perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 59 BAB IV

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Nilai Tukar Mata Uang Negara OKI
1. Indonesia
Nilai tukar Rupiah yang stabil merupakan salah satu tujuan otoritas
moneter Indonesia. Dari tahun 1970 hingga 2007 Indonesia telah
menerapkan tiga sistem nilai tukar, yakni sistem nilai tukar tetap (19701978), sistem nilai tukar mengambang terkendali (1978-Juli 1997), dan
sistem nilai tukar mengambang bebas (sejak 14 Agustus 1997 hingga
sekarang). Pada periode sistem nilai tukar tetap Bank Indonesia
melakukan intervensi aktif di pasar valas untuk menjaga kestabilan nilai
tukar. Nilai tukar yang overvalued mendorong pemerintah untuk
mendevaluasi Rupiah sebanyak tiga kali (17 April 1970, 23 Agustus
1971, dan 15 November 1978). Devaluasi ini bertujuan untuk menjaga
daya saing produk ekspor di pasar internasional.
Sumber: International Financial Statistic dalam Yonathan, 2003
Gambar 4.1
Pergerakan Nilai Tukar Rupiah/USD 1990-2007
commit to user
59
perpustakaan.uns.ac.id
60
digilib.uns.ac.id
November 1978-Juli 1997 merupakan periode penerapan sistem nilai
tukar mengambang di Indonesia. Pemerintah menetapkan kurs indikasi
dan membiarkan pergerakan kurs pada kisaran tertentu. Untuk menjaga
kestabilan nilai tukar Rupiah, pemerintah melakukan intervensi jika kurs
bergejolak melebihi batas atas (bawah) kisaran. Penerapan sistem ini
dibagi atas tiga periode yakni managed floating I (1978-1986), managed
floating II (1987-1992), dan crawling band (1992-Agustus 1997).
Sejak Juli 1998 Rupiah kembali menguat. Hal ini didukung oleh
kebijakan moneter yang ketat dan intervensi valas yang tepat waktu.
Rupiah kemudian terapresiasi sebesar 7,68% (1999). Pada tahun 2000
dan 2001 Rupiah terdepresiasi sebesar 32,56% dan 11,03%. Apresiasi
Rupiah terjadi secara berturut-turut sebesar 15,38% di tahun 2002 dan
4,78% di tahun 2003 hingga mencapai nilai Rp 8.500/USD. Sepanjang
tahun 2012, nilai tukar Rupiah mengalami depresiasi. Pergerakan nilai
tukar Rupiah selama kuartal III 2012 masih mengalami pelemahan
namun dengan intensitas yang menurun dibandingkan dengan kuartal
sebelumnya yaitu dari tingkat Rp. 9.277/USD ke tingkat Rp. 9.491/USD.
Pelemahan Rupiah ini dipengaruhi oleh ketidakpastian penanganan
masalah krisis utang dan fiskal di Eropa serta tingginya permintaan valas
untuk membiayai impor (Macroeconomic Dashboard, 2012).
2. Turki
Sistem perbankan Turki terkenal korup pada akhir 1990-an.
Sepanjang tahun 1998, 1999 dan semester pertama tahun 2000, banyak
bank-bank Turki yang meminjam Dollar AS dalam jumlah besar dari luar
commit to user
61
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Turki dan mengkonversi mata uang Dollar AS ke dalam bentuk mata
uang Lira yang kemudian digunakan oleh bank-bank tersebut untuk
membeli obligasi pemerintah Turki sebagai bentuk investasi mereka.
Ketika itu Turki menganut sistem nilai tukar tetap. Namun karena
tingginya tingkat inflasi yang sepanjang 1998 dan 1999, pemerintah
Turki kemudian menetapkan kebijakan devaluasi secara gradual. Namun
kebijakan devaluasi yang diberlakukan tersebut tidak mencukupi. Lira
terdevaluasi pada suatu tingkat yang secara signifikan kurang dari apa
yang disebut sebagai diferensial inflasi.
Sumber : Ali Firman Herlambang et.al, 2009
Gambar 4.2
Tingkat Inflasi dan Nilai Tukar Mata Uang Turki
Pada tahun 2001, pemerintah Turki menerapkan sistem floating
(mengambang) untuk mata uang Lira. Sejak tahun 2001, nilai Lira jatuh
dari
TL.685.000/USD
menjadi
lebih
dari
TL.1.000.000/USD.
Selanjutnya Lira Turki terus jatuh dan banyak bank yang bangkrut.
Sepanjang tahun 2012, nilai tukar Lira Turki terus anjlok ke level
commit
to user
TL.2,19447/USD, jatuh lebih
dalam
dari periode sebelumnya pada level
perpustakaan.uns.ac.id
62
digilib.uns.ac.id
TL.2,17/USD. Kondisi ini akibat tekanan skandal korupsi tingkat tinggi
yang melibatkan sejumlah pejabat pemerintah.
3. Saudi Arabia
Riyal adalah mata uang yang berlaku di Saudi Arabia. Mata uang
Riyal ini sudah digunakan sebagai mata uang di Arab Saudi sejak negara
ini didirikan. Mata uang ini kemudian dibagi menjadi 100 Halala.
Sementara itu Ghirs setara dengan 5 Halala. Pada tahun 1960, sistem
mata uang Riyal mengalami perubahan sistem yaitu 1 Riyal sama dengan
20 Ghirs. Sistem ini kemudian diikuti pada tahun 1963 dengan
munculnya pecahan Halala. Halala senilai dengan satu per seratus Riyal.
Sejak bulan Juni 1986, International Monetary Fund (IMF) sudah
menerapkan nilai tukar tetap untuk mata uang Riyal. Dalam
kenyataannya, 1 US Dollar setara dengan 3,75 Riyal, maka 1 Riyal
berarti setara dengan 0.266667 Dollar. Adanya nilai tukar untuk Riyal
terhadap Dollar ini secara resmi digunakan sejak tanggal 1 Januari 2003.
Nilai tukar mata uang Riyal Arab selalu mengalami peningkatan yang
tajam pada saat menjelang puncak musim haji.
4. Iran
Rial (IRR) merupakan mata uang resmi negara Iran. Nilai 1 Dollar
Amerika bisa mencapai IRR 25.000 atau lebih, dan nilai tukar terhadap
Euro bisa lebih dari IRR 32.000. Perekonomian Iran terus merosot
berawal dari krisis Iran yang sudah ada sejak tahun 1946. Krisis ekonomi
yang mendalam disebabkan karena politik ekonomi pemerintah di bawah
pemerintahan Ahmadinejad. Nilai mata uang Iran turun ke tingkat
commit to user
63
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terendah terhadap Dolas AS akibat sanksi yang diterapkan AS dan Uni
Eropa meskipun pemerintah berusaha menghentikan penurunan mata
uang.
Gagasan untuk menjalankan Troubled Currencies Project muncul di
tengah inflasi Iran pada tahun 2012. Pelemahan nilai tukar Rial Iran
merupakan akibat dari beratnya sanksi pihak barat pada 2010. Nilai tukar
resmi Rial terhadap Dollar saat itu berbeda sangat tipis dengan nilai tukar
di pasar gelap. Sejak menerima dampak dari sanksi tersebut, perbedaan
nilai tukarnya terlihat menguat. Iran sempat mengalami penurunan
permintaan mata uang terparah di awal September 2012 dan yang kedua
terjadi di pertengahan Oktober saat nilai inflasinya mencapai lebih dari
50% per bulan. Namun sejak saat itu, Rial mulai stabil dan Gubernur
Bank Sentral Iran mulai menetapkan kurs tetap tunggal untuk Dollar
yang akan menjadi IRR 12.260.
Melemahnya mata uang Iran yang terpuruk dalam beberapa pekan
terakhir dari IRR 13.500/USD menjadi lebih dari IRR 18.000/USD
mendorong pemerintah pada pertengahan November untuk menetapkan
kurs
nilai
tukar
tetap
sebesar
IRR
14.000,
sementara
tetap
mempertahankan kurs resmi IRR 11.300. Namun langkah ini telah
menimbulkan pasar gelap dimana Dollar melesat hingga 22.000 USD.
5. Malaysia
Ringgit Malaysia merupakan mata uang negara Malaysia atau juga
disingkat RM. Istilah Ringgit sebagai mata uang resmi Malaysia mulai
diberlakukan secara resmi sejak bulan Agustus 1975. Pasca krisis
commit to user
64
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ekonomi dunia yang terjadi pada tahun 1997 sampai dengan 1998,
Ringgit Malaysia tetap dipatok dalam nilai yang tidak berubah yaitu RM
3,80/USD. Bank Nasional Malaysia pada bulan Juli 2005 memutuskan
untuk tetap mengembangkan mata uang Ringgit Malaysia untuk beberapa
mata uang besar. Hal tersebut dilakukan pada hari yang sama dengan
terjadinya revaluasi mata uang Yuan.
Malaysia merupakan negara berperekonomian terbesar ketiga di Asia
Tenggara. Namun sejak 2010, nilai tukar Ringgit Malaysia dinilai telah
melemah terlalu jauh, meskipun perekonomian Negeri Jiran ini diprediksi
akan terus menguat. Ringgit mengalami depresiasi yang mencapai level
terendah dalam 2 tahun terakhir sejak 2012. Nilai tukar Ringgit anjlok
menjadi RM 3,3020/USD dan merupakan yang terlemah sejak Juni 2012.
6. Mesir
Di bawah sistem syariah dan kepemimpinan President Mursi, kondisi
ekonomi di Mesir semakin memburuk. Pengendalian modal dan harga
telah menyebabkan kelangkaan dan penurunan nilai mata uang Mesir,
yaitu Pound Mesir. Akibatnya para penduduk Mesir menyaksikan inflasi
mengacaukan
standar
biaya
hidupnya.
Pengendalian
tersebut
menyebabkan kelangkaan mata uang asing dan banyak barang lain
seperti bensin. Dalam menghadapi kebijakan syariah yang keliru, statistik
harga dan inflasi semakin jauh dari realitas. Selain itu pasar gelap
menjadi sumber dukungan materi yang tidak bisa disediakan pemerintah.
commit to user
65
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
7. Pakistan
Pakistan merupakan salah satu negara yang menggantungkan
harapan pada International Monetary Fund (IMF) untuk mengatasi krisis
keuangan dan anjloknya aktivitas ekonomi di negara yang terus-menerus
dilanda berbagai tindak kekerasan itu. Pakistan membutuhkan paket
bantuan sebesar 10 miliar sampai 15 miliar Dollar AS untuk
menstabilkan ekonominya. Krisis keuangan global telah menyebabkan
macetnya aliran modal swasta.
Berdasarkan laporan IMF, ketidakstabilan politik, merebaknya
tindak kekerasan, serta tingginya harga minyak dan komoditas pangan
telah memperburuk prospek perekonomian Pakistan. Cadangan devisa
negara ini terkuras dari 14,3 miliar Dollar AS pada tahun 2007 menjadi
4,7 miliar Dollar AS pada tahun 2008. Nilai tukar Rupee turun 25%
sepanjang tahun 2008. Perbedaan perdagangan internasional Pakistan
meningkat 31,38% dalam 4 bulan pertama tahun 2011 dibandingkan
tahun sebelumnya karena peningkatan impor dan jatuhnya ekspor.
Akibatnya defisit perdagangan mencapai 6,9 miliar USD pada JuliOktober 2011, meningkat dari 5,2 miliar USD dibandingkan periode
sebelumnya. Defisit anggaran juga membesar ke tingkat 1,2 miliar pada
periode Juli-September 2011 dibandingkan 597 USD pada periode
sebelumnya.
Sebelum membangun suatu mata uang tunggal, perlu diketahui korelasi
nilai tukar masing-masing negara anggota OKI. Penelitian ini menggunakan
commit to user
66
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
uji korelasi Pearson dengan hasil uji korelasi signifikan diantara nilai tukar
negara-negara anggota OKI, yang dirangkum dalam tabel 4.1 berikut.
