1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan sel baru yang memiliki sifat poliferasi lebih cepat dengan pertumbuhan yang progresif serta pola penyebarannya tidak teratur (Smeltzer, 2002). Menurut Smeltzer dan Bare, 2002 sel neoplasma ganas terjadi karena adanya mutasi genetik dari DNA seluler dan perubahan ini disebabkan oleh suatu agen karsinogenik yang dapat berupa bahan kimia, virus, radiasi atau sinar matahari. Di seluruh dunia diperkirakan 7,9 juta orang meninggal akibat kanker (WHO,2007). Penderita baru setiap tahunnya terdapat 190-200 ribu di Indonesia. Dalam catatan pada tahun 2007 pasien kanker yang berada di rawat inap RSU Dr. Soetomo Surabaya, urutan terbanyak adalah kanker serviks sebanyak 339 pasien, sedangkan yang berkunjung di instalasi rawat jalan di Poliklinik Paliatif pada bulan November 2008 sebanyak 250 pasien dengan kasus terbanyak adalah kanker serviks 67 pasien. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan oleh mahasiswa calon Ners STIKES Mataram dari tanggal 4-9 Februari 2013 sebagian besar pasien di Ruang Dahlia mengeluh nyeri. Hal ini tentunya harus ditangani dengan ilmu keperawatan dan tindakan kolaboratif. Tanda dan gejala yang dialami penderita kanker merupakan masalah yang kompleks, antara lain adalah malnutrisi, gangguan sensasi nyeri dan infeksi . Salah satu gejala pada penderita kanker adalah nyeri yang dapat 1 bersifat ringan, sedang sampai menjadi berat. Hal ini juga yang menjadi gejala yang paling ditakuti pasien karena menjadi faktor utama dalam 2 mengalami penurunan kualitas hidupnya. Sebagian besar pasien kanker akan mengalami gangguan perasaan nyeri dalam perjalanan hidupnya (Smeltzer, 2002). Nyeri adalah sensor yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan dan menyertai kerusakan jaringan secara actual maupun potensial (IASP, 2007). Nyeri pada penderita kanker desakan langsung dari tumor yang mengenai system saraf sejumlah 80% kasus terjadi karena hal ini dan nyeri yang disebabkan oleh pengobatan anti kanker sebanyak 15-19% sedangkan nyeri yang tidak berhubungan dengan kanker atau dengan pengobatannya sekitar 3-5%. Nyeri kanker tidak saja bersumber dari kerusakan fisik dengan dikeluarkan zat kimia dari sel namun diperberat oleh faktor nonfisik berupa psikologis, social budaya dan spiritual (Tanra,2002). Perawatan penyakit kanker maka terapi untuk nyeri mendapat prioritas salah satunya diperlukan strategi dalam pengelolaan nyeri pada pasien kanker antara lain asuhan paliatif terpadu yang berfokus pada pasien dan keluarga. Penatalaksanaan nyeri yang tidak tepat dan tidak akurat akan menimbulakan resiko komplikasi, menambah biaya perawatan, memperpanjang hari rawat serta memperlama proses penyembuhan secara holistic, dampak lain akibat nyeri tersebut adalah menghambat kualitas hidup dan depresi (Avidan, 2003). Intervensi yang dapat diberikan pada pasien untuk mengurangi nyeri meliputi pendekatan farmakologi dan non farmakologi. Pemberian intervensi 3 farmakologi dengan pemberian analgetik merupakan terapi modalitas dalam memberikan sejumlah medikasi. Pemberian dengan analgetik mampu meningkatkan ambang batas nyeri sehingga rangsang nyeri pada pasien tidak dipersepsikan sebagai suatu ancaman (Djumhuri, 1995). Namun kenyataannya, hal ini terkait dengan efek samping dan perasaan nyeri yang tidak mereda serta bahaya komplikasi maka perlu adanya intervensi yang lebih aman (IASP, 2007) . Intervensi non farmakologi merupakan terapi pelengkap dalam mengurangi dan mengontrol nyeri, intervensi ini dapat mencakup intervensi fisik dan perilaku kognitif. Dalam mengurangi nyeri pada kanker salah satu teknik yang dapat