BAB II TINJAUAN PUSTAKA

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Spondylosis Cervicalis
2.1.1 Definisi Spondylosis Cervicalis
Spondylosis cervicalis adalah suatu kondisi degeneratif umum tulang
belakang leher, yang kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan yang berkaitan
dengan usia diskus.
Proses terjadinya spondylosis secara umum disebabkan oleh berkurangnya
kekenyalan diskus yang kemudian menipis dan diikuti dengan lipatan ligamen
disekeliling corpus vertebra, seperti ligamentum longitudinal, selanjutnya pada
lipatan ini terjadi pengapuran dan terbentuk osteofit.
2.1.2 Patofisiologi Spondylosis Cervicalis
Proses degeneratif pada diskus mengakibatkan kadar cairan dan elastisitas
diskus akan menurun, keadaan ini menyebabkan ruang diskus intervertebralis makin
menyempit, facet joint merapat, kemampuan kerja diskus menjadi makin buruk, dan
annulus menjadi lebih rapuh. Proses penuaan ini dapat mengakibatkan seorang
individu rentan mengidap nyeri leher. Gaya yang bekerja pada discus
intervertebralis akan makin bertambah setiap individu tersebut melakukan gerakan
menunduk, gerakan yang berulang-ulang setiap hari yang hanya bekerja pada satu
sisi discus intervertebralis, akan menimbulkan kerobekan kecil pada annulus
fibrosus tanpa rasa nyeri.
8
Secara umum spondylosis disebabkan oleh berkurangnya kekenyalan discus
yang kemudian menipis dan diikuti dengan lipatan ligament disekeliling corpus
vertebra, seperti ligament longitudinal, selanjutnya pada lipatan ini terjadi
pengapuran dan terbentuk osteofit (Prasojo,2002).
Spondylosis cervicalis pada vertebra disebabkan oleh adanya perubahan berupa
kemunduran atau menipis dan melemahnya diskus intervertebralis serta degenerasi
struktur persendian synovial pada sendi facet atau apophyseal joint yang terletak
pada region cervical. Spondylosis cervicalis yang terkena pada daerah cervical
umumnya hanya leher saja yang dirasakan orang akibat spondylosis (Sidharta,1999).
Pada spondylosis cervicalis perubahan patologi dapat terjadi pada segmen
vertebra cervical yang sama tetapi berbeda secara anatomis yakni pada jaringan
spesifiknya, dimana perubahan ini menimbulkan tanda dan gejala yang berbeda. Hal
ini dapat terlihat antara lain pada :
Discus Intervetrebralis : Berkurangnya komposisi air bukanlah merupakan satusatunya penyebabterjadinya penurunan fungsi diskus karena didalam struktur diskus
terdapat unsur lain : matrix, collagen atau glycosaminoglicans, proteoglicans,
hyalluronic acid dan air serta serabut elastin yang merupakan struktur yang bersifat
fleksibel. Keadaan ini ditandai dengan annulus fibrosus menjadi kaku, serabut
kolagen cenderung terlepas dan tampak retak pada beerapa tempat. Ketika annulus
fibrosus kehilangan cairan dan terjadi lebih banyak jaringan fibrosus maka discus
menjadi lebih tipis. Karena perubahan ini maka jarak antar corpus vertebra menjadi
lebih dekat. Hal penting dari perubahan pada diskus sebagai shock absorber dalam
pendistribusian beban. Pada sendi facet segmen yang sama menjadi terbebani.
Sendi Facet : Penipisan discus serta hilangnya fungsi diskus mengakibatkan
terjadinya peningkatan beban tumpuan pada sendi facet yang bukan sebagai sendi
9
penumpu beban. Pendistribusian beban mekanikal ke sendi facet juga dikarenakan
jarak sendi intervertebralis yang menjadi lebih dekat mengakibatkan terjadinya
kontak langsung antara permukaan sendi facet. Perubahan tekanan menyebabkan
hyalin cartilage yang menutupi permukaan tulang menjadi rusak.
Corpus Intervertebralis : Pada corpus vertebra terjadi lipping ditepinya, ini
diakibatkan karena reaksi mekanik yang terjadi berupa traksi dan kompresi pada
periosteum melalui tempat menempelnya di annulus fibrosus. Keadaan dekalsifikasi
pada Corpus vertebrae dapat mengakibatkan iritasi pada kapsul ligament sekitar
corpus vertebra segmen tersebut yang kemudian menimbulkan nyeri.
Canalis Spinalis : Durameter spinal cord seputar segmen dan nerve rootnya
sebagai akibat lanjutan dari perubahan degenerasi dengan menipisnya diskus
intervertebralis menyebabkan jarak antara vertebrae menjadi lebih rapat sehingga
akan mengecilkan foramen inter vertebralis, sehingga syaraf spinalis bisa tertekan.
Secara progresif, dengan mengecilnya foramen intervertebralis disamping itu
disertai juga inflamasi dan kemudian menyebabkan perlengketan disekitarnya. Hal
ini dapat menimbulkan spasme otot sehingga menimbulkan gejala gangguan seperti
nyeri, serta keterbatasan gerak sendi.
Otot-otot : Sebagai stabilisator aktif, otot-otot yang terdapat pada sekitar segmen
ini dan memiliki keterkaitan gerak dengan mobilitas leher akan ikut terganggu
fungsi kerjanya. Reaksi yang muncul dari otot-otot paravertebrae cervicalis sekitar
segmen tersebut adalah terjadi reaksi proaktif berupa guarding spasm.
Ligament : Penipisan discus intervertebralis karena degenerasi, menyebabkan
kekendoran ligament sekitar segmen tersebut yang menyebabkan instabilitas dari
segmen tersebut. Akibat lebih lanjut, akan terjadi ketidakseimbangan beban intra
artikuler yang menyebabkan
terdorongnya nucleus pulposus
kesatu sisi dan
10
terjebak pada sisi tersebut yang menimbulkan penguncian sendi. Disamping itu
menipisnya discus dengan semakin dekatnya jarak antara corpus vertebra serta
peningkatan immobilitas segmen dapat memicu terbentuknya osteofit pada corpus
vertebra dan sendi facet. Osteofit ini kemudian mendesak ligamen sekitarnya dan
iritasi dapat terjadi. Iritasi ligament akan menimbulkan nyeri.
Foramen Intervertebralis : Pada Foramen intervertebralis, dengan berkurangnya
ketebalan diskus menyebabkan penyempitan foramen intervertebralis. Terbentuknya
osteofit pada foramen juga menyebabkan pengecilan lumen foramen intervertebralis.
Pengecilan lumen ini menyebabkan akar syaraf yang melalui tertekan sehingga
memicu timbulnya nyeri dengan pola menyebar sepanjang sisi lengan yang
dipersarafi oleh akar syaraf tersebut.
Gambar 2.1 Spondylosis Cervicalis (Sobotta, 2000)
11
2.2 Anatomi Cervicalis dan Biomekanik Vetebrae Cervicalis
Pada uraian tentang anatomi dan fisiologi ini akan dijelaskan tentang jaringan
tulang, jaringan otot, jaringan sitim peredaran darah dan sistim persyarafan daerah
cervicalis
2.2.1 Jaringan Tulang
Sistem tulang vertebrae cervicalis dari segi bentuknya termasuk tulang
pendek karena lebar dan tebalnya hampir sama. Keseluruhan dari vertebrae
cervicalis akan berderet satu dengan yang lainnya membentuk suatu lengkungan.
Secara umum vertebrae cervicalis memiliki bentuk relatif sama, secara keseluruhan
berjumlah tujuh buah yang membentuk lengkung lordosis meskipun bentuk tulang
ini relatif sama tetapi mempunyai cirri-ciri yang lain.
Adapun cirri-ciri vertebra cervical tersebut adalah:
a. Vertebrae Cervicalis I
Tulang ini juga disebut sebagai tulang atlas. Tidak mempunyai corpus tetapi
diganti oleh bagian kanan dan kiri akan bertemu pada garis tengah dan disebut
dengan tuberculum anterius.
Disebut sebagai arcus posterior yang terakhir sebagai tuberculum posterius
pada bagian sebelah lateral antara arcus anterius dan arcus posterius akan
membentuk masa lateralis. Bagian yang disebelah lateral akan melanjutkan
sebagai processus transversus yang mempunyai foramen transversarium yang
dilalui oleh arteri vertebralis. Pada dataran cranialis dari masa lateralis terhadap
suatu facies articularis superior. Bentuk fovea ini sangat konkaf dan berfungsi
sebagai persendian dengan condylus occipitale. Dataran caudal masa lateralis
mempunyai dataran sendi yang lain dari vertebrae cervicalis kedua.
