BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan kian meningkat yang berbanding lurus dengan tuntutan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Oleh karena itu peningkatan kualitas pelayanan kesehatan telah menjadi orientasi sistem kesehatan modern. Peningkatan pelayanan di semua bidang pelayanan kesehatan termasuk pelayanan anestesi dibutuhkan untuk mencapai pelayanan kesehatan yang efektif dan efisien dalam memberikan pelayanan yang berkualitas dan memuaskan. Demi meningkatkan efisiensi tanpa mengabaikan keamanan dan keselamatan pasien maka dalam pemberian pelayanan anestesi khususnya anestesi umum, dimana penggunaan agen anestesi inhalasi tertentu yang dapat mempercepat masa perawatan pasca anestesi umum di ruang pemulihan dengan masa pemulihan yang cepat maka efisiensi waktu dan kenyamanan dapat dirasakan oleh pasien maupun keluarganya( Sarif, Abdul Majid, Eko Suryani, 2012). Anestesi umum/general anesthesia, merupakan salah satu bentuk dari pembedahan yang paling sering dilakukan dan banyak menimbulkan komplikasikomplikasi pasca operasi (Sjamsuhidajat, Jong, 2005). Saat ini anestesi umum sudah banyak berkembang yang terlibat dalam berbagai prosedur medis terbaru dengan jumlah prosedur pembedahan yang terus meningkat dan membutuhkan keterlibatan peran dari anestesi umum tersebut. Anestesi umum telah banyak 1 2 digunakan sebagai prosedur diagnostik invasif minimal dan terapeutik yang memerlukan imobilisasi dan sedasi dalam pada pasien. Adanya kondisi ini, penekanan terhadap efektivitas biaya, pemulihan segera, kepuasan pasien, dan minimalisasi efek samping menjadi sangat penting, meskipun banyak laporan mengenai efek anestesi umum terhadap timbulnya depresi kardiopulmonal hingga kematian, tetapi pada kenyataannya kejadian ini terus berkurang hingga mencapai 1 per 250.000 pasien sehat. Mengingat ada banyak efek samping dari anestesi umum, pemilihan agen inhalasi yang bekerja cepat dan memiliki sedikit efek samping harus dipertimbangkan dan terus diteliti (Campagna, Miller, Phil, Forman. 2003). Anestesia yang dilakukan di negara-negara berkembang antara tahun 2001 sampai 2011 melaporkan bahwa tingkat morbiditas serta mortalitas terkait anestesia yang tinggi, yaitu 2,4–3,3 per 10.000 anestesia (Bharti, Batra, Kaur, 2009). Sebuah penelitian di Brazil telah mengonfirmasi bahwa terjadi nol morbiditas serta mortalitas terkait per 10.000 anestesia (Braz, Braz, Mo’dolo, Nascimento, Brushi , Carvalho, 2006). Penelitian di Nigeria menerangkan bahwa 270 anak yang dijadikan subjek penelitian hanya 65 pasien yang mengalami komplikasi pasca-anestesia dengan tiga pasien mengalami keterlambatan pulih sadar (Edomwonyi, Ekwere, Egbekun, Eluwa, 2006). Keterlambatan pulih sadar terjadi ketika pasien gagal mendapatkan kembali kesadaran dalam waktu 30–60 menit setelah anestesia, merupakan efek residual dari obat anestesia, sedatif, serta analgesik. Keterlambatan pulih sadar dapat terjadi sebagai akibat overdosis obat absolut atau relatif atau potensiasi obat 3 anestesia dengan obat lainnya. Kemungkinan penyebab lain adalah hipotermia, gangguan metabolik berat, atau stroke perioperasi (Butterworth, Mackey. Wasnick ,2013). Anestesi umum inhalasi saat ini masih banyak digunakan karena kemudahan dalam pemberian secara inhalasi dan kemudahan dalam mengawasi munculnya efek samping. Metode pemberian yang unik dan tidak ditemui pada agen anestesi lain membuat agen ini memiliki keuntungan seperti lebih cepatnya agen berada dalam darah arteri karena alirannya langsung ke sirkulasi pulmonal (Morgan at al. 2013). Agen anestesi inhalasi poten yang paling sering digunakan pada prosedur pembedahan dewasa adalah isofluran, desfluran, dan sevofluran. Sevofluran merupakan agen inhalasi yang paling sering digunakan pada anakanak (Ebert et al. 2009). Sebelumnya halotan dan enfluran disertai dengan nitrous oxide (N2O) merupakan agen anestesi utama, tetapi selama beberapa dekade terakhir isofluran, desfluran, dan sevofluran telah menggantikan posisi halotan dan enfluran karena terdapat banyak bukti ilmiah yang menyatakan bahwa ketiga agen tersebut dimetabolisme secara lebih aman oleh hepar dan memiliki efek samping serta toksisitas yang lebih kecil. Hingga saat ini ketiga agen tersebut menjadi pilihan utama agen anestesi inhalasi (Saber at al. 2009). Isofluran dan sevofluran memerlukan dosis secara tepat dan akurat sesuai dengan kebutuhan pasien (Deckardt et al. 2007). Dosis anestesi yang kurang atau terlalu dalam dapat menimbulkan efek pada kardiopulmonal, neuromuskular, dan gangguan homeostasis. Gangguan yang dapat muncul antaralain atrial fibrilasi, 4 aritmia ventrikuler, takikardi, serta hipereksitasibilitas neuromuskular (Behne et al. 2003). Dari beberapa gangguan pemberian agen inhalasi juga tidak lepas dari peranan ion-ion dalam tubuh. Ada beberapa teori yang menyatakan bahwa pemberian anestesi inhalasi seperti isofluran dan sevofluran memiliki efek potensial terhadap parameter laboratorium, salah satunya adalah efek terhadap