun 2013. Nilai terbesar pada variabel ini
sebesar 9,42% pada kuartal IV tahun 2008. Penurunan suku bunga kredit merupakan
dampak positif dari diberlakukannya ketentuan Bank Indonesia yang mewajibkan
bank untuk mempublikasikan data Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) (BI, 2013).
Suku bunga naik pada kuartal ke IV tahun 2008 juga dipengaruhi oleh
pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi dimana harga premium dinaikkan dari
4.500 menjadi 6.000 rupiah per liter, tingkat kenaikan yang tidak jauh dengan yang
baru-baru ini dilakukan oleh pemerintah. Akibatnya, tekanan inflasi pun meningkat
65
dengan signifikan. Menghadapi perkembangan tersebut, BI pun dengan sigap
menaikkan BI rate-nya. Pada Oktober 2008 BI rate sudah naik menjadi 9,5 persen,
dari 8 persen di April 2008 (Sadewa, 2013).
5.2. Hasil Penelitian
Sebelum dilakukan uji hipotesis diantaranya adalah analisa regresi linier
berganda, uji koefisien determinan (R2), pengujian koefisien regresi secara bersamasama atau simultan (Uji F) dan Uji koefisien secara parsial atau individu (Uji t) dalam
suatu penelitian maka akan dilakukan uji asumsi klasik terlebih dahulu. Uji asumsi
klasik tersebut meliputi: uji normalitas, uji multikolinieritas, uji heteroskedastisitas
dan uji autokorelasi.
5.2.1. Uji Normalitas Data
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi,
variabel dependen, variabel independen, atau keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati
normal. Untuk menguji normal data ini menggunakan metode analisis grafik dan
melihat normal probability plot atau dengan menggunakan uji Kolmogorov Smirnov.
Pada hasil pengujian Kolmogorov Smirnov terlihat bahwa nilai
signifikansi uji tersebut untuk masing-masing variabel lebih besar dari 0,05, hal ini
menandakan bahwa data yang digunakan dalam regresi terdistribusi normal untuk
semua variabel tersebut.
66
Berikut data diolah menggunakan program SPSS, diperoleh hasil uji
Kolmogorov Smirnov pada Tabel 5.2 berikut:
Tabel. 5.2 Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov Test
Variabel
IHSG (Y)
Inflasi (X1)
Nilai Tukar (X2)
PDB (X3)
Suku Bunga (X4)
Asymp. Sig. (2-tailed)
0.630
0.296
0.386
0.949
0.317
Sumber: Hasil Olah Data (Lampiran Uji Normalitas)
5.2.2 Uji Asumsi Klasik
Uji Asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah suatu model regresi
yang digunakan baik atau tidak apabila digunakan untuk penafsiran. Suatu model
dikatakan baik apabila BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) yaitu memenuhi uji
asumsi klasik atau terhindar dari autokorelasi, multikolinearitas, heteroskedastisitas
dan data terdistribusi normal (Gujarati, 2006).
Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan uji asumsi klasik apakah terjadi
penyimpangan penyimpangan atau tidak sehingga model dalam penelitian ini layak
untuk digunakan.
5.2.2.1. Uji Multikolinearitas
Untuk mengetahui ada atau tidaknya multikolniaritas dalam penelitian dapat
menggunakan nilai dari tolerance atau VIF (Variance-Inflation Factor), apabila nilai
67
VIF yang diperoleh kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,1 maka dapat
disimpulkan bahwa kedua model yang digunakan dalam peneltian ini terbebas dari
multikolinearitas.
Dari hasil pengujian data menggunakan SPSS diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 5.3 Hasil Uji Multikolinieritas
Variabel
Inflasi
Nilai Tukar
PDB
Suku Bunga
Tolerance VIF
0.88
0.431
0.491
0.401
1.136
2.319
2.038
2.495
Sumber: Hasil Olah Data (Lampiran Uji Multikolinieritas)
Dari hasil perhitungan Tabel 5.3 diketahui bahwa nilai tolerance untuk semua
variabel bernilai lebih dari 0,1 dan nilai dari VIF (variance inflation factor) untuk
semua variabel independen kurang dari 10 (<10) maka dapat disimpulkan bahwa
model regresi ini tidak terdapat gejala multikolinearitas.
