DAFTAR ISI - Universitas Sumatera Utara

advertisement
BAB II .
KERANGKA TEORITIS
II.4. Konsep Retail
II.4.1. Pengertian Konsep Retail
Perdagangan retail adalah suatu kegiatan menjual barang atau jasa kepada
seseorang untuk keperluan diri sendiri, keluarga, maupun dalam berumah tangga
(Berman, 2001). Retailer adalah usaha bisnis yang menjual barang-barang
terutama untuk konsumsi rumah tangga dan digunakan secara non bisnis.
Menurut Gilbert (2003), retail adalah setiap usaha yang mengarahkan upaya
pemasarannya ke arah memuaskan pelanggan berdasarkan organisasi penjualan
barang dan jasa sebagai sarana distribusi. (dikutip dalam Willyarti, 2010)
Dalam saluran distribusi, retail memegang peranan penting yaitu sebagai
penghubung antara konsumen dan produsen yang memiliki karakteristik berbeda.
Retail
diharapkan
dapat
meningkatkan
efisiensi
bagi
pemasok
serta
meningkatkan nilai barang yang dijual melalui peningkatan kualitas pelayanan
terhadap konsumen. Retailer tentunya memiliki kesempatan dan posisi yang ideal
untuk membangun pengalaman positif untuk konsumen (Schmitt, 2003). (dikutip
dalam Willyarti, 2010)
Karakteristik dalam suatu bisnis retail yang membedakannya dengan
bisnis lain (Berman, 2003 dalam Willyarti, 2010) yaitu :
a. Kuantiti yang kecil, yaitu partai kecil, dalam jumlah secukupnya
untuk dikomsumsi sendiri dalam periode waktu tertentu.
Universitas Sumatera Utara
b. Impulse buying, yaitu kondisi yang tercipta dari ketersediaan barang
dalam jumlah dan jenis yang sangat variatif sehingga menimbulkan
banyaknya pilihan dalam proses belanja konsumen.
c. Kondisi toko, yaitu kondisi lingkungan dan interior dalam toko.
II.4.2. Sejarah Retail Modern di Indonesia
Retail modern pertama kali hadir di Indonesia saat Toserba Sarinah
didirikan pada 1962. Pada era 1970 s/d 1980-an, format bisnis ini terus
berkembang. Awal dekade 1990-an merupakan tonggak sejarah masuknya retail
asing di Indonesia. Ini ditandai dengan beroperasinya retail terbesar
Jepang „Sogo‟ di Indonesia.
Retail modern kemudian berkembang begitu pesat saat pemerintah,
berdasarkan Kepres no. 99 th 1998, mengeluarkan bisnis retail dari negatif list
bagi Penanaman Modal Asing. Sebelum Kepres 99 th 1998 diterbitkan, jumlah
retailer asing di Indonesia sangat dibatasi (Media data, Peta Persaingan Bisnis
Ritel di Indonesia, 2009).
Saat ini jenis-jenis retail modern di Indonesia sangat banyak meliputi
Pasar Modern, Pasar Swalayan, Department Store, Boutique, Factory Outlet,
Specialty Store, Trade Centre, dan Mall/Supermall/Plaza.
Pusat perbelanjaan adalah sekelompok lokasi usaha retail dan usaha
komersial lainnya yang direncanakan, dikembangkan, dimiliki, dan dikelola
sebagai satu properti tunggal (Neo dan Wing, 2005). Menurut (Sim, 1992), pusat
perbelanjaan dipandang sebagai properti komersial yang memiliki multilantai
Universitas Sumatera Utara
untuk usaha retail dan fasilitas pendukungnya, seperti tempat rekreasi, restoran,
hotel, layanan medis, kantor, dan tempat tinggal. (dikutip dalam Willyarti, 2010)
II.4.3. Strategi Pemasaran Retail
Strategi pemasaran retail adalah pemasaran yang mengacu kepada
variabel, dimana pedagang eceran dapat mengkombinasikan menjadi jalan
alternatif sebagai suatu strategi pemasaran untuk dapat menarik konsumen.
Variabel tersebut diantaranya: variasi barang dagangan dan jasa yang ditawarkan,
harga, iklan, promosi, dan tata ruang, desain toko, lokasi toko dan merchandising.
Untuk menjaga kelangsungan hidup serta kemajuan dan keunggulan
dalam bisnis yang semakin kompetitif, maka para pengelola harus berupaya
menerapkan strategi berupa program bauran penjualan retail yang diharapkan
memunculkan minat konsumen.
