BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Secara umum, kecurangan atau fraud merupakan suatu kesalahan yang
dilakukan
secara
sengaja.Konsep
kecurangan
atau
fraud
merupakan
penyimpangan dari prosedur akuntansi yang seharusnya diterapkan dalam suatu
entitas. Penyimpangan tersebut akan berdampak pada laporan keuangan yang
disajikan oleh perusahaan. Statement of Auditing Standartmendefinisikan fraud
sebagai tindakan kesengajaan untuk menghasilkan salah saji material dalam
laporan keuangan yang merupakan subyek audit. Salah saji material dalam
laporan keuangan akan menyesatkan stakeholder atau pengguna laporan keuangan
karena informasi yang ada dalam laporan keuangan tersebut tidak mencerminkan
kondisi perusahaan yang sebenarnya.
Berdasarkan fungsi dan peranan laporan keuangan tersebut, tidak menutup
kemungkinan bahwa dalam suatu entitas sering ditemukan praktik kecurangan,
khususnya kecurangan pada laporan keuangan guna memenuhi ekspektasi atau
harapan dari stakeholder yang bersangkutan.Disamping itu, adanya benturan
kepentingan antara pihak manajemen dan pemegang saham juga dapat mendorong
terjadinya praktik manipulasi laporan keuangan, baik untuk kepentingan pribadi
maupun kepentingan pihak-pihak tertentu.Hal tersebut tentu dapat mempengaruhi
kewajaran dan keandalan dalam penyajian laporan keuangan sehingga informasi
yang disajikan menjadi bias, tidak akurat serta menyesatkan (Pamungkas, 2014).
2
Pada sektor publik kecenderungan kecurangan dilakukan dalam bentuk
kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sed
sedangkan di
sektor swasta bentuk kecenderungan kecurangan akuntansi terjadi dalam bentuk
yang sama yaitu ketidaktepatan dalam membelanjakan sumber dana (Thoyibatun,
2009).
). Menurut laporan dari Association of Certified Fraud Examiners
Examiners(ACFE)
tahun 2016 kecurangan
gan paling banyak terjadi pada sektor perbankan.
Gambar 1.1
Tingkat Kecurangan Akuntansi Sektor Perindustrian
Sumber: Association of Certified Fraud Examiners 2016
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya
menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk
bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak (UU No. 10 Tahun 1998). Saat ini di Indonesia di kenal dua jenis bank
yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan bank
3
yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah atau yang di sebut bank
syariah (Najib, 2016).
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin pesat pasca
disahkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam laporan Statistika Perbankan Syariah 2016 menyatakan bahwa bank umum
syariah sejumlah 13 bank dengan jumlah kantor 1.869 yang tersebar di seluruh
Indonesia. Salah satu bank umum syariah tersebut adalah Bank Rakyat Indonesia
(BRI) syariah, yang telah membuka cabang pada lebih 150 kota di indonesia
(www.brisyariah.co.id).
Semakin berkembangnya bank syariah berimplikasi pada semakin
besarnya tantangan yang harus dihadapi bank syariah, di mana tantangan terbesar
adalah untuk mempertahankan citra dan nama baik di mata nasbah agar tetap
menjaga kepercayaan serta loyalitas nasabah kepada bank syariah (Falikhatun,
2012). Maradita (2014) dalam Najib dan Rini (2016) menyatakan bahwa
sebagaimana yang diketahui bank syariah merupakan bank yang menjalankan
kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari AlQur’an, Hadist dan Ijmak para ulama yang diterapkan baik dilingkungan dalam
maupun luar perusahaan.
Kemudian timbul pertanyaan apakah adanya unsur syariah menjamin suatu
lembaga terbebas dari tindak kecurangan (fraud)?Kenyataannya tidak, terbukti
dengan adanya kasus-kasus fraud yang terjadi di lembaga syariah.Sebagai bukti
terdapat kasus di mana nasabah melaporkan bank syariah, seperti yang dialami
4
oleh BRI Syariah terkait gadai emas, nasabah merasa dirugikan karena tindak
penyelewengan yang dilakukan oleh pihak intern (Wijaya, 2012;Djumena, 2014).
Tidak hanya di Indonesia, beberapa kasus pada bank syariah juga pernah
terjadi di negara lain, seperti yang terjadi pada Dubai Islamic Bank yang
kehilangan sekitar US$ 300 miliar akibat manipulasi laporan keuangan dan pada
Islamic Bank of South Africa yang bangkrut pada tahun 1997 dengan hutang
antara R50 juta hingga R70 juta yang disebabkan oleh manajemen yang buruk
serta sistem akuntansi dan manajemen yang buruk (Rini, 2014). Adanya kasuskasus tersebut membuktikan bahwa tidak ada jaminan bahwa lembaga syariah
terutama bank yang berbasis syariah bebas dari tindakan fraud.
Laporan keuangan dalam entitas pemerintahan sangat erat hubungannya
dengan kepentingan publik.Untuk itu, seharusnya laporan keuangan disajikan
secara wajar dan tidak mengandung unsur kecurangan atau fraud.Kecurangan atau
fraud bisa saja dilakukan oleh manajer sampai pegawai.Statement of auditing
standard No. 99 mendefinisikan fraud sebagai tindakan kesengajaan untuk
menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan yang merupakan subyek
audit.Alinson (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing menyatakan
kecurangan merupakan bentuk penipuan yang sengaja dilakukan, sehingga dapat
menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan
memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan.
Kecurangan dapat dikaitkan oleh beberapa teori yang mendasari lahirnya
tindakan tersebut. Salah satu diantaranya adalah teori Fraud Triangle yang
dikembangkan oleh Cressey (1953) dalam Najahningrum (2013), mengatakan
5
bahwa fraud disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: (1) Pressure atau tekanan, (2)
Oportunity atau kesempatan, (3) Rationalizationatau pembenaran.
Secara
skematis
Association
of
Certified
Examiners
(ACFE)
menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree.Pohon ini
menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting
dan anak rantingnya.Occupational fraud tree ini mempunyai 3 cabang utama
yakni Asset Misappropriation (Penyalahgunaan Aset), fraudulent statement
(Kecurangan Pernyataan Laporan Keuangan) , dan Corruption ( Korupsi ).
Asset Misappropriation meliputi penyalahgunaan atau pencurian asset atau
harta perusahaan atau pihak lain. Fraud jenis ini juga merupakan jenis fraud yang
frekuensi terjadinya paling sering dan biasanya dilakukan oleh pegawai yang
kurang memiliki pengaruh atau wewenang dalam organisasi.Fraudulentstatement
meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan
atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya
dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian
laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan.
Christofel (2010) dalam Najahningrum (2013) Corruption (Korupsi)
merupakan jenis fraud yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang
terbanyak yang terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya
lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor
integritasnya masih dipertanyakan. Korupsi merupakan jenis fraud yang sering
dilakukan oleh seseorang dengan jabatan atau wewenang yang tinggi pada suatu
6
perusahaan. Frekuensi fraud jenis ini lebih jarang dibandingkan dengan asset
missapropriation
akan
tetapi
lebih
merugikan
perusahaan
dikarenakan
nominalnya yang relatif lebih tinggi.
Menurut
Goolsarran
(2006)
dalam
Kurniawan
(2009),
korupsi
menyebabkan sejumlah dampak terhadap perekonomian dimana: (1) barang dan
jasa menjadi lebih banyak memakan biaya sehingga merugikan kualitas dan
standar hidup masyarakat; (2) perdagangan yang terdistorsi karena preferensi
lebih diberikan kepada barang dan jasa yang dapat menawarkan tingkat
penyuapan yang tinggi; (3) akumulasi tingkat hutang jangka panjang yang tinggi
akibat dari kecenderungan pemerintahan yang korup untuk memakai dana
pinjaman luar negeri dalam membiayai proyek-proyek yang padat modal; serta (4)
terjadinya missalokasi sumberdaya yang langka dan tidak diperhatikannya
sejumlah daerah yang membutuhkan prioritas pembangunan akibat pejabat yang
korup lebih mementingkan daerah lain yang dapat menghasilkan lebih banyak
keuntungan pribadi untuk dirinya.
Motivasi
seseorang
melakukan
kecurangan
atau
fraud
relatif
bermacammacam.Salah satu teori yang menjelaskan tentang motivasi seseorang
melakukan fraud adalah Fraud Triangle Theory.Fraud triangle terdiri atas tiga
komponen
yaitu
opportunity
(kesempatan),
pressure
(tekanan),
dan
rationalization (rasionalisasi).
Kesempatan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan seseorang bisa
melakukan kecurangan.Kondisi tersebut sebenarnya dapat dikendalikan oleh
perusahaan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kondisi tersebut
7
dalam lingkup entitas perusahaan perbankan antara lain keefektifan pengendalian
internal.
Beberapa
mempengaruhi
pengendalian
penelitian
terdahulu
menunjukkan
kecenderungan
kecurangan
internal.Penelitian
Wilopo
(fraud)
(2006)
faktor-faktor
terhadap
yang
keefektifan
menunjukkan
bahwa
pengendalian intern, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi akuntansi dan
moralitas manajemen berpengaruh positif terhadap perilaku tidak etis dan
kecenderungan kecurangan. Pristiyanti (2012) melakukan penelitian pada
pemerintah kota dan Kabupaten Semarang. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem
pengendalian internal, kepatuhan pengendalian internal, budaya etis organisasi,
dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kecurangan.
Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah apabila pengendalian internal
lemah
maka
akan
menyebabkan
kekayaan
perusahaan
tidak
terjamin
keamanannya, informasi akuntansi yang tidak teliti dan tidak dapat di percaya,
tidak efektif dan efisiennya kegiatan-kegiatan operasional perusahaan serta tidak
dapat di patuhinya kegiatan manajemen yang di tetapkan. Sebaliknya apabila
suatu pengendalian internal dalam perusahaan berjalan efektif maka kekayaan
perusahaan akan terjamin keamananya.
Definisi tersebut terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilopo
(2006) bahwa pengendalian internal yang efektif memberikan pengaruh yang
signifikan dan negatif terhadap kecederungan kecurangan akuntansi. Namun, hasil
penelitian Wilopo (2006) dibantah oleh penelitian dari Devi (2011) yang
membuktikan
bahwa
pengendalian
internal
tidak
berpengaruh
terhadap
8
kecurangan akuntansi pada kantor cabang bank pemerintah dan swasta yang
berada di kota padang.
Menurut Skousen (2009) dalam Pamungkas (2014) rasionalisasi adalah
komponen penting dalam banyak kecurangan, rasionalisasi menyebabkan pelaku
kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya.Rasionalisasi merupakan
bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur.Budaya etis dalam organisasi
merupakan faktor yang diduga dijadikan alasan pembenaran mengapa pegawai
melakukan kecurangan.
Etis disini bermakna etika dalam suatu organisasi manajemen. Chandra
(2015) menyebutkan bahwa etika manajemen akan menjadi tolok ukur seorang
pegawai dalam melakukan tindakan, karena seorang individu lebih sering
mengikuti tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar orang yang ada didalam
suatu organisasi, maka individu merasa apa yang dilakukannya sudah benar
karena sebagian besar rekannya juga melakukan hal yang sama walaupun yang
dilakukan itu merupakan suatu bentuk tindakan kecurangan.
Pendapat lain tentang pengertian budaya etis dikemukakan oleh
Najahningrum (2013) yaitu, sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota
organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara
berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan
perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah
ditetapkan.
Pada penelitian Sulistyowati (2007) menyatakan adanya pengaruh
kulturetis organisasi terhadap kecurangan (fraud). Budaya organisasi yang kuat
9
akan memicu karyawan untuk berfikir, berperilaku dan bersikap sesuai dengan
nilai-nilai organisasi. Sehingga, semakin kuat budaya etis organisasi, semakin
sedikit kecurangan yang mungkin akan dilakukan oleh karyawan. Jadi, dalam
penelitian ini, rasionalisasi (rationalization) diproksikan dengan persepsi
mengenai komitmen organisasi dan budaya etis organisasi (Najahningrum, 2013).
Variabel terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah religiusitas
individu. Menurut Glock dan Stark dalam Pamungkas (2014) religiusitas
didifinisikan sebagai suatu sistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya
hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam kehidupan
manusia dan mengarahkan manusia pada nilai-nilai suci atau nilai-nilai tertinggi.
Hasil penelitian Barnett, Bass dan Brown (1996) dalam Pamungkas (2014)
menunjukkan bahwa religiusitas mempengaruhi standar moral seseorang. Manusia
yang memiliki level religiusitas yang tinggi akan lebih mampu mengontrol diri,
mempunyai rasa empati dan memperhatikan kepentingan orang lain. Lebih lanjut
penelitian Pamungkas (2014) membuktikan bahwa religiusitas berpengaruh
negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Apabila seseorang yang
memiliki religiusitas tinggi maka senantiasa akan memperhatikan kepentingan
umum, tidak mementingkan diri sendiri, dan peluang melakukan kecurangan
semakin kecil.
Telah disampaikan sebelumnya bahwa kecenderungan kecurangan banyak
terjadi pada sektor perbankan.Untuk menjalankan aktifitasnya, perbankan harus
mempunyai integritas tinggi supaya masyarakat memiliki kepercayaan dalam
rangka menjalin hubungan kerja. Apabila perusahaan diketahui melakukan
10
kecurangan otomatis kepercayaan masyarakat ataupun investor akan berkurang
dan satu persatu ataupun bersama-sama akan melakukan penarikan dana yang
telah disimpan di bank sehingga bisa menimbulkan rush dan bank dapat
mengalami kolaps dan BI akan menutupnya (Kusumastuti, 2012).
Dengan pertimbangan tersebut dan semakin banyaknya kasus kecurangan
akuntansi yang melibatkan perusahaan perbankan, maka penting dilakukan
penelitian kecurangan akuntasi untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi
perusahaan perbankan melakukan kecurangan akuntansi. Penelitian ini mengambil
objek pada BRI Syariah Kantor Cabang Surakarta. Alasan penelitian dilakukan di
bank syariah tersebut karena menjadi Kantor Cabang yang membawahi beberapa
Kantor Cabang Pembantu di wilayah Soloraya seperti: Karanganyar, Sukoharjo,
Sragen, dan Wonogiri.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BRI
Syariah sebagai cabang unit Surakarta mengendalikan cabang-cabang pembantu
di area Soloraya dengan budaya syariahnya dari berbagai sikap kecenderungan
kecurangan.
