BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK 3.1 Rumah

advertisement
BAB III
TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK
3.1 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A
sesuai dengan SK Menkes Nomor 335/Menkes/SK/VII/1990 yang berlokasi di
Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara.
RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan
SK Menkes Nomor 502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik juga sebagai
Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara,
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau.
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal
17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat
Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi
Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H.
Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh
Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
244/Menkes/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum
Pusat H. Adam Malik, telah terjadi perubahan bentuk pola pengelolaan dari
Badan Pelayanan Kesehatan menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap
dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh Ditjen
Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU penuh.
Universitas Sumatera Utara
Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Berdasarkan PP No.23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa dan memberikan fleksibilitas dan pengelolaan keuangan berdasarkan
prinsip ekonomi dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Praktek bisnis yang
sehat adalah berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban.
3.1.1 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik
Visi RSUP H. Adam Malik adalah menjadi pusat rujukan pelayanan
kesehatan, pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun
2015.
Misi RSUP H. Adam Malik adalah
a. Melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau.
b. Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang
profesional.
c. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel,
dan mandiri.
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik
Tugas RSUP H. Adam Malik menurut Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 244/Menkes/Per/III/2008 pasal 2 adalah menyelenggarakan upaya
penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan,
penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan
dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan.
Fungsi RSUP H. Adam Malik menurut Peratuan Menteri Kesehatan
Nomor 244/Menkes/Per/III/2008 pasal 3 antara lain:
a.
Menyelenggarakan pelayanan medis.
b.
Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan.
c.
Menyelenggarakan penunjang medis dan non medis.
d.
Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya manusia.
e.
Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang
profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan.
f.
Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya.
g.
Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan.
h.
Menyelenggarakan pelayanan rujukan.
i.
Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan.
3.1.3 Falsafah dan Motto RSUP H. Adam Malik
Falsafah RSUP H. Adam Malik adalah memberikan pelayanan kesehatan
kepada seluruh lapisan masyarakat secara profesional, efisien, dan efektif sesuai
standar pelayanan yang bermutu.
Motto RSUP H. Adam Malik adalah mengutamakan keselamatan pasien
dengan pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
P
: Pelayanan cepat
A
: Akurat
T
: Terjangkau
E
: Efisien
N
: Nyaman
3.1.4 Klasifikasi dan Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik
Berdasarkan SK MenKes Nomor 335/MenKes/SK/VII/1990 RSUP H.
Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A. RSUP H. Adam Malik memiliki 20
Staf Medik Fungsional (SMF) dan 28 Spesialisasi Kedokteran.
Menurut PerMenKes Nomor 244/MenKes/Per/III/2004 susunan organisasi
RSUP H. Adam Malik terdiri dari:
a. Direktur utama
b. Direktorat medik dan keperawatan
c. Direktorat sumber daya manusia dan pendidikan
d. Direktorat keuangan
e. Direktorat umum dan operasional
f. Unit-unit non struktural
Struktur organisasi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dapat
dilihat pada Lampiran 1.
3.1.4.1 Direktur Utama
Direktur utama Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mempunyai
tugas memimpin, merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan, membina pelaksanaan,
mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
3.1.4.2 Direktorat Medik dan Keperawatan
Direktorat medik dan keperawatan dipimpin oleh seorang direktur yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama. Direktur medik
dan keperawatan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan medis,
keperawatan, dan penunjang. Pelayanan keperawatan dilakukan pada instalasi
rawat jalan, instalasi rawat inap terpadu (Rindu) A, instalasi rindu B, instalasi
gawat darurat (IGD), instalasi perawatan intensif, dan instalasi bedah pusat.
Guna menyelenggarakan tugas tersebut, direktorat medik dan keperawatan
menyelenggarakan fungsi:
a.
Penyusunan rencana pelayanan medis, keperawatan dan penunjang.
b.
Koordinasi pelayanan medis, keperawatan dan penunjang.
c.
Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelayanan medis, keperawatan
dan penunjang.
3.1.4.3 Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan
Direktur
sumber daya manusia dan pendidikan mempunyai tugas
melaksanakan pengelolaan sumber daya manusia serta pendidikan dan penelitian,
dengan cara menyelenggarakan fungsi:
a.
Penyusunan rencana kebutuhan sumber daya manusia, pendidikan dan
pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
b.
Koordinasi dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia.
c.
Koordinasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan
pengembangan.
Universitas Sumatera Utara
d.
Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber
daya
manusia,
pendidikan
dan
pelatihan
serta
penelitian
dan
pengembangan.
3.1.4.4 Direktorat Keuangan
Direktur keuangan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program
dan anggaran, pengelolaan pembendaharaan, mobilisasi dana, akuntansi, dan
verifikasi,
untuk
melaksanakan
tugas
tersebut
direktorat
keuangan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana program dan anggaran
b. Koordinasi dan pelaksanaan urusan perbendaharaan dan mobilisasi dana,
serta akuntansi dan verifikasi
c. Pengendalian,
pengawasan,
evaluasi,
dan
pelaporan
pelaksanaan
pengelolaan program dan anggaran, perbendaharaan dan mobilisasi dana,
serta akuntansi dan verifikasi
3.1.4.5 Direktorat Umum dan Operasional
Direktur umum dan operasional mempunyai tugas melaksanakan
pengelolaan data dan informasi, hukum, organisasi dan hubungan masyarakat
serta administrasi umum. Fungsi dari direktorat umum dan operasional adalah:
a. Menyelenggarakan pengelolaan data dan informasi
b. Menyelenggarakan pelaksanaan urusan hukum, organisasi, dan hubungan
masyarakat
c. Menyelenggarakan pelaksanaan urusan administrasi umum
Universitas Sumatera Utara
Direktorat umum dan operasional terdiri dari:
1. Bagian data dan informasi
2. Bagian hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat
3. Bagian umum
4. Instalasi
5. Kelompok jabatan fungsional
Instalasi sebagai pelayanan non struktural dibentuk di lingkungan
direktorat umum dan operasional yang terdiri dari instalasi farmasi, instalasi gizi,
instalasi rekam medik, instalasi laundry, instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit
(IPSRS), instalasi sterilisasi pusat, instalasi kesehatan lingkungan, instalasi bank
darah, instalasi gas medik, instalasi sistem informasi rumah sakit (SIRS), dan
instalasi kedokteran forensik dan pemulasaran jenazah.
3.1.4.6 Unit-unit Non Struktural
Unit-unit non struktural RSUP H. Adam Malik terdiri dari dewan
pengawas, komite, satuan pemeriksaan intern, dan instalasi.
a. Dewan Pengawas
Pembentukan tugas, fungsi, tata kerja dan keanggotaan dewan pengawas
ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
b. Komite
Komite merupakan wadah non struktural yang terdiri dari tenaga
ahli atau profesi yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis
kepada direktur utama dalam rangka peningkatan dan pengembangan
pelayanan rumah sakit. Komite medik memiliki tugas memberikan
pertimbangan kepada direktur utama dalam hal menyusun standar
Universitas Sumatera Utara
pelayanan medis, pengawasan dan pengendalian mutu pengawasan medis,
hak klinis khusus kepada staf medis fungsional (SMF), program
pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.
Komite
etik
dan
hukum
pertimbangan
kepada
merumuskan
medicoetikolegal
mempunyai
direktur utama dalam
dan
etik
tugas
hal
pelayanan
memberikan
menyusun
rumah
dan
sakit,
penyelesaian masalah etik kedokteran, etik rumah sakit serta penyelesaian
pelanggaran terhadap kode etik pelayanan rumah sakit, pemeliharaan etika
penyelenggaraan fungsi rumah sakit, kebijakan yang terkait dengan
hospital bylaws serta medical staff bylaws, gugus tugas bantuan hukum
dalam penanganan masalah hukum di rumah sakit.
c. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI)
Satuan Pemeriksaan Intern adalah satuan kerja fungsional yang
bertugas
melaksanakan
pemeriksaan
intern
rumah
sakit.
Satuan
Pemeriksaan intern berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
direktur utama.
d. Instalasi
Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan
fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan
penelitian rumah sakit. Instalasi berada dibawah dan bertanggung jawab
kepada direktur utama yang dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat
dan
diberhentikan
oleh
direktur
utama.
Kepala
instalasi
dalam
melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional/non medis.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Komite Farmasi dan Terapi
Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik tanggal
01 Desember 2011 Nomor PO.02.01.5.3.9584 tentang Pembentukan Komite
Farmasi dan Terapi RSUP H. Adam Malik, komite farmasi dan terapi di RSUP H.
Adam Malik memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Membantu pimpinan RSUP H. Adam Malik dalam meningkatkan
pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional.
2. Menyusun tata laksana penggunaan formularium sebagai pedoman terapi
di RSUP H. Adam Malik.
3. Memantau serta menganalisa kerasionalan penggunaan obat di RSUP H.
Adam Malik.
4. Melaksanakan analisa untung rugi dan analisa biaya penggunaan obat di
RSUP H. Adam Malik.
5. Memperbaharui isi formularium sesuai dengan kemajuan ilmu kedokteran.
6. Mengkoordinir pelaksanaan uji klinis.
7. Mengkoordinir pelaksanaan efek samping obat.
8. Menjalankan kerjasama dengan komite lain yang sejenis secara horizontal
dan vertikal.
9. Menampung, memberi saran dan ikut memecahkan masalah lainnya dalam
pengelolaan obat di RSUP H. Adam Malik.
Komite Farmasi dan Terapi bertanggung jawab kepada Direktur Utama
melalui Direktur Umum dan Operasional.
Universitas Sumatera Utara
3.3 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik
Instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik dipimpin oleh seorang apoteker
yang bertanggungjawab langsung kepada direktur umum dan operasional.
3.3.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik
Instalasi farmasi RSUP H.Adam Malik mempunyai tugas membantu
direktur umum dan operasional untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan,
merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di RSUP H. Adam Malik.
Fungsi instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik adalah:
a.
Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang kegiatan instalasi
farmasi dan melaporkan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian.
b.
Melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP H.
Adam Malik serta melaksanakan evaluasi dan SIRS instalasi farmasi.
c.
Melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian
perbekalan farmasi di gudang instalasi farmasi dan memproduksi obat-obat
sesuai dengan kebutuhan rumah sakit.
d.
Mendistribusikan perbekalan farmasi ke seluruh satuan kerja/instalasi di
lingkungan RSUP H. Adam Malik untuk kebutuhan pasien rawat jalan,
rawat inap, gawat darurat dan instalasi-instalasi penunjang lainnya.
e.
Melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinis.
f.
Melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang
farmasi.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik
Berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Nomor
OT.01.01./IV.2.1./10281/2011. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H.
Adam Malik ditunjukkan pada gambar berikut ini:
Direktur Utama
Direktur Umum dan
Operasional
Ka. Instalasi Farmasi
Wa.Ka. Instalasi Farmasi
Ka. Tata
Usaha
Ka. Pokja
Perencanaan,
Pelaporan & Evaluasi
Ka. Depo
Farmasi IGD
Ka. Pokja
Ka. Pokja
Ka. Pokja
Ka. Pokja
Perbekalan
Apotek I
Apotek II
Farmasi Klinis
Ka. Depo
Farmasi Rindu A
Ka. Depo
Farmasi Rindu B
Ka. Depo Farmasi
Instalasi Anestesi
Terapi Intensif
Ka. Depo
Farmasi Instalasi
Bedah Pusat
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP. H. Adam Malik Medan
3.3.2.1 Kepala Instalasi Farmasi
Kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas
memimpin, menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi
Universitas Sumatera Utara
dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian terhadap pasien,
instalasi pelayanan dan instalasi penunjang lainnya di RSUP H. Adam Malik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.3.2.2 Wakil Kepala Instalasi Farmasi
Wakil kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas
membantu kepala instalasi farmasi untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan,
merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan
kefarmasian di RSUP H. Adam Malik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, menggantikan tugas kepala instalasi farmasi apabila
kepala instalasi farmasi berhalangan hadir.
3.3.2.3 Tata Usaha Farmasi
Tata usaha farmasi bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi
farmasi yang mempunyai tugas membantu kepala instalasi farmasi dalam hal
mengkoordinasikan
kegiatan
ketatausahaan,
pelaporan,
kerumahtanggaan,
mengarsipkan surat masuk dan keluar, serta urusan kepegawaian kepala instalasi
farmasi.
3.3.2.4 Kelompok Kerja
a. Pokja Farmasi Klinis
Pokja farmasi klinis sebagai salah satu unsur pelaksana utama
Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi Farmasi
untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan pelayanan Farmasi
Klinis secara profesional.
Universitas Sumatera Utara
b. Pokja Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi
Pokja perencanaan, pelaporan dan evaluasi sebagai salah satu unsur
pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi untuk menyelenggarakan dan
mengkoordinasikan serta melaksanakan perencanaan bertugas membantu
Kepala Instalasi Farmasi dan pengadaan perbekalan farmasi untuk
kebutuhan Rumah Sakit, melakukan evaluasi laporan kegiatan kefarmasian
di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan melaksanakan SIRS
Instalasi Farmasi.
c. Pokja Perbekalan
Pokja perbekalan sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala
Instalasi
Farmasi,
menyelenggarakan
bertugas
dan
membantu
Kepala
mengkoordinasikan
Instalasi
terhadap
untuk
penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi,
peracikan,
pembuatan,
pengemasan
kembali
perbekalan
farmasi,
mengusulkan pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang tidak
layak pakai.
d. Pokja Apotek I
Pokja apotek I sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala
Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi Farmasi untuk
menyelenggarakan
dan
mengkoordinasikan
terhadap
penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi
terhadap kebutuhan perbekalan farmasi pasien Askes dan pasien umum
serta melaksanakan SIRS instalasi farmasi.
Universitas Sumatera Utara
e. Pokja Apotek II
Pokja apotek II sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala
Instalasi
Farmasi,
menyelenggarakan
penerimaan,
bertugas
dan
membantu
Kepala
mengkoordinasikan
penyimpanan,
pendistribusian
Instalasi
terhadap
dan
untuk
perencanaan
pengendalian
stok
perbekalan farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien
Jamkesmas rawat jalan, pasien Askes rawat inap dan pasien umum serta
melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi.
f. Pokja IGD
Depo farmasi IGD sebagai salah satu unsur pelaksana utama
Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk
menyelenggarakan
penerimaan,
dan
mengkoordinasikan
penyimpanan,
pendistribusian
terhadap
dan
perencanaan
pengendalian
stok
perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap
kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien IGD.
g. Depo Farmasi Rindu A
Depo farmasi Rindu A sebagai salah satu unsur pelaksana utama
Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk
menyelenggarakan
penerimaan,
dan
mengkoordinasikan
penyimpanan,
pendistribusian
terhadap
dan
perencanaan
pengendalian
stok
perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap
kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap terpadu A.
Universitas Sumatera Utara
h. Depo Farmasi Rindu B
Depo farmasi Rindu B sebagai salah satu unsur pelaksana utama
Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk
menyelenggarakan
penerimaan,
dan
mengkoordinasikan
penyimpanan,
pendistribusian
terhadap
dan
perencanaan
pengendalian
stok
perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap
kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap terpadu B.
i. Depo Farmasi Anestesi dan Terapi Intensif
Depo farmasi Anestesi dan Terapi Intensif sebagai salah satu unsur
pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala
Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap
perencanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian
stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi
terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Instalasi pelayanan
Anestesi dan Terapi Intensif.
j. Depo Farmasi Instalasi Bedah Pusat
Depo farmasi Instalasi Bedah Pusat sebagai salah satu unsur
pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala
Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap
perencanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian
stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi
terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Bedah Pusat.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan Perbekalan Farmasi adalah suatu siklus kegiatan yang dimulai
dari
pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta
pemantauan dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan.
3.3.3.1 Pemilihan
Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis perbekalan farmasi
sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan perbekalan farmasi ini berdasarkan :
1.
Formularium
2.
Standar perbekalan farmasi yang telah ditetapkan
3.
Pola penyakit
4.
Mutu, Harga dan Ketersediaan di pasaran
Penentuan pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam Komite
Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna
transaksi pembelian.
3.3.3.2 Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga
perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk
menghindari kekosongan obat. Perencanaan ini menggunakan metode kombinasi
konsumsi
dan
epidemiologi
serta
menetapkan
prioritas
dengan
mempertimbangkan sisa persediaan, data pemakaian periode sebelumnya serta
siklus penyakit dan rencana pengembangan.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3.3 Pengadaan
Pengadaan perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik merupakan
kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui
serta dilaksanakan pada jam kerja. RSUP H. Adam Malik melaksanakan
pembelian secara langsung untuk perbekalan farmasi sampai dengan nilai 200 juta
dari distributor/PBF/rekanan yang bersifat distributor utama serta melakukan
negosiasi atas dasar kualitas, jaminan ketersediaan, pelayanan purna jual dan
harga yang wajar/murah, sesuai dengan waktu yang dibutuhkan.
3.3.3.4 Produksi
Produksi
perbekalan
farmasi
dilaksanakan
oleh
kelompok
kerja
perbekalan. Produksi obat-obatan yang dilaksanakan adalah:
1. Sediaan farmasi yang mempunyai konsentrasi khusus dan tidak tersedia di
pasaran.
2. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan.
3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil.
Sarana dan fasilitas produksi harus menjamin mutu produksi yang
dihasilkan. Fasilitas pengemas yang menjamin mutu dan keamanan pengguna
antara lain: wadah, pembungkus, etiket dan label.
3.3.3.5 Penerimaan
Penerimaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh panitia penerima,
bendaharawan barang, kepala instalasi farmasi, kepala pokja/depo farmasi dan
kepala instalasi user (SMF). Didalam panitia penerima harus terlibat tenaga
apoteker.
Universitas Sumatera Utara
Penerimaan perbekalan farmasi harus sesuai dengan SPK/kontrak, surat
pesanan barang dan faktur barang/surat pengantar barang. Penerimaan perbekalan
farmasi (reagensia) harus melampirkan sertifikat analisis. Expire date dari setiap
perbekalan farmasi yang diterima minimal 2 tahun. Penerimaan perbekalan
farmasi yang berbahaya bagi kesehatan harus melampirkan lembar data
pengamanan (LDP) atau MSDS (material safety data sheet).
