Hasil Penelitian

advertisement
ANALISIS SELESAIAN PERSAMAAN DIFERENSIAL TINGKAT
TINGGI DENGAN PERSAMAAN KARAKTERISTIK DAN
TRANSFORMASI LAPLACE
Oleh
Dwi Purnomo
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN METAMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU EKSAKTA DAN KEOLAHRAGAAN
IKIP BUDI UTOMO MALANG
TAHUN 2009
HALAMAN PENGESAHAN
Hasil Penelitian Pustaka berjudul
: Analisis Selesaian Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi dengan
Persamaan Karakteristik dan Transformasi Laplace
Telah Dipublikasikan di Perpustakaan
Malang, 4 April 2009
Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan
IKIP Budi Utomo Malang
Dekan
Drs. Sulikan, MS.
2
.KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah swt. karena dengan
limpahan rahmat dan hidayah-Nya penelitian kajian pustaka yang berjudul Analisis
Selesaian Persamaan Diferensial dengan Persamaan Karakteristik dan Transformasi
Lapace dapat diselesaikan sesuai dengan rencana dan jadual yang ditentukan.
Penelitian ini dimaksudkan untuk menentukan prosedur-prosedur apa yang
harus dilakukan jika suatu persamaan diferensial tingkat tinggi diselesaikan dengan
persamaan karakteristik atau dengan transformasi Laplace, sehingga para pencinta
matematika dan mahasiswa akan lebih memahami dan pada akhirnya dapat memilih
metode mana yang digunakan untuk menentukan selesaian persamaan diferensila
tingkat tinggi dan memiliah soal-soal mana yang diselesaikan dengan persamaan
karakteristik dan transformasi Laplace.
Terselesaikan penelitian ini telah mendapat bantaun-bantuan dari berbagai
pihak, oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti menyampaikan terima kasih
kepada:
1. Bapak Drs. Sulikan, MS selaku Dekan Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan
Keolahragaan IKIP Budi Utomo Malang yang telah memberikan dukungan dan
motivasi..
2. Bapak Drs. Adi Sucipto, M.Kes. selaku kepala pusat penelitian dan pengabdian
pada masyarakat IKIP Budi Utomo Malang yang telah meluangkan waktu dan
memberikan masukan-masukan
kepada peneliti selama proses penelitian
berlangsung.
3. Ibu. Hj. Dra. Susilo Bekti, M.Pd selaku kepala perpustakaan IKIP Budi Utomo
Malang atas sarana dan prasarana yang diberikan dalam melakukan kajian dan
analisis buku-buku yang ada diperpustkaan.
4. Teman-teman di program studi pendidikan Matematika yang telah membantu dan
berdiskusi selama analisis dilakukan, antara lain Ibu Nopem, Ibu Wilyanti, Bapak
Rochsun, Ibu Titik Purwati dan Mbah Tjiptohardjono.
5. Mahasiswa program studi pendidikan Matematika angkatan 2009 dan 2008 yang
telah menempuh mata kuliah persamaan diferensial.
3
6. Semua pihak yang tidak disebut satu persatu dan telah membantu penulis selama
pelaksanaan penelitian hingga penyusunan laporannya.
Akhirnya harapan dan do’a peneliti semoga kajian sederhana ini dapat berguna,
khususnya bagi mahasiswa yang menempuh mata kuliah persamaan diferensial.
Malang, April 2009
Peneliti
Dwi Purnomo
4
DAFTAR ISI
Bab I
Bab II
Halaman Sampul ........................................................................
Halaman Pengesahan ..................................................................
Kata Pengantar .............................................................................
Daftar Isi ......................................................................................
Daftar Lampiran .........................................................................
Abstrak .......................................................................................
Halaman
i
ii
iii
v
vi
vii
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah .......................................................
1.2 Rumusan Masalah .................................................................
1.3 Tujuan Pembahasan ..............................................................
1.4 Kegunaan ...............................................................................
1.5 Batasan Masalah ....................................................................
1
2
3
3
3
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Fungsi ....................................................................................
2.2 Turunan Fungsi ......................................................................
2.3 Antiturunan ............................................................................
2.4 Persamaan Diferensial ...........................................................
2.5 Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi .................................
2.6 Transformasi Laplace ............................................................
2.7 Transformasi Laplace Invers .................................................
4
5
10
17
24
32
50
Bab III PEMBAHASAN
3.1 Selesaian Persamaan Homogen Koefisien Konstan .............
3.2 Selesaian Persamaan Homogen Koefisien Variabel .............
3.3 Selesaian Persamaan Tidak Homogen Koefisien Konstan ....
3.4 Selesaian Persamaan Tidak Homogen Koefisien Variabel ..
Bab IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..........................................................................
4.2 Penutup ................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................
Lampiran-lampiran .....................................................................
60
64
68
75
78
79
80
82
5
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Transformasi Laplace fungsi-fungsi sederhana ....................
Transformasi Laplace Invers fungsi-fungsi sederhana ........
Beberapa Rumus Integral Dasar ..........................................
Halaman
82
83
84
6
ABSTRAK
Dwi Purnomo, 2009. Analisis Selesaian Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi
dengan Persamaan Karakteristik dan Transformasi Laplace. Program Studi
Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Fakultas Pendidikan Ilmu Eksakta dan Keolahragaan IKIP Budi Utomo
Malang.
Kata Kunci: Primitif, Persamaan Karakteristik, Transformasi Laplace
Persamaan Diferensial adalah persamaan yang didalamnya terdapat turunanturunan atau diferensial dari suatu yang belum diketahui, untuk memahaminya perlu
didasari konsep-konsep dalam matematika yaitu fungsi, turunan, dan transformasi
Laplace. Persamaan diferensial dapat ditentukan tingkat dan derajatnya tergantung
dari pangkat tertinggi yang muncul dalam persamaan dan pangkat dari turunan
tertingginya.
Persamaan diferensial tingkat tinggi mempunyai bentuk umum
n
dy
d n2 y
d n 3 y
d y
d n 1 y
Po
+ P 1 n 1 + P 2
+ P3
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
n2
n 3
n
dx
dx
dx
dx
dx
Dengan P o  0, P 1 , P 2 , P 3 , ... , P n 1 , P n adalah fungsi atau konstanta.
dy
d2y
d n 1 y
dny
2
n 1
= Dy,
=
D
y,
...,
=
D
y,
= Dn y
2
n 1
n
dx
dx
dx
dx
maka persamaan
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
Po
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
dapat dinyatakan dengan
 P o D n y + P 1 D n 1 y + P 2 D n2 y + P 3 D n 3 y + ... + P n 1 Dy + P n y = Q(x)
karena
 (P o D n + P 1 D n 1 + P 2 D n2 + P 3 D n 3 + ... + P n 1 D + P n ) y = Q(x)
 F(D) y = Q(x)
Jika bentuk F(D)y = Q(x) dan Q(x) = 0, maka bentuk umumnya menjadi
P o D n y + P 1 D n 1 y + P 2 D n2 y + P 3 D n 3 y + ... + P n 1 Dy + P n y = 0.
Jika Q(x) = 0 maka F(D)y = 0 disebut persamaan diferensial homogen tingkat tinggi,
sedangkan jika Q(x)  0 maka F(D)y = Q(x) disebut persamaan diferensial linear
tidak homogen tingkat tinggi. Koefisien dari masing-masing turunan dapat berupa
konstanta atau fungsi.
Untuk menentukan selesaian persamaan diferensial dapat dilakukan dengan
menggunakan persamaan karakteristik atau dengan trasformasi Laplace. Jika
diselesaikan dengan persamaan karakteristik maka ditentukan persamaan
karakteristik dan akar-akarnya. Jika diselesaikan dengan transformasi Laplace maka
syaratnya dalam persamaan tersebut ditentukan syarat awal dan batasnya.
7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan yang keberadaannya sangat
dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Matematika memiliki beberapa bagian yang
saling berkaitan yaitu Aljabar, Statistika, Geometri, Aritmatika dan Analisis,
sehingga pada pelaksanaan pendidikan formal mata pelajaran Matematika masuk
dalam kurikulum dan diberikan mulai tingkat satuan pendidikan dasar sampai
perguruan tinggi..
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Budi Utomo Malang sebagai
salah satu perguruan tinggi di Jawa Tmur memiliki program studi Pendidikan
Matematika dan program studi tersebut berada pada Fakultas Pendidikan Ilmu
Eksakta dan Keolahragaan. Mata kuliah sebagai bagian dari kurikulum yang berlaku
di program studi pendidikan Matematika tersajikan dalam satuan kredit semester
(SKS) yang berjumlah 154 sks. Jumlah tersebut terbagi dalam 5 kelompok bidang
kajian yaitu yaitu Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, Mata Kuliah Prilaku
Berkarya, Mata Kuliah Keahlian Berkarya, Mata Kuliah Keilmuan dan
Keterampilan, dan Mata Kuliah Berkehidupan Bermasyarakat.
Sebaran mata kuliah dalam kelompok Mata Kuliah Keilmuan dan
Keterampilan meliputi mata kuliah yang berkaitan dengan bidang ilmu matematika.
Salah satu mata kuliah dalam kelompok Mata Kuliah Keilmuan dan Keterampilan
tersebut adalah Persamaan Diferensial yang merupakan mata kuliah bersyarat.
Seorang mahasiswa dapat menempuh atau memrogramkan apabila mata kuliah
prasyarat dan penunjangnya telah ditempuh. Mata kuliah penunjang Persamaan
Diferensial meliputi Kalkulus Diferensial, Kalkulus Integral, Kalkulus Peubah
Banyak.
Mata kuliah Persamaan Diferensial yang tersaji dalam kurikulum di Program
Studi Pendidikan Matematika IKIP Budi Utomo Malang bertujuan untuk
mengembangkan kemampuan mahasiswa memahami berbagai konsep persamaan
diferensial dan solusinya serta menggunakannya dalam menyelesaikan masalah nyata
yang muncul dalam disiplin ilmu lain. Pokok-pokok materi yang dibahas dalam mata
8
kuliah ini meliputi: Persamaan Diferensial dan Pengertian: mengulang kembali
turunan dan anti turunan, pengertian persamaan diferensial, tingkat dan derajat
persamaan diferensial, selesaian persamaan diferensial. Persamaan Diferensial
Tingkat Satu Derajat Satu: persamaan variable terpisah, persamaan yang dapat
direduksi menjadi variable terpisah, persamaan diferensial homogen, persamaan
diferensial tidak homogen, persamaan diferensial eksak dan tidak eksak. Persamaan
Diferensial Linear; Persamaan Diferensial Tingkat Satu Derajat Tinggi; Persamaan
Diferensial Tingkat Tinggi: Persamaan Diferensial Homogen dan Tidak Homogen
Tingkat Tinggi dengan Koefisien Konstan, Persamaan Diferensial Homogen dan
Tidak Homogen dengan Koefisien Variabel; Persamaan Differensial Simultan;
Pemodelan Matematika; Transformasi Laplace; dan Deret Fourier.
Mengacu pada deskripsi tersebut dan pengalaman peneliti selama menjadi
membina mata kuliah Persamaan Diferensial, pada umumnya mahasiswa mengalami
kesulitan dalam menentukan selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi.
Berdasarkan fakta tersebut maka peneliti melakukan analisis selesaian persamaan
diferensial tingkat tinggi melalui kajian beberapa pustaka yang ada. Hasil analisis
ditulis dalam laporan penelitian ”studi pustaka” yang berjudul Analisis Selesaian
Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi dengan Transformasi Laplace dan
Penggunaan Persamaan Karakteristik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian masalah pada latar belakang masalah di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana prosedur selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan
menggunakan Persamaan Karakteristik?
2. Bagaimana prosedur selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan
menggunakan Transformasi Laplace?
3. Apakah perbedaan selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi antara
penggunaan persamaan karaketeristik dan Transformasi Laplace?
1.3 Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan dalam penelitian ini adalah:
9
1. Untuk mengetahui prosedur yang digunakan dalam menentukan selesaian
persamaan
diferensial
tingkat
tinggi
dengan
menggunakan
persamaan
karakteristik?
2. Untuk mengetahui prosedur yang digunakan dalam menentukan seleaian
persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan Transformasi
Laplace?
3. Untuk mengetahui perbedaan selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi
antara penggunaan persamaan karaketeristik.dengan penggunaan Transformasi
Laplace
1.4 Kegunaan Pembahasan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat:
1. Sebagai bahan rujukan dan membantu mahasiswa dalam memahami selesaian
persamaan
diferensial
tingkat
tinggi
dengan
menggunakan
persamaan
karakteristik.
2. Sebagai bahan rujukan dan membantu mahasiswa dalam menentukan selesaian
persamaan diferensial tingkat tinggi dengan menggunakan Transformasi Laplace.
1.5 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada:
1. Selesaian persamaan diferensial homogen tingkat tinggi dengan koefisien
konstan.
2. Selesaian persamaan diferensial tidak homogen tingkat tinggi dengan koefisien
variabel.
3. Selesaian persamaan diferensial homogen tingkat tinggi dengan koefisien
konstan.
4. Selesaian persamaan diferensial tidak homogen tingkat tinggi dengan koefisien
konstan.
10
BAB II
LANDASAN TEORI
Kajian analisis selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi dengan
menggunakan persamaan karakteristik dan transformasi Laplace didasari oleh konsep
tentang fungsi, turunan, antiturunan, persamaan diferensial, dan transformasi
Laplace. Oleh karena itu sebelum analisis dilakukan pada bab III, peneliti
memberikan penjabaran tentang konsep-konsep tersebut.
2.1 Fungsi
Secara umum penulisan fungsi dibedakan dalam fungsi eksplisit dan fungsi
implisit. Fungsi eksplisit adalah fungsi yang antara peubah bebas dan peubah tak
bebas dapat dibedakan dengan jelas. Fungsi eksplisit ditulis dan dinyatakan dalam
bentuk y = f(x).
Contoh
1. y  x 2  5x  4
2. y 
3.
1
3
x 2  3x  1
y  cos( x  5)
4. y  cosh x  sinh x
5. y  ln
1 x
x 1
6. y  x x x
Fungsi implisit adalah suatu fungsi yang antara peubah bebas dengan peubah
tak bebas tidak dapat dibedakan secara jelas. Fungsi implisit ditulis dalam bentuk
f(x,y) = 0.
Contoh
1. x 2  y 2  25
2. x 2 y  xy 2  2  0
3. x 2  y 2  2 x  y  1  0
4. cos xy  1  0
11
Berdasarkan contoh fungsi eksplisit dan implisit tersebut di atas, tampak
bahwa jika suatu fungsi ditulis dalam bentuk eksplisit maka dengan mudah dapat ke
dalam bentuk implisit. Akan tetapi jika fungsi ditulis dalam bentuk implisit maka
tidak semuanya dapat diubah menjadi bentuk eksplisit.
Contoh
1. Bentuk implisit y  x 2  5x  4 adalah y  x 2  5 x  4  0
2. Bentuk implisit y  x x x adalah y 8  x 7  0
3. Bentuk ekplisit dari x 2  y 2  25 adalah y   25  x 2
4. Bentuk eksplisit dari x 2  y 2  2 x  y  1  0 adalah y =

1
1  5  5( x  1) 2
2

5. x 2 y  xy 2  2  0 adalah bentuk implisit yang tidak dapat dinyatakan dalam
bentuk eksplisit.
6. cos xy  1  0 adalah bentuk implisit yang tidak dapat dinyatakan dalam bentuk
eksplisit.
Untuk pengembangan lebih lanjut pembaca dapat membuat beberapa contoh
fungsi dengan mengelompokkannya kedalam bentuk eksplisit atau implisit. Selain itu
pembaca dapat membuat contoh lain fungsi implisit yang dapat diubah menjadi
fungsi eksplisit atau fungsi implisit yang tidak dapat diubah menjadi fungsi eksplisit.
Pada prinsipnya dalam fungsi eksplisit y = f(x), x disebut peubah bebas
(independen), sedangkan y disebut peubah tak bebas (dependen). Bentuk f(x,y) = 0
jika dapat diubah dalam bentuk ekplisit, x, dan y secara berturut juga dinamakan
peubah bebas dan tak bebas. Akan tetapi jika tidak dapat diubah dalam bentuk
ekplisit, maka tidak ada peubah bebas dan tak bebas dalam fungsi tersebut.
2.2 Turunan Fungsi
Definisi
Turunan fungsi y = f(x) adalah fungsi lain yang dinotasikan dengan f’(x) dan
didefinisikan oleh
f’(x) = lim
x 0
f ( x  x)  f ( x)
, asalkan limitnya ada.
x
12
Misal (x+ x ) = t , maka x = t – x
Karena x  0 maka t  x
Sehingga definisi turunan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk:
f’(x) = lim
x 0
 lim
tx
f ( x  x)  f ( x)
, asalkan limitnya ada.
x
f (t )  f ( x)
, asalkan limitnya ada.
tx
Notasi lain untuk turunan y = f(x) dinyatakan dengan notasi
dy
df ( x )
, D x f ( x) ,
.
dx
dx
Jika fungsi yang diketahui dinyatakan dalam bentuk implisit, maka
turunannya dapat dilakukan dengan menggunakan kaidah diferensial yaitu dengan
cara mendiferensialkan masing-masing variabel dalam fugsi tersebut. Berikut ini
diberikan beberapa contoh menentukan turunan fungsi eksplisit dan implisit.
Contoh
dy
fungsi-fungsi berikut.
dx
Tentukan
1. y =
x +c
Berdasarkan definisi di atas diperoleh
dy
f ( x  x)  f ( x)
 lim
dx x 0
x
= lim

