sintesis dan karakterisasi senyawa turunan trifeniltimah(iv)

advertisement
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TURUNAN
TRIFENILTIMAH(IV) HIDROKSIBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR
KOROSI PADA BAJA LUNAK DALAM MEDIUM NATRIUM KLORIDA
(Tesis)
Oleh
Hapin Afriyani
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
ABSTRACT
THE SYNTHESIS AND CHARACTERIZATION OF TRIPHENYLTIN(IV)
HYDROXYBENZOATE DERIVATIVES AS CORROSION INHIBITORS
FOR MILD STEEL IN SODIUM CHLORIDE MEDIUM
By
Hapin Afriyani
Synthese and characterization of triphenyltin(IV) 2-hydroxybenzoate,
triphenyltin(IV) 3-hydroxybenzoate, and triphenyltin(IV) 4-hydroxybenzoate have
been successfully performed by reacting the triphenyltin(IV) hydroxide with 2-, 3-,
4-hydroxybenzoic acid and was supported by characterization result using 1H and
13
C NMR, UV, IR spectrophotometer and microelemental analyzer. The
percentage yield of the synthesis of triphenyltin(IV) hydroxybenzoate series were
79.77; 88.60; dan 89.70%, respectively. The anticorrosion activity for these
compounds were tested using gravimetry and potentiodynamic method with EA
161 potentiostat eDAQ.
The result revealed that the triphenyltin(IV)
hydroxybenzoate derivative has a good ability in inhibiting corrosion with the
highest efficiency inhibition in the addition of triphenyltin(IV) 4-hydroxybenzoate
compound at concentration of 100 mg/L with the percentage efficiency inhibition
value was 80.41% and free energy of adsorption was -34.72 kJ/mole. Based on the
value of it’s free energy of adsorption, triphenyltin(IV) hydroxybenzoate
compound was able to inhibit corrosion by forming a thin layer on the metal
surface.
keyword : anticorrosion, mild steel, triphenyltin(IV) hydroxybenzoate.
ABSTRAK
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TURUNAN
TRIFENILTIMAH(IV) HIDROKSIBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR
KOROSI PADA BAJA LUNAK DALAM MEDIUM NATRIUM KLORIDA
Oleh
Hapin Afriyani
Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat telah berhasil dilakukan
dengan mereaksikan senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida dengan ligan asam 2-,
3-, dan 4-hidroksibenzoat dan didukung dengan hasil karakterisasi menggunakan
spektrofotometer UV, IR, 1H dan 13C NMR serta analisis mikrounsur. Nilai persen
rendemen untuk ketiga senyawa tersebut berturut-turut 79,77; 88,60; dan 89,70%.
Pengujian efektivitas penghambatan korosi senyawa hasil sintesis dilakukan
dengan metode gravimetri dan polarisasi potensiodinamik menggunakan EA 161
potensiostat eDAQ. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga senyawa yang
diuji memiliki kemampuan menghambat korosi dengan penghambatan tertinggi
pada penambahan senyawa trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat pada konsentrasi
100 mg/L dengan nilai persen efisiensi inhibisi 80,41% dan perubahan energi
bebas adsorbsi sebesar -34,72 kJ/mol. Berdasarkan nilai energi bebas adsorpsinya,
maka senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat dapat menghambat korosi pada
baja melalui pembentukan lapisan pasif pada permukaan logam.
Kata kunci : antikorosi, baja lunak, trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat.
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA TURUNAN
TRIFENILTIMAH(IV) HIDROKSIBENZOAT SEBAGAI INHIBITOR
KOROSI PADA BAJA LUNAK DALAM MEDIUM NATRIUM KLORIDA
Oleh
Hapin Afriyani
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
MAGISTER SAINS
Pada
Program Pascasarjana Magister Kimia
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2016
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung Selatan, 23 tahun silam tanggal 6 April 1993
sebagai anak pertama dari dua bersaudara, dari Bapak Sugini dan Ibu Suhatni.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Dharma Pertiwi
tahun 1998. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan dasar di SDN 1 Merbau
Mataram dan menyelesaikannya tahun 2004, pendidikan tingkat menengah hingga
tahun 2007 di SMP Negeri 2 Merbau Mataram Lampung Selatan. Kemudian
penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 5 Bandar Lampung dan
menyelesaikannya tahun 2010 sebagai salah satu lulusan terbaik. Penulis diterima
sebagai mahasiswa S1 Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung melalui jalur
Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat (PKAB) dan lulus di tahun 2014
sebagai Wisudawati terbaik ke-2 tingkat Universitas. Selama menempuh
pendidikan S1 di kampus, penulis pernah menjadi Finalis Olimpiade Nasional
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Perguruan Tinggi (ONMIPA PT)
Bidang Kimia tahun 2012 dan 2013. Didasari kecintaannya terhadap ilmu kimia,
penulis kemudian melanjutkan pendidikan dengan medaftar sebagai mahasiswa
Program Studi Magister Kimia Universitas Lampung pada tahun 2014.
Aktivitas organisasi penulis dimulai sejak menjadi Brigade BEM FMIPA dan
Kader Muda Himaki tahun 2010–2011. Penulis juga pernah menjadi Sekretaris
Departemen Kewirausahaan BEM FMIPA dan Anggota Bidang Sains dan
Penalaran Ilmu Kimia Himaki FMIPA Unila tahun 2011–2012, Sekretaris Umum
Himaki FMIPA tahun 2012–2013 dan Wakil Gubernur BEM FMIPA Universitas
Lampung tahun 2013–2014.
Atas Rahmat Allah swt.,
ku persembahkan karya
sederhana ini teruntuk
Bapak, Ibu, Adek, dan Kakakku
untuk semua doa dan keikhlasan
dalam membersamaiku, hingga
hari ini
Pak Wo M,
suatu hari pipin pasti sukses
Wo
Prof. Sutopo Hadi, M. Sc., Ph.
D.
serta Bapak dan Ibu Dosen
Jurusan Kimia FMIPA
terima kasih atas seluruh
dedikasi dalam membimbing
ananda di kampus
Alamamater tercinta
Setiap orang dari kita pantas
untuk mendapatkan posisi
bernama keberhasilan. Hanya
saja pengenalan terhadap
konsep kegagalan membuat kita
terlalu mudah menyerah.
Jika bukan, mengapa tidak
sejak kecil kita memutuskan
untuk merangkak seumur hidup?
Bukankah saat itu kita selalu
gagal saat belajar berdiri dan
berjalan?
(Kak @mahdinasution, Semasa Kepanitiaan
Rakerwil ILMMIPA Wilayah 1,
KBB BEM FMIPA 2011─2012)
SANWACANA
Segala Puji bagi Allah, Rabb semesta alam atas nikmat-Nya yang tak terhingga
dan kasih sayang-Nya yang tak terbilang, penulis dapat menyelesaikan tesis yang
berjudul Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Turunan Trifeniltimah(IV)
Hidroksibenzoat sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Medium
Natrium Klorida. Shalawat teriring salam semoga tersampaikan kepada
Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat serta umatnya di akhir
zaman, Allahuma aamiin.
Teriring doa jazaakumullahu khairan katsiiran, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1.
Bapak Prof. Sutopo Hadi, M. Sc., Ph. D. selaku Pembimbing I dan
Pembimbing Akademik penulis, atas dedikasinya selama penulis menempuh
pendidikan S1 dan S2, serta untuk semua keikhlasan, bimbingan dan nasihat
yang diberikan hingga penelitian dan tesis ini dapat terselesaikan. Semoga
Allah limpahkan barakah kepadanya.
2.
Bapak Dr. Hardoko Insan Qudus, M. S selaku Pembimbing II yang telah
membimbing penulis dengan penuh kesabaran, keikhlasan, serta ilmu yang
telah diberikan sehingga tesis penulis dapat terselesaikan dengan baik.
Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
i
3.
Bapak Prof. Suharso, Ph. D. selaku Pembahas dalam penelitian penulis atas
semua bimbingan, nasihat, dan kesabaran beliau sehingga tesis ini dapat
terselesaikan. Semoga Allah membalasnya dengan kebaikan.
4.
Bapak Dr. Eng. Suripto Dwi Yuwono, M. T. selaku Ketua Jurusan Kimia
FMIPA Unila.
5.
Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia FMIPA Universitas Lampung atas
seluruh dedikasi dan ilmu yang diberikan selama penulis menempuh
perkuliahan. Semoga Allah melimpahkan baraakah kepada Bapak dan Ibu.
6.
Bapak Prof. Warsito, S. Si., D.E.A., Ph. D. selaku dekan Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.
7.
Alhamdulillahirrobil’alamiin, Allah lahirkan ananda ditengah keluarga kecil
yang begitu bahagia, kagem Bapak Sugini lan Ibu Suhatni tersayang, meski
dunia dan seluruh isinya kelak pipin berikan tapi tak akan pernah cukup untuk
membalas semua kasih sayang Bapak lan Ibu. Terima kasih untuk seluruh
cinta, perjuangan, kesabaran, keikhlasan, doa serta semua dedikasi dalam
mendidik ananda, semoga Allah membalas Surga untuk Bapak dan Ibu.
Allahuma aamiin.
8.
Adikku Dwiky Ihwan Ma’ruf, semoga kita menjadi qurata’ayyun untuk
Bapak dan Ibu, bersaudara dan selalu saling mengingatkan dalam kebaikan.
9.
Pak Wo M dan Pak Wo A yang belum sempat melihat pipin sukses, tapi pipin
yakin Wo suatu hari atas izin Allah pipin akan sukses, serta untuk Mak Wo
dan Mbok Wo yang selalu sayang pipin.
10. Kak Miftahudin Ramli Thohir, jazaakallahu khairan katsiran untuk semua
doa, motivasi, dan kesabaran akak hingga hari ini, semoga Allah menjadikan
ii
kita pribadi yang lebih baik dan pribadi yang selalu bersyukur. Baarakallah
akak, tetap semangat untuk memantaskan diri.
11. Teruntuk sahabat seperjuanganku Mbak Ariyanti, Hanif Amrulloh ZA, dan
Ridho Nahrowi, semoga persahabatan kita tidak hanya di dunia tapi kekal
hingga Surga-Nya.
12. Magister Kimia 2014 yang hanya selusin: Kak Nawan, Pak Bas, Bu Waty, Bu
Romi, Bu Iis, Mbak Putri, Mbak Yuli, Mbak Tini, Mbak Sinta, Mbak Endah,
dan Mbak Ratu semangat pasti bisa.
13. Prof. Sutopo Hadi’s Research Group Pak Nuris, Pak Bambang, Bu Hastin,
Kamto, Murni, Adi, Jeje, dan adik-adik yang lain terima kasih untuk
kerjasama dan bantuannya.
14. Mb Liza, Mb Nora, dan Pak Gani terima kasih atas seluruh bantuan yang
diberikan kepada penulis.
15. Cici, Shasa, Riza, Yuli terima kasih ya adik-adik untuk keceriaannya di
kosan.
16. Almamater tercinta, Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan
dan kesalahan, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan penulisan di masa datang. Semoga bermanfaat.
Bandar Lampung, April 2016
Penulis
Hapin Afriyani
iii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................
vi
DAFTAR GAMBAR.................................................................................
viii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
I. PENDAHULUAN ......................................................................................
1
A. Latar Belakang ...................................................................................
B. Tujuan Penelitian ..............................................................................
C. Manfaat Penelitian ............................................................................
1
4
5
II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
6
A.
B.
C.
D.
E.
Senyawa Organologam ......................................................................
Senyawa Organotimah .......................................................................
Senyawa Organotimah Karboksilat ...................................................
Kegunaan Senyawa Organotimah .......................................................
Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat................
1. Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis ..........................
2. Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR ...................................
