BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian keperawatan bayi dengan asfiksia ringan Keperawatan adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam keadaan sakit maupun sehat dalam kegiatannya untuk mencapai keadaan sehat atau sembuh dari penyakit sehingga ia mempunyai kekuataan, keinginan dan pengetahuan. Keperawatan adalah metode ilmiah yang digunakan dalam memberikan Asuhan Keperawatan klien pada semua tatanan pelayanan kesehatan,proses keperawatan dapat meningkatkan tanggung jawab perawat,otonomi perawat dan kepuasan perawat. Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas dengan spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai asidosis (Handerson,2001). Ilmu keperawatan merupakan ilmu terapan sintesis dari ilmu dasar-dasar dan ilmu keperawatan. Terdiri dari ilmu Keperawatan maternitas dan ilmu keperawatan klinik. Wawasan ilmu keperawatan mencakup ilmu yang mempelajari bentuk dari sebab terpenuhinya kebutuhan dasar manusiaserta upaya mencapai pemenuhan kebutuhan tersebut. Bidang garapan dan fenomina yang menjadi obyek penelahan keperawatan merupakan penyimpanan dan terpenuhinya Kebutuhan Dasar Manusia terdiri dari kebutuhan biologis,psikologis,sosial dan spiritual ( Hidayat, 2006). 4 Keadaan ini dikarenakan kurangnya kemampuan fungsi organ bayi pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi dimasa kehamilan, persalinan, atau dapt terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor menyebabkan diantaranya adanya penyakit pada ibu waktu hamil. Seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu resiko tinggi. Kehamilan dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan solusis plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri, seperti kelainan tali pusat dengan menumbung atau melilit pada leher. Asfiksia bayi baru lahir dapat dihubungkan dengan beberapa keadaan kehamilan dan kelahiran. Bayi tersebut dalam keadaan resiko tinggi dan ibu dalam keadaan hamil resiko tinggi. Pada umur kahamilan 30 minggu, paru janin sudah menunjukan pematangan baik secara anatomis maupun fungsional, walaupun demikian janin tidak melakukan pergerakan pernapasan kecuali jika ada gangguan yang dapat menimbulkan hipoksia /anoksia. Pada keadaan asfiksia bayi mengalami kekurangan O2 dan kelebihan CO2 yang dapat mengakibatkan asidosis. Keadaan inilah yang menjadi penyebab kegagalan dalam beradaptasi dan sering berlanjut menjadi sindrom gangguan pernapasan dan pada hari- hari pertama kelahiran. Insidensi pada bayi premature kulit putih lebih tinggi daripada bayi kulit hitam dan lebih sering pada bayi laki- laki daripada perempuan (Nursalam, 2005). Asfiksia adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas dengan spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut dapat disertai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea dan sampai asidosis. Keadaan ini dikarenakan 5 kurangnya kemampuan fungsi organ bayi pengembangan paru-paru. Proses terjadinya asfiksia neonatorum ini dapat terjadi dimasa kehamilan, persalinan, atau dapt terjadi segera setelah lahir. Banyak faktor menyebabkan diantaranya adanya penyakit pada ibu waktu hamil. Seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi uterus pada ibu resiko tinggi. Kehamilan dapat juga terjadi karena faktor plasenta seperti janin dengan solusis plasenta, atau juga faktor janin itu sendiri, seperti kelainan tali pusat dengan menumbung atau melilit pada leher. Tabel penilaian apgar score Tanda Frekuensi jantung Usaha bernafas Tonus otot Refleks 0 Tidak ada Tidak ada Lumpuh Tidak ada Warna kulit Biru / pucat Apgar Score 1 < 100x / menit Lambat tak teratur Ekstremitas agak fleksi Gerakan sedikit Tubuh kemerahan, ekstremitas biru 2 >100 x / menit Menangis kuat Gerakan aktif Gerakan kuat/melawan Seluruh tubuh kemerahan Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR : a. Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3 b. Asfiksia sedang dengan nilai APGAR 4-6 c. Asfiksia ringan dengan nilai APGAR 7-9 B. ETIOLOGI Beberapa kondisi tertentu pda ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga pasokan oksigen ke bayi menjadi berkurang. Hipoksia bayi di rahim ditunjukkan dengan gawat janin yang dapat berlanjut menjadi asfiksia bayi baru lahir. 