= lim

x 0
x 0
= lim
x  0
= lim
x 0
= lim
x  0
= lim
x 0
 
x  x  c 
x
x c

  x
x  x 
x
x  x  x
.
x
x  x  x
x  x  x
( x  x)  ( x)
x{ x  x  x}
x

x
x  x  x

1
x  x  x
13
=
1
2 x
2. y =
3
(1  x)
Berdasarkan definisi di atas diperoleh
dy
f ( x  x)  f ( x)
 lim
dx x 0
x
3
3

(1  x  x) 1  x
= lim
x 0
x
3(1  x)  3(1  x  x)
x 0 x{(1  x)(1  x  x)}
= lim
3
x 0 (1  1)(1  x  x )
= lim
= 
3
(1  x ) 2
Fungsi-fungsi yang mempunyai turunan sebagaimana dijelaskan pada contoh
di atas disebut fungsi yang differensiable. .
Dengan cara yang sama, jika y = xn maka turunannya ditentukan oleh:
dy
f ( x  x)  f ( x)
 lim
dx x 0
x
( x  x) n  x n
x 0
x
= Lim
= lim
x 0
x n  nx n 1 x 
nx n 1 x 
= lim
x 0
= lim [nx n 1 
x 0
n(n  1) n  2
n(n  1)( n  2) n 3
x (x) 2 
x (x) 3  ...  (x) n  x n
2!
3!
x
n(n  1) n  2
n(n  1)( n  2) n 3
x (x) 2 
x (x) 3  ....  (x) n
2!
3!
x
n(n  1) n  2
n(n  1)( n  2) n 3
x (x) 
x (x) 2  ....  (x) n 1 ]
2!
3!
= nx n 1
14
Berikut ini diberikan beberapa rumus dasar tentang turunan fungsi. Misal u,v, dan w
adalah fungsi-fungsi dalam x dan c sebarang bilangan real. yang masing-masing
mempunyai turunan maka:
1.
d
(c )  0
dx
2.
d
( x)  1
dx
3.
d n
( x )  nx n 1
dx
4.
d n
du
(u )  nu n 1
dx
dx
5.
d
du dv
(u  v) 

dx
dx dx
6.
d
du dv
(u  v) 

dx
dx dx
7.
d
du dv dw
(u  v  w) 


dx
dx dx dx
8.
d
du
(cu )  c
dx
dx
9.
d
dv
du
du
dv
(uv)  u
v
v
u
dx
dx
dx
dx
dx
10.
d
dw
dv
dw
(uvw)  uv
 uw  vw
dx
dx
dx
dx
v
du
dv
u
dx
dx
2
v
11.
d u
 
dx  v 
12.
d
(sin x)  cos x
dx
13.
d
(cos x)   sin x
dx
14.
d
(tan x)  sec 2 x
dx
15
15.
d
(cot x)   csc 2 x
dx
16.
d
(sec x)  sec x tan x
dx
17.
d
(csc x)   csc x cot x
dx
Rumus-rumus di atas berlaku untuk fungsi eksplisit, sedangkan turunan fungsi
implisit ditentukan dengan menggunakan kaidah diferensial, yaitu dengan cara
mendiferensialkan masing-masing bagian fungsi tersebut.
Contoh
1) Tentukan
dy
fungsi-fungsi x 2  y 2  25  0
dx
Dengan mendiferensialkan masing-masing bagian, diperoleh:
d(x 2 ) + d(y 2 ) - d(25) = d(0)
 2 xdx  2 ydy  0
x+y

dy
=0
dx
dy
x

dx
y
2) Tentukan
dy
dari x 2 y  xy 2  2  0
dx
Jawab
Dengan mendiferensialkan masing-masing variabel fungsi diperoleh
d ( x 2 y)  d ( xy 2 )  d (2)  d (0)
 ( x 2 dy  2 xy dx)  (2 xy dy  y 2 dx)  0  0
 (2 xy  y 2 )dx  ( x 2  2 xy) dy  0
 (2 xy  y 2 )dx  ( x 2  2 xy) dy  0
diperoleh
dy
2 xy  y 2
 2
dx
x  2 xy
16
dy
dari y  x x x
dx
3) Tentukan
Untuk menentukan
dy
dari fungsi di atas, maka bentuk fungsinya diubah
dx
terlebih dahulu menjadi bentuk implisit, dan diperoleh:
y x x x
 y2  x x x
 y 4  x 2 ( x) x
 
2
 y8  x3 x
 y8  x7  0
Dengan mendiferensialkan masing-masing variabel diperoleh
d ( y 8 )  d ( x 7 )  d (0)
 8 y 7 dy  7 x 6 dx  0
 8 y 7 dy  7 x 6 dx
Sehingga
dy 7 x 6

dx 8 y 7
2.3 Antiturunan
Antiturunan merupakan balikan dari turunan, untuk mempelajarinya
memerlukan pemahaman kembali tentang turunan fungsi.
Menurut definisi turunan fungsi, jika y =
x maka
dy
1
.

dx 2 x
Dengan cara yang sama, diperoleh
1. Jika y =
x +3 maka
dy
1
.

dx 2 x
2. Jika y =
x - 3 maka
dy
1
.

dx 2 x
3. Jika y =
x - 100 maka
dy
1

dx 2 x
17
4. Jika y =
x +
dy
1
1
maka
, dan seterusnya.

dx 2 x
7
Dengan kata lain, untuk y =
x + c, c  R maka
dy
1
.

dx 2 x
Karena antiturunan merupakan balikan dari turunan, maka penulisan bentuk di atas
 1 
dapat disederhanakan dengan A x 
 =
2 x 
x  c , dengan c  R mempunyai turunan
x  c . Hal ini berarti bahwa fungsi y =
dy
1
.

dx 2 x
 1 
atau antiturunan dari f(x) = 
 adalah F(x) =
2 x 
x + c, c  R . Fungsi-fungsi
yang dapat ditentukan antiturunannya disebut terintegralkan (integrable).
Dalam hal yang lebih umum, bentuk
dengan
 1 
A x 
 =
2 x 
x  c . dinyatakan
 2 
dx  x  c . Jadi, misal y = f(x) dan antiturunannya F(x) + c maka
x
  2
 f ( x) dx  F ( x)  c, c  R
dan disebut integral tak tentu. Selanjutnya f(x) disebut
integran dan F(x) + c disebut anti turunan.
Teorema 1.
Jika n sebarang bilangan rasional kecuali -1, maka:
n
 x dx 
x n 1
c.
n 1
Akibatnya jika n = -1 maka
x
n
dx   x 1 dx
=
1
 x dx  ln x  c
Bukti
Untuk mengembangkan suatu hasil yang berbentuk
 f ( x) dx  F ( x)  c, c  R
Kita cukup menunjukkan bahwa
18
D x [ F ( x)  c]  f ( x)
Dalam kasus di atas
 x n1
  1

Dx 
 c  
(n  1) x n   x n

n 1  n 1
Teorema 2
Misal f(x) dan g(x) fungsi-fungsi yang integrable dan c sebarang konstanta maka:
1.
 cf ( x)dx  c  f ( x)dx
2.
 [ f ( x)  g ( x)]dx   f ( x)dx   g ( x)dx ,
3.
 [ f ( x)  g ( x)]dx   f ( x)dx   g ( x)dx ,
Bukti
Untuk membuktikan teorema di atas, cukup dengan mendeferensialkan ruas kanan
dan amati bahwa kita memperoleh integran dari ruas kiri.
1. D x { c
 f ( x)dx } = c D
x
{
 f ( x)dx }
= cf(x)
2. D x {  f ( x)dx   g ( x)dx } = D x
 f ( x)dx  D  g ( x)dx
x
= f(x) + g(x)
3. D x {  f ( x)dx   g ( x)dx } = D x
 f ( x)dx  D  g ( x)dx
x
= f(x) - g(x)
Teorema di atas dinamakan dengan sifat-sifat integral tak tentu.
Berikut ini diberikan beberapa rumus dasar integral fungsi.
1.
 dx  x  c, c  R
2.
 f ( x) dx  F ( x)  c
3.
x
4.
 (u  v)dx   udx   vdx
5.
 au dx  a  u dx
n
dx 
1 n 1
x  c, n  1
n 1
19
1
6.
 x dx  ln
7.
 a du  ln a  c
x  c  e log x  c
u
u
f ( x) n 1
f ( x) f ' ( x) dx 
c
n 1
8.

9.
e
n
u
du  e u  c
10.  sin x dx   cos x  c
11.  cos x dx  sin x  c
12.
 tan x dx  ln
sec x  c
13.  sec x dx  ln sec x  tan x  c
14.  cot xdx  ln sin x  c
15.  csc xdx  ln csc x  cot x  c
16.  sec 2 xdx  tan x  c
17.  csc 2 xdx   cot x  c
18.  sec x tan x dx  sec x  c
19.  csc x cot x dx   csc x  c
20.  cos m x dx 
cos m1 x sin x m  1

cos m2 x dx
m
m 
21.  sin m x dx   sin
m 1
x cos x m  1

sin m2 x dx
m
m 
22.  u dv  uv   v du
dx
1
xa
dx 
ln
c
2
2a x  a
a
23.
x
2
24.
a
2
25.

 x
 arcsin    c
a
a2  x2
dx
1
xa

ln
c
2
2a x  a
x
dx
20
dx
1
 x
 arctan    c
2
a
a
a
26.
x
27.
x
28.

x 2  a 2 dx 
1
1
x x 2  a 2  a 2 ln a  x 2  a 2  c
2
2
29.

x 2  a 2 dx 
1
1
x x 2  a 2  a 2 ln a  x 2  a 2  c
2
2
30.

31.

2
dx
x2  a2
dx
x a
2
2
dx
x a
2
2
1
 x
arc sec   c
a
a

 ln x  x 2  a 2  c
 ln x  x 2  a 2  c u
32.  u m e au du 
u m e au m m1 au
  u e du  c
a
a
1 a  a2  x2
33. 
  ln
c
a
x
x a2  x2
dx
34. 
du
 ln
u 1 u
1 1 x
1 1 x
c
Contoh
Tentukan integral berikut berdasarkan sifat integral di atas.
1.
 x
2

 x dx
Jawab
 x
2

 x dx =
x
2
dx   xdx
=
1 3
1
x  c1  x 2  c 2
3
2
=
1 3 1 2
x  x  c1  c 2
3
2
=
1 3 1 2
x  x c
3
2
21
2
2.
 x2 1
  x  dx
Jawab
2
 x2 1
  x  dx =
x 4  2x 2  1
dx

x

=

x( x  1) 2
3
x
x
x
=
3.
x4
dx  
7/2
2x 2
x
dx  
1
x
dx
dx  2 x 3 / 2 dx   x 1 / 2 dx
dx
Jawab

x( x  1) 2
3
x

x( x 2  2 x  1)
=

x3
=
x
=
3 11 / 3 3 8 / 3 3 5 / 3
x
 x  x c
11
4
5
dx =
3
3
dx
x
x2
x
dx  2 3 dx   3 dx
x
x
x
8/3
dx  2 x 5 / 3 dx   x 2 / 3 dx
Teorema 3
 sin x dx   cos x  c
 cos x dx  sin x  c
Bukti
Untuk membuktikan teorema di atas cukup dengan menunjukkan bahwa
D x ( cos x)  sin x dan Dx (sin x)  cos x.
Teorema 4
Andaikan f(x) fungsi yang differensiable dan n bilangan Rasional yang bukan -1,
maka:
22
 f ( x)
n
  f ( x) f ' ( x)dx 
n 1
n 1
 c, c  Real.
Contoh
1.  3x 4 x 2  11dx
Jawab
Karena D x (4 x 2  11) = 8x dx, sehingga berdasarkan teorema di atas
 3x
4 x 2  11dx =
3
4 x 2 11 d(8x)

8
3 (4 x 2  11) 3 / 2
=
c
8
3/ 2
=
2.

3y
2y2  5
1
(4 x 2  11) 3 / 2 + c.
4
dy
Jawab
Karena D x (2y 2 5) = 4y dy, maka

3y
2y  5
2
dy =  (2 y 2  5) 1 / 2 3 ydy
=  (2 y 2  5) 1 / 2
=
3
4 ydy
4
3
(2 y 2  5) 1 / 2 .4 ydy

4
3 (2 y 2  5)1 / 2
= .
c
4
1/ 2
=
3
2y2  5  c
2
3.  3 sin( 6 x  2)dx
Jawab
23
Misal U = 6x + 2  dU = 6 dx atau 3 dx =
 3sin( 6 x  2)dx =  sin U
=
dU
, sehingga
2
dU
2
1
( cos U )  c
2
1
=  cos( 6 x  2)  c
2
4.

1 cos x sin xdx
Jawab
Misal A = 1 cos x  A 2  1  cos x
2A dA = (-sin x) dx, sehingga:

1 cos x sin xdx =
 A.(2 A)dA
= -2
 A dA
=
2 3
A c
3
=
2
(1  cos A) 3  c
3
2
2.4 Persamaan Diferensial
Perhatikan persamaan-persamaan di bawah ini:
1. 2x dx – 3 dy = 0
2.
dy
 3  2x
dx
3.
dy
 2 xy  4 x
dx
4.
d 2 y dy
- 2y = 0
dx 2 dx
5.
d3y
dx 3
dy
d2y
-4
+ 4y = 0
2
dx
dx
6. (y’’)2 + (y’)3 + 3y = x2
24
7. y” = (y’)3 + y’
8.
z
z
zx
0
x
y
9.
2 z
2z
+
= x2 + y
2
2
x
y
10. x
z
z
+y
=z
x
y
Setiap persamaan pada contoh di atas, memuat tanda turunan atau diferensial.
Oleh karenanya masing-masing persamaan dinamakan persamaan diferensial.
Definisi:
Persamaan diferensial adalah suatu persamaan yang di dalamnya terdapat paling
sedikit satu turunan atau diferensial dari suatu fungsi yang belum diketahui.
Jika dalam suatu persamaan diferensial, turunan yang muncul adalah turunan
biasa, misalnya
dy
maka persamaannya dinamakan persamaan diferensial biasa,
dx
sebaliknya jika turunan yang muncul adalah turunan parsial, misalnya
z
z
dan
,
x
y
maka persamaannya dinamakan persamaan diferensial parsial. Persamaan pada
contoh 1-7 di atas dinamakan persamaan diferensial biasa, sedangkan persamaan
pada contoh 8-10 di atas dinamakan persamaan diferensial parsial.
Selain jenis persamaan diferensial biasa dan parsial, dalam persamaan
diferensial dikenal pula istilah tingkat (order) dan derajat (degree). Tingkat suatu
persamaan diferensial itentukan oleh turunan tertinggi yang muncul dalam
persamaan tersebut, sedangkan derajat persamaan diferensial ditentukan oleh pangkat
dari turunan tertinggi dalam persamaan diferensial yang diberikan.
Perhatikan beberapa contoh persamaan dibawah ini.
1. 2x dx – 3 dy = 0 adalah persamaan diferensial tingkat satu derajat satu, karena
turunan tertinggi dalam persamaan adalah turunan tingkat satu dan berpangkat
satu.
Dengan cara yang sama dapat ditentukan tingkat dan derajat fungsi dibawah ini.
25
2.
dy
= 3 – 2x , persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)
dx
3.
dy
+ 2xy = 4x, persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)
dx
4.
d 2 y dy
- 2y = 0, persamaan tingkat dua derajat satu (2-1)
dx 2 dx
5.
d3y
dx 3
dy
d2y
-4
+ 4y = 0, persamaan tingkat 3 derajat 1 (3-1)
2
dx
dx
6. (y’’)2 + (y’)3 + 3y = x2, persamaan tingkat dua derajat dua (2-2)
7. y” = (y’)3 + y’, persamaan tingkat dua derajat satu (2-1)
8.
z
z
z+x
= 0, persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)
x
y
9.
2 z
2 z
+
= x2 + y, persamaan tingkat dua derajat satu (2-1)
x 2
y 2
10. x
z
z
+y
= z, persamaan tingkat satu derajat satu (1-1)
x
y
Primitif suatu Persamaan Diferensial
Sebagaimana telah disebutkan dalam definisi persamaan diferensial, bahwa
suatu persamaan diferensial memuat turunan dari suatu fungsi yang belum diketahui.
Dengan demikian jika diketahui suatu persamaan diferensial maka dapat ditentukan
fungsi yang belum diketahui tersebut. Untuk menentukan fungsi yang belum
diketahui suatu persamaan diferensial terdapat beberapa cara, tergantung jenis
persamaan, tingkat, dan derajatnya.
Sebelum dirincikan secara mendetail tentang cara menentukan fungsi yang
belum diketahui suatu persamaan diferensial, maka yang perlu diperhatikan adalah
koefisien dari masing-masing diferensial apakah sudah sejenis. Perhatikan beberapa
contoh berikut.
1.
dy
=2–x
dx
 (2  x)dx  dy  0
  (2  x) dx   dy  0
26
 2x 
1 2
x  y  c, c  R
2
 4 x  x 2  2 y  c, c  R
Berdasarkan uraian di atas, maka
diferensial
fungsi yang belum diketahui dari persamaan
dy
= 2 – x, adalah 4x – x2 – 2y = c.
dx
Selanjutnya 4x – x2 – 2y = c dinamakan selesaian umum (primitif). Selesaian umum
persamaan diferensial juga disebut sebagai persamaan keluarga kurva.
2. (xy-x) dx + (xy + y) dy = 0
Persamaan di atas diubah menjadi
 x( y  1)dx  y ( x  1)dy  0

x
y
dx 
dy  0
x 1
y 1

x
y
dx  
dy  c
x 1
y 1

1 
1 

dy = c
  1 
dx   1 
y  1 
 x  1

  1 dx  
1
1
dx   1 dy  
dy = c
x 1
y 1
 x  ln x  1  y  ln y  1  c
 ( x  y)  ln y  1  ln x  1  c
 ( x  y )  ln
y 1
c
x 1
 y 1
( x  y )

  ce
x

1


Berdasarkan uraian di atas, maka selesaian umum persamaan diferensial (xy-x) dx +
 y 1
( x  y )
(xy + y) dy = 0 adalah 
  ce
 x 1
27
Masalah Nilai awal dan Syarat Batas
Setiap persamaan diferensial yang diberikan akan menimbulkan pertanyaan,
apakah persamaan diferesial tersebut mempunyai selesaian?. Jika mempunyai
selesaian umum apakah selesaian tersebut tunggal?. Untuk menjawab pertanyaan
tersebut perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang pengertian masalah nilai awal.
Setiap selesaian persamaan differensial, banyak persoalan yang dapat
dicantumkan jika diketahui n nilai-nilai y(xo), y’(xo), .... y(n-1)(xo).
Contoh
Persamaan diferensial
dy
= 2x mempunyai selesaian y = x2 + c, c  real.
dx
Karena c  real maka:
1. y = x2 + 3 memenuhi selesaian persamaan
dy
= 2x
dx
2. y = x2 – ½ memenuhi selesaian persamaan
dy
= 2x
dx
3. y = x2 – 100 juga memenuhi selesaian
dy
= 2x, dan seterusnya.
dx
Bentuk y = x2 + C dinamakan selesaian umum persamaan diferensial
dy
= 2x,
dx
sedangkan y = x2 + 3, y = x2 – ½ dan y = x2 – 100 dinamakan selesaian khusus
(particular solution). Nilai C sebagai konstanta real dapat ditentukan, jika dalam
persamaan diferensial yang diketahui diberikan syarat awalnya. Persamaaan
diferensial yang mempunyai syarat awal dinamakan masalah nilai awal (initial value
problems).
Definisi
Masalah nilai awal adalah persamaan diferensial tingkat n bersama dengan n syarat
awal pada suatu nilai yang dimungkinkan mempunyai nilai pada variabel bebas
yang sama.
Bentuk yang lain definisi di atas dapat dinyatakan dengan pernyataan sebagai
berikut:
28
Masalah nilai awal persamaan diferensial tingkat-n f(x,y,y’, y’’, ... , y(n)) = 0 yaitu
menentukan selesaian persamaan diferensial pada interval I dan memenuhi n syarat
awal di xo  I subset dari bilangan real.
Bentuk umum masalah nilai awal dinyatakan dengan:
f(x,y,y’,y’’, ... ,y(n-1)) = 0
dengan y(xo) = yo, y’(xo) = y1, ... , y(n)(xo) =yn-1
Atau
 f ( x, y, y ' , y" ,... y ( n ) )  0

dengan
 y( x )  y
o
 o
 y' ( x )  y
o
1

..................
 (n)
 y ( x o )  y n 1

dimana yo, y1, y2, ...yn-1 adalah kontanta
Berdasarkan definisi di atas, selesaian umum persamaan diferensial memuat
konstanta c, sedangkan pada persamaan diferensial dengan n syarat awal konstanta c
tersebut diganti dengan bilangan real (R) yang memenuhi syarat awal.
Contoh
Tentukan selesaian masalah nilai awal
 y'  e x

1. dengan
 y (0)  1,

Jawab
y’ = e-x  y =  e  x dx  y = -e-x + c (selesaian umum)
Karena y(0) = 1 maka 1 = -e-0 + c dan didapat c = 2
Sehingga selesaian khusus masalah nilai awal di atas adalah y = -e-x + 2
29
 dy
 dx  x  1

2. dengan
 y (1)  1


Jawab
dy
= x + 1 maka y =
dx
 x  1 dx = ½ x2 + x + c
Karena y(1) = 1 maka 1 =
1
1
(1) 2 + 1 + c dan diperoleh c = 2
2
sehingga selesaian khusus masalah nilai awal di atas adalah y = ½ x2 + x – ½ atau
x2 + 2x – 2y -1 = 0
3. x
dy
+ y = 1 dengan y(1) = 1
dx
Jawab
x
dy
= 1- y
dx
 x dy  (1  y )dx  0

dy
dx

0
(1  y ) x

dy
dx

0
(1  y )
x
  ln 1  y  ln x  c
 ln (1  y) x  c
 (1  y ) x  c
Karena y(1) = 1 maka (1-1)=c1 atau c = 0
Sehingga selesaian khususnya adalah (1-y)x = 0
2.5 Persamaan Diferensial Tingkat Tinggi
Persamaan diferensial tingkat tinggi disebut pula sebagai persamaan
diferensial tingkat-n. Bentuk umum persamaan diferensial tingkat tinggi adalah:
30
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Po
Dengan P o  0, P 1 , P 2 , P 3 , ... , P n 1 , P n adalah fungsi atau konstanta.
karena
dy
d2y
d n 1 y
dny
2
n 1
= Dy,
=
D
y,
...,
=
D
y,
= Dn y
2
n 1
n
dx
dx
dx
dx
maka persamaan
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Po
dapat dinyatakan dengan
 P o D n y + P 1 D n 1 y + P 2 D n2 y + P 3 D n 3 y + ... + P n 1 Dy + P n y = Q(x)
 (P o D n + P 1 D n 1 + P 2 D n2 + P 3 D n 3 + ... + P n 1 D + P n ) y = Q(x)
 F(D) y = Q(x)
Jika bentuk F(D)y = Q(x) dan Q(x) = 0, maka bentuk umumnya menjadi
P o D n y + P 1 D n 1 y + P 2 D n2 y + P 3 D n 3 y + ... + P n 1 Dy + P n y = 0.
Pada kasus Q(x) = 0 maka F(D)y = 0 disebut persamaan differensial linear homogen
tingkat tinggi, sedangkan jika Q(x)  0 maka F(D)y = Q(x) disebut persamaan
differensial linear tidak homogen tingkat tinggi.
Contoh
1.
dy
d2y
+2
- 15y = 0
2
dx
dx
2. (
dy
dy
-y)(
-2y) 2 = e 2 x
dx
dx
3. (D 2 + 9) y = x cos x
4. (x+2) 2
dy
d2y
- (x+2)
+ y = (3x+4)
2
dx
dx
5. (x 3 D 3 + 3x 2 D 2 - 2xD + 2) y = 0
6. (x 3 D 3 + 2xD - 2) y = x 2 ln x + 3x
Persamaan-persamaan pada contoh di atas selanjutnya dapat dikelompokkan
ke dalam persamaan homogen dan tidak homogen. Persamaan pada contoh 1 disebut
persamaan differensial linear homogen tingkat dua dengan koefisien konstan,
31
persamaan pada contoh 2 disebut persamaan differensial linear tidak homogen
tingkat tiga dengan koefisien konstan, persamaan pada contoh 3 disebut persamaan
differensial linear tidak homogen tingkat dua dengan koefisien konstan, persamaan
pada contoh 4 disebut persamaan differensial linear tidak homogen tingkat dua
dengan koefisien variabel, persamaan pada contoh 5 adalah persamaan differensial
linear homogen tingkat tiga dengan koefisien variabel, sedangkan persamaan pada
contoh 6 adalah persamaan differensial linear tidak homogen tingkat 3 dengan
koefisien variabel.
Selesaian Umum PD Tingkat Tinggi
Misal y = y 1 (x) adalah selesaian persamaan
Po
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Maka y = c 1 y 1 (x) adalah selesaian juga, dimana c 1 adalah sebarang konstanta.
Selanjutnya jika y = y 1 (x), y = y 2 (x) , y = y 2 (x) , ... merupakan selesaian umum
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
Po
+ P 1 n 1 + P 2
+ P3
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x), maka
n2
n 3
n
dx
dx
dx
dx
dx
y = c 1 y 1 (x) + c 3 y 2 (x) + c 3 y 3 (x) + ... juga selesaian persamaan.
Himpunan selesaian y = y 1 (x), y = y 2 (x) , y = y 2 (x) , ... y= y n (x) disebut bebas
liner jika persamaan c 1 y 1 + c 2 y 2 + c 3 y 3 + ... c n y n = 0 dimana c i adalah konstanta
dan terjadi hanya apabila c 1 = c 2 = c 3 = ... = c n = 0.
Syarat perlu dan cukup bahwa n selesaian merupakan bebas linear yaitu jika
diterminan matrik ordo n x n yang masing-masing sukunya adalah selesaian
dimaksud sampai turunan ke (n-1)  0.
Dengan kata lain y = c 1 y 1 (x) + c 3 y 2 (x) + c 3 y 3 (x) + ... + c n y n (x) adalah primitif.
Jika R(X) suatu selesaian khusus maka selesaian khususnya persamaan differensial
linear tingkat tinggi adalah
y = c 1 y 1 (x) + c 2 y 2 (x) + c 3 y 3 (x) + ... + c n y n (x) + R(x).
Untuk lebih memudahkan cara menentukan selesaian persamaan differensial
tingkat tinggi, maka dalam menentukan selesaian tersebut dikelompok menjadi:
32
1) Persamaan Homogen dengan Koefisien Konstan
Sebagaimana telah disebutkan pada awal bab sebelumnya, bahwa persamaan
differensial linear homogen tingkat tinggi dengan koefisien konstan dinyatakan
dalam bentuk umum:
Po
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ Pn y = 0
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Atau
(P o D n + P 1 D n 1 + P 2 D n2 + P 3 D n 3 + ... + P n 1 D + P n ) y = 0
atau
F(D) y = 0, dengan P o  0, P 1 , P 2 , P 3 , ... , P n 1 , P n adalah konstan.
F(D) disebut fungsi operator differensial.
Selanjutnya jika F(D) dapat difaktorkan, maka F(D) dapat dinyatakan dalam
bentuk (D-m 1 )(D-m 2 )(D-m 3 ) ... (D-m n ) = 0. sebaliknya jika tidak dapat
difakktorkan maka ditulis sebagai F(D) = 0.
Bentuk (D-m 1 )(D-m 2 )(D- 3 ) ... (D-m n ) = 0 dinamakan persamaan karakteristik
dengan m 1 , m 2 , m 3 , ... m n disebut akar-akar persaman karakteristik. Perlu diingat
bahwa tidak penting menulis persamaan karakteristik, karena akar-akarnya dapat
dibaca secara langsung dari fungsi operator differensial.
Persamaan karakteristik f(m) = 0 setelah ditentukan akar-akarnya, untuk
menentukan selesaian umum persaamaan
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
Po
+ P 1 n 1 + P 2
+ P3
+ ... + P n 1
+ Pn y = 0
n2
n 3
n
dx
dx
dx
dx
dx
ditentukan dengan y = ce mx dimana m akar persamaan karakteristik yang telah
diketahui. Karena m 1 , m 2 , m 3 , ... m n adalah akar-akar persamaan karakteristik,
maka jenis bilangan real dan tidak real. Untuk lebih jelasnya diberikan penjelasan
sebagai berikut:
1. Andaikan m 1  m 2  m 3  ...  m n  bilangan real maka primitinya
y = c 1 e m1x + c 2 e m2
x
+ c 3 e m3
x
+ ... + c n e m1x
sehingga melibatkan n selesaian yang bebas linear dan n konstanta sebarang.
Jika y = c 1 e m1x + c 2 e m2
x
+ c 3 e m3
x
+ ... + c n e m1x adalah selesaian maka
33
y = c 1 e m1x , y = c 1 e m1x , y = c 1 e m1x , ... , dan y = c 1 e m1x juga selesaian.
2. Andaikan m 1 = m 2 = m 3 = ... = m n = m  Real
maka primitifnya
y = (c1 + c2x + c 3 x 2 + ... + c n x n 1 ) e mx
dalam hal ini selesaian persamaan melibatkan konstanta sebarang dan m kali
hubungan diantaranya.
3. Andaikan terjadi kombinasi hubungan antar akar persamaan karakteristik dalam
bentuk 1 dan 2 di atas yaitu:
m 1  m 2 = m 3 = m 4  ...  m n  Real maka primitifnya
y = c 1 e m1x + (c 2 + c 3 x + c 4 x 2 )e mx + ... + c n e mn x .
4. Jika akar-akar persamaan karakteristik tidak real , misal
m12 = a  bi, maka diperoleh
y = c 1 e ( a bx)  c 2 Ae ( a bi) x
= e ex ( c 1 e bix + c 2 e  bix )
Karena e x = 1 + x +
e bix  1  (bix ) 
= 1 + (bix) +
bix
x2 x3 x4 x5 x6 x7
+ ..., maka:





2! 3! 4! 5! 6! 7!
(bix ) 2 (bix ) 3 (bix ) 4 (bix ) 5 (bix ) 6




 ...
2!
3!
4!
5!
6!
( b 2 x 2 )
dan
2!
e   1  (bix ) 
(bix ) 2 (bix ) 3 (bix ) 4 (bix ) 5 (bix ) 6