3. Karakterisasi dengan Spektrometer NMR ....................................
4. Analisis Mikroelementer...............................................................
F. Korosi .................................................................................................
1. Korosi Batas Bulir.........................................................................
2. Korosi Merata................................................................................
3. Korosi Sumuran ............................................... ............................
4. Korosi Celah............................................ .....................................
5. Korosi Galvanik ...........................................................................
6. Korosi Erosi .................................................................................
G. Korosi Baja Lunak pada Larutan Garam ............................................
H. Metode Penghambatan Korosi ............................................................
1. Inhibitor Anodik............................................................................
2. Inhibitor Katodik...........................................................................
3. Inhibitor Campuran .......................................................................
4. Inhibitor TerAdsorpsi....................................................................
6
6
8
10
13
13
14
16
18
18
20
20
20
21
21
21
22
24
25
25
25
26
iv
I. Metode Analisis Korosi ......................................................................
1. MetodeKehilangan Berat ..............................................................
2. Metode Polarisasi Potensiodinamik ..............................................
27
27
28
III. METODE PENELITIAN .......................................................................
31
A. Waktu dan Tempat Penelitian .............................................................
B. Alat dan Bahan....................................................................................
C. Prosedur Penelitian..............................................................................
1. Sintesis Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat ..................
2. Pembuatan Medium Korosif ........................................................
3. Pembuatan Larutan Inhibitor.........................................................
4. Preparasi Baja Lunak ...................................................................
5. Pengujian Korosi dengan Metode Gravimetri...............................
6. Pengujian Korosi dengan Metode Polarisasi Potensidinamik.......
7. Analisis Data ...............................................................................
8. Analisis Kualitatif Permukaan Baja .............................................
31
31
32
32
33
34
34
34
36
36
37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................
38
A. Sintesis Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat ........................
B. Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat................
1. Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer Uv-Vis ................
2. Karakterisasi Menggunakan Spektrofotometer IR........................
3. Karakterisasi Menggunakan Spektrometer NMR .........................
4. Analisis Mikroelementer ..............................................................
C. Pengujian Korosi dengan Metode Gravimetri.....................................
D. Pengujian Korosi dengan Metode Polarisasi Potensidinamik.............
1. Aktivitas Antikorosi Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksida.......
2. Aktivitas Antikorosi Senyawa Asam Hidroksibenzoat.................
3. Aktivitas Antikorosi Senyawa Trifeniltimah(IV)
Hidroksibenzoat ............................................................................
E. Adsorpsi Isotermal Langmuir .............................................................
F. Mekanisme Inhibisi Korosi Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat ........
38
43
43
46
53
59
60
72
73
75
80
90
95
V. SIMPULAN DAN SARAN..................................................................... 106
A. Simpulan ............................................................................................. 106
B. Saran.................................................................................................... 107
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 108
LAMPIRAN.................................................................................................... 114
v
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Nilai pKa untuk beberapa turunan asam benzoat......................................
10
2.
Efisiensi inhibisi korosi beberapa senyawa organotimah(IV) karboksilat
100 mg/L pada medium korosif DMSO-HCl ...........................................
12
3.
Serapan panjang gelombang spektrum UV dari senyawa trifeniltimah(IV)
hidroksibenzoat yang telah disintesis dengan bahan awal berbeda .......... 14
4.
Serapan karakteristik spektrum IR dari senyawa trifeniltimah(IV)
hidroksibenzoat yang telah disintesis dengan bahan awal berbeda ..........
16
Kadar teoritis unsur C dan H pada senyawa organotimah(IV)
hidroksibenzoat .........................................................................................
18
6.
Komposisi baja karbon berdasarkan referensi.................. ........................
22
7.
Persen rendemen senyawa hasil sintesis ...................................................
42
8.
Serapan karakteristik spektrum IR dari senyawa trifeniltimah(IV)
2-hidroksibenzoat yang telah disintesis dan dibandingkan
dengan referensi ........................................................................................
48
Serapan karakteristik spektrum IR dari senyawa trifeniltimah(IV)
3-hidroksibenzoat yang telah disintesis dan dibandingkan
dengan referensi ........................................................................................
51
10. Serapan karakteristik spektrum IR dari senyawa trifeniltimah(IV)
4-hidroksibenzoat yang telah disintesis dan dibandingkan
dengan referensi ........................................................................................
53
11. Data pergeseran kimia 1H dan 13C NMR pada senyawa hasil sintesis....
58
12. Komposisi persen unsur dalam senyawa hasil sintesis.................. ...........
59
13. Penentuan laju korosi dan efisiensi inhibisi dengan metode gravimetri ...
61
5.
9.
vi
14. Efisiensi inhibisi penambahan senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida
dibandingkan kontrol NaCl 0,1 M ............................................................
75
15. Efisiensi inhibisi penambahan senyawa asam hidroksibenzoat
dibandingkan kontrol NaCl 0,1 M ............................................................
78
16. Efisiensi inhibisi penambahan senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat
dibandingkan kontrol NaCl 0,1 M ............................................................ 83
17. ∆
dari masing senyawa pada berbagai variasi konsentrasi.................
93
18. Data kerapatan arus korosi dan arus korosi untuk seluruh pemindaian .... 119
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Struktur a. Asam 2-hidroksibenzoat b. Asam 3-hidroksibenzoat dan
c. Asam 4-hidroksibenzoat ..........................................................................
9
2. Serapan karakteristik spektrum a. 1H dan b. 13C NMR ..............................
17
3. Baja lunak yang digunakan dalam pengujian korosi...................................
22
4. Pengaruh kadar ion Cl- terhadap laju korosi ...............................................
24
5. Kurva polarisasi anodik dan katodik ...........................................................
29
6. Pengaturan pemindaian a. katoda dan b. anoda ..........................................
36
7. Reaksi pembentukan senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat,
trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat, dan trifeniltimah(IV)
4-hidroksibenzoat.......................................................................................
38
8. Mekanisme asosiasi pembentukan senyawa trifeniltimah(IV)
hidroksibenzoat ..........................................................................................
40
9. Senyawa hasil sintesis (a). trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat,
(b). trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan (c). trifeniltimah(IV)
4-hidroksibenzoat.......................................................................................
41
10. Perbedaan kelarutan dalam DMSO 5% (a). trifeniltimah(IV) 2hidroksibenzoat, (b). trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan
(c). trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat.....................................................
42
11. Spektrum UV senyawa (a). trifeniltimah(IV) hidroksida
(b). trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, (c). trifeniltimah(IV) 3hidroksibenzoat dan (d). trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat ...................
44
12. Spektrum IR senyawa (a). trifeniltimah(IV) hidroksida
(b). asam 2-hidroksibenzoat, (c). trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat......
47
viii
13. Spektrum IR senyawa (a). trifeniltimah(IV) hidroksida
(b). asam 3-hidroksibenzoat, (c). trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat......
49
14. Spektrum IR senyawa (a). trifeniltimah(IV) hidroksida
(b). asam 4-hidroksibenzoat, (c). trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat......
52
15. Spektrum 12C NMR (a). trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, (b).
trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan (c). trifeniltimah(IV) 4hidroksibenzoat ..........................................................................................
55
16. Spektrum 1 H NMR (a). trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, (b).
trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan (c). trifeniltimah(IV) 4hidroksibenzoat ..........................................................................................
56
17. Penomoran unsur pada senyawa hasil sintesis ...........................................
58
18. Contoh medium uji pada saat (a). awal perendaman dan (b). setelah
5 hari...........................................................................................................
60
19. Efisiensi inhibisi senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida dengan variasi
waktu perendaman dan konsentrasi ...........................................................
64
20. Efisiensi inhibisi dengan variasi waktu dan konsentrasi (a) asam 2hidroksibenzoat (b) asam 3-hidroksibenzoat dan (c). asam
4-hidroksibenzoat.......................................................................................
65
21. Efisiensi inhibisi dengan variasi waktu dan konsentrasi (a) trifeniltimah(IV)
2-hidroksibenzoat (b) trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan
(c). trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat..................................................... 69
22. Medium uji setelah proses elektrolisis .......................................................
72
23. Grafik pemindaian senyawa trifeniltimah(IV) hidroksida terhadap
kontrol medium korosif tanpa inhibitor .....................................................
74
24. Grafik pemindaian senyawa (a) asam 2-hidroksibenzoat (b) asam 3hidroksibenzoat dan (c). asam 4-hidroksibenzoat terhadap kontrol
medium korosif tanpa inhibitor..................................................................
76
25. Grafik perbandingan efisiensi inhibisi asam 2-hidroksibenzoat, asam 3hidroksibenzoat dan asam 4-hidroksibenzoat ............................................
79
26. Grafik pemindaian senyawa (a) trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat
(b) trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan (c). trifeniltimah(IV)
4-hidroksibenzoat terhadap kontrol medium korosif tanpa inhibitor.........
82
27. Grafik perbandingan efisiensi inhibisi trifeniltimah(IV) hidroksida,
asam 2-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat .............
84
ix
28. Grafik perbandingan efisiensi inhibisi trifeniltimah(IV) hidroksida,
asam 3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat .............
85
29. Grafik perbandingan efisiensi inhibisi trifeniltimah(IV) hidroksida,
asam 4-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat .............
87
30. Grafik perbandingan efisiensi inhibisi trifeniltimah(IV)
2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan
trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat ...........................................................
87
31. Perbedaan larutan hasil uji gravimetri senyawa (a). trifeniltimah(IV)
2-hidroksibenzoat, (b). trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan
(c). trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat.....................................................
88
32. Perbedaan permukaan baja diamati dengan mikroskop (a). tanpa
penambahan inhibitor dan (b). dengan penambahan senyawa
trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat ...........................................................
89
33. Hubungan linier antara Cinh/ dengan konsentrasi inhibitor berdasarkan
persamaan adsorpsi isotermal Langmuir....................................................
91
34. Kurva polarisasi (a). katoda dan (b). anoda senyawa trifeniltimah(IV)
4-hidroksibenzoat.......................................................................................
97
35. Interaksi inhibitor dengan elektroda........................................................... 102
36. Proses penghambatan korosi oleh inhibitor di alam ................................. 103
37. Skema tahapan penelitian........................................................................... 114
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Skema tahapan penelitian........................................................................... 114
2. Perhitungan rendemen hasil sintesis............................................................ 114
3. Penentuan komposisi teoritis unsur C dan H............................................... 115
4. Penentuan luas baja terukur pada metode gravimetri dan potensiostat....... 116
5. Perhitungan nilai laju korosi dan persen efisiensi inhibisi senyawa uji
dengan metode gravimetri (kehilangan berat)............................................. 117
6. Perhitungan efisiensi inhibisi senyawa uji dengan metode polarisasi
potensiodinamik .......................................................................................... 118
7. Perhitungan nilai energi bebas adsorpsi ...................................................... 120
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Baja karbon adalah baja yang bukan hanya tersusun atas padanan besi dan karbon,
tetapi juga unsur lain yang tidak mengubah sifat baja. Baja karbon diproduksi
dalam bentuk balok, profil, lembaran dan kawat. Salah satu jenis baja karbon
adalah baja lunak yaitu baja dengan kandungan karbon yang relatif rendah
berkisar antara 0,022 – 0,3 % (Amanto dan Daryanto, 2006). Baja lunak memiliki
sifat yang ringan, harga relatif murah, dan banyak digunakan di berbagai bidang
seperti proses industri (Prabhu et al., 2003; Doner et al., 2011), pembangkit listrik
tenaga nuklir, proses pengolahan bahan bakar fosil, transportasi, proses kimia,
pipa-pipa pertambangan dan pengolahan minyak bumi, dan konstruksi (Wan Nik
et al., 2011; Ketis dkk., 2010). Di sisi lain, penggunaan baja lunak dalam jumlah
besar tersebut tidak sebanding dengan ketahanan baja lunak terhadap korosi. Hal
ini tentu akan menimbulkan masalah terutama di bidang industri sehingga
diperlukan metode yang tepat untuk menanggulangi korosi pada baja lunak (Wan
Nik et al., 2011)
Lingkungan dengan kadar garam yang tinggi seperti air laut memiliki tingkat
korosivitas yang tinggi, sehingga diperlukan suatu metode yang tepat untuk
menanggulangi korosi pada daerah ini (Nugroho, 2011). Pada penelitian ini
2
pengujian korosi tidak dilakukan dalam air laut secara langsung tetapi
menggunakan larutan garam, sebab larutan garam memiliki agresifitas yang lebih
besar dibandingkan air laut alami. Hal ini dikarenakan adanya ion Mg2+ dan Ca2+
dalam air laut dapat memperkecil laju korosi akibat kemampuannya dalam
membentuk lapisan CaCO3 dan Mg(OH)2 di permukaan logam akibat reaksi
katodik oksigen dipermukaan logam (Scumacer, 1999). Menurut Iswahyudi
(2007), laju korosi baja karbon optimum pada larutan dengan konsentrasi NaCl 33,5%, hal ini dikarenakan oksigen dapat terlarut maksimum di dalam air pada
konsentrasi tersebut sehingga pada penelitian ini digunakan medium garam
dengan konsentrasi NaCl 3,5% pada pengujian dengan metode gravimetri dan
NaCl 0,1 M pada metode polarisasi potensiodinamik.
