PENDAHULUAN Movement Disorder merupakan sekelompok penyakit sistem saraf pusat atau sindrom neurologis yang menyebabkan adanya kelebihan atau kekurangan gerakan yang tidak dapat terkontrol oleh tubuh. Contoh gangguan gerak adalah penyakit Parkinson, tremor esensial, ataksia, dan distonia. Gangguan gerak sebagian besar terkait dengan perubahan patologis di basal ganglia atau koneksi mereka. Basal ganglia adalah kelompok inti materi abu-abu tergeletak jauh di dalam yang otak belahan otak (inti berekor, putamen dan globus pallidus), yang diencephalon (subthalamic inti), dan mesencephalon (substantia nigra). Patologi otak kecil atau jalur yang biasanya menyebabkan gangguan koordinasi (asynergy, ataksia), salah pikiran jarak (dysmetria), dan tremor niat. Myoclonus dan banyak bentuk tremor tidak tampaknya terkait terutama untuk patologi ganglia basal dan sering muncul di tempat lain di sistem saraf pusat, termasuk korteks serebral (myoclonus refleks kortikal), batang otak (retikuler refleks myoclonus, hyperekplexia, dan gangguan myoclonus ritmis batang otak seperti mioklonus palatal dan okular mioklonus), dan sumsum tulang belakang (mioklonus segmental ritmis dan propriospinal nonrhythmic mioklonus). Sebuah bukti yang semakin kuat mendukung gagasan bahwa beberapa gangguan gerak adalah induksi di perifer. Meskipun gangguan gerak kebanyakan tidak mengancam nyawa, mereka tentu menjadi ancaman bagi pasien kualitas hidup. Dampaknya bisa sangat besar, dengan kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan untuk menggerakkan sebuah mobil, dan penurunan aktivitas hidup sehari-hari termasuk kebersihan pribadi. Karena sebagian besar gangguan gerak lain selain penyakit Parkinson mempengaruhi orang di bawah usia lima puluh, kondisi ini bertanggung jawab atas beban biaya besar bagi masyarakat. Selain itu, dokter dan pasien sering menghadapi tantangan dalam mendapatkan cakupan asuransi untuk pengobatan kondisi ini, karena modalitas pengobatan, baik farmakologis dan bedah, adalah relatif baru. PENDAHULUAN A. SISTEM EKSTRAPIRAMIDAL1 1. Basal ganglia : nucleus kaudatus, putamen dan globus pallidus 2. Substansia nigra 3. Nukleus rubra Gambar 1. Sistem Ekstrapiramidal Gangguan pada ekstrapiramidal dapat timbul gerakan otot involunter,yaitu gerakan otot secara spontan dan tidak dapat dikendalikan dengan kemauan dan gerak otot tersebut tidak mempunyai tujuan. Efek dari gangguan sistem ini dapat memberikan efek defisit fungsional primer yang merupakan gejala negatif dan efek sekunder yaitu gejala positif.1,2 Pada ganguan dalam fungsi traktus ekstrapiramidal gejala positif dan negatif itu menimbulkan dua jenis sindrom yaitu:2,3 1. Sindrom hiperkinetik-hipotonik : asetilkolin menurun, dopamine meningkat Tonus otot menurun Gerak involunter/ireguler Pada : chorea, atetosis, distonia, ballismus Gambar 2. Gerakan Involunter 2. Sindrom hipokinetik-hipertonik : asetilkolin meningkat, dopamine menurun Tonus otot meningkat Gerak spontan/asosiatif menurun Gerak involunter spontan Pada : parkinson Gejala negative dapat berupa : 1. Bradikinesia Gerakan volunter yang bertambah lambat atau menghilang sama sekali. Gejala ini merupakan gejala utama yang didapatkan pada penyakit Parkinson. 2. Ganguuan sikap postural Merupakan hilangnya reflex postural normal. Paling sering ditemukan pada penyakit Parkinson. Terjadi fleksi pada tungkai dan badan karena penderita tidak dapat mempertahankan keseimbangan secara tepat. Penderita akan terjatuh bila berputar dan didorong. Gejala positif dapat berupa : 1) Gerakan involunter Tremor Athetosis Chorea Distonia Hemiballismus 2) Rigiditas Kekakuan yang dirasakan oleh pemeriksa ketika menggerakkan ekstremitas secara pasif. Tahanan ini timbul di sepanjang gerakan pasif tersebut dan mengenai gerakan fleksi maupun ekstensi sering disebut sebagai plastic atau lead pipe rigidity. Bila disertai dengan tremor maka disebut dengan tanda cogwheel. Pada penyakit Parkinson terdapat gejala positif dan gejala negative seperti tremor dan bradikinesia. Sedangkan pada chorea Huntington lebih didominasi oleh gejala positif, yaitu : chorea. PATOFISIOLOGI Pada keadaan normal terdapat arus rangsang kortiko-kortikal yang melalui inti-inti basal (basal ganglia) yang mengatur kendali korteks atas gerakan volunter dengan proses inhibisi secara bertingkat. Inti-inti basal juga berperan mengatur dan mengendalikan keseimbangan antara kegiatan neuron motorik alfa dan gamma. Di antara inti-inti basal, maka globus pallidus merupakan stasiun neuroaferen terakhir dan yang kegiatannya diatur oleh asupan dari korteks, nucleus kaudatus, putamen, substansia nigra dan inti subtalamik.4 Gerakan involunter yang timbul akibat lesi difus pada putamen dan globus pallidus disebabkan oleh terganggunya kendali atas reflex-refleks dan rangsangan yang masuk, yang dalam keadaan normal turut mempengaruhi putamen dan globus pallidus. Keadaan tersebut dinamakan Release phenomenon, yang berarti hilangnya aktivitas inhibisi yang normal.4 Adapun lesi di substansia nigra (penyakit Parkinson), di inti dari luys (hemiballismus), bagian luar dari putamen (atetosis), di nucleus kaudatus terutama dan nucleus lentiformis sebagian kecil (korea) dan di korteks serebri piramidalis berikut putamen dan thalamus (distonia).4 Berbagai neurotransmitter turut berperan dalam fungsi dan peran system neurotransmitter, meliputi : A. Dopamine, bekerja pada jalur nigostriatal (hubungan substansia nigra dan korpus striatum) dan pada system mesolimbik dan mesokortikal tertentu. B. GABA (Gama Aminobutiric Acid), berperan pada jalur / neuron-neiron striatonigral. C. Glutamate, bekerja pada jalur kortikostriatal D. Zat-zat neurotransmitter kolinergik, digunakan untuk neuron-neruon talamostriatal. E. Substansia P dan metenfekalin, terdapat pada jalur striatopalidal dan striatonigral. F. Kolesistokinin, dapat ditemukan bersama dopamine dalam sistem neural yang sama. B. PENYAKIT PARKINSON Definisi Penyakit parkinson adalah penyakit neurodegeneratif progresif yang berkaitan erat dengan usia. Secara patologis penyakit parkinson ditandai oleh degenerasi neuronneuron berpigmen neuromelamin, terutama di pars kompakta substansia nigra yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies), atau disebut juga parkinsonisme idiopatik atau primer.1,5,6 Parkinonisme adalah suatu sindrom yang ditandai oleh tremor waktu istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan hilangnya refleks postural akibat penurunan kadar dopamine dengan berbagai macam sebab. Sindrom ini sering disebut sebagai Sindrom Parkinson.1,4,5 Etiologi Etiologi Parkinson primer masih belum diketahui. Terdapat beberapa dugaan, di antaranya ialah : infeksi oleh virus yang non-konvensional (belum diketahui), reaksi abnormal terhadap virus yang sudah umum, pemaparan terhadap zat toksik yang belum diketahui, terjadinya penuaan yang prematur atau dipercepat.2 Parkinson disebabkan oleh rusaknya sel-sel otak, tepatnya di substansi nigra. Suatu kelompok sel yang mengatur gerakan-gerakan yang tidak dikehendaki (involuntary). Akibatnya, penderita tidak bisa mengatur/menahan gerakan-gerakan yang tidak disadarinya.Mekanisme bagaimana kerusakan itu belum jelas benar, akan tetapi ada beberapa faktor resiko ( multifaktorial ) yang telah diidentifikasikan, yaitu:2,4,5 1) Usia : Insiden meningkat dari 10 per 10.000 penduduk pada usia 50 sampai 200 dari 10.000 penduduk pada usia 80 tahun. Hal ini berkaitan dengan reaksi mikrogilial yang mempengaruhi kerusakan neuronal, terutama pada substansia nigra pada penyakit parkinson. 2) Genetik : Penelitian menunjukkan adanya mutasi genetik yang berperan pada penyakit parkinson. Yaitu mutasi pada gen a-sinuklein pada lengan panjang kromosom 4 (PARK1) pada pasien dengan Parkinsonism autosomal dominan. Pada pasien dengan autosomal resesif parkinson, ditemukan delesi dan mutasi point pada gen parkin (PARK2) di kromosom 6. Selain itu juga ditemukan adanya disfungsi mitokondria. Adanya riwayat penyakit parkinson pada keluarga meningakatkan faktor resiko menderita penyakit parkinson sebesar 8,8 kali pada usia kurang dari 70 tahun dan 2,8 kali pada usia lebih dari 70 tahun. Meskipun sangat jarang, jika disebabkan oleh keturunan, gejala parkinsonisme tampak pada usia relatif muda. Kasus-kasus genetika di USA sangat sedikit, belum ditemukan kasus genetika pada 100 penderita yang diperiksa. Di Eropa pun demikian. Penelitian di Jerman menemukan hasil nol pada 70 penderita. Contoh klasik dari penyebab genetika ditemukan pada keluarga-keluarga di Italia karena kasus penyakit itu terjadi pada usia 46 tahun. 