BAB II . KERANGKA TEORITIS II.4. Konsep Retail II.4.1. Pengertian Konsep Retail Perdagangan retail adalah suatu kegiatan menjual barang atau jasa kepada seseorang untuk keperluan diri sendiri, keluarga, maupun dalam berumah tangga (Berman, 2001). Retailer adalah usaha bisnis yang menjual barang-barang terutama untuk konsumsi rumah tangga dan digunakan secara non bisnis. Menurut Gilbert (2003), retail adalah setiap usaha yang mengarahkan upaya pemasarannya ke arah memuaskan pelanggan berdasarkan organisasi penjualan barang dan jasa sebagai sarana distribusi. (dikutip dalam Willyarti, 2010) Dalam saluran distribusi, retail memegang peranan penting yaitu sebagai penghubung antara konsumen dan produsen yang memiliki karakteristik berbeda. Retail diharapkan dapat meningkatkan efisiensi bagi pemasok serta meningkatkan nilai barang yang dijual melalui peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen. Retailer tentunya memiliki kesempatan dan posisi yang ideal untuk membangun pengalaman positif untuk konsumen (Schmitt, 2003). (dikutip dalam Willyarti, 2010) Karakteristik dalam suatu bisnis retail yang membedakannya dengan bisnis lain (Berman, 2003 dalam Willyarti, 2010) yaitu : a. Kuantiti yang kecil, yaitu partai kecil, dalam jumlah secukupnya untuk dikomsumsi sendiri dalam periode waktu tertentu. Universitas Sumatera Utara b. Impulse buying, yaitu kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan banyaknya pilihan dalam proses belanja konsumen. c. Kondisi toko, yaitu kondisi lingkungan dan interior dalam toko. II.4.2. Sejarah Retail Modern di Indonesia Retail modern pertama kali hadir di Indonesia saat Toserba Sarinah didirikan pada 1962. Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus berkembang. Awal dekade 1990-an merupakan tonggak sejarah masuknya retail asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya retail terbesar Jepang „Sogo‟ di Indonesia. Retail modern kemudian berkembang begitu pesat saat pemerintah, berdasarkan Kepres no. 99 th 1998, mengeluarkan bisnis retail dari negatif list bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres 99 th 1998 diterbitkan, jumlah retailer asing di Indonesia sangat dibatasi (Media data, Peta Persaingan Bisnis Ritel di Indonesia, 2009). Saat ini jenis-jenis retail modern di Indonesia sangat banyak meliputi Pasar Modern, Pasar Swalayan, Department Store, Boutique, Factory Outlet, Specialty Store, Trade Centre, dan Mall/Supermall/Plaza. Pusat perbelanjaan adalah sekelompok lokasi usaha retail dan usaha komersial lainnya yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dikelola sebagai satu properti tunggal (Neo dan Wing, 2005). Menurut (Sim, 1992), pusat perbelanjaan dipandang sebagai properti komersial yang memiliki multilantai Universitas Sumatera Utara untuk usaha retail dan fasilitas pendukungnya, seperti tempat rekreasi, restoran, hotel, layanan medis, kantor, dan tempat tinggal. (dikutip dalam Willyarti, 2010) II.4.3. Strategi Pemasaran Retail Strategi pemasaran retail adalah pemasaran yang mengacu kepada variabel, dimana pedagang eceran dapat mengkombinasikan menjadi jalan alternatif sebagai suatu strategi pemasaran untuk dapat menarik konsumen. Variabel tersebut diantaranya: variasi barang dagangan dan jasa yang ditawarkan, harga, iklan, promosi, dan tata ruang, desain toko, lokasi toko dan merchandising. Untuk menjaga kelangsungan hidup serta kemajuan dan keunggulan dalam bisnis yang semakin kompetitif, maka para pengelola harus berupaya menerapkan strategi berupa program bauran penjualan retail yang diharapkan memunculkan minat konsumen. Komponen bauran pemasaran atau lebih dikenal dengan 4P (product, price, place, and promotion) menitik beratkan perhatian yang berbeda-beda pada ke empat unsur tersebut tergantung kepada si pembuat keputusan untuk disesuaikan dengan lingkungan yang cenderung berubah-ubah dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mencapai tujuan perusahaan, dimana konsep