1 BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Perubahan pola struktur masyarakat agraris ke
masyarakat
industri
banyak
memberikan
andil
terhadap perubahan gaya hidup yang pada gilirannya
dapat
memacu
semakin
meningkatnya
insidensi
penyakit tidak menular. Pada tahun 2020, penyakit
tidak
menular
diperkirakan
termasuk
akan
penyakit
bertanggung
kardiovaskuler
jawab
untuk
tujuh
dari sepuluh kasus kematian yang ada (WHO, 2011).
Transisi epidemiologis ke arah penyakit tidak
menular kronis terutama terjadi dengan laju yang
cepat
di
negara
berkembang.
Hal
ini
merupakan
tantangan bagi sektor kesehatan masyarakat untuk
memberikan perhatian lebih kepada penyakit tidak
menular mengingat jumlahnya yang makin meningkat
seiring
dengan
perkembangan
masyarakat
(Khor,
2001).
Salah
satu
dari
banyak
menimbulkan
adalah
penyakit
kardiovaskuler
penyakit
angka
tidak
kesakitan
menular
dan
kardiovaskuler.
merupakan
penyebab
yang
kematian
Penyakit
kematian
nomor
1
2
satu di dunia. Diperkirakan 17,3 juta orang mati
akibat
Dari
akibat
penyakit
jumlah
kardiovaskuler
tersebut,
penyakit
lebih
pada
dari
kardiovaskuler
tahun
80%
berada
2008.
kematian
di
negara
berkembang, dan terjadi hampir seimbang antara pria
dan wanita. Jumlah ini diperkirakan akan meningkat
hingga mencapai 23,3 juta pada tahun 2030 dengan
penyakit
kardiovaskuler
tetap
menjadi
penyebab
telah
terjadi
utama (WHO, 2011).
Di
Indonesia
kecenderungan
penyakit
sendiri
peningkatan
kardiovaskuler
angka
dari
kematian
tahun
akibat
ke
tahun.
Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun
1992, angka kematian akibat penyakit kardiovaskuler
mencapai 16% dan meningkat menjadi 18,9% pada tahun
1995. Hasil Survei Kesehatan Nasional (Surkesnas)
pada
tahun
2001
menunjukkan
peningkatan
angka
kematian sebesar 26,4%. Data terbaru menurut Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan
tahun 2007, menunjukkan penyebab kematian akibat
penyakit
kardiovaskuler
(penyakit
jantung,
hipertensi, dan stroke) di Indonesia telah mencapai
31,9% (Depkes RI, 2007).
3
Dari
jumlah
memiliki
tersebut,
prevalensi
prevalensi
nasional,
sebanyak
penyakit
di
16
provinsi
jantung
antaranya
di
adalah
atas
Daerah
Istimewa Yogyakarta. Selain itu, provinsi DIY juga
menduduki
peringkat
hipertensi
lima
terbanyak.
Istimewa
Yogyakarta
peringkat
pertama
terbesar
Bahkan
di
(DIY),
yang
dengan
Provinsi
stroke
diikuti
kasus
Daerah
menduduki
dengan
penyakit
jantung pada peringkat kedua sebagai 10 penyakit
penyebab utama kematian (Dinkes Yogyakarta, 2010).
Provinsi DIY terdiri dari 4 kabupaten (Sleman,
Bantul, Gunung Kidul, dan Kulon Progo) dan satu
kota,
yaitu
Kota
Yogyakarta.
Menurut
profil
kesehatan provinsi DIY pada tahun 2012, hipertensi
telah
menduduki
dominan
di
Kota
peringkat
kedua
Yogyakarta
penyakit
(Dinkes
paling
Yogyakarta,
2012).
Tingginya
angka
tersebut
sebanding
dengan
tingginya perilaku berisiko penyakit kardiovaskuler
yang dilakukan warga Kota Yogyakarta. Berdasarkan
survei faktor risiko penyakit kardiovaskuler yang
dilakukan pada tahun 2004, sebanyak 34% laki-laki
dan 36% perempuan di Yogyakarta kurang melakukan
aktivitas fisik (Dewi et al., 2005).
4
Untungnya, banyak dari penyebab kematian akibat
penyakit kardiovaskuler disebabkan oleh gaya hidup
sehari-hari,
yang
dapat
diubah
dengan
cara
mengadaptasi perilaku hidup sehat seperti teratur
berolahraga. Untuk dapat mengubah perilaku berisiko
tersebut,
perlu
diketahui
tentang
apa
yang
mempengaruhi seseorang dalam mengadaptasi perilaku
hidup sehat.