Dengan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dan melakukan analisis mengenai “Analisis Keefektifan Pengendalian Internal,
Budaya Etis, dan Religiusitas Individu Terhadap Kecenderungan Kecurangan
(Fraud)StudiPadaBRI Syariah Cabang Surakarta.”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi dari
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kecenderungan kecurangan banyak terjadi pada sektor perbankan.
11
2. Kecenderungan
kecurunganterjadi
karena
adanya
manipulasi
laporan
keuangan dan penyelewengan dari pihak intern.
3. Kecenderungan kecurungan disebabkan oleh pengendalian internal yang
lemah dari perusahaan.
1.3. Batasan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis membatasi masalahnya
yaitu hanya membahas tentang pengaruh pengendalian internal, budaya etis, dan
religiusitas individu terhadap kecenderungan kecurangan.Lokasi penelitian ini
adalah pada BRI Syariah Cabang Surakarta.
1.4. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan
dibahas dalam penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai
berikut :
1. Apakah
keefektifan
pengendalian
internal
berpengaruh
terhadap
kecenderungan kecurangan?
2. Apakah budaya etis berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan?
3. Apakah religiusitas individu berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan?
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui pengaruh keefektifan pengendalian internal terhadap kecurangan
pada BRI Syariah Cabang Surakarta
12
2. Mengetahui pengaruh budaya etis terhadap kecurangan di perbankan syariah
pada BRI Syariah Cabang Surakarta.
3. Mengetahui pengaruh religiusitas individu terhadap kecurangan pada BRI
Syariah Cabang Surakarta.
1.6. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak
antara lain
1. Bagi akademisi
Pada penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat untuk menambah
khasanah keintelektualitasan dan wawasan bagi pengembangan keilmuan serta
diharapkan menjadi acuan untuk penelitian berikutnya.
2. Bagi praktisi
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai
tindakan yang dapat diambil oleh pihak BRI Syariah Cabang Surakarta, serta
memberikan pengetahuan dan wawasan kepada seluruh karyawan Perusahaan
terkhusus pada karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta dalam pengambilan
kebijakan untuk menekan adanya kecenderungan kecurangan akuntansi dimasa
yang akan datang.
1.7. Jadwal Penelitian
(Terlampir)
13
1.8. Sistematika Penulisan Skripsi
Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dan pada setiap bab terdiri
dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan tersendiri tetapi
tetap saling berkaitan antara bab satu dengan bab berikutnya. Adapun sistematika
pembahasannya adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi tentang pendahuluan sebagai pengantar secara
keseluruhan penelitian, sehingga dalam bab ini akan diperoleh gambaran umum
tentang pembahasan skripsi ini. Bab pertama ini terdiri dari sub – sub sebagai
berikut: latar belakang masalah yang menjadi pemicu munculnya permasalahan,
identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, jadwal penelitian, dan pada akhir bab dijelaskan tentang
sistematika pembahasan penelitian yang akan digunakan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisi tentang gambaran umum landasan teori. Bab ini berisi
tentang kajian teori yang diperlukan di dalam menunjang penelitian, hasil
penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini menguraikan tentang metode penelitian. Bab ini membahas
tentang lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, populasi, sampel dan teknik
pengambilan sampel, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, variabel
penelitian, definisi operasional variabel dan teknik analisis data.
14
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab keempat adalah analisis dan pembahasan. Gambaran umum penelitian,
Pengujian dan hasil analisis data, pembahasan hasil analisis data (pembuktian
hipotesis).
BAB V PENUTUP
Bab
kelima
adalah
penutup.Penutup
berisi
tentang
kesimpulan,
keterbatasan penelitian, saran-saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya
berdasarkan pada hasil penelitian ini, dan lampiran - lampiran yang mendukung
penelitian ini.
15
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Kajian Teoritis
2.1.1. Teori Keagenan
Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency theory adalah sebuah
kontrak antara manajer (agent) dan pemilik (principal) dalam Kusumastuti (2012).
Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan
mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Perencanaan
kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan manajer dalam pemilik
dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari agency theory.
Namun untuk menciptakan kontrak yang tepat merupakan hal yang sulit
diwujudkan. Oleh karena itu, investor diwajibkan untuk memberi hak
pengendalian residual kepada manajer (residual control right) yakni hak untuk
membuat keputusan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya terlihat di
kontrak (Ningsaptiti, 2010).
Eisenhardth (1989) dalam Kususmastuti (2012) menyatakan teori
keagenan dilandasi oleh asumsi yang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi
tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat
manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri
(self-interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa
mendatang (boundedrationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk
averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri informasi antara principal
16
dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi
yang dapat diperjualbelikan.
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan bahwa masing-masing
invidu lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri sehingga hal ini dapat
menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen.Pihak pemilik
(principal) termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya
dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan manajer (agent)
termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan psikologinya, antara
lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi.
Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan
yang masing-masing ingin mempertahankan dan mencapai kemakmuran atau
keuntungan yang dikehendaki.
Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara
prinsipal dan agen disebut dengan agency problems.Salah satu penyebab agency
problems
adalah
adanya
asimetri
informasi.Asimetri
informasi
adalah
ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen, ketika
prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen, sebaliknya
agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja
dan perusahaan secara keseluruhan (Ningsaptiti, 2010).
Hal tersebut menyebabkan prinsipal merasa kesulitan untuk menelusuri
apa yang sebenarnya dilakukan oleh agen. Dalam keadaan seperti ini prinsipal
membutuhkan informasi yang dimiliki oleh agen mengenai keadaan perusahaan
dan kinerja agen itu sendiri.Sehingga asimetri membuat manajemen bertindak
17
tidak etis dan cenderung berlaku curang dengan memberikan informasi yang
bermanfaat bagi prinsipal demi motivasi untuk memperoleh keuntungan pribadi.
2.1.2. Teori Fraud Triangle
Konsep fraud triangel pertama kali dikemukakan oleh Donald Cressey.
Fraud triangle theory sebagai dasar teori utama dalam penelitian ini. Teori Fraud
Triangle Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2007), kecurangan (fraud) disebabkan
oleh 3 faktor, yaitu :
1. Tekanan (Pressure) adalah motivasi dari individu karyawan untuk bertindak
fraud dikarenakan adanya tekanan baik keuangan dan non keuangan dari
pribadi maupun tekanan dari organisasi,
2. Peluang (Opportunity) adalah peluang terjadinya fraud akibat lemah atau
tidaknya efektifitas kontrol sehingga membuka peluang terjadinya fraud.
Faktor penyebab fraud yang disebabkan adanya kelemahan didalam sistem
dimana seorang karyawan mempunyai kuasa atau kemampuan untuk
memanfaatkan sehingga perbuatan curang dapat dilakukan,
3. Rasionalisasi (Rationalization) adalah fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai
etika lokal yang mendorong (membolehkan) terjadinya fraud.
Pertimbangan perilaku kecurangan sebagai konsekuensi dari kesenjangan
integritas pribadi karyawan atau penalaran moral yang lain. Rasionalisasi terjadi
dalam hal seseorang atau sekelompok orang membangun pembenaran atas
kecurangan yang dilakukan.Pelaku fraud biasanya mencari alasan pembenaran
bahwa yang dilakukannya bukan pencurian atau kecurangan.
18
Gambar 2.1
Fraud Triangle Theory
Pleasure
Opportunity
Razionalization
Sumber :Cressey (1953) dalam Norbarani(2012)
2.1.3. Kecenderungan Kecurangan (Fraud)
1.
Pengertian Kecurangan (Fraud)
Definisi fraud menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
tahun 2016:
Kecurangan merupakan segala sesuatu perbuatan yang melawan hukum yang
dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu yang secara lihai dapat
digunakan untuk mendapatkan keuntungan (manipulasi atau memberikan
pernyataan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau
luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok
yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain, dengan cara
menutupi kebenaran, tipu daya, kelicikan atau mengelabui dan cara tidak
jujur yang lain.
Menurut Boynton (1996) dalam Najahningrum (2013) kecurangan atau fraud
adalah penipuan yang direncanakan misalnya salah saji, menyembunyikan, atau
tidak mengungkapkan fakta yang material sehingga merugikan pihak lain.
Statement on Auditing Standards No. 99 mendefinisikan fraud sebagai “an
intentional act that result in amaterial misstatement in financial statements
19
tahtare the subject o an audit. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary fraud
didefinisikan sebagai:
Mencakup semua macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang dapat
diupayakan pleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain
dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua
cara yang tak terduga, penuh siasat licik atau tersembunyi, dan setiap cara
yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Tanuakotta (2007),
menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti :
-
-
-
Pasal 362 : Pencurian (definisi KUHP) : mengambil barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum.
Pasal 372 : Penggelapan (definisi KUHP) : dengan sengaja dan melawan
hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah
kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena
kejahatan.
Pasal 378 : Perbuatan curang (definisi KUHP) : dengan maksud untuk
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan
memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun
rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang
sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan
piutang.
Produk akhir dari proses pengolahan data akuntansi adalah informasi
akuntansi yang tertuang dalam laporan keuangan. Dalam mengartikan angkaangka yang tercantum dalam laporan keuangan, pengguna laporan keuangan perlu
berhati-hati karena kemungkinan terjadinya bias dalam penyampaian informasi.
Kemungkinan bahwa laporan keuangan disusun dengan itikad tidak baik (sengaja
dilakukan) dengan tujuan tertentu. Jika faktor kecurangan terjadi dalam
penyusunan laporan keuangan dapat dipastikan laporan keuangan disajikan tidak
wajar (Najahningrumm, 2013). Jadi, kecurangan merupakan suatu hal yang di
sengaja oleh pelaku nya.Hal tersebut-lah yang membedakan antara kecurangan
20
dan kesalahan. Selain itu, kecurangan dilakukan dengan melanggar ketentuan
yang berlaku untuk mengambil keuntungan demi dirinya sendiri .
2. Tipe-tipe Kecurangan
Menurut Widjaja (2013) dalam Ananda (2014:11) terdapat dua tipe
kecuranganyaitu :
a. Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar
terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan
pelanggan terhadap usaha, wajib pajak terhadap pemerintah.
b. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal yang dilakukan oleh
karyawan, manager dan eksekutif terhadap perusahaan tempat mereka
bekerja. Kecurangan tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar bagi
perusahaan itu sendiri.
3. Jenis Dan Pelaku Kecurangan (Fraud)
Menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) fraud
diklasifikasikan menjadi 5 jenis.
Tabel 2.1
Jenis – jenis Fraud
Jenis Kecurangan Korban
Penggelapan uang Pegawai
atau
kecurangan
pekerjaan
Kecurangan
manajemen
Pemegang
saham
Kecurangan
investasi
Investor
Pelaku
Penjelasan
Pemberi Kerja Pemberi kerja secara
langsung
atau
tidak
langsung mengambil hak
dari pekerjaannya
Manajemen
Manajemen tingkat atas
tingkat atas
memberikan penyajian
yang
salah,
pada
informasi keuangan
Individu
Individu menipu investor
perusahaan
21
Jenis
Kecurangan
Penyediaan/
logistik
Kecurangan
pelanggan
Korban
Pembeli
barang
atau
jasa
Penjual barang
atau jasa
Pelaku
Penjual
barang atau
jasa
Pelanggan
Penjelasan
Mengenakan biaya yang
berlebih atas barang atau
jasa kepada pembeli
Pelanggan
meminta
harga yang lebih kecil
dari seharusnya
Sumber :Association of Certified Fraud Examiners (ACFE)
4. Kondisi Penyebab Terjadinya Kecurangan
Menurut Arens (2008:432) penyebab terjadinya kecurangan disebut dengan
segitiga kecurangan (fraud triangle), yaitu :
a. Pressure/ Tekanan.
Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk
melakukan kecurangan. Karyawan mungkin merasa mendapat tekanan untuk
melakukan
kecurangan
karena
adanyakebutuhan
atau
masalah
finansial.Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup,
tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan.
Menurut SAS No.99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada
pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut adalah
financialstability, external pressure, personal financial need, dan financial
targets.
b. Opportunity/ Kesempatan.
Adanya peluang memungkinkan terjadinya kecurangan.Peluang tercipta
karena adanya kelemahan pengendalian internal, ketidakefektifan pengawasan
manajemen, atau penyalahgunaan posisi atau otoritas.Kegagalan untuk
menetapkan prosedur yang memadai untuk mendeteksi aktivitas kecurangan
juga meningkatkan peluang terjadinya kecurangan.
22
Dari
tiga
faktor
risiko
kecurangan
(pressure,
opportunity
dan
rationalization), peluang merupakan hal dasar yang dapat terjadi kapan saja
sehingga memerlukan pengawasan dari struktur organisasi mulai dari
atas.Organisasi harus membangun adanya proses, prosedur dan pengendalian
yang bermanfaat dan menempatkan karyawan dalam posisi tertentu agar
mereka tidak dapat melakukan kecurangan dan efektif dalam mendeteksi
kecurangan seperti yang dinyatakan dalam SAS No.99.
SAS No.99 menyebutkan bahwa peluang pada financial statement fraud
dapat terjadi pada tiga kategori kondisi.Kondisi tersebut adalah nature of
industry, ineffective monitoring, dan organizational structure.
c. Rationalization / Rasionalisasi.
Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan
manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau
mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka
merasionalisasi tindakan fraud.
Tabel 2.2
Kategori, Definisi dan Contoh Fraud Risk Factor dalam SAS No.99 yang
Berkaitan dengan Financial Statement Fraud
Fraud Risk Factor
Kategori menurut
SAS No.99
Definisi dan Contoh
Faktor Risik
Financial Stability
Keadaan yang
menggambarkan kondisi
keuangan perusahaan
dalam kondisi stabil.
Tekanan yang
berlebihan bagi
manajemen untuk
memenuhi persyaratan
harapan pihak ketiga.
External Pressure
Tabel Berlanjut…
23
Lanjutan Tabel 2.2
Fraud Risk Factor
Pressure
Opportunity
Rationalization
Kategori menurut
SAS No.99
Definisi dan Contoh
Faktor Risik
Personal Financial
Need
Suatu keadaan dimana
keuangan perusahaan
turut dipengaruhi oleh
kondisi keuangan para
eksekutif perusahaan.