tersebut berlaku bagi bisnis retail dengan penekanan pada faktor yang berlainan (McCarthy, 1993, dalam Willyarti, 2010). a. Product (Produk) Produk menurut Kotler and Armstrong (2001) adalah segala sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikomsumsi Universitas Sumatera Utara yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Menurut Porter (1996), keunggulan suatu produk agar dapat diterima dan bertahan dipasar ditentukan oleh ciri khas atau keunikan produk tersebut dibandingkan dengan produk yang lain yang ada dipasar. (dalam Willyarti, 2010) b. Price (Harga) Ada tiga pihak yang menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan harga oleh sebuah perusahaan retail yaitu konsumen, dirinya sendiri, dan pesaing. Strategi dalam penetapan harga bisa dilakukan dengan beberapa cara, Menurut Ma‟ruf (2005), impementasi strategi harga antara lain : - Penetapan harga secara tetap untuk periode waktu tertentu dan harga yang ditetapkan secara variatif sesuai fluktuasi tingkat permintaan konsumen. - Penetapan harga ganjil, seperti Rp. 99.000, Rp. 199.000, Rp. 749.000 - Leader pricing, penetapan harga dimana profit marginnya lebih rendah daripada tingkat yang biasa diraih bertujuan untuk menarik konsumen yang lebih banyak. - Penetapan harga paket, yaitu harga yang didiskon untuk penjualan lebih dari satu unit per itemnya. - Harga bertingkat, ini diberlakukan untuk produk yang mempunyai banyak model dan harga yang beragam. c. Promotion (Promosi) Menurut Kotler (1997) proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh rangsangan pemasaran dan rangsangan lain. Bauran promosi yang meliputi periklanan, penjualan pribadi, hubungan masyarakat dan publisitas, promosi Universitas Sumatera Utara penjualan, dan pemasaran langsung adalah bagian dari rangsangan pemasaran yang merupakan variabel yang dapat dikontrol oleh perusahaan. Menurut Schoell (1993), tujuan promosi adalah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan, dan meyakinkan. (dikutip dalam Willyarti, 2010) d. Place (Lokasi) Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses menjadikan barang dan jasa siap digunakan atau dikomsumsi (Kotler, 2002, dalam Willyarti, 2010). Menurut Losch, lokasi penjualan sangat berpengaruh lokasi penjual sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin jauh dari tempat penjual, konsumen makin malas membeli karena biaya transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung menyarankan agar lokasi produksi berada dipasar atau dekat dengan pasar. (dikutp dalam Willyarti, 2010) Lokasi adalah faktor terpenting dalam pemasaran retail. Pada lokasi yang tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama dengan pramuniaga yang sama terampilnya dan mempunyai citra toko yang bagus. Strategi pemasaran yang baik juga harus didukung dengan kualitas pelayanan yang baik. Menurut Christopher H. Lovelock et.al (1996) menyatakan bahwa kualitas pelayanan merupakan bentuk pelayanan yang harus disesuaikan dengan harapan dan kepuasan konsumen didalam memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. (dikutip dalam Willyarti, 2010) Universitas Sumatera Utara Salah satu cara perusahaan untuk tetap dapat unggul bersaing dengan memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya secara konsisten. Harapan konsumen dibentuk oleh pengalaman masa lalunya, pembicaraan dari mulut ke mulut serta promosi yang dilakukan kemudian dibandingkannya. Model kualitas pelayanan yang menyoroti syarat-syarat utama memberikan kuliatas pelayanan (Payne, 2000 dalam Willyarti, 2010) diantaranya adalah : - Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen. - Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dengan spesifikasi terhadap kualitas pelayanan. - Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian pelayanan. - Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang diharapkan. II.5. Manajemen Hubungan Pelanggan (Customer Relationship Management) II.5.1. Pengertian