SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA

advertisement
SEJARAH PERKEMBANGAN ILMU PADA MASA MODERN
Filsafat Modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda
berakhirnya era skolastisisme. Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern. Pada
masa ini rasionalisme semakin kuat. Tidak gampang untuk menentukan mulai dari kapan
Abad Pertengahan berhenti. Namun, dapat dikatakan bahwa Abad Pertengahan itu berakhir
pada abad 15 dan 16 atau pada akhir masa Renaissance. Masa setelah Abad Pertengahan
adalah masa Modern. Sekalipun, memang tidak jelas kapan berakhirnya Abad Pertengahan
itu. Akan tetapi, ada hal-hal yang jelas menandai masa Modern ini, yaitu berkembang pesat
berbagai kehidupan manusia Barat, khususnya dalam bidang kebudayaan, ilmu pengetahuan,
dan ekonomi. Usaha untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik Yunani-Romawi.
Kebudayaan ini yang diresapi oleh suasana kristiani. Di bidang Filsafat, terdapat aliran yang
terus mempertahankan masa Klasik. Aliran-aliran dari Plato dan mazhab Stoa menjadi aliranaliran yang terus dipertahankan.
Pada masa Renaissance ini tidak menghasilkan karya-karya yang penting. Satu hal yang
yang menjadi perhatian pada masa Renaissance ini adalah perkembangannya. Timbulnya ilmu
pengetahuan yang modern, berdasarkan metode eksperimental dan matematis. Perkembangan
pada masa ini menimbulkan sebuah masa yang amat berperan di dalam dunia filsafat. Inilah
yang menjadi awal dari masa modern.
Zaman modern sangat dinanti-nantikan oleh banyak pemikir manakala mereka mengingat
zaman kuno ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikekang oleh tekanan-tekanan di
luar dirinya. Kondisi semacam itulah yang hendak dihidupkan kembali pada zaman modern.
Kebebasan berpikir sebagai periode yang dilawankan dengan periode abad pertengahan.
Definisi/karakteristik Pemikiran Masa Modern
Masa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad 15 dan 16
M, kata “renaissance” berarti kelahiran kembali. Yang dimaksud dengannya adalah usaha
untuk menghidupkan kembali kebudayaan klasik (Yunani Romawi). Pokok permasalahan
pada masa ini, sebagaimana periode skolastik adalah sintesa agama dan filsafat dengan arah
yang berbeda. Era renaissance ditandai dengan tercurahnya perhatian pada berbagai bidang
kemanusiaan baik sebagai individu maupun sosial.
Filsafat modern lahir melalui proses panjang yang berkesinambungan, dimulai dengan
munculnya abad Renaissance. Istilah ini diambil dari bahasa Perancis yang berarti kelahiran
kembali. Karena itu, disebut juga dengan zaman pencerahan (Aufklarung). Pencerahan
kembali mengandung arti “munculnya kesadaran baru manusia” terhadap dirinya (yang
selama ini dikungkung oleh gereja). Manusia menyadari bahwa dialah yang menjadi pusat
dunianya bukan lagi sebagai obyek dunianya.
Zaman modern ditandai dengan berbagai penemuan dalam bidang ilmiah.
Perkembangan ilmu pengetahuan pada zaman modern ini sesungguhnya sudah dirintis sejak
zaman Renaissance. Awal mula dari suatu masa baru ditandai oleh usaha besar dari Descartes
untuk memberikan kepada filsafat suatu bangunan yang baru. Filsafat berkembang bukan
pada zaman Renaissance itu, melainkan kelak pada zaman sesudahnya (Zaman Modern).
Renaissance lebih dari sekedar kebangkitan dunia modern. Renaissance ialah periode
penemuan manusia dan dunia, merupakan periode perkembangan peradaban yang terletak di
ujung atau sesudah Abad Kegelapan sampai muncul Abad Modern. Zaman ini juga disebut
sebagai zaman Humanisme. Maksud ungkapan ini ialah manusia diangkat dari Abad
Pertengahan yang mana manusia dianggap kurang dihargai sebagai manusia. Kebenaran
diukur berdasarkan ukuran Gereja (Kristen), bukan menurut ukuran yang dibuat manusia.
Humanisme menghendaki ukuran haruslah manusia. Karena manusia mempunyai kemampuan
1
berpikir, maka humanisme menganggap manusia mampu mengatur dirinya dan mengatur
dunia.