Salah
satu
diadaptasinya
hal
suatu
yang
dapat
perilaku
mempengaruhi
hidup
sehat
adalah
karakteristik sosiodemografi komunitas yang menjadi
sasaran. Telah banyak penelitian yang dilaporkan
mengenai
hubungan
pendidikan
sehat.
terhadap
Dalam
jenis
kelamin
diadaptasinya
berbagai
macam
dan
tingkat
perilaku
lingkungan
hidup
sosial,
dilaporkan bahwa pria dan wanita memiliki perilaku
hidup sehat yang berbeda (Wang et al., 2012).
Pria memiliki risiko dua kali lipat lebih besar
untuk terkena penyakit jantung dibandingkan wanita.
Terlepas
risiko
hidup
dari
lebih
tidak
pengaruh
besar
sehat.
perbedaan
adaptasi
merupakan
suatu
biologis,
untuk
Hal
memiliki
mengadaptasi
perilaku
ini
nilai
bentuk
pria
disebabkan
dan
dari
kepercayaan
norma
sosial
adanya
yang
untuk
5
menegaskan perbedaan antara pria dan wanita. Hal
ini terlihat dalam berbagai macam aspek kehidupan,
dari
penggunaan
bahasa,
pekerjaan,
hingga
jenis
olahraga yang dilakukan (Courtenay, 2000).
Tingkat pendidikan yang rendah juga dikaitkan
terhadap
hambatan
signifikan.
Hal
melakukan
ini
olahraga
disebabkan
karena
yang
rendahnya
kesadaran masyarakat untuk menerapkan gaya hidup
sehat.
Selain
itu,
rendahnya
tingkat
pendidikan
juga menjadi indikator rendahnya paparan terhadap
pesan kesehatan, serta kurangnya kemampuan untuk
mengkritisi informasi tersebut, dan rendahnya rasa
percaya diri untuk dapat menerapkan perilaku hidup
sehat seperti olahraga (Cerin & Leslie, 2008).
Hasil berbeda didapatkan dalam penelitian yang
dilakukan
memiliki
di
Jepang
tingkat
dimana
pendidikan
pria
yang
Jepang
lebih
yang
tinggi
cenderung untuk menerima hambatan dalam melakukan
olahraga
tingkat
dibandingkan
pendidikan
dengan
yang
pria
lebih
yang
rendah.
memiliki
Hal
ini
mengindikasikan bahwa asosiasi dari setiap jenis
hambatan yang diterima suatu komunitas masyarakat
dalam melakukan olahraga sangat bervariasi, yang
6
sangat
bergantung
dengan
latar
belakang
budaya
(Ishii et al., 2009).
Masih
ditemukannya
variasi
pengaruh
karakteristik sosiodemografi dalam hasil penelitian
di atas, mendorong peneliti menelaah hubungan jenis
kelamin
dan
partisipasi
tingkat
senam
pendidikan
bersama
di
dengan
Kota
tingkat
Yogyakarta.
Dipilihnya senam bersama dikarenakan masih belum
ada penelitian khusus mengenai senam bersama yang
diadakan
banyak
di
Kota
ditemukan
Yogyakarta.
kegiatan
Selain
senam
itu,
telah
bersama
yang
bermunculan di Kota Yogyakarta. Diharapkan dengan
penelitian ini, dapat diperoleh pola pandang baru
mengenai adanya hubungan jenis kelamin dan tingkat
pendidikan dengan tingkat partisipasi senam bersama
di
Kota
Yogyakarta,
dipertimbangkan
dalam
yang
kemudian
menyusun
suatu
dapat
program
kesehatan yang tepat guna.
I.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan
latar
belakang
masalah
tersebut,
maka rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai
berikut:
7
1. Apakah
ada
hubungan
antara
jenis
kelamin
dengan tingkat partisipasi senam bersama di
Kota Yogyakarta?
2. Apakah ada hubungan antara tingkat pendidikan
dengan tingkat partisipasi senam bersama di
Kota Yogyakarta?
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Mengetahui
hubungan
jenis
kelamin
dengan
partisipasi senam bersama di Kota Yogyakarta.
2. Mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan
partisipasi senam bersama di Kota Yogyakarta.
I.4. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian mengenai hubungan jenis kelamin dan
tingkat pendidikan dengan tingkat partisipasi senam
bersama
dari
di
Kota
penelitian
Yogyakarta
besar
yang
ini
merupakan
telah
bagian
dilakukan
oleh
Supriyati dan Dewi (2012) mengenai peran pemimpin
lokal dalam program perlindungan perokok pasif di
Kota Yogyakarta. Data kuantitatif didapat dari data
kuesioner
penelitian
terdahulu
yang
kemudian
8
dianalisis,
dan
ditambah
dengan
hasil
data
dari
pendekatan kualitatif yang dilakukan peneliti.