Manajemen Hubungan Pelanggan Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP) adalah salah satu strategi bertahan di dalam pemasaran yang berfokus untuk mengelola pelanggan dengan cara pemahaman yang lebih baik terhadap kebutuhan dan perilaku mereka di dalam mengkonsumsi produk perusahaan. Ini adalah suatu cara yang sistematis Universitas Sumatera Utara untuk mempererat hubungan perusahaan dengan pelanggan, bukan sekedar penjual dan pembeli namun meningkat menjadi teman dan mitra bisnis untuk mencapai keuntungan jangka panjang. Dewasa ini, kemungkinan perusahaan untuk dapat menjalin hubungan yang baik dengan pelanggannya sangat dimudahkan dengan adanya kemajuan teknologi informasi. Namun yang harus diperhatikan adalah bahwa hubungan hanya akan tercipta jika ada komunikasi dua arah antara pelanggan dengan perusahaan. Komunikasi yang tercipta ini jika ditelaah dan dikelola dengan baik, akan sangat membantu perusahaan untuk dapat lebih meningkatkan pelayanannya dengan imbalan kepuasan yang lebih tinggi, kepercayaan dan komitmen pelanggan terhadap perusahaan yang selanjutnya akan menciptakan kesetiaan pelanggan. Menurut Kotler dan Armstrong (2004), Manajemen Hubungan Pelanggan merupakan proses membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang yang menguntungkan dengan pelanggan melalui penyediaan pelayanan yang bernilai dan yang memuaskan mereka. (dikutip dalam Wijaya dan Thio., 2007). II.5.2. Tujuan dan Manfaat Manajemen Hubungan Pelanggan a. Tujuan Manajemen Hubungan Pelanggan Swift (dalam Baran et. al, 2010) berpendapat tujuan akhir Manajemen Hubungan Pelanggan adalah peningkatkan peluang pelanggan untuk membeli kembali dari perusahaan dengan cara meningkatkan proses komunikasi dengan Universitas Sumatera Utara pelanggan yang tepat, menawarkan peroduk yang tepat, melalui saluran distribusi yang tepat pada waktu yang tepat. Berlawanan dengan konsep pangsa pasar di dalam pemasaran, dimana perusahaan lebih menitik beratkan strateginya untuk merebut pelanggan sebanyak-banyaknya karena cukup dengan memberikan produk secara cumacuma, perusahaan pastinya akan dapat menguasai pangsa pasar hingga 100%, namun hal itu tidak akan bertahan. Oleh karenanya akan lebih baik bagi perusahaan untuk dapat menarik hanya pelanggan yang menguntungkan perusahaan. Hal ini dikarenakan tidak ada pelanggan yang sama persis dan tujuan MHP beserta program-programnya adalah untuk dapat menemukan pelanggan yang tepat tersebut, membuat mereka bertahan, mendorong konsumsi yang lebih tinggi atas produk perusahaan dan akhirnya adalah keuntungan jangka panjang. Johnson dan Seines (dalam Baran et. al, 2010) berpendapat pemasaran ofensif (menyerang) biasanya lebih memusatkan aktivitas dan strateginya untuk meningkatkan persentase pangsa pasar dengan merebut pelanggan baru, sementara pemasaran defensif (bertahan) lebih memusatkan aktivitas dan strateginya pada pasar yang sudah dimiliki (pelanggan yang sudah ada), misalnya : usaha untuk menahan pelanggan serta usaha-usaha untuk perbaikan pelayanan. Pemikiran-pemikiran dewasa ini menyatakan bahwa pemasaran defensif menjadi lebih menguntungkan dan sangat penting bagi perusahaan untuk Universitas Sumatera Utara mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk membangun hubungan kerjasama jangka panjang dengan pelanggan-pelanggan mereka. Oleh karenanya tujuan MHP tidaklah sekedar membangun dan membina hubungan dengan pelanggan, melainkan usaha-usaha untuk lebih mengeratkan hubungan tersebut melebihi hubungan penjual dan pembeli, tapi sampai ke tahap persahabatan dan kemitraan. Secara garis besar, perusahaan dapat mengembangkan hubungan dengan pelanggannya melalui tiga pendekatan (Kotler dan Armstrong, 2004 dalam Wijaya dan Thio, 2007), sebagai berikut : 1. Manfaat finansial (financial benefit) Meliputi penghematan biaya yang dikeluarkan oleh seorang pelanggan pada saat mereka membeli produk atau jasa dari perusahaan. Implementasi yang paling sering dari penyediaan manfaat finansial adalah dengan menjalankan frequency marketing programs seperti pemberian reward berupa diskon khusus apabila pelanggan sering melakukan pembelian atau apabila membeli dalam jumlah yang besar. 