12
Pada bagian belakang fovea articularis articulus superior terdapat satu
cekungan/sulcus besar yang dinamakan sulcus arteria vertebralis. Pada bagian
tulang atlas foremena vertebralis yang besar pada dataran belakang arcus
anterior, pada suatu dataran sendi yang disebut fovea dens yang digunakan untuk
persenian vertebrae cervicalis kedua.
b. Vertebrae Cervicalis II
Vertebra cervicalis kedua disebut juga sebagai tulang yang mempunyai facies
articularis anterior yang bersendi pada fovea dentis atlantis dan disebelah dorsal
disebut faciescorpus vertebralis cervicalis kedua pada dataran ventral lebih
panjang dibanding dengan dataran dorsalnya dan yang disebelah lateral dari
corpus memiliki dataran sendi yang berbentuk oval dan besar yang menghadap ke
atas disebut sebagai facies articularis superior, sedangkan yang ke lateral akan
melanjutkan sebagai arcus vertebrae yang kuat karena bagian kanan dan kiri
saling bertemu yang disebut sebagai proccessus transversus dan arcus vertebrae
terdapat suatu tonjolan disebut dengan facies articularis inferior.
c. Vertebrae Cervicalis III, IV, V
Vertebrae cervicalis ketiga, keempat dan kelima semua memiliki corpus
vertebrae yang kecil dan proccessus spinosus yang berbentuk bifida atau
bercabang. Dua proccessus transversus memiliki foramen transversarium yang
membagi menjadi dua tonjolan tuberculum postorior.
Diantara kedua tonjolan ini terdapat sulcus nervi spinalis yang letaknya
disebelah lateral foramen transversium yang merupakan tempat untuk dilalui
nervus spinalis.
13
d. Vertebrae Cervicalis VI
Vertebrae cervicalis VI mempunyai peran dasar yang sama dengan
Vertebrae cervicalis III, IV, dan V hanya saja terdapat sedikit perbedaan pada
tuberculum anterior. Vetebrae cervicalis VI berukuran lebih besar dan disebut
dengan tuberculum caroticum
e. Vertebrae Cervicalis VII
Pada Vertebrae cervicalis ke VII biasanya juga disebut sebagai vertebrae
prominen, karena memiliki spinosus yang panjang dan meruncing yang menuju
dorsal dan tidak bercabang . Tuberculum anterior mengecil dan pada keadaan
cacat akan tumbuh seperti tulang rusak disebut tuberculum costerius. Kadang
kadang tuberculum ini akan memanjang dan bersendi dengan processus
transversus yang disebut juga sebagai costa cervicalis. Foramen transversarium
pada vertebrae cervicalis ketujuh ini terbentuk sangat kecil dan tidak dilalui
pembuluh darah (a. vertebralis)
Gambar 2.2 Vertebrae Cervicalis Posterosuperior (Sobotta, 2000)
14
Gambar 2.3 Vertebrae Cervicalis aspectus Lateralis & ventralis (Sobotta, 2000)
2.2.2 Jaringan otot
Otot adalah jaringan kontraktil pada tubuh dan merupakan otot gerak aktif atau
dengan kata lain otot merupakan stabilisator aktif suatu persendian. Pada sistem otot
ini penulis hanya membahas otot-otot penggerak leher. Gerakan yang terjadi pada
leher antara lain : flexi, extensi, lateral fleksi dan rotasi. Gerakan tersebut diatas
dilakukan oleh otot.
A. Otot penggerak flexi
1. m.Sternocleido Mastoideus
Origo
: Caput sternalis manubrium, caput clavicularis 1/3 medial clavikula
Insertio : Procesus mastoideis, lineanuchae superior os occipitalis
15
Fungsi
: Flexi columna vertebralis, rotasi kepala kearah yang berlawanan
Inervasi
: Acsesorius ,plexsus cervicalis
2. m.Longus Capitis
Origo
: Procesus transversus vetebrae cervicalis ke 3-6
Insertio
: Bagian basilaris os oksipitalis
Fungsi
: Flexi kepala
Inervasi
: N. Cervicalis
3.m. Rectus Capitis Anterior
Origo
: Massa lateral atlas
Insertio
: Pars basilaris os kapitalis
Fungsi
: Flexi, menopang kepala
Inervasi
: N. Cervicalis ke 1 dan 2
4. m. Scalenius Anterior
Origo
: Procesus transversus vetebrae cervicalis ke 3-6
Insertio
: Tuberculum costa pertama
Fungsi
: Mengangkat iga ke 1, flexi vertebrae cervicalis ke lateral
Inervasi
:Cervicalis ke 2 – 7
5. m. Scaleni Medius
Origo
: Procesus transversus vetebrae cervicalis ke 1-7
Insertio
:Permukaan atas iga pertama
Fungsi
: Mengangkat iga ke 1, flexi vetebrae cervicalis ke lateral
Inervasi
: Cervicalis ke 2- 7.
6. m. Scalenius posterior
Origo
: Procesus transversus vetebrae cervicalis ke 4-6
Insertio
: Iga ke 2
16
Fungsi
: Mengangkat iga ke 1– 2, flexi vetebrae cervical ke lateral
Inervasi
: Cervicalis ke 2 – 7
B. Otot penggerak extensi
1.m Trapezius
Origo : Os occipitale,lig. Nuchae, procesus spinosus vertebrae cervicalis ke 7
dan seluruh vertebrae thoracalis
Insetio : Clavicula, acromion, spina scapula
Fungsi : Mengangkat bahu, rotasi scapula untuk mengangkat bahu pada posisi
abduksi lengan,menarik scapula ke belakang.
Inervasi : Plexus accessorius cervicalis (Accessory Cervical Plexus)
2.m.Longissimus capitis
Origo
: Procesus transversus dari vetebrae thoracalis 4-5 bagian atas
Procesus articularis vetebrae servikalis bagian bawah
Insertio : Procesus mastoideus os temporale
Fungsi
: Menarik kepala ke belakang, rotasi kepala
Inervasi : N. Cervicalis
3. m. Longissimus cervicis
Origo
: Procesus transvursus vetebrae thoracalis 4-5 bagian atas
Insertio : Procesus tranversus vetebrae cervicalis 2-6
Fungsi
Insertio
: Extensi vetebrae cervicalis
: N. Cervicalis bagian bawah dan thoracalis bagian atas
4. m. Spinalis Capitis
Origo
: Procesus spinosus vetebrae thoracalis bagian atas dan vetebrae
cervicalis bagian bawah
17
Insertio
:
Os occipitalis
Fungsi
: Extensi kepala
Inervasi
: N. Cervicalis bagian bawah dan thoracalis bagian atas
5. m. Spinalis Cervicis
Origo
: Procesus spinasus vertebrae cervicalis 7 ligamentum nuchae
Insertio
: Procesus spinosus aksis
Fungsi
: Extensi columna vertebralis
Inervasi
: N. Cervicalis bagian bawah dan n.thoracalis bagian atas
6. m. Spinalis Capitis
Origo : Separuh bagian lig. Nuchae, procesus spinosus vertebrae cervical 7
dan vetebrae thorakalis bagian atas
Insertio : Bagian mastoideus os temporalis .os oksipitalis
Fungsi
Inervasi
: Extensi dan rotasi kepala
: N.Cervical bagian bawah dan n.thoracal
7.m. Spnalis Cervicis
Origo
: Procesus spinasus vertebrae cervicalis 7, lig. Nuchae
Insertio : Procesus transversus vetebrae cervicalis bagian atas
Fungsi : Extensi dan rotasi kepala
Inervasi : N. Cervicalis bagian bawah dan n.thoracalis
8. m.Semi Spinalis Cervitis
Origo
: Procesus vertebrae thoracalis 1-6
Insertio : Procesus spinatus vertebrae cervicalis 2-5
Fungsi : Extensi, rotasi columna vertebralis
Inervasi : N. Cervicalis
9.m.Semi Spinalis Capitis
18
Origo : Procesus tranversus vertebra thoracalis bagian atas dan vertebrae
cervicalis Bagian bawah
Insertio : Os occipitale
Fungsi : Extensi kepala
Inervasi : N. Cervicalis spinalis, n. Thoracalis spinalis
10. m Obliquus Capitis Superior
Origo
: Procesus tranversus atlas
Insertio : Os oksipital
Fungsi
: Extensi dan menggerakkan kepala ke lateral
Inervasi : N. Cervicalis spinalis1
11. m. Obliqus Capitis Inferior
Origo : Procesus tranversus aksis
Insertio: Procesus tranversus atlas
Fungsi : Rotasi atlas dan kepala
Inervasi : N. Cervicalis
12. m.Rectus Capitis Posterior Major
Origo : Procesus spinosus aksis
Insertio : Os oksipitale
Fungsi : Extensi kepala
Inervasi : N. Cervicalis
13. m. Rectus Capitis Posterior Minor
Origo : Tuberculum posterior atlas
Insertio : Os occipitale
Fungsi : Extensi kepala
Inervasi : N. Cervicalis
19
C. Otot Penggerak Lateral Flexi
1. m.Rectus Capitis Lateralis
Origo : Processus tranversus atlas
Insertio : Procesus jugularis os occipitale
Fungsi : Flexi, menopang kepala
Inervasi : N.Cervicalis 1, 2
2. m. Rectus Capitis Anterior
Origo : Massa lateral atlas
Insertio : pars basilaris os occipitale
Fungsi
: flexi, menopang kepala
Inervasi : n.cervicalis 1, 2
D. Otot penggerak rotasi
Otot penggerak rotasi adalah otot-otot yang juga sebagai penggerak flexi, extensi
dan lateral flexi yang mana otot tersebut juga dibahas di depan.
