Volum 62 - Unpad Repository

advertisement
Volum 62:
NOMOR: 10, Oktober 2012
Editorial
Peran Jurnal Kedokteran dalam Perkembangan IImu Kedokteran
Ina Ariani Kirana Masna
Artikel Penelitian
Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur
Case Report Coming Back After a Long Sleep: Congenital Syphillis as
Re-emerging Disease
Fiva Aprilia Kadi, Sjarief Hidajat Effendi
Faktor yang Memengaruhi angka Kejadian Hipokalsemia di Ruang Rawat
Neonatal
Factors Associated with Hypocalcemia in Neonatal Ward
Rizalya Dewi, Rinawati Rohsiswatmo
Mesostruktur dan Karakteristik Atom Mineral pada Fenomena Osteoporosis
Mesostructure and Atomic Mineral Characters on Osteoporosis Phenomenon
Zairin Noor, Sutiman B Sumitro, Mohammad
Hidayat, Agus Hadian Rahim
Pengaruh Latihan Penguatan Duduk-Berdiri dengan Periodisasi terhadap
Gross Motor Function Measure Dimensi 0 dan E Cerebral Palsy Spastik
Diplegi
The Effect of Loaded Sit-to-Stand Exercise with Periodization in Dimension
D and E Gross Motor Function Measure Spastic Diplegic Type of Cerebral
Palsy
Tenoku Misdalia, Marina A Moe/iono, Ponpon /djradinafa
Pengetahuan dan Sikap Bidan dalam Praktik Penyimpanan Vaksin pada Bidan
Praktik Swasta
Knowledge and Attitude of Midwives in Private Practice on Vaccine Storage
Muliadi Mboe, Sri Endah Rahayuningsih.
Kusnandi Rusmil
Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)
Efektivitas Antikoagulan Baru Dibandingkan dengan Warfarin dalam Mencegah
Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi
The Efficacy of Novel Anticoagulants Compared with Warfarin for Stroke
Prevention in Patients with Atrial Fibrillation
Alvin Nursalim. Edwin Setiabudi
PERANGKO
BERLANGGANAN
KP. JAKARTA PUSAT 10 000
No, 09/PRKBJJKPlOIVRE
lV/2012
http://indonesia.digitaljournals.org/index.php/idnrned/issue/archive
J Indon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012
Redaksi Pelaksana: Dr. Meilania
Saraswati,
SpPA, Dr. Ferius Soewito,
SpKFR,
Dr. Marlin
Hertanto
\.
\
Dftar lsi:
Halaman
Ii
I
Pedoman Bagi Penulis (Instruction for Authors)
Editorial
1. Peran Jurnal Kedokteran
dalam Perkembangan
Ilmu Kedokteran
377
Ina Ariani Kirana Masna
,
,~
f::1
r ~;'
Artikel Penelitian
2
Sifilis Kongenital,
Fiva Aprilia
Kembali Mengintai
Kadi, Sjarief Hidajal
3. Faktor yang Memengaruhi
angka Kejadian
Ruang Rawat Neonatal
Rizalya
Dewi, Rinawati
Zairin Noor, Sutiman
5.
Pengaruh
Latihan
Hipokalsernia
di
386
Rohsiswatmo
dan Karakteristik
Osteoporosis
Fenomena
379
,
4. Mesostruktur
fM
Setelah Lama Tertidur
Effendi
Atom Mineral
,
B Sumitro,
Penguatan
pada
Mohammad
Hidayat,
Duduk-Berdiri
dengan
Agus Hadian
Periodisasi
Marina
A Moeliono,
Ponpon
dan Sikap Bidan dalam Praktik Penyimpanan
Bidan Praktik Swasta
Mboe, Sri Endah Rahayuningsih,
Kusnandi
Artikel Pengembangan
Pendidikan
Keprofesian
7. Efektivitas Antikoagulan
Baru Dibandingkan
Mencegah
Vaksin pada
402
Rusmil
Berkelanjutan
(P2KB)
dengan Warfarin dalam
Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi
Alvin Nursalim,
407
Edwin Setiabudi
Journal of the Indonesian Medical Association
Majalah Kedokteran
Indonesia
TERAKREDITASI
Sesuai SK DIKTI Nomor: 511DIKTlIKepl2010
Masa berlaku tanggal, 5 Juli 2010 - 5 Juli 2013
" 'j
. '.\.
-~
,;
1...
3CJ7
ldjradinata
6. Pengetahuan
Muliadi
391
terhadap
Gross Motor Function Measure Dimensi D dan E Cerebral Palsy Spastik Diplegi
Tengku Misdalia,
,
Rahim
Artikel Penelitian
"1
'Sifllis Kongenital, Kembali Mengintai
Setelah Lama Tertidur
Fiva Aprilia Kadi, Sjarief Hidajat Effendi
Departemen Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/
Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
J
:.:
.-~
Abstrak
Pendahuluan:
Sifilis kongenital ada/ah penyakit yang ditemukan kembali sete/ah lama
menghilang. Penyakit menu/ar ini disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum yang
menginfeksi manusia secara kronik dan sistemik. Sifilis kongenita/ ditularkan oleh ibu ke
janin secara intrauterin. Dilaporkan seorang bayi perempuan berusia 3jam dirujuk ke RS Hasan
Sadikin, Bandung dengan sesak napas yang semakin memberat dan bercak kemerahan
menge/upas pada telapak tangan, lengan, dan tungkai bawah. Pasien lahir spontan dari
ibu G3P2AO, sesuai untuk usia kehamilan, dengan skor Apgar 4 dan 6. Dasar diagnosis sifilis
kongenita/ pada pasien ini adalah didapatinya hasil reaktif pada pemeriksaan VDRL dan
TPHA.
