17 BAB III TINJAUAN PUSTAKA 3.1 Baterai Lithium Baterai Lithium

advertisement
17
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
Baterai Lithium
Baterai Lithium telah dipertimbangkan sebagai sebuah sumber tenaga listrik yang
digunakan untuk berbagai aplikasi seperti telepon seluler, laptop, kamera, kendaraan
listrik hybrid karena energi densitas yang tinggi, potensial kerja yang tinggi, dan umur
pemakaian yang panjang. Baterai Lithium biasanya dibuat seperti bentuk uang logam
atau disebut juga dengan baterai koin. Bahan katoda baterai lithium yang ada pada saat
ini antara lain Lithium Kobalt Oksida (Cao, dkk, 2007), Lithium Nikel Oksida (Xunhui,
2013), Lithium Mangan Oksida (Seung-Taek, 2002) dan Lithium Besi Fosfat
(Chunwen, 2011). Baterai lithium terdiri lebih dari satu sel. Setiap sel terdiri dari empat
komponen, yaitu: Elektroda positif (katoda), Elektroda negatif (anoda), Separator dan
Elektrolit.
3.1.1 Katoda
Katoda merupakan elektroda positif, dimana terjadi reaksi setengah sel yaitu reaksi
reduksi yang menerima elektron dari sirkuit luar sehingga reaksi kimia reduksi terjadi
pada elektroda ini (Subhan, 2011). Pada dasarnya katoda merupakan elektroda yang
fungsinya sama seperti anoda yaitu berfungsi sebagai tempat pengumpulan ion lithium
serta merupakan tempat bagi material aktif, dimana lembaran pada katoda biasanya
adalah aluminium (Al foil).
Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan
sebagai katoda antara lain material tersebut terdiri dari ion yang mudah melakukan
reaksi reduksi dan oksidasi, memiliki konduktifitas yang tinggi seperti logam, memiliki
http://digilib.mercubuana.ac.id/
18
kapasitas energi yang tinggi, memiliki kestabilan yang tinggi (tidak mudah berubah
strukturnya atau terdegradasi baik saat pemakaian maupun pengisian ulang), harganya
murah dan ramah lingkungan. Tabel 3.1 menunjukkan beberapa jenis material yang
dapat digunakan untuk katoda dengan besar kapasitas energinya yang dapat disimpan.
Tabel 3.1 Beberapa jenis material yang digunakan untuk katoda.
Beda potensial
Kapasitas spesific
Energi spesific
rata-rata (V)
(mAh/g)
(kWh/kg)
LiCoO2
3,7
140
0,518
LiMn2O4
4,0
100
0,400
LiNiO2
3,5
180
0,360
LiFePO4
3,3
150
0,495
LiCo1/3Ni1/3Mn1/3O2
3,6
160
0,576
Material
(Ni’mah, 2016).
3.1.2
Anoda
Anoda merupakan elektroda negatif yang berkaitan dengan reaksi oksidasi setengah sel
yang melepaskan elektron ke dalam sirkuit eksternal (Subhan, 2011). Anoda berfungsi
sebagai tempat pengumpulan ion lithium serta merupakan tempat bagi material aktif.
Material yang dapat dipakai sebagai anoda harus memiliki karakteristik antara lain
memiliki kapasitas energi yang besar, memiliki profil kemampuan menyimpan dan
melepas muatan/ion yang baik, memiliki tingkat siklus pemakaian yang lama, mudah
untuk di proses, aman dalam pemakaian (tidak mengandung racun) dan harganya
murah. Lithium metal merupakan bahan anoda ideal untuk baterai isi ulang karena
kapasitas secara teoritis memiliki spesifik sangat tinggi 3.86 Ah/g, memiliki tegangan
kerja rendah. Selain itu Keuntungan menggunakan logam lithium sebagai anoda adalah
pereduksi yang baik, sangat elektropositif, stabilitas mekanik yang baik, dan mudah
fabrikasi ( Wakihara.M, dkk, 1998).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
19
Tabel 3.2 Beberapa material yang digunakan untuk anoda.