2. Manfaat sosial (social benefit) Pemberian manfaat sosial lebih menyentuh kebutuhan dan keinginan pelanggan secara lebih personal. Di tingkat ini, hubungan dengan pelanggan tidak hanya tercipta karena insentif harga yang diberikan oleh pihak perusahaan, namun ada ikatan sosial bahkan persahabatan baik antar perusahaan dengan pelanggan, maupun antar pelanggan yang satu dengan pelanggan yang lainnya. Implementasi dari penyediaan manfaat sosial yang Universitas Sumatera Utara paling mudah adalah berusaha mengingat nama pelanggan secara individu atau dengan cara membentuk klub pelanggan, seperti yang dilakukan oleh Harley Davidson yang membentuk Harley Davidson Club (HDC), dimana hubungan yang tercipta tidak hanya pihak perusahaan dengan anggota klub yang memiliki sepeda motor besar Harley Davidson saja, namun di dalam klub terjalin hubungan antar sesama pemilik sepedamotor. Aktivitas yang mereka lakukan misalnya setiap tahun menyelenggarakan safari road mengelilingi kota atau wilayah negara tertentu. 3. Ikatan struktural (structural ties) Membangun hubungan jangka panjang yang menguntungkan dengan pelanggan melalui kemudahan pelanggan untuk bertransaksi dengan perusahaan. Contoh seperti yang dilakukan oleh FedEx, perusahaan pengiriman barang yang melengkapi pelanggan dengan sistem online sehingga setiap pelanggan dapat menelusuri status dokumen atau barang mereka yang dikirim lewat perusahaan ini dengan cara mengakses secara online pada situs resmi perusahaan. b. Manfaat Manajemen Hubungan Pelanggan Laporan terakhir McKinsey & Company (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan bahwa MHP dapat sangat efektif mengurangi biaya-biaya yang timbul untuk mendapatkan pelanggan yang baru dan meningkatkan konsumsi pelanggan terhadap produk yang ditawarkan perusahaan. Peppers dan Rogers (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan ada empat tahapan mendasar di dalam MHP : Universitas Sumatera Utara 1. Identifikasi pelanggan anda sedetail mungkin, termasuk kebiasaan dan preferensinya. 2. Kelompok-kelompokkan lagi mereka (misalnya : yang menguntungkan dengan yang kurang menguntungkan) 3. Berinteraksi dengan pelanggan anda. Gunakan sarana yang lebih efektif dan memungkinkan untuk berinteraksi dengan mereka. Dari sini akan diketahui kriteria dan keinginan-keinginan mereka atas produk anda. 4. Rancanglah penawaran-penawaran anda yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Melalui empat tahapan tersebut, perusahaan akan dapat belajar dan memahami keinginan pelanggannya dengan lebih baik. Melalui proses pembelajaran ini pelanggan akan mengajarkan kriteria dan kebutuhan mereka terhadap produk-produk yang ditawarkan kepada perusahaan. Semakin banyak yang mereka ajarkan, maka perusahaan akan dapat lebih baik di dalam menyediakan produk yang tepat sehingga akan lebih sulit bagi pesaing untuk dapat memikat mereka. Proses pembelajaran ini ada kalanya mudah bagi sebagian bisnis, misalnya : industri perhotelan dan pariwisata, sementara hal ini akan lebih sulit bagi industri retail. Namun para pelaku di dalam industri retail juga memiliki caranya sendiri, misalnya : melalui kartu keanggotaan (membership card), dimana melaluinya akan dapat direkam data-data pelanggan yang menjadi anggota untuk kemudian dapat diolah sehingga dapat ditentukan pelayanan yang tepat buat mereka. Universitas Sumatera Utara Manfaat lain MHP adalah loyalitas pelanggan kepada perusahaan. Reicheld dan Sasser Jr menemukan hubungan yang kuat antara kesetiaan pelanggan dengan keuntungan perusahaan. Mereka menyatakan 5% peningkatan loyalitas pelanggan, akan memberi peningkatan keuntungan hingga 80%. Selain itu Blattberg dan Deighton menemukan bahwa biaya untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada 8-9% lebih murah daripada biaya untuk menarik pelanggan baru. (dalam Baran et. al, 2010). Selain itu dengan usaha-usaha perbaikan yang dilakukan maka bukan tidak mungkin perusahaan dapat menarik kembali pelanggan yang sempat hilang / berpindah ke pesaing dan biaya yang harus dikeluarkan tetap lebih murah daripada menjaring yang baru karena mereka sudah memiliki gambaran dan memahami perusahaan. Yang dibutuhkan hanyalah perbaikan yang tepat untuk dapat menarik mereka kembali. Dan itu semua diperoleh dari pembelajaran dan komunikasi dengan para pelanggan. II.6. Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ford Motor pada tahun 1990-an menemukan bahwa pelanggan yang puas hanya akan menyampaikan kepuasannya terhadap perusahaan kepada 8 orang, sementara pelanggan yang tidak puas akan menyampaikan keluhannya kepada 22 orang. Di dalam dunia industri retail khususnya menghadapi persaingan yang terjadi, kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan suatu usaha. Dengan memuaskan konsumen, organisasi baru dapat meningkatkan Universitas Sumatera Utara tingkat keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas (Barsky, 1992 dalam Willyarti, 2010). Kepuasan pelanggan dipercaya sebagai salah satu faktor sukses suatu usaha, maka banyak studi yang dilakukan untuk mengukur tingkat kepuasan konsumen. Sejauh mana penerimaan kualitas suatu produk terhadap ekspektasi konsumen. Apabila kualitas produk melebihi harapan konsumen maka konsumen puas, akan tetapi bila dibawah harapan konsumen maka konsumen tidak puas (Kotler, 2000 dalam Willyarti, 2010). II.3.1. Kepuasan Pelanggan Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembelian dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasilnya tidak memenuhi harapan (Engel et.al, 1990 dalam Willyarti, 2010). Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu perasaan, harapan, atau penilaian emosional dari pelanggan atas suatu penggunaan produk atau jasa. Dan penilaian kepuasan mempunyai tiga bentuk yang berbeda yaitu kinerja lebih baik dari harapan, kinerja sama dengan harapan, dan kinerja lebih buruk dari harapan. Pengukuran kepuasan (Kotler, 1994 dalam Willyarti, 2010) dapat diukur dengan berbagai cara kepuasan dengan menanyakan secara langsung kepada konsumen dengan menggunakan skala. Metode lain dengan meminta konsumen membuat daftar yang disarankan untuk perbaikan. Universitas Sumatera Utara Tingkat kepuasan yang dialami para pelanggan terhadap produk dan pelayanan penyedia (perusahaan) juga dapat menghasilkan hubungan yang berbeda-beda di antara keduanya. Jackson (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan ada tiga jenis hubungan yang terjalin di antara perusahaan dengan pelangannya berdasarkan tingkat kepuasan yang diperoleh : 1. Sebagai Kenalan Biasa Hubungan ini terjalin ketika seorang pelanggan merasa puas dengan produk yang ditawarkan perusahaan karena kualitasnya standar dan sejajar dengan produk sejenis yang bisa mereka dapatkan dari perusahaan lain. Dan dalam hubungan ini, pelanggan dapat dengan mudah berpindah dan menukar produk tersebut dengan alternatif lainnya. 2. Sebagai Teman Hubungan ini terjalin ketika pelanggan puas dan yakin dengan nilai tambah produk yang berbeda dari produk lain yang ditawarkan. Sehingga meski tetap ada kemungkinan untuk berpindah, pelanggan akan lebih mempertimbangkan nilai lebih lain yang dapat menarik mereka.. 