Setelah penerimaan barang kontrak/SPK selesai dibuat berita acara
penerimaan oleh panitia penerima. Penerimaan oleh Pokja atau depo farmasi di
instalasi farmasi dan Instalasi User (SMF) harus sesuai dengan bukti permintaan
dan bukti penyerahan perbekalan farmasi. Setiap penerimaan perbekalan farmasi
harus di entry ke computer SIRS.
3.3.3.6 Penyimpanan
Pokja perbekalan bertanggung jawab atas
penyimpanan perbekalan
farmasi di gudang dan melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer stock
perbekalan farmasi. Depo Farmasi dan instalasi user (SMF) bertanggung jawab
atas penyimpanan perbekalan farmasi di unit kerja masing-masing dan
melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer stock perbekalan farmasi.
Penyimpanan perbekalan farmasi: Gudang Askes, Gudang Jamkesmas, Gudang
Umum, Gudang Floor Stock, Gudang Bahan Berbahaya dan Mudah Terbakar, dan
Gudang Catherisasi Lab. Ruang penyimpanan di gudang farmasi harus memenuhi
syarat penyimpanan perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi disusun
sesuai dengan suhu dan kestabilannya. Penyimpanan untuk obat/bahan berbahaya
termasuk high alert diberi label atau penandaan khusus bahan berbahaya, terpisah
dari obat/perbekalan farmasi lainnya. Penyimpanan larutan nutrisi dilakukan pada
Universitas Sumatera Utara
suhu 25˚C dan terpisah dari obat yang lain. Untuk penyimpanan obat Look Alike
Sound Alike (LASA) diberi jarak antara satu dengan yang lainnya dan diberi
tanda atau label LASA.
3.3.3.7 Pendistribusian
Pendistribusian perbekalan farmasi dilaksanakan instalasi farmasi dengan
menggunakan sistem:
a. Floor Stock
b. Resep perseorangan/Kartu Obat Pasien
c. One Day Dose Dispensing (ODDD)/ One Unit Dose Dispensing (OUDD).
Distribusi perbekalan farmasi yang masuk kedalam paket pelayanan atau
tindakan yang dilaksanakan di instalasi-instalasi dilakukan dengan sistem floor
stok. Distribusi perbekalan farmasi untuk kebutuhan pasien rawat inap dilakukan
dengan sistem one day dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi untuk
kebutuhan pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep perseorangan.
Distribusi perbekalan farmasi untuk pasien di IGD dilakukan dengan sistem floor
stok, resep perseorangan, dan one unit dose dispensing. Distribusi perbekalan
farmasi untuk ruang OK dilakukan dengan sistem floor stok (paket) dan one unit
dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi pada hari libur panjang (lebih dari
tiga hari) dari pokja perbekalan ke pokja/depo farmasi dilaksanakan dengan sistim
on call.
Pemberian Obat dan Penulisan Resep
a. Pemberian obat kepada pasien berpedoman kepada formularium rumah
sakit, DPHO untuk pasien ASKES, formularium program jaminan
kesehatan masyarakat untuk pasien jamkesmas.
Universitas Sumatera Utara
b. Penulisan resep/kartu obat dengan nama generik
c. Penulisan resep ditulis pada blanko resep RSUP H. Adam Malik sesuai
dengan ketentuan penulisan resep yang lengkap.
d. Penulisan/permintaan obat bermerek untuk pasien askes dan jamkesmas
dapat diganti dengan obat yang termasuk daftar obat askes dengan generik
yang sama dan kadar yang sama kalau obat tidak tersedia di instalasi
farmasi tanpa persetujuan dokter.
Pelayanan Obat Pasien Rawat Jalan
a. Resep yang dapat dilayani adalah resep yang sudah memenuhi persyaratan
yang sudah ditentukan.
b. Pemberian obat maksimal untuk tiga hari kecuali antibiotik, obat antifungi
dapat diberikan sesuai dengan yang ditentukan lima hari dan kasus-kasus
tertentu/penyakit kronis dapat diberikan maksimal untuk pemakaian satu
bulan.
c. Jumlah/jenis obat setiap lembar resep maksimal tiga macam.
Pelayanan obat pasien obat rawat inap dilakukan dengan sistem:
a. ODDD (one day dose dispensing)
b. Pemberian obat pasien pulang maksimum tiga hari
Pelayanan Obat Emergensi
a. Obat-obat emergensi disediakan oleh instalasi farmasi di setiap nurse
station, instalasi gawat darurat dan kamar operasi.
b. Petugas farmasi memeriksa/melengkapi stok obat dalam trolley emergensi
setiap pemakaian/bulan bersama dengan perawat penanggung jawab
trolley emergensi di masing-masing unit pelayanan.
Universitas Sumatera Utara
3.3.3.8 Administrasi dan Pelaporan
Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan
dengan pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan laporan yang
berkaitan dengan perbekalan farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode
bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan.
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada
pihak yang berkepentingan.
Tujuan administrasi dan pelaporan:
a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi
b. Tersedianya informasi yang akurat
c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan
d. Mendapat data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan
e. Agar anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi
dapat dikelola secara efisien dan efektif.
3.3.3.9 Evaluasi
Fungsi Evaluasi:
1. Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar
2. Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan
keamanan pasien
3. Meningkatkan efisiensi pelayanan
4. Meningkatkan mutu obat yang diproduksi di rumah sakit Sesuai CPOB
(Cara Pembuatan Obat yang Baik)
Universitas Sumatera Utara
5. Meningkatkan kepuasan pelanggan
6. Menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait
3.3.4 Pelayanan Kefarmasian
3.3.4.1 Pengkajian Resep
Pengkajian dan pelayanan resep untuk pasien rawat inap dilakukan oleh
depo farmasi. Sedangkan untuk pasien rawat jalan dilayani oleh apotik I dan II.
Apoteker melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi (nama,
umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama dokter, nomor ijin dan paraf
dokter, tanggal resep dan ruangan/unit asal resep), persyaratan farmasetik (bentuk
dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan
dan cara pemakaian), dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi, dosis dan waktu
pemberian, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan ESO, kontra indikasi dan
efek aditif) baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.
3.3.4.2 Dispensing
Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi,
interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat
dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi.
Dispensing sediaan khusus di RSUP HAM meliputi pencampuran obat
kemoterapi dan pencampuran obat suntik KCl. Pencampuran obat suntik KCl di
RSUP HAM dilakukan sepenuhnya oleh farmasi klinis, kecuali diruang ICU
dilakukan oleh perawat. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan KCl diruang ICU
dibutuhkan segera sehingga akan memakan waktu lebih lama jika harus ditangani
oleh farmasi klinis, yang akan berpengaruh kepada keselamatan pasien. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
perawat yang berada diruang ICU telah mendapatkan pelatihan mengenai
prosedur pencampuran obat suntik yang baik dan benar.
Dan untuk pencampuran obat kemoterapi di RSUP HAM telah dilakukan
sepenuhnya oleh farmasi klinis. Sterilitas di ruangan pencampuran kemoterapi
sudah terjaga dengan baik, karena telah memiliki ruang pencampuran, ruang
antara, dan ruang administrasi yang berbeda. Ruang pencampuran dan ruang
administrasi telah dilengkapi dengan alat pemeriksa suhu dan kelembaban
ruangan. Kulkas penyimpanan obat kemoterapi juga telah dilengkapi dengan
termometer untuk menjaga suhu tempat penyimpanan sesuai dengan persyarataan
sehingga kestabilan obat terjamin. Pencampuran kemoterapi juga sudah
menyediakan alat pelindung diri. Pelaporan pencampuran obat kemoterapi juga
sudah dilakukan dengan baik setiap bulan. Tetapi terkait sarana prasana di ruang
pencampuran kemoterapi, kondisi ruangan belum sepenuhnya memenuhi syarat
seperti plafon yang masih berpori, dan dinding yang masih memiliki sudut.
3.3.4.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat
Kegiatan monitoring efek samping obat di RSUP H. Adam Malik
dilakukan oleh farmasi klinis bersamaan dengan kegiatan visite. Agar MESO di
RSUP. H. Adam Malik dapat terjangkau seluruhnya, maka farmasi klinis melatih
kepala ruangan untuk memantau ESO di ruangan masing-masing. Bila tenaga
kesehatan menemukan efek samping obat yang tidak lazim, maka dilaporkan ke
pokja farmasi klinis, kemudian farmasi klinis akan mendiskusikan dengan dokter
yang menangani pasien tersebut dan jika kasus yang didapat ternyata memang
efek samping obat yang jarang dan berbahaya, maka informasi tersebut akan
Universitas Sumatera Utara
dituangkan dalam formulir kuning dan selanjutnya dikirimkan ke Pusat MESO
Nasional.
Kemudian petugas farmasi akan mencatat manifestasi ESO pada RM 14
dan menempelkan stiker alergi obat pada RM 14 dan sampul depan stastus pasien.
Kepada pasien akan diberikan kartu pengingat alergi obat dan menganjurkan
pasien agar membawa kartu tersebut jika berobat kembali.
Adapun jenis ESO yang dilaporkan adalah:
1. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat, terutama efek
samping yang selama ini belum pernah terjadi.
2. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat.
3. Setiap reaksi efek samping yang serius.
4. Setiap reaksi ketergantungan.
3.3.4.4 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan informasi obat (PIO) adalah pelayanan yang dilakukan oleh
apoteker untuk memberikan informasi secara akurat tentang obat kepada profesi
kesehatan lainnya dan pasien. Seluruh kegiatan PIO telah dilaksanakan di RSUP
H. Adam Malik. Untuk pasien rawat inap, PIO dilakukan oleh depo farmasi,
sedangkan untuk pasien rawat jalan, dilakukan oleh apotek I dan apotek II, dan
juga dilaksanakan oleh seluruh pokja yang ada di IFRS. Salah satu kegiatan PIO
yang telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik yaitu melalui penyuluhan.
Penyuluhan dilaksanakan oleh farmasi klinis yang bekerja sama dengan PKMRS
sebanyak empat kali dalam satu bulan, yaitu dua kali untuk pasien rawat inap dan
dua kali untuk pasien rawat jalan.
Kemudian setiap bulan laporan PIO
direkapitulasi oleh koordianator PIO yang ada di pokja farmasi klinis.
Universitas Sumatera Utara
3.3.4.5 Konseling
Konseling merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi dan penyelesaian
masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien
rawat jalan maupun rawat inap. Konseling untuk pasien rawat jalan dilakukan di
ruang konseling yang berada di Apotek II.
Kriteria pasien yang memerlukan pelayanan konseling diantaranya
penderita penyakit kronis seperti asma, diabetes, kardiovaskular, penderita yang
menerima obat dengan indeks terapi sempit, pasien lanjut usia, anak-anak,
penderita yang sering mengalami reaksi alergi pada penggunaan obat, penderita
yang tidak patuh dalam meminum obat, pasien dengan resep polifarmasi (5 atau
lebih obat dlm waktu yg sama), pasien dengan jenis obat dengan indeks terapi
yang kecil (mis: digoxin, carbamazepin), obat dengan perhatian khusus (mis:
warfarin, anti kanker, steroid), dan obat dengan tehnik khusus.
3.3.4.6 Visite
Visite dilakukan oleh apoteker dengan melihat terapi pengobatan pasien
dari Catatan Perkembangan Terintegrasi (RM 14) dan mengisi Formulir Edukasi
Multidisiplin (RM 23) RSUP H. Adam Malik pada kolom farmasi. Apoteker
mampu menjelaskan kepada pasien nama obat dan kegunaannya, aturan
pemakaian dan dosis obat yang diberikan, efek samping dan kontraindikasi obat.
3.3.4.7 Pengkajian Penggunaan Obat
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau. Program ini telah
dilakukan di RSUP H. Adam Malik bersamaan pada saat visite.
Universitas Sumatera Utara
3.4. Instalasi Central Sterilized Suplay (CSSD)
Instalasi Cental Sterilized Supply Department (CSSD) atau sterilisasi pusat
adalah satu unit kerja yang merupakan fasilitas penyelenggaraan dan kegiatan
pelayanan kebutuhan steril.
Peranan CSSD di rumah sakit bertujuan untuk
1. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah
mengalami pencucian, pengemasan dan sterilisasi dengan sempurna
2. Mengurangi penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit, menyediakan dan
menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan
Pelayanan sterilisasi adalah kegiatan memproses semua bahan, peralatan
dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pelayanan medik di rumah sakit, mulai
dari perencanaan, pengadaan, pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses
sterilisasi, penyimpanan dan penyalurannya untuk memenuhi kebutuhan rumah
sakit.
Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan CSSD adalah
a.
Melakukan sterilisasi instrument dan linen untuk kebutuhan kamar operasi
b.
Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan IGD
c.
Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan catheterisasi/bedah jantung
d.
Melakukan sterilisasi ruangan dengan fogging dan UV lamp
e.
Melakukan Reuse dengan gas Etilen Oksida
Sasaran dari kegiatan yang dilakukan adalah tercapainya kebutuhan steril
untuk seluruh lingkungan rumah sakit, mencegah terjadinya infeksi nosokomial
hingga seminimal mungkin dan mempertahankan mutu hasil sterilisasi dengan
melakukan monitoring terhadap proses dan hasil sterilisasi.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mendapatkan pelayanan CSSD yang optimal disediakan ruangan yang
memadai yang terdiri atas: ruang pencucian, ruang kerja dan ruang steril/
penyimpanan barang steril yang memenuhi syarat. Instalasi Sterilisasi Pusat
dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh wakil kepala instalasi, tata usaha
dan tiga pokja lainnya.
Struktur Organisasi Instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik Medan dapat
dilihat pada Gambar 3.
Direktur Umum dan
Operasional
Ka. Instalasi CSSD
Wa. Ka. Instalasi CSSD
Tata Usaha
Pokja
Pencucian
Pokja
Sterilisasi
Pokja
Pengemasan
Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Central Sterilized Supply Department
(CSSD) RSUP H. Adam Malik Medan
Kepala
mengkoordinasikan,
instalasi
mengatur
mempunyai
dan
tugas
mengawasi
menyelenggarakan,
seluruh
kegiatan
dalam
perencanaan dan pemenuhan kebutuhan CSSD, menyelenggarakan sterilisasi dan
pelayanan kepada unit-unit lain yang membutuhkan perlengkapan steril,
menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam bidang sterilisasi.
Universitas Sumatera Utara
Wakil
kepala
instalasi
membantu
kepala
instalasi
dalam
menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan serta mengawasi seluruh
kegiatan di Instalasi CSSD.
Tata Usaha bertugas membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan
seluruh ketatausahaan dan kerumahtanggaan di CSSD.
Dalam menunjang tugas dan fungsi CSSD, dibentuk 3 pokja yaitu:
a. Pokja Pencucian
Pokja pencucian bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam
menyelenggarakan seluruh kegiatan pencucian di CSSD.
b. Pokja Sterilisasi
Pokja
sterilisasi
bertugas
untuk
membantu
kepala
instalasi
dalam
menyelenggarakan seluruh kegiatan sterilisasi kebutuhan di CSSD.
c. Pokja Pengemasan
Pokja pengemasan bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam
menyelenggarakan seluruh kegiatan pengemasan kebutuhan steril untuk unit
IGD, IBP, IPI, Poliklinik, Rindu A dan Rindu B
3.5
Depo Farmasi Rindu A
3.5.1 Tugas dan Fungsi Depo Rindu A
Depo farmasi rindu A melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan habis
pakai (AKHP) untuk pasien Jamkesmas dan Askes yang ada di ruangan rawat
inap terpadu (RINDU) A dengan beragam penyakit seperti A1 penyakit dalam
wanita, AIDS, dan Psikiatri, A2 penyakit dalam pria (terletak di lantai 1), A3
paru, A4 bedah syaraf, neurologi, stroke corner (terletak di lantai 2), A5 gigi dan
Universitas Sumatera Utara
mulut, THT, mata dan ruang kemoterapi untuk pasien kemoterapi, serta VIP
(terletak di lantai 3) yang melayani semua pola penyakit.
Depo farmasi rindu A melayani pasien dengan sistem one day dose
dispensing (ODDD) untuk obat injeksi dan oral. Pengendalian obat-obat mahal
dilakukan dengan cara pengecekan dari status pasien, pencatatan tersendiri
keluarnya obat serta pengembalian wadah bekas.
3.5.2 Sumber Daya Manusia
Depo farmasi Rindu A dipimpin oleh seorang Apoteker selaku kepala
depo dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi RSUP. H.
Adam Malik Medan. Apoteker di Depo Farmasi dibantu oleh petugas farmasi
yang berjumlah 15 orang. 12 orang asisten apoteker dan 3 orang non asisten
apoteker.
3.5.3 Sarana dan Prasarana
Untuk mendukung kelancaran pelayanan, di ruangan peracikan Depo
Farmasi Rindu A sudah dilengkapi dengan: rak penyimpanan barang, lemari arsip,
meja peracikan, kulkas untuk sediaan termolabil, dan komputer untuk entry data.
Depo farmasi Rindu A terdiri dari 2 ruangan, yaitu: Ruang penyimpanan
untuk pelayanan ASKES dan JAMKESMAS. Ruang JAMKESMAS digunakan
juga sebagai ruang administrasi yang merupakan ruang tempat skrining resep, dan
entry data. Hal ini terjadi karena kurang memadainya tempat, ruang ini juga
merupakan ruang tempat menerima resep, penyimpanan obat Jamkesmas,
pengecekan ulang obat, serta tempat penyerahan obat.
Universitas Sumatera Utara
3.5.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Depo Rindu A
3.5.4.1 Pemilihan
Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang
terjadi dirumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan
kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai
menjaga dan memperbaharui standar obat.
Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam panitia
farmasi dan terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna
transaksi pembelian.
3.5.4.2 Perencanaan
Perencanaan adalah persiapan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
Perbekalan Farmasi. Tujuannya adalah kelancaran pelayanan kefarmasian.