Financial Targets
Tekanan berlebihan
pada manajemen untuk
mencapai target
keuangan yang dipatok
oleh direksi atau
manajemen.
Nature Of Industry
Berkaitan dengan
munculnya risiko bagi
perusahaan yang
berkecimpung dalam
industri yang melibatkan
estimasi dan
pertimbangan yang
signifikan jauh lebih
besar.
IneffectiveMonitoring Keadaan dimana
perusahaan tidak
memiliki unit pengawas
yang efektif memantau
kinerja perusahaan.
OrganizationalStructure Struktur organisasi yang
kompleks dan tidak
satabil.
Rationalization
Sikap/rasionalisasi
anggota dewan,
manajemen, atau
karyawan yang
memungkinkan mereka
untuk terlibat dalam
dan/atau membenarkan
kecurangan.
Sumber: Adinda (2015)
5. Skema Kecurangan
Skema-skema kecurangan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara.
Berdasarkan ACFE tahun 2016, prosentase tindakan kecurangan di tempat kerja
dapat dilihat sebagai berikut:
24
Gambar 2.2
Jenis Kecurangan Berdasarkan Frekuensi
Sumber: Association of Certified Fraud Examnimers 2016
Kasus Misappropriation asset(penyalahgunaan
asset(penyalahgunaan aset) sebanyak 83,5%,
Corruption (korupsi) sebanyak
sebanya 35,4%, dan Financial Statement Fraud
(pernyataan kecurangan keuangan) sebanyak 9,6% dari seluruh kasus kecurangan
di tahun 2016.
ACFE menjelaskan terdapat tiga kategori skema kecurangan yang selanjutnya
dijelaskan oleh Shintadevi (2015):
a. Kecurangan Pernyataan
Pern
Keuangan (Financial Statement Fraud)
Kecurangan dalam laporan keuangan dikaitkan dengan kecurangan oleh
pihak manajemen. Walaupun semua kecurangan melibatkan suatu bentuk
kesalahan penyajian keuangan, untuk dapat digolongkan sebaga skema
kecurangan jenis ini, laporan harus memberikan manfaat keuangan langsung
atau tidak langsung bagi pelakunya. Dengan kata lain, laporan tersebut bukan
sebagai kendaraan untuk menyamarkan atau menutupi suatu tindakan curang.
Contohnya skema kecurangan ini adalah dengan menyatakan terlalu rendah
25
kewajiban untuk dapat menyajikan gambaran keuangan perusahaan yang baik
agar harga saham naik.
b. Korupsi (corruption)
Korupsi (corruption) mungkin adalah kejahatan kerah putih yang paling
tua.Korupsi meliputi penyuapan, konflik kepentingan, pemberian tanda terima
kasih yang tidak sah, dan pemerasan secara ekonomi.Korupsi adalah tindakan
seorang pejabat atau petugas yang secara tidak sah dan tidak dapat dibenarkan
memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan
bagi dirinya sendiri atau untuk oranglain dengan melanggar kewajiban dan
hak. Aktivitas korupsi adalah sebagai berikut :
1) Penyuapan
Penyuapan Penyuapan melibatkan pemberian, penawaran, permohonan
untuk menerima atau penerimaan berbagai hal yang bernilai untuk
mempengaruhi seorang pejabat dalam melakukan kewajiban sahnya.Para
pejabat di sini dapat dipekerjakan oleh berbagai lembaga pemerintah (atau
pihak yang berwenang) atau perusahaan swasta.
2) Tanda Terima Kasih Yang Tidak Sah
Tanda terima kasih yang tidak sah (illegal gratuity) melibatkan
pemberian, penerimaan, penawaran, atau permohonan untuk menerima
sesuatu yang bernilai karena telah melakukan tindakan yang resmi,
tindakan ini hampir sama dengan penyuapan, tetapi transaksinya terjadi
setelah tindakan resmi tersebut dilakukan.
3) Konflik Kepentingan
26
Setiap perusahaan harus mengharapkan karyawannya akan melakukan
pekerjaan dengan cara yang dapat memenuhi berbagai kepentingan
perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang karyawan
bertindak atas nama pihak ketiga dalam melakukan pekerjaannya atau
memiliki kepentingan pribadi dalam pekerjaannya yang dilakukan. Jika
konflik kepentingan karyawan tidak diketahui oleh perusahaan dan
mengakibatkan kerugian keuangan, maka telah terjadi kecurangan.
4) Pemerasan Secara Ekonomi
Pemerasan secara ekonomi adalah penggunaan (atau ancaman untuk
melakukan) tekanan (termasuk sanksi ekonomi) terhadap seseorang atau
perusahaan, untuk mendapatkan sesuatu yang berharga.Istilah berharga
dapat berupa aset keuangan atau ekonomi.Informasi atau kerja ama untuk
mendapatkan keputusan yang berguna mengenai sesuatu yang sedang
dipermasalahkan.
c. Penyalahgunaan Aset (Misappropriation asset)
Bentuk skema kecurangan yang paling umum melibatkan beberapa bentuk
penyalahgunaan aset.Aset dapat disalahgunakan secara langsung atau tidak
langsung demi keuntungan si pelaku.Transaksi yang melibatkan kas, akun cek,
persediaan, peralatan, perlengkapan, dan informasi adalah yang paling rentan
disalahgunakan.
27
2.1.4. Keefektifan Pengendalian Internal
1. Pengertian Keefektifan Pengendalian Internal
Menurut Komarudin (1994:269) efektivitas adalah suatu keadaan yang
menunjukkan tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan manajemen dalam
mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu, sedangkan dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa keefektifan adalah keberhasilan
dari suatu usaha atau tindakan. Dengan demikian keefektifan lebih menitik
beratkan pada tingkat keberhasilan suatu instansi dalam mencapai tujuan atau
target yang telah ditentukan.
Halim (2003:197) menyebutkan struktur pengendalian internal merupakan
rangkaian proses yang dijalankan entitas, yang mana proses tersebut mencakup
berbagai kebijakan dan prosedur sistematis, bervariasi dan memiliki tujuan utama :
a. Menjaga keandalan pelaporan keuangan entitas
b. Menjaga efektif dan efisiensi operasi yang dijalankan
c. Menjaga kepatuhan hukum dan peraturan yang berlaku
Sedangkan Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 69 (SA Seksi: 319)
tentang pengendalian internal adalah sebagai berikut:
Suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan
personil lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan
memadai tentang pencapaian 3 golongan tujuan, yaitu: keandalan
laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi dan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
Dari definisi-definisi
di atas dapat disimpulkan bahwa keefektifan
pengendalian internal adalah keberhasilan manajemen dalam mencapai tujuan
instansi yang berkaitan dengan menjaga keandalan penyajian laporan keuangan,
28
efisiensi operasional dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.Keefektifan pengendalian internal dapat berperan dalam mencegah dan
mendeteksi suatu kecurangan akuntansi (fraud) dalam suatu instansi.
2. Unsur - Unsur Pengendalian Internal
Pengendalian
internal
meliputi
lima
kategori
yang
dirancang
dan
diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan jaminan bahwa sasaran
hasil pengendalian manajemen akan terpenuhi, komponen pengendalian internal
menurut Arens (2008:376-385) yaitu :
a. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur
yang mencerminkan sikap dari manajemen puncak, para direktur dan pemilik
entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti
pentingnya bagi entitas itu.
b. Penilaian Risiko
Penilaian Risiko atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang dilakukan
manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang
relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan Generally
Accepted AccountingPrinciples (GAAP) atau prinsip-prinsip akuntansi yang
berterima
umum.Setelah
mengidentifikasi
suatu
risiko,
manajemen
mengestimasi signifikansi risiko itu, menilai kemungkinan terjadinya risiko itu,
dan mengembangkan tindakan khusus yang diperlukan untuk mengurangi
risiko itu ke tingkat yang dapat diterima.
29
Manajemen menilai risiko sebagai bagian dari perancangan dan
pelaksanaan pengendalian internal untuk meminimalkan kekeliruan serta
kecurangan, auditor menilai risiko untuk memutuskan bukti yang dibutuhan
dalam audit. Jika manajemen secara efektif menilai dan merespons risiko itu,
biasanya auditor akan mengumpulkan lebih sedikit bukti ketimbang jika
manajemen gagal mengidentifikasi atau merespons risiko yang signifikan.
Auditor akan memperoleh pengetahuan tentang proses penilaian risiko
oleh manajemen dengan memanfaatkan kuesioner dan diskusi dengan
manajemen untuk menentukan bagaimana manajemen mengidentifikasi risikorisiko yang relevan dengan pelaporan keuangan, mengevaluasi signifikansi
dan kemungkinanan terjadinya risiko itu, serta memutuskan tindakan apa yang
diperlukan untuk menangani risiko itu.
c. Kegiatan Pengendalian
Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk
membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk
menangani risiko guna mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian
umumnya dibagi menjadi lima jenis berikut ini :
1) Pemisahan tugas yang memadai
2) Otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas
3) Dokumen dan catatan yang memadai
4) Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan
5) Pemeriksaan kinerja secara independen
30
d. Informasi Dan Komunikasi
Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi dari entitas adalah
untuk memulai, mencatat, memproses dan melaporkan transaksi yang
dilakukan entitas itu serta mempertahankan akuntabilitas aktiva terkait.Sistem
informasi dan komunikasi akuntansi mempunyai beberapa subkomponen,
yang biasnya terdiri atas kelas-kelas transaksi seperti penjualan, retur
penjualan, penerimaan kas, akuisisi dan sebagainya.
e. Pemantauan
Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian mutu pengendalian
internal secara berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan
bahwa pengendalian itu telah beroperasi seperti yang diharapkan dan telah
dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi.
Agar efektif, fungsi audit internal harus dilakukan oleh staf yang
independen dari departemen operasi maupun departemen akuntansi, dan
mereka melapor langsung ke tingkat otoritas yang lebih tinggi dalam
organisasi, baik manajemen puncak atau komite audit dewan direksi. Selain
perannya dalam memantau pengendalian internal entitas, staf audit internal
yang memadai juga dapat mengurangi biaya audit eksternal dengan
memberikan bantuan lansung kepada auditor eksternal.
3. Tujuan Pengendalian Internal
Arens (2008:370) menjelaskan bahwa sistem pengendalian internal terdiri atas
kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian
yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya.Kebijakan
31
dan prosedur ini disebut pengendalian, dan secara kolektif membentuk
pengendalian internal entitas tersebut. Manajemen memiliki tiga tujuan umum
dalam merancang sistem pengendalian internal yang efektif yaitu :
a. Reliabilitas Pelaporan Keuangan
Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi para
investor,
kreditor,
dan
pemakai
lainnya.Manajemen
memikul
baik
tanggungjawab hukum maupun profesional untuk memastikan bahwa
informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan persyaratan pelaporan
seperti prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum (GAAP).Tujuan
pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan adalah memenuhi
tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut.
b. Efisiensi Dan Efektivitas Operasi
Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakai sumber daya
secara efisien dan efektif untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan.
Tujuan yang penting dari pengendalian ini adalah memperoleh informasi
keuangan dan nonkeuangan yang akurat tentang operasi perusahaan untuk
keperluan pengambilan keputusan.
c. Ketaatan Pada Hukum Dan Peraturan
Semua perusahaan publik diharuskan mengeluarkan laporan tentang
keefektifan pelaksanaan pengendalian internal atas pelaporan keuangan.
4. Fungsi Dari Sistem Pengendalian Intern
Mulyadi (2008) menjelaskan fungsi dari sistem pengendalian intern yaitu:
32
a. Preventif, yaitu pengendaian untuk mencegah kesalahan-kesalahan baik
berupa kekeliruan ataupun ketidakberesan yang sering terjadi dalam
operasi suatu kegiatan.
b. Detective, yaitu untuk medeteksi kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan
yang terjadi.
c. Corective,
yaitu
untuk
memperbaiki
kelemahan,
kesalahan
dan
penyimpangan yang terdeteksi.
d. Directive, yaitu untuk mengarahkan agar pelaksanaan dilakukan dengan
tepat dan benar.
e. Compensative, yaitu untuk menetralisasi kelemahan pada aspek kontrol
yang lain.
Suhardjono (2006) dalam Devi (2011) menyatakan bahwa untuk mendapatkan
fungsi yang baik, pengendalian intern pada perusahaan perbankan dilakukan
berlapis-lapis, antara lain:
a. Pengendalian Internal Melalui Sistem
Pengendalian melalui sistem dilakukan, baik melalui sistem operasional
maupun melalui sistem aplikasi komputer. Keduanya dilakukan dengan cara:
1) Komputer yang digunakan untuk melakukan transaksi harus didaftar
terlebih dahulu ke dalam sistem komputer sentral, sehingga hanya
komputer yang telah terdaftar saja yang dapat digunakan untuk
melakukan transaksi perbankan.
2) Pencatatan ke dalam sistem komputer sentral, tidak hanya mencakup
komputer yang digunakan, akan tetapi juga petugas-petugas yang
33
diperkenankan menggunakan komputer transaksi jasa perbankan.
Petugas-petugas yang diperkenankan melakukan transaksi jasa
perbankan identitasnya telah dicatat ke dalam komputer sentral,
sehingga hanya petugas yang diberikan wewenang saja yang dapat
menggunakan komputer untuk melakukan transaksi jasa perbankan.
3) Selanjutnya petugas yang diperkenankan melakukan transaksi jasa
perbankan, tidak dapat sembarangan menggunakan aplikasi jasa
perbankan. Petugas-petugas yang diberikan wewenang menggunakan
komputer untuk melakukan transaksi masing-masing diberi menu
aplikasi yang berbeda.
4) Petugas teller yang diberikan kewenangan untuk melakukan transaksi
pembukuan keuangan diberi kewenangan secara terbatas sesuai dengan
pengalaman, kemampuan dan integritasnya kepada perusahaan.
b. Pengendalian Internal Melalui Prosedur
Sistem pengendalian internal melalui prosedur diterapkan antara lain
dengan menerapkan konsep maker, cheker dan signer (MCS) dalam setiap
transaksi keuangan, pemisahan tugas dan pengawasan ganda.