digunakan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) sebagai satu teknik yang bermula dari teknik Emotional Freedom Technique (EFT). SEFT merupakan teknik penggabungan dari sistem energy tubuh (energy medicine) dan terapi spiritualitas dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. Penggunaan titik-titik jalur energi meridian pada nyeri kanker dapat dijelaskan secara Neuro-Fisiologi dari sistem meridian akupuntur analgesia. Hal ini sejalan dengan penelitian oleh kober dalam mengurangi nyeri pada kasus luka. Dalam artikel cancer pain treatment yang dilakukan Craig juga melakukan EFT pada pasien kanker payudara yang menunjukkan penurunan skala nyeri (Mangku, 2002). Sesuai dengan teori gate control, perangsangan titik pada jalur meridian merupakan rangsangan yang akan diteruskan melalui serabut saraf A-Beta yang memiliki diameter besar (penghantar impuls lebih cepat) menuju saraf spinal atau kranial menuju ke kornu posterior medulla spinalis. Dalam medulla spinalis, Substantia Gelatinosa akan bekerja sebagai “Gate 4 Control”, yang akan menyesuaikan rangsangan serta mengaturnya sebelum diteruskan oleh serabut saraf aferen ke sel-sel transmisi. Agar dapat mempengaruhi serta menutup “Gate Control”, rangsangan yang diteruskan oleh serabut saraf cepat A-Beta tersebut harus mempunyai frekuensi tinggi dan intensitas yang rendah. Rangsangan nyeri yang dihantarkan oleh serabut saraf tersebut dapat tertahan dan tidak diteruskan ke sel-sel transmisi, sehingga tidak diteruskan ke pusat nyeri (Perry & Potter, 2006). Selain itu teknik ini juga dapat membantu pasien untuk lebih mandiri dalam mengurangi keluhan nyeri karena tidak bergantung pada orang lain, relative cepat serta tidak memiliki risiko yang membahayakan (Zainuddin,2007). Hal ini dapat menjadi solusi alternative dalam mengurangi rasa nyeri pada pasien kanker karena konsep ini akan sinergis dengan “ self care theory” yang disampaikan oleh dorothea orem sehingga perawat dapat membantu kebutuhan pasien sebagai support educative dalam mengurangi keluhan nyeri dari penyakit kanker (Hakam, 2009). Berdasarkan paparan diatas, sekiranya terapi SEFT ini dapat diusulkan menjadi salah satu intervensi yang bisa dilakukan untuk mengurangi intensitas nyeri pasien Kanker di RSUD Praya Lombok Tengah. B. Rumusan Masalah Bagaimana efektivitas Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk mengurangi rasa nyeri pasien? C. Tujuan Mengetahui pentingnya SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM TECHNIQUE (SEFT) UNTUK MENGURANGI RASA NYERI PASIEN. 5 D. Manfaat 1. Manfaat praktis Diharapkan dapat memberikan sumbangan pengembangan ilmu keperawatan khususnya perawat Ruang Dahlia tentang penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk mengurangi rasa nyeri pasien 2. Manfaat teori Meningkatkan pemahaman bagi mahasiswa keperawatan dan perawat tentang penerapan Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) untuk mengurangi rasa nyeri pasien 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyeri 1. Definisi Nyeri merupakan pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan atau ancaman kerusakan jaringan. Berdasarkan definisi tersebut nyeri merupakan suatu gabungan dari komponen objektif (aspek fisiologi sensorik nyeri) dan komponen subjektif (aspek emosional dan psikologis) (Perry and Potter 2006). Nyeri Kanker adalah perasaan tidak nyaman yang menyangkut fisik dan emosi yang terjadi akibat kerusakan jaringan. Nyeri tersebut dapat bersifat akut (kurang dari 1 bulan) dan dapat bersifat kronik (Lebih dari 3 -6 bulan). Salah satu penyebab nyeri kronik adalah kanker dan nyerinya bersifat nosiseptik, neropatik atau kombinasi nosiseptik neropatik. Nyeri kanker dapat terjadi akibat faktor fisik yaitu kankernya sendiri (langsung, tidak langsung, bersamaan, pengobatan kanker) dan faktor psikologis (cemas, marah, depresi) (Benzon, 2005). 