6 Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya adalah faktor ibu, tali pusat, dan bayi berikut ini : a. Faktor ibu 1) Preeklampsia dan eklampsia 2) Pendarahan abnormal ( plasenta previa atau solusio plasenta ) 3) Partus lama atau partus macet 4) Demam selama persalinan 5) Infeksi berat ( malaria, sifilis, TBC, HIV ) 6) Kehamilan lewat waktu ( sesudah 42 minggu kehamilan ) b. Faktor tali pusat 1) Lilitan tali pusat 2) Tali pusat pendek 3) Simpul tali pusat 4) Prolapus tali pusat c. Faktor bayi 1) Bayi prematur ( sebelum 38 minggu setelah kehamilan ) 2) Persalinan dengan tindakan ( sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstrasi vakum, ekstrasi forsep ) 3) Kelainan bawaan ( kongenital ) 4) Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan ) 7 C. PATOFISIOLOGI Proses kelahiran selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara, proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi nafas pertama (primary gasping), yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya. Kegagalan pernafasan mengakibatkan terjadinya gangguan pertukaran oksigen dan karbondioksida sehingga menimbulkan berkurangnya oksigen dan meningkatnya karbondioksida diikuti dengan asidosis respiratorik. Apabila proses berlanjut maka metabolisme sel akan berlangsung dalam suasana anaerob, sehingga sumber glikogen terutama pada jantung dan hati akan berkurang dan asam organic yang terjadi akan menyebabkan asidosis metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang akan disebabkan karena beberapa keadaan : 1. Hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan mempengaruhi fungsi jantung. 2. Terjadinya asidosis metabolik mengakibatkan menurunya sel jaringan termasuk otot jantung sehingga menimbulkan kelemahan jantung. 3. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat menyebabkan tetap tingginya resistensi pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan sistem sirkulasi yang lain mengalami ganguan. 8 Pemakaian sumber glikogen untuk energi dalam metabolisme anaerob, tubuh bayi akan menderita hipoglikemia. Pada asfiksia berat menyebabkan kerusakan membrane sel terutama sel susunan saraf pusat sehingga menyebabkan gangguan elektrolit berakibat terjadinya hiperglikemia dan pembengkakan sel. Kerusakan sel otak terjadi setelah asfiksia berlangsung selama 8 – 15 menit. Menurunnya atau terhentinya denyut jantung akibat dari asfiksia mengakibatkan iskemia, bahaya iskemia ini lebih hebat dari hipoksia karena mengakibatkan perfusi jaringan kurang baik. Pada iskemia dapat mengakibatkan sumbatan pembuluh darah kecil setelah mengalami asfiksia 5 menit atau lebih sehingga darah tidak dapat mengalir meskipun tekanan perfusi darah sudah normal. Peristiwa ini mungkin mempunyai peranan penting dalam menetukan kerusakan yang menetap pada proses asfiksasi. BBL mempunyai karakteristik yang unik. Transisi dari kehidupan janin intrauterin ke kehidupan bayi ekstrauterin, menunjukkan perubahan sebagai berikut. Alveoli paru janin dalam uterus berisi cairan paru. Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan paru 9 D. Pathways 10 E. Diagnosa keperawatan a. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya hipovolemia. b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi c. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi / hiperventilasi. F. Komplikasi Meliputi berbagai organ yaitu : a. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis b. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus, perdarahan paru, edema paru c. Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos d. