3 TEORI KONGRUENSI Pada bab ini dipelajari aritmatika modular yaitu aritmatika tentang kelas-kelas ekuivalensi, dimana permasalahan dalam teori bilangan disederhanakan dengan cara mengganti setiap bilangan bulat dengan sisanya bila dibagi oleh suatu bilangan bulat tertentu n. Ini berdampak pada penggantian himpunan bilangan bulat bilangan oleh Zn Zn yang hanya memuat n Zn dengan suatu sistem elemen. Banyak sifat yang berlaku pada seperti operasi penjumlahan dan perkalian. yang terdapat di dalam Z Z diwarisi Karena hanya berhingga elemen maka lebih mudah ditangani. Sebelum masuk ke aritmatika modular diperhatikan dulu masalah sederhana berikut. Contoh 3.1. Misalkan hari ini adalah Sabtu, hari apa setelah 100 hari dari sekarang? Penyelesaian. Cara 'konyol' menjawab pertanyaan ini adalah menghitung langsung satu per satu hari-hari pada kalender sampai dengan hari ke 100. Tetapi dengan mengingat terjadi pengulangan secara periodik setiap 7 hari maka permasalahan ini mudah diselesaikan dengan menghitung sisanya jika 100 dibagi 7, yaitu 100 = 14 × 7 + 2. Jadi 100 hari mendatang adalah hari ke 2 dari sekarang, yaitu Senin. Contoh 3.2. Apakah 22051946 bilangan kuadrat sempurna? Penyelesaian. √ Cara umum untuk menjawab pertanyaan ini adalah dengan menghitung 22051946, jika hasilnya bulat maka ia kuadrat sempurna. Cara lain adalah den- gan cara mengkuadratkan bilangan-bilangan bulat, apakah hasilnya ada yang sama dengan bilangan yang dimaksud. Cara yang paling sederhana adalah dengan menggunakan sifat bilangan kuadrat sempurna, yaitu jika bilangan kuadrat sempurna dibagi 4 maka sisanya 0 atau 1. Artinya, jika sisanya selain dari 0 dan 1 maka dipastikan ia bukan kuadrat sempurna. Diperoleh 22051946 = 220519 × 100 + 46 = 220519 × (25 × 4) + (11 × 4) + 2 = (220519 + 25 + 11) × 4 + 2, ternyata memberikan sisa 2 sehingga disimpulkan bukan kuadrat sempurna. 39 3 TEORI KONGRUENSI Kedua contoh ini merupakan masalah sederhana pada aritmatika modular, masih banyak masalah rumit pada teori bilangan yang hanya dapat diselesaikan dengan mudah melalui artimatika modular. 3.1 Aritmatika Modular Denisi 3.1. dan b Misalkan n sebuah bilangan bulat positif tertentu. Dua bilangan bulat dikatakan kongruen modulo n, ditulis a≡b jika n mod(n) a − b, atau jika a − b = kn untuk suatu bilangan bulat k . dengan b modulo n, atau a kongruen modulo n dengan b. membagi selisih juga, a kongruen a Dibaca Untuk lebih memahami denisi ini kita amati contoh berikut. Contoh 3.3. n = 7 maka diperoleh beberapa fakta berikut 3 ≡ 24 mod(7) sebab 3 − 24 = 21 terbagi oleh 7, −31 ≡ 11 mod(7)sebab −31 − 11 = −42 terbagi oleh 7, −15 ≡ −64 mod(7)sebab −15 + 64 = 49 habis dibagi 7. Tetapi 25 12 mod(7)sebab 25 − 12 = 13 tidak habis dibagi 7, yaitu 25 tidak kongruen dengan 12 modulo 7. Ambil Pada bagian lainnya