5.2.2.2. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedatisitas dimaksudkan untuk mengetahui dalam regresi apakah
terjadi kesamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lainnya.
Adanya heteroskedastisitas berarti adanya varian variabel dalam model yang tidak
sama (konstan). Untuk mendeteksi gejala heteroskedastisitas, ada atau tidaknya pola
yang terjadi pada nilai residu metode yang dapat digunakan antara lain park glejser,
barlet dan rank spearman (Suliyanto, 2005). Pada penelitian ini pengujian
heteroskedastisitas menggunakan metode uji glejser. Uji glejser merupakan
68
pengujian heteroskedastisitas yang sering digunakan karena menghasilkan angka
yang jelas (sig > 0,05) sehingga dapat terhidar dari bias. Hasil dari uji glejser dapat
dilihat pada Tabel 5.4
Tabel 5.4 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel
Sig.
Inflasi
Nilai Tukar
PDB
Suku Bunga
0.199
0.583
0.183
0.827
Sumber: Hasil Olah Data (Lampiran Uji Heteroskedastisitas)
Pada Tabel 5.4 didapatkan hasil bahwa nilai signikansi dari variabel inflasi,
nilai tukar, PDB dan suku bunga berada diatas 0,05 sehingga dapat disimpulkan
variabel tersebut terbebas dari masalah heterokesdatisitas.
5.2.2.3. Uji Autokorelasi
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antar unsur
gangguan pada observasi dengan unsur gangguan pada observasi lain. Pengujian yang
digunakan
untuk
mengetahui
ada tidaknya
masalah
auotokorelasi
dengan
menggunakan uji Run Test.
Pengambilan keputusan dilakukan dengan melihat nilai Asymp. Sig (2-tailed)
uji Run Test. Apabila nilai Asymp. Sig (2-tailed) lebih besar dari tingkat signifikansi
0,05 maka dapat disimpulkan tidak terdapat autokorelasi (Ghozali,2006). Berikut
hasil uji Run Test untuk penelitian ini:
69
Tabel 5.5 Hasil Uji Autokorelasi
Run Test
Total Cases
Asymp. Sig. (2-tailed)
Unstandardized Residual
24
0.531
Sumber: Hasil Olah Data (Lampiran Uji Autokorelasi)
Dari Tabel 5.5 tersebut dapat dilihat bahwa Asymp. Sig (2-tailed) > 0.05
sehingga dapat dinyatakan bahwa penelitian ini terbebas dari autokorelasi.
5.2.3. Pengujian Regresi
Pada bagian ini akan dibahas mengenai hasil uji regresi. Hasil uji regresi
meliputi regresi liner berganda dan uji hipotesis.
5.2.3.1. Analisa Regresi Linear Berganda
Berikut merupakan tabel hasil uji linier berganda:
Tabel 5.6 Hasil Uji Linier Berganda
Variabel
(Constant)
Inflasi
Nilai Tukar
PDB
Suku Bunga
Coefficients(B)
1392.191
-21.632
-.278
.003
-6589.445
Sumber: Hasil Olah Data (Lampiran Uji Linier Berganda)
Analisis linier berganda digunakan untuk menguji tentang pengaruh dari
variabel independen terhadap variabel dependen. Dalam penelitian ini untuk
mengetahui pengaruh dari kurs rupiah, PDB, suku bunga, dan inflasi terhadap Indeks
Harga Saham Gabungan.
70
Berdasarkan hasil analisis menggunakan SPSS maka dapat dirumuskan bahwa
model regresi dari penelitian ini adalah:
IHSG = 1392,191 – 21,632 Inflasi – 0,278 Nilai Tukar + 0,003 PDB –
6589,445 Suku Bunga
5.2.3.2. Pengujian Hipotesis
Pada penelitian ini pengujian hipotesis dilakukan dengan melakukan uji
koefisien determinan (R2), pengujian koefisien regresi secara bersama-sama atau
simultan (Uji F) dan pengujian koefisien secara parsial atau individu (Uji t).
