Chapter II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan minat pembelian dilakukan oleh Harsiwi
(2004)
dengan
judul
“Minat
Mahasiswa
dalam
Pembelian
Produk
Berwawasan Lingkungan (Green Product)”. Kesimpulan yang diperoleh adalah
variabel terikat sikap, norma subjektif dan perilaku lampau berpengaruh positif
terhadap minat mahasiswa dalam pembelian produk berwawasan lingkungan.
Variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi minat mahasiswa dalam
pembelian produk berwawasan lingkungan adalah variabel perilaku masa lampau.
B. Usaha Eceran
Usaha eceran adalah suatu usaha yang kegiatannya menyangkut penjualan
barang atau jasa secara langsung kepada konsumen untuk penggunaan pribadi dan
nir-bisnis (Kotler dan Armstrong 2003;51). Kegiatan yang dilakukan dalam usaha
eceran adalah menjual berbagai produk, jasa, atau keduanya, kepada konsumen
untuk keperluan konsumsi pribadi atau bersama peritel berupaya memuaskan
kebutuhan konsumen dangan mencari kesesuaian antara barang-barang yang
dimilikinya dengan harga, tempat, dan waktu yang diinginkan pelanggan. Karena
itu usaha eceran memiliki peranan penting dalam proses pemenuhan kebutuhan
konsumen, karena merupakan tahap akhir dari saluran distribusi yang
menyampaikan produk langsung kepada konsumen akhir.
Jalur distribusi adalah sekumpulan atau beberapa perusahaan yang
memudahkan penjualan kepada konsumen sebagai konsumen akhir. Produsen
16
menjual produknya kepada peritel maupun peritel besar (wholesaler). Hal ini akan
membentuk suatu jalur distribusi, antara produsen sampai kepada konsumen
akhir, seperti terlihat pada gambar berikut.
Produsen
Pedagang besar
Ritel
Konsumen akhir
Sumber: Utami (2006)
Gambar 2.1 Jalur Distribusi Barang Dagangan
Menurut Utami (2006) terdapat beberapa jenis usaha eceran yang
dikelompokkan sebagai berikut:
1. Berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan
konsumen
Pengelompokan berdasarkan unsur-unsur yang digunakan ritel untuk
memuaskan kebutuhan konsumen adalah bauran berbagai unsur yang
digunakan oleh ritel untuk memuaskan kebutuhan konsumen. Terdapat empat
unsur yang dapat digunakan ritel untuk memuaskan kebutuhan pelanggan,
yaitu: jenis barang yang dijual, perbedaan dan keanekaragaman barang yang
dijual, tingkat layanan konsumen, dan harga barang.
Berdasarkan unsur-unsur tersebut, jenis usaha eceran dapat diuraikan sebagai
berikut:
a. Supermarket tradisional
Supermarket tradisional melayani penjualan makanan, daging, serta
produk-produk makanan lainnya, serta melakukan pembatasan penjualan
terhadap
produk-produk
nonmakanan.
Sedangkan
supermarket
konvensional, yang lebih luas, yang juga menyediakan layanan antar,
17
menjual roti dan kue (bakery), bahan makanan mentah, dan produk nonmakanan, disebut sebagai superstore.
b. Big-box retail
Lebih dari 25 tahun berikutnya, supermarket mulai berkembang dengan
semakin memperluas ukuran dan mulai menjual berbagai produk luar
negeri yang bervariasi. Pada format big-box retailer, terdapat beberapa
jenis supermarket, yaitu:
i. Supercenter adalah supermarket yang mempunyai luas lantai 3.00010.000 meter persegi, dengan variasi produk yang dijual, 30-40%
makanan, dan produk non-makanan sebanyak 60-70%. Supermarket
jenis ini termasuk yang tumbuh dengan cepat.
ii. Hypermarket merupakan supermarket yang memiliki luas antara lebih
dari 18.000 meter persegi, dengan kombinasi produk yang dijual hampir
sama dengan supercenter. Hypermarket memiliki persediaan lebih
sedikit dibanding supercenter. Toko ini mengkombinasikan berbagai
bentuk toko pengecer, seperti supermarket, toko diskon, dan warehouse.
iii. Warehouse merupakan ritel yang menjual produk makanan yang
jenisnya terbatas dan produk-produk umum dengan layanan yanng
minim pada tingkat harga yang rendah terhadap konsumen akhir.