Tabel 4.1
Korelasi Nilai Tukar 7 Negara OKI
IND
Turki, Saudi Arabia, Iran, Malaysia, Mesir, Pakistan
TUR
Indonesia, Saudi Arabia, Iran, Malaysia, Mesir, Pakistan
SAU
Indonesia, Turki, Iran, Malaysia, Mesir, Pakistan
IRN
Indonesia, Turki, Saudi Arabia, Malaysia, Mesir, Pakistan
MYS
Indonesia, Turki, Saudi Arabia, Iran, Mesir, Pakistan
MSR
Indonesia, Turki, Saudi Arabia, Iran, Malaysia, Pakistan
PAK
Indonesia, Turki, Saudi Arabia, Iran, Malaysia, Mesir
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson, 6 negara yang mewakili negaranegara anggota OKI memiliki korelasi yang kuat antara satu sama lain
ditunjukkan oleh arah korelasi yang positif, sedangkan Saudi Arabia tidak
memiliki korelasi dengan keenam negara anggota OKI lainnya yang
ditunjukkan oleh arah korelasi yang negatif.
B. Analisa Data dan Interpretasi
1. Hasil Analisis Volatilitas Nilai Tukar (OCA Indeks)
OCA
indeks
didefinisikan
sebagai
nilai
prediksi
dari
keragaman/variabilitas/volatilitas nilai tukar (Bayoumi dan Eichengreen
dalam Partisiwi, 2008). Volatilitas nilai tukar diukur dari standar deviasi
perubahan logaritma nilai tukar negara i pada tahun t ke tahun t+1.
Semakin rendah nilai OCA indeks, maka semakin meningkat keuntungan
untuk membentuk currency union dibandingkan dengan biaya yang harus
ditanggung. Sebaliknya, semakin tinggi nilai OCA indeks maka semakin
rendah keuntungan untuk membentuk currency union. Hal ini dikarenakan
commit to user
negara-negara dengan symetric shock yang tinggi akan cenderung
perpustakaan.uns.ac.id
67
digilib.uns.ac.id
memiliki volatilitas nilai tukar yang stabil dan semakin mudah untuk
membentuk mata uang tunggal (Hovart dalam Partisiwi, 2008).
Hasil perhitungan OCA indeks dengan menggunakan Microsoft Excel
2007 dapat dilihat pada Tabel 4.2 berikut.
Tabel 4.2
OCA Indeks Tujuh Negara Anggota OKI
Negara
OCA Indeks
Indonesia
0,899969054
Turki
0,09788157
Saudi Arabia
0,00081946
Iran
0,073656262
Malaysia
0,303086249
Mesir
0,500061537
Pakistan
0,022317
Sumber : Data Olahan Microsoft Excel 2007
Berdasarkan hasil perhitungan OCA indeks tersebut diperoleh negara
dengan nilai OCA indeks yang terkecil yaitu Saudi Arabia. Hal ini
mengindikasikan bahwa keuntungan untuk membentuk currency union
akan diperoleh lebih tinggi oleh Saudi Arabia dibandingkan dengan biaya
yang akan ditanggungnya. Terlihat pula tiga negara anggota OKI lainnya
dengan nilai OCA indeks yang kecil yaitu Pakistan, Iran, dan Turki.
Kemudia disusul oleh Malaysia, Mesir, dan Indonesia di posisi terakhir
karena nilai OCA indeksnya yang paling besar dan memungkinkan
Indonesia belum bisa bergabung membentuk currency union karena
volatilitas nilai tukar Indonesia yang sangat tinggi.
2. Hasil Estimasi VAR/VECM
a. Uji Stasioneritas Data
Kestasioneran data merupakan hal yang sangat penting dalam
analisis data time series
dikarenakan
commit
to user penggunaan data yang tidak
perpustakaan.uns.ac.id
68
digilib.uns.ac.id
stasioner dalam model dapat menyebabkan regresi lancung (spurious
regression). Uji stasioneritas data pada penelitian ini dengan cara Unit
Root Test (uji akar unit) menggunakan Augmented Dickey Fuller
(ADF) test. Pada tahap ini akan diuji apakah suatu variabel
mengandung akar unit (unit root) atau tidak.
Suatu variabel dikatakan stasioner apabila nilai ADF t-statisticnya lebih kecil dari nilai kritis McKinnon, atau nilai probabilitas-nya
kurang dari nilai selang kepercayaan (α) yang digunakan (dalam
penelitian ini menggunakan α=5% atau 0,05). Hasil uji stasioneritas
dari variabel-variabel yang akan dianalisis terlihat pada tabel berikut.
Tabel 4.3
Hasil Uji Stasioneritas (α=5%)
Variabel
Level
First Difference
Indonesia
0,0028
0,0000
Turki
0,9868
0,0000
Saudi Arabia
0,5221
0,0000
Iran
0,0125
0,0000
Malaysia
0,0088
0,0000
Mesir
0,5776
0,0000
Pakistan
0,0335
0,0000
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Hasil pengujian pada tingkat level uji stasioneritas menghasilkan
nilai probabilitas ADF-nya lebih besar dari tingkat kepercayaan (α)
5%, maka data pada analisis ini termasuk data tidak stasioner. Hal ini
kemudian dilakukan pengujian pada tingkat diferensiasi pada data
agar semua variabel menjadi stasioner. Hasil selanjutnya ditemukan
setelah dilakukan uji derajat integrasi, yaitu pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui pada tingkat berapa data yang diamati stasioner.
Apabila data yang diamati
commitbelum
to userstasioner pada derajat satu maka
perpustakaan.uns.ac.id
69
digilib.uns.ac.id
pengujian harus dilanjutkan pada derajat berikutnya sampai data yang
diamati stasioner.
Hasil uji stasioneritas pada tingkat level menghasilkan data
stasioner untuk variabel IND, IRN, MYS, PAK dikarenakan nilai
probabilitas ADF-nya lebih kecil dari tingkat kepercayaan (α) 5%.
Tiga variabel lainnya yaitu TUR, SAU, dan MSR tidak stasioner pada
tingkat level karena nilai probabilitas ADF-nya yang lebih besar dari
tingkat kepercayaan (α) 5%. Selanjutnya dilakukan uji derajat
integrasi pada tingkat diferensiasi pertama untuk mendapatkan hasil
data stasioner.
Hasil uji derajat integrasi pada tingkat diferensiasi pertama secara
keseluruhan yaitu variabel Indonesia, Turki, Saudi Arabia, Iran,
Malaysia, Mesir dan Pakistan menghasilkan data stasioner karena nilai
probabilitas ADF lebih kecil dari tingkat kepercayaan (α) yang
digunakan yaitu 5%. Dengan demikian, variabel-variabel penelitian
berarti mempunyai hubungan jangka panjang. Pada langkah
selanjutnya data yang digunakan adalah data pada tingkat diferensiasi
pertama.
b. Penentuan Lag Optimal
Penentuan lag optimal dalam analisis VAR sangat penting
dilakukan karena suatu variabel dipengaruhi oleh lag dari variabel itu
sendiri dan lag dari variabel lainnya. Penentuan lag optimal dapat
diidentifikasi melalui Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz
Criterion (SC), dan Hannan-Quinn Criterion (HQ). Penelitian
commit to user
70
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menggunakan kriteria informasi AIC untuk menentukan panjang lag
maksimum, kemudian nilai AIC terkecil digunakan sebagai acuan
dalam penentuan tingkat lag yang paling optimal.
Tabel 4.4
Hasil Uji Penentuan Lag Optimal
AIC
Lag
IND
TUR
SAU
IRN
MYS
MSR
PAK
0
-2,106212
-3,618507
-14,08987
-2,695737
-4,867490
4,253437
-5,824802
1
-5,829929
-7,320295*
-17,42372
-6,326739
-8,141781
0,205014
-10,31053
2
-6,349395*
-7,306489
-17,27146
-6,023092
-7,974236
0,073151*
-10,28347
3
-5,751005
-6,939660
-17,99310*
-7,065772*
-8,209247*
0,354225
-10,40829*
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan : *Lag optimum
Tabel 4.4 memperlihatkan nilai terkecil dari AIC untuk proksi
dari variabel IND dan MSR terjadi lag optimal pada lag 2, variabel
SAU, IRN, MYS, dan PAK terjadi lag optimal pada lag 3, sedangkan
variabel TUR terjadi lag optimal pada lag 1. Lag optimal inilah yang
selanjutnya akan digunakan untuk langkah-langkah metode VECM.
c. Uji Stabilitas VAR
Berdasarkan uji stabilitas VAR, dapat disimpulkan bahwa
estimasi VAR yang akan digunakan untuk analisis IRF dan FEVD
sudah stabil, dapat dilihat pada nilai modulusnya yang kurang dari
satu. Hasil uji stabilitas VAR ini menunjukkan bahwa model VAR
yang dibentuk sudah stabil hingga lag optimalnya. Hasil pengujian
stabilitas VAR dapat dilihat pada Lampiran 5.
commit to user
71
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
d. Uji Kointegrasi
Pengujian kointegrasi merupakan kelanjutan dari uji akar unit dan
derajat kointegrasi. Tujuan dari uji kointegrasi pada penelitian ini
adalah untuk menentukan apakah grup dari variabel yang tidak
stasioner pada tingkat level tersebut memenuhi persyaratan proses
integrasi, dimana semua variabel stasioner pada derajat yang sama
yaitu derajat 1, I(1). Berdasarkan hasil yang terlihat pada tabel 4.4,
maka pengujian kointegrasi pada penelitian ini menggunakan metode
uji kointegrasi Johansen Trace Statistic Test.
Informasi jangka panjang diperoleh dengan menentukan terlebih
dahulu rank kointegrasi untuk mengetahui berapa sistem persamaan
yang dapat menerangkan dari keseluruhan sistem yang ada. Kriteria
pengujian kointegrasi pada penelitian ini didasarkan pada trace
statistic. Jika nilai trace statistic lebih besar daripada critical value
5%, maka hipotesis alternatif yang menyatakan jumlah kointegrasi
diterima sehingga dapat diketahui berapa jumlah persamaan yang
terkointegrasi dalam sistem. Hasil uji kointegrasi Johansen dengan
menggunakan Eviews 6.0 dijelaskan dalam Tabel 4.5.
Tabel 4.5 merupakan rangkuman dari hasil pengolahan data
pengujian kointegrasi Johansen. Kesimpulan yang dapat diambil
adalah bahwa pada uji kointegrasi untuk proksi TUR, SAU, IRN, dan
MYS lolos pada uji ini dan memiliki hubungan jangka panjang,
sedangkan untuk proksi IDN, MSR, dan PAK tidak lolos uji
commit to user
72
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
kointegrasi atau dapat dikatakan model ini tidak memiliki hubungan
jangka panjang.
