Upacara Pemakaman Adat Toraja

advertisement
Upacara Pemakaman Adat Toraja
Author : unit satukasari
Publish : 19-09-2011 20:24:18
Rambu Solo’ Pemakaman Adat Tana Toraja
January 4th, 2011 in Sulawesi Selatan by admin1 Comment
Siapa yang tak kenal dengan Tana Toraja, negeri dengan begitu banyak adat istiadat dan tempat tujuan wisata
yang sangat indah. Tana Toraja, berjarak 300 kilometer dari Makassar, Sulawesi Selatan, menyimpan berbagai
macam adat dan budaya leluhur yang diwariskan oleh nenek moyang mereka dan tetap lestari hingga kini.
Setiap keturunan suku Toraja, di manapun berada, wajib menjunjung tinggi akar budaya nenek moyang
mereka. Hingga kini, anak cucu keturunan suku Tana Toraja yang berada di luar negeri dan berbagai wilayah
di Indonesia, akan tetap melakukan tradisi yang sama yang dilakukan oleh nenek moyang mereka ribuan tahun
yang lalu.
Ketaatan mereka dalam menjalankan adat istiadat dan budaya peninggalan nenek moyang mereka hingga kini,
menarik banyak wisatawan asing dan dalam negeri untuk mengunjungi Tana Toraja setiap tahunnya. Tana
Toraja, kini menjadi salah satu daerah wisata andalan yang dimiliki oleh Sulawesi Selatan. Berbagai upacara
adat yang dimiliki oleh Tana Toraja dan diselenggarakan setiap tahun, menjadi magnet tersendiri bagi
wisatawan asing.
Ada berbagai upacara adat di Tana Toraja, salah satunya adalah Rambu Solo, upacara pemakaman leluhur
yang telah meninggal beberapa tahun sebelumnya. Acaranya terdiri dari Sapu Randanan, dan Tombi
Saratu’. Selain itu, dikenal juga upacara Ma’nene’ dan upacara Rambu Tuka’.
Upacara Rambu Tuka’ dan Rambu Solo’ diiringi dengan seni tari dan musik khas Toraja selama
berhari-hari. Rambu Tuka’ adalah upacara memasuki rumah adat baru yang disebut Tongkonan atau
rumah yang selesai direnovasi satu kali dalam 50 atau 60 tahun. Upacara ini dikenal juga dengan nama
Ma’Bua’, Meroek, atau Mangrara Banua Sura’.
Sementara itu, Rambu Solo’ sepintas seperti pesta besar. Padahal, merupakan prosesi pemakaman.
Dalam adat Tana Toraja, keluarga yang ditinggal wajib menggelar pesta sebagai tanda penghormatan terakhir
kepada yang telah meninggal. Orang yang meninggal dianggap sebagai orang sakit sehingga harus dirawat dan
diperlakukan layaknya orang hidup, seperti menemaninya, menyediakan makanan, dan minuman, serta rokok
atau sirih.
Tidak hanya ritual adat yang dijumpai dalam upacara Rambu Solo’. Berbagai kegiatan budaya menarik
pun ikut dipertontonkan, antara lain Mapasilaga Tedong (adu kerbau) dan Sisemba (adu kaki).
Rambu Solo’ akan semakin meriah jika yang meninggal adalah keturunan raja atau orang kaya. Jumlah
kerbau dan babi yang disembelih menjadi ukuran tingkat kekayaan dan derajat mereka saat masih hidup. Di
Rantepao, Anda bisa menyaksikan upacara Rambu Solo yang meriah.
Pembangunan makan bagi keluarga yang meninggal dan penyelenggaraan Rambu Solo’ biasanya
menelan dana ratusa juta rupiah hingga miliaran. Tak heran, karena banyak sekali ritual adat yang harus
mereka jalankan dalam prosesi pemakaman tersebut.
Page 1
Upacara Pemakaman Adat Toraja
Salah satu Rambu Solo’ yang besar, berlangsung hingga tujuh hari lamanya. Yang seperti itu disebut
Dipapitung Bongi. Hewan yang harus dipotong saja tak kurang dari 150 ekor, yang terdiri dari kerbau dan
babi. Dagingnya akan mereka bagikan kepada penduduk desa sekitar yang membantu proses Rambu
Solo’.
Upacara yang menyedot perhatian turis asing dan wisatawan lokal adalah adu kerbau atau yang biasa disebut
Mapasilaga Tedong. Sebelum diadu, dilakukan parade kerbau terlebih dahulu. Kerbau adalah hewan yang
dianggap suci bagi suku Toraja. Yang bule atau albino harganya akan sangat mahal, mencapai ratusan juta
rupiah. Ada pula kerbau yang memiliki bercak-bercak hitam di punggung yang disebut salepo dan hitam di
punggung (lontong boke).
Prosesi pemotongan kerbau ala Toraja, Ma’tinggoro tedong adalah kegiatan selanjutnya, yaitu menebas
kerbau dengan parang dan hanya dengan sekali tebas. Semakin sore, pesta adu kerbau semakin ramai karena
yang diadu adalah kerbau jantan yang sudah memiliki pengalaman berkelahi puluhan kali.
Rambu Solo’ mencerminkan kehidupan masyarakat Tana Toraja yang suka gotong-royong,
tolong-menolong, kekeluargaan, memiliki strata sosial, dan menghormati orang tua. Mengenai adu kerbau, ia
mengakui di satu sisi menjadi daya tarik pariwisata, namun di sisi lain banyaknya kerbau, terutama kerbau
bule (Tedong Bonga), yang dipotong akan mempercepat punahnya kerbau. Apalagi, konon Tedong Bonga
termasuk kelompok kerbau lumpur (Bubalus bubalis) yang merupakan spesies yang hanya terdapat di Toraja.
Anggota kelompok:
- Derta Tria W.
- Febrian Alif R.
- Nasrulloh J.
- Lailatul f.
Kelas XII Bhs
Page 2
Download