13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Sedangkan untuk pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan Insitut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor, Peta Jenis Batuan Kabupaten Bogor, Peta Kemiringan Lahan Kabupaten Bogor, Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Bogor, Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor, Peta Penutupan Lahan Kabupaten Bogor dan Peta RTRW Kabupaten Bogor. Program yang digunakan adalah Arc GIS 9.3 dan MS. Office serta satu set komputer, Printer, GPS receiver, kamera dan alat tulis. 3.3 Metode Penelitian 3.3.1 Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam proses penelitian terdiri dari beberapa jenis data dasar berupa peta seperti tercantum pada Tabel 1. Tabel 1 Daftar Jenis Data Dasar No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Jenis Data Peta Jenis Tanah Kabupaten Bogor Peta Jenis Batuan Kabupaten Bogor Peta Kemiringan Lereng Kabupaten Bogor Peta Curah Hujan Kabupaten Bogor Peta Kerentanan Gerakan Tanah Kabupaten Bogor Peta Penutupan Lahan Kabupaten Bogor Peta RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 Sumber Data Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda Bappeda Keterangan Skala 1 : 25.000 Skala 1 : 25.000 Skala 1 : 25.000 Skala 1 : 25.000 Skala 1 : 25.000 Skala 1 : 25.000 Skala 1 : 25.000 Selain itu diperlukan data atribut berupa GCP (Ground Control Point) dari GPS yang menyatakan posisi suatu lokasi atau kondisi di permukaaan bumi dalam 14 bentuk koordinat atau data pengamatan lapang berupa titik-titik sebaran lokasi bencana tanah longsor di Kabupaten Bogor. 3.3.2 Penyiapan Data 3.3.2.1 Pengolahan Data Spasial Data spasial yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua jenis yaitu data analog dan data digital. Data analog berupa Peta Jenis Tanah, Peta Curah Hujan dan Peta Geologi. Sedangkan yang berupa data digital adalah Peta Kerentanan Gerakan Tanah, Peta Penutupan Lahan, Peta Kemiringan Lahan dan Peta RTRW Kabupaten Bogor. Dalam pengolahan tahap awal setiap data harus dijadikan peta digital. Data analog berupa Peta Jenis Tanah, Peta Geologi serta Peta Curah Hujan diolah dan masing-masing dijadikan peta digital format vektor. Peta digital format vektor merupakan salah satu jenis data masukan yang disimpan dalam bentuk garis, titik dan poligon. Proses pemasukan data-data dilakukan melalui seperangkat komputer dengan software Arc GIS 9.3. Data keluaran ini kemudian digunakan sebagai data acuan penelitian. 3.3.3 Analisis Data 3.3.3.1 Analisis Kerawanan Bencana Tanah Longsor Berdasarkan model pendugaan BBSDLP (2009), parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan tingkat kerawanan tanah longsor adalah penutupan lahan (landcover), jenis tanah, kemiringan lahan, curah hujan, formasi geologi (batuan induk) dan kerentanan gerakan tanah. Analisis kerawanan tanah longsor dilakukan setelah peta-peta tematik yaitu Peta Curah Hujan, Peta Jenis Tanah, Peta Geologi, Peta Kemiringan Lahan, Peta Kerentanan Gerakan Tanah dan Peta Penutupan Lahan wilayah tersebut tersedia dan siap dalam bentuk peta digital. Setiap jenis peta tersebut dilakukan klasifikasi berdasarkan skor serta diberi bobot kemudian ditumpangsusunkan (overlay). Overlay tersebut dilakukan dengan menggunakan software Arc GIS 9.3. Pada proses overlay setiap parameter memiliki klasifikasi skor yang dikalikan dengan bobot masing-masing parameter, kemudian hasil perkalian skor dan bobot tersebut dijumlahkan. 