Rank
Tabel 4.5
Hasil Uji Kointegrasi Johansen
Trace Statistic
0,05 Critical Value
IND
0
1
2
19,53634
8,471033
0,132274
29,79707
15,49471
3,841466
0*
1
2
32,59899
7,045381
0,012668
29,79707
15,49471
3,841466
0*
1
2
36,03168
11,67505
2,932314
29,79707
15,49471
3,841466
0*
1*
2
66,23834
28,15761
1,134782
29,79707
15,49471
3,841466
0*
1
2
44,74301
13,40988
3,743651
29,79707
15,49471
3,841466
0
1
2
24,84848
10,48783
0,028151
29,79707
15,49471
3,841466
0
28,55357
1
11,11875
2
1,270111
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: *Terdapat kointegrasi
29,79707
15,49471
3,841466
TUR
SAU
IRN
MYS
MSR
PAK
Informasi jumlah rank menunjukkan adanya kointegrasi dari
variabel-variabel tersebut. Untuk analisis selanjutnya akan digunakan
model VECM yang dapat melihat pengaruh jangka panjang dan
jangka pendek secara bersamaan.
commit to user
73
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Analisis Vector Error Correction Model (VECM)
VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi
tambahan ini harus diberikan karena keberadaan bentuk data yang
tidak stasioner namun terkointegrasi. VECM kemudian memanfaatkan
informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya,
karena itulah VECM sering disebut sebagai desain VAR bagi series
non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi. Hasil estimasi
model VECM dari proksi variabilitas nilai tukar masing-masing
negara dijelaskan sebagai berikut:
1) Hasil Estimasi VECM Model Variabilitas Nilai Tukar
Indonesia (IDN)
Estimasi VECM model variabilitas nilai tukar Indonesia
(IDN) pada tahun 1990-2012 menunjukkan bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi (GDPIDN) dalam jangka panjang signifikan
dan mempengaruhi volatilitas nilai tukar (VEXCIDN) secara
negatif yaitu sebesar -0,017821. Sedangkan variabel inflasi
(INFIDN) dalam jangka panjang signifikan dan mempengaruhi
volatilitas nilai tukar (VEXCIDN) secara positif yaitu sebesar
0,170867. Hal ini berarti bahwa jika variabel GDP meningkat
sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan volatilitas nilai
tukar sebesar 0,017821%, di sisi lain jika variabel inflasi meningkat
sebesar 1% maka akan menyebabkan kenaikan volatilitas nilai
tukar sebesar 0,170867%.
commit to user
74
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.6
Model VECM Volatilitas Nilai Tukar Indonesia (IDN)
Variabel
VEXCIDN
t-Statistik
Keterangan
GDPIDN
-0,017821*** -0,34253
Signifikan Negatif
INFIDN
0,170867*** 1,45659
Signifikan Positif
ECT
-0,807481*** -1,05048
Signifikan Negatif
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: ***stasioner critical value level 1%
**stasioner critical value level 5%
*stasioner critical value level 10%
Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh
dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan VEXCIDN
menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik
tetapi berhubungan negatif. Ini berarti bahwa vector kointegrasi
yang menjelaskan kesesuaian VEXCIDN terhadap hubungan
jangka panjangnya dengan GDPIDN dan INFIDN signifikan dan
negatif terhadap VEXCIDN. Nilai ECT yang negatif menunjukkan
bahwa variabel independen dalam jangka panjang sudah dapat
mengembalikan pada titik seimbangnya.
Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat
antara VEXCIDN terhadap VEXCIDN itu sendiri mempunyai
pengaruh yang positif, terjadi di lag 1, yaitu 0,109975 pada tingkat
signifikansi 1%. Hubungan antara GDPIDN terhadap VEXCIDN
memiliki pengaruh yang signifikan namun negatif pada lag 2
sebesar -0,250984 pada tingkat signifikansi 1%, serta hubungan
antara INFIDN terhadap VEXCIDN memiliki pengaruh yang
signifikan positif pada lag 1 sebesar 6,259643 pada tingkat
signifikansi 1%.
commit to user
75
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Hasil Estimasi VECM Model Volatilitas Nilai Tukar Turki
(TUR)
Estimasi VECM model variabilitas nilai tukar Turki (TUR)
pada tahun 1990-2012 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan
ekonomi (GDPTUR) dan variabel inflasi (INFTUR) dalam jangka
panjang signifikan dan mempengaruhi volatilitas nilai tukar
(VEXCTUR) secara negatif yaitu sebesar -0,050934 dan 0,177103. Hal ini berarti bahwa jika variabel GDP dan inflasi
meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan
volatilitas nilai tukar sebesar 0,050934% dan 0,177103%.
Tabel 4.7
Model VECM Volatilitas Nilai Tukar Turki (TUR)
Variabel
VEXCTUR
t-Statistik
Keterangan
GDPTUR -0,050934*** -0,92545
Signifikan Negatif
INFTUR -0,177103*** -5,59477
Signifikan Negatif
ECT
-0,309147*** -0,54953
Signifikan Negatif
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: ***stasioner critical value level 1%
**stasioner critical value level 5%
*stasioner critical value level 10%
Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh
dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan VEXCTUR
menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik
tetapi berhubungan negatif. Ini berarti bahwa vector kointegrasi
yang menjelaskan kesesuaian VEXCTUR terhadap hubungan
jangka panjangnya dengan GDPTUR dan INFTUR signifikan
negatif terhadap VEXCTUR. Nilai ECT yang negatif menunjukkan
bahwa variabel independen dalam jangka panjang sudah dapat
commit to user
mengembalikan pada titik seimbangnya.
76
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat
antara VEXCTUR terhadap VEXCTUR itu sendiri mempunyai
pengaruh yang negatif, terjadi di lag 1, yaitu -0,422544 pada
tingkat signifikansi 1%. Hubungan antara GDPTUR terhadap
VEXCTUR memiliki pengaruh yang signifikan namun negatif pada
lag 1 sebesar -0,723187 pada tingkat signifikansi 1%. Namun,
dalam hal ini tidak ditemukan hubungan antara INFTUR terhadap
VEXCTUR.
3) Hasil Estimasi VECM Model Volatilitas Nilai Tukar Saudi
Arabia (SAU)
Estimasi VECM model variabilitas nilai tukar Saudi Arabia
(SAU) pada tahun 1990-2012 menunjukkan bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi (GDPSAU) tidak berpengaruh dan tidak
signifikan terhadap variabel volatilitas nilai tukar (VEXCSAU),
sedangkan variabel inflasi (INFSAU) dalam jangka panjang
signifikan dan mempengaruhi volatilitas nilai tukar (VEXCTUR)
secara negatif yaitu sebesar -1,99E-05. Hal ini berarti bahwa jika
variabel inflasi meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan
penurunan volatilitas nilai tukar sebesar 1,99E-05%.
Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh
dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan VEXCSAU
menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik
tetapi berhubungan negatif. Ini berarti bahwa vector kointegrasi
yang menjelaskan kesesuaian VEXCSAU terhadap hubungan
commit to user
77
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jangka panjangnya dengan GDPSAU dan INFSAU signifikan
negatif terhadap VEXCSAU. Nilai ECT yang negatif menunjukkan
bahwa variabel independen dalam jangka panjang sudah dapat
mengembalikan pada titik seimbangnya.
Tabel 4.8
Model VECM Volatilitas Nilai Tukar Saudi Arabia (SAU)
Variabel
VEXCSAU
t-Statistik
Keterangan
GDPSAU 0,000454***
3,42396
Tidak Signifikan
INFSAU -1,99E-05***
-0,89132
Signifikan Negatif
ECT
-0,087316***
-0,17744
Signifikan Negatif
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: ***stasioner critical value level 1%
**stasioner critical value level 5%
*stasioner critical value level 10%
Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat
antara VEXCSAU terhadap VEXCSAU itu sendiri mempunyai
pengaruh yang positif, terjadi di lag 3, yaitu 0,314376 pada tingkat
signifikansi 1%. Hubungan antara GDPSAU terhadap VEXCSAU
memiliki pengaruh yang signifikan positif pada lag 1 sebesar
226,3765 pada tingkat signifikansi 1%, serta hubungan antara
INFSAU terhadap VEXCSAU memiliki pengaruh yang signifikan
dan positif pada lag 2 sebesar 3144,392 pada tingkat signifikansi
1%.
4) Hasil Estimasi VECM Model Volatilitas Nilai Tukar Iran
(IRN)
Estimasi VECM model variabilitas nilai tukar Iran (IRN) pada
tahun 1990-2012 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan
ekonomi (GDPIRN) dan variabel inflasi (INFIRN) berpengaruh
commit to user
signifikan namun negatif terhadap variabel volatilitas nilai tukar
78
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(VEXCIRN) dalam jangka panjang yaitu sebesar -0,036336 dan 0,671242. Hal ini berarti bahwa jika variabel GDP dan inflasi
meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan
volatilitas nilai tukar sebesar 0,036336% dan 0,671242%.
Tabel 4.9
Model VECM Volatilitas Nilai Tukar Iran (IRN)
Variabel
VEXCIRN
t-Statistik
Keterangan
GDPIRN -0,036336***
-0,36414
Signifikan Negatif
INFIRN -0,671242***
-3,81354
Signifikan Negatif
ECT
-0,275033***
-0,63730
Signifikan Negatif
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: ***stasioner critical value level 1%
**stasioner critical value level 5%
*stasioner critical value level 10%
Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh
dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan VEXCIRN
menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik
tetapi berhubungan negatif. Ini berarti bahwa vector kointegrasi
yang menjelaskan kesesuaian VEXCIRN terhadap hubungan
jangka panjangnya dengan GDPIRN dan INFIRN signifikan
negatif terhadap VEXCIRN. Nilai ECT yang negatif menunjukkan
bahwa variabel independen dalam jangka panjang sudah dapat
mengembalikan pada titik seimbangnya.
Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat
antara VEXCIRN terhadap VEXCIRN itu sendiri mempunyai
pengaruh yang negatif, terjadi di lag 1, yaitu -0,326566 pada
tingkat signifikansi 1%. Hubungan antara INFIRN terhadap
VEXCIRN memiliki pengaruh yang signifikan dan positif pada lag
commit to user
3 sebesar 0,125696 pada tingkat signifikansi 1%. Namun, dalam
79
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hal ini tidak ada hubungan dan pengaruh GDPIRN terhadap
VEXCIRN.
5) Hasil VECM Model Volatilitas Nilai Tukar Malaysia (MYS)
Estimasi VECM model variabilitas nilai tukar Malaysia
(MYS) pada tahun 1990-2012 menunjukkan bahwa variabel
pertumbuhan ekonomi (GDPMYS) dan variabel inflasi (INFMYS)
berpengaruh signifikan namun negatif terhadap variabel volatilitas
nilai tukar (VEXCMYS) dalam jangka panjang yaitu sebesar 0,035160 dan -0,067285. Hal ini berarti bahwa jika variabel GDP
dan inflasi meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan
penurunan
volatilitas
nilai
tukar
sebesar
0,035160%
dan
0,067285%.
Tabel 4.10
Model VECM Volatilitas Nilai Tukar Malaysia (MYS)
Variabel
VEXCMYS
t-Statistik
Keterangan
GDPMYS -0,035160*** -12,6652
Signifikan Negatif
INFMYS
-0,067285*** -20,5801
Signifikan Negatif
ECT
-3,357524
-1,22789
Signifikan Negatif
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: ***stasioner critical value level 1%
**stasioner critical value level 5%
*stasioner critical value level 10%
Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh
dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan VEXCMYS
menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik
tetapi berhubungan negatif. Ini berarti bahwa vector kointegrasi
yang menjelaskan kesesuaian VEXCMYS terhadap hubungan
jangka panjangnya dengan GDPMYS dan INFMYS signifikan
commit to user
negatif terhadap VEXCMYS. Nilai ECT yang negatif menunjukkan
80
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahwa variabel independen dalam jangka panjang sudah dapat
mengembalikan pada titik seimbangnya.
Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat
antara VEXCMYS terhadap VEXCMYS itu sendiri mempunyai
pengaruh yang positif, terjadi di lag 3, yaitu 1,154654 pada tingkat
signifikansi 1%. Hubungan antara GDPMYS terhadap VEXCMYS
memiliki pengaruh yang signifikan namun negatif pada lag 1
sebesar
-6,812978.
Hubungan
antara
INFMYS
terhadap
VEXCMYS memiliki pengaruh yang signifikan namun negatif
pada lag 3 sebesar -17,12028 pada tingkat signifikansi 1%.
6) Hasil Estimasi VECM Model Volatilitas Nilai Tukar Mesir
(MSR)
Estimasi VECM model variabilitas nilai tukar Mesir (MSR)
pada tahun 1990-2012 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan
ekonomi (GDPMSR) dan variabel inflasi (INFMSR) dalam jangka
panjang tidak signifikan dan tidak mempengaruhi volatilitas nilai
tukar (VEXCMSR).
Tabel 4.11
Model VECM Volatilitas Nilai Tukar Mesir (MSR)
Variabel
VEXCMSR
t-Statistik
Keterangan
GDPMSR -5,710997
-1,08727
Tidak Signifikan
INFMSR
14,51378
3,01614
Tidak Signifikan
ECT
0,095432
0,52628
Tidak Signifikan
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: ***stasioner critical value level 1%
**stasioner critical value level 5%
*stasioner critical value level 10%
Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh
commit to user
dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan VEXCMSR
81
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menunjukkan sebagai variabel yang tidak signifikan secara statistik
tetapi berhubungan positif. Ini berarti bahwa vector kointegrasi
yang menjelaskan kesesuaian VEXCMSR terhadap hubungan
jangka panjang GDPMSR dan INFMSR tidak signifikan secara
statistik
terhadap
VEXCMSR.