3. Sebagai Mitra Hubungan ini terjalin ketika pelanggan puas dan memutuskan untuk berkomitmen kepada perusahaan karena nilai lebih yang khusus dan melebihi pengharapan mereka. Jika sudah berkaitan dengan komitmen, maka kedua belah pihak (pelanggan dan perusahaan) akan melakukan apa pun yang dibutuhkan untuk dapat mempertahankan hubungan tersebut. Universitas Sumatera Utara Meski jika kepuasan yang dijadikan alat ukur untuk ikatan antara pelanggan dengan perusahaan terbilang cukup lemah bila dibandingkan dengan loyalitas pelanggan, penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara kepuasan dengan kinerja keuangan perusahaan. Oleh karenanya perusahaan tetap harus dapat menyimpulkan hubungan yang tercipta dengan pelangan- pelanggannya. II.3.2. Loyalitas Pelanggan Menurut Kotler (2005), loyalitas konsumen adalah suatu pembelian ulang yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau perusahaan. Ada dua faktor yang mempengaruhi suatu konsumen untuk loyal: pertama, faktor harga : seseorang tentu akan memilih perusahaan atau merek yang menurutnya menyediakan harga yang murah diantara pilihan yang ada, kedua, faktor kebiasaan : sesorang yang telah terbiasa menggunakan suatu merek akan sulit untuk berpindah ke perusahaan atau merek yang lain. (dikutip dalam Willyarti, 2010). Pelanggan yang loyal memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli lini produk dan jasa yang ditawarkan oleh badan usaha sama, memberitahu kepada orang lain tentang kepuasan-kepuasan yang didapat dari badan usaha dengan menunjukkan kekebalan terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing (Griffin, 1995, dalam Willyarti, 2010). Universitas Sumatera Utara Loyalitas sebagai suatu kondisi dimana pelanggan mempunyai sikap positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan bermaksud untuk meneruskan pembeliannya dimasa mendatang (Mowen and Minor, 1998 dalam Mardalis, 2005). Menurut Uncles and Laurent (1997) loyalitas konsumen dapat diartikan kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa. Loyalitas konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasaan konsumen dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh perusahaan. Loyalitas sebagai bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan, memiliki sikap positif yang loyal terhadap perusahaan. (dalam Willyarti, 2010). Ada empat tahap dalam mengukur loyalitas (Oliver, 1997, dalam Willyarti, 2010) : a. Loyalitas kognitif ; berhubungan langsung dengan informasi yang tersedia dalam barang atau jasa dalam harga dan manfaatnya. Loyalitas pada tahap ini tergolong rendah karena jika toko lain menawarkan harga yang lebih baik atau rendah maka pelanggan akan pindah. b. Loyalitas afektif ; berhubungan dengan kenyamanan pelayanan, kebersihan toko, suasana, harga yang kompetitif, dan kemudahan belanja. c. Loyalitas konatif ; berhubungan dengan komitmen dalam pembelian suatu produk yang spesifik. d. Loyalitas tindakan ; berhubungan dengan kebiasaan atau pembelian kembali produk secara spesifik. Universitas Sumatera Utara II.3.3. Hubungan antara Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan Ada banyak pendapat yang membahas hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan. Namun ada lima pendapat utama yang berkaitan dengan hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan : 1. Ada hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan, namun tidak berbentuk linear. Kumar dan Reinartz (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan bahwa hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan adalah berbentuk asimetris dikarenanya ketidak puasan lebih berpengaruh pada loyalitas daripada kepuasan, dan berbentuk non linear. 2. Harus ada pembedaan antara loyalitas dadakan dan loyalitas sejati. Loyalitas dadakan dapat tercipta di dalam industri yang mana persaingannya tidak terlalu ketat dan biaya yang harus dikeluarkan ketika ingin berpindah jauh lebih besar dan program-program loyalitas pelanggan. Jones dan Sasser Jr menyatakan bahwa pelanggan yang terpuaskan sepenuhnya, akan lebih loyal daripada pelanggan yang hanya puas. (dalam Baran et. al, 2010) 3. Reicheld, Markey dan Hopton (dalam Baran et. al, 2010) menemukan bahwa pelanggan yang terpuaskan sepenuhnya akan mengkonsumsi lebih banyak produk yang ditawarkan perusahaan bersangkutan. 4. Banyak penelitian yang menyelidiki hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan tidak membedakan apakah pelanggan tersebut baru pertama kali atau sudah lama mengkonsumsi produk tertentu. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa sebenarnya hubungan yang tercipta paling kuat akan terjalin dengan pelanggan lama yang indeks kepuasannya positif. Universitas Sumatera Utara 5. Ada kalanya pelanggan anda yang paling loyal ternyata juga adalah pelanggan pesaing yang paling loyal. Kebanyakan pelanggan yang loyal pada kenyataannya tidak hanya loyal secara eksklusif pada satu produk. Dowling dan Uncles (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan ada bukti-bukti empiris yang menyatakan bahwa sebagian besar pelanggan loyal pada jajaran produk / jasa yang sangat luas. Bahwa pelanggan yang paling menguntungkan bagi satu perusahaan, ternyata juga adalah pelanggan yang paling menguntungkan bagi pesaing. Dengan kata lain, di banyak pasar seorang pelanggan yang tingkat konsumsinya tinggi pasti akan membagi-bagi pembelian mereka pada perusahaan-perusahaan sementara yang tingkat konsumsinya rendah cenderung hanya akan mengkonsumsi dari satu perusahaan. Implikasinya adalah di dalam mengukur efektivitas MHP, kita harus lebih berhati-hati dengan pengertian loyalitas itu sendiri. Pelanggan yang loyal 100% harusnya dianggap yang paling menguntungkan, meski pada kenyataannya, pelanggan dengan loyalitas yang terbagi-bagi dapat menjadi segmen yang paling menguntungkan. II.3.4. Hubungan Loyalitas Pelanggan dan Laba Perusahaan Perusahaan memusatkan perhatian kepada pelanggan yang setia didasarkan pada keuntungan. Sangat masuk akal jika berpendapat semakin lama pelanggan loyal mengkonsumsi produk suatu perusahaan, maka mereka akan semakin menguntungkan. Universitas Sumatera Utara Reichheld dan Teal menyatakan keuntungan perusahaan akan meningkat dengan bahkan kenaikan kecil pada kesediaan pelanggan untuk terus berhubungan dengan perusahaan. Selain itu Blattberg dan Deighton menyatakan biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan juga lebih ringan daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk meraih pelanggan baru dan pastinya itu juga berkaitan dengan keuntungan perusahaan. (dalam Baran et. al, 2010). Best (dalam Baran et. al, 2010) juga menyatakan bahwa pelanggan yang bertahan lama akan menghasilkan pendapatan dan laba per orang yang lebih tinggi dibandingkan pelanggan baru. Berikut ini secara singkat dijelaskan alasan mengapa loyalitas pelanggan diyakini berbanding lurus dengan keuntungan perusahaan : 1. Peningkatan jumlah pembelian 2. Kecenderungan pelanggan jangka panjang untuk ‟trade-up‟, yaitu mengkonsumsi produk perusahaan yang lebih mahal. 3. Kecenderungan pelanggan jangka panjang yang tidak lagi terlalu sensitif terhadap harga. Hal ini dikarenakan mereka memahami betul prosedur dan produk perusahaan dan oleh karenanya tidak terlalu mempersoalkan harga seperti pelanggan baru. 4. Promosi dan referensi mulut ke mulut kepada keluarga dan teman mereka. 5. Biaya untuk melayani yang lebih rendah karena pelanggan lama sudah memahami produk dan atributnya sehingga proses pelayanan akan lebih efisien. Universitas Sumatera Utara Seluruh alasan di atas semakin meningkatkan usaha perusahaan untuk dapat mempertahankan pelanggannya. Namun meskipun demikian Reinartz dan Kumar (dalam Baran et. al, 2010) menemukan beberapa hal yang berlawanan, yaitu : 1. Untuk mencapai keuntungan jangka pendek / bulanan, pelanggan baru dengan daya beli yang tinggi sangat menarik. 2. Keuntungan yang dihasilkan dari pelanggan lama tidak naik terus menerus. 3. Pelanggan baru umumnya membayar harga lebih tinggi dibanding pelanggan yang lama, hal ini dikarenakan pelanggan lama memiliki kriteria nilai yang lebih tinggi terhadap produk sehingga membayar lebih murah. 