Prosedur:
1. Kepala pokja/depo menghitung/merekapitulasi jumlah obat berdasarkan
data pemakaian yang lalu, meninjau dengan:
a. Sisa persediaan
b. Data pemakaian periode yang lalu
2. Apoteker membuat daftar obat/AKHP yang dibutuhkan setiap tahun dan
menandatanganinya.
3.5.4.3 Pengadaan
Kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan
disetujui.
a. Pengadaan di depo farmasi Rindu A dengan pengamprahan
b. Pengamprahan adalah permintaan perbekalan farmasi dari gudang farmasi
Universitas Sumatera Utara
Prosedur:
1.
Pelaksana farmasi melihat sisa stok obat/AKHP di komputer dan fisik.
2.
Pelaksana farmasi membuat daftar kebutuhan untuk obat/AKHP dan
mengentrynya ke komputer.
3.
Apoteker memeriksa daftar kebutuhan dan menandatangani.
4.
Petugas farmasi menyerahkan daftar kebutuhan ke perbekalan farmasi.
5.
Petugas perbekalan mempersiapkan obat dan AKHP sesuai permintaan.
6.
Petugas perbekalan menyerahkan obat dan AKHP yang di amprah ke
petugas pokja/depo dengan menandatangani surat pengamprahan.
7.
Petugas perbekalan membalas entry amprahan.
3.5.4.4 Penerimaan
Penerimaan adalah pengambilan perbekalan farmasi dari gudang farmasi.
Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pasien akan perbekalan farmasi di unit
terkait.
Pelaksana farmasi depo menerima obat/AKHP yang telah diamprah
kepada pokja perbekalan sesuai dengan permintaan dari depo dan kemudian
menandatangani surat serah terima barang.
3.5.4.5 Penyimpanan
Penyimpanan merupakan kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan
perbekalan farmasi sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Tujuannya
memelihara mutu, menjaga keamanan perbekalan farmasi, memudahkan
pencarian dan pengawasan.
Universitas Sumatera Utara
Prosedur:
a.
Perbekalan
farmasi
yang
diterima
pelaksana
farmasi
dipisahkan
berdasarkan jenis (obat, cairan, AKHP dll)
b.
Pelaksana Farmasi menyimpan obat berdasarkan
a. Sifat (obat thermolabil)
b. Bentuk sediaan (tablet, injeksi, infus, salep,dll)
c. Bahan baku obat (mudah menguap/terbakar)
d. Obat Narkotika dalam lemari khusus dan terkunci
e. Alphabet
f. FIFO dan FEFO
g. Pelaksana Farmasi menyimpan alat kesehatan berdasarkan:
- Jenis (spuit, needle, dll)
- Nomor/ukuran (spuit 1 cc, 5 cc, dll)
h. Penyimpanan harus memudahkan dalam pengeluaran exp.date
c. Pelaksana Farmasi melakukan entry data penerimaan perbekalan farmasi
ke SIRS.
3.5.4.6 Pendistribusian
Pendistribusian Obat Askes adalah penyerahan obat yang masuk DPHO
kepada pasien Askes setelah diracik/dikemas sesuai dengan resep/kartu obat.
Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat/AKHP pasien Askes.
Prosedur:
1. Perawat menyerahkan Kartu Obat Pasien/resep ke depo farmasi.
2. Apoteker/Asisten memeriksa kelengkapan Kartu Obat Pasien /resep
Universitas Sumatera Utara
3. Obat-obatan daftar II yang ada di DPHO harus dilengkapi protokol terapi
dan di setujui petugas PT. Askes lebih dahulu.
4. Pelaksana farmasi di depo mengemas obat dan Alkes kemudian dientrykan
ke SIRS.
5. Obat dan Alkes yang sudah dikemas diperiksa Apoteker.
6. Pelaksana farmasi menyerahkan obat dan Alkes ke perawat/Nurse station
beserta bukti terima.
Obat-obat Hight Allert Apoteker/Asisten Apoteker menyerahkan ke
perawat dengan melengkapi label peringatan berbentuk bulat dan berwarna merah
dengan tulisan Hight Allert.
3.4.4.7 Evaluasi
Evaluasi di depo farmasi Rindu A dilakukan untuk memantau kegiatankegiatan yang dilakukan di depo farmasi Rindu A. Hasil evaluasi tersebut dibuat
dalam bentuk laporan bulanan. Pelaporan di depo farmasi Rindu A mencakup:
1. Laporan mutasi narkotik
2. Laporan stok opname
3. Laporan pemakaian obat generik
4. Laporan kegiatan
5. Laporan pemakaian antibiotik
6. Laporan pemakaian obat diluar formularium
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1
Komite Farmasi dan Terapi (KFT)
Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang
standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit menyatakan bahwa Komite Farmasi
dan Terapi diharuskan membuat Formularium yang harus selalu dimutakhirkan
dan direvisi secara periodik. Formularium ini berguna sebagai pedoman
pemberian obat oleh para dokter dalam pemberian pelayanan kepada pasien,
sehingga tercapai penggunaan obat yang aman, rasional, efektif dan efisien.
RSUP H. Adam Malik telah menerbitkan formularium pada tahun 2003,
sebagai pedoman pembuatan formularium edisi pertama ini mengacu pada Daftar
Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2002. Kemudian formularium ini direvisi
pada bulan Juli 2009 sehingga diterbitkanlah formularium edisi kedua, dimana
pembuatan formularium ini mengacu pada DOEN tahun 2008, yang terbaru
diterbitkan pada bulan Desember 2011.
4.2
Pengelolaan Perbekalan Farmasi
4.2.1 Produksi
Pokja perbekalan melakukan kegiatan produksi sediaan farmasi. Kegiatan
produksi yang dilakukan adalah membuat larutan H2O2 3%, handscrub serta
mengubah menjadi kemasan yang lebih kecil (re-packing) antara lain alkohol 96%
dan 70%, isodin (povidon iodium), hydrex/first aid/cutisoft, talkum dan
Universitas Sumatera Utara
kloralhidrat. Pembuatan/produksi perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik
masih pada tahap pengenceran dan re-packing.
4.2.2 Penyimpanan
Perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik disimpan sesuai dengan
sifatnya (obat termolabil di lemari es); bentuk sediaan (oral, injeksi, infus, salep);
bahan baku obat (mudah menguap/terbakar); obat narkotika dan psikotropik
dalam lemari khusus dan terkunci (double lock), dan disusun secara alfabetis
dengan sistem first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO).
Gudang penyimpanan di RSUP H. Adam Malik terdiri dari gudang
perbekalan farmasi Askes, gudang perbekalan farmasi Jamkesmas, gudang
perbekalan farmasi umum, gudang perbekalan farmasi floor stock, gudang
perbekalan farmasi Cathlab jantung/bedah jantung, gudang perbekalan farmasi
bahan berbahaya/mudah terbakar. Ruang penyimpanan masih belum sesuai
dengan standar penyimpanan karena masih ada obat yang bersentuhan langsung
dengan dinding.
4.3 Pelayanan Kefarmasian
Pokja farmasi klinis dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan
bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam
Malik.
4.3.1
Konseling
Kegiatan konseling telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik untuk pasien
rawat jalan. Namun untuk menunjang terlaksananya konseling yang bermutu
dibutuhkan beberapa literatur up to date yang dapat dengan cepat dan mudah
Universitas Sumatera Utara
diakses yang seharusnya ada di ruangan konseling seperti internet. Namun, ruang
konseling RSUP H. Adam Malik belum didukung oleh fasilitas internet (wifi)
untuk mencari informasi tersebut secara cepat.
Pencatatan data pasien harus dilakukan secara kontinu dan terorganisir
sehingga dapat diperoleh informasi perkembangan pasien setelah penggunaan
obat dan dilakukan follow-up untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien dalam
menggunakan obat. Namun, kegiatan follow-up ini belum dilakukan. Selain itu,
ruang tunggu untuk pasien yang akan dikonseling masih belum tersedia.
4.3.2 Visite
Kegiatan visite telah dilaksanakan pada pasien di RSUP H. Adam Malik.
Kunjungan ini berupa kunjungan mandiri. Kegiatan visite belum dilakukan secara
optimal dan menyeluruh pada setiap pasien. Hal ini dikarenakan saat apoteker
melakukan visite tidak disertai dengan obatnya, sehingga pasien masih merasa
bingung dengan apa yang dijelaskan apoteker. Selain itu, perbandingan jumlah
pasien dengan apoteker belum sebanding yakni sesuai permenkes 1:30 , sehingga
perlu ditambah lagi tenaga apoteker. Penelusuran riwayat penggunaan obat yang
termasuk dalam kegiatan visite telah dilakukan oleh farmasi klinis.
4.4 Instalasi Central Sterilize Supply Department (CSSD)
Berdasarkan pengamatan, CSSD telah melaksanakan kegiatan: pencucian,
pengeringan, pengemasan/paket, pemberian label, pemberian indikator, sterilisasi,
penyimpanan dan pendistribusian ke unit-unit yang membutuhkan perlengkapan
steril. CSSD juga melakukan sterilisasi ruangan dengan cara pengasapan (fogging)
Universitas Sumatera Utara
dan penyinaran dengan sinar UV dan sterilisasi dengan etilen oksida untuk alat
yang tidak tahan panas.
Perlengkapan yang disterilkan di central sterilize supply departement
meliputi instrumen, linen, dan karet.
Prosedur sterilisasi di central sterilize supply departement adalah:
a. Peralatan direndam beberapa menit dalam larutan tablet germisep untuk
menetralkan mikroba yang ada pada peralatan
b. Setelah direndam di dalam larutan tablet germisep, peralatan ditransfer
dari CMU ke ruang CSSD melalaui lift kotor.
c. Peralatan kemudian dicuci secara enzimatis sebanyak 10 ml selama 10
menit.
d. Peralatan kemudian dibersihkan dengan air mengalir
e. Peralatan dikeringkan
f. Peralatan diset dan dibungkus dengan kain linen dan ditambahkan surgey
milk
g. Concentrat untuk menghindari karat ke dalamnya.
h. Dibungkus sekali lagi dengan kain yang berlapis dua, untuk menghindari
kontaminasi.
i. Peralatan kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 132oC selama
15 menit dan dikontrol menggunakan indikator.
j. Peralatan yang telah disterilisasi kemudian disimpan dalam ruang steril
sebelum didistribusikan ke ruangan yang membutuhkan
k. Peralatan kemudian didistribusikan keruangan CMU melalui lift bersih.
Universitas Sumatera Utara
Proses sterilisasi pada instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik belum
terlaksana dengan baik, karena ruang CSSD masih memiliki sudut dan lift barang
steril (bersih) dan barang tidak steril (kotor) letaknya masih berdampingan. Ruang
pengemasan, produksi dan prosesing, serta ruang sterilisasi masih berada dalam
satu ruangan.
4.5 Depo Farmasi Rindu A
Berdasarkan pengamatan terhadap depo farmasi rindu A RSUP H. Adam
Malik, penyimpanan obat terdiri dari 2 ruangan yaitu Askes dan Jamkesmas.
Tetapi karena keterbatasan ruangan maka ruang penyimpanan obat jamkesmas
juga digunakan sebagai ruang administrasi yang merupakan tempat menganalisa
resep dan entry data. Ruang penyimpanan obat jamkesmas ini juga digunakan
sebagai tempat pengecekan ulang obat serta tempat penyerahan obat. Keamanan
pada ruang depo farmasi rindu A ini juga tidak dapat dipertanggung jawabkan
karena orang-orang selain dari karyawan depo farmasi rindu A juga dapat keluar
masuk dengan bebas. Barang-barang dan obat-obatan juga tak sepenuhnya
tersusun rapi ditempatnya karena keterbatasan tempat, jadi sebagian terletak diatas
meja peracikan.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1. Peranan apoteker dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada
masyarakat di rumah sakit sangat luas, selain di instalasi farmasi juga
berperan di instalasi gas medis dan instalasi CSSD.
2. Peranan apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit RSUP H. Adam Malik meliputi pemilihan,
perencanaan,
pengadaan,
produksi,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan
bagi kegiatan pelayanan obat kepada pasien.
3. Secara keseluruhan peranan apoteker pada pelayanan farmasi klinis telah
terlaksana secara optimal tetapi masih tedapat beberapa kendala seperti
kurangnya tenaga apoteker pada pelaksanaan visite dan kurangnya sarana
dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan konseling.
4. Masih ada resep yang ditulis dokter tidak berpedoman pada formularium
rumah sakit, DPHO dan Formularium Jamkesmas.
5. Ruangan CSSD yang ada di RSUP H. Adam Malik masih belum memadai
dan sesuai dengan standar yang ditetapkan, dimana ruangan masih
memiliki sudut serta lift kotor dan lift bersih masih diletakkan
berdampingan.
Universitas Sumatera Utara
5.2 Saran
1. Apoteker diharapkan lebih aktif dalam melaksanakan pelayanan farmasi
klinis seperti visite farmasi dengan tujuan melihat rasionalitas penggunaan
obat dan sebaiknya visite dilakukan setiap hari bersama dengan staf
kesehatan lainnya seperti dokter dan perawat.
2. Sebaiknya data pasien yang melakukan konseling dibuat dalam sistem
komputerisasi sehingga dalam mencari data pasien berulang atau pasien
dengan terapi jangka panjang tidak membutuhkan waktu yang lama.
3. Sebaiknya dilakukan sosialisasi berkelanjutan mengenai formularium
rumah sakit, DPHO dan Formularium Jamkesmas kepada tenaga kesehatan
yang bekerja di rumah sakit, khususnya kepada dokter sebagai penulis
resep.
4. Sebaiknya dilakukan renovasi ruangan dan pemindahan lift CSSD agar
kemungkinan terjadinya kontaminasi antara barang yang telah disterilkan
dan yang belum disterilkan lebih kecil.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Anomina. (2011). Sejarah RSUP H. Adam Malik. Tanggal Akses: 20 November
2012. http://rsuphadammalik.com.
Anominb. (2011). Staf Medis Fungsional RSUP H. Adam Malik. Tanggal Akses:
20 November 2012. http://rsuphadammalik.com.
Anominc. (2011). Spesialisasi Kedokteran RSUP H. Adam Malik. Tanggal Akses:
20 November 2012. http://rsuphadammalik.com.
Depkes RI. (1990). Keputusan MenKes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 tentang
Rumah Sakit Umum Pusat Medan sebagai Rumah Sakit Kelas A. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes RI. (1991). Keputusan Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 tentang
RSUP H. Adam Malik sebagai RS Pendidikan. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. (1999). Keputusan MenKes RI Nomor 1333/MENKES/SK/XII/1999
tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. (2004). Keputusan MenKes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. (2008). Peraturan Menkes RI Nomor 244/MENKES/PER/III/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam
Malik Medan. Jakarta: Depkes RI.
Depkes RI. (2009). UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta:
Depkes RI.
Depkes RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit.
Jakarta: Depkes RI.
Dirut RSUP HAM. (2011). SK Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor
OT/01.01/IV.2.1/10281/2011 tentang Revisi Struktur Organisasi dan Tata
Kerja Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam
Malik.
Dirut RSUP HAM. (2011). SK Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor
PO.02.01.5.3.9584 tentang Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi
RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam Malik.
Siregar, J.P.C., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan
Penerapan. Jakarta: EGC. Hal. 9-10, 25, 33-34.
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
a. Bagian Depan
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (lanjutan)
b. Bagian Belakang
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Format Lembar Pelayanan Informasi Obat
LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT
NO :…………Tgl : ………… Waktu : ………….Metode lisan/pertelp/tertulis
1. Identitas Penanya
Nama
:
No Telp
Status :
:
2. Data Pasien :
Umur :…….
Berat :…… .Kg
Jenis Kelamin : L/K
Kehamilan : Ya / Tidak………………………………Minggu
Menyusui : Ya/ Tidak
Umur bayi :………………
3. Pertanyaan :
Uraian permohonan
...................................................................................................................
Jenis Permohonan
o
o
o
o
o
o
o
Identifikasi Obat
Antiseptik
Stabilitas
Kontra Indikasi
Ketersediaan
Harga Obat
ESO
o
o
o
o
o
o
o
Dosis
Interaksi Obat
Farmakokinetik/Farmakodinamik
Keracunan
Penggunaan Terapeutik
Cara Pemakaian
Lain – Lain
4. Jawaban : ......................................................................................
5. Referensi : ....................................................................................
6. Penyampaian Jawaban Segera, dalam waktu 24 jam, > 24 jam
Apoteker yang menjawab : ...........................................................
Tgl : ...................... Waktu : .......................................................
Metode jawaban : Lisan / Tertulis / Pertelp.
Universitas Sumatera Utara
LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI
FARMASI RUMAH SAKIT
di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik
Medan
Studi Kasus
CHF stage III/IV ec CAD + HHD + Diabetes Mellitus Tipe II
Disusun Oleh:
Sukarsi Pratiwi, S.Farm.
NIM 113202163
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2012
Universitas Sumatera Utara
RINGKASAN
Telah dilakukan studi kasus pada Praktik Kerja Profesi (PKP) Farmasi
Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2 Interna Pria Rumah
Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 09
November 2012 s/d 17 November 2012. Tujuan dilaksanakannya studi kasus ini
adalah untuk memantau penggunaan obat pada pasien ES yang dirawat di ruang
Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2 interna pria RSUP H. Adam Malik Medan.
Studi kasus yang diambil yaitu pada pasien ” CHF stage III/IV ec CAD,
HHD, dan DM Tipe II”. Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap
pasien, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap
mematuhi terapi yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi obat
kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap
pasien, dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam
meningkatkan rasionalitas penggunaan obat.
