BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan minat pembelian dilakukan oleh Harsiwi (2004) dengan judul “Minat Mahasiswa dalam Pembelian Produk Berwawasan Lingkungan (Green Product)”. Kesimpulan yang diperoleh adalah variabel terikat sikap, norma subjektif dan perilaku lampau berpengaruh positif terhadap minat mahasiswa dalam pembelian produk berwawasan lingkungan. Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi minat mahasiswa dalam pembelian produk berwawasan lingkungan adalah variabel perilaku masa lampau. B. Usaha Eceran Usaha eceran adalah suatu usaha yang kegiatannya menyangkut penjualan barang atau jasa secara langsung kepada konsumen untuk penggunaan pribadi dan nir-bisnis (Kotler dan Armstrong 2003;51). Kegiatan yang dilakukan dalam usaha eceran adalah menjual berbagai produk, jasa, atau keduanya, kepada konsumen untuk keperluan konsumsi pribadi atau bersama peritel berupaya memuaskan kebutuhan konsumen dangan mencari kesesuaian antara barang-barang yang dimilikinya dengan harga, tempat, dan waktu yang diinginkan pelanggan. Karena itu usaha eceran memiliki peranan penting dalam proses pemenuhan kebutuhan konsumen, karena merupakan tahap akhir dari saluran distribusi yang menyampaikan produk langsung kepada konsumen akhir. Jalur distribusi adalah sekumpulan atau beberapa perusahaan yang memudahkan penjualan kepada konsumen sebagai konsumen akhir. Produsen 16 menjual produknya kepada peritel maupun peritel besar (wholesaler). Hal ini akan membentuk suatu jalur distribusi, antara produsen sampai kepada konsumen akhir, seperti terlihat pada gambar berikut. Produsen Pedagang besar Ritel Konsumen akhir Sumber: Utami (2006) Gambar 2.1 Jalur Distribusi Barang Dagangan Menurut Utami (2006) terdapat beberapa jenis usaha eceran yang dikelompokkan sebagai berikut: 1. Berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen adalah bauran berbagai unsur yang digunakan oleh ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Terdapat empat unsur yang dapat digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan, yaitu: jenis barang yang dijual, perbedaan dan keanekaragaman barang yang dijual, tingkat layanan konsumen, dan harga barang. Berdasarkan unsur-unsur tersebut, jenis usaha eceran dapat diuraikan sebagai berikut: a. Supermarket tradisional Supermarket tradisional melayani penjualan makanan, daging, serta produk-produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan terhadap produk-produk nonmakanan. Sedangkan supermarket konvensional, yang lebih luas, yang juga menyediakan layanan antar, 17 menjual roti dan kue (bakery), bahan makanan mentah, dan produk nonmakanan, disebut sebagai superstore. b. Big-box retail Lebih dari 25 tahun berikutnya, supermarket mulai berkembang dengan semakin memperluas ukuran dan mulai menjual berbagai produk luar negeri yang bervariasi. Pada format big-box retailer, terdapat beberapa jenis supermarket, yaitu: i. Supercenter adalah supermarket yang mempunyai luas lantai 3.00010.000 meter persegi, dengan variasi produk yang dijual, 30-40% makanan, dan produk non-makanan sebanyak 60-70%. Supermarket jenis ini termasuk yang tumbuh dengan cepat. ii. Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih dari 18.000 meter persegi, dengan kombinasi produk yang dijual hampir sama dengan supercenter. Hypermarket memiliki persediaan lebih sedikit dibanding supercenter. Toko ini mengkombinasikan berbagai bentuk toko pengecer, seperti supermarket, toko diskon, dan warehouse. iii. Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yanng minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir. Ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan berlokasi umumnya di luar kota, dengan interior yang lebih sederhana. c. Toko Konveniens (Convenience store) Toko pengecer ini memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas, dengan ukuran relatif kecil dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan 18 mini yang menjual hanya lini terbatas dan perputaran produk yang relatif tinggi. Toko ini ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan pembelian cepat. d. General merchandise retail Jenis ini terdiri dari: i. Toko diskon (discount store) Toko diskon merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas, dan harga yang murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko itu sendiri. ii. Toko khusus (specialty store) Toko khusus berkonsentrasi pada sejumlah kategori produk yanng terbatas, dengan level layanan yang tinggi. Jenis toko ini dapat lebih khusus lagi sesuai dengan jenis barang dagangan yang dijual. iii. Toko kategori (category store) Toko kategori merupakan toko diskon dengan variasi produk yang labih sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak. Beberapa toko kategori menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi ada juga yang menggunakan asisten untuk melayani konsumen. iv. Toko serba ada (Department Store) Merupakan jenis eceran yang menjual variasi produk yang luas dan berbagai jenis produk dengan menggunakan staff, seperti layanan pelanggan (costumer service) dan tenaga sales counter. Pembelian biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada suatu area belanja. 19 Masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah dengan segala aktifitas promosi, pelayanan dan pengawasan yang terpisah pula. Masing-masing bagian biasanya dikepalai oleh buyer. Buyer adalah kepala Department Store yang memilih produk dagangan untuk bagiannya tetapi mungkin juga bertanggungjawab terhadap masalah promosi san persoalan untuk citra toko dan produk yangt konsisten dan seragam. Manajemen pusat menetapkan kebijakan-kebijakan yang luas tentang jenis produk dagangan yang dijual dan tentang harga barang dagangan.manajemen pusat juga bertanggung jawab atas keseluruhan program periklanan, kebijakan kredit, ekspansi toko, dan layanan konsumen. v. Pengecer potongan harga (off-price retailing) Eceran jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi fashion dengan tingkat harga produk yang murah. Ritel off-price dapat menjual merek dan label produk dengan harga yang lebih rendah dari umumnya. vi. Value retailing Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk dengan tingkat harga rendah, dan biasanya berlokasi di daerah-daerah padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari toko diskon tradisional. 20 2. Berdasarkan sarana yang digunakan Terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana atau media yang digunakan, yaitu ritel dengan sistem store (penjualan melalui toko), dan dengan sistem nonstore (penjualan tidak melalui toko). a. Penjualan melalui toko Pada ritel yang menggunakan toko, terdapat aktivitas pendistribusian produk dari produsen kepada konsumen melalui peritel dan pedagang grosir (wholesaler). Bisnis ritel dengan sistem ini melibatkan banyak tenaga penjual. Di antara penjual dan pembeli terdapat hubungan secara langsung, yaitu melalui tatap muka dan komunikasi langsung. Penjualan dengan toko ini seperti: toko khusus, toko serba ada (departement store), pasar swalayan, pasar hiper (hypermarket), dll. b. Penjualan tidak melalui toko Jenis-jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko antara lain: i. Ritel elektronik (electronic retailing) Adalah format bisnis ritel atau ritel yang menggunakan komunikasi dengan pelanggan mengenai produk, layanan, dan penjualan melalui internet. Penjual dan pembeli menggunakan sarana internet guna mencapai, berkomunikasi, dan bertransaksi secara potensial satu sama lain. ii. Katalog dan pemasaran surat langsung Pemasaran melalui katalog terjadi ketika perusahaan mengirimkan satu atau bahkan lebih katalog produk kepada penerima yang terpilih. 21 Perusahaan mengirimkan katalog yang menginformasikan barang dagangan secara lengkap (yaitu keseluruhan lini barang dagangan), atau dengan memilih barang dagangan yang akan diinformasikan secara terbatas dalam bentuk katalog kosumen khusus, dan katalog bisnis. Biasanya berbentuk cetakan, CD, video, atau secara online. iii. Penjualan langsung (direct selling) Merupakan sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan atau transaksi yang dapat diukur pada suatu lokasi penjualan tertentu. Bentuk pemasaran ini memainkan peranan yang lebih luas, yaitu membangun hubungan jangka panjang dengan pelanggan. iv. Television home shopping Merupakan format ritel melalui televisi. Pelanggan akan melihat program TV yang menayangkan demonstrasi produk dagangan dan kemudian menyampaikan pesanan melalui telepon. v. Vending machine retailing Merupakan format nonstore yang menyimpan barang dan jasa pada suatu mesin dan menyerahkan barang ke pelanggan dengan memasukkan uang tunai atau kartu kredit ke dalam mesin. 