BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis Hati (SH

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sirosis Hati (SH) merupakan penyakit hati menahun yang ditandai oleh adanya
kerusakan parenkim hati berupa fibrosis dan pembentukan nodul pada parenkim hati.
Kerusakan parenkim hati tersebut menyebabkan terjadinya gangguan faal hati dan
hipertensi portal. Derajat penyakit SH ditentukan menggunakan modifikasi kriteria
Child-Turcotte-Pugh (CTP), berdasarkan pemeriksaan terhadap lima komponen
seperti Ensefalopati Hepatikum (EH), asites, pemeriksaan albumin, serum bilirubin,
waktu protrombin atau International Normalized Ratio (INR) dimana setiap
komponen dari kriteria CTP diberikan penilaian 1,2 atau 3 berdasarkan ringan dan
beratnya tiap komponen. SH diklasifikasikan menjadi CTP A, B, dan C dengan
menjumlahkan total nilai dari setiap komponen kriteria CTP
Komplikasi SH dapat berbagai macam, salah satunya adalah Kardiomiopati
Sirosis (KS). KS merupakan suatu gangguan jantung yang disebabkan oleh penyakit
hati menahun. KS ditandai oleh peningkatan hemodinamik, disfungsi diastolik dan /
atau disfungsi sistolik, gangguan elektrofisiologi, penurunan sensitivitas reseptor beta
adrenergik, dan peningkatan peptida natriuretik dengan menyingkirkan gangguan
jantung lainnya (Liu dkk., 2002). Pada SH terjadi peningkatan denyut jantung,
cardiac output, dan terjadi penurunan systemic vascular resistance sehingga
meningkatkan hemodinamik (Schrier dkk.,1998; Moller dan Henriksen,2005).
Kerusakan parenkim hati menyebabkan terjadinya penumpulan respons reseptor
beta di otot jantung, peningkatan endokanabioid,
Nitric Oxide (NO), karbon
monoksida (CO), dan kekakuan dinding miokardium yang dapat menyebabkan
terjadinya gangguan sistolik, diastolik, dan gangguan elektrofisiologi pada SH.
(Moller dan Henriksen, 2010). Kriteria CTP menggambarkan beratnya kerusakan
parenkim hati sehingga semakin berat derajat penyakit SH berhubungan dengan
semakin beratnya gangguan jantung pada SH.
Kriteria diagnosis KS berdasarkan kongres gastroenterologi dunia di Montreal
tahun 2005 adalah ditemukan lebih dari satu kelainan berupa Disfungsi Diastolik
(DD) atau Disfungsi Sistolik (DS) pada SH, perubahan struktur ruang jantung
(pembesaran atrium kiri), gangguan elektrofisiologi (pemanjangan interval QT), dan
peningkatan peptida natriuretik seperti N Terminal - proBrain Natriuretic Peptide
(NT-proBNP) (Waleed dan Lee,2006). Berdasarkan studi
Ziada, dkk (2011),
peningkatan NT-proBNP diatas 265 pg/ml akurat dalam penapisan KS dengan
sensitivitas 91.7% dan spesifisitas 86.6%, Area Under Curve (AUC) 0.984, p<0.001.
Komplikasi KS pada SH yang akan dilakukan transplantasi hati mencapai 70% dan
sebagian besar tidak memberikan gejala (Della dkk.,2008; Therapondos dkk.,2004).
Pada KS terjadi volume dan pressure overload yang menyebabkan peregangan
dinding ventrikel kiri yang akan meningkatkan sekresi NT-proBNP.
NT-proBNP adalah suatu neurohormon yang merupakan bentuk aktif dari Brain
Natriuretic Peptide (BNP) tersusun atas 76 asam amino, dan dapat dideteksi dalam
darah dengan menggunakan immunoassay. NT-proBNP dikeluarkan oleh ventrikel
kiri jantung sebagai akibat peregangan dari miokardium ventrikel kiri oleh karena
adanya retensi air dan garam. NT–proBNP meningkat pada gangguan jantung seperti
gagal jantung kongestif dan gangguan lain seperti SH sebagai penanda KS, Penyakit
Ginjal Kronik (PGK), Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK), Diabetes Melitus
(DM), hipertiroid, anemia, sepsis, dan syok sepsis (Clerico dan Emdin,2006; Mcgrath
dan Bold, 2005). NT-proBNP dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, dan beberapa obat
seperti penyekat beta, penghambat Angiotensin Converting Enzyme (ACE),
Angiotensin Receptor Blocker (ARB), antagonis kalsium, anti agregasi trombosit,
digitalis, statin, nitrat, dan diuretika dimana pada pemberian obat – obat tersebut
terjadi perbaikan pada fungsi jantung sehingga terjadi penurunan NT-proBNP (Toma
dkk., 2007).
