Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 I. EVALUASI KONDISI CUACA BULAN MARET 2016 A. Monitoring Dinamika Atmosfer Maret 2016 Kondisi cuaca di Indonesia termasuk Banyuwangi dikendalikan/dipengaruhi oleh fenomena-fenomena dinamika atmosfer berskala global, regional hingga lokal yang saling berinteraksi dan membentuk pola serta variabilitas cuaca iklim di Banyuwangi. Berikut adalah monitoring kondisi fenomena-fenomena tersebut selama bulan Maret 2016 : El Nino Southern Oscillation (ENSO) Selama Maret 2016, anomali suhu muka laut wilayah Samudera Pasifik Ekuatorial bagian tengah (Nino 3.4) sudah mulai berangsur-angsur mendingin. Kondisi penurunan anomali tersebut dimulai sejak akhir November 2015 lalu. Anomali suhu muka laut terakhir tercatat +1.35°C mengindikasikan El Nino intensitas sedang (moderate) masih berlangsung. Hal ini juga terlihat dari nilai SOI (Southern Oscillation Index) yang bernilai negatif -7.6 dan anomali angin pasat serta temperatur subsurface / bawah laut Pasifik, dimana semuanya menunjukkan El Nino masih berlangsung selama Maret 2016, namun dengan kecenderungan terus melemah dan diprediksi kondisi kembali normal (periode El Nino selesai) pada Juni hingga Agustus 2016. Gambar 1. Kondisi anomali suhu muka laut dan suhu bawah laut Pasifik, serta angin pasat di sekitar Pasifik Ekuatorial sampai tanggal 27 Maret 2016 (Sumber: BoM) 1 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 Dipole Mode Dipole Mode Indeks (DMI) di Samudera Hindia menunjukkan kecenderungan menuju normal setelah sebelumnya berada pada kisaran negatif pada akhir pertengahan Maret 2016. Indeks minggu terakhir Maret 2016 tercatat bernilai +0.03, hal ini menunjukkan tidak ada kontribusi terhadap penambahan curah hujan di sebagian wilayah Indonesia bagian barat pada periode menjelang akhir Maret 2016. Gambar 2. Indeks Dipole Mode hingga akhir Maret 2016 (Sumber : BoM) Madden-Julian Oscillation (MJO) dan Outgoing Longwave Radiation (OLR) Posisi aktifitas MJO pada pertengahan bulan Maret 2016 tepatnya 15 – 23 Maret 2016 aktif di wilayah Benua Maritim Indonesia. Sehingga saat periode tersebut mayoritas wilayah Indonesia mengalami banyak tutupan awan. Hal ini juga mendukung masih berlangsungnya periode musim hujan di Indonesia khususnya Jawa pada periode Maret 2016. Memasuki akhir Maret 2016, MJO terlihat menjauhi Benua Maritim Indonesia menuju Pasifik Barat. Dari anomali OLR terlihat wilayah Jawa bervariasi warna orange-putih-ungu namun dominan putih (kondisi normal), dimana normal bulan Maret mayoritas wilayah Jawa masih mengalami musim hujan. Gambar 3. Siklus posisi MJO dan anomali OLR selama Maret 2016, Warna ungu adalah OLR negatif, warna orange-coklat adalah OLR positif (Sumber : BoM & NOAA) 2 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 Sirkulasi Monsun Asia – Australia Pada awal hingga pertengahan Maret 2016, monsun Baratan masih dominan stabil. Tingginya frekuensi gangguan tropis yang terlihat dari pola tekanan udara di Samudera Hindia selama Maret 2016 menyebabkan monsun Baratan juga mengalami fluktuasi. Memasuki akhir Maret 2016 monsun Baratan melemah dan monsun Timuran mulai aktif. Monsun timuran diprediksi terus aktif memasuki April 2016 dan akan stabil seiring mulainya musim kemarau di Indonesia. Kondisi tersebut juga berperan terhadap variasi curah hujan selama Maret 2016. Memasuki akhir Maret 2016, terindikasi curah hujan juga mulai mengalami penurunan termasuk Banyuwangi. Gambar 4. Grafik indeks Monsun Australia harian yang dihitung dari data angin zonal arah barat-timur (komponen U) pada lapisan 850 mb (sumber: IPRC), dan normal streamline angin gradien Maret (sumber: misae4u) Gambar 5. Anomali angin zonal dan meridional Maret 2016 lapisan 850 mb (sumber: ESRL NOAA) Pola aliran massa udara komponen zonal (timur – barat) di wilayah Jawa Timur selama Maret 2016 (rata-rata bulanan) terjadi anomali negatif hal ini disebabkan karena dampak gangguan tropis di Samudera Hindia yang sering menyebabkan pola angin berfluktuatif sehingga angin baratan melemah dan tidak stabil, sedangkan komponen meridional (Utara – Selatan) di Jawa Timur umumnya masih netral (tidak ada anomali) artinya sama dengan kondisi raa-ratanya, namun sebagian wilayah Jawa Timur bagian barat didominasi dari Utara sehingga massa udara dari Utara lebih kuat masuk ke wilayah