2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belut Belut adalah sekelompok ikan

advertisement
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belut
Belut adalah sekelompok ikan berbentuk mirip ular yang termasuk dalam
suku Synbranchidae. Suku ini terdiri dari empat genera dengan total 20 jenis.
Jenis-jenisnya banyak yang belum diberikan dengan lengkap sehingga angkaangka itu dapat berubah. Anggotanya bersifat pantropis (ditemukan di semua
daerah tropika) (Anonim 2009).
Klasifikasi belut adalah sebagai berikut (Suwignyo 1989):
Filum
: Chordata
Kelas
: Actinopterygii
Ordo
: Synbranchiformes
Subordo
: Synbranchoidei
Family
: Synbranchidae
Genus
: Monopterus
Species
: Monopterus albus
Belut berbeda dengan sidat. Sidat memiliki sirip dada, punggung, dan sirip
dubur yang sempurna. Sidat memliki sisik-sisik kecil yang berkumpul dalam
kumpulan kecil yang masing-masing kumpulan terletak miring pada sudut siku
terhadap kumpulan-kumpulan di sampingnya. Perbedaan belut dengan sidat
adalah belut tidak memiliki sirip, kecuali sirip ekor yang juga tereduksi. Ciri khas
belut yang lain adalah tidak bersisik (atau hanya sedikit), dapat bernafas dari
udara, bukaan insang sempit, tidak memiliki kantung renang dan tulang rusuk.
Belut praktis merupakan hewan air darat, sementara kebanyakan sidat hidup di
laut meski ada pula yang di air tawar (Sarwono 2005). Morfologi dari belut dapat
dilihat pada Gambar 1.
4
Gambar 1. Belut
(Sumber: http://hobiikan.blogspot.com/2009/budidaya-belut.html)
Siklus hidup belut yang berada di lumpur menyebabkan bau lumpur,
sehingga akan mempengaruhi produk olahan ikan ini. Untuk menghilangkan bau
lumpur, maka perut belut harus dikosongkan dengan membiarkannya berada
dalam air bersih yang mengalir selama satu hari (Peranginangin dan
Yunizal 1992).
Penanganan belut yang dimatikan dengan cara dipukul bagian kepalanya
akan memiliki keadaan daging yang kenyal daripada dimatikan dengan
penambahan konsentrasi garam 3 %. Belut dapat dibersihkan dengan melumuri
abu gosok ke seluruh permukaan tubuhnya sampai lendir hilang. Abu gosok
memiliki daya serap tinggi dan bentuknya yang kasar mudah menyerap lendir dan
mengangkat lendir yang masih terikat pada kulit. Untuk membersihkan lendir
pada belut membutuhkan tiga kali pemberian abu gosok (Rusiana 1988). Cara lain
dalam menghilang lendir pada belut adalah dengan menetesinya dengan air jeruk
yang selanjutnya belut tersebut dicuci bersih (Sarwono 2003).
Produk dapat diolah menjadi berbagai macam masakan seperti belut
goreng dan belut asap karena memiliki rasa yang lezat dan memiliki kandungan
gizi yang cukup tinggi. Kandungan gizi belut dapat dilihat pada Tabel 1.
5
Tabel 1. Kandungan gizi belut
Zat gizi
Kandungan gizi per 100 g daging
Kalori
303 kal
Protein
14,0 g
Lemak
27,0 g
Karbohidrat
0g
Fosfor
200 mg
Kalsium
20 mg
Zat besi
1,0 mg
Vitamin A
1.600 S.I.
Vitamin B1
0,10 mg
Vitamin C
2 mg
Air
58,0 g
Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1989)
2.2 Fillet Belut Asap
Fillet adalah bagian daging ikan yang diperoleh dengan penyayatan ikan
utuh sepanjang tulang belakang dimulai dari belakang kepala hingga mendekati
bagian ekor. Pengolahan fillet ini pada umumnya dilakukan untuk menambah
harga jual. Pengolahan fillet harus dilakukan dengan cepat dan cermat untuk
menghindari pembusukan, pencemaran dan cacat akibat kecerobohan yang dapat
berpengaruh buruk terhadap produk. Suhu dan kebersihan dari fillet juga harus
diperhatikan karena fillet ikan sangat rentan terhadap kontaminasi bakteri
penyebab pembusukan maupun bakteri patogenik yang sukar dihilangkan dengan
cara-cara biasa karena kontaminan dapat mudah menyusup ke dalam jaringan otot
daging yang telah terbuka dari pada ikan utuh.
Fillet belut asap merupakan bagian daging belut yang telah dibuang bagian
kepala, ekor dan tulangnya. Daging fillet belut tersebut diolah lebih lanjut dengan
pengasapan. Pengasapan ini merupakan kombinasi perlakuan penggaraman,
pengeringan, dan pelekatan komponen asap pada ikan. Proses pengasapan terdiri
dari beberapa langkah yaitu preparasi, penggaraman, pengasapan serta
penyimpanan (Hilderbrand 2003).
