bab II

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejadian Demensia
1. Pengertian
Dimensia adalah sindrom gangguan daya ingat disertai dua atau
lebih domain kognitif lainnya (atensi, fungsi bahasa, fungsi visual spasial,
fungsi eksekutif, emosi) yang sudah mengganggu aktifitas kehidupan
sehari-hari dan tidak disebabkan oleh gangguan pada fisik. Dimensia atau
pikun bukanlah hal yang alamiah tapi merupakan suatu kondisi sakit
(medicall illness) yang disebabkan oleh kematian atau rusaknya sel-sel
otak. Dimensia adalah gangguan yang terdiri dari penurunan kemampuan
mengingat hal-hal baru terjadi maupun mempelajari hal-hal baru.
Demensia atau pikun adalah suatu sindroma penurunan kemampuan
intelektual progresif yang menyebabkan deteriorasi kognisi dan fungsional
sehingga mengakibatkan gangguan fungsi sosial, pekerjaan dan aktifitas
sehar-hari (Smeltzer, 2001).
2. Penyebab
Dimensia dapat disebabkan oleh penyakit alzheimer (60%) dan
gangguan pembuluh darah otak atau stroke. Dimensia yang masih
mungkin disembuhkan (reversible) adalah yang disebabkan oleh gangguan
kelebihan
atau
kekurangan
hormon
tiroid,
vitamin
B12,
8
ketidakseimbangan kadar kalsium atau besi desakan didalam kepala
(Depkes, 2001).
3. Tanda dan Gejala Dimensia (Depkes, 2001).
Terdapat beberapa tanda dan gejala dimensia yaitu sering lupa kejadian
yang baru dialami, kesulitan berfikir abstrak, kesulitan melakukan
pekerjaan sehari-hari, ialah menaruh barang, kesulitan dalam berbahasa,
terjadi perubahan suasana perasaan dan perilaku, disorientasi waktu dan
tempat, perubahan kepribadian serta tidak mampu membuat keputusan,
kehilangan inisiatif.
4. Macam-macam Dimensia
Dimensia terbagi dalam dua macam yaitu :
a.
Dimensia Alzheimer (primer)
Merupakan gangguan yang tidak membaik yang menyenangkan
otak dan akibatnya kehilangan daya ingat, kebingungan, ganggguan
penilaian dan perubahan kepribadian. Dimensia Alzheimer yaitu
dimensia yang disebabkan oleh proses degenerasi primersel sel neuron
di otak terutama di daerah lobus frontal, temporal dan pariental.
Dimensia Alzheimer merupakan suatu kelainan struktur sel syaraf yang
berkaitan dengan menurunnya daya ingat. Adapun gejala-gejala klinis
pada dimensia Alzheimer yaitu timbul kehilangan ingatan untuk hal-hal
yang baru terjadi, disertai kesulitan dalam berbahasa untuk kata-kata
tertentu, perubahan perilaku serta emosi berubah-ubah, penderita
mengalami kesulitan dalam mengerjakan kesehariannya, penderita
sudah tidak mampu belajar dan mengingat kembali informasi baru,
9
kejadian-kejadian lama menjadi lupa tetapi sebagian masih ingat,
penderita perlu dibantu mandi, makan dan berpakaian serta ke toilet,
penderita keluyuran, gelisah dan bermusuhan, penderita tidak tahu
waktu dan tempat, penderita tidak mengenal lagi anggota keluarganya,
penderita sudah tidak terkontrol dalam BAB dan BAK serta bila
berjalan langkahnya pendek dan tidak tentu arah.
b.
Demensia Vaskuler (sekunder)
Dimensia vaskuler merupakan dimensia yang terjadi akibat
penyakit ateroskleros pada pembuluh darah sehingga resiko dimensia
sama dengan penyakit aterosklerose lainnya, seperti hipertensi, Diabetes
Mellitus dan hiperlipidemia. Dimensia vaskuler yaitu dimensia yang
timbul akibat keadaan atau penyakit lain seperti stroke, hipertensi
kronik, gangguan metabolik, toksik, trauma otak, infeksi, tumor dan
lain-lain. Dimana demensia vaskuler dapat terjadi apabila lansia
memiliki penyakit diatas, sehingga kejadian demensia dapat terjadi
dengan cepat.
B. Hipertensi
1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten
dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan diastoliknya di atas 90
mmHg. Sementara itu diastolik lebih kecil dari 85 mmHg dianggap
tekanan darah normal, 85-89 mmHg normal tinggi, 90-104 mmHg
hipertensi ringan 105-114 mmHg hipertensi sedang, dan lebih dari 115
dianggap tekanan darah tinggi (Wiryowidagto, 2003).