Komponen bauran pemasaran atau lebih dikenal dengan 4P (product,
price, place, and promotion) menitik beratkan perhatian yang berbeda-beda pada
ke empat unsur tersebut tergantung kepada si pembuat keputusan untuk
disesuaikan dengan lingkungan yang cenderung berubah-ubah dan berusaha
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan mencapai tujuan perusahaan, dimana
konsep tersebut berlaku bagi bisnis retail dengan penekanan pada faktor yang
berlainan (McCarthy, 1993, dalam Willyarti, 2010).
a. Product (Produk)
Produk menurut Kotler and Armstrong (2001) adalah segala sesuatu yang
ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, digunakan, atau dikomsumsi
Universitas Sumatera Utara
yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Menurut Porter (1996),
keunggulan suatu produk agar dapat diterima dan bertahan dipasar ditentukan
oleh ciri khas atau keunikan produk tersebut dibandingkan dengan produk yang
lain yang ada dipasar. (dalam Willyarti, 2010)
b. Price (Harga)
Ada tiga pihak yang menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan harga
oleh sebuah perusahaan retail yaitu konsumen, dirinya sendiri, dan pesaing.
Strategi dalam penetapan harga bisa dilakukan dengan beberapa cara, Menurut
Ma‟ruf (2005), impementasi strategi harga antara lain :
-
Penetapan harga secara tetap untuk periode waktu tertentu dan harga yang
ditetapkan secara variatif sesuai fluktuasi tingkat permintaan konsumen.
-
Penetapan harga ganjil, seperti Rp. 99.000, Rp. 199.000, Rp. 749.000
-
Leader pricing, penetapan harga dimana profit marginnya lebih rendah
daripada tingkat yang biasa diraih bertujuan untuk menarik konsumen yang
lebih banyak.
-
Penetapan harga paket, yaitu harga yang didiskon untuk penjualan lebih dari
satu unit per itemnya.
-
Harga bertingkat, ini diberlakukan untuk produk yang mempunyai banyak
model dan harga yang beragam.
c. Promotion (Promosi)
Menurut Kotler (1997) proses keputusan pembelian dipengaruhi oleh
rangsangan pemasaran dan rangsangan lain. Bauran promosi yang meliputi
periklanan, penjualan pribadi, hubungan masyarakat dan publisitas, promosi
Universitas Sumatera Utara
penjualan, dan pemasaran langsung adalah bagian dari rangsangan pemasaran
yang merupakan variabel yang dapat dikontrol oleh perusahaan. Menurut Schoell
(1993), tujuan promosi adalah memperoleh perhatian, mendidik, mengingatkan,
dan meyakinkan. (dikutip dalam Willyarti, 2010)
d. Place (Lokasi)
Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung
yang terlibat dalam proses menjadikan barang dan jasa siap digunakan atau
dikomsumsi (Kotler, 2002, dalam Willyarti, 2010).
Menurut Losch, lokasi penjualan sangat berpengaruh lokasi penjual
sangat berpengaruh terhadap jumlah konsumen yang dapat digarapnya. Makin
jauh dari tempat penjual, konsumen makin malas membeli karena biaya
transportasi untuk mendatangi tempat penjual semakin mahal. Losch cenderung
menyarankan agar lokasi produksi berada dipasar atau dekat dengan pasar.
(dikutp dalam Willyarti, 2010)
Lokasi adalah faktor terpenting dalam pemasaran retail. Pada lokasi yang
tepat, sebuah gerai akan lebih sukses dibandingkan gerai lainnya yang berlokasi
kurang strategis, meskipun keduanya menjual produk yang sama dengan
pramuniaga yang sama terampilnya dan mempunyai citra toko yang bagus.
Strategi pemasaran yang baik juga harus didukung dengan kualitas
pelayanan yang baik. Menurut Christopher H. Lovelock et.al (1996) menyatakan
bahwa kualitas pelayanan merupakan bentuk pelayanan yang harus disesuaikan
dengan harapan dan kepuasan konsumen didalam memenuhi kebutuhan dan
keinginan mereka. (dikutip dalam Willyarti, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Salah satu cara perusahaan untuk tetap dapat unggul bersaing dengan
memberikan pelayanan dengan kualitas yang lebih tinggi dari pesaingnya secara
konsisten. Harapan konsumen dibentuk oleh pengalaman masa lalunya,
pembicaraan dari mulut ke mulut serta promosi yang dilakukan kemudian
dibandingkannya.
Model
kualitas
pelayanan
yang
menyoroti
syarat-syarat
utama
memberikan kuliatas pelayanan (Payne, 2000 dalam Willyarti, 2010) diantaranya
adalah :
-
Kesenjangan antara harapan konsumen dengan persepsi manajemen.
-
Kesenjangan antara persepsi manajemen terhadap harapan konsumen dengan
spesifikasi terhadap kualitas pelayanan.