Kesimpulan: Pasien menga/ami pneumonia dengan sepsis awitan dini, sifilis kongenital, herpes simpleks neonatal, toksop/asmosis kongenital, dan hambatan pertumbuhan intrauterin
sehingga lahir kecil masa kehamilan. Kesulitan yang ditemui dokter adalah kondisi klinis
kurang stabil, banyaknya pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan, obat yang sulit
";,' diperoleh, dan status sosioekonomi keluarga pasien. J Indon Med Assoc. 2012;62:379-85.
, Kala kunci: sift/is kongenital, TPHA, VDRL
·l"
·r
~.
,.
, -!~
: Fiva Apriiia Kadi,
" Divisi Neurologi, Departemen llmu Kesehatan
Rurnah Sakit Hasan Sadikin, Bandung
JI. Pasteur No, 38
Anak Universitas
Padjadjaranl
379
.,:
\!':
,
Sifilis Kongenital,
Kembali
Mengintai
Setelah
Lama
Tertidur
Case Report Coming Back After a Long Sleep:
Congenital Syphillis as Re-emerging Disease
FivaAprilia Kadi, SjariefHidajat Effendi
Department
of Pediatric Health. Faculty of Medicine Universitas Padjajaran/
Hasan Sadikin Hospital. Bandung
Abstract
Introduction: Congenital syphilis is one of re-emerging diseases (diseases that were long gone
and then came back). Syphilis is an infectious disease caused by Treponema pallidum that infects
humans chronically and systemically. Congenital syphilis can be transmitted intrauterine from
mother to fetus. A 3-hour-old baby girl was referred to Hasan Sadikin Hospital. Bandung with
progressive dyspneu and patches of redness and blisters on the palms of the hands, arms and
lower limbs. She was born spontaneously to a G3P2AO mother, appropriatefor gestational age,
with APGAR score of 4 and 6. Diagnosis was confirmed by obtaining reactive VDRL and TPHA
results from the patient and her parents.
Conclusion: The 3 hours old baby girl was diagnosed with pneumonia and early-onset sepsis.
congenital syphilis, neonatal herpes simplex, congenital toxoplasmosis. and intrauterine growth
retardation. Doctors met a number of challenges including unstable clinical condition. numerous
examinations to perform, rare medication. and family's socioeconomic status. J Indon Med
Assoc. 2012;62:379-85.
Keywords: Congenital syphilis. TPHA, VDRL
Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan
oleh
kuman Treponema
pallidum
yang menyerang
manusia.
Penyakit ini bersifat kronik, sisternik, dapat mengenai semua
kematian.
Sebaliknya,
penanganan
yang berlebihan
akan
meningkatkan
penggunaan
antibiotik dan lama rawat inap."
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BSLR) yang diperberat
dengan sepsis dan infeksi kongenital
memiliki prognosis
bagian tubuh, dapat bersifat laten selama bertabun-tahun,
dan menular, Kabar baiknya, penyakit ini dapat diobati. Sifilis
sisa yang mengganggu
Pcndahuluan
kongenital
ditularkan
oleh ibu kepada
janinnya
secara
intrauterin. Sifilis kongenital dini merupakan gejala sifiJis yang
muncul pada dua tahun pertama kehidupan anak. Jika rnuncul
setelah dua tahun pertama kehidupan anak, penyakit disebut
sifilis kongenital lanjut, Gambaran klinis sifilis kongenital dini
i
i I
II
baik karena
tingginya
tumbuh
angka
kematian
kembang
serta gejala
bayi.'
Laporan Kasus
Seorang bayi perempuan
berusia 3 jam dibawa ke
emergensi anak RS Hasan Sadikin (RSHS), Bandung dengan
keluhan utama sesak nafas. Sejak lahir, penderita mengalami
sesak napas yang semakin bertambah
tanpa kebiruan di
sangat bervariasi, mengenai berbagai organ, dan menyerupai
sifilis stadium Il.lnfeksi padajanin terjadi melalui aliran darah
sehingga tidak dijumpai kelainan sifilis primer. I Bayi dapat
sekitar mulut. Ditemukan pula bercak kemerahan dan kulit
melepuh pada kedua telapak tangan, lengan, serta tungkai
tampak lahir sehat dan baru menunjukkan
kelainan setelah
beberapa minggu, tetapi dapat pula menunjukkan
kelainan
sejak lahir seperti pada penderita ini.' Sifilis merupakan re-
bawah. Kejang maupun penurunan
kesadaran disangkal.
Pcndcrita diberi oksigcn olch bidan pcnolong kcmudian
dirujuk
emerging disease (penyakit yang sudah lama hi lang kemu.dian muncul kembali). Angka kejadian di seluruh dunia diperkirakan sekitar setengah juta bayi baru lahir setiap tahunnya.?
Respiratory distress pada bayi baru lahir menyebabkan
angka kematian
dan kesakitan
yang tinggi. Pneumonia
merupakan penyebab terbanyak respiratory
distress pada
neonatus. Pneumonia awitan dini dan pneumonia intrauterin
ditemukan pada sekitar 10-38% autopsi bayi lahir mati dan
20-63% bayi labir hidup yang kemudian meninggal dunia
saat periode
memperburuk
I
kurang
380
neonatus.'
keadaan
Keterlambatan
pengobatan
akan
bayi dan dapat menyebabkan
Garnbar
1. Keadaan
J lndon
Urn urn Pender
Med Assoc,
Volurn:
ita di Ruang
62, Nornor:
Ernergensi
10, Oktober
2012
Sifilis Kongenital, Kemba/i Mengintai Setelah Lama Tertidur
Penderita lahir dari ibu PlAohamil eukup bulan, spontan,
ditolong bidan, skor Apgar 4/6. Ketuban peeah dua rnenit
sebelum bayi lahir dan berwama kehijauan. Satu bulan
sebelum rnelahirkan, ibu penderita mengalami demam disertai
batuk dan pilek selama satu minggu. Ia diberi obat penurun
panas dan vitamin dari puskesmas. Sejak usia keharnilan dua
bulan, kemaluannya
mengeluarkan
eairan berwarna
kekuningarildan berbau. Kulit di sekitar kemaluan terasa gata!.