Korosi pada permukaan luar suatu material dapat ditangani dengan berbagai cara
antara lain pengecatan, metode perlindungan katodik dan pelapisan dengan logam
atau dengan membuat padanan logam seperti stainless stell (Ketis dkk., 2010;
Rahmani, 2011) tetapi korosi pada bagian dalam suatu material seperti pipa hanya
dapat dikendalikan oleh suatu inhibitor korosi (Ketis dkk., 2010). Beberapa
contoh inhibitor yang digunakan dalam menangani korosi baja dalam medium
garam antara lain berupa inhibitor seperti ekstrak ubi ungu (Nugroho, 2011), asam
glutamat (Ketis dkk., 2010), dan tanin pada mangrove (Yahya et al., 2011).
Inhibitor tersebut tergolong ke dalam inhibitor organik, inhibitor jenis ini ramah
lingkungan dan dapat teradsorpsi pada permukaan logam tetapi tidak tahan
terhadap perubahan fisik lingkungan seperti perubahan suhu. Inhibitor lain yang
digunakan dalam penghambatan korosi baja antara lain senyawaan kromat, nitrat,
silikat, posfat (Halimatudahliana, 2003; Zuas, 2003). Inhibitor tersebut tergolong
3
dalam inhibitor anorganik yang dapat melindungi permukaan baja dengan
membentuk lapisan tipis pada permukaan logam melalui proses adsorpsi (Zuas,
2003). Senyawa organotimah merupakan senyawa anorganik yang mengikat
gugus-gugus organik sehingga diharapkan mampu memberikan penghambatan
korosi yang baik melalui perpaduan sifat senyawa anorganik dan organiknya.
Senyawa organotimah adalah senyawa yang mengandung sedikitnya satu ikatan
kovalen C-Sn (Pellerito and Nagy, 2002). Ketertarikan terhadap senyawa
organotimah(IV) tidak hanya karena sifat kimia dan strukturnya yang sangat
menarik (Tiekink, 1991), tetapi juga karena penggunaannya yang terus meningkat
diantaranya sebagai biosida pertanian (Pellerito and Nagy, 2002; Gielen, 2003),
antifouling bagi cat kapal dilautan (Blunden and Hill, 1987), pengawet kayu
(Blunden and Hill, 1991), antifungi (Bonire et al., 1998; Hadi et al., 2009),
sebagai katalis (Blunden et al., 1987), antikanker (de Vos et al., 1998; Gielen,
2003; Hadi and Rilyanti, 2010; Hadi et al., 2012) dan penelitian terbaru
menerangkan bahwa senyawa turunan dibutiltimah(IV) di-3-nitrobenzoat (Hadi et
al., 2015), organotimah ditiohidrazodikarbonamida (Rastogi et al., 2005),
organotimah ditiobiurets (Rastogi et al., 2011) dan beberapa senyawa turunan
organotimah baik golongan karboksilat, posfat, ligan donor –N maupun –S,
diketahui memiliki aktivitas yang baik sebagai inhibitor korosi (Singh et al.,
2010).
Pada penelitian ini dilakukan sintesis, karakterisasi dan uji antikorosi dari
senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat yang merupakan turunan organotimah
karboksilat. Pengujian korosi dilakukan dalam medium NaCl dengan 2 metode
4
yaitu metode kehilangan berat dan metode polarisasi potensiodinamik untuk
mengukur laju korosi dan efisiensi inhibisi masing-masing inhibitor. Data arus
korosi hasil ekstrapolasi Tafel dari metode polarisasi potensiodinamik juga
digunakan untuk menentukan kesesuaian adsorpsinya dengan adsorpsi isotermal
Langmuir. Ligan asam hidroksibenzoat memiliki gugus -OH yang terikat pada
gugus fenil merupakan gugus pendonor elektron yang lebih kuat dibanding gugus
-Cl dan -NO2 (McMurry, 2012). Efek dorongan elektron ini berpengaruh
terhadap sifat kebasaan senyawanya. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, nilai efisiensi inhibisi memiliki hubungan dengan nilai pKa ligan.
Semakin tinggi nilai pKa akan meningkatkan kemampuan inhibisi korosinya.
Asam hidroksibenzoat memiliki nilai pKa yang lebih tinggi jika dibandingkan
dengan asam nitrobenzoat dan asam klorobenzoat diharapkan dapat meningkatkan
efisiensi inhibisi dari senyawa yang diuji.
B. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mensintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat yang didukung
dengan data hasil karakterisasinya.
2. Menghitung efisiensi inhibisi korosi senyawa trifeniltimah(IV) 2hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4hidroksibenzoat yang disintesis pada medium garam.
5
3. Mengkaji kesesuaian pola adsorpsi senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat
dengan adsorpsi isotermal Langmuir.
C.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan pada
bidang kimia organologam terkait pemanfaatan senyawa turunan organotimah(IV)
hidroksibenzoat sebagai inhibitor korosi dalam medium garam.
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Senyawa Organologam
Senyawa organologam merupakan senyawa yang setidaknya terdapat satu atom
karbon dari gugus organik yang berikatan langsung dengan logam. Sebagai
contoh suatu alkoksida seperti (C3H7O4)Ti bukan termasuk senyawa
organologam, karena gugus organiknya terikat pada Ti melalui atom oksigen,
sedangkan senyawa (C6H5)Ti(OC3H7)3 adalah senyawa organologam karena
terdapat satu ikatan langsung antara karbon C dari gugus fenil dengan logam Ti.
Dari bentuk ikatan pada senyawa organologam, senyawa ini dapat dikatakan
sebagai jembatan antara kimia organik dan anorganik (Cotton dan Wilkinson,
2007).
B. Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah adalah senyawa-senyawa yang mengandung sedikitnya
satu ikatan kovalen C-Sn. Sebagian besar senyawa organotimah dapat dianggap
sebagi turunan dari RnSn(IV)X4-n (n = 1-4) dan diklasifikasikan sebagai mono-,
di-, tri- dan tetra- organotimah (IV), tergantung pada jumlah gugus alkil (R) atau
aril (Ar) yang terikat. Anion yang terikat (X) biasanya adalah klorida, fluorida,
oksida, hidroksida, suatu karboksilat atau suatu thiolat (Pellerito and Nagy, 2002).
7
Gugus alkil (R) atau aril (Ar) dan ligan X yang terikat dalam senyawa
organotimah mempengaruhi derajat ion dari ikatan Sn-X. Sebagai contoh, titik
leleh dari (CH3)3SnX bervariasi untuk: fluorida (300ºC) > klorida (37ºC) >
bromida (27ºC) > iodida (3,4ºC) (Tayer, 1988). Hal ini dikarenakan dalam satu
golongan semakin ke bawah jari jari atom F, Cl, Br, I meningkat sehingga
interaksi ikatann antara Sn-F lebih kuat dibanding Sn-Cl, dan Sn-Cl lebih kuat
dibanding Sn-Br, sehingga kemudahan anion X mengion lebih mudah terjadi pada
Sn-Br, kemudian Sn-Cl dan Sn-F.
Meskipun kekuatan ikatannya bervariasi, akan tetapi atas dasar sifat tersebut
senyawa-senyawa turunan organotimah dapat disintesis. Senyawa turunan
organotimah yang berhasil disintesis pertama kali tahun 1971 adalah
[MeSn(4-anisil)(1-naftil)(CH2CH2C(OH)Me2)] (Greenwood and Earnshaw,
1990). Empat tipe utama penstabil timah berdasarkan gugus alkilnya yaitu: oktil,
butil, fenil dan metil. Senyawa oktil timah memiliki kandungan timah paling
sedikit dan paling kurang efisien. Ligan-ligan utama yang digunakan untuk
membedakan berbagai penstabil timah yaitu, asam tioglikolat ester dan asam
karboksilat (Van Der Weij, 1981).
Senyawa organotimah merupakan monomer yang dapat membentuk
makromolekul stabil, padatan dan cairan yang sangat mudah menguap dan tidak
berwarna serta stabil terhadap hidrolisis dan oksidasi. Kecenderungan
terhidrolisis dari senyawa organotimah lebih lemah dibandingkan senyawa Si atau
Ge yang terkait dan ikatan Sn-O dapat bereaksi dengan larutan asam. Senyawa
organotimah tahan terhadap hidrolisis atau oksidasi pada kondisi normal
8
walaupun dibakar menjadi SnO2, CO2 dan H2O. Kemudahan putusnya ikatan SnC oleh halogen atau reagen lainnya bervariasi berdasarkan gugus organiknya dan
urutannya meningkat dengan urutan :
Butil (paling stabil) < Propil < etil < metil < vinil < Fenil < Benzil < alil < CH2CN
< CH2CO2R (paling tidak stabil) (Van der Weij,1981).
C. Organotimah Karboksilat
Organotimah karboksilat merupakan bagian dari organotimah yang mendapat
perhatian paling luas karena penemuan potensi aplikasi dari senyawa organotimah
karboksilat dan turunnya untuk berbagai uji biologis sudah semakin mendunia.
Senyawa organotimah karboksilat pada umumnya dapat disintesis melalui dua
cara yaitu dari organotimah oksida atau organotimah hidroksidanya dengan asam
karboksilat dan dari organotimah halidanya dengan garam karboksilat.
Metode yang biasa digunakan untuk sintesis organotimah karboksilat adalah
dengan menggunakan organotimah halida sebagai material awal. Organotimah
halida direaksikan dengan garam karboksilat dalam pelarut yang sesuai, biasanya
aseton atau karbon tetraklorida. Reaksinya adalah sebagai berikut :
RnSnCl4-n + (4-n) MOCOR
RnSn(OCOR)4-n + (4-n) MCl
Reaksi esterifikasi dari asam karboksilat dengan organotimah oksida atau
hidroksida dilakukan melalui dehidrasi azeotropik dari reaktan dalam toluena,
seperti ditunjukkan pada reaksi berikut :
R2SnO + 2 R’COOH
R2Sn(OCOR’)2 + H2O
R3SnOH + R’COOH
R3SnOCOR’ + H2O (Wilkinson, 1982).