1) Konsep maker, cheker dan signer (MCS), menjamin bahwa
pemrosesan transaksi keuangan dilakukan dengan seksama sehingga
dapat diselesaikan secara benar dan tepat. Maker adalah petugas yang
menyiapkan dokumen keuangan, cheker adalah petugas yang
melakukan pengecekan atas kebenaran isi dokumen keuangan dan
34
signer adalah petugas yang memberikan persetujuan atas dokumen
keuangan tersebut.
2) Pemisahan tugas (separation of duty) adalah pengawasan yang
dilakukan untuk menjamin proses yang benar tidak akan di korbankan
karena adanya kepentingan pribadi. Ada dua jenis pemisahan tugas
yaitu pemisahan tugas dalam satu bagian atau satu seksi dan
pemisahan tugas antar bagian atau antar seksi berlainan.
3) Pengawasan ganda adalah pengawasan yang dilakukan dengan dua
jenis pengawasan, yaitu pembuatan dua dokumen yang berbeda dari
sumber yang sama selanjutnya kedua dokumen tersebut dicocokan satu
sama lain, dan penjagaan ganda dilakukan dengan menunjuk dua orang
untuk dapat melakukan pengawasan.
4) Pengendalian internal melalui struktur organisasi yaitu pembatasan
kewenangan melakukan transaksi keuangan dengan membatasi
kewenangan pembukuan pada petugas tertentu saja.
2.1.5. Budaya Etis
Etika organisasi merupakan pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari
setiap individu dan kelompok anggota organisasi yang secara keseluruhan akan
membentuk budaya organisasi (organizational culture) yang sejalan dengan
tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan. Menurut pendapat Rae and
Subramaniam (2008) bahwa di lingkungan yang lebih etis, karyawan akan
cenderung mengikuti aturan perusahaan dan peraturan karena perilakunya akan
dapat diterima secara moral.
35
Sedangkan Robbins (2006) dalam Chandra (2015) mendefinisikan budaya
organisasi sebagai suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota
organisasi itu yang membedakan organisasi satu dengan lainnya.Hal ini
merupakan satu dari karakteristik nilai organisasi.Persepsi terhadap budaya
organisasi didasarkan pada kondisi- kondisi yang dialami seseorang dalam
organisasinya, seperti penghargaan, dukungan, dan perilaku yang diharapkan
diperoleh di organisasi.
Budaya organisasi manajemen harus memberikan teladan dan kemauan
yang kuat untuk membangun suatu kultur yang kuat dalam organisasiyang
dipimpinnya. Manajemen juga harus memperlihatkan kepada karyawan tentang
adanya kesesuaian antara kata dengan perbuatan dan tidak memberikan toleransi
terhadap perbuatan- perbuatan yang melanggar kaidah kaidah etika organisasi
yaitu dengan diberikan sanksi hukuman yang jelas dan demikian pula sebaliknya
terhadap pegawai yang berprestasi dan bermoral baik diberikan penghargaan yang
proporsional (Chandra, 2015).
Budaya etis organisasi merupakan suatu pola tingkah laku, kepercayaan
yang telah menjadi menjadi panutan bagi semua anggota organisasi.Tingkah laku
disini merupakan suatu tingkah laku yang dapat diterima oleh moral dan benar
secara hukum. Didalam suatu budaya organisasi yang etis terdapat adanya suatu
komitmen dan lingkungan yang etis pula, didalam penelitian yang dilakukan oleh
Rae dan Subramaniam (2008) menunjukkan bahwa di suatu lingkungan yang
lebih, seorang karyawan akan lebih cenderung melakukan atau menjalankan
36
peraturan – peraturan perusahaan, dan menghindari perbuatan kecurangan di
dalam instansi.
Adanya pelaksanaan hukuman dan penghargaan (reward) yang konsisten
memberikan nilai tambah bagi terciptanya suatu etika perilaku dan struktur
organisasi yang kuat. Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil dan
merasa bersyukur atas posisi yang telah direraihnya jika etika organisasi dapat
ditegakan secara konsisten oleh manajemen.
Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa budaya etis manajemen
merupakan suatu gambaran dari perilaku manajemen yang dapat dicontoh dan
ditiru oleh para pegawainya. Sekalipun itu merupakan tindakan kecurangan (fraud)
pegawai akan melakukan suatu pembenaran atas tindakannya tersebut karena
merasa bahwa tindakannya itu sudah dengan tindakan yang dilakukan oleh
manajemen. Oleh sebab itu, budaya etis manajemen yang baik sangat berpengaruh
terhadap kinerja pegawainya dan dapat menurunkan tindakan kecurangan (fraud).
Kreitner dan Kinichi (2000) dalam Riyanto (2009) menyarankan tindakantindakan berikut ini untuk mengembangkan budaya etika dalam organisasi :
a. Bertingkah Laku Etis
Manajer hendaknya berlaku etis, karena manajer merupakan model peran
yang jelas, yang nantinya menjadi panutan karyawan lain.
b. Penyaringan Karyawan Potensial
Untuk mengembangkan perilaku etis harus dilakukan sejak awal yaitu
sejak seleksi karyawan dilakukan.Penyaringan yang lebih teliti di bidang ini
dapat menyaring mereka untuk tidak berbuat kesalahan di kemudian
37
hari.Mengembangkan kode etik yang lebih berarti. Kode etik dapat
menghasilkan dampak yang positif bila mereka memenuhi empat kriteria :
1) Kode etik harus mencakup atau berlaku kepada setiap karyawan.
2) Kode etik sungguh – sungguh didukung oleh top manajemen.
3) Kode etik harus mengacu kepada praktik spesifik.
4) Mereka (karyawan) hendaknya didorong dengan penghargaan atas
prestasinya dan hukuman yang berat bagi ketidakpatuhan.
c. Menyediakan Pelatihan Etika
Para karyawan dapat dilatih untuk mengidentifikasikan dan berhadapan
dengn isu etis selama masa orientasi dan melalui sesi seminar dan pelatihan
menggunakan video.
d. Meningkatkan Perilaku Etis
Perilaku etis harus didukung, dibiasakan, dan diulangi kembali, sedangkan
perilaku yang tidak etis harus diberikan hukuman sementara perilaku etis
hendaknya dihargai.
e. Membentuk posisi, unit, dan mekanisme structural lain yang menggunakan
etika. Etika harus menjadi kegiatan sehari-hari, bukan kegiatan yang sekali
dilakukan kemudian disimpan dan dilupakan.
2.1.6. Religiusitas
1. Pengertian Religiusitas
Menurut Glock dan Stark (1965) dalam Pamungkas (2014) mendefiniskan
religiusitas sebagai suatu sistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya
38
hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam kehidupan
manusia dan mengarahkan manusia pada nilai –nilai suci atau nilai-nilai tertinggi.
Pada akhirnya agama dapat mempengaruhi perasaan seseorang lebih tenteram,
karena orang yang religiusitasnya tinggi cenderung mengikutkan Tuhan pada
setiap gerak langkahnya.Hati menjadi longgar tidak terbebani, karena setiap
masalah yang dihadapi diserahkan kepada Tuhan, akhirnya kebahagiaan
meningkat.
Peran agama dapat mempengaruhi sikap individu, termasuk di dalam bersikap
terhadap pelaporan keuangan usaha. Religiusitas sesorang akan mempengaruhi
tingkat tanggungjawabnya terhadap informasi yang akan dilaporkannya. Hal ini
terkait dengan peningkatan kejujuran, keadilan dalam informasi.Di samping itu
dengan pengungkapan informasi yang jujur dan adil dapat mengurangi tuntutan
hukum.
Dyreng, Mayew dan Williams (2010) dalam Sulistiyo (2014) menemukan
bukti baru tentang peran agama dan norma-norma sosial dalam pelaporan
keuangan perusahaan di Amerika Serikat.Manajer perusahaan dengan kepatuhan
agama yang tinggi menunjukkan penyimpangan lebih kecil dari harapan.Hasil
tersebut di atas secara keseluruhan dan secara individual dilihat dari dimensi
kepatuhan agama Katolik dan Protestan.
2. Aspek Pengukuran Religiusitas
Asumsi mengenai sulitnya pengukuran religiusitas mulai berkurang karena
berkembangnya pengukuran relegiusitas di bidang ilmu psikologi, theologi dan
39
sosiologi. Pengukuran religiusitas menurut Glock dan Stark (1965) dalam
Pamungkas, 2014) dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut:
a. Religious Practice (Dimensi Peribadatan)
Tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual di dalam
agama, seperti sembahyang, zakat, puasa dan sebagainya.Aspek ini mencakup
perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal – hal yang dilakukan orang untuk
menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.Menunjuk pada
seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan – kegiatan
ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam
keberislaman, aspek ini menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji,
membaca Al – Qur’an, doa, zikir ibadah kurban, iktikaf di masjid di bulan
puasa, dan sebagainya.
b. Religious Belief (Dimensi Keyakinan)
Sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam ajaran
agamanya.Menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam
mengerjakan kegiatan – kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan
oleh agamanya.Di dalam keberislaman, isi aspek keimanan menyangkut
keyakinan tentang Allah, para malaikat, Nabi/Rosul, kitab – kitab Allah.Surga
dan neraka, seta qadha dan qadar.
c. Religious Knowledge (Dimensi Pengetahuan)
Seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya.Hal ini
berhubungan dengan aktivitas seseorang untuk mengetahui ajaran-ajaran
dalam agamanya. Menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan
40
pemahaman Muslim terhadap ajaran islam, sebagaimana yang termuat dalam
kitab suci Al – Qur’an. Dalam keberislaman menyangkut pengetahuan tentang
isi atau kandungan Al – Qur’an, pokok – pokok ajaran yang harus diimani dan
dilaksanakan (rukun Islam, dan rukun iman), hukum islam, sejarah islam, dan
sebagaimya
d. Religious Feeling (The Experiential Dimension)
Dimensi yang terdiri dari perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman
keagamaan yang pernah dirasakan dan dialami.Menunjuk pada seberapa jauh
Muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan – perasaan dan
pengalaman – pengalaman religius. Dalam keberislaman, aspek ini terwujud
dalam perasaan dekat dengan Tuhan, seseorang merasa takut berbuat dosa,
seseorang merasa doanya dikabulkan Tuhan, perasaan khusyuk dalam
beribadah, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan
atau pertolongan dari Allah.
e. Religious Effect (The Consequentialdimension)
Dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh
ajaran agamanya di dalam kehidupannya.Menunjuk pada seberapa tingkatan
Muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran – ajaran agamanya, yaitu
bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain.
Dalam keberislaman, aspek ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama,
berderma,
menyejahterakan,
dan
menumbuhkembangkan
orang
lain,
menegakkan keadilan, dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga
41
lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak
melakukan kecurangan, dan mematuhi norma – norma Islam, dan sebagainya.
2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian tentang kecenderungan kecurangan akuntansi telah banyak
dilakukan oleh peneliti terdahulu.Berikut adalah beberapa penelitian mereka :
1. Wilopo (2006), melakukan penelitian mengenai sistem pengendalian intern,
kesesuaian kompensasi, ketaatan akuntansi, asimetri informasi dan moralitas
manajemen, terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan
akuntansi. Hasil penelitian ini menunjukkan keefktifan pengendalian intern
memberikan pengaruh yang signifikan negatifterhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi di perusahaan tersebut. Sedangkan kesesuaian
kompensasi memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap perilaku tidak etis
pada BUMN dan perusahaan terbuka di indonesia. Asimetri informasi
menunjukkan hasil pengaruh yang signifikan positif terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi.
2. Friskilla (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh ketaatan akuntansi,
sistem pengendalian intern, moralitas dan kesesuaiian kompensasi terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi yang dilakukan pada perusahaan BUMN
yang berada di kota Padang. Kemudian hasil dari penelitian tersebut adalah
ketaatan akuntansi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi, kemudian sistem pengendalian intern berpengaruh
signifikan negatif terhadap terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi.
42
3. Devi (2011) juga melakukan penelitian pada kantor cabang bank pemerintah
dan swasta yang berada di kota padang. Berdasarkan penelitian tersebut di
dapatkan hasil bahwa kompensasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi pada kantor cabang bank yang dia teliti dan sistem
pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap kecurangan akuntansi pada
kantor cabang bank pemerintah dan swasta yang berada di kota padang.
4. Rahmawati (2012) melakukan penelitian dengan hasil penelitian yang
menyatakan bahwa keefektifan pengendalian intern berpengaruh signifikan
negatif
dan
kesesuaian
kompensasi
berpengaruh
negatif
terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi namun tidak signifikan. Begitu juga
dengan variabel ketaatan akuntansi, asimetri informasi dan moralitas
manajemen yang mempunyai pengaruh negatif terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi.
5. Chandra (2015) melakukan penelitian dengan hasil yang menyatakan bahwa
keefektifan pengendalian internal dan kesesuaiaan kompensasi berpengaruh
negatif terhadap kecenderungan akuntansi. Sedangkan tidak terdapat pengaruh
budaya etis organisasi, penegakan peraturan, komitmen organisasi, dan
terdapat pengaruh positif asimetri informasi terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi di sektor pemerintahan Kabupaten Grobogan.
43
2.3. Kerangka Berpikir
Gambar 2.3.
Kerangka Berpikir
Keefektifan
Pengendalian
Internal(x1)
H1
Budaya Etis
(x2)
Religiusitas
(x3)
Kecenderungan
Kecurangan
(fraud) (Y)
H2
H3
2.4. Perumusan Hipotesis
1. Hubungan
Kefektifan
Pengendalian
Intern
dengan
Kecenderungan
Kecurangan
Sistem pengendalian intern merupakan kebijakan dan prosedur yang dirancang
memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai
tujuan dan sasaran yaitu: reliabilitas pelaporan keuangan, efisiensi, dan efektivitas
operasional, dan ketaatan pada hukum dan aturan (Arens, 2008).
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern
yang efektif akan meminimalisir terjadinya peluang tindakan kecenderungan
kecurangan akuntansi. Sedangkan pengendalian intern yang tidak efektif
akanmemberikan peluang dan kesempatan seseorang untuk melakukan tindakan
44
kecurangan yang akan merugikan perusahaan dan mengganggu keberlangsungan
perusahaan, yang akan berakibat tujuan dari perusahaan tidak tercapai.
Pernyataan tersebut menjadi bukti adanya keterkaitan dengan teori Gone.
