II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kedelai (Glycine Max L.) Tanaman kedelai (Glycine max L. Merr) merupakan salah satu tanaman pangan yang sudah lama dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia. Tanaman ini mempunyai arti penting untuk memenuhi kebutuhan pangan dalam rangka perbaikan gizi masyarakat, karena merupakan sumber protein nabati yang relatif murah bila dibandingkan sumber protein lainnya seperti daging, susu, dan ikan. Kadar protein biji lebih kurang 35%, karbohidrat 35%, dan lemak 15%. Di samping itu kedelai juga mengandung mineral seperti kalsium, posfor, besi, vitamin A dan B (Suprapto 2001). Kedelai memiliki susunan akar tunggang, dimana pertumbuhan akar lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai akar cabang yang cukup banyak. Selain sebagai tempat bertumpunya tanaman pengangkut air maupun unsur hara, akar kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil akar. Bintil akar ini berisi Rhizobium japonicum yang mempunyai kemampuan mengikat Nitrogen bebas dari udara yang digunakan untuk menyuburkan tanah, hal demikian ini hanya terdapat pada leguminose (Andrianto dan Indarto 2004). Pertumbuhan tanaman kedelai dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu determinate, indeterminate dan semideterminate. Determinate memiliki karakteristik tinggi tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah dan berbunga serentak. Pertanaman indeterminate memiliki karakteristik tinggi tanaman sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil dari bagian tengah, agak melilit dan beruas panjang, daun teratas lebih kecil dari daun batang tengah dan pembungaan terjadi secara bertahap mulai dari pangkal kebagian atas. Untuk tipe semideterminate memiliki karakteristik antara indeterminate dan determinate (Pitojo 2003). Kedelai pada umumnya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dan sub tropis. Sebagai penanda kecocokan iklim, bila iklim tersebut cocok bagi jagung, maka kedelai akan cocok juga. Bahkan menunjukkan daya tahan yang lebih tinggi 4 1 5 dibanding dengan jagung. Kedelai akan tumbuh baik di daerah yang mempunyai curah hujan sekitar 100-400 mm/bulan (Sugeno 2008). Sedangkan menurut Rukmana (1996) bahwa pertumbuhan terbaik pada kisaran suhu antara 20-30°C. Suhu optimal antara 25-27°C dengan kelembaban udara rata-rata 50%. Kedelai memerlukan intensitas cahaya penuh, karena berproduksi dengan baik di daerah yang terkena sinar matahari 12 jam sehari. Kedelai merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak antara 70-150 cm, berbentuk semak, berbulu halus dengan sistem perakaran yang luas. Tanaman ini biasanya dapat beradaptasi terhadap berbagai keadaan seperti jenis tanah, dan menyukai tanah yang teksturnya ringan hingga sedang dan berdrainase baik. Kedelai peka terhadap kondisi salin (Rubatzky dan Yamaguchi 1998). Bunga kedelai termasuk bunga sempurna, artinya dalam setiap bunga terdapat alat kelamin jantan dan alat kelamin betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih menutup, sehingga kemungkinan terjadinya kawin silang secara alami sangat kecil. Bunga terletak pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna (Suprapto 2001). Polong kedelai pertama terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm, jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50, bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemungkinan diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Adisarwanto 2005). Biji kedelai berkeping dua yang terbungkus oleh kulit biji. Embrio terletak di antara keping biji. Warna kulit biji bermacam-macam, ada yang kuning, hitam, hijau atau coklat. 