Sepengetahuan penulis, sudah dilakukan beberapa
penelitian
tingkat
terkait
hubungan
pendidikan
jenis
terhadap
Perbedaan
penelitian
penelitian
ini
aktivitas
yang
terdapat
kelamin
fisik.
dilakukan
pada
waktu
dan
dengan
penelitian,
tempat atau lokasi diadakannya penelitian, subjek
dan karakterisitik penelitian, serta jumlah subjek
yang
diambil.
Penelitian
yang
telah
diadakan
tersebut antara lain :
1. Wang
et
al.
(2012)
melakukan
penelitian
dengan judul “Similar but different. Health
behaviour
pathways
differ
between
men
and
women” bertempat di Australia. Penelitian ini
menjabarkan
perbedaan
persepsi
individu
mengenai
hubungan
jenis
kelamin
terhadap
berat
yang
diadaptasinya
dengan
badan
kemudian
perilaku
hidup
antara
perbedaan
serta
nilai
mempengaruhi
sehat
seperti
melakukan olahraga secara teratur. Pada pria
ditemukan
memiliki
olahraga.
bahwa
faktor
kekuatan
sosiodemografi
prediktif
Sementara,
pada
dalam
wanita,
tidak
melakukan
usia
dan
9
tingkat pendidikan merupakan faktor prediktif
dalam melakukan olahraga. Tingkat pendidikan
wanita
yang
lebih
tinggi
serta
makin
lanjutnya usia merupakan faktor penentu dalam
melaksanakan
olahraga
secara
teratur.
Persepsi terhadap berat badan ideal pada pria
dan wanita berpengaruh terhadap dilakukannya
olahraga
selama
Penelitian
dalam
30
yang
hal
menit
dilakukan
waktu,
tiap
hari.
penulis
subyek
dan
berbeda
populasi
penelitian, serta metode penelitian.
2. Zulfiqqar (2013) melakukan penelitian dengan
judul
“Persepsi
terkait
sehat”
ini
dengan
masyarakat
gaya
bertempat
menjabarkan
di
tentang
hidup
dan
Yogyakarta.
mengenai
penyakit
pola
hidup
Penelitian
terbentuknya
gaya
hidup sehat seperti melakukan aktivitas fisik
dipengaruhi oleh persepsi positif yang ada di
dalam
masyarakat
penelitian
ini
Kota
Yogyakarta.
menunjukkan
bahwa
Hasil
jumlah
responden yang melakukan olahraga yang cukup
di
Kota
Yogyakarta
relatif
rendah,
hanya
sebesar 7%. Dari jumlah tersebut, responden
yang
memiliki
persepsi
positif
bahwa
10
kurangnya
aktivitas
fisik
merupakan
faktor
risiko penyakit yang sedang dialami mengalami
kecenderungan untuk melakukan aktivitas fisik
sebesar
4,4
kali.
menunjukkan bahwa
Pehitungan
persepsi positif mempunyai
hubungan
signifikan
responden
berolahraga.
dilakukan
statistik
penulis
dengan
kebiasaan
Penelitian
berbeda
dalam
yang
hal
waktu,
subyek, dan metode penelitian.
3. Del Duca et al. (2012) melakukan penelitian
dengan judul “Prevalence and sociodemographic
correlates
activity
Brazil.
of
in
terhadap
dan
usia
yang
di
luang,
kerja,
penelitian
wanita,
lebih
di
mengenai
waktu
tempat
Hasil
bahwa
bertempat
sosiodemografis
fisik
pulang-pergi,
menunjukkan
physical
menjabarkan
indikator
tangga.
of
adult”
ini
inaktivitas
perjalanan
dengan
domains
Brazilian
Penelitian
prevalensi
rumah
all
berkulit
tua
dan
dan
ini
hitam,
tingkat
pendidikan yang lebih rendah cenderung tidak
melakukan
Sementara
tingkat
aktivitas
responden
pendidikan
fisik
di
kulit
dan
waktu
putih
jumlah
luang.
dengan
pendapatan
11
tinggi cenderung inaktif di lingkungan kerja.
Sementara
pada
lingkungan
rumah
tangga,
inaktivitas fisik lebih sering ditemukan pada
pria,
dengan
tingkat
pendidikan
dan
jumlah
pendapatan tinggi. .Penelitian yang dilakukan
penulis berbeda dalam hal waktu, subyek dan
populasi penelitian, serta metode penelitian.
I.5. MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini, antara lain :
1. Memberikan
integrasi
suksesnya
dengan
informasi
faktor
program
tentang
pentingnya
sosiodemografis
pemerintah
pencegahan
faktor
dengan
yang
berkaitan
risiko
penyakit
kardiovaskuler.
2. Sebagai
perilaku
dasar
pertimbangan
pencegahan
faktor
untuk
intervensi
risiko
penyakit
kardiovaskuler di Kota Yogyakarta.
3. Sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.
Download