relasi kongruensi ini juga terkadang menggunakan notasi b(mod n), atau a ≡n b. Bila bilangan modulo cukup ditulis sederhana dengan a sudah dipahami dengan baik maka a ≡ b. Bila pada algoritma pembagian, diambil bulat n a ≡ selalu terdapat hasil bagi q n dan sisa sebagai pembagi maka sebarang bilangan r sehingga a = qn + r, 0 ≤ r < n. Berdasarkan denisi kongruensi, relasi ini dapat ditulis sebagai ada n pilihan untuk r a≡r mod(n).Karena maka disimpulkan bahwa setiap bilangan bulat pasti kongruen 0, 1, · · · , n − 1. Khusunya n|a bila hanya bila a ≡ 0 mod(n). Himpunan bilangan {0, 1, · · · , n−1} disebut residu taknegatif terkecil modulo n. Secara umum, kumpulan bilangan bulat a1 , a2 , · · · , an dikatakan membangun himpunan lengkap residu modulo n jika setiap bilangan bulat kongruen dengan salah satu bilangan ak . Dengan kata lain jika a1 , a2 , · · · , an kongruen modulo n dengan 0, 1, · · · , n − 1 dengan urutan yang tidak beraturan. modulo n dengan salah satu bilangan 40 3 TEORI KONGRUENSI Contoh 3.4. modulo 7 Bilangan −12, −4, 11, 13, 22, 82, 91 membentuk himpunan lengkap residu sebab −12 ≡ 2, −4 ≡ 3, 11 ≡ 4, 13 ≡ 5, 22 ≡ 1, 82 ≡ 5, 91 ≡ 0. Jadi prinsipnya dalam suatu himpunan residu lengkap tidak ada dua bilangan yang saling modulo, misalnya a2 ≡ a5 . Berikut sifat dua bilangan bulat sebarang jika mereka saling modulo. Teorema 3.1. Untuk sebarang bilangan bulat a dan b, a ≡n b bila hanya bila mereka memberikan sisa yang sama bila dibagi oleh n. Bukti. a ≡n b maka berdasarkan denisi a = b + kn untuk suatu k bulat. Misalkan b memberikan sisa r jika dibagi n, yaitu b = qn + r , dengan 0 ≤ r < n. Selanjutnya sisa a jika dibagi n dapat ditemukan sebagai berikut Karena a = (qn + r) + kn = (q + k)n + r, ternyata juga memberikan sisa yang sama jika dibagi oleh n, r. Sebaliknya, misalkan keduanya memberikan sisa katakan a = q1 n + r, b = q2 n + r maka a − b = (q1 − q2 )n, yakni a ≡ n b. Kongruensi dapat dipandang sebagai generalisasi dari relasi sama dengan. Bila dua bilangan sama maka mereka kongruen terhadap sebarang modulo. Namun dua bilangan yang tidak sama boleh jadi mereka kongruen terhadap modulo tertentu. Sebaliknya dua bilangan yang kongruen modulo tertentu belum tentu sama. Teorema berikut mem- berikan sifat-sifat dasar kongruensi. Teorema 3.2. Misalkan n > 1 sebagai bilangan modulo dan a, b, c, d adalah bilangan bulat sebarang. Maka pernyataan berikut berlaku : 1. a ≡ a (sifat reeksif) 2. a ≡ b bila hanya bila b ≡ a (simetris) 3. bila a ≡ b dan b ≡ c maka a ≡ c (transitif) 4. bila a ≡ b dan c ≡ d maka a + c ≡ b + d (aditif) dan ac ≡ bd (multiplikatif) 41 3 TEORI KONGRUENSI 5. bila a ≡ b dan k bulat positif sebarang maka ak ≡ bk . Bukti. a − a = 0 · n maka disimpulkan a ≡ a. Untuk pernyataan 2, gunakan denisi yaitu a ≡ b↔ a − b = q · n ↔ b − a = (−q) · n ↔ b ≡ a. Pada pernyataan 3, diketahui a ≡ b dan b ≡ c yaitu a − b = q1 · n dan b − c = q2 · n. Diperoleh Karena a − b + b − c = (q1 + q2 ) · n ↔ a − c = q · n, | {z } q a − b = q1 · n dan c − d = q2 · n. Bila kedua ruas dijumlahkan diperoleh (a+c)−(b+d) = (q1 +q2 )·n, yaitu a+c ≡ b+d. yakni a ≡ c. Untuk pernyataan 4, diketahui Untuk sifat multiplikatif dicoba sendiri. Pernyataan terakhir dibuktikan dengan k = 1 maka jelas dipenuhi sebab k k k+1 diketahui a ≡ b. Misalkan berlaku untuk k : a ≡ b maka a = ak a ≡ bk b = bk+1 , yaitu berlaku untuk k + 1. menggunakan prinsip induksi matematika. Untuk Contoh 3.5. Bukti. Buktikan 41 membagi habis 220 − 1. Disini kita berhadapan dengan bilangan yang cukup besar sehingga sangat sulit ditangani langsung. Dengan menggunakan kongruensi, permasalahan ini dapat diselesaikan dengan mudah. Ambil bilangan modulo gan kongruensinya adalah dalam modulo 4 41. 220 . 41, arahkan salah satu bilan- 25 ≡ −9 Berangkat dari fakta sederhana tentunya Dengan Torema (3.2)(5) maka dengan mempangkatkan dengan diperoleh 25 sehingga diperoleh Contoh 3.6. 4 ≡ (−9)4 = (81)(81) ≡ (−1)(−1) = 1 220 ≡ 1, yakni Tentukan sisanya jika Penyelesaian. 220 − 1 merupakan kelipatan 1! + 2! + 3! + · · · + 100! 41. dibagi oleh 12. Tanpa teori kongruensi masalah ini mungkin tidak dapat diselesaikan. Mulailah dari suku pada deret tersebut yang habis dibagi mempunyai 4! = 24 ≡ 0 modulo 12. 12. Dalam hal ini kita Karena suku selanjutnya pasti memuat faktor 4! maka suku-suku tersebut juga habis dibagi oleh 12. Jadi, sisanya 1! + 2! + 3! = 9. Karena bilangan ini tidak dapat dibagi 12 maka inilah dimaksud, yaitu 9. Pada Teorema (3.2) telah dnyatakan bahwa jika a≡b maka ac ≡ bc hanyalah sisa yang terhadap modulo yang sama. Sebaliknya, belum ada sifat kanselasi atau pembagian yang membawa bc menjadi a ≡ b. ac ≡ Ternyata sifat ini tidak berlaku otomatis, seperti diberikan pada teorema berikut. 42 3 TEORI KONGRUENSI Teorema 3.3. Jika ac ≡ bc(mod n)maka a ≡ b(mod nd )dimana d = gcd(c, n). Bukti. Berdasarkan hipotesis dapat ditulis (a − b)c = ac − bc = k · n untuk suatu s := k bulat. Karena n adalah prima relatif. d d = gcd(c, n) maka kedua bilangan bulat r := dc dan Substitusi c = dr dan n = ds ke dalam persamaan sebelumnya diperoleh (a − b)dr = k(ds) → (a − b)r = k · s s|(a−b)r. a ≡ c(mod nd ). Jadi, Karena gcd(r, s) = 1 maka s|(a−b) yang berarti a ≡ b(mod s)atau Akibat 3.1. Jika ac ≡ bc(mod n)dan gcd(c, n) = 1 maka a ≡ b(mod n). c pada ac ≡ bc p - c maka gcd(p, c) = 1. Akibat ini menyatakan bahwa kita dapat melakukan kanselasi dan n prima relatif. Amati bahwa jika p prima dan asalkan c Fakta ini menghasilkan akibat berikut. Akibat 3.2. Jika p prima, p - c dan ac ≡ bc(mod p)maka a ≡ b(mod p). Contoh 3.7. Sederhanakan kongruensi berikut: Penyelesaian. 