Gambar 2.4 Otot-otot leher (Sobotta, 2000)
20
2.2.3 Sistem peredaran darah
Sistem peredaran darah yang memelihara didaerah leher adalah :
A.. Sistem peredaran darah arteri
1. Arteri Carotis Externa
Arteri ini berjalan dalam trigonum cervicalis anterior ke atas sampai
sebelah medial glandula parotis dan akhirnya sebagai arteri temporalis
superfisial dan cabang-cabang lainnya. Cabang dari a.carotis externa adalah (i)
a. maxillaris (ii) a. thyroidea superior (iii) a.lingualis (iv) a.facialis. (v)
a.facialis transvertum (vi) a. auticularis posterior
2. Arteri Vertebralis
Arteri ini merupakan cabang arteri subclavia pada tepi lateral musculus
longus colli selanjutnya arteri masuk foramen transversarium vertebra
cervicalis 6 sampai 2 menuju foramen (occipitalis) magnum melalui sulcus
arteri bassilaris..
3. Truncus Costo Cervicalis
Dipercabangkan dari bagian dorsal arteri subelavia, kemudian pecah dan
bercabang menjadi dua yaitu : arteri cervicalis profunda dan arteri intercostalis.
4. Truncus Thyrea Cervicalis
Dipercabangkan pada tepi ventral arteri subelavia dan tepi medial dari
musculus scalenius.
Cabang yang memelihara leher dari arteri cervicalis ascenden yang
memelihara otot – otot yang letaknya di dalam profundus
21
Gambar 2.5
Arteri-Arteri Leher dan Kepala dari Lateral (Adam, 1997)
Keterangan gambar :
1. A. Temporalis superficialis
2. A. Maxilaris
3. A. Carotis Externae
4. A. Facialis
5. A. Lingualis
6. A. Carotis Interna
7. A. Carotis Communis
8. A. Sublavia
10. A. Vertebralis
11. A. Occipitalis
12. A. Artikularis Posterior
22
B. Sistem Peredaran Darah Vena
Pada umumnya pembentuk darah vena berjalan bersama-sama dan sejajar
dengan pembuluh darah arteri dengan nama yang sama. Adapun pembuluh darah
vena yang terdapat pada daerah leher adalah vena jugularis externa. Vena ini
sangat besar, berjalannya dimulai dari belakang daun telinga berjalan ke facia
colli superfisialis disebelah atas clavicula dan bermuara pada vena subelavia.
Dari vena jugularis externa menerima darah vena jugularis arterior vena
articularis pasterior dan vena occipitalis.
Gambar 2.6
Vena Utama Kepala dan Leher Dilihat dari Lateral (Adam, 1997)
Keterangan Gambar :
1. V. Temporalis Superficialis
2. V. Temporalis Superficialis
3. V. Maxilaris
4. V. Retromandibularis
5. V. Facialis
6. V. Jugularis Anterior
23
7. V. Jugularis Externa
8. V. Brachiocephalica Dextra
9. V. Jugularis Externa
10. V. Articularis Posterior
2.2.4. Sistem Persyarafan
Pada sistem persyaratan ini, penulis hanya akan membahas syaraf-syaraf
yang berhubungan dengan syaraf cervicalis 5 sampai cervicaisl 6.
A. Plexus Brachialis
Plexus Brachialis dibentuk oleh penyatuan secara bergantian dan
percabangan saraf-saraf, dengan demikian: lima saraf rami ventralis bergabung
membentuk tiga truncus (batang) yang bercabang membentuk enam bagian yang
menyatu kemudian membentuk tiga cord yang bercabang untuk membentuk enam
cabang terminal. Dari enam cabang terminal ini, dua segera bergabung membentuk
saraf median (tengah); sehingga plexus dapat dikatakan mulai sebagai lima rami
ventral dan berakhir lima saraf.
Rami dan truncus (batang) plexus terletak di leher, bagian belakang tulang
selangka, cord terletak di atas dan di belakang Pectoralis Minor dan cabang terminal
cord.
Masing-masing dari ketiga truncus ini dibagi menjadi 6 devisi yaitu 3 bagian
anterior dan 3 posterior. Ketiga bagian posterior bergabung menjadi satu cord
posterior tunggal.
Dari ketiga bagian anterior, bagian lateral dan tengah menyatu membentuk
lateral cord (fasciculus lateralis) sedangan bagian medial terus membentuk medial
cord.
24
AKSIOMA: merupakan kebenaran yang mendasar bahwa saraf-saraf ke otototot pada permukaan ventral dan dorsal dari tungkai atas dan bawah berasal
dari bagian anterior dan posterior masing-masing untuk membran superior
dari Plexus Brachialis dan untuk membran inferior dari lumbosacralis
Masing-masing dari ketiga cord memberikan satu atau lebih cabang
kolaterail dan berakhir dengan pembagian menjadi dua cabang terminal, cord lateral
dibagi menjadi saraf muscolucotaneous dan akar laterial dari saraf median dan cord
median. Cord medial bercabang menjadi saraf ulnar dan akar medial dari n.
medianus dan cord posterior dibagi menjadi saraf radial dan n. axillaris
Dengan
melihat
sepintas,
semestinya
sudah
jelas
bahwa
saraf
muscolucotaneous dan ramus lateralis dari saraf median bisa berasal dari bagian
serabut saraf ke-5, ke-6, dan ke-7; saraf ulnar akar medial dari saraf median berasal
dari bagian ke-8 dan ke-1, saraf median itu sendiri dan cord posterior dari masing
masing 5 bagian.
Dilihat dari fakta asalnya: muscolucotoneous 5, 6, 7; ulnar (7) 8, 1; median
(5) 6, 7, 8, 1; radial 5, 6, 7, 8, (1); auxiliary 5, 6.
Cord medial dan lateral mungkin lebih baik disebut sebagai cord
anteromedial dan antero-lateral. Cord posterior sudah diberi nama dengan tepat
karena cord ini dimaksudkan untuk menyediakan semua otot pada aspek posterior
dan exterior dari membran superior.
Hubungan plexus dengan artery. Plexus Brachialis muncul dari bagian
cerviks ruas tulang belakang, Plexus Brachialis semestinya pertama ada di atas, di
belakang dan bagian lateral dari arteri; dan memang demikian adanya.
Tiga cord dilepaskan pada bagian kedua dari arteri aksilaris, bagian
belakang Pectorallis Minor.
di
25
Cord medial dan lateral serta terminal cabang-cabangnya memiliki bentuk
capital “M” Fakta ini harus dipakai dalam mengindetifikasinya.
Juga ditemukan dua cabang cutaneous. Cabang yang lebih besar dari cabang
ini adalah saraf cutaneous. Cabang yang lebih besar dari cabang ini adalah saraf
cotaneous medial dari lengan bawah. Cabang yang jauh lebih kecil dari saraf
cutaneous medial dari lengan muncul dari cord medial sedikit di belakang
percabangannya.
Apabila prosedur tersebut di atas tidak diikuti, maka saraf radial akan dengan
mudah menimbulkan kekeliruan dengan saraf ulnar.
Jika turunan dari cord lateral dan medial dikesampingan, maka satu-satunya
saraf besar yang masih ada adalah saraf radial yang bisa di indentifikasi melalui
proses eksklusi (pengeluaran).
Apabila prosedur tersebut di atas tidak diikuti, maka saraf radial akan dengan
mudah menimmbulkan kekeliruan dengan saraf ulnar.
Saraf radial dan saraf axilaris akan terlihat sebagai dua terminal cabang dari
cord posterior. Dari lima saraf terminal dari plexus, maka saraf axilaris yang tidak
mengalir secara longitudinal, tetapi lenyap ke dalam ruang persegi empat.
Saraf Tulang Belakang Khusus merupakan struktur segmental secara
serial yang melekat pada saraf tulang belakang dengan dua akar vertral
(anterior yaitu motor (penggerak) atau eferen dan dorsal (posterior) yaitu
sensoris atau aferen. Kedua akar ini bergerak di kanal tulang belakangan
melalui foramen intervertebralis dan langsung menyatu dengannya
membentuk saraf tulang belakang. Dengan adanya kedua serabut
penggerak (motor) dan sensor, maka saraf-sraf tersebut dikatakan
bercampur. Setelah beberapa millimeter, kemudian saraf tulang belkang
26
dibagi menjadi ramus ventral dan dorsal. Secara kasar, rami dorsal
mensuplai otot-otot bagian belakang tubuh yang bertindakan pada kolom
vertebral dan kulit yang menutupi; sedangan rami ventral mensuplai
otot-otot dan kulit tiga per-empat dinding tubuh anterior.