-
Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan dan penyampaian
pelayanan.
-
Kesenjangan antara pelayanan yang dirasakan dan pelayanan yang
diharapkan.
II.5. Manajemen
Hubungan
Pelanggan
(Customer
Relationship
Management)
II.5.1. Pengertian Manajemen Hubungan Pelanggan
Manajemen Hubungan Pelanggan (MHP) adalah salah satu strategi
bertahan di dalam pemasaran yang berfokus untuk mengelola pelanggan dengan
cara pemahaman yang lebih baik terhadap kebutuhan dan perilaku mereka di
dalam mengkonsumsi produk perusahaan. Ini adalah suatu cara yang sistematis
Universitas Sumatera Utara
untuk mempererat hubungan perusahaan dengan pelanggan, bukan sekedar
penjual dan pembeli namun meningkat menjadi teman dan mitra bisnis untuk
mencapai keuntungan jangka panjang.
Dewasa ini, kemungkinan perusahaan untuk dapat menjalin hubungan
yang baik dengan pelanggannya sangat dimudahkan dengan adanya kemajuan
teknologi informasi. Namun yang harus diperhatikan adalah bahwa hubungan
hanya akan tercipta jika ada komunikasi dua arah antara pelanggan dengan
perusahaan.
Komunikasi yang tercipta ini jika ditelaah dan dikelola dengan baik, akan
sangat membantu perusahaan untuk dapat lebih meningkatkan pelayanannya
dengan imbalan kepuasan yang lebih tinggi, kepercayaan dan komitmen
pelanggan terhadap perusahaan yang selanjutnya akan menciptakan kesetiaan
pelanggan.
Menurut Kotler dan Armstrong (2004), Manajemen Hubungan Pelanggan
merupakan proses membangun dan mempertahankan hubungan jangka panjang
yang menguntungkan dengan pelanggan melalui penyediaan pelayanan yang
bernilai dan yang memuaskan mereka. (dikutip dalam Wijaya dan Thio., 2007).
II.5.2. Tujuan dan Manfaat Manajemen Hubungan Pelanggan
a. Tujuan Manajemen Hubungan Pelanggan
Swift (dalam Baran et. al, 2010) berpendapat tujuan akhir Manajemen
Hubungan Pelanggan adalah peningkatkan peluang pelanggan untuk membeli
kembali dari perusahaan dengan cara meningkatkan proses komunikasi dengan
Universitas Sumatera Utara
pelanggan yang tepat, menawarkan peroduk yang tepat, melalui saluran distribusi
yang tepat pada waktu yang tepat.
Berlawanan dengan konsep pangsa pasar di dalam pemasaran, dimana
perusahaan lebih menitik beratkan strateginya untuk merebut pelanggan
sebanyak-banyaknya karena cukup dengan memberikan produk secara cumacuma, perusahaan pastinya akan dapat menguasai pangsa pasar hingga 100%,
namun hal itu tidak akan bertahan. Oleh karenanya akan lebih baik bagi
perusahaan untuk dapat menarik hanya pelanggan yang menguntungkan
perusahaan.
Hal ini dikarenakan tidak ada pelanggan yang sama persis dan tujuan
MHP beserta program-programnya adalah untuk dapat menemukan pelanggan
yang tepat tersebut, membuat mereka bertahan, mendorong konsumsi yang lebih
tinggi atas produk perusahaan dan akhirnya adalah keuntungan jangka panjang.
Johnson dan Seines (dalam Baran et. al, 2010) berpendapat pemasaran
ofensif (menyerang) biasanya lebih memusatkan aktivitas dan strateginya untuk
meningkatkan persentase pangsa pasar dengan merebut pelanggan baru,
sementara pemasaran defensif (bertahan) lebih memusatkan aktivitas dan
strateginya pada pasar yang sudah dimiliki (pelanggan yang sudah ada),
misalnya : usaha untuk menahan pelanggan serta usaha-usaha untuk perbaikan
pelayanan.
Pemikiran-pemikiran dewasa ini menyatakan bahwa pemasaran defensif
menjadi lebih menguntungkan dan sangat penting bagi perusahaan untuk
Universitas Sumatera Utara
mengalokasikan lebih banyak sumber daya untuk membangun hubungan
kerjasama jangka panjang dengan pelanggan-pelanggan mereka.
Oleh karenanya tujuan MHP tidaklah sekedar membangun dan membina
hubungan dengan pelanggan, melainkan usaha-usaha untuk lebih mengeratkan
hubungan tersebut melebihi hubungan penjual dan pembeli, tapi sampai ke tahap
persahabatan dan kemitraan.
