Volum 62: NOMOR: 10, Oktober 2012 Editorial Peran Jurnal Kedokteran dalam Perkembangan IImu Kedokteran Ina Ariani Kirana Masna Artikel Penelitian Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur Case Report Coming Back After a Long Sleep: Congenital Syphillis as Re-emerging Disease Fiva Aprilia Kadi, Sjarief Hidajat Effendi Faktor yang Memengaruhi angka Kejadian Hipokalsemia di Ruang Rawat Neonatal Factors Associated with Hypocalcemia in Neonatal Ward Rizalya Dewi, Rinawati Rohsiswatmo Mesostruktur dan Karakteristik Atom Mineral pada Fenomena Osteoporosis Mesostructure and Atomic Mineral Characters on Osteoporosis Phenomenon Zairin Noor, Sutiman B Sumitro, Mohammad Hidayat, Agus Hadian Rahim Pengaruh Latihan Penguatan Duduk-Berdiri dengan Periodisasi terhadap Gross Motor Function Measure Dimensi 0 dan E Cerebral Palsy Spastik Diplegi The Effect of Loaded Sit-to-Stand Exercise with Periodization in Dimension D and E Gross Motor Function Measure Spastic Diplegic Type of Cerebral Palsy Tenoku Misdalia, Marina A Moe/iono, Ponpon /djradinafa Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Praktik Penyimpanan Vaksin pada Bidan Praktik Swasta Knowledge and Attitude of Midwives in Private Practice on Vaccine Storage Muliadi Mboe, Sri Endah Rahayuningsih. Kusnandi Rusmil Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB) Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan dengan Warfarin dalam Mencegah Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi The Efficacy of Novel Anticoagulants Compared with Warfarin for Stroke Prevention in Patients with Atrial Fibrillation Alvin Nursalim. Edwin Setiabudi PERANGKO BERLANGGANAN KP. JAKARTA PUSAT 10 000 No, 09/PRKBJJKPlOIVRE lV/2012 http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnrned/issue/archive J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012 Redaksi Pelaksana: Dr. Meilania Saraswati, SpPA, Dr. Ferius Soewito, SpKFR, Dr. Marlin Hertanto \. \ Dftar lsi: Halaman Ii I Pedoman Bagi Penulis (Instruction for Authors) Editorial 1. Peran Jurnal Kedokteran dalam Perkembangan Ilmu Kedokteran 377 Ina Ariani Kirana Masna , ,~ f::1 r ~;' Artikel Penelitian 2 Sifilis Kongenital, Fiva Aprilia Kembali Mengintai Kadi, Sjarief Hidajal 3. Faktor yang Memengaruhi angka Kejadian Ruang Rawat Neonatal Rizalya Dewi, Rinawati Zairin Noor, Sutiman 5. Pengaruh Latihan Hipokalsernia di 386 Rohsiswatmo dan Karakteristik Osteoporosis Fenomena 379 , 4. Mesostruktur fM Setelah Lama Tertidur Effendi Atom Mineral , B Sumitro, Penguatan pada Mohammad Hidayat, Duduk-Berdiri dengan Agus Hadian Periodisasi Marina A Moeliono, Ponpon dan Sikap Bidan dalam Praktik Penyimpanan Bidan Praktik Swasta Mboe, Sri Endah Rahayuningsih, Kusnandi Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian 7. Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan Mencegah Vaksin pada 402 Rusmil Berkelanjutan (P2KB) dengan Warfarin dalam Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi Alvin Nursalim, 407 Edwin Setiabudi Journal of the Indonesian Medical Association Majalah Kedokteran Indonesia TERAKREDITASI Sesuai SK DIKTI Nomor: 511DIKTlIKepl2010 Masa berlaku tanggal, 5 Juli 2010 - 5 Juli 2013 " 'j . '.\. -~ ,; 1... 3CJ7 ldjradinata 6. Pengetahuan Muliadi 391 terhadap Gross Motor Function Measure Dimensi D dan E Cerebral Palsy Spastik Diplegi Tengku Misdalia, , Rahim Artikel Penelitian "1 'Sifllis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur Fiva Aprilia Kadi, Sjarief Hidajat Effendi Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/ Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung J :.: .-~ Abstrak Pendahuluan: Sifilis kongenital ada/ah penyakit yang ditemukan kembali sete/ah lama menghilang. Penyakit menu/ar ini disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang menginfeksi manusia secara kronik dan sistemik. Sifilis kongenita/ ditularkan oleh ibu ke janin secara intrauterin. Dilaporkan seorang bayi perempuan berusia 3jam dirujuk ke RS Hasan Sadikin, Bandung dengan sesak napas yang semakin memberat dan bercak kemerahan menge/upas pada telapak tangan, lengan, dan tungkai bawah. Pasien lahir spontan dari ibu G3P2AO, sesuai untuk usia kehamilan, dengan skor Apgar 4 dan 6. Dasar diagnosis sifilis kongenita/ pada pasien ini adalah didapatinya hasil reaktif pada pemeriksaan VDRL dan TPHA. Kesimpulan: Pasien menga/ami pneumonia dengan sepsis awitan dini, sifilis kongenital, herpes simpleks neonatal, toksop/asmosis kongenital, dan hambatan pertumbuhan intrauterin sehingga lahir kecil masa kehamilan. Kesulitan yang ditemui dokter adalah kondisi klinis kurang stabil, banyaknya pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan, obat yang sulit ";,' diperoleh, dan status sosioekonomi keluarga pasien. J Indon Med Assoc. 