BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit kulit pada anjing sangat merugikan bagi pemiliknya maupun anjing itu sendiri. Kondisi kulit dan rambut seekor hewan dapat menjadi indikator dari status kesehatan hewan. Gangguan pada kulit juga dapat menurunkan nilai estetika pada hewan kesayangan (Scott et all, 2001). Akibatnya secara ekonomi nilai hewan menjadi turun dan hewan tersiksa karena penyakit yang dideritanya. Salah satu bentuk penyakit kulit adalah dermatofitosis, yaitu suatu gangguan penyakit kulit yang disebabkan oleh fungi golongan dermatofita. Dermatofitosis menjadi kasus yang penting untuk lebih dikaji karena dapat bersifat zoonosis (Garcia dan Blanco, 2000). Fungi yang termasuk golongan dermatofita adalah Microsporum, Trichophyton, dan Epidermophytes. Diantara tiga golongan dermatofitosis tersebut Microsporum canis merupakan dermatofita yang paling umum menginfeksi hewan kesayangan (Outerbridge, 2006). Pada kulit anjing normal dapat diisolasi beberapa mikroorganisme seperti Micrococus, Alpha-hemolytic Streptococci, Propionibacterium intermedius, dan Staphylococcus spp. Dalam kasus dermatofitosis juga dapat dijumpai infeksi sekunder oleh Staphylococcus intermedius (Sousa, 2002) dan Staphylococcus epidermidis. Staphylococcus epidermidis dapat juga menjadi pathogen ketika 1 2 terdapat koloni bakteri lain atau dapat juga menjadi infeksi sekunder ketika terjadi serangan dari infeksi mikroorganisme lainnya (Gomes et al, 2011). Pengobatan terhadap kasus dermatofitosis dapat dengan mudah dilakukan. Salah satu terapinya dengan menggunakan terapi topikal. Terapi topikal terbukti dapat mengurangi kontaminasi ke lingkungam, meskipun target pada terapi topikal hanya pada elemen fungi yang terdapat di stratum corneum epidermis pada permukaan batang rambut. Sedangkan untuk mengakses elemen fungi yang ada di dalam batang rambut tidak dapat terjangkau (Sparkes et al., 1993; Iorio et al., 2007). Salah satu obat yang digunakan pada kasus dermatofitosis adalah ketokonazole (Bond, 2010). Ketokonazole dapat diberikan melalui dua cara, yaitu secara oral dan topikal. Jika pemberian ketokonazole dilakukan secara topical, maka ketokonazole tidak akan diabsorbsi secara sistemik (Ellis, 1996). Ketokonazole juga digunakan sebagai anti bakteria beberapa Gram positif dan anti protozoa (Leishmania, Plasmodium dan beberapa lainnya) (Giguere et al., 2006). Meskipun demikian belum banyak penelitian yang melaporkan mengenai pengaruh obat ketokonazole terhadap bakteri S. intermedius dan S. epidermidis. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melakukan isolasi dan identifikasi bakteri Staphylococcus intermedius dan Staphylococcus epidermidis pada anjing penderita dermatofitosis ketokonazole krim. sebelum dan sesudah diterapi menggunakan 3 Manfaat Hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai informasi kemungkinan adanya infeksi sekunder dari bakteri pada kasus dermatofitosis sehingga dapat dipilih obat yang lebih tepat.