3) Faktor Lingkungan a) Xenobiotik : Berhubungan erat dengan paparan pestisida yang dapat menimbulkan kerusakan mitokondria. b) Pekerjaan : Lebih banyak pada orang dengan paparan metal yang lebih tinggi dan lama. c) Infeksi : Paparan virus influenza intrautero diduga turut menjadi faktor predesposisi penyakit parkinson melalui kerusakan substansia nigra. Penelitian pada hewan menunjukkan adanya kerusakan substansia nigra oleh infeksi Nocardia astroides. d) Diet : Konsumsi lemak dan kalori tinggi meningkatkan stress oksidatif, salah satu mekanisme kerusakan neuronal pada penyakit parkinson. Sebaliknya,kopi merupakan neuroprotektif. 4) Ras : angka kejadian Parkinson lebih tinggi pada orang kulit putih dibandingkan kulit berwarna. 5) Trauma kepala : Cedera kranio serebral bisa menyebabkan penyakit parkinson, meski peranannya masih belum jelas benar. 6) Stress dan depresi : Beberapa penelitian menunjukkan depresi dapat mendahului gejala motorik. Depresi dan stress dihubungkan dengan penyakit parkinson karena pada stress dan depresi terjadi peningkatan turnover katekolamin yang memacu stress oksidatif. Patofisiologi2,6 Secara umum dapat dikatakan bahwa penyakit Parkinson terjadi karena penurunan kadar dopamine akibat kematian neuron di substansia nigra pars compacta (SNc) sebesar 40-50% yang disertai dengan inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy bodies) dengan penyebab multifaktor. Substansia nigra (sering disebut black substance), adalah suatu region kecil di otak (brain stem) yang terletak sedikit di atas medulla spinalis. Bagian ini menjadi pusat control/koordinasi dari seluruh pergerakan. Selselnya menghasilkan neurotransmitter yang disebut dopamine, yang berfungsi untuk mengatur seluruh gerakan otot dan keseimbangan tubuh yang dilakukan oleh sistem saraf pusat. Dopamine diperlukan untuk komunikasi elektrokimia antara sel-sel neuron di otak terutama dalam mengatur pergerakan, keseimbangan dan refleks postural, serta kelancaran komunikasi (bicara). Pada penyakit Parkinson sel-sel neuron di SNc mengalami degenerasi, sehingga produksi dopamine menurun dan akibatnya semua fungsi neuron di system saraf pusat (SSP) menurun dan menghasilkan kelambatan gerak (bradikinesia), kelambatan bicara dan berpikir (bradifrenia), tremor dan kekauan (rigiditas). Hipotesis terbaru proses patologi yang mendasari proses degenerasi neuron SNc adalah stress oksidatif. Stress oksidatif menyebabkan terbentuknya formasi oksiradikal, seperti dopamine quinon yang dapat bereaksi dengan alfa sinuklein (disebut protofibrils). Formasi ini menumpuk, tidak dapat di gradasi oleh ubiquitin-proteasomal pathway, sehingga menyebabkan kematian sel-sel SNc. Mekanisme patogenik lain yang perlu dipertimbangkan antara lain : Efek lain dari stres oksidatif adalah terjadinya reaksi antara oksiradikal dengan nitric-oxide (NO) yang menghasilkan peroxynitric-radical. Kerusakan mitokondria sebagai akibat penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP) dan akumulasi elektron-elektron yang memperburuk stres oksidatif, akhirnya menghasilkan peningkatan apoptosis dan kematian sel. Perubahan akibat proses inflamasi di sel nigra, memproduksi sitokin yang memicu apoptosis sel-sel SNc. Klasifikasi Penyakit parkinson dapat dibagi atas 3 kategori, yaitu:6,7 1) Parkinson primer/idiopatik/paralysis agitans. Sering dijumpai dalam praktek sehari-hari dan kronis, tetapi penyebabnya belum jelas. Kira-kira 7 dari 8 kasus parkinson termasuk jenis ini. 2) Parkinson sekunder atau simtomatik Dapat disebabkan pasca ensefalitis virus, pasca infeksi lain : tuberkulosis, sifilis meningovaskuler. Toksin seperti 1-methyl-4-phenyl-1,2,3,6-tetrahydropyridine (MPTP), Mn, CO, sianida. Obat-obatan yang menghambat reseptor dopamin dan menurunkan cadangan dopamin misalnya golongan fenotiazin, reserpin, tetrabenazin dan lain-lain, misalnya perdarahan serebral pasca trauma yang berulang-ulang pada petinju, infark lakuner, tumor serebri, hipoparatiroid dan kalsifikasi. 3) Sindrom Parkinson Plus (Multiple System Degeneration) Pada kelompok ini gejalanya hanya merupakan sebagian dari gambaran penyakit keseluruhan. Jenis ini bisa didapat pada Progressive supranuclear palsy, Multiple system atrophy (sindrom Shy-drager, degenerasi striatonigral, olivo- pontocerebellar degeneration, parkinsonism-amyotrophy syndrome), Degenerasi kortikobasal ganglionik, Sindrom demensia, Hidrosefalus normotensif, dan Kelainan herediter (Penyakit Wilson, penyakit Huntington, Parkinsonisme familial dengan neuropati peripheral). Gejala Klinik Gejala Motorik Gambaran klinis penyakit Parkinson Onset biasanya insidious dan bertahap, serta penjalaran penyakitnya lambat. Gejalagejala pertama biasanya berupa perasaan lemas yang cenderung untuk gemetar, terutama pada lengan dan jari-jari tangan. Terdapat trias Parkinson, yaitu : tremor, rigiditas, dan bradikinesia. 1. Tremor Gejala penyakit parkinson sering luput dari pandangan awam, dan dianggap sebagai suatu hal yang lumrah terjadi pada orang tua. Salah satu ciri khas dari penyakit parkinson adalah tangan tremor (bergetar) jika sedang beristirahat. Namun, jika orang itu diminta melakukan sesuatu, getaran tersebut tidak terlihat lagi. Itu yang disebut resting tremor, yang hilang juga sewaktu tidur. Tremor terdapat pada jari tangan, tremor kasar pada sendi metakarpofalangis, kadang-kadang tremor seperti menghitung uang logam atau memulung-mulung (pill rolling). Pada sendi tangan fleksi-ekstensi atau pronasi-supinasi pada kaki fleksi-ekstensi, kepala fleksi-ekstensi atau menggeleng, mulut membuka menutup, lidah terjulur-tertarik. Tremor ini menghilang waktu istirahat dan menghebat waktu emosi terangsang (resting/ alternating tremor). Tremor tidak hanya terjadi pada tangan atau kaki, tetapi bisa juga terjadi pada kelopak mata dan bola mata, bibir, lidah dan jari tangan (seperti orang menghitung uang). Semua itu terjadi pada saat istirahat/tanpa sadar. Bahkan, kepala penderita bisa bergoyang-goyang jika tidak sedang melakukan aktivitas (tanpa sadar). Artinya, jika disadari, tremor tersebut bisa berhenti. Pada awalnya tremor hanya terjadi pada satu sisi, namun semakin berat penyakit, tremor bisa terjadi pada kedua belah sisi. 2. Rigiditas Tanda yang lain adalah kekakuan (rigiditas). Jika kepalan tangan yang tremor tersebut digerakkan (oleh orang lain) secara perlahan ke atas bertumpu pada pergelangan tangan, terasa ada tahanan seperti melewati suatu roda yang bergigi sehingga gerakannya menjadi terpatah-patah/putus-putus. Selain di tangan maupun di kaki, kekakuan itu bisa juga terjadi di leher. Akibat kekakuan itu, gerakannya menjadi tidak halus lagi seperti break-dance. Gerakan yang kaku membuat penderita akan berjalan dengan postur yang membungkuk. Untuk mempertahankan pusat gravitasinya agar tidak jatuh, langkahnya menjadi cepat tetapi pendek-pendek. Adanya hipertoni pada otot fleksor ekstensor dan hipertoni seluruh gerakan, hal ini oleh karena meningkatnya aktifitas motorneuron alfa, adanya fenomena roda bergigi (cogwheel phenomenon). 3. Akinesia / bradikinesia Kedua gejala di atas biasanya masih kurang mendapat perhatian sehingga tanda akinesia/bradikinesia muncul. Gerakan penderita menjadi serba lambat. Dalam pekerjaan sehari-hari pun bisa terlihat pada tulisan/tanda tangan yang semakin mengecil, sulit mengenakan baju, langkah menjadi pendek dan diseret. Kesadaran masih tetap baik sehingga penderita bisa menjadi tertekan (stres) karena penyakit itu. Wajah menjadi tanpa ekspresi. Kedipan dan lirikan mata berkurang, suara menjadi kecil, refleks menelan berkurang, sehingga sering keluar air liur. Gerakan volunter menjadi lambat sehingga berkurangnya gerak asosiatif, misalnya sulit untuk bangun dari kursi, sulit memulai berjalan, lambat mengambil suatu obyek, bila berbicara gerak lidah dan bibir menjadi lambat. Bradikinesia mengakibatkan berkurangnya ekspresi muka serta mimik dan gerakan spontan yang berkurang, misalnya wajah seperti topeng, kedipan mata berkurang, berkurangnya gerak menelan ludah sehingga ludah suka keluar dari mulut. 