6
Fillet belut asap akan memiliki kelebihan dibandingkan dengan belut asap
yang disajikan secara utuh. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya, belut asap utuh membutuhkan waktu pengasapan lebih lama yaitu
8 jam dan juga membutuhkan konsentrasi asap cair yang lebih banyak. Selain itu,
penampakan dari belut asap tersebut kurang menarik karena bentuk belut yang
pada dasarnya mirip seperti ular. Warna yang dihasilkan dari belut asap utuh
terlihat lebih hitam karena waktu pengasapannya membutuhkan waktu yang lama
(Febriani 2006).
2.3 Pengasapan
Pengasapan adalah suatu proses penarikan air dan pengendapan berbagai
senyawa kimia pengawet yang berasal dari asap. Tujuan pengasapan yang utama
adalah melakukan penetrasi dan deposit asap yang sesuai dalam waktu yang lama,
sehingga proses pembusukan makanan akibat aktivitas bakteri dan enzim dapat
dihambat (Ojeda et al. 2002). Tujuan lain dari pengasapan adalah untuk
mengawetkan dan memberikan warna, serta rasa yang khas pada ikan
(Moeljanto 1982).
Pengasapan
ini
merupakan
kombinasi
perlakuan
penggaraman,
pengeringan, dan pelekatan komponen asap pada ikan. Proses pengasapan terdiri
dari beberapa langkah yaitu preparasi, penggaraman, pengasapan serta
penyimpanan. Pengasapan tidak akan meningkatkan kualitas ikan, namun hanya
akan menutupi kondisi tertentu yang akan muncul yang dapat menimbulkan
masalah keamanan pangan (Hilderbrand 2003). Teknik pengasapan ini telah
digunakan sebagai metode pengawetan ikan dan daging. Pengasapan memberikan
makanan berprotein tinggi dengan komponen aromatiknya yang dapat
memberikan flavor dan warna, berperan sebagai bakteriostatik dan antioksidan
(Horner 1992 dalam Hattula et al. 2001).
Pada dasarnya ada dua jenis pengasapan, yaitu pengasapan panas dan
pengasapan dingin, tergantung dari jumlah panas yang digunakan. Selain itu
berkembang pula cara pengasapan yang tergolong baru, yaitu pengasapan elektrik
dan
pengasapan
(Wibowo 2002).
likuid,
yaitu
metode
pengasapan
dengan
asap
cair
7
2.4 Asap Cair
Asap cair merupakan cairan dispersi uap asap dalam air, atau cairan hasil
kondensasi dari pirolisa kayu, tempurung kelapa, atau bahan sejenis. Pirolisis
adalah proses pemanasan atau destilasi kering suatu bahan, sehingga
menghasilkan asap yang jika dikondensasi akan menghasilkan asap cair yang
memiliki sifat spesifik asap. Singkatnya, asap cair merupakan asam cuka
(vinegar) kayu yang diperoleh dari destilasi kering kayu (Girard 1992 dalam
Prananta 2008). Aplikasi asap cair dapat dilakukan dengan penyemprotan
(air spray), penguapan (vaporing), pengolesan, dan pencelupan atau pencampuran
ke dalam bahan pangan yang diproses (Girard 1991 dalam Ojeda et al. 2002).
Asap cair memiliki sifat antioksidatif dan bisa digolongkan sebagai
antioksidan alami. Komponen antioksidatif dalam asap cair umumnya merupakan
senyawa fenol 2,10 % sampai 5,13 %. Fenol yang terdapat pada asap memiliki
sifat bakteriostatis yang tinggi sehingga menyebabkan bakteri tidak berkembang
biak. Senyawa fenol juga dapat bertindak sebagai termination radikal bebas pada
reaksi oksidasi. Fenol dengan titik didih lebih menunjukkan sifat antioksidatif
yang lebih baik jika dibandingkan dengan senyawa fenol bertitik didih rendah.
Selain fenol, asap juga memiliki kandungan formaldehid yang bersifat fungisidal.
Komponen-komponen asap lain, seperti alkohol dan asam-asam organik juga
memiliki sifat bekterisidal meskipun sangat kecil. Ketiga komponen asap ini,
ditambah dengan asap lain dan proses pemanasan, berperan sebagai pengawet
(Wibowo 2002).
Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan pangan karena
adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil. Asap cair yang dihasilkan di
Indonesia biasanya berasal dari tempurung kelapa. Pirolisis tempurung kelapa
menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa fenol sebesar 4,13 %,
karbonil 11,3 % dan asam 10,2 % (Darmadji et al. 1992 dalam Prananta 2008).