Ukurannya antara lebih dari 13.000 meter persegi dan berlokasi
umumnya di luar kota, dengan interior yang lebih sederhana.
c. Toko Konveniens (Convenience store)
Toko pengecer ini memiliki variasi dan jenis produk yang terbatas, dengan
ukuran relatif kecil dan biasanya didefinisikan sebagai pasar swalayan
18
mini yang menjual hanya lini terbatas dan perputaran produk yang relatif
tinggi. Toko ini ditujukan kepada konsumen yang membutuhkan
pembelian cepat.
d. General merchandise retail
Jenis ini terdiri dari:
i. Toko diskon (discount store)
Toko diskon merupakan jenis ritel yang menjual sebagian besar variasi
produk, dengan menggunakan layanan yang terbatas, dan harga yang
murah. Toko diskon menjual produk dengan label atau merek milik toko
itu sendiri.
ii. Toko khusus (specialty store)
Toko khusus berkonsentrasi pada sejumlah kategori produk yanng
terbatas, dengan level layanan yang tinggi. Jenis toko ini dapat lebih
khusus lagi sesuai dengan jenis barang dagangan yang dijual.
iii. Toko kategori (category store)
Toko kategori merupakan toko diskon dengan variasi produk yang labih
sempit atau khusus tetapi memiliki jenis produk yang lebih banyak.
Beberapa toko kategori menggunakan pendekatan layanan sendiri, tetapi
ada juga yang menggunakan asisten untuk melayani konsumen.
iv. Toko serba ada (Department Store)
Merupakan jenis eceran yang menjual variasi produk yang luas dan
berbagai jenis produk dengan menggunakan staff, seperti layanan
pelanggan (costumer service) dan tenaga sales counter. Pembelian
biasanya dilakukan pada masing-masing bagian pada suatu area belanja.
19
Masing-masing bagian diperlakukan sebagai pusat pembelian terpisah
dengan segala aktifitas promosi, pelayanan dan pengawasan yang
terpisah pula.
Masing-masing bagian biasanya dikepalai oleh buyer. Buyer adalah
kepala Department Store yang memilih produk dagangan untuk
bagiannya tetapi mungkin juga bertanggungjawab terhadap masalah
promosi san persoalan untuk citra toko dan produk yangt konsisten dan
seragam. Manajemen pusat menetapkan kebijakan-kebijakan yang luas
tentang jenis produk dagangan yang dijual dan tentang harga barang
dagangan.manajemen pusat juga bertanggung jawab atas keseluruhan
program periklanan, kebijakan kredit, ekspansi toko, dan layanan
konsumen.
v. Pengecer potongan harga (off-price retailing)
Eceran jenis ini menyediakan berbagai jenis produk dengan merek
berganti-ganti dan lebih ke arah orientasi fashion dengan tingkat harga
produk yang murah. Ritel off-price dapat menjual merek dan label
produk dengan harga yang lebih rendah dari umumnya.
vi. Value retailing
Merupakan toko diskon yang menjual sejumlah besar jenis produk
dengan tingkat harga rendah, dan biasanya berlokasi di daerah-daerah
padat penduduk. Ritel jenis ini berukuran lebih kecil dari toko diskon
tradisional.
20
2. Berdasarkan sarana yang digunakan
Terdapat dua bentuk utama dalam penggunaan sarana atau media yang
digunakan, yaitu ritel dengan sistem store (penjualan melalui toko), dan
dengan sistem nonstore (penjualan tidak melalui toko).
a. Penjualan melalui toko
Pada ritel yang menggunakan toko, terdapat aktivitas pendistribusian
produk dari produsen kepada konsumen melalui peritel dan pedagang
grosir (wholesaler). Bisnis ritel dengan sistem ini melibatkan banyak
tenaga penjual.