33 ≡ 15(mod 9)dan −35 ≡ 45(mod 8). Kongruensi pertama diselesaikan sebagai berikut: 33 ≡ 15(mod 9) ↔ 11 · 3 ≡ 5 · 3(mod 9) ↔ 11 ≡ 5(mod 9) sebab gcd(3, 9) = 3. Untuk kongruensi kedua diselesaikan sejalan, −35 ≡ 45(mod 8) ↔ 5 · (−7) ≡ 5 · 9(mod 8) ↔ −7 ≡ 9(mod 8) sebab 5 dan 8 prima relatif. 3.2 Kelas-kelas Ekuivalensi Pada Teorema (3.2), sifat reeksif, simetris dan transitif menunjukkan bahwa untuk sebarang ibatnya, n bulat positif, relasi kongruensi ≡n merupakan relasi ekuivalensi pada Z. Akhimpunan Z terpartisi atas kelompok-kelompok yang saling asing yang disebut 43 3 TEORI KONGRUENSI kelas-kelas ekuivalensi. Kelas-kelas ekuivalensi ini dinyatakan dengan notasi [a]n dan didenisikan sebagai [a]n : = {b ∈ R : a ≡ b(mod n)} = {· · · , a − 2n, a − n, a, a + n, a + 2n, · · · } . [a]n merupakan himpunan semua bilangan bulat yang kongruen modulo n dengan a. Kita memandang para bilangan di dalam [a]n ini sebagai satu kesatuan. Bila bilangan modulo n sudah dipastikan maka cukup menggunakan notasi [a] untuk maksud [a]n . Karena pembagian dengan n akan memberikan n kemungkinan sisa r = 0, 1, · · · , n − 1 sehingga setiap bilangan pada Z pasti kongruen dengan salah satu sisa tersebut. Jadi sesungguhnya bilangan bulat Z terpartisi atas n kelas ekuivalensi, yaitu Jadi [0] = {· · · , −2n, n, 0, n, 2n, · · · } [1] = {· · · , 1 − 2n, 1 − n, 1, 1 + n, 1 + 2n, · · · } [2] = {· · · , 2 − 2n, 2 − n, 2, 2 + n, 2 + 2n, · · · } . . . [n − 1] = {· · · , −n − 1, −1, n − 1, 2n − 1, 3n − 1, · · · } Tidak ada kelas ekuivalensi lainnya. Bila dilanjutkan maka kelas ekuivalensi berikutnya kembali ke semula. Misalnya, [n] = {· · · − n, 0, n, 2n, 3n, · · · } = [0]. Secara umum berlaku [a] = [b] ←→ a ≡ b(mod n). Contoh 3.8. Untuk n=1 hanya terdapat 1 kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k · 1 : k ∈ Z} = {k : k ∈ Z} = Z. Untuk n=2 terdapat dua kelas ekuivalensi, yaitu [0] = {0 + k · 2 : k ∈ Z} = {2k : k ∈ Z} = 2Z [1] = {1 + k · 2 : k ∈ Z} = {2k + 1 : k ∈ Z} = 2Z + 1. 44 (3.1) 3 TEORI KONGRUENSI Denisi 3.2. Untuk suatu n≥1 yang diberikan, kelas-kelas ekuvalensi terhadap modulo n, Zn didenisikan sebagai himpunan yaitu Zn := {[0], [1], · · · , [n − 1]} Selanjutnya, pada Zn (3.2) didenisikan operasi penjumlahan, pengurangan dan perkalian berikut: [a] + [b] := [a + b], [a] − [b] = [a − b], [ab] = [a][b] untuk setiap Perbedaan (3.3) [a], [b] ∈ Zn . Z dan Zn dapat dijelaskan sebagai berikut: Z merupakan himpunan semua bilangan bulat sehingga banyak anggotanya takberhingga, sedangkan himpunan yang memuat kelas-kelas ekuivalensi. Jadi banyak anggota Zn merupakan Zn berhingga yaitu n anggota, sedangkan masing-masing kelas mempunyai takberhingga anggota. Setiap a ∈ Z, pasti termuat ke dalam salah satu kelas ekuivalensi di dalam Zn . Ilustrasi hanya kelas-kelas ekuivalensi ditunjukkan pada Gambar berikut. [1] [0] [3] [2] ... [n-1] Figure 3.1: Kelas-kelas ekuivalensi pada Contoh 3.9. Tentukan residu taknegatif terkecil modulo Penyelesaian. 