Ibu penderita tidak berobat untuk keluhan ini.
Ibu menjalani antenatal care di bidan sebanyak
delapan kali selarna kehamilan, tidak pernah merokok, dan
tidak rninum alkohol. Penambahan berat badan ibu sembi Ian
kilogram. Hari pertama haid terakhir adalah I Mei 2011 dan
taksiran kelahiran jatuh pada 8 Februari 2012. Sebelum
melahirkan pasien, orang tua telah rnemiliki anak yang saat
ini berusia 11 tahun dan 8 tahun dengan riwayat persalinan
normal dan keadaan sehat. Selama mengandung pasien, ibu
penderita bekerja sebagai pembantu rumah tangga selama
16 jam sehari sampai usia kehamilan delapan bulan. Ayah
pasien adalah seorang buruh bangunan dengan riwayat
sering berganti pasangan seksual dan terkadang minurn
minuman keras sebelum rnenikah. Riwayat konsumsi obatobatan terlarang maupun pemasangan tato disangkal.
Saat datang di emergensi RSHS, penderita didiagnosis
dengan pneumonia dengan sepsis awitan dini, suspek sifilis
kongenital, bayi cukup bulan (38 minggu), keeil masa
kehamilan, intrauterine growth retardation, bayi berat lahir
.rendah, hipoglikemia, dan trornbositopenia. Antropometri
rnenunjukkan berat badan lahir 2000 gram, panjang badan
lahir 44 em, lingkar kepala 30 em, dan Iingkar perut 27 em.
New Ballard Score (NBS) sebesar 35, setara dengan usia
kehamilan 38 minggu. Penderita tampak letargis, sesak (skor
Dawne 3), saturasi oksigen perifer 94%, dan ikterik. Tidak
diternukan kelainan pada pemeriksaan kepala, kelamin, dan
anus. Didapati petekie pada daerab toraks dan abdomen serta
bereak kemerahan berupa lesi rnultipel diskret berbentuk bulat
dan tidak teratur berukuran 0,5 em-I em x 0, I em-0,8 em,
berbatas tegas, sebagian menimbul, sebagian kering, berupa
bula berdinding kendur, pustul, makula, dan eritema pada
telapak tangan, lengan, dan tungkai bawah.
Cambar
2. Lesi Pad a Tclapak
Tangao
Dan Telapak
Kaki
J Jndon Med Assoc, Volum: 62, Nomor: 10, Oktober 2012
Didapati pula hepatosplenomegaIi dengan refleks Moro,
hisap, genggam, dan rooting yang lernah. Pemeriksaan
laboratorium darah: Hb 14,8 g/eIL, hematokritt43%, leukosit
1O.900/mml,trornbosit56.000/mml,natrium 137mEqlL, kalium
4,7 mEqlL, kalsium 5,17 mg/L, gula darah sewaktu (GDS) 20
mg/dL, dan hitungjenis basofil 0, eosinofil3, batang 2, segmen
36, lirnfosit 57, dan monosit2. Morfologi darah tepi seri eritrosit
menunjukkan adanya polikromasi anisopoikilositosis. Seri
leukosit tidak menunjukkan adanya kelainan morfologi. Pada
seri trombosit didapati jumlah kurang dan ditemukan giant.
thrombocyte.
Kultur resistansi darah dan pus sudah
dilakukan, tetapihasil baru akan didapatkan setelah beberapa
hari. Pada pemeriksaan rontgen toraks, tidak tampak
kardiomegali (CTR 52%) dan terdapat bronkopneumonia pada
paru kanan.
Penderita dikonsultasikan ke Bagian Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin dengan diagnosis kerja Transient Neonatal
Pustular Melanosis dan diagnosa banding.sifilis kongenital.
Tata laksana untuk penderita pada saat itu adalah suhu
dipertahankan 36,5-37 ,5°C penernpatan ill inkubator, oksigen
lembap 0,5 liter/menit via nasal, vitamin K intramuskular 1 mg
1M, salep mata antibiotik pada kedua mata, sementara NPO
(nothing peroral), pemasangan oral gastric tube (OGT), bolus
dengan dekstrosa 10% (2 cc/kg BB), serta infus kebutuhan
cairan dengan menggunakan eairan yang mengandung
dekstrosa dan kalsium. Penderita diberi antibiotik sefotaksim
2x 100 mg IV dengan gentamisin 10 mg IV tiap 24 jam. Direneanakan pemberian penisilin prokain 50.000 IU/kg menunggu
hasil pemeriksaan VDRL bayi dan ibu. Tata Laksanadari bagian
kulit adalah pemberian emolien yang dioleskan dua kali sehari
pada seluruh tubuh. Pungsi lumbal sempat dicoba tetapi tidak
diJanjutkan karena terdapat kesan perdarahan yang sulit
berhenti. Pasien diberi vitamin K 5 mg subkutan, transfusi
Fresh Frozen Plasma (FFP) 20 ce, dan trombosit 20 ec. Hasil
GDS setelah bolus 65 mg/dL. Pemeriksaan GDS ulang
berikutnya menunjukkan hasi168-97 mg/eIL.