 ...
2!
3!
4!
5!
6!
sehingga
y = c 1 e ( a bx)  c 2 Ae ( a bi) x
= e ax (C1 cos bx  C2 sin bx)
5. Akar-akar persamaan karakteristika gabungan real dan tidak real, maka selesaian
umumnya menggunakan perpaduan bentuk 1, 2, 3, dan 4 di atas.
34
2) Persamaan Homogen dengan Koefisien Variabel
Bentuk umum persamaan differensial lineat homogen dengan koefisien konstan
adalah
Po
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Dimana P o  0, P 1 , P 2 , P 3 , ... , P n 1 , P n adalah fungsi, dan Q(x) = 0
Contoh
1) (x 3 D 3 + 3x 2 D 2 - 2xD + 2) y = 0
2) (x+2) 2
dy
d2y
- (x+2)
+y=0
2
dx
dx
3) Persamaan Tidak Homogen dengan Koefisien Konstan
Bentuk umum persamaan differensial linear tidak homogen dengan koefisien
konstan adalah
Po
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Dimana P o  0, P 1 , P 2 , P 3 , ... , P n 1 , P n adalah konstanta, dan Q(x)  0
Contoh
1.
dy
d2y
-3
+ 2y = 10e 4 x
2
dx
dx
2. (D 2 - 4D +4)(D+3) y = 5e 2 x
3. (D 2 + 2D)y = Cos 3x
Selesaian persamaan diferensial tidak homogen dengan koefisien kostan
dinyatakan dengan Y = y(C) + y(p)
y(c) disebut fungsi komplemen dan merupakan selesaian dari F(D)y = 0, y(p) disebut
selesaian khusus (particular solution).
Dengan demikian untuk menentukan selesaian
Po
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Dengan P o  0, P 1 , P 2 , P 3 , ... , P n 1 , P n adalah konstanta, dan Q(x)  0
35
Tinggal mencari y(c).
Untuk mencari y(p) dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu
a. Metode invers fungsi operator
Misal F(D)y = Q(x) adalah persamaan differensial linear tidak homogen dengan
koefisien konstan, maka selesaiannya Y = y(C) + y(p).
Setelah ditentukan y(c), maka
F(D)y = Q(x)
 y=
1
Q(x)
F ( D)
misal F(D) = (D-m 1 )(D-m 2 )(D-m 3 ) ... (D-m n ), maka
y=
1
Q(x)
( D  m1 )( D  m2 )( D  m3 )...( D  mn )
misal u =
v =
1
Q( x) ------(PDL tingkat-1)
( D  mn )
1
u --------(PD Linear tingkat-1)
( D  mn 1 )
.......................
Z =
1
t ----------(PD Linear tingkat-1)
( D  m1 )
 (D-m n )u = Q(x)
untuk m 1  m 2  m 3  ...  m n  real
y(p) = e m1x  e ( m2  m1 ) x
e
( m3  m2 ) x
...
 Q ( x )e
 mn x
(dx) n
Jika m 1 = m 2 = m 3 = ... = m n  real maka
y(p) = e mx
 
...
 Q ( x )e
mx
(dx) n
b. Metode penjumlahan n pecahan parsial.
y=
1
Q(x)
( D  m1 )( D  m2 )( D  m3 )...( D  mn )
dinyatakan dalam bentuk penjumlahan n pecahan parsial yaitu
36
y=(
A3
An
A1
A2
+
+
+ ... +
) Q(x)
( D  m3 )
( D  m1 )
( D  m2 )
( D  mn )
y =
A3
An `
A1
A2
Q(x) +
Q(x) +
Q(x) + ... +
Q(x) dan
( D  m3 )
( D  m1 )
( D  m2 )
( D  mn )
merupakan persamaan differensial linear tingkat 1 yang selesaiannya dapat dicari.
c. Metode Variasi Parameter
Selesaiannya Y = y(C) + y(p).
Fungsi komplemen y(C) = C1y1(x) + C2y2(x) + C3y3(x) + ... + Cnyn(x)
Diperoleh hubungan dasar
y(p) = L1(x)y1(x) + L2(x)C2(x) + L3(x)y3(x) + ... + Ln(x)yn(x)
dengan mengganti C dengan fungsi x yang tidak diketahui, yaitu L . Metode ini
terdiri dari cara untuk menentukan L sedemikian sehingga
y(p) = L1(x)y1(x) + L2(x)C2(x) + L3(x)y3(x) + ... + Ln(x)yn(x) menjadi
y(C) = C1y1(x) + C2y2(x) + C3y3(x) + ... + Cnyn(x)
d. Metode Koefisien tak Tentu
Yang dimaksud dengan metode koefisien tak tentu adalah membuat hubungan dasar
y  Ar1 ( x)  Br2 ( x)  Cr3 ( x)  ....  Grn ( x)
Dimana r1 ( x), r2 ( x), r3 ( x), ...rn ( x) adalah suku-suku Q dan fungsi-fungsi ini muncul
dari suku-suku Q dengan menurunkannya dan A, B, C, ....G adalah konstanta.
Misal persamaannya f ( D) y  x 3 maka y  Ax 3  Bx 2  Cx  D
Misal persamaannya f ( D) y  e x  e 3 x maka y  Ae x  Be 3 x
Misal persamaannya f ( D) y  sin ax maka y  A sin ax  B cos ax
Misal persamaannya f ( D) y  sec x maka metode ini tidak dapat digunakan untuk
menentukan selesaiannya.
Selanjutnya substitusikan y kedalam f(D)y maka koefiesien A,B,C, .. diperoleh dari
menyelesaikan identintas.
37
e. Metode integral khusus Q(x) berbentuk yang sangat spesifik.
Integral khusus persamaan diferensial f(D)y = Q(x) dengan koefisien konstan
dinyatakan dengan y 
1
Q( x) .
F ( D)
Untuk bentuk-bentuk tertentu Q(x) dapat dipandang sebagai
1. Jika Q(x) = e ax maka y 
1
1
1 ax
Q( x) =
e ax 
e , F (a)  0
F ( D)
F ( D)
F (a)
2. Jika Q(x) = sin(ax+b) atau Q(x) = cos(ax+b)
maka y 
1
1
sin( ax  b) 
sin( ax  b), F (a 2 )  0
2
2
F (D )
F (a )
maka y 
1
1
cos( ax  b) 
cos( ax  b), F (a 2 )  0
2
2
F (D )
F (a )
3. Jika Q(x) = x n maka
maka y 
1
x n  (ao  a1 D  a 2 D 2  ...  a n D n ) x n , ao  0
F ( D)
Diperoleh dengan mengembangkan
1
dengan pangkat naik D dan
F ( D)
menghilangkan semua suku di atas D n karena D n x m  0
4. Jika Q(x) = e ax V (x) maka y 
5. Jika Q(x) = xV(x) maka y 
1
1
e axV  e ax
V
F ( D)
F ( D  a)
1
1
F ' ( D)
xV  x
V
V
F ( D)
F ( D)
F ( D) 2


4) Persamaan Tidak Homogen dengan Koefisien Variabel
Bentuk umunya dinyatakan dengan
Po
dy
d n2 y
d n 3 y
dny
d n 1 y
+
P
+
P
+
P
+ ... + P n 1
+ P n y = Q(x)
3
2
1
n2
n 3
n
n 1
dx
dx
dx
dx
dx
Dimana P o  0, P 1 , P 2 , P 3 , ... , P n 1 , P n adalah fungsi, dan Q(x)  0.
Contoh
1. (x+2)
2
dy
d2y
- (x+2)
+ y = (3x+4)
2
dx
dx
2. (x 3 D 3 + 3x 2 D 2 - 2xD + 2) y = 1-x
38
3. (x 3 D 3 + 2xD - 2) y = x 2 Ln x + 3x
2.6 Transformasi Laplace
Definisi
Misalkan F(t)
suatu fungsi t dan t > 0, maka transformasi Laplace dari F(t)
dinotasikan dengan L{F(t)} yang didefinisikan oleh:
`
L {{F(t)} =
e
 st
F (t )dt = f(s)
0
Karena L {F(t)} adalah integral tidak wajar dengan batas atas di tak hingga (  )
maka
`
L {F(t)} =
e
 st
F (t )dt
0
p
= Lim  e  st F (t )dt
p 
0
Transformasi Laplace dari F(t) dikatakan ada, jika integralnya konvergen untuk
beberapa nilai s, bila tidak demikian maka transformasi Laplace tidak ada.
Selanjutnya bila suatu fungsi dari t dinyatakan dengan huruf besar, misalnya W(t),
G(t), Y(t) dan seterusnya, maka transformasi Laplace dinyatakan dengan huruf kecil
yang bersangkutan sehingga L {W(t)} = w(s), L {G(t)} = g(s), L {Y(t)} = y(s) dan
seterusnya.
Teorema
Jika F(t) adalah fungsi yang kontinu secara sebagian-sebagian dalam setiap interval
0  t  N dan eksponensial berorde  untuk t > N, maka transformasi Laplace f(s)
ada untuk setiap s > 
Berdasarkan definisi di atas, dapat ditentukan transformasi Laplace beberapa fungsi
sederhana.
Contoh
Tentukan transformasi Laplace fungsi berikut:
1. F(t) = 1
L {F(t)} = L{1}
39

=  e  st (1)dt
0
p
= Lim  e  st dt
p 
0
p
 1

= lim  e  st 
p 
 s
0
1
1 

= lim    0 
p 
se 
 se
=0+
=
1
s
1
s
= f (s)
2. F(t) = t

e
L {F(t)} =
 st
t dt
0
p
= lim  e  stt dt
p 
0
p
1
= lim  t.  d (e  st )
p 
s
0
p
1
=  lim te  st   e  st dt
s p
0
p
1
1


=  lim te  st  e  st 
p


s
s

0
1
1
=  0  
s
s
=
1
s2
3. F(t) = e at

L {F(t)} =  e  st e at dt
0
40
p
= Lim  e ( s a )t dt
p 
0


=
1
lim e ( s  a )t
s  a p 
=
 1
1
1 
lim 
 ( s a )0 

(
s

a
)
p


 ( s  a)
e
e

=
1
sa
p
0
4. F(t) = sin at

L {F(t)} =  e  st sin at dt
0
p
1
= Lim  e  st  d (cos at )
p 
a
0
p

 1

1
 st

= Lim  cos at.e   cos atd (e  st ) 
p 
a
0
 a
0
p

 1

s
= Lim  cos at.e  st    cos at.e  st dt 

p  
a
p
 a
0
p

 1

s  st 1
 st

= Lim  cos at.e   e . d (sin at ) 
p 
a0
a
 a
0
p
p
 1

s
= Lim  cos at.e  st  2 (e  st sin at   sin at.d (e  st ) 

p  
a
0
 a
0
p
p
 1

s
 st
 st
= Lim  cos at.e  2 (e sin at   sin at.  se  st ) 

p  
a
0
 a
0
p
p
 1

s  st
s2
 st

= Lim  cos at.e  2 e sin at  2  sin at.se  st ) 

p  
a
a 0
 a
0
p
a2  1
s

= Lim 2 2   cos at.e  st  2 sin at.e  st 
p  a  s
a
 a
0
=
a 2  cos at s.sin at 
 2 st 

a 2  s 2  a.e st
a .e 
41
=
a2
(0  0)  (1/ a  0)
a2  s2
=
a2
a2  s2
=
a
a  s2
1
 
a
2
5. F(t) = cos at

L {F(t)} =  e  st cos at dt
0
p
= Lim  e  st
p 
0
1
d (sin at )
a
p

1

1
= Lim sin at.e st   sin atd (e st ) 
p  a
a
0

0
p

1

s
 st

= Lim sin at.e   sin at.e st dt 

p   a
a
p

0
p

1

s
1
= Lim sin at.e st   e st . d ( cos at ) 
p a
a0
a

0
p
p
1

s  st
 st

= Lim sin at.e  2 (e ( cos at )    cos at.d (e st ) 

p   a
a
0

0
p
p
1

s  st
 st

= Lim sin at.e  2 (e cos at )   cos at.  se  st dt ) 

p   a
a
0

0
p
p
1

s
s2
= Lim sin at.e st  2 (e st cos at )  2  cos at.e st ) 

p   a
a
a 0

0
p
a2  1
s
 st
 st 
 sin at.e  2 cos at.e 
p  s 2  a 2  a
a
0
= Lim
=
a 2  sin at s. cos at 
 2 st 

s 2  a 2  a.e st
a .e 
42

=
a2
(0  0)  (0  s / a 2 )
s2  a2
=
a2
s / a2
s2  a2
=
a
s  a2



2
Syarat Cukup Transformasi Laplace Ada
Jika F(t) adalah kontinu secara sebagian-sebagian dalam setiap selang
berhingga 0  t  N dan eksponensial berorde  untuk t > N, maka transformasi
Laplacenya f(s) ada untuk semua s >  .
Perlu ditekankan bahwa persyaratan-persyaratan yang dinyatakan adalah CUKUP
untuk menjamin bahwa transformasi Laplace-nya ada. Akan tetapi transformasi
Laplace dapat ada atau tidak walaupun persyaratan ini tidak dipenuhi.
Metode Transformasi Laplace
Untuk memudahkan bagi pengguna matematika, terdapat beberapa cara yang
digunakan untuk menentukan transformasi Laplace. Cara tersebut adalah:
Metode langsung, berkaitan dengan definisi.
Metode ini berkaitan langsung dengan definisi

L {F(t)} =  e st F (t )dt
0
p
= Lim  e st F (t )dt
p 
0
Contoh

L {t}
=
e
 st
t dt
0
p
= lim  e  st tdt
p 
0
p
1
= lim  t.  d (e  st )
p 
s
0
43
p
1
=  lim te  st   e  st dt
s p
0
p
1
1


=  lim te  st  e  st 
s p  
s
0
1
1
=  0  
s
s
1
s2
=
Metode Deret
Misal F(t) mempunyai uraian deret pangkat yang diberikan oleh
F(t) = a 0  a1t  a2t 2  a3t 3  ...

=
a t
n 0
Maka
n
n
transformasi
Laplacenya
dapat
diperoleh
dengan
menjumlahkan
transformasi setiap sukunya dalam deret, sehingga:
L {F(t)} = L {a 0 }  L{a1t}  L{a 2 t 2 }  L{a3t 3 }  ...
=
ao a1 2!a2
  3  ...
s s2
s
=
s

n0
n!an
n 1
, syarat ini berlaku jika deretnya konvergen untuk s > 
Metode Persamaan differensial
Metode ini menyangkut menemukan persaman differensial yang dipenuhi oleh
F(t) dan kemudian menggunakan teorema-teorema di atas.
Menurunkan terhadap parameter
Aneka ragam metode, misalnya dengan menggunakan teorema-teorema yang ada.
Menggunakan tabel-tabel, melalui penelusuran rumus yang sudah ditetapkan.
44
Sifat-sifat Transformasi Laplace
Transformasi Laplace suatu fungsi mempunyai beberapa sifat, sifat-sifat tersebut
antara lain:
Sifat linear
Jika c 1 dan c 2 adalah sebarang konstanta, sedangkan F 1 (t ) dan F 2 (t ) adalah fungsifungsi dengan transformasi-transformasi Laplace masing-masing f1 (s) dan f 2 ( s) ,
maka:
L {c 1 F1 (t ) +c F2 (t ) } = c 1 f1 (s) + c 2 f (s)
Bukti:

L {c 1 F1 (t ) +c F2 (t ) } =  e  st {c1F1 (t )  c2 F2 (t )}dt
0

=
e
 st

c1F1 (t )dt   e  st c1 F2 (t )dt
0
0

p
= c1  e F1 (t )dt  c2  e  st F2 (t )dt
 st
0
0
= c1 f1 (s)  c2 f 2 (s)
Contoh
L {5t-3}
= L {5t} – L {3}
= 5 L {t} – 3 L {1}
=5
=
1
1
3
2
s
s
5 3

s2 s
L {6 sin 2t – 5 cos 2t} = L {6 sin 2t} – L {5 cos 2t}
= 6 L {sin 2t} – 5 L {cos 2t}
=6
=
2
s
5 2
s 4
s 4
2
12  5s
s2  4
L {(t 2 1) 2 } = L {t 4 2t 2  1}
= L { t 4}  L{2t 2}  L{1}
45
= L {t 4 } + 2 L { t 2 } + L {1}
=
=
4!
s
4 1
 2!  1
 2 2 1  
s  s
24 4 1
 
s5 s3 s
L {4e 5t 6t 2  3sin 4t  2 cos 2t}
= L {4e 5t }  L{6t 2}  L{3sin 4t}  L{2 cos 2t}
= 4L{e 5t }  6{t 2}  3L{sin 4t}  2L{cos 2t}
= 4
=
1
2
4
s
6 3 3 2
2 2
s 5
s
s 4
s 4
4
12
12
2s
 3 2
 2
s 5 s
s  16 s  4
Sifat translasi atau pergeseran pertama
Jika L {F(t)} = f(s) maka L {e at F (t )} = f(s-a)
Bukti