10
2. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah tinggi banyak ragamnya, tetapi perlu
diketahui klasifikasi menurut etologinya. Adapun tekanan darah tinggi
dibagi menjadi 2 yaitu (Marsud, 1996) :
a. Hipertensi Esensial
Adalah suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak diketahui
penyebabnya atau tanpa tanda-tanda kelainan alat didalam tubuh.
b. Hipertensi Sekunder
Adalah
tekanan
darah
tinggi
yang
penyebabnya
dapat
diidentifikasi (Marsud, 1996). Secara klinis derajat hipertensi dapat
dikelompokkan sesuai rekomendasi dari “ The Six Report of The Joint
National Committee on Detection, Evaluation, and Treatment of High
Blood Presure’’ sebagai berikut :
Tabel 2.1 Kategori Hipertensi
No
1.
Kategori
Hipertensi
Sistolik (mmHg)
Diastolik (mmHg)
Derajat 1(ringan)
140 – 159
90 – 99
Derajat 2 (sedang)
160 – 179
100 – 109
Derajat 3 (berat)
180 – 209
110 – 119
> 210
> 210
Derajat 4 (sangat berat)
Sumber : (Brunner dan Suddarth, 2001)
3. Penyebab Hipertensi
Penyebab hipertensi diantaranya karena faktor keturunan, ciri dari
perseorangan serta kebiasaan hidup seseorang. Seseorang memiliki
11
kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya
adalah penderita hipertensi. Sedangkan ciri perseorangan yang berupa
umur, jenis kelamin dan ras juga mempengaruhi timbulnya hipertensi.
Umur yang bertambah menyebabkan terjadinya kenaikan tekanan darah,
tekanan darah pada pria umumnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan
wanita. Ras kulit hitam hampir dua kali lebih banyak dibanding dengan
orang kulit putih, kebiasaan hidup seseorang dengan konsumsi garam
tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres atau ketegangan jiwa,
kebiasaan merokok, minum alkohol dan obat-obatan atau terjadinya
hipertensi (Lany, 2001).
Perubahan dari penderita hipertensi dapat berakibat menganggu
aktifitas yaitu terganggunya sistem saraf simpatis yang diperlukan untuk
pengaturan tekanan darah yang cepat dari waktu ke waktu, dimana
penurunan tekanan darah menyebabkan neuron-neuron yang sensitif
terhadap tekanan (baroreseptor pada arkus aorta dan sinus karotid) akan
mengirimkan impuls yang lebih lemah kepada pusat-pusat kardiovaskular
dalam sambungan sumsum yang dapat menimbulkan peningkatan respon
refleks pusat simpatik dan penurunan pusat parasimpatik terhadap jantung
dan pembuluh, yang akan mengakibatkan vasokontriksi dan meningkatkan
isi sekuncup jantung. Hal ini dapat menurunkan kenaikan tekanan darah
kompensasi.
Terjadinya
peningkatan
tekanan
darah
menyebabkan
pressure diuresis, dengan adanya peningkatan ekskresi natrium untuk
menjaga keseimbangan natrium. Mekanisme ini terjadi pula pada orang
12
sehat, namun peningkatan tekanan darah yang diperlukan untuk
mengekskresi natrium dalam jumlah besar lebih rendah. Pada hipertensi
primer, NaCl-dependent increase in blood pressure lebih tinggi dari
normal. Diet rendah natrium menurunkan insiden hipertensi pada kasus in.
Salah satu dampak dengan terjadinya hipertensi yaitu gagal jantung adalah
keadaan patofisiologik di mana jantung sebagai pompa tidak mampu
memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme jaringan. Hipertensi
merupakan faktor yang meningkatkan tekanan ventrikel selama sistolik,
yang selanjutnya akan meningkatkan beban akhir jantung (after load).
Pada awal, terjadi mekanisme kompensasi jantung berupa hipertrofi
ventrikel untuk melawan tahanan tersebut. Bila hal ini berlangsung cukup
lama, maka akan terdapat titik akhir di mana jantung sudah tidak dapat
melawan
beban
akhir
jantung,
dan
terjadilah
gagal
jantung
(decompensatio cordis) (Stanley, 2000).
Hipertensi juga merupakan faktor resiko penyakit jantung koroner.
Peningkatan tekanan darah sistemik meningkatkan tekanan resistensi
terhadap pemompaan darah dari ventrikel kiri. Seperti diketahui, hal ini
akan dikompensasi dengan adanya hipertrofi ventrikel kiri. Akan tetapi
kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah jantung akhirnya akan
terlampaui dan terjadi dilatasi jantung dan payah jantung (Pudji, 2003).
13
C. Lansia
1.