Jadi, zaman Modern filsafat didahului oleh zaman Renaissance. Sebenarnya secara
esensial zaman Renaissance itu, dalam filsafat, tidak berbeda dari zaman modern. Ciri-ciri
filsafat Renaissance ada pada filsafat modern. Tokoh pertama filsafat modern adalah
Descartes. Pada filsafat kita menemukan ciri-ciri Renaissance tersebut. Ciri itu antara lain
ialah menghidupkan kembali Rasionalisme Yunani (Renaissance), Individualisme,
Humanisme, lepas dari pengaruh agama dan lain-lain.
Filsafat modern menampakkan karakteristiknya dengan lahirnya aneka aliran-aliran
besar filsafat. Filsafat abad modern pada pokoknya ada 3 aliran:
1. Aliran Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650 M).
2. Aliran Empirisme dengan tokohnya Francis Bacon (1210-1292
3. Aliran Kriticisme dengan tokohnya Immanuel Kant (1724-1804 M).
Selain aliran itu, juga akan diketengahkan aliran-aliran besar lainnya yang ikut
berperan mengisi lembaran filsafat modern, yaitu idealisme, materialisme, positivisme,
fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme. Para filsuf zaman modern menegaskan
bahwa pengetahuan tidak berasal dari kitab suci atau ajaran agama, tidak juga dari para
penguasa, tetapi dari diri manusia sendiri. Namun tentang aspek mana yang berperan ada
beda pendapat. Aliran rasionalisme beranggapan bahwa sumber pengetahuan adalah rasio:
kebenaran pasti berasal dari rasio (akal). Aliran empirisme, sebaliknya, meyakini
pengalamanlah sumber pengetahuan itu, baik yang batin, maupun yang inderawi. Lalu muncul
aliran kritisisme, yang mencoba memadukan kedua pendapat berbeda itu.
Tokoh/filosof dan Pemikirannya yang Hidup Pada Masa Modern
A. Tokoh Rasionalisme
Rasionalisme adalah paham filsafat yang mengatakan bahwa akal (reason) adalah alat
terpenting untuk memperoleh pengetahuan.
- Rene Descartes (1596-1650)
Peletak fondasi aliran ini ialah Rene Descastes (Certasius/1596-1650) yang digelar
sebagai “Bapak filsafat modern”. Descartes berasal dari Perancis, lahir tahun 1596 di sebuah
kota bernama La Haye, dan wafat tahun 1650 di Stockholm. Karya pentingnya ialah Discours
de la Methode (Uraian tentang Metode), terbit tahun 1637; Mediationes de Prima
Philosophia (Renungan
Tentang
filsafat),
terbit
tahun
1641;
dan Principia
Philosophic (Prinsip-prinsip Filsafat), terbit tahun 1644. Semboyan dari aliran ini ialah
ungkapan Descartes yang berbunyi: Cogito ergo sum/I think therefore I’m (saya berpikir
maka saya ada).
Dari ungkapan sederhana ini, dapat diambil beberapa rumusan, sebagai berikut:
1. Eksistensi manusia yang paling sempurna ialah rasionya, sehingga rasio berperan sebagai
“pengenal dirinya” sesuai dengan koherensi antara berpikir dan berada. Artinya
keberadaan manusia terwujud/terkonsep setelah dia memikirkan dirinya.
2. Dengan rasio, manusia berhasil menemukan kesan (pengetahuan baru) tentang dirinya
yang tidak atau kurang diketahui sebelumnya, kecuali melalui sumber lain, yaitu kitab
suci.
3. Rasio tidak hanya sebagai penemu kesan (pengetahuan dan kebenaran) melainkan
kebenaran/pengetahuan hanyalah yang diperoleh melalui rasio tersebut.
Untuk menemukan basis yang kuat bagi filsafat, Descartes meragukan (lebih dahulu)
segala sesuatu yang dapat diragukan. Mula-mula ia mencoba meragukan semua yang dapat
diindera, objek yang sebenarnya tidak mungkin diragukan. Inilah langkah pertama
metode cogito tersebut. Dia meragukan adanya badannya sendiri. Keraguan itu menjadi
mungkin karena pada pengalaman mimpi, halusinasi, ilusi, dan juga pada pengalaman dengan
roh halus ada yang sebenarnya itu tidak jelas. Pada keempat keadaan itu seseorang dapat
2
-
-
mengalami sesuatu seolah-olah dalam keadaan yang sesungguhnya. Di dalam mimpi seolaholah seseorang mengalami sesuatu yang sungguh-sungguh terjadi, persis seperti tidak mimpi
(jaga). Begitu pula pada pengalaman halusinasi, ilusi, dan kenyataan gaib. Tidak ada batas
yang tegas antara mimpi dan jaga. Oleh karena itu, Descartes berkata,” Aku dapat meragukan
bahwa aku duduk di sini dalam pakaian siap untuk pergi ke luar; ya, aku dapat meragukan itu
karena kadang-kadang aku bermimpi persis seperti itu, padahal aku ada di tempat tidur,
sedang bermimpi.” Tidak ada batas yang tegas antara mimpi (sedang mimpi) dan jaga.