Karena L {F(t)} =  e  st F (t )dt = f(s), maka
0

L {e F (t )} =  e  st e at F (t )dt
at
0
p
=  e ( s a )t F (t )dt
0
= f(s-a)
Contoh:
1. Tentukan L { e-3tF(t)}, jika L {F(t)} = f(s)
Menurut sifat 2 di atas, L{e at F (t )} = f(s-a)
Maka L {{e-3tF(t)} = f((s-(-3))
= f(s+3)
2. Tentukan L { { e2tF(t)}, jika L {{F(t)} = f(s/a)
Menurut sifat 2 di atas, L{{e at F (t )} = f(s-a)
46
Maka L {{e2tF(t)} = f(s-2/a)
s 2
 )
a a
= f(
3. Tentukan L{e t cos 2t} .
Karena L {{cos 2t} =
s
= f(s), maka
s 4
2
L{e t cos 2t} = f(s+1)
=
( s  1)
( s  1) 2  4
=
s 1
= f(s)
s  2s  5
2
4. Tentukan L {{e 2t (3 cos 6t  5 sin 6t )}
Menurut sifat linear,
L {{e 2t (3 cos 6t  5 sin 6t )} = L {{e 2t (3 cos 6t )}  L{e2t (5 sin 6t ) }
= 3 L {{e 2t cos 6t}  5L{e 2t sin 6t} }
Karena L{cos 6t} =
s
6
= f(s), dan L{sin 6t} = 2
= f(s) maka menurut
s  36
s  36
2
sifat translasi
3L{e 2t cos 6t}  3 f (s  2)
=3
( s  2)
, dan
( s  2) 2  36
5L{e 2t sin 6t} = 5f(s+2)
=5
6
, sehingga
( s  2) 2  36
L{e 2t (3 cos 6t  5 sin 6t )} = 3
=
( s  2)
6
-5
2
( s  2)  36
( s  2) 2  36
3s  24
s  4 s  40
2
47
Sifat translasi atau pergeseran kedua
 F (t  a), t  a
Jika L{F(t)} = f(s) dan G(t) = 
maka
0, t  a
L{G(t)} = e  as f (s )
Bukti

L{G(t)} =  e  stG(t )dt
0
a
e
=
 st

G(t )dt   e  stG(t )dt
0
a
a

0
a
 st
 st
 e (0)dt   e F (t  a)dt
=

e
=
 st
F (t  a)dt
a
Misal u = t-a maka t = u+a dan du = dt, sehingga


s (u  a )
 e F (t  a)dt =  e F (u)du
 st
a
0
=e
 as

e
 su
F (u )du
0
= e  as f (s )
Contoh
2
2

cos(t  3 ), t  3
Carilah L{F(t)} jika F(t) = 
0, t  2

3
Menurut definisi transformasi Laplace

L{F(t)} =  e st F (t )dt
0
2 / 3
=
 st
 e (0)dt 
0

e

 st
cos(t  2 / 3)dt
2 /3
48

=  e s (u  2 / 3) cosudu
0
=e
 2s / 3

e
 su
cos udu
0
=
se 2s / 3
s2  1
Sifat pengubahan skala
Jika L{F(t)} = f(s), maka L{F(at)} =
1 s
f 
a a

Karena L{F(t)} =  e  st F (t )dt maka
0

L{F(at)} =  e  st F (at )dt
0
Misal u = at, du = a dt atau dt =
du
a

Sehinga L{F(at)} =  e  st F (at )dt
0

= e
s
u  
a
F (u )
0
du
a
s
1 u  
=  e  a  F (u )du
a
=
1 s
f 
a a
Contoh:
1. Jika L{F(t)} =
6
= f(s)
( s  2) 3
maka L{F(3t)} =
=
1 s
f( )
3 3
1
6
3 ( s / 3  2)3
49
=
6 .9
( s  6) 3
Transformasi Laplace dari turunan-turunan
Jika L{F(t)} = f(s) maka L{F’(t)} = sf(s) – F(0)

Karena Karena L{F(t)} =  e  st F (t )dt = f(s), maka
0

L{F’(t)} =  e  st F ' (t )dt
0

=  e  st dF (t )
0
p

  st

 e F (t )   F (t )d (e  st ) 


0

0
=

= -F(0) + s  e  st F(t)dt
0
= sf(s) – F(0)
Jika L{F’(t)} = sf(s) – F(0) maka L{F’’(t)} = s 2 f (s)  sF (0)  F ' (s)
Bukti

L{F”(t)} =  e  st F " (t )dt
0

=  e  st d ( F ' (t ))
0



=  e  st F ' (t )   F ' (t )d (e  st ) 
0





=  e  st F ' (t )  s  F ' (t )e  st dt 
0



= e  st F ' (t )  s[sf (s)  F (0)]

= s 2 f (s)  sF (0)  F ' (0)
50
Dengan cara yang sama diperoleh

L{F’’’(t)} =  e st F ' ' ' (t )dt
0

=  e st d ( F ' ' (t ))
0



=  e  st F ' ' (t )   F ' ' (t )d (e  st ) 
0



  st


=  e F ' ' (t )  s  e  st F ' ' (t )dt 
0


=e
 st

  st


F ' ' (t )  s  e F ' (t )   F ' (t )d (e  st ) 
0


= s 3 f (s)  s 2 F (0)  sF ' (0)  F ' ' (0)
Akhirnya dengan menggunakan induksi matematika dapat ditunjukkan bahwa, jika
L{F(t)} = f(s)
maka
L{F ( n ) (t )} = s n f (s)  s n1F (0)  s n2 F ' (0)  ...  sF ( n2) (0)  F ( n1) (0)
Contoh soal
Dengan menggunakan sifat transformasi Laplace dari turunan-turuan, tunjukkan
bahwa
L{sin at} =
a
= f(s)
s  a2
2
Misal F(t) = sin at diperoleh F’(t) = a cos at, F’’(t) = -a 2 sin at
Sehingga L{sin at} = -
1
L{F’’(t)}.
a2
Dengan menggunakan sifat transformasi Laplace dari turunan-turunan diperoleh
L{sin at}= 
= 
1
( s 2 f (s)  sF (0)  F ' (0) )
a2
1  2 a

s 2
 s (0)  a 
2 
2
a  s a

51
=

1  as 2

 a 
2  2
2
a s a

1  as 2  as 2  a3 

=  2 
a 
s2  a2

=
a
s  a2
2
Tansformasi Laplace dari integral-integral
t
 f (s)
Jika L{F(t)} = f(s) maka L  F (u )du  
s
0

Bukti:
t
Misal G(t) =
 F (u)du maka G’(t) = F(t) dan G(0) = 0
0
Dengan mentransformasikan Laplace pada kedua pihak, diperoleh:
L{G’(t)} = L{F(t)}
 s L{G(t)}-G{0} = f(s)
 s L{G(t)} = f(s)
 L{G(t)} =
f ( s)
s
t
Jadi diperoleh L{
 F (u)du } =
0
f ( s)
s
Contoh
 t sin u 
du 
Carilah L 
0 u

Misal F(t) =
sin t
t
Maka L{F(t)} = arc tan
1
s
Sehingga menurut sifat transformasi di atas
 t sin u  f ( s )
1
1
du  =
L 
= arctan
s
s
s
0 u

52
 t sin u  1
1
Buktikan L 
du  = arctan
s
0 u
 s
Bukti:
t
Misal F(t) =
F’(t) =
sin u
du maka F(0) = 0
u
0

sin t
dan t F’(t) = sin t. Dengan mengambil transformasi Laplace kedua
t
bagian
L{tF’(t)} = L{sint} atau (1)1

d
sf ( s)  F (0) = 2 1
ds
s 1
d
1
sf ( s )   2
ds
s 1
 sf ( s)   
1
ds
s 1
2
 sf ( s)   arctan s  C
Menurut teorema harga awal, Lim sf ( s)  lim F (t )  F (0)  0
s 
Sehingga diperoleh c =
Jadi sf(s) =
t 0

.
2
1
1
arctan
s
s
 cos u  ln( s 2  1)
du  =
Buktikan L 
2s
t u

Bukti:

Misal F(t) =

t
cos t
cos u
atau tF’(t) = - cos t
du maka F’(t) = 
t
u
L {tF ' (t )}  L{-cos t}
(-1)
d
s
d
s
( sf ( s )  F (0)) =  2
atau
sf(s) = 2
ds
s 1
s 1
ds
53
sf(s) =
1
ln( s 2  1)  c
2
Menurut teorema harga akhir, lim sf ( s)  lim F (t )  0, sehingga c = 0.
s 0
Jadi sf(s) =
t 0
1
ln( s 2  1)
ln( s 2  1) atau f(s) =
2
2s
Perkalian dengan t n
dn
Jika L{F(t)} = f(s) maka L{t F (t )} = (-1)
f (s) = (-1)f ( n ) ( s)
n
ds
n
n
Bukti.

Karena f(s) =
e
 st
F (t )dt maka menurut aturan Leibnitz untuk menurunkan dibawah
0
tanda integral, diperoleh:

df
d
= f’(s) =
ds
ds

=
e
 st
F (t )dt
0

 se
 st
F (t )dt
0

=   te st F (t )dt
0

= -  e  st {tF (t )}dt
0
= -L{tF(t)}
Jadi L{tF(t)} = -
df
  f ' (s)
ds
Contoh
1. Tentukan L{t sin at}
Jawab
L{sin at} =
a
, maka menurut sifat perkalian dari pangkat t n diperoleh
2
s a
2
d n f ( s)
L{t F(t)} = (-1)
, sehingga
ds n
n
54
L{ t sin at} = (-1)
d  a 


ds  s 2  a 2 
2as
(s  a 2 )2
=
2
2. Tentukan L{t 2 cos at}
d2  s 
Menurut sifat di atas, L{t cos at} = (-1)


ds 2  s 2  a 2 
2
2
=
d  a2  s2 


ds  ( s 2  a 2 ) 2 
=
2s3  6a 2 s
( s 2  a 2 )3
Sifat pembagian oleh t

 F (t ) 
Jika L{F(t)} = f(s) maka L 
   f (u )du
 t  0
Bukti:
F (t )
maka F(t) = t G(t).
t
Misal G(t) =
Dengan menggunakan definis transformasi Laplace untuk kedua bagian, maka
diperoleh bentuk L{F(t)} = L{t G(t)} atau f(s) = f(s) = -
d
L{G (t )} atau
ds
dg
.
ds
Selanjutnya dengan mengintegralkan diperoleh

f(s) =

-
dg
.
ds
s
g(s) = -
 f (u )du


=
 f (u)du
s
55
 F (t ) 
Jadi L 

 t 

 f (u)du
s
2.7 Transformasi Laplace Invers
Definisi
Jika transformasi Laplace suatu fungsi F(t) adalah f(s), yaitu jika L{F(t)} = f(s) maka
F(t) disebut suatu transformasi Laplace Invers dari f(s). Secara simbolis ditulis
F (t )  L1{ f (s)} . L1 disebut operator transformasi Laplace invers.
Contoh.
1
 1 
1
2t
2t
Karena L 
  e maka L e  
s2
s  2


s
 s 
1
Karena L  2
  cos t 3e maka L cos t 3  2
s 3
 s  3
1
 sinh at 
 1  sinh at

Karena L  2
maka L1 
 2
2 
2
a
s  a 
 a  s a
Ketunggalan Transformasi Laplace Invers
Misal N(t) adalah suatu fungsi dan L{N(t)} = 0 maka L{F(t)+N(t)} = L{F(t)}
Dengan demikian dapat diperoleh dua fungsi yang berbeda dengan transformasi
Laplace yang sama.
Contoh
0 untuk t  1
F1(t) = e-3t dan F2(t) =  3t
e untuk t  1
Mengakibatkan L1{F1 (t )}  L1{F2 (t )} 
1
s3
Jika kita menghitung fungsi-fungsi nol, maka terlihat bahwa transformasi Laplace
invers tidak tunggal. Akan tetapi apabila kita tidak dapat memperhitungkan fungsifungsi nol (yang tidak muncul dalam kasus-kasus fisika) maka ia adalah tunggal.
Hasilnya dinyatakan oleh teorema berikut.
Teorema Lerch
56
Jika membatasi diri pada fungi-fungsi F(t) yang kontinu secara sebagian-sebagaian
dalam setiap selang berhingga 0  t  N dan eksponensial berorde untuk t > N, maka
inversi transformasi laplace dari f(s) yaitu L1  f (s)  F (t ) , adalah tunggal. Jika
tidak ada pernyataan lainnya, maka kita selalu menganggap ketunggalan di atas.
Berdasarkan definisi di atas, dapat ditentukan transformasi Laplace invers beberapa
fungsi sederhana.
Sifat-sifat transformasi Laplace Invers
Beberapa sifat penting dari transformasi Laplace invers adalah:
Sifat Linear
Misal
c1 dan
c2 adalah sebarang bilangan konstanta, sedangkan
f1 ( s) dan
f 2 ( s) berturut-turut adalah transformasi Laplace dari F1 (t ) dan F2 (t ) , maka:
L1{c1 F1 (t )  c2 F2 (t )}  L1{c1 F1 (t )}  L1{c2 F2 (t )}
 L1{c1 F1 (t )}  L1{c2 F2 (t )}
 c1 L1{F1 (t )}  c2 L1{F2 (t )}
 c1 f1 (s)  c2 f 2 (s)
Contoh
 3s  12 
1  3s 
1  12 
L1  2
L  2
 L  2

 s 9 
s  9
s  9
1 
 s 
1 
= 3L1  2
  12 L  2

s  9
s  9
= 3 cos 3t  12
sin 3t
3
Sifat translasi atau pergeseran pertama
Jika L1{ f ( s)}  F (t ) maka L1{ f (s  a)}  e at F (t )
Contoh



1
1
 1  sinh 3t
1 
2t sinh 3t
L1  2
maka L1  2

L 
e
2
t
3
s  9
 ( s  2s  13 
 ( s  2)  9 
57
Sifat translasi atau pergeseran kedua
Jika L1{ f ( s)}  F (t ) maka
F (t  a), untuk t  a
L1{e as f ( s)}  
 0, untuk t  a
Contoh
 1 
1. L1  2
  sin t maka
 s  1


  3s  sin( t  ), untuk t 
 e
 
3
3
2. L1  2

 s  9  0, untuk t  

 
3
Sifat pengubahan skala
Jika L1{ f ( s)}  F (t ) maka L1{ f (ks)} 
1 t
F 
k k
Contoh
3s  1  t 
 s 
1 
Karena L1  2
  cos t maka diperoleh L 
  cos 
2
 s  1
 (3s)  1 3  3 
Transformasi Laplace invers dari turunan-turunan
d n

Jika L1{ f ( s)}  F (t ) maka L1{ f ( n ) ( s)}  L1 
f ( s)  (1) n t n F (t )
 ds

Contoh
Karena
L1
 2 
L1  2
  sin 2t
s  4
dan
d  2 
 4s
maka
 2
 2
ds  s  4  (s  4) 2
diperoleh
d  2 
 4s 
1 
  (1) n t n sin 2t  t sin 2t
 2
  L  2
2 
ds  s  4 
 ( s  4) 
Transformasi Laplace invers dari antiturunan-antiturunan

 F (t )
Jika L1{ f ( s)}  F (t ) maka L1  f (u )du  
t
s

58
Contoh
 1
 1 1  1
1  1 1 t
Karena L1 
 L  
   e maka
 3s( s  1)  3  s s  1 3 3
 1
 1  1  e t
1
diperoleh L1   
du   
 0 3u 3(u  1)  3  t