15 Penentuan skor tiap kelas parameter didasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh BBSDLP (2009). Skor dari yang paling tinggi sampai yang paling rendah sebanding dengan tingkat bahaya yang tanah longsor akan timbulkan. Semakin tinggi skor, maka semakin tinggi pula potensi tanah longsor yang akan terjadi. Dalam penentuan skor curah hujan, BBSDLP (2009) membagi menjadi lima kelas, semakin besar curah hujan yang turun maka semakin tinggi skor curah hujan tersebut seperti tercantum pada Tabel 2. Curah hujan yang turun akan mempengaruhi kondisi air tanah, tanah yang kandungan air tanahnya meningkat maka akan meningkat massanya dan semakin rendah tingkat kepadatan dan kekompakannya. Hermawan (2000) mengemukakan bahwa longsoran disebabkan oleh kondisi tata air tanah dan sifat fisik/mekanik tanah yang tidak baik, sehingga pada saat musim hujan telah terjadi air tinggi sehingga dapat menimbulkan peningkatan tekanan air tanah (pore water pressure), penurunan kekuatan dan tahanan geser tanah akan menyebabkan longsoran. Tabel 2 Klasifikasi curah hujan (mm/tahun) Kelas Parameter Curah Hujan (mm/tahun) a. Sangat Basah (>=4000) b. Basah (3001-4000) c. Sedang (2001-3000) d. Kering (1001-2000) e. Sangat Kering (<1000) Sumber : BBSDLP (2009) Bobot 20% Skor 5 4 3 2 1 Jenis bahan diklasifikasikan berdasarkan asal bentuknya yaitu batuan vulkanik, batuan sedimen dan karst serta batuan alluvial. Menurut Wilopo dan Agus (2005) batuan alluvial merupakan batuan hasil endapan proses geodinamika yang terjadi pada batuan di wilayah tersebut. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor rendah. Batuan sedimen dan karst merupakan batuan yang terbentuk dari lingkungan laut dan pesisir serta perairan lain seperti sungai dan danau kuno sampai batuan tersebut terangkat menjadi daratan pada masa lalu. Umumnya batuan ini memiliki permeabilitas kecil bahkan kedap air kecuali jika batuan banyak memiliki rekahan atau telah mengalami pelarutan, maka dapat bersifat tahan air sehingga menjadi akuifer (batuan penyimpan air tanah) atau 16 dapat berfungsi sebagai imbuhan air. Batuan ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor sedang. Sedangkan batuan vulkanik merupakan batuan gunung api yang tidak teruraikan. Jenis ini memiliki sifat kepekaan terhadap longsor tinggi. Skoring dan pembobotan pada tiap jenis batuan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Klasifikasi jenis batuan Kelas Parameter Kepekaan terhadap longsor a. Kepekaan terhadap longsor tinggi b. Kepekaan terhadap longsor sedang c. Kepekaan terhadap longsor rendah Sumber : BBSDLP (2009) Dalam bencana tanah Bobot 25% Skor 5 3 1 longsor, faktor kemiringan lahan sangat berpengaruh, semakin tinggi dan semakin tegak lereng maka kemungkinan terjadinya longsoran semakin tinggi. Hal tersebut berkaitan dengan kestabilan lereng, semakin curam lereng maka lereng akan mengalami tekanan beban yang lebih besar sehingga makin tidak stabil untuk menahan beban di atasnya dari pengaruh garvitasi bumi. Skor dan bobot parameter kemiringan lahan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Skor parameter kemiringan lahan Kelas Parameter Kemiringan Lahan (%) a. >45 b. 25-45 c. 15-25 d. 8-15 e. <8 Sumber : BBSDLP (2009) Bobot 20% Skor 5 4 3 2 1 Kondisi penutupan lahan sebagai faktor penyebab tanah longsor berkaitan dengan kestabilan lahan, kontrol terhadap kejenuhan air serta kekuatan ikatan partikel tanah. Lahan yang ditutupi hutan dan perkebunan relatif lebih bisa menjaga stabilitas lahan karena sistem perakaran yang dalam sehingga bisa menjaga kekompakkan antar partikel tanah serta partikel tanah dengan batuan dasar dan bisa mengatur limpasan dan resapan air ketika hujan. Permukiman memiliki andil yang lebih kecil karena limpasan air lebih banyak terjadi di banding genangan dan resapan karena sifat permukaan yang kedap air baik kondisi tanah permukaan maupun karena penutup tanah berupa beton atau sejenisnya. Tegalan dan sawah memiliki vegetasi yang tidak bisa menjaga 17 stabilitas permukaan karena bersifat tergenang, serta memiliki sistem perakaran yang dangkal sehingga kurang menjaga kekompakkan partikel tanah (Rahmat 2010). Skor dan bobot parameter penutupan lahan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kondisi penutupan lahan Kelas Parameter Tutupan Lahan