Tabel 5.7 Hasil Uji Hipotesis
Variabel
(Constant)
Inflasi
Nilai Tukar
PDB
Suku Bunga
Adjusted R Square
F
Coefficients (B)
1392.191
-21.632
-0.278
0.003
-6589.445
t
2.99
-0.478
-4.537
18.316
-0.995
Sig.
0.008***
0.638
0.000***
0.000***
0.332
0.967
170.546
0.000b***
Sumber: Hasil Olah Data (Lampiran Uji Hipotesis)
Keterangan:
***
: Signifikan pada α = 1%
Tabel 5.7 tersebut menunjukkan hasil uji hipotesis baik uji koefisien
determinan (R2), pengujian koefisien secara parsial atau individu (Uji t) maupun
pengujian koefisien regresi secara bersama-sama atau simultan (Uji F).
71
a) Uji koefisien determinasi (R2)
Pengaruh variabel bebas terhadap variasi variabel terikat dapat diketahui dari
besarnya nilai koefisien determinan (R2), dengan kata lain yang berada antara nol dan
satu. Apabila nilai R2 semakin mendekati satu, menunjukkan bahwa model ini sangat
baik, atau dengan kata lain variabel-variabel bebas memberikan hampir semua
informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variabel terikat.
Pada Tabel 5.7 diperoleh nilai Adjusted R square sebesar 0,967. Sehingga ini
menandakan bahwa 96,7% variabel Indeks Harga Saham Gabungan dapat dijelaskan
oleh keempat variabel yaitu inflasi, nilai tukar, PDB dan suku bunga dan sebesar
3,3% sisanya dijelaskan oleh variabel lain.
b) Pengujian koefisien secara parsial atau individu (Uji t)
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
parsial atau individu berpengaruh terhadap variabel dependen yaitu variabel inflasi,
nilai tukar, PDB dan suku bunga secara parsial berpengaruh terhadap IHSG. Suatu
variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen dapat dilihat dari nilai
signifikansi uji t, nilai itu signifikan apabila bernilai dibawah 0,05.
Pada Tabel 5.7 menjelaskan bahwa pengujian secara parsial atau individu dari
masing-masing dari variabel makro ekonomi yaitu inflasi, nilai tukar, PDB dan suku
bunga berpengaruh terhadap IHSG. Berikut penjelasan dari masing-masing variabel
tersebut:
1. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel Inflasi terhadap IHSG.
72
Pada Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa tingkat inflasi menghasilkan nilai
koefisien regresi sebesar -21.632 dan nilai signifikansi sebesar 0.638 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG
karena nilai signifikansi variabel tingkat inflasi lebih besar dengan derajat kesalahan
atau 0,638 > 0,05.
2. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel nilai tukar terhadap IHSG.
Pada Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa nilai tukar rupiah menghasilkan nilai t
hitung sebesar -4,537 dan koefisien regresi sebesar -0.278. Variabel ini mempunyai
nilai signifikansi sebesar 0,000 yang apabila dibandingkan dengan derajat kesalahan
yang telah ditentukan sebesar 5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ini
mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap IHSG karena nilai signifikansi lebih
kecil dengan derajat kesalahan atau 0,000 < 0,05.
3. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel PDB terhadap IHSG.
Pada Tabel 5.7 diketahui bahwa nilai signifikansi dari variabel sebesar 0,000
dan koefisien regresi sebesar 0,003 sehingga dapat disimpulkan variabel PDB
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap IHSG karena nilai dari signifikansi
kurang dari tingkat kesalahan yang telah ditentukan yaitu 5% atau nilai signifikansi
variabel tabungan 0,000 < 0,05.
4. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel suku bunga terhadap IHSG.