35. 35 Z dari 28 × 33. Pertanyaan ini sama saja dengan menentukan sisa 28 × 33 Gunakan kongruensi, 28 ≡ −7, 33 ≡ −2 −→ 28 × 33 ≡ (−7)(−2) = 14 45 jika dibagi 3 TEORI KONGRUENSI karena adalah 0 ≤ 14 < 35 14. Coba cek maka disimpulkan residu teknegatif terkecil yang dimaksud pakai kalkulator! Contoh 3.10. Tentukan digit terakhir angka desimal dari Penyelesaian. Digit terakhir hanya ditentukan oleh suku-suku yang angka desimalnya tidak 0. Perhatikan pertama bilangan pasti kelipatan 10. 1! + 2! + 3! + · · · + 10!. 5! = 5·4·3·2·1 = 120. Bilangan selanjutnya Jadi dapat ditulis 1! + 2! + 3! + 4! + · · · + 10! = 1 + 2 + 6 + 24 + 10k = 33 + 10k = 3 + (3 + k)10. 0 maka disimpulkan digit Karena suku kedua bilangan terakhir ini berakhir dengan terakhir yang dimaksud adalah 3. 3.3 Kongruensi Linier Denisi 3.3. Sebuah persamaan yang berbentuk ax ≡ b(mod n)disebut kongruensi linier. Penyelesaiannya adalah setiap bilangan x0 yang memenuhi ax0 ≡ b(mod n). x0 y0 . Dengan denisi ini untuk setiap penyelesaian ax0 − ny = b ax ≡ b(mod n) untuk suatu bilangan bulat berlaku n|(ax0 − b), ekuivalen dengan Jadi menyelesaikan kongruensi linier sama saja dengan menyelesaikan persamaan Diophantine ax0 − ny0 = b Pada kongruensi linier b, jadi x0 ax ≡ b(mod n), jika x penyelesaian dan juga merupakan penyelesaian. Walaupun x dan x0 x0 ≡ x maka ax0 ≡ ax = berbeda dalam arti biasa namun mereka dianggap 'sama' karena membentuk kelas ekuivalensi. Sebagai contoh, x = 3 dan x = −9 keduanya memenuhi 3x ≡ 9(mod 12) sebab 3 ≡ −9(mod 12). Kedua penyelesaian ini dianggap sama. Banyaknya penyelesaian dihitung berdasarkan banyaknya penyelesaian yang tidak kongruen. Teorema 3.4. Jika d = gcd(a, n) maka kongruensi linier ax ≡ b(mod n) mempunyai penyelesaian jika hanya jika d|b. Jika d|b dan x0 penyelesaian penyelesaian 46 3 TEORI KONGRUENSI tertentu (khusus) maka penyelesaian umumnya diberikan oleh x = x0 + n t, t ∈ Z. d Khususnya, para penyelesaian ini membentuk tepat d kelas-kelas ekuivalensi dengan representasi n n n , x0 + (2), · · · , x0 + (d − 1). d d d Bukti. Karena kongruensi linier ax ≡ b(mod n) ekuivalen dengan persamaan Diophantine ax − ny = b maka ia mempunyai penyelesaian jika d = gcd(a, n) membagi b, yaitu d|b. Bila x0 dan y0 penyelesaian khusus persamaan ini maka penyelesaian x = x0 , x0 + umumnya dapat disajikan sebagai x = x0 + n a t, y = y0 + t. d d d penyelesaian berdasarkan kelas, x0 + (d−1)t . Untuk ini pertama dibukd Selanjutnya ditunjukkan hanya terdapat tepat kelas ekuivalensi x = x0 , x0 + t , x0 d + 2t ,··· d tikan tidak ada para panyelesaian ini yang kongruen satu sama lainnya. Andaikan ada dua yang kongruen, katakan