tersebut, terlebih lagi wilayah Jawa bagian tengah dan barat sangat terlihat sekali masuknya aliran massa udara dari Utara. Suhu muka laut perairan Indonesia Kondisi anomali suhu muka laut di perairan Indonesia pada Maret 2016 berkisar antara +0.5 hingga +2.0ºC dan secara umum lebih hangat dibandingkan bulan sebelumnya, sehingga potensi penguapan cukup tinggi khususnya wilayah selatan. Perairan Jawa Timur cukup hangat 3 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 dengan anomali +0.5 hingga +1.5 °C menunjukkan suplai uap air dan potensi penguapan yang mendukung pembentukan awan selama Maret 2016. Kondisi ini sangat tergantung oleh radiasi dan posisi semu matahari. Selama bulan Maret, posisi semu matahari bergerak menuju Utara melewati ekuator sehingga cukup signifikan memanaskan samudera di mayoritas wilayah Indonesia sebelah Selatan. Gambar 6. Suhu Muka Laut Perairan Indonesia dan Anomalinya bulan Maret 2016 (sumber: NOAA) Seruakan Dingin Asia (Asia Cold Surge) Analisis kejadian fenomena seruakan dingin (cold surge) dari Asia yang diidentifikasikan dari nilai gradien atau perbedaan tekanan antara Gushi-Hongkong disajikan pada grafik di bawah ini. Aktifitas aliran massa udara dingin dari Asia ini bisa dilihat dari seberapa besar nilai indeksnya. Ketika nilai indeksnya ≥10 mb, dan suhu di Hongkong turun 5ºC maka massa udara dingin dari Asia berpeluang mempengaruhi kondisi cuaca di sekitar wilayah Indonesia selatan ekuator dengan asumsi tidak adanya gangguan tropis di sekitar Laut Cina Selatan (LCS) yang cukup kuat menghambat proses cross equatorial flow. Hal ini dapat dilihat dari peta streamline. Gambar 7. Grafik indeks seruakan dingin (Selisih Tekanan Udara Gushi–Hongkong) (Sumber data:Ogimet.com) Indikasi kejadian seruakan dingin dengan indeks ≥10 mb terjadi pada awal bulan (9 - 10 Maret) dan menjelang akhir bulan (24 Maret) yang disertai terjadinya penurunan suhu di Hongkong hingga ≥5ºC dan dari peta angin terlihat angin dari Laut China Selatan masuk hingga ke Selatan Ekuator sehingga seruakan dingin / desakan massa udara dingin Asia telah berlangsung dan sampai ke wilayah Jawa. Kondisi ini memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap kondisi cuaca di Jawa, dimana hujan di sebagian besar wilayah Jawa Timur khususnya pada Maret 2016 umumnya merata terjadi peningkatan dari awal bulan hingga pertengahan. Apabila diasumsikan penjalaran massa udara dingin dari Asia membutuhkan waktu sekitar 2-3 hari untuk sampai ke wilayah tengah Indonesia di selatan ekuator, maka efek dari seruakan dingin tersebut juga diasumsikan bisa dirasakan di wilayah Jawa Timur sekitar 2-3 hari berikutnya dari tanggal kejadian cold surge. Di Banyuwangi mayoritas hujan sedang-lebat pada 16 Maret 2016. 4 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 Dampaknya pun berbeda-beda untuk wilayah Jawa Timur karena interaksi faktor lainnya termasuk topografi. Gangguan Tropis Selama Maret 2016 terdapat dua aktifitas gangguan tropis yaitu Siklon Tropis EMERAUDE pada 15-22 Maret 2016 di wilayah Samudera Hindia Baratdaya Indonesia yang sedikit mempengaruhi kondisi cuaca dan tinggi gelombang laut di wilayah perairan Indonesia sebelah Baratdaya. Selanjutnya Badai Tropis SEVENTEEN pada 28 – 30 Maret 2016 yang posisinya jauh dari Indonesia. Data dan jejak aktifitas gangguan tropis tersebut disajikan pada gambar di bawah. Dengan menggunakan data BMKG tahun 1964 hingga 2005 untuk kejadian siklon tropis di wilayah Samudra Hindia, kejadian siklon tropis Maret mencapai 22% tertinggi kedua setelah Februari, namun selama Maret 2016 terjadi hanya 2 kali saja. Gambar 8. Lintasan Siklon Tropis EMERAUDE pada 15-22 Maret 2016, Badai Tropis SEVENTEEN 28 – 30 Maret 2016, (Sumber: UNISYS) Kelembaban udara Kelembaban udara relatif selama Maret 2016 di Jawa Timur bagian timur (tapal kuda) umumnya terjadi anomali positif hingga 8 % dari rata-ratanya dan hal ini mengindikasikan bahwa di atmosfer mendukung untuk pertumbuhan awan di wilayah tapal kuda selama bulan Maret 2016. Kondisi yang sama terjadi untuk wilayah Jawa Timur sebelah Barat kondisi kelembaban udara relatif lebih tinggi dibandingkan dengan normal bulan Maret, hal ini berkorelasi positif dengan kejadian hujan dan sebaran pertumbuhan awan selama Maret 2016. Gambar 9. Kelembaban Udara Relatif Maret 2016 dan Anomalinya pada level 850mb (Sumber:ESRL