Pada Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa suku bunga
menghasilkan nilai
koefisien regresi sebesar -6589,445 serta mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,332
yang apabila dibandingkan dengan derajat kesalahan yang telah ditentukan sebesar
73
5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ini tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap IHSG karena nilai signifikansi variabel suku bunga lebih besar
dengan derajat kesalahan atau 0,332> 0,05.
c) Pengujian koefisien regresi secara bersama sama atau simultan (Uji F)
Dari Tabel 5.7 diperoleh nilai signifikansi nilai F sebesar 170,546 dengan
nilai signifikansi 0,000 dan apabila dibandingkan dengan derajat yang ditentukan
yaitu 5%, sehingga nilai signifikansi F lebih kecil dari derajat kesalahan atau 0,000 <
0,05. Karena nilai ini lebih kecil dari derajat kesalahan maka Ho ditolak dan
menerima Ha artinya persamaan regresi yang diperoleh adalah signifikan dalam
menjelaskan keragaman variabel Y, serta dapat disimpulkan bahwa variabel bebas
(inflasi, nilai tukar, PBD dan suku bunga) berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat (IHSG).
5.3. Pembahasan
Dari hasil uji normalitas data menggunakan software SPSS dengan
menggunakan metode pengetesan uji Kolmogorov Smirnov, menunjukkan bahwa
data yang digunakan terdistribusi normal, hal ini ditunjukkan pada Tabel 5.2 yang
menghasilkan nilai signifikan >0,05 dari masing-masing variabel.
Pada uji asumsi klasik, dari model tersebut tidak tampak gejala
multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi karena nilai dari VIF pada uji
multikolinieritas menunjukkan keempat variabel yaitu inflasi, nilai tukar, PDB dan
74
suku bunga semuanya menunjukkan lebih besar dari 0,1. Dari hasil uji
heteroskedastisitas keempat variabel independen tersebut memiliki nilai lebih besar
dari 0,05. Begitu juga dengan uji autokorelasi yang ditunjukan pada Tabel 5.5 dengan
nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05 yaitu 0.531. Dengan demikian model ini dapat
dikatakan terbebas dari multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi.
Dari hasil pengujian regresi berganda di peroleh persamaan sebagai berikut:
IHSG = 1392,191 – 21,632 Inflasi – 0,278 Nilai Tukar + 0,003 PDB –
6589,445 Suku Bunga
Dari persamaan regresi linier berganda tersebut dapat diartikan bahwa:
1) Konstanta menunjukkan angka sebesar 1392,191 yang berarti menandakan
adanya pengaruh variabel lain selain inflasi, nilai tukar, PDB dan suku bunga.
2) Inflasi menunjukkan angka –21,632 mempunyai arti bahwa jika nilai tukar, PDB
dan suku bunga konstan maka setiap peningkatan inflasi sebesar Rp. 1 akan
menurunkan nilai IHSG sebesar 21,632.
3) Nilai tukar menunjukkan angka –0,278 mempunyai arti bahwa jika inflasi, PDB
dan suku bunga konstan maka setiap peningkatan nilai tukar sebesar 1% akan
menurunkan IHSG sebesar 0,278 %.
4) PDB menunjukkan angka 0,003 mempunyai arti bahwa jika inflasi,nilai tukar dan
suku bunga konstan maka setiap peningkatan PDB sebesar 1% akan
meningkatkan IHSG 0,003.
75
5) Suku bunga menunjukkan angka -6589,445 mempunyai arti bahwa jika inflasi,
nilai tukar dan PDB konstan maka setiap peningkatan nilai suku bunga sebesar
Rp. 1 akan menurunkan IHSG sebesar 6589,445.
Pada pengujian koefisien determinan yang ditunjukan dalam hasil uji R square
pada Tabel 5.7 diperoleh nilai Adjusted R square sebesar 0,967. Hal ini menunjukkan
bahwa 96,7% Indeks Harga Saham Gabungan dapat dijelaskan oleh keempat variabel
yaitu inflasi, nilai tukar, PDB dan suku bunga dan sebesar 3,3% sisanya dijelaskan
oleh variabel lain. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa empat variabel
independen ini sangat berpengaruh terhadap IHSG.