2. Klasifikasi Klasifikasi nyeri dapat diklasifikasikan menjadi (Nicholas and Wilson, 2001) : a. Nyeri Somatik Nyeri somatik dapat disebabkan oleh invasi neoplastik pada tulang, sendi, otot dan jaringan penyambung. Massa tumor menghasilkan dan menstimulasi mediator inflamatorik lokal, yang menyebabkan stimulasi nosiseptor perifer yang terus berlangsung. 7 Sumber nyeri somatic yang lain yaitu fraktur tulang, spasme otot sekitar area tumor, nyeri insisi setelah pembedahan, dan sindrom nyeri akibat radio/kemoterapi. Sindroma nyeri somatik yang paling banyak adalah akibat invasi sel tumor pada tulang. Nyeri tulang bisa bersifat akut, kronik atau insidentil. Sifatnya terlokalisasi dengan jelas, intermitten atau konstan dan dideskripsikan sebagai nyeri berdenyut-denyut, tercabik, seperti digerogoti, menyebabkan reaksi lokal, dan diperberat oleh gerakan atau beban. b. Nyeri Viseral Nyeri viseral bersifat difus dan sulit dilokalisir, dan kadang dialihkan oleh nyeri struktur nonviseral yang lain, sehingga sumber nyeri sebenarnya sulit dijelaskan. Nyeri viseral kadang disalah artikan sebagai nyeri kutaneus. Nyeri bahu, dihasilkan oleh iritasi diafragma akibat penyakit pada pleura, adalah contoh nyeri alih kutaneus dari nyeri viseral. Nyeri viseral kadang disertai refleks otonom seperti mual. Nyeri viseral dimediasi oleh nosiseptor tersendiri pada sistem kardiovaskular, respirasi, gastrointestinal, dan urogenitalia, yang dideskripsikan sebagai nyeri yang dalam, menekan, kolik, dan diteruskan ke daerah kutaneus yang nyeri. Nyeri alih ini dianggap sehubungan dengan fakta bahwa struktur somatik dan viseral memiliki innervasi ganda dengan serabut saraf yang umum. Serabut saraf ini bertemu pada kornu dorsalis medulla spinalis. c. Nyeri Neuropatik 8 Nyeri neuropatik dihasilkan oleh kerusakan atau inflamasi sistem saraf, baik perifer maupun sentral. Nyeri neuropatik dicirikan oleh nyeri seperti terbakar dengan rasa tertusuk-tusuk yang intermitten, hiperalgesia dan allodinia. Hubungan antara mekanisme dan gejala klinis agak kompleks. Mekanisme yang mendasari mungkin berbeda untuk beberapa simptom, sementara beberapa mekanisme bisa memperlihatkan gejala klinis yang berbeda. Lesi nervus perifer oleh karena tumor, pembedahan atau kemoterapi merupakan tipe yang paling sering dari nyeri neuropati pada penderita kanker. B. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) 1. Definisi SEFT SEFT adalah sebuah metode yang menggunakan dasar sistem energi tubuh dalam menghilangkan masalah-masalah fisik maupun emosi secara cepat (Zainuddin, 2007). Sedangkan menurut Mulyo (2007) dalam Sutjahjo (2003) SEFT merupakan sebuah metode untuk mengatasi masalah yang dikembangkan sesuai dengan sifat manusia, yaitu dirancang untuk memenuhi sisi spiritual yang melekat pada setiap orang. SEFT sendiri merupakan kombinasi dari dua kekuatan Energy Psychology dengan Spritual Power dengan menggunakan metode tapping pada beberapa titik tertentu pada tubuh. SEFT ini berfokus pada kata atau kalimat tertentu yang diucapkan berulang kali dengan ritme teratur serta sikap pasrah kepada Tuhan sesuai keyakinan pasien (Zainuddin, 2007). 2. Cara Melakukan SEFT 9 Cara melakukan SEFT untuk mengatasi masalah nyeri kronis pada pasien kanker dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: The Set-Up, The Tune-in dan The Tapping (Zainuddin, 2007). Ketiga tahapan ini merupakan tahap-tahap yang cukup sederhana dan diakhir tahap ini ada tapping yang dilakukan di 18 titik tertentu pada tubuh. 