Penilaian Rasionalitas penggunaan Obat meliputi 4 T + 1 W yaitu: Tepat
Pasien, Tepat Indikasi, Tepat Obat, Tepat Dosis (Tepat Cara Pemberian, Tepat
Saat Pemberian, Tepat Lama dan Frekuensi Pemberian) dan Waspada Efek
samping. Obat-obatan yang dipantau dalam kasus ini adalah Digoksin, Simarc 2
(Warfarin), Simvastatin, Omeprazole, Alprazolam, Humulin R, Humulin N,
Captopril, Aspilet, Clopidogrel dan Isosorbit dinitrat.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL .....................................................................................................
i
RINGKASAN ..........................................................................................
ii
DAFTAR ISI ............................................................................................
ii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
vii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................
viii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................
1
1.1
Latar Belakang ................................................................................
1
1.2 Tujuan ................................................................................................
2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................
3
2.1. Congestive Heart Failure (CHF) .......................................................
3
2.1.1 Defenisi CHF ................................................................
3
2.1.2 Etiologi CHF .................................................................
4
2.1.3 Manifestasi Klinik CHF ................................................
5
2.1.4 Diagnosis CHF ..............................................................
5
2.1.5 Pengobatan CHF ...........................................................
8
2.2 Penyakit Koroner Arteri (CAD) ..............................................
12
2.2.1 Definisi CAD ...............................................................
12
2.2.2 Etiologi CAD ...............................................................
12
2.2.3 Tanda dan Gejala CAD ................................................
13
2.2.4 Pengobatan CAD .........................................................
14
Universitas Sumatera Utara
2.3 Hipertensi ................................................................................
15
2.4 Diabetes Melitus ......................................................................
17
2.4.1 Definisi DM .................................................................
17
2.4.2 Etiologi DM .................................................................
17
2.4.3
Manifestasi Klinik DM ................................................
19
2.4.4 Diagnosis DM ..............................................................
19
2.4.5 Pengobatan DM ...........................................................
20
BAB III PENATALAKSANAAN UMUM .......................................
24
3.1 Identitas Pasien ........................................................................
24
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan ..........................................
24
3.2.1 Riwayat Penyakit Dahulu ...............................................
24
3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga ............................................
25
3.2.3 Riwayat Penyakit Sosial .................................................
25
3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu ............................
25
3.3 Ringkasan Waktu Pasien Masuk ..............................................
25
3.4 Pemeriksaan Penunjang ...........................................................
26
3.4.1 Pemeriksaan Fisik ...........................................................
26
3.4.2 Pemeriksaan Patologi Klinik ..........................................
27
3.5 Terapi .......................................................................................
29
BAB IV PEMBAHASAN ......................................................................
31
4.1 Pembahasan Tanggal 09 November 2012 ...............................
32
4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien ................................................
33
4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi ..............................................
33
4.1.3 Pengkajian Tepat Obat ...................................................
35
Universitas Sumatera Utara
4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis ..................................................
38
4.1.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ...............................
40
4.1.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................
41
4.1.7 Rekomendasi untuk Perawat ..........................................
42
4.2 Pembahasan Tanggal 10–12 November 2012 ..........................
44
4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien .................................................
45
4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi ..............................................
45
4.2.3 Pengkajian Tepat Obat ...................................................
46
4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis ..................................................
47
4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ...............................
49
4.2.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................
49
4.2.7 Rekomendasi untuk Perawat ..........................................
49
4.3 Pembahasan Tanggal 13 November 2012 ...............................
50
4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien ................................................
51
4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi ..............................................
52
4.3.3 Pengkajian Tepat Obat ...................................................
53
4.3.4 Pengkajian Tepat Dosis ..................................................
54
4.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ...............................
56
4.3.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................
57
4.3.7 Rekomendasi untuk Perawat ..........................................
57
4.4 Pembahasan Tanggal 14–17 November 2012 ........................
58
4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien ................................................
59
4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi ..............................................
60
4.4.3 Pengkajian Tepat Obat ...................................................
60
Universitas Sumatera Utara
4.4.4 Pengkajian Tepat Dosis ..................................................
60
4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ...............................
60
4.4.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................
61
4.4.7 Rekomendasi untuk Perawat ..........................................
61
KESIMPULAN DAN SARAN ...............................................
62
5.1 Kesimpulan ........................................................................
62
5.2 Saran ..................................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
64
LAMPIRAN .............................................................................................
66
BAB V
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Pengelompokan Gagal Jantung Menurut NYHA ....................
16
Table 2.2 Kriteria Penegakan Diagnosa ...................................................
20
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik ...........................................................
26
Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik ..........................................
27
Tabel 3.3 Lanjutan Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik ...........................
28
Tabel 3.4 Daftar Obat-Obat yang Digunakan Pasien di RSUP
H. Adam Malik ........................................................................
29
Tabel 4.1 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 09 November
2012 .. .......................................................................................
33
Tabel 4.2
Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 09 November 2012 .............
38
Tabel 4.3
Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 09 November 2012
40
Tabel 4.4 Daftar Obat pada Tanggal 10–12 Novembert 2012 ................
44
Tabel 4.5
Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 10–12 Novembert 2012 ......
48
Tabel 4.6
Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 10–12 November
2012 .........................................................................................
49
Tabel 4.7
Daftar Obat pada Tanggal 13 November 2012 ......................
51
Tabel 4.8
Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 13 November 2012 ............
55
Tabel 4.9
Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 13 November 2012
56
Tabel 4.10 Daftar Obat pada Tanggal 14 –17 November 2012 ...............
59
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Lembar Penilaian Rasionalitas Penggunaan Obat .................
65
Universitas Sumatera Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang
optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan
pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif),
penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang
dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep
kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas
kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit (Depkes RI, 2004).
Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah
sakit sebagai penunjang upaya kesehatan yang bermutu. Untuk meningkatkan
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka pelayanan farmasi harus
ditingkatkan. Kegiatan pelayanan farmasi di rumah sakit meliputi pengkajian
resep, pelayanan informasi obat,
konseling, visite, pemantauan terapi obat,
monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing, pemantauan
kadar obat dalam darah (Depkes RI, 2004).
Peranan dan tanggung jawab farmasi klinis yaitu untuk memastikan bahwa
obat yang diberikan kepada pasien berada pada kualitas dan standar. Semua obat
harus disimpan dengan aman dan sesuai dengan rekomendasi (baik di instalasi
farmasi maupun di bangsal). Farmasi klinis juga memiliki peran dalam
memastikan bahwa semua penulisan resep obat adalah rasional, berbasis bukti,
dan tepat bagi individu. Farmasi klinis harus bertujuan untuk memaksimalkan
Universitas Sumatera Utara
khasiat obat, meminimalkan toksisitas obat, mempromosikan efektivitas biaya
(cost-effectiveness) dan menghormati pilihan pasien. Dalam kaitannya dengan
pengelolaan resiko klinis (clinical risk management), farmasis mempunyai
tanggung jawab untuk melindungi pasien dari bahaya yang tidak diharapkan
akibat penggunaan obat yang tidak tepat.
Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka
mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja
profesi di rumah sakit. Praktik kerja profesi di rumah sakit menerapkan salah satu
praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah,
dan menyelesaikan masalah terkait obat dan masalah yang berhubungan dengan
kesehatan pasien. Adapun studi Pengkajian Penggunaan Obat Secara Rasional
(PPOSR) dilaksanakan pada bagian penyakit dalam. Studi kasus yang diambil
adalah CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II di ruangan penyakit
dalam pria Rindu A2.
1.2 Tujuan
Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:
a. Melakukan
visite
(Pemantauan
Penggunaan
Obat,
Edukasi,
Pemantauan ESO, Pemantauan ME) pada pasien dengan diagnosa CHF
stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II.
b. Melakukan konseling rawat jalan dan penyuluhan.
c. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain
di rumah sakit dalam rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat
kepada pasien.
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Congestive Heart Failure (CHF)
2.1.1 Definisi CHF
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh
tubuh. Gagal jantung dapat juga merupakan hasil dari disfungsi sistolik dan
diastolik (Corwin, 2009). Pada disfungsi sistolik, kerja memompa (kontraktilitas)
dan ejection fraction (EF) dari kerja jantung mengalami penurunan. Sedangkan
pada disfungsi diastolik, proses mengerasnya dan kehilangan kemampuan
relaksasi otot jantung memiliki peranan yang penting dalam menurunkan keluaran
jantung (cardiac output) (Katzung, 2001).
Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi
miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Infark
miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan turunnya
kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah
daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri
untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga
volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan
jantung sebelah kiri (Price dan Wilson, 2005).
Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatis
kompensatoris. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat
untuk mempertahankan curah jantung. Pengurangan aliran darah ginjal dan laju
Universitas Sumatera Utara
filtrasi glomerulus akan meningkatkan pengaktifan sistem renin-angiotensin
aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan
meningkatkan aliran balik vena (Price dan Wilson, 2005).
2.1.2 Etiologi CHF
Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan
yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir, atau menurunkan
kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi
regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat pada
keadaan akhir seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas
miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati (Price dan
Wilson , 2005).
Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal
jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan
penyebab terbanyak sedangkan penyebab lain terbanyak adalah penyakit jantung
katup (Ghanie, 2009)
New York Heart Association (NYHA) mengelompokkan gagal jantung
dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk
menimbulkan gejala-gejalanya (Gunawan, 2007). Pengelompokan gagal jantung
menurut NYHA dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.1 Pengelompokan Gagal Jantung Menurut NYHA
Kelas
I
Symptom
Tidak ada limitasi aktivitas fisik, tidak timbul sesak napas, dan rasa
lelah.
II
Sedikit limitasi aktivitas fisik, timbul rasa lelah dan sesak napas dengan
aktivitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat.
III
Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktivitas fisik kurang dari biasa sudah
menimbulkan gejala, tetapi nyaman sewaktu istirahat.
IV
Gejala-gejala sudah ada sewaktu istirahat, dan aktivitas sedikit saja akan
memperberat gejala.
2.1.3 Manifestasi Klinik CHF
Manifestasi klinik gagal jantung menunjukkan derajat kerusakan
miokardium dan kemampuan serta besarnya respon kompensasi. Berikut adalah
hal-hal yang biasa ditemukan pada gagal jantung kiri:
a.
Gejala dan tanda: dispnea, oliguria, lemah, lelah, pucat dan berat badan
bertambah.
b.
Auskultasi: ronki basah, bunyi jantung ketiga (akibat dilatasi jantung dan
ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat).
c.
EKG: takikardia
d.
Radiografi dada: kardiomegali, kongesti vena pulmonalis (Price dan Wilson,
2005).
2.1.4 Diagnosis CHF
Untuk menegakkan diagnosa pada pasien yang mengalami CHF, dapat
dilakukan melalui pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan fisik merupakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh
data mengenai tubuh dan keadaan fisis pasien dalam membantu menegakkan
diagnosa yang menentukan kondisinya (Sjaifoellah, 1996).
Pemeriksaan fisik meliputi :
a. Pemeriksaan Pernafasan
Normopnea ialah pernafasan normal tanpa ada rasa hambatan subjektif.
Pada penderita CHF biasanya terjadi dispnea yaitu keadaan gangguan pernafasan
yang dirasakan berat disertai tanda-tanda objektif, antar lain pernafasan telinga
hidung, ikut aktifnya otot pernafasan pembantu, frekuensi pernafasan meningkat.
Frekuensi pernafasan adalah jumlah tarikan nafas seseorang dalam satu menit.
Bradipnea adalah frekuensi tarikan nafas <16 siklus/menit, takipnea adalah
frekuensi tarikan nafas > 24 siklus/menit, dan normopnea adalah frekuensi tarikan
nafas 16-24 siklus/menit.
b. Pemeriksaan Nadi
Denyut nadi adalah gelombang denyutan akibat adanya gelombang pulsa
tekanan yang diteruskan ke perifer dan selanjutnya disebut gelombang nadi.
Frekuensi denyut nadi normal adalah 60 sampai 100 kali/menit. Frekuensi denyut
nadi yang lebih rendah dari 60 kali/menit disebut bradikardia, sedangkan yang
lebih dari 100 kali/menit disebut takikardia (Jota, 2002).
c. Pemeriksaan Tekanan Darah
Idealnya pengukuran tekanan darah dilakukan pada saat keadaan penderita
tenang betul, tetapi pada penderita gawat, tekanan darah harus diukur pertama kali
sebagai bagian dari pemeriksaan vital.
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan Penunjang
a. Elektrokardiografi (EKG)
EKG dapat melihat kemungkinan adanya penyakit jantung yang mendasari seperti
hipertrofi ventrikel kiri dan kanan, gangguan irama jantung, dan faktor
pencetus seperti infark miokad dan emboli paru (Renardi dan Sutomo, 1992).
b. Ekokardiografi
Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan gagal jantung.
Pada Ekokardiografi dapat dilihat keabnormalan yang mungkin terjadi pada katub
mitral, katub aorta, dimensi ruang jantung, fungsi sistolik dan diastolik.
c. Foto Thoraks
Gambar yang diamati dari foto thoraks adalah berhubungan dengan peningkatan
tekanan vena pulmonalis (Stein, 2001).
d. Kateterisasi Jantung
Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung
kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi (Tierney, dkk.,
2002).
e. Hematologi
Penurunan pengangkutan oksigen jaringan bertanggung jawab untuk peningkatan
massa eritrosit, tetapi karena peningkatan volume plasma lebih besar, maka
biasanya Hb akan normal atau sedikit meningkat.
f. Fungsi Ginjal
Azotemia prarenal dengan peningkatan tidak sebanding dalam urea/nitrogen darah
relatif terhadap kreatinin serum.
Universitas Sumatera Utara
2.1.5 Pengobatan CHF
Target
terapi
gagal
jantung
kronik
adalah
meminimalisir
hingga
menghilangnya gejala, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka rawat
inap, memperlambat peningkatan keparahan penyakit, serta memperpanjang
ketahanan (Sukandar, 2008). Prinsip manajemen terapi juga meliputi pengurangan
beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung (kontraktilitas), dan
juga mengontrol penggunaan garam.
Pemilihan obat yang tersedia untuk pengobatan gagal jantung kongestif
bersifat terbatas dan terfokus terutama untuk mengontrol gejala-gejala yang
terjadi. Obat sekarang telah dikembangkan baik untuk memperbaiki gejala, dan
yang terpenting, memperpanjang kelangsungan hidup.
a. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs)
ACE inhibitor telah digunakan untuk pengobatan hipertensi selama lebih
dari 20 tahun. Golongan obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam
pengobatan gagal jantung kongestif. Obat-obat ini menghambat pembentukan
angiotensin II, suatu hormon dengan efek yang berpotensi mempengaruhi jantung
dan sirkulasi pada pasien gagal jantung. Penelitian yang dilakukan pada beberapa
ribu pasien,
obat ini telah menunjukkan peningkatan perbaikan gejala-gejala
penyakit pada pasien, pencegahan kerusakan klinis, dan memperpanjang
hidup. Selain itu, obat ini digunakan untuk mencegah perkembangan gagal
jantung dan serangan jantung (Tierney, dkk., 2002).
Efek samping dari obat ini termasuk batuk kering yang mengganggu,
hipotensi, memburuknya fungsi ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit, dan
jarang terjadi reaksi alergi. Ketika digunakan dengan hati-hati dengan pemantauan
Universitas Sumatera Utara
yang tepat, bagaimanapun, mayoritas individu dengan gagal jantung kongestif
dapat mentolerir obat-obat ini tanpa masalah yang signifikan. Contoh inhibitor
ACE meliputi: kaptopril, enalapril, lisinopril, benazepril dan ramipril (Gunawan,
2007).
b. Angiotensin II Reseptor Blockers (ARBs)
Individu yang tidak mampu mentolerir dampak ACE inhibitors, dapat
digunakan sebuah kelompok alternatif obat, yang disebut angiotensin receptor
blockers (ARBs). Obat ini bekerja pada jalur sirkulasi yang sama dengan inhibitor
ACE, tetapi kerjanya menduduki reseptor angiotensin II secara langsung Efek
samping dari obat ini mirip dengan seperti penggunaan ACE inhibitors, meskipun
batuk kering jarang dijumpai. Contoh golongan ini obat meliputi: losartan,
candesartan, telmisartan, valsartan, irbesartan, dan olmesartan (Gunawan, 2007).
c. Beta-blocker
Hormon-hormon tertentu, seperti epinefrin (adrenalin), norepinefrin, dan
hormon serupa lainnya, bertindak pada reseptor beta pada berbagai jaringan tubuh
dan menghasilkan efek stimulatif. Efek hormon ini pada reseptor beta di jantung
adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Beta-blocker adalah obat yang
menghalangi aksi hormon ini dengan menduduki reseptor beta dari jaringan
tubuh. Karena diasumsikan bahwa menduduki reseptor beta dapat menekan fungsi
dari jantung, beta-blocker secara tradisional tidak digunakan pada orang dengan
gagal jantung kongestif (Gunawan, 2007).
Penelitian telah menunjukkan manfaat klinis dari beta-blocker dalam
meningkatkan fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada individu dengan gagal
jantung kongestif yang sedang menggunakan ACE inhibitors. Keberhasilan dalam
Universitas Sumatera Utara
menggunakan beta-blocker pada gagal jantung kongestif adalah dengan memulai
dari dosis rendah dan kemudian meningkatkan dosis secara lambat (Tierney, dkk.,
2002).
Efek samping yang mungkin termasuk retensi cairan, hipotensi,
dan kelelahan serta pusing. Beta-blocker umumnya harus tidak digunakan pada
orang dengan penyakit yang signifikan tertentu pada saluran napas (misalnya,
asma, emfisema). Contoh golongan obat ini adalah bisoprolol, metoprolol, dan
carvedilol (Gunawan, 2007)
d. Glikosida jantung
Glikosida jantung menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat.