Tatkala bermimpi, rasa-rasanya seperti bukan mimpi. Siapa yang dapat menjamin kejadiankejadian waktu jaga (yang kita katakan sebagai jaga ini) sebagaimana kita alami adalah
kejadian-kejadian yang sebenarnya, jadi bukan mimpi? Tidak ada perbedaan yang jelas antara
mimpi dan jaga; demikian yang dimaksud oleh Descartes.
Aku yang sedang ragu itu disebabkan oleh aku berpikir. Kalau begitu, aku berpikir
pasti ada dan benar. Jika aku berpikir ada, berarti aku ada sebab yang berpikir itu aku. Cogito
ergo sum, aku berpikir, jadi aku ada. Sekarang Descartes telah menemukan dasar (basis) bagi
filsafatnya. Basis itu bukan filsafat Plato, bukan filsafat Abad Pertengahan, bukan agama atau
yang lainnya. Fondasi itu ialahAku yang berpikir. Pemikiranku itulah yang pantas dijadikan
dasar filsafat karena aku yang berpikir itulah yang benar-benar ada, tidak diragukan, bukan
kamu atau pikiranmu..Di sini kelihatanlah sifatsubjektif, individualists, humanis dalam filsafat
Descartes. Sifat-sifat inilah, nantinya, yang mendorong perkembangan filsafat pada Abad
Modern.
Spinoza (1632-1677)
Nama lengkapnya ialah Baruch de Spinoza, dalam bahasa Latin disebut Benedictus
dan dalam bahasa Portugis dengan Bento. Spinoza lahir di Amesterdam, Belanda tahun 1632
dan wafat tahun 1677 di Den Haag. Sebagai filsuf pengikut rasionalisme, Spinoza sangat
tertarik kepada Descartes. Kecuali ahli dalam bidang filsafat, filsuf ini juga ahli dalam bidang
politik, teologia dan etika. Ini terekam dalam tiga bukunya, yaitu Tractus Theologico
Politicus (terbit tahun 1670), Ethica, Or dine Ceometrico Demonstrate (terbit tahun 1677),
dan Tractus Politicus (terbit tahun 1677).
Sebagai filsuf pengikut rasionalisme, Spinoza sangat tertarik kepada Descartes. Kecuali ahli
dalam bidang filsafat, filsuf ini juga ahli dalam bidang politik, teologia dan etika. Ini terekam
dalam tiga bukunya, yaitu Tractus Theologico Politicus (terbit tahun 1670), Ethica, Or dine
Ceometrico Demonstrate (terbit tahun 1677), dan Tractus Politicus (terbit tahun 1677).
Spinoza mencita-citakan suatu system berdasarkan rasionalisme, untuk mencapai
kebahagiaan bagi manusia. Menurutnya aturan dan hukum yang terdapat pada semua hal tidak
lain dari aturan dan hukum yang terdapat pada idea. Sebagai dasar segala-galanya harus
diterima sesuatu yang tak terdasarkan kepada yang lain, jadi yang mutlak.
Berbeda dengan Descartes, sesuai dengan semboyannya “Deus sen Natura” (Tuhan atau
alam), Spinoza adalah seorang rasionalis yang mistik. Menurut Spinoza, seluruh kenyataan
merupakan kesatuan, dan kesatuan sebagai satu-satunya substansi sama dengan Tuhan atau
alam. Segala sesuatu termuat dalam Tuhan-alam. Tuhan sama dengan aturan kosmos,
Kehendak Tuhan berarti sama dengan kehendak alam, sehingga hukum-hukum alam sama
dengan kehendak Tuhan.