Pengertian
Lansia (lanjut usia) adalah seseorang yang karena usianya
mengalami perubahan biologis, fisis, kejiwaan dan sosial (Undang-undang
No 23 Tahun 1992 tentang kesehatan). Pengertian dan pengelolaan lansia
menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998
tentang lansia adalah bahwa lansia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas, lansia usia potensial adalah lansia yang masih
mampu melakukan pekerjaan dan kegiatan yang dapat menghasilkan
barang atau jasa serta lansia tak potensial adalah lansia yang tidak berdaya
mencari nafkah sehingga hidupnya tergantung pada bantuan orang lain.
2.
Batasan Lansia
Menurut dokumen Pelembagaan lansia dalam kehidupan bangsa
yang diterbitkan oleh Departemen Sosial dalam rangka perencanaan hari
lansia nasional tanggal 29 Mei oleh Presiden RI, batas umur lansia adalah
60 tahun atau lebih (Setiabudhi, 1999), dan menurut Pedoman Pembinaan
Kesehatan Lansia bagi petugas kesehatan yang diterbitkan oleh
Departemen Kesehatan RI tahun 1999, umur dibagi lansia 3 yaitu:
a. Usia pra senilis atau virilitas adalah seseorang yang berusia 45-49
tahun
b. Usia lanjut adalah seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih
c. Usia lanjut resiko tinggi adalah seseorang yang berusia 70 tahun atau
lebih atau dengan masalah kesehatan.
14
3.
Proses Menua
Menurut Constantinides (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan
bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara berlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan
terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses
menua merupakan proses yang terus menerus secara alamiah dimulai
sejak lahir dan setiap indvidu tidak sama cepatnya. Menua bukan status
penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam
menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh.
4.
Perubahan yang terjadi pada lansia
Suatu proses yang tidak dapat dihindari yang berlangsung secara
terus menerus dan berkesinambungan yang selanjutnya menyebabkan
perubahan anatomis, fisiologis dan biokemis. Pada jaringan tubuh dan
akhirnya mempengaruhi fungsi dan kemampuan badan secara keseluruhan
(Depkes RI, 1999). Menurut Setiabudhi (1999) perubahan yang terjadi
pada lansia yaitu:
a. Perubahan dari aspek biologis
Perubahan yang terjadi pada sel seseorang menjadi lansia yaitu
adanya perubahan genetika yang mengakibatkan terganggunya
metabolisme protein, gangguan metabolisme Nucleic Acid dan
deoxyribonucleic (DNA), terjadinya ikatan DNA dengan protein stabil
yang mengakibatkan gangguan genetika, gangguan kegiatan enzim dan
15
sistem pembuatan enzim, menurunnya proporsi protein di otak, otot,
ginjal darah dan hati, terjadinya pengurangan parenchim serta adanya
penambahan lipofuscin.
1) Perubahan yang terjadi di sel otak dan syaraf berupa jumlah sel
menurun dan fungsi digantikan sel yang tersisa, terganggunya
makanisme perbaikan sel, kontrol inti sel terhadap sitoplasma
menurun, terjadinya perubahan jumlah dan struktur mitokondria,
degenerasi
lisosom
berkurangnya
butir
yang
mengakibatkan
hoidrolisa
sel,
Nissil,
penggumpalkan
kromatin,
dan
penambahan lipofiscin, terjadi vakuolisasi protoplasma
2) Perubahan yang terjadi di otak lansia adalah otak menjadi trofi
yang beratnya berkurang 5 sampai 10% yang ukurannya kecil
terutama di bagian prasagital, frontal dan parietal, jumlah neuron
berkurang dan tidak dapat diganti dengan yang baru, terjadi
pengurangan neurotransmiter, terbentuknya struktur abnormal di
otak dan akumulasi pigmen organik mineral (lipofuscin, amyloid,
plaque, neurofibrillary tangle), adanya perubaan biologis lainnya
yang mempengaruhi otak seperti gangguan indera telinga, mata,
gangguan
kardiovaskuler,
gangguan
kelenjar
thyroid,
dan
kortikosteroid. Terjadinya gangguan hipertensi dapat menganggu
sistem saraf, dimana pada lansia terjadi penyimpangan mental
yaitu terjadi demensia senilis karena edema sistem saraf pusat,
16
nervus medianus menjadi tertekan, mengakibatkan sindrom karpal
tunnel (Stanley, 2000).
