ANALISIS BEFORE-AFTER KEHIDUPAN SOSIAL EKONOMI PETANI ORGANIK Rully Okta Ariyanti, Maria dan Sony Heru Priyanto Fakultas Pertanian dan Bisnis UKSW Salatiga Jl Diponegoro 52–60 Salatiga 50711 Email [email protected] Abstrak Perkembangan tanaman hortikultura dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dalam produksi dan luas areal panen. Sekarang masyarakat mulai menyadari untuk hidup lebih sehat dan kembali ke alam. Kondisi pertanian organik saat ini dikatakan maju karena harga komoditi organik lebih tinggi, sehingga pendapatan dapat meningkat dan akhirnya meningkatkan sosial ekonomi sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Metode yang digunakan yaitu kuantitatif, jenis penelitian kausal komparatif. Populasinya mengikuti anggota kelompok tani Tranggulasi Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Jawa Tengah dan teknik pengambilan sampelnya menggunakan Purposive Sampling, dengan jumlah sampel 20 orang, dengan menggunakan metode analisis Paired Samples T-test. Hasil yang diperoleh menunjukkan terdapat perbedaan kehidupan sosial ekonomi sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Dari aspek sosial yang meliputi kesejahteraan, interaksi sosial dan kemampuan manajemen mengalami peningkatan ke arah yang lebih baik, dengan peningkatan terbesar adalah interaksi sosial. Sedangkan dari aspek ekonomi yang meliputi pendapatan dan investasi megalami peningkatan, tetapi biaya mengalami penurunan ke arah yang lebih baik, perubahan variabel yang drastis adalah pendapatan. Sehingga interaksi sosial dan pendapatan harus dipertahankan untuk lebih meningkatkan kehidupan sosial ekonomi petani organik. Pendahuluan Perkembangan tanaman hortikultura dari tahun ke tahun mengalami peningkatan, baik dalam produksi dan luas areal panen. Sekarang masyarakat mulai menyadari untuk hidup lebih sehat dan kembali ke alam, hal ini disebabkan banyak ditemukannya kasus jika makanan mengandung zat kimia, contohnya pewarna, pengawet makanan. Dampak penggunaan pupuk kimia yang berlebihan menyebabkan tanah menjadi keras, kering dan asam, sehingga mendorong petani mengubah pola bertaninya menjadi pertanian organik.Kesadaran konsumen memperoleh produk yang sehat dan ramah lingkungan semakin meningkat dan harga komoditi organik lebih tinggi, sehingga terdapat peluang meningkatnya pendapatan petani (Pracaya, 2006). Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan terletak di daerah lereng gunung Merbabu dengan lingkup masyarakat desa yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani. Hasil yang diperoleh dari pertanian digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup dan meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani. Sebagian besar masyarakat berusaha tani secara konvensional tetapi sekarang sudah mulai beralih ke organik. 1 Dari perubahan pola tanam tersebut adakah perbedaan yang dirasakan oleh petani dari segi sosial ekonomi. Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti kehidupan sosial ekonomi sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Dari penelitian ini akan diperoleh gambaran mengenai kesejahteraan, interaksi sosial dan kemampuan manajemen, pendapatan, biaya serta investasi, yang akan mengetahui dengan jelas realita bagaimana kehidupan petani yang dulunya konvensional dan sekarang beralih menjadi petani organik. Bahan dan Metode Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa sistem pertanian organik di Dusun Selo Ngisor mengalami perkembangan cukup baik. Penelitian dilakukan pada tanggal 3 Desember 2012 sampai tanggal 10 Februari 2013. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian kuantitatif yang bersifat komparatif korelasional (correlation comparative) (Silalahi, 2009). Penelitian kuntitatif adalah sebagai prosedur penelitian untuk menguji teori tertentu dengan cara meneliti variabel yang berhubungan dengan teori tersebut (Sugiyono, 2011).Sedangkan komparatif korelasional, yaitu digunakan untuk membandingkan variabel yang berbeda dalam hubungannya dengan variabel yang sama untuk sampel yang sama (Silalahi,2010). Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, yaitu teknik penentuan sampel yang didasarkan atas kriteria atau pertimbangan tertentu yang dianggap mempunyai sangkut paut dengan kriteria populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Sugiyono, 2011). Sampel yang diambil sebanyak 20 orang petani. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan data primer, yang diperoleh dari wawancara dengan menggunakan kuesioner dan observasi (Sevilla et.al, 1993). Hipotesis Hipotesis merupakan kesimpulan yang belum final, artinya harus dibuktikan kebenarannya (Nawawi, 1998). Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : Ho : tidak ada perbedaan kehidupan sosial ekonomi sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Ha : ada perbedaan kehidupan sosial ekonomi sebelum dan sesudah menjadi petani organik. 2 Analisis Data Data primer yang diperoleh dari hasil wawancara menggunakan kuesioner dilapangan, untuk variabel kesejahteraan di ukur menggunakan indikator BPS. Sedangkan untuk variabel interaksi sosial, kemampuan manajemen, pendapatan, biaya dan investasi diolah menggunakan program SPSS 16.0 dan diuji secara statistik. Analisis data menggunakan uji Paired Samples T-test yang bertujuan untuk menguji hipotesis penelitian ini, yaitu mengetahui perbedaan kehidupan sosial ekonomi usahatani sebelum dan sesudah organik. Rumus T-test untuk dua sampel berpasangan (Paired Samples T-test) secara lengkap seperti dibawah ini : (Sugiyono,2011) Keterangan : t = nilai t yang dihitung s1 = simpangan baku petani konvensional s2 = simpangan baku petani organik n1 = jumlah anggota petani konvensional n2 = jumlah anggota petani organik r = koefisien korelasi x1 = nilai rata-rata petani konvensional x2 = nilai rata-rata petani organik Hasil dan Pembahasan Gambaran Umum Lokasi Penelitian Dusun Selo Ngisor, Desa Batur, Kecamatan Getasan terletak sekitar 15 km dari Salatiga, dibawah kaki gunung Merbabu (Anonim, 2010). Daerah ini memiliki bentuk lahan dengan lereng yang rendah. Tiap tahunnya, lahan didaerah ini dimanfaatkan untuk lahan pertanian dataran tinggi yang ditanami tanaman pangan dan sayuran (Setyorini et al, 2010). Karakteristik Petani Organik Di Selo Ngisor, Batur, Kopeng Petani organik umumnya memiliki lahan usaha sendiri dengan luas lahan rata-rata lebih dari 0,25 Ha. Pertanian ini hanya memakai pupuk dan pestisida organik yang mereka buat sendiri. Pupuk yang digunakan adalah pupuk kandang, yang diperoleh dari kotoran sapi dan ayam. Pupuk kandang dibuat dengan mencampur kotoran sapi (minimal 40%) atau ayam (maksimal 25%) dengan power. Power ini terbuat dari campuran air kelapa, tetes tebu, nanas, tempe busuk dan toge. Sedangkan pestisida yang digunakan menggunakan campuran biji bengkoang (1kg) dengan fermentasi air kelapa (1liter). Petani disini biasanya memelihara ternak berupa sapi dan ayam yang kotorannya dimanfaatkan sebagai pupuk. Tenaga kerja yang digunakan biasanya adalah anggota keluarga sendiri dan tenaga upahan. Di kebun sudah terdapat saluran irigasi dan screen house, air yang digunakan berasal dari mata air pegunungan yang belum tercemar, begitu juga dengan sistim pemasaran menggunakan kontrak sehingga harga cenderung stabil. 3 Perbedaan Kehidupan Sosial Sebelum dan Sesudah Menjadi Petani Organik di Desa Selo Ngisor, Batur, Kopeng Kesejahteraan Sebelum menjadi petani organik pendapatan responden berkisar dari Rp 450.000 – Rp 750.000 per bulan, sedangkan setelah menjadi petani organik pendapatan yang diperoleh antara Rp 1.200.000 – Rp 1.800.000 per bulan. Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Pendapatan Kategori Sangat rendah (< Rp 900.000) Rendah ( Rp 950.000 - Rp 1.500.000) Sedang ( Rp 1.550.000 - Rp 2.000.000) Tinggi (> Rp 2.000.000) Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 15 75% 5 25% 20 100% Organik Jumlah (org) Prosentase 4 20% 16 80% 20 100% Dapat dilihat dari tabel diatas bahwa pendapatan semua responden meningkat dan terdapat perbedaan setelah menjadi petani organik. Dari peningkatan penghasilan tersebut maka responden mampu untuk lebih menyejahterakan keluarga, seperti dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, pemenuhan gizi, membeli TV, kendaraan bermotor, sapi, tanah. Hal ini sesuai dengan Iskandar (2006) yang menyatakan bahwa keluarga dengan pendapatan yang tinggi memiliki peluang lebih besar untuk sejahtera dibandingkan keluarga dengan pendapatan yang rendah. Rata-rata pengeluaran yang dikeluarkan sebelum menjadi petani organik antara Rp 500.000 - Rp 1.700.000 per bulan, sedangkan sesudah menjadi petani organik berkisar Rp 1.000.000 - Rp 1.800.000 per bulan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Jadi distribusinya dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengeluaran Rumah Tangga Kategori Sangat rendah (< Rp 900.000) Rendah ( Rp 950.000 - Rp 1.500.000) Sedang ( Rp 1.550.000 - Rp 2.000.000) Tinggi (> Rp 2.000.000) Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 5 25% 12 60% 3 15% 20 100% Organik Jumlah (org) Prosentase 14 70% 6 30% 20 100% Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat sesudah menjadi petani organik pengeluaran rumah tangga responden untuk konsumsi, biaya pendidikan dan kebutuhan seharihari mengalami peningkatan. Pergeseran peningkatan pengeluaran yang tergolong sedang, sebelum menjadi petani organik sebanyak 3 orang, sesudah menjadi petani organik menjadi 6 orang, sehingga mengalami peningkatan sebesar 50%. Hal ini sesuai dengan Sudana (2007) semakin tinggi tingkat pengeluaran rumah tangga, berarti tingkat kesejahteraan keluarga petani semakin tinggi. Tetapi ada beberapa keluarga yang pengeluaran rumah tangga mereka masih tetap walaupun sudah beralih ke pertanian organik dan pendapatan yang diperoleh meningkat, hal 4 ini disebabkan seiring dengan berjalannya waktu, mereka sekarang sudah tidak menyekolahkan anak, tanggungan keluarga berkurang. Selain itu mereka lebih memilih mengalokasikan uang mereka untuk membeli hewan ternak, rumah, tanah, menyekolahkan anak dan lain-lain. Gambaran mengenai keadaan tempat tinggal yang diteliti dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Keadaan Tempat Tinggal Kategori Non permanen Semi permanen Permanen Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 12 60% 8 40% 20 100% Organik Jumlah (org) Prosentase 4 20% 16 80% 20 100% Keadaan tempat tinggal responden yang tergolong permanen, sebelum menjadi petani organik sebanyak 8 orang, tetapi sesudah menjadi petani organik bertambah menjadi 16 orang, sehingga mengalami peningkatan sebesar 50%. Rumah mereka berdinding tembok, jenis atap rumah genteng, dan jenis lantai semen atau keramik. Tetapi ada sebagian keluarga yang mempertahankan keadaan tempat tinggal masih semi permanen, walaupun pendapatan yang di peroleh sudah meningkat. Hal ini disebabkan karena mereka lebih memilih untuk membangun rumah lagi, membeli tanah dan hewab ternak, seperti sapi. Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan fasilitas Tempat Tinggal Kategori Sangat Kurang Kurang Lengkap Cukup Lengkap Lengkap Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 2 10% 18 90% 20 100% Organik Jumlah (org) Prosentase 1 5% 16 80% 3 15% 20 100% Dari data diatas dapat dilihat fasilitas tempat tinggal yang ada sebelum dan sesudah menjadi petani organik terdapat perbedaan. Perbedaan tersebut antara lain sebelum menjadi petani organik fasilitas tempat tinggal tergolong cukup lengkap. Tetapi setelah menjadi petani organik, mereka dapat melengkapi fasilitas yang diperlukan seperti membeli barang elektronik, memiliki kendaraan pribadi yang lebih dari satu seperti sepeda motor, dan memiliki WC sendiri. Tetapi masih ada keluarga yang masih kurang dalam pemenuhan fasilitas tempat tinggalnya, karena di rumah hanya tinggal berdua dengan istrinya saja dan lebih memilih untuk dibelikan sapi dari pada barang elektronik dan lain-lain. Tabel 5. Distribusi Responden Berdasarkan Kesehatan Anggota Keluarga Kategori Sangat Kurang Kurang Cukup Bagus Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 3 15% 17 85% 20 100% 5 Organik Jumlah (org) Prosentase 16 80% 4 20% 20 100% Berdasarkan tabel diatas kesehatan anggota keluarga responden mengalami perubahan yang lebih baik, karena responden menjawab adanya perbedaan kesehatan sebelum mengkonsumsi sayuran organik dan sesudah mengkonsumsi sayuran organik. Menurut responden sebelum beralih ke organik sering mengalami sakit kepala (migren), flu, iritasi kulit, pegal – pegal. Hal ini sesuai bahwa pertanian organik menghasilkan makanan yang cukup aman dan bergizi sehingga meningkatkan kesehatan masyarakat (Jayadinata, 1992). Tabel 6. Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Kategori Sulit Cukup Mudah Sangat mudah Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 2 10% 18 90% 20 100% Organik Jumlah (org) Prosentase 1 5% 15 75% 4 20% 20 100% Terlihat dari tabel diatas sebelum menjadi petani organik cukup mengalami kesulitan untuk memperoleh pelayanan kesehatan. Tetapi sesudah menjadi petani organik, mereka merasa sangat mudah mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini disebabkan mereka sekarang sudah memiliki anggaran khusus untuk biaya kesehatan, seiring dengan pendapatan yang diperoleh meningkat. Tabel 7.Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Memasukkan Anak ke Jenjang Pendidikan Kategori Sulit Cukup Mudah Sangat mudah Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 2 10% 18 90% 20 100% Organik Jumlah (org) Prosentase 13 65% 7 35% 20 100% Dari tabel diatas terdapat adanya perbedaan kemudahan memasukkan anak ke jenjang pendidikan sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Pada saat menjadi petani konvensional cukup mudah untuk memasukkan anak ke jenjang pendidikan, karena mahalnya biaya pendidikan sedangkan pendapatan yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Tetapi sesudah menjadi petani organik mereka tidak mengalami kesulitan lagi untuk memasukkan anak ke jenjang pendidikan karena pendapatan yang diperoleh meningkat. Selain itu didukung oleh program pendidikan yang bebas biaya atau sekolah gratis untuk SD, SMP sehingga memudahkan petani menyekolahkan anaknya. Tabel 8.Distribusi Responden Berdasarkan Kemudahan Mendapatkan Fasilitas Transportasi Kategori Sulit Cukup Mudah Sangat mudah Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (orang) Prosentase 4 20% 16 80% 20 100% 6 Organik Jumlah (orang) Prosentase 8 40% 12 60% 20 100% Dari tabel diatas terdapat perbedaan kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, sesudah menjadi petani organik tergolong sangat mudah dengan prosentase 60%. Sedangkan sebelum menjadi petani organik, responden merasa cukup mengalami kesulitan. Hal ini disebabkan responden belum memiliki kendaraan pribadi. Sehingga untuk memasarkan hasil panen, mereka harus menyewa mobil atau tengkulak yang datang ke rumah, bahkan harus menggendong hasil panen sampai pasar Getasan ataupun pasar terdekat dengan berjalan kaki. Sedangkan sekarang para petani organik sudah memiliki kendaraan pribadi. Terlihat pada tabel diatas bahwa responden menjawab sangat mudah mendapatkan fasilitas transportasi. Tabel 9. Distribusi Responden Berdasarkan Pemenuhan Gizi Kategori Tidak terpenuhi Kadang-kadang Terpenuhi Sangat Terpenuhi Jumlah Sumber : Data Primer, 2013 Konvensional