Nilai
ECT
yang
positif
menunjukkan bahwa variabel independen dalam jangka panjang
belum dapat mengembalikan pada titik keseimbangannya.
Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat
antara VEXCMSR terhadap GDPMSR yang mempunyai pengaruh
positif, terjadi pada lag 2, yaitu 4,575223 pada tingkat signifikansi
1%. Pengaruh yang negatif juga membuktikan keberadaan yang
signifikan antara GDPMSR terhadap VEXCMSR, yaitu -0,006992
pada lag 1 dengan tingkat signifikansi 1%. Hubungan antara
INFMSR terhadap VEXCMSR juga memiliki pengaruh yang
signifikan dan positif pada lag 1 sebesar 0,029805 pada tingkat
signifikansi 1%.
7) Hasil Estimasi VECM Model Volatilitas Nilai Tukar Pakistan
(PAK)
Estimasi VECM model variabilitas nilai tukar Pakistan (PAK)
pada tahun 1990-2012 menunjukkan bahwa variabel pertumbuhan
ekonomi (GDPPAK) dan variabel inflasi (INFPAK) berpengaruh
signifikan namun negatif terhadap variabel volatilitas nilai tukar
(VEXCPAK) dalam jangka panjang yaitu sebesar -0,003793 dan 0,002842. Hal ini berarti bahwa jika variabel GDP dan inflasi
commit to user
82
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkat sebesar 1% maka akan menyebabkan penurunan
volatilitas nilai tukar sebesar 0,003793% dan 0,002842%.
Tabel 4.12
Model VECM Volatilitas Nilai Tukar Pakistan (PAK)
Variabel
VEXCPAK
t-Statistik
Keterangan
GDPPAK -0,003793*** -0,61158
Signifikan Negatif
INFPAK
-0,002842*** -0,45542
Signifikan Negatif
ECT
-2,456358*** -2,06614
Signifikan Negatif
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Keterangan: ***stasioner critical value level 1%
**stasioner critical value level 5%
*stasioner critical value level 10%
Error Correction Term (ECT) yang menggambarkan pengaruh
dari persamaan kointegrasi terhadap perubahan VEXCPAK
menunjukkan sebagai variabel yang signifikan secara statistik
tetapi berhubungan negatif. Ini berarti bahwa vector kointegrasi
yang menjelaskan kesesuaian VEXCPAK terhadap hubungan
jangka panjangnya dengan GDPPAK dan INFPAK signifikan
negatif terhadap VEXCPAK. Nilai ECT yang negatif menunjukkan
bahwa variabel independen dalam jangka panjang sudah dapat
mengembalikan pada titik seimbangnya.
Hubungan yang signifikan dalam jangka pendek terdapat
antara VEXCPAK terhadap VEXCPAK itu sendiri mempunyai
pengaruh yang signifikan dan positif, terjadi di lag 1, yaitu
1,982061 pada tingkat signifikansi 1%. Hubungan antara GDPPAK
terhadap VEXCPAK memiliki pengaruh yang signifikan dan
positif, terjadi pada lag 2 sebesar 2,501261 pada tingkat
signifikansi 1%, serta hubungan antara INFPAK terhadap
commit to user
83
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
VEXCPAK memiliki pengaruh yang signifikan dan positif pada
lag 1 sebesar 17,32504 pada tingkat signifikansi 1%.
f. Analisis Impulse Response Function (IRF)
Analisis IRF dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh perubahan
dari suatu variabel pada variabel itu sendiri atau variabel lainnya.
Estimasi yang dilakukan IRF dititikberatkan pada respon suatu
variabel pada perubahan satu standar deviasi dari variabel itu sendiri
maupun variabel lainnya yang terdapat dalam model. Analisis IRF
dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak guncangan
variabel volatilitas nilai tukar terhadap GDP dan inflasi masingmasing negara OKI serta dampak guncangan GDP dan inflasi
terhadap volatilitas nilai tukar masing-masing negara OKI. Penelitian
ini akan melihat IRF dalam kurun waktu periode 22 tahun. Pada
sumbu vertikal menandakan angka respon variabelnya, sedangkan
sumbu horizontal adalah periode waktu dari sebuah data yang
digunakan.
1) Analisis IRF Indonesia (IDN)
Analisis IRF yang menunjukkan volatilitas nilai tukar
(VEXCIDN) Indonesia pada periode 1990-2012 dari adanya
pengaruh guncangan (shock) variabel VEXCIDN itu sendiri dan
GDP (GDPIDN) serta inflasi (INFIDN) ditunjukkan dalam Grafik
4.3 bahwa terlihat grafik respon VEXCIDN dari shock VEXCIDN
itu sendiri dan terhadap GDPIDN dan INFIDN serta respon
commit to user
84
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
GDPIDN dan INFIDN dari shocks GDPIDN dan INFIDN itu
sendiri juga terhadap VEXCIDN.
commit to user
85
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of GDPIDN to VEXCIDN
Response of VEXCIDN to GDPIDN
.02
.00
.01
-.04
.00
-.08
-.01
-.12
-.02
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
Response of INFIDN to VEXCIDN
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Response of VEXCIDN to INFIDN
.02
.12
.08
.01
.04
.00
.00
-.04
-.01
-.08
-.12
-.02
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.3
Impulse Response Indonesia (IDN)
Grafik pertama menjelaskan pada awal periode guncangan
VEXCIDN belum menyebabkan respon yang berarti untuk variabel
GDPIDN, tetapi pattern yang bergerak berfluktuasi di baseline
garis bawah berkisar negatif 0,102298 pada periode ke-9 dan
guncangannya mulai stabil di kisaran negatif 0,098069 sejak
periode ke-13 hingga akhir periode sebesar negatif 0,098713.
Guncangan VEXCIDN telah menyebabkan respon yang berarti
bagi INFIDN sejak periode pertama yaitu berkisar negatif 0,113132
dan selanjutnya berfluktuasi di baseline garis atas dan bawah
berkisar positif 0,135794 pada periode kedua. Hal ini berarti bahwa
volatilitas nilai tukar Indonesia yang semakin menurun tidak akan
commit to user
86
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
meningkatkan pertumbuhan ekonomi, namun meningkatkan inflasi
negara tersebut.
Guncangan GDPIDN selalu meningkatkan VEXCIDN yang
ditandai oleh pergerakan positif sejak periode awal hingga periode
akhir,
sedangkan
guncangan
INFIDN
tidak
meningkatkan
VEXCIDN yang ditunjukkan oleh pergerakan negatif sejak periode
ke-2 sebesar 0,014480 hingga akhir periode sebesar negatif
0,002527. Hal ini menyimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi
yang meningkat akan meningkatkan volatilitas nilai tukar, namun
tidak didorong oleh pergerakan inflasi negara tersebut.
2) Analisis IRF Turki (TUR)
Grafik pertama pada awal periode telah menjelaskan
guncangan VEXCTUR telah menyebabkan respon dari GDPTUR
yang cukup berarti sebesar positif 0,017716. Namun sejak periode
ke-2 hingga akhir periode menunjukkan pattern VEXCTUR
terhadap GDPTUR yang berfluktuasi di baseline bawah cenderung
negatif sebesar 0,045250. Sedangkan guncangan VEXCTUR telah
menyebabkan respon INFTUR yang sangat berarti dimana
menunjukkan fluktuasi positif sejak periode awal hingga akhir
periode. Hal ini mengindikasikan bahwa volatilitas nilai tukar
Turki yang semakin menurun akan menurunkan pertumbuhan
ekonomi dan volatilitas nilai tukar Turki yang meningkat akan
meningkatkan pergerakan inflasi negara tersebut.
commit to user
87
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of VEXCTUR to GDPTUR
Response of GDPTUR to VEXCTUR
.010
.02
.01
.008
.00
.006
-.01
-.02
.004
-.03
.002
-.04
.000
-.05
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2
22
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Response of VEXCTUR to INFTUR
Response of INFTUR to VEXCTUR
.20
.010
.16
.008
.12
.006
.08
.004
.04
.002
.000
.00
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2
22
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.4
Impulse Response Turki (TUR)
Guncangan GDPTUR dan INFTUR belum menyebabkan
respon terhadap VEXCTUR pada periode pertama. Mulai periode
ke-2 hingga akhir periode menyebabkan respon yang berarti yang
ditandai dengan pergerakan pattern positif di kisaran 0,005 untuk
GDPTUR dan 0,002 untuk INFTUR. Hal ini mengindikasikan
bahwa pertumbuhan ekonomi dan pergerakan inflasi Turki yang
semakin
meningkat
positif
akan
volatilitas nilai tukar di negara tersebut.
commit to user
meningkatkan
pergerakan
88
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Analisis IRF Saudi Arabia (SAU)
Respon GDPSAU dan INFSAU pada periode 1990-2012 dari
adanya guncangan (shocks) variabel VEXCSAU serta respon
VEXCSAU dari adanya guncangan GDPSAU dan INFSAU
dijelaskan dengan grafik 4.5. Kemiripan pola terjadi diantara
respon variabel VEXCSAU dan respon variabel GDPSAU serta
respon variabel INFSAU.
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of GDPSAU to VEXCSAU
Response of VEXCSAU to GDPSAU
.08
.00002
.07
.06
.00001
.05
.00000
.04
.03
-.00001
.02
.01
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
-.00002
2
Response of INFSAU to VEXCSAU
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Response of VEXCSAU to INFSAU
.6
.00002
.5
.00001
.4
.3
.00000
.2
-.00001
.1
.0
-.00002
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.5
Impulse Response Saudi Arabia (SAU)
Grafik pertama pada awal periode sampai dengan akhir
periode menunjukkan pattern VEXCSAU terhadap GDPSAU dan
INFSAU yang berfluktuasi di atas baseline. Guncangan berkisar
antara 0,06-0,07 untuk GDPSAU dan berkisar antara 0,04-0,05
commit to user
89
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
untuk INFSAU. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya guncangan
positif dari volatilitas nilai tukar Saudi Arabia terhadap
pertumbuhan ekonomi dan pergerakan inflasi yang mendorong
Saudi Arabia dalam melakukan penyatuan mata uang karena hal ini
akan mempermudah penggunaan kebijakan bersama untuk
mengoreksi kesalahan.
Guncangan GDPSAU terhadap VEXCSAU berfluktuasi di
bawah
baseline,
dimana
fluktuasi
yang
negatif
dan
rendahmengindikasikan kecilnya guncangan asimetrik antara kedua
variabel tersebut. Sedangkan guncangan INFSAU terhadap
VEXCSAU berfluktuasi di atas dan bawah baseline di kisaran
positif 4,62E-06 pada periode 12 dan kisaran negatif -9,49E-07
pada periode 13 dalam jangka pendek. Hal ini mengindikasikan
bahwa adanya guncangan inflasi direspon secara fluktuatif oleh
volatilitas nilai tukar negara tersebut.
4) Analisis IRF Iran (IRN)
Analisis IRF dari VEXCIRN pada tahun 1990-2012 dari
adanya pengaruh guncangan (shocks) variabel GDPIRN dan
variabel INFIRN dan respon variabel GDPIRN dan variabel
INFIRN terhadap variabel VEXCIRN ditunjukkan oleh grafik 4.6.
Grafik pertama dalam gambar adalah grafik respon GDPIRN
dari adanya guncangan VEXCIRN yang menunjukkan fluktuasi
positif dari awal sampai akhir periode di kisaran 0,03 sampai
kisaran 0,06. Begitupun halnya dengan respon INFIRN dari adanya
commit to user
90
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
guncangan VEXCIRN yang menunjukkan fluktuasi positif dari
awal sampai akhir periode dari kisaran 0,04 hingga kisaran 0,06.
Hal ini mengindikasikan bahwa adanya guncangan (shock) yang
positif antar variabel akan mendorong terjadinya penyatuan mata
uang bagi negara tersebut karena hal ini mempermudah
penggunaan kebijakan bersama untuk mengoreksi kesalahan.