Teori Gone memaparkan empat faktor yang menyebabkan dan mendorong
seseorang untuk melakukan kecurangan yaitu Greed (Keserakahan), Opportunity
(Kesempatan), Need (Keinginan) dan Exposure (pengungkpan), menyatakan
faktor yang sangat mendukung terjadinya kecurangan dalam suatu organisasi yaitu
adanya opportunity (kesempatan).
Wilopo (2006) dan Rahmawati (2012) menyatakan bahwa pengendalian intern
yang efektif mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi.Lebih lanjut,
penelitian mereka menyatakan bahwa pengendalian internal yang efektif
memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kecederungan
kecurangan akuntansi.
Dari teori Gone tersebutdapat membuktikan bahwa kecurangan akuntansi
umumnya dilakukan karena adanya kesempatan dan peluang yang muncul akibat
lemahnya pengendalian intern dalam perusahaan. Sistem pengendalian intern yang
lemah, membuat seseorang tidak takut untuk melakukan tindakan yang merugikan
perusahaan, karena tindakan yang mereka lakukan tidak terdeteksi oleh siapapun.
H1: Efektivitas pengendalian internal berpengaruh terhadap Kecenderungan
Kecurangan
2. Hubungan Budaya Etis dengan Kecenderungan Kecurangan
Etika manajemen akan menjadi tolok ukur seorang pegawai dalam melakukan
tindakan, karena seorang individu lebih sering mengikuti tindakan yang dilakukan
45
oleh sebagian besar orang yang ada didalam suatu organisasi, maka individu
merasa apa yang dilakukannya sudah benar karena sebagian besar rekannya juga
melakukan hal yang sama walaupun yang dilakukan itu merupakan suatu bentuk
tindakan kecurangan. Sulistyowati (2007) dalam penelitinnya menyatakan bahwa
budaya etis organisasi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan (fraud).
Penerapan budaya atau kebiasaan manajemen yang sesuai dengan etika yang
ditetapkan akan menurunkan tingkat tindakan kecurangan (fraud).
H3 : Budaya Etis berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan
3. Hubungan Religiusitas dengan Kecenderungan Kecurangan
Religiusitas atau keberagamaan merupakan kegiatan beragama seseorang
dalam melakukan ibadah, religiusitas tidak hanya suatu hal yang dilakukan secara
tampak akan tetapi merupakan keyakinan seseorang yang melibatkan antara hati,
pikiran, hal yang nyata dan hal yang ghaib. Sehingga religiusitas dapat
menunjukan kualitas diri seseorang yang beragama (Wicaksono, 2014).
Agama telah menjadi perhatian para peneliti dan memainkan peran penting
dengan
cakupan
luas
dalam
berbagai
segi
kehidupan
manusia
dan
lingkungan.Peran penting agama tersebut disebabkan karena agama merupakan
salah satu sumber etika yang diakui secara universal. Di samping itu, tidak ada
satu agama yang menempatkan etika secara marjinal pada ajarannya yang bisa
diterapkan sambil lalu.Setiap agama selalu menempatkan etika sebagai salah satu
inti utama ajarannya (Kholis: 2004 dalam Wicaksono: 2014).
Penelitian Barnett, Bass dan Brown (1996) dalam Wicaksono (2014)
menunjukkan bahwa religiusitas memengaruhi standar moral seseorang. Manusia
46
yang memiliki level religiusitas yang tinggi akan lebih empati dan memperhatikan
kepentingan orang lain. Adanya sikap empati dan mementingkan orang
laintersebut
mampu
meminimalisir
terjadinya
kecurangan
akuntansi
(fraud).Mendukung pernyataan di atas Pamungkas (2014) menuturkan bahwa
religiusitas berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi.
Artinya semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang diharapkan tingkat
kecenderungan kecurangan akuntansi akan menurun, karena adanya rasa lebih
empati dan kepedulian orang lain tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, penerapan religiusitasterhadap penerapan atau
kebiasaan manajemen yang sesuai dengan etika yang ditetapkan akan menurunkan
tingkat tindakan kecurangan (fraud).
H3 : Religiusitas berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan
47
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam peneltian ini adalah metode kuantitatif.Metode
kuantitatif merupakan metode yang data penelitiannya berwujud angka-angka
sebagai hasil observasi atau pengukuran (Widoyoko, 2012:21).Metode ini
digunakan untuk meneliti pengaruh dari keefektifan pengendalian internal,
asimetri informasi, budaya etis, dan religiusitas terhadap kecenderungan
kecurangan akuntansi.
3.2. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel
3.2.1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013:80).Populasi
dalam penelitian ini adalah semua karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta.
3.2.2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan BRI Syariah Cabang
Surakarta yang terdiri dari manajer, bagian keuangan, bagian operasional, dan
bagian marketing.Mereka adalah karyawan yang mendapat delegasi wewenang
sebagai pengguna anggarandana, pengoperasi pembiayaan, penyelenggara
akuntabilitas dari BRI Syariah Cabang Surakarta.
48
3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode convinience
sampling.Convinience sampling adalah sebagai kumpulan informasi dari anggota
– anggota populasi yang mudah diperoleh dan mampu menyediakan informasi
tersebut (Sekaran, 2003).
3.3. Data dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder :
1. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari jawaban responden
terhadap kuesioner yang diajukan kepada responden. Kuesioner akan
dibagikan kepada karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta.
2. Data sekunder dalam penelitian ini berupalandasan teori yang diperoleh
dari jurnal riset akuntansi, skripsi, tesis, serta bukti-bukti literatur yang
mendukung.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik dalam pengumpulan data ini adalah dengan kuesioner.Penelitian
ini diukur dengan menggunakan skala likert, yang mana nilai jawaban dari
responden masing-masing tersebut memiliki skor yang dapat dihitung. Jawaban
yang diberikan yakni berupa sangat setuju, setuju, tidak setuju,sangat tidak setuju.
49
3.5. Variabel Penelitian
3.5.1. Variabel Dependen (Y)
Variabel
dependen
dalam
penelitian
ini
adalah
Kecenderungan
Kecurangan.Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 1 sangat tidak
setuju sampai 5 sangat setuju semakin tinggi nilai yang ditunjukkan maka
semakin tinggi frekuensi kecurangan yang terjadi.Indikator variabel dependen ini
dikembangkan dari jenis- jenis kecenderungan kecurangan menurut ACFE (2016)
yang terdiri dari:
1. Kecurangan laporan keuangan
2. Penyalahgunaan aset dan,
3. Korupsi.
3.5.2. Variabel Independen (X)
1. Keefektifan Pengendalian Internal (X1)
Pengukuran variabel ini menggunakan 5 item pertanyaan yang dikembangkan
dari unsur pengendalian.Komponen pengendalian itu saling terkait dan digunakan
dalam penelitian Wilopo (2006).Variabel keefektifan pengendalian internal di
ukur dengan indikator menggunakan pengukuran skala likert 1 sangat tidak setuju
sampai dengan 5 sangat setuju. Indikator variabel ini dikembangkan oleh
Rahmawati (2012) sebagai berikut:
a. Lingkungan pengendalian
b. Penilaiaan risiko
c. Prosedur pengendalian
d. Pemantauan
50
e. Informasi dan komunikasi
2. Budaya Etis (X2)
Budaya etis adalah persepsi pegawai tentang tindakan, pola tingkah laku, dan
kepercayaan yang telah menjadi suatu panutan bagi seluruh pegawai yang berada
di dalam instansi (Rae dan Subramaniam, 2008). Pengukuran menggunakan lima
item pertanyaan dengan skala likert 1-5, dimana (1) sangat tidak setuju sampai (5)
sangat setuju.Indikator pengukuran variabel budaya etis dikembangkan dari teori
Robins (2008) dalam Najahningrum (2013) yang meliputi:
a. Model peran yang visible, bertingkah laku etis.
b. Penyaringan karyawan yang potensial, dengan mengembangkan kode etis
c. Menyediakan pelatihan etis
d. Meningkatkan perilaku etis, dengan cara memberi hukuman/sanksi bagi
pelanggaran tindakan etis.
e. Mekanisme perlindungan etika, dengan membentuk posisi, unit, dan
mekanisme struktural lain yang menggunakan etika. Etika harus menjadi
kegiatan sehari-hari, bukan kegiatan yang sekali dilakukan kemudian
disimpan dan dilupakan.
3. Religiusitas Individu (X3)
Asumsi mengenai sulitnya pengukuran religiusitas mulai berkurang karena
berkembangnya pengukuran relegiusitas di bidang ilmu psikologi, theologi dan
sosiologi. Pengukuran religiusitas menurut Glock dan Stark (1965) dalam
Pamungkas (2014) dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut:
a. Religious practice (the ritualistic dimension) / praktek beragama.
51
b. Religious belief (the ideological dimension) / kepercayaan beragama.
c. Religious knowledge (the intellectualdimension) / pengetahuan dalam
agama.
d. Religious feeling (the experiential dimension) / perasaan yang didapat
dalam beragama.
e. Religious effect (the consequentialdimension) / pengaruh yang diperoleh
dalam beragama.
3.6. Definisi Operasional Variabel
Berikut ini disajikan ringkasan dari variabel penelitian dan indikator yang
akan digunakan untuk pembuatan kuesioner
Tabel 3.1
Definisi Operasional Variabel
No
Nama Variabel
Definisi Operasional
1.
Keefektifan
Pengendalian
Internal (X1)
Pengendalian
internal merupakan
kebijakan
dan
prosedur
yang
melindungi aktiva
dari
penyalahgunaan,
memastikan bahwa
informasi akurat dan
memastikan bahwa
perundang
–
undangan
serta
peraturan dipatuhi
sebagaimana
mestinya.
Sumber: Waren,
Reeve, Fees (1999)
dalam Rahmawati
(2012)
Indikator
Skala
a. Lingkungan
pengendalian
b. Penilaiaan
risiko
c. Kegiatan
Pengendalian
d. Prosedur
pengendalian
e. Pemantauan
Sumber:
Rahmawati
(2012)
Skala
likert
1-5
No.
Soal
1-5
Tabel Berlanjut…
52
Lanjutan Tabel 3.1
No
Nama Variabel
Definisi Operasional
2.
Budaya Etis(X3)
Budaya etis
organisasi
merupakan suatu
pola tingkah laku,
kepercayaan yang
telah menjadi
menjadi panutan
bagi semua anggota
organisasi.
Sumber: Rae dan
Subramaniam (2008)
3.
Religiusitas
Individu(X2)
4.
Kecenderungan
Kecurangan (Y)
Indikator
Skala
Soal
a. Model peran
yang visible
b. Penyaringan
karyawan
yang potensial
c. Pelatihan etis
d. Hukuman bagi
tindakan etis
e. Mekanisme
perlindungan
etika
Sumber: Robins
(2008)
dalam
Najahningrum
(2013)
Religiusitas
a. Religious
didefinisikan sebagai
Practice
suatu sistem yang
b. Religious
terintegrasi dari
belief
keyakinan (belief),
c. Religious
gaya hidup, aktivitas
Knowledge
ritual dan institusi
d. Religious
yangmemberikan
feeling
makna dalam
e. Religious
kehidupan manusia
Effect
dan mengarahkan
Sumber: Glock
manusia pada nilai – dan Stark, (1965)
nilai suci atau nilai- dalam
nilai tertinggi.
Pamungkas
Sumber: Glock dan
(2014)
Stark (1965) dalam
Pamungkas (2014)
Skala
likert
1-5
6-10
Skala
likert
1-5
1115
Kecurangan
merupakan segala
sesuatu perbuatan
yang melawan
hukum yang
dilakukan dengan
sengaja untuk tujuan
tertentu yang secara
lihai dapat
digunakan untuk
mendapatkan
keuntungan
(manipulasi atau
Skala
likert
1-5
1618
a. Kecurangan
laporan
keuangan
b. Penyalahguna
an aset dan,
c. Korupsi.
Sumber:
(ACFE, 2016).
Tabel Berlanjut…
53
Lanjutan Tabel 3.1
memberikan
pernyataan keliru
terhadap pihak lain)
dilakukan orangorang dari dalam
atau luar organisasi
untuk mendapatkan
keuntungan pribadi
ataupun kelompok
yang secara
langsung atau tidak
langsung merugikan
pihak lain, dengan
cara menutupi
kebenaran, tipu
daya, kelicikan atau
mengelabui dan cara
tidak jujur yang lain.
(ACFE, 2016).
3.7. Instrumen Penelitian
Menurut Sugiyono (2013) instrumen penelitian adalah suatu alat yang
digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.Semua
fenomena yang diamati ini disebut variabel penelitian.Instrumen yang digunakan
adalah kuesioner.Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan skala
likert.Skala Likert yang digunakan adalah rentang nilai 1 sampai dengan 5 dengan
asumsi.
Jawaban dari responden bersifat kualitatif di kuantitatifkan, dimana
jawaban diberi skor dengan menggunakan 5 (lima) poin skala likert, yaitu : 1 =
Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, 5 = Sangat Setuju
(Sekaran, 2000).
54
3.7.1. Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu
kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner
mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut,
dikatakan valid apabila item indicator secara empiris jika korelasi rhitung> rtabel
(Ghozali, 2011). Sebelum kuesioner dibagikan maka dilakukan uji pendahuluan.
3.7.2. Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan pengujian validitas, selanjutnya akan dilakukan
pengujian reliabilitas, yang tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil
pengukuran tetap konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih.
Instrumen dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan
adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2011).Cara untuk
mengukur reliabilitas dengan cronbach’s alpha dengan kriteria sebagai berikut:
∑
Keterangan :
ral
= korelasi keandalan Alpha
N
= Jumlah Responden
∑
= Jumlah Variasi Bagian
Vt
= Varian Total
Untuk memudahkan perhitungan reliabilitas ini, digunakan alat bantu
komputer dengan program SPSS (Statistical Package for Social Science).
55
Kemudian, suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai
Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2011).
3.7.3. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk melihat kelayakan model serta
untuk melihat apakah terdapat pelanggaran asumsi klasik dalam model regresi
berganda, karena model regresi yang baik adalah model yang lolos dari pengujian
asumsi klasik. Terdapat tiga asumsi dasar yang harus dipenuhi oleh model regresi
agar parameter estimasi tidak bias, yaitu:
1. Uji Normalitas
Sebelum melakukan pengujian terhadap hipotesis, terlebih dahulu dilakukan
uji normalitas untuk mengetahui model statistik yang akan digunakan. Uji
normalitas digunakan untuk menguji apakah distribusi sebuah data mengikuti atau
mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat signifikansi
pada 0,05. Jika nilai signifikan yang dihasilkan > 0,05 maka akan berdistribusi
normal (Ghozali, 2011).
