BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tidak akan bisa tahan untuk hidup sendiri di dunia ini. Hal ini menuntut manusia agar selalu berusaha untuk melakukan interaksi sosial dan menjalin hubungan sosial dengan orang lain untuk mencapai kebahagiaan dalam hidupnya. Sehingga, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan orang lain. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Abraham Maslow (Alwisol, 2008) yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebutuhan dimiliki dan dicintai (belongingness/love needs). Kebutuhan ini mendorong manusia untuk memiliki hubungan yang hangat dan akrab dalam menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Kemampuan untuk menjalin hubungan sosial dengan orang lain berkembang baik pada masa remaja. Hal tersebut terjadi karena social cognition pada masa remaja berkembang, sehingga remaja mengalami perubahan dalam hubungan sosial yang lebih baik. Social cognition merupakan suatu kemampuan individu untuk memahami orang lain (Yusuf, 2007). Hal ini menjadikan remaja dapat memahami orang lain sebagai individu yang unik, baik menyangkut sifat-sifat, watak, minat, bakat, maupun perasaannya. Kemampuannya ini dapat mendorong remaja untuk menjalin hubungan sosial yang lebih akrab dengan orang lain, baik melalui jalinan persahabatan ataupun melalui jalinan percintaan. 1 2 Hubungan interpersonal yang terjalin antara satu individu dengan individu yang lainnya dapat memberikan dampak positif bagi individu yang melakukan hubungan sosial tersebut. Beberapa dampak positif hubungan interpersonal adalah dapat memberikan dorongan kepada individu untuk memiliki rasa empati, dapat memberikan dukungan kepada orang lain, dan dapat memahami harapan-harapan orang lain (Bungin, 2008). Hubungan interpersonal yang efektif dapat terjalin dengan baik apabila masing-masing individu memiliki kemampuan-kemampuan dalam membina hubungan interpersonal. Kemampuan-kemampuan tersebut secara khusus disebut sebagai kompetensi interpersonal. Menurut Duane Buhrmester, dkk. (1988), kompetensi interpersonal adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk membina hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain. Kompetensi interpersonal tersebut meliputi kemampuan individu dalam berinisiatif, kemampuan untuk menyangkal pernyataan negatif, kemampuan untuk bersikap terbuka, kemampuan memberikan dukungan emosional, dan kemampuan dalam mengatasi konflik (Buhrmester, dkk., 1988). Individu yang memiliki kompetensi interpersonal cenderung lebih disukai karena dapat menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan bagi orang lain. Sehingga, individu tersebut dapat mencapai kebahagiaan dan kesuksesan dalam hidupnya. Sebagaimana pendapat Fuad Nashori (2008) yang mengatakan bahwa keberhasilan hidup manusia banyak ditentukan oleh kemampuannya dalam mengelola diri dan kemampuan dalam mengelola hubungan dengan orang lain. 3 Keberhasilan dalam membina hubungan interpersonal tidak terlepas dari penilaian diri individu dalam memandang dirinya sendiri. Menurut James (Baron & Byrne, 2004), penilaian pribadi individu terhadap dirinya sendiri dinamakan dengan harga diri. Stanley Coopersmith (1967) mendifinisikan harga diri dengan evaluasi yang dibuat dan dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya sendiri yang diekspresikan melalui sikap menerima atau menolak dan menunjukkan besarnya kepercayaan individu terhadap kemampuan, keberartian, kesuksesan, dan keberhargaan dirinya sendiri. Hal ini mengartikan bahwa harga diri berkaitan dengan suatu keadaan dimana individu mengetahui keadaan dirinya sendiri yang mencakup sifat-sifatnya, sikap-sikapnya, kemampuan-kemampuannya, dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan dirinya sendiri. Sehingga, individu tersebut dapat memahami kekurangan dan kelebihan yang ada pada dirinya. Harga diri yang tinggi perlu dimiliki oleh seorang remaja. Hal ini mengingat adanya pertumbuhan dan perkembangan yang pesat pada remaja yang menimbulkan berbagai perubahan yang terjadi. Sehingga, remaja dihadapkan pada banyak permasalahan yang sangat kompleks. Hurlock (1980) mengemukakan bahwa permasalahan yang sering terjadi pada masa remaja berkaitan dengan perubahan fisiologis, psikologis, dan