Dengan kata lain, glikosida jantung adalah obat yang memperkuat kontraktilitas
otot jantung (efek inotropik positif), terutama digunakan pada gagal jantung
(dekompensasi) untuk memperbaiki fungsi pompanya. Potensi efek samping
termasuk: mual, muntah, gangguan irama jantung, disfungsi ginjal, dan kelainan
elektrolit. Efek-efek samping umumnya timbul akibat dari toksisitas dalam darah
dan dapat dimonitor dengan tes darah. Dosis glikosida jantung juga perlu
disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan (Gunawan,
2007).
e. Diuretik
Diuretik seringkali merupakan komponen penting dalam pengobatan gagal
jantung kongestif untuk mencegah atau mengurangi gejala retensi cairan. Obat ini
membantu mengurangi cairan di paru-paru dan jaringan lain dengan cara
menyalurkan
cairan
melalui
ginjal. Meskipun
diuretik
efektif
dalam
menghilangkan gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, diuretik belum
Universitas Sumatera Utara
menunjukkan untuk memberikan dampak positif pada kelangsungan hidup jangka
panjang. Namun demikian, diuretik tetap kunci dalam mencegah memburuknya
kondisi pasien. Bila diperlukan rawat inap, diuretik sering diberikan secara
intravena karena absorbsi diuretik oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung
kongestif yang parah. Potensi efek samping diuretik meliputi dehidrasi, kelainan
elektrolit, hipokalemia, gangguan pendengaran, dan hipotensi (Gunawan, 2007).
Dalam terapi sangat penting untuk mencegah kadar kalium rendah dengan
cara menambahkan suplemen. Gangguan elektrolit tersebut dapat membuat pasien
rentan terhadap gangguan irama jantung yang serius. Contoh dari berbagai kelas
diuretik meliputi: furosemid, hidroklorotiazid, bumetanide, torsemide, dan
spironolactone. Spironolactone (Aldactone) telah digunakan selama bertahuntahun sebagai diuretik lemah dalam pengobatan berbagai penyakit. Obat ini
memblokir aksi dari hormon aldosterone. Aldosteron memiliki banyak efek pada
jantung dan sirkulasi pada gagal jantung kongestif (Gunawan, 2007).
f. Vasodilator
Vasodilator sudah lama digunakan dalam pengobatan gagal jantung. Obat
golongan ini merileksasi otot polos pembuluh darah secara langsung. Penggunaan
secara kombinasi telah terbukti dapat mengurangi angka kematian pada pasien
gagal jantung. Hidralazin merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan
afterload dan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga menurunkan
preload jantung (Tierney, dkk., 2002).
Universitas Sumatera Utara
2.2 Penyakit Arteri Koroner (CAD)
2.2.1 Definisi CAD
Penyakit arteri koroner (CAD) terjadi ketika pembuluh darah yang
memasok darah ke otot jantung (koroner arteri) menjadi mengeras dan
menyempit. Arteri mengeras dan menjadi sempit karena penumpukan plak pada
dinding dalam atau lapisan arteri (aterosklerosis). Aliran darah ke jantung
berkurang karena plak mempersempit arteri koroner. Hal ini mengurangi pasokan
oksigen ke otot jantung.
CAD adalah jenis yang paling umum dari penyakit jantung. Ini adalah
penyebab utama kematian di Amerika Serikat pada laki-laki dan perempuan.
2.2.2 Etiologi CAD
CAD disebabkan oleh aterosklerosis, penebalan dan pengerasan dinding
dalam arteri. Beberapa pengerasan pembuluh darah biasanya terjadi karena faktor
usia. Pada aterosklerosis, timbunan plak menumpuk di arteri. Plak terdiri dari
lemak, kalsium, kolesterol, dan zat lain dari darah. Pembentukan plak dalam arteri
sering dimulai pada masa kanak-kanak. Seiring waktu, pembentukan plak di arteri
koroner dapat:
a. Mempersempit arteri sehingga darah kurang dapat mengalir ke otot
jantung
b. Memblokir seluruh arteri dan aliran darah
c. Menyebabkan pembekuan darah yang dapat memblokir arteri.
Universitas Sumatera Utara
Jenis - Jenis Plak:
a. Keras dan stabil.
Plak keras menyebabkan dinding arteri menebal dan mengeras. Kondisi ini
lebih terkait dengan angina dibandingkan dengan serangan jantung, tetapi
serangan jantung sering terjadi dengan plak keras.
b. Lunak dan tidak stabil.
Plak lunak lebih mungkin untuk patah atau terpisah dan menyebabkan
pembekuan darah. Ini bisa menyebabkan serangan jantung.
Faktor risiko adalah:
a. Usia.
Pada pria, peningkatan risiko setelah usia 45 tahun dan pada wanita, risiko
meningkat setelah usia 55 tahun.
b. Riwayat keluarga
c. Kolesterol darah tinggi
d. Tekanan darah tinggi
e. Merokok
f. Diabetes
g. Kelebihan berat badan atau obesitas
h. Kurangnya aktivitas fisik.
2.2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Arteri Koroner
Gejala umum dari CAD adalah:
a. Nyeri dada atau ketidaknyamanan dada (angina), atau nyeri pada satu atau
kedua lengan, bahu kiri, leher, rahang atau punggung.
b. Sesak napas.
Universitas Sumatera Utara
Tingkat keparahan gejala sangat bervariasi. Pada beberapa orang, tanda
pertama dari CAD adalah serangan jantung. Serangan jantung terjadi ketika
plak dalam koroner arteri stabil terpisah, menyebabkan bekuan darah yang
memblokir arteri.
2.2.4 Pengobatan CAD
Tujuan dari pengobatan CAD adalah untuk:
a. Meringankan gejala
b. Memperlambat atau menghentikan aterosklerosis dengan mengendalikan
atau mengurangi faktor risiko
c. Menurunkan risiko penggumpalan darah yang dapat menyebabkan
serangan jantung
d. Memperluas arteri yang tersumbat atau bypass
Perubahan Gaya hidup
a. Makan makanan yang sehat untuk mencegah atau mengurangi tekanan
darah tinggi dan kolesterol darah tinggi.
b. Mempertahankan berat badan yang sehat.
c. Berhenti merokok.
d. Olahraga
e. Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan atau obesitas
f. Mengurangi stres.
Obat- Obatan yang umum digunakan untuk mengobati CAD adalah:
a. Obat penurun kolesterol.
b. Antikoagulan
c. ACE inhibitor
Universitas Sumatera Utara
d. Beta-blocker
e. Blocker kalsium channel Nitrogliserin
f. Glycoprotein IIb-IIIa inhibitor
g. Trombolitik (www.masterdocs.com).
2.3 Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas
normal yang disepakati yaitu 140/90 mmHg. Hipertensi, gagal ginjal kronik dan
gagal jantung memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan penyakit
primer dalam menyebabkan kerusakan ginjal, juga mungkin menyebabkan gagal
jantung kongestif. Dan sebaliknya gagal ginjal kronik dan gagal jantung dapat
menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi air dan natrium (Price dan
Wilson, 2005). Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan
yaitu:
a. Hipertensi primer (Esensial)
Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya.
Hipertensi primer terdiri dari hipertensi benigna yaitu hipertensi yang bersifat
lambat dan sering ditemukan tanpa ada gejala dan hipertensi maligna yaitu
hipertensi yang mengkhawatirkan, memerlukan segera pengobatan yang tepat
untuk mengurangi kerusakan organ sampai sekecil mungkin atau resiko kematian
yang mendadak akibat perdarahan otak.
b. Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang jelas diketahui penyebabnya,
riwayat penyakit, uji laboratorium rutin dapat mengidentifikasi pasien yang
Universitas Sumatera Utara
mungkin mempunyai hipertensi sekunder. Salah satu penyebab hipertensi
sekunder adalah penyakit ginjal. Hipertensi dapat disebabkan oleh penyakit
glomeruler dan penyakit intestinal tubuler, yang berhubungan dengan peningkatan
volume intravaskuler atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensinaldosteron. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah pelepasan renin yang
berlebihan oleh penurunan aliran darah ginjal dan tekanan perfusi.
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, dan merupakan penyebab
umum dari infusiensi renal, hal ini dapat dihilangkan melalaui pengendalian
tekanan darah yang agresif. Pada pasien dengan nefropati hipertensif, tekanan
darah sebaiknya 130/85 mmHg atau lebih rendah jika terdapat proteinuria. Pada
kasus hipertensi berat dengan gangguan fungsi ginjal, jika pengobatan konservatif
gagal, perlu tindakan dialisis. Pada sebagian kasus, tindakan dialisais
mempengaruhi tekanan darah. Bila obat-obatan dan tindakan dialisis gagal perlu
dipertimbangkan nefrektomi bilateral. Tekanan darah dapat diklasifikasikan atas
beberapa kategori dapat dilihat pada Tabel 2.2.
Kategori Tekanan
Darah menurut JNC 7
Normal
Tekanan Darah
sistolik (mmHg)
<120
dan /
atau
dan
Tekanan Darah
diastolik (mmHg)
<80
Pra-hipertensi
120-139
atau
80-89
Tahap 1
140-159
atau
90-99
Tahap 2
>/=160
atau
>/=100
Hipertensi:
Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (Joint National Committee)
Universitas Sumatera Utara
2.4 Diabetes Mellitus
2.4.1 Definisi Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau
gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai
dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
2.4.2 Etiologi Diabetes Melitus
a. Diabetes Mellitus Tipe 1
Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya.
Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan
sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Serangan
autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Namun ada pula yang
disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella,
dan Herpes. (Depkes RI, 2005).
b. Diabetes Mellitus Tipe 2
Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak
penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai
90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45
tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anakanak populasinya meningkat (Depkes RI, 2005).
Universitas Sumatera Utara
Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya
terungkap dengan jelas. Faktor lingkungan cukup besar dalam menyebabkan
terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta
kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor utama.
Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara
gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang
merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2.
Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2 terutama yang
berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di
dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal
patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi
karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara
normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin
banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai
akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan.
Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul
gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan (Depkes
RI, 2005).
c. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus)
adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa
kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Diabetes
dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa
saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang
Universitas Sumatera Utara
dikandung. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar
risikonya untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. Kontrol metabolisme yang
ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (Depkes RI, 2005).
2.4.3 Manifestasi klinik Diabetes Melitus
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa
gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal
yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air
kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain
itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh
terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali
sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas
(Depkes RI, 2005).
2.4.4 Diagnosis Diabetes Melitus
Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar
sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita
hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah
dan syaraf (Depkes RI, 2005).
Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu
> 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan
kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan
diagnosis DM. Kriteria penegakan diagnosis DM dapat dilihat pada Tabel 2.2
berikut ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 Kriteria Penegakan Diagnosis
Normal
Pra-diabetes
Diabetes
Glukosa darah
Puasa
<100 mg/dL
100-125 mg/dL
≥126 mg/dL
Glukosa darah
2 jam setelah makan
<140 mg/dL
140-<200 mg/dL
≥200 mg/dL
(Depkes RI, 2005).
2.4.5
Pengobatan Diabetes Melitus
a. Terapi Insulin
Insulin disintesis di sel β pulau-pulau pankreas dari prekursor 110 asam amino
rantai tunggal yang disebut preproinsulin. Setelah translokasi melalui merman
retikulum endoplasma kasar, peptide penanda N-terminal 24-asam amino dari
preproinsulin segera dipotong untuk membentuk proinsulin. Disini molekul akan
melipat dan terbentuk ikatan disulfida. Pada konversi proinsulin manusia menjadi
insulin di kompleks Golgi, empat asam amino basa dan peptida C atau peptida
penghubung yang tersisa dihilangkan melalui proteolisis. Hal ini menghasilkan
dua rantai peptida molekul insulin (A dan B), yang mengandung ikatan disulfida
satu intrasubunit dan dua intrasubunit. Rantai A biasanya terdiri dari 21 residu
asam amino dan rantai B memiliki 30 residu, sehingga massa molekulnya sekitar
5734 dalton (Gilman dan Goodman, 2006).
Untuk tujuan terapeutik, dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dalam unit
(U). Tradisi ini dimulai ketika sediaan hormon belum murni dan perlu untuk
menstandardisasi sediaan ini melalui uji hayati. Satu unit insulin setara dengan
jumlah yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah pada
kelinci yang berpuasa menjadi 45 mg/dl. Sediaan homogeny insulin manusia
mengandung antara 25-30 U/mg (Gilman dan Goodman, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Insulin merupakan hormon utama yang bertanggungjawab untuk mengontrol
ambilan, penggunaan dan penyimpanan nutrisi sel. Jaringan target yang penting
untuk pengaturan homeostasis glukosa oleh insulin adalah hati, otot, dan lemak,
tetapi insulin juga menggunakan efek pengaturan yang kuat terhadap jenis sel
lainnya. Stimulus transport glukosa kedalam jaringan otot dan adipos merupakan
bagian penting pada respon fisiologis terhadap insulin. Glukosa memasuki sel
dengan cara difusi terfasilitasi melalui salah satu family transporter glukosa
(GLUT1 sampai GLUT5). Insulin menstimulus transport glukosa setidaknya
sebagian dengan cara meningkatkan translokasi vesikel intrasel bergantung-energi
yang mengandung transporter glukosa GLUT4 dan GLUT1 ke dalam membran
plasma. Pengaturan yang salah dalam proses ini dapat menyebabkan patofisiologi
diabetes tipe II (Gilman dan Goodman, 2006).
Di hati, insulin menghambat produksi glukosa, menurunkan glukoneogenesis
dan glikogenesis. Menstimulus ambilan glukosa di hati. Di otot, insulin
menstimulus
pengambilan
glukosa
dan
menghambat
aliran
prekursor
glukoneogenik ke hati (mis: alanin, laktat dan piruvat). Di jaringan adiposa,
insulin menstimulus pengambilan glukosa dan menghambat aliran prekursor ke
hati (Gilman dan Goodman, 2006).
Prinsip terapi insulin adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005):
1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi
insulin endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir
tidak ada.
Universitas Sumatera Utara
2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi
insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar
glukosa darah.
3. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi
insulin.
4. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan
suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat,
secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar
glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau
ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin.
5. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO (Depkes RI, 2005).
b. Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu
penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat
sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat
keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat
dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis
obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi
kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi
yang ada (Depkes RI, 2005).
Penggolongan obat hipoglikemik oral berdasarkan mekanisme kerjanya
dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Depkes RI, 2005):
Universitas Sumatera Utara
a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik
oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan
fenilalanin).
b) Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel
terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan
tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin
secara lebih efektif.
c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang
bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk
mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia).
Disebut juga “starch-blocker” (Depkes RI, 2005).
Universitas Sumatera Utara
BAB III
PENATALAKSANAAN UMUM
3.1 Identitas Pasien
Nama
: E.S
No. RM
: 00.51.91.46
Umur
: 79 Tahun
Jenis Kelamin
: Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir
: Cikalong Wetan/03 Maret 1933
Agama
: Islam
Suku
: Jawa
Alamat
: Jl. Bunga Pariama II, Ds. Ladang Bambu
Kec. Medan Tuntungan
Berat Badan
: 60 kg
Tinggi Badan
: 170 cm
Ruangan
: Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2
Status
: Jamkesmas
Tanggal Masuk
: 08 November 2012
Tanggal Keluar
: 17 November 2012
3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan
3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu
Riwayat penyakit terdahulu adalah penyakit jantung kongestif (CHF),
dengan tekanan darah tertinggi 170 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat penyakit
Universitas Sumatera Utara
jantung koroner yang sudah dialami pasien selama 2 tahun terakhir dan pasien
sudah dipasang ring/cincin jantung. Penyakit diabetes melitus disangkal oleh
pasien.
3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ditemukan adanya penyakit keluarga.
3.2.3 Riwayat Sosial
Sebelum menderita PJK, pasien adalah perokok. Pasien menghabiskan
satu bungkus rokok per hari.
3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu
Pasien menggunakan obat–obatan aspilet dan clopidogrel.
3.3 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP H. Adam Malik
Pasien masuk RSUP H. Adam Malik pada tanggal 08 November 2012
pukul 12.40 WIB melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan keluhan BAB
berwarna hitam (berdarah), sesak napas dan jantung berdebar-debar. Pasien
mengalami BAB berdarah dan jantung berdebar-debar sejak 2 hari ini, serta nyeri
ulu hati yang kemudian muncul sesak napas. Sesak napas dialami pasien kurang
lebih 2 bulan ini dan sesak nafas semakin memberat dalam 2 sehari terakhir, sesak
nafas yang dialami pasien berhubungan dengan aktivitas dan tidak dipengaruhi
cuaca. Sebelumnya pasien mengalami bengkak pada kedua kakinya.
Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat, kemudian diperiksa oleh
dokter, diagnosa awal pasien masuk adalah CHF stage III/IV ec CAD + HHD +
Stress Hyperglikemik ec DM tipe II + Dyspepsia. Lalu keluarga pasien mengisi
biodata di bagian informasi dan melengkapi berkas administrasi, dan untuk
Universitas Sumatera Utara
pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap di Rindu A2 di ruang
penyakit dalam pria.
3.4
Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Pemeriksaan Fisik
Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani
pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.1
di bawah ini.
Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik
JENIS PEMERIKSAAN
Tanggal
pemeriksaan
Keadaan
Umum
Suhu
(0
C)
RR
(x/menit)
Tekanan
darah
( mmHg)
Nadi
( x/menit )
09 November 2012
Compos Mentis,
36,5
28
110/80
89
10 November 2012
Compos Mentis,
36,8
31
120/80
116
11 November 2012
12 November 2012
Compos Mentis,
Compos Mentis,
35,8
36,0
32
31
130/80
130/80
89
93
13 November 2012
Compos Mentis,
36,0
24
120/80
89
14 November 2012
Compos Mentis,
36,8
23
110/80
90
15 November 2012
Compos Mentis,
36,5
27
120/80
84
16 November 2012
17 November 2012
Compos Mentis,
Compos Mentis,
35,8
37,0
32
28
110/80
120/80
80
86
Universitas Sumatera Utara
3.4.2 Pemeriksaan Patologi klinik
Tabel 3.2.
Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik
Tanggal
Jenis
Pemeriksaan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
(CBC):
Hemoglobin(HGB)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
RDW
MPV
Satuan
Unit
08/11/12
g%
106/mm3
103/mm3
%
103/mm3
%
fL
15,00
5,14
7,68
43,30
150
14,90
11,90
Kimia Klinik
Hati
Bilirubin total
Bilirubin direk
Fosfatasealkali
AST/SGOT
ALT/SGPT
Gamma Gt
mg/dl
mg/dl
U/L
U/L
U/L
Iu/ml
Metabolisme KH
Glukosa Sewaktu
GDP
GD 2 PP
Hb A1c
mg/dL
mg/dL
mg/dL
%
Ginjal
Ureum
Kreatinin
Asam Urat
mg/dL
mg/dL
mg/dL
57
1,43
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)
mEq/L
mEq/L
mEq/L
130
4,9
98
09/11/12
12/11/12
Keterangan
Nilai
Normal
11,7 - 15,5
4,20 - 4,87
4,5 - 11,0
36 – 44
150 – 450
11,6 – 14,8
7,0 – 10,2
36
2127
3,50
2,80
112
782
1177
90
<200
70-120
<200
<7%
448,0
247
349
11,7
44,40
0,91
4,7
134
5,3
101
0,2 – 1,0
0,05 – 0,3
53 - 128
<38
<41
< 50
0,50 – 0,90
< 5,7
135 – 155
3,6 – 5,5
96 – 106
Universitas Sumatera Utara
Tabel 3.2 Lanjutan Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik
Jenis Pemeriksaan
Satuan
Unit
Tanggal
08/11/12
Keterangan
Nilai
Normal
09/11/12
12/11/12
7,305
11,7
178
5,7
6,0
-17,5
99,3
1,8
7,496
22,4
181,5
16,9
17,6
-4,3
99,6
1,1
FAAL
HEMOSTASIS
PT + INR
Waktu protombin
Kontrol
Pasien
INR
APTT
Kontrol
Pasien
WAKTU TROMBIN
Kontrol
Pasien
KIMIA KLINIK
Analisis Gas Darah :
pH
pCO2
pO2
Binarkonar (HCO3)
Total CO2
Kelebihan Basa (BE)
Saturasi O2
Troponin T
Lemak
Kolesterol total
Trigliserida
HDL
LDL
Enzim Jantung
CK-MB
Urinalisis
Keton
Protein
Imunoserologi
Hepatitis
HbsAg
Detik
Detik
12,50
35,6
3,22
Detik
Detik
37,5
42,5
Detik
Detik
13,5
18,5
7,384
mmHg 26,3
mmHg 184,4
mmol/L 15,3
mmol/L 16,1
mmol/L -7,9
%
99,5
µg/L
7,35 – 7,45
38 – 42
85 – 100
22 – 26
19 – 25
(-2) – (+2)
95 – 100
0 – 0,1
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dl
106
93
20
73
< 200
40 – 200
> 65
< 150
U/L
204
7 - 25
Positif
+1
Negatif
Negatif
Positif
2091
Cut off
index ≥ 1,0:+
Universitas Sumatera Utara
Pada tanggal 08, 13, dan 14 November dilakukan pemeriksaan EKG
dengan hasil sebagai berikut:
•
Atrial fibrilation with rapid ventricullar response
•
Voltage criteria for left ventricular hipertrhopy
•
Nonspesific ST and T wave abnormality
•
Anteroseptal infarct, age undetermined
•
Abnormal EKG
Pasien juga dilakukan pemeriksaan foto thorak dengan hasil murmur (+),
kardiomegali dan elongasi aorta sebagai penyebab gagal jantung kongestif.
3.4
Terapi
Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien menerima obat-obatan
sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam formularium jamkesmas yang
dikeluarkan oleh Menkes RI. Obat-obat yang digunakan pasien selama terapi
dapat dilihat pada Tabel 3.3
Tabel 3.3 Daftar Obat-Obatan yang Diterima Pasien Selama Dirawat di RSUP
H. Adam Malik Medan
Tanggal
09
November
2010
Jenis Obat
Paten/
Generik
O2
Bentuk
Sediaan
Kekuatan
Dosis
Sehari
Rute
Gas
2-4L/menit
Inhalasi
Digoxin
Tablet
0,25 mg/tablet
1 x 0,25 mg
p.o
Simarc 2
Tablet
2 mg/tablet
1 x 2 mg
p.o
Simvastatin
Tablet
20 mg/tablet
1 x 20 mg
p.o
Omeprazole
Tablet
20 mg/kapsul
2 x 20 mg
p.o
Alprazolam
Tablet
0,5 mg/tablet
1 x 0,5 mg
p.o
Universitas Sumatera Utara
10- 12
November
2012
13
November
2012
14-17
November
2012
O2
Gas
2-4 L/menit
inhalasi
Digoxin
Tablet
0,25 mg/tablet
1 x 0,25 mg
p.o
Simarc 2
Tablet
2 mg/tablet
1 x 2 mg
p.o
Simvastatin
Tablet
20 mg/tablet
1 x 20 mg
p.o
Omeprazole
Tablet
20 mg/kapsul
2 x 20 mg
p.o
Alprazolam
Tablet
0,5 mg/tablet
1 x 0,5 mg
p.o
Humulin R
Injeksi
1000 ui/vial
3 x 6 UI
s.c
Humulin N
Injeksi
1000 ui/vial
1 x 8 UI
s.c
Captopril
Tablet
12,5 mg/tablet
2 x 6,5 mg
p.o
O2
Gas
2-4 L/menit
inhalasi
Digoxin
Tablet
0,25 mg/tablet
1 x 0,25 mg
p.o
Simarc 2
Tablet
2 mg/tablet
1 x 2 mg
p.o
Simvastatin
Tablet
20 mg/tablet
1 x 20 mg
p.o
Omeprazole
Tablet
20 mg/kapsul
2 x 20 mg
p.o
Alprazolam
Tablet
0,5 mg/tablet
1 x 0,5 mg
p.o
Humulin R
Injeksi
1000 ui/vial
3 x 6 UI
s.c
Humulin N
Injeksi
1000 ui/vial
1 x 8 UI
s.c
Captopril
Tablet
12,5 mg/tablet
2 x 6,5 mg
p.o
Aspilet
Tablet
80 mg/tablet
1 x 80 mg
p.o
Clopidogrel
Tablet
75 mg/tablet
1 x 75 mg
p.o
ISDN
Tablet
5 mg/tablet
3 x 5 mg
p.o
Digoxin
Tablet
0,25 mg/tablet
1 x 0,125 mg
p.o
Simarc 2
Tablet
2 mg/tablet
1 x 2 mg
p.o
Simvastatin
Tablet
20 mg/tablet
1 x 20 mg
p.o
Omeprazole
Tablet
20 mg/kapsul
2 x 20 mg
p.o
Humulin R
Injeksi
1000 ui/vial
3 x 6 UI
s.c
Humulin N
Injeksi
1000 ui/vial
1 x 8 UI
s.c
Captopril
Tablet
12,5 mg/tablet
2 x 6,5 mg
p.o
Aspilet
Tablet
80 mg/tablet
1 x 80 mg
p.o
Clopidogrel
Tablet
75 mg/tablet
1 x 75 mg
p.o
ISDN
Tablet
5 mg/tablet
3 x 5 mg
p.o
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien masuk RSUP H. Adam Malik pada tanggal 08 November 2012
pukul 12.40 WIB melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan keluhan BAB
berwarna hitam (berdarah), sesak napas dan jantung berdebar-debar. Pasien
mengalami BAB berdarah dan jantung berdebar-debar sejak 2 hari ini, serta nyeri
ulu hati yang kemudian muncul sesak napas. Sesak napas dialami pasien kurang
lebih 2 bulan ini dan sesak nafas semakin memberat dalam 2 sehari terakhir, sesak
nafas yang dialami pasien berhubungan dengan aktivitas dan tidak dipengaruhi
cuaca. Pasien mempunyai riwayat tidur dengan 2-3 bantal untuk mengurangi
sesak, dan sering terbangun tengah malam karena sesak. Sebelumnya pasien juga
mempunyai riwayat bengkak pada kedua kakinya.
Riwayat penyakit terdahulu adalah penyakit jantung kongestif (CHF),
dengan tekanan darah tertinggi 170 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat penyakit
jantung koroner yang sudah dialami pasien selama 2 tahun terakhir dan pasien
sudah dipasang ring/cincin.
Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat, kemudian diperiksa oleh
dokter, diagnosa awal pasien masuk adalah CHF Stage III/IV ec CAD + HHD +
Stress Hyperglikemik ec DM tipe II + Dyspepsia. Lalu keluarga pasien mengisi
biodata di bagian informasi dan melengkapi berkas administrasi, dan untuk
pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap terpadu (Rindu) A2 di ruang
penyakit dalam pria.
Universitas Sumatera Utara
Selama dirawat, pasien mendapat terapi obat-obatan. Pasien menjalani
pemeriksaan laboratorium patologi klinik, EKG, USG abdomen, dan foto thoraks.
Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami CHF Stage
III/IV ec CAD + HHD + DM tipe II.
Penulis melakukan pemantauan terapi obat, mengedukasi pasien untuk
meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat dan komunikasi
dengan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan kualitas pengobatan yang
terbaik mulai dari tanggal 09 November sampai tanggal 17 November 2012.
Pemantauan terapi obat dilakukan untuk melihat apakah penggunaan obat untuk
terapi pasien diberikan secara rasional. Rasionalitas penggunaan obat meliputi
tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada efek samping.
Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat yang diberikan.
Penyampaian informasi penting tentang obat disampaikan secara langsung kepada
pasien atau keluarganya untuk meningkatkan pemahaman pasien mengenai obat.
4.1 Pembahasan Tanggal 09 November 2012
Pemantauan SOAP
Kondisi Klinis (S/O)
S : Sesak
O:
Sens : CM
TD :110/80 mmHg,
HR : 89x/menit
(RR) :28x/menit
Temperatur :36,8oC.
Masalah terkait obat
(Assessment)
- Warfarin >< Omeprazole
Meningkatkan efek
Rekomendasi
(Planning)
Dokter:
Pertimbangkan kembali
antikoagulan dari warfarin
penggunaan warfarin dan
(omeprazole menurunkan
jika memang harus
metabolisme warfarin)
digunakan maka sebaiknya
dilakukan pengurangan dosis
warfarin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 09 November 2012
No
Jenis Obat
Paten/Generik
Sediaan
Dosis
Bentuk
Kekuatan
Gas
2-4L/menit
Rute
Sehari
1
O2
Inhalasi
2
Digoxin
Tablet
0,5 mg/tablet
1 x 0,25 mg
p.o
3
Simarc 2
Tablet
2 mg/tablet
1 x 2 mg
p.o
4
Simvastatin
Tablet
20 mg/tablet
1 x 20 mg
p.o
5
Omeprazole
Tablet
20 mg/kapsul
2 x 20 mg
p.o
6
Alprazolam
Tablet
0,5 mg/tablet
1 x 0,5 mg
p.o
4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien
Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan
nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai
dengan nama yang tertera pada etiket.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti patologi klinik,
foto thoraks dan EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec
CAD + HHD. Dan berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu
didapatkan kadar gula darah pasien yang tinggi yaitu 448 mg/dl dengan nilai
normal <200 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa pasien telah mengalami diabetes
melitus tipe II. Pemeriksaan fisik berupa terjadinya sesak nafas, jantung berdebar–
debar dan rasa lemas saat bekerja bahkan saat istirahat, memperkuat bahwa pasien
mengalami CHF (Tierney, dkk., 2002). Jadi, dalam hal ini sudah tepat pasien.
4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi
Pasien diberikan O2 karena keadaan sesak nafas yang dialami pasien,
sehingga pemberian O2 dapat membantu pernafasan pasien. Pemberian O2 untuk
memperbaiki penyampaian oksigen, memperbaiki otot kerja pernafasan dan
Universitas Sumatera Utara
membatasi vasokonstriksi paru. Pada gagal jantung terapi O2 digunakan untuk
mengurangi kebutuhan jantung. Jadi, pemberian O2 ini tepat indikasi.
Digoksin merupakan senyawa glikosida jantung yang digunakan untuk
terapi gagal jantung. Digoksin sekarang ini hanya digunakan untuk pasien gagal
jantung dengan fibrilasi atrium atau pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang
masih simtomatis, terutama yang disertai takikardia. Pada pasien gagal jantung
dengan fibrilasi atrium, digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel akibat
hambatan pada nodus AV (Tjay dan Raharja, 2007). Dari hasil pemeriksaan EKG
yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pasien menderitasi gagal jantung kongestif
dengan fibrilasi atrium. Jadi, pemakain digoksin sudah tepat indikasi.
Simarc 2 atau warfarin adalah obat yang dapat mencegah pembekuan
darah, merupakan antagonis vitamin K. Terutama digunakan untuk prevensi
sekunder infark otak dan jantung (Tjay dan Raharja, 2007). Warfarin juga
digunakan untuk profilaksis dan terapi thrombosis vena, embolism pulmonari,
embolism sistemik setelah infark miokardiak (Depkes RI, 2007). Obat ini sudah
tepat indikasi.
Simvastatin merupakan salah satu obat golongan statin (penghambat
reduktase). Simvastatin digunakan untuk menurunkan jumlah kolesterol total dan
LDL pada hiperkolesterolemia primer dan familial dan demikian dapat
mengurangi insiden gangguan koroner dan kematian. Juga untuk prevensi
sekunder sesudah infark, TIA, stroke, bedah bypass, dan pada angina stabil (Tjay
dan Raharja, 2007). Berdasarkan diagnosa dokter bahwa pasien menderita CHF
stage III/IV ec CAD. Jadi pemberian simvastatin sudah tepat indikasi.
Universitas Sumatera Utara
Omeprazol adalah salah satu obat golongan penghambat pompa proton
(PPI), penghambat sekresi asam lambung lebih kuat dari AH2. PPI adalah suatu
prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi
dan masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan berdifusi ke sel parietal lambung,
terkumpul di kanakuli
sekretoar dan mengalami aktivasi menjadi bentuk
sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan sulfhidril enzim
H+,K+,ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran
apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim
tersebut. Produksi asam lambung terhenti 80%-95%, setelah penghambatan
pompa proton tersebut. Penghambatan berlangsung lama antara 24–48 jam
(Gunawan, 2007). Penggunaan omeprazole sebagai terapi sekresi asam lambung
yang berlebihan sudah tepat indikasi.
Alprazolam diindikasikan untuk gangguan kecemasan, panik dengan atau
tanpa agorafobia (ketakutan di ruang terbuka), kecemasan yang berkaitan dengan
depresi (Depkes RI, 2007). Alprazolam ini obat yang termasuk dalam
benzodiazepin yang bekerja dengan cepat setelah dikonsumsi (Anonim, 2009).
Obat ini sudah tepat indikasi untuk pasien yang mengalami kecemasan, gelisah
dan susah tidur di malam hari. Jadi, pemberiannya tepat indikasi.
4.1.3 Pengkajian Tepat Obat
Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung adalah sebagai inotropik
positif (meningkatkan kontraktilitas sel otot jantung), kronotropik negatif
(mengurangi frekuensi denyut ventrikel) dan mengurangi aktivitas saraf simpatis
(Gunawan, 2007). Pemberian digoksin yang penggunaannya terutama pada
Universitas Sumatera Utara
dekompensasi jantung dan memperkuat otot jantung adalah sudah tepat pada
pasien yang mengalami gagal jantung kongestif (Tatro, 2003).
Simarc 2 merupakan obat antikoagulansia yaitu zat- zat yang dapat
mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin.
Warfarin mempengaruhi sintesis faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II,
VII, IX, X) di hati (Depkes RI, 2007).
Warfarin bekerja dengan cara
mengantagonisir fungsi kofaktor vitamin K (Mycek, 2001). Penggunaan warfarin
harus selalu berpedoman pada masa protrombin dan nilai INR (International
Normalized Ratio) dari pasien, serta diperhatikan kecenderungan untuk terjadinya
perdarahan (Gunawan, 2007). Komplikasi perdarahan umumnya terjadi bila PT
(Prothrombin Time) ratio 1,3-1,5 nilai normal. Pada pasien atrial fibrilasi target
nilai INR adalah 2,5 dengan range 2,0-3,0. Semakin tinggi nilai INR maka
semakin encer darah (Keeling, dkk., 2011). Nilai INR juga dapat diperpanjang
oleh penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati, jaundice),
afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), disseminated
intravascular coagulation (DIC), fibrinolisis, hemorrhagic disease of the newborn
(HDN), gangguan reabsorbsi usus.
Berdasarkan hasil pemeriksaan faal hemostatis diperoleh nilai PT pasien
35,60 detik (kontrol = 12,50) dan INR 3,22. Dan berdasarkan pemeriksaan hati
pada tanggal 09 November diperoleh nilai ALT/SGPT 2127 U/L (normal <41
U/L). Peningkatan nilai ALT menunjukkan bahwa ada gangguan pada fungsi hati.
Dan dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki resiko terjadinya
perdarahan, sehingga pemberian warfarin belum tepat obat.
Universitas Sumatera Utara
Simvastatin memiliki mekanisme kerja berdasarkan penghambatan enzim
HMG-CoA-reduktase yang berperan esensial dalam hati untuk mengubah HMGCoA (hidroximetilglutaril-coenzim A) menjadi asam mevalonat. Melalui
mekanisme lain akhirnya terbentuk kolesterol. Simvastatin digunakan untuk
menurunkan jumlah kolesterol total dan LDL pada hiperkolesterolemia primer dan
familial dan demikian dapat mengurangi inseiden gangguan koroner dan
kematian. Juga untuk prevensi sekunder sesudah infark, TIA, stroke, bedah
bypass, dan pada angina stabil (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi pemberiannya sudah
tepat obat.
Omeprazol adalah senyawa benzimidazol yaitu penghambat proton yang
pertama yang digunakan dalam terapi untuk menurunkan dengan sangat kuat
produksi asam lambung. Penggunaannya sama dengan H2-blockers pada gastritis,
tukak lambung-usus sedang. Obat ini seringkali kurang tepat diresepkan
berlebihan, pada kasus-kasus yang sebetulnya dapat ditangani oleh H2-blockers
dengan inhibisi asam tidak begitu kuat. Indikasi penghambat pompa proton sama
dengan antihistamin-2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom ZollingerEllison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik dari AH2 pada
dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu (Gunawan, 2007).