9
Pada penelitian ini telah disintesis senyawa turunan organotimah(IV) 2hidroksibenzoat, organotimah(IV) 3-hidroksibenzoat, dan organotimah(IV) 4hidroksibenzoat dari bahan awal suatu trifeniltimah(IV) hidroksida dan ligan asam
2-hidroksibenzoat, asam 3-hidroksibenzoat, serta 4-hidroksibenzoat dalam pelarut
metanol dengan waktu sintesis selama 4 jam. Ligan asam hidroksibenzoat
memiliki gugus -OH yang terikat pada gugus fenil merupakan gugus donor
elektron yang lebih kuat dibanding gugus -Cl dan -NO2 (McMurry, 2012)
sehingga diharapkan mampu memberikan efek inhibisi korosi yang yang lebih
kuat. Struktur ligan yang digunakan dalam sintesis dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur a. Asam 2-hidroksibenzoat b. Asam 3-hidroksibenzoat dan
c. Asam 4-hidroksibenzoat.
Gugus –OH yang terikat pada posisi orto dari asam benzoat mempunyai ikatan
hidrogen intramolekul yang secara tidak langsung mengurangi aktivitas gugus OH dan -COOH terhadap molekul air sehingga kelarutan dalam air menurun.
Asam orto-hidroksibenzoat juga memiliki nilai keasaman yang lebih tinggi dan
kemampuan membentuk kelat lebih besar dibanding posisi meta dan para. Posisi
meta dan para hidroksibenzoat cenderung lebih sulit membentuk ikatan hidrogen
intermolekul sehingga kelarutanya dalam air lebih besar dibandingkan pada posisi
orto. Perubahan sifat fisika kimia tersebut juga mempengaruhi aktivitas
10
antibiologis dari senyawa organotimahnya (Petra, 2012). Nilai pKa beberapa
turunan asam benzoat dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai pKa untuk beberapa turunan asam benzoat.
No
Asam benzoat
Posisi Substitusi
Subtituen
2-
3-
4-
1
H
4,2
4,2
4,2
2
-OH
3,0
4,1
4,5
3
-OCH3
4,1
4,1
4,5
4
-Br
2,9
3,8
4,0
5
-Cl
2,9
3,8
4,0
6
-NO2
2,2
3,5
3,4
(Sumber: Fessenden dan Fessenden, 1986)
D. Kegunaan Senyawa Organotimah
Senyawa organotimah memiliki aplikasi yang luas dalam kehidupan sehari-hari.
Aplikasi senyawa organotimah dalam industri antara lain sebagai senyawa
stabilizer polivinilklorida, pestisida nonsistematik, katalis antioksidan, antifouling
agents dalam cat, stabilizer pada plastik dan karet sintetik, stabilizer untuk parfum
dan berbagai macam peralatan yang berhubungan dengan medis dan gigi
(Pellerito and Nagy, 2002).
11
Mono- dan diorganotimah digunakan secara luas sebagai stabilizer
polivinilklorida untuk mengurangi degradasi polimer polivinilklorida. Senyawa
organotimah yang paling umum digunakan sebagai katalis dalam sintesis kimia
yaitu katalis mono dan diorganotimah. Senyawa organotimah merupakan katalis
yang bersifat homogen yang baik untuk pembuatan polisilikon, poliuretan dan
untuk sintesis poliester.
Senyawa organotimah ditemukan berikutnya antara lain sebagai biosida (senyawa
yang mudah terdegradasi), sebagai pestisida yang pertama kali diperkenalkan di
Jerman yaitu dari senyawa trifeniltimah asetat pada akhir 1950-an. Kegunaan
yang utama dari agrokimia senyawa organotimah karena senyawa ini relatif
memiliki fitotoksisitas (daya racun pada tanaman) yang rendah dan terdegradasi
dengan cepat sehingga residunya tidak berbahaya terhadap lingkungan (Cotton
dan Wilkinson, 2007).
Senyawa organotimah(IV) telah diketahui memiliki aktivitas biologi yang kuat.
Sebagian besar senyawa organotimah(IV) bersifat toksik walaupun pada
konsentrasi rendah. Aktivitas biologi ini ditentukan oleh jumlah dan gugus
organik yang terikat pada pusat atom Sn. Senyawa organotimah karboksilat
diberikan perhatian khusus dikarenakan senyawa ini memiliki kemampuan biologi
yang kuat dibandingkan senyawa organotimah lainnya (Mahmood et al., 2003;
Pellerito and Nagy, 2002).
Dalam beberapa penelitian, telah didapat dan diisolasi senyawa organotimah(IV)
karboksilat yang menunjukkan sifat sebagai antimikroorganisme sehingga dapat
berfungsi sebagai antifungi dan antimikroba (Bonire et al., 1998). Diketahui
12
bahwa kompleks di- dan triorganotimah halida dengan berbagai ligan yang
mengandung nitrogen, oksigen, dan sulfur memiliki aktivitas biologi dan
farmakologi dan digunakan sebagai fungisida dalam pertanian, bakterisida, dan
agen antitumor (Jain et al., 2003). Penelitian terbaru menjelaskan bahwa senyawa
organotimah dapat dimanfaatkan sebagai inhibitor korosi (Rastogi et al., 2005;
Singh et al., 2010; Rastogi et al., 2011; Hadi et al., 2015). Beberapa contoh
senyawa organotimah karboksilat yang pernah diuji sebagai inhibitor korosi
dalam medium DMSO-HCl pada konsentrasi 100 mg/L antara lain dirangkum
pada Tabel 2.
Tabel 2. Efisiensi inhibisi korosi beberapa senyawa organotimah(IV) karboksilat
100 mg/L pada medium korosif DMSO-HCl.
Senyawa Organotimah
Efisiensi Inhibisi(%)
Difeniltimah(IV) 2-Nitrobenzoat
36,12
Trifeniltimah(IV) 2-Nitrobenzoat
51,35
Difeniltimah(IV) 3-Nitrobenzoat
32,15
Trifeniltimah(IV) 3-Nitrobenzoat
34,25
Dibutiltimah(IV) 2-klorobenzoat
53,70
Difeniltimah(IV) 2-klorobenzoat
55,96
Trifeniltimah(IV) 2-klorobenzoat
61,55
Dibutiltimah(IV) 3-klorobenzoat
50,84
Difeniltimah(IV) 3-klorobenzoat
51,32
Trifeniltimah(IV) 3-klorobenzoat
56,52
Dibutiltimah(IV) 4-klorobenzoat
48,31
Difeniltimah(IV) 4-klorobenzoat
48,31
Trifeniltimah(IV) 4-klorobenzoat
51,35
(Sumber: Afriyani, 2014; Anggraini, 2014; Nurissalam,2015; Iswantoro,
2015; Kurniasih, 2015)
13
E. Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat
Untuk meyakinkan senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat yang disintesis
telah terbentuk dengan baik maka perlu dilakukan pengujian rendemen secara
kuantitatif dan kualitatif. Pengujian secara kuantitatif dilakukan dengan
menghitung besarnya nilai persen rendemen dan analisis mikroelementer untuk
mengetahui tingkat kemurniannya sedangkan pengujian secara kualitatif
dilakukan dengan spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer IR, spektrometer
NMR.
1.
Karakterisasi dengan Spektrofotometer UV-Vis
Spektrofotometri UV-Vis adalah salah satu teknik analisis spektroskopi yang
terjadi akibat interaksi radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (200-380 nm) dan
sinar tampak (380-780 nm) dengan suatu materi menggunakan alat
spektrofotometer. Absorbsi cahaya UV-Vis mengakibatkan transisi elektronik,
yaitu promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah
ke orbital keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Energi yang terserap
kemudian terkuantisasi sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi kimia.
Absorbsi cahaya tampak dan radiasi ultraviolet meningkatkan energi elektronik
sebuah molekul, artinya energi yang disumbangkan oleh foton-foton
memungkinkan elektron-elektron itu tereksitasi ke tingkat energi yang lebih
tinggi.
Spektrum UV maupun tampak terdiri dari pita absorbsi, lebar pada daerah panjang
gelombang yang lebar. Hal ini disebabkan terbaginya keadaan dasar dan keadaan
eksitasi sebuah molekul dalam subtingkat-subtingkat rotasi dan vibrasi. Transisi
14
elektronik dapat terjadi dari berbagai tingkat energi keadaan dasar ke tingkat
energi pada keadaan eksitasi. Karena perbedaan energi dari berbagai transisi
elektronik tersebut hanya berbeda sedikit, maka panjang gelombang absorpsinya
juga berbeda sedikit dan menimbulkan pita lebar yang tampak dalam spektrum.
Karakterisasi dengan spektrofotometer UV ditujukan untuk mengetahui
pergeseran serapan panjang gelombang akibat pergantian kromofor yang terikat
pada logam dan ligan. Data pembanding serapan panjang gelombang senyawa
trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat, dan
trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat yang telah disintesis dari bahan awal yang
berbeda oleh ‘Aini (2010), Sulistriani (2012), dan Elianasari dan Hadi (2012)
dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Serapan panjang gelombang spektrum UV dari senyawa
trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat yang telah disintesis dengan bahan
awal berbeda (‘Aini, 2010; Sulistriani, 2012; Elianasari dan Hadi,
2012).
Senyawa Organotimah
Asam 2-hidroksibenzoat
Asam 3-hidroksibenzoat
Asam 4-hidroksibenzoat
Trifeniltimah(IV) hidroksida
Trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat
Trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat
Trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat
2.
Panjang Gelombang (nm)
→ ∗
→ ∗
233
290
233
290
233
290
204
293
223
297
215
298
206
254
Karakterisasi dengan Spektrofotometer IR
Spektrofotometri IR merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengamati
interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah
15
panjang gelombang 0,75-1000 µm atau pada bilangan gelombang 13000-10cm-1
menggunakan alat spektrometer. Setiap senyawa yang memiliki ikatan kovalen,
baik senyawa organik, anorganik, maupun organologam akan menyerap berbagai
frekuensi radiasi elektromagnetik dalam daerah spektrum inframerah sehingga
atom-atom yang berikatan dalam molekul tidak tinggal diam tetapi bervibrasi
secara kontinyu. Beberapa vibrasi menghasilkan pemindahan periodik atomatom sehingga menyebabkan perubahan simultan dalam jarak antar atomnya.
Frekuensi dari vibrasi berada pada kisaran 1013-1014 putaran per detik, dimana
kisaran tersebut sama dengan frekuensi radiasi inframerah (Settle, 1997).
Jika suatu molekul bervibrasi dengan disertai perubahan momen dipol diradiasi
dengan sinar inframerah, maka frekuensi radiasi yang sesuai dengan frekuensi
transisi vibrasi intramolekul akan diserap seluruhnya atau sebagian. Jika
persentase radiasi radiasi terserap diplotkan terhadap  (panjang gelombang)
maka frekuensi yang diperoleh menggambarkan vibrasi intramolekulnya. Grafik
tersebut akan memberikan informasi karakteristik untuk setiap material sehingga
dapat diperoleh informasi tentang struktur dan sifat-sifat ikatan dalam molekul.
Vibrasi-vibrasi interatom secara umum diklasifikasikan menjadi dua, yaitu vibrasi
ulur (stretching) dan vibrasi tekuk (bending) (Settle, 1997).
Dalam sintesis suatu senyawa organotimah(IV) karboksilat, monitoring jalannya
reaksi dapat dilihat dari perubahan spektrum IR dari senyawa awal, ligan dan
senyawa akhir. Daerah yang menjadi fokus perhatian dalam spektrumnya adalah
munculnya puncak karbonil dari senyawa akhir yang menunjukkan telah
terjadinya reaksi dari senyawa awal dengan ligan asam karboksilat. Beberapa
16
serapan karakteristik dari senyawa organotimah(IV) karboksilat dan refrensi
serapan dari senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3hidroksibenzoat, dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat yang telah disintesis
oleh ‘Aini(2010), Sulistriani(2012), dan Elianasari dan Hadi (2012) dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4. Serapan karakteristik spektrum IR dari senyawa trifeniltimah(IV)
hidroksibenzoat yang telah disintesis dengan bahan awal berbeda (‘Aini,
2010; Sulistriani, 2012; Elianasari dan Hadi, 2012).