4. Tiba-tiba berhenti atau ragu-ragu untuk melangkah Gejala lain adalah freezing, yaitu berhenti di tempat saat mau mulai melangkah, sedang berjalan, atau berputar balik; dan start hesitation, yaitu ragu-ragu untuk mulai melangkah. Bisa juga terjadi sering kencing, dan sembelit. Penderita menjadi lambat berpikir dan depresi. Hilangnya refleks postural disebabkan kegagalan integrasi dari saraf propioseptif dan labirin dan sebagian kecil impuls dari mata, pada level talamus dan ganglia basalis yang akan mengganggu kewaspadaan posisi tubuh. Keadaan ini mengakibatkan penderita mudah jatuh. 5. Mikrografia Tulisan tangan secara gradual menjadi kecil dan rapat, pada beberapa kasus hal ini merupakan gejala dini. 6. Langkah dan gaya jalan (sikap parkinson) Berjalan dengan langkah kecil menggeser dan makin menjadi cepat (marche a petit pas), stadium lanjut kepala difleksikan ke dada, bahu membengkok ke depan, punggung melengkung bila berjalan. 7. Bicara monoton Hal ini karena bradikinesia dan rigiditas otot pernapasan, pita suara, otot laring, sehingga bila berbicara atau mengucapkan kata-kata yang monoton dengan volume suara halus (suara bisikan) yang lambat. 8. Dimensia Adanya perubahan status mental selama perjalanan penyakitnya dengan defisit kognitif. 9. Gangguan behavioral Lambat-laun menjadi dependen (tergantung kepada orang lain), mudah takut, sikap kurang tegas, depresi. Cara berpikir dan respon terhadap pertanyaan lambat (bradifrenia) biasanya masih dapat memberikan jawaban yang betul, asal diberi waktu yang cukup. 10. Gejala Lain Kedua mata berkedip-kedip dengan gencar pada pengetukan diatas pangkal hidungnya (tanda Myerson positif). Kesukaran dalam usaha pengosongan kandung kencing dan juga sering mengalami obstipasi kronik. Rasa nyeri pada otot terutama otot betis pada malam hari. Juga terdapat kesukaran bila hendak berlari dari kursi atau tempat tidur yang rendah. Gejala-gejala pelengkap yang lain disesuaikan dengan kausa parkinsonisme atau sindrom Parkinson. Misalnya hipotensi orthostatic, takikardi, hiperhidrosis, sekresi kelenjar lemak kulit yang tinggi, emosi yang labil, impotensia, intelegensia tetap utuh, atau mengalami kemunduran sampai kelumpuhan neuron motorik sentral, oftalmoplegi, krisis okulogirik, gangguan serebellum dan lainlain. Gejala Non Motorik A. Disfungsi otonom Keringat berlebihan, air ludah berlebihan, gangguan sfingter terutama inkontinensia dan hipotensi ortostatik Kulit berminyak dan infeksi kulit seboroik Pengeluaran urin yang banyak Gangguan seksual yang berubah fungsi, ditandai dengan melemahnya hasrat seksual, perilaku, orgasme. B. Gangguan suasana hati, penderita sering mengalami depresi C. Ganguan kognitif, menanggapi rangsangan lambat D. Gangguan tidur, penderita mengalami kesulitan tidur (insomnia) E. Gangguan sensasi kepekaan kontras visuil lemah, pemikiran mengenai ruang, pembedaan warna penderita sering mengalami pingsan, umumnya disebabkan oleh hypotension orthostatic, suatu kegagalan sistemsaraf otonom untuk melakukan penyesuaian tekanan darah sebagai jawaban atas perubahan posisi badan berkurangnya atau hilangnya kepekaan indra perasa bau (microsmia atau anosmia). Diagnosis1,3,6,7,8 Diagnosis penyakit Parkinson ditegakkan berdasarkan kriteria : 1) Secara klinis Didapatkan 2 dari 3 tanda kardinal gangguan motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia atau 3 dari 4 tanda motorik : tremor, rigiditas, bradikinesia dan ketidakstabilan postural. 2) Krieteria Koller Didapati 2 dari 3 tanda cardinal gangguan motorik : tremor saat istirahat atau gangguan refleks postural, rigiditas, bradikinesia yang berlangsung 1 tahun atau lebih. Respons terhadap terapi levodopa yang diberikan sampai perbaikan sedang (minimal 1.000 mg/hari selama 1 bulan) dan lama perbaikan 1 tahun atau lebih. 3) Kriteria Gelb & Gilman Gejala kelompok A (khas untuk penyakit Parkinson) terdiri dari : a) Resting tremor b) Bradikinesi c) Rigiditas d) Permulaan asimetris Gejala klinis kelompok B (gejala dini tak lazim), diagnosa alternatif, terdiri dari: a) Instabilitas postural yang menonjol pada 3 tahun pertama b) Fenomena tak dapat bergerak sama sekali (freezing) pada 3 tahun pertama c) Halusinasi (tidak ada hubungan dengan pengobatan) dalam 3 tahun pertama d) Demensia sebelum gejala motorik pada tahun pertama. Diagnosis “possible” : terdapat paling sedikit 2 dari gejala kelompok A dimana salah satu diantaranya adalah tremor atau bradikinesia dan tak terdapat gejala kelompok B, lama gejala kurang dari 3 tahun disertai respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis. Diagnosis “probable” : terdapat paling sedikit 3 dari 4 gejala kelompok A, dan tidak terdapat gejala dari kelompok B, lama penyakit paling sedikit 3 tahun dan respon jelas terhadap levodopa atau dopamine agonis. Diagnosis “pasti” : memenuhi semua kriteria probable dan pemeriksaan histopatologis yang positif. Untuk klinis diperlukan adanya penetapan berat ringannya penyakit dalam hal ini digunakan stadium klinis berdasarkan Hoehn dan Yahr (1967) yaitu : Stadium 1: gejala dan tanda pada satu sisi, terdapat gejala ringan, terdapat gejala yang mengganggu tetapi menimbulkan kecacatan, biasanya terdapat tremor pada satu anggota gerak, gejala yang timbul dapat dikenali orang terdekat (teman). Stadium 2: terdapat gejala bilateral, terdapat kecacatan minimal, sikap/cara berjalan terganggu. Stadium 3: gerak tubuh nyata melambat, keseimbangan mulai terganggu saat berjalan/berdiri, disfungsi umum sedang. Stadium 4: terdapat gejala yang berat, masih dapat berjalan hanya untuk jarak tertentu, rigiditas dan bradikinesia, tidak mampu berjalan sendiri, tremor dapat berkurang dibandingkan stadium sebelumnya. Stadium 5: stadium kakhetik (cachactic stage), kecacatan total, tidak mampu berdiri dan berjalan walaupun dibantu. Penatalaksanaan Penyakit Parkinson adalah suatu penyakit degeneratif yang berkembang progresif dan penyebabnya tidak diketahui, oleh karena itu strategi penatalaksanaannya adalah: 1) terapi simtomatik, untuk mempertahankan independensi pasien. 2) neuroproteksi 3) neurorestorasi, yang mana neuroproteksi dan neurorestorasi untuk menghambat progresivitas penyakit Parkinson. Strategi ini ditujukan untuk mempertahankan kualitas hidup penderitanya.9 Alagoritme Tatalaksana Parkinson. 1. Terapi farmakologik9 a) Obat pengganti dopamine (Levodopa, Carbidopa) Levodopa merupakan pengobatan utama untuk penyakit parkinson. Di dalam otak levodopa dirubah menjadi dopamine. L-dopa akan diubah menjadi dopamine pada neuron dopaminergik oleh L-aromatik asam amino dekarboksilase (dopa dekarboksilase). Walaupun demikian, hanya 1-5% dari L-Dopa memasuki neuron dopaminergik, sisanya dimetabolisme di sembarang tempat, mengakibatkan efek samping yang luas. Karena mekanisme feedback, akan terjadi inhibisi pembentukan L-Dopa endogen. Carbidopa dan benserazide adalah dopa dekarboksilase inhibitor, membantu mencegah metabolisme L-Dopa sebelum mencapai neuron dopaminergik. Levodopa mengurangi tremor, kekakuan otot dan memperbaiki gerakan. Penderita penyakit parkinson ringan bisa kembali menjalani aktivitasnya secara normal. Obat ini diberikan bersama carbidopa untuk meningkatkan efektivitasnya & mengurangi efek sampingnya. Banyak dokter menunda pengobatan simtomatis dengan levodopa sampai memang dibutuhkan. Bila gejala pasien masih ringan dan tidak mengganggu, sebaiknya terapi dengan levodopa jangan dilakukan. Hal ini mengingat bahwa efektifitas levodopa berkaitan dengan lama waktu pemakaiannya. Levodopa melintasi sawardarah-otak dan memasuki susunan saraf pusat dan mengalami perubahan ensimatik menjadi dopamin. Dopamin menghambat aktifitas neuron di ganglia basal. Efek samping levodopa dapat berupa: 1) Neusea, muntah, distress abdominal 2) Hipotensi postural 3) Sesekali akan didapatkan aritmia jantung, terutama pada penderita yang berusia lanjut. Efek ini diakibatkan oleh efek beta-adrenergik dopamine pada system konduksi jantung. Ini bisa diatasi dengan obat beta blocker seperti propanolol. 4) Diskinesia yang paling sering ditemukan melibatkan anggota gerak, leher atau muka. Diskinesia sering terjadi pada penderita yang berespon baik terhadap terapi levodopa. Beberapa penderita menunjukkan gejala on-off yang sangat mengganggu karena penderita tidak tahu kapan gerakannya mendadak menjadi terhenti, membeku, sulit. Jadi gerakannya terinterupsi sejenak. 