3. Berdasarkan kepemilikan Klasifikasi utama dari kepemilikan ritel di antaranya: a. Pendirian toko tunggal atau mandiri Adalah ritel yang dimiliki oleh seseorang atau kemitraan dan tidak dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar. 22 b. Jaringan perusahaan Adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh sebuah organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas administratif ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai. c. Waralaba (franchicing) Adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar. Waralaba menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi jaringan toko. C. Perilaku Konsumen Perilaku Konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Mengetahui perilaku konsumen akan menjadi dasar yang amat penting dalam manajemen pemasaran suatu perusahaan, karena hasil dari kajiannya akan membantu para pemasar untuk merancang bauran pemasaran (marketing mix), menetapkan segmentasi, merumuskan positioning dan pembedaan produk, memformulasikan analisis lingkungan bisnisnya, dan untuk mengembangkan riset pemasarannya. (Setiadi,2003). Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benarbenar diperhitungkan. Faktor-faktor tersebut terdiri dari: 23 1. Faktor Kebudayaan Faktor-faktor kebudayaan terdiri dari kebudayaan, sub-kebudayaan dan kelas sosial. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku sesorang karena manusia bertindak bukan berdasarkan naluri tetapi umumnya dipelajari. 2. Faktor Sosial Faktor-faktor sosial terdiri dari kelompok referensi yakni seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Keluarga yang tediri dari orang tua dan anak-anak serta anggota keluarga yang memiliki hubungan darah ataupun tidak. Peran dan status yang merupakan posisi seseorang dalam setiap kelompok.. 3. Faktor Pribadi Faktor-faktor pribadi terdiri dari umur dan tahapan dalam siklus hidup yang berhubungan dengan tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis. Pekerjaan dan keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pendapatan yang dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap terhadap lawan menabung. Gaya hidup yakni pola hidup di dunua yang diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat sesorang. Kepribadian dan konsep diri yang berhubungan dengan cara pandang konsumen dalam merespon lingkungannya yang relatif konsisten. 4. Faktor Psikologi Faktor-faktor psikologi terdiri dari motivasi, persepsi yang didefenisikan sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan masukan informasi untuk mengartikan gambaran yang berarti dari dunia ini. 24 Proses belajar yang menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang timbul dari pengalaman. Kepercayaan dan sikap yang merupakan gagasan deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu. D. Minat Pembelian Ulang Menurut Schiffman-Kanuk dalam Suwandi (2007: 3), pembelian yang dilakukan oleh konsumen terdiri dari dua tipe, yaitu pembelian percobaan dan pembelian ulang. Jika konsumen membeli suatu produk dengan merek tertentu untuk pertama kalinya, maka disebut pembelian percobaan. Jadi, pembelian percobaan merupakan tahap penyelidikan dari perilaku pembelian dimana konsumen berusaha mengevaluasi produk dengan langsung mencoba. Jika suatu produk dibeli dengan percobaan ternyata memuaskan atau lebih memuaskan dari merek sebelumnya; maka konsumen berkeinginan untuk membeli ulang, tipe pembelian semacam ini disebut pembelian ulang. Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan berpengaruh pada pola perilaku pelanggan setelah terjadi proses pembelian (Kotler,2004). Apabila pelanggan merasa puas, maka ia akan menunjukan besarnya kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama, dan bahkan memberikan referensi kepada orang lain. Tidak demikian dengan pelanggan yang tidak puas, yang merasa jera membeli produk tersebut dan bahkan dapat melakukan tidakan pengembalian produk disertai dengan tuntutan kepada pihak manajemen. Perilaku konsumen dapat mempengaruhi ucapan-uacapan mereka kepada pihak lain tentang produk perusahaan. Bagi semua perusahaan, baik yang menjual 25 produk maupun jasa, perilaku konsumen pasca pembelian, akan menentukan minat konsumen untuk membeli kembali produk atau jasa persahaan tersebut. Minat pembelian ulang konsumen adalah perilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek, yang merupakan bagian dari proses menuju ke arah tindakan pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen (Admin, 2007: 2). Minat beli dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain: 1. Faktor psikis; Merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri konsumen. Yaitu motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan, dan sikap yang ada didalam diri masing-masing individu. 2. Faktor sosial; Merupakan proses dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh oarang dan kebudayaan yang ada di sekiarnya. Seperti keluarga, status sosial, dan kelompok acuan. 3. Pemberdayaan bauran pemasaran; Faktor ini berasal dari perusahaan yang menjadi produsen terhadap produk yang digunakan oleh konsumen. Terdiri dari produk, harga, promosi dan juga distribusi. E. Sikap Kata sikap berasal dari bahasa Latin aptus, yang berarti “kecocokan” atau “kesesuaian”. Selama lebih dari 30 tahun, kata sikap telah dinyatakan dalam berbagai defenisi. Dari berbagai defenisi kata sikap ini, dapat diambil pengertian bahwa sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang 26 berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternatif yang terkait (Setiadi, 2003: 216). Jika seorang peneliti pasar bertanya kepada konsumen tentang seberapa besar mereka menyukai sesuatu atau bagaimana perasaan mereka terhadap sesuatu, maka jawabannya akan mengungkapkan sikap mereka terhadapp objek. Setelah sikap terbentuk, hal ini akan tersimpan dalam memori jangka panjang mereka. Pada saat seseorang menghadapi sebuah isu atau masalah, maka dia akan menggunakan sikap untuk membantunya berinteraksi secara lebih efektif dengan lingkungannya. Jadi untuk mengidentifikasi penggunaan sikap, maka kita perlu mengetahui fungsi dari sikap. Katz dalam Setiadi (2003: 215) mengidentifikasikan 4 fungsi sikap yaitu: 1. Fungsi Utilitarian Merupakan fungsi yang berhubungan dengan prisip-prinsip dasar imbalan dan hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk atas dasar apakah sebuah produk memberikan kepuasan atau kekecewaan. 2. Fungsi Ekspresi Nilai Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk bukan didasarkan atas produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuann merek produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya. 3. Fungsi Mempertahankan Ego Pada fungsi ini, sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk melindungi dirinya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal, sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego. 27 4. Fungsi Pengetahuan Fungsi pengetahuan dapat membantu konsumen untuk mengurangi ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevan dan tidak relevan dengan kebutuhannya. Hal ini debutuhkan karena sikap membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang setiap hari dipaparkan pada dirinya. F. Norma Subjektif Norma subjektif adalah keyakinan tentang pengharapan-pengharapan dari orang-orang penting (relevan) terhadap suatu tindakan yang kemudian ditimbang dengan motifasinya. Norma subjektif menilai apa yang dipercaya konsumen bahwa orang lain akan berpikir mereka harus melakukannya. Dengan kata lain, norma subjektif memperkenalkan formulasi pengaruh kelompok referensi yang kuat terhadap perilaku (Mowen, 2002: 338). Norma subjektif merupakan faktor sosial yang menjadi salah satu faktor mempengaruhi minat beli konsumen yang bukan berasal dari dalam diri konsumen tersebut tetapi dari orang dan budaya yang ada disekitarnya. Salah satu faktor dari luar yang sangat mempengaruhi konsumen ialah keluarga. Keluarga (family) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama. Secara garis besar keluarga yang mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusannya dapat dipilah menjadi tiga bagian (Setiadi, 2003: 272) yaitu: 1. Keluarga inti (Nuclear family); adalah kelompok langsung yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang tinggal bersama. 