Beda potensial
Kapasitas
Energi spesific
rata-rata (V)
spesific (mAh/g)
(kWh/kg)
0,1-0,2
372
0,0372-0,0744
1-2
160
0,16-0,32
Si (Li4, 4Si)
0,5-1
4212
2,106-4,212
Ge(Li4,4Ge)
0,7-1,2
1624
1,137-1,949
Material
Grafit (LiC6)
Titanate (Li4Ti5O12)
(Ni’mah, 2016)
3.1.3
Separator
Separator adalah material berpori yang terletak di antara anoda dan katoda dan
diaplikasikan sebagai penjamin faktor keamanan baterai. Material ini berfungsi sebagai
barrier antara elektroda untuk menjamin tidak terjadinya hubungan pendek yang bisa
menyebabkan kegagalan dalam baterai. Separator dapat berupa elektrolit yang
berbentuk gel, atau plastik film microporous (nanopori), atau material inert berpori yang
diisi dengan elektrolit cair. Sifat listrik separator ini mampu dilewati oleh ion tetapi
juga mampu memblokir elektron, jadi bersifat konduktif ionik sekaligus tidak konduktif
elektron. (Subhan, 2011).
Karakteristik yang penting untuk dijadikan separator pada baterai yaitu bersifat
insulator, memiliki hambatan listrik yang kecil, kestabilan mekanik (tidak mudah
rusak), memiliki sifat hambatan kimiawi untuk tidak mudah terdegradasi dengan
elektrolit serta memiliki ketebalan lapisan yang seragam atau sama diseluruh
permukaan. Persyaratan umum separator yang dapat digunakan untuk baterai ion
lithium dapat di lihat pada Tabel 3.3.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
20
Tabel 3.3 Persayaratan umum untuk separator baterai ion lithium
Parameter pada separator
Nilai parameter
Standar
Ketebalan
<25µm
ASTM D5957-96
Hambatan listrik
<2 Ωcm2
US 4.464.238
Ukuran pori
<1 µm
ASTM 128-99
Porositas
+ 40%
ASTM 128-99
Wettabilitas
Basah keseluruhan pada
elektrolit
Stabilitas kimia
Stabil dalam baterai untuk
penggunaan yang lama
Penyusutan
< 5%
Titik leleh
+ 130 °C
Tegangan rusak
>20 V
ASTM D1204
(Jun, 2010)
3.1.4
Elektrolit
Elektrolit merupakan material yang bersifat penghantar ionik. Fungsi elektrolit ialah
sebagai media untuk mentransfer ion lithium antara katoda dan anoda. Ada beragam
jenis elektrolit seperti cair, padat, polimer dan komposit elektrolit. Elektrolit yang
banyak digunakan pada baterai lithium adalah elektrolit cair yang terdiri dari garam
lithium yang dilarutkan dalam pelarut berair. Hal yang paling penting dalam suatu
elektrolit adalah interaksi antara elektrolit dan elektroda pada baterai. Hubungan dua
bahan ini akan mempengaruhi kinerja baterai secara signifikan (Fadhel, 2009).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
21
3.2
Material Katoda
Dalam teknologi baterai lithium ion, tegangan sel dan kapasitasnya sangat ditentukan
oleh bahan katoda yang juga merupakan faktor pembatas dalam laju migrasi lithium.
Untuk setiap berat material katoda, jumlah ion lithium yang dilepaskan material katoda
saat charge dan jumlah ion lithium yang kembali dalam waktu tertentu ke material
katoda saat discharge menggambarkan densitas energi dan densitas power sel baterai
(Triwibowo,2011). Semakin banyak ion Lithium dipindahkan dari katoda ke anoda
maka semakin besar pula densitas energi sel baterai. Semakin banyak ion lithium yang
kembali ke katoda dari anoda setiap detiknya, maka semakin besar densitas power-nya.
Performa/rate capability sel baterai sangat bergantung pada kondisi transfer
muatan/charge transfer.
Mekanisme ini berkaitan erat dengan proses difusi dan konduktifitas elektronik
dan ionik dari komponen pembentuk sel baterai. Berbeda dengan material elektrolit
yang semata-mata hanya memfasilitasi ion lithium menyeberang dari katoda ke anoda
dan sebaliknya, hingga harus bersifat konduktif ionik saja ( Triwibowo,2011). Material
katoda tidak saja harus bersifat konduktif ionik, namun juga harus bersifat konduktif
elektronik. Saat proses charge ion lithium akan dilepaskan dari kathoda ke anoda
melalui elektrolit, dengan begitu katoda harus bersifat konduktif ionik. Bersamaan
dengan itu elektron akan dilepaskan melewati rangkaian luar menuju anoda, ini berarti
katoda juga harus bersifat konduktif elektronik. Proses ini diilustrasikan pada Gambar
2.3.