Hasil pengujian t, atau pengujian koefisien secara parsial atau individu yaitu
pengujian yang dilakukan untuk mengetahui apakah variabel independen secara
parsial atau individu berpengaruh terhadap variabel dependen (inflasi, nilai tukar,
PDB dan suku bunga) secara parsial berpengaruh terhadap IHSG, pada Tabel 5.7
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel Inflasi terhadap IHSG.
Pada Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa tingkat inflasi menghasilkan nilai
koefisien regresi sebesar -21,632 dan nilai signifikansi sebesar 0,638 maka dapat
disimpulkan bahwa variabel ini tidak berpengaruh secara signifikan terhadap IHSG.
Hasil penelitian ini di dukung oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh Pasaribu
(2009), yang menyatakan dalam penelitiannya bahwa tingkat inflasi secara parsial
76
tidak berpengaruh pada IHSG. Tetapi hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian
yang dilakukan Adib (2009) yang menyatakan bahwa inflasi berpengaruh negatif
terhadap IHSG, ataupun Paramithasari (2009) yang menyatakan bahwa inflasi
memiliki pengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Gunasekarage et al. (2004) juga menyatakan bahwa inflasi
berpengaruh signifikan terhadap harga saham di Sri Lanka. Dari hasil uji t penelitian
ini, menunjukkan bahwa hipotesis bahwa inflasi berpengaruh negatif terhadap IHSG
tidak terbukti karena hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa
secara parsial inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
2. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel nilai tukar terhadap IHSG.
Pada Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa nilai tukar rupiah menghasilkan nilai t
hitung sebesar -4,537 dan koefisien regresi sebesar -0,278. Variabel ini mempunyai
nilai signifikansi sebesar 0,000 yang apabila dibandingkan dengan derajat kesalahan
yang telah ditentukan sebesar 5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ini
mempunyai pengaruh negatif signifikan terhadap IHSG karena nilai signifikansi lebih
kecil dengan derajat kesalahan atau 0,000 < 0,5.
Nilai tukar rupiah mempunyai dampak negatif signifikan terhadap IHSG
sehingga apabila terjadi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap US Dollar maka akan
menyebabkan kenaikan nilai dari IHSG. Dikarenakan kurs rupiah melemah
menyebabkan harga saham di Indonesia menjadi murah sehingga para investor asing
tertarik untuk membeli saham di Indonesia, karena peningkatan permintaan saham
77
menyebabkan harga saham di Indonesia menjadi naik, dengan kenaikan harga-harga
saham ini maka IHSG akan ikut terdorong naik juga.
Berikut merupakan grafik data yang diperoleh dari JSE terkait dengan
transaksi pembelian saham oleh pihak asing pertahun.
Gambar 5.1
Grafik Nilai Tukar dan Pembelian Saham oleh Pihak Asing
Sumber: Data Hasil olah dari JSE
Data pada Gambar 5.1 mendukung hasil penelitian ini, karena dari data yang
disajikan grafik tersebut menunjukkan kenaikan minat investor asing terhadap
pembelian saham di Indonesia terutama pada periode 2008 sampai 2009 dan pada
periode 2011 hingga 2013 pada saat kurs atau nilai tukar Rupiah terhadap USD
sedang melemah.
Hasil penelitian ini didukung penelitian terdahulu oleh Amin (2012) dan
Madura (2000). Pengaruh signifikan antara nilai tukar terhadap saham juga
diungkapkan dalam penelitian Lea dan Boon (2007). Berdasarkan hasil penelitian ini,
terbukti bahwa nilai tukar berpengaruh negatif signifikan terhadap IHSG, sehingga
hipotesis terbukti.
78
3. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel PDB terhadap IHSG.