2. Uji Multikolinieritas
Ghozali (2011) memaparkan bahwa uji multikolinearitas dimaksudkan untuk
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independent).Artinya, antar variabel yang terdapat dalam model memiliki
hubungan yang sempurna.Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel independen.Untuk menguji adanya multikolinearitas
dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflating Factor) dengan kriteria
sebagai berikut (Ghozali, 2011):
56
a. Jika angka tolerancediatas 0,10 dan VIF > 10 dikatakan terdapat gangguan
multikolinearitas.
b. Jika angka tolerancediatas 0,10 dan VIF < 10 dikatakan tidak terdapat
gangguan multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan
varian
residual
untuk
semua
pengamatan
pada
model
regresi.Metode yang dapat digunakan untuk menguji adanya gejala tersebut
adalah metode Glejser (Ghozali, 2011), yaitu jika titik tersebar secara acak dan
tersebar baik dari bawah maupun di atas angka 0, maka dapat dikatakan bahwa
dalam model regresi tidak terdapat gangguan heteroskedastisitas. Pengujian yang
dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas > 0,05 yang berarti tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau yang tidak terjadi
heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat juga dengan grafik plot
(scatterplot) dimana penyebaran titik-titik yang ditimbulkan terbentuk secara acak,
tidak membentuk sebuah pola tertentu serta arah penyebarannya berada di atas
maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas pada regresi ini, sehingga model regresi yang dilakukan layak
di pakai.
57
3.8. Metode Analisis Data
3.8.1. Koefisien Determinasi (Adj R2)
Untuk mengetahui kontribusi dari variabel bebas terhadap variabel terikat
dilihat dari adjusted R square-nya. Pemilihan nilai adjusted R square karena
penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan jumlah variabel
lebih dari satu. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh
kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. AdjustedR2 berarti
R2 sudah disesuaikan dengan derajat bebas dari masing-masing jumlah kuadrat
yang tercakup di dalam perhitungan adjusted R2. Untuk membandingkan dua R2,
maka harus memperhitungkan banyaknya variabel X yang ada dalam model
(Ghozali, 2011).
3.8.2. Analisis Regresi Berganda
Model pengujian yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam
penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis ini
digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap
variabel dependen. Persamaan regresinya sebagai berikut (Ghozali, 2011),:
Yk = a + b1 X1+ b2 X2 + b3X3+ e
Keterangan :
Yk
= kecenderungan kecurangan akuntansi
a
= konstanta
b1-b3 = koefisien regresi
X1
= keefektifan pengendalian internal
X2
= budaya etis
58
X3
= religiusitas individu
e
= error
3.8.3. Uji F
Uji F dilakukan untuk menguji apakah semua variabel independen atau bebas
yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama terhadap
variabel dependen atau terikat. Jika F hitung > F tabel, atau sig < 0,05, maka Ha
diterima, dan Ho ditolak. Jika F hitung < F tabel, atau sig > 0,05, maka Ha ditolak,
dan Ho diterima. Dengan tingkat kepercayaan (α) untuk pengujian hipotesis
adalah 95% atau (α) = 0,05. Jika hasil F-hitung > F-tabel maka model yang
dirumuskan sudah tepat (Ghozali, 2011).Rumus dari F hitung adalah :
=
( −
( − )
)
−
Keterangan :
k = Jumlah variabel
n = jumlah sampel
3.8.4. Uji t
Hipotesis diuji dengan menggunakan uji t untuk menguji apakah secara
terpisah variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat secara baik. Data
yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan regresi
berganda pada tingkat signifikansi α = 0,05.
Kesimpulan atas pengujian hipotesis didasarkan pada tingkat signifikan
dan koefisiennya yaitu sebagai berikut (Priyanto, 2008: 83) :
59
1. Jika tingkat signifikan < α (0,05) dan koefisien regresi (β) negatif maka
hipotesis diterima yang berarti tersedia cukup bukti untuk menolak H0.
2. Jika tingkat signifikan < α (0,05) dan koefisien regresi (β) positif maka
hipotesis ditolak dan berarti tidak tersedia cukup bukti untuk menerima
hipotesis.
3. Jika tingkat signifikan > α (0,05) dan koefisien regresi (β) negatif maka
hipotesis ditolak yang berarti tidak tersedia cukup bukti untuk menerima
hipotesis.
Membandingkan t hitung dengan t tabel didasarkan oleh kriteria pengujian,
yaitu (Gujarati, 2012) :
1. H0 diterima, jika = -ttabel<thitung<ttabel, atau Sig. >α
2. Ha diterima, jika = thitung> ttabel, atau –thitung< -ttabel, atau Sig <α
60
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Penelitian
Pada dasarnya ada dua tipe kecurangan yang terjadi di suatu instansi
ataupun perusahaan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal yaitu
kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap perusahaan dan kecurangan
internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap
perusahaan, seperti: manajer, bagian keuangan, bagian operasional, dan bagian
marketing. Mereka adalah karyawan yang mendapat delegasi wewenang sebagai
pengguna anggarandana, pengoperasi pembiayaan, penyelenggara akuntabilitas
(Widjaja, 2013).
Responden
penelitian
ini
adalah
BRI
Syariah
Cabang
Surakarta.Sebelumnya terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan peneliti
untuk memperoleh responden. Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah
mengajukan surat permohonan penelitian kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis Islam IAIN Surakarta yang ditujukan untuk BRI Syariah. Kemudian,
membuat proposal penelitian dan selanjutnya mengajukan proposal penelitian
yang terlampir surat permohonan penelitian tersebut kepada bagian General Affair
BRI Syariah Cabang Surakarta.
Satu minggu kemudian peneliti mendapat konfirmasi bahwa proposal yang
telah ajukan diterima dan akan diproses lebih lanjut oleh pihak BRI Syariah
Cabang Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner.Setelah selesai
61
seminar proposal, peneliti memberikan kuesioner kepada responden melalui
perantara General Affair BRI Syariah Cabang Surakarta, yang selanjutnya
didistribusikan kepada masing – masing karyawan dalam perusahaan tersebut.
Kuesioner yang disebar dalam penelitian ini sebanyak 50 kuesioner kepada
karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta.Penyebaran serta pengembalian
kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 19 Juni 2017 hingga 4 Juli 2017.
4.2. Gambaran Umum Responden
Pada penelitian ini, dari 50 kuesioner yang disebar sebanyak 40 kuesioner
kembali.Sedangkan kuesioner yang tidak kembali adalah sebanyak 10 kuesioner
dan kuesioner yang tidak lengkap sebanyak 5 kuesioner.Sehingga kuesioner yang
lengkap dan dapat diolah sebanyak 35 kuesioner.Gambaran mengenai data sampel
dan data jumlah responden disajikan pada tabel 4.1 serta tabel 4.2.
Tabel 4.1
Data Sampel Penelitian
No.
Keterangan
Jumlah
Prosentase
1
Kuesioner yang disebar
50
100%
2
Kuesioner yang tidak kembali
10
20%
3
Kuesioner yang kembali
40
80%
4
Kuesioner yang tidak lengkap
5
10%
5
Kuesioner yang dapat diolah
35
70%
Sumber: Data Primer yang diolah, 2017
No.
1
Tabel 4.2
Data Responden Berdasarkan Jabatan
Keterangan
Kuesioner Disebar Kuesioner Kembali
Manajer
5
4
62
2
Bagian Keuangan
18
14
3
Bagian Operasional
14
10
4
Bagian Marketing
13
7
Jumlah
50
35
4.3.Karakteristik Profil Responden
Karakteristik-karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi
karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir,
agama, dan pengalaman bekerja, berikut akan dijelaskan satu per satu secara lebih
rinci:
4.3.1. Umur
Tabel 4.3
Karakteristik Responden Menurut Umur
Frequency
Valid
20-30 Tahun
31-40 Tahun
41-50 Tahun
Total
Percent
Valid Percent
11
31.4
31.4
20
57.1
57.1
4
11.4
11.4
35
100.0
100.0
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Cumulative
Percent
31.4
88.6
100.0
Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa umur responden yang bekerja BRI
Syariah Cabang Surakarta terdiri dari: 31,4 % atau sebanyak 11 responden
berumur 20-30 tahun, sebesar 57,1 % atau sebanyak 20 responden berumur 31-40
tahun, dan sebesar 11,4% atau sebanyak 4 responder berumur lebih dari 50 tahun.
63
4.3.2. Gender/Jenis Kelamin
Tabel 4.4
Karakteristik Responden Menurut Gender
Valid
Frequency
Percent
Valid Percent
Cumulative
Percent
Laki - Laki
18
51.4
51.4
51.4
Perempuan
17
48.6
48.6
100.0
Total
35
100.0
100.0
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden di BRI Syariah Cabang
Surakarta sebesar 51,4 % atau sebanyak 18 orang adalah laki-laki dan sebesar
48,6 % atau sebanyak 17 orang adalah perempuan.
4.3.3. Tingkat Pendidikan Terakhir
Tabel 4.5
Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir
Frequency
Percent
D3
1
2.9
S1
32
91.4
Valid
S2
2
5.7
Total
35
100.0
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Valid Percent
2.9
91.4
5.7
100.0
Cumulative
Percent
2.9
94.3
100.0
Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden yang bekerja BRI Syariah
Cabang Surakarta sebesar 2,9% atau sebanyak 1 responden merupakan lulusan D3.
91,4 % atau sebanyak 32 orang adalah lulusan S1. Sisanya 5,7 % atau sebanyak 2
orang merupakan lulusan S2.
64
4.3.4. Pengalaman Bekerja
Tabel 4.6
Karakteristik Responden Menurut Pengalaman Bekerja
Frequency
Percent
<1 Tahun
2
5.7
1-5 Tahun
14
40.0
Valid 5-10 Tahun
17
48.6
>10 Tahun
2
5.7
Total
35
100.0
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Valid Percent
5.7
40.0
48.6
5.7
100.0
Cumulative
Percent
5.7
45.7
94.3
100.0
Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden yang bekerja BRI Syariah
Cabang Surakarta sebesar 5,7% atau sebanyak 2 responden memiliki masa kerja
kurang dari 1 tahun, 40% atau sebanyak 14 responden memiliki pengalaman kerja
1-5 tahun, 48,6% atau 17 responden memiliki masa kerja 5-10 tahun dan sisanya
5,7% atau sebanyak 2 responden memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun.
4.4. Pengujian dan Hasil Analisis Data
4.4.1. Hasil Uji Kualitas Data
1. Hasil Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas digunakan sebagai alat pengukur suatu kuesioner yang
merupakan indicator dari variabel atau konstruk.Untuk mengukur reliabilitas
digunakan uji statistic Cronbach’s Alfa. Suatu variabel dikatakan reliabel jika
memberikan nilai Cronbach’s Alfa > 0,60 (Ghozali, 2011).
65
Tabel 4.7
Hasil Uji Reliabilitas
Variabel
Cranbach’s Alpha
Keterangan
Keefektifan Pengendalian Internal
0,755
Reliabel
Budaya Etis
0,707
Reliabel
Religiusitas Individu
0,796
Reliabel
0,858
Reliabel
Kecenderungan Kecurangan
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Table 4.7 menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha atas variabel keefektifan
pengendalian internal sebesar 0,755; budaya etis sebesar 0,707; religiusitas
individu sebesar 0,796; dan kecenderungan kecurangan sebesar 0,858. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner ini reliabel
karena nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6.
2. Hasil Uji Validitas
Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu
kuesioner.dengan membandingkan, nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of
freedom (df) = 35 - 2 = 33, untuk menguji apakah masing -masing indikator valid
atau tidak, nilai r tabel diketahui = 0,3338. Table berikut menunjukkan hasil uji
validitas dari empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu
keefektifan pengendalian internal (KPI), budaya etis (BE), religiusitas (R), dan
kecenderungan kecurangan (KK) dengan 35 sampel responden.
66
Table 4.8
Hasil Uji Validitas Keefektifan Pengendalian Internal
Corrected itemTotal Corelation
1 (KPI1)
0,721
2 (KPI2)
0,455
3 (KPI3)
0,693
4 (KPI4)
0,343
5 (KPI5)
0,462
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
No. Butir Pertanyaan
R tabel
Keterangan
0,3338
0,3338
0,3338
0,3338
0,3338
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Table 4.8 menunjukkan variabel keefektifan pengendalian internal
mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih
besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut
dinyatakan valid.
Tabel 4.9
Hasil Uji Validitas Budaya Etis
No. Butir Pertanyaan Corrected item-Total
Corelation
6 (BE1)
0,395
7 (BE2)
0,539
8 (BE3)
0,564
9 (BE4)
0,485
10 (BE5)
0,379
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
R tabel
Keterangan
0,3338
0,3338
0,3338
0,3338
0,3338
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Table 4.9 menunjukkan variabel budaya etis mempunyai kriteria valid
untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan
nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid.
Tabel 4.10
Hasil Uji Validitas Religiusitas Invidu
No. Butir Pertanyaan Corrected item-Total
Corelation
11 (R1)
0,687
12 (R2)
0,604
R tabel
Keterangan
0,3338
0,3338
Valid
Valid
67
13 (R3)
0,677
14 (R4)
0,478
15 (R5)
0,490
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
0,3338
0,3338
0,3338
Valid
Valid
Valid
Table 4.10 menunjukkan variabel religiusitas individu mempunyai kriteria
valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel
dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid.
Tabel 4.11
Hasil Validitas Kecenderungan Kecurangan
Corrected itemNo. Butir
Total Corelation
Pertanyaan
16 (KK1)
0,697
17 (KK2)
0,724
18 (KK3)
0,785
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
R tabel
Keterangan
0,3338
0,3338
0,3338
Valid
Valid
Valid
Table 4.11 menunjukkan variabel kecenderungan kecurangan mempunyai
kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih besar dari r
tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indicator tersebut dinyatakan
valid.
3. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi keefektifan
pengendalian internal, budaya etis, religiusitas individu, dan kecenderungan
kecuranganakan diuji secara statistik deskriptif seperti yang terlihat pada tabel 4.1.
