Contoh Program Prevensi Universal

advertisement
PSIKOLOGI KLINIS
Prevensi: Tujuan Sepanjang Intervensi
OLEH :
 MUTIARA MEGASARI
(2012.08.0.0023)
 SHOFIATUS S. FITRIA
(2012.08.0.0052)
 ADELIA PUTRI AYUNDA
(2012.08.0.0056)
 GUNTUR WICAKSONO
(2012.08.0.0064)
Universitas Hang Tuah
Fakultas Psikologi
Surabaya
2014
PREVENSI DAN PEKERJAAN KLINIS--SEBUAH KOMBINASI ALAMIAH
Berisi diskusi tentang prevensi (pencegahan) berbagai kesulitan psikologis, perilaku dan
emosional. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian dan sosialisai mahasiswa tentang dalam
pelatihan dan mengorganisasikan dalam mempengaruhi cara mereka dalam memikirkan tentang
berbagai teori, orang-orang dan kesulitan yang mereka perlihatkan. Dengan kata lain, klinisi
biasanya diajari untuk mengatagorisasikan atau mengonseptualisasikan. Mengategorisasikan atau
mengonseptualisasikan berbagai kesulitan, merekomendasikan dan memfasilitasi intervensi dan
selanjutnya mengevaluasikan efek tivitas intervensi yang di pilih.
 Mengapa Harus Peduli Soal Prevensi
Reviu mutakhir terhadap literatur prevensi berisi berbagai macam estimasi tentang biaya
tahunan untuk pelayanan kesehatan mental dan penyalah gunanan substansi dan estimasi untuk
biaya-biaya yang terkait dengan kehilangan Produktivitas keberadaan kebutuhan terhadap
pelayanan-pelayanan semacam itu, eatimasi seluruh biaya untuk pelayanan itu berkisar antara 142
sa,pai 212 miliar dolar As per tahun di Amerika Serikat saja (national in stitite of Mental Health –
NIMH, 1995; Spence, 1998). Besarnya biaya ini melampaui biaya yang jarus di tanggung oleh
America Serikat untuk kanker, penyakit pernapasan, AIDS, atau penyakit jantung koroner (NIMH,
1995). Selain itu, reviu yang sama menemukan bahwa, setiap tahunnya kira-kira 20 % sampai 30 %
orang dewasa dan 10 % sampai 15% anak-anak dan remaja akan mengalam9i kesulitan psikologis
negatif pada fungsional yang akan berdampak negatif pada fungsi mereka sehari-hari sampai ke
tingkat yang membuat mereka memenuhi kriteria untuk berbagai gangguan klinis.

Peran Historis Prevensi dalam Kesehatan Mental
Catatan waktu dari berbagai peristiwa penting yang disajikan. Menunjukkan bahwa
prevensi dan keinginan untuk lebih memahami faktor-faktor lingkungan dalam perkembangan
berbagai masalah psikologis telah lama menjadi berbagai intervensi dan penelitiahan kesehatan
mental. Faktanya selama lebih dari 40 tahun upaya-upayatersebut mendapat dukungan tertinggi
dari pemerintah kita. Sebagai contoh , pada 1963 Presiden AS John F. kennedy dalam pidatonya di
depan Kongres mengatakan:
Prevensi akan membutuhkan program-program terseleksi yang secara
ckhusus diarahkan
kepada pernyebab-pernyebab yang telah diketahui dan upaya secara umum untuk memperkuat
berbagai program komunitas, kesejahteraan sosial dan pendidikan fundamental kita dapat berbuat
banyak untuk mengeliminasikan atau mengoreksika kondisi lingkungan k\yang keras. Yang sering
dikaitkan dengan retardasi mental dan penyakit mental ( kennedy, 1983).
Prevensi tes menjadi bagian dari misi sebagian besar badan pelayanan kesehatan mental dan
badan-badan pemerintahan yang difokuskan pada kesehatan penduduk. Tetapi, presentase anggaran
untuk kesehatan mental yang dialokasikan untuk pengembangan dan evaluasikan program-program
preventif terhitung sangat kecil (Spence, 1998). Demikian pula bila pengembangan dan evaluasi
program-program prevensi menerima pendanaan, cara pekerjaan itu dilaksanakan sering kali
kurang memiliki kegunaan aktual contoh sebuah laporan yang meniru proyek peneliian prevensi
yang didanai oleh (NIMH) menemukan bahwa:
 Bo
 ks 14-1 Peristiwa-Peristiwa Penting Di Bidang Prevensi Di America
Serikat
1909
Pendidikan Mental Health Association, yang sekarang dikenal sebagai National Mental
Association (NMHA), sebuah organisasi advokasi untuk prevensi dan promosi kesehatan.
1910 pertemuan publik tentang “Prevention of Insanity” yang diselenggarakan di New York City.
1920 Pembentukan National Committee for Mental Hygiene, yang difokuskan pada bimbingan
anak dan gerakan hygiene mental, yang berkomitmen pada prevensi dan pemberdayaan
lokal.