x0 + Akhirnya diperoleh x0 + nd t1 dan x0 + nd t2 maka diperoleh n n t2 ≡ x0 + t1 (mod n), 0 ≤ t1 ≤ t2 < d d d n n t2 ≡ t1 (mod n) d d n n ,n = . t2 ≡ t1 (mod d), sebab gcd d d d|(t2 − t1 ). Hal in tidaklah mungkin karena t2 − t1 < d. Kontradiksi. Jadi disimpulkan semua penyelesaian ini tidak ada yang kongruen, atau mereka dianggap penyelesaian yang berbeda. Dibuktikan juga bahwa selain dari penyelesaian tersebut yaitu x = x0 + nd t, t = d, d + 1, · · · kongruen dengan salah satu penyelesaian tersebut. Berdasarkan algoritma pembagian, dapat ditulis t = qd + r, 0 ≤ r < d sehingga x0 + Padahal, n n t = x0 + (qd + r) d d n = x0 + nq + r d n ≡ x0 + r(mod n). d x0 + nd r(mod n) merupakan salah satu penyelesaian yang sudah ada. 47 3 TEORI KONGRUENSI Akibat 3.3. Bila gcd(a, n) = 1 maka kongruensi linier ax ≡ b(mod n) mempunyai tepat satu penyelesaian. Contoh 3.11. Diperhatikan kongruensi linier ini mempunyai penyelesaian? 18x ≡ 30(mod 42). Apakah kongruensi Bila iya, ada berapa penyelesaian berbeda? Temukan penyelesaian tersebut! Penyelesaian. Karena d = gcd(18, 42) = 6 dan ia membagi 30 maka disimpulkan kon- gruensi ini mempunyai penyelesaian, dengan banyak penyelesaian berbeda 6 buah. Untuk menyelesaikan kongruensi ini, ubah dulu ke dalam bentuk persamaan Diophantine berikut 18x − 42y = 30. Tapi cara ini cukup panjang. Cara lain dapat pula dengan melakukan inspeksi langsung, yaitu dapat diperiksa bahwa x0 = 4 adalah salah satu penyelesaian. Penyelesaian umumnya dapat ditulis sebagai x = 4 + 7t(mod 42), t = 0, 1, · · · , 5 atau x = 4, 11, 18, 25, 32, 39(mod 42). Contoh 3.12. Selesaikan kongruesi linier berikut (i) 9x ≡ 21(mod 30) (ii) 7x ≡ 3(mod 12) (iii) 10x ≡ 6(mod 12) 3.4 Sistem kongruensi linier satu variabel Diperhatikan terlebih dulu puzzle berikut Aku adalah sebuah bilangan. Jika dibagi 3 bersisa 2, dibagi dengan 5 bersisa 3 dan dibagi dengan 7 bersisa 2. Bilangan apakah aku? Puzzle seperti ini muncul awal abad 1 Masehi pada literatur Cina oleh Sun-Tsu dan kemudian muncul juga di kalangan matematikawan Yunani sekitar tahun 100 M. Bentuk umum sistem kongruensi linier satu variabel adalah a1 x ≡ b1 (mod m1 ), a2 ≡ b2 (mod m2 ), · · · , ar ≡ br (mod mr ) 48 (3.4) 3 TEORI KONGRUENSI Diasumsikan bilangan modulo mk prima relatif secara berpasangan. Sebagai ilustrasi, gcd(m1 , m2 ) = d 6= 1 maka kita dapat menyederhanakan kedua kongruensi a1 x ≡ b1 (mod m1 ) dan a2 x ≡ b2 (mod m2 ). Agar sistem ini mempunyai penyelesaian maka bila haruslah tiap-tiap kongruensi mempunyai penyelesaian. Agar tiap-tiap kongruensi mem- dk |bk untuk setiap k = 1, · · · , r dimana dk = gcd(ak , mk ). punyai penyelesaian maka haruslah Pada kongruensi ke k dapat ditulis ak x ≡ bk (mod mk ) → a0k x ≡ b0k (mod nk ) dimana nk = mk , dk a0k = ak dan dk b0k = bk . Sekarang sistem