1. The Set-Up The Set-Up bertujuan untuk memastikan agar aliran energi tubuh kita terarahkan dengan tepat. Langkah ini dilakukan untuk menetralisir Psychological Reversal atau perlawanan psikologis (biasanya berupa pikiran negatif spontan atau keyakinan bawah sadar negatif). Contoh Psychological Reversal ini diantaranya: a. Saya tidak termotivasi untuk hidup lama b. Saya menyerah, saya tidak mampu menahannya c. Saya cemas dengan kondisi saya saat ini d. Saya stres, dengan nyeri yang terasa terus menerus Jika keyakinan atau pikiran negatif seperti contoh di atas terjadi, maka obatnya adalah berdo’a dengan khusyu’, ikhlas, dan pasrah:“Ya Tuhan... meskipun saya... (perihal yang dikeluhkan), saya ikhlas menerima sakit/ masalah saya ini, saya pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya” Kata-kata di atas disebut The Set-Up Words, yaitu beberapa kata yang perlu diucapkan dengan penuh perasaan untuk menetralisir Psychological Reversal (keyakinan dan pikiran negatif). Dalam bahasa religius, the set-up words adalah do’a kepasrahan kepada Tuhan. 10 The Set-Up sebenarnya terdiri dari dari 2 aktivitas, yang pertama adalah mengucapkan kalimat seperti di atas dengan penuh rasa khusyu’, ikhlas dan pasrah sebanyak 3 kali. Dan yang kedua adalah, sambil mengucapakan kalimat set-up dengan penuh perasaan, dilakukan penekanan pada dada tepatnya di bagian “Sore Spot” (titik nyeri = daerah di sekitar dada atas yang jika ditekan terasa agak sakit) atau mengetuk dengan dua ujung jari di bagian “Karate Chop”. (Gambar 2.14) Gambar 2.1 Titik Sore Spot dan Karate Chop Setelah dilakukan penekanan pada titik nyeri atau mengetuk karate chop sambil mengucapkan kalimat set-up seperti di atas, maka dilanjutkan pada langkah kedua, the tune-in. 2. The Tune-In Tune-in dilakukan dengan cara merasakan rasa sakit yang di alami, lalu mengarahkan pikiran ke tempat rasa sakit, dibarengi dengan hati dan mulut mengatakan, “Ya Allah saya ikhlas, saya 11 pasrah ...” atau Ya Allah saya ikhlas menerima sakit saya ini, saya pasrahkan pada-Mu kesembuhan saya”. Contoh tune-in pada pasien yang nyeri selama menderita kanker :Seorang pasien yang mengalami snyeri dengan kanker yang dideritanya diminta untuk memikirkan nyeri yang dirasakan. Ketika terjadi reaksi negatif (khawatir, cemas atau takut) hati dan mulut mengatakan, “Ya Allah..saya ikhlas.. saya pasrah” Bersamaan dengan tune-in dilakukan pula langkah ketiga yaitu the tapping. Pada proses inilah (tune-in yang dibarengi tapping) emosi negatif atau rasa sakit fisik dapat dinetralisir. 3. The Tapping Tapping adalah mengetuk ringan dengan dua ujung jari pada titik-titik tertentu di tubuh sebanyak kurang lebih 7 kali ketukan, sambil terus melakukan tune-in. Titik-titik ini adalah titik-titik kunci dari “The Major Energy Meridians”, yang jika diketukan beberapa kali akan berdampak pada ternetralisirnya gangguan emosi atau rasa sakit yang dirasakan. Karena aliran energi tubuh berjalan dengan normal dan seimbang kembali. Titik-titik untuk melakukan tapping adalah sebagai berikut: a. Daerah kepala: 1. Crown Point (CR): pada titik dibagian atas kepala 2. Eye Brown (EB): pada titik permulaan alis mata 3. Side of Eye (EB): di atas tulang di 12 samping mata (lateral canthus) 4. Under the Eye (UE): 2 cm dibawah kelopak mata 5. Under the Nose (UN): tepat di bawah hidung 6. Chin Point (CH): di anatara dagu dan bagian bawah bibir b. Daerah dada: 1. Collar Bone (CB): di ujung tempat bertemunya tulang dada, collar bone dan tulang rusuk pertama 2. Under the Arm (UA): dibawah ketiak sejajar dengan puting/nipple 3. Bellow Nipple (BN): 2,5 cm di bawah puting/nipple c. Daerah tangan: 1. Inside of