`

Sifat perkalian dengan s n
Jika L1{ f ( s)}  F (t ) maka L1{sf (s)}  F ' (t )
Dengan demikian perkalian dengan s berakibat menurunkan F(t) Jika
f(t)  0 , sehingga
L1{sf ( s)  F (0)}  F ' (t )
 L1{sf (s)}  F ' (t )  F (0) (t ) dengan  (t ) adalah fungsi delta Dirac atau fungsi
impuls satuan.
Contoh
5s  d
 5 
1 
Karena L1  2
  sin 5t dan sin5t=0 maka L  2
  (sin 5t )  5 cos 5t
 s  25 
 s  25  dt
Sifat pembagian dengan s
 f ( s) 
Jika maka L 
   F (u )du
 s  0
1
t
Jadi pembagian dengan s berakibat mengakibatkan integral F(t) dari 0 sampai dengan
t.
Contoh
 2 
Karena L1  2
  sin 2t maka diperoleh
s  4

 t
2
1
1

L  2
   sin 2u du   cos 2u   cos 2t  1
2
0 2
 s( s  4)  0
t
1
Sifat konvolusi
Jika L1{ f ( s)}  F (t ) dan L1{g ( s)}  G(t ) maka
59
t
L1{ f ( s) g ( s)}   F (u )G(t  u )du  F * G
0
F*G disebut konvolusi atau faltung dari F dan G, dan teoremanya dinamakan
teorema konvolusi atau sifat konvolusi.
Contoh
 1 
1  1 
2t
 4t
Karena L1 
e
  e dan L 
s  2
s  4

 t  4 u 2 ( t u )
1
maka diperoleh L1 
du  e 2t  e 4t
  e e
 ( s  4)( s  2)  0
Metode Transformasi Laplace Invers
Menentukan transfomasi Laplace dapat dilakukan dengan beberapa cara, sehingga
dalam transformasi Laplace invers terdapat beberapa metode yang dapat digunakan,
antara lain:
Metode pecahan parsial
Setiap fungsi rasional
P( s )
, dengan P(s) dan Q(s) fungsi pangkat banyak (polinom)
Q( s )
dan derajat P(s) lebih kecil dari Q(s). Selanjutnya
fungsi
rasional
yang
P( s )
dapat ditulis jumlah dari
Q( s )
mempunyai
bentuk
A
As  B
atau
dan seterusnya , r  1,2,3,....
r
2
(as  b)
(as  bs  c) r
Dengan memperoleh transformasi Laplace invers tiap pecahan parcial maka dapat
 P( s ) 
ditentukan L1 

 Q( s ) 
Konstanta A, B, C, …… dapat diperoleh dengan menyelesaikan pecahan-pecahan
dan menyamakan pangkat yang sama dari kedua ruas persamaan yang diperoleh atau
dengan menggunakan metode khusus.
Contoh
 3s  16 
Tentukan L1  2

s  s  6
60
Jawab
3s  16 
 3s  16 
1 
L1  2
L 

s  s  6
 ( s  2)( s  3) 
3s  16
A
B


( s  2)( s  3) s  2 s  3
=
A( s  3)  B ( s  2)
s2  s  6
=
( A  B) s  (2 B  3 A)
s2  s  6
atau A+B = 3 dan 2B-3A = 16 atau 2(3-A)–3A=16 sehingga didapat
A = -2 dan B = 5
 3s  16 
5 
1   2
L1 

L 

 s  2 s  3
 ( s  2)( s  3) 
 2 
1  5 
= L1 
 L 

s  4
 s  3
= -2e 4 t +5e 3t


s 1
Tentukan L1 

2
 ( s  3)( s  2s  2) 
Jawab


s 1
Bs  C 
1  A
L1 
 2
L 

2
 ( s  3)( s  2s  2) 
 s  3 ( s  2s  2) 
A
Bs  C
A( s 2  2s  2)  ( Bs  C )( s  3)
 2

s  3 s  2s  2
( s  3)( s 2  2s  2)
=
As 2  2 As  2 A  Bs 2  (3B  C ) s  3C
( s  3)( s 2  2s  2)
Sehingga

  ( A  B) s 2  (2 A  3B  C ) s  (2 A  3C ) 
s 1



2
( s  3)( s 2  2s  2)
 ( s  3)( s  2s  2)  

Diperoleh A+B = 0, 2A+3B+C=1, 2A+3C=-1
61
Atau A = 
4
4
1
, B = , dan C =
5
5
5
4
1 
 4

s



s

1

1
5  5
5 
Akhirnya diperoleh L1 
L 

2
2
 ( s  3)( s  2 s  2) 
 s  3 ( s  2 s  2) 


4
1 
 4

s


5    4 L1  1   4  ( s  1) 
L1  5  25





5  s  3  5  ( s  1) 2  1
 s  3 ( s  2s  2) 


4
4
=  e 3t  e t cos t
5
5
Metode Deret
Jika f(s) mempunyai statu uraian dari kebalikan pangkat dari s yang diberikan oleh
f ( s) 
ao a1 a2 a3
 
  ...
s s2 s3 s4
Maka dibawah persyaratan-persyaratan yang sesuai kita dapat menginversi suku
demi suku untuk memperoleh
F (t )  ao  a1t 
a 2 t 2 a3 t

 ...
2!
3!
Contoh
  1s 
e 
Tentukan L1 

 s 


Jawab
  1s 
1
1
e  1  1

 3  ...

  1  
2
3! s

 s  s  s 2! s


1
1
1 1


 ...
=  2 
3
4
2! s
3! s
s s

62
  1s 
1
1
 e  1  1 1


 ...
Sehingga L1 
=L   2 
3
4
2! s
3! s
s s

 s 


= 1 t 
t2
t3
+ ...

12 2 2 12 2 2 3 2
Metode persamaan diferensial
Turunan terhadap statu parameter
Aneka ragam metode yang menggunakan teorema-teorema
Penggunaan tabel
Rumus inversi kompleks
Rumus Penguraian Heaviside
Andaikan P(s) dan Q(s) adalah fungsi pangkat banyak (polinom) dan derajat P(s)
lebih kecil dari Q(s). Misal Q(s) mempunyai n akar-akar yang berbeda yaitu  k , k=
1, 2, 3, 4, ..., n. Maka
 P( s)  n P( k )  k t
L1 
e

Q
(
s
)
Q
'
(

)

 k 1
k
Bukti rumus di atas diuraikan sebagai berikut:
Karena Q(s) adalah polinomial dengan n akar berbeda  1 ,  2 ,  3 , ... ,  n maka
menurut metode pecahan-pecahan parsial diperoleh
Ak
An
A1
A2
P( s )
+
.......(1)

 ... +
 ... 
Q( s ) s   1 s   2
s k
s n
Dengan mengalikan kedua ruas dengan (s-  k ) dan mengambil s   k dengan
menggunakan aturan L’Hospital diperoleh
s k 
P( s )
( s   k )  lim P( s)

s  k Q( s )
s  k
 Q( s ) 
Ak  lim
s k 
= lim P( s) lim 

s  k
s  k
 Q( s ) 
s k 
= P(  k ) . lim 

s  k
 Q( s ) 
63
= P(  k ) .
1
.
Q' ( s )
Sehingga (1) dapat ditulis sebagai
P( k )
P( n )
P( 2 )
P( s) P(1 )
1
1
1
1
+
+... +

.
.
.
 ...+
.
Q( s) Q' (1 ) s  1 Q' ( 2 ) s   2
Q' ( k ) s   k
Q' ( n ) s   n
Dengan demikian
 P( s) 
P( k )
P( n )
P( 2 )
1
1
1
1 
1  P( 1 )
L1 
.

.
 ... 
.
 ... 
.
 L 

Q' ( k ) s   k
Q' ( n ) s   n 
 Q( s ) 
 Q' (1 ) s  1 Q' ( 2 ) s   2
1  P(
 P( 1 )
1  1  P( 2
1 
1 
1 
1  P( n )
k
L1 
.
.
.
.
 L 
  ....  L 
  ...  L 

 Q' ( 1 ) s   1 
 Q' ( 2 ) s   2 
 Q' ( k s   k 
 Q' ( n ) s   n 

P( k )  k t
P( n )  nt
P( 1 ) 1t P( 2 )  2t
.e 
.e  ... 
.e  ... 
.e
Q' ( 1 )
Q' ( 2 )
Q' ( k )
Q' ( n )
P( k )  k t
e
k 1 Q' ( k )
n

Fungsi Beta
Jika m>0 dan n>0 didefinisikan fungsi beta sebagai
1
B(m,n) =  u m1 (1  n) n1 du a dan kita dapat memperlihatkan sifat-sifat:
0
B(m,n) =
(m)(n)
 ( m  n)

2
 sin
0
2 m 1
 cos 2 m1  d 
1
(m)(n)
B(m, n) 
2
2(m  n)
Penggunaan pada Persamaan Diferensial
Persamaan Diferensial dengan Koefisien Konstan
Transformasi Laplace dapat digunakan untuk menentukan selesaian suatu
persamaan diferensial dengan koefisien konstan.
Misal ditentukan persamaan diferensial
64
d 2Y
dY
p
 qY  F ( x) atau Y”+pY’+qY=F(x) dengan p,q adalah konstanta dan
dx
dx
persamaan tersebut mempunyai syarat awal atau batas Y(0)=A dan Y’(0)=B, A dan
B adalah konstanta yang diberikan.
Selesaian persamaan diferensial yang diketahui dapat ditentukan dengan cara
melakukan transformasi Laplace pada masing-masing persamaan dan selanjutnya
gunakan syarat awal yang diberikan. Akibatnya diperoleh persamaan Aljabar
LY ( x)  y(s) .
Selesaian yang diperlukan diperoleh dengan menggunakan transformasi Laplace
invers dari y(s). Cara ini dapat diperluas pada persamaan-pers amaan diferensial
tingkat tinggi.
Persamaan Diferensial dengan Koefisien Variabel
Transformasi Laplace juga dapat digunakan untuk menentukan selesaian persamaan
diferensial dengan koefien variable. Khususnya persamaan diferensial yang
berbentuk x nY ( n ) ( x)
sehingga
transformasi
Laplace
diperoleh


dm
L x mY ( n ) ( x)  (1) m m L Y ( n ) ( x) 
ds






Hal ini sesuai dengan sifat transformasi Laplace
dn
Jika L{F(t)} = f(s) maka L{t F (t )} = (-1)
f (s) = (-1)f ( n ) ( s)
n
ds
n
n
65
BAB III
PEMBAHASAN
Pembahasan yang dilakukan adalah menganalisis selesaian persamaan
diferensial tingkat tinggi yang meliputi.
3. 1 Selesaian persamaan diferensial homogen dengan koefisien konstan
Tentukan selesaian persamaan diferensial berikut ini,
1.
dy
d2y
+5
+ 6y = 0
2
dx
dx
Jawab
Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk
(D 2 + 5D + 6)y = 0
Sehingga persamaan karakteristik m 2 + 5m + 6 = 0
 (m+2)(m+3) = 0
akar-akarnya m 1 = -2 dan m 2 = -3, keduanya berberda.
Primitif persamaan di atas adalah y = c 1 e 2 x + c 2 e 3 x .
Karena Y = c 1 e 2 x + c 2 e 3 x adalah selesaian maka
Y = c 1 e 2 x dan Y = c 2 e 3 x juga selesaian.
Jika persamaan
dy
d2y
+5
+ 6y = 0 diselesaikan dengan transformasi
2
dx
dx
Laplace, maka diperoleh:
LY ' '5Y '6Y   L{0}
 LY ' ' 5LY ' 6LY   L0
 sy  sY (0)  Y ' (0) 5sy  Y (0) 6 y  0
Karena tidak diberikan syarat awal untu Y(0) dan Y’(0) maka dianggap Y(0) = c
dan Y’(0) = c, sehingga
sy  cs  c 5sy  c 6 y  0
 6s  6y  cs  c
 6s  6y  cs  c
66
y
cs
c

6s  6 6s  6
c 
 cs
diperoleh selesaian Y = L 1 


 6s  6 6s  6 
2.
dy
d4y
d3y
d2y
4
+
+6
=0
4
3
2
dx
dx
dx
dx
Jawab
Persamaan di atas dapat dinyatakan dalam bentuk
(D 4 - 4D 3 + D 2 + 6D) y = 0
Persamaan karakteristik m 4 - 4m 3 + m 2 + 6m = 0
 m(m 3 - 4m 2 + m + 6) = 0
 m(m+1)(m-2)(m-3) = 0
Diperoleh akar-akar persamaan karakteristik
m 1 = 0, m 2 = 1, m 3 = 2, dan m 4 = 3
Sehingga selesaian persamaan (D 4 - 4D 3 + D 2 + 6D) y = 0 adalah
y = c 1 e ox + c 2 e x + c 3 e 2 x + c 4 e 4 x
= c 1 + c 2 e x + c 3 e 2x + c 4 e 4x
Karena y = c 1 + c 2 e x + c 3 e 2 x + c 4 e 4 x selesaian umum, maka
y = c 1 , y = c 2 e x , y = c 3 e 2 x , dan y = c 4 e 4 x juga selesaian.
3.
dy
d2y
-4
+ 4y = 0
2
dx
dx
Jawab
Persamaan di atas dinyatakan dalam bentuk
(D 2 - 4D + 4)y = 0
 (D-2)(D-2)y = 0
Sehingga akar persamaan karakteristiknya (m-2)(m-2) = 0
Diperoleh akar-akar persamaan karakteristik m 1 = m 2 = 2 (sama)
Selesaian persamaan di atas adalah
67
y = (c 1 + c 2 x) e 2 x
Karena y = (c 1 + c 2 x) e 2 x maka y = c 1 e 2 x dan y = c 2 e 2 x juga selesaian
dy
d2y
4.
+6
+ 9y = 0
2
dx
dx
Jawab
Persamaan di atas dinyatakan dalam bentuk
(D 2 + 6D + 9)y = 0
 (D+3)(D+3)y = 0
Sehingga persamaan karakteristik (m+3)(m+3) = 0
Diperoleh akar-akar persamaan karakteristik m 1 = m 2 = -3 (sama)
Akibatnya primitif persamaan di atas adalah
y = (c 1 + c 2 x) e 3 x
Karena y = (c 1 + c 2 x) e 3 x selesaian maka y = c 1 e 3 x dan y = c 2 xe 3 x juga
selesaian.
5.
d5y
d4y
d3y
d2y
6
+
12
8
=0
dx 5
dx 4
dx 3
dx 2
Jawab
Bentuk lain persamaan di atas adalah
D 2 ( D 3 - 6D 2 + 12D – 8)y = 0
 D 2 ( D – 2) 3 y = 0
Sehingga persamaan karakteristiknya
m 2 ( m – 2) 3 = 0,
Akar-akar persamaan karakteristiknya m 1 = m 2 = 0, dan m 3 = m 4 = m 5 = 2
Akibatnya selesaian umum persamaan differensial di atas adalah
y = (c 1 + c 2 x) e 0 x + (c 3 + c 4 x + c 5 x 2 ) e 2 x
2
2x
= (c 1 + c 2 x) + (c 3 + c 4 x + c 5 x ) e
Karena Y = (c 1 + c 2 x) + (c 3 + c 4 x + c 5 x 2 ) e 2 x selesaian, maka
68
y = c 1 , y = c 2 x , y = c 3 e 2 x , y = c 4 xe 2 x , dan y = c 5 x 2 e 2 x
juga selesaian persamaan.
6. (D 4 - D 3 - 9D 2 - 11D – 4)y = 0
Jawab
Persamaan di atas mempunyai persamaan karakteristik
m 4 - m 3 - 9m 2 - 11m – 4 = 0
 (m+1)(m+1)(m+1)(m-4) = 0
Akar persamaan karakteristik m 1 = m 2 = m 3 = -1 dan m 4 = 4
Sehingga selesaian umum persamaan di atas adalah
Y = (c 1 + c 2 x + c 3 x 2 ) e 
x
+ c 4 e 4x
Karena Y = (c 1 + c 2 x + c 3 x 2 ) e 
x
+ c 4 e 4 x selesaian maka
Y = c 1 e  x , y = c 2 xe  x , y = c 3 x 2 e  x , dan y = c 4 e 4 x juga selesaian.
dy
d4y
d3y
d2y
7.
-6
+ 12
-8
=0
4
3
2
dx
dx
dx
dx
Jawab
Bentuk lain persamaan di atas adalah
(D 4 - 6 D 3 + 12D 2 - 8D) y = 0
 D(D-2)(D-2)(D-2)y = 0
Persamaan karakteristiknya m(m-2)(m-2)(m-2) = 0
Akar-akar persamaan karakteristik m 1 = 0 dan m 2 = m 3 = m 4 = 2
Sehingga selesaian umum diperoleh y = c 1 + (c 2 + c 3 x +c 4 x 2 ) e 2 x
Karena y = c 1 + (c 2 + c 3 x +c 4 x 2 ) e 2 x maka
y = c 1 , y = c 2 e 2 x , y = c 3 xe 2 x , dan y = c 4 x 2 e 2 x juga selesaian.
8. (D 2 - 2D + 5)y = 0
Jawab
Persamaan karakteristiknya m 2 - 2m + 5 = 0
69
Akarnya m12 =
2  4i
2
= 1  2i
m 1 = 1 + 2i dan m 2 = 1 – 2i
Selesaian umum persamaan y = e x (c 1 cos 2x + c 2 sin 2x)
9. (D 2 + 1)(D 2 + D +1)(D+3)y = 0
Jawab
Persamaan karakteristik persamaan di atas adalah
(m 2 + 1)(m 2 + m +1)(m+3) = 0
Akar-akarnya m 12 = i, m 34 =
1 i 3
, m5= 3
2
Selesaian umum persamaan
Y = (c 1 cos x + c 2 Sin x) + e
1
 x
2
(c 3 cos
1
1
x 3 + c 4 sin x 3 ) + c 5 e 3 x
2
2
10. (D 4 + 4D 2 )y = 0
Jawab
Persamaan karakteristik PD di atas adalah (m 4 + 4m 2 ) = 0.
 m 2 (m 2 + 4) = 0
akar-akarnya adalah
m 1 = m 2 = 0, dan m 34 =  2i,
Diperoleh selesaian umum (D 4 + 4D 2 )y = 0 adalah
y = (c 1 + c 2 x) + (c 3 cos 2x + c4 sin 2x)
11. (D 4 - 16)y = 0.
Persamaan karakteristiknya m 4 - 16 = 0
 (m-2)(m+2)(m 2 + 4) = 0
Sehingga akar-akar persamaan karakteristik m 1 = 2, m 2 = -2 dan m 34 =  2i,
Primitif persamaannya adalah y = (c 1 + c 2 x)e 2 x + (c 3 cos 2x + c4 sin 2x)
70
3.2 Selesaian persamaan diferensial homogen dengan koefisien variabel
Diberikan persamaan diferensial
1. xY” + 2Y’ + xY = 0, dengan Y(0) = 1 dan Y(  )= 0
Jawab
Dengan transformasi Laplace pada masing-masing bagian persamaan diperoleh:
LxY"2Y ' xY  L0
 LxY" L2Y ' LxY  0
 (1)1
 1


d 2
d
s y  sY (0)  Y ' (0)  2( sy  Y (0))  (1)1 ( y )  0
ds
ds


d 2
d
s y  s  1  2( sy  1)  (1)1 ( y )  0
ds
ds
dy
dy


 2sy  s 2
 1  0  2( sy  1)  (1)
0
ds
ds


 2sy  s 2 y'1  2sy  2  y'  0
 (s 2  1) y'  1
 y'  
1
( s  1)
2
Diperoleh y = - 
1
ds   arctan s  C
( s  1)
2
Karena y  0 bila s   kita dapatkan C =
y=