5) Abnormalitas laboratorium. Granulositopenia, fungsi hati abnormal dan ureum darah yang meningkat merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada terapi levodopa. Efek samping levodopa pada pemakaian bertahun-tahun adalah diskinesia yaitu gerakan motorik tidak terkontrol pada anggota gerak maupun tubuh. Respon penderita yang mengkonsumsi levodopa juga semakin lama semakin berkurang. Untuk menghilangkan efek samping levodopa, jadwal pemberian diatur dan ditingkatkan dosisnya, juga dengan memberikan tambahan obat-obat yang memiliki mekanisme kerja berbeda seperti dopamin agonis, COMT inhibitor atau MAO-B inhibitor. b) Agonis Dopamin Agonis dopamin seperti Bromokriptin (Parlodel), Pergolid (Permax), Pramipexol (Mirapex), Ropinirol, Kabergolin, Apomorfin dan lisurid dianggap cukup efektif untuk mengobati gejala Parkinson. Obat ini bekerja dengan merangsang reseptor dopamin, akan tetapi obat ini juga menyebabkan penurunan reseptor dopamin secara progresif yang selanjutnya akan menimbulkan peningkatan gejala Parkinson. Obat ini dapat berguna untuk mengobati pasien yang pernah mengalami serangan yang berfluktuasi dan diskinesia sebagai akibat dari levodopa dosis tinggi. Apomorfin dapat diinjeksikan subkutan. Dosis rendah yang diberikan setiap hari dapat mengurangi fluktuasi gejala motorik. Efek samping obat ini adalah halusinasi, psikosis, eritromelalgia, edema kaki, mual dan muntah. c) Antikolinergik Obat ini menghambat sistem kolinergik di ganglia basal dan menghambat aksi neurotransmitter otak yang disebut asetilkolin. Obat ini mampu membantu mengoreksi keseimbangan antara dopamine dan asetilkolin, sehingga dapat mengurangi gejala tremor. Ada dua preparat antikolinergik yang banyak digunakan untuk penyakit parkinson , yaitu thrihexyphenidyl (artane) dan benztropin (congentin). Preparat lainnya yang juga termasuk golongan ini adalah biperidon (akineton), orphenadrine (disipal) dan procyclidine (kamadrin). Efek samping obat ini adalah mulut kering dan pandangan kabur. Sebaiknya obat jenis ini tidak diberikan pada penderita penyakit Parkinson usia diatas 70 tahun, karena dapat menyebabkan penurunan daya ingat. d) Penghambat Monoamin oxidase (MAO Inhibitor) Selegiline (Eldepryl), Rasagaline (Azilect). Inhibitor MAO diduga berguna pada penyakit Parkinson karena neurotransmisi dopamine dapat ditingkatkan dengan mencegah perusakannya. Selegiline dapat pula memperlambat memburuknya sindrom Parkinson, dengan demikian terapi levodopa dapat ditangguhkan selama beberapa waktu. Berguna untuk mengendalikan gejala dari penyakit Parkinson yaitu untuk mengaluskan pergerakan. Selegilin dan rasagilin mengurangi gejala dengan dengan menginhibisi monoamine oksidase B (MAO-B), sehingga menghambat perusakan dopamine yang dikeluarkan oleh neuron dopaminergik. Metabolitnya mengandung L-amphetamin and Lmethamphetamin. Biasa dipakai sebagai kombinasi dengan gabungan levodopa-carbidopa. Selain itu obat ini juga berfungsi sebagai antidepresan ringan. Efek sampingnya adalah insomnia, penurunan tekanan darah dan aritmia. e) Amantadin Berperan sebagai pengganti dopamine, tetapi bekerja di bagian lain otak. Obat ini dulu ditemukan sebagai obat antivirus, selanjutnya diketahui dapat menghilangkan gejala penyakit Parkinson yaitu menurunkan gejala tremor, bradikinesia, dan fatigue pada awal penyakit Parkinson dan dapat menghilangkan fluktuasi motorik (fenomena on-off) dan diskinesia pada penderita Parkinson lanjut. Dapat dipakai sendirian atau sebagai kombinasi dengan levodopa atau agonis dopamine. Efek sampingnya dapat mengakibatkan mengantuk. f) Penghambat Catechol 0-Methyl Transferase/COMT Entacapone (Comtan), Tolcapone (Tasmar). Obat ini masih relatif baru, berfungsi menghambat degradasi dopamine oleh enzim COMT dan memperbaiki transfer levodopa ke otak. Mulai dipakai sebagai kombinasi levodopa saat efektivitas levodopa menurun. Diberikan bersama setiap dosis levodopa. Obat ini memperbaiki fenomena on-off, memperbaiki kemampuan aktivitas kehidupan sehari-hari. Efek samping obat ini berupa gangguan fungsi hati, sehingga perlu diperiksa tes fungsi hati secara serial. Obat ini juga menyebabkan perubahan warna urin berwarna merah-oranye. g) Neuroproteksi Terapi neuroprotektif dapat melindungi neuron dari kematian sel yang diinduksi progresifitas penyakit. Yang sedang dikembangkan sebagai agen neuroprotektif adalah apoptotic drugs (CEP 1347 and CTCT346), lazaroids, bioenergetics, antiglutamatergic agents, dan dopamine receptors. Adapun yang sering digunakan di klinik adalah monoamine oxidase inhibitors (selegiline and rasagiline), dopamin agonis, dan complek I mitochondrial fortifier coenzyme Q10. 2. Terapi pembedahan Bertujuan untuk memperbaiki atau mengembalikan seperti semula proses patologis yang mendasari (neurorestorasi). a. Terapi ablasi lesi di otak Termasuk katergori ini adalah thalamotomy dan pallidotomy Indikasi : fluktuasi motorik berat yang terus menerus diskinesia yang tidak dapat diatasi dengan pengobatan medik Dilakukan penghancuran di pusat lesi di otak dengan menggunakan kauterisasi. Efek operasi ini bersifat permanen seumur hidup dan sangat tidak aman untuk melakukan ablasi dikedua tempat tersebut. b. Deep Brain Stimulation (DBS) Ditempatkan semacam elektroda pada beberapa pusat lesi di otak yang dihubungkan dengan alat pemacunya yang dipasang di bawah kulit dada seperti alat pemacu jantung. Pada prosedur ini tidak ada penghancuran lesi di otak, jadi relatif aman. Manfaatnya adalah memperbaiki waktu off dari levodopa dan mengendalikan diskinesia. c. Transplantasi Percobaan transplantasi pada penderita penyakit parkinson dimulai 1982 oleh Lindvall dan kawannya, jaringan medula adrenalis (autologous adrenal) yang menghasilkan dopamin. Jaringan transplan (graft) lain yang pernah digunakan antara lain dari jaringan embrio ventral mesensefalon yang menggunakan jaringan premordial steam atau progenitor cells, non neural cells (biasanya fibroblast atau astrosytes), testis-derived sertoli cells dan carotid body epithelial glomus cells. Untuk mencegah reaksi penolakan jaringan diberikan obat immunosupressant cyclosporin A yang menghambat proliferasi T cells sehingga masa hidup graft jadi lebih panjang. Transplantasi yang berhasil baik dapat mengurangi gejala penyakit parkinson selama 4 tahun kemudian efeknya menurun 4 – 6 tahun sesudah transplantasi. Teknik operasi ini sering terbentur bermacam hambatan seperti ketiadaan donor, kesulitan prosedur baik teknis maupun perijinan. 3. Non Farmakologik7 a.Edukasi Pasien serta keluarga diberikan pemahaman mengenai penyakitnya, misalnya pentingnya meminum obat teratur dan menghindari jatuh. Menimbulkan rasa simpati dan empati dari anggota keluarganya sehingga dukungan fisik dan psikik mereka menjadi maksimal. b.Terapi rehabilitasi Tujuan rehabilitasi medik adalah untuk meningkatkan kualitas hidup penderita dan menghambat bertambah beratnya gejala penyakit serta mengatasi masalah-masalah sebagai berikut : Abnormalitas gerakan, Kecenderungan postur tubuh yang salah, Gejala otonom, Gangguan perawatan diri (Activity of Daily Living – ADL), dan Perubahan psikologik. Latihan yang diperlukan penderita parkinson meliputi latihan fisioterapi, okupasi, dan psikoterapi. Latihan fisioterapi meliputi : latihan gelang bahu dengan tongkat, latihan ekstensi trunkus, latihan frenkle untuk berjalan dengan menapakkan kaki pada tanda-tanda di lantai, latihan isometrik untuk kuadrisep femoris dan otot ekstensor panggul agar memudahkan menaiki tangga dan bangkit dari kursi. Latihan okupasi yang memerlukan pengkajian ADL pasien, pengkajian lingkungan tenpat tinggal atau pekerjaan. Dalam pelaksanaan latihan dipakai bermacam strategi, yaitu : Strategi kognitif : untuk menarik perhatian penuh/konsentrasi, bicara jelas dan tidak cepat, mampu menggunakan tanda-tanda verbal maupun visual dan hanya melakukan satu tugas kognitif maupun motorik. Strategi gerak : seperti bila akan belok saat berjalan gunakan tikungan yang agak lebar, jarak kedua kaki harus agak lebar bila ingin memungut sesuatu dilantai. Strategi keseimbangan : melakukan ADL dengan duduk atau berdiri dengan kedua kaki terbuka lebar dan dengan lengan berpegangan pada dinding. Hindari eskalator atau pintu berputar. Saat bejalan di tempat ramai atau lantai tidak rata harus konsentrasi penuh jangan bicara atau melihat sekitar. Seorang psikolog diperlukan untuk mengkaji fungsi kognitif, kepribadian, status mental pasien dan keluarganya. Hasilnya digunakan untuk melakukan terapi rehabilitasi kognitif dan melakukan intervensi psikoterapi. Prognosis Obat-obatan yang ada sekarang hanya menekan gejala-gejala parkinson, sedangkan perjalanan penyakit itu belum bisa dihentikan sampai saat ini. Sekali terkena parkinson, maka penyakit ini akan menemani sepanjang hidupnya. Tanpa perawatan, gangguan yang