BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taksonomi dan Deskripsi Monyet

advertisement
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Taksonomi dan Deskripsi Monyet Ekor Panjang
Menurut Napier dan Napier (1985) taksonomi monyet ekor panjang
(Macaca fascicularis) sebagai berikut :
Kelas
: Mamalia
Ordo
: Primata
Sub Ordo
: Anthropoidea
Infra Ordo
: Catarrhini
Super family : Cercopithecidea
Famili
: Cercopithecidae
Genus
: Macaca
Spesies
: Macaca fascicularis
Macaca merupakan genus primata yang paling luas penyebarannya.
Monyet ini dapat ditemukan di Maroko, Algeria, Gibraltar, Afganistan, India,
Cina, Jepang, dan seluruh Asia Tenggara (Napier dan Napier, 1985). Sedangkan
di Bali, monyet ekor panjang dapat ditemukan di beberapa lokasi diantaranya di
obyek wisata Alas Kedaton, Alas Nenggan, Sangeh, Wanara Wana Padang Tegal
Ubud, dan Pura Luhur Uluwatu (Fuentes dan Gamerl, 2005).
Monyet ekor panjang disebut juga long-tailed macaque, crab eating
monkey, dan cynomolgus monkey. Macaca fascicularis adalah satwa primata
yang menggunakan kaki depan dan belakang dalam berbagai variasi untuk
berjalan dan berlari (quadrupedalism), memiliki ekor yang lebih panjang dari
panjang kepala dan badan, dan memiliki bantalan duduk (ischial qallosity) yang
melekat pada tulang duduk (ischial) serta memiliki kantong makanan di pipi
(cheek pouches) (Napier dan Napier, 1985).
Lekagul dan McNeely (1977) juga menjelaskan Macaca fascicularis
dinamakan monyet ekor panjang karena memiliki ekor yang panjang, berkisar
antara 80% hingga 110% dari total panjang kepala dan tubuh. Ukuran tubuh
jantan adalah 412 mm hingga 648 mm dengan bobot badan 4,7 kg hingga 8,3 kg.
6
Betina mempunyai panjang 385 mm hingga 503 mm dengan bobot badan 2,5
hingga 5,7 kg. Ekor berbentuk silindris dan muskuler serta ditutupi oleh rambut.
Monyet ekor panjang mempunyai dua warna utama yaitu coklat keabu-abuan dan
kemerah-merahan dengan berbagai variasi menurut musim, umur dan lokasi
(Lekagul dan McNeely,1977).
Monyet ekor panjang merupakan satwa liar yang membutuhkan habitat
untuk mendukung perkembangan hidupnya. Habitatnya tersebar mulai dari hutan
hujan tropika, hutan musim sampai hutan rawa mangrove. Selain itu, Macaca
fascicularis hidup pada habitat hutan primer dan sekunder mulai dari dataran
rendah sampai dataran tinggi sekitar 1.000 m di atas permukaan laut. Monyet ekor
panjang menggunakan vegetasi sebagai sumber pakan, tempat berlindung, tempat
bermain, memelihara anak, dan berkembang biak.
Napier dan Napier (1985) menyatakan bahwa monyet ekor panjang
bersifat diurnal (aktifitas pada siang hari), terrestrial (banyak melakukan aktifitas
di atas tanah) dan tidur di atas pohon untuk menghindari pemangsa. Menurut
Smith dan Mangkoewidjojo (1988), genus Macaca memiliki lama hidup 25-30
tahun, lama bunting 167 hari, umur disapih 5-6 bulan, umur dewasa 4,5-6,5 tahun,
umur dikawinkan 36-48 bulan, siklus estrus 31 hari, periode estrus tiga sampai
empat hari. Perkawinan terjadi sewaktu-waktu, ovulasi spontan pada hari kedua
belas atau ketiga belas pada siklus estrus, implantasi 15-21 hari sesudah fertilisasi,
dan jumlah anak satu ekor (jarang terjadi beranak dua ekor).
2.2
Asam Deoksiribonukleat (DNA)
DNA adalah rantai double heliks berpilin yang terdiri atas polinukleotida.
yang berfungsi sebagai pewarisan sifat dan sintesis protein. DNA terdiri atas asam
fosfat, gula pentosa (deoksiribosa), dan empat basa nitrogen (dua basa purin yakni
adenin dan guanin, serta dua basa pirimidin yakni timin dan sitosin). Sebuah basa
nitrogen terikat dalam atom karbon 1’ dari deoksiribosa membentuk nukleosida.
Molekul ini diubah menjadi nukleotida dengan melekatkan sebuah gugus asam
fosfat pada atom karbon 5’ dari gula deoksiribosa (Brown, 1989).
7
Pada tahun 1953, Frances Crick dan James Watson menemukan model
molekul DNA sebagai suatu struktur heliks beruntai ganda, atau yang lebih
dikenal dengan heliks ganda Watson-Crick (Watson and Crick, 1953). DNA
merupakan makromolekul polinukleotida yang tersusun atas polimer nukleotida
yang berulang-ulang, tersusun rangkap, membentuk DNA heliks ganda dan
berpilin ke kanan. Setiap nukleotida terdiri dari tiga gugus molekul, yaitu : Gula 5
karbon (2-deoksiribosa), basa nitrogen yang terdiri golongan purin yaitu adenin
(Adenin = A) dan guanin (guanine = G), serta golongan pirimidin, yaitu sitosin
(cytosine = C) dan timin (thymine = T) dan gugus fosfat.