Penanganan pada sekresi asam lambung yang berlebihan, pemberian omeprazol
sudah tepat obat.
Pemberian Alprazolam sudah tepat obat untuk pasien yang mengalami
gelisah dan susah tidur di malam hari karena merupakan obat golongan
benzodiazepin yang merupakan obat antiansietas dan kecemasan (Gunawan,
2007). Mekanisme kerja obat ini berikatan dengan reseptor benzodiazepin pada
Universitas Sumatera Utara
saraf post sinap GABA di beberapa tempat di SSP. Peningkatan efek inhibisi
GABA menimbulkan peningkatan permiabilitas terhadap ion klorida yang
menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi (Depkes RI, 2007).
4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis
Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat
pemberian dan interval dosis. Kajian ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.2
di bawah ini.
Tabel 4.2 Pengkajian Tepat Dosis
Jenis Obat/
Bentuk
Sediaan /
Kekuatan
Sediaan
Regimen
Dosis
Route
Pemberian
Lama
Pemberian
Saat
Pemberian
-
Sesudah
Setiap 24
makan
jam
(Tjay, 2007)
Digoxin/tablet
/0,25mg/tablet
0,125–1,5
mg/hari
(Depkes,
1979)
Oral
Simarc/tablet/
2mg/tablet
2,0-15 mg
(Tjay, 2007)
Oral
Simvastatin
20 mg/ tablet
5-40mg/hari
Oral
-
Omeprazole/
kapsul/ 20mg
/tablet
(Depkes RI,
2007)
Alprazolam
/tablet/0,5 mg
(AHFS)
20–40
mg/hari
(Depkes RI,
2007)
Oral
(Depkes RI,
2007)
4–8 minggu
(Depkes RI,
2007)
Oral
(AHFS,
2004)
-
0,75-1,5
mg/hari
(AHFS,
2004)
Interval
Pemberian
Sesudah
makan
Setiap 24
jam
Malam hari
(AHFS,
2004)
Sebelum
makan
(Tatro,
2003)
Setiap 24
jam
Pagi, Siang
dan Malam
Setiap 12
jam atau 24
jam
(Depkes RI,
2007)
Setiap 8 jam
Digoksin memiliki dosis awal 0,5–1,0 mg dan dosis pemeliharan 0,1250,5 mg setiap hari. Pemberian digoksin ini harus dimonitoring setiap waktu karena
Universitas Sumatera Utara
memiliki indeks terapi sempit. Jadi pemberian digoksin dengan dosis 0,25 mg
untuk satu hari sudah tepat dosis (Tjay dan Raharja, 2007).
Besarnya dosis warfarin yang diberikan bergantung keadaan pasien,
sebagai pedoman harus selalu diperiksa masa protrombin, serta diperhatikan
kecenderungan untuk terjadinya perdarahan (Gunawan, 2007). Simarc 2 atau
warfarin memiliki kekuatan 2 mg/tablet, diberikan pada pasien secara oral dengan
dosis 1 tablet sekali pakai dengan intreval waktu pemberian 24 jam (sekali sehari).
Dosis awal 10-15 mg/hari selama 3 hari, tetapi untuk pasien lansia dan beresiko
mengalami interaksi obat dosis awal yang diberikan 2,5 mg/hari.
Dosis
pemeliharaan 2-10 mg/hari (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi, dosis yang diberikan
pada pasien sudah tepat.
Pemberian dosis Simvastatin 20 mg/hari pada pagi hari sudah tepat dosis
tetapi belum tepat saat pemberian karena sebaiknya simvastatin diberikan pada
malam hari. Produksi tertinggi dari kolesterol hati terjadi pada malam hari (Tatro,
2003). Menurut Depkes, 2007, dosis permulaan simvastatin 10 mg malam hari,
dan bila perlu ditingkatkan dengan dosis maksimal 40mg/hari.
Alprazolam memiliki kekuatan 0,5 mg/tablet, diberikan kepada pasien
dengan dosis 1 tablet sekali pakai dengan interval waktu pemberian 24 jam (sekali
sehari). Dosis lazim alprazolam untuk kepanikan atau kecemasan adalah 0,5 mg-4
mg/hari (Tatro, 2003). Jadi, dosis yang diberikan pada pasien 0,5 mg/hari sudah
tepat dosis.
Kapsul omeprazole dengan kandungan dosis 20 mg dan penggunaan obat
setiap hari adalah 40 mg setiap hari. Dosis penggunaan omeprazole pada terapi
peptic ulcer adalah 20–40 mg setiap hari selama 4–8 minggu (Depkes RI, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Pada pasien omeprazol diberikan dengan dosis 20 mg dua kali sehari setelah
makan. Pemberian omeprazole ini sudah tepat dosis tetapi belum tepat saat
pemberian karena seharusnya omeprazol diberikan sebelum makan (Tatro, 2003).
Penghambat Pompa Proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana
asam untuk aktivasinya (Gunawan, 2007).
4.1.5 Waspada efek samping
Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak
diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi
obat
oleh
apoteker
menjadi
sangat
penting
untuk
membantu
dalam
mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari obat yang
digunakan dalam terapi dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini.
No
1
2
Nama Obat/RM
Digoxin
Simarc-2
Efek Samping
Interaksi obat
Biasanya berhubungan
dengan dosis yang berlebih,
termasuk : anoreksia, mual ,
muntah, diare, nyeri
abdomen, gangguan
penglihatan, sakit kepala,
rasa capek, mengantuk ,
bingung, delirium,
halusinasi, depresi ; aritmia,
heart block ; jarang terjadi
rash (Depkes RI, 2007).
Interaksi obat – obat :
Warfarin X Omeprazole
Meningkatkan efek
antikoagulan dari
warfarin (menurunkan
metabolisme warfarin).
Pendarahan, , demam, nyeri,
sakit kepala, pusing, stroke,
wajah kemerahan, mual,
muntah, kram perut, sakit
abdominal, diare, reaksi
alergi (Depkes RI, 2007).
Urin merah kekuningan,
demam (Tatro, 2003)
Interaksi obat-hasil
lab:Pemakaian digoksin
dapat membuat otot
jantung menjadi lebih
peka bila kekurangan
kalium (hipokalemia).
Universitas Sumatera Utara
3
Simvastatin
4
Omeprazol
5
Alprazolam
Nyeri abdomen, konstipasi,
distensi abdomen, astenia,
sakit kepala, miopati,
rabdomiolisis (AHFS, 2004)
Efek samping yang paling
sering muncul yaitu sakit
kepala, diare dan
kemerahanpada kulit. Efek
samping yang lain meliputi
gatal, pusing, konstipasi,
mual, muntah,
Hipotensi, bingung, ataksia,
pusing, lelah, kelemahan
ingatan, sakit kepala, euporia,
insomnia, diare, mulut kering,
anemia, penurunan fungsi
hati (Tatro, 2003). Depresi,
mengantuk, disartria
(gangguan berbicara),
gangguan ingatan, sedasi
(Depkes RI, 2007).
Interaksi obat –
makanan
Merokok menurunkan
konsentrasi
Alprazolam sampai
50% (Depkes RI,
2007)
4.1.6 Rekomendasi Untuk Dokter
Pada penanganan gagal jantung prinsip manajemen terapinya meliputi
pengurangan beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung
(kontraktilitas), dan juga mengontrol penggunaan garam (Price dan Wilson,
2005). Panduan praktik terbaik yang dikeluarkan oleh American Heart
Association telah mengidentifikasi penggunaan penyekat beta dan penghambat
enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE) sebagai terapi yang paling efektif
untuk gagal jantung kecuali ada kontraindikasi khusus. Inhibitor ACE
menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma (preload) sehingga mengurangi
beban kerja jantung (Corwin, 2009). Selain itu, penghambat ACE dapat
memperlambat progresi remodelling miokard sehingga dapat mengurangi
mortalitas dan mencegah memburuknya fungsi jantung.
Dalam kasus ini,
Universitas Sumatera Utara
sebaiknya pasien juga diterapi dengan menggunakan inhibitor ACE atau penyekat
beta.
Dan pada tanggal 08 November berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa
darah sewaktu didapatkan kadar gula darah pasien yang tinggi yaitu 448 mg/dl
dengan nilai normal <200 mg/dl (Depkes, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa
pasien telah mengalami diabetes melitus tipe II. Dalam kasus ini, pasien sebaiknya
mendapatkan terapi obat antidiabetik.
Warfarin memiliki luas terapi yang sempit, penggunaan warfarin harus
selalu berpedoman pada masa protrombin dan nilai INR (International
Normalized Ratio) dari pasien, serta diperhatikan kecenderungan untuk terjadinya
perdarahan (Gunawan, 2007). Berdasarkan hasil pemeriksaan faal hemostatis
diperoleh nilai PT pasien 35,60 detik (kontrol = 12,50) dan INR 3,22. Dan
berdasarkan pemeriksaan hati pada tanggal 09 November diperoleh nilai
ALT/SGPT 2127 U/L (normal <41 U/L). Dan dari hasil ini dapat disimpulkan
bahwa pasien memiliki resiko terjadinya perdarahan, sehingga pemberian warfarin
perlu dipertimbangkan kembali.
4.1.7
Rekomendasi Untuk Perawat
Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk menjaga
kestabilan obat-obat yang digunakan dalam terapi dan menjaga kebersihan
lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan. Saran yang diberikan
pada perawat yaitu:
-
obat disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering pada
suhu ruangan 25oC-30oC, hindari obat dari panas dan cahaya matahari
langsung
Universitas Sumatera Utara
-
cara penanganan sampah obat yang berupa bahan padat yaitu pada tempat
penimbunan sampah dan diinsenerasi suhu sedang dan tinggi oleh pihak
terkait.
-
Pemberian simvastatin sebaiknya diberikan pada malam hari. Produksi
tertinggi dari kolesterol di hati terjadi pada malam hari sehingga obat dapat
bekerja secara optimal (Tatro, 2003).
4.2 Pembahasan Tanggal 10–12 November 2012
Pemantauan SOAP
Pemantauan
10-11-12
11-11-12
12-11-12
S
Sesak dan lemas
Sesak dan lemas
Sesak dan lemas
O:
Sens :
TD (mmHg)
HR (x/menit)
RR (28x/menit)
Temperatur : oC
CM
120/80
116
31
36,8
CM
130/80
89
32
35.8
CM
130/80
93
31
36,0
A (Assessment)
- Warfarin >< Omeprazole
Meningkatkan
efek
antikoagulan
dari
warfarin
(omeprazole menurunkan metabolisme warfarin)
- Humulin R
Insulin tidak selalu diberikan tepat ½ jam sebelum makan.
Insulin menghasilkan efek ½ jam setelah disuntikkan.
P (Planning)
Dokter:
Pertimbangkan kembali penggunaan warfarin dan jika
memang harus digunakan maka sebaiknya dilakukan
pengurangan dosis warfarin.
Perawat:
- Memperhatikan ketepatan waktu pemberian insulin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.4 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 10–12 November 2012
No
1
2
Jenis Obat
Paten/Generik
O2
Digoxin
Sediaan
Bentuk
Kekuatan
Gas
2-4L/menit
Tablet
0,5 mg/tablet
1 x 0,25 mg
Inhalasi
p.o
3
4
5
6
7
8
9
Simarc 2
Simvastatin
Omeprazole
Alprazolam
Humulin R
Humulin N
Captopril
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Injeksi
Injeksi
Tablet
1 x 2 mg
1 x 20 mg
2 x 20 mg
1 x 0,5 mg
3 x 6 UI
1 x 8 UI
2 x 6,5 mg
p.o
p.o
p.o
p.o
s.c
s.c
p.o
2 mg/tablet
20 mg/tablet
20 mg/kapsul
0,5 mg/tablet
1000 ui/vial
1000 ui/vial
12,5 mg/tablet
Dosis
Sehari
Rute
4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien
Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan
nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai
dengan nama yang tertera pada etiket.
Pada tanggal 10 November 2012 dokter menegakkan diagnosis bahwa
pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD dan DM Tipe II . Berdasarkan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti foto thoraks, patologi klinik dan
EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan
DM Tipe II. Jadi, dalam hal ini diagnosis dokter sudah tepat pasien.
4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi
Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 10-12 November
2012 yaitu terapi O2, digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole dan alprazolam
dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi pada tanggal 09 November 2012 pada
halaman 33-35. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga
menggunakan obat lain yaitu captopril, Humulin R dan Humulin N.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan pemeriksaan lobaratorium potologi klinik diperolah kadar
gula puasa 247 mg/dl, kadar glokusa darah 2 jam setelah makan 349 mg/dl, dan
kadar HbA1c 11,7%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien telah mengalami
diabetes melitus tipe II. Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM
tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan antidiabetik oral, pasien DM
pasca pankreatoktomi atau DM gestasional, DM dengan ketoasidosis, koma
nonketosis, atau komplikasi lain. Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan
tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki
semua aspek metabolisme (Gilman dan Goodman, 2006). Jadi pemberian insulin
sudah tepat indikasi.
Captopril (derivat prolin) adalah penghambat ACE pertama yang digunakan.
Efek peniadaan pembentukan AT II adalah vasodilatasi dan berkurangnya retensi
garam dan air. Captopril digunakan pada hipertensi ringan sampai berat dan pada
dekompensasi jantung (Tjay dan Raharja, 2007). Captopril juga telah banyak
digunakan dalam pengobatan gagal jantung dan pengobatan setelah infark
mikardial (Katzung, 2001). Pemberian captopril pada gagal jantung kongestif
sudah tepat indikasi.
4.2.3 Pengkajian Tepat Obat
Pengkajian tepat obat yang digunakan pada tanggal 10-12 November 2012
yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole dan alprazolam dapat dilihat
pada pengkajian tepat obat pada tanggal 09 November 2012 pada halaman 35-37.
Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat
lain yaitu captopril, Humulin R dan Humulin N.
Universitas Sumatera Utara
Pada pemberian insulin untuk pasokan insulin sudah tepat tapi sebaiknya
dikombinasi dengan antidiabetik oral yang biasa diberikan pada penderita DM
tipe 2. Pemberian Reguler insulin untuk antidiabetes karena insulin yang
dihasilkan oleh sel beta pada pankreas tidak mencukupi (Tjay dan Raharja, 2002).
Dosis insulin yang paling penting pada DM tipe II adalah dosis pada malam hari.
Insulin berdaya kerja lama dan diberikan cukup malam sehingga akan bekerja
disepanjang waktu tidur untuk mempertahankan penekanan produksi glukosa hati
(Stein, 2001). Jadi pemberian Humulin R dan Humulin N sudah tepat obat.
Pada penanganan gagal jantung prinsip manajemen terapinya meliputi
pengurangan beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung
(kontraktilitas), dan juga mengontrol penggunaan garam (Price dan Wilson,
2005). Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma (preload)
sehingga mengurangi beban kerja jantung (Corwin, 2009). Selain itu, penghambat
ACE dapat memperlambat progresi remodelling miokard sehingga dapat
mengurangi mortalitas dan mencegah memburuknya fungsi jantung. Pemberian
captopril untuk penanganan gagal jantung kongestif sudah tepat obat.
4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis
Pengkajian tepat dosis yang digunakan pada tanggal 10-12 November
2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole dan alprazolam dapat
dilihat pada pengkajian tepat dosis pada tanggal 09 November 2012
pada
halaman 38-40. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga
menggunakan obat lain yaitu captopril, Humulin R dan Humulin N. Pengkajian
tepat dosisnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 10–12 November 2012
Jenis Obat/
Bentuk
Sediaan /
Kekuatan
Sediaan
Humulin R
1000 UI/ vial
Humulin N
1000 UI/ vial
Captopril/
tablet/ 12,5
mg/tablet
(AHFS, 2004)
Regimen
Dosis
Route
Pemberian
Lama
Pemberian
Saat
Pemberian
Interval
Pemberian
Individual
Subkutan
-
Setiap 8 jam
Individual
Subkutan
-
½ jam
sebelum
makan
(AHFS,
2004)
Malam hari
(Stein,
2001)
1 jam
sebelum
atau 2 jam
sesudah
makan
(Tatro,
2003)
19,5 - 150
mg/hari
(AHFS,2004)
Oral
(AHFS,
2004)
-
Setiap 24
jam
Setiap 8
jam (AHFS,
2004)
Pemberian Humulin R 6 IU setiap setengah jam sebelum makan untuk
mengatasi kadar gula darah pasien yang tinggi dan humulin N 8 IU dimana dosis
ini disesuaikan dengan kondisi pasien. Jadi pemberiannya sudah tepat dosis.
Dosis awal captopril untuk terapi gagal jantung adalah 6,25–12,5 mg tiga
kali sehari, kemudian berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 25-50 mg tiga kali
sehari (McEvoy, 2004). Dosis pemberian captopril 6,5 dua kali sehari belum tepat
dosis, dan belum tepat saat pemberian karena captopril diberikan kepada pasien
setelah makan, yang seharusnya diberikan 1 jam sebelum makan atau sampai 2
jam setelah makan karena makanan akan menurunkan absorpsi captopril.
4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping
Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat
dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
N
O
1
2
Nama Obat/RM
Humulin R
Humulin N
Efek Samping
Interaksi obat
Hipoglikemik, reaksi alergi,
dan gangguan penglihatan,
retensi Natrium, rasa
kembung di abdomen dan
edema
(McEvoy, 2004)
Captopril
Takikardia, hipotensi, sakit
kepala, rhinitis, mual, batuk
kering, hiperkalemia,
hiponatremia (Tatro, 2003)
Interaksi obat – obat :
Kaptopril X Digoksin
Dapat meningkatkan
kadar digoksin dalam
darah
Interaksi obat –
makanan
Obat – obat anti
diabetes dengan
makanan yang
mengandung
karbohidrat. Makanan
akan menurunkan
absorpsi dari obat –
obat anti diabetes.
4.2.6 Rekomendasi untuk Dokter
- Captopril
Perlunya untuk meningkatkan dosis captopril menjadi 6,25 mg tiga kali
sehari. Dosis awal captopril untuk terapi gagal jantung adalah 6,25–12,5
mg tiga kali sehari, kemudian berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai
25-50 mg tiga kali sehari (McEvoy, 2004).