Jumlah (org) Prosentase 2 10% 16 80% 2 10% 20 100% Organik Jumlah (org) Prosentase 2 10% 18 90% 20 100% Terlihat bahwa mayoritas responden merasa bahwa kualitas makanan yang mereka konsumsi sehari-hari sudah memenuhi kebutuhan gizi yang diperlukan. Tetapi sesudah menjadi petani organik daya beli terhadap makanan yang lebih baik menjadi meningkat, hal ini dibuktikan dengan pergeseran jumlah responden dari 2 orang yang menyatakan kebutuhan gizi keluarga terpenuhi, menjadi 18 orang sehingga mengalami peningkatan sebesar 80%. Dengan demikian pertanian organik ini memberi dampak positif terhadap terpenuhinya gizi keluarga. Contohnya, daya beli terhadap makanan seperti daging dan ikan meningkat. Hal ini menggambarkan bahwa semakin tinggi tingkat pemenuhan gizi dalam rumah tangga, sehingga menjadi indikator semakin sejahtera rumah tangga petani (Sudana, 2007). Interaksi Sosial Pertanian organik memberikan dampak positif terhadap interaksi sosial, terdapat perbedaan interaksi sosial sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Tabel 10. Hasil Uji Paired Samples Interaksi Sosial Rata-rata Jumlah Sebelum 2,650 20 Sesudah 3,665 20 Signifikansi T-hitung 0,000 -21,026 Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan dalam interaksi sosial sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -21,026, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh thitung ≥ ttabel ( 21,026 ≥ 2,093). Sehingga interaksi sosial petani organik lebih baik dibandingkan dengan sebelum menjadi petani organik. Dengan adanya penyuluhan pertanian, secara tidak langsung meningkatkan interaksi sosial antar masyarakat petani dan masyarakat sipil (IPB, 7 2002). Hasil uji menunjukkan signifikansi sebesar 0,000, dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan dan Ha diterima dengan kesimpulkan ada perbedaan antara interaksi sosial sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Rospina (2009) yang menyatakan petani organik tergolong aktif dalam organisasi kemasyarakatan, antara lain : kelompok tani, organisasi yang ada dalam desa. Kemampuan Manajemen Setelah menjadi petani organik, mereka merasa jika terdapat perbedaan dalam kemampuan manajemen. Giles (1990) menyatakan kalau suatu kemampuan manajemen yang baik merupakan kunci keberhasilan, karena ternyata tidak mudah untuk meningkatkan kemampuan manajemen. Tabel 11. Hasil Uji Paired Samples Kemampuan Manajemen Rata-rata Jumlah Sebelum 2,650 20 Sesudah 3,430 20 Signifikansi T-hitung 0,000 -11,487 Dari tabel diatas terlihat jika kemampuan manajemen sebelum dan sesudah menjadi petani organik mengalami peningkatan. Perbedaan tersebut dengan t = 11,48, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh thitung ≥ ttabel ( 11,487 ≥ 2,093). Sehingga kemampuan manajemen petani organik lebih maju dibandingkan dengan sebelum menjadi petani organik. Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas ( sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima sehingga disimpulkan bahwa ada perbedaan kemampuan manajemen sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Khotidjah (2012) bahwa dengan pertanian organik, dapat meningkatkan kemampuan manajemen petani. Pendapatan Pendapatan merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga. Pendapatan petani organik lebih tinggi jika dibandingkan sebelum menjadi petani organik. Tabel 12. Hasil Uji Paired Samples Pendapatan Rata-rata Jumlah Sebelum 2,910 20 Sesudah 3,750 20 Signifikansi T-hitung 0,000 -14,658 Terlihat ada peningkatan pendapatan ketika menjadi petani organik. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -14,658, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh thitung ≥ ttabel ( 14,658 ≥ 2,093). Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima dengan kesimpulan bahwa pada populasi secara statistik ada perbedaan yang bermakna antara pendapatan yang diperoleh sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hal ini sesuai dengan Rahmad (2008) yang menyatakan bahwa pertanian organik meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan hasil per satuan luas. 8 Biaya Biaya pertanian organik lebih rendah dibandingkan dengan biaya pertanian konvensional. Munawar (2003) menyatakan bahwa pertanian organik merupakan sistem pertanian yang menghindarkan diri dari input yang begitu tinggi. Tabel 13. Hasil Uji Paired Samples Biaya Rata-rata Jumlah Sebelum 2,070 20 Sesudah 2,030 20 Signifikansi T-hitung 0,000 -15,785 Terlihat dari tabel diatas adanya penurunan biaya. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -15,785, tingkat signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh thitung ≥ ttabel ( 15,785 ≥ 2,093). Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima dengan kesimpulan ada perbedaan biaya yang dikeluarkan untuk budidaya sayuran sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Hal ini didukung oleh Jayadinata (1992) yang menyatakan biaya produksi pertanian organik rendah karena tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Investasi Tabel 14. Hasil Uji Paired Samples Investasi Rata-rata Jumlah Sebelum 2,626 20 Sesudah 3,389 20 Signifikansi T-hitung 0,000 -15,632 Terlihat pada tabel diatas ada peningkatan investasi yang dimiliki sebelum menjadi petani organik dan sesudah menjadi petani organik. Perbedaan tersebut signifikan dengan t = -15,632, signifikan (α) 5% dan df (derajat kebebasan) 19, dapat diperoleh thitung ≥ ttabel ( 15,632 ≥ 2,093). Hasil uji menunjukkan bahwa signifikansi sebesar 0,000 dengan mendasarkan pada nilai probabilitas (sig < 0,05). Hal ini berarti Ho ditolak dan Ha diterima dengan kesimpulan bahwa ada perbedaan investasi yang dimiliki sebelum dan sesudah menjadi petani organik. Selain itu keluarga yang memiliki investasi, lebih sejahtera dibandingkan keluarga yang tidak memiliki investasi. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Bryant (1990) bahwa keluarga yang memiliki investasi lebih banyak cenderung lebih sejahtera jika dibandingkan dengan keluarga yang memiliki investasi terbatas. Daftar Pustaka Anonim. 2010. Kopeng Recreation Zone. www.indonesiahai.com. Bryant, W.K. 1990. The Economic Organization of the Household. Cambridge : University Press Giles And Stansfield M. 1990. The Farmers As Manager. C.A.B International, Wallingford, Oxon, UK. Bookcraft (Bath) Ltd. Page : 6-58 9 Iskandar. 2006. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesejahteraan Keluarga. Bogor : IPB Jayadinata. 1992. Usaha-usaha Produksi Pertanian Padi. Jakarta : Media Presindo Khotidjah, Siti. 2012. Analisis Kemampuan Manajerial Petani Organik Terpadu Di Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul. Yogyakarta : UMY Munawar, M. 2003. Potensi, Peluang Dan Tantangan Pengembangan Pertanian Organik. Purwokerto : Unsoed Nawawi, Hadari. 1998. Metode Penelitian Bidang sosial. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Pracaya. 2006. Bertanam Sayuran Organik di Kebun, Pot dan Polibag. Jakarta : Penebar Swadaya Rahmad. 2008. Pertanian Organik. http://www.bumikita.com/News/index.html Rospina, Pepi. 2009. Persepsi Petani Tentang Saluran Komunikasi Usaha Tani Padi. Tangerang : Universitas Terbuka Tangerang Setyorini, D. L. R Widowati, Ibrahim A. S. Didik S.H dan D. santoso. 2010. Karakteristik Biofisik Lahan Sayuran Dataran Tinggi di Jawa Tengah dalam Seminar Nasional Peningkatan Produktivitas Sayuran Dataran Tinggi. Bogor : Balai Penelitian tanah Sevilla et. all. 1993. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta Silalahi, Ulber. 2010. Metode Penelitian Sosial. Bandung : PT Refika Aditama Sudana W. 2007. Laporan Akhir Kajian Pembangunan Wilayah Perdesaan. BBP2TP. Bogor : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta 10