a. Tegalan, sawah b. Semak belukar c. Hutan dan perkebunan d. Permukiman e. Tambak, waduk, perairan Sumber : BBSDLP (2009) Bobot 10% Skor 5 4 3 2 1 Penentuan skor jenis tanah dilakukan berdasarkan tingkat kepekaan terhadap longsor jenis tanah tersebut, semakin peka terhadap longsor maka semakin tinggi skor yang diberikan. Tingkat kepekaan terhadap longsor berhubungan dengan tingkat kemampuan tanah menahan dan melepaskan air yang masuk, tanah dengan permeabilitas sangat lambat sangat kuat menahan air yang masuk dan sangat sulit untuk melepaskannya, hal itu akan menyebabkan tanah menahan beban yang lebih besar dan apabila curah hujan semakin tinggi serta tanah tersebut berada pada wilayah yang memiliki topografi yang terjal sampai sangat curam maka longsor kemungkinan besar terjadi. Secara umum tingkat permeabilitas tanah berbanding terbalik dengan kepekaan terhadap erosi, semakin lambat permeabilitasnya maka semakin peka terhadap erosi (Rahmat 2010). Skor dan bobot parameter kondisi tanah dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Klasifikasi kondisi tanah Kelas Parameter Kepekaan terhadap longsor a. Kepekaan terhadap longsor tinggi b. Kepekaan terhadap longsor sedang c. Kepekaan terhadap longsor rendah Sumber : BBSDLP (2009) Bobot 10% Skor 5 3 1 Penentuan skor kerentanan gerakan tanah ditentukan berdasarkan kerentanan terhadap gerakan tanah. Hal ini berhubungan dengan letak suatu wilayah yang berada pada zona geologi aktif. Suatu wilayah yang berada pada zona geologi aktif memiliki kerentanan gerakan tanah yang tinggi dimana gerakan tanah tersebut dapat memicu terjadinya tanah longsor. Skor dan bobot parameter kerentanan gerakan tanah dapat dilihat pada Tabel 7. 18 Tabel 7 Klasifikasi zona kerentanan gerakan tanah Kelas Parameter Kerentanan gerakan tanah a. Zona kerentanan gerakan tanah sangat tinggi b. Zona kerentanan gerakan tanah tinggi c. Zona kerentanan gerakan tanah menengah d. Zona kerentanan gerakan tanah rendah e. Sungai Sumber : BBSDLP (2009) Bobot 15% Skor 5 4 3 2 1 Model yang digunakan untuk menganalisis kerawanan longsor adalah model pendugaan yang mengacu pada penelitian BBSDLP (2009) dengan formula sebagai berikut : SKOR TOTAL = 0,2FCH+0,25FJB+0,2FKL+0,1FPL+0,1FJT+0,15FKT Keterangan : FCH = Faktor Curah Hujan FJB = Faktor Jenis Batuan FKL = Faktor Kemiringan Lereng FPL = Faktor Penutupan Lahan FJT = Faktor Jenis Tanah FKT = Faktor Kerentanan Gerakan Tanah 0,25;0,2;0,1 = Bobot Nilai Skor hasil akhir overlay dibagi menjadi tiga kelas kerawanan longsor yaitu : rendah, sedang dan tinggi berdasarkan nilai rata-rata (Mean) dan standar deviasi (SD) jumlah skor akhirdengan penentuan selang skor : Kerawanan sedang : Nilai rata-rata (Mean) ± standar deviasi (SD) Kerawanan rendah : Nilai minimum - <= Skor Kerawanan sedang Kerawanan tinggi : >= Skor Kerawanan sedang – Nilai maksimum 3.3.3.2 Evaluasi Pola Ruang Evaluasi pola ruang dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian peruntukkan ruang dengan karakteristik kawasan berdasarkan kerawanan tanah longsornya serta untuk melihat kesesuaian antara peruntukkan ruang sebagaimana diatur dalam RTRW Kabupaten Bogor dengan pemanfaatan ruang secara riil yang terjadi di lapangan. Evaluasi ini dilakukan dengan melakukan analisis overlay antara Peta Kerawanan Tanah Longsor dengan Peta RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dan Peta Penutupan Lahan Kabupaten Bogor. 19 Peta Kemiringan Lereng Peta Geologi Digital Peta Jenis Tanah Digital Peta Curah Hujan Digital Peta Penutupan Lahan Peta Kerentanan Gerakan Tanah Klasifikasi Kemiringan Lahan Klasifikasi Jenis Batuan Klasifikasi Jenis Tanah Klasifikasi Curah Hujan Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi Kerentanan Gerakan tanah Penilaian bobot/Scoring Overlay Peta RTRWK Kabupaten Bogor Analisis Data Overlay Peta Kerawanan Longsor Evaluasi Pola Ruang Gambar 1 Bagan Alir Penelitian.