penurunan kadar ion magnesium dalam serum. Dalam penelitiannya, Deckardt et al. (2007) menunjukkan bahwa pemberian isofluran dapat menyebabkan penurunan kadar magnesium serum melalui beberapa mekanisme. Pemberian sevofluran juga dapat menurunkan kadar magnesium serum total yang disebabkan karena perpindahan magnesium ke intraseluler akibat efek langsung agen anestesi terhadap membran sel itu sendiri (Kweon et al. 2009). Magnesium merupakan kation terbanyak kedua dalam intraseluler dan kation terbanyak keempat dalam tubuh. Magnesium berperan penting secara fisiologis dalam berbagai fungsi tubuh. Peran ini berkaitan dengan dua kemampuan magnesium, yaitu kemampuannya membentuk krelasi dengan ligan anionik intraseluler yang penting, terutama ATP, dan kemampuannya berkompetisi dengan kalsium untuk mengikat reseptor pada protein dan membran. Magnesium juga penting dalam sintesis asam nukleat dan protein, serta bekerja spesifik pada organ seperti sistem neuromuskuler dan kardiovaskuler. Lebih dari 500 enzim pada tubuh membutuhkan peran dari magnesium (Swaminatahan, 2003). Hipomagnesemia atau defisiensi magnesium dalam serum yang salah satunya ditimbulkan oleh pemberian isofluran dan sevofluran, dapat menimbulkan 5 berbagai efek dan komplikasi yang berkaitan dengan fungsi cardiovaskuler, neuromuskuler, dan fungsi homeostasis (Seo, Park, 2008). Oleh karena itu, sangatlah penting untuk mengetahui peranan pemberian isofluran dan sevofluran terhadap perubahan kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum. Berdasarkan temuan dan pendapat dari beberapa peneliti yang telah dijabarkan di atas maka menarik untuk diteliti pengaruh pemberian agen inhalasi terhadap kadar magnesium serum terutama perbedaan kadar magnesium serum sebelum dan setelah pemberian agen anestesi inhalasi, yaitu isofluran dan sevofluran, serta membandingkan kadar magnesium serum pada kedua kelompok tersebut. B. Rumusan Masalah a. Apakah terdapat perbedaan kadar magnesium serum setelah pemberian isofluran dan sevofluran pada pasien yang menjalani anestesi umum selama 30 menit. b. Apakah terdapat perbedaan kadar magnesium serum setelah pemberian isofluran dan sevofluran pada pasien yang menjalani anestesi umum selama 60 menit. c. Apakah terdapat perbedaan kadar magnesium serum setelah pemberian isofluran dan sevofluran pada pasien yang menjalani anestesi umum selama 90 menit. 6 C. Tujuan Penelitian. 1. Tujuan Umum. a. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium serum setelah pemberian isofluran dan sevofluran pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 30. b. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium serum setelah pemberian isofluran dan sevofluran pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 60. c. Untuk mengetahui perbedaan kadar magnesium serum setelah pemberian isofluran dan sevofluran pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 90. 2. Tujuan Khusus. a. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh pemberian isofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 30. b. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh pemberian isofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 60. c. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh pemberian isofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 90. d. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh pemberian sevofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 30. 7 e. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh pemberian sevofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 60. f. Untuk mengetahui dan mengevaluasi pengaruh pemberian sevofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 90. g. Untuk mengetahui dan mengevaluasi perbedaan antara kedua kelompok. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis a. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang perbedaan pengaruh antara isofluran dan sevofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 30. b. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang perbedaan pengaruh antara isofluran dan sevofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 60. c. Memberikan sumbangan pengetahuan tentang perbedaan pengaruh antara isofluran dan sevofluran terhadap kadar magnesium serum pada pasien yang menjalani anestesi umum setelah menit ke 90. 2. Manfaat Praktis a. Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk penelitian lebih lanjut. b. Bagi klinisi hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai pertimbangan untuk memilih agen anestesi inhalasi yang paling aman yang dapat memperkecil efek samping pada pasien selama dan setelah prosedur anestesi. 8 3. Manfaat Bagi Kesehatan Kedokteran Keluarga a. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi dokter keluarga dalam upaya menerangkan pengaruh anestesi umum terhadap kadar magnesium. b. Hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan bagi dokter keluarga dalam upaya menerangkan makna klinis magnesium terhadap tubuh.