1930 White House Conference on Child Health and Protection – difokuskan pada faktorfaktorsosial/lingkungan.
1946 pelolosan National Mental Health Ach. Pembentukan National Institute of Mental Health
(MIMH).
1948 Word Fenderation Institute of Mental Health terbentuk; prevensi tersemasuk mandatnya.
1954 Laboratory of community Psychiantry dari Harvard School of Community Psychiatry dari
Harvard school of Mental health membentuk program konsultasi kesehatan mental
berorientasi – prevensi yang pertama.
1961 Action for Mental Health yang diluncurkan oleh joint Commission on Mental lllness and
Health.
1963 Presiden John F. Kennedy berpidato tentang prevensi di depan kongres.
1965 Community Mental Health Center Act mewajibkan pelayananprevensi di lembaga yang di
biayai pemerintah federal - undang-undang feseral pertama yang mewajibkan pelayanan
prevensi
1969 Joint Commission on Mental Health of Cildren menemukan jutaan anak yang membutuhkan
pelayanan atau berisiko.
1975 First Vermont Conference on the Primary Prevention of Psychopathology.
1976 NIMH meluncurkan Primary prevention: An Idea Whose Time Has Come.
1978 President’s Commissin on Mental Health menemukan bahwa upaya-upaya prevensi yang
tidak ada terkoordinasi, tidak terstruktur, kurang diapresiasi dan kurang didanai.
1979 Alcohol, Drug Abuse, and Mental Health Administration (ADAMHA) Con ference yang
pertama.
1980 Public Health Service Act. Diamandemenkan – menekankan pada pencegahan gangguan
mental.
1981 Omnibus Budget Reconciliation Act menghasilkan block grant negara bagian dan
pengurangan pendanaan
1982 Pembentukan Center for Prevention Research di NIMH
1983 Prevention Intervention Research Center (PIRC) pertama yang diseponsori NIMH.
1984 Office of Substance Abune Prevention (OSAP)
1986 NMHA meluncurkan laporan Commission on Prevention of Mentak Emotional Disabilities.
1987 NIMH menerbitakan Preventing Mental Disorders: A Research Perpective.
1988 America Psychological Association menerbitkan Fourteen Ounces of Prevention: A
Casebook of Praccitioners (Price dan kawan-kawan).
1990 America Psychological Association dan American Acedemy of Child and Adolescent
Psychiatry masing-masing meluncurkan reviu tentang pencegahan berbagai masalah
psikiatrik.
1992 Reorganisasi NIMH, NIAA dan NIDA dan menempatkannya di bawah NIH
1993 NIMH meluncurkan The Prevention of Mental Disorders: A National Research Agenda.
1994 IOM meluncurkan Redocing Risks for mental Disorders: Frontirs for Prevention
Intervention Research.
1995 NIMH mereorganisasikan program-program pendanaanya- menekankan pada model
kesehatan publik dalam penelitian pelayanan kesehatan mental.
1997 NIMH mereorganisasikan program-program pendanaannya – menekankan pada model
kesehatan publik dalam penelitian pelayanan kesehatan mental.
1998 NIMH meluncurkan Priorities for Prevention Research at NIMH
1999 White House Conference on mental Health yang digelar pertama kalinya.
1999 NIMH mensponsori studi prevalensi 5 tahun masalah-masalah kesehatan mental Harvard
University.
2000 Prakarsa Kesehatan Mental dunia tahun 2000 dari Badan Kesehatan Dunia (WHO).
PSIKOLOGIS KOMUNITAS
Kebanyakan pekerjaan intervensi terkait prevensi di paruh abad ke-20 berutang desain,
kesuksesan, dan penerimaan yang diperolehkan pada psikologi komunitas. Psikologi komunitas
sendiri menggeluti aspek-aspek psikologis dari berbagai sistem sosial.
Prevensi dimaksudkan untuk mengeliminasi kebutuhan akan pelayanan klinis ( Meskipun
tujuan itu merupakan tujuan yang sangat jauh) dan bukan sekedar menangani masalah-masalahitu
berkembang. Tiga prinsip umum yang saling melengkapi berkovergensi dan menentukan pengaruh
psikologis komunitas pada psikologis klinis (Nietzel, Speltz, McCauley dan Bernstein, 1998).
Psikologi klinis yang pertama kali dipertama kali diprakarsai sangat jauh dari pandangan
bahwa perilaku semata-mata disebabkan oleh faktor-faktor biologis dan faktor-faktor yang berasal
dari dalam diri individu. Sebaliknya, psikologikomunitas menggunakan pendekatan ekologis untuk
memahami perkembangan dan mencegahan berbagai kesulitan psikologis. Seperti dijelaskan di bab
2, Perndekatan ini berarti mencari interaksi di antara berbagai Karakteristik individual dan aspekaspek ekonomi, cultural, sosial dan fisik di lingkungan Ketika berusaha memahami peran relatif
dari berbagai faktor risiko dan protektif. Pendekatan ini memungkinkan dilakukannyadilakukannya
penelaahan tentang kecocokan antara orang itu dan lingkungannya dan memungkinkan
dilakukannya perluasan ke variabel-variabel selain varibel-varibel psikologis dalam merancang
program prevensi dan intervensi.