Ada pembesaran pada akar dorsal karena akar dorsal ini terletak pada
foramen intervertebralis. Pembesaran ini dikenal sebagai spinal ganglion yang
terdiri dari badan sel semua serat aferen (sensor) di dalam saraf tulang belakang
tersebut.
Gambar : 2.7
Skema dari brachial plexus
Gambar 2.8
Pola Distribusi dari cutaneous inervasion pada Dorsum Tangan
27
2.2.5 Biomekanik Vertebrae Cervicalis
Biomekanik pada persendian vertebrae cervical adalah :
1. Sendi Atlanto Occipitalis
Merupakan sendi synovial jenis avoid terbentuk dari sisi inferior
articular face occyput ( konvek ) dengan articular face atlas ( konkaf ),
Gerakan utama persendian ini adalah Flexi – Extensi sehingga sering disebut
sebagai “ Yes Joint”, bidang gerak Flexi –Extensi adalah sagital dan axisnya
transversal, dengan lingkup gerak sendi : 10- 15/0/20-25
a. Gerak flexi
Gerakan ini mempunyai bidang gerak sagital dan axisnya
transversal dengan lingkup gerak sendi 10- 15. Otot yang bekerja pada
gerak ini adalah muscullus sternocleido mastoideus, musculus longus
capitis dan muscullus capitis anterior.
b. Gerak extensi
Gerak ini mempunyai bidang gerak sagital dan axis transversal
dengan lingkup gerak sendi 20-25. Otot yang bekerja pada gerak ini
adalah muscullus rectus capitis posterior minor, muscullus semispinsalis,
muscullus obliqus capitis posterior, muscullus splenius capitis dan
muscullus rectus capitis posterior.
2. Sendi atlanto axial
Dibentuk oleh arcus atlas dengan dens epistropheus, merupakan
sendi synovial, jenis sendi putar (pivot joint),gerak utamanya adalah rotasi
sehingga dikenal sebagai “no joint”,dimana bidang gerak rotasi adalah
horizontal dan axisnya vertical, dengan lingkup gerak sendi 35-
28
40/0/35-40. Otot yang bekerja pada gerak rotasi ini adalah muscullus
sternocleidomastoideus, muscullus trapezius, muscullus splenius capitis
dan muscullus splenius cervikalis.
3. Sendi Intervertebralis
Mulai dari Cervical 1 ke distal sampai cervical 7 membentuk
intervertebral joint. Facet dibentuk oleh inferior articular procesus dengan
superior articular procesus vertebrae bawahnya, dimana arah permukaan
sendi lebih dalam bidang transversal sehingga memungkinkan luasnya
gerak leher kesegala arah.
Sudut kemiringan dan sudut bukan facet tiap segmen bervariasi,
sehingga memiliki dominasi gerakan yang bervariasi setiap segmen.
Gerakan yang terjadi pada persendian leher : Flexi-extensi, lateral flexi dan
rotasi.
Lateral flexion mempunyai bidang gerak frontal dan axisnya
transversal dengan lingkup gerak sendi 0- 45. Otot yang bekerja pada
gerakan ini adalah musculus rectus capitis lateralis dan muscullus rectus
capitis anterior.
2.3 Nyeri
2.3.1. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak nyaman, yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan atau berpotensi terjadinya kerusakan jaringan
atau menggambarkan adanya kerusakan jaringan. Nyeri juga merupakan suatu
refleks untuk menghindari rangsangan dari luar badan, atau melindungi dari
semacam bahaya, tetapi perasaan nyeri yang terlalu keras atau berlangsung terlalu
29
lama akan berakibat tidak baik bagi badan. Berdasarkan patofisiologinya nyeri
terbagi atas:
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya
stimulus mekanis terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada
system saraf.
3. Nyeri idiopatik, nyeri dimana kelainan patologi tidak dapat ditemukan
4. Nyeri psikologik, penyebab nyeri tidak dapat ditemukan tetapi penderita
mengeluh nyeri dan biasanya keluhan nyeri sering berubah-ubah.
2.3.2. Klasifikasi Nyeri
Nyeri diklasifikasikan dalam beberapa bagian yaitu sebagai berikut:
2.3.2.1 Nyeri Perifer ( Peripheral Pain )
A. Superfisial : rangsangan secara kimiawi, fisik, pada kulit, mukosa,
biasanya terasa nyeri tajam-tajam didaerah rangsangan.
B. Deep : bila didaerah visceral, sendi, pleura, peritoneum terangsang akan
timbul rasa nyeri dalam. Umumnya nyeri dalam banyak berhubungan
dengan refered pain, keringat, kejang otot didaerah yang berjauhan dari
asal nyerinya.
C. Refered pain : rasa nyeri didaerah jauh dari tempat yang terangsang,
biasanya terlihat pada nyeri dalam, yang dirasakan atau menyebarkan
nyeri kearah superficial, kadang-kadang disamping rasa nyeri terjadi
pada otot-otot atau kelainan susunan saraf otonom seperti gangguan
vaskuler, berkeringat yang luar biasa. Penyebaran nyeri yang timbul bisa
berupa : hiperalgesia, hiperasthesia dan allodynia, yang mana penjalaran
nyeri ini dapat berasal dari sistem somatik maupun sistem otonom.
30
2.3.2.2 Nyeri Sentral (Central Pain)
Nyeri sentral adalah nyeri yang dirasakan akibat adanya rangsangan
dari sistem-sistem saraf pusat.
2.3.2.3 Nyeri Psikologik (Psycologic Pain)
Penyebab nyeri tidak dapat ditemukan, atau tidak ditemukan kelainan
organik tapi si penderita mengeluh nyeri hebat, umumnya keluhan berupa
sakit kepala, sakit perut, dan lain-lain.
2.3.3 Mekanisme Timbulnya Nyeri
Impuls disampaikan oleh serabut saraf yang bermyelin besar dan kecil,
aktivitas dari serabut saraf besar akan menghambat aktivitas substansia gelatinosa
yang menyebabkan pintu gerbang tertutup sehingga impuls nyeri tidak sampai,
sedangkan saraf yang kecil impuls diperlancar masuk kedalam substansia gelatinosa
selanjutnya naik ke otak untuk diterjemahkan sebagai nyeri. Keempat unsur tersebut
dikenal dengan transmisi nyeri diantaranya:
1. Proses Transduksi
Merupakan proses dimana suatu stimulasi nyeri diubah menjadi
suatu aktivitas listrik yang akan diterima oleh ujung – ujung saraf.
Stimulasi ini dapat berupa stimulasi fisik mekanis (berupa tekanan),
thermis (panas dan dingin), atau kimiawi.
2. Proses Transmisi
Yaitu penyaluran impuls melalui saraf sensorik menyusul proses
tranduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut A delta dan serabut C
sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla spinalis dimana impuls
tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh
traktus spinothalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya
31
impuls disalurkan kedaerah somatosensorik dikortek serebri melalui
neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan
sebagai persepsi nyeri.
3. Modulasi Nyeri
Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen
yang dihasilkan oleh tubuh dengan input nyeri yang masuk ke kornu
posterior medulla spinalis. Sistem analgesik endogen ini meliputi
enkefalin, endorfin, serotinin memiliki efek yang dapat menekan impuls
nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat
diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka untuk
menyalurkan impuls nyeri. Proses terbuka dan tertutupnya pintu nyeri
tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen. Modulasi nyeri
terdapat empat tingkatan yaitu:
1) Level Sensoris
Pada tingkat ini terjadi proses tranduksi, dimana rangsang nyeri
yang diterima diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan diterima
ujung-ujung saraf bebas. Rasa nyeri diterima oleh reseptor nyeri pada
kulit yang disebut nociseptor. Nociseptor ini dapat merespon stimulus
mekanik, kimia dan suhu. Rasa nyeri diterima oleh dua tipe saraf afferen
perifer. Ada tiga tipe nociseptor yang merespon impuls yang berbeda
yaitu:
a High threshold mechanoceptor (HTM) yang merespon stimulus
mekanik tetapi tidak merespon terhadap stimulus berupa panas, dingin
maupun bahan-bahan kimia.
32
b Polymodal nociceptor (PMN) yang merespon stimulus
mekanik, panas dan bahan-bahan kimia
c Cold nociceptor (CN) yang merespon stimulus berupa rasa
dingin.
2) Level Spinal
Pada level spinal dimulai terjadinya proses transmisi dimana
impuls nyeri disalurkan melalui saraf sensorik menyusul pronses
transduksi. Axon dari saraf afferen yang membawa rangsang nyeri
mencapai medulla spinalis hingga ke dorsal root. Sel-sel di kornu
posterior bertugas memproses informasi yang diterima oleh stimulus
nyeri. Sel-sel ini juga dapat berfungsi sebagai alat dalam mekanisme
inhibisi dan fasilitasi nyeri dari pusat kontrol.