3) Perubahan jaringan yaitu terjadinya penurunan sitoplasma protein,
peningkatan metaplastic protein seperti kolagen dan elastin.
b. Perubahan Fisiologis
Menurut Arisman (2004) dan Nugroho (2000) perubahan
fisiologis akibat penuaan terkait status nurtisi (gizi), meliputi
perubahan sistem gastrointestinal. Menurut Arisman (2004) yaitu pada
bagian rongga mulut yaitu tanggalnya gigi, dan ketidak bersihan mulut
yang menyebabkan gigi, dan gusi kerap terinfeksi, serta sekresi air
ludah berkurang, yang mengakibatkan pengeringan rongga mulut, dan
berkemungkinan menurunkan cita rasa. Esofagus mulai terganggu saat
menelan akibat gangguan neuromuscular, seperti jumlah ganglion yang
menyusut sementara lapisan otot menebal. Gangguan lambung, dimana
lapisan lambung menipis, sekresi HCL dan pepsin berkurang akibatnya
penyerapan vitamin B12 dan zat besi menurun. Usus mulai berkurang
dalam serta totalnya, peristaltik melemah, penyerapan kalsium dan zat
besi menurun.
c. Perubahan Kardiovaskuler
Terjadinya perubahan kardiovaskuler pada lansia tampak jelas
terlihat pada gambaran tirotoksitosis dimana pada lansia terjadi
hipermetabolisme terdapat suatu peningkatan kebutuhan sirkulasi
untuk mengeluarkan kelebihan panas yang dihasilkan, baik volume
17
yang rendah maupun denyut jantung yang yang meningkat
mengakibatkan
peningkatan
curah
jantung.
Takikardi
adalah
manifesatsi yang sering terjadi pada saat istirahat karena peningkatan
kebutuhan metabolik dan karena efek langsung dari hormon tiroid.
Takikardi yang disebabkan oleh tirotoksitosis dapat dibedakan dari
takikardi yang disebabkan oleh stres dimana denyut nadi pada
takikardi dengan istirahat 90 kali/menit (Stanley, 2000).
d. Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia sejalan dengan perubahan
secara fisiologis. Masalah psikologis ini pertama kali mengenai sikap
lansia terhadap kemunduran fisiknya (disengagement theory) yang
berarti adanya penarikan diri dari masyarakat dan dari diri pribadinya
satu sama lain. Lansia dianggap terlalu lamban dengan daya reaksi
yang lambat, kesigapan dan kecepatan bertindak dan berfikir menurun
(Darmojo, 1999). Daya ingat (memory) lansia memang banyak
menurun dari lupa sampai pikiran dan demensia. Pada umumnya
lansia masih ingat pada peristiwa-peristiwa yang telah lama terjadi,
tetapi lupa dengan kejadian yang baru (Darmojo, 1999).
D. Hubungan Antara Hipertensi Dengan Kejadian Dimensia pada Lansia
Terjadinya hipertensi dapat menganggu fungsi syaraf yang berakhir
pada timbulnya penyakit demensia pada lansia. Adanya stress yang dialami
sepanjang hari dan juga perilaku tidak sehat sangat mempengaruhi kesehatan
tubuh lansia. Tekanan yang dihadapi, baik berupa tekanan fisik seperti obat-
18
obatan, rokok, luka, udara panas dan sakit, maupun tekanan psikis berupa
ujian, dan kematian orang dicintai, menyebabkan tubuh memberikan respons.
Respons yang diberikan tubuh terhadap tekanan tersebut terjadi melalui
serangkaian tahap fisiologis, menggunakan system saraf dan system hormonal
untuk mempertahankan setiap organ tubuh dari kerusakan yang ditimbulkan
tekanan tersebut (Kompas, 2007).
Demensia bukanlah hal yang alamiah tetapi merupakan suatu kondisi
yang disebabkan oleh kematian atau rusaknya sel-sel otak. Proses menua tidak
dengan sendirinya menyebabkan terjadinya demensia. Penuaan menyebabkan
terjadinya perubahan anatomi dan biokimiawi di susunan saraf pusat. Pada
beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan psikomotor
yang masih wajar. Keadaan ini tidak menyebabkan gangguan pada aktifitas
sehari-hari. Gejala demensia adalah penurunan kemampuan berbahasa,
ketidakmampuan
melakukan
ketrampilan
yang
dimilikinya,
dan
ketidakmampuan mengartikan persepsi sensori. Beberapa penderita demensia
sering mengalami depresi dan konfusia, sehingga gambaran kliniknya
seringkali membingungkan (Nugroho, 2002).
19
E. Kerangka Teori
Faktor-faktor yang
mempengaruhi demensia:
1. Penyakit Alzaimer
2. Gangguan pembuluh
darah otak/stroke
a. hipertensi
b. stroke
c. trauma atas
3. Gangguan hormonal
(kekurangan hormon
tiroi, vitamin B 12, besi)
4. Degeneratif
Dimensia
Gambar 2.1. Kerangka Teori : Sumber : Lany (2001), Brunner dan Suddarth
(2001), Depkes (2001).
F. Kerangka Konsep
Variabel Independen
Hipertensi
Variabel Dependen
Dimensia
pada lansia
Gambar.2.2 Kerangka Konsep
G. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian dimensia pada lansia
di Panti Wreda Puncang Gading Kota Semarang.
Download