Konsekuensinya kegiatan prevensi dan terapeutik sebaiknya diberikegiatan di rumah, di
sekolah, di tempat kerja, atau bahkan media massa. Aspek psikologi komunitas membentuk fondasi
untuk banyak upaya pencegahan di masa awal perkembangannya dulu. Terkembang teknologiteknologi prevensi baru aspek ini telah ditinggalkan- kesalahan yang saat ini sedang berusaha
diperbaiki oleh lembaga-lembagadonor dan lembaga-lembaga pemerintah.
Prinsip pokok psikologi komunitas lain yang terkait adalah pendapat bahwa kegiatan
intervensi dan prevensi kesehatan mental mestinya bukan hanya diarahkan pada perubahan
berorientasi orang-per-orang sebaliknya, kegiatan itu mestinya bertujuan menciptakan perubahan
sistem – sosial. Pendekatan untuk menciptakan manusia perubahan dan membebaskan penderitaan
manusia ini tidak mengabaikan kebutuhan-kebutuhan individual dan tidak mengelakan tugas
memberikan pelayanan kepada individu-individu. Sebaliknya, pendekatan pemberian bantuan ini
melihat perubahan sistemis sebagai cara yang paling efisien dan paling lestari untuk membebaskan
manusia efisien dan paling lestari untuk membebaskan manusia dari berbagai macam kesulitan dan
meningkatkan memungkinan mereka untuk sukses.
Meskipun psikolog klinis dan komunitas memiliki nilai-nilai dasar yang sama dalam hal
keinginan untuk menciptakan kesehatan mental dan perbaikan masyarakat, tetapi ada beberapa
perbedaan di antara mereka. Sebagian contoh, klinis yang bergantung pada pembayaran pratik,
klinis yang bergantung pada pembayaran praktk pribadi mungkin tidak tertarik untuk meluangkan
waktu dan usahanya untuk pekerjaan prevensi yang tidak menjanjikan imbalan financial.
Sebaliknya psikolog komunitas yang menekankanpada sistem-sistem dan program-programyang
lebih besar mungkin tidak dapat mengapresiasi berbagai tekanan dan kebutuhan rekan sejawat
mereka yang menggeluti perkerjaan klinis pribadi. Tetapi, bagaimana pun juga programprogramkomunitas membutuhkan dukungan dari psikolog-psikologlain dalam setting mereka. Ada
kebutuahan untuk saling bertukar tempat dan saling memahami, bila prevensi ingin mencapai
kemajuan. Psikologi komunitas akan terus berpengaruh dalam perkembangan, implementasi dan
evaluasi terhadap berbagai intervensikombinasikan klinis prevensi saat kita melangkah.
PENDEKATAN-PENDEKATAN PREVENSI
DAN ISU-ISU YANG TERKAIT
Bagian ini akan mendeskripsikan secara singkat bagaimana berbagai program dan upaya
pencegahan dikategorikan, disertai dengan diskusi tentang beberapa konsep kunci yang dibutuhkan
bagi pengembangan dan pemanfaatan program-program prevensi yang efektif.
 Klasikasi Program-Program Intervensi
Secara hitoris, program intervensi hanya ditargetkan pada semua kesulitan yang terkait
psikologis mulai dari kemampuan anak, pengatasan masalah, sampai pencegahan berulang episodeepisode skizofrenis.
Sistem klasifikasi original ini menyebutkan tiga tingkat kegiatan atau program prevensi,
yakni: primer, skunder dan tersier. Gerald Caplan (1964), menjelaskan bahwa bahwa prevensi
melibatkan prosedur-prosedur biologis, psikologis dan sosiologis melalui tiga cara. prevensi primer
mengurangi insiden gangguan mental dengan segala jenisnya. Prevensi sekunder , melalui deteksi
dini dan penemuan kasus, mengurangi durasi atau meringankan gangguan yang sudah mulai terjadi.
Prevensi tersier, kadang-kadang tersebut rehalibitas, mengurangi hendaya dari gangguan-gangguan
yang sudah berkembang dan mencegah kekambuhan.
Karena sistem klasifikasi orisinal itu di rancang untuk penyakit-penyakitfisik, Gordon
91983, 1987) mendefinisikan sistem klasifikasi untuk mendeskripsikan prevensi gangguangangguan mental yang juga memiliki 3 tipe intervensi prevensi: universal ,lektif dan terindikasi.
Meskipun kedua sisitem klasifikasi itu mirip, ada beberapa perbedaan di antara keduanya. Untuk
menghindari kebingungan, kami akan menggunakan sistem Gordon saat kami mempertimbangkan
tiga tingkat prevensi. Kami kadang-kadangmenyebutkan 2 istilah penting dalam epidemiologi (
studi tentang pola-pola penyakit). Insiden adalah jumlah kasus baru dari suatu gangguan dalam
populasi yang ditetapkan, selama satu tahun. Prevalensi mengacu pada jumlah total dari lama
jangka waktu tertentu, misal selama satu tahun.