NOAA) 5 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 Aktivitas Cuaca Pada awal hingga pertengahan bulan Maret 2016, secara umum kondisi cuaca di wilayah Banyuwangi umumnya terjadi hujan dengan intensitas bervariasi ringan hingga lebat dengan pola angin dominan Timurlaut – Tenggara. Secara spasial daerah dataran tinggi di bagian Barat hingga Baratdaya lebih tinggi intensitas hujannya dibanding wilayah dataran rendah lainnya. Berdasarkan pantauan citra radar dan data hujan Banyuwangi juga terlihat bahwa pola hujan terjadi pada siang/ sore hari. Kondisi ini jika dibandingkan dengan kondisi normal/rata-rata bulan Maret tentunya mayoritas berada pada kondisi bawah normal mengingat mayoritas wilayah Banyuwangi secara normal masih mengalami musim hujan pada bulan Maret . Namun Maret 2016 hanya wilayah Licin, Jambu (Dataran tinggi) dan Bajulmati (wilayah Utara) yang hujannya Atas Normal. Hal ini adalah dampak interaksi faktor-faktor atmosfer skala global, regional hingga lokal. B. Pantauan kondisi cuaca bulan Maret 2016 di Kota Banyuwangi Dari rentetan peta synoptik selama bulan Maret 2016, wilayah kota Banyuwangi, angin pada umumnya bertiup dari arah Timurlaut – Baratdaya dengan kecepatan 3 – 18 knots, cuaca dari berawan hingga hujan ringan sampai sedang. Kecepatan angin maksimum terjadi pada tanggal 18 Maret 2016 dari Timurlaut dengan kecepatan 18 knots, suhu tertinggi terjadi pada tanggal 19 Maret 2016 sebesar 33.5 ºC dan suhu terendah terjadi pada 23 Maret 2016 sebesar 23.8 ºC. Curah hujan sebesar 238.5 mm dengan 20 hari hujan. Berikut adalah rekap data meteorologi yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Banyuwangi pada bulan Maret 2016, di mana pada tabel ini ditampilkan parameter hasil observasi yang merupakan hasil pengamatan di lapangan dan data normal / rata- rata yang merupakan keadaan normal pada bulan yang bersangkutan. Tabel 1. Rekap Data Meteorologi Stasiun Meteorologi Banyuwangi Maret 2016 NO PARAMETER HASIL OBSERVASI MARET 2016 NORMAL MARET [1981-2010] 1 Temperatur rata-rata 28.9 ºC 27.2 ºC 2 Temperatur maksimum 33.3 ºC 33.4 ºC 3 Temperatur minimum 25.5 ºC 22.2 ºC 4 Temp. maks. absolut 34.4 ºC 35.2 ºC 5 Temp. min. absolut 24.4 ºC 19.5 ºC 6 Tekanan rata-rata * 1011.1 mb 1008.8 mb 7 Kec. angin rata-rata * 2.7 kt ( 5.0 km/jam ) 2.6 kt ( 4.7 km/jam ) 8 Arah Angin rata-rata 30° 180° 9 Kelembaban rata-rata 76 % 80 % 10 Curah hujan 66.9 mm 176 mm 11 Jumlah hari hujan 7 hari 17 hari 6 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 7 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumi Edisi April 2016 Gambar 10. Grafik parameter cuaca dan mawar angin di kota Banyuwangi hasil observasi Maret 2016 (Sumber: BMKG) Penguapan selama Maret 2016 mencapai 106.9 mm dengan rata-rata harian 3.7 mm, penguapan tertinggi 6.3 mm terjadi pada 19 Maret 2016. Penyinaran matahari rata-rata Maret 2016 mencapai 56 %, minimal 0 % terjadi pada 3, 5, 12 Maret 2016 sedangkan maksimal 100% terjadi selama Dasarian II – III Maret 2016. Tekanan udara (QFF) tertinggi 1012.8 mb pada 22 Maret 2016 dan terendah 1007.6 mb pada 1 Maret 2016. Rata-rata kelembaban udara relatif (RH) Maret 2016 adalah 84 % dengan RH tertinggi 94 % pada 7, 12 Maret 2016 dan RH terendah 74 % pada 18 Maret 2016. Dari gambar mawar angin (windrose) terlihat arah angin sangat bervariasi namun di dominasi dari Timurlaut – Timur dengan kecepatan angin dominan 3-7 knots. C. Evaluasi Kondisi Cuaca Bandara Blimbingsari Bandar Udara Blimbingsari (IATA: BWX, ICAO: WADY) terletak di Desa Blimbingsari, Rogojampi, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur pada koordinat 8°18′38.16″ LS 114°20′24.64″ BT dengan elevasi 25.66 meter (84.19 feet). Bandara dengan landas pacu saat ini 2.250 meter tersebut dibuka pada 29 Januari 2010. Hingga Maret 2016 terdapat dua maskapai penerbangan komersial yaitu Garuda Indonesia dan Wings Air. Selain itu juga terdapat 3 sekolah penerbangan yaitu Balai Pendidikan dan Pelatihan Penerbangan Banyuwangi (BP3B), Bali International Flight Academy (BIFA), dan Mandiri Utama Flight Academy (MUFA). Kondisi parameter cuaca selama Maret 2016 di Bandara Blimbingsari dari data hasil pengamatan BMKG pos meteorologi penerbangan bandara Blimbingsari dengan durasi pengamatan 12 jam (00.00 – 11.00 UTC) adalah sebagai berikut : Wilayah bandara Blimbingsari pada bulan Maret 