Di antara penjual dan pembeli terdapat hubungan secara langsung, yaitu
melalui tatap muka dan komunikasi langsung. Penjualan dengan toko ini
seperti: toko khusus, toko serba ada (departement store), pasar swalayan,
pasar hiper (hypermarket), dll.
b. Penjualan tidak melalui toko
Jenis-jenis penjualan ritel yang tidak melalui toko antara lain:
i. Ritel elektronik (electronic retailing)
Adalah format bisnis ritel atau ritel yang menggunakan komunikasi
dengan pelanggan mengenai produk, layanan, dan penjualan melalui
internet. Penjual dan pembeli menggunakan sarana internet guna
mencapai, berkomunikasi, dan bertransaksi secara potensial satu sama
lain.
ii. Katalog dan pemasaran surat langsung
Pemasaran melalui katalog terjadi ketika perusahaan mengirimkan satu
atau bahkan lebih katalog produk kepada penerima yang terpilih.
21
Perusahaan mengirimkan katalog yang menginformasikan barang
dagangan secara lengkap (yaitu keseluruhan lini barang dagangan), atau
dengan memilih barang dagangan yang akan diinformasikan secara
terbatas dalam bentuk katalog kosumen khusus, dan katalog bisnis.
Biasanya berbentuk cetakan, CD, video, atau secara online.
iii. Penjualan langsung (direct selling)
Merupakan sistem pemasaran interaktif yang menggunakan satu atau
lebih media iklan untuk menghasilkan tanggapan atau transaksi yang
dapat diukur pada suatu lokasi penjualan tertentu. Bentuk pemasaran ini
memainkan peranan yang lebih luas, yaitu membangun hubungan jangka
panjang dengan pelanggan.
iv. Television home shopping
Merupakan format ritel melalui televisi. Pelanggan akan melihat
program TV yang menayangkan demonstrasi produk dagangan dan
kemudian menyampaikan pesanan melalui telepon.
v. Vending machine retailing
Merupakan format nonstore yang menyimpan barang dan jasa pada
suatu mesin dan menyerahkan barang ke pelanggan dengan memasukkan
uang tunai atau kartu kredit ke dalam mesin.
3. Berdasarkan kepemilikan
Klasifikasi utama dari kepemilikan ritel di antaranya:
a. Pendirian toko tunggal atau mandiri
Adalah ritel yang dimiliki oleh seseorang atau kemitraan dan tidak
dioperasikan sebagai bagian dari lembaga ritel yang lebih besar.
22
b. Jaringan perusahaan
Adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan sebagai satu kelompok oleh
sebuah organisasi. Berdasarkan bentuk kepemilikan ini, banyak tugas
administratif ditangani oleh kantor pusat untuk keseluruhan rantai.
c. Waralaba (franchicing)
Adalah ritel yang dimiliki dan dioperasikan oleh individu tetapi
memperoleh lisensi dari organisasi pendukung yang lebih besar. Waralaba
menggabungkan keuntungan-keuntungan dari organisasi jaringan toko.
C. Perilaku Konsumen
Perilaku Konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam
mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk
proses keputusan yang mendahului dan menyusul tindakan ini. Mengetahui
perilaku konsumen akan menjadi dasar yang amat penting dalam manajemen
pemasaran suatu perusahaan, karena hasil dari kajiannya akan membantu para
pemasar untuk merancang bauran pemasaran (marketing mix), menetapkan
segmentasi, merumuskan positioning dan pembedaan produk, memformulasikan
analisis lingkungan bisnisnya, dan untuk mengembangkan riset pemasarannya.
(Setiadi,2003).
Keputusan pembelian yang dilakukan konsumen sangat dipengaruhi oleh
faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benarbenar diperhitungkan. Faktor-faktor tersebut terdiri dari:
23
1. Faktor Kebudayaan
Faktor-faktor kebudayaan terdiri dari kebudayaan, sub-kebudayaan dan kelas
sosial. Kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari
keinginan dan perilaku sesorang karena manusia bertindak bukan berdasarkan
naluri tetapi umumnya dipelajari.