2
 arctan s  arctan

, sehingga
2
1
s
1  sin t

Akhirnya didapat Y = L arctan  
, hal ini memenuhi Y(  ) =0
s
t

2. xY’’ + Y’ + 4xY = 0 dengan Y(0) = 3 dan Y’(0) = 0
Jawab
Dengan melakukan Transformasi Laplace pada masing-masing bagian diperoleh
L{xY’’} + L{Y’} + L{4xY} = L{0}



d 2
dy
s y  sY (0)  Y ' (0)  sy  Y (0)  4
0
ds
ds
71



d 2
dy
s y  3s  0  sy  3  4
0
ds
ds
 s 2

dy
dy
 2sy  3  sy  3  4
0
ds
ds
 s2  4

 dy
 sy  0
ds
dy
sds
 2
0
y s 4
dengan mengintegralkan masing-masing bagian diperoleh

dy
sds
 2
c
y
s 4
1
 ln y  ln s 2  4  c
2
y
c
s 4
2
 Y  cJ o (2 x)
3. Y’’ + xY’ – Y = 0 dengan Y(0) = 0 dan Y’(0) = 1
Jawab
Dengan melakukan Transformasi Laplace pada masing-masing bagian diperoleh
L{Y’’} + L{xY’} - L{Y} = L{0}


 s 2 y  sY (0)  Y ' (0) 


 s2 y  0 1 


d
sy  Y (0)  y  0
ds
d
{sy  0}  y  0
ds
 s 2 y  1  {s
dy
 y}  y  0
ds
 {s 2 y  1}  s
dy
 2y  0
ds
 s

dy
 ( s 2  2) y  1
ds
dy  s 2  2 
1
 y  
 
ds  s 
s
72

dy 
2
1
 s  y  
ds 
s
s
Persamaan di atas merupakan persamaan diferensial Bernouli yang selesaiannya
adalah
2
ye
  s  s ds
 ye
2
1
 s 2  2 ln s
2
1
 s2
2
 ye
 ye
1
 s2
2
 ye
 ye
 y
 1    s  s ds
    e
ds
s
1
e
2 ln s
1  2 s 2 2 ln s
   e e ds
s
1
1  2 s2 2
s   e
s ds
s
2
1
 s2
2
1
 s2
2
1
1  2 s 2  2 ln s
  e
ds
s
s    se
2
s e
2
1
 s2
2
1
 s2
2
ds
ds
1
s2
dengan menggunakan Transfomasi Laplace Invers diperoleh
1
 Y  L1  2 
s 
Y  x
Sehingga selesaian dari Y’’ + xY’ – Y = 0 dengan Y(0) = 0 dan Y’(0) = 1
adalah Y = x
4. xY’’ +(1-2x)Y’ – 2Y = 0 dengan Y(0) = 1 dan Y’(0) = 2
Jawab
Dengan melakukan Transformasi Laplace pada masing-masing bagian diperoleh
L{xY’’} + L{(1-2x)Y’} - L{2Y} = L{0}
 L{xY ' '}  L{Y '}  L2xY ' L{2Y}  L{0}
73



d 2
 d

s y  sY (0)  Y ' (0)  sy  Y (0)  2  {sy  Y (0)   2 y  0
ds
 ds


d 2
 d

s y  s  2  sy  1  2  {sy  1}  2 y  0
ds
 ds



dy
dy 



  s2
 2sy  1  ( sy  1)  2 y  s   2 y  0
ds
ds 



dy
  s 2  2s   2sy  1  sy  1  2 y  2 y  0
ds

dy
 sy  0
ds
  s 2  2s

dy
sds
 2
0
y s  2s

dy
ds

0
y s2
Persamaan di atas merupakan persamaan diferensial tingkat satu derajat satu dengan
variable terpisah sehingga:

1
dy
ds

 0 dan selesaiannya adalah y =
s2
y
s2
 1 
 Y  L1 

s  2
 Y  e2x
Sehingga selesaian dari xY’’ +(1-2x)Y’ – 2Y = 0 dengan Y(0) = 1 dan Y’(0) = 2
adalah Y  e 2 x
3.3 Selesaian persamaan diferensial tidak homogen dengan koefisien konstan
Contoh
Tentukan selesaian persamaan
1. ( D 2  2D) y  e x sin x
Jawab
Persamaan karakteristiknya adalah m 2  2m  0 dengan akar-akar nyata dan
berbeda yaitu 0 dan 2 sehingga fungsi kompelennya adalah
y(c)  c1  c2 e 2 x . Selanjutnya dibentuk hubungan
74
y( p)  L1  L2 e 2 x dengan menurunakan Dy  2L2 e 2 x  ( L1'  L'2 e 2 x ) dan misal
L1'  L'2 e 2 x  0 .......(1)
Karena Dy  2 L2 e 2 x , D 2 y  4L2 e 2 x  2L'2 e 2 x dengan memilih
2 L'2 e 2 x  Q( x)  e x sin x .......(2)
Dari (2) diperoleh
Jadi L'2 
1 x
1
e sin x dan L2   e  x (sin x  cos x)
2
4
1
Dari (1) karena L1'   L'2 e 2 x maka L1'   e  x sin
2
1

x e x   e x sin x
2

1
Didapat L1   e x (sin x  cos x)
4
Selesaian persamaan di atas adalah
Y = y(c) + y(p)
1
1
1
 1

= c1  c 2 e 2 x  e x sin x  e x cos x    e  x sin x  e  x cos x e 2 x
4
4
4
 4

1
= c1  c 2 e 2 x  e x sin x
2
2. ( D 3  D) y  csc x
Jawab
Persamaan karakteristiknya adalah m 3  m  m(m 2  1)  0 dengan akar-akar
nyata dan tidak nyata yaitu 0 dan  i sehingga fungsi kompelennya adalah
y(c)  c1  c2 cos x  c3 sin x . Selanjutnya dibentuk hubungan
y( p)  L1  L2 cos x  L3 sin x dengan menurunkan diperoleh
Dy   L2 sin x  L3 cos x  ( L1'  L'2 cos x  L'3 sin x)
dan dengan memisalkan
L1'  L'2 cos x  L'3 sin x  0 .......(1)
Karena Dy   L2 sin x  L3 cos x dan
D 2 y   L2 cos x  L3 sin x  ( L'2 sin x  L'3 cos x)
dengan memisalkan  L'2 sin x  L'3 cos x  0 ......(2)
maka
75
D 3 y  ( L2 sin x  L3 cos x)  ( L'2 cos x  L'3 sin x)
Dengan memisalkan  L'2 cos x  L'3 sin x  Q( x)  csc x .......(3)
Dari (1) dan (3)
Diperoleh L1'  L'2 cos x  L'3 sin x  L1'  ( L'2 cos x  L'3 sin x)  0
atau L1'  csc x dan L1   ln csc x  cot x
dari (2) dan (3)
diperoleh L'3  1 dan L'2   cot x
sehingga L3   x dan L2   ln sin x
Selesaian persamaan di atas adalah
Y = y(c) + y(p)
= c1  c2 cos x  c3 sin x  ln csc x  cot x  cos x ln sin x  x sin x
3. ( D 2  6D  9) y  e 3 x x  x
Jawab
Persamaan karakteristiknya adalah m 2  6m  9  0 dengan akar-akar nyata dan
sama, sehingga fungsi komplemen
y(c)  c1  c2 x e 3 x Selanjutnya dibentuk hubungan
y( p)  ( L1  L2 x)e 3 x dengan menurunkan diperoleh
Dy  (3L1  L2 )e 3 x  3L2 xe3 x  ( L1' e 3 x  L'2 xe3 x )
Dengan memisalkan L1' e 3 x  L'2 xe3 x  0 ......(1)
Maka D 2 y  (9L1  6L2 )e 3 x  9L2 xe3 x  (3L1'  L'2 x)e 3 x  3L'2 xe3 x
Dengan memisalkan (3L1'  L'2 x)e 3 x  3L'2 xe3 x  e 3 x x 2
Dari (1) dan (2) diperoleh
L1'   x 1 dan L'2  x 2 sehingga L1   ln x dan L2   x 1
Selesaian persamaan di atas adalah
Y = y(c) + y(p)
= c1  c2 x e 3 x + ( ln x  x 1 x)e 3 x
76
= c1  c2 x e 3 x  e 3 x ln x  e 3 x
4. Y” + Y = x dengan Y(0) = 0 dan Y’(0)=-2
Jawab
Dengan transformasi Laplace masing-masing bagian dari persamaan diferensial
diperoleh
L{Y "Y}  LY " LY   L{x}
Menurut sifat (5) transformasi Laplace


L F ( n ) (t )  s n L{F (t )}  s n1 F (0)  s n2 F " (0)  ....  sF n2 (0)  F n1 (0) ,
sehingga
= {s 2 L{Y }  sY (0)  Y ' (0)}  L{Y }  L( x)
 ( s 2 y  s  2)  y 
 ( s 2  1) y 
 y
1
s2
1
 ( s  2)
s2
1
s2
 2
2
s ( s  1) s  1
2
=
1
1
s
2
 2
 2
 2
2
s
s 1 s 1 s 1
=
1
s
3
 2
 2
2
s
s 1 s 1
Untuk menentukan selesaian, gunakan transformasi Laplace invers
s
3 
1
 2
Y = L1  2  2

s  1 s  1
s
1
 s  1  3 
= L1  2   L1  2
 L  2

s 
 s  1
 s  1
= 1  cos x  3sin x
Untuk pemeriksaan jawab di atas
Y = 1  cos x  3sin x
Y’=  sin x  3 cos x
Y’=  cos x  3sin x
77
Y”+Y=( 1  cos x  3sin x )+(  cos x  3sin x ) = x dan Y(0) = 1, Y’(0)=-2
5. Y” -3Y’+2Y = 4 e 2 x dengan Y(0) = -3 dan Y’(0)=5
Jawab
Dengan transformasi Laplace masing-masing bagian dari persamaan diferensial
diperoleh
LY "3Y '2Y   L{4e 2x }
Menurut sifat (5) transformasi Laplace


L F ( n ) (t )  s n f (s)  s n1 F (0)  s n2 F " (0)  ....  sF n2 (0)  F n1 (0) , sehingga
LY "3Y '2Y   L{4e 2x }
= {s 2 L{Y }  sY (0)  Y ' (0)}  3sL{Y }  Y (0)  2L{Y }  L(4e 2 x )
= {s 2 y  3s  5}  3{sy  3}  2 y 
 ( s 2  3s  2) y 
y
4
s2
4
 3s  14
s2
4
3s  14
 2
( s  3s  2)( s  2) s  3s  2
2
=
 3s 2  20s  24
( s  1)( s  2) 2
=
7
4
4


s  1 s  2 ( s  2) 2
Untuk menentukan selesaian, gunakan transformasi Laplace invers
 7
4
4 
Y = L1 


2
 s  1 s  2 ( s  2) 
  7  1  4  1  4 
= L1 
 L 
 L 
2
 s  1
s  2
 ( s  2) 
=  7e x  4e 2 x  4 xe2 x
6. Y” +2Y’+5Y = e  x sin x dengan Y(0) = 0 dan Y’(0)=1
Jawab
78
Dengan transformasi Laplace masing-masing bagian dari persamaan diferensial
diperoleh
LY "2Y '5Y   L{e  x sin x}
Menurut sifat (5) transformasi Laplace


L F ( n ) (t )  s n f (s)  s n1 F (0)  s n2 F " (0)  ....  sF n2 (0)  F n1 (0) , sehingga
LY "2Y '5Y   L{e  x sin x}
= {s 2 L{Y }  sY (0)  Y ' (0)}  2sL{Y }  Y (0)  5L{Y }  L(e  x sin x)
= {s 2 y  s (0)  1}  2{sy  0}  5 y 
 ( s 2  2s  5) y  1 
1
( s  1) 2  1
 ( s 2  2s  5) y  1 
1
( s  1) 2  1
 ( s 2  2s  5) y 
y
1
( s  1) 2  1
1
( s 2  1)  1

( s 2  1) 2  1 ( s  1) 2  1
1
s 2  2s  2

( s 2  2s  2)( s 2  2s  5) ( s 2  2s  1)( s 2  2s  5)
s 2  2s  3
y 2
( s  2s  2)( s 2  2s  5)
Untuk menentukan selesaian, gunakan transformasi Laplace invers


s 2  2s  3
Y  L1  2

2
 ( s  2s  2)( s  2s  5 
=
1 t
e (sin x  sin 2 x)
3
7. Y’” -3Y’’+3Y’-Y = x 2 e x dengan Y(0) = 1, Y’(0) = 0, dan Y’’(0) = -2
Jawab
Dengan transformasi Laplace masing-masing bagian dari persamaan diferensial
diperoleh
LY ' ' '3Y ' '3Y 'Y   L{x 2 e x }
79
Menurut sifat (5) transformasi Laplace


L F ( n ) (t )  s n f (s)  s n1 F (0)  s n2 F " (0)  ....  sF n2 (0)  F n1 (0) , sehingga
LY ' ' '3Y ' '3Y 'Y   L{x 2 e x }
= {s3L{Y }  s 2Y (0)  sY ' (0)  Y ' ' ' (0)}  3s 2 L{Y }  sY (0)  Y ' (0) 3{sL{Y }  Y (0)  L{Y }  L( x2ex )
= {s 3 y  s 2 1  s.0  2}  3s 2 y  s  2 3{sy  1}  y 
= {s 3  3s 2  3s  1} y  s 2  3s  1 
2
( s  1) 3
= {s 3  3s 2  3s  1} y  s 2  3s  1 
2
( s  1) 3
y
=

2
( s  1) 3
s 2  3s  1
2

3
2
3
3
( s  3s  3s  1 ( s  1) ( s  3s 2  3s  1)
( s  1) 2  ( s  1)  1
2

3
( s  1)
( s  1) 6
1
1
1
2



2
3
s  1 ( s  1)
( s  1)
( s  1) 6
Untuk menentukan selesaian, gunakan transformasi Laplace invers
 1
1
1
2 
Y = L1 




