BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, memiliki potensi sumber daya pesisir dan lautan yang sangat besar (Bengen, 2001). Wilayah pesisir memiliki karakter yang spesifik dan bersifat dinamis dengan perubahan-perubahan biologis, kimiawi, dan geologis yang sangat cepat. Ekosistem wilayah pesisir terdiri dari terumbu karang, ekosistem mangrove, pantai dan pasir, estuari, lamun yang merupakan pelindung alam dari erosi, banjir dan badai serta dapat berperan dalam mengurangi dampak polusi dari daratan ke laut. Selain itu wilayah pesisir juga menyediakan berbagai jasa lingkungan dan sebagai tempat tinggal manusia, dan untuk sarana transportasi, tempat berlibur atau rekreasi (Dahuri, 2001). Pariwisata merupakan salah satu unsur yang sangat penting pada sebuah negara karena pariwisata dapat mendukung Pembangunan Nasional. Menurut Baskoro (2013), pembangunan dapat dijadikan sebagai sarana untuk menciptakan kesadaran identitas nasional dalam keberagaman. Pembangunan dapat dilakukan dengan mengembangkan dan meningkatkan pada sektor pariwisata yang ada disetiap daerah diindonesia . Upaya untuk mengembangkan pembangunan dalam sektor pariwisata harus didukung oleh sumber daya yang memadai dan manajemen yang baik. Unsurunsur sumber daya alam yang terkait dalam pengembangan pariwisata adalah suatu hal yang penting dalam pengembangan pariwisata. Pariwisata adalah suatu kegiatan yang secara tidak langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat, sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat, bahkan pariwisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat mengalami metamorpose dalam berbagai aspek (Pitana dan Gayatri, 2010). Adapun pengertian pariwisata itu sendiri adalah salah satu dari industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang cepat, dalam hal kesempatan kerja, pendapatan taraf hidup dan dalam mengaktifkan sector produksi lain di dalam penerimaan wisatawan (Wahab, 2003). Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari 5 Kabupaten/ Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kabupaten Kulon Progo memiliki potensi wisata yang tinggi terutama pada wisata alamnya. Semboyan yang dimiliki Kabupaten Kulon Progo adalah Kota Menoreh.Deretan perbukitan karst yang tertutup vegetasi subur khas menoreh tidak hanya menyajikan hijau zamrud yang menghipnotis mata, namun juga menyimpan surga dalam bentuk loronglorong di perut bumi dan air terjun memukau yang alami. Potensi wisata yang dimiliki Kabupaten Kulon Progo sangat berarti, sejalan dengan keberadaan Kabupaten Kulon Progo sebagai bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta yang merupakan daerah tujuan wisata kedua di Indonesia setelah Provinsi Bali versi mancanegara. “The Jewel of Java” merupakan slogan pariwisata Kulon Progo yang berarti Permata di Pulau Jawa, keanekaragaman potensi wisata di Kabupaten Kulon Progo sudah seharusnya dikelola dengan tepat dan bijaksana, sehingga dapat menjadi salah satu sektor penopang perekonomian daerah pada umumnya dan masyarakat pada khususnya. Mangrove Kulon Progo adalah salah satu objek wisata yang terletak di Kabupaten Kulon Progo tepatnya di kecamatan Temon, dimana hutan mangrove yang terbilang sebagai objek wisata cukup baru ini mengundang banyak wisatawan lokal maupun domestik karena keindahan alamnya. Objek wisata alam hutan mangrove ini selain menyuguhkan keindahan alamnya juga dijadikan sebagai konservasi mangrove dan wisata yang berbasis edukasi. Selain objek wisata Hutan Mangrove, Kabupaten Kulon Progo sendiri masih memiliki objek wisata lainnya antara lain: Pantai Glagah, Pantai Congot, Kalibiru, Waduk Sermo, Kebun Teh Nglinggo, Goa Kiskendo, Puncak Suroloyo, serta masih banyak objek wisata lainnya yang ada diberbagai penjuru Kabupaten Kulon Progo. Akan tetapi dari sekian banyak objek wisata yang ada kabupaten diKulon Progo yang sedang diburu orang dan menjadi ikon terbaru adalah objek wisata hutan mangrove. Objek wisata ini berdekatan dengan perbatasan kota Purworejo. Hutan mangrove ini terbagi 4 tempat yaitu; Pantai Pasir Kadilangu, Jembatan Api-Api, Wana Tirta, dan Pasir Mendit. Adapun kelebihan yang dimiliki oleh hutan mangrove pantai pasir kadilangu ini dibandingkan dengan ketiga tempat lainnya tersebut yaitu; kawasan