Impuls nyeri pada tingkat ini dapat dikurangi dengan pelepasan
enkepalin dan terjadinya inhibisi pelepasan substansi P, dimana substansi
ini dapat meningkatkan sensitifitas ujung-ujung serabut saraf. Kornu
posterior merespon tiga tipe stimulasi perifer yaitu:
a. Low threshold mechanosensitive (LTM) yang merespon
rangsang bukan nyeri seperti sentuhan pada kulit.
b. Nociceptive specific (NS) yang hanya merespon rangsang
nyeri.
c. Wide dynamic range (WDR) yang merespon baik rangsang
nyeri maupun rangsang bukan nyeri.
3) Level Supraspinal
Pada tingkat ini terdapat dua jalur ascending utama, yaitu traktus
spinothalamikus, dimana sel-selnya terpusat dilamina 1 dan 5 serta
33
bertipe nociceptipe specific dan wide dynamic range. Jalur kedua adalah
dorsal colum postsynaptic spinomedularly system yang sel-sel sarafnya
berasal dari lamina 2 dan 4 serta bertipe low treshold mechanosensitive
dan wide dynamic range.
Traktus spinothalamikus sangat penting untuk transmisi baik
rangsang nyeri maupun panas ke pusat. Neuron pada area ini adalah
neuron bermyelin, yang berasal dari lamina 7 dan 8 dengan jalur
polimodal tanpa pemisahan yang jelas antara rangsang nyeri dan
rangsang bukan rangsang bukan nyeri. Traktus spinothalamikus berakhir
di thalamus.
Thalamus berfungsi sebagai stasiun relai untuk informasi
sensorik. Neuron-neuron di thalamus menerima input dari beberapa area
di perifer untuk diteruskan ke korteks serebri. Pelepasan endorpin dan
kortisol dapat mengurangi rasa nyeri pada tingkat ini karena efek
analgesiknya.
Pada level ini akan merangsang keluarnya endorphine di
hypothalamus sehingga terjadi blocking saraf tipe III dan IV oleh
rangsang noxious. Rangsangan noxious ringan akan menimbulkan respon
pada hypothalamus sehingga merangsang pengeluaran endorphine yang
akan memberikan efek mengantuk yang lama.
4) Level Sentral
Modulasi nyeri pada level sentral melibatkan sistem limbic
sebagai pusat emosional. Proses akhir dari rangkaian proses nocisepsi
adalah persepsi. Persepsi merupakan cara seseorang memperlakukan
secara aktual nyeri yang dirasakannya, yang mencakup sikap dan tingkah
34
laku yang kompleks, psikis dan faktor emosional yang tertinggi
mencakup ras takut yang berlebihan dan gembira, kadang – kadang
secara temporer dapat memblokade impuls nyeri di kornu posterior
medulla spinalis.
4. Persepsi
Adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks yang dimulai
dari proses transduksi, transmisi dan modulasi yang pada gilirannya akan
menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal dengan persepsi
nyeri.
2.3.4 Nyeri Akibat Spondylosis Cervicalis
Pada spondylosis cervicalis perubahan patologi dapat terjadi pada segmen
vertebra cervical yang sama, tetapi berbeda secara anatomis yakni pada jaringan
spesifiknya, dimana perubahan ini menimbulkan tanda dan gejala nyeri yang
berbeda. Hal ini dapat terlihat antara lain pada : diskus intervetrebralis menipis,
jarak antara sendi faset menyempit, corpus intervertebralis terjadi iritasi, canalis
spinalis mengecil sehingga terjadi inflamasi akut, otot-otot akan terganggu fungsi
kerjanya,
ligamen
akan
mengendor
dan
foramen
intervertebralis
terjadi
penyempitan, proses tersebut diatas dapat menimbulkan nyeri.
2.4 Microwave Diathermi (MWD)
2.4.1 Pengertian
Micro
Wave
Diathermy
(MWD)
merupakan
aplikasi
radiasi
elektromagnetik dengan panjang gelombang 12,25 cm dan frekwensi 2450 MHz.
MWD diproduksi oleh suatu magnetron, yang merupakan suatu jenis khusus katoda-
35
pijar (thermionic valve). Kedalaman penetrasi kira-kira 3 cm, yang lebih dalam dari
infra red tetapi lebih superficial dari short wave diathermy12.
Emitter yang sering disebut juga elektroda atau magnetoda terdiri dari
antena, reflektor, dan pembungkus. Emitter ini bermacam-macam bentuk dan
ukurannya serta sifat energi elektromagnetik yang dipancarkan.
Antara emitter dan kulit di dalam teknik aplikasi terdapat jarak berupa
udara. Pada emitter yang berbentuk bulat maka medan elektromagnetik yang
dipancarkan berbentuk sirkuler dan paling padat di daerah tepi. Pada bentuk
segiempat medan elektromagnetik yang dipancarkan berbentuk oval dan paling
padat di daerah tengah.
Energi elektromagnetik yang dipancarkan dari emitter akan menyebar,
sehingga kepadatan gelombang akan semakin berkurang pada jarak yang semakin
jauh. Berkurangnya intensitas energi elektromagnetik juga disebabkan oleh
penyerapan jaringan. Jarak antara kulit dan emitter tergantung pada beberapa faktor
antara lain jenis emitter, output mesin dan spesifikasi struktur jaringan yang diobati.
Pada pengobatan daerah yang lebih luas diperlukan jarak yang lebih jauh dan
memerlukan mesin yang outputnya besar.
2.4.2 Efek Fisiologis
Pemberian terapi dengan MWD ini akan menimbulkan reaksi berupa:
A. Reaksi lokal jaringan
Meningkatkan metabolisme sel-sel lokal ± 13 % tiap kenaikan
o
temperature 1 C. Serta meningkatkan vasomotion sphincter sehingga
timbul homeostatic lokal dan akhirnya terjadi vasodilatasi lokal.
B. Reaksi general
36
Mungkin
dapat
terjadi
kenaikan
temperatur,
tetapi
perlu
dipertimbangkan karena penetrasinya dangkal ± 3 cm dan aplikasinya
lokal.
C. Consensual efek
Timbulnya respon panas pada sisi kontralateral dari segmen yang
sama. Dengan penerapan MWD, penetrasi dan perubahan temperatur
lebih terkonsentrasi pada jaringan otot, sebab jaringan otot lebih banyak
mengandung cairan dan darah.
Jaringan ikat : Meningkatkan elastisitas jaringan ikat akibat
menurunnya viskositas matriks jaringan tanpa manambah panjang
matriks, tetapi terbatas pada jaringan ikat yang letak kedalamannya ± 3
cm.
Jaringan otot :Meningkatkan elastisitas jaringan otot dan
menurunkan tonus melalui normalisasi nocisensorik.
Jaringan saraf : Meningkatkan elastisitas pembungkus jaringan
saraf, meningkatkan konduktivitas serta ambang rangsang saraf.
D. Efek terapeutik
Penyembuhan luka pada jaringan, meningkatkan proses perbaikan
atau reparasi jaringan secara fisiologis.
Nyeri, hipertonus dan gangguan vaskularisasi, Menurunkan
nyeri, normalisasi tonus otot melalui efek sedative,
serta perbaikan
metabolisme
Kontraktur jaringan lunak, Dengan peningkatan elastisitas
jaringan lunak, maka dapat mengurangi proses kontraktur jaringan. Ini
dimaksudkan sebagai persiapan sebelum pemberian latihan
37
Gangguan konduktivitas dan threshold jaringan saraf. Apabila
elastisitas dan threshold jaringan saraf semakin membaik, maka
konduktivitas jaringan saraf akan membaik pula. Proses ini melalui efek
fisiologis.
2.4.3 Indikasi dan kontra indikasi
2.4.3.1 Indikasi :
1) Post akut cedera muskuloskeletal
2) Sobekan (tears) pada otot dan tendon
3) Penyakit sendi degeneratif
4) Lesi kapsular
5) Mereduksi nyeri subakut dan kronik
2.4.3.2 Kontra indikasi :
1) Akut traumatik muskuloskeletal injuri
2) Kondisi inflamasi akut
3) Mata, kontak lens
4) Malignancy, infeksi
5) Area pelvis selama menstruasi, kehamilan
6) Metal implants, cardiac pacemaker
38
Gambar 2.9
Alat Microwave Diathermi
2.4.4 Mekanisme penurunan nyeri oleh MWD
Dengan
pemberian
MWD
dapat
meningkatkan
sirkulasi
yang
menyebabkan cairan pada meniscoid meningkat, sehingga dapat mengurangi
entrapment meniscoid. Dengan adanya peningkatan sirkulasi terjadi peningkatan
pada cairan kapsul ligamen, sehingga kapsul menjadi lentur dan mobilitas system
kolagen meningkat. Serta terjadi rileksasi dari otot-otot back ekstensor. Selain itu
dengan panas yang ringan (mild heating), diatermi dapat menstimulasi saraf
bermyelin tebal Aδ dan C melalui system sinaps, sehingga sensasi nyeri akan terblok
dan nyeri menjadi berkurang. Jika intensitas tinggi maka terjadi stimulasi nocinoxius
ringan yang dibawa ke thalamus melalui traktus spinotalamikus, sehingga terjadi
pelepasan endorphin yang menyebabkan nyeri hilang dan reaksi mengantuk
sehingga otot menjadi rileks. Dengan adanya pemberian MWD yang dapat
meningkatkan sirkulasi, mengurangi entrapment meniscoid dan spasme otot, efek
sedative, serta peningkatan kelenturan kapsulo ligamen dan penyerapan sisa
metabolisme atau iritan yang menyebabkan nyeri menjadi berkurang.