terjadi mengalami progress hingga terjadi total disabilitas, sering disertai dengan ketidakmampuan fungsi otak general, dan dapat menyebabkan kematian. Dengan perawatan, gangguan pada setiap pasien berbeda-berbeda. Kebanyakan pasien berespon terhadap medikasi. Perluasan gejala berkurang, dan lamanya gejala terkontrol sangat bervariasi. Efek samping pengobatan terkadang dapat sangat parah. Penyakit Parkinson sendiri tidak dianggap sebagai penyakit yang fatal, tetapi berkembang sejalan dengan waktu. Rata-rata harapan hidup pada pasien Parkinson pada umumnya lebih rendah dibandingkan yang tidak menderita Parkinson. Pada tahap akhir, penyakit Parkinson dapat menyebabkan komplikasi seperti tersedak, pneumoni, dan memburuk yang dapat menyebabkan kematian. Progresifitas gejala pada Parkinson dapat berlangsung 20 tahun atau lebih. Namun demikian pada beberapa orang dapat lebih singkat. Tidak ada cara yang tepat untuk memprediksikan lamanya penyakit ini pada masing-masing individu. Dengan treatment yang tepat, kebanyakan pasien Parkinson dapat hidup produktif beberapa tahun setelah diagnosis.8 C. TREMOR Tremor adalah serentetan gerakan involunter, agak ritmis, merupakan getaran yang timbul karena berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara bergantian. Dapat melibatkan satu atau lebih bagian tubuh. Jenis tremor yang perlu kita kenal adalah tremor normal atau fisiologis, tremor halus (disebut juga tremor toksik) dan tremor kasar. Tremor fisiologis didapatkan bila anggota gerak ditempatkan pada posisi sulit atau bila kita melakukan gerakan volunter dengan sangat lambat. Tremor yang terlihat pada orang normal yang sedang marah atau ketakutan merupakan aksentuasi dari tremor fisiologis ini. Tremor halus dianggap sebagai tremor toksik. Contoh yang khas adalah tremor yang dijumpai pada hipertiroidi. Tremor ini terutama terjadi pada jari dan tangan. Kadangkadang tremor ini sangat halus dan sukar dilihat. Untuk memperjelas, tempatkan kertas di atas jari-jari dan akan tampak kertas tersebut bergetar walaupun tremor belum jelas terlihat. Tremor toksik ini didapatkan pula pada keracunan nikotin, kafein, obat-obatan seperti adrenalin, efedrin atau barbiturate. Tremor kasar salah satu contohnya adalah tremor yang didapatkan pada penyakit Parkinson. Ini merupakan tremor yang lambat, kasar dan majemuk. Tremor intense merupakan tremor yang timbul waktu melakukan gerakan volunteer dan menjadi lebih nyata ketika gerakan hampir mencapai tujuannya. Tremor ini merupakan tremor kasar dan dapat dijumpai pada gangguan serebelum. Pada tes tunjuk-hidung pada pasien dengan gangguan di serebelum, tremor menjadi lebih nyata pada saat telunjuk hampir mendekati hidung. D. CHOREA Gerakan involuntary yang dapat dijumpai didalam klinik adalah korea (chorea), balismus, atetosis, dan distonia. Dalam kombinasi keempat gerakan involuntary itu dapat menjadi simtomp suatu penyakit. Bahkan beberapa komponen gerakannya memperlihatkan kesamaan, dan karena itulah mungkin keempat gerakan ini memiliki substrat anatomic dan fisiologik yang sama.1,2 Korea adalah istilah untuk gerakan involuntary yang menyerupai gerakan lenganlengan seorang penari. Gerakan itu tidak berirama, sifatnya kuat, cepat dan tersentaksentak dan arah gerakannya cepat berubah. Gerakan koreatik yang melanda tanganlengan yang sedang melakukan gerakan voluntary membuat gerakan voluntary itu berlebihan dan canggung. Gerakan koreatik ditangan-lengan seringkali disertai gerakan meringis-ringis pada wajah dan suara mengeram atau suara-suara lain yang tidak mengandung arti. Kalau timbulnya sekali-sekali maka sifat yang terlukis diatas tampak dengan jelas, tetapi apabila timbulnya gencar, maka gerakan koreatiknya menyerupai atetosis. Korea dalam bentuk yang khas ditemukan pada korea syndenham dan korea gravidarum. Pada korea Huntington ia timbul dengan gencar sehingga lebih tepat dinamakan koreatetosis Huntington. Korea dapat bangkit juga secara iatrogenic yakni akibat penggunaan obat-obat anti psikosis (seperti haloperidol, dan phenothiazine).3,4,5,6,10 Korea dapat melibatkan sesisi tubuh saja, sehinggga disebut hemikorea. Bila hemikorea bangkit secara keras sehingga seperti membanting-banting diri, maka istilahnya ialah hemibalisme. Secara pasti telah diketahui bahwa kerusakan di nucleus substalamikus kontralateral mendasari hemibalisme. Atetosis merupakan keadaan motorik dimana jari-jari tangan dan kaki serta lidah atau bagian tubuh lain apapun tidak dapat diam sejenak. Gerakan yang mengubah posisi ini bersifat lambat, melilit dan tidak bertujuan. Pola gerakan dasarnya ialah gerakan involuntary ekstensipronasi yang berselingan dengan ekstensi jari-jari tangan dan dengan ibu jari yang berfleksi dan berabduksi di dalam kepalan tangan. Umumnya gerakan atetotik lebih lamban daripada gerakan koreatik, tetapi gerakan atetotik yang lebih cepat dan gencar atau gerakan koreati yang kurang cepat dan tidak menyerupai satu dengan yang lain dikenal sebagai gerakan koreoatetosis. Bilamana atetosis melanda sesisi tubuh saja disebut hemiatetosis. 6,10 Distonia yang dikenal juga sebagai torsi spasme adalah suatu sikap menetap dari salah satu bentuk gerakan atetotik yang hebat sekali. Gambarannya dapat berupa hiperekstensi atau hiperfleksi tangan, hiperinversi kaki, hiper-lateroleksi atau hiperretrofleksi kepala, torsi tulang belakang dengan melengkungkan pinggang, sambil wajah meringis-ringis.1,6 FREKUENSI Penyakit Huntington merupakan autosomal dominan, kelainan neurodegenerative dimana defek gen terletak pada lengan pendek dari kromosom 4. Kelainan penyakit Huntington diperkirakan 5 sampai 10 per 100.000 orang di USA. Penyakit Wilson merupakan autosomal resesif, penyakit multi system dengan sebuah gen terkait lokus de esterase pada kromosom 13. Walaupun kejadian gen ini (carrier heterozigot) yang hanya mengandug satu gen abnormal. Telah diperkirakan sampai setinggi satu persen, kejadian penyakit hanya 30 per satu juta orang. Korea herediter benigna, adalah kelainan yang sangat jarang dimana kebanyakan pada silsilah sudah dengan jelas ditunjukkan bersifat dominan, angka kejadian 1/500.000 orang. 1,2,5,6,10 1. Ras George Huntington pertama kali menjelaskan transmisi penyakit Huntington pada tahun 1872 di Long Island New York. Semua orang yang terkena turun temurun dari nenek moyang yang beremigrasi dari Anglia Timur ketempat baru pada tahun 1649. Kelainan ini sekarang tersebar luas di seluruh dunia. Huntington disease diketahui sering terjadi pada ras kaukasia. Semua kasus dari kelainan ini mungkin terjadi dari garis keturunan Anglia Timur. Juga informasi genetic diperoleh dari suatu garis keturunan keluarga yang membawa gen, terletak di danau Maracaibo Venezuela dan sekelilingnya. 2. Umur Korea bias terjadi pada semua umur. Pada anak-anak korea cepat menyebar, penyebab peradangan, dan lesi-lesi striatal dapat terjadi pada banyak kasus sekitar 10 % dari pasien dengan penyakit Huntington mempunyai onset penyakit pada saat berumur kurang dari 20 tahun, sekitar 6 % saat berumur kurang dari 20 tahun, dan sekitar 3 % saat berumur kurang dari 15 tahun, tapi onset yang paling sering terjadi pada dekade ke IV dan dekade ke V. Kasus pernah ditemukan pada pasien berumur kurang dari 5 tahun. Pasien-pasien dengan onset dini biasanya menerima penyakit dari ayahnya, sementara pasien dengan onset lanjut lebih sering mendapat penyakit dari ibunya. Walaupun 27 % dari kasus pertama kali diketahui pada pasien berumur lebih dari 50 tahun, kebanyakan dari kasus tercatat pada pasien kurang dari 60 tahun. Onset penyakit tercatat paling lambat pada dekade ke VIII. Neuroachanthocytosis, mungkin merupakan bentuk paling umum dari korea herediter, biasanya bermanifestasi klinis pada dekade ke III dekade IV (8-62 tahun). Ini dapat dibedakan dengan penyakit Huntington onset lambat melalui analisis silsilah dan tes neurogenetik. Korea senilis merupakan sebuah kondisi yang bermanifestasi secara berangsur-angsur di dekade pertengahan hidup. Secara umum berdasarkan onset umum korea herediter benigna dapat dibedakan menjadi 3 tipe yaitu awal masa anak-anak, sekitar usia 1 tahun, dan selama masa kanak-kanak atau masa remaja akhir. Onset umur yang paling sering yaitu sekitar satu tahun, saat anak mulai belajar berjalan. DEFINISI Korea berasal dari bahasa yunani yang berarti menari, pada korea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot pergerakan, baik antara otot yang sinergis maupun antagonis. 