Gambar 3.1 Fenomena Konduktifitas Ionik dan Elektronik pada Material Katoda
(Park, 2010)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
22
Material katoda yang sering digunakan pada baterai ion lithium yaitu LiCoO2,
LiMnO4, LiFePO4. Ketiga material tersebut memiliki bentuk struktur host yang berbeda
yang dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Ilustrasi Skematis pada Struktur Host dari (a) LiCoO2 (Struktur Layered),
(b) LiMn2O4 (Struktur Spinel), dan (c) LiFePO4 (Struktur Olivine)
(Julien, 2014).
Pada struktur host layered, ion lithium berinterkalasi dalam dua arah, pada
struktur host spinel interkalasi ion lithium dalam tiga arah, sedangkan pada struktur host
olivine interkalasi dalam satu arah.
Masing-masing material memiliki karakteristik sendiri sebagai contoh, LiCoO2
yang mahal, beracun, dan sumber daya yang tidak lagi melimpah (Ritchie, 2001).
LiMn2O4 memiliki kapasitas yang jauh lebih rendah dan stabilitas siklus rendah (Gao,
dkk, 1996). Senyawa berbasis besi ini menjadi menarik karena Fe yang berlimpah,
murah, dan kurang beracun daripada Co, Ni, Mn. LiFePO4 saat ini sedang dalam
penelitian yang luas karena biaya rendah, toksitas rendah, stabilitas termal tinggi dan
spesifik kapasitas 170 mAh/g (Padhi, dkk, 1997).
Beberapa karakteristik yang harus dipenuhi suatu material yang digunakan
sebagai katoda antara lain:
a. Material tersebut terdiri dari ion yang mudah melakukan reaksi reduksi dan oksidasi.
b. Memiliki konduktifitas yang tinggi seperti logam.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
23
c. Memiliki kerapatan dan kapasitas energi yang tinggi.
d. Memiliki kestabilan yang tinggi (tidak mudah berubah strukturnya atau terdegradasi
baik saat pemakaian maupun pengisian ulang), harganya murah dan ramah lingkungan
( Ohzuku.T,1994).
Material katoda yang sedang banyak dilakukan penelitian salah satunya adalah senyawa
phosphate (LiMPO4). Contoh dari senyawa ini adalah LiFePO4. senyawa ini memiliki
kestabilan yang baik pada temperature tinggi, relatif lebih murah dibandingkan material
katoda lainnya. Senyawa phosphate lainnya adalah LiMnPO4 dan LiNiPO4. Material ini
dilaporkan mampu menghasilkan voltase yang tinggi, yaitu masing-masing 4.1 dan 5
V, lebih tinggi dibandingkan LiFePO4 (3.5 V), namun sayangnya memiliki kapasitas
energi yg rendah (Padhi, dkk,1997).
Berbagai cara dilakukan untuk meningkatkan konduktifitas sekaligus
memperbaiki performa baterai, termasuk didalamnya untuk mencapai nilai teoritik
kapasitas baterai. Cara yang umum dilakukan diantaranya adalah:
1. Memberikan lapisan karbon pada butir serbuk material katoda/carbon coating.
Dengan cara ini konduktifitas elektronik akan meningkat.
2. Doping dengan elemen hingga terbentuk defects dalam struktur kristal dimana
lithium ion dapat dengan mudah berinterkalasi dalam jumlah yang besar
kedalam host material.
3. Pemilihan material matriks yang tepat sesuai dengan peruntukannya, apakah
konduktif ionik atau elektronik (Padhi, dkk, 1997).
3.3
Bahan Pembentuk Lembaran Katoda
Material komposit merupakan gabungan dari dua material yang memiliki fasa yang
berbeda menjadi sebuah material yang baru dengan properties yang lebih baik dari
keduanya (Gibson, 1994).
Material komposit terdiri dari dua bagian utama yang saling menyatu menjadi
satu kesatuan yaitu :
1. Matriks, dapat berasal dari logam, keramik, atau polimer. Matriks berfungsi
sebagai pengikat dari penguat, melindungi penguat dari kerusakan permukaan,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
24
dan juga memisahkan penguat yang satu dengan yang lainnya. Matriks polimer
yang digunakan harus bersifat penghantar listrik, memiliki struktur dan senyawa
yang stabil terhadap bahan elektroda dan elektrolit (Gibson, 1994).