Selama perawatan di ruangan oeonatologi, didapati Hb
13,7 g/dL, Ht: 36%, leukosit 13.900/mml, trombosit 41.0001
mm', dan hitung jenis 0/1/0/5 1/4117.Hasil TPHA reaktif, GDS
79 gldL, Dan albumin 2,4 gldL. Hasil CT scan kepala dan
rontgen tulang dalam batas normal. USG mendapati adanya
sludge di kandung empedu, sedaogkan hepar dan lien berada
dalarn batas normal. Pemeriksaan laboratorium khusus
menunjukkan anti-HIV non reaktif, anti-HSV I IgG positif,
anti-Rubela 19G positif (titer 52), anti-Rubela IgM negatif,
anti-CMV IgG positif(titer 43), anti-CMV 19M negatif, antiHSV 21gG positif, anti-HSV JgM positif antitoksoplasma IgG
positf(titer 598), dan antitoxoplasma IgM negatif.
Sementara itu, hasil pemeriksaan darah ibu mendapati
VDRL reaktif( J:32), TPHA reaktif(l :640), anti-HSV 1 IgG
positif, anti-Rubela IgG positif (titer 89), anti-Rubela [gM
negatif, anti- CMV IgG positif(titer 26), anti-CMV 19M negatif,
anti-HSV 2 19G positif, anti-HSV 19M negatif, antitoksoplasma IgG positif (titer J02), antitoksopJasma IgM
381
1;
Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur
hepatosplenomegali,
trombositopenia,
dan ikterus pada bayi.
negatif, dan HBsAg negatif. Hasil pemeriksaan
darah ayah
menampilkan
VDRL reaktif, TPHA reaktif, anti-HIV non
Semua kelainan tersebut terdapat pada penderita
reaktif
sejak
Hasil
kultur
resistansi
dari cairan
bula mendapatkan
awal sudah
disebabkan
terpikirkan
oleh pneumonia
bahwa
ini, sehingga
respiratory
distress
awitan dini atau intrauterin
yang
kuman Staphylococcus haemolyticus sensitif. Kadar bilirubin total 12,21 mg/dL, bilirubin direk 6 mg/dL, SGOT 184 UIL,
SGPT 278 UfL, GDS 68 mg/dL, ureumfkreatinin 43/0,36 UIL,
berhubungan
dengan infeksi sistemik pada ibu.
Makula hiperpigrnentasi
di ekstremitas
disertai kulit
melepuh saat lahir yang tampak pada penderita merupakan
CRP lqiantitatif87,5,
dan NalK/Ca 146/4,7/5,29. Didapatlah
kesan 4neumonia dengan sepsis awitan dini, sifilis kongenital, herpes simpleks neonatal, toksoplasmosis
kongenital
gambaran kbas sifilis kongenital. Saat masuk RSHS, diagnosis ini tidak dijadikan diagnosis kerja karen a kasus sifilis
kongenital sangatjarang ditemukan, Sejak 2005, hanya tercatat
pada bayi cukup
dua kasus.
Penyakit infeksi yang sudah terkendali tetapi meningkat
kembali sudah dibicarakan sejak awal 1990-an dan diprediksi
menjadi masalah global di masa mendatang. Saat ini,re-emerg-
bulan
(38 rninggu)
dengan
kecil
masa
kehamilan,
intrauterine growth retardation, berat lahir
rendab, bipoglikemia,
hipoalbuminemia,
anemia et causa
infeksi, dan trombositopenia.
Oilakukan pemberian penisilin prokain Ix90.000 IV IM,
meropenem 3x80 mg IV, dan asiklovir 20 mglkg/dosis setiap 8
jam. Pada perawatan hari keenam orang tua penderita meminta
pulang setelah rnelihat anaknya mengalami perbaikan. Pada
usia dua bulan dilakukan kunjungan
rumah dengan hasil
kondisi bayi tampak aktif, minum baik, dan lesi kulit hilang.
Pengukuran antropometri mendapatkan
berat sesuai usia <3 SO, berat menurut panjang badan antara -2 sampai dengan
-3 SO, dan panjang menurut usia 0 sampai dengan -2 SO.
Ukuran lingkar kepala <3 SD.
ing infectious diseases harus tetap dipertimbangkan
sebagai
kemungkinan
penyebab
penyakit."
Oi seluruh
dunia,
diperkirakan terdapat setengahjuta
kejadian sifilis kongenital
setiap tahunnya. Di Detroit Health Department Amerika
Serikat, sejak 2002-2004
Fenomena
fenomena
didapati
mulut,
faring,
laring,
dan mukosa
(snuffles) dengan gambaran
Permasalahan
yang perlu dibahas pada penderita ini
terutama adalah penegakan diagnosis dari sekumpulan gejala,
yang mula-mula
umum tampak
ikterus, serta
kelainan kul it yang tampak sejak lahir. Bahasan lainnya adalah
tata laksana, prognosis, dan masalah sosial.
Pneumonia intrauterin dipertimbangkan
pada beberapa
manifestasi yang timbul sejak dini, seperti bayi lahir mati,
skor APGAR yang rendah, atau respiratory distress berat
saat lahir yang sering berkaitan dengan korioamnionitis.
Pneumonia intrauterin dapat terjadi juga pada infeksi sistemik
ibu, seperti rubela, sitomegalovirus,
T pallidum, Listeria
monocytogenes,
asimtomatik
tuberkulosis,
pada ibu, tetapi
dan HIV. lnfeksi ini dapat
menirnbulkan
gejala seperti
merupakan
yang tidak
terdeteksi dan tidak dilaporkan.