4.2.7 Rekomendasi untuk Perawat
- Pemberian Humulin R diberikan setengah jam sebelum makan, karena
mulai kerja dari Humulin R setengah jam setelah disuntikkan, agar
didapatkan respon pengobatan yang diharapkan.
- Pemberian Captopril sebaiknya 1 jam sebelum makan atau sampai 2 jam
setelah makan karena makanan akan menurunkan absorpsi captopril.
Universitas Sumatera Utara
4.3 Pembahasan Tanggal 13 November 2012
Pemantauan SOAP
Kondisi Klinis (S/O)
S : Sesak
O:
Sens : CM
TD :120/80 mmHg,
HR : 89x/menit
(RR) :24x/menit
Temperatur :36,0oC.
Masalah terkait obat
(Assessment)
Warfarin >< Omeprazole
- Meningkatkan
Rekomendasi
(Planning)
Dokter:
efek Pertimbangkan kembali
antikoagulan
dari
(omeprazole
warfarin penggunaan warfarin dan
menurunkan jika memang harus
metabolisme warfarin)
Humulin R
digunakan maka sebaiknya
dilakukan pengurangan
- Pasien memerlukan terapi obat dosis warfarin.
tetapi mendapat dosis obat Memberikan insulin
yang
kurang
(pemeriksaan dengan dosis yang lebih
KGD 2 jam pp 374,0 mg/dl)
tinggi sehingga
- Insulin tidak selalu diberikan menghasilkan respon yang
tepat ½ jam sebelum makan. diharapkan.
Insulin menghasilkan efek ½ Perawat:
jam setelah disuntikkan.
Memperhatikan ketepatan
waktu pemberian insulin.
Tabel 4.7 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 13 November 2012
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Jenis Obat
Paten/Generik
O2
Digoxin
Simarc 2
Simvastatin
Omeprazole
Alprazolam
Humulin R
Humulin N
Captopril
Aspilet
Clopidogrel
Bentuk
Gas
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Tablet
Injeksi
Injeksi
Tablet
Tablet
Tablet
Sediaan
Kekuatan
2-4L/menit
0,5 mg/tablet
2 mg/tablet
20 mg/tablet
20 mg/kapsul
0,5 mg/tablet
1000 ui/vial
1000 ui/vial
12,5 mg/tablet
80 mg/tablet
75 mg/tablet
12
ISDN
Tablet
5 mg/tablet
Dosis
Sehari
1 x 0,25 mg
1 x 2 mg
1 x 20 mg
2 x 20 mg
1 x 0,5 mg
3 x 6 UI
1 x 8 UI
2 x 6,5 mg
1 x 80 mg
1 x 75 mg
3 x 5 mg
Rute
Inhalasi
p.o
p.o
p.o
p.o
p.o
s.c
s.c
p.o
p.o
p.o
p.o
Universitas Sumatera Utara
4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien
Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan
nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai
dengan nama yang tertera pada etiket.
Pada tanggal 13 November 2012 dokter menegakkan diagnosis bahwa
pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. Berdasarkan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti foto thoraks, patologi klinik dan
EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan
DM Tipe II. Jadi, dalam hal ini diagnosis dokter sudah tepat pasien.
4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi
Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 13 November 2012
yaitu terapi O2, digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam,
captopril, Humulin R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi
pada tanggal sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas,
pasien juga menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat
(ISDN).
Aspilet yang mengandung aspirin, menghambat sintesis tromboksan A2
dari asam arakidonat dalam trombosit oleh asetilasi irreversibel dan inhibisi
siklooksigenase, suatu enzim pokok dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan
A2. Tromboksan A2 meningkatkan agregasi trombosit. Dosis rendah aspirin (60
sampai 80 mg per hari) dapat menghambat produksi tromboksan dalam trombosit
secara irreversibel. Akibat penurunan tromboksan A2, agregasi trombosit
berkurang, yang menghasilkan efek antikoagulan dengan perpanjangan waktu
perdarahan (Mycek, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Aspilet dosis rendah diindikasi sebagai antitrombotik, dan banyak
digunakan untuk prevensi sekunder dari infark otak dan jantung. Risikonya
diturunkan dan jumlah kematian karena infark kedua dikurangi sampai 25% (Tjay
dan Raharja, 2007). Jadi pemberian aspilet sudah tepat indikasi.
Clopidogrel
sebagai
antitrombotik
diindikasikan
untuk
mencegah
terjadinya penggumpalan darah. Karena pasien mengalami CHF yang disebabkan
oleh terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah arteri sehingga dengan
pemberiaan clopidogrel menghindarkan berkembangnya trombi dengan jalan
menghambat penggumpalannya (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi pemberian tepat
indikasi.
Isosorbid dinitrat adalah derivat nitrat siklis yang bekerja long acting. Di
dinding pembuluh zat ini diubah menjadi nitrogenoksida (NO), yang mengaktivasi
enzim guanilsiklase dan menyebabkan peningkatan kadar cGMP (cycloguanilmonophosphate) di sel otot polos dan menimbulkan dilatasi. Penggunaan
nitrat organik untuk gagal jantung biasanya dalam bentuk kombinasi. Kombinasi
dilaporkan untuk memperbaiki suvival pasien gagal jantung. Penggunaan nitrat
organik sebagai obat tunggal untuk gagal jantung mungkin bermanfaat
memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung, terutama apabila pasien tersebut juga
menderita penyakit jantung iskemik (Gunawan, 2007). Pemberian isosorbid
dinitrat untuk penanganan gagal jantung sudah tepat indikasi.
4.3.3 Pengkajian Tepat Obat
Pengkajian tepat obat yang digunakan pada tanggal 13 November 2012
yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin
R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian tepat obat pada tanggal
Universitas Sumatera Utara
sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga
menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN).
Aspilet diberikan untuk menghindari terbentuk dan berkembangnya trombi
dengan jalan menghambat penggumpalannya akibat dinding pembuluh yang
rusak. (Tjay dan Raharja, 2002). Jadi pemberiannya tepat obat.
Clopidogrel diindikasikan untuk mencegah terjadinya penggumpalan
darah. Karena pasien mengalami CHF yang disebabkan oleh CAD sehingga
dengan pemberiaan clopidogrel menghindarkan berkembangnya trombi dengan
jalan mengikat dengan pesat dan irreversibel pada reseptor trombosit dan
menghambat penggumpalannya, yang diinduksi oleh adenosindifosfat (ADP)
(Tjay dan Raharja, 2007). Jadi pemberiannya tepat obat.
Penggunaan nitrat organik untuk gagal jantung biasanya dalam bentuk
kombinasi. Kombinasi dilaporkan untuk memperbaiki suvival pasien gagal
jantung. Penggunaan nitrat organik sebagai obat tunggal untuk gagal jantung
mungkin bermanfaat memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung, terutama
apabila pasien tersebut juga menderita penyakit jantung iskemik (Gunawan,
2007). Penggunaan vasodilator langsung dapat merileksasi sel otot pembuluh
darah perifer
yang menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi.
Meningkatnya diameter pembuluh darah dapat menurunkan TPR sehingga
menurunkan tekanan darah dan mempengaruhi preload dan afterload.
Penggunaan isosorbid dinitrat pada penanganan gagal jantung sudah tepat obat.
4.3.4 Pengkajian Tepat Dosis
Pengkajian tepat dosis yang digunakan pada tanggal 13 November 2012
yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin
Universitas Sumatera Utara
R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian tepat dosis pada tanggal
sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga
menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN).
Pengkajian tepat dosisnya dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini.
Tabel 4.8 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 13 November 2012
Jenis Obat/
Bentuk
Sediaan /
Kekuatan
Sediaan
Aspilet
80 mg/ tablet
Clopidogrel
75 mg/ tablet
ISDN/ tablet/
5 mg/tablet
(Tatro, 2003)
Regimen
Dosis
Route
Pemberian
Lama
Pemberian
Saat
Pemberian
Interval
Pemberian
75-325
mg/hari
(AHFS,
2004)
75 mg/hari
(AHFS,
2004)
5 – 40
mg/hari
Oral
-
Setelah
makan
Setiap 24
jam
Oral
Oral
Tidak lebih Pagi, siang
dari 4
atau malam
minggu
8 – 12 hari Pada perut
(Depkes RI, kosong
2007)
(Tatro,
2003)
Setiap 24
jam
Setiap 8 jam
atau 12 jam
Pemberian Humulin R 6 IU setiap setengah jam sebelum makan untuk
mengatasi kadar gula darah pasien yang tinggi dan humulin N 8 IU dimana dosis
ini disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada saat dicek kadar gula darah tanggal
13 November KGD 2 jam pp tetap tinggi yaitu 347 mg/dl. Jadi pemberiannya
belum tepat dosis.
Dosis aspilet dengan prevensi 100 mg satu kali sehari setelah makan,
prevensi transtient ischaemic attack 30-100 mg satu kali sehari. Pada infark
jantung akut 75-160 mg sebelum infus dengan streptokinase dan pada angina
Universitas Sumatera Utara
pcetoris 75-100 mg satu kali sehari (Tjay dan Raharja, 2007). Dosis Aspilet yang
diberikan sudah tepat yaitu 80 mg satu kali sehari.
Dosis lazim clopidogrel adalah 75 mg 1 x 1 hari (McEvoy, 2004).
Pamakaian clopidogrel pada pasien sudah tepat dosis dimana diberikan 75mg/hari
dan sesuai dengan dosis lazim clopidogrel untuk orang dewasa. Jadi
pemberiannya tepat dosis.
Tablet ISDN oral dengan kekuatan dosis 5 mg setiap tablet jadi dosis setiap
hari adalah 15 mg. Dosis penggunaan ISDN untuk pemeliharaan pada penderita
angina dan CAD adalah 5–40 mg (Depkes RI, 2007). Dosis pemberian ISDN 15
mg/hari sudah tepat.
4.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping
Pengkajian waspada efek samping yang digunakan pada tanggal 13
November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam,
captopril, Humulin R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian waspada efek
samping tanggal sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas,
pasien juga menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat
(ISDN). Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi
dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
N
O
1
Nama Obat/RM
Aspilet
Rangsangan pada
mukosa lambung dengan
resiko perdarahan.
2
Clopidogrel
Perdarahan yang dapat
terjadi di seluruh tubuh
(saluran cerna dan napas,
hidung, mata dan kulit),
sakit perut, mual,
muntah, diare dan
obstipasi) (Tjay, 2007).
Hipotensi, takikardia,
sakit kepala, mual,
muntah, diare, lemah,
pandangan kabur
(Depkes RI, 2007)
3
Efek Samping
Interaksi Obat
Interaksi Obat-obat:
Warfarin X Aspirin X
Clopidogrel.
- Meningkatkan resiko
perdarahan (aditif)
Simvastatin X
Clopidogrel
- Simvastatin dapat
mengurangi aktivitas dari
clopidogrel.
ISDN
4.3.6 Rekomendasi untuk Dokter
-
Humulin R dan Humulin N
Memberikan insulin dengan dosis yang lebih tinggi sehingga menghasilkan
respon yang diharapkan.
-
Warfarin >< Aspilet >< Clopidogrel
Meningkatkan resiko perdarahan (aditif). Komplikasi perdarahan umumnya
terjadi bila PT (Prothrombin time) ratio 1,3-1,5 kali nilai normal.
Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi klinik diperoleh PT pasien 35,6
detik dengan kontrol 12,5 detik. Jika memungkinkan pemakaian warfarin
dapat dihentikan, karena aspilet dan clopidogrel memiliki keuntungan lebih
banyak dibandingkan warfarin, antara lain kerjanya cepat, dosisnya mudah
diregulasi, dan tidak perlu dimonitor PT dalam darahnya, tetapi tetap diawasi
terhadap terjadinya perdarahan.
Universitas Sumatera Utara
4.3.6 Rekomendasi untuk Perawat
- Pemberian ISDN secara oral sebaiknya diberikan sebelum makan (pada
saat perut kosong) (Tatro, 2003).
4.4 Pembahasan Tanggal 14–17 November 2012
Pemantauan SOAP
Pemantauan
14-11-12
15-11-12
16-11-12
17-11-12
S
Lemas
Lemas
Lemas
Lemas
O:
Sens :
TD (mmHg)
HR (x/menit)
(RR) (28x/menit)
Temperatur : oC
CM
110/80
90
23
36,8
CM
120/80
84
27
36,5
CM
110/80
80
32
35,8
CM
120/80
86
28
37.0
A (Assessment)
- Warfarin >< Omeprazole
Meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin (omeprazole
menurunkan metabolisme warfarin)
- Humulin R
Insulin tidak selalu diberikan tepat ½ jam sebelum makan.
Insulin menghasilkan efek ½ jam setelah disuntikkan.
P (Planning)
Dokter:
Pertimbangkan kembali penggunaan warfarin dan jika
memang harus digunakan maka sebaiknya dilakukan
pengurangan dosis warfarin.
Perawat:
- Memperhatikan ketepatan waktu pemberian insulin.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.10 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012
No
1
Jenis Obat
Paten/Generik
Digoxin
Bentuk
Tablet
Sediaan
Kekuatan
0,5 mg/tablet
Dosis
Sehari
1 x 0,125 mg
Rute
2
3
4
5
6
7
8
Simarc 2
Simvastatin
Omeprazole
Humulin R
Humulin N
Captopril
Aspilet
Tablet
Tablet
Tablet
Injeksi
Injeksi
Tablet
Tablet
2 mg/tablet
20 mg/tablet
20 mg/kapsul
1000 ui/vial
1000 ui/vial
12,5 mg/tablet
80 mg/tablet
1 x 2 mg
1 x 20 mg
2 x 20 mg
3 x 6 UI
1 x 8 UI
2 x 6,5 mg
1 x 80 mg
p.o
p.o
p.o
s.c
s.c
p.o
p.o
9
Clopidogrel
Tablet
75 mg/tablet
1 x 75 mg
p.o
10
ISDN
Tablet
5 mg/tablet
3 x 5 mg
p.o
p.o
4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien
Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan
nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai
dengan nama yang tertera pada etiket.
Pada tanggal 14 November 2012 dokter menegakkan diagnosis bahwa
pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. Berdasarkan
pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti foto thoraks, patologi klinik dan
EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan
DM Tipe II. Jadi, dalam hal ini diagnosis dokter sudah tepat pasien.
4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi
Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 14-17 November
2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, captopril, Humulin R,
Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat dapat dilihat pada
pengkajian tepat indikasi pada tanggal sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
4.4.2 Pengkajian Tepat Obat
Pengkajian tepat obat yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012
yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin
R, Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat dapat dilihat pada
pengkajian tepat obat pada tanggal sebelumnya.
4.4.3 Pengkajian Tepat Dosis
Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 14-17 November
2012 yaitu simarc 2, simvastatin, omeprazole, captopril, Humulin R, Humulin N
aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat dapat dilihat pada pengkajian tepat dosis
pada tanggal sebelumnya.
Digoksin memiliki dosis awal 0,5–1,0 mg dan dosis pemeliharan 0,125–
0,5 mg setiap hari. Pemberian digoksin ini harus dimonitoring setiap waktu karena
memiliki indeks terapi sempit. Pada tanggal 14-17 November pemberian digoksin
diturunkan menjadi 0,125 mg satu kali sehari, pemberian digoksin masih tetap
tepat dosis karena masih berada dalam regimen terapi pemeliharaan (Tjay dan
Raharja, 2007).
4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping
Pengkajian waspada efek samping obat yang digunakan pada tanggal 1417 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole captopril,
Humulin R, Humulin N aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN) dapat
dilihat pada pengkajian waspada efek samping tanggal sebelumnya.
4.4.6 Rekomendasi untuk Dokter
Rekomendasi untuk dokter dari obat yang digunakan pada tanggal 14-17
November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole captopril,
Universitas Sumatera Utara
Humulin R, Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN) dapat
dilihat pada rekomendasi untuk dokter tanggal sebelumnya.
4.4.7 Rekomendasi untuk Perawat
Rekomendasi untuk perawat dari obat yang digunakan pada tanggal 14-17
November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole captopril,
Humulin R, Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN) dapat
dilihat pada rekomendasi untuk perawat tanggal sebelumnya.
Universitas Sumatera Utara
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
a. Telah dilakukan peningkatan pemahaman dan motivasi kepada pasien
CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II untuk mematuhi terapi
yang telah ditetapkan dokter dengan cara melakukan Pelayanan Informasi
Obat (PIO) dan konseling, selama dirawat di ruangan interna pria dari
tanggal 09 November sampai dengan 17 November 2012
b. Sebagian besar pasien telah menggunakan obat yang tepat indikasi, tepat
obat, tepat dosis, tepat cara pemakaian, dan memperhatikan waspada efek
samping obat tetapi masih terdapat beberapa obat yang belum rasoinal
yaitu Simarc 2 (warfarin) tidak tepat obat, captopril, Humulin R, dan
Humulin N tidak tepat dosis, captopril, Humulin R, omeprazol, simvastatin
dan ISDN tidak tepat saat pemberian.
c. Pada terapi obat pasien terdapat interaksi obat yang signifikan yaitu
omeprazol dengan warfarin, dan warfarin dengan aspilet dan clopidogrel.
5.2 Saran
a. Kepada Perawat, sebaiknya memberikan obat kepada pasien secara tepat
waktu dan sesuai dengan saat pemberian yang tepat dari obat tersebut,
untuk meningkatkan penggobatan yang rasional.
b. Kepada apoteker untuk melakukan visite secara berkesinambungan untuk
memantau pemakaian obat oleh pasien rawat inap demi meningkatkan
Universitas Sumatera Utara
rasionalitas penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan diagnosis
dokter dan memantau efek samping serta interaksi pada terapi obat pasien.
c. Sebaiknya dilakukan pemantauan PT (Prothrombin Time) dan INR
(International Normalized Ratio) pasien secara rutin, atau dilakukan
pengurangan dosis warfarin.
Universitas Sumatera Utara
Download