Secara garis besar, perusahaan dapat mengembangkan hubungan dengan
pelanggannya melalui tiga pendekatan
(Kotler dan Armstrong, 2004 dalam
Wijaya dan Thio, 2007), sebagai berikut :
1. Manfaat finansial (financial benefit)
Meliputi penghematan biaya yang dikeluarkan oleh seorang pelanggan pada
saat mereka membeli produk atau jasa dari perusahaan. Implementasi yang
paling sering dari penyediaan manfaat finansial adalah dengan menjalankan
frequency marketing programs seperti pemberian reward berupa diskon
khusus apabila pelanggan sering melakukan pembelian atau apabila membeli
dalam jumlah yang besar.
2. Manfaat sosial (social benefit)
Pemberian manfaat sosial lebih menyentuh kebutuhan dan keinginan
pelanggan secara lebih personal. Di tingkat ini, hubungan dengan pelanggan
tidak hanya tercipta karena insentif harga yang diberikan oleh pihak
perusahaan, namun ada ikatan sosial bahkan persahabatan baik antar
perusahaan dengan pelanggan, maupun antar pelanggan yang satu dengan
pelanggan yang lainnya. Implementasi dari penyediaan manfaat sosial yang
Universitas Sumatera Utara
paling mudah adalah berusaha mengingat nama pelanggan secara individu
atau dengan cara membentuk klub pelanggan, seperti yang dilakukan oleh
Harley Davidson yang membentuk Harley Davidson Club (HDC), dimana
hubungan yang tercipta tidak hanya pihak perusahaan dengan anggota klub
yang memiliki sepeda motor besar Harley Davidson saja, namun di dalam
klub terjalin hubungan antar sesama pemilik sepedamotor. Aktivitas yang
mereka lakukan misalnya setiap tahun menyelenggarakan safari road
mengelilingi kota atau wilayah negara tertentu.
3. Ikatan struktural (structural ties)
Membangun hubungan jangka panjang yang menguntungkan dengan
pelanggan melalui kemudahan pelanggan untuk bertransaksi dengan
perusahaan. Contoh seperti yang dilakukan oleh FedEx, perusahaan
pengiriman barang yang melengkapi pelanggan dengan sistem online
sehingga setiap pelanggan dapat menelusuri status dokumen atau barang
mereka yang dikirim lewat perusahaan ini dengan cara mengakses secara
online pada situs resmi perusahaan.
b. Manfaat Manajemen Hubungan Pelanggan
Laporan terakhir McKinsey & Company (dalam Baran et. al, 2010)
menyatakan bahwa MHP dapat sangat efektif mengurangi biaya-biaya yang
timbul untuk mendapatkan pelanggan yang baru dan meningkatkan konsumsi
pelanggan terhadap produk yang ditawarkan perusahaan.
Peppers dan Rogers (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan ada empat
tahapan mendasar di dalam MHP :
Universitas Sumatera Utara
1. Identifikasi pelanggan anda sedetail mungkin, termasuk kebiasaan dan
preferensinya.
2. Kelompok-kelompokkan lagi mereka (misalnya : yang menguntungkan
dengan yang kurang menguntungkan)
3. Berinteraksi dengan pelanggan anda. Gunakan sarana yang lebih efektif dan
memungkinkan untuk berinteraksi dengan mereka. Dari sini akan diketahui
kriteria dan keinginan-keinginan mereka atas produk anda.
4. Rancanglah penawaran-penawaran anda yang sesuai dengan kebutuhan
mereka.
Melalui empat tahapan tersebut, perusahaan akan dapat belajar dan
memahami keinginan pelanggannya dengan lebih baik. Melalui proses
pembelajaran ini pelanggan akan mengajarkan kriteria dan kebutuhan mereka
terhadap produk-produk yang ditawarkan kepada perusahaan. Semakin banyak
yang mereka ajarkan, maka perusahaan akan dapat lebih baik di dalam
menyediakan produk yang tepat sehingga akan lebih sulit bagi pesaing untuk
dapat memikat mereka.
Proses pembelajaran ini ada kalanya mudah bagi sebagian bisnis,
misalnya : industri perhotelan dan pariwisata, sementara hal ini akan lebih sulit
bagi industri retail. Namun para pelaku di dalam industri retail juga memiliki
caranya sendiri, misalnya : melalui kartu keanggotaan (membership card),
dimana melaluinya akan dapat direkam data-data pelanggan yang menjadi
anggota untuk kemudian dapat diolah sehingga dapat ditentukan pelayanan yang
tepat buat mereka.
Universitas Sumatera Utara
Manfaat lain MHP adalah loyalitas pelanggan kepada perusahaan.