Program-program prevensi universal didesain untuk semua anggota populasi terentu,
terlepas dari apakah mereka tampak berisiko atau tidak berisiko untuk mengembangakan masalah,
gangguan atau penyakit tertentu (Institute of Medicine, 1994). (kategori ini serupa dengan prevensi
primer, tetapi lebih menjelaskan sifat aplikasinya yang luas). Program-program ini biasanya
menggunakan kegiatan-kegiatan nonintrusif berbiaya -
rendah dan intervensi-intervensi yang
diketahui berguna bagi populasi yang dimaksud. Bila berhasil, program ini akan mengurangi
insiden, atau jumlah kasus baru dalam populasi yang dimaksud. Sebuah contoh yang terkenal dan
menarik untuk melibatkan seseorang dokter yang mencoba menemukan jawaban untuk
menjelaskan terjadinya epidemi kolera pada abad ke – 19 di London (Boks 14-2). Sang dokter,
John Snow, mencatat inseden kasus-kasus baru di berbagai wilayah kota itu. Melihat bahwa
sejumlah besar individu yang tertular penyakit ini mengambil air dari sumur di daerah itu tertentu,
ia membuang handel pompany. Tindakan sederhana ini diikuti oleh penurunan yang besar pada
insiden kolera di wilayah itu. Tindakan Snow sangat efektif, terlepas dari pemahamannya yang
kurang tentang penyebab korena. Di kemudian hari, keharusan semua siswa usia sekolah dasar
untuk di suntik guna menagkal sejumlah besar penyakit adalah sebuah contoh klasik dan kuat untuk
kegiatan prevensi universial.
Program-program prevensi selektif
dirancang untuk kelompok-kelompok orang yang
mungkin memiliki risiko lebih tinggi untuk mengembangkan sebuah gangguan atau sejumlah
kesulitan terkait di bandingkan angota-angota lain dalam populasi secara umum. Kelompokkelompok ini biasanya memiliki beberapa Karakteristik atau sejumlah Karakteristik yang sama,
seperti kemiskinan, tingkat stress keluarga yang tinggi, status kelahiran tingkat stress keluarga yang
tinggi, status kelahiran yang premature atau riwayat keluatga yang tinggi, status kemiskinan,
tingkat stress keluarga yang di rancang untuk memperkaya lingkungan pra-akademis anak-anak
yang berasal dari keluarga-keluarga berpendapatan rendah, adalah contoh terkenal untuk program
prevensi selektif.keguanan program Head Start program ini biasanya dianggap meningkatkan
kemampuan kognitif dan prestasi di masa-masaawal sekolah untuk anak-anak yang dilayani oleh
program itu (Yoshikawa, 1994;Yoshhikawa dan Knitzer, 1997). Dalam konteks kesehatan mental,
upaya-upayapreventif ini sering disebut sebagai ukuran-ukuran preventif bila di fokuskan pada
individu-individutertentu. Program semacam ini berusaha meniadakan dampak faktor-faktor risiko.
Seraya menaikkan dampak faktor-faktornormatif atau protektif. Faktor-faktor protektif dapat dio
anggap sebagi faktor-faktor yang ada dalah sebuah situasi yang bersifat meningkatkan
perkembangan normatif dan sehat. Faktor-faktor itu bioasa bersifat pribadi. Keluarga, sosial atau
biologis. Konsekuensinya, tipe program prevensi ini membutuhkan pengetahuan yang adekuat
tentang berbagai faktor Resiko dan dampaknya maupun pengetahuan tentang faktor-faktor
protektif.
Indicated prevebtion programs (program prevensi terindikasi) sering kali sulit dibedakan
dengan intervensi dan rehalibilitas klinis. Secara spesifik, program pre vensi terinkasi dirancang
untuk individu yang mengalami kesulitan atau “abnormalitas” , yang membuat mereka beresiko
tinggi unuk kambuh kembali dan kelak mengalami gangguan mental lebih lanjut dalam
perkembangan selanjutnya (Gordon, 1983; IOM, 1994). Seperti dikemukakan salah satu tujauan
sentral penanganan adalah Pengurangan serta – merta pada masalah-masalahklien saat ini. Dengan
prevensi terindikasi, dilakukan upaya tambahan untuk memperpanjang masa kesembuhan atau
status Penyesuaian diri yang lebih baik.
Ada perdebatan sengit soal semantic sistem klasifikasi intervensi-prevensi. Para pengkritik
sering mengatakan untuk berbagai program prevensi mengasumsikan lebih banyak pengetahuan
dari pada yang sebenarnya ada, khususnya dalam kaitannya dengan penyebab dan perjalanan
berbagai gangguan mental dan kesulitan psikologis. Serupa dengan kritik yang sering ditunjukkan
terhadap sistem klasifikasi diagnostik. Isu ini penting dalam kaitannya dengan pendiagnosisan
orang-orang , karena proses pelabelan kadang-kadang merugikan atau pejorative (merendahkan).