Leibniz (1646-1716)
Gottfried Eilhelm von Leibniz adalah filosof Jerman, pusat metafisikanya adalah idea
tentang substansi yang dikembangkan dalam konsep monad. Metafisika Leibniz sama
memusatkan perhatian pada substansi, yaitu prinsip akal yang mencukupi, yang secara
sederhana dapat dirumuskan “sesuatu harus mempunyai alasan”. Bahkan Tuhan harus
mempunyai alas an untuk setiap yang diciptakan-Nya.
Leibniz berpendapat bahwa substansi itu banyak, ia menyebut substansi-substansi
itu monad. Setiapmonad berbeda
satu
dari
yang lain,
dan
Tuhan
(sesuatu
3
yang supermonad dan satu-satunya monadyang tidak dicipta) adalah pencipta monadmonad itu.
2. Tokoh Empirisme
Istilah empirisme berasal dari kata empiri yang berarti indra atau alat indra, dan
ditambah akhiranisme, sebagai suatu aliran yang berpendapat bahwa pengetahuan/kebenaran
yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan diperoleh/bersumber dari panca indra
manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah
sesuatu yang sesuai dengan pengalaman manusia.
-
Francis Bacon (1210-1292)
Menurut Francis Bacon bahwa pengetahuan yang sebenarnya adalah pengetahuan
yang diterima orang melalui persentuhan inderawi dengan dunia fakta. Pengalaman
merupakan sumber pengetahuan yang sejati. Pengetahuan haruslah dicapai dengan induksi.
Jadi pemikiran Francis Bacon ini sangat bertentangan dengan pemikiran para filosof aliran
rasionalis.
-
Thomas Hobbes (1588-1679)
Thomas Hobbes berpendapat bahwa pengalaman inderawi sebagai permulaan segala
pengenalan. Hanya sesuatu yang dapat disentuh dengan inderalah yang merupakan kebenaran.
Pengetahuan intelektual (rasio) tidak lain hanyalah merupakan penggabungan data-data
inderawi belaka.
-
John Locke (1632-1704)
John Locke adalah filosof Inggris. la lahir di Wrington, Somersetshire, pada tahun 1632.
Tahun 1647-1652 ia belajar di Westminster. Tahun 1652 ia memasuki Universitas Oxford,
mempelajari agama Kristen. Sementara ia mempelajari vaknya, ia juga mempelajari
pengetahuan di luar tugas pokoknya.
Filsafat Locke dapat dikatakan antimetafisika. Ia menerima keraguan sementara yang
diajarkan oleh Descartes, tetapi ia menolak intuisi yang digunakan oleh Descartes. Ia juga
menolak metode deduktif Descartes dan menggantinya dengan generalisasi
berdasarkan pengalaman; Jadi, induksi. Bahkan Locke menolak juga akal (reason). la hanya
menerima pemikiran matematis yang pasti dan cara penarikan dengan metode induksi.
Buku Locke, Essay Concerning Human Understanding (1689), ditulis berdasarkan
satu premis, yaitu semua pengetahnan datang dari pengalaman. Ini berarti tidak ada yang
dapat dijadikan idea atau konsep tentang sesuatu yang berada di belakang pengalaman, tidak
ada idea yang diturunkan seperti yang diajarkan oleh Plato. Dengan kata lain, Locke menolak
adanya innate idea; termasuk apa yang diajarkan oleh Descartes, Clear and distinc
idea. Adequate idea dari Spinoza, truth of reasondari Leibniz, semuanya ditolaknya.
Yang innate (bawaan) itu tidak ada.
Segala sesuatu berasal dari pengalaman indrawi, bukan budi (otak). Otak tak lebih dari
sehelai kertas yang masih putih, baru melalui pengalamanlah kertas itu terisi (konsep tabula
rasa). Dengan demikian, John Locke menyamakan pengalaman batiniah (yang bersumber dari
akal budi) dengan pengalaman lahiriah (yang bersumber dari empiri). Ungkapan yang sering
digunakan ialah: Exprience, in that all knowledge is founded (Pengalaman, semua
pengetahuan berdasarkan pengalaman).
-
David Hume (1711-1776)
David Hume (1711-1776) pelanjut kajian Locke. Home lahir di Edinburg, Scotland
tahun 1711 dan wafat tahun 1776 di kota yang sama. Hume seorang yang menguasai hukum,
sastera dan filsafat.
4
Pemikiran empirisnya terakumulasi dalam ungkapannya yang sangat singkat, yaitu: I
never catch my self at any time with out a perception (Saya selalu memiliki persepsi pada
setiap pengalaman saya)
Dari ungkapan ini Hume menyampaikan bahwa, “seluruh pemikiran dan pengalaman tersusun
dari rangkaian-rangkaian kesan (impression) dan impression inilah sebagai bahan dari ilmu.