2016 berada pada masa musim hujan , sehingga kondisi cuaca pun sering terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga lebat yang juga sering disertai petir dan angin kencang sesaat. Dari data hasil pengamatan terlihat awan-awan konvektif mulai terbentuk mulai siang hari dan terjadi hujan pada siang – sore hari. Kondisi tersebut berdampak pada aktifitas take off dan landing pesawat 8 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ komersial maupun pesawat latih, sehingga sering terjadi delayed (penundaan), retiming akibat kondisi cuaca tersebut. Curah hujan selama Maret 2016 mencapai 240.1 mm, dengan kelembaban udara relatif rata-rata 86 %. RH tertinggi 93 % tanggal 12 Maret dan terendah 75 % tanggal 19 Maret 2016. Tekanan udara (QNH) rata-rata 1011.6 mb, tertinggi 1014.2 mb pada 22 Maret dan terendah 1009.5 mb pada 1, 7 Maret 2016. Suhu rata–rata 27.2 °C dengan suhu maksimum absolut 33.8 °C pada 19 Maret dan suhu minimum absolut 23.2 °C pada 18, 24 Maret 2016. Arah angin bervariasi yaitu dari Timurlaut – Barat, angin dominan dari Timurlaut dengan kecepatan 3 – 16 knots. Mayoritas kecepatan angin mencapai 45 % berkisar antara 3 - 7 knot. Kecepatan maksimum mencapai 16 knot, tejadi pada tanggal 10 Maret 2016. Gambar 11. Grafik parameter cuaca hasil observasi Maret 2016 di Blimbingsari Airport (Sumber: BMKG) 9 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ D. Evaluasi Kondisi Cuaca Penyebrangan Ketapang-Gilimanuk Berdasarkan pantauan data AWS maritim di pelabuhan penyeberangan Ketapang Banyuwangi, menunjukkan selama bulan Maret 2016 angin bervariasi dari arah Timurlaut - Tenggara dengan kecepatan angin bervariasi 5 – 22 knots ( 9 – 38 Km/Jam). Suhu berkisar antara 24 – 33 °C dan Kelembaban Udara Relatif 60 – 92 %. Kondisi cuaca bervariasi dari Berawan hingga Hujan intensitas ringan – lebat. Ketika ada awan Cumulonimbus pada perairan, tentunya kecepatan angin dan ketinggian gelombang selat Bali berpotensi akan meningkat. Insiden tenggelamnya kapal Rafelia 2 di Selat Bali pada tanggal 04 Maret 2016 terindikasi tidak disebabkan oleh faktor cuaca. Berikut laporan kondisi cuaca saat insiden terjadi yang bersumber dari AWS maritim dan citra radar - satelit cuaca : Informasi Kondisi Cuaca saat adanya kejadian Kecelakaan Kapal KMP Rafelia 2 di Selat Bali pada tanggal 04 Maret 2016 jam ± 13.15 WIB Banyuwangi – Jawa Timur, adalah sebagai berikut: - Hari, Tanggal, Jam : Jum’at. 04 Maret 2016, jam 11.16 hingga 13.48 WIB. - Arah dan Kecepatan Angin : dari arah Timur Laut kecepatan 10.30 m/s ( ± 20.02 Knot / ± 37.08 Km/ Jam) hingga 12.60 m/s (± 24.49 KT / ± 45.36 Km/ Jam). - Cuaca Selat Bali (Ketapang - Banyuwangi): Cerah – Berawan. - Suhu Udara : 29.90 °C – 30.10 °C. - Tinggi Gelombang Selat Bali : 0.1 m – 0.3 m. 10 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ E. Analisis Hujan Maret 2016 Kabupaten Banyuwangi Berdasarkan data curah hujan bulan Maret 2016 dari stasiun BMKG dan pos-pos hujan kerjasama di Banyuwangi dapat disajikan evaluasinya sebagai berikut . Curah hujan tertinggi 491 mm terjadi di Jambu dengan 11 hari hujan. Sementara curah hujan terendah 7 mm terjadi di Tegaldlimo dengan 1 hari hujan saja. Gambar 12. Peta Distribusi Curah Hujan Maret 2016 dan Sifat Hujan Maret 2016 di Banyuwangi (Sumber:BMKG) Dari peta terlihat bahwa secara spasial mayoritas wilayah Banyuwangi pada Maret 2016 mengalami curah hujan bervariasi 7 - 491 mm sebagai dampak interaksi faktor-faktor skala global, regional dan lokal. Dari peta sifat hujan terlihat dominan Bawah Normal, hanya sebagian Kecamatan Wongsorejo dan Licin yang Atas Normal. Hal ini berkorelasi dengan pantauan sebaran awan hujan yang memang didominasi terjadi di wilayah Banyuwangi bagian Utara dan wilayah Dataran tinggi sebelah Barat selama Maret 2016. Kurangnya curah hujan pada moyoritas wilayah tersebut tidak lepas dari pengaruh interaksi fenomenafenomena interaksi laut-atmosfer yang mempengaruhi curah hujan Banyuwangi Maret 2016. 