BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padi merupakan tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan di Indonesia. Lebih dari 90% masyarakatnya mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok (Sinaga, 2010). Sejak beberapa tahun terakhir, seiring dengan meningkatnya taraf hidup masyarakat dan kesadaran akan pentingnya kesehatan, sebagian masyarakat mulai beralih mengkonsumsi beras merah (Kristamtini dan Purwaningsih, 2009), sehingga permintaan pasar terhadap beras merah semakin meningkat. Beras merah mulai diminati oleh masyarakat karena memiliki kandungan gizi yang lebih tinggi daripada beras putih. Data Direktorat Pembinaan Kesehatan Mayarakat (1995) menyatakan bahwa beras merah mengandung karbohidrat (67,1%), protein (9,0%), lemak (1,6%), zat besi (16,09 ppm), serat kasar (0,5%), vitamin B1 (0,34%) dan beta karoten (158,3 mg/100g). Warna merah pada beras disebabkan oleh pigmen antosianin yang terdapat pada bagian lapisan luarnya (Maekawa, 1998). Kandungan antosianin sangat baik bagi kesehatan, berperan dalam mencegah penyakit jantung koroner, kanker, diabetes, dan hipertensi (Suardi, 2005), sedangkan kandungan vitamin B12 berperan dalam menghambat resiko penyempitan pembuluh darah (Ling et al., 2001). Saat ini, ketersediaan beras merah di pasar masih sangat terbatas. Hal ini disebabkan oleh tingkat produktivitas padi beras merah lokal masih sangat rendah 1 2 (2-3 ton/ha) dan umur tanam yang panjang (sekitar 5-6 bulan), sehingga jarang dibudidayakan petani. Petani yang bersedia menanam padi beras merah sangat terbatas. Pada tahun 2008, menurut Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Yogyakarta luas lahan pertanian untuk bercocok tanam padi ‘Cempo Merah’ meningkat hingga 265%. Padi ‘Cempo Merah’ merupakan salah satu varietas beras merah lokal Daerah Istimewa Yogyakarta yang berasal dari Sleman. Data tersebut menunjukkan bahwa petani mulai tertarik untuk membudidayakan padi beras merah, khususnya ‘Cempo Merah’. Hal ini dilatar belakangi oleh waktu tanam padi ‘Cempo Merah’ yang lebih pendek, yaitu sekitar 3 bulan 19 hari dan produktivitasnya lebih tinggi daripada kultivar beras merah lain (Kristamtini, 2009; 2010). Beberapa tahun terakhir, kendala yang dihadapi oleh petani dalam upaya meningkatkan produktivitas padi adalah terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Menurut Badan Pusat Statistik (2013), alih fungsi lahan di pulau Jawa mencapai 80.000 ha/tahun, hal ini menyebabkan pengurangan lahan produktif yang secara tidak langsung berdampak pada penurunan produktivitas padi. Sehingga menurut Daradjat dan Toha (2009), upaya untuk meningkatkan produktivitas padi perlu dialihkan pada pemanfaatan lahan marginal (lahan kering, sawah tadah hujan, dan lahan sawah pasang surut). Permasalahan utama pada lahan kering adalah ketersediaan air yang sangat rendah serta fluktuasi kadar air tanah yang besar. Hal ini menyebabkan seluruh proses metabolisme tanaman terhambat (Noor, 1996). Selain itu, kondisi tersebut menyebabkan kualitas lahan semakin menurun dan unsur hara yang tersedia semakin berkurang. 3 Selama ini upaya peningkatan teknologi pemupukan NPK belum mampu meningkatkan produktivitas seperti yang diharapkan, karena pengelolaan unsur hara tanah yang belum berimbang dan belum optimal. Kekurangan unsur hara mikro seperti Zn, Cu, Fe, Mn, Mo, B serta unsur hara benefisial silika (Si) merupakan salah satu kendala dalam mencapai produktivitas tanaman padi secara optimal. Kebutuhan tanaman padi terhadap Si jauh melebihi kebutuhan unsur hara makro. Setiap 5 ton/ha hasil padi, memerlukan Si sebanyak 230-470 kg/ha, sedangkan NPK hanya dibutuhkan sekitar 75-120 kg/ha, 20-25 kg/ha, dan 23-25 kg/ha berturut-turut (Cassman et al., 1997). Tidak seperti unsur hara makro lainnya, Si belum banyak dimanfaatkan sebagai pupuk. Padahal menurut Savant et al. (1997), rendahnya ketersediaan Si pada tanah-tanah sawah di daerah tropis merupakan salah satu penyebab penurunan produktivitas tanaman padi. Silika bukan termasuk unsur hara esensial, tetapi silika dikenal sebagai unsur hara benefisial yang bermanfaat bagi tanaman famili Poaceae atau Gramineae, termasuk padi (Savant et al., 1997; Ma dan Takahashi, 2002). Menurut Balai Penelitian Tanah (2011), Si dapat mengurangi efek cekaman kekeringan pada