68
Tabel 4.12
Descriptive Statistics
N
Mean
Std.
Deviation
24
19.14
3.173
25
25
20.51
21.09
2.188
2.571
12
5.06
2.114
Minimum Maximum
Keefektifan
35
9
Pengendalian Internal
Budaya Etis
35
15
Religiusitas Individu
35
16
Kecenderungan
35
3
Kecurangan
Valid N (listwise)
35
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Berdasarkan table 4.12 diperoleh informasi bahwa variabel, total jawaban
keefektifan pengendalian internal minimum responden sebesar 9 dan maksimum
sebesar 24, dengan rata-rata 19,14. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata
responden setuju dengan pernyataan keefektifan pengendalian internal dalam
kuesioner.
Variabel, budaya etis total jawaban minimum responden sebesar 15 dan
maksimum sebesar 25, dengan rata-rata 20,51 dan standar deviasi sebesar 2,188.
Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata responden setuju dengan pernyataan
budaya etis dalam kuesioner.
Variabel religiusitas individu, total jawaban minimum responden sebesar
16 dan maksimum sebesar 25, dengan rata-rata 21,09. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa rata-rata responden setuju dengan pernyataan religiusitas individu dalam
kuesioner.
Variabel kecenderungan kecurangan, total jawaban minimum responden
sebesar 3 dan maksimum sebesar 12, dengan rata-rata 5,06. Hasil tersebut
69
menunjukkan bahwa rata-rata responden sangat tidak setuju dengan pernyataan
kecenderungan kecurangan dalam kuesioner.
Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk variabel
keefektifan pengendalian internal, budaya etis, religiusitas individu, dan
kecenderungan kecurangan rata-rata jawaban responden adalah setuju.
4.4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik
1. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah regresi, variabel dependen
dan variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau
tidak.Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati
normal.Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan
analisis grafik (probability plot).
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
70
Gambar 4.1 memperlihatkan penyebaran data yang berada disekitar garis
diagonal dan mendekati arah garis diagonal, ini menunjukkan bahwa model
regresi telah memenuhi asumsi normal. Hasil uji normalitas berdasarkan uji
Kolmogorov-Smirnov (K-S) disajikan pada tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.13
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N
Normal Parametersa,b
Most Extreme Differences
Mean
Std. Deviation
Absolute
Positive
Negative
Test Statistic
Asymp. Sig. (2-tailed)
Monte Carlo Sig. (2- Sig.
tailed)
99% Confidence
Interval
Lower Bound
Upper Bound
35
.0000000
1.76815124
.084
.084
-.061
.084
.200c,d
.948e
.942
.954
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Menurut tabel 4.13 di atas, hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan
bahwa data penelitian ini berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari nilai statistik
Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,084 dan signifikan pada 0,05 (karena p = 0,200 >
dari 0,05). Jadi tidak dapat menolak H0 yang mengatakan bahwa residual
terdistribusi secara normal atau dengan kata lain bahwa data penelitian ini
berdistribusi normal.
71
2. Hasil Uji Multikolinieritas
Untuk mendeteksi adanya masalah multikolonieritas dalam penelitian ini
dengan menggunakan nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Regresi yang terbebas dar problem multikolonieritas apabila nilai VIF < 10 dan
nilai tolerance > 0,10 maka data tersebut tidak ada multikolonieritas (Ghozali,
2011). Berikut ini disajikan hasil uji multikolonieritas dengan menggunakan nilai
tolerance dan VIF, yaitu:
Tabel 4.14
Hasil Uji Multikolonieritas
Model
Collinearity Statistic
Tolerance
VIF
(Constant)
Keefektifan
0,947
1,056
Pengendalian Internal
Budaya Etis
0,983
1,083
Religiusitas Individu
0,909
1,090
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Keterangan
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Tidak terjadi multikolinieritas
Berdasarkan table 4.14 di atas terlihat nilai tolerance mendekati angka 1
atau > 0,10 dan nilai VIF di sekitar angka 1 atau < 10 untuk setiap variabel, yang
ditunjukkan dengan nilai tolerance untuk keefektifan penendalian internal sebesar
0,947, budaya etis sebesar 0,924, dan religiusitas individusebesar 0,918. Dengan
nilai VIF untuk keefektifan pengendalian internal sebesar 1,056, budaya etis
sebesar 1,083, dan religiusitas individusebesar 1,090.Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa model persamaan regresi tidak terdapat multikolonieritas dan
dapat digunakan dalam penelitian ini.
72
3. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah sebuah model
regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap.Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas
menggunakan analisis grafik scatterplot.
Gambar 4.2
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Gambar 4.2 menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan tidak
membentuk pola tertentu serta tersebar diatas dan dibawah angka 0 (nol) pada
sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi
layak digunakan. Hasil uji heteroskedastisitas berdasarkan uji Glejser disajikan
pada tabel 4.15 berikut ini:
73
Tabel 4.15
Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Glejser
Coefficientsa
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
Std. Error
Beta
1
(Constant)
5.046
2.396
TKPI
-.095
.061
-.271
TBE
-.014
.091
-.027
TR
-.073
.078
-.168
a. Dependent Variable: ABS_RES1
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
t
2.106
-1.553
-.149
-.936
Sig.
.043
.131
.882
.357
Dari hasil uji Glejser pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa tidak ada
variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel
dependen nilai Absolut Residual 1 (ABS_RES1).Hal ini terlihat dari probabilitas
signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%.Jadi dapat disimpulkan model
regresi tidak mengandung adanya Heteroskedastisitas.
4.4.3. Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Pengujian dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi
berganda.Uji statistik t digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh masingmasing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen.
Pengujian ini menggunakan level of significant () 0,05. Tabel 4.18 menyajikan
hasil uji statistik t secara keseluruhan dalam penelitian ini, yaitu:
74
Tabel 4.16
Hasil Uji Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Standa
Unstandardize rdized
d Coefficients Coeffi
cients
Std.
B
Beta
Error
Correlations
t
Sig.
ZeroPartial
order
1 (Cons
20.194 4.212
4.794 .000
tant)
TKPI
-.225
.103 -.338 -2.186 .036 -.321
TBE
-.240
.151 -.248 -1.589 .122 -.363
TR
-.277
.137 -.318 -2.026 .051 -.320
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Part
-.366 -.329
-.274 -.239
-.342 -.304
Collinearity
Statistics
Toler
ance
VIF
.947 1.056
.924 1.083
.918 1.090
Dari tabel 4.16 di atas diketahui bahwa persamaan dalam regresi linear
berganda dalam penelitian ini adalah :
Y = 20,194 -0,225X1 - 0,240X2 – 0,277X3 + 4,212
Dari persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa:
1.
Nilai konstanta () diperoleh sebesar 20,194 mengindikasikan bahwa jika
variabel independen keefektifan pengendalian internal, budaya etis,
religiusitas individu adalah nol maka kecenderungan kecurangan sebesar
20,194.
2.
Nilai koefisien regresi variabel X1 yaitu keefektifan pengendalian internal (b1)
bernilai negatif yaitu 0,225 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan
keefektifan pengendalian internal sebesar 1 poin, sementara asumsi variabel
independen lain nilainya tetap, maka menurunkan perilaku kecenderungan
kecurangansebesar 0,225 dengan presentase 22,5% atau dengan kata lain nilai
75
koefisien regresi untuk variabel keefektifan pengendalian internal adalah
bernilai negatif menyatakan bahwa apabila semakin tinggi tingkat keefektifan
pengendalian internalmaka menurunkan intensi untuk melakukan kecurangan.
3.
Nilai koefisien regresi variabel X1 yaitu budaya etis (b2) bernilai negatif yaitu
0,240 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan budaya etis sebesar 1 poin,
sementara asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka menurunkan
perilaku kecenderungan kecurangansebesar 0,240 dengan presentase 24%
atau dengan kata lain nilai koefisien regresi untuk variabel budaya etis adalah
bernilai negatif menyatakan bahwa apabila semakin tinggi tingkat budaya etis
maka menurunkan intensi untuk cenderung melakukan kecurangan.
4.
Nilai koefisien regresi variabel X1 yaitu religiusitas individu (b3) bernilai
negatif yaitu 0,277 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan religiusitas
individu sebesar 1 poin, sementara asumsi variabel independen lain nilainya
tetap, maka menurunkan perilaku kecenderungan kecurangansebesar 0,277
dengan presentase 27,7% atau dengan kata lain nilai koefisien regresi untuk
variabel religiusitas individu adalah bernilai negatif menyatakan bahwa
apabila semakin tinggi tingkat religiusitas individu maka menurunkan intensi
untuk cenderung melakukan kecurangan.
5.
Error dalam pengujian ini sebesar 4,212 yang berarti bahwa pada populasi
penelitian (karyawan bank BRI Syariah Cabang Surakarta) terdapat selisih
antara nilai duga dengan nilai hasil pengamatan sebesar 4,212.
76
4.4.4. Uji Ketepatan Model
1. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Dalam
penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu keefektifan pengendalian
internal, budaya etis, dan religiusitas individu. Sedangkan variabel dependennya
adalah kecenderungan kecurangan. Adapun hasil uji koefisien Adjusted R Square
disajikan dalam table 4.17 berikut ini:
Tabel 4.17
Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
.548a
.300
a. Predictors: (Constant), TR, TKPI, TBE
b. Dependent Variable: TKK
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
.232
Std. Error of the
Estimate
1.852
Pada tabel 4.17 memperlihatkan Adjusted R Square sebesar 0,232. Hal ini
berarti 23,2% variabel kecenderungan kecurangan dapat dijelaskan oleh variabel
keefektifan pengendalian internal, budaya etis, religiusitas individu. Sedangkan
sisanya yaitu sebesar (100% - 23,2% = 76,8%) dijelaskan oleh variabel-variabel
lain diluar model penelitian.
77
2. Hasil Uji Statistik F
Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel 4.18.Uji statistik F digunakan
untuk melihat kesesuaian model regresi yang telah dibuat, daerah penolakan
adalah p-value (Sig.) <.
Tabel 4.18
Hasil Uji Statistik F
ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
1 Regression
45.590
3
15.197
Residual
106.296
31
3.429
Total
151.886
34
a. Dependent Variable: TKK
b. Predictors: (Constant), TR, TKPI, TBE
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
F
4.432
Sig.
.011b
Pada tabel 4.18 nilai F diperoleh dengan tingkat signifikansi 0,011 atau
lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh kecenderungan keceuranganatau dapat dikatakan bahwa model regresi
yang dipilih sudah tepat digunakan untuk penelitian ini.
4.5.
Hasil Uji t
Uji t digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh masing - masing
variabel independen secara individual terhadap variabel dependen.Tabel
menyajikan hasil uji t secara keseluruhan dalam penelitian ini, yaitu:
78
Tabel 4.19
Hasil Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
B
Std. Error
1 (Constant)
20.194
4.212
TKPI
-.225
.103
TBE
-.240
.151
TR
-.277
.137
a. Dependent Variable: TKK
Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20
Standardized
Coefficients
Beta
-.338
-.248
-.318
t
4.794
-2.186
-1.589
-2.026
Sig.
.000
.036
.122
.051
Pengujian ini mengunakan tingkat signifikansi 5% atau 0,05.Sesuai
hipotesis penelitian ini merupakan penelitian uji dua arah, yang berarti belum
diketahui arahnya. Dalam mencari nilai t tabel hal pertama yang dilakukan adalah
menghitung df.Rumus derajat bebas / degree of freedom (df) adalah n – k. Dimana
n = banyak observasi sedangkan k = banyaknya variabel (bebas dan terikat).
Penghitungan df bisa dilihat pada rumus dibawah ini:
Df
=n–k
= 35 – 4
= 31
Sesuai tingkat signifikansi, perhitungan df, dan hipotesis pada penelitian ini dapat
dilihat bahwa nilai two tailed untuk t tabel adalah2,03951.
Pada tabel hasil uji t juga diketahui nilai t hitung setiap variabel
independen.Apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka H0 ditolak, yang berarti
bahwa ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji t
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
79
1. Variabel Keefektifan Pengendalian Internal
Hasil analisis uji t untuk variabel keefektifan pengendalian internal diperoleh
nilai thitung sebesar 2,186 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Hal ini menunjukkan bahwa
nilai thitunglebih besar dari nilai ttabel. Kemudian untuk nilai probabilitas sebesar
0,036 artinya lebih kecil dari nilai signifikansinya 0,05. Perolehan tersebut berarti
H0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa keefektifan pengendalian internal
berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.
2. Variabel Budaya Etis
Hasil analisis uji t untuk variabel budaya etis diperoleh nilai thitungsebesar
1,589 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung
lebih kecil dari nilai ttabel. Kemudian untuk nilai probabilitas sebesar 0,122 artinya
lebih besar dari nilai signifikansinya 0,05. Perolehan tersebut berarti H0 diterima
atau dapat dikatakan bahwa budaya etis tidak berpengaruh signifikan terhadap
kecenderungan kecurangan.
3. Variabel Religiusitas Individu
Hasil analisis uji t untuk variabel religiusitas diperoleh nilai thitung sebesar
2,026 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung
lebih kecil dari nilai ttabel. Kemudian untuk nilai probabilitas sebesar 0,051 artinya
lebih besar dari 0,05. Perolehan tersebut berarti H0 diterima atau dapat dikatakan
bahwa religiusitas individu tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan
kecurangan.
80
4.6.
Pembahasan Hasil Analisis Data
4.6.1. Pengaruh
Keefektifan
Pengendalian
Internal
Terhadap
Kecenderungan Kecurangan
Hasil analisis uji t untuk variabel keefektifan pengendalian internal
diperoleh nilai thitung sebesar 2,186 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel dan nilai probabilitas
sebesar 0,036 artinya lebih kecil dari 0,05 maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima,
yang artinya variabel keefektifan pengendalian internal mempunyai pengaruh
yang signifikan terhadap kecenderungan kecurangan dengan nilai negative.
Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat keefektifan
pengendalian internal maka menurunkan intensi untuk cenderung melakukan
kecurangan, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat keefektifan
pengendalian internal maka meningkatkan intensi untuk cenderung melakukan
kecurangan.Wilopo (2006) menyebutkan bahwa pengendalian intern sangat
penting untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia
serta untuk menguangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai
dengan aturan.