3. Tokoh Kriticisme
Pendirian aliran Rasionalisme dan Empirisme sangat bertolak belakang. Rasionalisme
berpendirian bahwa rasiolah sumber pengenalan atau pengetahuan, sedang Empirisme
sebaliknya berpendirian bahwa pengalamanlah yang menjadi sumber tersebut. Aliran ini
mencoba untuk memadukan perbedaan pendapat kedua aliran tersebut dengan tokohnya
adalah Immanuel Kant (1724-1804).
Ia mencoba mengembangkan suatu sintesis atas dua pendekatan yang bertentangan
ini. Kant berpendapat bahwa masing-masing pendekatan benar separuh, dan salah separuh.
Benarlah bahwa pengetahuan kita tentang dunia berasal dari indera kita, namun dalam akal
kita ada faktor-faktor yang menentukan bagaimana kita memandang dunia sekitar kita. Ada
kondisi-kondisi tertentu dalam manusia yang ikut menentukan konsepsi manusia tentang
dunia.
Untuk menghilangkan pertentangan di antara rasionalisme dan empirisme, Kant
mengadakan pemaduan di antara dua aliran ini dalam hal perumusan kebenaran. Dalam kaitan
ini Kant mengatakan:
Pengetahuan merupakan hasil kerjasama dua unsur; pengalaman dan kearifan akal budi.
Pengalaman inderawi merupakan unsur a posteriori (yang datang kemudian), sedangkan akal
budi merupakan unsur a priori (yang datang lebih dahulu).
Kant mengkritik Empirisme dan Rasionalisme, karena keduanya hanya mementingkan
satu dari dua unsur ini, sehingga hasilnya setiap kali berat sebelah. Padahal, katanya,
pengetahuan selalu merupakan sintesis. Untuk
menekan pertentangan itu Kant megadakan
tiga pembedaan perumusan kebenaran, yaitu akal budi (verstand), rasio (vernunft) dan
pengalaman inderawi.
4. Tokoh Idealisme
Idealisme berasal dari kata idea yang berarti gambaran atau pemikiran, dan isme yang
berarti paham atau pendapat. Idealisme ialah suatu pandangan dunia atau metafisika yang
menyatakan bahwa realitas dasar terdiri atas, atau sangat erat hubungannya dengan ide,
pikiran atau jiwa. Atau bisa disebut dengan aliran filsafat yang menjelaskan bahwa
kebenaran/pengetahuan sesungguhnya bukan bersumber dari rasio atau empiri, melainkan
dari gambaran manusia tentang suatu pengamatan.
- J. G. Fichte (1762-1914)
Fichte adalah tokoh idealisme subyektif, yaitu pandangan bahwa sumber
pengenalan/pengetahuan bukanlah rasio teoritis atau praktis seperti kata Immanuel Kant,
melainkan pada aktivitas Ego. Pemikirannya didasarkan pada konsep Ego Mutlak; yang
menemukan dan meneruskan pengertian-pengertian tentang obyek; ego tidak hanya sebagai
“penemu”, melainkan kata Fichte sekaligus sebagai yang “menciptakan benda-benda”
(obyek). Dengan demikian, peran manusia sebagai subyek sangat dominan di dalam
menggagaskan sesuatu.
F. W. J. Schelling (1775-1854)
Schelling adalah tokoh idealisme obyektif sebagai kebalikan dari idealisme subyektif.
Menurut Schelling, kebenaran gambaran tentang dunia tidaklah ditentukan oleh subyek (ego),
melainkan oleh obyek pengamatan, yaitu bagaimana obyek itu menampilkan dirinya, atau
bagaimana obyek menyadarkan subyek. Apabila aku (ego) menentukan kehendak, hal itu
5
diharuskan oleh kemestian yang mendahului kehendak, yaitu seluruh obyek pengamatan
kecuali sebagai pemberi kehendak, juga sebagai pemberi arah bahkan mampu merubah
kehendak.
- Hegel (1770-1831)
Hegel adalah tokoh idealisme mutlak, yang sangat berperan bagi penyemburnaan
idealisme. Hegel berhasil menampilkan idealisme yang terpadu setelah dikoyak-koyak oleh
Fichte dan Schelling. Apabila Fichte bersifat subyektif dan Schelling bersifat obyektif, maka
Hegel melihat secara keseluruhan (totalitas).