6 B. Pupuk Kandang Kambing Pupuk kandang kambing mengandung unsur hara makro (N, P, K) dan mikro (Ca, Mg, S, Na, Fe, Cu, Mo). Selain mampu menyediakan unsur hara, pupuk kandang mempunyai daya ikat ion yang tinggi sehingga akan mengefektifkan penggunaan pupuk anorganik dengan cara meminimalkan kehilangan pupuk anorganik akibat penguapan atau tercuci oleh air siraman atau air hujan (Musnamar 2004). Pupuk kandang merupakan hasil samping yang cukup penting, terdiri dari kotoran padat dan cair dari hewan ternak yang bercampur sisa makanan, dapat menambah unsur hara dalam tanah (Sarief 1989). Pemberian pupuk kandang selain dapat menambah tersedianya unsur hara, juga dapat memperbaiki sifat fisik tanah. Beberapa sifat fisik tanah yang dapat dipengaruhi pupuk kandang antara lain kemantapan agregat, bobot volume, total ruang pori, plastisitas dan daya pegang air (Soepardi 1983). Pupuk kandang juga dapat memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah. Penggunaan pupuk organik berupa pupuk kandang kambing bermanfaat untuk meningkatkan humus, memperbaiki struktur tanah, meningkatkan kehidupan jasad renik tanah sehingga keseimbangan unsur hara di dalam tanah menjadi lebih baik, membantu menetralkan pH tanah dan menetralkan racun akibat adanya logam berat dalam tanah (Rinsema 1986). Pupuk kandang kambing yang banyak mengandung bahan organik mempunai peranan penting dalam tanah. Pupuk kotoran kambing berfungsi untuk meningkatkan daya menahan air dan mengandung mikroorganisme tanah yang dapat mensintesa senyawa tertentu yang bermanfaat bagi tanaman (Sarief 1986). Salah satu permasalahan pemupukan menggunakan bahan organik yang berupa pupuk kotoran kambing ialah keterbatasan sumber bahan organik. Hal tersebut karena tidak semua petani memiliki ternak untuk menghasilkan pupuk kandang sehingga harus membeli pupuk kandang. Kandungan unsur hara yang rendah mengakibatkan aplikasi pupuk kandang diperlukan dalam jumlah yang besar sehingga mengakibatkan kesulitan dalam pengelolaannya dan membutuhkan biaya lebih tinggi. Pemberian pupuk kandang yang terlalu banyak juga dapat 7 mengakibatkan perkembangan vegetatif tanaman terlalu pesat, sehingga dapat memperlambat masaknya buah dan rebahnya batang (Rihana et al. 2013). C. Mikoriza Mikoriza berpotensi sebagai salah satu alternatif teknologi untuk meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman terutama pada lahan-lahan marginal yang kurang subur. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemberian mikoriza mampu meningkatkan kemampuan tanaman dalam beradaptasi terhadap lingkungan, baik dalam bentuk penyerapan air maupun unsur hara karena mikoriza mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara serta berfungsi untuk meningkatkan produktivitas tanaman. Mikoriza akan tumbuh pada akar tanaman selama tanaman tersebut hidup, sehingga pemberiannya cukup satu kali seumur hidup tanaman (Aggarini 2006). Mikoriza mempunyai peranan penting dalam peningkatan pertumbuhan tanaman dengan cara meningkatkan kemampuan tanaman dalam penyerapan air dan unsur hara terutama P dengan cara memperluas area serapan. Simbiosis mikoriza dengan tanaman dimulai dari perkecambahan spora atau bentuk lain dalam propagul yang terdapat di dalam tanah. Spora kemudian berkecambah dan masuk ke dalam korteks akar membentuk arbuskula, yang merupakan tempat pertukaran hara antara mikoriza dengan tanaman inangnya. Hifa mikoriza berkembang keluar dari akar masuk ke dalam tanah yang disebut dengan hifa eksternal, yang berperan menyerap hara dan air. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan fisiologi pada tanaman inang, yaitu meningkatnya pertumbuhan tanaman dan ketahanan terhadap cekaman lingkungan yang berbeda dengan tanaman tanpa mikoriza (Mosse 1981 cit Samanhudi et al. 2014). Penambahan pupuk organik ke dalam tanah dan atau pemanfaatan mikroorganisme merupakan metode yang aman dan efektif untuk digunakan pada tanah pasiran. Tanah pasiran umumnya bersifat sangat porous sehingga penggunaan pupuk kimia akan sangat mudah tercuci dan hilang dari zone perakaran. Pemberian pupuk kimia pada tanah pasiran umumnya tidak efektif dan mudah hilang melalui perkolasi dan pelindian unsur hara. Penggunaan mikroorganisme tanah seperti mikoriza pada tanah berpasir diyakini dapat 8 meningkatkan ketersediaan unsur hara, air dan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah. Karena kelebihan-kelebihan tersebut maka pemanfaatan mikoriza diharapkan merupakan solusi penting untuk pertanian berkelanjutan masa depan (Madjid 2009). Cendawan Mikoriza Arbuskular (CMA) merupakan salah satu jamur yang banyak menarik perhatian para ilmuwan karena kemampuannya membentuk kolonisasi hifa di luar perakaran tanaman. Pemanfaatan mikoriza di lahan kering sangat bermanfaat bagi tanaman inang dalam menyediakan air dan unsur hara (Jone dan Thompson 1981). Pemberian 15 g CMA memberikan serapan P tertinggi pada tanaman tanpa pupuk NPK, dengan pupuk 50% NPK atau dengan 100% NPK. Pemberian CMA lebih dari 15 g akan menurunkan serapan P. Penurunan serapan P Pada pemberian CMA dosis tinggi diduga berkaitan dengan kompetisi CMA dalam menginfeksi akar dan kemampuan akar untuk menyerap P yang ada dalam larutan tanah. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, banyak manfaat yang diberikan oleh CMA, antara lain meningkatkan serapan P oleh tanaman, bobot kering tanaman, dan hasil pipilan jagung. Aplikasi CMA juga dapat mengefisienkan penggunaan pupuk hingga 50% (Musfal 2010). Aplikasi mikoriza pada tanaman merupakan salah satu upaya untuk mengatasi terhambatnya pertumbuhan karena cekaman kekeringan. Mikoriza merupakan bentuk simbiosis mutualisme antara jamur dan sistem akar tanaman tingkat tinggi. Prinsip kerja mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang, memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza tersebut akan mampu meningkatkan kapasitas dalam penyerapan hara (Muis et al. 2013). Mikoriza mampu tumbuh dan berkembang cukup baik pada lingkungan yang kurang menguntungkan bagi mikroba tanah lain. Semakin tinggi infeksi akar yang terjadi semakin memungkinkan akar mampu menyerap fosfat lebih cepat dan lebih banyak. Keadaan ini memungkinkan tanaman yang bermikoriza untuk dapat tetap tubuh dengan baik di lahan marginal (Duaja dan Jasminarni 2008). 9 Mikoriza berperan penting dalam meningkatkan toleransi tanaman terhadap unsur logam beracun dan terhadap kondisi kekeringan/kurang air. Mikoriza juga dapat meningkatkan kemampuan adaptasi tanaman kacang hijau terhadap kekeringan (Setiadi 2003). Berat tongkol kering jemur dan berat pipilan kering pada tanaman jagung bermikoriza lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tidak bermikoriza. Hal ini diakibatkan oleh hifa-hifa eksternal jamur mikoriza dapat membantu penyerapan air maupun unsur-unsur hara terutama P yang digunakan dalam proses metabolisme di dalam tubuh tanaman sehingga dapat memacu pertumbuhan dan perkembangan organ-organ produktif (Sastrahidayat 2000). Secara umum inokulasi mikoriza mempercepat pertumbuhan tanaman kedelai dan mempercepat umur keluar bunga pada tanaman kedelai dan polong serta meningkatkan biomassa dan berat biji kedelai (Sukmawati 2013). D. Tanah Alfisol Alfisol merupakan tanah yang telah berkembang dengan karakteristik profil tanah membentuk sekuen horizon A/E/Bt/C, yang terbentuk melalui proses kombinasi antara padsolisasi dan laterisasi pada daerah iklim basah dan biasanya terbentuk dibawah tegakkan hutan berkayu keras (Tan 1998). Alfisol adalah tanah-tanah di daerah yang mempunyai curah hujan cukup tinggi untuk menggerakkan lempung turun ke bawah dan membentuk horizon argilik. Horizon argilik merupakan horizon atau lapisan tanah yang terbentuk akibat terjadi akumulasi liat. Alfisol mempunyai kejenuhan basa tinggi (50%) dan umumnya merupakan tanah subur. Tanah tersebut umumnya terbentuk di bawah berbagai hutan atau tertutup semak (Miller dan Donahue 1990). Alfisol juga dapat terbentuk dari lapukan batu gamping, batuan plutonik, bahan vulkanik atau batuan sedimen. Secara umum tanah alfisol mempunyai N total terendah. P tersedin sangat rendah dan K tersedia sedang, maka perlu penambahan unsur tersebut dalam jumlah banyak, untuk mempertahankan pertumbuhan tanaman yang optimal (Minardi 2002). Pada tanah alfisol, kata “Afl” berarti pedalfer Al-Fe. Tanah alfisol ini juga merupakan tanah yang mempunyain 10 epipedon okrik dan horizon argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Pada umumnya tanah alfisol ini berupa tanah tidak kering (Sutanto 2011). Alfisol merupakan tanah yang relatif muda , masih banyak mengandung mineral primer yang mudah lapuk, mineral liat kristalin dan kaya unsur hara. Tanah ini mempunyai kejenuhan basa tinggi, KTK dan cadangan unsur hara tinggi. Alfisol merupakan tanah-tanah dimana terdapat penimbunan liat di horizon bawah, liat yang tertimbun di horizon bawah ini berasal dari horizon diatasnya dan tercuci ke bawah bersama gerakan air perkolasi (Hardjowigeno 1995).