8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebisingan 2.1.1 Defenisi

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kebisingan
2.1.1 Defenisi Kebisingan
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No 13
tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia di
Tempat Kerja, kebisingan merupakan merupakan faktor lingkungan fisik yang
berpengaruh pada kesehatan kerja dan merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan beban tambahan bagi tenaga kerja.
Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber
dari alat – alat proses produksi dan atau alat – alat kerja yang pada tingkat tertentu
dapat menimbulkan gangguan pada pendengaran. Bising dalam kesehatan kerja,
diartikan sebagai suara yang dapat menurunkan pendengaran, baik secara
kualitatif (penyempitan spektrum pendengaran) maupun secara kuantitatif
(peningkatan ambang pendengaran), berkaitan dengan faktor intensitas, frekuensi,
dan pola waktu (Buchari, 2007).
Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar
dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan getaran dari sumber
bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara atau
penghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki
oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan,
maka bunyi – bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan. Jadi
kebisingan adalah bunyi atau suara yang keberadaannya tidak dikehendaki (noise
is unwanted sound). Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja,
8
Universitas Sumatera Utara
9
kebisingan diartikan sebagai semua suara / bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat – alat proses produksi dan atau alat – alat kerja yang pada
tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009).
Bising (noise) adalah bunyi yang ditimbulkan oleh gelombang suara
dengan intensitas dan frekuensi yang tidak menentu. Di sektor industri, bising
berarti bunyi yang sangat mengganggu dan menjengkelkan serta sangat
membuang energi. Terdapat tiga aspek gelombang bising yang perlu diperhatikan
untuk terjadinya gangguan pendengaran, yaitu frekuensi, intensitas, dan waktu
(Harrianto R, 2009).
Dari beberapa definisi diatas dapat diambil kesimpulan kebisingan adalah
suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat produksi yang
mengganggu atau membahayakan kesehatan, khususnya menimbulkan gangguan
pendengaran.
2.1.2 Klasifikasi Kebisingan
Kebisingan berdasarkan sifat dan spektrum bunyi dapat dibagi sebagai
berikut: (Muhammad Luxon dkk, 2012)
1.
Bising yang kontinyu
Bising yang dimana fluktuasi intensitasnya tidak lebih dari 6 dB dan tidak
putus – putus. Bising kontinyu dibagi menjadi 2 yaitu :
a.
Wide Spectrum adalah bising dengan spektrum frekuensi yang luas.
Bising ini relatif tetap dalam batas kurang dari 5 dB untuk periode 0,5
detik berturut – turut, seperti suara kipas angin, suara mesin tenun.
Universitas Sumatera Utara
10
b.
Norrow Spectrum adalah bising ini juga relatif tetap, akan tetapi hanya
mempunyai frekuensi tertentu saja (frekuensi 500, 1000 dan 4000)
misalnya gergaji sirkuler dan katup gas.
2.
Bising terputus – putus
Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang
berlangsung secara tidak terus – menerus, melainkan ada periode relatif
tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang dan kereta api.
3.
Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dB dalam
waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara
tembakan, suara ledakan mercon dan meriam.
4.
Bising impulsif berulang
Bising impulsif berulang sama dengan bising impulsif, hanya bising ini
terjadi berulang – ulang, misalnya mesin tempa.
Sementara itu, Buchari (2007) mengelompokkan bising menurut
pengaruhnya terhadap manusia, yaitu :
1.
Bising yang mengganggu (irritating noise)
Bising jenis ini memiliki intensitas yang tidak terlalu keras. Contohnya
adalah suara orang mendengkur.
2.
Bising yang menutupi (masking noise)
Masking noice merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas.
Secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan
Universitas Sumatera Utara
11
keselamatan pekerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam
dalam bising dari sumber lain.
3.
Bising yang merusak (damaging/injurious noise)
Damaging noise adalah bunyi yang intensitasnya melampaui nilai ambang
batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
Menurut Tambunan (2005) di tempat kerja kebisingan diklasifikasikan ke
dalam 2 jenis golongan besar, yaitu kebisingan tetap dan kebisingan tidak tetap.
1.
Kebisingan tetap (steady noise), dibagi menjadi 2 jenis yaitu :
a.
Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise), yaitu
kebisingan berupa “nada – nada” murni pada frekuensi yang beragam,
contohnya suara mesin, suara kipas dan sebagainya.
b.
Broad band noise, yaitu kebisingan dengan frekuensi terputus dan
broad band noisesama – sama digolongkan sebagai kebisingan tetap
(steady noise). Perbedaannya adalah broad band noise terjadi pada
frekuensi yang lebih bervariasi (bukan “nada” murni).
2.
Kebisingan tidak tetap (unsteady noise)
a.
Fluctuating noise (kebisingan fluktuatif)
Kebisingan yang selalu berubah – ubah selama rentang waktu tertentu.
b.
Intermittent noise
Kebisingan yang terputus – putus dan besarnya dapat berubah – ubah,
contohnya kebisingan lalu lintas.
Universitas Sumatera Utara
12
c.
Impulsive noise (kebisingan impulsif)
Kebisingan yang dihasilkan oleh suara – suara berintensitas tinggi
(memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara
ledakan senjata api dan alat sejenisnya.
2.1.3 Sumber Kebisingan
Di tempat kerja, disadari maupun tidak, cukup banyak fakta yang
menunjukkan bahwa perusahaan beserta aktivitas – aktivitasnya ikut menciptakan
dan menambah keparahan tingkat kebisingan di tempat kerja, misalnya menurut
Muhammad Luxon, dkk (2012) mengoperasikan mesin – mesin produksi “ribut”
yang sudah tua; terlalu sering mengoperasikan mesin – mesin kerja pada kapisitas
kerja cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang; sistem perawatan dan
perbaikan mesin – mesin produksi ala kadarnya, misalnya mesin diperbaiki hanya
pada saat mesin mengalami kerusakan parah; melakukan modifikasi/ perubahan/
penggantian secara parsial pada komponen – komponen mesin produksi tanpa
mengindahkan kaidah – kaidah yang benar, termasuk menggunakan komponen –
komponen mesin tiruan, dimana :
a.
Pemasangan dan peletakan komponen-komponen mesin secara tidak tepat
(terbalik atau tidak rapat/longgar), terutama pada bagian penghubung
antara modul mesin (bad connection).
b.
Penggunaan alat-alat yang tidak sesuai dengan fungsinya, misalnya
menggunakan palu (hammer) / alat pemukul sebagai alat pembengkok
benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.
Universitas Sumatera Utara
13
Pekerjaan – pekerjaan yang menimbulkan bising dengan intensitas tinggi
umumnya terdapat di pabrik tekstil (weaving dan spinning), pabrik yang
menggunakan generator sebagai pembangkit tenaga listrik, pekerjaan pemotongan
plat baja, pekerjaan bubut, gurinda, pengamplasan bahan logam dan lain – lain.
Pada kegiatan sehari – hari di industri, kebanyakan bising yang terbentuk berasal
dari campuran berbagai spektrum frekuensi yang dihasilkan dari bermacam –
macam sumber suara, seperti mesin, kendaraan bermotor, cerobong asap, teriakan
suara manusia dan lain – lain. Untuk bising yang berasal dari frekuensi yang
hampir senada disebut bising nada sempit, seperti yang berasal dari gergaji
sirkular, alat pemotong elektrik atau peralatan yang berputar lainnya (Harrianto R,
2009).
Suma’mur (2009) mengelompokkan skala intensitas kebisingan dan
sumber kebisingan yang menyebabkannya seperti pada tabel 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
14
Tabel 2.1 Skala Intensitas Kebisingan dan Sumbernya
Intensitas
Sumber kebisingan
(desibel)
120
(batas dengar tertinggi)
Kerusakan alat
pendengar
Menyebabkan
tuli
110
100
Sangat hiruk
90
Kuat
80
70
60
50
Sedang
Tenang
40
30
Sangat tenang
20
20
10
Halilintar
Meriam
Mesin uap
Jalan hiruk pikuk
Perusahaan sangat gaduh
Peluit polisi
Kantor bising
Jalan pada umumnya
Radio
Perusahaan
Rumah gaduh
Kantor pada umumnya
Percakapan kuat
Radio perlahan
Rumah tenang
Kantor perorangan
Auditorium
Percakapan
Suara daun
Berbisik
(batas dengar terendah)
Sumber : Suma’mur (2009)
2.1.4 Pengaruh Kebisingan Terhadap Kesehatan Pekerja
Kebisingan memiliki dampak terhadap kesehatan yaitu sebagai berikut:
(Buchari, 2007)
1.