Membuktikan kebenarannya yang mutlak itu, Hegel menyusun alur pikir yang disebut
dengandialektika, yaitu tesis, antitesis dan sintesis.
5. Tokoh Materialisme
-
Berasal dari “materi” yang berarti benda. Materialisme adalah aliran filsafat yang
berpendapat bahwa, kebenaran tidaklah ditentukan oleh gambaran, melainkan oleh benda dan
seluruh kenyataan yang ada dirumuskan dan ditentukan oleh benda. Aliran ini memandang
bahwa realitas seluruhnya adalah materi belaka.
- Ludwig Feuerbach (1804-1872)
Menurutnya hanya alamlah yang ada. Manusia adalah alamiah juga seperti halnya benda
seperti kayu dan batu. Memang orang materialis tidak mengatakan bahwa manusia sama
dengan benda seperti kayu dan batu, tetapi materialisme mengatakan bahwa pada
akhirnya/pada prinsipnya/pada dasarnya manusia hanyalah sesuatu yang material; dengan kata
lain materi, betul-betul materi. Menurut bentuknya memang manusia lebih unggul ketimbang
sapi, batu, atau pohon, tetapi pada eksistensinya manusia sama saja dengan sapi.
Karl Marx (1818-1883)
Pokok pemikiran Marx diambil dari ajaran Filsafat Hegel dan Filsafat Feurbach. Dari
Hegel diambil metode dialektikanya dan mengenai sejarah, sedang dari Feurbach diambil
teori materialismenya. Ajaran filsafat Karl Marx disebut juga materialisme dialektika, dan
disebut juga materialisme historis. Disebut sebagai materialisme dialektika karena peristiwa
kehidupan yang didominasi oleh keadaan ekonomis yang materiil itu berjalan melalui proses
dialektika: tese, antitese dan sintese.Disebut materialisme historis, karena menurut teorinya,
bahwa arah yang ditempuh sejarah sama sekali ditentukan oleh perkembangan sarana-sarana
produksi yang materiil.
6. Tokoh Positivisme
Istilah positivisme berasal dari kata “positive” yang berarti “jelas dan bisa
digambarkan serta bermanfaat”. Positivisme adalah aliran filsafat yang berpangkal dari fakta
yang positif. Sesuatu di luar fakta atau kenyataan dikesampingkan dalam pembicaraan filsafat
dan ilmu pengetahuan.
Menurut aliran ini, pemikiran manusia mengalami perkembangan, mulai dari yang
sangat sederhana, sampai yang modern, yaitu positif. Pada tahap ini manusia hanya
mempercayai yang riil saja berdasarkan ilmu positif (science positive) yang didasarkan pada
pengamatan (observasi) dan percobaan langsung (eksperimentasi). Melalui dua pembuktian
ini, segala yang berbau metafisis dibuang, karena tidak bisa dibuktikan dengan dua
pendekatan tersebut.
Tokoh aliran ini adalah Auguste Comte (1798-1857), ia berpendapat bahwa indera itu
amat penting dalam memperoleh pengetahuan, tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan
diperkuat dengan eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Jadi pada dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang khas berdiri sendiri. Ia
hanya menyempurnakan Empirisme dan Rasionalisme yang bekerja sama. Dengan kata lain,
6
ia menyempurnakan metoda ilmiah dengan memasukkan perlunya eksperimen dan ukuranukuran. Jadi, pada dasarnya positivisme itu sama dengan Empirisme plus Rasionalisme.
7. Tokoh Fenomenologi
Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani phainomenon yang mengandung tiga
pengertian saling terkait, yaitu “yang langsung nampak, sesuatu yang langsung menampakkan
diri tetapi masih terselubung dan proses penampakkan”. Berpijak pada tiga pengertian di atas,
maka fenomenologi menurut istilah yang dikembangkan ialah “filsafat yang menyatakan
bahwa kebenaran merupakan hasil deskripsi intuitif manusia terhadap suatu obyek sesuai
dengan penampakan diri (fenomena) obyek tersebut”.
Jadi aliran ini berbeda dengan rasionalisme (subyektif), empirisme (obyektif) dan
idealisme (idealistik). Maka fenomenologi menggabungkan di antara subyek (manusia),
obyek (yang diamati) dengan cara pengamatan secara intuitif.