2012;62:379-85. , Kala kunci: sift/is kongenital, TPHA, VDRL ·l" ·r ~. ,. , -!~ : Fiva Apriiia Kadi, " Divisi Neurologi, Departemen llmu Kesehatan Rurnah Sakit Hasan Sadikin, Bandung JI. Pasteur No, 38 Anak Universitas Padjadjaranl 379 .,: \!': , Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur Case Report Coming Back After a Long Sleep: Congenital Syphillis as Re-emerging Disease FivaAprilia Kadi, SjariefHidajat Effendi Department of Pediatric Health. Faculty of Medicine Universitas Padjajaran/ Hasan Sadikin Hospital. Bandung Abstract Introduction: Congenital syphilis is one of re-emerging diseases (diseases that were long gone and then came back). Syphilis is an infectious disease caused by Treponema pallidum that infects humans chronically and systemically. Congenital syphilis can be transmitted intrauterine from mother to fetus. A 3-hour-old baby girl was referred to Hasan Sadikin Hospital. Bandung with progressive dyspneu and patches of redness and blisters on the palms of the hands, arms and lower limbs. She was born spontaneously to a G3P2AO mother, appropriatefor gestational age, with APGAR score of 4 and 6. Diagnosis was confirmed by obtaining reactive VDRL and TPHA results from the patient and her parents. Conclusion: The 3 hours old baby girl was diagnosed with pneumonia and early-onset sepsis. congenital syphilis, neonatal herpes simplex, congenital toxoplasmosis. and intrauterine growth retardation. Doctors met a number of challenges including unstable clinical condition. numerous examinations to perform, rare medication. and family's socioeconomic status. J Indon Med Assoc. 2012;62:379-85. Keywords: Congenital syphilis. TPHA, VDRL Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh kuman Treponema pallidum yang menyerang manusia. Penyakit ini bersifat kronik, sisternik, dapat mengenai semua kematian. Sebaliknya, penanganan yang berlebihan akan meningkatkan penggunaan antibiotik dan lama rawat inap." Bayi dengan berat badan lahir rendah (BSLR) yang diperberat dengan sepsis dan infeksi kongenital memiliki prognosis bagian tubuh, dapat bersifat laten selama bertabun-tahun, dan menular, Kabar baiknya, penyakit ini dapat diobati. Sifilis sisa yang mengganggu Pcndahuluan kongenital ditularkan oleh ibu kepada janinnya secara intrauterin. Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifiJis yang muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak. Jika rnuncul setelah dua tahun pertama kehidupan anak, penyakit disebut sifilis kongenital lanjut, Gambaran klinis sifilis kongenital dini i i I II baik karena tingginya tumbuh angka kematian kembang serta gejala bayi.' Laporan Kasus Seorang bayi perempuan berusia 3 jam dibawa ke emergensi anak RS Hasan Sadikin (RSHS), Bandung dengan keluhan utama sesak nafas. Sejak lahir, penderita mengalami sesak napas yang semakin bertambah tanpa kebiruan di sangat bervariasi, mengenai berbagai organ, dan menyerupai sifilis stadium Il.lnfeksi padajanin terjadi melalui aliran darah sehingga tidak dijumpai kelainan sifilis primer. I Bayi dapat sekitar mulut. Ditemukan pula bercak kemerahan dan kulit melepuh pada kedua telapak tangan, lengan, serta tungkai tampak lahir sehat dan baru menunjukkan kelainan setelah beberapa minggu, tetapi dapat pula menunjukkan kelainan sejak lahir seperti pada penderita ini.' Sifilis merupakan re- bawah. Kejang maupun penurunan kesadaran disangkal. Pcndcrita diberi oksigcn olch bidan pcnolong kcmudian dirujuk emerging disease (penyakit yang sudah lama hi lang kemu.dian muncul kembali). Angka kejadian di seluruh dunia diperkirakan sekitar setengah juta bayi baru lahir setiap tahunnya.? Respiratory distress pada bayi baru lahir menyebabkan angka kematian dan kesakitan yang tinggi. Pneumonia merupakan penyebab terbanyak respiratory distress pada neonatus. Pneumonia awitan dini dan pneumonia intrauterin ditemukan pada sekitar 10-38% autopsi bayi lahir mati dan 20-63% bayi labir hidup yang kemudian meninggal dunia saat periode memperburuk I kurang 380 neonatus.' keadaan Keterlambatan pengobatan akan bayi dan dapat menyebabkan Garnbar 1. Keadaan J lndon Urn urn Pender Med Assoc, Volurn: ita di Ruang 62, Nornor: Ernergensi 10, Oktober 2012 Sifilis Kongenital, Kemba/i Mengintai Setelah