Hand (IH): di bagian dalam tangan yang berbatasan dengan telapak tangan 2. Outside of Hand (OH): di bagian luar tangan yang berbatasan dengan telapak tangan 3. Thum Point (Th): Ibu jari disamping luar bagian bawah kuku 4. Index Finger (IF): Jari telunjuk di samping luar bagian bawah kuku (bagian yang menghadap ibu jari) 5. Middle Finger (MF): jari tengah samping luar bagian bawah kuku (bagian yang menghadap ibu jari) 13 6. Ringer Finger (RF): Jari manis disamping luar bagian bawah kuku (bagian yang menghadap ibu jari) 7. Baby Finger (BF): di jari kelingking disamping luar bagian bawah kuku (bagian yang menghadap ibu jari) 8. Karate Chop (KC): disamping telapak tangan, bagian yang digunakan untuk mematahkan balok 9. Gamut Spot (GS): di antar ruas tulang jari kelingking dan jari manis Keterangan: Khusus pada titik Gamut Spot ini, sambil men-tapping titik tersebut dilakukan The 9 Gamut Procedure. Ini adalah 9 gerakan untuk merangsang otak. Sembilan gerakan itu adalah: 1. Menutup mata 2. Membuka mata 3. Mata digerakkan dengan kuat ke kanan bawah 4. Mata digerakkan dengan kuat ke kiri bawah 5. Memutar bola mata searah jarum jam 6. Memutar bola mata berlawanan jarum jam 7. Bergumam dengan berirama selama 3 detik 8. menghitung 1, 2, 3, 4, 5 9. Bergumam lagi selama 3 detik Setelah menyelesaikan 9 Gamut Procedure, langkah terkahir adalah meng-ulangi lagi tapping dari titik pertama hingga ke-17 (berakhir di karate chop). Kemudian diakhiri dengan mengambil nafas panjang menghembuskannya, sambil mengucap rasa syukur (Alhamdulillah). dan 14 C. Kunci Keberhasilan SEFT Ada 5 hal yang harus diperhatikan agar SEFT yang dilakukan efektif. Lima hal ini harus dilakukan selama proses terapi, mulai dari Set-Up, TuneIn, hingga Tapping. Jika salah satu atau beberapa dari kelima hal ini diabaikan, maka SEFT tidak akan efektif bahkan terapi yang dilakukan juga bisa gagal. Kelima hal tersebut adalah yakin, khusyu’, ikhlas, pasrah dan syukur (Hamka, 2009). BAB III 15 PEMBAHASAN A. Analisa Jurnal 16 Teknik SEFT ini dikembangkan dari EFT yang bersumber dari energi terapi. Pengembangan teknik ini meliputi gabungan teknik relaksasi yang 17 memiliki unsur meditasi dengan melibatkan faktor kepasrahan dan keyakinan. SEFT merangsang titik-titik kunci pada sepanjang jalur energi (energi meridian) tubuh, selain menggunakan unsur spiritual juga lebih aman, lebih cepat dan lebih sederhana dengan menggunakan ketukan ringan (tapping). Pada tahap Tune In dalam SEFT yaitu dengan melakukan pengulangan secara verbal kepasrahannya secara spiritual dapat menghambat impuls noxius pada sistem kontrol desending (gate control theory) (Craven, 2007). Penggunaan titik-titik jalur energi meridian pada nyeri kanker dapat dijelaskan secara Neuro-Fisiologi dari sistem meridian akupunktur analgesia. Sesuai dengan teori gate control, perangsangan titik pada jalur meridian merupakan rangsangan yang akan diteruskan melalui serabut saraf A-Beta yang memiliki diameter besar (penghantar impuls lebih cepat) menuju saraf spinal atau kranial menuju ke kornu posterior medulla spinalis. Dalam medulla spinalis, Substantia Gelatinosa akan bekerja sebagai “Gate Control”, yang akan menyesuaikan rangsangan serta mengaturnya sebelum diteruskan oleh serabut saraf aferen ke sel-sel transmisi. Agar dapat mempengaruhi serta menutup “Gate Control”, rangsangan yang diteruskan oleh serabut saraf cepat A-Beta tersebut harus mempunyai frekuensi tinggi dan intensitas yang rendah. Rangsangan nyeri yang dihantarkan oleh serabut saraf tersebut dapat tertahan dan tidak diteruskan ke sel-sel transmisi, sehingga tidak diteruskan ke pusat nyeri (Perry and Potter, 2006). Dengan melakukan tapping