Adapun komponen–komponen penyusun asap cair meliputi:
1) Senyawa–senyawa fenol (Pearson et al. 1996 dalam Coronado et al. 2002)
Senyawa fenol diduga berperan sebagai antioksidan sehingga dapat
memperpanjang masa simpan produk asap. Kandungan senyawa fenol dalam asap
tergantung pada temperatur pirolisis kayu. Kuantitas fenol pada kayu sangat
8
bervariasi yaitu antara (10-200) mg/kg. Beberapa jenis fenol yang biasanya
terdapat pada produk asap adalah guaiakol dan siringol.
2) Senyawa–senyawa karbonil
Senyawa–senyawa karbonil dalam asap memiliki peranan pada pewarnaan dan
cita rasa produk asap. Golongan senyawa ini mempunyai aroma seperti karamel
yang unik. Jenis senyawa karbonil yang terdapat dalam asap cair antara lain
vanilin dan siringaldehid.
3) Senyawa–senyawa asam (Pearson et al. 1996 dalam Coronado et al. 2002)
Senyawa–senyawa asam mempunyai peranan sebagai antimikroba dan
membentuk cita rasa produk asap. Senyawa asam ini antara lain adalah asam
asetat, propionat, butirat dan valerat.
4) Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis (Hattula et al. 2001)
Senyawa hidrokarbon polisiklis aromatis dapat terbentuk pada pirolisis kayu.
Pembentukan berbagai senyawa ini tergantung dari beberapa hal, yaitu temperatur
pirolisis, waktu dan kelembaban udara pada proses pembuatan asap serta
kandungan udara dalam kayu. Kadar HPA ini dapat dikurangi dengan proses
pengendapan dan penyaringan.
5) Senyawa benzo(a)pirena (Darmadji et al. 1992 dalam Prananta 2008)
Senyawa benzo(a)pirena mempunyai titik didih 310
o
C dan dapat
menyebabkan kanker kulit jika dioleskan secara langsung pada permukaan kulit.
Akan tetapi proses terjadinya memerlukan waktu yang lama.
2.5 Penggaraman
Penggaraman dilakukan untuk mengurangi kadar air dalam badan ikan
sampai titik tertentu sehingga bakteri tidak dapat hidup dan berkembang lagi.
Selama proses penggaraman terjadi penetrasi garam ke dalam tubuh ikan dan
keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan karena adanya perbedaan konsentrasi.
Cairan ini dengan cepat akan melarutkan kristal garam atau mengencerkan larutan
garam. Bersamaan dengan keluarnya cairan dari dalam tubuh ikan, partikel garam
memasuki tubuh ikan. Lama kelamaan kecepatan proses pertukaran garam dan
cairan tersebut semakin lambat, dengan menurunnya konsentrasi garam di luar
tubuh ikan dan meningkatnya konsentrasi garam di dalam tubuh ikan. Selanjutnya
pertukaran garam dan cairan tersebut terhenti sama sekali setelah terjadi
9
keseimbangan konsentrasi garam di dalam tubuh ikan dengan lingkungannya.
Pada saat itulah terjadi pengentalan cairan tubuh yang tersisa dan penggumpalan
protein serta pengerutan sel-sel tubuh ikan sehingga sifat daging ikan berubah
(Afrianto dan Liviawaty 1989).
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penetrasi garam ke
dalam tubuh ikan, yaitu kemurnian garam, kadar lemak ikan, ketebalan daging
ikan, kesegaran ikan, suhu dan konsentrasi larutan garam (Afrianto dan
Liviawaty 1989). Konsentarsi garam yang tinggi dan perendaman yang terlalu
lama dapat menyebabkan kerusakan pada kandungan zat nitrogen. Penggaraman
yang baik dapat dilakukan dengan perendaman yang singkat serta melakukan
pencucian untuk menghilangkan sisa garam, mencegah kristalisasi di lapisan
permukaan dan kerusakan penampakan produk (Zaitsev et al. 1969).
2.6 Bumbu dan Garam
Rempah–rempah atau bumbu adalah sejenis tanaman atau sayuran maupun
gabungan keduanya dalam bentuk pohon secara keseluruhan atau dalam bentuk
bagian–bagian pohon. Rempah–rempah biasa digunakan sebagai pemberi rasa,
aroma, rasa pedas dan sebagai pengawet pada masakan–masakan berbumbu.
Selain itu rempah–rempah biasa digunakan sebagai obat–obatan, wangi–wangian,
kosmetik dan jenis industri lainnya. Pada industri pengolahan pangan,
penambahan bumbu terutama bertujuan untuk meningkatkan cita rasa dari produk
yang dihasilkan dan dapat bertindak sebagai pengawet alami (Zaitsev et al. 1969).