Pada bayi dapat dijumpai
pertumbuhan
intrauterin
terlambat, kelainan membran mukosa, mucous patch di bibir,
Diskusi
yaitu respiratory distress dengan keadaan
sakit berat dan letargis, bepatosplenomegali,
88 kasus sifilis kongenital.
yang terjadi di Indonesia mungkin
gunung
es karena banyak kasus
genital,
rinitis sifilitika
yang khas berupa cairan hidung
encer kemudian menjadi pekat, purulen dan
hemoragik, adanya kelainan kulit, rambut dan kuku. Bula dapat
ditemukan sejak lahir, tersebar secara simetris terutama pada
telapak tangan dan telapak kaki. Makula,
papula, atau
papulomatosa
tersebar secara generalisata
dan simetris. Di
daerah lembap, papula menjadi erosif dan membasah atau
menjadi hipertrofik (kondilornalata).
Pada kasus berat, tarnpak kulit menjadi keriput terutama
pada daerah
muka sehingga
bayi tampak
seperti orang tua.
Rambut jarang dan kaku serta terdapat alopesia
areata
terutama pada sisi dan belakang kepala. Alopesia dapatjuga
mengenai alis dan bulu mata. Onikosifilitika
disebabkan oleh
papula yang timbul pad a dasar kuku dan menyebabkan
kuku
menjadi teriepas. Kuku baru yang tumbuh berwama suram,
tidak teratur, dan menyempit pad a bagian dasarnya. Kelainan
tulang dapat terjadi pacta enam bulan pertama, meliputi
osteokondritis,
periostitis,
dan osteitis pad a tulang-tulang
panjang. Pseudoparalisis
pada anggota gerak disebabkan
oleh pembengkakan
periartikular dan nyeri pada ujung-ujung
tulang sehingga gerakan menjadi terbatas.
Hampir semua organ dapat menjadi sasaran sifilis. Pad a
penderita ini terdapat kelainanpada
kulit dan organ dalam
(hepatosplenoinegal
i, pneumonia).
Diagnosis
si fi Iis
dipastikan dengan menemukan T pallidum sebagai penyebab
, infeksi pada bahan sediaan
klinis. Sebagai
pernbantu
penegakan diagnosis, Tes Serologi Sifilis (TSS) yang terdiri
dari nontreponemal
Gambar
. 382
3. Setelah
Pengobatan
Labora(oriesrypRL)
(Wass~nnan,
Veneral Disease Research
dan treponemal(Treponema pallidum
Jlrid~h:Med,',ASSOC, "olum: 62, Nomor: ]0,
Oktober
2012
3
Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur
Haemaglutination AssayrrPHA) dapat rnenjadi pilihan. Pada
penderita dan orang tuanya didapatkan hasil VDRL dan
TPHA yang reaktif. Hal itu rnenunjukkan bahwa rnereka telah
menderita penyakit sifilis.'
Terdapat beberapa panduan untuk pengobatan sifilis
kongenital, di antaranya adalah rekomendasi dari Centrefor
Control disease and Prevention (CDC) yang terdiri dari 4
skenario. P~ien ini digolongkan ke dalam skenario I, yaitu:'
a. Salah s~ di bawah ini menunjukkan terbukti atau highly
probable:
Pemeriksaan fisis abnormal yang menunjukkan sifilis
kongenital;
Titer nontreponemal4 kali lipat lebih tinggi diban-dingkan
titer ibu (tidak adanya peningkatan titer lebih dari 4 kali
tidak mengeksklusi sifilis kongenital);
Darkfield positif atau tes fluoresens antibodi positif;
b.
c.
Evaluasi selanjutnya pada bayi yangterbukti atau highly
probable:
Analisa CSS untuk VDRL, hitung sel, dan konsen-trasi
protein;
Pemeriksaan darah lengkap dengan hitung jenis dan
hitung trornbosit;
Tes lain sesuai indikasi k1inis rneliputi foto rontgen tulang
panjang, foto toraks, tes fungsi hati, ultra-sonografi
kepala, pemeriksaan mata, dan pemerik-saan telinga;
Terapi untuk bayi yang terbukti atau highly probable
harus meliputi:
Penisilin prokain aqueous G 100.000-150.000 unit/kglhari
IV,diberikan 50.000 unit/kg/dosis IV setiap 12jam selama
7 hari pertama dan setiap 8 jam pada hari selanjutnya
hingga total 10 hari;
Penisilin prokain G 50.000 unit/kg/dosis 1M setiap hari
selama 10 hari.
Temyata, obat tersebut sulit diperoleh karena sudah
jarang diproduksi. Namun, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat masih memilikinya walau hanya 10vial. Dengan adanya
re-emerging diseases, seharusnya klinisi dapat mengadvokasi pemerintah untuk kembali menyediakan obat tersebut.
Sifilis diduga rnerupakan penyakit menular seksual yang
paling erat kaitannya dengan infeksi HIV. Pada penderita telah
dipikirkan kemungkinan ini, ayah penderita mengalami
penurunan berat badan dan diare kronis. Oleh karen a itu,
dilakukan VCT pada ibu dan Provider Initiated Counsel;
ling and Testing (PICT) pada ayah penderita, tetapi hasil
pemeriksaan anti-HIV nonreaktif. Hasil ini belum merupakan
diagnosis pasti karena masih mungkin dalam window period sehingga harus dilakukan pemantauan dan pemeriksaan
ulang enarn bulan yang akan datang.
, Penderita ini juga didiagnosis sebagai bayi lahir kecil
rnasa kehamilan (KMK), yaitu bayi yang lahir dengan berat
danlatau panjang lahir danJatau lingkar kepala kurang dari
persentil ke-IO menurut kurva usia kehamilan (kurva
J
.
-:,':
. _" :~~.~:.:.
Indon
Med Assoc.