2. Faktor Sosial
Faktor-faktor sosial terdiri dari kelompok referensi yakni seluruh kelompok
yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap
atau perilaku seseorang. Keluarga yang tediri dari orang tua dan anak-anak
serta anggota keluarga yang memiliki hubungan darah ataupun tidak. Peran
dan status yang merupakan posisi seseorang dalam setiap kelompok..
3. Faktor Pribadi
Faktor-faktor pribadi terdiri dari umur dan tahapan dalam siklus hidup yang
berhubungan dengan tahapan-tahapan dalam siklus hidup psikologis.
Pekerjaan dan keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pendapatan yang
dibelanjakan, tabungan dan hartanya, kemampuan untuk meminjam dan sikap
terhadap lawan menabung. Gaya hidup yakni pola hidup di dunua yang
diekspresikan oleh kegiatan, minat dan pendapat sesorang. Kepribadian dan
konsep diri yang berhubungan dengan cara pandang konsumen dalam
merespon lingkungannya yang relatif konsisten.
4. Faktor Psikologi
Faktor-faktor psikologi terdiri dari motivasi, persepsi yang didefenisikan
sebagai proses dimana seseorang memilih, mengorganisasikan, mengartikan
masukan informasi untuk mengartikan gambaran yang berarti dari dunia ini.
24
Proses belajar yang menjelaskan perubahan dalam perilaku seseorang yang
timbul dari pengalaman. Kepercayaan dan sikap yang merupakan gagasan
deskriptif yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
D. Minat Pembelian Ulang
Menurut Schiffman-Kanuk dalam Suwandi (2007: 3), pembelian yang
dilakukan oleh konsumen terdiri dari dua tipe, yaitu pembelian percobaan dan
pembelian ulang. Jika konsumen membeli suatu produk dengan merek tertentu
untuk pertama kalinya, maka disebut pembelian percobaan. Jadi, pembelian
percobaan merupakan tahap penyelidikan dari perilaku pembelian dimana
konsumen berusaha mengevaluasi produk dengan langsung mencoba. Jika suatu
produk dibeli dengan percobaan ternyata memuaskan atau lebih memuaskan dari
merek sebelumnya; maka konsumen berkeinginan untuk membeli ulang, tipe
pembelian semacam ini disebut pembelian ulang.
Pada dasarnya kepuasan dan ketidakpuasan pelanggan atas produk akan
berpengaruh pada pola perilaku pelanggan setelah terjadi proses pembelian
(Kotler,2004). Apabila pelanggan merasa puas, maka ia akan menunjukan
besarnya kemungkinan untuk kembali membeli produk yang sama, dan bahkan
memberikan referensi kepada orang lain. Tidak demikian dengan pelanggan yang
tidak puas, yang merasa jera membeli produk tersebut dan bahkan dapat
melakukan tidakan pengembalian produk disertai dengan tuntutan kepada pihak
manajemen.
Perilaku konsumen dapat mempengaruhi ucapan-uacapan mereka kepada
pihak lain tentang produk perusahaan. Bagi semua perusahaan, baik yang menjual
25
produk maupun jasa, perilaku konsumen pasca pembelian, akan menentukan
minat konsumen untuk membeli kembali produk atau jasa persahaan tersebut.
Minat pembelian ulang konsumen adalah perilaku yang muncul sebagai
respon terhadap objek, yang merupakan bagian dari proses menuju ke arah
tindakan pembelian yang dilakukan oleh seorang konsumen (Admin, 2007: 2).
Minat beli dapat ditingkatkan dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain:
1. Faktor psikis;
Merupakan faktor pendorong yang berasal dari dalam diri konsumen. Yaitu
motivasi, persepsi, pengetahuan, keyakinan, dan sikap yang ada didalam diri
masing-masing individu.
2. Faktor sosial;
Merupakan proses dimana perilaku seseorang dipengaruhi oleh oarang dan
kebudayaan yang ada di sekiarnya. Seperti
keluarga, status sosial, dan
kelompok acuan.
3. Pemberdayaan bauran pemasaran;
Faktor ini berasal dari perusahaan yang menjadi produsen terhadap produk
yang digunakan oleh konsumen. Terdiri dari produk, harga, promosi dan juga
distribusi.