Gangguan Fisiologis
Gangguan ini dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan nadi,
basal metabolisme, konstriksi pembuluh darah kecil terutama pada bagian
kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris. Efek kebisingan
tehadap gangguan fisiologis lainnya adalah perubahan emosional akibat
Universitas Sumatera Utara
15
tekanan darah berubah seperti mudah marah yang akan berlanjut ke stress
(Kryter, 1972).
2.
Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi,
susah tidur, emosi dan lain – lain. Pemaparan dalam jangka waktu lama
dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastritis, penyakit
jantung koroner, stress dan lain – lain. Menurut Naeni, R.L dan Bahri, S
(2014) efek paparan kebisingan jangka panjang akan mengakibatkan stress
dimana akan menurunkan performa pekerja dalam bekerja.
Eksposur terhadap kebisingan yang berlebihan dapat menimbulkan
pengaruh pada perilaku seperti kehilangan konsentrasi, kehilangan
keseimbangan dan disorientasi (berkaitan dengan pengaruh kebisingan
pada cairan di dalam saluran semisirkular telinga dalam) dan juga
kelelahan (Ridley, 2006).
3.
Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, bahkan
mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang belum
berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung akan
mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja,
karena tidak mendengar teriakan atau isyarat tanda bahaya dan tentunya
akan dapat menurunkan mutu pekerjaan dan produktifitas kerja. Menurut
Webster, J.C (1979) efek kebisingan yang paling serius adalah susahnya
berkomunikasi terhadap orang lain dan mengerti apa yang orang lain
Universitas Sumatera Utara
16
katakan. Untuk mengetahui apa yang dikatakan orang, orang tersebut
harus berbicara lebih keras di lingkungan yang bising.
4.
Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang
angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis
seperti kepala pusing, mual dan lain – lain.
5.
Gangguan terhadap pendengaran (ketulian)
Diantara sekian banyak gangguan yang ditimbulkan oleh bising, gangguan
terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius karena dapat
menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini dapat
bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus
menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang
secara tetap atau tuli.
Menurut pendapat Jansen, G dan Gros, E (1986) rnenggolongkan pengaruh
kebisingan menjadi 2 yaitu berupa gangguan auditory dan gangguan non auditory.
2.1.4.1 Gangguan Auditory (Pendengaran)
Gangguan terhadap pendengaran adalah gangguan yang paling serius
karena dapat menyebabkan hilangnya pendengaran atau ketulian. Ketulian ini
dapat bersifat progresif atau awalnya bersifat sementara tapi bila bekerja terus–
menerus di tempat bising tersebut maka daya dengar akan menghilang secara
menetap atau tuli (Buchari, 2007).
Menurut Tambunan (2005) apabila dilihat berdasarkan letak, gangguan
pendengaran dibagi menjadi 3 bagian yaitu :
Universitas Sumatera Utara
17
1.
Gangguan pendengaran konduktif (conductive hearing loss)
Gangguan
ini
diklasifikasikan
sebagai
masalah
mekanis,
karena
berdampak pada telinga luar dan telinga tengah. Bagian yang mengalami
kerusakan oleh kebisingan tepatnya pada selaput gendang telinga, dan
ketiga tulang utama, yaitu malleus, incus dan stapes. Pada tempat kerja
biasanya gangguan pendengaran konduktif bersifat sementara.
2.
Gangguan pendengaran sensorineural (sensorineural hearing loss)
Gangguan yang mengalami kerusakan bagian sensor telinga dalam,
khususnya pada bagian koklea. Tingkat keparahannya bermacam –
macam, mulai dari ringan hingga serius dan umumnya bersifat permanen.
3.
Gangguan pendengaran campuran (mixed hearing loss)
Gangguan pendengaran yang terjadi jika konduksi tulang dan udara
menunjukkan adanya kehilangan pendengaran, namun porsi kehilangannya
lebih besar dari konduksi udara.
