BAB I PENDAHULUAN I. 1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Prevalensi kelainan refraksi di Indonesia menempati tempat yang pertama atau 24.72%, sedangkan sebagai penyebab kebutaan di Indonesia, kelainan refraksi menempati urutan ketiga atau 0.11%. Menurunnya fungsi mata dapat dikarenakan oleh kelainan refraksi, yaitu keadaan dimana bayangan tidak terbentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Astigmatisma merupakan salah satu kelainan refraksi mata. (American Academy of Opthlmology, Section 5, 2009- 2010) Astigmatisma adalah penyimpangan penglihatan yang disebabkan oleh variasi dari berbagai kekuatan refraksi pada meridian yang berbeda-beda. Kelainan tersebut terjadi apabila beberapa komponen refraksi mata letaknya tidak di tengah, miring atau tidak bulat. Banyaknya kasus diakibatkan oleh ketidakteraturan lengkung kornea, salah satunya adalah karena pasca bedah katarak. (American Academy of Opthlmology, Section 5, 2009-2010) Universitas Sumatera Utara Frekwensi terjadi astigmatisma relatif sering. Menurut Maths Abrahamsson dan Johan Sjostrand, angka kejadian astigmatisma bervariasi antara 30%-70%. Kira-kira 44% dari populasi menderita astigmatisma lebih dari 0.50 D, 10% lebih dari 1.00 D dan 1% lebih dari 1.50 D Pada penderita astigmatisma biasanya ditemukan gejalagejala sebagai berikut : penglihatan kabur, ketegangan mata, kelelahan mata, dan sakit kepala (American Academy of Opthlmology, Section 5, 2009-2010) (Olsen T, Darm Johansen, 1994) Ekstraksi katarak ekstrakapsular dengan pemasangan lensa intraokular sampai saat ini tetap merupakan pilihan bagi sebagian besar dokter mata untuk menanggulangi buta akibat katarak. Kekurangan tehnik ini dibandingkan dengan tehnik fakoemulsifikasi adalah terjadinya astigmatisma yang ditimbulkan akibat bedah katarak, baik incisi korneoskleral maupun kornea apabila terlalu tinggi akan mengganggu ketajaman penglihatan. Fakoemulsifikasi merupakan tehnik ekstraksi katarak terbaik yang pernah ada saat ini, tehnik ini dengan operator yang berpengalaman menghasilkan rehabilitasi tajam penglihatan yang lebih cepat, kurang menginduksi astigmatisma, dan memberikan prediksi refraksi pasca operasi yang lebih tepat, rehabilitasi yang Universitas Sumatera Utara lebih cepat dan tingkat komplikasi yang rendah (Voughan D, 2000) ( James B,2006) (Suharjo, dkk, 2001). Meskipun demikian Small Incision Cataract Surgery (SICS) adalah modifikasi dari ekstraksi katarak ekstrakapsular merupakan salah satu tehnik pilihan yang dipakai dalam operasi katarak dengan penanaman lensa intraocular. Tehnik ini lebih menjanjikan dengan incisi konvensional karena penyembuhan luka yang lebih cepat, astigmatisma yang rendah dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang lebih baik (Voughan D, 2000) Pada penderita pasca operasi katarak biasanya ditemukan astigmatisma, hal ini dapat dikarenakan beberapa hal yaitu, bentuk sayatan, tempat sayatan, panjang sayatan, banyak jahitan dan kekencangan benang serta macam tehnik yang digunakan (Voughan D, 2000). Salah satu keberhasilan bedak katarak dapat dinilai apakah astigmatisma pasca bedah rendah atau tinggi (American Academy of Opthlmology, Section 5, 2009-2010). Pada operasi katarak dengan teknik Small Incision Cataract Surgery derajat astigmatismanya lebih tinggi bila dibandingkan dengan operasi katarak dengan fakoemulsifikasi metode korneal insisi (Suharjo, Purjanto TU,2001) Universitas Sumatera Utara Sebelumnya telah dilakukan beberapa penelitian tentang astigmatisma pasca operasi katarak, antara lain : Astigmatisma pasca bedah katarak tehnik fakoemulsifikasi metode insisi korneoskleral dan skleral di RS Dr. Sardjito. Hasilnya adalah tidak didapatkan perbedaan yang signifikan antara insisi korneoskleral dan skleral (Suharjo, Purjanto TU,2001) Perbedaan potensi terjadinya induksi astigmatisma pasca operasi Kapsular) katarak dengan metode EKEK (Ekstra Katarak Ekstra dan fakoemulsifikasi. Hasilnya adalah terdapat perbedaan potensi terjadinya induksi astigmatisma pasca operasi katarak yang bermakna antara metode EKEK dan Fakoemulsifikasi, dimana pada metode Fakoemulsifikasi potensi terjadinya induksi astigmatisma lebih kecil dari metode EKEK (Istiantoro S, 1993) Berdasarkan uraian di atas dan dengan alasan bahwa : 1. Astigmatisma merupakan salah satu kelainan refraksi, yang menjadi salah satu penyebab kebutaan di Indonesia. 2. Astigmatisma merupakan salah satu komplikasi pasca operasi katarak.Oleh karena itu, peneliti ingin melakukan penelitian tentang teknik operasi katarak yang berbeda dari penelitian sebelumnya. Maka perlu dilakukan penelitian tentang Universitas Sumatera Utara perbedaan derajat astigmatisma pada penderita pasca operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi metode korneal insisi dan teknik Small Incision Cataract Surgery (Suharjo, Purjanto TU,2001) I.2 IDENTIFIKASI MASALAH Apakah ada perbedaan derajat astigmatisma pada penderita pasca operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi metode korneal insisi dan operasi katarak dengan teknik Small Incision Cataract Surgery? I.3 TUJUAN PENELITIAN Tujuan umum astigmatisma : Mengetahui pascaoperasi adakah perbedaan derajat katarak dengan teknik fakoemulsifikasi metode korneal insisi dengan teknik Small Incision Cataract Surgery Tujuan khusus : 1. Mengetahui proporsi pasien yang menderita astigmatisma pasca operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi metode korneal insisi. Universitas Sumatera Utara 2. Mengetahui proporsi pasien yang menderita astigmatisma pasca operasi katarak dengan teknik Small Incision Cataract Surgery 3. Bagaimanakah perubahan derajat astigmatisma pasca operasi selama 8 minggu follow up 4. Mengetahui tajam penglihatan pada pasien pasca operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi metode korneal insisi. 5. Mengetahui tajam penglihatan pada pasien pasca operasi katarak dengan teknik Small Incision Cataract Surgery. I.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat yang mungkin dapat diperoleh dari hasil penelitian ini adalah : hasil dari penelitian diharapkan berguna sebagai informasi dalam pemilihan metode operasi terbaik bagi penderita katarak, serta dapat digunakan sebagai informasi bagi penelitian selanjutnya. I.5 HIPOTESA Ada perbedaan derajat astigmatisma pasca operasi katarak dengan teknik fakoemulsifikasi metode korneal insisi dan Small Incision Cataract Surgery. Universitas Sumatera Utara