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.6
Impulse Response Iran (IRN)
Pola yang hampir sama terjadi pada respon VEXCIRN dari
adanya guncangan GDPIRN dan INFIRN. Respon VEXCIRN
terhadap GDPIRN menunjukkan fluktuasi di awal periode ke-3
naik 0,008853 kemudian menembus baseline bawah di titik 0,009041 pada periode ke-5. Respon VEXCIRN naik positif
memuncak di titik 0,012414 pada periode ke-6 yang kemudian
menembus baseline bawah kembali di titik -0,001543 pada periode
commit to user
91
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
ke-8. Respon fluktuatif diantara baseline terus terjadi hingga akhir
periode yang artinya guncangan pertumbuhan ekonomi direspon
secara fluktuatif oleh volatilitas nilai tukar Iran.
Lain halnya dengan respon VEXCIRN terhadap guncangan
INFIRN. Pada periode ke-5, guncangan INFIRN menyebabkan
respon negatif sebesar 0,006189 yang kemudian naik memuncak ke
baseline atas sebesar 0,006780. Guncangan memiliki pattern yang
fluktuatif di baseline bawah mulai periode ke-11 hingga akhir
periode yang mengartikan bahwa guncangan yang rendah dan
negatif mengindikasikan kecilnya guncangan asimetrik antara
kedua variabel.
5) Analisis IRF Malaysia (MYS)
Grafik pertama pada awal periode menunjukkan pattern positif
variabel VEXCMYS terhadap GDPMYS yang menyebabkan
guncangan sebesar 0,015812. Kemudian pattern menurun tajam
pada periode ke-3 di kisaran negatif 0,050646, dan periode
selanjutnya hingga akhir periode berfluktuasi di bawah baseline.
Guncangan
berkisar
negatif
0,02-0,03.
Respon
INFMYS
berfluktuasi di atas baseline dari awal hingga akhir periode pada
kisaran 0,03-0,14. Hal ini mengindikasikan bahwa adanya
guncangan volatilitas nilai tukar Malaysia tidak meningkatkan
pertumbuhan
ekonomi
negara
pergerakan inflasi yang positif.
commit to user
tersebut,
namun
mendorong
92
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Response to Cholesky One S.D. Innovations Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of GDPMYS to VEXCMYS
Response of VEXCMYS to GDPMYS
.02
.03
.02
.00
.01
-.02
.00
-.04
-.01
-.06
-.02
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
Response of INFMYS to VEXCMYS
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Response of VEXCMYS to INFMYS
.16
.03
.02
.12
.01
.08
.00
.04
-.01
-.02
.00
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.7
Impulse Response Malaysia (MYS)
Guncangan GDPMYS baru memberikan dampak terhadap
VEXCMYS pada periode ke-2 sebesar negatif 0,001063. Sejak
periode ke-3 hingga akhir periode, guncangan GDPMYS terhadap
VEXCMYS berfluktuasi di atas baseline dan mulai mendekati
stabil dari periode ke-9 hingga periode ke-22. Pergerakan
guncangan negatif terjadi pada variabel INFMYS terhadap
VEXCMYS di kisaran 0,003707 pada periode ke-10 dan 0,003583
pada periode ke-22. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan volatilitas nilai tukar
dan penurunan pergerakan inflasi akan menurunkan volatilitas nilai
tukar.
commit to user
22
93
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Analisis IRF Mesir (MSR)
Analisis IRF yang menunjukkan respon volatilitas nilai tukar
Mesir dari adanya guncangan GDP dan inflasi serta respon GDP
dan inflasi dari adanya guncangan volatilitas nilai tukar
ditunjukkan dalam grafik 4.8 berikut.
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of GDPMSR to VEXCMSR
Response of VEXCMSR to GDPMSR
.030
.8
.025
.6
.020
.4
.015
.2
.010
.0
.005
-.2
.000
-.4
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
Response of INFMSR to VEXCMSR
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Response of VEXCMSR to INFMSR
.10
.8
.6
.05
.4
.00
.2
-.05
.0
-.10
-.2
-.4
-.15
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.8
Impulse Response Mesir (MSR)
Guncangan VEXCMSR yang ditunjukkan oleh grafik
pertama terhadap GDPMSR memberikan dampak positif yang
ditandai dengan fluktuasi pattern GDPMSR di atas baseline sejak
periode awal hingga akhir periode. Berbanding terbalik dengan
guncangan VEXCMSR terhadap INFMSR yang memberikan
dampak positif dalam jangka pendek dari periode ke-1 hingga
periode ke-3 yang kemudian mengalami fluktuasi negatif dari
periode ke-4 hingga periode ke-22 di kisaran 0,04-0,09. Hal ini
commit to user
94
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mengindikasikan bahwa adanya dorongan yang kuat dari
volatilitas nilai tukar Mesir untuk peningkatan pertumbuhan
ekonomi, berbanding terbalik pada pergerakan inflasi Mesir
terkena dampak negatif apabila terjadi guncangan volatilitas nilai
tukar.
Grafik ketiga menjelaskan guncangan GDPMSR terhadap
VEXCMSR yang berfluktuasi di bawah baseline berkisar negatif
0,235426 pada periode ke-2. Selanjutnya guncangan memiliki
pattern yang stabil mulai dari periode ke-16 sampai periode ke-22
di kisaran negatif 0,114003. Hal ini menunjukkan bahwa
guncangan GDP tidak meningkatkan volatilitas nilai tukar Mesir.
Guncangan INFMSR terhadap VEXCMSR konsisten berfluktuasi
positif di atas baseline pada periode ke-5 sampai periode ke-22 di
kisaran 0,08-0,18. Guncangan memiliki pattern yang stabil dari
periode ke-15 sampai akhir periode. Hal ini menjelaskan bahwa
guncangan inflasi direspon positif stabil oleh volatilitas nilai
tukar.
7) Analisis IRF Pakistan (PAK)
Analisis IRF Negara Pakistan pada tahun 1990-2012 yang
menguraikan respon variabel GDPPAK dan INFPAK dari adanya
guncangan variabel VEXCPAK serta respon variabel VEXCPAK
dari adanya guncangan variabel GDPPAK dan INFPAK dijelaskan
oleh grafik 4.9.
commit to user
95
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response to Cholesky One S.D. Innovations
Response of VEXCPAK to GDPPAK
Response of GDPPAK to VEXCPAK
.012
.01
.00
.008
-.01
.004
-.02
.000
-.03
-.004
-.04
-.008
-.05
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
2
22
Response of INFPAK to VEXCPAK
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Response of VEXCPAK to INFPAK
.00
.012
-.05
.008
-.10
.004
-.15
.000
-.20
-.004
-.25
-.008
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
Sumber: Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.9
Impulse Response Pakistan (PAK)
Guncangan VEXCPAK pada awal periode telah menyebabkan
respon dari GDPPAK yang cukup berarti di kisaran positif
0,005726. Pada periode ke-2 sampai akhir periode, pattern
berfluktuasi di bawah baseline. Hal ini berarti volatilitas nilai tukar
memberikan dampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi
Pakistan. Tidak jauh berbeda dengan respon INFPAK dari adanya
guncangan VEXCPAK. Sejak awal hingga akhir periode, respon
INFPAK berfluktuasi negatif di bawah baseline hingga jatuh di
kisaran negatif 0,206582 pada periode ke-5. Hal ini pun
mengindikasikan bahwa volatilitas nilai tukar memberikan dampak
negatif terhadap inflasi Pakistan. Kedua variabel ini tidak dapat
mendorong dalam melaksanakan penyatuan mata uang karena
commit to user
96
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
respon yang negatif dan rendah terhadap volatilitas nilai tukar
sehingga mempersulit penggunaan kebijakan bersama.
Respon VEXCPAK terhadap guncangan GDPPAK dan
INFPAK sangat berarti dimana respon terhadap keduanya hampir
menunjukkan pola yang sama. Pattern bergerak fluktuatif di
baseline garis atas dan bawah. Respon VEXCPAK terhadap
guncangan GDPPAK mengalami penurunan yang tajam menyentuh
baseline bawah di kisaran negatif 0,007703 pada periode ke-2,
sedangkan respon VEXCPAK terhadap guncangan INFPAK
sempat mengalami kenaikan yang tajam di kisaran positif 0,009433
pada periode ke-4. Namun sejauh periode tersebut, fluktuasi respon
VEXCPAK
terhadap
guncangan
GDPPAK
dan
INFPAK
cenderung menunjukkan fluktuasi yang konsisten di batas baseline
atas dan bawah. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan
pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan volatilitas nilai tukar
dan penurunan pertumbuhan ekonomi akan menurunkan volatilitas
nilai tukar, begitu pun dengan inflasi terhadap volatilitas nilai
tukar. Korelasi guncangan yang berbanding lurus diantara ketiga
variabel ini merupakan pendorong dalam penyatuan mata
uanguntuk Negara Pakistan.
commit to user
97
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Kemiripan struktur ekonomi
Mesir
Indonesia
Turki
Malaysia
Saudi Arabia
Iran
Pakistan
Tahap II
Tahap I
Gambar 4.10
Tahapan Pembentukan currency unification
Berdasarkan hasil analisis Impulse Response Function (IRF),
terlihat sekali bahwa terdapat empat negara yang keterkaitannya erat
dimana mempunyai kesamaan/kemiripan struktur perekonomian
sehingga berpotensi untuk membentuk suatu currency union yaitu
Turki, Saudi Arabia, Iran, dan Pakistan. Hal ini disebabkan kondisi
perekonomian di negara-negara anggota OKI sangat berbeda bahkan
dapat dikatakan timpang sehingga sulit untuk disatukan. Namun,
masih ada kemungkinan negara Indonesia dan Malaysia ikut
bergabung dengan Turki, Saudi Arabia, Iran, dan Pakistan dalam
penyatuan mata uang. Sedangkan Mesir berada pada posisi yang
tertinggal karena struktur perekonomiannya yang belum sejajar
dengan negara anggota OKI lainnya.
commit to user
98
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
g. Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)
FEVD yaitu metode yang dapat digunakan untuk melihat
bagaimana perubahan dalam suatu variabel ditunjukkan oleh
perubahan variance error yang dipengaruhi oleh variabel lainnya.
Melalui metode ini juga dapat dilihat kekuatan dan kelemahan dari
masing-masing variabel dalam mempengaruhi variabel lainnya dalam
kurun waktu yang panjang. Dengan menggunakan metode FEVD,
penelitian ini akan melihat peran variabilitas nilai tukar dalam
menjelaskan GDP dan inflasi masing-masing negara.
1) Variance Decomposition Variabilitas Nilai Tukar Indonesia
(IDN)
Variance error pada periode pertama model variabilitas nilai
tukar Indonesia menunjukkan bahwa variabel GDPIDN dan
INFIDN lebih mempengaruhi dirinya sendiri. Hal ini dibuktikan
dengan nilai penjelasnya sebesar 99% untuk variabel GDPIDN dan
1% untuk variabel INFIDN. Sedangkan variabel VEXCIDN belum
bisa mempengaruhi variabel GDPIDN dan INFIDN karena angka
penjelasnya hanya sebesar 0 (nol).
commit to user
99
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variance Decomposition of GDPIDN
100
80
60
40
20
0
5
VEXCIDN
10
15
GDPIDN
20
INFIDN
Variance Decomposition of INFIDN
Sumber:60Data Olahan Eviews 6.0
Gambar 4.11
50
FEVD Variabilitas Nilai Tukar Indonesia (IDN)
40
Respon
VEXCIDN mulai mendominasi dalam menjelaskan
30
20
pengaruhnya
terhadap GDPIDN dan INFIDN pada periode ke-2
10
5
10 error. 15
20 GDPIDN dan
sampai akhir periode
variance
Sedangkan
VEXCIDN
GDPIDN
INFIDN
INFIDN dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap diri sendiri
tidak lebih dari 15%. VEXCIDN paling mendominasi dalam
mempengaruhi GDPIDN dan INFIDN pada periode ke-2 sebesar
95,85%. Untuk periode selanjutnya mulai terlihat kestabilan
VEXCIDN dalam mempengaruhi GDPIDN dan INFIDN di kisaran
82,99% sejak periode ke-7 hingga akhir periode. Sedangkan
GDPIDN mengalami penurunan dalam mempengaruhi dirinya
sendiri hingga ke kisaran 29,52% pada periode ke-21. Untuk
INFIDN terus mengalami peningkatan sejak periode ke-3 sebesar
4,6%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas nilai tukar
Indonesia lebih dominan dipengaruhi oleh variabel variabilitas nilai
tukar itu sendiri.
commit to user
100
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Variance Decomposition Variabilitas Nilai Tukar Turki (TUR)
Variance error variabilitas nilai tukar Turki lebih didominasi
pengaruhnya oleh volatilitas nilai tukarnya (VEXCTUR). Pada
periode pertama, model variabilitas nilai tukar Turki menunjukkan
bahwa VEXCTUR lebih mempengaruhi dirinya sendiri sebesar
100%, sedangkan untuk variabel GDPIDN dan INFIDN belum bisa
mempengaruhi VEXCTUR karena angka penjelasnya hanya
sebesar 0 (nol).