tanaman padi, salah satunya dengan cara menurunkan laju transpirasi. Menurut Rahayu dan Harjoso (2010) Si mampu membuat daun padi tumbuh tegak (tidak terkulai), daun menjadi lebih efektif dalam menangkap radiasi sinar matahari dan fiksasi CO2, sehingga meningkatkan laju fotosintesis. Silika dapat memperkuat jaringan tanaman sehingga lebih tahan terhadap serangan penyakit dan hama. Ketersediaan Si yang cukup di dalam tanah juga 4 meningkatkan ketahanan tanaman terhadap ketidakseimbangan unsur hara, seperti kelebihan N, kekurangan dan kelebihan P, serta keracunan Na, Fe, Mn, dan Al. Salah satu sumber Si yang bisa dimanfaatkan adalah abu sekam padi (ASP). Menurut Della et al. (2002) ASP mengandung 94,95% SiO2, sehingga merupakan sumber Si yang sangat potensial. Selain sebagai sumber Si, menurut Harold dan Robert (1962) dalam Sumadiharta dan Ardhi (2001) menyatakan bahwa abu merupakan sisa pembakaran bahan organik yang dapat meningkatkan pH dan membebaskan atau meningkatkan unsur hara esensial seperti Mg, Ca, K dan P, sehingga dapat meningkatkan hasil panen (Mozaffari et al., 2002). Hasil penelitian Husnain et al. (2007) menunjukkan bahwa ASP mengandung banyak unsur hara mikro, unsur hara bermanfaat, enzim dan hormon tumbuh. Silika sangat diperlukan tanaman padi. Namun, upaya pemupukan Si belum umum dilakukan di Indonesia, sehingga belum banyak informasi hasil penelitian tentang efek pemupukan Si terhadap pertumbuhan maupun produktivitas tanaman padi. Kajian mengenai peran Si terhadap tanaman padi ‘Cempo Merah’ dalam upaya dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman, meningkatkan produktivitas serta ketahanannya terhadap ketersediaan air yang terbatas belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, penelitian untuk menganalisis efektivitas Si yang bersumber dari ASP untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas padi ‘Cempo Merah’ pada ketersediaan air yang berbeda perlu dilakukan. 5 B. Permasalahan Permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimanakah respon fisiologis tanaman padi ‘Cempo Merah’ terhadap pemberian abu sekam padi pada ketersediaan air terbatas? 2. Berapakah dosis abu sekam padi yang efektif meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas padi ‘Cempo Merah’ pada ketersediaan air terbatas? 3. Bagaimanakah hubungan antara densitas sel silika epidermis batang padi ‘Cempo Merah’ setelah pemberian abu sekam padi dengan tingkat ketahanannya pada ketersediaan air terbatas? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis respon fisiologis tanaman padi ‘Cempo Merah’ terhadap pemberian abu sekam padi pada ketersediaan air terbatas. 2. Menganalisis dosis abu sekam padi yang paling efektif untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas padi ‘Cempo Merah’ pada ketersediaan air terbatas. 3. Menganalisis hubungan antara densitas sel silika epidermis batang padi ‘Cempo Merah’ seteleh pemberian abu sekam dengan tingkat ketahanannya pada ketersediaan air terbatas. 6 D. Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Memberikan informasi mengenai respon fisiologis dan anatomis epidermis batang tanaman padi ‘Cempo Merah’ terhadap abu sekam padi pada ketersediaan air berbeda. 2. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar pengembangan teknik budidaya pada lahan kering dengan perlakuan abu sekam padi dalam upaya meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas padi ‘Cempo Merah’. E. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini meliputi kajian terhadap respon fisiologis dan anatomis padi ‘Cempo Merah’ setelah dilakukan penambahan silika yang berasal dari abu sekam padi pada kondisi ketersediaan air yang berbeda. Tanah yang digunakan sebagai media tanam adalah tanah inceptisol. Parameter fisiologis yang diamati meliputi tinggi tanaman yang diukur perminggu setelah pindah tanam, jumlah anakan, jumlah daun, waktu berbunga, jumlah anakan produktif, kadar klorofil, berat malai, jumlah gabah bernas, jumlah gabah hampa, persentase kehampaan, dan bobot 100 butir gabah. Parameter anatomis epidermis batang padi yang diamati adalah densitas sel silika. Melalui pengamatan terhadap parameter tersebut akan terlihat pengaruh silika yang bersumber dari abu sekam padi terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman padi setelah perlakuan.