Serapan
Sn-O
Sn-O-C
CO2 asimetri
O-H
C=O
3.
Bilangan gelombang (C6H5)3Sn(OCOC6H4(OH) (cm-1)
Refrensi
800-600
1250-1000
1500-1400
3100-3500
1600-1760
orto
759,17
1248,6
1442,36
3446,15
1659,37
meta
para
760,31
1234,59
1448,47
3415,02
1547,77
755,41
1298,70
1562,30
3413,50
1548,60
Karakterisasi dengan Spektrometer NMR
Karakterisasi dengan spektrometer ini diidasarkan pada interaksi medan magnet
dengan inti suatu molekul dengan jumlah proton ganjil. Apabila suatu materi
dikenakan energi dari medan magnet dengan kuat medan magnet permanen
sebesar 7046-14002 Gauss atau setara dengan 30-60 MHz maka akan terjadi
perubahan orientasi spin menjadi lebih teratur kemudian proton tersebut
diinteraksikan dengan gelombang radio sehingga menyebabkan proton menyerap
energi dan berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi disertai perubahan arah
orientasi spin. Perubahan energi tersebut kemudian dikuantisasi oleh alat dan
dibaca detektor kemudian diperoleh data berupa pergeseran kimia ( ) yang
nilainya telah dibandingkan dengan standar berupa tetrametilsilan (TMS).
17
Masing-masing proton memiliki serapan yang berbeda bergantung lingkungan
kimia disekitar proton (McMurry, 2012).
Senyawa organotimah(IV) yang telah disintesis kemudian dikarakterisasi dengan
spektrometri 1H dan 13C NMR untuk mengetahui lingkungan kimia dari masingmasing proton sehingga dapat digunakan untuk memastikan senyawa yang
disintesis telah terbentuk dengan membandingkan data spektrum hasil
karakterisasi dengan referensi. Beberapa serapan karakteristik spektrum 1H dan
13
C NMR dapat dilihat pada Gambar 2.
a.
b.
Gambar 2. Serapan karakteristik spektrum a. 1H dan b. 13C NMR.
18
4.
Analisis Mikroelementer
Analisis mikroelementer merupakan salah satu analisis kuantitatif yang dapat
digunakan untuk menentukan kemurnian sampel senyawa organotimah yang
disintesis dengan membandingkan data kadar unsur yang dihasilkan alat dengan
data hasil perhitungan. Unsur-unsur yang umum ditentukan kadarnya adalah
karbon (C), hidrogen (H), nitrogen (N), dan sulfur (S) dengan menggunakan
instrumen CHNS microelemental analyzer (Costech Analytical Technologies,
2011). Senyawa hasil sintesis dikatakan murni jika perbedaan hasil yang
diperoleh dari mikroanalisis dibandingkan dengan perhitungan secara teori masih
berkisar antara 1-5% (Caprette, 2007). Kadar teoritis unsur C dan H pada
senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat,
dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Kadar teoritis unsur C dan H pada senyawa organotimah(IV)
hidroksibenzoat.
Senyawa
[(C6H5)3Sn(OCOC6H4(2-OH)]
[(C6H5)3Sn(OCOC6H4(3-OH)]
[(C6H5)3Sn(OCOC6H4(4-OH)]
Kadar teoritis (%)
C
61,6
61,6
61,6
H
4,1
4,1
4,1
F. Korosi
Korosi secara umum didefinisikan sebagai suatu peristiwa kerusakan atau
penurunan kualitas suatu bahan yang disebabkan oleh terjadinya reaksi dengan
lingkungannya. Korosi pada logam (perkaratan) yaitu peristiwa perusakan pada
logam yang disebabkan oleh reaksi oksidasi (Fontana, 1986). Dampak yang dapat
19
ditimbulkan akibat kerusakan oleh korosi akan sangat besar pengaruhnya terhadap
kehidupan manusia, antara lain dari segi ekonomi dan lingkungan. Dari segi
ekonomi misalnya tingginya biaya perawatan, tingginya biaya bahan bakar dan
energi akibat kebocoran uap, kerugian produksi pada suatu industri akibat adanya
pekerjaan yang terhenti pada waktu perbaikan bahan yang terserang korosi, dan
dari segi lingkungan misalnya adanya proses pengkaratan besi yang berasal dari
berbagai konstruksi yang dapat mencemarkan lingkungan (Yerimadesi, 2001).
Korosi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antaralain faktor fisika seperti
temperatur, kelembaban, arus listrik, dan kecepatan alir, faktor biologi seperti
aktifitas mikroorganisme serta faktor kimia seperti adanya air, udara, amoniak,
klorida, larutan asam, basa, garam dan gas buang industri (Trethewey and
Chamberlein, 1991). Faktor utama penyebab korosi adalah udara dan air karena
udara yang jenuh dengan uap air banyak mengandung garam-garam, asam, zat-zat
kimia dan gas-gas yang dapat mempercepat laju korosi (Fontana, 1986).
Korosi sangat mudah terjadi dalam medium berair, baik larutan asam maupun
garam. Adanya zat terlarut yang membentuk asam seperti belerang dioksida dan
karbon dioksida dapat mempercepat laju korosi. Dalam medium garam, korosi
akan lebih cepat terjadi karena sifat elektrolit dari larutan garam memungkinkan
proses reduksi dan oksidasi berlangsung dengan baik (Trethewey and
Chamberlein, 1991). Pada penelitian ini digunakan medium korosif berupa
larutan garam NaCl 3,5% untuk mengetahui kemampuan inhibisi korosi senyawa
trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat pada baja lunak.
20
Korosi dapat dibagi menjadi enam jenis berdasarkan bentuknya yaitu; korosi
batas bulir, korosi merata, korosi sumuran, korosi celah, korosi galvanik dan
korosi erosi (Fontana, 1986).
1.
Korosi Batas Bulir
Korosi batas butir merupakan korosi yang terjadi pada batas butir logam. Dalam
hal ini timbul keretakan pada logam akibat korosi melalui batas butir. Retak yang
ditimbulkan korosi jenis ini disebut stress corrosion cracking (SCC) yang terdiri
atas retak interglanular dan retak transgranular. Retak intergranular berjalan
sepanjang batas butir, sedangkan retak transgranular berjalan tanpa menyusuri
batas butir tersebut.
2.
Korosi Merata
Korosi merata merupakan bentuk korosi yang sering terjadi dan banyak dijumpai
pada besi yang mengalami perendaman dalam larutan asam. Logam besi akan
menjadi tipis secara merata pada permukaannya dengan kecepatan yang hampir
sama, sehingga daerah-daerah anoda dan katoda tersebar pada seluruh permukaan.
Contohnya sebatang besi (Fe) atau seng (Zn) direndam dalam larutan H2SO4,
keduanya akan larut dengan laju yang merata pada permukaan logam.
3.
Korosi Sumuran
Korosi sumuran adalah bentuk penyerangan korosi setempat yang menghasilkan
sumur pada logam ditempat tertentu (Fontana, 1986). Logam mula-mula
terserang korosi pada suatu titik di permukaannya atau pada daerah tertentu yang
sangat kecil dan diteruskan menuju ke dalam logam. Penyebab korosi sumuran
yang paling umum adalah serangan selektif terhadap logam di tempat-tempat yang
21
lapisan pelindung permukaannya tergores atau pecah akibat perlakuan mekanik.
Korosi ini terjadi pada permukaan oksida pelindung logam yang terjadi sebagai
stimulasi dari reaksi anoda, aktivasi anion, reaksi katoda melalui kehadiran agen
pengoksidasi dan melalui permukaan katoda efektif dengan polarisasi rendah.
Korosi sumuran akan terjadi jika logam memenuhi potensial korosi minimum
yang selanjutnya disebut sebagai potensial pitting.
4.
Korosi Celah
Korosi ini terjadi pada suatu logam di daerah yang berhubungan langsung dengan
bahan lain yang bukan logam. Umumnya terjadi karena terdapat perbedaan
konsentrasi larutan atau konsentrasi oksigen, sehingga menyebabkan adanya
perbadaan potensial oksidasi pada logam tersebut.
5.
Korosi Galvanik
Korosi galvanik terjadi karena perbedaan potensial antara dua logam yang tidak
sama, bila kedua logam ini bersinggungan akan menghasilkan aliran elektron
diantara kedua logam tersebut. Logam yang lebih mulia bersifat katodik dan akan
diserang korosi lebih kecil, sedangkan logam yang kurang mulia bersifat anodik
dan akan lebih mudah diserang korosi.
6.
Korosi Erosi
Korosi erosi disebabkan oleh gabungan peristiwa korosi dan korosi akibat aliran
fluida sehingga proses korosi lebih cepat. Korosi ini dicirikan oleh adanya
gelombang, lembah yang biasanya merupakan suatu pola tertentu.
22
G. Korosi Baja Lunak pada Larutan Garam
Pada penelitian ini digunakan baja berkarbon rendah dengan kadar karbon
berkisar antara 0,022 – 0,3 % yang diproses melalui pemanasan dan berupa
lembaran dan biasa digunakan sebagai plat strip, jenis ini dikenal dengan nama
hot roller plate atau HRP. Contoh baja yang digunakan pada pengujian korosi
terdapat pada Gambar 3. Komposisi baja karbon ini berdasarkan referensi dapat
dilihat pada Tabel 6.
Gambar 3. Baja lunak yang digunakan dalam pengujian korosi.
Tabel 6. Komposisi baja karbon berdasarkan referensi (Ketis dkk., 2010).
Unsur
Fe
C
Ni
Cr
P
Mn
Zn
Al
Kadar (%)
99,5756
0,2298
0,0046
0,0189
0,0123
0,2298
0,0023
0,0475
Unsur
Nb
V
Cu
W
Ti
Sn
Pb
Kadar (%)
0,0012
0,0029
0,0066
0.0001
0,0025
0,0014
0,0022
23
Lingkungan dengan kadar garam yang tinggi seperti air laut memiliki tingkat
korosivitas yang tinggi, sehingga diperlukan suatu metode yang tepat untuk
menanggulangi korosi pada daerah ini (Nugroho, 2011). Pengujian korosi dengan
medium air laut biasanya tidak menggunakan air laut secara langsung tetapi
menggunakan air laut buatan, sebab air laut buatan memiliki agresifitas yang lebih
besar dibandingkan air laut alami. Hal ini dikarenakan adanya ion Mg2+ dan Ca2+
dalam air laut dapat memperkecil laju korosi akibat kemampuannya dalam
membentuk lapisan CaCO3 dan Mg(OH)2 dipermukaan logam akibat reaksi
katodik oksigen dipermukaan logam. Faktor-faktor yang mempengaruhi korosi
dalam medium air laut antara lain jumlah O2 dan CO2 terlarut, salinitas, pH, kadar
karbonat, temperatur, tekanan, dan faktor biologi dari hewan dan tumbuhan laut
(Scumacer, 1999).
Menurut Iswahyudi (2007), laju korosi baja karbon optimum pada larutan dengan
konsentrasi NaCl 3-3,5%, hal ini dikarenakan oksigen dapat terlarut maksimum di
dalam air pada konsentrasi tersebut. Grafik hasil percobaan Iswahyudi (2007)
yang menunjukan hubungan antara laju korosi dengan konsentrasi NaCl
ditunjukan pada Gambar 4. Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini
digunakan medium korosif dengan konsentrasi NaCl sebesar 3,5%.
corrosion rate (mm/y)
24
2
1.6
1.2
0.8
0.4
0
0
5
10
15
20
25
30
35
NaCl (%)
Gambar 4. Pengaruh kadar NaCl terhadap laju korosi (Iswahyudi, 2007).