11 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ F. Monitoring Hari tanpa Hujan Berturut-turut Gambar 13. Peta Monitoring Hari Tanpa Hujan berturut-turut Maret 2016 di Banyuwangi (Sumber: BMKG Banyuwangi) Dari peta terlihat bahwa secara spasial wilayah Banyuwangi bagian Utara, Tengah, dan Barat pada akhir Maret 2016 masih menerima hujan. Untuk sebagian Wilayah Banyuwangi bagian Timur dan Selatan sudah jarang terjadi hujan diantaranya yaitu Bangorejo, Purwoharjo, Cluring, dan Tegaldlimo. Daerah tersebut sudah 21 – 30 tidak terjadi hujan berturut-turut hingga akhir Maret 2016. Hujan di Wilayah Kabupaten Banyuwangi pada bulan Maret 2016 terjadinya tidak merata bila dibandingkan dengan hujan yang terjadi pada bulan Februari 2016 yang lalu. Kondisi ini tentunya mengindikasikan bahwa secara normal musim kemarau akan diawali dari pesisir Tenggara dan Timur Laut Banyuwangi. 12 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ II. PROSPEK CUACA BULAN APRIL 2016 A. Prediksi Dinamika Atmosfer April 2016 Prediksi perkembangan ENSO dari BMKG menunjukkan bahwa El Nino intensitas moderate masih akan terjadi pada April 2016, selanjutnya meluruh menjadi El Nino lemah pada Mei 2016 dan memasuki bulan Juni hingga Agustus 2016 akan menjadi kondisi normal (El Nino selesai). Dipole Mode Indeks (DMI) diprediksi netral / normal hingga Juli 2016, kondisi ini mengindikasikan bahwa tidak ada suplai uap air dari Samudera Hindia menuju wilayah Indonesia maupun sebaliknya. Suhu muka laut perairan Indonesia diprediksi dari April hingga Mei 2016 kondisinya cenderung hangat dan menunjukkan cukup tersedianya suplai uap air untuk terbentuknya awan. Memasuki Juni hingga September 2016 umumnya perairan Indonesia cenderung mendingin terutama bagian Barat dan Utara seiring pergerakan semu matahari yang pada bulan Juni berada pada 23.5° LU dan mulai bergerak ke Selatan lagi. Madden Julian Oscillation pada awal hingga pertengahan bulan April 2016 diprediksi berada pada fase 1 hingga 3 dan cenderung lemah sehingga tidak signifikan dalam menambah awan-awan hujan di Benua Maritim Indonesia, hal itu juga didukung oleh prediksi anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) hingga pertengahan April 2016 bernilai netral hingga positif di sebagian besar wilayah Indonesia termasuk Jawa Timur yang berarti kurangnya tutupan awan pada periode awal hingga pertengahan April 2016. Namun dari pertengahan hingga akhir April 2016 terindikasi tutupan awan kembali bertambah. Pada skala regional secara normal pola tekanan udara rendah bulan April mulai didominasi terjadi di sekitar ekuator dan Belahan Bumi Utara seiring pergerakan semu matahari menuju Utara, sehingga memicu angin monsun timuran yang mulai stabil dan akan berdampak berkurangnya hujan di wilayah hujan berpola hujan monsun. Namun di beberapa wilayah pola perlambatan angin akibat shearline masih akan berpotensi terjadi selama April 2016 yang tentunya akan masih memicu hujan dengan intensitas bervariasi. Sebagian wilayah yang akan berada pada masa peralihan musim pada April 2016 juga tetap mewaspadai potensi cuaca ekstrim seperti hujan lebat tiba-tiba yang sering disertai petir dan angina kencang sesaat, memngingat kondisi atmosfer yang labil selama masa peralihan musim dari musim hujan ke musim kemarau. Melihat perkembangan dinamika atmosfer dan dampaknya terhadap kondisi cuaca iklim Jawa Timur dan Banyuwangi khususnya, dapat disimpulkan bahwa sebagian wilayah Banyuwangi pada bulan April akan mulai memasuki masa musim kemarau, sedangkan beberapa wilayah lainnya berada pada masa peralihan musim, dengan akumulasi curah hujan mayoritas sama hingga diatas kondisi rata-rata / normalnya. Pada wilayah dataran tinggi umumnya masih berada pada masa musim hujan, karena pada wilayah tersebut baru akan memasuki musim kemarau mulai Juni – Juli 2016 nanti. Prakiraan awal musim kemarau 2016 di Banyuwangi secara umum tidak ada yang maju dari kondisi rata-ratanya, melainkan sama dengan rata-ratanya dan juga sebagian besar mundur 1 – 3 dasarian dari kondisi rata-ratanya. Diawali dari wilayah pesisir yang memasuki awal musim kemarau mulai awal April 2016 lalu terakhir pada wilayah dataran tinggi yang baru memasuki musim kemarau menjelang akhir Juli 2016 nanti. 13 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ Gambar 14. Prediksi El Nino, anomali SPL, MJO dan anomali OLR (Sumber:BMKG, NCEP - NOAA) 14 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ B. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan Banyuwangi bulan April – Juni 2016 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dan pantauan kondisi fisis dan dinamis atmosfer di wilayah Jawa Timur dan sekitarnya serta kondisi lokal masing-masing Zona Musim (ZOM) terutama topografi daerah Jawa Timur, maka curah hujan daerah Banyuwangi untuk bulan April 2016 hingga Juni 2016 diprakirakan sebagai berikut: April 2016 Curah Hujan berkisar : 50 – 300 mm Sifat Hujan : Normal – Atas Normal Mei 2016 Curah Hujan berkisar 0 – 300 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Atas Normal 15 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ Juni 2016 Curah Hujan berkisar 0 – 300 mm Sifat Hujan : Bawah Normal - Normal Gambar 15. Prakiraan Curah Hujan dan Sifat Hujan April, Mei dan Juni 2016 Banyuwangi (Sumber:BMKG) C. Prakiraan Tingkat Kerawanan Banjir April 2016 Berikut adalah peta prakiraan potensi Banjir bulan April 2016, dari peta terlihat untuk beberapa wilayah di Banyuwangi diprediksi mempunyai potensi rawan banjir rendah karena memasuki bulan April beberapa wilayah telah memasuki musim kemarau. Gambar 16. Prakiraan Daerah Potensi Banjir April 2016 (Sumber:BMKG) 16 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ III. INFORMASI TERBIT-TERBENAM MATAHARI APRIL 2016 Berikut adalah data terbit terbenamnya matahari, selama bulan April 2016 di wilayah Kota Banyuwangi : Tanggal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Ápril 2016 Matahari Terbit Matahari Terbenam (WIB) (WIB) 5:25:43 17:26:54 5:25:38 17:26:23 5:25:34 17:25:52 5:25:30 17:25:21 5:25:26 17:24:51 5:25:22 17:24:21 5:25:18 17:23:51 5:25:14 17:23:22 5:25:11 17:22:52 5:25:07 17:22:23 5:25:04 17:21:55 5:25:01 17:21:27 5:24:59 17:20:59 5:24:56 17:20:31 5:24:54 17:20:04 Tanggal 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 Ápril 2016 Matahari Terbit Matahari Terbenam (WIB) (WIB) 5:24:52 17:19:38 5:24:51 17:19:12 5:24:50 17:18:46 5:24:49 17:18:21 5:24:48 17:17:56 5:24:48 17:17:32 5:24:48 17:17:08 5:24:48 17:16:45 5:24:49 17:16:23 5:24:50 17:16:01 5:24:52 17:15:40 5:24:54 17:15:19 5:24:56 17:14:59 5:24:59 17:14:40 5:25:02 17:14:21 IV. KEJADIAN GEMPABUMI SIGNIFIKAN DI WILAYAH BANYUWANGI Gambar 17. Kejadian Gempabumi yang signifikan di Banyuwangi Maret 2016 (Sumber:BMKG) 17 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ Kejadiaan Gempa Bumi yang Signifikan/ Dirasakan khusus di Wilayah Kabupaten Banyuwangi selama bulan Maret 2016 adalah Nihil (tidak ada kejadian gempa yang dirasakan sampai di Wilayah Kabupaten Banyuwangi). V. KEJADIAN CUACA EKSTRIM MARET 2016 Cuaca / Iklim Ekstrim adalah suatu kondisi meteorologi yang menyimpang dari nilai rata-ratanya atau menyimpang terhadap nilai batas ambang meteorologi di wilayah tersebut. Dampak pemanasan global yang berlanjut pada perubahan iklim diyakini sebagai salah satu pemicu munculnya cuaca/iklim ekstrim baik dari tingkat keseringan, cakupan luas wilayah maupun nilainya, dimana cuaca/iklim ekstrim tersebut berpotensi menimbulkan bencana dan kerugian bahkan korban jiwa. Tabel 2. Cuaca/iklim Ekstrim Bulan Maret 2016 Banyuwangi KRITERIA Arah dengan kecepatan > 45 Km/jam KETERANGAN Tidak Ada Suhu udara > 35˚ C Tidak Ada Suhu udara < 15˚ C Tidak Ada Kelembaban udara < 30 % Tidak Ada Curah Hujan > 100 mm / hari 16 Maret 2016, 121 mm di Besaran, 137 mm di Jambu, 124 mm di Licin, 105 mm di Glagah. Tanah Longsor Tidak Ada Banjir Tidak Ada Puting beliung / Waterspout Tidak Ada VI. PRAKIRAAN MUSIM KEMARAU 2016 DI BANYUWANGI Setiap tahun BMKG mempublikasi 2 jenis produk prakiraan musim yaitu prakiraan musim kemarau setiap Maret dan prakiraan musim hujan setiap September. Pada Maret 2016 lalu BMKG telah mempublikasikan prakiraan musim kemarau 2016 di Indonesia, dan berikut adalah tabel prakiraan musim kemarau 2016 di wilayah Banyuwangi : 18 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ Keterangan : +1 artinya mundur 1 dasarian terhadap rata-ratanya 0 artinya sama dengan rata-ratanya -1 artinya maju 1 dasarian terhadap rata-ratanya Berikut adalah peta prakiraan awal musim kemarau 2016, peta sifat hujan musim kemarau 2016 dan peta perbandingan awal musim kemarau 2016 terhadap rata-ratanya di Banyuwangi berdasarkan tabel prakiraan musim kemarau 2016 BMKG : Gambar 18. Prakiraan awal Musim Kemarau 2016, Sifat Hujan Musim Kemarau 2016 dan Perbandingan awal Musim Kemarau 2016 terhadap rata-ratanya (Sumber:BMKG) 19 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ DAFTAR ISTILAH INFORMASI CUACA, IKLIM DAN GEMPABUMI ENSO adalah singkatan dari El-Nino Southern Oscillation. Secara umum para