2. Penguat/filler merupakan suatu fasa yang dapat menguatkan komposit yang
terdapat dalam komposit. Dengan adanya penambahan penguat pada material
komposit maka sifat mekanis dari material komposit tersebut akan meningkat
(Gibson, 1994).
Pada kerja praktik ini lembaran katoda terdiri dari serbuk LiFePO4 sebagai filler,
CB sebagai zat aditif, PVdF sebagai matriks polimer, dan NMP sebagai pelarut.
Gambar 3.3 Ikatan Partikel Komposit Baterai Ion Lithium
(Whittingham, 2008)
3.3.1 Lithium Iron Phosphate ( LiFePO4 )
Bahan katoda yang sangat menjanjikan adalah LiFePO4 dengan struktur phospoolivine
dengan kapasitas teoritis 170 mAh/g, energi spesifik 0,59 Wh/g, dan densitas 3,60
g/cm3, voltage rata-rata 3,5 V, harga murah, tidak beracun, ramah terhadap lingkungan,
dan memiliki stabilitas termal yang baik (Gunawan, 2007). Namun kelemahan dari
material ini adalah konduktifitas listrik rendah yaitu berorde 10-9 S/cm dan difusi ion
lithium yang lamban. Dua kelemahan tersebut membatasi aplikasi LiFePO4 sebagai
material katoda.
Difusi ion lithium yang rendah dapat diatasi dengan menurunkan dimensi
partikel sampai skala nanometer. Untuk mengatasi konduktifitas listrik yang rendah
http://digilib.mercubuana.ac.id/
25
dapat diatasi juga dengan conductive agent seperti penambahan karbon dan polimer
yang dapat meningkatkan performance LiFePO4 (Anies, dkk, 2011).
3.3.2
Polyvinylidene Fluoride (PVDF)
Polyvinylidene fluoride atau PVDF adalah termoplastik floropolimer murni dan sangat
reaktif. Polimer ini berwarna putih atau tembus cahaya dalam bentuk padatanya. Selain
itu PVDF tidak larut dalam air. PVDF banyak digunakan dalam aplikasi yang
membutuhkan kemurnian, kekuatan, dan ketahanan terhadap bahan pelarut, asam, basa,
dan panas yang sangat baik. Adapun contoh produk dari PVDF antara lain pipa,
lembaran, dan pelat. Beberapa jenis PVDF juga dapat digunakan sebagai pembuatan
baterai ion lithium.
PVDF sebagai pengikat memegang peranan penting dalam hal menjaga
integritas elektroda dan sebagai perantara hubungan filler dan zat aditif. Sifat umum
dari PVDF dapat dilihat pada Tabel 3.4.
Tabel 3.4 Sifat Umum Polyvinylidene Fluoride (PVDF)
Sifat
Nilai
Daya Serap Air
0,05%
Kuat Tarik
60 Mpa
Modulus Elastisitas
2200 Mpa
Titik Leleh
175°C
Temperatur Defleksi
105°C
(Theplasticshop.co.uk, 2011)
3.3.3 Carbon Black ( CB )
Elektroda pada baterai ion lithium terdiri dari material aktif, pengikat, dan zat aditif.
Material aktif yang dipanaskan dengan pelarut dan dicampur dengan karbon yang
http://digilib.mercubuana.ac.id/
26
bersifat zat aditif konduktif untuk meningkatkan konduktifitas elektronik sehingga
elektron dapat diangkut ke bahan aktif. Luas spesifik permukaan dari carbon black
setidaknya sepuluh kali lebih besar dari bahan material aktif agar dapat mengumpulkan
arus listrik pada konsentrasi yang lebih rendah dan membentuk jaringan karbon
konduktif. Besar nilai konduktifitas pada carbon black adalah 5,7 x 10-4 (Shin, 2006).
Penambahan Carbon Black pada material katoda dapat meningkatkan nilai
konduktifitas listrik secara efisien dengan penambahan yang minimum, karena partikel
tersebut memiliki struktur yang bulat berlubang dan bercabang, luas permukaan yang
tinggi dan ukuran partikel yang kecil.
Jumlah karbon biasanya digunakan adalah di bawah 10% berat dari total massa
elektroda. Sifat umum dari Carbon Black dapat dilihat pada Tabel 3.5.