39
2.4.5 Prosedur penerapan
Standar operasional penerapan MWD pada joint blockade cervical sebagai
berikut :
1) Persiapan alat
a) Semua tombol dalam keadaan nol
b)Merapikan kabel penghubung jangan sampai ada kabel yang
bersilangan
c) Kabel utama disambungkan ke sumber listrik
d) Naikkan intensitas sedikit demi sedikit, setelah dipanaskan
2) Persiapan subyek
a) Sebelum pemberian terapi subyek terlebih dahulu diberikan penjelasan
mengenai cara kerja alat indikasi dan kontraindikasinya
b) Posisi subyek dalam keadaan tidur terlungkup
c) Elektroda diletakkan pada daerah cervical
3) Pelaksanaan terapi
Dosis yang diberikan
a) Durasi : 15 menit
b) Intensitas : subtermal
c) Frekuensi : 2 x/minggu
40
Gambar 2.10
Aplikasi Microwave Diathermi
2.5 Trancutaneous Electrical Nerve Stimulation/TENS
2.5.1
Pengertian
Trancutaneous Electrical Nerve Stimulation/TENS merupakan suatu cara
penggunaan energi listrik guna merangsang sistem syaraf melalui permukaan kulit
dan terbukti efektif untuk merangsang berbagai tipe nyeri. TENS mampu
mengaktifasi baik syaraf berdiameter besar maupun kecil yang akan menyampaikan
berbagai informasi sensoris ke syaraf pusat. Efektifitas TENS dapat diterangkan
lewat teori gerbang kontrol.
Pada TENS konvensional mempunyai bentuk pulsa monophasic, biphasic
dan polyphasic. Monophasic mempunyai bentuk gelombang rektanguler, triangular
dan gelombang separuh sinus searah pada biphasic simetris. Sedangkan pada
poyphasic ada rangkaian gelombang sinus dan bentuk interferensi atau campuran.
Pulsa monopasik atau simetrik bipasik yang mengandung arus galvanik memodulasi
rasa nyeri pada level spinal dengan menghambat serabut syaraf bermielin tipis dan
tak bermielin pada level supraspinal inhibisi produksi dari endorphin. Sedangkan
41
pulsa simetrik bipasik dan rektanguler bipasik tidak mengandung arus galvanik dan
hanya dapat memodulasi nyeri pada level spinal yaitu menghambat serabut syaraf
bermielin tipis dan tak bermielin.
Pada TENS ini juga menggunakan burst sehingga akan menimbulkan
kontraksi otot sangat jelas pada saat terapi dilakukan. Dari kontraksi ini akan
dihasilkan efek samping pumping action pada otot sehingga akan memacu proses
sirkulasi jaringan yang menyebabkan otot lemas atau tidak tegang (efek sedatif)
yang pada akhirnya iritasi pada syaraf akan berkurang sehingga terjadi modulasi
nyeri level sensoris.
Gambar 2.11
Alat TENS
42
Gelombang arus TENS
43
2.5.2
Modifikasi Intensitas
Intensitas sangat berpengaruh didalam menentukan besarnya muatan arus
listrik dalam pulsa dan puncak arus listrik yang akan berhubungan langsung dalam
penetrasi dalam jaringan, semakin tinggi puncak arus listrik akan semakin dalam
penetrasinya selama daya hantar listrik pada jaringan.
Intensitas pulsa yang memadai durasi pulsa akan memberikan energi listrik
kedalam suatu jaringan pada tiap-tiap fase dari pulsa disebut muatan pulsa. Muatan
pulsa akan menimbulkan reaksi elektroda juga akan menentukan besarnya muatan
listrik berkisar antara 20 – 200 mikrocolums per fase, persentimeter persegi dari
ukuran elektroda.
Dalam pelaksanaan stimulasi elektris penggunaan durasi pulsa monophase
yang terlalu besar dan waktu yang lama akan mengakibatkan jaringan syaraf
berakomodasi dan bila ingin menghindari akomodasi intensitas dinaikkan tetapi
konsekwensinya timbul terasa nyeri. Intensitas dan durasi pulsa yang tinggi pada
aplikasi stimulasi elektris akan menimbulkan reaksi elektrokimia yang besar yang
ditandai dengan warna kemerah-merahan dan rasa nyeri pada jaringan di bawah
elektroda. Dengan alasan ini maka dosis stimulasi elektris secara subyektif
ditentukan toleransi pasien.
2.5.3
Frekwensi Pulsa
rekwensi pulsa sering dikacaukan dengan pengertian frekwensi arus listrik.
Frekwensi pulsa merupakan kecepatan / pulsa rate yang terjadi pada setiap detik
sepanjang durasi arus listrik yang mengalir. Frekwensi pulsa berkisar berkisar 1 –
44
200 detik. Frekwensi juga menyebabkan tipe respon terhadap motoris maupun
sensoris. Frekwensi pulsa tinggi > 100 pulsa per detik menimbulkan respon
kontraksi tetanik dan sensibilitas getaran sehingga otot cepat lemas.
Frekwensi arus listrik rendah cenderung bersifat iritiatif terhadap jaringan
kulit sehingga dirasakan nyeri apabila intensitas tinggi. Arus listrik frekwensi
menengah bersifat lebih konduktif untuk stimulasi elektris, karena tidak
menimbulkan tahanan kulit atau tidak bersifat iritatif dan mempunyai penetrasi yang
lebih dalam.
2.5.4
Penempatan Elektroda
Penempatan elektroda tidak terbatas pada daerah sekitar nyeri saja. Untuk
menentukan letak dan metoda penempatan elektroda TENS harus memahami
anatomi, prinsip fisiologi kondisi yang bersangkutan. Pengertian dasar tentang pola
nyeri, sindroma dan berbagai jaringan yang biasa sebagai sumber nyeri merupakan
suatu hal yang sangat penting untuk dipahami dalam kaitannya dengan penempatan
elektroda.
Metoda penempatan elektroda sebagai berikut :
a. Disekitar lokasi nyeri
Cara ini paling mudah dan paling sering digunakan, sebab metoda ini
dapat langsung diterapkan pada daerah nyeri tanpa memperhatikan karakter
dan letak yang paling optimal dalam hubungannya dengan jaringan penyebab
nyeri.
45
b. Dermatom.
Dasar pemikiran dari metoda ini ialah daerah kulit akan mempunyai
persyaratan yang sama dengan struktur / jaringan yang tepat dibawahnya.
c. Para vertebralis
Posisi elektroda diletakkan pada sisi kanan kiri vertebra.
d.
Kontra planar / Trough and Through
Metoda ini diterapkan pada sendi yang terasa nyeri.
2.5.5
Indikasi
Kondisi neurologi (Bell’s palsy, Erbs palsy, spinal cord injury, trigeminal
neuralgia), Kondisi musculoskeletal (osteoarthritis, rematoid arthritis, sakit setelah
operasi, low back pain), viseral pain dan dysmennore, angina pectoris, keterbatasan
gerak dan post fracture.
2.5.6 Kontra Indikasi
Kondisi pacu jantung/pase maker, kehamilan, inflamasi terlokalisir,
thrombosis, metal inplant, tumor, tuberkulosa.
2.5.7 Penentuan Dosis
Pada terapi spondylosis cervicalis menggunakan TENS konvensional dengan
pulsa pendek sekitar 50 µs pada frekwensi 30 – 100 Hz, dengan frekwensi tinggi
intensitas rendah. Intensitas dinaikkan tanpa rasa nyeri dengan burst. Waktu 15
menit, metoda kontraplanar dan pengulangan 3 kali se minggu.
46
2.5.8 Prosedur Penerapan
a. Persiapan Alat
Semua tombol dalam posisi nol, pad dibasahi terlebih dahulu. Untuk pad
yang menggunakan gel, ratakan gel pada permukaan pad kemudian
letakkan pad pada permukaan yang akan kontak dengan kulit pasien
b. Persiapan Pasien
Jelaskan pada pasien mengenai prosedur dan tujuan pemberian TENS.