Tetapi banyaknya energi yang dikerahkan untuk memperdebatkan tentang apa tepatnya arti atau
implikasi dari label masing-masing program prevensi sebenarnya tidak banyak membantu. Yang
paling penting adalah terjadinya perubahan subtil dalam paradigma, yang dibutuhkan oleh terapis
untuk memahami bahwa intervensi klinis mestinya mengandung elemen prevensi tertentu.
 Integrasi antara Prevensi dan terapi
Intervensi klinis yang ditargetkan pada perilaku dan kesulitan yang tipikal untuk gangguan tingkah
laku menjadi langkah yang esensial untuk tingkat fungsinya saat ini dan untuk kesuksesannya di
berbagai lingkungan.
FAKTOR-FAKTOR RISIKO DAN PROTEKTIF-DUA WAJAH
PREVENSI
 Faktor-Faktor Risiko
Program prevensi akan terbantu bila disiplin klinis memiliki pemahaman yang kuat tentang
semua jalur kausal-langsung utama ke arah perkembangan berbagai gangguan mental, kesulitan
psikologis, kesulitan emosional, dan masalah perilaku. Disiplin klinis telah melakukan pekierjaan
yang kuat untuk mengidentifikasi dan memodifikasi faktor-faktor risiko yaitu kekuatan-kekutan
lingkungan, biologis, psikologis, dan interaktif yang menyebabkan peningaktan probabilitas untuk
mengembangkan kesulitam yang signifikan (IOM, 1994).
Sejumlah faktor risiko untuk perkembangan psikopatologi anak telah teridentifikasi dan ada
beberapa pernyataan tentang bagaimana mereka memberikan kontribusi pada perkembangan
psikopatologi (Spence, 1998).
-
Pertama, kebanyakan gangguan pada masa kanak-kanak merupakan hasil interkasi
kompleks dari multifaktor (lingkungan, fisiologis, dan genetik).
-
Kedua, banyakanya pengaruh yang teridentifikasi dan secara kesulurahan tidak ada satu
faktor yang mewakili untuk mengembangkan gangguan tertentu.
-
Ketiga,
efek
faktor
ini
lebih
bersifat
multiplikatif
daripada
aditif
(untuk
mengembangkan kesulitan psikologis meningkat secara dramatis bila jumlah faktor
risikonya pun bertambah).
-
Keempat, ada jumlah faktor risiko yang sama untuk berbagai macam kesulitan
psikologis, emosional, dan perilaku, sementara bebrapa faktor memiliki pengarauh yang
spesifik.
Faktor-faktor genetik hampir pasti memainkan peran signifikan dalam perkembangan
berbagai kesulitan psikologis, emosional, dan perilaku. Studi-studi keluarga secara konsisten
menemukan bahwa anak-anak dengan berbagai kesulitan psikologis dan perilkau lebih banyak yang
memiliki orang tua dengan riwayat psikopatologi dibanding anak-anak yang tidak memiliki
kesulitan semacam itu (rutter, dan kawan-kawan, 1990). Perlu diketahui pula bahwa psikopatologi
orang tua juga berhubungan dengan dengan tingkat stress dalam keluarga, kesulitan finansial,
masalah hubngan dengan pasangan, dan kesulitan parenting (semuanya merupakan faktor risiko
lingkungan untuk perkembangan berbagai kesulitan (spence, 1988). Jadi, sulit untuk memisahkan
peran relatif gen dan lingkungan.
Faktor-faktor biologis juga merupakan sumber risiko yang signifikan. Sebagai contoh,
pengaruh seperti penggunaan alkohol, obat-obatan, dan sebagainya adalah sebagian faktor risiko
biologis yang paling banyak diketahui. Meskipun nilai penting faktor genetik dan biologis tidak
boleh diabaikan, juga penting untuk menekankan tentang kenyataan bahwa anak-anak yang
terpapar faktor-faktor risiko biologis tidak mengembangkan berbagai kesulitan atau gangguan yang
terkait dengannya.
Jika anak-anak mengalami kesulitan pada bidang akademis, distress emosional yang sering
kali menjadi hasilnya. Distress emosional memfasilitasi perkembangan proses-proses perilaku
oposisional dan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan serta terus bertahannya prosesproses keluraga yang koersif, bersifat instrumental (patterson, 982;patterson, reid, dan dishion,
1922).
Patterson (1982,1996) dan yang lainnya menghipotesiskan bahwa ketidak beruntungan
secara sosial-ekonomi tidak meiliki kaitan langsung denga perkembangan gangguan pada masa
kanak-kanak. Tetapi, faktor tersebut dapat berperan dalam perkembangan psikopatologi orangtua
dan perkembangan ketrampilan parenting yang efektif, yang kemudian menghasilkan sejumlah
masalah masa kanak-kanak yang lebih tinggi melalui mekanisme-mekanisme seperti proses
keluarga yang koersif. Dampak psikopatologi orantua dapat dirasakan disemua subsistem familial,
termasuk perselisihan dalam perkawinan, ketampilan parenting, pola interkasional keluarga yang
koersif, pengatasan masalah, dan komunikasi. Faktor-faktor ini berhubungan erta dengan
gangguan-gangguan pada masa kanak-kanak sepeti gangguan tingkah laku (patterson, 1982),
gangguan perhatian-hiperaktivitas (barkley, 1998), gangguan kecemasan, dan depresi (dadds,
barret, dan rapee, 1996).