E. Sikap
Kata sikap berasal dari bahasa Latin aptus, yang berarti “kecocokan” atau
“kesesuaian”. Selama lebih dari 30 tahun, kata sikap telah dinyatakan dalam
berbagai defenisi. Dari berbagai defenisi kata sikap ini, dapat diambil pengertian
bahwa sikap adalah suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang
26
berespon dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten
berkenaan dengan objek atau alternatif yang terkait (Setiadi, 2003: 216).
Jika seorang peneliti pasar bertanya kepada konsumen tentang seberapa
besar mereka menyukai sesuatu atau bagaimana perasaan mereka terhadap
sesuatu, maka jawabannya akan mengungkapkan sikap mereka terhadapp objek.
Setelah sikap terbentuk, hal ini akan tersimpan dalam memori jangka panjang
mereka. Pada saat seseorang menghadapi sebuah isu atau masalah, maka dia akan
menggunakan sikap untuk membantunya berinteraksi secara lebih efektif dengan
lingkungannya. Jadi untuk mengidentifikasi penggunaan sikap, maka kita perlu
mengetahui fungsi dari sikap.
Katz dalam Setiadi (2003: 215) mengidentifikasikan 4 fungsi sikap yaitu:
1. Fungsi Utilitarian
Merupakan fungsi yang berhubungan dengan prisip-prinsip dasar imbalan dan
hukuman. Disini konsumen mengembangkan beberapa sikap terhadap produk
atas dasar apakah sebuah produk memberikan kepuasan atau kekecewaan.
2. Fungsi Ekspresi Nilai
Konsumen mengembangkan sikap terhadap suatu merek produk bukan
didasarkan atas produk itu, tetapi lebih didasarkan atas kemampuann merek
produk itu mengekspresikan nilai-nilai yang ada pada dirinya.
3. Fungsi Mempertahankan Ego
Pada fungsi ini, sikap yang dikembangkan oleh konsumen cenderung untuk
melindungi dirinya dari tantangan eksternal maupun perasaan internal,
sehingga membentuk fungsi mempertahankan ego.
27
4. Fungsi Pengetahuan
Fungsi
pengetahuan
dapat
membantu
konsumen
untuk
mengurangi
ketidakpastian dan kebingungan dalam memilah-milah informasi yang relevan
dan tidak relevan dengan kebutuhannya. Hal ini debutuhkan karena sikap
membantu konsumen mengorganisasikan informasi yang begitu banyak yang
setiap hari dipaparkan pada dirinya.
F. Norma Subjektif
Norma subjektif adalah keyakinan tentang pengharapan-pengharapan dari
orang-orang penting (relevan) terhadap suatu tindakan yang kemudian ditimbang
dengan motifasinya. Norma subjektif menilai apa yang dipercaya konsumen
bahwa orang lain akan berpikir mereka harus melakukannya. Dengan kata lain,
norma subjektif memperkenalkan formulasi pengaruh kelompok referensi yang
kuat terhadap perilaku (Mowen, 2002: 338).
Norma subjektif merupakan faktor sosial yang menjadi salah satu faktor
mempengaruhi minat beli konsumen yang bukan berasal dari dalam diri
konsumen tersebut tetapi dari orang dan budaya yang ada disekitarnya. Salah satu
faktor dari luar yang sangat mempengaruhi konsumen ialah keluarga. Keluarga
(family) adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang berhubungan
melalui darah, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama. Secara garis besar
keluarga yang mempengaruhi konsumen dalam pengambilan keputusannya dapat
dipilah menjadi tiga bagian (Setiadi, 2003: 272) yaitu:
1. Keluarga inti (Nuclear family); adalah kelompok langsung yang terdiri dari
ayah, ibu, dan anak yang tinggal bersama.
28
2. Keluarga besar (extended family); mencakup keluarga inti ditambah keluarga
lain, seperti kakek-nenek, paman dan bibi, sepupu dan kerabat karena
perkawinan.
3. Rumah tangga bukan keluarga (non-family household); adalah orang yang
tidak memiliki hubungan yang tinggal bersam-sama seperti teman sekolah
atau pasangan rumah tangga.