Varianc e Dec ompos it ion of VEXCTUR
100
80
60
40
20
0
5
V EXCTUR
10
15
GDPTUR
20
INFTUR
e Dec ompos ition of GDPTUR
Sumber: DataVarianc
Olahan Eviews
6.0
100
Gambar 4.12
FEVD Variabilitas Nilai Tukar Turki (TUR)
80
60
Variance error pada periode ke-2 hingga akhir periode, respon
40
GDPTUR dan INFTUR dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap
20
VEXCTUR0 hanya 5sebesar 102,07% 15
dan 0,28%.
Selebihnya
20
EXCTUR
GDPTUR
INFTUR
VEXCTUR masih V
mendominasi
dalam
mempengaruhi
VEXCTUR
Varianc e Dec ompos ition of INFTUR
di kisaran 95%.
Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas nilai
100
80 lebih dominan dijelaskan oleh variabel volatilitas nilai
tukar Turki
60
tukar itu sendiri.
40
3) Variance20
Decomposition Variabilitas Nilai Tukar Saudi Arabia
commit to user
0
(SAU)
5
10
15
20
V EXCTUR
GDPTUR
INFTUR
101
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Variance error pada periode pertama model variabilitas nilai
tukar Saudi Arabia menunjukkan bahwa VEXCSAU lebih
mempengaruhi dirinya sendiri, hal ini dibuktikan dengan nilai
penjelasnya sebesar 100%, sedangkan variabel GDPSAU dan
INFSAU belum bisa mempengaruhi VEXCSAU karena angka
penjelasnya sebesar 0 (nol).
Varianc e Dec ompos it ion of VEXCSAU
100
80
60
40
20
0
5
10
VEXCSAU
15
GDPSAU
20
INFSA U
Varianc e Dec ompos ition of GDPSAU
Sumber: Data
Olahan Eviews 6.0
100
Gambar 4.13
FEVD
Variabilitas
Nilai
Tukar Saudi Arabia (SAU)
80
60
Respon
VEXCSAU
mendominasi
dalam
menjelaskan
40
pengaruhnya
terhadap VEXCSAU sebesar 97,78% pada periode
20
ke-2 variance error, sedangkan VEXCSAU dalam menjelaskan
0
5
10
15
20
pengaruhnya terhadap GDPSAU hanya sebesar 0,43% dan terhadap
VEXCSAU
GDPSAU
INFSA U
INFSAU hanya sebesar 1,79%. Hampir sepanjang periode variabel
Varianc e Dec ompos ition of INFSAU
VEXCSAU
mendominasi pengaruhnya terhadap VEXCSAU,
100
80
GDPSAU
dan INFSAU. Hal ini menjelaskan bahwa variabilitas
60
nilai tukar sedikit dijelaskan oleh variabel GDP dan Inflasi dan
40
dominan dijelaskan oleh variabel volatilitas nilai tukar itu sendiri.
20
commit to user
0
5
VEXCSAU
10
15
GDPSAU
20
INFSA U
102
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4) Variance Decomposition Variabilitas Nilai Tukar Iran (IRN)
Sama halnya dengan tiga negara sebelumnya, yaitu
Indonesia, Turki, dan Saudi Arabia, variance error pada periode
pertama model variabilitas nilai tukar Iran menunjukkan bahwa
VEXCIRN lebih mempengaruhi dirinya sendiri, hal ini dibuktikan
dengan nilai penjelasnya sebesar 100%, sedangkan variabel
GDPIRN dan INFIRN belum bisa mempengaruhi VEXCIRN
karena angka penjelasnya sebesar 0 (nol).
Varianc e Dec ompos it ion of VEXCIRN
120
100
80
60
40
20
0
5
10
V EXCIRN
15
GDPIRN
20
INFIRN
Varianc
Dec ompos
ition of GDPIRN
Sumber: Data
OlahaneEviews
6.0
100
Gambar 4.14
FEVD Variabilitas Nilai Tukar Iran (IRN)
80
Variance
error pada periode ke-2 hingga akhir periode, respon
60
40 dan INFIRN dalam menjelaskan pengaruhnya terhadap
GDPIRN
20
VEXCIRN hanya di kisaran tidak lebih dari 3% dan 2%.
0
5
15 dalam mempengaruhi
20
Selebihnya VEXCTUR
masih 10
mendominasi
V EXCIRN
GDPIRN
INFIRN
VEXCTUR di kisaran 94%. Pengaruh GDPIRN terbesar adalah
Varianc e Dec ompos ition of INFIRN
sebesar 23,28% di periode ke-10 variance error, sedangkan
80
pengaruh INFIRN terbesar adalah sebesar 2,56% di periode ke-8
60
commit
to user
variance error. Hal
ini mengindikasikan
bahwa variabilitas nilai
40
20
0
5
10
15
20
103
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tukar Turki lebih dominan dijelaskan oleh variabel volatilitas nilai
tukar itu sendiri, sedangkan variabel GDP dan inflasi hanya sedikit
pengaruhnya.
5) Variance Decomposition Variabilitas Nilai Tukar Malaysia
(MYS)
Variance error pada periode pertama model variabilitas nilai
tukar
Malaysia
menunjukkan
bahwa
VEXCMYS
lebih
mempengaruhi dirinya sendiri, hal ini dibuktikan dengan nilai
penjelasnya sebesar 100%, sedangkan variabel GDPMYS dan
INFMYS belum bisa mempengaruhi VEXCMYS karena angka
penjelasnya sebesar 0 (nol). Pada periode kedua, VEXCMYS
mempengaruhi sebesar 94,93% dan INFMYS memberikan
pengaruh sebesar 4,94%, sedangkan variabel GDPMYS masih
belum bisa mempengaruhi variabel VEXCMYS karena angka
penjelasnya yang masih sebesar 0 (nol).
Pada
periode
ke-3,
variabel
GDPMYS
mulai
bisa
mempengaruhi variabel VEXCMYS sebesar 15,68%. VEXCMYS
semakin mengalami penurunan dari periode ke-2 sampai akhir
periode variance error sebesar 19,37%, sedangkan GDPMYS
mengalami kenaikan yang signifikan dalam mempengaruhi
VEXCMYS dari periode ke-3 hingga akhir periode variance error
sebesar 71,99%.
commit to user
104
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Varianc e Dec ompos ition of VEXCMYS
100
80
60
40
20
0
5
10
VEXCMYS
15
GDPMY S
20
INFMY S
Varianc
Dec ompos
it ion of GDPMY S
Sumber: Data
OlahaneEviews
6.0
100
Gambar 4.15
FEVD Variabilitas Nilai Tukar Malaysia (MYS)
80
60
INFMYS
lebih stabil dalam memberikan pengaruh terhadap
40
VEXCMYS sebesar 8%. Hal ini mengindikasikan bahwa
20
variabilitas nilai tukar Malaysia sedikit dijelaskan oleh volatilitas
0
5
10
15
20
nilai tukar itu sendiri dan inflasi, namun variabel GDP semakin
VEXCMYS
GDPMY S
INFMY S
bisa menjelaskan variabilitas nilai tukar selama 20 periode variance
Varianc e Dec ompos ition of INFMY S
error. 80
60
6) Variance
Decomposition Variabilitas Nilai Tukar Mesir (MSR)
40
Variance
error pada periode pertama model variabilitas nilai
20
tukar Mesir menunjukkan bahwa VEXCMSR lebih mempengaruhi
0
dirinya sendiri, hal ini
penjelasnya
sebesar
5 dibuktikan
10 dengan nilai
15
20
VEXCMYS
GDPMY S
INFMY S
100%, sedangkan variabel GDPMSR dan INFMSR belum bisa
mempengaruhi VEXCMSR karena angka penjelasnya sebesar 0
(nol).
commit to user
105
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Varianc e Dec ompos ition of VEXCMSR
100
80
60
40
20
0
5
10
V EXCMSR
15
GDPMSR
20
INFMSR
Sumber: DataVarianc
Olahan e
Eviews
6.0
Dec ompos
ition of GDPMSR
Gambar 4.16
100
FEVD Variabilitas Nilai Tukar Mesir (MSR)
80
Respon
60
VEXCMSR
mendominasi
dalam
menjelaskan
40
pengaruhnya
terhadap VEXCMSR sebesar 98,93% pada periode
20
ke-2 variance error, sedangkan GDPMSR dalam menjelaskan
0
5
10
15
20
pengaruhnya terhadap VEXCMSR hanya sebesar 0,94% dan
V EXCMSR
GDPMSR
INFMSR
INFMSR masih belum bisa menjelaskan, namun mulai periode keVarianc e Dec ompos ition of INFMSR
80
3 variance error variabel INFMSR bisa menjelaskan walaupun
60
sedikit hanya pada kisaran 3,76%. Hampir sepanjang periode
variabel
40
VEXCMSR
mendominasi
pengaruhnya
terhadap
20
VEXCMSR, GDPMSR dan INFMSR. Hal ini menjelaskan bahwa
0
5
20
variabilitas nilai tukar
sedikit 10
dijelaskan 15
oleh variabel
GDP dan
V EXCMSR
GDPMSR
INFMSR
Inflasi dan dominan dijelaskan oleh variabel volatilitas nilai tukar
itu sendiri.
7) Variance Decomposition Variabilitas Nilai Tukar Pakistan
(PAK)
Variance error pada periode pertama model variabilitas nilai
tukar Pakistan menunjukkan bahwa GDPPAK lebih dominan
commit to user
106
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mempengaruhi VEXCPAK, hal ini dibuktikan dengan nilai
penjelasnya sebesar 93,22%, sedangkan variabel VEXCPAK hanya
memberikan pengaruh sebesar 6,78% dan variabel INFMSR belum
bisa mempengaruhi VEXCPAK karena angka penjelasnya sebesar
0 (nol).
Variance Decomposition of GDPPAK
100
80
60
40
20
0
5
10
VEXCPAK
15
GDPPAK
20
INFPAK
Variance Decomposition of INFPAK
Sumber:
Data Olahan Eviews 6.0
100
Gambar 4.17
FEVD
Variabilitas
Nilai Tukar Pakistan (PAK)
80
60
Pada
periode ke-2 sampai periode ke-5 variance error,
40 mengalami penurunan dalam menjelaskan VEXCPAK
GDPPAK
sebesar2024,31%, selanjutnya pada periode ke-10 sampai akhir
0
periode variance error
kembali10meningkat15
stabil di kisaran
29%.
5
20
GDPPAK
INFPAK
Posisi VEXCPAK VEXCPAK
hampir seimbang
mempengaruhi
VEXCPAK
memasuki periode ke-9 variance error sebesar 64,80%. Di lain sisi,
posisi INFPAK dalam mempengaruhi VEXCPAK semakin
menurun memasuki periode ke-5 sampai akhir periode variance
error sebesar 6,20%. Hal ini mengindikasikan bahwa variabilitas
commit to user
107
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
nilai tukar Pakistan lebih dominan bisa dijelaskan oleh variabel
volatilitas nilai tukar itu sendiri dan GDP.
3. Analisis Deskriptif Kelayakan Dinar Emas Sebagai Mata Uang di
Negara Anggota OKI
a. Analisis Kelayakan Dinar Emas Sebagai Mata Uang
Dalam menentukan kelayakan suatu entitas untuk digunakan
sebagai mata uang, maka perlu adanya uji kelayakan dengan menilai
syarat dan ciri-ciri khusus dari entitas tersebut. Berikut diuraikan hasil
analisis syarat dan ciri khusus mata uang sebagai uji kelayakan Dinar
Emas untuk digunakan sebagai mata uang, serta ciri-ciri khusus yang
harus dipenuhi Dinar Emas dengan kadar emas yang terkandung di
dalamnya agar dapat digunakan sebagai mata uang.