Lama Tertidur Penderita lahir dari ibu PlAohamil eukup bulan, spontan, ditolong bidan, skor Apgar 4/6. Ketuban peeah dua rnenit sebelum bayi lahir dan berwama kehijauan. Satu bulan sebelum rnelahirkan, ibu penderita mengalami demam disertai batuk dan pilek selama satu minggu. Ia diberi obat penurun panas dan vitamin dari puskesmas. Sejak usia keharnilan dua bulan, kemaluannya mengeluarkan eairan berwarna kekuningarildan berbau. Kulit di sekitar kemaluan terasa gata!. Ibu penderita tidak berobat untuk keluhan ini. Ibu menjalani antenatal care di bidan sebanyak delapan kali selarna kehamilan, tidak pernah merokok, dan tidak rninum alkohol. Penambahan berat badan ibu sembi Ian kilogram. Hari pertama haid terakhir adalah I Mei 2011 dan taksiran kelahiran jatuh pada 8 Februari 2012. Sebelum melahirkan pasien, orang tua telah rnemiliki anak yang saat ini berusia 11 tahun dan 8 tahun dengan riwayat persalinan normal dan keadaan sehat. Selama mengandung pasien, ibu penderita bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama 16 jam sehari sampai usia kehamilan delapan bulan. Ayah pasien adalah seorang buruh bangunan dengan riwayat sering berganti pasangan seksual dan terkadang minurn minuman keras sebelum rnenikah. Riwayat konsumsi obatobatan terlarang maupun pemasangan tato disangkal. Saat datang di emergensi RSHS, penderita didiagnosis dengan pneumonia dengan sepsis awitan dini, suspek sifilis kongenital, bayi cukup bulan (38 minggu), keeil masa kehamilan, intrauterine growth retardation, bayi berat lahir .rendah, hipoglikemia, dan trornbositopenia. Antropometri rnenunjukkan berat badan lahir 2000 gram, panjang badan lahir 44 em, lingkar kepala 30 em, dan Iingkar perut 27 em. New Ballard Score (NBS) sebesar 35, setara dengan usia kehamilan 38 minggu. Penderita tampak letargis, sesak (skor Dawne 3), saturasi oksigen perifer 94%, dan ikterik. Tidak diternukan kelainan pada pemeriksaan kepala, kelamin, dan anus. Didapati petekie pada daerab toraks dan abdomen serta bereak kemerahan berupa lesi rnultipel diskret berbentuk bulat dan tidak teratur berukuran 0,5 em-I em x 0, I em-0,8 em, berbatas tegas, sebagian menimbul, sebagian kering, berupa bula berdinding kendur, pustul, makula, dan eritema pada telapak tangan, lengan, dan tungkai bawah. Cambar 2. Lesi Pad a Tclapak Tangao Dan Telapak Kaki J Jndon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012 Didapati pula hepatosplenomegaIi dengan refleks Moro, hisap, genggam, dan rooting yang lernah. Pemeriksaan laboratorium darah: Hb 14,8 g/eIL, hematokritt43%, leukosit 1O.900/mml,trornbosit56.000/mml,natrium 137mEqlL, kalium 4,7 mEqlL, kalsium 5,17 mg/L, gula darah sewaktu (GDS) 20 mg/dL, dan hitungjenis basofil 0, eosinofil3, batang 2, segmen 36, lirnfosit 57, dan monosit2. Morfologi darah tepi seri eritrosit menunjukkan adanya polikromasi anisopoikilositosis. Seri leukosit tidak menunjukkan adanya kelainan morfologi. Pada seri trombosit didapati jumlah kurang dan ditemukan giant. thrombocyte. Kultur resistansi darah dan pus sudah dilakukan, tetapihasil baru akan didapatkan setelah beberapa hari. Pada pemeriksaan rontgen toraks, tidak tampak kardiomegali (CTR 52%) dan terdapat bronkopneumonia pada paru kanan. Penderita dikonsultasikan ke Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin dengan diagnosis kerja Transient Neonatal Pustular Melanosis dan diagnosa banding.sifilis kongenital. Tata laksana untuk penderita pada saat itu adalah suhu dipertahankan 36,5-37 ,5°C penernpatan ill inkubator, oksigen lembap 0,5 liter/menit via nasal, vitamin K intramuskular 1 mg 1M, salep mata antibiotik pada kedua mata, sementara NPO (nothing peroral), pemasangan oral gastric tube (OGT), bolus dengan dekstrosa 10% (2 cc/kg BB), serta infus kebutuhan cairan dengan menggunakan eairan yang mengandung dekstrosa dan kalsium. Penderita diberi antibiotik sefotaksim 2x 100 mg IV dengan gentamisin 10 mg IV tiap 24 jam. Direneanakan pemberian penisilin prokain 50.000 IU/kg menunggu hasil pemeriksaan VDRL bayi dan ibu. Tata Laksanadari bagian kulit adalah pemberian emolien yang dioleskan dua kali sehari pada seluruh tubuh. Pungsi lumbal sempat dicoba tetapi tidak diJanjutkan karena terdapat kesan perdarahan yang sulit berhenti. Pasien diberi vitamin K 5 mg subkutan, transfusi Fresh Frozen Plasma (FFP) 20 ce, dan trombosit 20 ec. Hasil GDS setelah bolus 65 mg/dL. Pemeriksaan GDS ulang berikutnya menunjukkan hasi168-97 mg/eIL. Selama perawatan di ruangan oeonatologi, didapati Hb 13,7 g/dL, Ht: 