Reicheld dan Sasser Jr menemukan hubungan yang kuat antara kesetiaan
pelanggan dengan keuntungan perusahaan. Mereka menyatakan 5% peningkatan
loyalitas pelanggan, akan memberi peningkatan keuntungan hingga 80%. Selain
itu Blattberg dan Deighton menemukan bahwa biaya untuk mempertahankan
pelanggan yang sudah ada 8-9% lebih murah daripada biaya untuk menarik
pelanggan baru. (dalam Baran et. al, 2010).
Selain itu dengan usaha-usaha perbaikan yang dilakukan maka bukan
tidak mungkin perusahaan dapat menarik kembali pelanggan yang sempat hilang
/ berpindah ke pesaing dan biaya yang harus dikeluarkan tetap lebih murah
daripada menjaring yang baru karena mereka sudah memiliki gambaran dan
memahami perusahaan. Yang dibutuhkan hanyalah perbaikan yang tepat untuk
dapat menarik mereka kembali. Dan itu semua diperoleh dari pembelajaran dan
komunikasi dengan para pelanggan.
II.6. Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Ford Motor pada tahun 1990-an
menemukan
bahwa
pelanggan
yang puas
hanya
akan
menyampaikan
kepuasannya terhadap perusahaan kepada 8 orang, sementara pelanggan yang
tidak puas akan menyampaikan keluhannya kepada 22 orang.
Di dalam dunia industri retail khususnya menghadapi persaingan yang
terjadi, kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci sukses keberhasilan
suatu usaha. Dengan memuaskan konsumen, organisasi baru dapat meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
tingkat keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas (Barsky,
1992 dalam Willyarti, 2010).
Kepuasan pelanggan dipercaya sebagai salah satu faktor sukses suatu
usaha, maka banyak studi yang dilakukan untuk mengukur tingkat kepuasan
konsumen. Sejauh mana penerimaan kualitas suatu produk terhadap ekspektasi
konsumen. Apabila kualitas produk melebihi harapan konsumen maka konsumen
puas, akan tetapi bila dibawah harapan konsumen maka konsumen tidak puas
(Kotler, 2000 dalam Willyarti, 2010).
II.3.1. Kepuasan Pelanggan
Kepuasan konsumen merupakan evaluasi pembelian dimana alternatif
yang dipilih sekurang-kurangnya sama atau melampaui harapan konsumen,
sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasilnya tidak memenuhi harapan
(Engel et.al, 1990 dalam Willyarti, 2010).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kepuasan pelanggan merupakan suatu
perasaan, harapan, atau penilaian emosional dari pelanggan atas suatu
penggunaan produk atau jasa. Dan penilaian kepuasan mempunyai tiga bentuk
yang berbeda yaitu kinerja lebih baik dari harapan, kinerja sama dengan harapan,
dan kinerja lebih buruk dari harapan.
Pengukuran kepuasan (Kotler, 1994 dalam Willyarti, 2010) dapat diukur
dengan berbagai cara kepuasan dengan menanyakan secara langsung kepada
konsumen dengan menggunakan skala. Metode lain dengan meminta konsumen
membuat daftar yang disarankan untuk perbaikan.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat kepuasan yang dialami para pelanggan terhadap produk dan
pelayanan penyedia (perusahaan) juga dapat menghasilkan hubungan yang
berbeda-beda di antara keduanya. Jackson (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan
ada tiga jenis hubungan yang terjalin di antara perusahaan dengan pelangannya
berdasarkan tingkat kepuasan yang diperoleh :
1. Sebagai Kenalan Biasa
Hubungan ini terjalin ketika seorang pelanggan merasa puas dengan produk
yang ditawarkan perusahaan karena kualitasnya standar dan sejajar dengan
produk sejenis yang bisa mereka dapatkan dari perusahaan lain. Dan dalam
hubungan ini, pelanggan dapat dengan mudah berpindah dan menukar produk
tersebut dengan alternatif lainnya.
2. Sebagai Teman
Hubungan ini terjalin ketika pelanggan puas dan yakin dengan nilai tambah
produk yang berbeda dari produk lain yang ditawarkan. Sehingga meski tetap
ada kemungkinan untuk berpindah, pelanggan akan lebih mempertimbangkan
nilai lebih lain yang dapat menarik mereka..
3. Sebagai Mitra
Hubungan ini terjalin ketika pelanggan puas dan memutuskan untuk
berkomitmen kepada perusahaan karena nilai lebih yang khusus dan melebihi
pengharapan mereka. Jika sudah berkaitan dengan komitmen, maka kedua
belah pihak (pelanggan dan perusahaan) akan melakukan apa pun yang
dibutuhkan untuk dapat mempertahankan hubungan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
Meski jika kepuasan yang dijadikan alat ukur untuk ikatan antara
pelanggan dengan perusahaan terbilang cukup lemah bila dibandingkan dengan
loyalitas pelanggan, penelitian menunjukkan hubungan yang positif antara
kepuasan dengan kinerja keuangan perusahaan. Oleh karenanya perusahaan tetap
harus dapat menyimpulkan hubungan
yang tercipta dengan pelangan-
pelanggannya.