ahli membagi ENSO menjadi ENSO hangat (El-Nino) dan ENSO dingin (La-Nina). Kondisi tanpa kejadian ENSO biasanya disebut sebagai kondisi normal. Referensi penggunaan kata hangat dan dingin adalah berdasarkan pada nilai anomali suhu permukaan laut (SPL) di daerah NINO di Samudera Pasifik dekat ekuator bagian tengah dan timur. Pada saat fenomena El Nino berlangsung, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia cenderung kering, sehingga potensi kondisi curah hujannya berkurang atau lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata normalnya. Kondisi sebaliknya terjadi ketika fenomena La Nina berlangsung, dimana atmosfer wilayah Indonesia umumnya akan cenderung basah, sehingga bisa berpotensi menyebabkan intensitas curah hujan yang lebih banyak dibanding rata-rata normalnya. Dipole Mode merupakan fenomena interaksi laut dan atmosfer di Samudera Hindia yang dihitung berdasarkan perbedaan nilai (selisih) antara anomali suhu muka laut perairan pantai timur Afrika dengan perairan sebelah barat Sumatera. Perbedaan nilai anomali suhu muka laut tersebut selanjutnya dikenal sebagai Dipole Mode Indeks (DMI), dimana DMI positif berdampak berkurangnya curah hujan di Indonesia bagian barat, DMI negatif berdampak meningkatnya curah hujan di Indonesia bagian barat. Asian Cold Surge atau seruakan dingin Asia digunakan untuk menggambarkan penjalaran massa udara dari Asia akibat adanya tekanan tinggi di daerah tersebut dan menjalar ke arah selatan menuju ekuator dengan membawa massa udara dingin. Indeks yang digunakan untuk identifikasi aktivitas cold surge adalah dengan menghitung indeks monsun yaitu selisih nilai tekanan antara Titik 115° BT/ 30° LU (didekati dengan data dari stasiun Wuhan di daratan China) dengan tekanan di Hongkong (116° BT/ 22° LU). Threshold value yang digunakan untuk indeks monsun dari gradient tekanan adalah ≥10 mb sebagai indikator adanya cold surge. MJO singkatan dari Madden Jullian Oscillation adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan fluktuasi antar musiman yang terjadi di sekitar wilayah tropis. Keberadaan MJO ditandai dengan adanya penjalaran pada arah timuran di wilayah tropis dimana terjadinya penambahan intensitas curah hujan pada daerah tersebut, terutama di atas Samudera Hindia dan Pasifik. Anomali curah hujan seringkali merupakan indikator pertama dalam mengindikasikan kejadian MJO, dimana pada mulanya intensitas curah hujan tinggi terjadi di Samudera Hindia dan kemudian menjalar ke arah timur melewati wilayah Indonesia menuju Samudera Pasifik barat dan tengah panjang siklus MJO diperkirakan sekitar 30-60 harian. Penemu dari fenomena MJO ini adalah Madden dan Jullian. OLR singkatan dari Outgoing Longwave Radiation adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan intensitas atau banyaknya radiasi gelombang panjang dari bumi ke atmosfer. Anomali OLR yang bernilai negatif menunjukkan jumlah radiasi yang terukur di atmosfer sangat sedikit karena terhalang oleh intensitas perawanan yang cukup tinggi di atmosfer. Sedangkan anomali OLR positif menunjukkan jumlah radiasi dari bumi yang cukup banyak karena tidak terhalang oleh kondisi perawanan di atmosfer. Satuan OLR adalah weber/m-2. Monsun adalah sirkulasi angin yang mengalami perubahan arah secara periodik setiap setengah tahun sekali. Sirkulasi angin Indonesia ditentukan oleh pola perbedaan tekanan udara di Australia dan Asia. Pola tekanan udara ini mengikuti pola peredaran matahari dalam setahun. Pola angin baratan terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Asia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim hujan di Indonesia. Pola angin timuran/tenggara terjadi karena adanya tekanan udara tinggi di Australia yang berkaitan dengan berlangsungnya musim kemarau di Indonesia. 