H. Metode Penghambatan Korosi
Korosi pada permukaan luar suatu material dapat ditangani dengan berbagai cara
antaralain pengecatan, pelapisan dengan logam dan metode perlindungan katodik,
tetapi korosi pada bagian dalam suatu material seperti pipa hanya dapat
dikendalikan oleh suatu inhibitor korosi (Ketis dkk., 2010).
Inhibitor korosi adalah zat yang ketika ditambahkan dalam konsentrasi kecil pada
lingkungan, efektif mengurangi laju korosi logam pada lingkungan tersebut
(Rahim and Kassim, 2008). Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara
adsorpsi untuk membentuk suatu lapisan tipis dan melalui pengaruh lingkungan
(misalnya pH) menyebabkan inhibitor dapat mengendap dan selanjutnya
teradsopsi pada permukaan logam serta melindunginya terhadap korosi
(Dalimunthe, 2004). Pada umumnya inhibitor korosi berasal dari senyawasenyawa organik dan anorganik yang mengandung gugus-gugus yang memiliki
pasangan elektron bebas, seperti nitrit, kromat dan fosfat senyawa-senyawa amina
(Haryono dkk, 2010).
25
Mekanisme kerja inhibitor korosi umumnya diawali dengan proses adsorpsi pada
permukaan logam, kemudian menutupi permukaan yang dapat mencegah proses
elektrokimia. Efisiensi meningkat dengan bertambahnya permukaan yang
tertutup. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi adsorpsi inhibitor, yaitu
muatan pada permukaan logam, gugus fungsi dan struktur inhibitor, interaksi
inhibitor dengan molekul air dan reaksi lain pada inhibitor. Pada penelitian ini
digunakan senyawa turunan trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat sebagai inhibitor
korosi.
Berdasarkan mekanisme proteksinya, inhibitor dibagi dalam beberapa jenis yaitu
inhibitor anodik, katodik, campuran dan teradsorpsi (Fahrurrozie, 2009). Berikut
ini jenis-jenis inhibitor dan mekanisme proteksinya :
1.
Inhibitor Anodik
yaitu inhibitor yang menurunkan lajunya dengan cara menghambat transfer ionion logam ke dalam larutan ruah karena berkurangnya daerah anoda akibat
pasivasi. Inhibitor anodik disebut juga inhibitor antar muka.
2.
Inhibitor Katodik
yaitu inhbitor yang menurunkan laju korosi dengan cara salah satu tahap pada
proses katodik seperti pembebasan ion-ion hidrogen dan penangkapan oksigen.
Inhibitor katodik disebut juga inhibitor antarfasa.
3.
Inhibitor Campuran
yaitu inhibitor yang menurunkan laju korosi dengan cara menghambat proses
anodik dan katodik secara bersamaan.
26
4.
Inhibitor Teradsorpsi
Inhibitor teradsorpsi yaitu inhibitor yang menurunkan laju korosi dengan cara
mengisolasi permukaan logam dari lingkungan korosif melalui pembentukan
film teradsorpsi. Adsorpsi yang terjadi diakibatkan dari sifat muatan atau
kepolaran molekul organik atau spesi ionik yang membentuk film permukaan
secara fisikosorpsi, dan distabilkan melalui kemisorpsi, atau bahkan secara
kemisorpsi sempurna.
Terdapat tiga cara yang dilakukan inhibitor teradsorpsi terhadap permukaan logam
yaitu :
a.
Pembentukan penghalang secara fisika atau kimia.
b.
Isolasi langsung situs-situs anodik dan katoda, dan
c.
Berinteraksi dengan medium reaksi korosi.
Pendekatan secara termodinamika merupakan teknik utama dalam menentukan
mekanisme inhibisi korosi melalui adsorpsi isotermal berdasarkan nilai energi
bebas adsorpsi. Jika energi bebas yang terlihat lebih dari 200 kJ.mol-1
dikategorikan sebagai adsorpsi kimia (kemisorpsi), jika kurang dari 40 kJ.mol-1
dikatogarikan sebagai adsorpsi fisik (fisiosorpsi) atau gaya Van der Waals (Atkins
dan de Paulo, 2006).
Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian adsobsi inhibitor ke permukaan
logam menggunakan data tafel untuk menentukan derajat penutupan permukaan
baja oleh inhibitor berdasarkan Persamaan 1 (Morad and Kamal El-Dean, 2006).
=1−
(1)
27
dengan
adalah kerapatan arus korosi (mA/cm2) dengan dan
dan
tanpa penambahan inhibitor. Nilai
selanjutnya dibandingkan dengan data
konsentrasi inhibitor korosi dibagi dengan (Cinh/ ) dan diplotkan ke dalam bentuk
grafik untuk mengetahui kesesuaiannya dengan adsorpsi isotermal Langmuir.
Besarnya kooefisien adsorpsi dapat ditentukan berdasarkan Persamaan 2.
=
(2)
Nilai b merupakan nilai koefisien adsorpsi yang juga merupakan nilai konstanta
kesetimbangan adsorpsi (Kads) jika mengikuti adsorpsi isotermal Langmuir. Jenis
adsorpsi yang terjadi dapat ditentukan dengan menghitung nilai energi bebas
adsorpsi (∆
) berdasarkan Persamaan 3.
=
,
∆
(3)
dengan R adalah tetapan gas ideal (8,314 J/mol.K), nilai 55,55 adalah konsentrasi
air dalam larutan (mol), dan T adalah suhu dalam K (Morad and Kamal El-Dean,
2006).
I.
Metode Analisis Korosi
1.
Metode Kehilangan Berat
Metode ini didasarkan pada pengukuran selisih berat spesimen uji seperti baja
lunak yang direndam dalam medium korosif dengan penambahan inhibitor dalam
rentang waktu tertentu yang dibandingkan dengan selisih berat baja lunak yang
28
direndam dalam medium korosif tanpa inhibitor. Laju korosi dan efisiensi inhibisi
dari metode ini dapat ditentukan dengan Persamaan 4 dan Persamaan 5.
=
.
.
× 87600
(4)
dengan v adalah laju korosi (mm/tahun), W selisih selisih massa baja sebelum
dan sesudah pengujian (g), A adalah luas permukaan baja terukur,
adalah massa
jenis baja (7,87 g/cm3), t adalah waktu perendaman (jam)
%EI=
× 100%
(5)
dengan EI adalah efisiensi inhibisi (%), v0 adalah laju korosi baja pada medium
korosif tanpa inhibitor, v1 adalah laju korosi baja pada medium korosif dengan
inhibitor (Doner et al., 2011).
2.
Metode Polarisasi Potensiodinamik
Polarisasi potensiodinamik adalah metode untuk menentukan perilaku korosi
logam berdasarkan hubungan potenial dan arus anodik/katodik dengan
menggunakan alat potensiostat. Korosi logam terjadi jika terdapat arus anodik
yang besarnya sama dengan arus katodik, walaupun tidak ada arus yang diberikan
di luar sistem. Hal ini disebabkan ada perbedaan potensial antara logam dan
larutan sebagai lingkungannya (Sunarya, 2008).
Laju korosi dapat ditentukan dengan metode ini dengan menggunakan
potensiostat dengan tiga elektroda, yaitu elektroda acuan AgCl, elektroda bantu
berupa platina dan elektroda kerja berupa spesimen baja. Elektroda kerja
29
merupakan logam benda uji yang akan diteliti berfungsi untuk melakukan proses
elektrolisis, elektroda bantu berfungsi untuk digunakan untuk mengalirkan arus
hasil proses elektrolisis yang terjadi dalam rangkaian sel dan elektroda acuan
berfungsi sebagai potensial acuan untuk menyatakan potensial analit atau
elektroda kerja (Butarbutar dan Febrianto, 2009).
Data yang didapat dari metode ini adalah kurva polarisasi anodik/katodik yang
menyatakan hubungan antara arus (µA/cm2) sebagai fungsi potensial (mV).
Selanjutnya kurva tersebut diplotkan ke dalam bentuk grafik dan diekstraposisi
untuk dapat menentukan besarnya arus korosi melalui analisis Tafel pada
Software Micrososft Office Excel dengan menentukan perpotongan garis lurus
(trendline) antara kurva polarisasi anodik dan katodik seperi pada Gambar 5.
Gambar 5. Kurva polarisasi anodik dan katodik.
Arus korosi (Icorr), laju korosi dan efisiensi inhibisi masing-masing konsentrasi
inhibitor dapat ditentukan dengan Persamaan 6, 7, dan 8.
I
= J
×A
(6)
30
dengan Icorr adalah arus korosi ( A), Jcorr adalah kerapatan arus korosi ( A/cm2),
dan A adalah luas permukaan elektroda kerja terukur (cm2).
= 0,13
(7)
dengan Rmpy adalah laju korosi (mili inch/year), Jcorr adalah kerapatan arus korosi
(
(g/
/
), e adalah masa ekivalen material (g) dan
adalah densitas material
) (Butarbutar dan Febrianto, 2009).
%EI =
× 100%
(8)
dengan %EI adalah presentase efektifitas inhibisi, I
medium korosif tanpa inhibitor dan I
dengan inhibitor (Rastogi et al., 2005).
adalah arus korosi pada
adalah arus korosi pada medium korosif
31
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2015 sampai Maret 2016.
Sintesis dan karakterisasi senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat dengan
spektrofotometer UV dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Jurusan
Kimia FMIPA Universitas Lampung. Karakterisasi dengan spektofotometer IR
dilakukan di Laboratorium Instrumentasi FMIPA Universitas Islam Indonesia,
analisis kemurnian unsur dilakukan dengan microelementar analyzer di School of
Chemical and Food Technology, Universiti Kebangsaan Malaysia sedangkan
karakterisasi dengan 1H NMR dan 13C NMR dilakukan di Universiti Sains
Malaysia. Pengujian aktivitas antikorosi senyawa dilakukan di Laboratorium
Instrumentasi dan Analitik Jurusan Kimia sedangkan analisis kualitatif permukaan
baja dilakukan di Laboratorium Botani Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Lampung.
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam sintesis senyawa organotimah adalah adalah alat-alat
gelas dalam laboratorium, neraca analitik, satu set alat refluks, hot plate magnetic
stirrer, desikator, dan oven. Karakterisasi senyawa hasil sintesis dilakukan
32
dengan spektrofotometer UV-Vis, spektrofotometer IR Thermo Nicolet Avatar
360, 1H dan 13C NMR BRUKER AVANCE 600 MHz untuk 1H NMR dan 150
MHz untuk 13C NMR, analisis mikroelementer dengan Fision EA 1108 CHNS
Elemental Analyzer. Pengujian korosi dilakukan dengan EA 161 potensiostat
eDAQ dengan elektroda bantu Pt, elektroda pembanding Ag/AgCl, dan elektroda
kerja baja lunak tipe HRP yang diamplas menggunakan kertas abrasif. Pengujian
secara gravimetri dilakuakan dengan shaker orbital dan analisis permukaan baja
dilakukan dengan mikroskop trinokuler.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah zat-zat kimia dengan kualitas
pro analysis (p.a.) yang terdiri dari senyawa trifeniltimah hidroksida, asam 2hidroksibenzoat, asam 3-hidroksibenzoat, asam 4-hidroksibenzoat, metanol,
akuades, air HPLC, dimetilsulfoksida (DMSO), HCl, aseton, dan NaCl.
C. Prosedur Penelitian
1.
Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV) Hidroksibenzoat
Prosedur sintesis senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat dilakukan
berdasarkan pada prosedur yang telah dilakukan sebelumnya (Hadi et al., 2009;
Hadi and Rilyanti, 2010; Hadi et al., 2012) yang merupakan adaptasi dari
Szorcsik et al. (2002). Sebanyak 0,003 mol (1,10 gram) senyawa trifeniltimah(IV)
hidroksida direaksikan dengan 0,003 mol (0,42 gram) asam 2-hidroksibenzoat
dalam 30 mL metanol kemudian direfluks selama 4 jam dengan pemanas pada
suhu 60℃. Setelah reaksi berlangsung sempurna, senyawa hasil sintesis
dikeringkan dalam desikator selama 2 minggu sehingga metanol dan air yang
33
terbentuk sebagai hasil samping reaksi sintesis trifeniltimah(IV) 2hidroksibenzoat dihilangkan dari produk yang terbentuk. Sintesis senyawa
trifeniltimah(IV) 3-hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat juga
dilakukan dengan prosedur yang sama dengan mengganti ligan asam 2hidroksibenzoat dengan asam 3-hidroksibenzoat dan asam 4-hidroksibenzoat.
Persen rendemen diperoleh dari hasil perbandingan massa senyawa hasil sintesis
dengan massa teoritis hasil perhitungan seperti pada Persamaan 9.
% Rendemen =
massa sintesis
massa teoritis
×100%
(9)
Karakterisasi senyawa organotimah dengan spektrofotometer UV dilakukan
dengan melarutkan senyawa trifeniltimah hidroksida dan senyawa hasil sintesis
dalam pelarut metanol hingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 10-5 M
kemudian diukur pada panjang gelombang 200-400 nm. Senyawa hasil sintesis
selanjutnya dikarakterisasi lebih lanjut dengan menggunakan spektrofotometer IR,
microelementer analyzer, spektrometer 1H dan 13C NMR dengan pelarut DMSO.
2.
Pembuatan Medium Korosif
Medium korosif yang digunakan pada penelitian dengan metode grafimetri adalah
larutan NaCl 3,5% (w/v) (Nugroho, 2011). Sebanyak 3,5 gram NaCl dilarutkan
dengan air HPLC dalam labu 100 mL hingga batas tera. Pada pengujian dengan
menggunakan metode polarisasi potensiodinamik medium korosif yang digunakan
adalah NaCl 0,1 M yang dibuat dengan melarutkan 0,585 gram NaCl dalam labu
100 mL.
34
3.
Pembuatan Larutan Inhibitor
Sebanyak 0,02 gram senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat dilarutkan dengan
2,5 mL DMSO p.a. dalam labu ukur 50 mL kemudian ditambahkan air HPLC
hingga batas tera sehingga diperoleh stok inhibitor dengan konsentrasi 400 mg/L.
Larutan stok tersebut selanjutnya diencerkan dengan pelarut DMSO 5% berturutturut sebanyak 2,5; 5; 7,5; 10, dan 12,5 mL dalam labu 50 mL tepat hingga batas
tera sehingga diperoleh variasi konsentrasi inhibitor 20, 40, 60, 80, dan 100 mg/L
Metode yang sama digunakan untuk membuat larutan trifeniltimah(IV) hidroksida
dan ligan asam hidroksibenzoat yang digunakan sebagai pembanding internal.
4.
Preparasi Baja Lunak
Plat baja lunak dipotong dengan ukuran 2x1 cm kemudian diamplas dengan kertas
abrasif mulai dari grit 240, 360, 400, 500, 600 hingga 800. Setelah permukaan
baja homogen, plat baja kemudian dicuci dengan HCl 0,1 M, akuades, dan aseton
secara berturut-turut sehingga pengotor pada permukaan baja dapat dihilangkan.
Baja lunak yang telah dicuci selanjutnya dikeringkan dan ditimbang sehingga siap
digunakan untuk pengukuran.
5.
Pengujian Korosi dengan Metode Gravimetri
Medium uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah campuran 25 ml medium
korosif yang ditambahkan dengan 5 mL inhibitor dengan variasi konsentrasi 20,
40, 60, 80, 100 mg/L kemudian dimasukan dalam botol uji. Spesimen baja lunak
yang telah ditimbang, dimasukan ke dalam botol uji kemudian ditutup dan
digoyangkan di atas orbital shaker dengan kecepatan 125 rpm selama 24 jam.
Variasi waktu uji yang akan dilakukan pada penelitian ini adalah 24, 48, 72, 96
35
dan 120 jam. Setelah tepat 24, 48, 72, 96 dan 120 jam, spesimen baja dikeluarkan
dari medium uji kemudian dicuci dengan HCl 0,1 M, akuades, dan aseton
kemudian dikeringkan dan ditimbanga hingga diperoleh massa setelah
perendaman. Hasil yang diperoleh selanjutnya dibandingkan dengan kontrol baja
lunak yang direndam dalam medium korosif tanpa inhibitor (Doner et al., 2011).
Laju korosi dan efisiensi inhibisi dari metode ini dapat ditentukan dengan
Persamaan 4 dan Persamaan 5.
6.
Pengujian Korosi dengan Metode Polarisasi Potensiodinamik
Pengujian korosi dengan metode ini dilakukan dengan alat potensiostat
menggunakan elektroda kerja baja lunak, elektroda bantu platina (Pt), dan
elektroda pembanding Ag/AgCl. Sebelum digunakan dalam pengujian, elektroda
kerja dan elektroda pembanding dicuci dengan akuades. Ketiga elektroda yang
telah dicuci dirangkaikan ke sel elektrolisis larutan medium korosif tanpa inhibitor
sebanyak 30 mL dengan susunan kabel berwarna hijau untuk elektroda kerja,
kuning untuk elektroda pembanding dan merah untuk elektroda bantu. Alat
potensiostat selanjutnya dihidupkan, kemudian setelah lampu status berwarna
hijau maka alat dihubungkan ke komputer dan software E-Chem v.2 1.8 dibuka.
Elektroda selanjutnya diinteraksikan dengan medium korosif selama 10 menit dan
kemudian pemindaian dilakukan pada rentang arus 100 mA selama 200 s dengan
pengaturan pemindaian seperti pada Gambar 6. Mula-mula dilakukan pemindaian
anoda kemudian setelah pemindaian selesai dilanjutkan dengan pemindaian
katoda. Pengujian aktivitas antikorosi senyawa inhibitor dilakukan dengan
36
metode yang sama dengan mengganti larutan uji dengan medium korosif dengan
penambahan inhibitor dengan perbandingan 5:1.
a.
b.
Gambar 6. Pengaturan pemindaian a. katoda dan b. anoda.
7.
Analisis Data
Setelah diperoleh data perbandingan beda potensial dan arus dari hasil
pemindaian, selanjutnya dilakukan analisis data polarisasi potensiodinamik
dengan analisis Tafel menggunakan Microsoft Office Excel sehingga diperoleh
besarnya logaritma normal harga mutlak kerapatan arus korosi (ln|J|) dan
overpotensial ( ) yang selanjutnya diekstrapolasi ke bentuk grafik. Nilai ln |J|
anoda diplotkan sebagai absis untuk anoda dan katoda kemudian nilai
anoda dan
katoda masing masing diplotkan sebagai ordinat sehingga diperoleh perpotongan
antara grafik anoda dan katoda. Nilai ln|J| di titik perpotongan tersebut
selanjutnya dieksponensialkan sehingga diperoleh nilai kerapatan arus korosi
(Jcorr). Arus korosi (Icorr), laju korosi dan efisiensi inhibisi masing-masing
konsentrasi inhibitor dapat ditentukan dengan Persamaan 6, 7, dan 8.
Data Tafel juga dapat digunakan untuk menentukan derajat penutupan permukaan
baja ( ) oleh inhibitor berdasarkan Persamaan 1 Nilai Cinh selanjutnya
dibandingkan dengan data konsentrasi inhibitor korosi dibagi dengan (Cinh/ ) dan
37
diplotkan kedalam bentuk grafik untuk mengetahui kesesuaiannya dengan
adsorbsi isotermal Langmuir dan menentukan besarnya energi bebas adsorbsinya
berdasarkan Persamaan 2 dan 3.
8.
Analisis Kualitatif Permukaan Baja
Setelah diperoleh masing masing senyawa inhibitor dengan konsentrasi tertinggi,
selanjutnya dilakukan analisis kualitatif permukaan baja. Baja lunak direndam
dalam medium korosif yang telah ditambahkan inhibitor selama 7 hari. Baja yang
telah direndam selanjutnya dicuci kembali dan dikeringkan untuk dilihat
permukaanya secara kualitatif dengan mikroskop trinokuler dan dibandingkan
dengan permukaan baja yang diinteraksikan dengan medium korosif tanpa
penambahan inhibitor.
106
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh simpulan sebagai
berikut:
1. Sintesis senyawa trifeniltimah(IV) 2-hidroksibenzoat, trifeniltimah(IV) 3hidroksibenzoat dan trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat telah berhasil
dilakukan dengan baik dan didukung dengan hasil karakterisasi menggunakan
spektrofotometer IR, UV, 1H dan 13C NMR dan mikroanalisis unsur.
2. Mekanisme pergantian ligan dari senyawa awal trifeniltimah(IV) hidroksida
dengan asam hidroksibenzoat mengikuti pola mekanisme asosiasi.
3. Pengukuran menggunakan metode gravimetri dan potensiometri menunjukan
senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat hasil sintesis memiliki
kemampuan yang baik dalam menginhibisi korosi, dengan efisiensi inhibisi
tertinggi dimiliki oleh senyawa trifeniltimah(IV) 4-hidroksibenzoat.
4.
Pola adsorpsi semua senyawa uji pada penelitian ini mengikuti adsobsi
isotermal Langmuir dengan nilai koofisien determinasi mendekati 1.
Berdasarkan nilai energi bebas adsorpsiya, adsorpsi inhibitor termasuk
kedalam adsorpsi fisika.
107
5.
Mekanisme penghambatan korosi senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat
cenderung mengikuti pola inhibitor anodik dengan cara teradsorpsi ke
permukaan baja melalui interaksi Van der Wals kemudian membentuk lapisan
pasif pada permukaan anoda.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui aktivitas antikorosi
senyawa trifeniltimah(IV) hidroksibenzoat dengan berbagai variasi pengujian
seperti mengganti medium korosif yang digunakan atau penambahan variasi
waktu dan kondisi pengujian pada pengujian dengan metode gravimetri.
107
DAFTAR PUSTAKA
108
DAFTAR PUSTAKA
‘Aini, N. Q. 2010. Studi Perbandingan Aktivitas Antikanker Beberapa Senyawa
Organotimah(IV) Salisilat Terhadap Sel Leukemia L-1210 (Skripsi).
Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Afriyani, H. 2014. Kajian Aktivitas Antikorosi Senyawa Turunan
Organotimah(IV) 3-Nitrobenzoat pada Baja Lunak dalam Medium Korosif
DMSO-HCl (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Amanto, H. dan Daryanto. 2006. Ilmu Bahan. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta.
Anggraini, W. D. 2014. Kajian Senyawa Turunan Organotimah(IV) 2Nitrobenzoat sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Lunak dalam Medium
Korosif. (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar Lampung.
Arryanto, Y. 2008. Seri Reaksi Anorganik Mekanisme Reaksi Anorganik. Jurusan
Kimia FMIPA UGM dan Gala Ilmu Semesta. Yogyakarta.
Atkins, P. and J. de Paulo. 2006. Physical Chemistry 8th Edition. W. H. Freeman
Company. New York.
Blunden, S. J., P. A. Cusack, and R. Hill. 1987. in The Industrial uses of tin
Chemicals. The Royal Society of Chemistry. London.
Blunden, S. J. and R. Hill. 1987. in Surface Coating 1. Wilson, A.D., J.W
Nicholson,. and H.J. Prosser. (Eds). Elsevier Applied Science Publisher,
pp. 17 – 167.
Blunden, S. J. and R. Hill. 1991. Bis(tributyltin) Oxide as A Wood Preservative:
Its Conversion to Tributyltin Carboxylates in Pinus sylvestris. Appl.