wisatanya lebih luas, jumlah pengunjung lebih banyak, dari segi pengelolaan pengembangan hutan mangrove ini dilakukan swadaya oleh warga setempat yang terbagi menjadi beberapa kelompok (pokdarwis) sedangkan Pantai Pasir Kadilangu sendiri dikelola oleh 1 dusun. Dari bulan kebulan jumlah wisatawan yang berkunjung kePantai Pasir Kadilangu mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Berikut data kunjungan Wisata Ke Objek Wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu dari Bulan Mei-Oktober 2016: Tabel 1.1.Data Kunjungan Wisata ke Objek Wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu dari Bulan Mei-Oktober 2016 Bulan Mei Juni Juli Agustus September Oktober Jumlah Wisatawan 445 847 2687 933 1461 1560 Sumber :Pengelola Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu, 2016 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa jumlah pengunjung di objek wisata hutan mangrove Pantai Pasir Kadilangu mengalami fluktuasi kunjungan yang relatif belum stabil. Jumlah pengunjung mengalami peningkatan dari bulan Mei-Oktober tetapi pada bulan Juli mengalami kenaikan kunjungan cukup drastis. Wisata ini perlu untuk terus dikembangkan dan tetap dijaga kelestariannya, agar mampu menarik lebih banyak pengunjung dan mengembangkan perekonomian sekitar tempat wisata maupun perekonomian di Kulon Progo. Untuk mengembangkan suatu tempat wisata dengan pengelolaan sumber daya secara optimal ditunjukkan melalui kesesuaian tarif masuk dengan nilai manfaat yang sebenarnya dirasakan wisatawan termasuk biaya pemeliharaan tempat wisata. Selain itu, sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pengelolaan dan pengembangan potensi yang dimiliki suatu tempat wisata, maka penting untuk mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi nilai manfaat ekonomi dari suatu objek wisata, serta respon yang timbul jika terdapat perubahan tarif masuk dari tempat wisata tersebut. Nilai (value) merupakan persepsi seseorang. Nilai adalah harga yang diberikan oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan berkonotasi nilai atau harga. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang atau jasa yang diinginkannya sedangkan persepsi adalah pandangan individu atau kelompok terhadap suatu obyek sesuai dengan tingkat pengetahuan, pemahaman, harapan, dan norma (Djijono, 2002). Pemberian nilai lingkungan (valuasi) diperlukan dalam mengetahui atau menduga nilai barang dan jasa lingkungan. Davis dan Johnson (1987) memberikan definisi dari valuasi yakni kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa. Objek wisata Alam Hutan Mangrove Kulon Progo merupakan sumberdaya yang bersifat barang publik dimana konsumsi yang dilakukan seseorang terhadapnya, tidak akan mengurangi konsumsi orang lain terhadap barang tersebut. Selain itu, barang publik memberikan manfaat ekonomi yang intangible, yaitu manfaat ekonomi yang tidak dapat dihitung secara riil karena belum memiliki nilai pasar seperti rasa nyaman, pemandangan yang indah, udara yang sejuk dan lain sebagainya. Jika dilihat dari harga tiket masuk yang dibayar oleh pengunjung sebesar Rp4.000,00 per orang diduga tidak sebanding dengan biaya pengelolaan dan pengembangan Wisata AlamHutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu Kulon Progo. Oleh karena itu perlu dihitung nilai ekonomi objek Wisata Alam Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu Kulon Progo dengan menggunakan metode Travel Cost Method (TCM). Metode biaya perjalanan (Travel Cost Method) dilakukan dengan menggunakan informasi tentang jumlah uang atau biaya yang dikeluarkan dan waktu yang digunakan untuk mencapai tempat rekreasi untuk mengestimasi besarnya nilai benefit dari upaya perubahan kualitas lingkungan dari tempat rekreasi yang dikunjungi (Yakin, 1997). Selain biaya yang dikeluarkan oleh wisatawan ada pula faktor yang dapat mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan untuk berkunjung ke suatu objek wisata yaitu lamanya waktu yang diperlukan untuk menempuh dari tempat tinggal menuju objek wisata. Jika waktu untuk menempuh semakin banyak maka tingkat kunjungan semakin rendah dan begitupun sebaliknya. Selain waktu, ada beberapa variabel sosial ekonomi yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi wisatawan untuk