2
3
( s  1)
( s  1) 6 
 s  1 ( s  1)
= e x  xe x 
x 2e x t 5e x

2
60
 
8. Y’’+ 9Y = cos 2x dengan Y(0) = 1, Y    1
2
Jawab
Dengan transformasi Laplace masing-masing bagian dari persamaan diferensial
diperoleh
LY ' '9Y   L{cos 2x}
Menurut sifat (5) transformasi Laplace
80


L F ( n ) (t )  s n f (s)  s n1 F (0)  s n2 F " (0)  ....  sF n2 (0)  F n1 (0) , sehingga
LY ' '9Y   L{cos 2x}
= {s 2 L{Y }  sY (0)  Y ' (0)}  L{9Y }  L(cos 2 x x )
= {s 2 y  s  Y (0)  9 y 
s
s 4
2
Karena Y’(0) tidak diketahui maka anggap bahwa Y’(0) = c sehingga diperoleh
{s 2 y  s  Y (0)  9 y 
= {s 2  9} y  s  c 
s
s 4
2
s
s 4
2
s
sc
 2
2
( s  4)( s  9) ( s  9)
y=
2

s
c
s
s
 2


2
2
s  9 s  9 5( s  4) 5( s  9)
=
4
s
c
s
 2

2
2
5 ( s  9) ( s  9) 5( s  4)
2
Untuk menentukan selesaian, gunakan transformasi Laplace invers
4 s

c
s
Y = L1  2
 2


2
 5 s  9 s  9 5( s  4) 
=
4
c
1
cos 3 x  sin 3 x  cos 2 x
5
3
5

Untuk menentukan konstanta c, pandang bahwa Y( ) = -1 sehingga
2
-1 =
4
  c
  1
 
cos 3   sin 3   cos 2 
5
2 3
2 5
2
atau c =
12
5
Sehingga selesaian persamaan di atas adalah Y 
4
12
1
cos 3x  sin 3x  cos 2 x
5
15
5
81
3.4 Selesaian persamaan diferensial tidak homogen dengan koefisien variabel
Diberikan persamaan diferensial tidak homogen dengan koefisien variabel
1. Y” – xY’ + Y = 1, dengan Y(0) = 1 dan Y’(0) = 2
Jawab
Dengan transformasi Laplace pada masing-masing bagian persamaan diperoleh:
LY " xY 'Y   L
1
 LY " LxY' LY   L
1


 s 2 y  sY (0)  Y ' (0)  (1)1


 s 2 y  s.1  2 

d
1
{sy  Y (0)}  y 
ds
s
d
1
( sy  1)  y 
ds
s

 s 2 y  s  2  (s
dy
1
y
ds
s
 sy '( s 2  1) y  s  2 
1
s
Persamaan di atas merupakan persamaan difererensial liner tingkat satu derajat
satu dan dapat diubah menjadi:
1
2 1

 y ' s   y  1   2
s
s s


Faktor integral persamaan di atas adal e
  s 
1
 ds

1
=e 2
s 2  2 ln s
1
=s 2 e 2
s2
1
s
d  2 2 s2   2 1  2 2


s e y   1   2  s e
Maka
ds 
s s 
 
2
1
Sehingga y = e
s

s
y
s2
2 1 2
 (1  s  s 2 )s e 2 ds
s2
1 2
c
=  2  2 e2
s s
s
Akhirnya diperoleh y = 1 + 2x
2. Y’’ + 4Y = 9x dengan Y(0) = 0 dan Y’(0) = 7
Jawab
82
Dengan transformasi Laplace pada masing-masing bagian persamaan diperoleh:
LY "  4Y   L9 x
 LY " 4LY   9Lx


 s 2 y  sY (0)  Y ' (0)  4 y  9


 s2 y  0  7  4y 


 s2  4 y 
1
s2
9
s2
9
7
s2
9  7s 2
y 2 2
s ( s  4)
 9  7s 2 
Y  L  2 2

 s ( s  4) 
1
 9 / 4 19 / 4 
 Y  L1  2  2

s  4
 s
Y 
=
9 1  1  19  2 
L  


4  s 2  4.2  s 2  4 
9
19
x  sin 2 x
4
8
83
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Setelah melakukan analisis selesaian persamaan diferensial tingkat tinggi
dengan menggunakan persamaan karakteristik dan transformasi Laplace, dapat
disimpulkan:
1. Misal f(D)y = Q(x) adalah persamaan diferensial linear tingkat tinggi (tingkat-n).
Untuk menyelesaikan persamaan tersebut dengan menggunakan persamaan
karakteristik, prosedur yang ditempuh adalah.
a. Tentukan terlebih dahulu apakah Q(x) = 0 atau Q(x)  0. Jika Q(x) = 0 maka
persamaannya adalah persamaan diferensial homogen tingkat-n dan jika
Q(x)  0 maka persamaannya adalah persamaan diferensial tidak homogen
tingkat-n.
b. Kelompokkan persamaan homogen dan tidak homogen dalam kategori
koefisien konstan dan tidak konstan.
c. Tentukan persamaan karakteristik f(D)y = Q(x) yang didapat melalui
persamaan f(D) = 0 yaitu D  mi D  m2 D  m3 D  m4 ....D  mn 
dengan m1 , m2, m3 , m4 ,......mn disebut akar-akar persamaan karakteristik.
d. Setelah ditentukan jenis akar-akarnya, real berbeda m1  m2  m3  ...  mn 
real dan tidak berbeda m1  m2  m3  ...  mn  m atau akar-akarnya tidak
real maka dengan menggunakan bentuk umum selesaian Y = y(c) untuk
persamaan homogen dan Y = y(c) + y(p) untuk persamaan tidak homogen
dengan y(c) adalah fungsi komplemen yang merupakan selesaian f(D)y = 0
dan y(p) merupakan Integral Khusus dan merupakan selesaian khusus dari
persamaan diferensial tidak homogen dengan koefisien konstan dan variabel.
e. Selesaian Y = y(c) secara umum dinyatakan dengan
n
1) Y =
c e
n 1
n
 c
n
2) Y =
n 1
n
mn x
jika akar-akarnya real dan berbeda

x n 1 e mx .jika akar-akarya real dan tidak berbeda
84
n
3) Y =
 e c
ax
n 1
n
cos bx  c n 1 sin bx  jika akar-akarnya tidak real (a  bi )
f. Selesaian y(p) dapat ditentukan dengan menggunakan metode fungsi
operator, metode penjumlahan n pecahan parsial, metode variasi parameter,
metode koefisien tidak tentu, atau metode khusus yang bergantung pada Q(x).
2. Misal f(D)y = Q(x) adalah persamaan diferensial linear tingkat tinggi (tingkat-n).
Untuk menyelesaikan persamaan tersebut dengan menggunakan transformasi
Laplace adalah:
a. Kelompokkan persamaan kedalam persamaan diferensial homogen dan tidak
homogen. Jika homogen kategorikan dalam persamaan diferensial homogen
tingkat tinggi dengan koefisien konstan dan variabel. Demikian pula untuk
persamaan diferensial tidak homogen tingkat tinggi.
b. Tentukan syarat awal dan batas persamaan yang banyaknya syarat awal dan
batas tergantung dari tingkat persamaan diferensial yang diketahu. Misal
persamaan diferensial tingkat-n maka syarat awal dan batasnya adalah
Y ( xo )  y o , Y ' ( y o )  y1 , Y ' ' ( xo )  y 2 , Y ' ' ' ( xo )  y3 ,.....Y ( n 2) ( xo )  y n 2 , Y n 1 ( xo )  y n 1
c. Gunakan transformasi Laplace pada persamaan f(D)y = Q(x) sehingga
diperoleh L{f(D)y} = L{Q(x)}. Selanjutnya dengan menggunakan sifat-sifat
transformasi Laplace akan diperoleh persamaan baru dalam bentuk y = f(s).
d. Untuk menentukan selesaian persamaan f(D)y = Q(x) gunakan transformasi
Laplace yaitu Y = L1{ f ( s)} dengan kaidah sifat-sifat transformasi Laplace
invers.
2.2 Saran
Saran-saran dalam pembahasan ini adalah untuk menentukan selesaian
persamaan diferensial tingkat tinggi dapat dipilih cara menggunakan persamaan
karakteristik atau transformasi Laplace, karena keduanya tingkat kesukarannya relatif
sama. Hanya dengan latihan intensif kesulitan-kesulitan dapat dieliminir.
85
DAFTAR PUSTAKA
Achsanul In’am, 2000. Kalkulus I. Malang: UMM Press.
Baidurri. 2000. Persamaan Diferensial. Malang: Universitas Muhammadiyah Press.
Borreli A., Colemen C. 1987. Differential Equations: A Modelling Approach. New
Jersey: Prentice-Hall Inc.
Dale Varberg., Edwin J. Purcell. 2001. Kalkulus Jilid I (edisi 7). Alih Bahasa I
Nyoman Susila. Batam: Interaksara.
Djoko Moentiarsanto dan Bambang Tri Cahyono. 1982. Persamaan Differensial,
Teori, Soal, dan Penyelesaiannya. Jogjakarta: Ananda.
Edwin J. Purcell., Dale Varberg. 1989. Kalkulus dan Geometri Analitis. Jilid 2
(terjemahan I Nyoman Susila dkk). Bab 18. Jakarta; Erlangga.
Frank Ayres Jr., J.C Ault. 1992. Persamaan Differensial dalam satuan SI Metric.
(terjemahan Lily Ratna). Jakarta: Erlangga.
Frank Ayres., J.C Ault. 1984. Kalkulus Diferensial dan Integral (Seri Buku Schaum).
Alih Bahasa Lea Prasetyo. Jakarta: Erlangga.
Howard Anton, 1981. Calculus with Analyitical Geometri. New York: John Willey
and Sons.
http://dwipurnomoikipbu.wordpress.com
Ismar G. 1986. Ichtisar + Soal Ujian Persamaan Differensial. Bandung: Cipta
Science Series.
Kartono. 1994. Penuntun Belajar Persamaan Differensial. Jogjakarta: Andi Offset.
Koko Martono, 1993. Kalkulus Integral I. Bandung: Alva Gracia
Louis Leithold, 1986. Kalkulus dan Geometri Analitik. Alih Bahasa S. Nababan.
Jakarta: Erlangga.
Murray R Spiegel. 1984. Transformasi Laplace, Seri Buku Schaum teori dan soalsoal. (terjemahan Pantur Silaban dan Hans Wospakrik). Jakarta: Erlangga.
S.M Nababan. 1987. Materi Pokok Persamaan Differensial Biasa. Jakarta: KarunikaUniversitas Terbuka.
86
ST. Negoro., B. Harahap. 2005. Ensiklopedia Matematika. Bogor: PT Ghalia
Indonesia.
Stephen W. Goode. 1991. An Introduction to Differensial Equations and Linear
Algebra. New Jersey: Prentice-Hall Inc.
Tom M. Apostol, 1984. Calculus. New York: John Willey and Sons.
Wilfred Kaplan. 1961. Ordinary Differential Equations. Massachusetts: Addison
Wesley Publishing Company, Inc.
87
Lampiran 1 : Transformasi Laplace untuk beberapa fungsi-fungsi sederhana
Nomor
F(t)
L {F(t)} = f(s)
1.
1
1
, s>0
s
2.
t
1
, s>0
s2
3.
t2
2
,s>0
s3
4.
tn
n!
n = 0,1,2,3,….
s n 1
,s>0
5.
1
, s>0
sa
e at
6.
sin at
a
, s>0
s  a2
2
7.
cos at
s
, s>0
s  a2
2
8.
sinh at
a
, s> a
s  a2
2
9.
cosh at
s
,s> a
s  a2
2
10.
t cos at
s2  a
(s 2  a 2 ) 2
11.
t sin at
2a
s
(s  a 2 ) 2
2
88
Lampiran 2 : Transformasi Laplace invers untuk fungsi-fungsi sederhana
Nomor
f(s)
L1{ f ( x)}  F (t )
1.
1
s
1
2.
1
s2
t
3.
1
s
, n  0,1,2,3,...
n 1
4.
1
sa
5.
1
s  a2
2
6.
tn
n!
e at
sin at
a
s
s  a2
cos at
1
s  a2
sinh at
a
s
s  a2
cosh at
s2  a2
(s 2  a 2 ) 2
t cos at
2
7.
2
8.
2
9.
89
Lampiran 3. Beberapa Rumus Integral Dasar
Misal u adalah suatu fungsi yang terintegralkan dan c sebuah konstanta,
dengan memperhatikan sifat-sifat Aljabar operasi fungsi yang meliputi penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian dapat diperikan beberapa sifat Integral tak
tentu. Sifat-sifat berikut berlaku untuk syarat yang diberikan.
1.
n
 u du 
1
u n 1
 c, jika n  1 maka  u n du   u 1 du   du  ln u  c
u
n 1
2.
u ( x)
 u ( x) u' ( x)dx 
3.

4.
e
n 1
n
n 1
 c, jika n  1
f ' ( x)
dx  ln f ( x)  c
f ( x)
u
du  e u  c
au
c
ln u
5.
u
 a du 
6.
 u dv  uv   v du
7.
 sin u du   cos u  c
8.
 cos u du  sin u  c
9.
 sec
2
u du  tan u  c
10.  csc 2 u du   cot u  c
11.  sec u tan u du  sec u  c
12.  csc u cot u du   csc u  c
13.
 tan u du  ln sec u  c   ln cos u  c
14.  cot u du  ln sin u  c  ln sin u  c
15.  sec u du  ln sec u  tan u  c
16.  csc u du  ln csc u  cot u  c
17.

u
 arcsin    c, a  real
a
a u
du
2
2
90
18.
a
2
19.
a
2
20.
u
2
21.

22.

du
du
1
u
 2
 arctan    c, a  real
2
2
a
u
u a
a
du
1
ua

ln
 c, a  real
2
2a u  a
u
du
1
ua

ln
 c, a  real
2
2a u  a
a
du
u a
2
 ln u  u 2  u 2  c, a  real
2
du
u a
2
 ln u  u 2  a 2  c, a  real
2
u 2
a2
u
2
a  u du 
u  a  arcsin    c, a  real
2
2
a
23.

24.
u
2
2
du

u2  a2
1
u
arc sec   c, a  real
a
a
25.

u
a2
2
2
u  a du 
u  a  ln u  u 2  a 2  c, a  real
2
2
26.

u 2  a 2 du 
2
2
u
a2
u2  a2 
ln u  u 2  a 2  c, a  real
2
2
27.  sin 2 u du  u  sin 2u  c
2
4
28.  cos 2 u du  u  sin 2u  c
2
4
29.  tan 2 u du  u  tan u  c
30.  cot 2 u du  u  cot u  c
31.  sin 3 u du  
32.  cos 3 u du 


1
2  sin 2 u cos u  c
3


1
2  cos 2 u sin u  c
3
33.  tan 3 u du  1 tan 2 u  ln cos u  c
2
34.  cot 3 u du   1 cot 2 u  ln sin u  c
2
91
1
1
35.  csc 3 u du   csc u cot u  ln csc u  cot u  c
2
2
36.  cos au cos bu du  sin( a  b)u  sin( a  b)u  c, jika a 2  b 2
2(a  b)
2(a  b)
37.  sin au sin bu du  sin( a  b)u  sin( a  b)u  c, jika a 2  b 2
2(a  b)
2(a  b)
38.  sin au cos bu du   cos( a  b)u  cos( a  b)u  c, jika a 2  b 2
2(a  b)
39.  cos n u du  cos
40.  sin n u du  
2(a  b)
n 1
u sin u n  1

cos n2 u du

n
n
sin n1 u cos u n  1

sin n2 u du
n
n 
41.  tan n u du 
1
tan n1 u   tan n2 u du, jika n  1
n 1
42.  cot n u du 
1
cot n 1 u   cot n 2 u du, jika n  1
n 1
43.  sec n u du 
1
n2
sec n 2 u tan u 
sec n 2 u du, jika n  1

n 1
n 1
44.  csc n u du  
1
n2
csc n 2 u cot u 
csc n2 u du, jika n  1 ,

n 1
n 1
sin n 1 u cos m1 u n  1
45.  sin u cos u du  

sin n 2 u cos m u du, n  m

nm
nm
n
m
46.  u sin u du  sin u  u cos u  c
47.  u cos u du  cos u  u sin u  c
48.  u n sin u du  u n cos u  n  u n 1 cos u du
49.  u n cos u du  u n sin u  n  u n 1 sin u du
50.  sin u d sin u  
1 2
sin u  c
2
92
93
Download