2.1.4.2 Gangguan Non Audiotory (Keluhan Pendengaran Subyektif)
Berdasarkan pendapat Jansen, G dan Gros, E (1986) dapat disimpulkan
bahwa dampak kebisingan non auditori atau keluhan pendengaran subyektif
terbagi 2 yaitu :
1.
Efek fisiologi dari kebisingan
Contoh efek fisiologi dari kebisingan adalah perubahan respon pupil
mata, perubahan tekanan darah, nadi menjadi cepat dan sakit kepala.
Efek fisiologi tersebut disebabkan oleh peningkatan rangsang sistem
sarafotonom. Keadaan itu sebenarnya merupakan mekanisme pertahanan
Universitas Sumatera Utara
18
tubuh terhadap keadaan bahaya yang terjadi secara spontan (Bashiruddin,
2009).
2.
Efek psikologis dari kebisingan
Contoh efek psikologis dari kebisingan adalah mengalami penurunan
kinerja, gangguan berinteraksi dengan orang lain dan gangguan
kenyamanan.
Menurut Bashiruddin (2009) gangguan psikologi dapat berupa stres
tambahan apabila bunyi tersebut tidak diinginkan dan mengganggu,
sehingga menimbulkan perasaan tidak menyenangkan dan melelahkan. Hal
tersebut dapat menimbulkan gangguan sulit tidur, emosional, gangguan
komunikasi dan gangguan konsentrasi yang secara tidak langsung dapat
membahayakan keselamatan tenaga kerja.
Hilangnya konsentrasi dalam melakukan aktivitas kerja dapat
menimbulkan dampak yang sangat besar berupa terjadinya kecelakaan
kerja. Ketika terjadi kecelakan kerja, pihak indivual pekerja maupun pihak
perusahaan akan mengalami beberapa kerugian baik secara financial
maupun non financial, seperti hilang pekerjaan, tidak berfungsinya salah
satu anggota badan dan atau panca indra, hal terburuk adalah sampai pada
kematian bagi tenaga kerja. Sedangkan bagi perusahaan, kecelakaan kerja
dapat menghambat aktivitas para pekerja lainnya sehingga dapat
menurunkan produktivitas kerja, terkait masalah hukum sampai pada
ditutupnya perusahaan (Fanny, 2015).
Universitas Sumatera Utara
19
Tidak semua tenaga kerja terganggu akan kebisingan yang ada. Ini
disebabkan mereka sudah sangat terbiasa oleh kondisi yang ada dalam
jangka waktu yang cukup lama (Budiono, A.M.S dkk 2003).
Menurut Suma’mur (2009) kebisingan mempengaruhi daya kerja
seseorang dan efek tersebut merugikan baik ditinjau dari pelaksanaan kerja
maupun dari hasil kerja, pengaruh tersebut adalah sebagai berikut:
1.
Gangguan secara umum
Kebisingan membuat motivasi untuk berpikir dan bekerja melemah
atau hilang sama sekali dan mempengaruhi ketelitian seseorang untuk
berbuat dan bertindak. Selain gangguan terhadap kemampuan
memusatkan perhatian atau mengalihkan perhatian atau melemahkan
motivasi, kebisingan dapat menyebabkan rasa terganggu yang
merupakan reaksi psikologis seseorang. Terhadap kegiatan kerja
kebisingan
dapat
mengganggu
konsentrasi
dan
menyebabkan
pengalihan perhatian sehingga tidak fokus kepada masalah yang
dihadapi.
2.
Gangguan komunikasi dengan pembicaraan
Gangguan
komunikasi
oleh
kebisingan
telah
terjadi
apabila
komunikasi pembicaraan dalam pekerjaan harus dijalankan dengan
cara berteriak bahkan untuk menyatakan sesuatu terkadang diperlukan
pengulangan hingga beberapa kali. Gangguan komunikasi seperti itu
menyebabkan
terganggunya
pekerjaan,
bahkan
mungkin
Universitas Sumatera Utara
20
mengakibatkan kesalahan atau kecelakaan, terutama tenaga kerja baru
oleh timbulnya salah paham dan salah pengertian.
3.