4. Beberapa pelanggan lama mengakibatkan biaya jangka panjang yang lebih tinggi karena usaha-usaha pemasaran yang dilakukan perusahaan demi mempertahankan kelompok ini. Namun penelitian tersebut tidak dapat dijadikan acuan sepenuhnya karena masing-masing industri memiliki kecenderungan yang berbeda-beda. Sehingga masing-masing perusahaan harus tetap melakukan penelitian didasarkan pada data pelanggan yang dimilikinya. II.3.5. Program Loyalitas Pelanggan Shoemaker dan Lewis (1998) mendefinisikan program loyalitas pelanggan (loyalty programs) sebagai program yang ditawarkan kepada pelanggan yang bertujuan untuk membangun ikatan emosional terhadap perusahaan atau merek perusahaan. Butscher juga menyatakan bahwa tujuan Universitas Sumatera Utara utama dari program loyalitas pelanggan adalah untuk membangun hubungan dengan pelanggan sehingga mereka menjadi pelanggan setia perusahaan dalam jangka panjang (2002). (dikutip dalam Wijaya dan Thio, 2007) Program loyalitas pelanggan seringkali diwujudkan dalam bentuk program poin atau hadiah. Alasan yang umum digunakan adalah bahwa penyedia produk / jasa memang ingin memberi sesuatu berupa hadiah / penghargaan sebagai imbalan bagi para pelanggan setianya. Ada banyak jenis program loyalitas pelanggan yang beredar, namun keseluruhannya memiliki satu kemiripin umum, yaitu : insentif ekonomis kumulatif bagi para pelanggan yang mengkonsumsi produk / jasa suatu perusahaan. Sebagai contoh, di bisnis perhotelan, program-program loyalitas pelanggan lebih dikenal dengan nama Guest Frequent Program; sementara di bisnis penerbangan lebih sering disebut sebagai Frequent Flyer Program. Di industri lain seperti retail, ada yang menyebut progam loyalitas pelanggan dengan nama Bonus Program, Customer Club, Customer Card, Membership Card, Fly Buys dan sebagainya. Apakah program loyalitas pelanggan ini termasuk aktivitas Manajemen Hubungan Pelanggan? Ya, namun hanya jika data pelanggan yang ada memang digunakan untuk menciptakan dan mengembangkan komunikasi dengan pelanggan, yang pada kenyataannya tidak selalu demikian. Misalnya : retailer yang umumnya memiliki kapasitas data customer yang besar jarang menggunakannya untuk mengembangkan komunikasi dengan pelanggan, padahal jika dilakukan akan sangat mudah untuk menjalankan strategi Universitas Sumatera Utara promosi agar pelanggan tersebut rutin berbelanja bahkan meningkatkan nilai pembeliannya. Berikut ini beberapa alasan mengapa program loyalitas menjadi sangat populer dan sebagian besar retailer melakukannya : 1. Dengan banyaknya pilihan atas produk sejenis yang memudahkan pelanggan untuk memilih, maka perusahaan harus berlomba mengambil langkah ke depan untuk dapat bertahan. Program loyalitas mungkin memang tidak terlalu menarik buat pelanggan baru, namun program ini juga dimaksudkan agar para pelanggan yang sudah ada tidak berpindah ke pesaing. 2. Program loyalitas yang unik akan memungkinkan suatu perusahaan untuk masuk ke daftar pilihan konsumen. 3. Program loyalitas memberi anggotanya keringanan secara finansial, melalui poin atau diskon yang diberikan. 4. Program loyalitas juga ttidak hanya dapat mendorong promosi mulut ke mulut tentang program tersebut oleh para pelanggan, namun juga menawarkan hadiah jika para pelanggan tersebut berhasil mengajak teman atau keluarganya untuk bergabung, misalnya melalui program member get member. 5. Program loyalitas dapat digunakan untuk menciptakan data pelanggan yang lebih akurat karena perusahaan akan menanyakan data pribadi para pelanggan dengan lebih mendetail sehingga akan diketahui dengan jelas preferensi dan perilaku konsumsinya. Universitas Sumatera Utara 6. Program loyalitas juga dapat memperkuat kerjasama pemasaran di antara perusahaan-perusahaan dan partner bisnisnya. Misalnya : diskon khusus bagi para pemegang kartu tertentu di beberapa retail outlet. Pada akhirnya keseluruhan program tersebut hanya dimaksudkan agar para pelanggan yang sudah ada tidak berpindah kepada pesaing, dengan harapan mereka akan meningkatkan konsumsi produk yang ditawarkan perusahaan, bahkan bersedia menjadi agen-agen pemasaran dengan mengajak orang-orang yang dikenalnya untuk bergabung menjadi pelanggan di perusahaan yang sama. (dalam Baran et. al, 2010) Universitas Sumatera Utara