1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Secara umum, kecurangan atau fraud merupakan suatu kesalahan yang dilakukan secara sengaja.Konsep kecurangan atau fraud merupakan penyimpangan dari prosedur akuntansi yang seharusnya diterapkan dalam suatu entitas. Penyimpangan tersebut akan berdampak pada laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Statement of Auditing Standartmendefinisikan fraud sebagai tindakan kesengajaan untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan yang merupakan subyek audit. Salah saji material dalam laporan keuangan akan menyesatkan stakeholder atau pengguna laporan keuangan karena informasi yang ada dalam laporan keuangan tersebut tidak mencerminkan kondisi perusahaan yang sebenarnya. Berdasarkan fungsi dan peranan laporan keuangan tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa dalam suatu entitas sering ditemukan praktik kecurangan, khususnya kecurangan pada laporan keuangan guna memenuhi ekspektasi atau harapan dari stakeholder yang bersangkutan.Disamping itu, adanya benturan kepentingan antara pihak manajemen dan pemegang saham juga dapat mendorong terjadinya praktik manipulasi laporan keuangan, baik untuk kepentingan pribadi maupun kepentingan pihak-pihak tertentu.Hal tersebut tentu dapat mempengaruhi kewajaran dan keandalan dalam penyajian laporan keuangan sehingga informasi yang disajikan menjadi bias, tidak akurat serta menyesatkan (Pamungkas, 2014). 2 Pada sektor publik kecenderungan kecurangan dilakukan dalam bentuk kebocoran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sed sedangkan di sektor swasta bentuk kecenderungan kecurangan akuntansi terjadi dalam bentuk yang sama yaitu ketidaktepatan dalam membelanjakan sumber dana (Thoyibatun, 2009). ). Menurut laporan dari Association of Certified Fraud Examiners Examiners(ACFE) tahun 2016 kecurangan gan paling banyak terjadi pada sektor perbankan. Gambar 1.1 Tingkat Kecurangan Akuntansi Sektor Perindustrian Sumber: Association of Certified Fraud Examiners 2016 Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak (UU No. 10 Tahun 1998). Saat ini di Indonesia di kenal dua jenis bank yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional dan bank 3 yang menjalankan usahanya berdasarkan prinsip syariah atau yang di sebut bank syariah (Najib, 2016). Perkembangan perbankan syariah di Indonesia semakin pesat pasca disahkannya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Dalam laporan Statistika Perbankan Syariah 2016 menyatakan bahwa bank umum syariah sejumlah 13 bank dengan jumlah kantor 1.869 yang tersebar di seluruh Indonesia. Salah satu bank umum syariah tersebut adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI) syariah, yang telah membuka cabang pada lebih 150 kota di indonesia (www.brisyariah.co.id). Semakin berkembangnya bank syariah berimplikasi pada semakin besarnya tantangan yang harus dihadapi bank syariah, di mana tantangan terbesar adalah untuk mempertahankan citra dan nama baik di mata nasbah agar tetap menjaga kepercayaan serta loyalitas nasabah kepada bank syariah (Falikhatun, 2012). Maradita (2014) dalam Najib dan Rini (2016) menyatakan bahwa sebagaimana yang diketahui bank syariah merupakan bank yang menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah yang bersumber dari AlQur’an, Hadist dan Ijmak para ulama yang diterapkan baik dilingkungan dalam maupun luar perusahaan. Kemudian timbul pertanyaan apakah adanya unsur syariah menjamin suatu lembaga terbebas dari tindak kecurangan (fraud)?Kenyataannya tidak, terbukti dengan adanya kasus-kasus fraud yang terjadi di lembaga syariah.Sebagai bukti terdapat kasus di mana nasabah melaporkan bank syariah, seperti yang dialami 4 oleh BRI Syariah terkait gadai emas, nasabah merasa dirugikan karena tindak penyelewengan yang dilakukan oleh pihak intern (Wijaya, 2012;Djumena, 2014). Tidak hanya di Indonesia, beberapa kasus pada bank syariah juga pernah terjadi di negara lain, seperti yang terjadi pada Dubai Islamic Bank yang kehilangan sekitar US$ 300 miliar akibat manipulasi laporan keuangan dan pada Islamic Bank of South Africa yang bangkrut pada tahun 1997 dengan hutang antara R50 juta hingga R70 juta yang disebabkan oleh manajemen yang buruk serta sistem akuntansi dan manajemen yang buruk (Rini, 2014). Adanya kasuskasus tersebut membuktikan bahwa tidak ada jaminan bahwa lembaga syariah terutama bank yang berbasis syariah bebas dari tindakan fraud. Laporan keuangan dalam entitas pemerintahan sangat erat hubungannya dengan kepentingan publik.Untuk itu, seharusnya laporan keuangan disajikan secara wajar dan tidak mengandung unsur kecurangan atau fraud.Kecurangan atau fraud bisa saja dilakukan oleh manajer sampai pegawai.Statement of auditing standard No. 99 mendefinisikan fraud sebagai tindakan kesengajaan untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan yang merupakan subyek audit.Alinson (2006) dalam artikel yang berjudul Fraud Auditing menyatakan kecurangan merupakan bentuk penipuan yang sengaja dilakukan, sehingga dapat menimbulkan kerugian tanpa disadari oleh pihak yang dirugikan tersebut dan memberikan keuntungan bagi pelaku kecurangan. Kecurangan dapat dikaitkan oleh beberapa teori yang mendasari lahirnya tindakan tersebut. Salah satu diantaranya adalah teori Fraud Triangle yang dikembangkan oleh Cressey (1953) dalam Najahningrum (2013), mengatakan 5 bahwa fraud disebabkan oleh tiga faktor, yaitu: (1) Pressure atau tekanan, (2) Oportunity atau kesempatan, (3) Rationalizationatau pembenaran. Secara skematis Association of Certified Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree.Pohon ini menggambarkan cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya.Occupational fraud tree ini mempunyai 3 cabang utama yakni Asset Misappropriation (Penyalahgunaan Aset), fraudulent statement (Kecurangan Pernyataan Laporan Keuangan) , dan Corruption ( Korupsi ). Asset Misappropriation meliputi penyalahgunaan atau pencurian asset atau harta perusahaan atau pihak lain. Fraud jenis ini juga merupakan jenis fraud yang frekuensi terjadinya paling sering dan biasanya dilakukan oleh pegawai yang kurang memiliki pengaruh atau wewenang dalam organisasi.Fraudulentstatement meliputi tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya dengan melakukan rekayasa keuangan (financial engineering) dalam penyajian laporan keuangannya untuk memperoleh keuntungan. Christofel (2010) dalam Najahningrum (2013) Corruption (Korupsi) merupakan jenis fraud yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama dengan pihak lain seperti suap dan korupsi, di mana hal ini merupakan jenis yang terbanyak yang terjadi di negara-negara berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan. Korupsi merupakan jenis fraud yang sering dilakukan oleh seseorang dengan jabatan atau wewenang yang tinggi pada suatu 6 perusahaan. Frekuensi fraud jenis ini lebih jarang dibandingkan dengan asset missapropriation akan tetapi lebih merugikan perusahaan dikarenakan nominalnya yang relatif lebih tinggi. Menurut Goolsarran (2006) dalam Kurniawan (2009), korupsi menyebabkan sejumlah dampak terhadap perekonomian dimana: (1) barang dan jasa menjadi lebih banyak memakan biaya sehingga merugikan kualitas dan standar hidup masyarakat; (2) perdagangan yang terdistorsi karena preferensi lebih diberikan kepada barang dan jasa yang dapat menawarkan tingkat penyuapan yang tinggi; (3) akumulasi tingkat hutang jangka panjang yang tinggi akibat dari kecenderungan pemerintahan yang korup untuk memakai dana pinjaman luar negeri dalam membiayai proyek-proyek yang padat modal; serta (4) terjadinya missalokasi sumberdaya yang langka dan tidak diperhatikannya sejumlah daerah yang membutuhkan prioritas pembangunan akibat pejabat yang korup lebih mementingkan daerah lain yang dapat menghasilkan lebih banyak keuntungan pribadi untuk dirinya. Motivasi seseorang melakukan kecurangan atau fraud relatif bermacammacam.Salah satu teori yang menjelaskan tentang motivasi seseorang melakukan fraud adalah Fraud Triangle Theory.Fraud triangle terdiri atas tiga komponen yaitu opportunity (kesempatan), pressure (tekanan), dan rationalization (rasionalisasi). Kesempatan merupakan suatu kondisi yang memungkinkan seseorang bisa melakukan kecurangan.Kondisi tersebut sebenarnya dapat dikendalikan oleh perusahaan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya kondisi tersebut 7 dalam lingkup entitas perusahaan perbankan antara lain keefektifan pengendalian internal. Beberapa mempengaruhi pengendalian penelitian terdahulu menunjukkan kecenderungan kecurangan internal.Penelitian Wilopo (fraud) (2006) faktor-faktor terhadap yang keefektifan menunjukkan bahwa pengendalian intern, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi akuntansi dan moralitas manajemen berpengaruh positif terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan. Pristiyanti (2012) melakukan penelitian pada pemerintah kota dan Kabupaten Semarang. Hasilnya menunjukkan bahwa sistem pengendalian internal, kepatuhan pengendalian internal, budaya etis organisasi, dan komitmen organisasi berpengaruh terhadap kecurangan. Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah apabila pengendalian internal lemah maka akan menyebabkan kekayaan perusahaan tidak terjamin keamanannya, informasi akuntansi yang tidak teliti dan tidak dapat di percaya, tidak efektif dan efisiennya kegiatan-kegiatan operasional perusahaan serta tidak dapat di patuhinya kegiatan manajemen yang di tetapkan. Sebaliknya apabila suatu pengendalian internal dalam perusahaan berjalan efektif maka kekayaan perusahaan akan terjamin keamananya. Definisi tersebut terbukti dengan penelitian yang dilakukan oleh Wilopo (2006) bahwa pengendalian internal yang efektif memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kecederungan kecurangan akuntansi. Namun, hasil penelitian Wilopo (2006) dibantah oleh penelitian dari Devi (2011) yang membuktikan bahwa pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap 8 kecurangan akuntansi pada kantor cabang bank pemerintah dan swasta yang berada di kota padang. Menurut Skousen (2009) dalam Pamungkas (2014) rasionalisasi adalah komponen penting dalam banyak kecurangan, rasionalisasi menyebabkan pelaku kecurangan mencari pembenaran atas perbuatannya.Rasionalisasi merupakan bagian dari fraud triangle yang paling sulit diukur.Budaya etis dalam organisasi merupakan faktor yang diduga dijadikan alasan pembenaran mengapa pegawai melakukan kecurangan. Etis disini bermakna etika dalam suatu organisasi manajemen. Chandra (2015) menyebutkan bahwa etika manajemen akan menjadi tolok ukur seorang pegawai dalam melakukan tindakan, karena seorang individu lebih sering mengikuti tindakan yang dilakukan oleh sebagian besar orang yang ada didalam suatu organisasi, maka individu merasa apa yang dilakukannya sudah benar karena sebagian besar rekannya juga melakukan hal yang sama walaupun yang dilakukan itu merupakan suatu bentuk tindakan kecurangan. Pendapat lain tentang pengertian budaya etis dikemukakan oleh Najahningrum (2013) yaitu, sistem nilai-nilai yang diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, serta dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai sistem perekat, dan dijadikan acuan perilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Pada penelitian Sulistyowati (2007) menyatakan adanya pengaruh kulturetis organisasi terhadap kecurangan (fraud). Budaya organisasi yang kuat 9 akan memicu karyawan untuk berfikir, berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai-nilai organisasi. Sehingga, semakin kuat budaya etis organisasi, semakin sedikit kecurangan yang mungkin akan dilakukan oleh karyawan. Jadi, dalam penelitian ini, rasionalisasi (rationalization) diproksikan dengan persepsi mengenai komitmen organisasi dan budaya etis organisasi (Najahningrum, 2013). Variabel terakhir yang digunakan dalam penelitian ini adalah religiusitas individu. Menurut Glock dan Stark dalam Pamungkas (2014) religiusitas didifinisikan sebagai suatu sistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam kehidupan manusia dan mengarahkan manusia pada nilai-nilai suci atau nilai-nilai tertinggi. Hasil penelitian Barnett, Bass dan Brown (1996) dalam Pamungkas (2014) menunjukkan bahwa religiusitas mempengaruhi standar moral seseorang. Manusia yang memiliki level religiusitas yang tinggi akan lebih mampu mengontrol diri, mempunyai rasa empati dan memperhatikan kepentingan orang lain. Lebih lanjut penelitian Pamungkas (2014) membuktikan bahwa religiusitas berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Apabila seseorang yang memiliki religiusitas tinggi maka senantiasa akan memperhatikan kepentingan umum, tidak mementingkan diri sendiri, dan peluang melakukan kecurangan semakin kecil. Telah disampaikan sebelumnya bahwa kecenderungan kecurangan banyak terjadi pada sektor perbankan.Untuk menjalankan aktifitasnya, perbankan harus mempunyai integritas tinggi supaya masyarakat memiliki kepercayaan dalam rangka menjalin hubungan kerja. Apabila perusahaan diketahui melakukan 10 kecurangan otomatis kepercayaan masyarakat ataupun investor akan berkurang dan satu persatu ataupun bersama-sama akan melakukan penarikan dana yang telah disimpan di bank sehingga bisa menimbulkan rush dan bank dapat mengalami kolaps dan BI akan menutupnya (Kusumastuti, 2012). Dengan pertimbangan tersebut dan semakin banyaknya kasus kecurangan akuntansi yang melibatkan perusahaan perbankan, maka penting dilakukan penelitian kecurangan akuntasi untuk mengetahui faktor apa yang mempengaruhi perusahaan perbankan melakukan kecurangan akuntansi. Penelitian ini mengambil objek pada BRI Syariah Kantor Cabang Surakarta. Alasan penelitian dilakukan di bank syariah tersebut karena menjadi Kantor Cabang yang membawahi beberapa Kantor Cabang Pembantu di wilayah Soloraya seperti: Karanganyar, Sukoharjo, Sragen, dan Wonogiri.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana BRI Syariah sebagai cabang unit Surakarta mengendalikan cabang-cabang pembantu di area Soloraya dengan budaya syariahnya dari berbagai sikap kecenderungan kecurangan. Dengan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan melakukan analisis mengenai “Analisis Keefektifan Pengendalian Internal, Budaya Etis, dan Religiusitas Individu Terhadap Kecenderungan Kecurangan (Fraud)StudiPadaBRI Syariah Cabang Surakarta.” 