kongruensi linier (3.4) menjadi dk a01 x ≡ b01 (mod n1 ), a02 x ≡ b02 (mod n2 ), · · · , a0r x ≡ b0r (mod nr ) dimana gcd(ni , nj ) = 1 untuk i 6= j dan gcd(a0i , ni ) = 1. (3.5) Dengan demikian sistem kon- gruensi (3.5) terjamin mempunyai penyelesaian. Misalkan penyelesaian untuk masingmasing kongruensi adalah sebagai berikut x ≡ c1 (mod n), x ≡ c2 (mod n2 ), · · · , x ≡ cr (mod nr ). (3.6) Bentuk terakhir lebih sederhana inilah yang akan diselesaikan. Kembali ke puzzle sebelumnya, sesungguhnya kita dapat menterjemahkan masalah tersebut ke dalam sistem kongruensi linier satu variabel berikut, x ≡ 2(mod 3), x ≡ 3(mod 5), x ≡ 2(mod 7). Untuk menyelesaikan masalah seperti ini kita pahami dulu Teorema Sisa Cina (TSC) berikut. Teorema 3.5. Misalkan n1 , n2 , · · · , nr bilangan bulat positif sehingga gcd(ni , nj ) = 1 untuk i 6= j . Maka sistem kongruensi linier satu variabel berikut x ≡ a1 (mod n1 ) x ≡ a2 (mod n2 ) .. . x ≡ ar (mod nr ) mempunyai penyelesaian, dimana penyelesaian tersebut tunggal terhadap modulo n := 49 3 TEORI KONGRUENSI n1 n2 · · · nr . Bukti. Diketahui n = n1 n2 · · · nr . Untuk setiap Nk = k = 1, 2, · · · , r misalkan n = n1 · · · nk−1 nk+1 · · · nr . nk n1 , n2 , · · · dimana suku nk dihilangkan. Satu fakta yang langsung diketahui adalah nk |Ni bila i 6= k . Karena para nk prima relatif secara berpasangan maka berlaku gcd(Nk , nk ) = 1. Sekarang untuk setiap k , dibangun kongruensi linier Dengan kata lain Nk adalah perkalian suku-suku Nk x ≡ 1(mod nk ). gcd(Nk , nk ) = 1 maka kongruensi linier tunggal xk . Sekarang denisikan kombinasi Karena ini terjamin mempunyai peyelesa- ian linier x = a1 N1 x1 + a2 N2 x2 + · · · + ar Nr xr . Karena nk |Ni untuk i 6= k Ni ≡ 0(mod nk ). maka berlaku Karena itu maka diperoleh x = a1 N1 x1 + · · · + ak Nk xk + · · · + ar Nr xr ≡ ak Nk xk (mod nk ). Karena xk penyelesaian Nk x ≡ 1(mod nk ), yaitu Nk xk ≡ 1(mod nk ) maka haruslah x ≡ ak · 1(mod nk ) ≡ ak (mod nk ). Ternyata x adalah penyelesaian bersama sistem kongruensi yang dimaksd. Untuk membuktikan ketunggalannya, misalkan x0 penyelesaian lainnya. Maka berlaku x ≡ ak ≡ x0 (mod nk ), k = 1, 2, · · · , r dengan memenuhi kondisi 0 n := n1 n2 · · · nr |x − x . nk |x − x0 k . Karena gcd(ni , nj ) = 1 x ≡ x (mod n). untuk setiap Jadi, berlaku 50 0 maka 3 TEORI KONGRUENSI Contoh 3.13. Kembali ke puzzle di atas yang berupa sistem kongruensi linier berikut x ≡ 2(mod 3) x ≡ 3(mod 5) x ≡ 2(mod 7). Selesaikan sistem kongruensi linier ini. Penyelesaian. Gunakan TSC, yaitu N1 = n = 3 · 5 · 7 = 105 dan n n n = 35, N2 = = 21, N3 = = 15. 