pada salah satu titik sistem meridian sehingga peranan endorfin (endogenous opiod subtance) yang merupakan substansi atau neurotransmitter menyerupai morfin yang akan dihasilkan tubuh secara alami 18 dapat dikeluarkan oleh periaqueductal grey matter. Keberadaan endorphin pada sinaps sel-sel saraf mengakibatkan penurunan sensasi nyeri (Smeltzer & Bare, 2002). Pengaruh NSAID adalah untuk menghambat enzim siklooksigenase dan akibatnya akan menghambat sintesa prostaglandin. NSAID membuat siklooksigenase tidak aktif, dimana tugas siklooksigenase ini adalah mengkatalisa pembentukan siklik endoperoksida dari asam arakhidonat (Zainuddin, 2007). B. Efektivitas SEFT sebagai terapi Non Farmakologis yang Holistik Terhadap Penurunan Nyeri Banyak intervensi keperawatan nonfarmakologis yang dapat membantu dalam menghilangkan nyeri. Seperti yang diketahui bahwa terapi nonfarmakologis tidak memiliki efek samping yang berbahaya bagi fisik sehingga baik digunakan untuk membantu menurunkan respon negatif tubuh klien. Salah satunya kombinasi terapi nonfarmakologis dan obat analgetik yang merupakan cara paling efektif untuk menghilangkan nyeri. Saat ini juga banyak tuntutan pasien untuk diperlakukan sebagai manusia utuh, dan keperawatan memberikan solusinya yaitu menawarkan model keperawatan holistic (Craven, 2007). Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) merupakan teknik nonfarmakologis yang holistik dalam penanganan nyeri. Terapi ini merupakan perpanjangan dari terapi akupuntur karena memiliki teknik penekanan yang sama pada pelaksanaanya. Saat ini akupuntur memiliki turunan yang dikenal dengan Energy Pshycology yang memiliki persamaan dalam sistem energy 19 meridian yang berjumlah 12 jalur energy. Salah satu terapi energy pshycology ini adalah SEFT (Hamka 2009). Perbedaannya, SEFT lebih memiliki segi sasaran yang lengkap atau holistik yaitu psikososiospiritual yang dieksplorasi oleh klien secara mandiri. Selain dapat memanajemen nyeri, SEFT juga dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki kondisi psikologis atau emosional klien, dalam hal ini lebih ke tingkat stress terhadap nyeri yang dialami. Pada pasien kanker yang memiliki tingkat nyeri cukup tinggi pada fase awal penyakit sampai pertengahan dan diikuti dengan prognosis penyakit yang dapat secara tiba-tiba menurun akan menekan efek emosional atau psikologis klien dalam menghadapi kondisi tersebut. Efek psikologis yang ditimbulkan ini akan meningkatkan persepsi klien terhadap nyeri, sehingga ambang respon nyeri yang tinggi dapat membuat klien sulit untuk merasakan nyeri yang berkurang setelah diberikan terapi (Zainuddin, 2007) . Metode SEFT ini cukup efektif jika diterapkan pada pasien yang mengalami nyeri disertai dengan tingkat emosional yang terganggu. Metode SEFT ini lebih mengajarkan pada klien untuk menekankan keyakinan positif dalam dirinya untuk dapat mengontrol nyeri. Metode ini tidak lepas dari segi spiritual pasien. Dengan semakin tingginya tingkat keyakinan pasien maka semakin tinggi pula kesempatan untuk berkurangnya tingkat nyeri klien dan akan bertahan lama jika pasien mempertahankan untuk melakukan tindakan ini (Zainuddin, 2007) .. Metode SEFT dapat dijadikan penguatan terhadap klien yang mengalami nyeri karena penyakit kronis yang akan dirasakan lebih lama bahkan setelah pulang dari rumah sakit. Oleh karena itu SEFT dapat 20 direkomendasikan sebagai terapi kombinasi dalam discharge planning pasien. Sehingga pasien dan keluarga dapat melanjutkan terapi ini secara mandiri di rumah (Zainuddin, 2007) .. Pasien dengan penyakit kronis yang mengalami nyeri memerlukan perawatan khusus yang meliputi psikososiospiritualnya. Namun