II.3.2. Loyalitas Pelanggan
Menurut Kotler (2005), loyalitas konsumen adalah suatu pembelian ulang
yang dilakukan oleh seorang pelanggan karena komitmen pada suatu merek atau
perusahaan. Ada dua faktor yang mempengaruhi suatu konsumen untuk loyal:
pertama, faktor harga : seseorang tentu akan memilih perusahaan atau merek
yang menurutnya menyediakan harga yang murah diantara pilihan yang ada,
kedua, faktor kebiasaan : sesorang yang telah terbiasa menggunakan suatu merek
akan sulit untuk berpindah ke perusahaan atau merek yang lain. (dikutip dalam
Willyarti, 2010).
Pelanggan yang loyal memiliki ciri-ciri antara lain melakukan pembelian
secara berulang pada badan usaha yang sama, membeli lini produk dan jasa yang
ditawarkan oleh badan usaha sama, memberitahu kepada orang lain tentang
kepuasan-kepuasan yang didapat dari badan usaha dengan menunjukkan
kekebalan terhadap tawaran-tawaran dari badan usaha pesaing (Griffin, 1995,
dalam Willyarti, 2010).
Universitas Sumatera Utara
Loyalitas sebagai suatu kondisi dimana pelanggan mempunyai sikap
positif terhadap suatu merek, mempunyai komitmen pada merek tersebut, dan
bermaksud untuk meneruskan pembeliannya dimasa mendatang (Mowen and
Minor, 1998 dalam Mardalis, 2005).
Menurut Uncles and Laurent (1997) loyalitas konsumen dapat diartikan
kesetiaan seseorang atas suatu produk, baik barang maupun jasa. Loyalitas
konsumen merupakan manifestasi dan kelanjutan dari kepuasaan konsumen
dalam menggunakan fasilitas maupun jasa pelayanan yang diberikan oleh
perusahaan. Loyalitas sebagai bukti konsumen yang selalu menjadi pelanggan,
memiliki sikap positif yang loyal terhadap perusahaan. (dalam Willyarti, 2010).
Ada empat tahap dalam mengukur loyalitas (Oliver, 1997, dalam
Willyarti, 2010) :
a. Loyalitas kognitif ; berhubungan langsung dengan informasi yang tersedia
dalam barang atau jasa dalam harga dan manfaatnya. Loyalitas pada tahap ini
tergolong rendah karena jika toko lain menawarkan harga yang lebih baik
atau rendah maka pelanggan akan pindah.
b. Loyalitas afektif ; berhubungan dengan kenyamanan pelayanan, kebersihan
toko, suasana, harga yang kompetitif, dan kemudahan belanja.
c. Loyalitas konatif ; berhubungan dengan komitmen dalam pembelian suatu
produk yang spesifik.
d. Loyalitas tindakan ; berhubungan dengan kebiasaan atau pembelian kembali
produk secara spesifik.
Universitas Sumatera Utara
II.3.3. Hubungan antara Kepuasan dan Loyalitas Pelanggan
Ada banyak pendapat yang membahas hubungan antara kepuasan dan
loyalitas pelanggan. Namun ada lima pendapat utama yang berkaitan dengan
hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan :
1. Ada hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan, namun tidak
berbentuk linear. Kumar dan Reinartz (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan
bahwa hubungan antara kepuasan dan loyalitas pelanggan adalah berbentuk
asimetris dikarenanya ketidak puasan lebih berpengaruh pada loyalitas
daripada kepuasan, dan berbentuk non linear.
2. Harus ada pembedaan antara loyalitas dadakan dan loyalitas sejati. Loyalitas
dadakan dapat tercipta di dalam industri yang mana persaingannya tidak
terlalu ketat dan biaya yang harus dikeluarkan ketika ingin berpindah jauh
lebih besar dan program-program loyalitas pelanggan. Jones dan Sasser Jr
menyatakan bahwa pelanggan yang terpuaskan sepenuhnya, akan lebih loyal
daripada pelanggan yang hanya puas. (dalam Baran et. al, 2010)
3. Reicheld, Markey dan Hopton (dalam Baran et. al, 2010) menemukan bahwa
pelanggan yang terpuaskan sepenuhnya akan mengkonsumsi lebih banyak
produk yang ditawarkan perusahaan bersangkutan.