1.2. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang dapat diidentifikasi dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Kecenderungan kecurangan banyak terjadi pada sektor perbankan. 11 2. Kecenderungan kecurunganterjadi karena adanya manipulasi laporan keuangan dan penyelewengan dari pihak intern. 3. Kecenderungan kecurungan disebabkan oleh pengendalian internal yang lemah dari perusahaan. 1.3. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah maka penulis membatasi masalahnya yaitu hanya membahas tentang pengaruh pengendalian internal, budaya etis, dan religiusitas individu terhadap kecenderungan kecurangan.Lokasi penelitian ini adalah pada BRI Syariah Cabang Surakarta. 1.4. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian dirumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah keefektifan pengendalian internal berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan? 2. Apakah budaya etis berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan? 3. Apakah religiusitas individu berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan? 1.5. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah : 1. Mengetahui pengaruh keefektifan pengendalian internal terhadap kecurangan pada BRI Syariah Cabang Surakarta 12 2. Mengetahui pengaruh budaya etis terhadap kecurangan di perbankan syariah pada BRI Syariah Cabang Surakarta. 3. Mengetahui pengaruh religiusitas individu terhadap kecurangan pada BRI Syariah Cabang Surakarta. 1.6. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk berbagai pihak antara lain 1. Bagi akademisi Pada penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat untuk menambah khasanah keintelektualitasan dan wawasan bagi pengembangan keilmuan serta diharapkan menjadi acuan untuk penelitian berikutnya. 2. Bagi praktisi Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan mengenai tindakan yang dapat diambil oleh pihak BRI Syariah Cabang Surakarta, serta memberikan pengetahuan dan wawasan kepada seluruh karyawan Perusahaan terkhusus pada karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta dalam pengambilan kebijakan untuk menekan adanya kecenderungan kecurangan akuntansi dimasa yang akan datang. 1.7. Jadwal Penelitian (Terlampir) 13 1.8. Sistematika Penulisan Skripsi Penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab, dan pada setiap bab terdiri dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan tersendiri tetapi tetap saling berkaitan antara bab satu dengan bab berikutnya. Adapun sistematika pembahasannya adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi tentang pendahuluan sebagai pengantar secara keseluruhan penelitian, sehingga dalam bab ini akan diperoleh gambaran umum tentang pembahasan skripsi ini. Bab pertama ini terdiri dari sub – sub sebagai berikut: latar belakang masalah yang menjadi pemicu munculnya permasalahan, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, jadwal penelitian, dan pada akhir bab dijelaskan tentang sistematika pembahasan penelitian yang akan digunakan. BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini berisi tentang gambaran umum landasan teori. Bab ini berisi tentang kajian teori yang diperlukan di dalam menunjang penelitian, hasil penelitian yang relevan, kerangka berfikir, dan hipotesis. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menguraikan tentang metode penelitian. Bab ini membahas tentang lokasi dan waktu penelitian, jenis penelitian, populasi, sampel dan teknik pengambilan sampel, data dan sumber data, teknik pengumpulan data, variabel penelitian, definisi operasional variabel dan teknik analisis data. 14 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab keempat adalah analisis dan pembahasan. Gambaran umum penelitian, Pengujian dan hasil analisis data, pembahasan hasil analisis data (pembuktian hipotesis). BAB V PENUTUP Bab kelima adalah penutup.Penutup berisi tentang kesimpulan, keterbatasan penelitian, saran-saran yang diberikan untuk penelitian selanjutnya berdasarkan pada hasil penelitian ini, dan lampiran - lampiran yang mendukung penelitian ini. 15 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Kajian Teoritis 2.1.1. Teori Keagenan Menurut Jensen dan Meckling (1976) agency theory adalah sebuah kontrak antara manajer (agent) dan pemilik (principal) dalam Kusumastuti (2012). Agar hubungan kontraktual ini dapat berjalan dengan lancar, pemilik akan mendelegasikan otoritas pembuatan keputusan kepada manajer. Perencanaan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan manajer dalam pemilik dalam hal konflik kepentingan inilah yang merupakan inti dari agency theory. Namun untuk menciptakan kontrak yang tepat merupakan hal yang sulit diwujudkan. Oleh karena itu, investor diwajibkan untuk memberi hak pengendalian residual kepada manajer (residual control right) yakni hak untuk membuat keputusan dalam kondisi-kondisi tertentu yang sebelumnya terlihat di kontrak (Ningsaptiti, 2010). Eisenhardth (1989) dalam Kususmastuti (2012) menyatakan teori keagenan dilandasi oleh asumsi yang dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu asumsi tentang sifat manusia, asumsi keorganisasian dan asumsi informasi. Asumsi sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat mementingkan diri sendiri (self-interest), manusia memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (boundedrationality), dan manusia selalu menghindari resiko (risk averse). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria efektivitas dan adanya asimetri informasi antara principal 16 dan agent. Asumsi informasi adalah bahwa informasi sebagai barang komoditi yang dapat diperjualbelikan. Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia dijelaskan bahwa masing-masing invidu lebih mengutamakan kepentingan dirinya sendiri sehingga hal ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antara prinsipal dan agen.Pihak pemilik (principal) termotivasi mengadakan kontrak untuk mensejahterahkan dirinya dengan profitabilitas yang selalu meningkat. Sedangkan manajer (agent) termotivasi untuk memaksimalkan pemenuhan ekonomi dan psikologinya, antara lain dalam hal memperoleh investasi, pinjaman, maupun kontrak kompensasi. Dengan demikian terdapat dua kepentingan yang berbeda didalam perusahaan yang masing-masing ingin mempertahankan dan mencapai kemakmuran atau keuntungan yang dikehendaki. Permasalahan yang timbul akibat adanya perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen disebut dengan agency problems.Salah satu penyebab agency problems adalah adanya asimetri informasi.Asimetri informasi adalah ketidakseimbangan informasi yang dimiliki oleh prinsipal dan agen, ketika prinsipal tidak memiliki informasi yang cukup tentang kinerja agen, sebaliknya agen memiliki lebih banyak informasi mengenai kapasitas diri, lingkungan kerja dan perusahaan secara keseluruhan (Ningsaptiti, 2010). Hal tersebut menyebabkan prinsipal merasa kesulitan untuk menelusuri apa yang sebenarnya dilakukan oleh agen. Dalam keadaan seperti ini prinsipal membutuhkan informasi yang dimiliki oleh agen mengenai keadaan perusahaan dan kinerja agen itu sendiri.Sehingga asimetri membuat manajemen bertindak 17 tidak etis dan cenderung berlaku curang dengan memberikan informasi yang bermanfaat bagi prinsipal demi motivasi untuk memperoleh keuntungan pribadi. 2.1.2. Teori Fraud Triangle Konsep fraud triangel pertama kali dikemukakan oleh Donald Cressey. Fraud triangle theory sebagai dasar teori utama dalam penelitian ini. Teori Fraud Triangle Cressey (1953) dalam Tuanakotta (2007), kecurangan (fraud) disebabkan oleh 3 faktor, yaitu : 1. Tekanan (Pressure) adalah motivasi dari individu karyawan untuk bertindak fraud dikarenakan adanya tekanan baik keuangan dan non keuangan dari pribadi maupun tekanan dari organisasi, 2. Peluang (Opportunity) adalah peluang terjadinya fraud akibat lemah atau tidaknya efektifitas kontrol sehingga membuka peluang terjadinya fraud. Faktor penyebab fraud yang disebabkan adanya kelemahan didalam sistem dimana seorang karyawan mempunyai kuasa atau kemampuan untuk memanfaatkan sehingga perbuatan curang dapat dilakukan, 3. Rasionalisasi (Rationalization) adalah fraud terjadi karena kondisi nilai-nilai etika lokal yang mendorong (membolehkan) terjadinya fraud. Pertimbangan perilaku kecurangan sebagai konsekuensi dari kesenjangan integritas pribadi karyawan atau penalaran moral yang lain. Rasionalisasi terjadi dalam hal seseorang atau sekelompok orang membangun pembenaran atas kecurangan yang dilakukan.Pelaku fraud biasanya mencari alasan pembenaran bahwa yang dilakukannya bukan pencurian atau kecurangan. 18 Gambar 2.1 Fraud Triangle Theory Pleasure Opportunity Razionalization Sumber :Cressey (1953) dalam Norbarani(2012) 2.1.3. Kecenderungan Kecurangan (Fraud) 1. Pengertian Kecurangan (Fraud) Definisi fraud menurut The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) tahun 2016: Kecurangan merupakan segala sesuatu perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu yang secara lihai dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan (manipulasi atau memberikan pernyataan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orang-orang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain, dengan cara menutupi kebenaran, tipu daya, kelicikan atau mengelabui dan cara tidak jujur yang lain. Menurut Boynton (1996) dalam Najahningrum (2013) kecurangan atau fraud adalah penipuan yang direncanakan misalnya salah saji, menyembunyikan, atau tidak mengungkapkan fakta yang material sehingga merugikan pihak lain. Statement on Auditing Standards No. 99 mendefinisikan fraud sebagai “an intentional act that result in amaterial misstatement in financial statements 19 tahtare the subject o an audit. Sedangkan menurut Black’s Law Dictionary fraud didefinisikan sebagai: Mencakup semua macam yang dapat dipikirkan manusia, dan yang dapat diupayakan pleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tak terduga, penuh siasat licik atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Tanuakotta (2007), menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti : - - - Pasal 362 : Pencurian (definisi KUHP) : mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum. Pasal 372 : Penggelapan (definisi KUHP) : dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan. Pasal 378 : Perbuatan curang (definisi KUHP) : dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi utang maupun menghapuskan piutang. Produk akhir dari proses pengolahan data akuntansi adalah informasi akuntansi yang tertuang dalam laporan keuangan. Dalam mengartikan angkaangka yang tercantum dalam laporan keuangan, pengguna laporan keuangan perlu berhati-hati karena kemungkinan terjadinya bias dalam penyampaian informasi. Kemungkinan bahwa laporan keuangan disusun dengan itikad tidak baik (sengaja dilakukan) dengan tujuan tertentu. Jika faktor kecurangan terjadi dalam penyusunan laporan keuangan dapat dipastikan laporan keuangan disajikan tidak wajar (Najahningrumm, 2013). Jadi, kecurangan merupakan suatu hal yang di sengaja oleh pelaku nya.Hal tersebut-lah yang membedakan antara kecurangan 20 dan kesalahan. Selain itu, kecurangan dilakukan dengan melanggar ketentuan yang berlaku untuk mengambil keuntungan demi dirinya sendiri . 2. Tipe-tipe Kecurangan Menurut Widjaja (2013) dalam Ananda (2014:11) terdapat dua tipe kecuranganyaitu : a. Kecurangan eksternal adalah kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap suatu perusahaan/entitas, seperti kecurangan yang dilakukan pelanggan terhadap usaha, wajib pajak terhadap pemerintah. b. Kecurangan internal adalah tindakan tidak legal yang dilakukan oleh karyawan, manager dan eksekutif terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Kecurangan tersebut akan menimbulkan kerugian yang besar bagi perusahaan itu sendiri. 3. Jenis Dan Pelaku Kecurangan (Fraud) Menurut the Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) fraud diklasifikasikan menjadi 5 jenis. Tabel 2.1 Jenis – jenis Fraud Jenis Kecurangan Korban Penggelapan uang Pegawai atau kecurangan pekerjaan Kecurangan manajemen Pemegang saham Kecurangan investasi Investor Pelaku Penjelasan Pemberi Kerja Pemberi kerja secara langsung atau tidak langsung mengambil hak dari pekerjaannya Manajemen Manajemen tingkat atas tingkat atas memberikan penyajian yang salah, pada informasi keuangan Individu Individu menipu investor perusahaan 21 Jenis Kecurangan Penyediaan/ logistik Kecurangan pelanggan Korban Pembeli barang atau jasa Penjual barang atau jasa Pelaku Penjual barang atau jasa Pelanggan Penjelasan Mengenakan biaya yang berlebih atas barang atau jasa kepada pembeli Pelanggan meminta harga yang lebih kecil dari seharusnya Sumber :Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) 4. Kondisi Penyebab Terjadinya Kecurangan Menurut Arens (2008:432) penyebab terjadinya kecurangan disebut dengan segitiga kecurangan (fraud triangle), yaitu : a. Pressure/ Tekanan. Manajemen atau pegawai lain merasakan insentif atau tekanan untuk melakukan kecurangan. Karyawan mungkin merasa mendapat tekanan untuk melakukan kecurangan karena adanyakebutuhan atau masalah finansial.Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. Menurut SAS No.99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut adalah financialstability, external pressure, personal financial need, dan financial targets. b. Opportunity/ Kesempatan. Adanya peluang memungkinkan terjadinya kecurangan.Peluang tercipta karena adanya kelemahan pengendalian internal, ketidakefektifan pengawasan manajemen, atau penyalahgunaan posisi atau otoritas.Kegagalan untuk menetapkan prosedur yang memadai untuk mendeteksi aktivitas kecurangan juga meningkatkan peluang terjadinya kecurangan. 