Tabel 3.5 Sifat Umum Carbon Black
Rumus Molekul
C
Density (20°C)
1,7-1,9 g/ml
Bentuk
Bubuk atau Pellet
Suhu Penguraian
300°C
Kelarutan Dalam Air
Tidak Larut
Hambatan
1,8 Ω.cm
(Continentalcarbon, 2012)
3.3.4
N-Methyl-2-pirolidon (NMP)
N-Methyl-2-pirolidon (NMP) adalah senyawa organik yang terdiri dari laktam 5beranggota. Ini adalah cairan tak berwarna, meskipun sampel tidak murni dapat terlihat
berwarna kuning. N-Methyl-2-pirolidon larut dengan air dan dengan pelarut organik
oleh karena itu NMP
juga termasuk kelas pelarut aprotik dipolar seperti
dimetilformamida dan dimetil sulfoksida. NMP digunakan dalam petrokimia dan
industri sebagai pelarut, mengeksploitasi nonvolatility dan kemampuan untuk
http://digilib.mercubuana.ac.id/
27
melarutkan bahan yang beragam (Albert, 2011). NMP digunakan untuk memulihkan
hidrokarbon tertentu yang dihasilkan dalam pengolahan petrokimia, seperti pemulihan
1,3-butadiena dan asetilena. Karena sifat solvabilitas yang baik NMP dapat digunakan
untuk melarutkan berbagai polimer, termasuk digunakan sebagai pelarut untuk
perawatan permukaan tekstil, resin, dan logam dilapisi plastik atau sebagai stripper cat.
Hal ini dimanfaatkan sebagai pelarut dalam penyusunan komersial polifenilen sulfida.
NMP juga digunakan dalam fabrikasi baterai lithium ion, sebagai pelarut untuk
persiapan elektroda.
3.4
Karakterisasi dan Pengujian Lembaran Katoda
Karakterisasi dilakukan dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) untuk
pengamatan dan pengkajian struktur morfologi katoda. Lalu untuk mengetahui sifat
elektrik dari katoda menggunakan alat Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS).
3.4.1 Scanning Electron Microscope (SEM)
SEM (Scanning Electron Microscope) adalah salah satu jenis Mikroscop Elektron yang
menggunakan berkas elektron untuk menggambarkan bentuk permukaan dari material
yang dianalisis dengan gambar tiga dimensi. SEM memiliki empat komponen pokok
yaitu kolom elektron, ruang sampel, sistem pompa vakum, kontrol elektron dan sistem
magnetik. Didalam kolom elektron terdapat penembak elektron yang terdiri dari katoda
dan anoda. Elektron yang terlepas dari katoda bergerak ke arah anoda yang dalam
perjalannya berkas elektron ini dipengaruhi oleh lensa magnetik hingga di dapatkan
berkas elektron yang terfokus ke arah sampel.
Prinsip kerja SEM adalah difraksi elektron, yaitu dengan cara menembakkan
permukaan benda dengan berkas elektron berenergi tinggi pada permukaan sampel.
Kemudian berkas elektron yang mengenai permukaan sampel akan menghasilkan
pantulan berupa berkas elektron sekunder yang memancarkan kesegala arah. Berkas
elektron sekunder yang memancar kesegala arah ini akan tertangkap oleh detektor.
Kemudian informasi dari detektor dilanjutkan ke transducer yang berfungsi mengubah
signal menjadi image. Image yang tergambar diperoleh dari berkas elektron sekunder
http://digilib.mercubuana.ac.id/
28
yang terpancar secara acak sehingga dapat memberikan informasi morfologi permukaan
(Prihandoko, 2008).
Gambar 3.4 Skema Scanning Elektron Microscope (SEM)
(Triwibowo, 2011)
3.4.2
Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS)
Energy Dispersive X-ray Spectroscopy (EDS atau EDX atau EDAX) adalah salah satu
teknik analisis untuk menentukan komposisi unsur sampel (Sudjadi, 2012).
Karakterisasi ini bergantung pada penelitian dari interaksi beberapa eksitasi sinar X
dengan spesimen. Kemampuan untuk mengkarakterisasi sejalan dengan sebagian besar
prinsip dasar yang menyatakan bahwa setiap elemen memiliki struktur atom yang unik,
dan merupakan ciri khas dari struktur atom suatu unsur, sehingga memungkinkan
sinarX untuk mengidentifikasinya. Untuk merangsang emisi karakteristik sinar-X dari
sebuah spesimen, sinar energi tinggi yang bermuatan partikel seperti elektron atau
proton, atau berkas sinar X, difokuskan ke spesimen yang yang akan diteliti.