2,3,4,6 Dengan kata lain korea adalah gerakan tak terkendali yang berupa sentakan berskala besar dan berulang-ulang, seperti bedansa, yang dimulai pada salah satu bagian tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba dan tak terduga. Gerak korea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam gerakan sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya ke atas sambil menjulurkan lidah. Gerakan korea didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang bila penderitanya tidur. ETIOLOGI Korea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bias terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami korea memiliki kelainan pada ganglia basalis di otak. Tugas ganglia basalis adalah memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang merupakan perintah dari otak. Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmitter dopamine yang berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar dopamine atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamine. Penyakit yang sering kali menyebabkan korea adalah penyakit Huntington. Berbagai penyebab korea:6,10 Gangguan neurodegenerative Herediter Autosomal dominan - Penyakit Huntington - Neuroacanthocytosis - Ataksia spinoserebelar - Penyakit Fahr Autosomal resesif - Neuroacanthocytosis - Penyakit Wilson - Degenerasi neuronal dengan besi di otak - Akumulasi tipe I - Ataxia-telengiectasia - Ataksia Friedreiech - Tuberous sclerosis X-linked recessive - Mc Leod syndrome Sporadis atau penurunan yang tidak diketahui - Atrofi olivopontocerebellar - Korea familial benigna - Korea fisiologis infancy - Korea senilis - Infeksi primer - Infeksi oportunistik Gangguan neurometabolik - Sindrom Lesch-Nyhan - Gangguan lysosomal storage - Gangguan aminoacid - Penyakit Leight’s - Porphyria Korea benigna - Herediter - Sporadic - Penyakit creutzfeldt-jakob - Sindrom defisiensi imunitas yang didapat - Ensefalitis letargika - Inflamatori - Sarkoisdosis Infeksi Lesi desak ruang - Tumor - Malformasi arteri vena Diinduksi obat - Anti konvulsan - Obat antiperkinson - Kokain - Amfetamin - Anti depresan trisiklik - Neuroleptik - Sindrom withdrawal emergent Diinduksi toksin - Intoksikasi alcohol dan penghentian - Anoksia - Monoksida karbon - Mangan, merkuri, thalium, toluene Gangguan metabolic sistemik - Hipertiroidisme - Hipoparatiroidisme - Kehamilan - Degenerasi hepatoserebral akuisita - Anoksia Cerebral palsy Hiper-hiponatremi Hipomagnesemia Hipocalcemia Imbalans elektrolit Hiper-hipoglikemia Nutrisi Dimediasi imunitas - Korea Sydenham - Korea pasca infeksi - Systemic lupus erythematous (SLE) - Sindrom anti fosfolipid antibody - Korea paraneoplastik - Multiple sklerosis Vascular - Infark - Hemoragik - Penyakit moya-moya - Cerebral palsy PATOFISIOLOGI2,6,10 Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat dopaminergik dan GABAnergik dari substansia nigra dan korteks motorik yang berturut-turut disalurkan sampai ke pallidum di dalam thalamus dan korteks motoris. Impuls ini diatur dalam striatum melalui dua segmen yang parallel, jalur langsung dan tidak langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum / inti-inti subtalamikus. Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk menghambat impuls-impuls dari korteks, dengan demikian mempengaruhi parkinsonisme. Kerusakan inti subtalamikus meningkatkan aktifitas motorik melalui thalamus, sehingga timbul pergerakan involuntary yang abnormal seperti distonia, korea dan pergerakan tidak sadar. Contoh klasik kerusakan fungsi penghambat inti subthalamicus adalah balismus. Sindrom chorea yang paling sering dipelajari adalah chorea Huntington, oleh karena itu patofisiologi dari penyakit Huntington berlaku pada chorea dan akan menjadi focus bahasan. MEKANISME DOPAMINERGIK Pada chorea Huntington, komposisi dari striatal dopamine normal, mengindikasi bahwa kelainan utama yang mengancam jiwa, tetapi sudah terkena penyakit, ukuran menengah, pada striatal saraf-saraf dopaminergik. Zat-zat farmakologik yang dapat menurunkan kadar dopamine (seperti reserpine, tetrabenazine) atau memblok reseptor dopamine (seperti obat-obat neuroleptik) dapat menimbulkan chorea. Sejak obat-obatan yang menurunkan komposisi dopamine striatal dapat menimbulkan chorea, meningkatkan jumlah dopamine akan menambah buruk seperti pada chorea yang diinduksi levodopa yang terlihat pada penyakit Parkinson. MEKANISME KOLINERGIK Konsep dari mekanisme ini yaitu menyeimbangkan antara acetylcholine dan dopamine yang merupakan hal penting bagi fungsi striatum yang normal memberikan hal yang penting untuk memahami penyakit Parkinson. Pada fase awal penyakit Parkinson obat-obat anti kolinergik digunakan umum, khususnya saat tremor sebagai gejala predominan. Gejala-gejala Parkinson lain seperti bradikinesia dan rigiditas juga dapat terjadi. Perkembangan korea pada pasien yang diberikan obat-obat kolinergik seperti triheksipenidil merupakan pengamatan klinis yang umum, lebih lanjut obat visostigmin intra vena (antikoliesterase sentral) dapat mengurangi korea untuk sementara. Dengan cara yang sama korea yang diinduksi antikolinergik dapat menjadi lebih berat dengan pemberian visostigmin. Dalam ganglia basalis pasien dengan penyakit Huntington terjadi pengurangan kolin asetil transferase yaitu enzim yang mengkatalisator sintesis asetil kolin. Berkurangnya reseptor kolinergik muskarinik juga telah ditemukan. Dua pengamatan ini dapat menjelaskan bermacam-macam respon terhadap visostigmin dan efek terbatas dari precursor asetilkolin, seperti kolin dan lesitin. MEKANISME SEROTONERGIK Manipulasi dari striatal serotonin dapat berperan dalam pembentukan dari berbagai macam pergerakan abnormal. Penghambatan pengambilan kembali serotonin seperti fluoksetin dapat menimbulkan parkinsonisme, akinesia, mioklonus atau tremor. Peranan serotonin (5-hidroksi triptamin) dalam pergerakan korea kurang jelas. Striatum mempunyai konsentrasi serotonin yang relative tinggi. Penatalaksanaan farmakologik untuk merangsang atau menghambat reseptor serotonin pada korea Huntington tidak menunjukkan efek, mengindikasikan kontribusi terbatas serotonin dalam pathogenesis korea. MEKANISME GABAnergik Lesi yang paling konsisten pada korea Huntington terlihat dengan hilangnya sarafsaraf dalam ganglia basalis yang mensintesis dan mengandung GABA. Arti dari semua ini tidak diketahui. Bermacam-macam teknik farmakologi untuk meningkatkan GABA di dalam system saraf pusat telah dicoba, bagaimanapun tidak ada manfaat yang diperoleh. SUBSTANSI P dan SOMATOSTATIN Substansi P telah diketahui berkurang pada penyakit Huntington, sementara itu somatostatin meningkat. Arti dari semua ini belum diketahui. GAMBARAN KLINIS Diagnosis korea ditegakkan berdasarkan gejala klinis:1,2,4,5 Gerak korea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot faring terlibat dapat menjadi disfagia dan kemungkinan pneumonia oleh aspirasi. Sensibilitas normal. Gerakan yang terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang atau menghilang jika penderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional. Pasien yang menderita korea tidak sadar akan pergerakan yang tidak normal, kelainan mungin sulit dipisahkan. Pasien dapat menekan korea untuk sementara dan sering beberapa gerakan tersama (parakinesia). Ketidakmampuan untuk mengendalikan voluntary (impersisten motorik), seperti terlihat selama tes menggenggam manual atau mengeluarkan lidah, adalah gambaran karakteristik dari korea dan menghasilkan gerakan menjatuhkan objek dan kelemahan. Peregangan reflex otot sering bersifat hung up dan pendular. Pada beberapa pasien yang terkena gerakan berjalan seperti menari dapat ditemukan. Berdasarkan pada penyebab dasar korea gejala motorik lain termasuk disartria, disfagia, ketidakstabilan postural, ataksia, distonia dan mioklonus. Suatu diskusi dari manifestasi klinis yang paling umum pada penyakit korea telah dijelaskan disini. I. Chorea Huntington (Chorea Mayor)2,3,10 Merupakan gangguan herediter yang bersifat autosomal dominan, onset pada usia pertengahan dan berjalan progresif sehingga menyebabkan kematian dalam waktu 10 ± 12 tahun. Dapat terjadi pada usia muda (tipe juvenile) dimana gejalanya kurang tampak dan didominasi oleh gejala negative (rigiditas). Penetransi penyakit Huntington adalah 100%. Ekspresi penyakit ini sangat bervariasi tergantung manifestasi klinis dan onset umur. Saat kelainan muncul lebih awal terutama pada pasien berumur kurang dari 20 tahun, hamper bisa