Sukirno (2003) dalam buku Pengantar Teori Makroekonomi Edisi
Kedua mengatakan bahwa:
Uang diciptakan dalam perekonomian dengan tujuan untuk
melancarkan kegiatan tukar-menukar dan perdagangan. Maka uang
selalu didefinisikan sebagai benda-benda yang disetujui oleh
masyarakat sebagai alat perantara untuk mengadakan tukarmenukar atau perdagangan. Yang dimaksud dengan kata disetujui
dalam definisi ini adalah terdapat kata sepakat diantara anggotaanggota masyarakat untuk menggunakan satu atau beberapa benda
sebagai alat perantara dalam kegiatan tukar-menukar.
Agar masyarakat menyetujui penggunaan suatu entitas mata uang,
maka uang harus memenuhi syarat-syarat khusus antara lain:
a. Nilainya tidak mengalami perubahan dari waktu ke waktu.
b. Mudah dibawa.
c. Mudah disimpan tanpa mengurangi nilainya.
d. Tahan lama.
commit to user
108
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Jumlahnya terbatas (tidak berlebihan).
f. Memiliki mutu yang sama.
Emas dan perak merupakan dua benda yang dapat memenuhi
syarat-syarat ini. Sukirno (2003) juga menyampaikan bahwa emas dan
perak dapat digunakan sebagai mata uang namun harus memiliki ciriciri khusus, yaitu:
a. Banyak orang menyukai benda tersebut karena dapat digunakan
sebagai perhiasan.
b. Emas dan perak memiliki kualitas yang sama.
c. Emas dan perak tidak mudah pudar atau rusak, dan dapat dibagi
dengan mudah.
d. Secara kuantitas, emas dan perak sangat terbatas, maka untuk
mendapatkannya diperlukan pengorbanan dan biaya.
e. Mempunyai nilai yang stabil karena kualitasnya tidak berubah
dalam jangka panjang.
Dari hasil analisis mengenai teori uang, maka syarat dan ciri
khusus tersebut menyatakan bahwa emas dan perak memiliki
kelayakan untuk digunakan sebagai mata uang. Emas dan perak layak
digunakan sebagai mata uang karena entitas dan zatnya memiliki
kriteria sebagai uang.
commit to user
109
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Tabel 4.13
Kandungan Berat dan Kadar Emas dalam Dinar
Berat
Diameter
Au
Denom
(gr)
(mm)
(%)
¼ Dinar
1,06
15
91,70
½ Dinar
2,13
20
91,70
1 Dinar
4,25
23
91,70
2 Dinar
8,50
26
91,70
4 Dinar
17,50
29
91,70
Sumber: PT. Antam (Persero), Tbk.
Ag
(%)
8,30
8,30
8,30
8,30
8,30
Menurut Karim (2008) dalam bukunya Ekonomi Makro Islami,
mengatakan bahwa Dinar memiliki kelayakan untuk digunakan
sebagai mata uang dan dapat memperlancar stabilitas sistem moneter.
Penjabaran mengenai Dinar Emas dalam teori Makroekonomi Islam
dijelaskan sebagai berikut (Karim, 2008):
1) Dinar Adalah Mata Uang yang Stabil
Perbedaan mendasar antara mata uang Dinar dengan uang fiat
(fiat money) adalah tingkat kestabilannya. Setiap mata uang Dinar
mengandung 4,25 gram emas 22 karat dan tidak ada perbedaan
ukuran emas yang terkandung di dalam Dinar pada setiap negara.
Mata uang Dinar tidak mengalami inflasi semenjak zaman
Rasulullah SAW hingga sekarang. Sebuah penelitian telah
dilakukan oleh Professor Roy Jastram dari Barkeley University
dengan menulis buku yang berjudul The Goldent Constant. Ia
melakukan penelitian harga emas terhadap beberapa komoditi
untuk masa 400 tahun hingga 1976. Hasil penelitiannya
menyimpulkan bahwa harga emas adalah konstan dan stabil,
sekalipun selama waktu tersebut telah terjadi krisis, perang, dan
bencana alam.
commit to user
110
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2) Dinar Merupakan Alat Tukar yang Tepat
Nilai Dinar yang stabil memiliki standar yang sama di setiap
negara akan memberikan kemudahan bagi pengguna dan atau
masyarakat untuk melakukan transaksi. Dinar adalah mata uang
yang memiliki ketetapan dan kestabilan nilai, berbeda dengan
mata uang fiat (fiat money) yang masih membutuhkan pengesahan
berupa hukum dari pemerintah yang mencetak. Uang Dinar tidak
perlu ada penghalalan dan pengesahan sebagai uang, namun perlu
adanya sosialisasi dan dukungan dari pemerintah untuk
menggunakan Dinar.
3) Dinar Meminimalisir Tindakan Spekulasi dan Manipulasi
Nilai Dinar yang sama dapat mengurangi tindakan spekulasi
dan manipulasi di pasar valuta asing karena kemungkinan
perbedaan nilai tukar semakin sulit terjadi. Apabila Dinar menjadi
mata uang tunggal (single currency) yang sama di setiap negara,
maka tidak ada perbedaan nilai Dinar di setiap negara yang
memberikan keuntungan yang besar kepada para spekulan
tersebut.
4) Dinar Sebagai Transaksi Sektor Riil
Penggunaan Dinar dapat mengeliminir penurunan ekonomi
(economic downturn) dan resesi karena transaksi Dinar tidak
terpengaruh oleh tingkat inflasi dan pengaruh moneter lain.
Penggunaan Dinar akan menciptakan sistem moneter yang adil
dan berjalan secara harmonis dengan sektor riil. Sektor riil yang
commit to user
111
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tumbuh bersamaan dengan perputaran uang Dinar akan menjamin
ketersediaan kebutuhan masyarakat.
5) Dinar Mengatasi Berbagai Masalah Sosial
Permasalahan sosial seperti kemiskinan dan kesenjangan
akan dengan sendirinya menurun atau bahkan menghilang karena
stabilnya tingkat perekonomian sehingga kebutuhan masyarakat
dapat terpenuhi.
6) Kemakmuran Negara Membuat Perekonomian Stabil
Krisis moneter atau krisis mata uang yang menjadi pintu
masuknya
kapitalis-kapitalis
asing
untuk
menguasai
perekonomian negara tidak akan pernah bisa masuk ke negara.
Hal ini dikarenakan kuatnya perekonomian dan dukungan
pemerintah untuk mempertahankan kestabilan ekonomi dengan
menggunakan Dinar.
7) Dinar Bisa Menjalankan Fungsi Uang Modern Dengan Sempurna
Fungsi uang modern yang dimaksud yaitu fungsi alat tukarmenukar (medium of exchange), fungsi alat hitung/pengukur nilai
(unit of account), dan fungsi penyimpan nilai (store of value).
Sebagai medium of exchange, jelas bahwa dengan menggunakan
Dinar sebenarnya dapat dilakukan proses transaksi tukar-menukar
uang dengan barang, meskipun proses ini memang membutuhkan
sosialisasi pada masa sekarang. Dinar berfungsi sebagai store of
value dan unit of account menjadikan poin penting dari Dinar
Emas karena ternyata fungsi ini merupakan dua fungsi utama dari
commit to user
112
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
uang dan keduanya ada pada Dinar Emas dimana Dinar Emas
dapat memproteksi nilai dan berlaku sebagai timbangan
muamalah yang adil.
Berdasarkan penjabaran deskriptif mengenai Dinar tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa Dinar layak untuk digunakan sebagai mata
uang karena memenuhi syarat dan ciri khusus entitas mata uang, serta
entitas dan zat yang terkandung di dalamnya memenuhi kriteria mata
uang. Selain itu, suatu entitas mata uang harus memiliki tiga fungsi
yaitu sebagai medium of exchange, unit of account, dan store of value
dimana ketiga fungsi tersebut terdapat pada mata uang Dinar Emas.
b. Analisis Kelayakan Dinar Emas di Negara-negara Anggota OKI
Untuk melihat kestabilan mata uang Dinar Emas di tujuh negara
anggota OKI, yaitu Indonesia, Turki, Saudi Arabia, Iran, Malaysia,
Mesir dan Pakistan, maka dilakukan dengan melihat volatilitas Dinar
Emas berdasarkan nilai rata-rata standar deviasi pertahun antara mata
uang Dinar Emas dengan harga emas dan jumlah uang beredar di
masing-masing negara.
Tabel 4.14
Rata-rata Standar Deviasi Dinar Emas di 7 Negara Anggota OKI
Negara
Rata-rata Standar Deviasi Dinar Emas
Indonesia
88154,27772
Turki
37,48248937
Saudi Arabia
90076,1587
Iran
87172,03318
Malaysia
50852,45988
Mesir
19,36819019
Pakistan
1256,880868
Sumber: Data Olahan Microsoft Excel 2007
commit to user
113
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan tabel di atas, diketahui rata-rata volatilitas Dinar
Emas di tiap negara anggota OKI sehingga hasil analisisnya adalah
nilai terendah ada pada negara Mesir yaitu 19,36819019 dan nilai
tertinggi ada pada negara Saudi Arabia yaitu 90076,1587. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa mata uang Dinar Emas layak
digunakan di Negara Mesir yang ditunjukkan dari rata-rata yang
dihasilkan dimana mengindikasikan bahwa mata uang Dinar Emas
lebih stabil digunakan di Mesir dibandingkan dengan negara lainnya.
Untuk melihat kelayakan mata uang Dinar Emas, berikut
tingkatan kelayakan Dinar Emas di tujuh negara anggota OKI
berdasarkan
rata-rata
volatilitas
Dinar
Emas.
Semakin
kecil
volatilitasnya, maka Dinar Emas semakin layak dan stabil digunakan.
Tabel 4.15
Tingkat Kelayakan Dinar Emas di 7 Negara Anggota OKI
Rank
Negara
Rata-rata Standar Deviasi
1
Mesir
19,36819019
2
Turki
37,48248937
3
Pakistan
1256,880868
4
Malaysia
50852,45988
5
Iran
87172,03318
6
Indonesia
88154,27772
7
Saudi Arabia
90076,1587
Berdasarkan tabel 4.16 di atas, Dinar Emas belum layak
digunakan di Saudi Arabia yang ditunjukkan oleh nilai volatilitasnya
yang sangat besar yaitu 90076,1587. Dinar Emas di Saudi Arabia
diindikasikan kurang stabil. Hal ini tidak mendukung Saudi Arabia
untuk membentuk currency union berdasarkan hasil analisis OCA
Indeks yang diukur dari
volatilitas
commit
to user nilai tukar Negara Saudi Arabia
perpustakaan.uns.ac.id
114
digilib.uns.ac.id
sebelumnya yang hasilnya menyatakan bahwa Saudi Arabia mampu
melakukan penyatuan mata uang dan tergabung dalam kelompok yang
siap melakukan penyatuan mata uang dengan negara anggota OKI
lainnya, yaitu Turki, Iran, dan Pakistan dikarenakan terdapat
kesamaan/kemiripan struktur ekonomi. Namun, untuk menggunakan
Dinar Emas sebagai mata uang bersama, Saudi Arabia belum bisa
siap.
Di sisi lain, rata-rata standar deviasi Dinar Emas untuk Negara
Mesir menunjukkan nilai yg paling kecil dibandingkan dengan negara
lainnya, yaitu sebesar 19,36819019. Hal ini mengindikasikan bahwa
Dinar Emas layak untuk digunakan sebagai mata uang di Mesir karena
diperkirakan kondisi Dinar terhadap harga emas dan jumlah uang
beredar di Mesir lebih stabil. Hal ini bertolak belakang dengan analisis
OCA Indeks yang menyatakan bahwa Mesir adalah satu-satunya
negara yang berada pada posisi tertinggal yang belum siap dan mampu
bergabung untuk membentuk currency union dikarenakan adanya
respon negatif dari volatilitas nilai tukar Mesir akibat adanya
guncangan, serta adanya ketimpangan stuktur ekonomi Mesir atau
dengan kata lain stuktur perekonomian Mesir tidak memiliki
kesamaan/kemiripan dengan struktur perekonomian negara anggota
OKI lainnya.