berkunjung ke suatu objek wisata. Variabel sosioekonomi tersebut diantaranya umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pendapatan (Mill dan Morrison, 1985). Umur secara tidak langsung dapat mempengaruhi wisatawan untuk berkunjung ke suatu objek wisata, karena umur berkaitan dengan waktu luang dan aktivitas serta kemampuan wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata.Variabel pendapatan merupakan faktor penting untuk mempengaruhi wisatawan dalam rangka mengadakan perjalanan wisata. Pendapatan yang diterima seseorang akan digunakan untuk membiayai seluruh pengeluaran selama melakukan kunjungan wisata, sehingga pendapatan akan mempengaruhi seseorang dalam mengambil keputusan. Variabel tingkat pendidikan dapat mempengaruhi pemahaman seseorang terhadap kebutuhan psikologis dan rasa ingin tahu tentang objek wisata serta motivasi untuk melakukan perjalanan wisata. Penelitian lainnya dilakukan oleh Saptutyningsih (2012) dengan judul “Faktor-Faktor Yang Berpengaruh Terhadap Willingness To Pay Untuk Perbaikan Kualitas Air Sungai Code Di Kota Yogyakarta”. Faktor-faktor yang dianggap dalam studi ini seperti jenis kelamin, jumlah anak dalam keluarga, pendapatan, kegiatan disungai dan tingkat kualitas air sungai.Penelitian nilai lokasi berdasarkan metode penilaian kontingen (CVM) menhasilkan dua jenis perkiraan. Pertama, menyediakan menyertakan ratarata diharapkan kesediaan untuk membayar (WTP) responden kualitas perbaikan air sungai. Kedua, menghitung square menggunakan OLS untuk memperkirakan faktor-faktor tersebut dalam kaitannya dengan kesediaan untuk membayar. Hasil menunjukkan bahwa pengaruh gender dan jumlah anak dalam keluarga pada kesediaan mereka untuk membayar perbaikan kualitas air sungai. Oleh Gati (2015 ) dengan judul ”Valuasi Ekonomi Ekowisata Mangrove Wonorejo: Aplikasi Travel Cost Method (TCM)” dengan variabel dependen Jumlah kunjungan wisata ke mangrove Wonorejo, dan variabelvariabel independen antara lain adalah total biaya pendapatan, total biaya perjalanan kesitus alternative, pendapatan, tingkat pendidikan, dan usia. Dengan menggunakan metode Analisis ITCM (Individual Travel Cost Method) dan Regresi berganda OLS (Ordinary Least Square). Dengan hasil penelitian menunjukkan total biaya perjalanan, total biaya perjalanan ke situs alternatif, pendapatan, tingkat pendidikan, dan usia signifikan secara statistik memengaruhi jumlah kunjungan wisatawan ke Ekowisata Mangrove Wonorejo. Rata-rata surplus konsumen ditemukan sebesar Rp 122.950,82 per individu per kunjungan.Dengan demikian, nilai ekonomi Ekowisata Mangrove Wonorejo pada tahun 2014 sebesar Rp 43.826.885.040. Rukmana (2016) dengan judul “Valuasi Ekonomi Gardu Pandang Ketep Pass, Magelang” penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh variabel independen (biaya perjalanan ke Gardu Pandang Ketep, biaya waktu, pendapatan, jarak, umur, pendidikan, jenis kelamin dan persepsi wisatawan) terhadap jumlah kunjungan wisatawan Gardu Pandang Ketep Pass.Rukmana (2016) telah menemukan bahwa hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat tiga variabel yang berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan yaitu jarak, umur wisatawan, dan jenis kelamin. Nilai surplus konsumen sebesar Rp278.052,00 per individu per tahun atau sebesar Rp116.828,57 per individu per satu kali kunjungan sehingga Nilai Ekonomi Total Gardu Pandang Ketep sebesar Rp95.356.265.088,00. Penelitian yang dilakukan oleh Fadhillah (2015) yang berjudul ”Restorsi Ekosistem Mangrove Di Kabupaten Kendal” dengan variabel dependennya adalah willingness to pay (terhadap ekosistem mangrove di kabupaten Kendal) dan Variabel independennya antara lain Pendapatan, Status perkawinan, Umur, Jenis Kelamin, Jumlah Anggota Keluarga, dan Tingkat Pendidikan. Dengan menggunakan Metode CVM. Dengan hasil Contingent Valuation Method menunjukkan bahwa kesediaan masyarakat untuk membayar WTP rata-rata sebesar Rp.18.000,00 per rumah tangga pertahun dan dengan nilai total WTP sebesar Rp 933.174.000,00 pertahun. Berdasarkan uraian permasalahan diatas, penulis merasa tertarik untuk merujuk serta meneliti pada beberapa hasil studi empiris terdahulu mengingat bahwa objek wisata mangrove Kulon Progo ini terbilang baru dan memiliki potensi yang cukup baik untuk dikembangkan, selain itu perlu adanya publikasi yang lebih luas agar banyak wisatawan yang datang. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan topik : “Valuasi Ekonomi Wisata Hutan Mangrove di Kulon Progo, Yogyakarta : Pendekatan Biaya Perjalanan (Studi Kasus : Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu)”. B. Rumusan Masalah Kawasan wisata hutan mangrove Kulon Progo merupakan salah satu wisata terbaru dan sebagai ikon barudi Kabupaten Kulon Progo. Selain menjadi sarana rekreasi alam, hutan mangrove ini juga dijadikan sebagai kawasan konservasi dan wisata edukasi di Kabupaten Kulon Progo. Agar objek wisata hutan mangrove mampu berkembang dan bersaing dengan objek rekreasi lainnya maka diperlukan juga upaya untuk menarik kedatangan pengunjung. Pengunjung hutan mangrove merupakan fokus utama bagi pihak pengelola dalam pemasaran produk jasanya. Keberadaan objek wisata sangat tergantung pada pengunjung yang datang sehingga penting bagi pengelola untuk mengetahui bagaimana karakteristik pengunjung yang mendatangi Pantai hutan mangrove. Hasil penelaahan karakteristik pengunjung diharapkan dapat memberikan informasi tambahan dan dapat digunakan sebagai salah satu dasar dalam menetapkan kebijakan pelayanan oleh pihak pengelola di masa mendatang. Penilaian manfaat intangible secara obyektif dan kuantitatif dapat dijadikan sebagai dasar perhitungan investasi yang realistik dan rasional (Darusman, 1991). Dengan menjadikan perhitungan yang sesungguhnya diharapkan dapat menarik minat investasi, baik oleh pemerintah, swasta maupun koperasi. Selain itu, untuk meningkatkan fungsi dan manfaat kawasan hutan mangrove perlu dihitung nilai ekonomi manfaat rekreasi yang ada di kawasan tersebut. Hasil penilaian tersebut diharapkan dapat berguna sebagai masukan bagi pengelola hutan mangrove untuk merumuskan alokasi sumberdaya alam dan alokasi dana pembangunan yang optimum. Dengan mengacu pada permasalahan yang di kemukakan diatas, maka muncul pertanyaan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Berapa besar nilai ekonomi objek wisata hutan mangrove Pantai Pasir Kadilangu ? 2. Apakah pendapatan, biaya perjalanan, jarak tempuh., pendidikan, usia dan fasilitas mempengaruhi jumlah kunjungan wisatawan di objek wisata hutan mangrove Pantai Pasir kadilangu ? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan yang ingin dicapai pada peneliti ini adalah: 1. Mengetahui seberapa besar pengaruh Pendapatan terhadap jumlah kunjungan wisatawan di objek wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu di Kabupaten Kulon Progo. 2. Mengetahui seberapa besar pengaruh Biaya Perjalanan terhadap jumlah kunjungan wisatawan di objek wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu di Kabupaten Kulon Progo. 3. Mengetahui seberapa besar pengaruh jarak tempuh terhadap jumlah kunjungan wisatawan di objek wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu di Kabupaten Kulon Progo. 4. Mengetahui seberapa besar pengaruh pendidikan terhadap jumlah kunjungan wisatawan di objek wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu di Kabupaten Kulon Progo. 5. Mengetahui seberapa besar pengaruh usia terhadap jumlah kunjungan wisatawan di objek wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu di Kabupaten Kulon Progo . 6. Mengetahui seberapa besar pengaruh fasilitas terhadap jumlah kunjungan wisatawan di objek wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu di Kabupaten Kulon Progo. D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Pemerintah dan Instansi yang mengelola tempat wisata Sebagai bahan acuan untuk menentukan kebijakan dalam pengelolaan Obyek Wisata hutan mangrove dan dapat digunakan untuk menerapkan rencana prospek ke depan dalam mengelola Obyek Wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir Kadilangu, Kabupaten Kulon Progo. 2. Bagi penulis Sebagai sarana pembelajaran dan penambahan pengetahuan mengenai penilaian biaya perjalanan (travel cost) di Objek Wisata Hutan Mangrove Pantai Pasir kadilangu, Kabupaten Kulon Progo dan memahami permasalahan lingkungan sumberdaya alam. 3. Bagi pembaca Memberikan wawasan baik dari segi teoritis maupun metodologis kepada peneliti lain yang akan melakukan penelitian selanjutnya dalam bidang serupa.