Bab 4 Simpulan dan Saran 4.1 Simpulan Munculnya fenomena

advertisement
Bab 4
Simpulan dan Saran
4.1 Simpulan
Munculnya fenomena Shoushika di tahun 2002 hingga 2007 disebabkan adanya
penundaan keinginan memiliki anak pada wanita bekerja yang disebabkan oleh dua
faktor yakni, motivasi terhadap prestise, dan motivasi terhadap ekonomi dan jabatan
dalam pekerjaan yang dipengaruhi oleh pemikiran feminisme sosialis pada wanita
bekerja yang menunda memiliki anak tersebut.
Pada masa sebelum Perang Dunia Pertama di Jepang, peranan wanita sebagai isteri
dalam keluarga di masyarakat tradisional Jepang ialah sebagai orang yang bekerja
dalam rumah, mengurus rumah tangganya, melahirkan anak, merawat anak, mengurus
dan patuh terhadap suami beserta orang tua suaminya.
Bagi wanita yang belum menikah, segala hal yang akan dikerjakan harus atas seizin
orang tuanya. Pada saat itu kesempatan wanita dalam mengembangkan diri, tidak
seleluasa dan sebebas laki – laki, dalam hal menentukan hidup seperti pekerjaan,
pasangan hidup, dan lain-lain. Wanita pada saat itu diharuskan mengabdi pada keluarga.
Ketika Perang dunia berakhir di Jepang, peluang bekerja pada wanita terbuka lebar.
Selain karena banyak pria yang meninggalkan pekerjaan menjadi petani, dan mengadu
nasib ke kota. Sehingga menyebabkan wanita pun turut serta membantu keluarganya
x
bekerja di sawah. Tidak saja di sektor pertanian, tapi di bidang industri. Wanita pun
turut serta berpartisipasi dalam dunia kerja buruh pabrik.
Sekitar tiga puluh lima tahun yang lalu di Jepang, seorang wanita muda di harapkan
menikah pada usia 20-24 tahun. Dan setelah mereka menikah, wanita mulai
memfokuskan dirinya pada kehidupan rumah tangganya. Pendidikan yang telah dijalani
wanita sebelum menikah, digunakan untuk mendidik anak yang mereka miliki kelak.
Seiring perkembangan zaman, dengan banyaknya paham- paham feminisme dari
dunia Barat yang dipopulerkan oleh kaum sosialis, penyetaraan hak antara laki – laki
dan perempuan mulai ditegakkan. Dahulu, laki–laki dalam keluarga tradisional Jepang
sangatlah penting perannya di dalam keluarga. Selain sebagai ahli waris seluruh
kekayaan di dalam rumah, peranan laki–laki juga sebagai pencari nafkah. Oleh karena
itu, laki – laki diberi kesempatan untuk mengemban pendidikan setinggi mungkin, serta
bekerja diluar rumah, tanpa perlu turut serta mengurus kehidupan di dalam rumahnya.
Setelah masuknya paham – paham feminisme tersebut, para orang tua yang memiliki
anak perempuan, mulai menyekolahkan anaknya hingga ke jenjang perguruan tinggi
dengan harapan bahwa putrinya dapat memperoleh kehidupan yang sejahtera untuk
masa depannya kelak, serta menjadi kebanggan orang tua sama halnya dengan anak
laki-laki.
Dengan berkembangnya tingkat pendidikan pada kehidupan wanita Jepang, telah
mengubah wawasan dan pola pikir wanita Jepang. Hal ini membuat wanita Jepang ingin
memperoleh kebebasan dan kesejahteraan dalam menentukan pilihan hidup yang
ix
mereka hendaki, yang selama ini hanya bergantung atas seizin orang tua atau suami
mereka.
Wanita yang memiliki latar belakang pendidikan yang bagus, biasanya akan
memperoleh pekerjaan yang bagus pula. Banyaknya perusahaan bertaraf internasional di
Jepang, yang menerima para wanita muda yang memiliki otak cemerlang dan berasal
dari lulusan perguruan tinggi. Peluang ini dimanfaatkan wanita muda untuk berkarir di
usia produktif mereka.