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH e. Hematologi DIC G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Analisa gas darah ( PH kurang dari 7,20 ) 2. Penilaian APGAR Score meliputi (Warna kulit, frekuensi jantung, usaha nafas, tonus otot dan reflek) 3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi 4. Pengkajian spesifik 11 Gradasi Hipoksi Iskemia Ensepalopati pada bayi Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Tanda kesadaran Iritabel Letargi Tonus otot Normal Hipotonus Postur Normal Fleksi Reflek tendon/klonus Hiperaktif Hiperaktif Reflek moro Kuat Lemah Pupil Medriasis Miosis Kejang Tidak ada Sering terjadi EEG Normal Voltase rendah, berubah dengan kejang Durasi <24 jam 24 jam – 14 hari Hasil akhir Baik Bervariasi Derajat 3 Stupor,koma Flaksit Deserebrasi Tidak ada Tidak ada Tidak bereflek cahaya Deserebrasi Isoelektrik Beberapa minggu Kematian berat H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan asfiksia neonatorum adalah resusitasi neonatus atau bayi. Semua bayi dengan depresi pernafasan harus mendapat resusitasi yang adekuat. Bila bayi kemudian terdiagnosa sebagai asfiksia neonatorum, maka tindakan medis lanjutan yang komprehensif. Tindakan resusitasi neonatorum akan dipastikan sendiri kemudian, namun pada intinya penatalaksanaan terhadap asfiksia neonatorum adalah berupa : Tindakan Umum: 1. Pengawasan suhu tubuh Pertahankan suhu tubuh agar bayi tidak kedinginan, karena hal ini akan memperburuk keadaan asfiksia.Bayi baru lahir secara relative banyak 12 kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh. Penurunan suhu tubuh akan mempertinggi metabolisme sel sehingga kebutuhabn oksigen meningkat. Perlu diperhatikan agar bayi mendapat lingkungan yang hangat segera setelah lahir. Jangan biarkan bayi kedinginan (membungkus bayi dengan kain kering dan hangat), Badan bayi harus dalam keadaan kering, jangan memandikan bayi dengan air dingin, gunakan minyak atau baby oil untuk membersihkan tubuh bayi. Kepala ditutup dengan kain atau topi kepala yang terbuat dari plastik 2. Pembersihan jalan nafas Saluran nafas atas dibersihkan dari lendir dan cairan amnion dengan pengisap lendir, tindakan ini dilakukan dengan hati- hati tidak perlu tergesa- gesa atau kasar. Penghisapan yang dilakukan dengan ceroboh akan timbul penyulit seperti: spasme laring, kolap paru, kerusakan sel mukosa jalan nafas. Pada asfiksia berat dilakukan resusitasi kardiopulmonal. 3. Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan Bayi yang tidak memperlihatkan usaha bernafas selama 20 detik setelah lahir dianggap telah menderita depresi pernafasan. Dalam hal ini rangsangan terhadap bayi harus segera dilakukan. Pengaliran O2 yang cepat kedalam mukosa hidung dapat pula merangsang reflek pernafasan yang sensitive dalam mukosa hidung dan faring. Bila cara ini tidak berhasil dapat dilakukan dengan memberikan rangsangan nyeri dengan memukul kedua telapak kaki bayi. 13 4. Therapi cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksi a. Tujuan Pemberian Cairan untuk Bayi Baru Lahir dengan asfiksia 1. Mengembalikan dan mempertahankan keseimbangan cairan 2. Memberikan obat- obatan 3. Memberikan nutrisi parenteral b. Keuntungan dan kerugian therapy Cairan Keuntungan : 1. Efek therapy segera tercapai karena penghantaran obat ketempat target berlangsung cepat 2. Absorbsi total, memungkinkan dosis obat lebih tepat dan therapy lebih dapat diandalkan. 3. Kecepatan pemberian dapat dikontrol sehingga efek therapy dapat dipertahankan maupun dimodifikasi. 4. Ras sakit dan iritasi obat- obat tertentu jika diberikan intramuscular dan subkutan dapat dihindari. 5. Sesuai untuk obat yang tidak dapat diabsorpsi dengan rute lain karena molekul yang besar, iritasi atau ketidakstabilan dalam traktus gastrointestinal. Kerugian : 1. Resiko toksisitas/anapilaktik dan sensitivitas tinggi 2. Komplikasi tambahan dapat timbul : a) Kontaminasi mikroba melalui sirkulasi b) Iritasi vaskuler ( spt phlebitis ) 14 c) Inkompabilitas obat dan interaksi dari berbagai obat tambahan. c. Peran Perawat terhadap Therapi Cairan pada bayi baru lahir dengan asfiksia 1. Memastikan tidak ada kesalahan maupun kontaminasi cairan infuse maupun kemasannya. 2. Memastikan cairan infuse diberikan secara benar (pasien, jenis cairan, dosis, cara pemberian dan waktu pemberian) 3. Memeriksa kepatenan tempat insersi 4. Monitor daerah insersi terhadap kelainan 5. Mengatur kecepatan tetesan sesuai dengan program 6. Monitor kondisi dan reaksi pasien d. Teknik pemasangan infuse e. Tehnik memfiksasi / mempertahankan kepatenan dari alat kepada bayi asfiksia yang terpasang infuse Metode Chevron 1) Potong plester ukuran 1,25 cm, letakkan di bawah hubungan kateter dengan bagian yang berperekat menghadap ke atas. 2) Silangkan kedua ujung plester melalui hubungan kateter dan rekatkan pada kulit pasien. 