Volum:
62, Nomor:
10, Oktober
2012
Lubchenlco). Bayi KMK juga dapat dikategorikan sebagai
asimetris (berat lahir secara proporsional kurang dari panjang
lahir dan lingkar kepala) atau simetris (semua indikator
pertumbuhan di bawah nilai rata-rata). Berbagai masalah
dapat dialami bayi KMK, misalnya kematian intrauterin,
asfiksia, hipotermia, hipoglikemia, hiperglikernia, polisitemia,
perforasi intestinal, dan irnunodefisiensi."
Pada kasus ini, penderita termasuk bayi KMK karen a
berat lahir kurang dari persentil ke-l O menurut kurva usia
kehamilan Lubchenko. Penderita ini termasuk bayi KMK
simetris karena panjang lahir dan Iingkar kepala penderita
juga berada di bawah persentil 10. Penyebab lahir KMK
adalah infeksi sistemik pada ibu dan faktor nutrisi karen a
tingkat aktivitas ibu yang tinggi serta tingkat sosioekonomi
rendah. Permasalahan yang dihadapi penderita ini adalah
sistem metabolisme (hipoglikemia) dan sistem imunologi
(imunodefisiensi),
Sistem imunologis yang rendah memudahkan terjadinya
sepsis neonatorum. Diagnosis sepsis neonatorum awalnya
sering tidak jelas dan tidak spesifik serta dapat memberat
dalam waktu singkat, Diagnosis pasti biasanya ditegakkan
berdasarkan hasil kultur positif. Dikenal istilahfetal inflammatory response syndrome (FIRS) yang kemudian diikuti
terjadinya sepsis sampai akhirnya kematian. Diagnosis FIRS
dapat ditegakkan apabiladitemukan dua atau lebih keadaan,
yaitu laju napas >60xlmenit dengan atau tanpa retraksi dan
desaturasi 0z' suhu tubuh tidak stabil « 36°C atau >37 ,soC),
capillary refill time> 3 detik, hitung leukosit <4.000/mro3 atau
>34.0001 mm', atau C-reactive Protein (CRP) > 10 mg/dL.
Pada 2004, The International Sepsis Forum mengajukan
usulan kriteria diagnosis sepsis pada neonatus apabila
terdapat FIRS disertai dengan satu atau lebih gejala klinis
infeksi. Gejala klinis infeksi yang dimaksud: (1) variabel klinis
yang berupa denyut jantung 2:180xlmenit, :SIOOxlmenit,
letargis atau penurunan kesadaran, intoleransi glukosa
(glukosa plasma> 180 mg/dL), intoleransi minum, (2) variabel
hemodinamik yang terdiri dari tekanan darah 2 SD di bawah
nilai normal untuk usia, tekanan darah sistolik <50 mmHg
(neonatus usia 1 hari) , tekanan darah sistolik <65 mmHg
(neonatus usia <I bulan), (3) variabel perfusi jaringan yaitu
waktu pengisian kembali kapiler >3 detik, laktat plasma >3
mmollL, dan (4) variabel inflamasi yang mencakup neutrofil
imatur > I 0%, rasio imatur:total
neutrofil (IT) >0,2,
trombositopenia < 100.000/mro3. 13 Penderita didiagnosis sepsis neonatorum berdasarkan adanya penurunan kesadaran,
takipneu, trombositopenia, dan CRP > 10 mg/dl.."
Sepsis neonatus dibagi menjadi sepsis awitan dini (usia
g hari setelah persalinan) dengan sumber infeksi berasal
darijalan lahir ibu dan sepsis awitan lanjut (usia >7 hari setelah
persalinan) dengan sumber .infeksi berasal dari lingkungan
(nosokomial) atau perawatan lama di rumah sakit sebelumnya
karen a berat lahir sangat rendah.' Faktor risiko terjadinya
sepsis neonatorum meliputi faktor ibu, faktor bayi, dan faktor
lain. Faktor ibu mencakup ketuban pecah dini (> 18 jam),
383
j'!l
r
Sifilis Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur
,.i.
,~
I
;1
:1
'1,
~
,
1
!
II
iii
I'
infeksi dan demam, air ketuban hijau keruh dan berbau, dan
kehamilan multipel, Faktor bayi meliputi prematuritas dan
berat lahir rendah, resusitasi saat kelahiran akibat gawat janin
dan trauma, prosedur invasif, bayi dengan galaktosemia,
defek imun, asplenia, asfiksia, caeat bawaan, pemberian nutrisi
parenteral, atau perawatan yang terlalu lama di RS, Faktor
risiko lain mencakup pula bayi laki-laki, bayi kulit hitam, dan
statu~ekonomi rendah.!
4ntibiotik spektrum luas diberikan sebagai terapi inisial
pada sepsis neonatorum karena kuman penyebab infeksi pada
masa neonatus adalah streptokoleus grup B, diikuti oleh
organisme enterik grarn negatif terutama Escherichia coli, di
samping Staphylococcus aureus, Streptococcus lainnya,
mikroba anaerob, Haemophilus injluenzae, Enterobacter sp,
Pseudomonas sp, dan lain-lain. Pada kasus ini, penderita
mendapatkan sefotaksim dan gentamisin. Karena penderita
belum menunjukkan perbaikan klinis, obat kemudian diganti
dengan amikasin dan meropenem sesuai hasil kultur dan tes
resistansi.'
Pada penderita ini juga terdapat kolestasis jaundice.
Angka kejadian penyakit ini adalah 1:2500 kelahiran.