 Faktor-faktor protektif
Merupakan
karakteristik-karakteristik
seseorang
atau
lingkungan
yang
dianggap
memperantarai dampak negatif dari faktor-faktor risiko atau faktor-faktor yang dapat menghambat
jalur perkembangan individu engan cara-cara yang adaptif. Faktor-faktor protektif sering dianggap
sebagai faktor yang memberikan kontribusi terhadapa perkembangan kompetensi dan resiliensi
(daya pegas) individu.
Perkembangan kompetensi pada anak-anak
Perkembangan kompetensi sosial tampak berhubungan dengan perkembangan pengendalian
diri secara emosional, emosi yang postitif, dan agreeableness (kemampuan untuk melakukan hal-
hal yang menyenangkan atau dapat diterima oleh orang lain)(eisenberg, dan kawan-kawan,
1977;routhbart dan bates, 1988).
Terkait hal itu, parenting yang tidak efektif merupakan salah satu faktor risiko dengan
memainkan peran yang bersifat kausal dan mempertahankam perkembangan perilaku-perilaku
antisosial dan berbagai masalah perilaku lainnya. Parenting yang efektif juga dapat memfasilitasi
perkembangan kompetensi sosial. Anak-anak yang diasuh oleh orang tua dengan cara –cara tegas,
konsisten, dan sekaligus
hangat cenderung memiliki potensi sosial yang tinggi. Baumrind
(1967,1933) mendeskripsikan tipe parenting ini “otoritatif”. Tipe parenting ini memiliki dampak
postif pada perkembangan kompetensi sosial dan prestasi akademis pada populasi anak dan remaja
dengan berbagai masalah perilaku antisosial (patterson, 1982;patterson, reid, dan dishion, 1992).
Parenting yang efektif dan prestasi akademis tampaknya memiliki dampak yang signifikan
pada perkembangan hubungan sebaya yang kompeten (dishion, dan kawan-kawan, 1991, 1999).
Perkembangan hubungan sebaya yang positif pada masa kanak-kanak awal memprediksi hubungan
sebaya yang positif, kesehatan mental yang secara umum lebih baik, dan harga diri yang lebih
tinggi di masa mendatang (masten dan coatsworth, 1995). Pemilihan teman sebaya yang positif,
sehat, danadaptif merupakan faktor protektif dalam perkembangan emosional, perilaku, dan
akademis anak-anak yang masih belia (hartup, 1966;patterson dan dishion, 1985).
Perkembangan resiliensi pada anak-anak
Anak-anak yang memiliki resiliensi tinggi tidak nampak memiliki kualitas-kualitas yang
unik atau misterius (masten dan coatsworth, 1998, hlm.212). anak-anak yang mengembangkan
kompetensi dalam kemalangan entah bagaimana mereka mampu mendapatkan atau bahkan mampu
mengambil keuntungan dari akses ke sumber daya yang dibutuhkan untuk perkembangan yang
normatif.
Parenting yang efektif merupakan fasilitator resiliensi terkait perkembangan untuk
kompetensi akademis. Penggunaan parenting yang efektif akan meyediakan berbagai peluang untuk
meraih sukses kepada anak dan dapat menghindarkan anak dari kegagalan akademis atau berbagai
kesulitan kesehatan mental yang terkait dengan perkmbangan (cicchetti dan toth, 1998).
 Interaksi antara faktor-faktor risiko dan protektif
Kebanyakan orang mengalamai interaksi antara banyak faktor risiko dan protektif
sepanjang perjalanan hidupnya. Berusaha memahami berbagai interaksi semacam itu sangat
penting bagi keberhasilan intervensi dan penelitian prevensi (IOM, 1994). Sejumlah model dasar
untuk interaksi antara faktor-faktor risiko dan protektif telah dihipotesiskan, termasuk model
protektif, model kompensatoris, dan model tantangan.

Model protektif
Bahwa faktor-faktor protektif mengurangi atau meniadakan dampak faktorfaktor risiko dengan meningkatkan kompetensi dan adaptasi secara umum.

Model kompensatoris
Bahwa faktor-faktor risiko saling berkombinasi secara aditif dan bahwa faktorfaktor risiko dapat bersifat saling menguatkan. Dengan kata lain, agragasi faktorfaktor risiko menyebabkan perkembangan faktor risiko dalam jumlah yang lebih
banyak dan pada akhirnya perkembangan berbagai macam gangguan. Hal ini
tepat diterapkan
pada hubungan yang dapat diidentifikasi antara parenting,
kompetensi sosial, kompetensi akademis, kompetensi perilaku, dan gangguangangguan psikologis.