Selanjutnya sebuah atom dalam spesimen yang mengandung elektron dasar di masingmasing tingkat energi atau kulit elektron terikat pada inti.
Sinar yang dihasilkan dapat mengeksitasi elektron di kulit dalam dan
mengeluarkannya dari kulit, sehingga terdapat lubang elektron di mana elektron itu
berada sebelumnya. Sebuah elektron dari luar kulit yang berenergi lebih tinggi
http://digilib.mercubuana.ac.id/
29
kemudian mengisi lubang, dan perbedaan energi antara kulit yang berenergi lebih tinggi
dengan kulit yang berenergi lebih rendah dapat dirilis dalam bentuk sinarX. Jumlah dan
energi dari sinar-X yang dipancarkan dari spesimen dapat diukur oleh spektrometer
energi-dispersif. Energi dari sinar X yang dihasilkan merupakan karakteristik dari
perbedaan energi antara dua kulit, dan juga karakterisrtik struktur atom dari unsur yang
terpancar, sehingga memungkinkan komposisi unsur dari spesimen dapat diukur.
3.4.3
Electrochemical Impedance Spectrometry (EIS)
EIS (Electrochemical Impedance Spectrometry) adalah sebuah teknik analisis yang
digunakan untuk mempelajari sifat elektrik dari sistem elektroda-elektrolit
(Rochliadi,2002). EIS telah banyak digunakan secara luas dalam bidang elektrokimia
seperti pelapisan material (coating), baterai, sel bahan bakar (fuel cell) dan lainnya.
Impedansi adalah ukuran penolakan terhadap arus bolak balik, satuannya adalah ohm.
Jumlah seluruh hambatan serta impedansi seluruh induktor dan kapasitor yang akan
memberikan jumlah penolakan yang bervariasi terhadap arus tergantung pada
perubahan arus.
Impedansi di lambangkan dengan simbol Z dan memiliki satuan Ohm (Ω).
Impedansi dapat mengukur impedansi rangkaian atau komponen elektrik apapun. Hasil
pengukurannya akan memberi informasi seberapa besar rangkaian tersebut
menghambat aliran elektron (arus). Ada dua variabel berbeda yang memperlambat laju
arus, yaitu resistansi (R) atau hambatan adalah perlambatan arus yang disebabkan oleh
bahan dan bentuk dari komponen. Variabel ini paling besar terdapat di resistor, meski
seluruh komponen pasti memiliki setidaknya sedikit hambatan. Reaktansi (X) adalah
perlambatan arus dikarenakan bidang elektrik dan magnetis yang menolak perubahan
arus atau tegangan. Variabel reaktansi paling signifikan terhadap kapasitor dan
induktor. Variabel resistansi dan reakstansi berkontribusi terhadap impedansi (Guntur,
2016).
Perhitungan konduktifitas dilakukan dengan melakukan interpretasi dari ukuran
busur. Dimana akan didapatkan nilai impedansi Rbahan dan Rion. Nilai Rbahan
menunjukkan karakteristik dari bahan material yang bersifat ohmik, sementara Rion
http://digilib.mercubuana.ac.id/
30
menunjukkan karakteristik kualitatif dari transfer ion antar elektroda. Karakteristik
Rbahan selalu nampak pada data berfrekuensi tinggi, sementara Rion teramati pada
frekuensi rendah (Triwibowo, 2011). Untuk mendapatkan nilai Rtot, maka kita harus
mendapatkan Z = 0 dengan cara melakukan ekstrapolasi membentuk setengah lingkaran
seperti gambar diatas. Rtot merupakan penjumlahan dari Rbahan dan Rion. Dari nilai
Z = Rtot ini, kita dapat menentukan konduktifitas bahan dengan menggunakan
persamaan :
R=ρ
𝑡
(3.1)
𝐴
dengan
R
= Resistivitas bahan (ohm)
ρ
= Hambatan jenis bahan (ohm.cm)
t
= Tebal bahan (cm)
A
= Luas penampang bahan (cm2)
G
= Konduktansi
Dikarenakan σ = 1/ ρ , maka rumus persamaan menjadi :
1
1
ρ
𝐴𝑅
𝑡
σ = =
=
𝑡
𝐴𝑅
(3.2)
Atau
σ=G
𝑡
𝐴
dengan : σ = Konduktifitas (Ω-1.cm-1) atau (S/cm).
http://digilib.mercubuana.ac.id/
(3.3)
http://digilib.mercubuana.ac.id/
Download