Dengan memiliki pekerjaan yang bagus serta jabatan yang bergensi, maka dengan
sendirinya wanita tersebut mendapatkan gaji yang tinggi. Hal ini tentunya membuat
wanita semain termotivasi untuk terus bekerja walaupun telah menikah.
Saat ini wanita Jepang tidak lagi ingin menjadi wanita yang menghabiskan seluruh
waktunya hanya untuk menjadi ibu rumah tangga yang mengurusi suami dan anaknya.
Mereka ingin juga menghasilkan sesuatu di luar rumah, dan menambah pemasukkan
keuangan mereka untuk digunakan secara pribadi di luar dari keperluan rumah tangga
mereka.
Banyak dari wanita Jepang yang sebelum menikah telah bekerja, kemudian setelah
menikah mereka tetap melanjuti pekerjaan mereka tanpa perlu berhenti dari pekerjaan
mereka. Hal ini disebabkan sudah menjadi kebudayaan perusahaan Jepang yang
memberlakukan peraturan untuk memperoleh promosi jabatan dilihat dari lamanya
seorang karyawan mengabdi pada perusahan, selain itu perusahaan juga memperhatikan
cara bekerja dan kecakapan pegawainya di dalam perusahaan.
x
Keterbatasan yang dialami oleh wanita Jepang pada generasi terdahulu, telah
membuat wanita Jepang pada generasi sekarang ini untuk lebih lama menunda memiliki
anak walaupun usia mereka adalah usia produktif wanita untuk melahirkan. Dari uraianuraian yang dikemukan oleh penulis diatas, penulis menarik kesimpulan bahwa
meningkatnya taraf pendidikan yang dimiliki perempuan Jepang saat ini membawa
perempuan ini menjadi wanita pekerja baik sebelum menikah ataupun setelah menikah.
Oleh karena itu, penundaan memiliki anak yang banyak terjadi pada wanita bekerja dan
telah menikah di Jepang saat ini dilatarbelakangi oleh meningkatnya taraf pendidikan
yang dimiliki oleh perempuan Jepang saat ini serta banyaknya waktu yang dibutuhkan
oleh wanita bekerja untuk menunjukkan keloyalitasannya dalam sebuah perusahaan
sehingga memperoleh jenjang karier dan gaji yang tinggi.
Kebanggan karena dapat berkarya di luar dalam bentuk bekerja yang diterima oleh
wanita Jepang telah memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupannya. Dengan
bekerja, mereka dapat mengekspresikan dirinya tidak hanya melakukan pekerjaan
rumah tangga saja. Mereka juga memperoleh wawasan yang luas, dan membuat diri
mereka lebih berpikiran maju.
Kemudian, kemapanan ekonomi serta jabatan tinggi yang mereka peroleh telah
membuat mereka menjadi wanita yang mandiri dan mendedikasikan kehidupannya
untuk pekerjaan. Sehingga para wanita bekerja di Jepang, memilih untuk menunda
memiliki anak selama mereka bisa mengejar karier di usia produktif mereka. Perbedaan
gender antara pria dan wanita di kalangan masyarakat Jepang yang telah mengalami
proses waktu yang panjang mulai mengalami pemudaran dan kaum pria Jepang pun
ix
mulai belajar memberi kesempatan dan menghormati kaum wanita dengan persamaan
hak asasi manusia.
4.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya, penulis menyarankan agar mencari penyebab yang
melatarbelakangi peningkatan jumlah wanita bekerja memilih untuk menunda memiliki
anak sehingga berdampak terhadap penurunan tingkat kelahiran bayi (shoushika) yang
terjadi Jepang saat ini selain dari faktor pendidikan, lamanya jam kerja, karier, gaji, dan
lainnya.
x
Download