Pasien dalam posisi tidur senyaman mungkin, dalam hal ini posisi pasien
tidur terlentang dengan ganjalan guling tipis dibawah lututnya. Daerah
yang akan diterapi bebas dari pakaian.
c. Teknik Aplikasi
Pad diletakkan secara kontra planar pada daerah leher. Nyalakan alat dan
atur waktu selama 15 menit. Naikkan intensitas secara perlahan sampai
pasien merasa aliran listrik atau terlihat adanya kontraksi otot, namun
tidak menimbulkan nyeri. Observasi pasien secara berkala sampai waktu
terapi selesai.
Gambar 2.12
Aplikasi pemberian TENS
47
2.5.9
Penurunan Nyeri Oleh TENS
Efek fisiologis dari TENS yaitu inhibisi atau menghambat nyeri,teori control
gerbang terdiri dari neuron sensorik diameter besar(large fibers/A) dan neuron
berdiameter kecil(small fibers/C). Small fibers/C merupakan serabut saraf halus
tidak bermielin yang berfungsi membuka jembatan hantaran. Interaksi kedua jenis
serabut syaraf tersebut dapat merangsang sel T sehingga nyeri dapat dihambat
melalui stimulasi listrik lewat penutup gerbang yang mengakibatkan terhentinya
produksi sel T sehingga nyeri berkurang.
2.6 Massage
2.6.1 Definisi Massage
Massage adalah suatu teknik manipulasi pada jaringan lunak tubuh yang
bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah, relaksasi otot, mengurangi nyeri,
meregangkan otot dan meningkatkan oksigen dalam darah.
2.6.2 Efek Massage
1) Massage berhubungan dengan gangguan pada otot antara lain tighness,
stifness dan spasme. Efek massage akan berhasil dengan memnerikan penekanan
secara langsung pada daerah yang mengalami gangguan serta memberikan
manipulasi pada otot. Dengan manipulasi jaringan oot berupa penekanan pada
daerah yang mengalami gangguan akan mengirimkan pesan yang panjang kepada
sistem saraf pusat dan dengan segera akan terjadi peningkatan sirkulasi ke daerah
yang mengalami gangguan atau spasme. Dengan peningkatan sirkulasi ini akan
membuat jaringan otot lebih fleksibel dan elastik.
48
2) Massage memperbaiki sirkulasi darah sehingga akan memperbaiki jumlah
oksigen dan nutrisi ke dalam jaringan otot. Peningkatan nutrisi dan oksigen ini akan
merelaksasikan otot dan akan membebaskan rasa sakit. Selain memperbaiki sirkulasi
massage juga memperbaiki pengiriman nutrisi ke dalam jaringan otot
3.) Massage mempercepat pembuangan dari sisa-sisa metabolisme dan
menambah nutrisi dengan peningkatan sirkulasi, sehingga akan terjadi pengurangan
dari kelelahan otot dan rasa sakit.
4) Massage menghambat siklus dari rasa nyeri yaitu dengan mengurangi
spasme otot, peningkatan sirkulasi serta memperepat pembuangan sisa-sisa
metabolisme.
5) Massage menolong untuk menjaga keadaan nutrisi, fleksibilitas dari otot
serta mempercepat masa pemulihan otot dan mempersiapkan otot untuk berfungsi
secara maksimal setelah pemulihan.
2.6.3 Indikasi Massage
Massage dapat membantu pada beberapa kondisi, meliputi kondisi seperti
insomnia, tekanan darah tinggi dan nyeri pinggang, juga dapat mengurangi anxiety
(kecemasan).
Selain
itu
juga
dapat
meringankan
masalah
pada
sistem
muskuloskeletal seperti nyeri pinggang serta masalah pada saluran pencernaan.
2.6.4 Kontra Indikasi Massage
Meskipun massage pada umumnya memberikan manfaat yang besar, namun
ada beberapa penyebab yang harus dihindari untuk melakukan massage. Beberapa
kondisi kontra indikasi dari massage antara lain :
49
1) Nyeri pinggang akut terutama jika nyeri menjalar ke tungkai atau tangan
ketika dimassage pada daerah punggung atau leher.
2) Varises atau trombosis
3) Jika sedang dalam kondosi hamil, massage pada daerah abdomen dan
pinggang bawah harus sangat hati-hati dan lembut pada 3 bulan pertama.
4) Jika seseorang dalam kondisi kronik fatique, maka jaga tekanan tetap
lembut
2.6.5 Tehnik Massage
1) Stroking
Suatu gerakan massage jenis tekanan dalam mengikuti permukaan
tubuh dengan arah tertentu, kecepatan bervariasi. Tehnik dasar stroking
hampir sama dengan eflurage. Namun tekanan stroking lebih dalam dan
untuk meratakan media.
2) Eflurage
Suatu gerakan massage jenis mendorong tidak terputus mengikuti
permukaan tubuh dengan arah tertentu dan tekanan superficial, kecepatan
rendah dan ritmis. Tehnik dasar eflurage adalah gosokan permukaan tubuh
ke arah jantung, menggunakan tangan, siku dan memanfaatkan berat badan
tetapi tetap kontak dengan kulit. Di mulai dari proksimal kemudian ke distal,
gerakan deper dengan kecepatan slower, pengulangan gerakan 6 kali.
3) Kneading
Suatu gerakan massage jenis tekanan putaran dan dorongan ke
proksimal yang ditujukan pada otot individu atau kelompok. Gerakan
50
kneading bermanfaat untuk peningkatan sirkulasi darah jaringan lebih dalam,
relaksasi otot, meregangkan otot dan melenturkan jaringan.
2.6.6 Mekanisme Penurunan Nyeri oleh Massage
Massage adalah suatu teknik manipulasi pada jaringan lunak tubuh yang
bertujuan untuk meningkatkan sirkulasi darah, relaksasi otot, mengurangi nyeri,
meregangkan otot dan meningkatkan oksigen dalam darah. Dimana pada kasus
mechanical back pain terjadi spasme pada otot-otot erector spine sehingga
menimbulkan nyeri.
Dengan diberikan massage akan terjadi peningkatan sirkulasi ke daerah yang
mengalami gangguan atau spasme. Dengan peningkatan sirkulasi ini akan membuat
jaringan otot menjadi lebih fleksibel dan elastik. Spasme berkurang maka nyeri pun
akan berkurang.
2.6.7 Prosedur Pelaksanaan
1) Persiapan alat
a) Sebelum dilakukan pengobatan, pasien diberitahukan perihal pengobatan
yang akan dilakukan, tujuan dan manfaatnya secara singkat.
b) Pakaian sebaiknya dilepaskan, terutama pakaian atas, pasien diminta
untuk memakai celana pendek dan sejenisnya yang tidak mengganggu
pengobatan. Gunakan handuk sebagai penutup tubuh bagian bawah.
c) Posisi pasien harus dipilih senyaman mungkin agar pasien merasa rileks,
pada kasus ini posisi pasien tidur telungkup, dan diberi bantal/gulungan
handuk di bawah anklenya.
51
2) Persiapan pasien
a) Siapkan bed yang akan digunakan, sebaiknya menggunakan bed yang
ketinggiannya sesuai dengan tinggi fisioterapis, umumnya setinggi
pertengahan tungkai atas fisioterapis tersebut.
b) Siapkan baby oil
c) Sediakan pula beberapa handuk sebagai penutup tubuh dan sebagai
ganjalan pada anklenya, agar pasien merasa nyaman dan safety.
d) Sebagai tambahan sediakan pula tissue untuk membersihkan sisa baby
oil setelah pengobatan dilakukan, lalu taburkan bedak pada bagian
tubuh yang habis dimassage agar pasien merasa nyaman dan tidak
lengket.
3) Pelaksanaan
Pelaksanaan ini dilakukan dengan cara :
a) Stroking : ibu jari diletakkan pada tepi otot trapezius atas sebelah
lateral dari prosessus spenosus cervical spine lalu digosokan ringan
ke ujung bahu, menggosoknya dengan keras, mengangkat otot
trapezius atas sesaat itu ibu jari berada pada posisi seperti permulaan.
Gerakan ini dikerjakan 8 kali dan tekanan gosokan yang kelima
diarahkan ke ujung bahu dan kembali kepangkal leher secara ringan.
b) Kneading : Ibu jari kanan diperkuat dengan ujung jari kiri diletakan
pada cervical bagian atas otot trapesius kiri. Pijatan melingkar kecil
dengan arah gerak searah jarum jam, setengah lingkaran menekan
dan setengah lingkaran berikutnya tekanan ringan. Pijatan menggeser
kearah acromion. Setelah selesai pada ujung acromion lalu
menggosok kembali pada posisi permulaan dengan tekanan ringan.
52
Dikerjakan 3 sampai 5 kali ulangan. Otot trapezius samping kanan
dikerjakan dengan teknik yang sama, kecuali arah gerakan
berlawanan dengan gerak jarum jam.