dipastikan akan berkembang cepat dengan adanya kelainan kognitif. Varian Westhal yaitu kelainan distoni kaku, mungkin dibarengi kejang dan mioklonus. Varian ini terutama pada pasien dengan onset pada masa anak-anak. Sebagai pembanding ketika kelainan terjadi pada akhir hidup tanda utama adalah korea. Onset kelemahan tersembunyi dapat dikenali keliru sebagai kelainan saraf sederhana. Walaupun korea dan kelainan motorik lain merupakan gejala yang cepat dikenali, mungkin bukan merupakan gejala yang paling awal dari timbulnya penyakit Huntington. Perubahan kepribadian dan gangguan psikologis menjadi manifestasi awal pada 50 % kasus. Gejala yang tetap dengan depresi merupakan yang paling sering. Jangka waktu penyakit sampai timbulnya kematian sekitar 15 tahun pada kasus penyakit Huntington dewasa dan 8-10 tahun pada jenis remaja. Patologi Kehilangan neuron pada striatum berhubungan dengan berkurangnya hubungan dengan struktur ganglia basalis lainnya. Selain itu juga, ditemukan hilangnya sel pada korteks frontal dan temporal. Dasar neurokimia dari penyakit ini adalah defisiensi GABA dan asetilkolin sebagai neuromodulator enkephalin dan substansi P. Gejala1,2,3,4,5,6,10 Chorea Demensia Gangguan mental: perubahan kepribadian, gangguan afektif, psikosis. Hipotonus Refleks primitive Diagnosis1,2,5,7,10 Pada pasien dengan gejala chorea dan didapatkan riwayat keluarga, singkirkan dari penyakit benign hereditary chorea di mana terdapat intelektual pada penyakit tersebut. Pada Huntington’s Choreal biasnya intelektual terganggu. Bedakan dengan chorea senilis dimana terjadi biasanya pada usia yang lebih tua dan terdapat demensia. Singkirkan juga berbagai penyebab chorea yang lain seperti chorea syndenam, chorea gravidarum, dan chorea akibat obat-obatan. Pemeriksaan fisik Sejak penyakit Huntington merupakan penyakit koreatik yang paling jelas ditemukan tanda-tanda fisik sebagai berikut : o Korea secara umum ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah. Seiring waktu, amplitudo meningkat, pergerakan seperti menari mengganggu pergerakan voluntary dari ekstremitas dan berlawanan dengan gaya berjalan. Berbicara menjadi tidak teratur. o Tanda khas, pasien hipotonus meskipun demikian reflek-refleks mungkin bertambah dan mungkin ditemukan klonus. o Gerakan volunteer terganggu paling awal. Khususnya pergerakan mungkin tidak teratur. o Hilangnya optokinetik nistagmus adalah tanda karakteristik setelah perkembangan penyakit. Kelainan kognitif dalam manifestasi awal dengan kehilangan memori baru dan pertimbangan melemah. Apraksia dapat juga terjadi o Kelainan perilaku neurologi berubah secara khas terdiri dari perubahan kepribadian, apatis, penarikan sosial, impulsif, depresi, mania, paranoia, delusi, halusinasi, atau psikosis. o Varian Westphal didominasi oleh rigiditas, bradikinesia dan distoni. Kejang umum dan mioklonus dapat juga terlihat o Ataksia dan demensia dapat juga terjadi Pemeriksaan Penunjang3,4,10 LABORATORIUM Diagnosis utama pada penyakit korea didasakan pada anamnesa dan penemuan klinis, akan tetapi pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat trutama untuk membedakan korea primer dan sekundernya diantaranya : o Penyakit Huntington; satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi penyakit ini adalah dengan tes genetic. Kelainan ini terdapat pada kromosom ke 4 yang ditandai dengan adanya pengulangan abnormal dari trinucleotide CAG, dimana panjang lengan menentukan lamanya serangan. o Penyakit Wilson; rendahnya kadar seruloplasmin dalam serum dan meningkatnya kadar tembaga dalam serum pada pemeriksaan urin. Proteinuria ditemukan pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal, tetapi tidak semua pasien mengalami hal ini. Pada pemeriksaan fungsi hati umumnya abnormal. Kadar amoniak dalam serum mungkin meningkat. Jika hasil diagnose masih belum pasti maka biopsy hati akan sangat membantu dalam mengkonfirmasi diagnosa tersebut. o Sydenham korea; korea dapat terjadi setelah infeksi streptokokus. Umunya 1-6 bulan pasca infeksi, kadang-kadang setelah 30 tahun. Oleh karena itu, maka titer antibody anti streptokokus tidak begitu di presentasikan. Tanpa bukti adanya infeksi streptokokus yang mendahului, maka diagnose korea harus ditegakkan tanpa penyebab lain. o Neuroachanthocytosis; diagnose ditegakkan oleh adanya gambaran achanthosit pada darah perifer. Kadar kreatinin kinase serum mungkin meningkat. MRI Pasien dengan HD dan choreo-acantocithosis menunjukkan adanya penurunan signal pada neostriatum, cauda dan putamen. Tidak ada perbedaan penting pada penyakit ini. Penurunan signal neostriatal dihubungkan dengan adanya peningkatan zat besi. Atrofi umum, seperti halnya atrofi local pada neostriatum, pada sebagian cauda dengan adanya pelebaran pada bagian cornu anterior menandakan adanya penuruna signal. Penatalaksanaan Medikamentosa1,4 Hanya bersifat simptomatik terhadap gejala-gejala yang ditemukan. Penggunaan agen neuroleptik sebagai antagonis reseptor dopamine. Yang bisa digunakan diantaranya haloperidol dan fluphenazine. Sedangkan yang jarang digunakan yaitu risperidone, olanzapine, clozapine dan quetiapine. Obat GABAergik dapat digunakan sebagai terapi adjuvant Immunoglobulin intra vena dan plasmapharesis dapat digunakan untuk mengurangi gejala Sydenham korea Korea yang disebabkan oleh kelainan jantung dapat diobati dengan pemberian steroid Pengobatan Tujuan akhir dari farmakoterapi adalah mengurangi angka kejadian dan mencegah komplikasi. Korea akan membaik setelah pemakaian. Jika penyebabnya obat dihentikan. Untuk membantu mengendalikan pergerakan yang abnormal bisa diberikan obat yang menghalangi efek dopamine (misalnya obat anti psikosa) Kategori obat : Antipsikotik – berfungsi sebagai antagonis dopamine dan mempunyai efek sebagai anti spasmodik. Pada stadium awal dapat digunakan fenotiazin, haloperidol atau tetrabenazin.1,4 Prognosis Prognosis tergantung pada penyebab dari korea. HD mempunyai prognosa yang buruk, dimana pasien akan meninggal diakibatkan oleh adanya komplikasi. Hal yang sama juga ditemukan pada pasien dengan neuroacanthocytosis yang mengalami pneumonia.10 II. Chorea Sydenham (Chorea Minor) Komplikasi lambat dari infeksi Aβ haemolytic streptococcal dan merupakan criteria mayor acute rheumatic fever, dengan cirri khas chorea, kelemahan otot dan beberapa gejala neuropsikiatri akibat penyakit autoimun. Gejala klinis antara lain didahului adanya infeksi Aβ haemolytic streptococcal (20-30%), umur 5-15 tahun, perempuan predominan, adanya chorea general (gerakan lebih cepat dan simetris dibanding chorea Huntington), perubahan tingkah laku, gangguan obsesif-kompulsif dan iritabel, serta dapat sembuh sendiri 5-16 minggu. Pada pemeriksaan penunjang didapatkan kadar ASTO (Anti Streptolisin O) meningkat sedangkan pada MRI terdapat lesi di nucleus caudatus dan putamen. III. Chorea Gravidarum Onset saat kehamilan, merupakan reaktivasi chorea Sydenham. E. DISTONIA Manifestasi sebagai postur tubuh yang abnormal untuk waktu yang lama, yang diakibatkan oleh spasme otot-otot besar yang terdapat di badan dan ekstremitas. Misalnya retraksi pada kepala. Distonia dapat terjadi umum pada distonia muskulorum atau lokal pada torticolis.1-4,10 1. Dystonia Musculorum Deformans Onset terjadi pada masa anak-anak dan diturunkan secara autosomal resesif. Pada awalnya terjadi deformans pada kaki berupa fleksi ketika berjalan. Lalu kelainan ini bertambah menjadi generalisata. Dengan postur kepala, badan, dan ekstremitas yang abnormal. Diagnosis ditegakkan jika pada pasien memiliki riwayat perinatal normal dan tidak terdapat bukti laboratorium adanya penyakit Wilson. Pengobatan penyakit ini dapat dengan levodopa atau Karbamazepin. Namun pada beberapa pasien tidak ditemukan peningkatan yang berarti sehingga dapat diganti dengan anti kolinergik. 