Edmund Husserl (1859-1938)
Edmund Husserl adalah filosof Jerman dan pendiri Fenomenologi. Pemikiran
terpentingnya adalah:
(1) Teori kebenaran : menurut Husserl kebenaran haruslah digabung di antara subyek
dengan obyek. Obyek diberi kesempatan memperkenalkan dirinya kepada subyek yang
mengamati, sesuai dengan semboyanzurukh zu den schen selbs (kembalilah kepada bendabenda sendiri).
(2) Tiga jenis reduksi : agar intuisi dapat menangkap gejala-gejala di atas secara benar, maka
manusia harus melepaskan diri dari pengalaman-pengalaman dan gambaran sebelumnya yang
diperoleh dalam kehidupan sehari-hari. Caranya ialah dengan tiga jenis reduksi, yaitu: reduksi
fenomenologis, reduksi eiditis, reduksi fenomenologi transendental.
- Max Scheler (1874-1928)
Max Scheler merupakan pelanjut tradisi fenomenologi. Pemikiran eksklusif Scheler
dibanding fenomenolog (filsuf fenomenologi) lainnya ialah tentang agama. Menurutnya,
agama dan filsafat merupakan dua entitas otonom sesuai dengan posisinya. Kendati memiliki
otonomi eksklusif, namun di antara keduanya memiliki keterikatan. Misalnya, dengan
memahami metafisis dalam filsafat tidak serta merta dapat memahami konsep metafisika
agama, karena keduanya memiliki aktus kodrati yang berbeda. Sebab itu kebenaran agama
hanya dapat diterima atas dasar kepercayaan religius, bukan kebenaran metafisis-filosofis.
Di dalam upaya menemukan kepercayaan religius, Scheler menggunakan pendekatan
fenomenologi. Melalui pendekatan fenomenologi ini, menurut Scheler, dapat ditampilkan ciri
dasar aktus religius, yaitu bahwa aktus itu mempunyai intensi yang transendental dunia (yang
ilahi), dan yang ilahi ini menjadi dasar dari aktus religius. Dengan kata lain, aktus religius itu
membutuhkan pemenuhan intensional dari dunia transenden. Aktus religius membutuhkan
suatu obyek yang tak terbatas, yaitu yang ilahi. Oleh karena itu, kebutuhan akus religius
hanya dapat terpenuhi oleh sesuatu yang diyakini subyek sebagai berasal dari Tuhan.
8. Teori Eksistensialisme
Istilah eksistensialisme berasal dari kata eksistensi dari kata dasar exist. Kata exist itu
sendiri adalaha bahasa Latin yang artinya: ex; keluar dan sistare; berdiri.
Jadi eksistensi adalah berdiri dengan keluar dari diri sendiri. Secara umum eksistensialisme
dimaksudkan sebagai aliran filsafat yang membicarakan keberadaan segala sesuatu, termasuk
manusia. Permasalahannya ialah, siapakah yang benar-benar berada (bereksistensi); apakah
manusia, atau Tuhan atau kedua-duanya.
- Martin Heidegger (1889-1976)
Pemikiran Heidegger ialah mengenai ada/realitas dan waktu (sein und zeit), yaitu apakah
ada itu konkrit atau tidak. Persoalan yang menjadi sorotan utamanya ialah pemaknaan “Aku
ada”. Menurutnya, manusia adalah suatu makhluk yang terlempar di dunia ini tanpa
persetujuannya. Ia seolah berada di jurang ketiadaan (nothingness) yang sangat dalam yang
menyebabkannya gelisah. Hal ini menurutnya, merupakan kelemahan manusia dan sebagai
7
dorongan agar ia dapat memahami akan eksistensinya. Sebagai puncak eksistensi, manusia
berbeda dengan benda-benda sekitarnya. Namun manusia mempunyai kecenderungan untuk
menjadi suatu benda.
Soren Kierkegard (1813-1855)
Kierkegard dipandang sebagai tokoh eksistensialisme teis, yaitu berupaya mengangkat
eksistensi manusia tanpa harus membuang jauh Tuhan dari kehidupan manusia. Ungkapannya
ialah: “Saya menjadi sebagaimana saya ada”. Melalui ungkapan ini Kierkegard menempatkan
manusia sebagai satu-satunya yang berkeistensi yang berhadapan dengan eksistensi Tuhan.
Hanya manusia yang bereksistensi bukan berarti yang lain tidak ada. Hanya saja tingkat
eksistensi dunia, binatang-binatang dan makhluk lainnya lebih rendah, karena mereka hanya
ada, tidak mengada.