Pernyataan tersebut juga disetujui oleh Susanto (2008) dalam Lestari
(2015) yang menjelaskan bahwa pengendalian intern yang efektif akan membantu
melindungi asset perusahaan, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan
manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan dan
peraturan
yang
berlaku
serta
penyimpangan, dan pelanggaran.
mengurangi
risiko
terjadinya
kerugian,
81
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukann oleh wilopo
(2006) yang mengungkapkan bahwa keefektifan pengendalian internal mampu
mempengaruhi adanya kecenderungan kecurangan dalam cakupan khusus
akuntansi. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Najahningrum (2013), dalam
penelitiannya keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap
kecenderungan kecurangan (fraud) di sektor publik dan Lestari (2015) di Koperasi
Simpan Pinjam Buleleng.
Kaitannya dengan variabel kecenderungan kecurangan dapat diindikasikan
bahwa responden cukup memahami pentingnya pengendalian yang efektif guna
menurunkan tingkat kecenderungan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan
Bank BRI Syariah Cabang Surakarta.Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian Devi (2011) yang menemukan bahwa pengendalian internal tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan.
4.6.2. Pengaruh Budaya Etis Terhadap Kecenderungan Kecurangan
Hasil analisis uji t untuk variabel budaya etis diperoleh nilai thitung sebesar
1,589 dan nilai ttabel sebesar 2,039 dan nilai probabilitas sebesar 0,122artinya lebih
besar dari 0,05maka Ho2 diterima dan Ha2 ditolak, yang artinya variabel budaya
etis tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan
kecurangan. Hasil pengujian mendapatkan bahwa budaya etis tidak memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.Hasil ini tidak
mendukung hipotesis penelitian. Hasil penelitian tersebut karena budaya etis
merupakan nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk
82
bagaimana orang – orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal
yang bisa dilakukan.
Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi berkalitan dengan aspek
subjektif dari seseorang dalam memaham apa yang terjadi dalam suatu organisasi.
Kemudian, budaya etis dapat memberikan pengaruh dalam nilai – nilai dan norma
– norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari.
Dengan diterapkannya suatu budaya etis dalam organisasi tidak mempengaruhi
seseorang untuk dapat melakukan tindakan yang beretika, oleh karena itu
kecenderungan untuk melakukan kecurangan pun tidak terhindarkan.Hal ini
disebabkan budaya etis berkaitan dengan aspek subjektif (pribadi masing –
masing). Jika seseorang bekerja di perusahaan yang menerapkan budaya beretika
yang baik, apabila muncul keinginan untuk melakukan kecurangan maka dengan
berbagai cara seorang tersebut akan melakukannya, tanpa mengindahkan budaya
etis perusahaaan tersebut.
Jadi, secara rasional lingkungan yang lebih etis sekalipun tidak menjamin
karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut akan bersikap secara etis. Dapat
disimpulkan bahwa budaya etis yang baik tidak dapat mencegah adanya
kecenderungan kecurangan yang terjadi.Penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian Chandra (2015) menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh budaya etis
organisasi terhadap kecenderungan kecurangan dalam bidang akuntansi.
83
4.6.3. Pengaruh
Religiusitas
Individu
Terhadap
Kecenderungan
Kecurangan
Hasil analisis uji t untuk variabel religiusitas diperoleh nilai thitung sebesar
2,026 dan nilai ttabel sebesar 2,039 dan nilai probabilitas sebesar 0,051 artinya
lebih besar dari 0,05 maka Ho3 diterima dan Ha3 ditolak, yang artinya variabel
religiusitas individu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
kecenderungan kecurangan. Hasil pengujian mendapatkan bahwa religiusitas
individu tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan
kecurangan.Hasil ini tidak mendukung hipotesis penelitian.
Religiusitas didifinisikan sebagai suatu sistem yang terintegrasi dari
keyakinan (belief), gaya hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan
makna dalam kehidupan manusia dan mengarahkan manusia pada nilai-nilai suci
atau nilai-nilai tertinggi (Glock dan Stark dalam Pamungkas, 2014). Peran agama
dapat mempengaruhi sikap individu, termasuk di dalam bersikap terhadap
pelaporan keuangan usaha. Religiusitas sesorang akan mempengaruhi tingkat
tanggungjawabnya terhadap informasi yang akan dilaporkannya. Hal ini terkait
dengan peningkatan kejujuran, keadilan dalam informasi.
Namun Dyreng, Mayew dan Williams (2010) dalam Sulistiyo (2014)
menemukan bukti baru tentang peran agama dan norma-norma sosial dalam
pelaporan keuangan perusahaan di Amerika Serikat.Manajer perusahaan dengan
kepatuhan agama yang tinggi menunjukkan penyimpangan lebih kecil dari
harapan.Hasil tersebut di atas secara keseluruhan dan secara individual dilihat dari
84
dimensi kepatuhan agama Katolik dan Protestan. Kasus tersebut
mampu
mendukung penelitian ini.
Sejalan dengan penjelasan budaya organisasi yang etis berkaitan dengan aspek
subjektif dari seseorang dalam memaham apa yang terjadi dalam suatu organisasi.
Sehingga setinggi apapun tingkat religiusitas seseorang tidak mempengaruhi
seseorang untuk cenderung melakukan kecurangan.Karena faktor keinginan untuk
memperkaya diri dan kebutuhan mendesak seseorang lebih mempengaruhinya.
85
BAB V
PENUTUP
5.1.
Kesimpulan
Penelitian ini meneliti tentang keefektifan pengendalian internal, budaya
etis, dan religiusitas invidu terhadap kecenderungan kecurangan. Analisis
dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dengan program
Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver. 20.Populasi dalam penelitian
ini adalah karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat
disimpukan menjadi beberapa poin di bawah ini:
1. Terdapat pengaruh signifikan pada variabel keefektifan pengendalian internal
terhadap kecenderungan kecurangan di BRI Syariah Cabang Surakarta.
2. Tidak terdapat pengaruh signifikan pada variabel budaya etis terhadap
kecenderungan kecurangan di BRI Syariah Cabang Surakarta.
3.
Tidak terdapat pengaruh signifikan pada variabel religiusitas individu
terhadap kecenderungan kecurangan di BRI Syariah Cabang Surakarta.
5.2.
Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan
dalam penelitian ini adalah:
1.
Sedikitnya kuesioner yang dapat diolah karena penelitian dilakukan ketika
bulan Ramadhan dan mendekati cuti bersama Lebaran, yang mana pekerjaan
86
karyawan lebih banyak, sehingga tidak semua karyawan bersedia menjadi
responden.
2.
Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
kuesioner. Adapun keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner
yaitu terkadang jawaban yang diberikan oleh responden tidak menunjukkan
keadaan yang sesungguhnya. Sehingga berpengaruh pada tidak signifikannya
hasil uji hipotesis yang menguji hubungan ketiga variabel yaitu: keefektifan
pengendalian internal, budaya etis, dan religiusitas terhadap kecenderungan
kecurangan.
5.3.
Saran–saran
Saran yang didasarkan beberapa kesimpulan dan keterbatasan yang ada dalam
penelitian ini adalah:
1.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convinience
samplingyaitu sampel diperoleh dari anggota – anggota populasi yang mudah
diperoleh dan mampu menyediakan informasi tersebut (Sekaran, 2003:35).
Dalam penelitian ini hanya dapat mengumpulkan sampel sebanyak 35
responden. Meskipun jumlah sampel ini sudah sesuai dengan teknik
pengambilan jumlah sampel yang dijelaskan oleh Sugiyono(2012), dimana
dikatakan bahwa sebaiknya ukuran sampel diantara 30 sampai 500 elemen.
Namun, diharapkan penelitian berikutnya dapat menggunakan sample yang
lebih banyak lagi.
2.
Penelitian ini hanya menggunakan responden dari satu Bank Syariah saja,
sehingga hasilnya sangat minimum dan tidak mampu mengeneralisir untuk
87
semua Bank Syariah. Jadi untuk penelitian kedepannya diharapkan
menggunakan lebih dari satu Bank Syariah.
3.
Kepada perusahaan diharapkan untuk lebih menerapkan peraturan serta
kebijakan dalam pemantauan dan evaluasi atas kegiatan pengendalian intern
perusahaan.
88
DAFTAR PUSTAKA
Alinson.(2006). Fraud Auditing.http://www.reindo.co.id. Diakses tanggal 13
Februari 2017
Adinda, Y. M. (2015). Faktor yang mempengaruhi terjadinya kecurangan (fraud)
di sektor pemerintahan klaten.Accounting Auditing Journal 4 (3).ISSN
2252-6765.
Ancok, D., dan Suroso F. N. (2004). Psikologi islam solusi islam atas problem –
problem psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Arens, A. J., and Beasley, M. S. (2008). Auditing & assuranceservices an intergal
apporoaach. Jakarta: Erlangga
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). (2016). Report to the nation
onoccupational fraud and abuse.
Chandra, D. P. (2015).Determinan terjadinya kecenderungan kecuranganakuntansi
(fraud) pada dinas pemerintah se kabupatengrobogan. Accounting Auditing
Journal 4 (3) (2015). ISSN 2252-6765
Devi, N. S. (2011). Pengaruh kompensasidan sistem pengendalian intern
terhadapkecenderungan kecurangan akuntansi(studi empiris pada kantor
cabang bankpemerintah dan swasta di kota padang). Jurnal auditing UNP :
Padang.
Djumena, E. Bank mega syariah terseret kasus investasi emas?.Diakses tanggal 2
Maret
2017,
http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/08/0821423/Bank.Mega.S
yariah.Terseret.Kasus.Investasi.Emas.
Ghozali, I. (2011). Aplikasi analisis multivariate dengan program ibm spss 19. Ed
kelima. Semarang:Universitas Diponegoro.
Gujarati, D. N., dan Porter, D. C. (2012). Dasar – dasar ekonometrika. Jakarta:
Salemba Empat.
Halim, A. (2003). Auditing (Jilid 1). Yogyakarta: UPP AA YKPN.
Ikatan Akuntan Indonesia.(2009). Standar profesional akuntan publik. Jakarta:
Salemba Empat
Kusumastuti, N. R. (2012). Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kecenderungan kecurangan akuntansi dan perilaku tidak etis sebagai
variabel intervening.Jurnal Akuntansi Auditing UNDIP.
89
Lestari, K. A. (2015). Pengaruh pengendalian internal dan budaya etis organisasi
terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) pada koperasi simpan pinjam di
kecamatan buleleng.E-journal Volume 3 No. 1 Tahun 2015
Mulyadi. (2008). Sistem Akuntansi edisi 3. Jakarta: Salemba Empat.
Najahningrum, A. F. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi fraud: persepsi
pegawai dinas provinsi DIY.Accounting Analysis Journal 2.3 .
Najib,H., dan Rini. (2016). Analisis faktor yang mempengaruhi fraud
di bank syariah.Simposium Nasional Akuntansi XIX Lampung
Ningsaptiti, R. (2010). Analisis pengaruh ukuran perusahaan dan mekanisme
corporate governance terhadap manajemen laba studi emiris pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia 2006-2008).
Norbarani,
L.
(2012).
Pendeteksiankecuranganlaporankeuangandengananalisisfraud
triangle
yang diadopsidalam sas no.99.Journal Managerial Accounting
Semarang :Fakultas Ekonomi UNDIP
Pamungkas, I. D. (2014). Pengaruh religiusitas dan rasionalisasi dalam mencegah
dan mendeteksikecenderungan kecurangan akuntansi.Jurnal Ekonomi dan
bisnis volume 15 nomor 2 ISSIN1693-0008
Prabowo, D. (2013). Kredit fiktif bsm terendus sejak 2012, 3 pegawai sudah
dipecat.
Diakses
tanggal
24
Februari
2017,
http://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/24/2349078/Kredit.Fiktif.BS
M.Terendus.sejak.2012.3.Pegawai.Sudah.Dipecat
Priyanto, D. (2008). Mandiri belajar spss. Yogyakarta: Mediakom
PSA No. 69 pertimbangan atas pengendalian intern (SA Seksi: 319)
Rae et al. (2008).Quality of internal control procedures: antecedents and
moderating effect on organisational justice and employess
fraud.Managerial AuditingJournal 2.2 2008: 104-124.
Rahmawati, A. P. (2012). Analisis faktorinternal dan
manajementerhadap kecenderungan kecuranganakuntansi.
moralitas
Rini. (2014). The effect of audit committee role and sharia supervisiory board
role on financial reporting quality atislamic banks in indonesia.Jurnal of
Economics, Business, and Accountancy VenturaVo.17, No.1, page 145-156,
April 2014.
Riyanto, M. (2009).Mengembangkan perilaku
organisasi.Orbith Vol.5 no. 1 Maret 2009:18-23
etis
sebagai
budaya
Sekaran, U. 2007. Research Methods for Business. Jakarta: Salemba Empat.
90
Sugiyono. (2013). Statistika untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta
Sulistiyo, H. (2014). Relevansi nilai religius dalam mencegah perilaku
disfungsional audit.Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi. No.
36/Th.XXI / April 2014
Sulistiyowati. (2007). Pengaruh kepuasan gaji dan kultur organisasi terhadap
persepsi aparatur pemerintah daerah tentang tindak korupsi. Jurnal
Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Melalui www.google.com
Thoyibatun, Siti. (2009). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku tidak
etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi serta akibatnya terhadap
kinerja organisasi.Jurnal Ekonomi dan Keuangan volume 16 nomor 2:245260.
Tuanakotta,
T.
(2007).Akuntansiforensik&
audit
investigatif.
Jakarta:LembagaPenerbitFakultasEkonomiUniversitas Indonesia.
Widoyoko, E. P. (2012). Teknik penyusunan instrumen penelitian.Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Wijaya, A. S. (2012). Kasus gadai emas perburuk citra produk syariah.Diakses
tanggal
24
Februari
2017.https://m.tempo.co/read/news/2012/10/04/087433724/kasus-gadaiemas-perburuk-citra-produksyariah.
Wilopo.(2006).
Analisis
faktor-faktor
yangberpengaruh
terhadap
kecenderungankecurangan akuntansi studi padaperusahaan publik dan
perusahaan badanusaha milik negara.SNA IX : Padang.
www.brisyariah.co.id (Diakses tanggal 10 Juni 2017 pukul 15.40 WIB)
Download