36%, leukosit 13.900/mml, trombosit 41.0001 mm', dan hitung jenis 0/1/0/5 1/4117.Hasil TPHA reaktif, GDS 79 gldL, Dan albumin 2,4 gldL. Hasil CT scan kepala dan rontgen tulang dalam batas normal. USG mendapati adanya sludge di kandung empedu, sedaogkan hepar dan lien berada dalarn batas normal. Pemeriksaan laboratorium khusus menunjukkan anti-HIV non reaktif, anti-HSV I IgG positif, anti-Rubela 19G positif (titer 52), anti-Rubela IgM negatif, anti-CMV IgG positif(titer 43), anti-CMV 19M negatif, antiHSV 21gG positif, anti-HSV JgM positif antitoksoplasma IgG positf(titer 598), dan antitoxoplasma IgM negatif. Sementara itu, hasil pemeriksaan darah ibu mendapati VDRL reaktif( J:32), TPHA reaktif(l :640), anti-HSV 1 IgG positif, anti-Rubela IgG positif (titer 89), anti-Rubela [gM negatif, anti- CMV IgG positif(titer 26), anti-CMV 19M negatif, anti-HSV 2 19G positif, anti-HSV 19M negatif, antitoksoplasma IgG positif (titer J02), antitoksopJasma IgM 381 1; Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur hepatosplenomegali, trombositopenia, dan ikterus pada bayi. negatif, dan HBsAg negatif. Hasil pemeriksaan darah ayah menampilkan VDRL reaktif, TPHA reaktif, anti-HIV non Semua kelainan tersebut terdapat pada penderita reaktif sejak Hasil kultur resistansi dari cairan bula mendapatkan awal sudah disebabkan terpikirkan oleh pneumonia bahwa ini, sehingga respiratory distress awitan dini atau intrauterin yang kuman Staphylococcus haemolyticus sensitif. Kadar bilirubin total 12,21 mg/dL, bilirubin direk 6 mg/dL, SGOT 184 UIL, SGPT 278 UfL, GDS 68 mg/dL, ureumfkreatinin 43/0,36 UIL, berhubungan dengan infeksi sistemik pada ibu. Makula hiperpigrnentasi di ekstremitas disertai kulit melepuh saat lahir yang tampak pada penderita merupakan CRP lqiantitatif87,5, dan NalK/Ca 146/4,7/5,29. Didapatlah kesan 4neumonia dengan sepsis awitan dini, sifilis kongenital, herpes simpleks neonatal, toksoplasmosis kongenital gambaran kbas sifilis kongenital. Saat masuk RSHS, diagnosis ini tidak dijadikan diagnosis kerja karen a kasus sifilis kongenital sangatjarang ditemukan, Sejak 2005, hanya tercatat pada bayi cukup dua kasus. Penyakit infeksi yang sudah terkendali tetapi meningkat kembali sudah dibicarakan sejak awal 1990-an dan diprediksi menjadi masalah global di masa mendatang. Saat ini,re-emerg- bulan (38 rninggu) dengan kecil masa kehamilan, intrauterine growth retardation, berat lahir rendab, bipoglikemia, hipoalbuminemia, anemia et causa infeksi, dan trombositopenia. Oilakukan pemberian penisilin prokain Ix90.000 IV IM, meropenem 3x80 mg IV, dan asiklovir 20 mglkg/dosis setiap 8 jam. Pada perawatan hari keenam orang tua penderita meminta pulang setelah rnelihat anaknya mengalami perbaikan. Pada usia dua bulan dilakukan kunjungan rumah dengan hasil kondisi bayi tampak aktif, minum baik, dan lesi kulit hilang. Pengukuran antropometri mendapatkan berat sesuai usia <3 SO, berat menurut panjang badan antara -2 sampai dengan -3 SO, dan panjang menurut usia 0 sampai dengan -2 SO. Ukuran lingkar kepala <3 SD. ing infectious diseases harus tetap dipertimbangkan sebagai kemungkinan penyebab penyakit." Oi seluruh dunia, diperkirakan terdapat setengahjuta kejadian sifilis kongenital setiap tahunnya. Di Detroit Health Department Amerika Serikat, sejak 2002-2004 Fenomena fenomena didapati mulut, faring, laring, dan mukosa (snuffles) dengan gambaran Permasalahan yang perlu dibahas pada penderita ini terutama adalah penegakan diagnosis dari sekumpulan gejala, yang mula-mula umum tampak ikterus, serta kelainan kul it yang tampak sejak lahir. Bahasan lainnya adalah tata laksana, prognosis, dan masalah sosial. Pneumonia intrauterin dipertimbangkan pada beberapa manifestasi yang timbul sejak dini, seperti bayi lahir mati, skor APGAR yang rendah, atau respiratory distress berat saat lahir yang sering berkaitan dengan korioamnionitis. Pneumonia intrauterin dapat terjadi juga pada infeksi sistemik ibu, seperti rubela, sitomegalovirus, T pallidum, Listeria monocytogenes, asimtomatik tuberkulosis, pada ibu, tetapi dan HIV. lnfeksi ini dapat menirnbulkan gejala seperti merupakan yang tidak terdeteksi dan tidak dilaporkan. Pada bayi dapat dijumpai pertumbuhan intrauterin terlambat, kelainan membran mukosa, mucous patch di bibir, Diskusi yaitu respiratory distress dengan keadaan sakit berat dan letargis, bepatosplenomegali, 88 kasus sifilis kongenital. yang terjadi di Indonesia mungkin gunung es karena banyak kasus genital, rinitis sifilitika yang khas