Penyebab kolestasis sangat bervariasi, tetapi umumnya
memberikan manifestasi klinis yang harnpir sarna. Seeara garis
besar, penyebab kolestasis dibedakan menjadi kolestasis
intrahepatik dan ekstrahepatik. Kolestasis intahepatik terjadi
akibat gangguan sekresi bilirubin di antara mikrosom hati
dengan saluran empedu. Dari pemeriksaan laboratorium
didapatkan peningkatan enzim SGOT dan SGPT > I0 kali dan
alkali fosfatase <5 kali. Kolestasis ekstrahepatik terjadi akibat
adanya hambatan atau obstruksi di sa luran empedu. Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan adanya peningkatan
enzim SGOT dan SGPT <10 kali, sedangkan alkali fosfatase
meningkat >5 kali. Pada penderita ini, kolestasis yang terjadi
merupakan kolestasis intrahepatik yang mungkin disebabkan
infeksi TORCH (hasil serologis TORCH positif) dan
ekstrahepatik karena hasil USG menunjukkan adanya sludge
di kandung ernpedu.?
Penyebab kolestasis intrahepatikpada
bayi lebih
beragam dibandingkan anak yang lebih besar karen a hati
bayi yang masih imatur. Beberapa peneliti melaporkan, infeksi .
TORCH hanya rnenyumbang 5% dari penyebab kolestasis.
Manifestasi klinis pada toksoplasmosis atau CMV kongenital
dapat menyerupai atau disertai infeksi organisme lain. Oleh
karenanya, keadaan ini harus dibandingkan dengan infeksi
perinatal lain yang disebabkan virus Herpes simplex, virus
Rubella, HIV, dan bakteri lain. Infeksi kongenital oleh TORCH
sering kali disertai dengan kelainan bawaan seperti korioretinitis, mikroftalmia, katarak, hepatospienomegali, hiperbilirubinemia, retardasi pertumbuhan intrauterin, mikrosefai,
retardasi psikomotor, atau tuli sensorineural. Pada pemantauan penderita, saat ini didapati mikrosefal, hepatospienomegali, dan hiperbilirubinernia.'?
Pada penderita dilakukan pemeriksaan serologis untuk
mendeteksi infeksi TORCH dengan pemeriksaan antibodi JgM
384
dan IgG menggunakan metode enhanced chemiluminescence immunoassay (ECLlA). Hasil pemeriksaan mendapati
IgM antitoksoplasma nonreaktif, tetapi IgG antitoksoplasma
reaktif 598 IU/mL, IgM CMV nonreaktif dan IgG CMV reaktif
43 IU/mL, IgM anti-Rubella negatif dan IgG anti-Rubella
positif, anti-HSV 1 Ig G positif dan anti-HSV 2 IgG positif,
serta anti-HSV IgM positif. Hal ini menunjukkan adanya
infeksi HSV pada bayi yang dapat terjadi pada saat persalinan
maupun intrauterin. IgM anti-HSV dapat positif sejak empat
minggu pertama kehidupan dan dapat menetap hingga
berbulan-bulan sarnpai satu tahun. Meskipun demikian, diagnosis pasti ditegakkan berdasarkan kultur dan isolasi virus. Apabila pemeriksaan tidak tersedia, diagnosis didasarkan
pada gejala klinis.
Selain itu, diagnosa toksoplasmosis kongenital juga
dapat ditegakkan pada penderita ini dengan adanya titer
antitoksoplasma bayi 4 kali Iipat titer antitoksoplasma ibu
(598: 102). Pasien juga masih mungkin menderita infeksi
sitomegalovirus
maupun rubela sehingga memerlukan
pemantauan dan pemeriksaan ulang satu bulan berikutnya
untuk membandingkan adanya kenaikan titer antibodi. Bagi
penderita imunokompeten, serokonversi atau peningkatan
empat kali IgG spesifik dan didapatnya IgM menunjukkan
infeksi aleut. Konsentrasi IgG pad a neonatus berkurang atau
dapat menetap hingga 6-12 bulan bergantung pada titer awal
dan akan naik lagi bila bayi dapat membuat IgG sendiri pada
umur lebih kurang 3 bulan. Pada bayi yang terinfeksi, titer
IgG akan tetap tinggi sedangkan pada bayi yang tidak
terinfeksi, titemya larnbat laun akan menurun. Titer IgG yang
tinggi disertai tidak adanya IgM menunjukkan infeksi kronis
laten masa larnpau yang didapat dari ibunya melalui plasenta.
Anak dianggap bebas dari infeksi kongenital jika tidak
menampakkan gejala klinis dan serologi menjadi negatif
setelah antibodi maternal yang ditransmisikan secara pasif
menghilang.'
Deteksi kelainan kongenitaJ yang menyertai infeksi CMV
atau toksoplasma dapat dilakukan lebih lanjut untuk mencari
adanya perdarahan atau kalsifikasi periventrikuler,
di
antaranya dengan pemeriksaan
CT scan. Sementara,
Brainstearn Evoked Response Audio (BERA) dipakai untuk
mendeteksi tuli saraf pascanatal.!' Pada penderita ini tidak
didapatkan kelainan pada garnbaran CT scan kepala dan belum
dilakukan pemeriksaan otoacoustic emission (OAB) atau
BERA karena kondisi umum penderita belum memungkinkan.
Terapi pirimetamin dan sulfadiazin merupakan obat
toksoplasmosis
kongenital
pilihan untuk mencegah
progresivitas kelainan hati dan komplikasi susunan saraf
pusat. Obat ini dapat menyebabkan depresi sum sum tulang
yang menyebabkan trombositopenia, leukopenia, dan anemia. Terapi diberikan selama setidaknya satu tahun.