20 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ Daerah Pertemuan Angin Antar Tropis (ITCZ/InterTropicalConvergence Zone) merupakan daerah tekanan udara rendah yang memanjang dari barat ke timur dengan posisi selalu berubah mengikuti pergerakan posisi semu matahari ke arah utara dan selatan khatulistiwa. Wilayah Indonesia yang dilewati ITCZ pada umumnya berpotensi terjadi pertumbuhan awan-awan hujan. Curah Hujan (mm) adalah ketinggian air hujan yang terkumpul dalam penakar hujan pada tempat yang datar, tidak menyerap, tidak meresap dan tidak mengalir. Unsur hujan 1 (satu) milimeter artinya dalam luasan satu meter persegi pada tempat yang datar tertampung air hujan setinggi satu milimeter atau tertampung air hujan sebanyak satu liter. Zona Musim (ZOM) adalah daerah yang pola hujan rata-ratanya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim kemarau dan periode musim hujan. Wilayah ZOM tidak selalu sama dengan luas daerah administrasi pemerintahan. Dengan demikian satu kabupaten/ kota dapat saja terdiri dari beberapa ZOM dan sebaliknya satu ZOM dapat terdiri dari beberapa kabupaten. Dasarian adalah rentang waktu selama 10 (sepuluh) hari. Dalam satu bulan dibagi menjadi 3 (tiga) dasarian, yaitu : a. Dasarian I : tanggal 1 sampai dengan 10 b. Dasarian II : tanggal 11 sampai dengan 20 c. Dasarian III : tanggal 21 sampai dengan akhir bulan Sifat Hujan adalah perbandingan antara jumlah curah hujan selama rentang waktu yang ditetapkan (satu periode musim hujan atau satu periode musim kemarau) dengan jumlah curah hujan normalnya (rata-rata selama 30 tahun periode 1971 - 2000). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu : a. Atas Normal (AN), jika nilai curah hujan lebih dari 115% terhadap rata-ratanya b. Normal (N), jika nilai curah hujan antara 85% - 115% terhadap rata-ratanya c. Bawah Normal (BN), jika nilai curah hujan kurang dari 85% terhadap rataratanya Gempa adalah getaran bumi yang terjadi sebagai akibat penjalaran gelombang seimik/gempa yang terpancar dari sumbernya/sumber energi elastik Gempa Tektonik adalah gempabumi yang disebabkan oleh adanya pergeseran atau pergerakan lempeng bumi Magnitude adalah parameter gempa yang berhubungan dengan besarnya kekuatan gempa di sumbernya. Ada beberapa jenis magnitude, yaitu: magnitude lokal (M L), magnitude gelombang permukaan (Ms), magnitude gelombang badan (m b), magnitude momen (Mw), magnitude durasi (Md). Intensitas gempa adalah besaran yang dipakai untuk mengukur suatu gempa berdasarkan tingkat kerusakan dan reaksi manusia yang disebabkan oleh gempa tersebut. Skala Richter Suatu ukuran obyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan magnitudenya, dikemukan oleh Richter (1930). Skala MMI (Modified Mercally Intensity) adalah suatu ukuran subyektif kekuatan gempa dikaitkan dengan intensitasnya 21 Buletin Informasi Cuaca Iklim dan Gempabumt Edisi April 2016________ Tabel Skala Intensitas Gempabumi dalam MMI (Modified Mercalli Intensity tahun 1931) SKALA I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII KUALITAS GETARAN GEMPA Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang. Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang. Getaran dirasakan nyata dalam rumah oleh banyak orang, terasa getaran seolah-olah ada truk lewat Pada siang hari dirasakan oleh banyak orang dalam rumah, di luar beberapa orang terbangun, gerabah pecah jendela pintu gemerincing, dinding berbunyi karena pecah-pecah. Getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, jendela dsb pecah, barang-barang terpelanting, pohon-pohon, tiang-tiang, barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti. Getaran dirasakan oleh semua penduduk, kebanyakan terkejut dan lari keluar, plester dinding jatuh dan cerobong asap dari pabrik rusak, kerusakan ringan. Tiap-tiap orang keluar rumah, kerusakan ringan pada rumah-rumah dan bangunan dengan konstruksi yang baik dan tidak baik, cerobong asap pecah/retak-retak, terasa oleh orangorang yang naik kendaraan. Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat, retak-retak pada bangunan yang kuat, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap dari pabrik-pabrik dan monumen roboh, air menjadi keruh. Kerusakan pada bangunan yang kuat, kerangka rumah menjadi tidak lurus, banyak retak-retak pada bangunan yang kuat, rumah tampak agak berpindah dari pondamennya, pipa-pipa dalam tanah putus. Bangunan dari kayu yang kuat rusak, kerangka rumah lepas dari pondasinya, tanah terbelah, rel melengkung, tanah longsor di tiap-tiap sungai dan tanah-tanah yang curam, air bah. Bangunan hanya tinggal sedikit yang tetap berdiri, jembatan rusak, terjadi lembah, pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali, tanah terbelah, rel kereta api melengkung sekali. Hancur sama sekali, gelombang tampak pada permukaan tanah, pemandangan menjadi gelap, benda-benda terlempar ke udara. ---ABCD : Act Beyond your Common Duties--- 22