4) Dosis
Dalam penggunaan massage ini, dosis yang diberikan yaitu waktu
selama ±15 menit untuk total seluruh gerakan, setiap teknik gerakan
gerakan massage dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali dengan 3
kali repetisi.
2.7 Stretching Exercise
2.7.1. Pengertian
Streching
exercise
adalah
istilah
umum
yang
digunakan
untuk
menggambarkan / menguraikan beberapa maneuver pengobatan yang ditujukan
untuk memperpanjang pemendekan susunan soft tissue secara patologis dan untuk
menambah luas gerak sendi. Streching dapat juga berarti peregangan.
Dalam penelitian ini akan dipakai metode Active Isolated Strecthing. Adapun
pengertian dari Active Isolated (AI) Stretching adalah bentuk baru dari peregangan
yang dikembangkan Aaron L. Mattes, 2000. Peregangan ini dilakukan dengan
melakukan kontraksi antagonis atau kelompok otot yang berlawanan yang
mendorong kelompok otot yang diregangkan untuk mengendur. Prosedur dalam
melakukan peregangan AI adalah sebagai berikut :
(1) pilih kelompok otot yang akan diregangkan dan kemudian ambil posisi
untuk memulai peregangan, otot yang diregangkan adalah sternocleido
mastuideus, otot trapezius, dan scalenius.
53
(2) lakukan kontraksi aktif pada otot antagonis atau kelompok otot yang
berlawanan
(3) lakukan pergerakan dengan cepat dan perlahan
(4) tahan selama 1-6 detik dan kemudian lepaskan regangannya
(5) ulangi empat hingga enam kali.
2.7.2 Mekanisme Kerja Stretching
Muscle spindle dan golgi tendon organ yang menyediakan informasi sensoris
berperan dalam pemanjangan dan tegangan pada otot. Fungsi utama dari muscle
spindle adalah untuk memonitor kecepatan dan durasi stretching pada sebuah otot
melalui aksi reflek yang dimulai dengan sebuah kontraksi kuat untuk menurunkan
stetching yang terjadi. Sedangkan golgi tendon organ berperan dalam mekanisme
proteksi untuk menginhibisi kontraksi otot dan memiliki threshold yang sangat
rendah setelah otot berkontraksi. Treshold dari golgi tendon organ akan meningkat
saat otot dilakukan stretching exercise secara pasif.
Dengan diberikan stretching exercise akan terjadi peningkatan sirkulasi ke
darah yang mengalami gangguan atau spasme. Dengan peningkatan sirkulasi ini
akan membuat jaringan otot menjadi lebih fleksibel dan elastic. Spasme berkurang
maka nyeripun akan berkurang.
2.7.3. Penerapan Prosedur Stretching
Dalam penerapan prosedur stretching, pasien menunjukan suatu kontraksi
isometrik dari otot yang mengalami ketegangan sebelum secara pasif otot
dipanjangkan. Alasan penerapan tekhnik ini adalah bahwa kontraksi isometrick yang
54
diberikan sebelum stretching dari otot yang mengalami ketegangan akan
menghasilkan rileksasi sebagai hasil dari autogenic inhibition.
Adanya kontraksi isometrik akan membantu menggerakkan stretch reseptor
dari muscle spindle untuk segera menyesuaikan panjang otot maksimal. Golgi
tendon organ dapat terlibat dan menghambat tegangan pada otot sehingga dengan
mudah otot dapat dipanjangkan. Ketika otot diberikan stretching, stretch refleks
bekerja secara otomatis mengkontraksikan otot yang terulur untuk melindunginya
dari stretching yang berlebihan. Ketika terjadi ketegangan pada otot yang diulur,
golgi tendon organ akan teraktivasi dan segera menginhibisi ketegangan dengan
relaksasi melalui pemanjangan otot. Jika stretching dipertahankan dalam waktu
lama, sekurang-kurangnya 6 detik maka golgi tendon organ meresponnya dengan
mengizinkan otot tersebut secara refleks untuk rileksasi (Patti and Finke,1998).
Stretching pada serabut otot dimulai dari sarkomer yang merupakan unit
dasar dari kontraksi otot. Ketika sarkomer berkontraksi, area yang saling tumpang
tindih menurun mengikuti serabut otot untuk elongasi atau memanjang. Ketika salah
satu serabut otot berada pada panjang istirahat maksimum dan seluruh sarkomer
terulur penuh, tambahan stretching berpengaruh pada jaringan ikat yang ada
disekitarnya. Ketika tegangan meningkat, serabut kolagen pada jaringan ikat
meluruskan diri selama diberikan stretching dengan kekuatan yang sama. Oleh
karena itu saat dilakuan stretching, serabut otot yang mengalami ketegangan ditarik
keluar sehingga panjang sarkomer bertambah, serabut kolagen pada jaringan ikat
mengambil sisa-sisa kekenduran. Hal ini akan membantu meluruskan kembali
abnormal cross link pada arah ketegangan sehingga akan membantu perbaikan pada
jaringan parut ( Walker, 1971).
55
Ketika otot diulur, beberapa serabut akan memanjang tetapi masih ada
serabut yang beristirahat. Hal ini tergantung pada jumlah serabut yang terulur.
Kekuatan untuk mengkontraksikan otot adalah hasil dari jumlah serabut yang diulur
sehingga panjang otot bertambah selama diberikan stretching.
Stretching dapat dilakukan dengan cara mengkontraksikan otot lalu di ikuti
dengan periode rileksasi dan stretching untuk memperoleh fasilitasi dan inhibisi
pada otot dan gerakan yang terjadi mencakup otot dan persendian yang dilewati otot
terkait, baik agonis maupun antagonis. Selain itu stretching merupakan metode
terapi dengan tekhnik mobilisasi tidak langsung pada persendian, dimana mobilisasi
ini penting karena keterbatasan gerak yang terjadi pada sendi atau terkuncinya
persendian mengakibatkan terjadinya respon aktif pada otot sekitar sendi menjadi
spasme.
2.7.4 Frekuensi
Frekuensi stretching yang terbaik adalah 3-5 kali perminggu. Frekuensi
stretching yang sangat efektif dilakukan sebanyak 5 kali dalam setiap kali pertemuan
( Walker, 1971 ).
2.7.5. Intensitas
Peregangan bukan aktivitas yang menyakitkan, ia harus menyenangkan,
santai dan bermanfaat. Tetapi banyak orang percaya bahwa untuk mendapat manfaat
lebih dari peregangan maka mereka harus melakukan peregangan sampai merasakan
sakit. Ini adalah salah satu kesalahan terbesar ketika kita melakukan peregangan.
Ketika otot diregangkan hingga ke titik rasa sakit maka tubuh akan
mempertahankan mekanisme yang disebut stretch reflex. Ini adalah cara menjaga
56
keselamatan tubuh untuk mencegah cidera serius yang terjadi pada otot, tendon dan
persendian. Peregangan merefleksikan proses perlindungan otot dan tendon lewat
kontraksi.
Sehingga untuk menghindari refleksi regangan, hindari rasa sakit. Jangan
pernah memaksakan peregangan sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman. Hanya
peregangan pada titik di mana tegangan yang dapat dirasakan di otot. Dengan cara
ini, cidera dapat dihindari dan manfaat maksimum bisa diperoleh (Walker, 1971).
2.7.6 Durasi Stretching
Banyak literatur yang
menganjurkan durasi untuk stretching antara 10
hingga 30 detik. Pendapat lain merekomendasikan 12-18 detik dengan alasan
relaksasi terjadi pada periode ini. Untuk melakukan peregangan isometrik, lakukan
posisi peregangan pasif dan kemudian melakukan kontraksi otot yang diregangkan
selama 10-15 detik. Pastikan semua gerakan bagian tubuh dibatasi. Kemudian
kendurkan otot selama 20 detik. Prosedur ini harus diulangi lima kali ( Walker,
1971).
Gambar 2.13
Aplikasi Stretching Exercise
57
Gambar 2.14
Aplikasi Stretching Exercise
2.7.7 Efek streching
Secara umum stretching dilakukan untuk mendapatkan efek relaksasi dan
pengembalian panjang dari otot dan jaringan ikat. Jaringan ikat membutuhkan waktu
20 detik untuk mencapai efek relaksasi, sedangkan otot membutuhkan waktu 2
menit untuk dapat mencapai efek relaksasi.
2.7.8 Mekanisme Penurunan nyeri oleh Streching
Stereching adalah tehnik penguluran pada jaringan
lunak tubuh yang
bertujuan untuk relaksasi otot dan, mengurangi nyeri meregangkan otot. Dimana
pada kasus spondylosis cervical terjadi spasme pada otot-otot erector spine sehingga
menimbulkan nyeri.
Dengan diberikan stretching akan terjadi peningkatan sirkulasi ke darah yang
mengalami gangguan atau spasme. Dengan peningkatan sirkulasi ini akan membuat
jaringan otot menjadi lebih fleksibel dan elastic. Spasme berkurang maka nyeripun
akan berkurang.
Download