Pirimetamin loading dose 2 mg/kg BB/hari (maksimum 50
mg/hari) diberikan selama dua hari pertama, dilanjutkan
dengan dosis pemeiiharaan 1mg/kg BB/hari (maksimum 50
mg/hari) seiama dua hingga enam bulan, kemudian I mg/kg
J Indon Med Assoc, Velum: 62, Nomor: 10, Oktober
2012
Sift/is Kongenital, Kembali Mengintai Setelah Lama Tertidur
BB/hari tiga hari dalam satu minggu per oral. Sulfadiazin
diberikan 100 mg/kg BB/hari dibagi dalam dua dosis dan asam
folat 5-10 mg diberikan tiga kali dalam satu rninggu."
Terapi terpilih untuk herpes simpleks neonatal adalah
asiklovir dengan dosis 60 mg/kg/hari, diberikan dalam tiga
dosis selama 14-21 hari. Fungsi ginjal harus diperiksa sebelum
pemberian obat dan darah lengkap harus diperiksa dua kali
seminggu s~ama pemberian obat untuk melihat adanya efek
I
samping depresi sumsum tulang.'?
Hallaih yang penting diperhatikan pada pengelolaan
pasien ini adalah masalah sosial, yaitu kondisi ekonomi
orangtua penderita yang rendah sehingga sejak awal dirawat
di ruang emergensi anak RSHS, penderita sudah akan dibawa
pulang paksa. Adanya Jaminan Persalinan (Jampersal) telah
sang at membantu daJam perawatan penderita, tetapi hingga
hari perawatan keenam, orang tua tetap berkeinginan
membawa pulang anak dengan alasan ekonomi. Hingga saat
ini, masih diupayakan agar penderita dapat meneruskan
perawatan hingga sembuh. Oleh karena itu, perlu diberikan
penje!asan yang menye!uruh kepada orang tua tentang
penyakit dan penyulit yang dapat timbul pada anaknya.
Penderita akan dipulangkan jika kondisi klinis stabil, tanda
vital stabil, sudah mempunyai refleks hisap, dan orang tua
mengetahui eara perawatan bayi. Perlu ditekankan agar orang tua bersedia menjalani pengobatan sifilis dan gonore
yang mereka derita agar tidak menjadi sumber penularan.
Kesimpulan
Bayi perempuan berusia 3 jam dengan respiratory distress dan Iesi kulit di atas mengalarni pneumonia dengan sepsis awitan dini, sifilis kongenital, herpes simpleks neonatal,
toksoplasmosis kongenital, dan intrauterine growth retardation sehingga lahir keeil mas a kehamilan. Jika tidak
ditangani secara menyeluruh, dapat terjadi fetal inflammatory response syndrome (FIRS) yang berpotensi menyebabkan kematian. Kesulitan yang diternui dokter saat
menangani pasien adalah kondisi klinis kurang stabil,
banyaknya pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan,
J
Indon
Med Assoc,
Volum:
62, Nomor:
10, Oktober
2012
obat yang sulit diperoleh untuk re-emerging disease. dan
status sosioekonomi keluarga pasien. Setelah perawatan dan
observasi, dua bulan kemudian bayi telah aktif, minum baik,
dan Iesi kulit tampak menghilang.
Daftar Pustaka
I.
2.
3.
4.
5.
6.
Kollmann TR, Dobson S. Syphillis. In: Remington JS, Klein JO,
Wilson CB, Nizet V, Maldonado YA, editors. Infectious disease
of the fetus and newborn infant. 7"' ed. Philadelphia:
Saunder;
2011. p. 524-57.
Weber MW, Charlin IB, Catchalian
S. Predictors of neonatal
sepsis in developing countries. Pediatr Infect Dis I. 2003;22:7116.
Duke T. Neonatal
pneumonia
in developing
countries.
Arch.dis.child.Fetal
neonatal. 2005;90;211-9.
Morens OM, Folkers GK, Fauc AS. The challenge of emerging
and re-emerging infectious diseases. Nature. 2004;430.
Yernacchio L. Syphillis. In: Cloherty JP, Eichenwald EC, Stark
AR, editors. Manual of neonatal care. 6'" ed. Philadelphia:
Lippincott Williams & Wilkins; 2008. p. 309-14.
Bone RC, Balk RA, Cerra FB. Definition for sepsis and organ
failure and guidelines for the use of innovative therapies in sepsis. AACP/SCCM Consensus Conference. Chest 1992; 10 I:1644-
55.
7.
Golstein B, Giroir B, Randolph A. International pediatric sepsis
consensus conference: definitions for sepsis and organ dysfunction in pediatrics. Pediatric Critical Care Medicine: 2005;6(1):2-
8.
8.
<fI
10.
II.
12.
Puopolo KM. Bacterial and fungal infection. In: ClohertyJf",
Eichenwald EC, Stark AR, editors. Manual of neonatal care. 6'"
ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2008. 'p.
Mohan N. Neonatal cholestasis. Indian J Pediatr. 2006; 12(3):254-
6.
Dehghani SM, Haghighat M, lmanieh MH, Geramizadeh B. Comparison of different diagnostic methods in infants with cholestasis.
World J Gastroenterol.
2006; 12(36):5893-6.
Bisanto I. Kolestasis intrahepatik pada bayi dan anak. In: Juffrie
M, Soenarto S, Oswari H, Arief S, Rosalina I, Mulyani N, editors.
Buku ajar gastroenterohepatologi
IDA!. Jakarta: Badan Penerbit
IDAf; 2010. p. 365-83.
Guitierrez KM, Whitley RJ, Arvin AM. Herpes simplex virus
infection. In: Remington JS, Klein 10, Wilson CB, Nizet Y,
Maldonado YA, editors. Infectious disease of the fetus and newborn infant. 7"' ed. Philadelphia: Saunder; 2011. p. 813-31
385
Download