22 Dari tiga faktor risiko kecurangan (pressure, opportunity dan rationalization), peluang merupakan hal dasar yang dapat terjadi kapan saja sehingga memerlukan pengawasan dari struktur organisasi mulai dari atas.Organisasi harus membangun adanya proses, prosedur dan pengendalian yang bermanfaat dan menempatkan karyawan dalam posisi tertentu agar mereka tidak dapat melakukan kecurangan dan efektif dalam mendeteksi kecurangan seperti yang dinyatakan dalam SAS No.99. SAS No.99 menyebutkan bahwa peluang pada financial statement fraud dapat terjadi pada tiga kategori kondisi.Kondisi tersebut adalah nature of industry, ineffective monitoring, dan organizational structure. c. Rationalization / Rasionalisasi. Ada sikap, karakter, atau serangkaian nilai-nilai etis yang membolehkan manajemen atau pegawai untuk melakukan tindakan yang tidak jujur, atau mereka berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Tabel 2.2 Kategori, Definisi dan Contoh Fraud Risk Factor dalam SAS No.99 yang Berkaitan dengan Financial Statement Fraud Fraud Risk Factor Kategori menurut SAS No.99 Definisi dan Contoh Faktor Risik Financial Stability Keadaan yang menggambarkan kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi stabil. Tekanan yang berlebihan bagi manajemen untuk memenuhi persyaratan harapan pihak ketiga. External Pressure Tabel Berlanjut… 23 Lanjutan Tabel 2.2 Fraud Risk Factor Pressure Opportunity Rationalization Kategori menurut SAS No.99 Definisi dan Contoh Faktor Risik Personal Financial Need Suatu keadaan dimana keuangan perusahaan turut dipengaruhi oleh kondisi keuangan para eksekutif perusahaan. Financial Targets Tekanan berlebihan pada manajemen untuk mencapai target keuangan yang dipatok oleh direksi atau manajemen. Nature Of Industry Berkaitan dengan munculnya risiko bagi perusahaan yang berkecimpung dalam industri yang melibatkan estimasi dan pertimbangan yang signifikan jauh lebih besar. IneffectiveMonitoring Keadaan dimana perusahaan tidak memiliki unit pengawas yang efektif memantau kinerja perusahaan. OrganizationalStructure Struktur organisasi yang kompleks dan tidak satabil. Rationalization Sikap/rasionalisasi anggota dewan, manajemen, atau karyawan yang memungkinkan mereka untuk terlibat dalam dan/atau membenarkan kecurangan. Sumber: Adinda (2015) 5. Skema Kecurangan Skema-skema kecurangan dapat diklasifikasikan dalam berbagai cara. Berdasarkan ACFE tahun 2016, prosentase tindakan kecurangan di tempat kerja dapat dilihat sebagai berikut: 24 Gambar 2.2 Jenis Kecurangan Berdasarkan Frekuensi Sumber: Association of Certified Fraud Examnimers 2016 Kasus Misappropriation asset(penyalahgunaan asset(penyalahgunaan aset) sebanyak 83,5%, Corruption (korupsi) sebanyak sebanya 35,4%, dan Financial Statement Fraud (pernyataan kecurangan keuangan) sebanyak 9,6% dari seluruh kasus kecurangan di tahun 2016. ACFE menjelaskan terdapat tiga kategori skema kecurangan yang selanjutnya dijelaskan oleh Shintadevi (2015): a. Kecurangan Pernyataan Pern Keuangan (Financial Statement Fraud) Kecurangan dalam laporan keuangan dikaitkan dengan kecurangan oleh pihak manajemen. Walaupun semua kecurangan melibatkan suatu bentuk kesalahan penyajian keuangan, untuk dapat digolongkan sebaga skema kecurangan jenis ini, laporan harus memberikan manfaat keuangan langsung atau tidak langsung bagi pelakunya. Dengan kata lain, laporan tersebut bukan sebagai kendaraan untuk menyamarkan atau menutupi suatu tindakan curang. Contohnya skema kecurangan ini adalah dengan menyatakan terlalu rendah 25 kewajiban untuk dapat menyajikan gambaran keuangan perusahaan yang baik agar harga saham naik. b. Korupsi (corruption) Korupsi (corruption) mungkin adalah kejahatan kerah putih yang paling tua.Korupsi meliputi penyuapan, konflik kepentingan, pemberian tanda terima kasih yang tidak sah, dan pemerasan secara ekonomi.Korupsi adalah tindakan seorang pejabat atau petugas yang secara tidak sah dan tidak dapat dibenarkan memanfaatkan pekerjaannya atau karakternya untuk mendapatkan keuntungan bagi dirinya sendiri atau untuk oranglain dengan melanggar kewajiban dan hak. Aktivitas korupsi adalah sebagai berikut : 1) Penyuapan Penyuapan Penyuapan melibatkan pemberian, penawaran, permohonan untuk menerima atau penerimaan berbagai hal yang bernilai untuk mempengaruhi seorang pejabat dalam melakukan kewajiban sahnya.Para pejabat di sini dapat dipekerjakan oleh berbagai lembaga pemerintah (atau pihak yang berwenang) atau perusahaan swasta. 2) Tanda Terima Kasih Yang Tidak Sah Tanda terima kasih yang tidak sah (illegal gratuity) melibatkan pemberian, penerimaan, penawaran, atau permohonan untuk menerima sesuatu yang bernilai karena telah melakukan tindakan yang resmi, tindakan ini hampir sama dengan penyuapan, tetapi transaksinya terjadi setelah tindakan resmi tersebut dilakukan. 3) Konflik Kepentingan 26 Setiap perusahaan harus mengharapkan karyawannya akan melakukan pekerjaan dengan cara yang dapat memenuhi berbagai kepentingan perusahaan. Konflik kepentingan terjadi ketika seorang karyawan bertindak atas nama pihak ketiga dalam melakukan pekerjaannya atau memiliki kepentingan pribadi dalam pekerjaannya yang dilakukan. Jika konflik kepentingan karyawan tidak diketahui oleh perusahaan dan mengakibatkan kerugian keuangan, maka telah terjadi kecurangan. 4) Pemerasan Secara Ekonomi Pemerasan secara ekonomi adalah penggunaan (atau ancaman untuk melakukan) tekanan (termasuk sanksi ekonomi) terhadap seseorang atau perusahaan, untuk mendapatkan sesuatu yang berharga.Istilah berharga dapat berupa aset keuangan atau ekonomi.Informasi atau kerja ama untuk mendapatkan keputusan yang berguna mengenai sesuatu yang sedang dipermasalahkan. c. Penyalahgunaan Aset (Misappropriation asset) Bentuk skema kecurangan yang paling umum melibatkan beberapa bentuk penyalahgunaan aset.Aset dapat disalahgunakan secara langsung atau tidak langsung demi keuntungan si pelaku.Transaksi yang melibatkan kas, akun cek, persediaan, peralatan, perlengkapan, dan informasi adalah yang paling rentan disalahgunakan. 27 2.1.4. Keefektifan Pengendalian Internal 1. Pengertian Keefektifan Pengendalian Internal Menurut Komarudin (1994:269) efektivitas adalah suatu keadaan yang menunjukkan tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan manajemen dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan lebih dahulu, sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa keefektifan adalah keberhasilan dari suatu usaha atau tindakan. Dengan demikian keefektifan lebih menitik beratkan pada tingkat keberhasilan suatu instansi dalam mencapai tujuan atau target yang telah ditentukan. Halim (2003:197) menyebutkan struktur pengendalian internal merupakan rangkaian proses yang dijalankan entitas, yang mana proses tersebut mencakup berbagai kebijakan dan prosedur sistematis, bervariasi dan memiliki tujuan utama : a. Menjaga keandalan pelaporan keuangan entitas b. Menjaga efektif dan efisiensi operasi yang dijalankan c. Menjaga kepatuhan hukum dan peraturan yang berlaku Sedangkan Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 69 (SA Seksi: 319) tentang pengendalian internal adalah sebagai berikut: Suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personil lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian 3 golongan tujuan, yaitu: keandalan laporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku. Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa keefektifan pengendalian internal adalah keberhasilan manajemen dalam mencapai tujuan instansi yang berkaitan dengan menjaga keandalan penyajian laporan keuangan, 28 efisiensi operasional dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku.Keefektifan pengendalian internal dapat berperan dalam mencegah dan mendeteksi suatu kecurangan akuntansi (fraud) dalam suatu instansi. 2. Unsur - Unsur Pengendalian Internal Pengendalian internal meliputi lima kategori yang dirancang dan diimplementasikan oleh manajemen untuk memberikan jaminan bahwa sasaran hasil pengendalian manajemen akan terpenuhi, komponen pengendalian internal menurut Arens (2008:376-385) yaitu : a. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian terdiri dari tindakan, kebijakan, dan prosedur yang mencerminkan sikap dari manajemen puncak, para direktur dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas itu. b. Penilaian Risiko Penilaian Risiko atas pelaporan keuangan adalah tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan menganalisis risiko-risiko yang relevan dengan penyusunan laporan keuangan yang sesuai dengan Generally Accepted AccountingPrinciples (GAAP) atau prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum.Setelah mengidentifikasi suatu risiko, manajemen mengestimasi signifikansi risiko itu, menilai kemungkinan terjadinya risiko itu, dan mengembangkan tindakan khusus yang diperlukan untuk mengurangi risiko itu ke tingkat yang dapat diterima. 29 Manajemen menilai risiko sebagai bagian dari perancangan dan pelaksanaan pengendalian internal untuk meminimalkan kekeliruan serta kecurangan, auditor menilai risiko untuk memutuskan bukti yang dibutuhan dalam audit. Jika manajemen secara efektif menilai dan merespons risiko itu, biasanya auditor akan mengumpulkan lebih sedikit bukti ketimbang jika manajemen gagal mengidentifikasi atau merespons risiko yang signifikan. Auditor akan memperoleh pengetahuan tentang proses penilaian risiko oleh manajemen dengan memanfaatkan kuesioner dan diskusi dengan manajemen untuk menentukan bagaimana manajemen mengidentifikasi risikorisiko yang relevan dengan pelaporan keuangan, mengevaluasi signifikansi dan kemungkinanan terjadinya risiko itu, serta memutuskan tindakan apa yang diperlukan untuk menangani risiko itu. c. Kegiatan Pengendalian Aktivitas pengendalian adalah kebijakan dan prosedur yang dibuat untuk membantu memastikan bahwa tindakan yang diperlukan telah diambil untuk menangani risiko guna mencapai tujuan entitas. Aktivitas pengendalian umumnya dibagi menjadi lima jenis berikut ini : 1) Pemisahan tugas yang memadai 2) Otorisasi yang sesuai atas transaksi dan aktivitas 3) Dokumen dan catatan yang memadai 4) Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan 5) Pemeriksaan kinerja secara independen 30 d. Informasi Dan Komunikasi Tujuan sistem informasi dan komunikasi akuntansi dari entitas adalah untuk memulai, mencatat, memproses dan melaporkan transaksi yang dilakukan entitas itu serta mempertahankan akuntabilitas aktiva terkait.Sistem informasi dan komunikasi akuntansi mempunyai beberapa subkomponen, yang biasnya terdiri atas kelas-kelas transaksi seperti penjualan, retur penjualan, penerimaan kas, akuisisi dan sebagainya. e. Pemantauan Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian mutu pengendalian internal secara berkelanjutan atau periodik oleh manajemen untuk menentukan bahwa pengendalian itu telah beroperasi seperti yang diharapkan dan telah dimodifikasi sesuai dengan perubahan kondisi. Agar efektif, fungsi audit internal harus dilakukan oleh staf yang independen dari departemen operasi maupun departemen akuntansi, dan mereka melapor langsung ke tingkat otoritas yang lebih tinggi dalam organisasi, baik manajemen puncak atau komite audit dewan direksi. Selain perannya dalam memantau pengendalian internal entitas, staf audit internal yang memadai juga dapat mengurangi biaya audit eksternal dengan memberikan bantuan lansung kepada auditor eksternal. 3. Tujuan Pengendalian Internal Arens (2008:370) menjelaskan bahwa sistem pengendalian internal terdiri atas kebijakan dan prosedur yang dirancang untuk memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya.Kebijakan 31 dan prosedur ini disebut pengendalian, dan secara kolektif membentuk pengendalian internal entitas tersebut. Manajemen memiliki tiga tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian internal yang efektif yaitu : a. Reliabilitas Pelaporan Keuangan Manajemen bertanggung jawab untuk menyiapkan laporan bagi para investor, kreditor, dan pemakai lainnya.Manajemen memikul baik tanggungjawab hukum maupun profesional untuk memastikan bahwa informasi telah disajikan secara wajar sesuai dengan persyaratan pelaporan seperti prinsip-prinsip akuntansi yang berterima umum (GAAP).Tujuan pengendalian internal yang efektif atas pelaporan keuangan adalah memenuhi tanggung jawab pelaporan keuangan tersebut. b. Efisiensi Dan Efektivitas Operasi Pengendalian dalam perusahaan akan mendorong pemakai sumber daya secara efisien dan efektif untuk mengoptimalkan sasaran-sasaran perusahaan. Tujuan yang penting dari pengendalian ini adalah memperoleh informasi keuangan dan nonkeuangan yang akurat tentang operasi perusahaan untuk keperluan pengambilan keputusan. c. Ketaatan Pada Hukum Dan Peraturan Semua perusahaan publik diharuskan mengeluarkan laporan tentang keefektifan pelaksanaan pengendalian internal atas pelaporan keuangan. 4. Fungsi Dari Sistem Pengendalian Intern Mulyadi (2008) menjelaskan fungsi dari sistem pengendalian intern yaitu: 32 a. Preventif, yaitu pengendaian untuk mencegah kesalahan-kesalahan baik berupa kekeliruan ataupun ketidakberesan yang sering terjadi dalam operasi suatu kegiatan. b. Detective, yaitu untuk medeteksi kesalahan, kekeliruan dan penyimpangan yang terjadi. c. Corective, yaitu untuk memperbaiki kelemahan, kesalahan dan penyimpangan yang terdeteksi. d. Directive, yaitu untuk mengarahkan agar pelaksanaan dilakukan dengan tepat dan benar. e. Compensative, yaitu untuk menetralisasi kelemahan pada aspek kontrol yang lain. Suhardjono (2006) dalam Devi (2011) menyatakan bahwa untuk mendapatkan fungsi yang baik, pengendalian intern pada perusahaan perbankan dilakukan berlapis-lapis, antara lain: a. Pengendalian Internal Melalui Sistem Pengendalian melalui sistem dilakukan, baik melalui sistem operasional maupun melalui sistem aplikasi komputer. Keduanya dilakukan dengan cara: 1) Komputer yang digunakan untuk melakukan transaksi harus didaftar terlebih dahulu ke dalam sistem komputer sentral, sehingga hanya komputer yang telah terdaftar saja yang dapat digunakan untuk melakukan transaksi perbankan. 2) Pencatatan ke dalam sistem komputer sentral, tidak hanya mencakup komputer yang digunakan, akan tetapi juga petugas-petugas yang 33 diperkenankan menggunakan komputer transaksi jasa perbankan. Petugas-petugas yang diperkenankan melakukan transaksi jasa perbankan identitasnya telah dicatat ke dalam komputer sentral, sehingga hanya petugas yang diberikan wewenang saja yang dapat menggunakan komputer untuk melakukan transaksi jasa perbankan. 