Selain di Mesir, Dinar Emas pun layak digunakan di Turki. Nilai
rata-rata standar deviasi Dinar Emas di Turki yaitu sebesar
37,48248937, hal ini mengindikasikan bahwa volatilitas Dinar Emas
commit to user
115
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
jika digunakan sebagai mata uang di Turki akan lebih stabil, kedua
setelah Mesir dibandingkan dengan negara lainnya. Hasil kelayakan
penggunaan Dinar Emas sebagai mata uang pun ditunjukkan di
Negara Pakistan dengan nilai rata-rata standar deviasi sebesar
1256,880868. Hal ini mengindikasikan bahwa Dinar Emas layak
digunakan di Pakistan yang diperkirakan volatilitasnya akan cukup
stabil.
Sedangkan Dinar Emas di Malaysia, Iran dan Indonesia dikatakan
lebih layak digunakan sebagai mata uang dibandingkan dengan Saudi
Arabia yang ditunjukkan oleh nilai rata-rata standar deviasi Dinar
Emas di tiga negara tersebut lebih kecil dibandingkan dengan Saudi
Arabia. Maka Dinar Emas di Malaysia, Iran, dan Indonesia akan lebih
stabil volatilitasnya dibandingkan Saudi Arabia.
Secara umum, berdasarkan hasil analisis kelayakan Dinar Emas
ditinjau dari volatilitas Dinar Emas di tujuh negara anggota OKI,
dapat disimpulkan bahwa Dinar Emas layak digunakan sebagai mata
uang bersama di negara anggota OKI karena nilai Dinar Emas yang
stabil terhadap kondisi perekonomian negara anggota OKI tersebut.
Melihat kembali pada hasil analisis OCA Indeks sebelumnya, negara
yang siap untuk membentuk currency union adalah Turki, Saudi
Arabia, Iran, dan Pakistan. Kemudian disusul oleh Indonesia dan
Malaysia pada tahap berikutnya, dan Mesir merupakan negara yang
belum mampu bergabung untuk membentuk currency union.
commit to user
116
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Untuk memperjelas kelayakan penyatuan mata uang Dinar Emas
di negara OKI dan negara mana saja yang berpotensi membentuk
penyatuan mata uang dengan Dinar Emas sebagai mata uang
bersamanya, berikut disajikan alur proses penyatuan mata uang Dinar
Emas di tujuh negara Anggota OKI pada gambar 4.2.
Proses Penyatuan Mata Uang Dinar Emas di Negara OKI
Step
1
2
Step
2
3
4
Step
3
5
6
7
1
Observation
Keterangan:
1 : Mesir
2 : Turki
3 : Pakistan
4 : Malaysia
5 : Iran
6 : Indonesia
7 : Saudi Arabia
Gambar 4.18
Proses Pembentukan Penyatuan Mata Uang Dinar Emas di Negara
Anggota OKI
Membandingkan dengan hasil analisis kelayakan Dinar Emas
sebagai mata uang bersama di negara anggota OKI, maka negara yang
berpotensi membentuk currency union dengan Dinar Emas sebagai
mata uang bersama yaitu Turki dan Pakistan (tahap 1). Kemudian
diikuti Malaysia dan Iran (step 2), serta Indonesia (tahap 3). Dalam
hal ini, karena volatilitas Dinar Emas di Saudi Arabia menunjukkan
nilai yang besar, namun negara ini mempunyai potensi untuk
bergabung
membentuk
currency
union
karena
adanya
commit to user
kesamaan/kemiripan struktur perekonomiannya dengan negara
perpustakaan.uns.ac.id
117
digilib.uns.ac.id
anggota OKI lainnya, maka Saudi Arabia dipisahkan dari kelompok
negara tersebut dan dinilai sebagai negara yang belum siap bergabung
dalam penyatuan mata uang Dinar Emas di negara OKI.
Tidak jauh berbeda dengan Mesir, Dinar Emas sangat layak
digunakan sebagai mata uang di negara tersebut, akan tetapi Mesir
tidak mampu bergabung membentuk currency union dikarenakan
adanya ketimpangan pada struktur perekonomiannya dengan negara
anggota OKI lainnya, oleh karena itu Mesir pun dipisahkan dari
kelompok negara tersebut dan dinilai sebagai negara yang belum siap
bergabung dalam penyatuan mata uang Dinar Emas.
C. Interpretasi Ekonomi
Sesuai dengan teori Mundell (1961), korelasi shock adalah suatu kriteria
yang penting bagi suatu negara untuk memutuskan bergabung dengan suatu
penyatuan mata uang (currency union). Negara-negara yang menghadapi
guncangan ekonomi yang berkorelasi positif akan memudahkan penggunaan
kebijakan bersama untuk mengoreksi ketidakseimbangan.
Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur adanya korelasi
shock ini adalah guncangan pertumbuhan ekonomi yang diukur dari GDP,
kemiripan tingkat inflasi serta volatilitas nilai tukar. Volatilitas nilai tukar
yang merupakan standar deviasi dari perubahan logaritma nilai tukar suatu
negara merupakan indikator sebuah OCA indeks yang merupakan nilai
prediksi dari variabilitas/keragaman nilai tukar. Seperti yang dikemukakan
oleh Partisiwi (2008) dalam penelitiannya mengenai kemungkinan penyatuan
commit to user
118
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
mata uang di ASEAN+3, apabila OCA indeks rendah maka artinya
keuntungan suatu kawasan membentuk currency union lebih tinggi dari biaya
yang harus ditanggung. Sebaliknya, semakin tinggi nilai OCA indeks maka
semakin rendah keuntungan untuk membentuk currency union. Hal ini
dikarenakan negara-negara dengan symetric shock yang tinggi akan
cenderung memiliki volatilitas nilai tukar yang stabil dan semakin mudah
untuk membentuk mata uang bersama.
Berdasarkan hasil penelitian ini, tidak semua negara anggota OKI
berpotensi membentuk currency union dengan menggunakan Dinar Emas
sebagai mata uang bersama. Hal ini dikarenakan respon negatif volatilitas
nilai tukar dari adanya guncangan GDP dan inflasi, serta adanya ketimpangan
sturktur perekonomian suatu negara dengan negara lainnya. Dan volatilitas
Dinar Emas yang tidak stabil menyebabkan mata uang tersebut belum layak
digunakan.
Berdasarkan
hasil
analisis
Impulse
Response
Function
(IRF)
menunjukkan bahwa terdapat empat negara yang memiliki kedekatan yang
cukup kuat karena memiliki kesamaan/kemiripan struktur perekonomian,
yaitu Turki, Saudi Arabia, Iran, dan Pakistan, sehingga disimpulkan keempat
negara tersebut tergolong negara yang siap membentuk currency union.
Adanya guncangan (shocks) pertumbuhan ekonomi dan inflasi direspon
positif oleh volatilitas nilai tukar negara tersebut. Hal ini mengindikasikan
adanya kesamaan/kesetaraan dalam pertumbuhan negara-negara tersebut dan
adanya kemiripan tingkat inflasi diantara keempat negara tersebut.
Guncangan (shocks) yang positif antar negara merupakan pendorong dalam
commit to user
119
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penyatuan mata uang karena hal ini mempermudah penggunaan kebijakan
untuk mengoreksi kesalahan. OCA indeks yang semakin rendah yang
ditunjukkan oleh perubahan standar deviasi logaritma nilai tukar masingmasing negara menunjukkan bahwa semakin meningkat keuntungan suatu
negara untuk membentuk currency union dibandingkan dengan biaya yang
harus ditanggung.
Sedangkan untuk Indonesia dan Malaysia, masih ada kemungkinan untuk
bergabung membentuk currency union karena respon positif volatilitas nilai
tukar kedua negara tersebut terhadap guncangan pertumbuhan ekonomi dan
inflasi sangat rendah, bahkan guncangan tingkat inflasi cenderung direspon
negatif. Selain itu, nilai OCA indeks fluktuatif mengindikasikan bahwa
keuntungan kedua negara tersebut untuk membentuk currency union tidak
lebih besar daripada biaya yang harus ditanggung. Oleh karena itu, Indonesia
dan Malaysia masih memiliki potensi untuk bergabung membentuk currency
union, akan tetapi membutuhkan waktu yang cukup untuk memutuskan
menggabungkan diri
serta memerlukan
kebijakan
yang
mendorong
konvergensi atau kesamaan ekonomi.
Mesir merupakan negara yang berada pada posisi tertinggal karena
struktur perekonomian negara tersebut yang timpang atau tidak memiliki
kesamaan dengan struktur perekonomian negara anggota OKI lainnya.
Guncangan pertumbuhan ekonomi dan inflasi yang direspon negatif
mengindikasikan Mesir belum didukung untuk melakukan penyatuan mata
uang karena hal ini akan mempersulit kebijakan bersama untuk mengoreksi
kesalahan. Selain itu, nilai OCA indeks yang sangat fluktuatif memungkinkan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
120
digilib.uns.ac.id
keuntungan negara tersebut untuk membentuk currency union tidak lebih
besar dibandingkan biaya yang harus ditanggung.
Kestabilan mata uang yang akan dijadikan mata uang bersama pun sangat
penting untuk diperhatikan dalam upaya membentuk currency union.
Walaupun Saudi Arabia merupakan negara yang siap membentuk currency
union, akan tetapi untuk menggunakan Dinar Emas sebagai mata uang
bersama belum bisa diterima oleh negara tersebut. Kelayakan Dinar Emas
yang diukur dari volatilitas Dinar Emas mengindikasikan bahwa semakin
rendah volatilitas Dinar Emas maka semakin layak mata uang tersebut untuk
digunakan karena kondisi nilainya yang cenderung akan stabil. Nilai rata-rata
standar deviasi Dinar Emas terhadap harga emas dan jumlah uang beredar di
Saudi Arabia yang sangat tinggi mengartikan bahwa Dinar Emas belum layak
untuk digunakan sebagai mata uang di negara tersebut. Oleh karena itu, Saudi
Arabia termasuk negara yang belum bisa ikut bergabung atau posisinya
dipisahkan dari negara-negara anggota OKI yang berpotensi membentuk
currencu union.
Hal serupa pun terjadi pada Negara Mesir. Mesir belum berpotensi untuk
membentuk currency union karena struktur perekonomiannya yang tidak ada
kesamaan/kemiripan dengan negara anggota OKI lainnya. Akan tetapi, Dinar
Emas sangat layak digunakan di negara tersebut yang ditunjukkan dengan
volatilitas Dinar Emas di Mesir sangat kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa
mata uang Dinar Emas di Mesir akan lebih stabil dibandingkan dengan
negara anggota OKI lainnya. Karena kondisi perekonomian Mesir yang
belum bisa mendorong negara ini untuk bergabung membentuk currency
commit to user
121
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
union, maka Mesir pun dipisahkan dari kelompok negara yang siap
membentuk currency union.
Menurut hasil penelitian, secara umum dapat disimpulkan bahwa Dinar
Emas layak digunakan sebagai mata uang di negara anggota OKI karena nilai
Dinar Emas yang stabil terhadap kondisi perekonomian negara anggota OKI
tersebut. Akan tetapi, negara yang siap membentuk currency union dengan
Dinar Emas sebagai mata uang bersama yaitu diawali oleh Turki dan Pakistan
pada tahap pertama yang sudah jelas memenuhi prasyarat penyatuan mata
uang, diikuti oleh Malaysia dan Iran pada tahap kedua, serta Indonesia pada
tahap ketiga. Sedangkan Saudi Arabia dan Mesir masih memerlukan waktu
untuk bergabung membentuk currency unification dan pemerintah masingmasing negara tersebut perlu membuat kebijakan yang mendorong
konvergensi atau kesamaan ekonomi yang nantinya konvergensi ini akan
menjadi motor negara-negara anggota OKI dalam mencapai harmonisasi
perekonomian.
commit to user
Download