Model tantangan
Bahwa sebuah hubungan kurva linear dimana paparan faktor-faktor risiko
dengan jumlah sedang sebenarnya menghasilkan peningkatan kompetensi dan
relisiensi pada anak-anak (IOM, 1994). Dengan kata lain, paparan berbagai
peristiwa kehidupan yang menantang dengan tingkat sedang dianggap
menguatkan kemampuan coping seseorang dan menguatkan perkembagan
sebuah repertoir kompleks dari bebrbagai mekanisme problem-solving dan
coping. Tetapi, bila stress yang dikaitkan dengan faktor-faktor risiko bertambah,
sebuah “point of diminishing returns” akan tercapai, yang meningkatkan
berbagai kemungkinan kesulitan psikologis, emosional, dan perilaku.
APAKAH PROGRAM-PROGRAM PREVENSI EFEKTIF ?
Sepanjang abad ke-20 hingga sekarang para ahli mengembangkan dan mengevaluasi
program- program prevensi untuk mengetahui dampak negative dan dampak positifnya yang
ditunjukkan untuk bayi hingga usia lanjut.
 Contoh – Contoh Program Prevensi Universal
Intervensi – intervensi prevensi universal dirancang untuk bayi hingga usia lanjut. Para
peneliti lebih memilih digunakan untuk masa sekolah karena prevensi mestinya dilakukan pada
usia sedini mungkin dan sekolah juga menyediakan sampel dari populasi itu, lengkap dengan
administrator–administrator yang memiliki interes untuk memperbaiki keadaan anak – anak. Agresi
pengelolaan diri, kompetensi akademis, prestasi akademis, dan pencegahan gangguan tingkah laku
adalah merupakan target utama intervensi prevensi.Tetapi program – program prevensi universal
tidak selalu berhasil.
Kecilnya dampak beberapa dampak beberapa intervensi prevensi universal itu mungkin
disebabkan oleh sejumlah faktor. Kadang – kadang, program ini tidak memiliki dasar teoritis dan
tidak berdasarkan pada informasi yang terdapat dalam literature. Akibatnya, variabel –variabelnya
tidak di definisikan secara syarat yang memadai tidak dihubungkan dengan menyeluruh yang lebih
besar tentang prevensi.
Pada banyak kasus, perkembangan kesulitan berhubungan dengan faktor – factor resiko
ganda yang mungkin membutuhkan intervensi – intervensi yang lebih intensif dibandingkan yang
dapat diberikan melalui mekanisme – mekanisme prevensi primer atau universal.
Contoh – Contoh Intervensi Prevensi Selektif
Program – program preventif menunjukkan minat intens pada identifikasi dan aplikasi
kelompok – kelompok beresiko tinggi. Ini biasanya di fokuskan pada anak – anak yang
terpapardeprivasi social – ekonomi transisi sekolah, anak – anak dari orangtua dengan
psikopatologi, anak – anak yang orang tuanya berpisah atau trauma, anak – anak yang orang tuanya
berpisah atau bercerai, dan anak – anak yang mengalami faktor – faktor resiko ganda.
Intervensi prevensi yang paling rutin sekali pun mungkin saja tidak efektif atau kadang –
kadang bahkan memperburuk masalahnya. Kondisi – kondisi intervensi yang melibatkan intervensi
– intervensi kelompok untuk anak – anak laki – laki yang beresiko tinggi tampaknya
memperlihatkan hasil – hasil yang berlawanan. Anak – anak laki – laki beresiko tinggi yang
berpartisipasi dalam intervensi kelompok untuk membangun berbagi ketrampilan social tampaknya
memperlihatkan angka yang lebih tinggi pada berbagi masalah di sekolah dan penggunaan
substansi.
 Contoh – Contoh Intervensi Prevensi Terindikasi
Tipe intervensi preventif ini dirancang untuk orang – orang yang berdasarkan hasil
pemeriksaan ditemukan memanifestasikan sebuah resiko, kondisi, atau abnormalitas, yang
mengindikasikan bahwa meraka beresiko tinggi untuk kelak mengembangkan psikopatologi.
Program – program ganda telah dirancang untuk digunakan pada anak – anak yang memperlihatkan
angka agresi, gangguan tingkah laku dan berbagai yang menginternal dengan tingkat rendah atau
subklinis.