2.6.1 Garam
Komposisi natrium klorida terdiri atas 39,39 % Na dan 60,61 % Cl.
Warnanya putih, tidak berbau, kristal berbentuk kubus. Pada kondisi yang normal
garam tidak mengandung air, tetapi pada suhu -12 oC kristalnya berbentuk prisma
dengan rumus NaCl.2H2O (Zaitsev et al. 1969).
Garam bukan antiseptik,
bahkan hampir semua mikroorganisme
memerlukannya dalam konsentrasi yang rendah. Garam yang mempunyai
kadar NaCl tinggi mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme serta
menurunkan daya larut O2 dari udara, sehingga dalam jaringan daging ikan
jumlah O2 menurun dan menghambat perkembangan mikroorganisme aerob
(Stansby 1963).
10
Garam
digunakan
sebagai
bumbu
dan
juga
bertindak
sebagai
daya pengawet. Garam memiliki sifat yang dapat menarik air dari dalam bahan
sekaligus cairan sel mikroba sehingga terjadi plasmolisis pada mikroba, serta
mencegah terjadinya reaksi autolisis dan membunuh bakteri yang terdapat dalam
daging (Afrianto dan Liviawaty 1989). Mikroorganisme patogen, termasuk
Clostridium botulinum dapat dihambat oleh konsentrasi garam 10 % sampai 12 %
(Buckle et al. 1985). Pertumbuhan kapang dan bakteri dapat dihambat dengan
konsentrasi garam pada produk sekitar 8 % sampai 10 %. Perendaman di dalam
larutan garam akan memberi garam yang lebih rata dibandingkan penggaraman
kering (Hilderbrand 2003). Penambahan garam sebaiknya diberikan dalam jumlah
kecil sehingga tidak berakibat negatif pada kesehatan (Opstvedt 1988).
2.6.2 Jahe (Zingiber officinale Roscoe)
Tanaman jahe termasuk kedalam famili zingiberaceae (Farell 1990).
Rimpang jahe pada umumnya mengandung minyak atsiri atau ginger oil sebanyak
0,25 % sampai 3,3 %. Minyak atsiri jahe terdiri dari komponen bioaktif
zingiberen, kurkumin dan felandren. Oleoresin jahe mengandung gingerol,
shogaol, resin dan zingerol yang dapat menghasilkan rasa pedas pada jahe.
Senyawa zingerol dan gingerol pada jahe, telah dibuktikan mempunyai aktivitas
sporostatik terhadap Bacillus subtilis pada konsentrasi 0,6, 0,9, dan 1,0 (%)
(Al-Khayat dan Blank 1985).
2.6.3 Asam jawa (Tamarindus indica, L. )
Asam Jawa (Tamarindus indica, L. ) dapat menghambat pertumbuhan
bakteri proteolitik dan pembusuk, dapat menambah cita rasa, mengurangi rasa
manis, serta menaikkan rasa asin. Asam mengandung asam sitrat, asam tartrat,
asam askorbat dan asam-asam organik. Adanya asam-asam organik ini maka
dapat mengurangi lemak berlebihan (Winarno et al. 1980).
2.6.4 Cengkeh (Syzygium aromaticum)
Tanaman cengkeh tergolong kedalam famili Myrtaceae. Cengkeh yang
digunakan sebagai rempah-rempah merupakan kuncup bunga tertutup pohon
Syzygium aromaticum, yang dipetik dari pohon pada saat dasar kuncup berubah
warna menjadi merah (Farell 1990).
11
Minyak essensial cengkeh berjumlah sekitar 17 % dan 83 % adalah
euganol. Euganol berwarna kuning pucat dan bening, berbau aromatik dan pedas.
Komposisi
organik
lainnya
adalah
eiganol
asetat,
carryophilen,
metil-n-amil karbinol, metil-n-heptil karbinol, metil-n-heptil keton, metil benzoat,
benzil alkohol, furfuril alkohol dan vanilin (Parry 1969).
2.6.5 Kayu manis
Kayu manis atau Cinnamomun burmanni banyak dimanfaatkan ibu-ibu
rumah tangga sebagai bumbu dapur dan bahan pembuatan jamu. Aromanya yang
harum menyengat, serta rasanya manis sangat cocok sekali buat campuran kue
dan cake. Kayu berkulit kasar ini tersusun dari senyawa sinamaldehid.
Sinamaldehid merupakan turunan dari senyawa fenol. Di dunia kedokteran,
senyawa sinamaldehid diketahui memiliki sifat anti-agregasi platelet dan sebagai
vasodilator secara in vitro. Platelet adalah kolesterol yang menempel pada
pembuluh darah. Agregasi (pengumpulan) platelet menyebabkan terjadinya
asterosklerosis atau lemak mengeras di pembuluh arteri pada makhluk hidup
(Fauzan 2008).
Download