Organomet. Chem., 4: 63-68.
Butarbutar, S. L. dan Febrianto. 2009. Pengujian Mesin eDAQ untuk Mengukur
Laju Korosi. Sigma Epsilon. 13 (2): 54-58.
Butarbutar, S. L. dan G. R. Sunaryo. 2011. Analisis Mekanisme Pengaruh
Inhibitor Siskem pada Material Baja Karbon. Prosiding Seminar Nasional
109
ke-17 Teknologi dan Keselamatan PTLN Serta Fasilitas Nuklir
Yogyakarta. 559-566.
Bonire, J. J., G. A. Ayoko, P. F. Olurinola, J. O. Ehinmidu, N. S. N. Jalil and A.
A. Omachi. 1998. Syntheses and Antifungal Activity of Some
Organotin(IV) Carboxylates. Metal-Based Drugs. 5 (4), 233 - 236.
Caprette, D. R. 2007. Using a Caunting Chamber. Lab Guides. Rice University.
Cotton, F. A. dan G. Wilkinson. 2007. Kimia Anorganik Dasar alih bahasa S.
Suharto . Penerbit UI Press. Jakarta.
Dalimunthe, I. S. 2004. Kimia dari Inhibitor Korosi. e-USU Repository. Medan.
Doner, A., R. Solmaz, M. Ozcan, and G. Kardas. 2011. Experimental and
Theoretical Studies of Thiazoles as Corrosion Inhibitors for Mild Stell in
Sulphuric Acid Solution. Corros. Sci. 53:2909-2913.
de Vost, D., R. Willem, M. Gielen, K. E. Van Wingerden, and K. Nooter. 1998.
The Development of Novel Organotin Anti-Tumor Drugs: Structure and
Activity. Metal-Based Drugs. 5 (4): 179-188.
Elianasari dan S. Hadi. 2012. Aktivitas in Vitro dan Studi Perbandingan Beberapa
Senyawa Organotimah(IV) 4-Hidroksibenzoat terhadap Sel Kanker
Leukemia, L-1210. J. Sains MIPA. 18(1):23-28
Fahrurrozie, A. 2009. Efisiensi Inhibisi Cairan Ionik Turunan Imidazolin sebagai
Inhibitor Korosi Baja Karbon dalam Larutan Elektrolit Jenuh Karbon
Dioksida. (Skripsi). Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Fessenden, R. J. and J. S. Fessenden. 1986. Kimia Organik Dasar Edisi Ketiga.
Jilid 2. Terjemahan oleh A.H. Pudjaatmaka. Erlangga. Jakarta.
Fontana, M. G. 1986. Corrosion Engineering, Third Edition. McGraw Hill
Book Company. Singapura.
Gielen, M. 2003. An Overview of Forty Years Organotin Chemistry Developed at
the Free Universities of Brussels ULB and VUB. J. Braz. Chem. Soc., 14
(6): 870-877.
Greenwood, N. N., and A. Earnshaw, 1990, Chemieder Elemente, Willey-VCH
Verlags gesellschaft mbH, Weinheim
Hadi, S., M. Rilyanti, and Nurhasanah. 2009. Comparative Study on the
Antifungal Activity of Some Di- and Tributyltin(IV) Carboxylate
Compounds. Modern Appl. Sci. 3 (2): 12-17.
110
Hadi, S., and M. Rilyanti. 2010. Synthesis and In Vitro Anticancer Activity of
Some Organotin(IV) Benzoate Compounds. Orient. J. Chem. 26 (3): 775779.
Hadi, S., M. Rilyanti and Suharso. 2012. In Vitro Activity and Comparative
Studies of Some Organotin(IV) Benzoate Derivatives Against Leukemia
Cancer Cell, L-1210. Indo. J. Chem. 12 (1): 172-177.
Hadi, S., H. Afriyani, W. D. Anggraini, H. I. Qudus, and T. Suhartati. 2015. The
Synthesis and Potency Study of Some Dibutyltin(IV) Dinitrobenzoate
Compounds as Corrosion Inhibitor for Mild Steel HRP in DMSO-HCl
Solution. Asian J. of Chem. 27 (4), 1509-1512.
Halimatuddahliana. 2003. Pencegahan Korosi dan Scale pada Proses Produksi
Minyak Bumi. USU digital library. Sumatera Utara.
Haryono, G., B. Sugiarto, H. Farid, dan Y. Tanoto. 2010. Ekstrak Bahan sebagai
Inhibitor Korosi. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia. FTI IPN
Veteran. Yogyakarta. Hlm 1-6.
Kurniasih, H. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Dibutiltimah(IV)
Klorobenzoat Sebagai Antikorosi pada Baja Lunak (Tesis). Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Iswahyudi. 2007. Desain Sistem Proteksi Katodik Anoda Karbon Jaringan Pipa
Pertamina Upms V (Skripsi). Institut Teknologi Sepuluh November.
Surabaya.
Iswantoro, B. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Difeniltimah(IV)
Klorobenzoat Sebagai Antikorosi pada Baja Lunak (Tesis). Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Jain, M. G., K. Agarwal, and R. V. Singh. 2003. Studies on Nematocidal,
Fungicidal and Bacterial Activities of Organotin(IV) Complexes with
Heterocyclic Sulphonamide Azomethine. Trade Sci. Inc.1: 378-391.
Ketis, N. K., D. Wahyuningrum, S. Achmad, dan B. Bunjali. 2010. Efektivitas
Asam Glutamat Sebagai Inhibitor Korosi pada Baja Karbon dalam Larutan
NaCl 1%. J. Matematika dan Sains. 15(1): 1-7.
Mahmood, S., S. Ali, M. H. Bhatti, M. Mazhar, and R. Iqbal. 2003. Synthesis,
Characterization, and Biological Applications of Organotin(IV) Derivates
of 2-(2-Fluoro-4-biphenyl) Propanoid Acid. Turk. J. Chemistry. 27: 657666.
McMurry. 2012. Organic Chemistry, Eight Edition. Cengage Learning. USA.
111
Morad, M. S. and M. Kamal El-Dean. 2006. 2,2’-Dithios(3-cyano-4,6dimetylpiridine) A New Class of Acid Corrosion Inhibitor for Mild Steel.
Corros. Sci. 48(11):3398-3412.
Nugroho, A. 2011. Pengaruh Penambahan Inhibitor Organik Ekstrak Ubi Ungu
terhadap Laju Korosi pada Material Baja Low Carbon di Lingkungan NaCl
3,5% (Skipsi). Universitas Indonesia. Depok. 55 hlm.
Nurissalam, M. 2015. Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Trifeniltimah(IV)
Klorobenzoat Sebagai Antikorosi pada Baja Lunak (Tesis). Universitas
Lampung. Bandar Lampung.
Pellerito, L. and L. Nagy. 2002. Organotin(IV)n+ Complexes Formed with
Biologically Active Ligands: Equilibrium and Structural Studies, and
Some Biological Aspects. Coord. Chem. Rev. 224: 111 – 150.
Petra, E. D. L. 2012. Ikatan yang Terlibat pada Interaksi Obat-Resdaptor .
http//www.ocw.usu.ac.id/../fek_310_slide_ikatan_yang_terlibatpada_intera
ksi. Diakses pada 20 Juni 2015
Prabhu, R. A., T. V. Vankatesha, A. V. Shanbhag, G. M. Kulkarni and R. G.
Kalkhambkar. 2008. Inhibition Effect of Some Schiff Bases on the
Corrosion of Mild Stell in Hydrocloric Acid Solution. J. Corros. Sci.
50(12):3355-3365.
Rahim, A. A. and J. Kassim. 2008. Recent Development of Vegetal Tannin in
Corrosion Protection of Iron and Steel. 1. Hlm 223-231.
Rahmani, B. 2011. Kimia Fisika. Analis Kimia. Makassar.
Rastogi, R. B., M. M. Singh, K. Singh and M. Yadav. 2005. Organotin
Dithiohydrazodicarbonamides as Corrosion Inhibitors for Mild Steel
Dimethyl Sulfoxide Containing HCl. Port. Electrochim. Acta. 22: 315–
332.
Rastogi, R. B., M. M. Singh, K. Singh and M. Yadav. 2011. Organotin
Dithiobiurets as Corrosion Inhibitors for Mild Steel-Dimethyl Sulfoxide
Containing HCl. Afr. J. of Pure Appl. Chem. 5(2): 19-33.
Scumacher, M., 1999. Seawater Corrosion Handbook. Noyes Data Corp. New
York.
Settle, F. A. 1997. Handbook of Instrumental Tecniques for Analitycal Chemistry.
Prentice-Hall Inc. USA.
Singh, R., P. Chaudary and N.K. Khausik. 2010. A Review: Organotin
Compounds in Corrosion Inhibition. Rev. Inorg. Chem. 30 (4): 275 – 294.
112
Sudjadi. 1985. Penentuan Struktur Senyawa Organik. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Sulistriani, A. 2012. Sintesis dan Karakterisasi serta Uji Pendahuluan Aktivitas
Antikanker Beberapa Senyawa Organotimah(IV) 3-Hidroksibenzoat
Terhadap Sel Leukemia L-1210 (Skripsi). Universitas Lampung. Bandar
Lampung.
Sunarya, Y. 2008. Mekanisme dan Efisiensi Inhibisi Sistein Pada Korosi Baja
Karbon Dalam Larutan Elektrolit Jenuh Gas Karbondioksida. Desertasi.
Insitut Teknologi Bandung. Bandung.
Szorcsik, A., L. Nagy, K. Gadja-Schrantz, L. Pallerito, E. Nagy and E.T.
Edelmann. 2002. Structural Studies on Organotin(IV) Complexes Formed
with Ligands Containing {S, N, O} Donor Atoms, J. Radioanal. Nucl.
Chem. 252 (3): 523 – 530.
Tayer, J. 1988. Organometallic Chemistry and Overview. VCH Publisher Inc/
United State. P 7, 12, 14.
Tiekink, E. R. T. 1991. Structural Chemistry of Organotin Carboxylates: a Review
of the Crystallographic Literature. App. Organomet. Chem. 5: 1-30.
Trethewey, K. R. and J. Chamberlein. 1991. Korosi, untuk Mahasiswa Sains dan
Rekayasawan. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Van Der Weij, F. W. 1981. Kinetics and Mechanism of Urethane Formation
Catalysed by Organotin Compound. J. Pol. Sci.: Pol. Chem. 19 (2): 381388.
Waard, C. De.,U. Lotz, and D. E. Millams. 1991. Predictive Model For CO2
Corrosion Engineerring In Wet Gas Pipelines. Presented as Paper
No.557. The Netherlands.
Walpole, R. E. 1988. Pengantar Statistika Edisi ke-3 Alih bahasa B. Sumantri.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wan Nik, W. B., F. Zulkifli, M. Rahman and R. Rosliza. 2011. Corrosion
Behavior of Mild Steel in Seawater from Two Different Sites of Kuala
Terengganu Coastal Area. IJBAS-IJENS. 11(6):75-80.
Wilkinson, G. 1982. Compreherensive Organometalic Chemistry. International
Tin Research Institude, Publication No.618, Pergamon Press.
Yahya, S. and A. A. Rahim. 2011. Inhibitive Behaviour of Corrosion of
Aluminium Alloy in NaCl by Mangrove Tanin. Sains Malaysiana. 40(9):
953-957.
113
Yerimadesi. 2001. Pengaruh Penambahan Zn(II), Ni(II), Cu(III), terhadap
Pembentukan Kompleks Fe-Tanin (Tesis). Universitas Andalas. Padang.
Zuas, O. 2003. Inhibisi Korosi Besi dengan Inhibitor Natrium Nitrat dalam Air
Laut: Pengaruh Konsentrasi dan pH. Widyariset. 4: 83-95.
Download