28 2. Keluarga besar (extended family); mencakup keluarga inti ditambah keluarga lain, seperti kakek-nenek, paman dan bibi, sepupu dan kerabat karena perkawinan. 3. Rumah tangga bukan keluarga (non-family household); adalah orang yang tidak memiliki hubungan yang tinggal bersam-sama seperti teman sekolah atau pasangan rumah tangga. Status sosial merupakan salah satu faktor sosial yang mepengaruhi keputusan konsumen. Status/kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang, secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajibankewajibannya (Setiadi, 2003: 305). G. Perilaku Lampau Perilaku lampau adalah pengalaman yang dialami sendiri oleh seseorang terhadap suatu objek. Konsumen telah mengambil keputusan pembelian di masa yang lampau, dan telah menggunakan produk yang dibeli tersebut. Dalam proses penggunaan produk akan terjadi evaluasi atas apa yang telah diputuskan. Perilaku yang diakibatkan keputusan pembeliannya di masa lampau ini disebut perilaku pasca pembelian, yang dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu: 1. Kepuasan Pasca Pembelian (Kotler, 2004:208) Setelah membeli suatu produk, seorang konsumen mungkin mendeteksi suatu kekurangan, Konsumen akan merasa sangat puas, agak puas, atau tidak puas terhadap suatu pembelian. Kepuasan pembeli adalah fungsi seberapa dekat harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas 29 produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan pembeli, pembeli akan kecewa; jika ia sesuai harapan, pembeli akan puas; jika ia melebihi harapan, pembeli akan sangat puas. Kepuasan konsumen ini memegang peranan penting dalam menentukan besar kecilnya jarak (gap) yang terjadi antara harapan konsumen (consumer’s expectation) dan kemampuan produk (produk performance) dalam memuaskan konsumen. 2. Tindakan Pasca Pembelian (Kotler, 2000:209) Adanya kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen tentu akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, maka kemungkinan besar konsumen tersebut akan melakukan pembelian ulang pada kesempatan berikutnya. konsumen yang puas juga akan cenderung mengatakan hal-hal yang positif tentang merk tersebut kepada orang lain (word-of-mouth), yang memegang peranan cukup penting dalam pemasaran merek. Jika konsumen merasa tidak puas, maka ia akan mencoba mengurangi ketidakcocokan yang terjadi dengan jalan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, bahkan konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada perusahaan, lembaga pemerintahan, lembaga perlindungan konsumen, atau mengajukan tuntutan hukum. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adanya kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen tentu akan mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, maka kemungkinan besar konsumen tersebut akan melakukan pembelian ulang pada kesempatan berikutnya, hal ini disebut juga tahap evaluasi konsumen. Konsumen membentuk preferensi atas merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat 30 untuk membeli produk yang paling disukai. Namun dua faktor dapat berada diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yang digambarkan sebagai berikut: Sikap Orang Lain Evaluasi Alternatif Keputusan Pembelian Niat Pembelian Faktor Situasi yang Tidak Terantisipasi Sumber: Sunarto (2006). Gambar. 2.2 Tahap-tahap antara evaluasi alternative dan keputusan pembelian. 3. Pemakaian dan Pembuangan Pasca Pembelian Pemasar juga harus memantau bagaimana pembeli memakai dan membuang produk. Jika konsumen menyimpan produk itu ke dalam lemari, produk tersebut mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan gencar. Jika konsumen menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan produk baru akan menurun. Konsumen mungkin juga menemukan kegunaan baru produk terebut (Sunarto,2006: 103). 31