3) Rekatkan plester ukuran 2,5 cm melintang diatas sayap kateter dan sayap infuse untuk memperkuat kemudian berikan label. 15 f. Memberikan cairan dengan menggunakan NGT Adalah memasukkan cairan kedalam lambung bayi dengan menggunakan NGT. Dengan tujuan memenuhi kebutuhan tubuh akan makanan dan cairan, yang dilakukan pada bayi yang mengalami kesulitan mengisap dan bayi dengan kelainan bawaan misalnya labiopalatoskisis atau atresia esophagus. I. Pengakjian Fisik 1. Sirkulasi Nadi apikal dapat berfluktuasi dari 110 sampai 180x/menit. Tekanan darah 60 sampai 80 mmHg 9sistollik, 40 sampai 45 mmHg (diastolik). a) Bunyi jantung, lokasi di mediasternum dengan titik intensitas maksimaltepat di kiri dari mediasternum pada ruang intercosta III/IV. b) Murmur biasanya terjadi diselama beberapa jam pertama kehidupan. c) Tali pusat putih dan bergelatin memngandung 2 arteri 1 vena. 2. Eliminasi Dapat berkemih saat lahir 3. Makanan / cairan gram a) Berat Badan : 2500-4000 b) Panjang Badan :44-45 cm c) Turgor kulit elastis (bervariasis sesuai gestasi) 4. Neurosensori 16 a) Tonus otot : fleksi hipertonik dari semua ekstremitas b) Sadar dan aktif mendemonstrasikan refleks menghisap selama 30 menit reaktivitas). pertama setelah Penampilan kelahiran asimetris (periode pertama (molding, edema, hematoma) c) Menangis kuat, sehat, nada sedang (nada menagis tinggi menunjukkan abnormalitas genetik, hipoglikemia atau efek nerkotik yang menjang) 5. Pernafasan a) Skor APGAR : skor optimal antara 7-10 b) Rentang dari 30-60 permenit, pola periodik dapat terlihat. c) Bunyi nafas bilateral, kadang-kadang kreleks umum awalnya silidrik thorak : kertilago xifoid menonjol umum terjadi. 6. Keamanan Suhu rentan 36,5 ºC- 37,5 ºC. Ada vermiks (jumlah dan distribusi tergantung pada usia gestasi). 7. Kulit Kulit lembut, fleksibel, pengelupasan tangan atau kaki dapat terliahat, warna merah muda atau kemerahan, mungkin belang-belang menunjukkan memar minor ( misal : kelahiran dengan forseps), atau perubahan warna herliquin, petekie pada kepala atau wajah ( dapat menunjukkan peningkatan tekanan berkenaan dengan kelahiran atau tanda nukhal), becak portuine, telengiektasis (kelopak mata, antara alis 17 dan mata atau pada nukhal), atau bercak mongolia (terutama punggung bawah dan bokong) dapat terlihat. Abrasi kulit kepala mungkin ada (penampakan elektroda internal). ( Manjoer, 2000) J. Fokus Intervensi 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan produksi mukus banyak. Tujuan : pasien mempertahankan jalan nafas paten. KH : jaln nafas bersih, anak bernafas dengan mudah, pernafasan dalam batas normal. Intervensi : a. Beri posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung mengarah ke atas. b. Beri posisi untuk mencegah aspirasi sekresi beri posisi miring. c. Aspirasi eksresi dan jalan nafas sesuai kebutuhan. 2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipoventilasi atau hiperventilasi. Tujuan : pasien menunjukkkan pola nafas yang efektif. KH : - ekspansi dada simetris - Tidak ada bunyi nafas tambahan - Kecepatan dan irama resparasi dalam batas normal. 18 Intervensi : a. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan penghisapan lendir. b. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai kebutuhan c. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi. d. Kolaborasi dengan dokter untuk memeriksa ADG dan pemakaian alat bantu nafas. 3. Kerusakan pertukaran jaringan berhubungan dengan ketidak seimbangan perfusi ventilasi. Tujuan : tidak ada kesulitan pernafasan, PaO2 dalam batas normal, frekuensi pernafasan dalam batas normal. KH : akral tidak dingin. Intervensi : a. Tentukan dasar upaya pernafasan, pengarahan dinding dada, warna kulit dan selaput membran. b. Pertahankan pernafasan dan curah jantung. Catat setiap 30 menit, frekuensi lebih dari 60 x/menit mengindikasikan bahwa dalam keadaan gawat nafas. c. Pantau kulit, aktivitas, pertahankan konsentrasi O2 konstan paling sedikit 15-20 menit sebelum dengan konsentrasi 510%. 19