berupa cairan hidung encer kemudian menjadi pekat, purulen dan hemoragik, adanya kelainan kulit, rambut dan kuku. Bula dapat ditemukan sejak lahir, tersebar secara simetris terutama pada telapak tangan dan telapak kaki. Makula, papula, atau papulomatosa tersebar secara generalisata dan simetris. Di daerah lembap, papula menjadi erosif dan membasah atau menjadi hipertrofik (kondilornalata). Pada kasus berat, tarnpak kulit menjadi keriput terutama pada daerah muka sehingga bayi tampak seperti orang tua. Rambut jarang dan kaku serta terdapat alopesia areata terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapatjuga mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika disebabkan oleh papula yang timbul pad a dasar kuku dan menyebabkan kuku menjadi teriepas. Kuku baru yang tumbuh berwama suram, tidak teratur, dan menyempit pad a bagian dasarnya. Kelainan tulang dapat terjadi pacta enam bulan pertama, meliputi osteokondritis, periostitis, dan osteitis pad a tulang-tulang panjang. Pseudoparalisis pada anggota gerak disebabkan oleh pembengkakan periartikular dan nyeri pada ujung-ujung tulang sehingga gerakan menjadi terbatas. Hampir semua organ dapat menjadi sasaran sifilis. Pad a penderita ini terdapat kelainanpada kulit dan organ dalam (hepatosplenoinegal i, pneumonia). Diagnosis si fi Iis dipastikan dengan menemukan T pallidum sebagai penyebab , infeksi pada bahan sediaan klinis. Sebagai pernbantu penegakan diagnosis, Tes Serologi Sifilis (TSS) yang terdiri dari nontreponemal Gambar . 382 3. Setelah Pengobatan Labora(oriesrypRL) (Wass~nnan, Veneral Disease Research dan treponemal(Treponema pallidum Jlrid~h:Med,',ASSOC, "olum: 62, Nomor: ]0, Oktober 2012 3 Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur Haemaglutination AssayrrPHA) dapat rnenjadi pilihan. Pada penderita dan orang tuanya didapatkan hasil VDRL dan TPHA yang reaktif. Hal itu rnenunjukkan bahwa rnereka telah menderita penyakit sifilis.' Terdapat beberapa panduan untuk pengobatan sifilis kongenital, di antaranya adalah rekomendasi dari Centrefor Control disease and Prevention (CDC) yang terdiri dari 4 skenario. P~ien ini digolongkan ke dalam skenario I, yaitu:' a. Salah s~ di bawah ini menunjukkan terbukti atau highly probable: Pemeriksaan fisis abnormal yang menunjukkan sifilis kongenital; Titer nontreponemal4 kali lipat lebih tinggi diban-dingkan titer ibu (tidak adanya peningkatan titer lebih dari 4 kali tidak mengeksklusi sifilis kongenital); Darkfield positif atau tes fluoresens antibodi positif; b. c. Evaluasi selanjutnya pada bayi yangterbukti atau highly probable: Analisa CSS untuk VDRL, hitung sel, dan konsen-trasi protein; Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis dan hitung trornbosit; Tes lain sesuai indikasi k1inis rneliputi foto rontgen tulang panjang, foto toraks, tes fungsi hati, ultra-sonografi kepala, pemeriksaan mata, dan pemerik-saan telinga; Terapi untuk bayi yang terbukti atau highly probable harus meliputi: Penisilin prokain aqueous G 100.000-150.000 unit/kglhari IV,diberikan 50.000 unit/kg/dosis IV setiap 12jam selama 7 hari pertama dan setiap 8 jam pada hari selanjutnya hingga total 10 hari; Penisilin prokain G 50.000 unit/kg/dosis 1M setiap hari selama 10 hari. Temyata, obat tersebut sulit diperoleh karena sudah jarang diproduksi. Namun, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat masih memilikinya walau hanya 10vial. Dengan adanya re-emerging diseases, seharusnya klinisi dapat mengadvokasi pemerintah untuk kembali menyediakan obat tersebut. Sifilis diduga rnerupakan penyakit menular seksual yang paling erat kaitannya dengan infeksi HIV. Pada penderita telah dipikirkan kemungkinan ini, ayah penderita mengalami penurunan berat badan dan diare kronis. Oleh karen a itu, dilakukan VCT pada ibu dan Provider Initiated Counsel; ling and Testing (PICT) pada ayah penderita, tetapi hasil pemeriksaan anti-HIV nonreaktif. Hasil ini belum merupakan diagnosis pasti karena masih mungkin dalam window period sehingga harus dilakukan pemantauan dan pemeriksaan ulang enarn bulan yang akan datang. , Penderita ini juga didiagnosis sebagai bayi lahir kecil rnasa kehamilan (KMK), yaitu bayi yang lahir dengan berat danlatau panjang lahir danJatau lingkar kepala kurang dari persentil ke-IO menurut kurva usia kehamilan (kurva J . -:,': . _" :~~.~:.:. Indon Med Assoc. Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012 Lubchenlco). Bayi KMK juga dapat dikategorikan sebagai asimetris (berat lahir secara proporsional kurang dari panjang lahir dan lingkar kepala) atau simetris (semua indikator pertumbuhan di bawah nilai rata-rata). Berbagai masalah dapat dialami bayi KMK, misalnya kematian intrauterin, asfiksia, hipotermia, hipoglikemia, hiperglikernia, polisitemia, perforasi intestinal, dan irnunodefisiensi." Pada kasus ini, penderita termasuk bayi KMK karen a berat lahir kurang dari persentil ke-l O menurut kurva usia kehamilan Lubchenko. Penderita ini termasuk bayi KMK simetris karena panjang lahir dan Iingkar kepala penderita juga berada di bawah persentil 10. Penyebab lahir KMK adalah infeksi sistemik pada ibu dan faktor nutrisi karen a tingkat aktivitas ibu yang tinggi serta tingkat sosioekonomi rendah. Permasalahan yang dihadapi penderita ini adalah sistem metabolisme (hipoglikemia) dan sistem imunologi (imunodefisiensi), Sistem imunologis yang rendah memudahkan terjadinya sepsis neonatorum. Diagnosis sepsis neonatorum awalnya sering tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat memberat dalam waktu singkat, Diagnosis pasti biasanya ditegakkan berdasarkan hasil kultur positif. Dikenal istilahfetal inflammatory response syndrome (FIRS) yang kemudian diikuti terjadinya sepsis sampai akhirnya kematian. Diagnosis FIRS dapat ditegakkan apabiladitemukan dua atau lebih keadaan, yaitu laju napas >60xlmenit dengan atau tanpa retraksi dan desaturasi 0z' suhu tubuh tidak stabil « 36°C atau >37 ,soC), capillary refill time> 3 detik, hitung leukosit <4.000/mro3 atau >34.0001 mm', atau C-reactive Protein (CRP) > 10 mg/dL. Pada 2004, The International Sepsis Forum mengajukan usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus apabila terdapat FIRS disertai dengan satu atau lebih gejala klinis infeksi. Gejala klinis infeksi yang dimaksud: (1) variabel klinis yang berupa denyut jantung 2:180xlmenit, :SIOOxlmenit, letargis atau penurunan kesadaran, intoleransi glukosa (glukosa plasma> 180 mg/dL), intoleransi minum, (2) variabel hemodinamik yang terdiri dari tekanan darah 2 SD di bawah nilai normal untuk usia, tekanan darah sistolik <50 mmHg (neonatus usia 1 hari) , tekanan darah sistolik <65 mmHg (neonatus usia <I bulan), (3) variabel perfusi jaringan yaitu waktu pengisian kembali kapiler >3 detik, laktat plasma >3 mmollL, dan (4) variabel inflamasi yang mencakup neutrofil imatur > I 0%, rasio imatur:total neutrofil (IT) >0,2, trombositopenia < 100.000/mro3. 13 Penderita didiagnosis sepsis neonatorum berdasarkan adanya penurunan kesadaran, takipneu, trombositopenia, dan CRP > 10 mg/dl.." Sepsis neonatus dibagi menjadi sepsis awitan dini (usia g hari setelah persalinan) dengan sumber infeksi berasal darijalan lahir ibu dan sepsis awitan lanjut (usia >7 hari setelah persalinan) dengan sumber .infeksi berasal dari lingkungan (nosokomial) atau perawatan lama di rumah sakit sebelumnya karen a berat lahir sangat rendah.' Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum meliputi faktor ibu, faktor bayi, dan faktor lain. Faktor ibu mencakup ketuban pecah dini (> 18 jam), 383 j'!l r Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur ,.i. ,~ I ;1 :1 '1, ~ , 1 ! II iii I' infeksi dan demam, air ketuban hijau keruh dan berbau, dan kehamilan multipel, Faktor bayi meliputi prematuritas dan berat lahir rendah, resusitasi saat kelahiran akibat gawat janin dan trauma, prosedur invasif, bayi dengan galaktosemia, defek imun, asplenia, asfiksia, caeat bawaan, pemberian nutrisi parenteral, atau perawatan yang terlalu lama di RS, Faktor risiko lain mencakup pula bayi laki-laki, bayi kulit hitam, dan statu~ekonomi rendah.! 4ntibiotik spektrum luas diberikan sebagai terapi inisial pada sepsis neonatorum karena kuman penyebab infeksi pada masa neonatus adalah streptokoleus grup B, diikuti oleh organisme enterik grarn negatif terutama Escherichia coli, di samping Staphylococcus aureus, Streptococcus lainnya, mikroba anaerob, Haemophilus injluenzae, Enterobacter sp, Pseudomonas sp, dan lain-lain. Pada kasus ini, penderita mendapatkan sefotaksim dan gentamisin. Karena penderita belum menunjukkan perbaikan klinis, obat kemudian diganti dengan amikasin dan meropenem sesuai hasil kultur dan tes resistansi.' Pada penderita ini juga terdapat kolestasis jaundice. Angka kejadian penyakit ini adalah 1:2500 kelahiran. Penyebab kolestasis sangat bervariasi, tetapi umumnya memberikan manifestasi klinis yang harnpir sarna. Seeara garis besar, penyebab kolestasis dibedakan menjadi kolestasis intrahepatik dan ekstrahepatik. Kolestasis intahepatik terjadi akibat gangguan sekresi bilirubin di antara mikrosom hati dengan saluran empedu. Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzim SGOT dan SGPT > I0 kali dan alkali fosfatase <5 kali. Kolestasis ekstrahepatik terjadi akibat adanya hambatan atau obstruksi di sa luran empedu. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan enzim SGOT dan SGPT <10 kali, sedangkan alkali fosfatase meningkat >5 kali. Pada penderita ini, kolestasis yang terjadi merupakan kolestasis intrahepatik yang mungkin disebabkan infeksi TORCH (hasil serologis TORCH positif) dan ekstrahepatik karena hasil USG menunjukkan adanya sludge di kandung ernpedu.? Penyebab kolestasis intrahepatikpada bayi lebih beragam dibandingkan anak yang lebih besar karen a hati bayi yang masih imatur. Beberapa peneliti melaporkan, infeksi . TORCH hanya rnenyumbang 5% dari penyebab kolestasis. Manifestasi klinis pada toksoplasmosis atau CMV kongenital dapat menyerupai atau disertai infeksi organisme lain. Oleh karenanya, keadaan ini harus dibandingkan dengan infeksi perinatal lain yang disebabkan virus Herpes simplex, virus Rubella, HIV, dan bakteri lain. Infeksi kongenital oleh TORCH sering kali disertai dengan kelainan bawaan seperti korioretinitis, mikroftalmia, katarak, hepatospienomegali, hiperbilirubinemia, retardasi pertumbuhan intrauterin, mikrosefai, retardasi psikomotor, atau tuli sensorineural. Pada pemantauan penderita, saat ini didapati mikrosefal, hepatospienomegali, dan hiperbilirubinernia.'? Pada penderita dilakukan pemeriksaan serologis untuk mendeteksi infeksi TORCH dengan pemeriksaan antibodi JgM 384 dan IgG menggunakan metode enhanced chemiluminescence immunoassay (ECLlA). Hasil pemeriksaan mendapati IgM antitoksoplasma nonreaktif, tetapi IgG antitoksoplasma reaktif 598 IU/mL, IgM CMV nonreaktif dan IgG CMV reaktif 43 IU/mL, IgM anti-Rubella negatif dan IgG anti-Rubella positif, anti-HSV 1 Ig G positif dan anti-HSV 2 IgG positif, serta anti-HSV IgM positif. Hal ini menunjukkan adanya infeksi HSV pada bayi yang dapat terjadi pada saat persalinan maupun intrauterin. IgM anti-HSV dapat positif sejak empat minggu pertama kehidupan dan dapat menetap hingga berbulan-bulan sarnpai satu tahun. Meskipun demikian, diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan kultur dan isolasi virus. Apabila pemeriksaan tidak tersedia, diagnosis didasarkan pada gejala klinis. Selain itu, diagnosa toksoplasmosis kongenital juga dapat ditegakkan pada penderita ini dengan adanya titer antitoksoplasma bayi 4 kali Iipat titer antitoksoplasma ibu (598: 102). Pasien juga masih mungkin menderita infeksi sitomegalovirus maupun rubela sehingga memerlukan pemantauan dan pemeriksaan ulang satu bulan berikutnya untuk membandingkan adanya kenaikan titer antibodi. Bagi penderita imunokompeten, serokonversi atau peningkatan empat kali IgG spesifik dan didapatnya IgM menunjukkan infeksi aleut. Konsentrasi IgG pad a neonatus berkurang atau dapat menetap hingga 6-12 bulan bergantung pada titer awal dan akan naik lagi bila bayi dapat membuat IgG sendiri pada umur lebih kurang 3 bulan. Pada bayi yang terinfeksi, titer IgG akan tetap tinggi sedangkan pada bayi yang tidak terinfeksi, titemya larnbat laun akan menurun. Titer IgG yang tinggi disertai tidak adanya IgM menunjukkan infeksi kronis laten masa larnpau yang didapat dari ibunya melalui plasenta. Anak dianggap bebas dari infeksi kongenital jika tidak menampakkan gejala klinis dan serologi menjadi negatif setelah antibodi maternal yang ditransmisikan secara pasif menghilang.' Deteksi kelainan kongenitaJ yang menyertai infeksi CMV atau toksoplasma dapat dilakukan lebih lanjut untuk mencari adanya perdarahan atau kalsifikasi periventrikuler, di antaranya dengan pemeriksaan CT scan. Sementara, Brainstearn Evoked Response Audio (BERA) dipakai untuk mendeteksi tuli saraf pascanatal.!' Pada penderita ini tidak didapatkan kelainan pada garnbaran CT scan kepala dan belum dilakukan pemeriksaan otoacoustic emission (OAB) atau BERA karena kondisi umum penderita belum memungkinkan. Terapi pirimetamin dan sulfadiazin merupakan obat toksoplasmosis kongenital pilihan untuk mencegah progresivitas kelainan hati dan komplikasi susunan saraf pusat. Obat ini dapat menyebabkan depresi sum sum tulang yang menyebabkan trombositopenia, leukopenia, dan anemia. Terapi diberikan selama setidaknya satu tahun. Pirimetamin loading dose 2 mg/kg BB/hari (maksimum 50 mg/hari) diberikan selama dua hari pertama, dilanjutkan dengan dosis pemeiiharaan 1mg/kg