Efek pada pekerjaan
Kebisingan mengganggu perhatian yang perlu terus – menerus
dicurahkan kepada pelaksanaan kerja dan juga pencapaian hasil kerja
yang sebaik – baiknya. Maka dari itu, tenaga kerja yang melakukan
pengamatan dan pengawasan terhadap suatu proses produksi atau
hasilnya dapat mebuat kesalahan – kesalahan, akibat terganggunya
konsentrasi
dan
kurang
fokusnya
perhatian.
Demikian
pula
terganggunya pelaksanaan dan pencapaian hasil kerja oleh kebisingan
dapat dikarenakan adanya perasaan terganggu atau melemahnya
semangat kerja, kurang sempurnanya istirahat, terganggunya sistem
saraf dan lainnya.
Intensitas kebisingan yang dianjurkan adalah 85 dBA untuk 8 jam kerja.
Dasar hukum yang digunakan adalah Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi RI Nomor PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas
Faktor Fisika dan Faktor Kimia ditempat kerja.
Universitas Sumatera Utara
21
Tabel 2.2 Nilai Ambang Batas Kebisingan
Waktu Pemajanan per Hari
Intensitas Kebisingan dalam dBA
85
88
91
94
97
100
103
106
109
112
115
118
121
124
127
130
133
136
139
8 jam
4 jam
2 jam
1 jam
30 menit
15 menit
7,5 menit
3,75 menit
1,88 menit
0,94 menit
28,12 detik
14,06 detik
7,03 detik
3,52 detik
1,76 detik
0,88 detik
0,44 detik
0,22 detik
0,11 detik
Sumber :PER. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan Faktor Kimia
ditempat kerja.
Catatan : Tidak boleh terpajan lebih dari 140 dBA, walaupun sesaat.
2.2 Pengendalian Kebisingan
Dasar Standar Konservasi Pendengaran OSHA adalah monitoring level
kebisingan, surveilans medis, kontrol kebisingan, perlindungan perseorangan dan
pemberian pendidikan dan pelatihan (Goetsch, D.L, 2000). Dalam seluruh
aktivitas
perlindungan
diperhatikan
adalah
pendengaran,
pertimbangan
menghilangkan sumber
pertama
yang
harus
kebisingan dan selanjutnya
melindungi seluruh angkatan kerja. Akan tetapi, tindakan menghilangkan
pancaran kebisingan tidak selalu dapat dilakukan secara sempurna hingga kita
memerlukan tindakan – tindakan lain untuk sejauh mungkin mengurangi
pancarannya. Hal ini harus dilaksanakan secara logis yang mengikuti strategi dan
Universitas Sumatera Utara
22
pertimbangan yang matang. Dua pendekatan strategi perlidungan yang dapat
dilakukan adalah : (Ridley, 2006)
1.
Pendekatan arahan prinsip (principles-led)
a.
Penghilangan
i)
Mencari metode alternatif
ii) Pada teknik penghilangan dapat dilakukan dengan penggunaan
tempat kerja atau pabrik baru sehingga biaya pengendalian dapat
diminimalkan (Tarwaka dkk, 2004)
b.
Isolasi
i)
c.
Memindahkan pekerja ke area dengan kebisingan lebih rendah
Penyekatan
i)
Mengurung kebisingan di dalam ruang kedap bunyi (sound –
insulated)
ii) Menempatkan pekerja di kabin kedap bunyi
d.
Penyerapan
i)
Melapisi dinding dan permukaan – permukaan pantul dengan
bahan penyerap bunyi
ii) Menggunakan panel – panel penyerap bunyi yang berdiri sendiri
e.
Peredaman getaran
i)
Menggunakan dudukan penahan getaran (vibration mount) untuk
permesinan
ii) Menggunakan sambungan yang fleksibel dalam pipa – pipa dan
saluran – saluran
Universitas Sumatera Utara
23
iii) Menggunakan komponen plastik dalam permesinan
f.
Pembungkaman (silencing)
i)
Menggunakan pembungkaman bunyi (silencer) pada keluaran
dari silinder saluran udara dan pompa vakum
ii) Menggunakan pengarah angin (baffle) pada keluaran sistem
ventilasi dan penyedotan
iii) Mengarahkan lubang keluar ventilasi menjauh dari area kerja dan
perumahan yang bersebelahan (kebisingan ke lingkungan)
2.