untuk di tingkat rumah sakit biasanya penatalaksanaan nyeri kronis ini masih belum maksimal dan lebih terpusat pada penatalaksanaan secara lokal yang sebenarnya efek hilangnya rasa nyeri hanya bersifat sementara atau reversibel. Untuk itu perlu dipertimbangkan juga efek positif dari metode SEFT terhadap penurunan nyeri dan perbaikan kondisi psikologis klien dengan penyakit kronis seperti kanker dalam penyusunan discharge planning (Zainuddin, 2007) .. C. Implikasi Keperawatan pada Penerapan SEFT terhadap nyeri kanker Dengan mengetahui intervensi non farmakologis yaitu SEFT pada nyeri kanker, perawat dapat melakukan hal-hal sebagai berikut (Hamka, 2009): 1. Perawat sebagai edukator, memberikan pengetahuan kepada sesama perawat atau tenaga kesehatan lain dalam penerapan intervensi non farmakologis untuk mengurangi nyeri pada penderita kanker secara berkelanjutan. Selain itu, pengetahuan dapat diberikan kepada pasien untuk mengurangi kebergantungan pasien pada terapi analgetik 2. Perawat sebagai pelaksana, memberikan pelayanan keperawatan secara profesional dalam penatalaksanaan nyeri pada penderita kanker dalam menerapkan SEFT sebagai salah satu intervensi keperawatan disamping medikasi yang dilakukan oleh penderita 21 3. Perawat sebagai supervisor, memberikan pengawasan dan pendampingan kepada perawat pelaksana dalam penerapan prosedur SEFT dapat dilakukan sebagaimana mestinya. Selain itu perawat disini juga sebagai agen pembaharu dalam pemberian intervensi secara holistik kepada penderita kanker, dimana diharapkan dapat diterapkan di Rumah Sakit Umum Daerah Praya Lombok Tengah. Peran perawat dalam penerapan SEFT adalah sebagai pelaksana yaitu memberikan intervensi SEFT untuk membantu mengurangi nyeri kanker pada penderita kanker. Dengan menerapkan SEFT disamping terapi farmakologis yang diberikan, dapat menjadi intervensi holistik perawat dalam membantu mengurangi nyeri kanker dengan mengevaluasi nyeri kanker yang dialami. Edukasi mengenai SEFT juga penting diberikan kepada pasien agar proses penerapannya dapat dengan mudah diterima dan manfaatnya dapat dirasakan pasien (Zainuddin, 2007) .. BAB IV PENUTUP 22 A. Kesimpulan 1. Kanker adalah adalah penyakit kronik yang memiliki gejala atau manifestasi nyeri pada area kanker dan organ visceral. Nyeri yang sering kali hebat dan sulit ditangani akibat terkenanya saraf. 2. Nyeri pada pasien atau penyakit kronis akan bertahan lama dan dapat menimbulkan respon psikologis yang negatif sehingga perlu dilakukan tindakan yang dapat memanajemen nyeri serta psikososiospiritual. 3. Untuk mengurangi nyeri pada pasien perlu dilakukan penatalaksanaan multidimensional baik secara farmakologis maupun nonfarmakologis. Kombinasi penatalaksanaan ini sangat direkomendasikan karena sifatnya lebih holistik. Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT) adalah salah satu nonfarmakologis yang layak untuk dikombinasikan dengan terapi farmakologis. Hal ini dikarenakan target terapi SEFT sesuai dengan kebutuhan dasar manusia yaitu psikososiospiritual. SEFT yang berasal dari kekuatan dalam tubuh pasien sendiri dan tidak menimbulkan efek samping berbahaya karena merupakan tindakan nonfarmakologis dan dapat menekan respon psikologis negatif klien dalam beberapa waktu yang cukup lama. B. Saran Metode SEFT diharapkan dapat diajdikan salah satu intervensi perawatan dalam menangani manajemen nyeri. Dengan rekomendasi tersebut maka keluarga dan pasien juga mendapatkan informasi tentang teknik ini utnuk kelanjutan pada keluhan nyeri yang berlangsung lama, khususnya pada pasien kanker. Teknik ini dapat juga dimasukkan sebagai intervensi dalam menangani nyeri pada pasien rawat jalan. 23