2. Spasmodik Tortikolis (Why neck) Deviasi kepala unilateral dan etiologinya belum diketahui. Pada pemeriksaan didapatkan kelainan vestibular, namun hal ini tidak jelas apakah disebabkan oleh tortikolis atau postur kepala yang tidak normal. Kontraksi distonik dari M. Sternokleidomastoideus yang nyeri dan dapat terjadi hipertrofi pada otot tersebut dan otot-otot leher lainnya, yang menyebabkan kepala berputar ke satu sisi secara involunter, juga kadang ke arah depan (antekoli) dan ke belakang (retrokoli). Pengobatan: Fenotiasin dan antikolinergik (triheksilfenidil) Tindakan operatif yaitu dengan miotomi dan pemotongan nervus accesorius dan radiks anterior servikalis atas. Prognosis: Dapat remisi Dystonia dapat menyebar pada kelompok otot yang lainnya F. ATETOSIS Atetosis berasal dari bahasa Yunani yang berarti berubah-ubah atau tidak mantap. Gangguan kinetik ini biasanya disebabkan oleh kerusakan perinatal dan korpus striatal. Dapat juga disebabkan oleh Kern ikterus atau hiperbilirubinemia. Gerakan involunter menjadi lambat dengan kecenderungan untuk ekstensi berlebihan dari ekstremitas bagian perifer. Tampak sebagai kekacauan gerakan dengan tingkat pergerakan Chorea dan dystonia. Gejala ini melibatkan organ tangan, kaki dan sisi wajah. Umumnya disertai otak congenital (palsi serebral). 1,2,6,10 G. MIOKLONUS DEFINISI Mioklonus adalah gerakan tidak disadari, tiba-tiba, sebentar, jerky, shock-like akibat kontraksi otot (positif mioklonik) disebabkan gangguan di CNS timbul di anggota, wajah atau badan.1,4 KLINIS KLASIFIKASI2,4,6,10 Berdasarkan distribusi mioklonus : fokal, segmental, general Berdasarkan neurofisiologi : kortikal, batang otak, spinal Berdasarkan waktu : ireguler, ritmik, osilatori, mioklonus bisa saat istirahat atau saat kerja Mioklonus bisa reflektoris atau sensitif terhadap stimulus sensoris atau suara Marsdens membagi mioklonus : -fisiologik, esensial, epileptik, simptomatik 1. Fisiologik Mioklonus Timbulnya gerakan mendadak sekelompok otot saat mulai tidur, biasanya sesudah aktivitas berat, emosi atau stress Hiccup bisa dimasukkan jenis ini. 2. Essensial Mioklonus Onset dekade kedua, laki dan perempuan sama, timbul gerakan mioklonus. Saat kerja, hilang saat tidur, meningkat saat emosi. 3. Epileptik Mioklonus Adalah fenomena epilepsi terutama anak-anak, tipe progresif multifokal atau mioklonus general ditandai dengan timbulnya kelainan neurologis progresif seperti ataxia, spastisitas, dementia, tuli. 4. Simtomatik Mioklonus Dihubungkan dengan infeksi, degenerasi, metabolik, toxic enselopati Klasifikasi berdasarkan Etiologi dan Patologi : 1. Kortikal Mioklonus : lesi di korteks sensorimotor dan cetusan abnormal a. tumor, angioma, encefalitis, contoh lesi kortikal : epilepsia partial continua. Dapat juga lesi subkortikal seperti : Atropi Multi System, CorticobasalGanglionic degenerasi b. Cortical mioklonus timbul saat gerakan sadar atau stimulasi somatosensoris 2. Mioklonus Batang Otak : cirinya general dan timbul saat stimulasi suara atau sensoris kepala/leher. Diawali aktivasi sternocledoimastoid, diikuti otot wajah, messeter baru badan dan anggota. 3. Spinal Mioklonus : cetusan abnormal dimulai di motor neuron : spinal mioklonus segmental : gerakan jerky, berulang-ulang, ritmik, setinggi segmen myelum saat tidur masih timbul 0,5-2 Hz. 4. Palatal Mioklonus : lesi di Guillan Mollaret triangle, dekat nukleus dentatus, kontralateral sentral tegmentum dan oliva inferior, timbul hiperplasia nukleus oliva inferior ETIOLOGI6,10 1. Drug induced mioklonus : antikonvulsan, levodopa, lithium, clozapine, penicillin, vigabatrin, cyclosporin, tricyclic antidepresan, MAO inhibitor. 2. Opsoklonus-mioklonus-sindromec: viral, Ca ovarii, melanoma, lymphoma, hipoglikemi 3. Asterixis : metabolok encelopati 4. Kortikal mioklonus 5. Palatal mioklonus 6. Spinal mioklonus 7. Post Anoxic Enselopati 8. Progressive Myoclonic Ataxia (Ramsay Hunt Syndrome) 9. Trauma 10. Metal Toxic : mangan, besi 11. MPTP ELEKTROFISIOLOGI1,10 1) 2) 3) 4) EMG :untuk menentukan aktivitas otot segmental SSEP MRI otak, spinal Elektron mikroskop pada kulit, konjungtiva dan otot PENATALAKSANAAN10 Cari faktor etiologi dan diobati Klonazepam : 4-10 mg/hr Sodium valproat : 250-4500 mg/hr Lisirude Asetazolamide (Sindrom Ramsay Hunt) Karbamazepin Pada post hipoksia mioklonus bisa ditambahkan 5-hidroksi-tryptophan dan carbidopa Asteriksis (negative mioklonus) bisa dipakai ethosuximide dan koreksi metabolit H.BALISMUS Balismus (hemibalismus) adalah gerak otot yang datang tiba-tiba, kasar dan cepat terutama mengenai otot-otot skelet yang letaknya proksimal, sedangkan pada khore, gerak otot kasar, cepat dan terutama melibatkan otot yang agak distal. I. SPASME Spasme merupakan gerakan abnormal yang terjadi karena kontraksi otot yang biasanya dipersarafi oleh satu saraf. Spasme klonik mulai tiba-tiba, berlangsung sebentar dan berulang-ulang. Spasme tonik dapat berlangsung lama dan terusmenerus. Spasme klonik menyerupai kontraksi otot yang terjadi sewakut fararadiasi. Spasme dapat timbul karena iritasi saraf perifer atau otot, tetapi dapat juga timbul karena iritasi di suatu tempat, mulai dari korteks sampai ke serabut otot. Contoh dari spasme adalah trismus dan rhesus sardonikus. Trismus merupakan spasme tonik otot pengunyah, dan rhesus sardonikus adalah spasme tonik pada otot fasial. J.TIC Merupakan suatu gerakan yang terkoodinir, berulang dan melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang sinergistik. Ada tic yang menyerupai spasme klonik, dan disebut sebagai spasme-kebiasaan (habit spasm). Penyebab tic belum diketahui. Ada pakar yang mengemukakan bahwa terdapat peranan sistem ekstrapiramidal dan ada pula yang mengatakan akibat factor psikogen. K.FASIKULASI Fasikulasi merupakan gerakan halus, cepat dan berkedut dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit motorik. Satu unit motorik ialah satu sel neuron motorik, aksonnya serta semua serabut otot yang dipersarafinya. Gerak fasikulasi biasanya tidak menyebabkan gerakan pada persendian, kecuali bila fasikulasi terdapat di jarijari. Dalam hal sedemikian kadang terjadi gerakan pada persendian. Penyebab fasikulasi belum jelas, iritasi pada sel neuron motorik dapat menimbulkan fasikulasi. Adanya fasikulasi dapat dibuat nyata dengan memberikan rangsang mekanis pada otot tersebut misalnya dengan pukulan. Fasikulasi mempunyai nilai prognostic pada penyakit degenerative yang melibatkan sel neuron motorik, misalnya ALS (sklerosis amiotorik lateral). PENUTUPAN Gangguan gerak merupakan suatu kondisi yang menyulitkan aktivitas seseorang. Sebagai contoh Penyakit Parkinson yang merupakan gangguan neurodegeneratif progresif yang disebabkan karena proses degenerasi spesifik neuron-neuron dopaminergik ganglia basalis terutama di substansia nigra pars kompakta yang disertai inklusi sitoplasmik eosinofilik (Lewy body). Penyakit Parkinson adalah tiper tersering dari suatu keadaan Parkinsonisme, lebih kurang 80% dari seluruh kasus. Selain itu penyakit Parkinson juga merupakan penyakit neurodegeratif tersering kedua setelah demensia Alzheimer. Terdapat empat manifestasi motorik pada penyakit Parkinson; tremor saat istirahat, rigiditas, bradikinesia, dan instabilitas postural. Selain itu, pada penyakit Parkinson juga terdapat gejala non-motorik yang termasuk didalamnya adalah gangguan sensoris dan otonom serta gangguan neurobehavioral (neuropsikiatri) seperti depresi, ansietas, dan psikosis. Manajemen pasien dengan penyakit Parkinson tahap lanjut sangatlah menantang kita dalam penanganannya dilihat dari segi motorik, sering timbul komplikasi gejala psikosis, yang disertai dengan berbagai komorbiditas neuropsikiatri lainnya. Penilaian dan penanganan pasien Parkinson yang disertai gejala neuropsikiatri membutuhkan perhatian yang lebih besar bagi kita untuk lebih memperhatikan lagi berbagai faktor penyebab timbulnya gejala neuropsikiatri. Pengenalan secara dini gejala-gejala neuropsikiatri yang timbul hampir menyerupai gejala penyakit Parkinson sangatlah penting dalam tatalaksana pasien lebih lanjut. Daftar Pustaka 1. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi klinis dasar. Edisi 5. Jakarta: Dian Rakyat; 2008: 26-7. 2. Wilkinson I, Lennox G. Essential neurology. Edisi 4. Massachusetts: Blackwell Publishing; 2005: 86-7. 3. Rowland LP. Syndromes caused by weak muscles. In: Merritt’s neurology. Edisi: Rowland LP 11th. New York: Lippincott William dan Wilkins; 2005. 4. Aminoff MJ, Greenberg DA, Simon RP. Clinical neurology. 6th ed. New York: McGraw-Hill; 2005. 5. Fahn, Stanley. Merrit’s Neurology. 10 th. Lippincott William dan Wilkins; 2000. 6. De Long, Mahlon. Harrison Neurology in Clinical Medicine. 1 st edition. McGraw-Hill Professional.2006. 7. Clarke CE, Moore AP. Parkinson Disease. http://www.aafp.org/afp.html, 2008. 8. Parkinson Disease. Diunduh Diunduh dari dari http://www.mayoclinic.com/print/parkinson-disease.net, Juli 2007. 9. John C.M.Brust, MD, “Current Diagnosis and Treatment In Neurology”, McGraw-Hill. 2007, page 199-206. 10. Gangguan Gerak. Diunduh http://www.emedicine.com/neuro/topic.com, Mei 2011. dari