3 5 7 Sekarang diperhatikan 3 kongruensi linier 35x ≡ 1(mod 3), 21x ≡ 1(mod 5), 15x ≡ 1(mod 7) berturut-turut dipenuhi oleh x1 = 2, x2 = 1, x3 = 1. Jadi penyelesaian sistem kongruensi semula adalah x = 2 · 35 · 2 + 3 · 21 · 1 + 2 · 15 · 1 = 233. Secara umum penyelesaian tersebut adalah x ≡ 233(mod 105) ≡ 23(mod 105). Coba cek x = 23, 128, · · · adalah bilangan yang dimaksud. Bila diminta penyele- saian bulat positif terkecil maka jawabnya adalah x = 23. Diperhatikan kongruensi linier tunggal dipecah ke dalam bentuk sistem kongruensi seperti pada contoh berikut. Contoh 3.14. Diberikan kongruensi linier berikut 17x ≡ 9(mod 276). Selesaikan kongruensi ini dengan terlebih dahulu membentuk sistem kongruensi linier. Penyelasaian. Karena 276 = 3 · 4 · 23 maka kongruensi ini sama saja dengan menen- tukan penyelesaian sistem kongruensi 17x ≡ 9(mod 3), 17x ≡ 9(mod 4), 17x ≡ 51 3 TEORI KONGRUENSI x ≡ 0(mod 3), x ≡ 1(mod 4), 17x ≡ Untuk kongruensi x ≡ 0(mod 3) memberikan hasil x = 3k , k ∈ Z . Substitusi hasil ini kedalam kongruensi kedua diperoleh 3k ≡ 1(mod 4). Kedua ruas dikalikan 3 dan dengan mengingat k ≡ 9k modulo 4 maka diperoleh 9(mod 23), 9(mod 23). atau disederhanakan menjadi k ≡ 9k ≡ 3(mod 4). Jadi k = 4j + 3, j ∈ Z . Bentuk baru x menjadi x = 3(3 + 4j) = 9 + 12j . Substitusi hasil ini kedalam kongruensi terakhir diperoleh 17(9 + 4j) ≡ 9(mod 23), atau 204j ≡ −144(mod 23). 3j ≡ 6(mod 23), yakni j ≡ 2(mod 23). Bentuk ini dipenuhi j = 2 + 23t, t ∈ Z . Substitusi ke bentuk x = 9 + 12j = 33 + 276t, atau Hasilnya adalah oleh x ≡ 33(mod 276) adalah penyelesaian 17x ≡ 9(mod 276). 3.5 Sistem kongruensi linier 2 variabel Di sini kita mempunyai dua kongruensi dengan variabel x dan y tetapi bilangan modu- lonya sama. Bentuk umumnya dapat disajikan sebagai berikut ax + by ≡ r(mod n) (3.7) cx + dy ≡ s(mod n). (3.8) Eksistensi penyelesaian sistem (3.7)-(3.8) disajikan pada teorema berikut. Teorema 3.6. Jika gcd(ad−bc, n) = 1 maka sistem (3.7)-(3.8) mempunyai penyelesaian tunggal. Bukti. Eliminasi variabely dengan cara berikut. Kalikan (3.7) dengan gan b, d dan (3.8) den- kemudian dikurangkan. Diperoleh hasil (ad − bc)x ≡ dr − bs(mod n) 52 (3.9) 3 TEORI KONGRUENSI Dengan asumsi gcd(ad − bc, n) = 1 1(mod n) mempunyai t. Kalikan kongruensi maka menjamin kongruensi (ad − bc)z ≡ penyelesaian tunggal, katakan penyelesaian tersebut adalah (3.9) dengan t diperoleh x ≡ t(dr − bs)(mod n). Variabel x dapat dieliminasi dengan cara serupa, hasilnya adalah (ad − bc)y ≡ as − cr(mod n) Akhir dengan mengalikan kongruensi ini dengan t (3.10) diperoleh penyelesaian untuk y sebagai berikut y ≡ t(as − cr)(mod n). Diperhatikan bukti eksistensi pada teorema ini adalah konstruktif sehingga dapat digunakan langsunguntuk menentukan penyelesaiannya. Contoh 3.15. Diperhatikan sistem kongruensi linier berikut 7x + 3y ≡ 10(mod 16) 2x + 5y ≡ 9(mod 16). Penyelesaian. Coba lakukan langkah-langkah seperti pembuktian teorema di atas, beres.... Sekarang semua soal (ada 20 soal) pada Problems 4.4 dapat dibabat habis ..... bis.... 53