4. Banyak penelitian yang menyelidiki hubungan antara kepuasan dan loyalitas
pelanggan tidak membedakan apakah pelanggan tersebut baru pertama kali
atau sudah lama mengkonsumsi produk tertentu. Secara singkat dapat
disimpulkan bahwa sebenarnya hubungan yang tercipta paling kuat akan
terjalin dengan pelanggan lama yang indeks kepuasannya positif.
Universitas Sumatera Utara
5. Ada kalanya pelanggan anda yang paling loyal ternyata juga adalah
pelanggan pesaing yang paling loyal. Kebanyakan pelanggan yang loyal pada
kenyataannya tidak hanya loyal secara eksklusif pada satu produk.
Dowling dan Uncles (dalam Baran et. al, 2010) menyatakan ada bukti-bukti
empiris yang menyatakan bahwa sebagian besar pelanggan loyal pada jajaran
produk / jasa yang sangat luas. Bahwa pelanggan yang paling menguntungkan
bagi satu perusahaan, ternyata juga adalah pelanggan yang paling
menguntungkan bagi pesaing.
Dengan kata lain, di banyak pasar seorang pelanggan yang tingkat
konsumsinya tinggi pasti akan membagi-bagi pembelian mereka pada
perusahaan-perusahaan sementara yang tingkat konsumsinya rendah cenderung
hanya akan mengkonsumsi dari satu perusahaan.
Implikasinya adalah di dalam mengukur efektivitas MHP, kita harus lebih
berhati-hati dengan pengertian loyalitas itu sendiri. Pelanggan yang loyal 100%
harusnya dianggap yang paling menguntungkan, meski pada kenyataannya,
pelanggan dengan loyalitas yang terbagi-bagi dapat menjadi segmen yang paling
menguntungkan.
II.3.4. Hubungan Loyalitas Pelanggan dan Laba Perusahaan
Perusahaan memusatkan perhatian kepada pelanggan yang setia
didasarkan pada keuntungan. Sangat masuk akal jika berpendapat semakin lama
pelanggan loyal mengkonsumsi produk suatu perusahaan, maka mereka akan
semakin menguntungkan.
Universitas Sumatera Utara
Reichheld dan Teal menyatakan keuntungan perusahaan akan meningkat
dengan bahkan kenaikan kecil pada kesediaan pelanggan untuk terus
berhubungan dengan perusahaan. Selain itu Blattberg dan Deighton menyatakan
biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan pelanggan juga lebih ringan
daripada biaya yang harus dikeluarkan untuk meraih pelanggan baru dan pastinya
itu juga berkaitan dengan keuntungan perusahaan. (dalam Baran et. al, 2010).
Best (dalam Baran et. al, 2010) juga menyatakan bahwa pelanggan yang
bertahan lama akan menghasilkan pendapatan dan laba per orang yang lebih
tinggi dibandingkan pelanggan baru. Berikut ini secara singkat dijelaskan alasan
mengapa loyalitas pelanggan diyakini berbanding lurus dengan keuntungan
perusahaan :
1. Peningkatan jumlah pembelian
2. Kecenderungan
pelanggan
jangka
panjang
untuk
‟trade-up‟,
yaitu
mengkonsumsi produk perusahaan yang lebih mahal.
3. Kecenderungan pelanggan jangka panjang yang tidak lagi terlalu sensitif
terhadap harga. Hal ini dikarenakan mereka memahami betul prosedur dan
produk perusahaan dan oleh karenanya tidak terlalu mempersoalkan harga
seperti pelanggan baru.
4. Promosi dan referensi mulut ke mulut kepada keluarga dan teman mereka.
5. Biaya untuk melayani yang lebih rendah karena pelanggan lama sudah
memahami produk dan atributnya sehingga proses pelayanan akan lebih
efisien.
Universitas Sumatera Utara
Seluruh alasan di atas semakin meningkatkan usaha perusahaan untuk
dapat mempertahankan pelanggannya. Namun meskipun demikian Reinartz dan
Kumar (dalam Baran et. al, 2010) menemukan beberapa hal yang berlawanan,
yaitu :
1. Untuk mencapai keuntungan jangka pendek / bulanan, pelanggan baru dengan
daya beli yang tinggi sangat menarik.
2. Keuntungan yang dihasilkan dari pelanggan lama tidak naik terus menerus.
3. Pelanggan baru umumnya membayar harga lebih tinggi dibanding pelanggan
yang lama, hal ini dikarenakan pelanggan lama memiliki kriteria nilai yang
lebih tinggi terhadap produk sehingga membayar lebih murah.
4. Beberapa pelanggan lama mengakibatkan biaya jangka panjang yang lebih
tinggi karena usaha-usaha pemasaran yang dilakukan perusahaan demi
mempertahankan kelompok ini.