3) Selanjutnya petugas yang diperkenankan melakukan transaksi jasa perbankan, tidak dapat sembarangan menggunakan aplikasi jasa perbankan. Petugas-petugas yang diberikan wewenang menggunakan komputer untuk melakukan transaksi masing-masing diberi menu aplikasi yang berbeda. 4) Petugas teller yang diberikan kewenangan untuk melakukan transaksi pembukuan keuangan diberi kewenangan secara terbatas sesuai dengan pengalaman, kemampuan dan integritasnya kepada perusahaan. b. Pengendalian Internal Melalui Prosedur Sistem pengendalian internal melalui prosedur diterapkan antara lain dengan menerapkan konsep maker, cheker dan signer (MCS) dalam setiap transaksi keuangan, pemisahan tugas dan pengawasan ganda. 1) Konsep maker, cheker dan signer (MCS), menjamin bahwa pemrosesan transaksi keuangan dilakukan dengan seksama sehingga dapat diselesaikan secara benar dan tepat. Maker adalah petugas yang menyiapkan dokumen keuangan, cheker adalah petugas yang melakukan pengecekan atas kebenaran isi dokumen keuangan dan 34 signer adalah petugas yang memberikan persetujuan atas dokumen keuangan tersebut. 2) Pemisahan tugas (separation of duty) adalah pengawasan yang dilakukan untuk menjamin proses yang benar tidak akan di korbankan karena adanya kepentingan pribadi. Ada dua jenis pemisahan tugas yaitu pemisahan tugas dalam satu bagian atau satu seksi dan pemisahan tugas antar bagian atau antar seksi berlainan. 3) Pengawasan ganda adalah pengawasan yang dilakukan dengan dua jenis pengawasan, yaitu pembuatan dua dokumen yang berbeda dari sumber yang sama selanjutnya kedua dokumen tersebut dicocokan satu sama lain, dan penjagaan ganda dilakukan dengan menunjuk dua orang untuk dapat melakukan pengawasan. 4) Pengendalian internal melalui struktur organisasi yaitu pembatasan kewenangan melakukan transaksi keuangan dengan membatasi kewenangan pembukuan pada petugas tertentu saja. 2.1.5. Budaya Etis Etika organisasi merupakan pola sikap dan perilaku yang diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi yang secara keseluruhan akan membentuk budaya organisasi (organizational culture) yang sejalan dengan tujuan maupun filosofi organisasi yang bersangkutan. Menurut pendapat Rae and Subramaniam (2008) bahwa di lingkungan yang lebih etis, karyawan akan cenderung mengikuti aturan perusahaan dan peraturan karena perilakunya akan dapat diterima secara moral. 35 Sedangkan Robbins (2006) dalam Chandra (2015) mendefinisikan budaya organisasi sebagai suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu yang membedakan organisasi satu dengan lainnya.Hal ini merupakan satu dari karakteristik nilai organisasi.Persepsi terhadap budaya organisasi didasarkan pada kondisi- kondisi yang dialami seseorang dalam organisasinya, seperti penghargaan, dukungan, dan perilaku yang diharapkan diperoleh di organisasi. Budaya organisasi manajemen harus memberikan teladan dan kemauan yang kuat untuk membangun suatu kultur yang kuat dalam organisasiyang dipimpinnya. Manajemen juga harus memperlihatkan kepada karyawan tentang adanya kesesuaian antara kata dengan perbuatan dan tidak memberikan toleransi terhadap perbuatan- perbuatan yang melanggar kaidah kaidah etika organisasi yaitu dengan diberikan sanksi hukuman yang jelas dan demikian pula sebaliknya terhadap pegawai yang berprestasi dan bermoral baik diberikan penghargaan yang proporsional (Chandra, 2015). Budaya etis organisasi merupakan suatu pola tingkah laku, kepercayaan yang telah menjadi menjadi panutan bagi semua anggota organisasi.Tingkah laku disini merupakan suatu tingkah laku yang dapat diterima oleh moral dan benar secara hukum. Didalam suatu budaya organisasi yang etis terdapat adanya suatu komitmen dan lingkungan yang etis pula, didalam penelitian yang dilakukan oleh Rae dan Subramaniam (2008) menunjukkan bahwa di suatu lingkungan yang lebih, seorang karyawan akan lebih cenderung melakukan atau menjalankan 36 peraturan – peraturan perusahaan, dan menghindari perbuatan kecurangan di dalam instansi. Adanya pelaksanaan hukuman dan penghargaan (reward) yang konsisten memberikan nilai tambah bagi terciptanya suatu etika perilaku dan struktur organisasi yang kuat. Pegawai akan merasakan diperlakukan secara adil dan merasa bersyukur atas posisi yang telah direraihnya jika etika organisasi dapat ditegakan secara konsisten oleh manajemen. Berdasarkan uraian diatas dapat diketahui bahwa budaya etis manajemen merupakan suatu gambaran dari perilaku manajemen yang dapat dicontoh dan ditiru oleh para pegawainya. Sekalipun itu merupakan tindakan kecurangan (fraud) pegawai akan melakukan suatu pembenaran atas tindakannya tersebut karena merasa bahwa tindakannya itu sudah dengan tindakan yang dilakukan oleh manajemen. Oleh sebab itu, budaya etis manajemen yang baik sangat berpengaruh terhadap kinerja pegawainya dan dapat menurunkan tindakan kecurangan (fraud). Kreitner dan Kinichi (2000) dalam Riyanto (2009) menyarankan tindakantindakan berikut ini untuk mengembangkan budaya etika dalam organisasi : a. Bertingkah Laku Etis Manajer hendaknya berlaku etis, karena manajer merupakan model peran yang jelas, yang nantinya menjadi panutan karyawan lain. b. Penyaringan Karyawan Potensial Untuk mengembangkan perilaku etis harus dilakukan sejak awal yaitu sejak seleksi karyawan dilakukan.Penyaringan yang lebih teliti di bidang ini dapat menyaring mereka untuk tidak berbuat kesalahan di kemudian 37 hari.Mengembangkan kode etik yang lebih berarti. Kode etik dapat menghasilkan dampak yang positif bila mereka memenuhi empat kriteria : 1) Kode etik harus mencakup atau berlaku kepada setiap karyawan. 2) Kode etik sungguh – sungguh didukung oleh top manajemen. 3) Kode etik harus mengacu kepada praktik spesifik. 4) Mereka (karyawan) hendaknya didorong dengan penghargaan atas prestasinya dan hukuman yang berat bagi ketidakpatuhan. c. Menyediakan Pelatihan Etika Para karyawan dapat dilatih untuk mengidentifikasikan dan berhadapan dengn isu etis selama masa orientasi dan melalui sesi seminar dan pelatihan menggunakan video. d. Meningkatkan Perilaku Etis Perilaku etis harus didukung, dibiasakan, dan diulangi kembali, sedangkan perilaku yang tidak etis harus diberikan hukuman sementara perilaku etis hendaknya dihargai. e. Membentuk posisi, unit, dan mekanisme structural lain yang menggunakan etika. Etika harus menjadi kegiatan sehari-hari, bukan kegiatan yang sekali dilakukan kemudian disimpan dan dilupakan. 2.1.6. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas Menurut Glock dan Stark (1965) dalam Pamungkas (2014) mendefiniskan religiusitas sebagai suatu sistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya 38 hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam kehidupan manusia dan mengarahkan manusia pada nilai –nilai suci atau nilai-nilai tertinggi. Pada akhirnya agama dapat mempengaruhi perasaan seseorang lebih tenteram, karena orang yang religiusitasnya tinggi cenderung mengikutkan Tuhan pada setiap gerak langkahnya.Hati menjadi longgar tidak terbebani, karena setiap masalah yang dihadapi diserahkan kepada Tuhan, akhirnya kebahagiaan meningkat. Peran agama dapat mempengaruhi sikap individu, termasuk di dalam bersikap terhadap pelaporan keuangan usaha. Religiusitas sesorang akan mempengaruhi tingkat tanggungjawabnya terhadap informasi yang akan dilaporkannya. Hal ini terkait dengan peningkatan kejujuran, keadilan dalam informasi.Di samping itu dengan pengungkapan informasi yang jujur dan adil dapat mengurangi tuntutan hukum. Dyreng, Mayew dan Williams (2010) dalam Sulistiyo (2014) menemukan bukti baru tentang peran agama dan norma-norma sosial dalam pelaporan keuangan perusahaan di Amerika Serikat.Manajer perusahaan dengan kepatuhan agama yang tinggi menunjukkan penyimpangan lebih kecil dari harapan.Hasil tersebut di atas secara keseluruhan dan secara individual dilihat dari dimensi kepatuhan agama Katolik dan Protestan. 2. Aspek Pengukuran Religiusitas Asumsi mengenai sulitnya pengukuran religiusitas mulai berkurang karena berkembangnya pengukuran relegiusitas di bidang ilmu psikologi, theologi dan 39 sosiologi. Pengukuran religiusitas menurut Glock dan Stark (1965) dalam Pamungkas, 2014) dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut: a. Religious Practice (Dimensi Peribadatan) Tingkatan sejauh mana seseorang mengerjakan kewajiban ritual di dalam agama, seperti sembahyang, zakat, puasa dan sebagainya.Aspek ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan, dan hal – hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.Menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan – kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya. Dalam keberislaman, aspek ini menyangkut pelaksanaan shalat, puasa, zakat, haji, membaca Al – Qur’an, doa, zikir ibadah kurban, iktikaf di masjid di bulan puasa, dan sebagainya. b. Religious Belief (Dimensi Keyakinan) Sejauh mana seseorang menerima hal-hal yang dogmatik di dalam ajaran agamanya.Menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan Muslim dalam mengerjakan kegiatan – kegiatan ritual sebagaimana disuruh dan dianjurkan oleh agamanya.Di dalam keberislaman, isi aspek keimanan menyangkut keyakinan tentang Allah, para malaikat, Nabi/Rosul, kitab – kitab Allah.Surga dan neraka, seta qadha dan qadar. c. Religious Knowledge (Dimensi Pengetahuan) Seberapa jauh seseorang mengetahui tentang ajaran agamanya.Hal ini berhubungan dengan aktivitas seseorang untuk mengetahui ajaran-ajaran dalam agamanya. Menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan 40 pemahaman Muslim terhadap ajaran islam, sebagaimana yang termuat dalam kitab suci Al – Qur’an. Dalam keberislaman menyangkut pengetahuan tentang isi atau kandungan Al – Qur’an, pokok – pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan (rukun Islam, dan rukun iman), hukum islam, sejarah islam, dan sebagaimya d. Religious Feeling (The Experiential Dimension) Dimensi yang terdiri dari perasaan-perasaan dan pengalaman-pengalaman keagamaan yang pernah dirasakan dan dialami.Menunjuk pada seberapa jauh Muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan – perasaan dan pengalaman – pengalaman religius. Dalam keberislaman, aspek ini terwujud dalam perasaan dekat dengan Tuhan, seseorang merasa takut berbuat dosa, seseorang merasa doanya dikabulkan Tuhan, perasaan khusyuk dalam beribadah, perasaan bersyukur kepada Allah, perasaan mendapat peringatan atau pertolongan dari Allah. e. Religious Effect (The Consequentialdimension) Dimensi yang mengukur sejauh mana perilaku seseorang dimotivasi oleh ajaran agamanya di dalam kehidupannya.Menunjuk pada seberapa tingkatan Muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran – ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Dalam keberislaman, aspek ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, menyejahterakan, dan menumbuhkembangkan orang lain, menegakkan keadilan, dan kebenaran, berlaku jujur, memaafkan, menjaga 41 lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak melakukan kecurangan, dan mematuhi norma – norma Islam, dan sebagainya. 2.2. Hasil Penelitian Yang Relevan Penelitian tentang kecenderungan kecurangan akuntansi telah banyak dilakukan oleh peneliti terdahulu.Berikut adalah beberapa penelitian mereka : 1. Wilopo (2006), melakukan penelitian mengenai sistem pengendalian intern, kesesuaian kompensasi, ketaatan akuntansi, asimetri informasi dan moralitas manajemen, terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi. Hasil penelitian ini menunjukkan keefktifan pengendalian intern memberikan pengaruh yang signifikan negatifterhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di perusahaan tersebut. Sedangkan kesesuaian kompensasi memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap perilaku tidak etis pada BUMN dan perusahaan terbuka di indonesia. Asimetri informasi menunjukkan hasil pengaruh yang signifikan positif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. 2. Friskilla (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh ketaatan akuntansi, sistem pengendalian intern, moralitas dan kesesuaiian kompensasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi yang dilakukan pada perusahaan BUMN yang berada di kota Padang. Kemudian hasil dari penelitian tersebut adalah ketaatan akuntansi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi, kemudian sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif terhadap terjadinya kecenderungan kecurangan akuntansi. 42 3. Devi (2011) juga melakukan penelitian pada kantor cabang bank pemerintah dan swasta yang berada di kota padang. Berdasarkan penelitian tersebut di dapatkan hasil bahwa kompensasi tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi pada kantor cabang bank yang dia teliti dan sistem pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap kecurangan akuntansi pada kantor cabang bank pemerintah dan swasta yang berada di kota padang. 4. Rahmawati (2012) melakukan penelitian dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa keefektifan pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif dan kesesuaian kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi namun tidak signifikan. Begitu juga dengan variabel ketaatan akuntansi, asimetri informasi dan moralitas manajemen yang mempunyai pengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. 5. Chandra (2015) melakukan penelitian dengan hasil yang menyatakan bahwa keefektifan pengendalian internal dan kesesuaiaan kompensasi berpengaruh negatif terhadap kecenderungan akuntansi. Sedangkan tidak terdapat pengaruh budaya etis organisasi, penegakan peraturan, komitmen organisasi, dan terdapat pengaruh positif asimetri informasi terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi di sektor pemerintahan Kabupaten Grobogan. 43 2.3. Kerangka Berpikir Gambar 2.3. Kerangka Berpikir Keefektifan Pengendalian Internal(x1) H1 Budaya Etis (x2) Religiusitas (x3) Kecenderungan Kecurangan (fraud) (Y) H2 H3 2.4. Perumusan Hipotesis 1. Hubungan Kefektifan Pengendalian Intern dengan Kecenderungan Kecurangan Sistem pengendalian intern merupakan kebijakan dan prosedur yang dirancang memberikan manajemen kepastian yang layak bahwa perusahaan telah mencapai tujuan dan sasaran yaitu: reliabilitas pelaporan keuangan, efisiensi, dan efektivitas operasional, dan ketaatan pada hukum dan aturan (Arens, 2008). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa sistem pengendalian intern yang efektif akan meminimalisir terjadinya peluang tindakan kecenderungan kecurangan akuntansi. Sedangkan pengendalian intern yang tidak efektif akanmemberikan peluang dan kesempatan seseorang untuk melakukan tindakan 44 kecurangan yang akan merugikan perusahaan dan mengganggu keberlangsungan perusahaan, yang akan berakibat tujuan dari perusahaan tidak tercapai. Pernyataan tersebut menjadi bukti adanya keterkaitan dengan teori Gone. Teori Gone memaparkan empat faktor yang menyebabkan dan mendorong seseorang untuk melakukan kecurangan yaitu Greed (Keserakahan), Opportunity (Kesempatan), Need (Keinginan) dan Exposure (pengungkpan), menyatakan faktor yang sangat mendukung terjadinya kecurangan dalam suatu organisasi yaitu adanya opportunity (kesempatan). Wilopo (2006) dan Rahmawati (2012) menyatakan bahwa pengendalian intern yang efektif mengurangi kecenderungan kecurangan akuntansi.Lebih lanjut, penelitian mereka menyatakan bahwa pengendalian internal yang efektif memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap kecederungan kecurangan akuntansi. Dari teori Gone tersebutdapat membuktikan bahwa kecurangan akuntansi umumnya dilakukan karena adanya kesempatan dan peluang yang muncul akibat lemahnya pengendalian intern dalam perusahaan. Sistem pengendalian intern yang lemah, membuat seseorang tidak takut untuk melakukan tindakan yang merugikan perusahaan, karena tindakan yang mereka lakukan tidak terdeteksi oleh siapapun. H1: Efektivitas pengendalian internal berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan 2. Hubungan Budaya Etis dengan Kecenderungan Kecurangan Etika manajemen akan menjadi tolok ukur seorang pegawai dalam melakukan tindakan, karena seorang individu lebih sering mengikuti tindakan yang dilakukan 45 oleh sebagian besar orang yang ada didalam suatu organisasi, maka individu merasa apa yang dilakukannya sudah benar karena sebagian besar rekannya juga melakukan hal yang sama walaupun yang dilakukan itu merupakan suatu bentuk tindakan kecurangan. Sulistyowati (2007) dalam penelitinnya menyatakan bahwa budaya etis organisasi berpengaruh signifikan negatif terhadap kecurangan (fraud). Penerapan budaya atau kebiasaan manajemen yang sesuai dengan etika yang ditetapkan akan menurunkan tingkat tindakan kecurangan (fraud). H3 : Budaya Etis berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan 3. Hubungan Religiusitas dengan Kecenderungan Kecurangan Religiusitas atau keberagamaan merupakan kegiatan beragama seseorang dalam melakukan ibadah, religiusitas tidak hanya suatu hal yang dilakukan secara tampak akan tetapi merupakan keyakinan seseorang yang melibatkan antara hati, pikiran, hal yang nyata dan hal yang ghaib. Sehingga religiusitas dapat menunjukan kualitas diri seseorang yang beragama (Wicaksono, 2014). Agama telah menjadi perhatian para peneliti dan memainkan peran penting dengan cakupan luas dalam berbagai segi kehidupan manusia dan lingkungan.Peran penting agama tersebut disebabkan karena agama merupakan salah satu sumber etika yang diakui secara universal. Di samping itu, tidak ada satu agama yang menempatkan etika secara marjinal pada ajarannya yang bisa diterapkan sambil lalu.Setiap agama selalu menempatkan etika sebagai salah satu inti utama ajarannya (Kholis: 2004 dalam Wicaksono: 2014). Penelitian Barnett, Bass dan Brown (1996) dalam Wicaksono (2014) menunjukkan bahwa religiusitas memengaruhi standar moral seseorang. Manusia 46 yang memiliki level religiusitas yang tinggi akan lebih empati dan memperhatikan kepentingan orang lain. Adanya sikap empati dan mementingkan orang laintersebut mampu meminimalisir terjadinya kecurangan akuntansi (fraud).Mendukung pernyataan di atas Pamungkas (2014) menuturkan bahwa religiusitas berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Artinya semakin tinggi tingkat religiusitas seseorang diharapkan tingkat kecenderungan kecurangan akuntansi akan menurun, karena adanya rasa lebih empati dan kepedulian orang lain tersebut. Berdasarkan uraian di atas, penerapan religiusitasterhadap penerapan atau kebiasaan manajemen yang sesuai dengan etika yang ditetapkan akan menurunkan tingkat tindakan kecurangan (fraud). H3 : Religiusitas berpengaruh terhadap Kecenderungan Kecurangan 47 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam peneltian ini adalah metode kuantitatif.Metode kuantitatif merupakan metode yang data penelitiannya berwujud angka-angka sebagai hasil observasi atau pengukuran (Widoyoko, 2012:21).Metode ini digunakan untuk meneliti pengaruh dari keefektifan pengendalian internal, asimetri informasi, budaya etis, dan religiusitas terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. 3.2. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel 3.2.1. Populasi Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang memiliki kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2013:80).Populasi dalam penelitian ini adalah semua karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta. 3.2.2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta yang terdiri dari manajer, bagian keuangan, bagian operasional, dan bagian marketing.Mereka adalah karyawan yang mendapat delegasi wewenang sebagai pengguna anggarandana, pengoperasi pembiayaan, penyelenggara akuntabilitas dari BRI Syariah Cabang Surakarta. 48 3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah metode convinience sampling.Convinience sampling adalah sebagai kumpulan informasi dari anggota – anggota populasi yang mudah diperoleh dan mampu menyediakan informasi tersebut (Sekaran, 2003). 3.3. Data dan Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder : 1. Dalam penelitian ini data primer diperoleh dari jawaban responden terhadap kuesioner yang diajukan kepada responden. Kuesioner akan dibagikan kepada karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta. 2. Data sekunder dalam penelitian ini berupalandasan teori yang diperoleh dari jurnal riset akuntansi, skripsi, tesis, serta bukti-bukti literatur yang mendukung. 3.4. Teknik Pengumpulan Data Teknik dalam pengumpulan data ini adalah dengan kuesioner.Penelitian ini diukur dengan menggunakan skala likert, yang mana nilai jawaban dari responden masing-masing tersebut memiliki skor yang dapat dihitung. Jawaban yang diberikan yakni berupa sangat setuju, setuju, tidak setuju,sangat tidak setuju. 49 3.5. Variabel Penelitian 3.5.1. Variabel Dependen (Y) Variabel dependen dalam penelitian ini adalah Kecenderungan Kecurangan.Pengukuran variabel ini menggunakan skala likert 1 sangat tidak setuju sampai 5 sangat setuju semakin tinggi nilai yang ditunjukkan maka semakin tinggi frekuensi kecurangan yang terjadi.Indikator variabel dependen ini dikembangkan dari jenis- jenis kecenderungan kecurangan menurut ACFE (2016) yang terdiri dari: 1. Kecurangan laporan keuangan 2. Penyalahgunaan aset dan, 3. Korupsi. 3.5.2. Variabel Independen (X) 1. Keefektifan Pengendalian Internal (X1) Pengukuran variabel ini menggunakan 5 item pertanyaan yang dikembangkan dari unsur pengendalian.Komponen pengendalian itu saling terkait dan digunakan dalam penelitian Wilopo (2006).Variabel keefektifan pengendalian internal di ukur dengan indikator menggunakan pengukuran skala likert 1 sangat tidak setuju sampai dengan 5 sangat setuju. Indikator variabel ini dikembangkan oleh Rahmawati (2012) sebagai berikut: a. Lingkungan pengendalian b. Penilaiaan risiko c. Prosedur pengendalian d. Pemantauan 50 e. Informasi dan komunikasi 2. Budaya Etis (X2) Budaya etis adalah persepsi pegawai tentang tindakan, pola tingkah laku, dan kepercayaan yang telah menjadi suatu panutan bagi seluruh pegawai yang berada di dalam instansi (Rae dan Subramaniam, 2008). Pengukuran menggunakan lima item pertanyaan dengan skala likert 1-5, dimana (1) sangat tidak setuju sampai (5) sangat setuju.Indikator pengukuran variabel budaya etis dikembangkan dari teori Robins (2008) dalam Najahningrum (2013) yang meliputi: a. Model peran yang visible, bertingkah laku etis. b. Penyaringan karyawan yang potensial, dengan mengembangkan kode etis c. Menyediakan pelatihan etis d. Meningkatkan perilaku etis, dengan cara memberi hukuman/sanksi bagi pelanggaran tindakan etis. e. Mekanisme perlindungan etika, dengan membentuk posisi, unit, dan mekanisme struktural lain yang menggunakan etika. Etika harus menjadi kegiatan sehari-hari, bukan kegiatan yang sekali dilakukan kemudian disimpan dan dilupakan. 3. Religiusitas Individu (X3) Asumsi mengenai sulitnya pengukuran religiusitas mulai berkurang karena berkembangnya pengukuran relegiusitas di bidang ilmu psikologi, theologi dan sosiologi. Pengukuran religiusitas menurut Glock dan Stark (1965) dalam Pamungkas (2014) dapat dikelompokkan dalam beberapa aspek sebagai berikut: a. Religious practice (the ritualistic dimension) / praktek beragama. 51 b. Religious belief (the ideological dimension) / kepercayaan beragama. c. Religious knowledge (the intellectualdimension) / pengetahuan dalam agama. d. Religious feeling (the experiential dimension) / perasaan yang didapat dalam beragama. e. Religious effect (the consequentialdimension) / pengaruh yang diperoleh dalam beragama. 3.6. Definisi Operasional Variabel Berikut ini disajikan ringkasan dari variabel penelitian dan indikator yang akan digunakan untuk pembuatan kuesioner Tabel 3.1 Definisi Operasional Variabel No Nama Variabel Definisi Operasional 1. Keefektifan Pengendalian Internal (X1) Pengendalian internal merupakan kebijakan dan prosedur yang melindungi aktiva dari penyalahgunaan, memastikan bahwa informasi akurat dan memastikan bahwa perundang – undangan serta peraturan dipatuhi sebagaimana mestinya. Sumber: Waren, Reeve, Fees (1999) dalam Rahmawati (2012) Indikator Skala a. Lingkungan pengendalian b. Penilaiaan risiko c. Kegiatan Pengendalian d. Prosedur pengendalian e. Pemantauan Sumber: Rahmawati (2012) Skala likert 1-5 No. Soal 1-5 Tabel Berlanjut… 52 Lanjutan Tabel 3.1 No Nama Variabel Definisi Operasional 2. Budaya Etis(X3) Budaya etis organisasi merupakan suatu pola tingkah laku, kepercayaan yang telah menjadi menjadi panutan bagi semua anggota organisasi. Sumber: Rae dan Subramaniam (2008) 3. Religiusitas Individu(X2) 4. Kecenderungan Kecurangan (Y) Indikator Skala Soal a. Model peran yang visible b. Penyaringan karyawan yang potensial c. Pelatihan etis d. Hukuman bagi tindakan etis e. Mekanisme perlindungan etika Sumber: Robins (2008) dalam Najahningrum (2013) Religiusitas a. Religious didefinisikan sebagai Practice suatu sistem yang b. Religious terintegrasi dari belief keyakinan (belief), c. Religious gaya hidup, aktivitas Knowledge ritual dan institusi d. Religious yangmemberikan feeling makna dalam e. Religious kehidupan manusia Effect dan mengarahkan Sumber: Glock manusia pada nilai – dan Stark, (1965) nilai suci atau nilai- dalam nilai tertinggi. Pamungkas Sumber: Glock dan (2014) Stark (1965) dalam Pamungkas (2014) Skala likert 1-5 6-10 Skala likert 1-5 1115 Kecurangan merupakan segala sesuatu perbuatan yang melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu yang secara lihai dapat digunakan untuk mendapatkan keuntungan (manipulasi atau Skala likert 1-5 1618 a. Kecurangan laporan keuangan b. Penyalahguna an aset dan, c. Korupsi. Sumber: (ACFE, 2016). Tabel Berlanjut… 53 Lanjutan Tabel 3.1 memberikan pernyataan keliru terhadap pihak lain) dilakukan orangorang dari dalam atau luar organisasi untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok yang secara langsung atau tidak langsung merugikan pihak lain, dengan cara menutupi kebenaran, tipu daya, kelicikan atau mengelabui dan cara tidak jujur yang lain. (ACFE, 2016). 3.7. Instrumen Penelitian Menurut Sugiyono (2013) instrumen penelitian adalah suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati.Semua fenomena yang diamati ini disebut variabel penelitian.Instrumen yang digunakan adalah kuesioner.Pengukuran variabel dilakukan dengan menggunakan skala likert.Skala Likert yang digunakan adalah rentang nilai 1 sampai dengan 5 dengan asumsi. Jawaban dari responden bersifat kualitatif di kuantitatifkan, dimana jawaban diberi skor dengan menggunakan 5 (lima) poin skala likert, yaitu : 1 = Sangat Tidak Setuju, 2 = Tidak Setuju, 3 = Netral, 4 = Setuju, 5 = Sangat Setuju (Sekaran, 2000). 54 3.7.1. Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan valid jika pernyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut, dikatakan valid apabila item indicator secara empiris jika korelasi rhitung> rtabel (Ghozali, 2011). Sebelum kuesioner dibagikan maka dilakukan uji pendahuluan. 3.7.2. Uji Reliabilitas Setelah dilakukan pengujian validitas, selanjutnya akan dilakukan pengujian reliabilitas, yang tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten, jika dilakukan pengukuran dua kali atau lebih. Instrumen dikatakan reliabel (andal) jika jawaban seseorang terhadap pertanyaan adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu (Ghozali, 2011).Cara untuk mengukur reliabilitas dengan cronbach’s alpha dengan kriteria sebagai berikut: ∑ Keterangan : ral = korelasi keandalan Alpha N = Jumlah Responden ∑ = Jumlah Variasi Bagian Vt = Varian Total Untuk memudahkan perhitungan reliabilitas ini, digunakan alat bantu komputer dengan program SPSS (Statistical Package for Social Science). 55 Kemudian, suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0,60 (Ghozali, 2011). 3.7.3. Uji Asumsi Klasik Pengujian asumsi klasik bertujuan untuk melihat kelayakan model serta untuk melihat apakah terdapat pelanggaran asumsi klasik dalam model regresi berganda, karena model regresi yang baik adalah model yang lolos dari pengujian asumsi klasik. Terdapat tiga asumsi dasar yang harus dipenuhi oleh model regresi agar parameter estimasi tidak bias, yaitu: 1. Uji Normalitas Sebelum melakukan pengujian terhadap hipotesis, terlebih dahulu dilakukan uji normalitas untuk mengetahui model statistik yang akan digunakan. Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah distribusi sebuah data mengikuti atau mendekati normal. Uji normalitas dapat dilakukan dengan melihat signifikansi pada 0,05. Jika nilai signifikan yang dihasilkan > 0,05 maka akan berdistribusi normal (Ghozali, 2011). 2. Uji Multikolinieritas Ghozali (2011) memaparkan bahwa uji multikolinearitas dimaksudkan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independent).Artinya, antar variabel yang terdapat dalam model memiliki hubungan yang sempurna.Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.Untuk menguji adanya multikolinearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflating Factor) dengan kriteria sebagai berikut (Ghozali, 2011): 56 a. Jika angka tolerancediatas 0,10 dan VIF > 10 dikatakan terdapat gangguan multikolinearitas. b. Jika angka tolerancediatas 0,10 dan VIF < 10 dikatakan tidak terdapat gangguan multikolinearitas. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan varian residual untuk semua pengamatan pada model regresi.Metode yang dapat digunakan untuk menguji adanya gejala tersebut adalah metode Glejser (Ghozali, 2011), yaitu jika titik tersebar secara acak dan tersebar baik dari bawah maupun di atas angka 0, maka dapat dikatakan bahwa dalam model regresi tidak terdapat gangguan heteroskedastisitas. Pengujian yang dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas > 0,05 yang berarti tidak terjadi heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau yang tidak terjadi heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dapat dilihat juga dengan grafik plot (scatterplot) dimana penyebaran titik-titik yang ditimbulkan terbentuk secara acak, tidak membentuk sebuah pola tertentu serta arah penyebarannya berada di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y. Dengan demikian tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada regresi ini, sehingga model regresi yang dilakukan layak di pakai. 57 3.8. Metode Analisis Data 3.8.1. Koefisien Determinasi (Adj R2) Untuk mengetahui kontribusi dari variabel bebas terhadap variabel terikat dilihat dari adjusted R square-nya. Pemilihan nilai adjusted R square karena penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan jumlah variabel lebih dari satu. Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. AdjustedR2 berarti R2 sudah disesuaikan dengan derajat bebas dari masing-masing jumlah kuadrat yang tercakup di dalam perhitungan adjusted R2. Untuk membandingkan dua R2, maka harus memperhitungkan banyaknya variabel X yang ada dalam model (Ghozali, 2011). 3.8.2. Analisis Regresi Berganda Model pengujian yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini adalah menggunakan analisis regresi linier berganda. Analisis ini digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan regresinya sebagai berikut (Ghozali, 2011),: Yk = a + b1 X1+ b2 X2 + b3X3+ e Keterangan : Yk = kecenderungan kecurangan akuntansi a = konstanta b1-b3 = koefisien regresi X1 = keefektifan pengendalian internal X2 = budaya etis 58 X3 = religiusitas individu e = error 3.8.3. Uji F Uji F dilakukan untuk menguji apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama terhadap variabel dependen atau terikat. Jika F hitung > F tabel, atau sig < 0,05, maka Ha diterima, dan Ho ditolak. Jika F hitung < F tabel, atau sig > 0,05, maka Ha ditolak, dan Ho diterima. Dengan tingkat kepercayaan (α) untuk pengujian hipotesis adalah 95% atau (α) = 0,05. Jika hasil F-hitung > F-tabel maka model yang dirumuskan sudah tepat (Ghozali, 2011).Rumus dari F hitung adalah : = ( − ( − ) ) − Keterangan : k = Jumlah variabel n = jumlah sampel 3.8.4. Uji t Hipotesis diuji dengan menggunakan uji t untuk menguji apakah secara terpisah variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat secara baik. Data yang telah dikumpulkan dalam penelitian ini dianalisis menggunakan regresi berganda pada tingkat signifikansi α = 0,05. Kesimpulan atas pengujian hipotesis didasarkan pada tingkat signifikan dan koefisiennya yaitu sebagai berikut (Priyanto, 2008: 83) : 59 1. Jika tingkat signifikan < α (0,05) dan koefisien regresi (β) negatif maka hipotesis diterima yang berarti tersedia cukup bukti untuk menolak H0. 2. Jika tingkat signifikan < α (0,05) dan koefisien regresi (β) positif maka hipotesis ditolak dan berarti tidak tersedia cukup bukti untuk menerima hipotesis. 3. Jika tingkat signifikan > α (0,05) dan koefisien regresi (β) negatif maka hipotesis ditolak yang berarti tidak tersedia cukup bukti untuk menerima hipotesis. Membandingkan t hitung dengan t tabel didasarkan oleh kriteria pengujian, yaitu (Gujarati, 2012) : 1. H0 diterima, jika = -ttabel<thitung<ttabel, atau Sig. >α 2. Ha diterima, jika = thitung> ttabel, atau –thitung< -ttabel, atau Sig <α 60 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Penelitian Pada dasarnya ada dua tipe kecurangan yang terjadi di suatu instansi ataupun perusahaan, yaitu eksternal dan internal. Kecurangan eksternal yaitu kecurangan yang dilakukan oleh pihak luar terhadap perusahaan dan kecurangan internal adalah tindakan tidak legal dari karyawan, manajer dan eksekutif terhadap perusahaan, seperti: manajer, bagian keuangan, bagian operasional, dan bagian marketing. Mereka adalah karyawan yang mendapat delegasi wewenang sebagai pengguna anggarandana, pengoperasi pembiayaan, penyelenggara akuntabilitas (Widjaja, 2013). Responden penelitian ini adalah BRI Syariah Cabang Surakarta.Sebelumnya terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan peneliti untuk memperoleh responden. Hal pertama yang dilakukan peneliti adalah mengajukan surat permohonan penelitian kepada Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Surakarta yang ditujukan untuk BRI Syariah. Kemudian, membuat proposal penelitian dan selanjutnya mengajukan proposal penelitian yang terlampir surat permohonan penelitian tersebut kepada bagian General Affair BRI Syariah Cabang Surakarta. Satu minggu kemudian peneliti mendapat konfirmasi bahwa proposal yang telah ajukan diterima dan akan diproses lebih lanjut oleh pihak BRI Syariah Cabang Surakarta. Penelitian ini menggunakan metode kuesioner.Setelah selesai 61 seminar proposal, peneliti memberikan kuesioner kepada responden melalui perantara General Affair BRI Syariah Cabang Surakarta, yang selanjutnya didistribusikan kepada masing – masing karyawan dalam perusahaan tersebut. Kuesioner yang disebar dalam penelitian ini sebanyak 50 kuesioner kepada karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta.Penyebaran serta pengembalian kuesioner dilaksanakan mulai tanggal 19 Juni 2017 hingga 4 Juli 2017. 4.2. Gambaran Umum Responden Pada penelitian ini, dari 50 kuesioner yang disebar sebanyak 40 kuesioner kembali.Sedangkan kuesioner yang tidak kembali adalah sebanyak 10 kuesioner dan kuesioner yang tidak lengkap sebanyak 5 kuesioner.Sehingga kuesioner yang lengkap dan dapat diolah sebanyak 35 kuesioner.Gambaran mengenai data sampel dan data jumlah responden disajikan pada tabel 4.1 serta tabel 4.2. Tabel 4.1 Data Sampel Penelitian No. Keterangan Jumlah Prosentase 1 Kuesioner yang disebar 50 100% 2 Kuesioner yang tidak kembali 10 20% 3 Kuesioner yang kembali 40 80% 4 Kuesioner yang tidak lengkap 5 10% 5 Kuesioner yang dapat diolah 35 70% Sumber: Data Primer yang diolah, 2017 No. 1 Tabel 4.2 Data Responden Berdasarkan Jabatan Keterangan Kuesioner Disebar Kuesioner Kembali Manajer 5 4 62 2 Bagian Keuangan 18 14 3 Bagian Operasional 14 10 4 Bagian Marketing 13 7 Jumlah 50 35 4.3.Karakteristik Profil Responden Karakteristik-karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi karakteristik responden menurut umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan terakhir, agama, dan pengalaman bekerja, berikut akan dijelaskan satu per satu secara lebih rinci: 4.3.1. Umur Tabel 4.3 Karakteristik Responden Menurut Umur Frequency Valid 20-30 Tahun 31-40 Tahun 41-50 Tahun Total Percent Valid Percent 11 31.4 31.4 20 57.1 57.1 4 11.4 11.4 35 100.0 100.0 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Cumulative Percent 31.4 88.6 100.0 Pada tabel 4.3 menunjukkan bahwa umur responden yang bekerja BRI Syariah Cabang Surakarta terdiri dari: 31,4 % atau sebanyak 11 responden berumur 20-30 tahun, sebesar 57,1 % atau sebanyak 20 responden berumur 31-40 tahun, dan sebesar 11,4% atau sebanyak 4 responder berumur lebih dari 50 tahun. 63 4.3.2. Gender/Jenis Kelamin Tabel 4.4 Karakteristik Responden Menurut Gender Valid Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Laki - Laki 18 51.4 51.4 51.4 Perempuan 17 48.6 48.6 100.0 Total 35 100.0 100.0 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Pada tabel 4.4 menunjukkan bahwa responden di BRI Syariah Cabang Surakarta sebesar 51,4 % atau sebanyak 18 orang adalah laki-laki dan sebesar 48,6 % atau sebanyak 17 orang adalah perempuan. 4.3.3. Tingkat Pendidikan Terakhir Tabel 4.5 Karakteristik Responden Menurut Tingkat Pendidikan Terakhir Frequency Percent D3 1 2.9 S1 32 91.4 Valid S2 2 5.7 Total 35 100.0 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Valid Percent 2.9 91.4 5.7 100.0 Cumulative Percent 2.9 94.3 100.0 Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa responden yang bekerja BRI Syariah Cabang Surakarta sebesar 2,9% atau sebanyak 1 responden merupakan lulusan D3. 91,4 % atau sebanyak 32 orang adalah lulusan S1. Sisanya 5,7 % atau sebanyak 2 orang merupakan lulusan S2. 64 4.3.4. Pengalaman Bekerja Tabel 4.6 Karakteristik Responden Menurut Pengalaman Bekerja Frequency Percent <1 Tahun 2 5.7 1-5 Tahun 14 40.0 Valid 5-10 Tahun 17 48.6 >10 Tahun 2 5.7 Total 35 100.0 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Valid Percent 5.7 40.0 48.6 5.7 100.0 Cumulative Percent 5.7 45.7 94.3 100.0 Pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa responden yang bekerja BRI Syariah Cabang Surakarta sebesar 5,7% atau sebanyak 2 responden memiliki masa kerja kurang dari 1 tahun, 40% atau sebanyak 14 responden memiliki pengalaman kerja 1-5 tahun, 48,6% atau 17 responden memiliki masa kerja 5-10 tahun dan sisanya 5,7% atau sebanyak 2 responden memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun. 4.4. Pengujian dan Hasil Analisis Data 4.4.1. Hasil Uji Kualitas Data 1. Hasil Uji Reliabilitas Uji reliabilitas digunakan sebagai alat pengukur suatu kuesioner yang merupakan indicator dari variabel atau konstruk.Untuk mengukur reliabilitas digunakan uji statistic Cronbach’s Alfa. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach’s Alfa > 0,60 (Ghozali, 2011). 65 Tabel 4.7 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Cranbach’s Alpha Keterangan Keefektifan Pengendalian Internal 0,755 Reliabel Budaya Etis 0,707 Reliabel Religiusitas Individu 0,796 Reliabel 0,858 Reliabel Kecenderungan Kecurangan Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Table 4.7 menunjukkan nilai Cronbach’s Alpha atas variabel keefektifan pengendalian internal sebesar 0,755; budaya etis sebesar 0,707; religiusitas individu sebesar 0,796; dan kecenderungan kecurangan sebesar 0,858. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pernyataan dalam kuesioner ini reliabel karena nilai Cronbach’s Alpha lebih besar dari 0,6. 2. Hasil Uji Validitas Uji validitas digunakan untuk mengukur valid atau tidaknya suatu kuesioner.dengan membandingkan, nilai r hitung dengan r tabel untuk degree of freedom (df) = 35 - 2 = 33, untuk menguji apakah masing -masing indikator valid atau tidak, nilai r tabel diketahui = 0,3338. Table berikut menunjukkan hasil uji validitas dari empat variabel yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu keefektifan pengendalian internal (KPI), budaya etis (BE), religiusitas (R), dan kecenderungan kecurangan (KK) dengan 35 sampel responden. 66 Table 4.8 Hasil Uji Validitas Keefektifan Pengendalian Internal Corrected itemTotal Corelation 1 (KPI1) 0,721 2 (KPI2) 0,455 3 (KPI3) 0,693 4 (KPI4) 0,343 5 (KPI5) 0,462 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 No. Butir Pertanyaan R tabel Keterangan 0,3338 0,3338 0,3338 0,3338 0,3338 Valid Valid Valid Valid Valid Table 4.8 menunjukkan variabel keefektifan pengendalian internal mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid. Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Budaya Etis No. Butir Pertanyaan Corrected item-Total Corelation 6 (BE1) 0,395 7 (BE2) 0,539 8 (BE3) 0,564 9 (BE4) 0,485 10 (BE5) 0,379 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 R tabel Keterangan 0,3338 0,3338 0,3338 0,3338 0,3338 Valid Valid Valid Valid Valid Table 4.9 menunjukkan variabel budaya etis mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid. Tabel 4.10 Hasil Uji Validitas Religiusitas Invidu No. Butir Pertanyaan Corrected item-Total Corelation 11 (R1) 0,687 12 (R2) 0,604 R tabel Keterangan 0,3338 0,3338 Valid Valid 67 13 (R3) 0,677 14 (R4) 0,478 15 (R5) 0,490 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 0,3338 0,3338 0,3338 Valid Valid Valid Table 4.10 menunjukkan variabel religiusitas individu mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indikator tersebut dinyatakan valid. Tabel 4.11 Hasil Validitas Kecenderungan Kecurangan Corrected itemNo. Butir Total Corelation Pertanyaan 16 (KK1) 0,697 17 (KK2) 0,724 18 (KK3) 0,785 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 R tabel Keterangan 0,3338 0,3338 0,3338 Valid Valid Valid Table 4.11 menunjukkan variabel kecenderungan kecurangan mempunyai kriteria valid untuk semua item pertanyaan dengan nilai r hitung lebih besar dari r tabel dan nilai positif maka butir pertanyaan atau indicator tersebut dinyatakan valid. 3. Hasil Uji Statistik Deskriptif Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi keefektifan pengendalian internal, budaya etis, religiusitas individu, dan kecenderungan kecuranganakan diuji secara statistik deskriptif seperti yang terlihat pada tabel 4.1. 68 Tabel 4.12 Descriptive Statistics N Mean Std. Deviation 24 19.14 3.173 25 25 20.51 21.09 2.188 2.571 12 5.06 2.114 Minimum Maximum Keefektifan 35 9 Pengendalian Internal Budaya Etis 35 15 Religiusitas Individu 35 16 Kecenderungan 35 3 Kecurangan Valid N (listwise) 35 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Berdasarkan table 4.12 diperoleh informasi bahwa variabel, total jawaban keefektifan pengendalian internal minimum responden sebesar 9 dan maksimum sebesar 24, dengan rata-rata 19,14. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata responden setuju dengan pernyataan keefektifan pengendalian internal dalam kuesioner. Variabel, budaya etis total jawaban minimum responden sebesar 15 dan maksimum sebesar 25, dengan rata-rata 20,51 dan standar deviasi sebesar 2,188. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata responden setuju dengan pernyataan budaya etis dalam kuesioner. Variabel religiusitas individu, total jawaban minimum responden sebesar 16 dan maksimum sebesar 25, dengan rata-rata 21,09. Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata responden setuju dengan pernyataan religiusitas individu dalam kuesioner. Variabel kecenderungan kecurangan, total jawaban minimum responden sebesar 3 dan maksimum sebesar 12, dengan rata-rata 5,06. Hasil tersebut 69 menunjukkan bahwa rata-rata responden sangat tidak setuju dengan pernyataan kecenderungan kecurangan dalam kuesioner. Berdasarkan hal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk variabel keefektifan pengendalian internal, budaya etis, religiusitas individu, dan kecenderungan kecurangan rata-rata jawaban responden adalah setuju. 4.4.2. Hasil Uji Asumsi Klasik 1. Hasil Uji Normalitas Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah regresi, variabel dependen dan variabel independen atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.Model regresi yang baik adalah distribusi data normal atau mendekati normal.Dalam penelitian ini, uji normalitas dilakukan dengan menggunakan analisis grafik (probability plot). Gambar 4.1 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik P-Plot Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 70 Gambar 4.1 memperlihatkan penyebaran data yang berada disekitar garis diagonal dan mendekati arah garis diagonal, ini menunjukkan bahwa model regresi telah memenuhi asumsi normal. Hasil uji normalitas berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov (K-S) disajikan pada tabel 4.12 berikut ini: Tabel 4.13 Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolmogorov-Smirnov One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Residual N Normal Parametersa,b Most Extreme Differences Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative Test Statistic Asymp. Sig. (2-tailed) Monte Carlo Sig. (2- Sig. tailed) 99% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound 35 .0000000 1.76815124 .084 .084 -.061 .084 .200c,d .948e .942 .954 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Menurut tabel 4.13 di atas, hasil uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa data penelitian ini berdistribusi normal. Hal ini terlihat dari nilai statistik Kolmogorov-Smirnov sebesar 0,084 dan signifikan pada 0,05 (karena p = 0,200 > dari 0,05). Jadi tidak dapat menolak H0 yang mengatakan bahwa residual terdistribusi secara normal atau dengan kata lain bahwa data penelitian ini berdistribusi normal. 71 2. Hasil Uji Multikolinieritas Untuk mendeteksi adanya masalah multikolonieritas dalam penelitian ini dengan menggunakan nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF). Regresi yang terbebas dar problem multikolonieritas apabila nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10 maka data tersebut tidak ada multikolonieritas (Ghozali, 2011). Berikut ini disajikan hasil uji multikolonieritas dengan menggunakan nilai tolerance dan VIF, yaitu: Tabel 4.14 Hasil Uji Multikolonieritas Model Collinearity Statistic Tolerance VIF (Constant) Keefektifan 0,947 1,056 Pengendalian Internal Budaya Etis 0,983 1,083 Religiusitas Individu 0,909 1,090 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Keterangan Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Tidak terjadi multikolinieritas Berdasarkan table 4.14 di atas terlihat nilai tolerance mendekati angka 1 atau > 0,10 dan nilai VIF di sekitar angka 1 atau < 10 untuk setiap variabel, yang ditunjukkan dengan nilai tolerance untuk keefektifan penendalian internal sebesar 0,947, budaya etis sebesar 0,924, dan religiusitas individusebesar 0,918. Dengan nilai VIF untuk keefektifan pengendalian internal sebesar 1,056, budaya etis sebesar 1,083, dan religiusitas individusebesar 1,090.Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model persamaan regresi tidak terdapat multikolonieritas dan dapat digunakan dalam penelitian ini. 72 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk menguji apakah sebuah model regresi, terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap.Dalam penelitian ini uji heteroskedastisitas menggunakan analisis grafik scatterplot. Gambar 4.2 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Grafik Scatterplot Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Gambar 4.2 menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan tidak membentuk pola tertentu serta tersebar diatas dan dibawah angka 0 (nol) pada sumbu Y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas sehingga model regresi layak digunakan. Hasil uji heteroskedastisitas berdasarkan uji Glejser disajikan pada tabel 4.15 berikut ini: 73 Tabel 4.15 Hasil Uji Heteroskedastisitas Menggunakan Uji Glejser Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta 1 (Constant) 5.046 2.396 TKPI -.095 .061 -.271 TBE -.014 .091 -.027 TR -.073 .078 -.168 a. Dependent Variable: ABS_RES1 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 t 2.106 -1.553 -.149 -.936 Sig. .043 .131 .882 .357 Dari hasil uji Glejser pada tabel 4.15 menunjukkan bahwa tidak ada variabel independen yang signifikan secara statistik mempengaruhi variabel dependen nilai Absolut Residual 1 (ABS_RES1).Hal ini terlihat dari probabilitas signifikansinya di atas tingkat kepercayaan 5%.Jadi dapat disimpulkan model regresi tidak mengandung adanya Heteroskedastisitas. 4.4.3. Hasil Uji Regresi Linier Berganda Pengujian dalam penelitian ini menggunakan model analisis regresi berganda.Uji statistik t digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh masingmasing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen. Pengujian ini menggunakan level of significant () 0,05. Tabel 4.18 menyajikan hasil uji statistik t secara keseluruhan dalam penelitian ini, yaitu: 74 Tabel 4.16 Hasil Uji Regresi Linier Berganda Coefficientsa Model Standa Unstandardize rdized d Coefficients Coeffi cients Std. B Beta Error Correlations t Sig. ZeroPartial order 1 (Cons 20.194 4.212 4.794 .000 tant) TKPI -.225 .103 -.338 -2.186 .036 -.321 TBE -.240 .151 -.248 -1.589 .122 -.363 TR -.277 .137 -.318 -2.026 .051 -.320 Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Part -.366 -.329 -.274 -.239 -.342 -.304 Collinearity Statistics Toler ance VIF .947 1.056 .924 1.083 .918 1.090 Dari tabel 4.16 di atas diketahui bahwa persamaan dalam regresi linear berganda dalam penelitian ini adalah : Y = 20,194 -0,225X1 - 0,240X2 – 0,277X3 + 4,212 Dari persamaan diatas dapat dijelaskan bahwa: 1. Nilai konstanta () diperoleh sebesar 20,194 mengindikasikan bahwa jika variabel independen keefektifan pengendalian internal, budaya etis, religiusitas individu adalah nol maka kecenderungan kecurangan sebesar 20,194. 2. Nilai koefisien regresi variabel X1 yaitu keefektifan pengendalian internal (b1) bernilai negatif yaitu 0,225 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan keefektifan pengendalian internal sebesar 1 poin, sementara asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka menurunkan perilaku kecenderungan kecurangansebesar 0,225 dengan presentase 22,5% atau dengan kata lain nilai 75 koefisien regresi untuk variabel keefektifan pengendalian internal adalah bernilai negatif menyatakan bahwa apabila semakin tinggi tingkat keefektifan pengendalian internalmaka menurunkan intensi untuk melakukan kecurangan. 3. Nilai koefisien regresi variabel X1 yaitu budaya etis (b2) bernilai negatif yaitu 0,240 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan budaya etis sebesar 1 poin, sementara asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka menurunkan perilaku kecenderungan kecurangansebesar 0,240 dengan presentase 24% atau dengan kata lain nilai koefisien regresi untuk variabel budaya etis adalah bernilai negatif menyatakan bahwa apabila semakin tinggi tingkat budaya etis maka menurunkan intensi untuk cenderung melakukan kecurangan. 4. Nilai koefisien regresi variabel X1 yaitu religiusitas individu (b3) bernilai negatif yaitu 0,277 ini dapat diartikan bahwa setiap peningkatan religiusitas individu sebesar 1 poin, sementara asumsi variabel independen lain nilainya tetap, maka menurunkan perilaku kecenderungan kecurangansebesar 0,277 dengan presentase 27,7% atau dengan kata lain nilai koefisien regresi untuk variabel religiusitas individu adalah bernilai negatif menyatakan bahwa apabila semakin tinggi tingkat religiusitas individu maka menurunkan intensi untuk cenderung melakukan kecurangan. 5. Error dalam pengujian ini sebesar 4,212 yang berarti bahwa pada populasi penelitian (karyawan bank BRI Syariah Cabang Surakarta) terdapat selisih antara nilai duga dengan nilai hasil pengamatan sebesar 4,212. 76 4.4.4. Uji Ketepatan Model 1. Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Uji koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar kemampuan variabel dependen dapat dijelaskan oleh variabel independen. Dalam penelitian ini menggunakan variabel independen yaitu keefektifan pengendalian internal, budaya etis, dan religiusitas individu. Sedangkan variabel dependennya adalah kecenderungan kecurangan. Adapun hasil uji koefisien Adjusted R Square disajikan dalam table 4.17 berikut ini: Tabel 4.17 Hasil Uji Koefisien Determinasi (R2) Model Summaryb Model R R Square Adjusted R Square 1 .548a .300 a. Predictors: (Constant), TR, TKPI, TBE b. Dependent Variable: TKK Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 .232 Std. Error of the Estimate 1.852 Pada tabel 4.17 memperlihatkan Adjusted R Square sebesar 0,232. Hal ini berarti 23,2% variabel kecenderungan kecurangan dapat dijelaskan oleh variabel keefektifan pengendalian internal, budaya etis, religiusitas individu. Sedangkan sisanya yaitu sebesar (100% - 23,2% = 76,8%) dijelaskan oleh variabel-variabel lain diluar model penelitian. 77 2. Hasil Uji Statistik F Hasil uji statistik F dapat dilihat pada tabel 4.18.Uji statistik F digunakan untuk melihat kesesuaian model regresi yang telah dibuat, daerah penolakan adalah p-value (Sig.) <. Tabel 4.18 Hasil Uji Statistik F ANOVAa Model Sum of Squares df Mean Square 1 Regression 45.590 3 15.197 Residual 106.296 31 3.429 Total 151.886 34 a. Dependent Variable: TKK b. Predictors: (Constant), TR, TKPI, TBE Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 F 4.432 Sig. .011b Pada tabel 4.18 nilai F diperoleh dengan tingkat signifikansi 0,011 atau lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh kecenderungan keceuranganatau dapat dikatakan bahwa model regresi yang dipilih sudah tepat digunakan untuk penelitian ini. 4.5. Hasil Uji t Uji t digunakan untuk mengetahui adanya pengaruh masing - masing variabel independen secara individual terhadap variabel dependen.Tabel menyajikan hasil uji t secara keseluruhan dalam penelitian ini, yaitu: 78 Tabel 4.19 Hasil Uji t Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B Std. Error 1 (Constant) 20.194 4.212 TKPI -.225 .103 TBE -.240 .151 TR -.277 .137 a. Dependent Variable: TKK Sumber: Data primer yang diolah, SPSS 20 Standardized Coefficients Beta -.338 -.248 -.318 t 4.794 -2.186 -1.589 -2.026 Sig. .000 .036 .122 .051 Pengujian ini mengunakan tingkat signifikansi 5% atau 0,05.Sesuai hipotesis penelitian ini merupakan penelitian uji dua arah, yang berarti belum diketahui arahnya. Dalam mencari nilai t tabel hal pertama yang dilakukan adalah menghitung df.Rumus derajat bebas / degree of freedom (df) adalah n – k. Dimana n = banyak observasi sedangkan k = banyaknya variabel (bebas dan terikat). Penghitungan df bisa dilihat pada rumus dibawah ini: Df =n–k = 35 – 4 = 31 Sesuai tingkat signifikansi, perhitungan df, dan hipotesis pada penelitian ini dapat dilihat bahwa nilai two tailed untuk t tabel adalah2,03951. Pada tabel hasil uji t juga diketahui nilai t hitung setiap variabel independen.Apabila t hitung lebih besar dari t tabel maka H0 ditolak, yang berarti bahwa ada pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil uji t tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut : 79 1. Variabel Keefektifan Pengendalian Internal Hasil analisis uji t untuk variabel keefektifan pengendalian internal diperoleh nilai thitung sebesar 2,186 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Hal ini menunjukkan bahwa nilai thitunglebih besar dari nilai ttabel. Kemudian untuk nilai probabilitas sebesar 0,036 artinya lebih kecil dari nilai signifikansinya 0,05. Perolehan tersebut berarti H0 ditolak atau dapat dikatakan bahwa keefektifan pengendalian internal berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan. 2. Variabel Budaya Etis Hasil analisis uji t untuk variabel budaya etis diperoleh nilai thitungsebesar 1,589 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel. Kemudian untuk nilai probabilitas sebesar 0,122 artinya lebih besar dari nilai signifikansinya 0,05. Perolehan tersebut berarti H0 diterima atau dapat dikatakan bahwa budaya etis tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan. 3. Variabel Religiusitas Individu Hasil analisis uji t untuk variabel religiusitas diperoleh nilai thitung sebesar 2,026 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Data tersebut menunjukkan bahwa nilai thitung lebih kecil dari nilai ttabel. Kemudian untuk nilai probabilitas sebesar 0,051 artinya lebih besar dari 0,05. Perolehan tersebut berarti H0 diterima atau dapat dikatakan bahwa religiusitas individu tidak berpengaruh signifikan terhadap kecenderungan kecurangan. 80 4.6. Pembahasan Hasil Analisis Data 4.6.1. Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal Terhadap Kecenderungan Kecurangan Hasil analisis uji t untuk variabel keefektifan pengendalian internal diperoleh nilai thitung sebesar 2,186 dan nilai ttabel sebesar 2,039. Hal ini menunjukkan bahwa nilai thitung lebih besar dari nilai ttabel dan nilai probabilitas sebesar 0,036 artinya lebih kecil dari 0,05 maka Ho1 ditolak dan Ha1 diterima, yang artinya variabel keefektifan pengendalian internal mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan kecurangan dengan nilai negative. Hal ini dapat diartikan bahwa semakin tinggi tingkat keefektifan pengendalian internal maka menurunkan intensi untuk cenderung melakukan kecurangan, begitu pula sebaliknya semakin rendah tingkat keefektifan pengendalian internal maka meningkatkan intensi untuk cenderung melakukan kecurangan.Wilopo (2006) menyebutkan bahwa pengendalian intern sangat penting untuk memberikan perlindungan bagi entitas terhadap kelemahan manusia serta untuk menguangi kemungkinan kesalahan dan tindakan yang tidak sesuai dengan aturan. Pernyataan tersebut juga disetujui oleh Susanto (2008) dalam Lestari (2015) yang menjelaskan bahwa pengendalian intern yang efektif akan membantu melindungi asset perusahaan, menjamin tersedianya pelaporan keuangan dan manajerial yang dapat dipercaya, meningkatkan kepatuhan terhadap ketentuan dan peraturan yang berlaku serta penyimpangan, dan pelanggaran. mengurangi risiko terjadinya kerugian, 81 Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukann oleh wilopo (2006) yang mengungkapkan bahwa keefektifan pengendalian internal mampu mempengaruhi adanya kecenderungan kecurangan dalam cakupan khusus akuntansi. Hasil yang sama juga diperoleh oleh Najahningrum (2013), dalam penelitiannya keefektifan pengendalian internal berpengaruh negatif terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) di sektor publik dan Lestari (2015) di Koperasi Simpan Pinjam Buleleng. Kaitannya dengan variabel kecenderungan kecurangan dapat diindikasikan bahwa responden cukup memahami pentingnya pengendalian yang efektif guna menurunkan tingkat kecenderungan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan Bank BRI Syariah Cabang Surakarta.Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Devi (2011) yang menemukan bahwa pengendalian internal tidak berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan. 4.6.2. Pengaruh Budaya Etis Terhadap Kecenderungan Kecurangan Hasil analisis uji t untuk variabel budaya etis diperoleh nilai thitung sebesar 1,589 dan nilai ttabel sebesar 2,039 dan nilai probabilitas sebesar 0,122artinya lebih besar dari 0,05maka Ho2 diterima dan Ha2 ditolak, yang artinya variabel budaya etis tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan kecurangan. Hasil pengujian mendapatkan bahwa budaya etis tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.Hasil ini tidak mendukung hipotesis penelitian. Hasil penelitian tersebut karena budaya etis merupakan nilai, norma, keyakinan, sikap dan asumsi yang merupakan bentuk 82 bagaimana orang – orang dalam organisasi berperilaku dan melakukan sesuatu hal yang bisa dilakukan. Hal ini menunjukkan bahwa budaya organisasi berkalitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memaham apa yang terjadi dalam suatu organisasi. Kemudian, budaya etis dapat memberikan pengaruh dalam nilai – nilai dan norma – norma yang meliputi semua kegiatan bisnis, yang mungkin terjadi tanpa disadari. Dengan diterapkannya suatu budaya etis dalam organisasi tidak mempengaruhi seseorang untuk dapat melakukan tindakan yang beretika, oleh karena itu kecenderungan untuk melakukan kecurangan pun tidak terhindarkan.Hal ini disebabkan budaya etis berkaitan dengan aspek subjektif (pribadi masing – masing). Jika seseorang bekerja di perusahaan yang menerapkan budaya beretika yang baik, apabila muncul keinginan untuk melakukan kecurangan maka dengan berbagai cara seorang tersebut akan melakukannya, tanpa mengindahkan budaya etis perusahaaan tersebut. Jadi, secara rasional lingkungan yang lebih etis sekalipun tidak menjamin karyawan yang bekerja di perusahaan tersebut akan bersikap secara etis. Dapat disimpulkan bahwa budaya etis yang baik tidak dapat mencegah adanya kecenderungan kecurangan yang terjadi.Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Chandra (2015) menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan dalam bidang akuntansi. 83 4.6.3. Pengaruh Religiusitas Individu Terhadap Kecenderungan Kecurangan Hasil analisis uji t untuk variabel religiusitas diperoleh nilai thitung sebesar 2,026 dan nilai ttabel sebesar 2,039 dan nilai probabilitas sebesar 0,051 artinya lebih besar dari 0,05 maka Ho3 diterima dan Ha3 ditolak, yang artinya variabel religiusitas individu tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan kecurangan. Hasil pengujian mendapatkan bahwa religiusitas individu tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kecenderungan kecurangan.Hasil ini tidak mendukung hipotesis penelitian. Religiusitas didifinisikan sebagai suatu sistem yang terintegrasi dari keyakinan (belief), gaya hidup, aktivitas ritual dan institusi yang memberikan makna dalam kehidupan manusia dan mengarahkan manusia pada nilai-nilai suci atau nilai-nilai tertinggi (Glock dan Stark dalam Pamungkas, 2014). Peran agama dapat mempengaruhi sikap individu, termasuk di dalam bersikap terhadap pelaporan keuangan usaha. Religiusitas sesorang akan mempengaruhi tingkat tanggungjawabnya terhadap informasi yang akan dilaporkannya. Hal ini terkait dengan peningkatan kejujuran, keadilan dalam informasi. Namun Dyreng, Mayew dan Williams (2010) dalam Sulistiyo (2014) menemukan bukti baru tentang peran agama dan norma-norma sosial dalam pelaporan keuangan perusahaan di Amerika Serikat.Manajer perusahaan dengan kepatuhan agama yang tinggi menunjukkan penyimpangan lebih kecil dari harapan.Hasil tersebut di atas secara keseluruhan dan secara individual dilihat dari 84 dimensi kepatuhan agama Katolik dan Protestan. Kasus tersebut mampu mendukung penelitian ini. Sejalan dengan penjelasan budaya organisasi yang etis berkaitan dengan aspek subjektif dari seseorang dalam memaham apa yang terjadi dalam suatu organisasi. Sehingga setinggi apapun tingkat religiusitas seseorang tidak mempengaruhi seseorang untuk cenderung melakukan kecurangan.Karena faktor keinginan untuk memperkaya diri dan kebutuhan mendesak seseorang lebih mempengaruhinya. 85 BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Penelitian ini meneliti tentang keefektifan pengendalian internal, budaya etis, dan religiusitas invidu terhadap kecenderungan kecurangan. Analisis dilakukan dengan menggunakan metode analisis regresi berganda dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver. 20.Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan BRI Syariah Cabang Surakarta. Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapatkan, maka dapat disimpukan menjadi beberapa poin di bawah ini: 1. Terdapat pengaruh signifikan pada variabel keefektifan pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan di BRI Syariah Cabang Surakarta. 2. Tidak terdapat pengaruh signifikan pada variabel budaya etis terhadap kecenderungan kecurangan di BRI Syariah Cabang Surakarta. 3. Tidak terdapat pengaruh signifikan pada variabel religiusitas individu terhadap kecenderungan kecurangan di BRI Syariah Cabang Surakarta. 5.2. Keterbatasan Penelitian Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini adalah: 1. Sedikitnya kuesioner yang dapat diolah karena penelitian dilakukan ketika bulan Ramadhan dan mendekati cuti bersama Lebaran, yang mana pekerjaan 86 karyawan lebih banyak, sehingga tidak semua karyawan bersedia menjadi responden. 2. Tehnik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner. Adapun keterbatasan penelitian dengan menggunakan kuesioner yaitu terkadang jawaban yang diberikan oleh responden tidak menunjukkan keadaan yang sesungguhnya. Sehingga berpengaruh pada tidak signifikannya hasil uji hipotesis yang menguji hubungan ketiga variabel yaitu: keefektifan pengendalian internal, budaya etis, dan religiusitas terhadap kecenderungan kecurangan. 5.3. Saran–saran Saran yang didasarkan beberapa kesimpulan dan keterbatasan yang ada dalam penelitian ini adalah: 1. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode convinience samplingyaitu sampel diperoleh dari anggota – anggota populasi yang mudah diperoleh dan mampu menyediakan informasi tersebut (Sekaran, 2003:35). Dalam penelitian ini hanya dapat mengumpulkan sampel sebanyak 35 responden. Meskipun jumlah sampel ini sudah sesuai dengan teknik pengambilan jumlah sampel yang dijelaskan oleh Sugiyono(2012), dimana dikatakan bahwa sebaiknya ukuran sampel diantara 30 sampai 500 elemen. Namun, diharapkan penelitian berikutnya dapat menggunakan sample yang lebih banyak lagi. 2. Penelitian ini hanya menggunakan responden dari satu Bank Syariah saja, sehingga hasilnya sangat minimum dan tidak mampu mengeneralisir untuk 87 semua Bank Syariah. Jadi untuk penelitian kedepannya diharapkan menggunakan lebih dari satu Bank Syariah. 3. Kepada perusahaan diharapkan untuk lebih menerapkan peraturan serta kebijakan dalam pemantauan dan evaluasi atas kegiatan pengendalian intern perusahaan. 88 DAFTAR PUSTAKA Alinson.(2006). Fraud Auditing.http://www.reindo.co.id. Diakses tanggal 13 Februari 2017 Adinda, Y. M. (2015). Faktor yang mempengaruhi terjadinya kecurangan (fraud) di sektor pemerintahan klaten.Accounting Auditing Journal 4 (3).ISSN 2252-6765. Ancok, D., dan Suroso F. N. (2004). Psikologi islam solusi islam atas problem – problem psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Arens, A. J., and Beasley, M. S. (2008). Auditing & assuranceservices an intergal apporoaach. Jakarta: Erlangga Association of Certified Fraud Examiners (ACFE). (2016). Report to the nation onoccupational fraud and abuse. Chandra, D. P. (2015).Determinan terjadinya kecenderungan kecuranganakuntansi (fraud) pada dinas pemerintah se kabupatengrobogan. Accounting Auditing Journal 4 (3) (2015). ISSN 2252-6765 Devi, N. S. (2011). Pengaruh kompensasidan sistem pengendalian intern terhadapkecenderungan kecurangan akuntansi(studi empiris pada kantor cabang bankpemerintah dan swasta di kota padang). Jurnal auditing UNP : Padang. Djumena, E. Bank mega syariah terseret kasus investasi emas?.Diakses tanggal 2 Maret 2017, http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2014/05/08/0821423/Bank.Mega.S yariah.Terseret.Kasus.Investasi.Emas. Ghozali, I. (2011). Aplikasi analisis multivariate dengan program ibm spss 19. Ed kelima. Semarang:Universitas Diponegoro. Gujarati, D. N., dan Porter, D. C. (2012). Dasar – dasar ekonometrika. Jakarta: Salemba Empat. Halim, A. (2003). Auditing (Jilid 1). Yogyakarta: UPP AA YKPN. Ikatan Akuntan Indonesia.(2009). Standar profesional akuntan publik. Jakarta: Salemba Empat Kusumastuti, N. R. (2012). Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi dan perilaku tidak etis sebagai variabel intervening.Jurnal Akuntansi Auditing UNDIP. 89 Lestari, K. A. (2015). Pengaruh pengendalian internal dan budaya etis organisasi terhadap kecenderungan kecurangan (fraud) pada koperasi simpan pinjam di kecamatan buleleng.E-journal Volume 3 No. 1 Tahun 2015 Mulyadi. (2008). Sistem Akuntansi edisi 3. Jakarta: Salemba Empat. Najahningrum, A. F. (2013). Faktor-faktor yang mempengaruhi fraud: persepsi pegawai dinas provinsi DIY.Accounting Analysis Journal 2.3 . Najib,H., dan Rini. (2016). Analisis faktor yang mempengaruhi fraud di bank syariah.Simposium Nasional Akuntansi XIX Lampung Ningsaptiti, R. (2010). Analisis pengaruh ukuran perusahaan dan mekanisme corporate governance terhadap manajemen laba studi emiris pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia 2006-2008). Norbarani, L. (2012). Pendeteksiankecuranganlaporankeuangandengananalisisfraud triangle yang diadopsidalam sas no.99.Journal Managerial Accounting Semarang :Fakultas Ekonomi UNDIP Pamungkas, I. D. (2014). Pengaruh religiusitas dan rasionalisasi dalam mencegah dan mendeteksikecenderungan kecurangan akuntansi.Jurnal Ekonomi dan bisnis volume 15 nomor 2 ISSIN1693-0008 Prabowo, D. (2013). Kredit fiktif bsm terendus sejak 2012, 3 pegawai sudah dipecat. Diakses tanggal 24 Februari 2017, http://megapolitan.kompas.com/read/2013/10/24/2349078/Kredit.Fiktif.BS M.Terendus.sejak.2012.3.Pegawai.Sudah.Dipecat Priyanto, D. (2008). Mandiri belajar spss. Yogyakarta: Mediakom PSA No. 69 pertimbangan atas pengendalian intern (SA Seksi: 319) Rae et al. (2008).Quality of internal control procedures: antecedents and moderating effect on organisational justice and employess fraud.Managerial AuditingJournal 2.2 2008: 104-124. Rahmawati, A. P. (2012). Analisis faktorinternal dan manajementerhadap kecenderungan kecuranganakuntansi. moralitas Rini. (2014). The effect of audit committee role and sharia supervisiory board role on financial reporting quality atislamic banks in indonesia.Jurnal of Economics, Business, and Accountancy VenturaVo.17, No.1, page 145-156, April 2014. Riyanto, M. (2009).Mengembangkan perilaku organisasi.Orbith Vol.5 no. 1 Maret 2009:18-23 etis sebagai budaya Sekaran, U. 2007. Research Methods for Business. Jakarta: Salemba Empat. 90 Sugiyono. (2013). Statistika untuk penelitian. Bandung: CV. Alfabeta Sulistiyo, H. (2014). Relevansi nilai religius dalam mencegah perilaku disfungsional audit.Jurnal Ekonomi Manajemen dan Akuntansi. No. 36/Th.XXI / April 2014 Sulistiyowati. (2007). Pengaruh kepuasan gaji dan kultur organisasi terhadap persepsi aparatur pemerintah daerah tentang tindak korupsi. Jurnal Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Melalui www.google.com Thoyibatun, Siti. (2009). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan akuntansi serta akibatnya terhadap kinerja organisasi.Jurnal Ekonomi dan Keuangan volume 16 nomor 2:245260. Tuanakotta, T. (2007).Akuntansiforensik& audit investigatif. Jakarta:LembagaPenerbitFakultasEkonomiUniversitas Indonesia. Widoyoko, E. P. (2012). Teknik penyusunan instrumen penelitian.Yogyakarta: Pustaka Belajar. Wijaya, A. S. (2012). Kasus gadai emas perburuk citra produk syariah.Diakses tanggal 24 Februari 2017.https://m.tempo.co/read/news/2012/10/04/087433724/kasus-gadaiemas-perburuk-citra-produksyariah. Wilopo.(2006). Analisis faktor-faktor yangberpengaruh terhadap kecenderungankecurangan akuntansi studi padaperusahaan publik dan perusahaan badanusaha milik negara.SNA IX : Padang. www.brisyariah.co.id (Diakses tanggal 10 Juni 2017 pukul 15.40 WIB)