Pada Tabel 5.7 diketahui bahwa nilai signifikansi dari variabel sebesar 0,000
dan koefisien regresi sebesar 0,003 sehingga dapat disimpulkan variabel PDB
mempunyai pengaruh positif signifikan terhadap IHSG karena nilai dari signifikansi
kurang dari tingkat kesalahan yang telah ditentukan yaitu 5% atau nilai signifikansi
variabel PDB 0,000 < 0,5.
Peningkatan PDB mengindikasikan terjadinya pertumbuhan ekonomi. Jika
pertumbuhan ekonomi suatu negara membaik, maka daya beli masyarakat pun akan
meningkat, dan ini merupakan kesempatan bagi perusahaan untuk meningkatkan
penjualannya. Dengan meningkatkan penjualan perusahaan, maka keuntungan
perusahaan juga akan semakin meningkat. Sehingga akan berdampak positif terhadap
harga saham perusahaan tersebut dan selanjutnya akan mempengaruhi IHSG di Bursa
Efek Indonesia (BEI) selain itu pertumbuhan ekonomi yang baik juga mencerminkan
keadaan perekonomian negara yang stabil sehingga investor tidak ragu untuk
menginvestasikan dananya di pasar modal. PDB berpengaruh terhadap IHSG juga
ditunjukkan pada Gambar 1.2. Gambar 1.2 ini dirilis oleh Indopremier Investment.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Sangkyun (1997) dan Hooker (2004). Dalam penelitian keduanya menyatakan bahwa
PDB berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG. Berdasarkan hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa PDB berpengaruh positif signifikan terhadap IHSG, sehingga
hipotesis terbukti.
79
4. Pengujian parsial atau individu pengaruh variabel suku bunga terhadap IHSG.
Pada Tabel 5.7 dapat diketahui bahwa suku bunga
menghasilkan nilai
koefisien regresi sebesar -6589,445 serta mempunyai nilai signifikansi sebesar 0,332
yang apabila dibandingkan dengan derajat kesalahan yang telah ditentukan sebesar
5%, maka dapat disimpulkan bahwa variabel ini tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap IHSG karena nilai signifikansi variabel suku bunga lebih besar
dengan derajat kesalahan atau 0,332 > 0,5. Apabila terjadi kenaikan atau penurunan
suku bunga atas kebijakan Bank Indonesia maka tidak akan berpengaruh terhadap
harga saham-saham IHSG. Suku bunga tidak berpengaruh terhadap IHSG dapat
disebabkan karena tipe Investor di Indonesia kebanyakan lebih suka dengan
keuntungan Capital Gain, karena mendapatkan keuntungan yang lebih besar
dibandingkan dengan investasi di SBI. Sehingga suku bunga tidak akan
mempengaruhi harga saham-saham IHSG. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Pasaribu et al (2009). Hasil ini juga didukung oleh
penelitian Hussainey dan Ngoc (2009) yang menyatakan bahwa dalam jangka waktu
dekat maupun jangka panjang suku bunga tidak mempengaruhi harga saham dalam
satu waktu di Vietnam. Berdasarkan hasil uji t, menunjukkan bahwa hipotesis bahwa
suku bunga berpengaruh negatif terhadap IHSG tidak terbukti karena hasil yang
diperoleh dari penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial suku bunga tidak
berpengaruh signifikan terhadap IHSG.
80
Dari hasil uji F merupakan suatu uji regresi yang digunakan untuk
menunjukkan apakah semua variabel yang dimasukkan dalam model regresi
mempunyai pengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap variabel terikat atau
dependen. Tabel 5.7 diperoleh nilai signifikansi nilai F sebesar 170,546 dengan nilai
signifikansi 0,000 dan apabila dibandingkan dengan derajat yang ditentukan yaitu
5%, maka nilai signifikansi F lebih kecil dari derajat kesalahan atau 0,000 < 0,05
artinya persamaan regresi yang diperoleh adalah signifikan dan variabel bebas
(inflasi, nilai tukar, PBD dan suku bunga) berpengaruh signifikan terhadap variabel
terikat (IHSG).
Download