Namun penelitian tersebut tidak dapat dijadikan acuan sepenuhnya karena
masing-masing industri memiliki kecenderungan yang berbeda-beda. Sehingga
masing-masing perusahaan harus tetap melakukan penelitian didasarkan pada
data pelanggan yang dimilikinya.
II.3.5. Program Loyalitas Pelanggan
Shoemaker dan Lewis (1998) mendefinisikan program loyalitas
pelanggan (loyalty programs) sebagai program yang ditawarkan kepada
pelanggan yang bertujuan untuk membangun ikatan emosional terhadap
perusahaan atau merek perusahaan. Butscher juga menyatakan bahwa tujuan
Universitas Sumatera Utara
utama dari program loyalitas pelanggan adalah untuk membangun hubungan
dengan pelanggan sehingga mereka menjadi pelanggan setia perusahaan dalam
jangka panjang (2002). (dikutip dalam Wijaya dan Thio, 2007)
Program loyalitas pelanggan seringkali diwujudkan dalam bentuk
program poin atau hadiah. Alasan yang umum digunakan adalah bahwa penyedia
produk / jasa memang ingin memberi sesuatu berupa hadiah / penghargaan
sebagai imbalan bagi para pelanggan setianya. Ada banyak jenis program
loyalitas pelanggan yang beredar, namun keseluruhannya memiliki satu kemiripin
umum, yaitu : insentif ekonomis kumulatif bagi para pelanggan yang
mengkonsumsi produk / jasa suatu perusahaan.
Sebagai contoh, di bisnis perhotelan, program-program loyalitas
pelanggan lebih dikenal dengan nama Guest Frequent Program; sementara di
bisnis penerbangan lebih sering disebut sebagai Frequent Flyer Program. Di
industri lain seperti retail, ada yang menyebut progam loyalitas pelanggan
dengan nama Bonus Program, Customer Club, Customer Card, Membership
Card, Fly Buys dan sebagainya.
Apakah program loyalitas pelanggan ini termasuk aktivitas Manajemen
Hubungan Pelanggan? Ya, namun hanya jika data pelanggan yang ada memang
digunakan untuk menciptakan dan mengembangkan komunikasi dengan
pelanggan, yang pada kenyataannya tidak selalu demikian.
Misalnya : retailer yang umumnya memiliki kapasitas data customer yang
besar jarang menggunakannya untuk mengembangkan komunikasi dengan
pelanggan, padahal jika dilakukan akan sangat mudah untuk menjalankan strategi
Universitas Sumatera Utara
promosi agar pelanggan tersebut rutin berbelanja bahkan meningkatkan nilai
pembeliannya.
Berikut ini beberapa alasan mengapa program loyalitas menjadi sangat
populer dan sebagian besar retailer melakukannya :
1. Dengan banyaknya pilihan atas produk sejenis yang memudahkan pelanggan
untuk memilih, maka perusahaan harus berlomba mengambil langkah ke
depan untuk dapat bertahan. Program loyalitas mungkin memang tidak terlalu
menarik buat pelanggan baru, namun program ini juga dimaksudkan agar para
pelanggan yang sudah ada tidak berpindah ke pesaing.
2. Program loyalitas yang unik akan memungkinkan suatu perusahaan untuk
masuk ke daftar pilihan konsumen.
3. Program loyalitas memberi anggotanya keringanan secara finansial, melalui
poin atau diskon yang diberikan.
4. Program loyalitas juga ttidak hanya dapat mendorong promosi mulut ke
mulut tentang program tersebut oleh para pelanggan, namun juga
menawarkan hadiah jika para pelanggan tersebut berhasil mengajak teman
atau keluarganya untuk bergabung, misalnya melalui program member get
member.
5. Program loyalitas dapat digunakan untuk menciptakan data pelanggan yang
lebih akurat karena perusahaan akan menanyakan data pribadi para pelanggan
dengan lebih mendetail sehingga akan diketahui dengan jelas preferensi dan
perilaku konsumsinya.
Universitas Sumatera Utara
6. Program loyalitas juga dapat memperkuat kerjasama pemasaran di antara
perusahaan-perusahaan dan partner bisnisnya. Misalnya : diskon khusus bagi
para pemegang kartu tertentu di beberapa retail outlet.
Pada akhirnya keseluruhan program tersebut hanya dimaksudkan agar
para pelanggan yang sudah ada tidak berpindah kepada pesaing, dengan harapan
mereka akan meningkatkan konsumsi produk yang ditawarkan perusahaan,
bahkan bersedia menjadi agen-agen pemasaran dengan mengajak orang-orang
yang dikenalnya untuk bergabung menjadi pelanggan di perusahaan yang sama.
(dalam Baran et. al, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Download