1. Fenomena Auspitz Fenomena Auspitz ialah bila skuama yang berlapis-lapis dikerok akan timbul bintik-bintik pendarahan yang disebabkan papilomatosis yaitu papilla dermis yang memanjang tetapi bila kerokan tersebut diteruskan maka akan tampak pendarahan yang merata. Fenomena auspitz merupakan salah satu tanda patogmonis untuk psoriasis. Psoriasis merupakan penyakit kelainan sel imun dimana sel T menjadi aktif, bermigrasi ke dermis dan memicu pelepasan sitokin (TNF-α, pada umumnya) menyebabkan terjadinya inflamasi dan hiperplasia sel epidermis. Penyelidikan sel kinetik menunjukkan bahwa pada psoariasis terjadi percepatan proliferasi sel-sel epidermis, serta siklus sel germinatum lebih cepat dibanding sel-sel pada kulit normal. Pergantian epidermis hanya terjadi dalam 3-4 hari sedangkan turn over time epidermis normalnya adalah 28-56 hari. Pada awalnya terjadi perubahan pada permukaan dermis saja berupa dilatasi kapiler dan edema papilla dermis dan infiltrasi limfosit yang mengelilingi pembuluh darah. Limfosit akan meluas sampai bagian bawah epidermis yang akhirnya akan mengalami spongiosis. Hal ini menyebabkan perpanjangan (akantosis) reteridges dengan bentuk clubike, perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler menghilang, parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit polimorfonuklear yang menyerupai pustul spongiform kecil) dalam stratum korneum, penebalan suprapapiler epidermis (menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler papila dermis dan pembuluh darah berkelok-kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik ringan sampai sedang dalam papila dermis atas. 2. Preparat ter berfungsi sebagai anti proliferasi dan anti inflamasi. 3. penatalaksanaan sistemik untuk psoriasi menurut AAD guidelines meliputi methotrexate, cyclosporine, dan acitretin. a. Metotreksat Metotrexat adalah antagonis asam folat yang menghambat dihydrofolat reduktase. Sintesis DNA terhambat setelah pemakaian Metoteksat akibat penurunan tiamin dan purin. Metotreksat menekan reproduksi sel epidermal, sebagai anti inflamasi dan immunosupresif sehingga kontraindikasi pada pasien dengan infeksi sistemik. Metotreksat biasanya dipakai bila pengobatan topikal dan fototerapi tidak berhasil. Obat ini terbukti merupakan obat yang efektif dibandingkan dengan obat oral lainnya. Metotreksat berespon baik dalam pengobatan psoriasis arthritis. Obat ini juga diberikan dalam jangka panjang pada psoriasis berat dan efektif untuk mengontrol psoriasis pustulosa dan psoriasis eritroderma. Metotreksat mampu menekan proliferasi limfosit dan produksi sitokin. Cara pemberian mula-mula diberikan tes dosis inisial 5 mg untuk mengetahui apakah ada gejala sensitivitas atau gejala toksik. Jika terjadi efek yang tidak dikehendaki maka diberikan dosis 3 x 2,5 mg dengan interval 12 jam dalam seminggu dengan dosis total 7,5 mg. Jika tidak tampak perbaikan dosis dinaikkan 2,5 mg – 5 mg per minggu. Cara lain dengan diberikan i.m 7,5 mg-25 mg dosis tunggal setiap minggu. Toksisitas sum-sum tulang belakang merupakan efek samping yang akut, sebaliknya hepatotoksisitas adalah efek samping jangka panjang. Dengan demikian metotreksat tidak boleh diberikan pada pasien dengan gangguan hati dan alkoholisme. Sebelum memberikan metotreksat, fungsi hati, ginjal, dan sistem hematopoetik pasien harus dalam kondisi yang baik. b. Siklosporin (Cyclosporin A) Siklosporin sangat efektif untuk segala bentuk psoriasis tetapi dengan mempertimbangkan berbagai efek samping dan kurangnya pengalaman, obat ini jarang dipakai oleh dermatologis. Bersifat nerotoksik dan hepatotoksik. Berasal dari jamur Tolypocladium inflatum gams. Siklosporin punya efek imunosupresan karena mempunyai kemampuan yang selektif dalam menghambat sel T. Obat ini menghambat calcineurin fosfatase dan transkripsi IL-2 pada sel T, juga menghambat presentasi antigen oleh sel Langerhans dan degranulasi sel mast yang dimana hal itu berkontribusi pada patogenesis terjadinya psoriasis. Dosis rendah 2,5 mg/kgBB/hari dipakai sebagai terapi awal dengan dosis maksimum 4 mg/kgBB/hari Siklospurin (sandimun). Sediaan iv terdapat dalam bentuk larutan dalamE thanol-polyxyethylated castor oil dengan kadar 50 mg/ml. Sediaan oral berupa kapsul lunak 25-100 mg dan larutan100 mg/ml. Pemberian peroral kadar puncak tercapai setelah 1,3-4 jam. Waktu paruh kurang lebih 6 jam. Ekskresi terutama melalui empedu dan feces. Efek samping berupa hipertensi dan disfungsi ginjal, fibrosis intestinal, atrofi tubular, arteriolpati. adalah intoleransi gastrointestinal yang bermanifestasi diare, mual, muntah, nyeri abdominal dan penekanan sumsum tulang. Biasa terjadi pada pasien yang mengkonsumsi siklosporin jangka panjang ( ± 1 tahun). c. Acitretin Acitretin merupakan bentuk metabolit dari Etretinat. Etretinat disetujui untuk pengobatan psoriasis tetapi karena keberadaannya dalam jaringan tubuh persisten, memungkinkan terjadi teratogenitas tetapi acitretin memiliki waktu paruh yang lebih cepat dibandingkan etretinat. Dosis optimal penggunaan acitretin pada orang dewasa adalah 25-50 mg/hari. Toksisitas yang dapat timbul pada penggunaan acitretin adalah hipervitaminosis A. Efek samping yang umum adalah kulit dan membran mukosa kering, xerofthalmia, dan kerontokan rambut. Acitretin bersifat teratogen dan dapat menyebabkan kelainan bawaan. Efek samping sistemik yang sering terjadi adalah kenaikan lipid serum terutama trigliserida. Efek samping yang juga mungkin muncul adalah osteoporosis, kalsifikasi ligamen, dan hiperostosis skeletal. Pemakaian obat dengan pemantauan yang teliti dapat mengurangi efek samping. Treatments for more advanced psoriasis include narrow-band ultraviolet B (UVB) light, psoralen with ultraviolet A (UVA) light retinoids (eg, isotretinoin [Accutane, Claravis], acitretin [Soriatane]), methotrexate (particularly for arthritis), cyclosporine (Neoral, Sandimmune), infliximab (Remicade), etanercept (Enbrel), adalimumab (Humira), and alefacept (Amevive). The AAD guidelines recommend treatment with methotrexate, cyclosporine, and acitretin, with consideration of the contraindications and drug interactions noted in the discussion of each medication below.[27]