sosiologis. Bahkan dalam budaya Amerika, masa remaja dipandang sebagai masa “strom & stress”, frustrasi dan penderitaan, konflik dan krisis penyesuaian, mimpi dan melamun tentang cinta, serta perasaan tersisihkan dari kehidupan sosial budaya orang dewasa (Justin Pikunas dalam Yusuf, 2007). Oleh karena itu, 4 dengan memiliki harga diri yang tinggi, diharapkan remaja dapat menghadapi masalah-masalahnya tersebut dengan baik agar dapat mencapai kebahagiaan dalam kehidupannya. Menurut Branden (Ghufron & Risnawita, 2010), individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung mampu melawan suatu kekalahan, kegagalan dan keputusasaan; cenderung lebih berambisi; lebih kreatif dalam pekerjaan; dan memiliki kemampuan dalam membina hubungan dengan orang lain. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa harga diri yang dimiliki oleh seorang individu dapat mempengaruhi pada kemampuan seseorang dalam menjalin hubungan interpersonal. Penelitian yang dilakukan oleh Faya Noorhalia Elcamila (2008) menunjukkan bahwa harga diri memiliki hubungan yang positif dan signifikan dengan relasi interpersonal. Penelitian lain dilakukan oleh Yulia Sudhar Dina (2010) dan Hartanti (2006). Meskipun penelitiannya tidak mengkaji harga diri dengan kompetensi interpersonal secara khusus, akan tetapi salah satu variabel yang ditelitinya merupakan hal yang berhubungan dengan harga diri, yaitu penerimaan diri dan konsep diri. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan antara penerimaan diri dan konsep diri dengan kompetensi interpersonal. Individu yang berada pada masa remaja akhir, seyogyanya memiliki harga diri yang tinggi dan kompetensi interpersonal yang tinggi pula, sehingga diharapkan dapat menjalin hubungan interpersonal yang baik dan efektif. Selain itu, Justin Pikunas (1969: 254) mengemukakan bahwa salah satu tugas 5 perkembangan remaja akhir adalah mampu mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal dan menjalin hubungan dengan teman sebaya atau orang lain, baik secara individu maupun secara kelompok. Namun pada kenyataannya, tidak semua remaja akhir dapat menjalin hubungan interpersonal dengan baik dan efektif, tidak terkecuali pada remaja akhir yang berstatus sebagai mahasiswa. Masalah yang dialami mahasiswa sangat beragam, baik dalam hal masalah pribadi, akademik, maupun sosialnya. Apalagi jika ditambah dengan adanya lingkungan yang tidak baik. Kondisi seperti ini dapat memberikan dampak negatif bagi perkembangan remaja, sehingga dapat menimbulkan kehidupan yang tidak nyaman. Hal ini membawa peneliti pada sebuah fenomena yang terjadi di Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009. Berdasarkan hasil penelitian awal, ditemukan adanya mahasiswa yang merasa kesulitan untuk memulai interaksi dengan orang lain dan merasa kaku saat berhadapan dengan orang lain, terutama dengan orang yang belum dikenalnya (November-Desember 2010). Beberapa alasan yang menyebabkannya adalah merasa malu, merasa tidak nyaman, merasa takut ditolak, dan merasa takut tidak mendapatkan respon yang positif dari orang lain. Sehingga, cenderung untuk menghindari interaksi sosial. Namun, ada juga yang terlihat kurang memiliki kemampuan dalam melakukan interaksi sosial, padahal dia merasa bahwa dirinya merasa cukup percaya diri apabila berhadapan dengan orang lain. Fenomena ini bertolak belakang dengan penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa apabila harga dirinya tinggi, maka hubungan interpersonalnya juga tinggi. 6 Kesenjangan pada fenomena di atas, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Harga Diri dengan Kompetensi Interpersonal Usia Remaja Akhir”. B. Identifikasi dan Rumusan Masalah Kompetensi interpersonal yang dimiliki oleh individu erat kaitannya dengan bagaimana cara individu memandang dirinya sendiri secara positif, baik kelebihannya maupun kekurangannya (harga diri). Dengan demikian, harga diri yang dimiliki oleh individu cenderung dapat mempengaruhi pada kemampuannya dalam menjalin hubungan interpersonal (kompetensi interpersonal). Dalam tugas perkembangannya, remaja dituntut agar mampu menjalin hubungan interpersonal yang baik. Akan tetapi, beberapa mahasiswa jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009 yang merupakan remaja akhir ada yang masih merasa kurang mampu dalam menjalin hubungan interpersonal dengan baik, karena merasa kurang mampu untuk memulai interaksi dengan orang lain, merasa malu, serta kaku saat berhadapan dengan orang lain. Sehingga, cenderung berusaha untuk menghindari interaksi sosial. Ada juga yang merasa kurang mampu dalam menjalin hubungan interpersonal dengan baik, padahal dirinya merasa cukup percaya diri saat berhadapan dengan orang lain. Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 7 1. Bagaimana profil harga diri mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009? 2. Bagaimana profil kompetensi interpersonal mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009? 3. Apakah terdapat hubungan antara harga diri dengan kompetensi interpersonal mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Mengetahui profil harga diri mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009. 2. Mengetahui profil kompetensi interpersonal mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009. 3. Mengetahui hubungan antara harga diri dengan kompetensi interpersonal mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009. D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memberikan sumbangan bagi ilmu pengetahuan, diantaranya: a. Menambah sumber keilmuan yang berkaitan dengan harga diri pada remaja akhir pada bidang Psikologi Perkembangan Remaja. 8 b. Menambah sumber keilmuan yang berkaitan dengan kemampuan dalam menjalin hubungan interpersonal (kompetensi interpersonal) yang erat kaitannya dengan kehidupan sosial pada bidang Psikologi Sosial. 2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak jurusan Psikologi FIP UPI mengenai hubungan harga diri dengan kompetensi interpersonal mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009, yang nantinya dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pihak jurusan Psikologi untuk dapat memfasilitasi mahasiswanya agar dapat meningkatkan harga dirinya dengan baik dan kompetensi interpersonal dengan baik pula. E. Asumsi Penelitian Beberapa anggapan dasar yang melandasi dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Harga diri yang dimiliki oleh setiap individu berada pada tingkat yang berbeda-beda, yaitu ada individu yang memiliki harga diri tinggi, harga diri sedang, dan harga diri rendah (Coopersmith, 1967). 2. Individu yang memiliki harga diri yang tinggi cenderung memiliki kemampuan dalam menjalin hubungan dengan orang lain yang efektif (kompetensi interpersonal). Sedangkan individu yang memiliki harga diri yang rendah cenderung merasa bahwa dirinya kurang atau bahkan tidak mampu dalam menjalin hubungan dengan orang lain (Coopersmith, 1967). 9 3. Kompetensi interpersonal yang dimiliki individu dapat menciptakan dan membina hubungan interpersonal yang baik dan memuaskan dengan orang lain (Nashori, 2008). F. Hipotesis Penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Terdapat hubungan yang positif antara harga diri dengan kompetensi interpersonal pada mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009.” G. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian Kuantitatif Non Eksperimental. Adapun desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu untuk mendapatkan data sejauh mana hubungan harga diri dengan kompetensi interpersonal pada mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009. Penelitian korelasional merupakan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui atau mengukur seberapa besar tingkat hubungan antar variabel (Alsa, 2004). H. Lokasi dan Sampel Penelitian Lokasi penelitian dalam penelitian ini adalah Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia yang berlokasi di Jl. Setiabudi No. 229 Bandung. Sedangkan populasi dalam penelitian ini 10 adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi FIP UPI angkatan 2009 yang berjumlah 118 orang. Pengambilan sampel penelitian dalam penelitian ini menggunakan suatu rumus untuk menentukan besaran sampel, yaitu rumus Slovin. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus Slovin dengan mengambil taraf kesalahan sebesar 5%, sehingga diperoleh besaran sampel penelitian sebanyak 91 orang. Dengan demikian, sampel penelitian dalam penelitian ini sebanyak 91 orang.