Status sosial merupakan salah satu faktor sosial yang mepengaruhi
keputusan konsumen. Status/kedudukan sosial artinya adalah tempat seseorang,
secara umum dalam masyarakatnya sehubungan dengan orang-orang lain, dalam
arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, dan hak-hak serta kewajibankewajibannya (Setiadi, 2003: 305).
G. Perilaku Lampau
Perilaku lampau adalah pengalaman yang dialami sendiri oleh seseorang
terhadap suatu objek. Konsumen telah mengambil keputusan pembelian di masa
yang lampau, dan telah menggunakan produk yang dibeli tersebut. Dalam proses
penggunaan produk akan terjadi evaluasi atas apa yang telah diputuskan.
Perilaku yang diakibatkan keputusan pembeliannya di masa lampau ini
disebut perilaku pasca pembelian, yang dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
1. Kepuasan Pasca Pembelian (Kotler, 2004:208)
Setelah membeli suatu produk, seorang konsumen mungkin mendeteksi
suatu kekurangan, Konsumen akan merasa sangat puas, agak puas, atau tidak puas
terhadap suatu pembelian. Kepuasan pembeli adalah fungsi seberapa dekat
harapan pembeli atas suatu produk dengan kinerja yang dirasakan pembeli atas
29
produk tersebut. Jika kinerja produk lebih rendah daripada harapan pembeli,
pembeli akan kecewa; jika ia sesuai harapan, pembeli akan puas; jika ia melebihi
harapan, pembeli akan sangat puas. Kepuasan konsumen ini memegang peranan
penting dalam menentukan besar kecilnya jarak (gap) yang terjadi antara harapan
konsumen
(consumer’s
expectation)
dan
kemampuan
produk
(produk
performance) dalam memuaskan konsumen.
2. Tindakan Pasca Pembelian (Kotler, 2000:209)
Adanya kepuasan atau ketidakpuasan yang dialami konsumen tentu akan
mempengaruhi perilaku mereka selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, maka
kemungkinan besar konsumen tersebut akan melakukan pembelian ulang pada
kesempatan berikutnya. konsumen yang puas juga akan cenderung mengatakan
hal-hal yang positif tentang merk tersebut kepada orang lain (word-of-mouth),
yang memegang peranan cukup penting dalam pemasaran merek. Jika konsumen
merasa tidak puas, maka ia akan mencoba mengurangi ketidakcocokan yang
terjadi dengan jalan meninggalkan atau mengembalikan produk tersebut, bahkan
konsumen dapat menyampaikan keluhannya kepada perusahaan, lembaga
pemerintahan, lembaga perlindungan konsumen, atau mengajukan tuntutan
hukum.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, adanya kepuasan atau
ketidakpuasan yang dialami konsumen tentu akan mempengaruhi perilaku mereka
selanjutnya. Jika konsumen merasa puas, maka kemungkinan besar konsumen
tersebut akan melakukan pembelian ulang pada kesempatan berikutnya, hal ini
disebut juga tahap evaluasi konsumen. Konsumen membentuk preferensi atas
merek-merek dalam kumpulan pilihan. Konsumen juga mungkin membentuk niat
30
untuk membeli produk yang paling disukai. Namun dua faktor dapat berada
diantara niat pembelian dan keputusan pembelian yang digambarkan sebagai
berikut:
Sikap Orang Lain
Evaluasi
Alternatif
Keputusan
Pembelian
Niat
Pembelian
Faktor Situasi yang
Tidak Terantisipasi
Sumber: Sunarto (2006).
Gambar. 2.2 Tahap-tahap antara evaluasi alternative dan keputusan
pembelian.
3. Pemakaian dan Pembuangan Pasca Pembelian
Pemasar juga harus memantau bagaimana pembeli memakai dan membuang
produk. Jika konsumen menyimpan produk itu ke dalam lemari, produk tersebut
mungkin tidak begitu memuaskan, dan kabar dari mulut ke mulut tidak akan
gencar. Jika konsumen menjual atau mempertukarkan produk tersebut, penjualan
produk baru akan menurun. Konsumen mungkin juga menemukan kegunaan baru
produk terebut (Sunarto,2006: 103).
31
Download