BB/hari (maksimum 50 mg/hari) seiama dua hingga enam bulan, kemudian I mg/kg J Indon Med Assoc, Velum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012 Sift/is Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur BB/hari tiga hari dalam satu minggu per oral. Sulfadiazin diberikan 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam dua dosis dan asam folat 5-10 mg diberikan tiga kali dalam satu rninggu." Terapi terpilih untuk herpes simpleks neonatal adalah asiklovir dengan dosis 60 mg/kg/hari, diberikan dalam tiga dosis selama 14-21 hari. Fungsi ginjal harus diperiksa sebelum pemberian obat dan darah lengkap harus diperiksa dua kali seminggu s~ama pemberian obat untuk melihat adanya efek I samping depresi sumsum tulang.'? Hallaih yang penting diperhatikan pada pengelolaan pasien ini adalah masalah sosial, yaitu kondisi ekonomi orangtua penderita yang rendah sehingga sejak awal dirawat di ruang emergensi anak RSHS, penderita sudah akan dibawa pulang paksa. Adanya Jaminan Persalinan (Jampersal) telah sang at membantu daJam perawatan penderita, tetapi hingga hari perawatan keenam, orang tua tetap berkeinginan membawa pulang anak dengan alasan ekonomi. Hingga saat ini, masih diupayakan agar penderita dapat meneruskan perawatan hingga sembuh. Oleh karena itu, perlu diberikan penje!asan yang menye!uruh kepada orang tua tentang penyakit dan penyulit yang dapat timbul pada anaknya. Penderita akan dipulangkan jika kondisi klinis stabil, tanda vital stabil, sudah mempunyai refleks hisap, dan orang tua mengetahui eara perawatan bayi. Perlu ditekankan agar orang tua bersedia menjalani pengobatan sifilis dan gonore yang mereka derita agar tidak menjadi sumber penularan. Kesimpulan Bayi perempuan berusia 3 jam dengan respiratory distress dan Iesi kulit di atas mengalarni pneumonia dengan sepsis awitan dini, sifilis kongenital, herpes simpleks neonatal, toksoplasmosis kongenital, dan intrauterine growth retardation sehingga lahir keeil mas a kehamilan. Jika tidak ditangani secara menyeluruh, dapat terjadi fetal inflammatory response syndrome (FIRS) yang berpotensi menyebabkan kematian. Kesulitan yang diternui dokter saat menangani pasien adalah kondisi klinis kurang stabil, banyaknya pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan, J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012 obat yang sulit diperoleh untuk re-emerging disease. dan status sosioekonomi keluarga pasien. Setelah perawatan dan observasi, dua bulan kemudian bayi telah aktif, minum baik, dan Iesi kulit tampak menghilang. Daftar Pustaka I. 2. 3. 4. 5. 6. Kollmann TR, Dobson S. Syphillis. In: Remington JS, Klein JO, Wilson CB, Nizet V, Maldonado YA, editors. Infectious disease of the fetus and newborn infant. 7"' ed. Philadelphia: Saunder; 2011. p. 524-57. Weber MW, Charlin IB, Catchalian S. Predictors of neonatal sepsis in developing countries. Pediatr Infect Dis I. 2003;22:7116. Duke T. Neonatal pneumonia in developing countries. Arch.dis.child.Fetal neonatal. 2005;90;211-9. Morens OM, Folkers GK, Fauc AS. The challenge of emerging and re-emerging infectious diseases. Nature. 2004;430. Yernacchio L. Syphillis. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of neonatal care. 6'" ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 309-14. Bone RC, Balk RA, Cerra FB. Definition for sepsis and organ failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. AACP/SCCM Consensus Conference. Chest 1992; 10 I:1644- 55. 7. Golstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatric Critical Care Medicine: 2005;6(1):2- 8. 8. <fI 10. II. 12. Puopolo KM. Bacterial and fungal infection. In: ClohertyJf", Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of neonatal care. 6'" ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. 'p. Mohan N. Neonatal cholestasis. Indian J Pediatr. 2006; 12(3):254- 6. Dehghani SM, Haghighat M, lmanieh MH, Geramizadeh B. Comparison of different diagnostic methods in infants with cholestasis. World J Gastroenterol. 2006; 12(36):5893-6. Bisanto I. Kolestasis intrahepatik pada bayi dan anak. In: Juffrie M, Soenarto S, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani N, editors. Buku ajar gastroenterohepatologi IDA!. Jakarta: Badan Penerbit IDAf; 2010. p. 365-83. Guitierrez KM, Whitley RJ, Arvin AM. Herpes simplex virus infection. In: Remington JS, Klein 10, Wilson CB, Nizet Y, Maldonado YA, editors. Infectious disease of the fetus and newborn infant. 7"' ed. Philadelphia: Saunder; 2011. p. 813-31 385