2.3
Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan suatu teknik perbanyakan
(amplifikasi) potongan DNA secara in vitro pada daerah spesifik yang dibatasi
oleh dua buah primer oligonukleotida. Metode ini pertama kali dikembangkan
oleh Kary B. Mullis, pada tahun 1985 (Yuwono, 2006). PCR melibatkan banyak
siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan, yaitu pemisahan
(denaturasi) rantai DNA template, penempelan (annealing) pasangan primer pada
DNA target dan pemanjangan (extension) primer atau reaksi polimerisasi yang
dikatalisis oleh DNA polimerase.
PCR merupakan suatu teknik perbanyakan molekul DNA dengan ukuran
tertentu secara enzimatik melalui mekanisme perubahan suhu. Secara ringkas,
prinsip PCR dapat dijelaskan sebagai berikut: pada suhu 94-95oC, DNA
mengalami denaturasi (pembelahan untai ganda menjadi untai tunggal). Waktu
yang diperlukan untuk proses ini sekitar 30 detik pada suhu 95oC atau 15 detik
pada suhu 97oC. Apabila DNA target mengandung banyak nukleotida G/C, suhu
denaturasi dapat ditingkatkan. Denaturasi yang tidak lengkap akan menyebabkan
renaturasi secara cepat, sedangkan waktu denaturasi yang terlalu lama dapat
mempengaruhi enzim taq polymerase. Hal ini sangat berpengaruh terhadap
keberhasilan proses PCR. Umumnya sebelum proses siklus PCR dimulai sering
kali dilakukan pre denaturasi selama 3-5 menit, untuk menyakinkan bahwa
8
molekul DNA target yang ingin dilipatgandakan jumlahnya benar - benar
terdenaturasi.
2.4
Mikrosatelit
Mikrosatelit adalah sekuen sederhana yang berulang - ulang yang
melimpah dalam genom suatu spesies. Mikrosatelit memiliki pengulangan sekuen
2 – 4 nukleotida yang berurutan. Marka ini sangat berguna sebagai marka genetik
karena bersifat kodominan, sehingga dapat mendeteksi keragaman alel pada level
yang tinggi, mudah dan ekonomis dalam pengaplikasiannya karena menggunakan
proses PCR. Bentuk pengulangan sekuen DNA sederhana yang berulang-ulang
menjadikan marka mikrosatelit sering disebut simple sequence repeat (SSR),
short tandem repeats (STRs) atau simple sequence length polymorphisms (SSLPs)
yang menjadi salah satu marka paling banyak digunakan secara luas untuk
pemetaan genetik, analisis keragaman genetik, dan studi evolusi (Temnykh et al.,
2000). Marka ini muncul sebagai marka yang sangat variatif dan mudah diulang,
menjadikan sangat ideal untuk pemetaan genom. Mikrosatelit ini merupakan salah
satu tipe polimorfisme yang berulang-ulang, yang biasa dikelompokkan ke dalam
simple tandem repeat polymorphism (STRP), karena perbedaan genetik di antara
molekul-molekul DNA yang mengandung sejumlah sekuen DNA pendek yang
diulang beberapa kali. STRP yang memiliki pengulangan 2-9 pasang basa sering
disebut mikrosatelit, sedangkan STRP dengan pengulangan 10-60 pasang basa
sering disebut minisatelit atau variable number of tandem repeats (VNTR) (Hartl
dan Jones, 2000). Gupta et al. (1996) menyebutkan mikrosatelit tersebar di
seluruh genom, sedangkan minisatelit sebagian besar terpusat di dekat telomer.
2.5 Genetika Populasi
Populasi adalah suatu kelompok individu sejenis yang hidup pada suatu
daerah tertentu. Genetika populasi adalah cabang dari ilmu genetika yang
mempelajari gen-gen dalam populasi dan menguraikannya secara matematik
akibat dari keturunan pada tingkat populasi.
9
Seluk – beluk pewarisan sifat pada tingkat populasi dipelajari pada cabang
genetika yang disebut genetika populasi. Ruang lingkup genetika populasi secara
garis besar oleh beberapa penulis dikatakan terdiri atas dua bagian, yaitu (1)
deduksi prinsip-prinsip Mendel pada tingkat populasi, dan (2) mekanisme
pewarisan sifat kuantitatif. Mempelajari pola pewarisan sifat pada tingkat populasi
terlebih dahulu perlu dipahami pengertian populasi dalam arti genetika atau lazim
disebut juga populasi Mendelian. Populasi Mendelian ialah sekelompok individu
suatu spesies yang bereproduksi secara seksual, hidup di tempat tertentu pada saat
yang sama, dan di antara mereka terjadi perkawinan (interbreeding) sehingga
masing-masing akan memberikan kontribusi genetik ke dalam lungkang gen (gene
pool), yaitu sekumpulan informasi genetik yang dibawa oleh semua individu di
dalam populasi (Cambell dan Jane , 2002).
2.6 Demografi Sangeh
Sangeh merupakan suatu Taman Wisata Alam yang terletak pada
ketinggian ± 100 – 150 m dpl. Iklim di kawasan ini termasuk tipe C (iklim agak
basah) dengan rata-rata curah hujan 2.700 – 3.200 mm/tahun dan suhu udara
berkisar antara 18°C – 28°C. Kawasan hutan ini terletak di tengah persawahan
dan pemukiman.
Wandia (2007) menyatakan bahwa di Sangeh terdapat 3 kelompok sosial,
23 ekor jantan dewasa, 43 ekor betina dewasa, 119 ekor monyet muda, 17 ekor
anakan yang luas habitatnya 13,97 Ha. Total monyet ekor panjang sebanyak 202
ekor dengan kepadatan 14,5 ekor/ha.
Download