Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Cara Transmisi Cacing Schistosoma Copyright Ardilasunu Wicaksono [email protected] http://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/cara-transmisi-cacing-schistosoma/ Cara Transmisi Cacing Schistosoma Penularan schistosomiasis terjadi apabila larva serkaria yang berada dalam air menemukan inang definitif, dengan kata lain transmisi penyakit schistosomiasis pada manusia terjadi apabila manusia berada pada lingkungan perairan yang sudah mengandung larva serkaria dari Schistosoma. Schistosomiasis adalah suatu penyakit yang ditularkan melalui air (water-borne-disease) yang biasanya didapat karena berenang dalam air yang mengandung induk semang antaranya yaitu siput Beragam siput yang bertindak sebagai induk semang antara yang masing-masing beradaptasi dengan galur lokal dari parasit. Siput Bulinus sp. Merupakan inang antara untuk Schistosoma haematobium adalah siput akuatik yang akan berbiak di perairan yang airnya tidak terlalu banyak seperti kolam atau saluran irigasi. Siput Biomphalaria sp. Yang merupakan inang antara dari Schistosoma mansoni dapat ditemukan di perairan serupa, tetapi dapat juga berkembang pesat di danau dan perairan deras. Siput Oncomelania sp. Merupakan inang antara Schistosoma japonicum yang bersifat amfibi sehingga banyak dijumpai di tepian kanal irigasi, saluran drainase, ataupun daerah-daerah tergenang. Sumber utama penularan S. haematobium adalah anak kecil terinfeksi yang buang air kecil di perairan, sedangkan S. mansoni dan S. japonicum sumber utamanya adalah kontaminasi feses hewan/ manusia yang terbawa air (Soejoedono 2004). Telur Schistosoma dikeluarkan melalui feses manusia (S. mansoni dan S. japonicum ) atau urin (S. haematobium). Telur akan menetas di air dan berubah menjadi larva yang disebut mirasidium yang akan menginfeksi siput sebagai inang antara. Larva selanjutnya berkembang di dalam tubuh siput dan dikeluarkan sebagai serkaria. Larva ini dapat berenang dan mampu untuk menembus ke dalam lapisan kulit inang definitif. Setelah penetrasi ke dalam kulit, serkaria mengalami perkembangan dan bermigrasi menuju hati. Setelah itu kembali bermigarasi melalui pembuluh darah vena menuju usus besar (S. mansoni dan S. japonicum) atau vesika urinaria (S. haematobium) dimana di sana cacing akan tumbuh menjadi dewasa, kawin, dan bertelur (NaTHNaC 2008). Faktor-faktor risiko penting yang berhubungan dengan penyebaran penyakit ini page 1 / 2 Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi | Cara Transmisi Cacing Schistosoma Copyright Ardilasunu Wicaksono [email protected] http://ardilasunu.staff.ipb.ac.id/cara-transmisi-cacing-schistosoma/ antara lain proyek perluasan dan pengembangan sistem perairan, pembuatan danau buatan, dan sistem irigasi. Faktor tersebut memicu pertumbuhan populasi siput sebagai inang antara. Perpindahan populasi manusia juga dapat menyebarkan penyakit ini. Sebagai contoh adalah adanya arus urbanisasi dari desa ke kota, transmigrasi, dan perpindahan turis wisata. Menurut Atmawinata (2006), karena penyakit ini menular melalui siput sebagai induk semang antara yang menyukai tempat-tempat berair,maka penyakit ini banyak terjadi pada daerah dengan curah hujan yang cukup tinggi atau pada daerah yang memiliki danau atau kolam dengan populasi ternak yang cukup tinggi. Masyarakat di sebagian wilayah Indonesia mempunyai kebiasaan mandi, mencuci, mengambil air disungai dan buang hajat disungai, parit, atau disawah. Kebiasaan mandi, mencuci, dan mengambil air di sungai sangat beresiko terinfeksi S. japonicum. Mereka terinfeksi cacing S. japonicum pada saat kontak dengan air yang terkontaminasi dengan larva serkaria yaitu pada saat melakukan kegiatan harian tersebut. Selain kegiatan tersebut, infeksi S japonicum juga berkaitan dengan pekerjaan. Bertani, memancing dan berburu dihutan merupakan pekerjaan yang memiliki resiko sangat besar terhadap infeksi S. japonicum. page 2 / 2