Pada KS terdapat peningkatan serum penanda jantung seperti Troponin I, Atrial
Natriuretic Peptide (ANP), dan NT-proBNP. Menurut Henriksen dkk.(2003) terjadi
peningkatan NT-proBNP secara bermakna pada SH dan NT-proBNP tersebut
dijadikan penanda gangguan jantung yang terkait dengan SH. Penelitian Yildiz
dkk.(2005) melaporkan peningkatan NT-proBNP plasma secara bermakna pada SH
dibandingkan dengan kontrol dan peningkatanya lebih besar secara bermakna pada
CTP C dibandingkan dengan CTP A dan B.
Derajat penyakit SH berhubungan dengan beratnya KS dan KS berhubungan
dengan peningkatan NT-proBNP sehingga, derajat penyakit SH dapat berhubungan
dengan peningkatan NT-proBNP. Studi oleh Papasterigiou dkk.(2011) dan Salari
dkk.(2013), derajat SH berbanding lurus dengan derajat DD pada KS. Selain itu,
derajat penyakit SH berhubungan dengan pembesaran atrium kiri (Eldeeb dkk.,2012),
dan pemanjangan interval QTc (Mozos dkk.,2010). NT-proBNP berhubungan dengan
KS berupa derajat DD dan pemanjangan interval QTc (Suwanugsorn dkk.,2009)
dan DS (Lercher dkk.,2004).
Hubungan derajat SH dengan peningkatan NT-proBNP disebabkan oleh karena
pada SH dapat terjadi disfungsi sistolik dan diastolik yang merupakan bagian dari
KS. Gangguan kontraksi ventrikel kiri pada DS menyebabkan penurunan fraksi ejeksi
ventrikel kiri yang dapat menyebabkan peningkatan volume darah di ventrikel kiri
(volume overload) sehingga dapat menyebabkan peregangan dinding ventrikel kiri
dan meningkatkan sekresi NT-proBNP sedangkan gangguan diastolik disebabkan
adanya hipertrofi dan penumpukan kolagen intertisial sel otot jantung sehingga terjadi
gangguan elastisitas dan gangguan pengisian ventrikel kiri (Bau dkk., 2007). Pada
DD terjadi pressure overload yang menyebabkan peregangan dinding ventrikel kiri
sehingga meningkatkan sekresi NT-proBNP. Gangguan diastolik terjadi pada tahap
awal KS lalu diikuti gangguan sistolik pada tahap lanjut yang memberikan gejala
gagal jantung.
Peningkatan NT-proBNP berbanding lurus dengan beratnya penyakit SH dan
merupakan penanda KS. Berdasarkan studi Ziada dkk.(2011) NT-proBNP berkorelasi
positif terhadap derajat penyakit SH (kriteria CTP) (r = 0.485, p=0.019). Hal serupa
juga dilaporkan oleh Henriksen dkk.(2003) dengan r = 0.89, p<0.001, Kim
dkk.(2011) (r = 0.36, p<0.001), dan Eldeeb dkk.(2012)
0.0001).
(r = 0.4, p =
Beberapa studi tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara peningkatan
NT-proBNP dengan beratnya penyakit SH sepeti studi yang dilakukan oleh Woo dkk.
(2008), Merli dkk.(2012), dan Ljubicic dkk.(2012).
Bervariasinya korelasi derajat penyakit SH dengan peningkatan
NT-
proBNP dan belum adanya data tentang hubungan derajat penyakit SH dengan NTproBNP di Indonesia khususnya di Bali maka penelitian ini sangat penting untuk
dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah derajat penyakit SH berhubungan positif dengan NT - proBNP ?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui derajat penyakit SH berhubungan positif dengan NTproBNP
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Praktis Penelitian
Peningkatan NT-proBNP berkorelasi positif dengan derajat SH, dan secara kuat
menjadi prediktor terjadinya KS, peningkatan mortalitas dan morbiditas SH sehingga
penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran hubungan antara derajat
penyakit SH dengan peningkatan NT-proBNP sehingga dapat mencegah progresivitas
penyakit yang dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas pasien SH.
1.4.2
Manfaat Akademis Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran data deskriptif
gangguan jantung pada SH dan hubungan antara derajat SH dengan peningkatan NTproBNP sehingga dapat menjadi dasar bagi penelitian-penelitian berikutnya.
Download