Pendekatan pragmatis
a.
Merekayasa
i)
Dengan mengganti peralatan
ii) Dengan mendesain ulang dan memodifikasi peralatan
iii) Dengan mengubah tata letak peralatan di area kerja, sehingga
pekerja berada pada kondisi tingkat kebisingan yang dapat
diterima
b.
Mengurangi kebisingan pada sumber
i)
Menggunakan
komponen
–
komponen
non
logam
jika
memungkinkan, yaitu roda gigi plastik, bus karet pada
penghubung, dan sebagainya
ii) Memasang batang kukuh atau pembuatan lekukan pada lembaran
– lembaran logam untuk menghentikan efek gendering
iii) Menggunakan pembungkaman saluran buang, khususnya pada
saluran – saluran silinder udara dan pompa vakum
Universitas Sumatera Utara
24
iv) Menghilangkan
frekuensi
listrik
yang
berdengung
dalam
transformator harus dipasang di luar area kerja namun dengung
dapat terus terjadi dan menembus ke area kerja
v) Menjaga agar komponen – komponen sumber selalu berada dalam
keadaan baik melalui pemeliharaan yang terencana
vi) Pengendalian kebisingan pada sumber suara dapat dilakukan
dengan menutup mesin atau mengisolasi mesin sehingga terpisah
dengan pekerja. Teknik ini dapat dilakukan dengan mendesain
mesin memakai remote control (Tarwaka dkk, 2004).
c.
Mengurung sumber bising
i)
Di dalam ruang kedap bunyi
ii) Tutup yang benar – benar rapat
iii) Membutuhkan ventilasi yang cukup agar peralatan tidak
kepanasan berlebihan sehingga mengalami kegagalan
d.
Menyerap bising
i)
Dengan menggunakan material penyerap bising seperti pelapis
dinding, panel – panel yang berdiri bebas di area kerja dan tirai
atau panel gantung
Usaha terakhir, setelah seluruh teknik tersebut di atas ternyata tidak
efektif, adalah dengan menyediakan alat pelindung pendengaran pribadi yang :
a.
Harus diberikan satu untuk setiap pekerja
Universitas Sumatera Utara
25
b.
Harus menyediakan atenuasi yang cukup (dapat mengurangi sejumlah
kebisingan yang mencapai telinga) untuk menjamin pendengaran
terlindung dengan baik
c.
Para pengguna harus terbiasa dengan tingkat bunyi yang berbeda – beda
yang dapat didengar melalui alat perlindungan pendengaran
Alat ini terdiri dari 2 jenis utama :
1.
Sungkup telinga
i)
Menutup penuh kedua daun telinga (mirip dengan perangkat
kepala)
ii)
Harus terpasang dengan baik di kepala
iii)
Ikat kepala atau bandana dapat mengganggu alat pelindung
lainnya
iv)
Desain khusus dapat digunakan bersama helm keras
v)
Jenis – jenis yang dilengkapi radio penerima di tutup telinga
(earcup) disangsikan karena bising radio dapat mengganggu
mendengar alarm peringatan
vi)
2.
Dapat membuat telinga panas dan tidak nyaman
Sumbat telinga
a.
Jenis permanen
i)
Harus sesuai dengan setiap pekerja
ii) Harus dijaga kebersihannya dengan cermat agar tidak
memasukkan
kotoran
ke
dalam
saluran
telinga
dan
Universitas Sumatera Utara
26
menyebabkan peradangan sehingga tidak dapat menggunakan
alat ini lebih lanjut
b.
Jenis sekali pakai
i)
Biasanya diletakkan di mesin dispenser untuk dapat diambil
oleh pekerja yang membutuhkannya
ii) Hanya dapat dipakai satu kali
iii) Murah namun efektif
iv) Beberapa jenis alat ini perlu dipelintir menggunakan ibu jari
dan telunjuk sebelum dimasukkan ke dalam telinga – tangan
harus bersih sebelum melakukannya
v) Tidak mengganggu pakaian atau alat pelindung lainnya.
2.3 Kerangka Konsep
Variabel Bebas (Independent)
Intensitas
Kebisingan
Variabel Terikat (Dependent)
Keluhan
Subyektif
Gambar 2.1 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara
Download