9. Tokoh Pragmatisme
Pragmatisme berasal dari kata pragma (bahasa Yunani) yang berarti tindakan, perbuatan,
dan juga manfaat. Pragmatisme adalah aliran dalam filsafat yang berpandangan bahwa kriteria
kebenaran sesuatu ialah, apakah sesuatu itu memiliki kegunaan bagi kehidupan nyata. Oleh
sebab itu kebenaran sifatnya menjadi relative tidak mutlak.
- William James (1842-1910)
Sebagai pendiri pragmatisme, pemikiran terpentingnya ialah mengenai makna
pragmatisme. Pragmatisme merupakan filsafat ala Amerika yang berciri pragmatis. Orang
Amerika tidak puas dengan filsafat teoritis yang bertanya “apa itu”, tetapi memasuki filsafat
praktis yang bertanya “apa gunanya”. Sistematisasi dari jenis kedua inilah yang melahirkan
filsafat pragmatisme. Oleh karena itu, dikaitkan dengan aliran rasionalisme dan empirisme,
pragmatisme berada di antara dua aliran tersebut.
Pandangan filsafatnya, diantaranya menyatakan bahwa tiada kebenaran yang mutlak,
berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas dari akal yang mengenal. Sebab
pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan
pengalaman itu senantiasa berubah, karena dalam praktek, apa yang kita anggap benar dapat
dikoreksi oleh pengalaman berikutnya.
Ukuran segala sesuatu ialah manfaat yang praktis. Pandangan ini mencakup seluruh
aspek kehidupan, termasuk agama dan moral. Dalam kaitan dengan agama, James tidak
bertanya “kebenaran agama” yang ia tanya ialah “apakah hasilnya agama menjadi pedoman
hidup saya”. Jadi, manusia bebas memilih di antara percaya dan tidak percaya, sesuai dengan
pertimbangan fragmatisnya. Begitu juga dalam bidang moral, ukuran baik buruk ditentukan
oleh adakah manfaat dari suatu perbuatan; jika ada dipandang baik, dan jika tidak dipandang
buruk.
- John Dewey (1859-1952)
Sebagai pengikut filsafat pragmatisme, John Dewey menyatakan bahwa tugas filsafat
adalah memberikan pengarahan bagi perbuatan nyata. Filsafat tidak boleh larut dalam
pemikiran-pemikiran metafisis yang kurang praktis, tidak ada faedahnya. Oleh karena itu,
filsafat harus berpijak pada pengalaman dan mengolahnya secara praktis.
Menurutnya tak ada sesuatu yang tetap. Manusia senantiasa bergerak dan berubah. Jika
mengalami kesulitan, segera berpikir untuk mengatasi kesulitan itu. Maka dari itu berpikir
tidak lain daripada alat untuk bertindak. Kebenaran dari pengertian dapat ditinjau dari berhasil
tidaknya mempengaruhi kenyataan. Satu-satunya cara yang dapat dipercaya untuk mengatur
pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metoda induktif.
-
8
KESIMPULAN
Filsafat Modern adalah pembagian dalam sejarah Filsafat Barat yang menjadi tanda
berakhirnya era skolastisisme. Masa modern menjadi identitas di dalam filsafat Modern.
Masa filsafat modern diawali dengan munculnya Renaissance sekitar abad 15 dan 16 M.
Renaissance ialah periode penemuan manusia dan dunia, merupakan periode
perkembangan peradaban yang terletak di ujung atau sesudah Abad Kegelapan sampai
muncul Abad Modern.
Zaman modern sangat dinanti-nantikan oleh banyak pemikir manakala mereka mengingat
zaman kuno ketika peradaban begitu bebas, pemikiran tidak dikekang oleh tekanantekanan di luar dirinya.
Tokoh pertama filsafat modern adalah Descartes.
Filsafat abad modern pada pokoknya ada 3 aliran:
1. Aliran Rasionalisme dengan tokohnya Rene Descartes (1596-1650 M).
2. Aliran Empirisme dengan tokohnya Francis Bacon (1210-1292
3. Aliran Kriticisme dengan tokohnya Immanuel Kant (1724-1804 M).
Selain aliran itu, juga muncul aliran-aliran besar beserta tokoh dan pemikirannya yang
ikut berperan mengisi lembaran filsafat modern, antara lain yaitu idealisme, materialisme,
positivisme, fenomenologi, eksistensialisme dan pragmatisme.
Diana Wahyu Utami
(Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Ilmu dengan dosen Afid Burhanuddin,
M.Pd.)
9
Download