MASA DEPAN INTERVENSI, PENELITIAN, DAN PRAKTIF
PREVENSI
Perkembangan dan diseminasi program-program intervensi prevensi yang efektif sangat
tergantung pada dua proses umum. Pertama, penggunaan prosedur evaluasi yang sistematis dan
ilmiah. Kedua, yang sangat penting, daya generalisasi atau validitas ekologis. Perkembangan
teknik-teknik yang hanya dapat digunakan dalam setting akademis tidak dapat berbuat banyak bagi
kemajuan program prevensi untuk berbagi kesulitan yang signifikan secara klinis. Dengan kata
lain, para pengembang program-program prevensi perlu memiliki pemahaman yang esensial
tentang lingkungan-lingkungan alamiah di mana teknologi mereka akan diterapkan. Salah satu agen
pemerintah penting yang mendanai penelitian prevensi, National Institute of Mental Health,
tampaknya telah meyadari nilai penting memastikan bahwa penelitian yang mereka sponsori
berguna di dunia nyata (NIMH, 1998). Organisasi ini menggunakan model kesehatan mental untuk
penelitian intervensi dan prevensinya (Niederehe, Street, dan Lebowitz, 1999). Konsep ini
mencakup sejumlah ide termasuk prinsip-prinsip intervensi prevensi secara umum, penggunaan
prosedur evaluasi sistematis, dan kegunaan intervensi bagi lembaga-lembaga pemberi pelayanan,
pembuat kebijakan, dan anggota secara umum.
Mungkin, tujuan terpenting untuk perbaikan penelitian intervensi prevensi seperti yang
disuguhkan dalam Boks 14-8 adalah pernyataan bahwa komunitas penelitian perlu memperluas
definisi “prevention research” (penelitian prevensi) (NIMH, 1998). Menurut NIMH, definisi itu
mestinya diperluas agar dapat mencakup penelitian dasar di bidang-bidang yang memberikan
kontribusi pada pengembangan faktor-faktor risiko dan protektif di semua aspek biologis,
psikologis, dan sosiokultural.
Yang sangat penting adalah pernyataan bahwa proses-proses pra-intervensi, intervensi
prevensi, dan pemberian pelayanan prevensi sebaiknya diintegrasikan dalam program-program
penelitian di masa yang akan datang (NIMH, 1998). Penegasan bahwa fondasi epidemiologi untuk
penelitian prevensi mestinya diperkuat (NIMH, 1998) merupakan tujuan lain yang pantas diperluas.
Secara umum, ini berarti bahwa penelitian prevensi terkait psikologi perlu dituntun oleh estimasiestimasi mengenai kemunculan berbagai gangguan psikologis saat ini dan seumur hidup. Informasi
berbasis populasi yang biasanya dikumpulkan oleh bidang epidemiologi ini merepresentasikan titik
keberangkatan yang esensial dalam pengidentifikasian faktor-faktor risiko dan protektif. Begitu
pola-pola risiko dan pola-pola protektif dalam populasi yang dimaksud teridentifikasi, informasi ini
kemudian digunakanuntuk mengidentifikasi hubungan-hubungan kausal yang mungkin ada di
antara risiko, proteksi, dan hasil kesehatan mental.
 Rangkuman
Di bab ini telah di suguhkan beraneka ragam topik kepada pembaca. Kami telah
mengemukakan betapa besarnya biaya kemanusiaan maupun ekonomi yang terlibat bila masyarakat
kita memilih untuk terlalu banyak menggunakan model berorientasi-patologi tradisional untuk isuisu kesehatan mental dan psikologis, yaitu menunggu sampai orang-orang menjadi “pasien” dan
bukan mengedepankan langkah-langkah untuk mencegah perkembangan berbagai kesulitan.
Prevensi berbagai kesulitan psikologis, emosional, dan perilaku membutuhkan pemahaman
tentang proses-proses kunci perkembang dan kepentingan memikirkan masyarakat luas. Memahami
peran relatif berbagai faktor risiko dan protektif serta interaksi di antara mereka memberikan
kesempatan kepada intervensi-intervensi prevensi untuk mengintervensi dan mungkin juga
mengurangi jumlah kasus-kasus baru yang berkembang dari waktu ke waktu, atau paling tidak
mengurangi tingkat keparahan gangguan dan kesulitan yang sudah berkembang. Program-program
prevensi yang menangani faktor-faktor risiko dan protektif cenderung dapat dimasukkan ke dalam
tiga kategori umum: primer, sekunder, dan tersier.
Penelitian prevensi terkendala oleh dilema-dilema yang banyak dihadapi oleh psikologi:
Bagaimana penelitia yang taat-asas dapat digeneralisasikan ke setting-setting riil? Nilai penting
menggunakan pendekatan yang telah divalidasi secara empiris kiranya cukup jelas, tetapi isu
kegunaan di dunia riil sering kali diabaikan oleh para peneliti maupun lembaga-lembaga dana.
Pertanyaan lainnya adalah bagaimana beberapa disiplin yang terlibat dalam penelitian dan
pelayanan prevensi dapat berkolaborasi dan mengintegrasikan pekerjaan mereka. Kami juga
mengemukakan secara singkat tentang isu promosi kualitas hidup dan bukan hanya mencegah
gangguan semata dalam menuju ke arah tujuan yang sama, yaitu memperbaiki kondisi umat
manusia.
Intervensi terapeutik yang berkualitas bukan semata-mata difokuskan pada usaha
mengurangi pola-pola gejala saat ini. Sebaliknya, pendekatan yang melihat ke depan, yang
memahami nilai penting memengaruhi perkembangan seumur hidup, akan sangat bermanfaat bagi
para klinisi dari semua perspektif teoritis.
Download