BAB III TINJAUAN KHUSUS RSUP H. ADAM MALIK 3.1 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes Nomor 335/Menkes/SK/VII/1990 yang berlokasi di Jl. Bunga Lau No. 17 Medan Tuntungan Kota Medan Propinsi Sumatera Utara. RSUP H. Adam Malik ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes Nomor 502/Menkes/SK/IX/1991. RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat dan Riau. Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan Rawat Jalan sedangkan untuk pelayanan Rawat Inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tanggal 11 Januari 1993 secara resmi Pusat Pendidikan Fakultas Kedokteran USU Medan dipindahkan ke RSUP H. Adam Malik sebagai tanda dimulainya Soft Opening. Kemudian diresmikan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 21 Juli 1993. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 244/Menkes/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, telah terjadi perubahan bentuk pola pengelolaan dari Badan Pelayanan Kesehatan menjadi Badan Layanan Umum (BLU) bertahap dengan tetap mengikuti pengarahan-pengarahan yang diberikan oleh Ditjen Yanmed dan Departemen Keuangan untuk perubahan status menjadi BLU penuh. Universitas Sumatera Utara Badan layanan umum adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Berdasarkan PP No.23 tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, tujuan BLU adalah meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan fleksibilitas dan pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan penerapan praktek bisnis yang sehat. Praktek bisnis yang sehat adalah berdasarkan kaidah manajemen yang baik mencakup perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengendalian dan pertanggungjawaban. 3.1.1 Visi dan Misi RSUP H. Adam Malik Visi RSUP H. Adam Malik adalah menjadi pusat rujukan pelayanan kesehatan, pendidikan dan penelitian yang mandiri dan unggul di Sumatera tahun 2015. Misi RSUP H. Adam Malik adalah a. Melaksanakan pelayanan kesehatan paripurna, bermutu dan terjangkau. b. Melaksanakan pendidikan, pelatihan serta penelitian kesehatan yang profesional. c. Melaksanakan kegiatan pelayanan dengan prinsip efektif, efisien, akuntabel, dan mandiri. Universitas Sumatera Utara 3.1.2 Tugas dan Fungsi RSUP H. Adam Malik Tugas RSUP H. Adam Malik menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 244/Menkes/Per/III/2008 pasal 2 adalah menyelenggarakan upaya penyembuhan dan pemulihan secara paripurna, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan secara serasi, terpadu dan berkesinambungan dengan upaya peningkatan kesehatan lainnya serta melaksanakan upaya rujukan. Fungsi RSUP H. Adam Malik menurut Peratuan Menteri Kesehatan Nomor 244/Menkes/Per/III/2008 pasal 3 antara lain: a. Menyelenggarakan pelayanan medis. b. Menyelenggarakan pelayanan dan asuhan keperawatan. c. Menyelenggarakan penunjang medis dan non medis. d. Menyelenggarakan pengelolaan sumber daya manusia. e. Menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang profesi kedokteran dan pendidikan kedokteran berkelanjutan. f. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan lainnya. g. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan. h. Menyelenggarakan pelayanan rujukan. i. Menyelenggarakan administrasi umum dan keuangan. 3.1.3 Falsafah dan Motto RSUP H. Adam Malik Falsafah RSUP H. Adam Malik adalah memberikan pelayanan kesehatan kepada seluruh lapisan masyarakat secara profesional, efisien, dan efektif sesuai standar pelayanan yang bermutu. Motto RSUP H. Adam Malik adalah mengutamakan keselamatan pasien dengan pelayanan. Universitas Sumatera Utara P : Pelayanan cepat A : Akurat T : Terjangkau E : Efisien N : Nyaman 3.1.4 Klasifikasi dan Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Berdasarkan SK MenKes Nomor 335/MenKes/SK/VII/1990 RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit kelas A. RSUP H. Adam Malik memiliki 20 Staf Medik Fungsional (SMF) dan 28 Spesialisasi Kedokteran. Menurut PerMenKes Nomor 244/MenKes/Per/III/2004 susunan organisasi RSUP H. Adam Malik terdiri dari: a. Direktur utama b. Direktorat medik dan keperawatan c. Direktorat sumber daya manusia dan pendidikan d. Direktorat keuangan e. Direktorat umum dan operasional f. Unit-unit non struktural Struktur organisasi Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dapat dilihat pada Lampiran 1. 3.1.4.1 Direktur Utama Direktur utama Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik mempunyai tugas memimpin, merumuskan kebijaksanaan pelaksanaan, membina pelaksanaan, mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan tugas rumah sakit sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Universitas Sumatera Utara 3.1.4.2 Direktorat Medik dan Keperawatan Direktorat medik dan keperawatan dipimpin oleh seorang direktur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama. Direktur medik dan keperawatan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan pelayanan medis, keperawatan, dan penunjang. Pelayanan keperawatan dilakukan pada instalasi rawat jalan, instalasi rawat inap terpadu (Rindu) A, instalasi rindu B, instalasi gawat darurat (IGD), instalasi perawatan intensif, dan instalasi bedah pusat. Guna menyelenggarakan tugas tersebut, direktorat medik dan keperawatan menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana pelayanan medis, keperawatan dan penunjang. b. Koordinasi pelayanan medis, keperawatan dan penunjang. c. Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelayanan medis, keperawatan dan penunjang. 3.1.4.3 Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan Direktur sumber daya manusia dan pendidikan mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan sumber daya manusia serta pendidikan dan penelitian, dengan cara menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana kebutuhan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. b. Koordinasi dan pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia. c. Koordinasi pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. Universitas Sumatera Utara d. Pengendalian, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan sumber daya manusia, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. 3.1.4.4 Direktorat Keuangan Direktur keuangan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan program dan anggaran, pengelolaan pembendaharaan, mobilisasi dana, akuntansi, dan verifikasi, untuk melaksanakan tugas tersebut direktorat keuangan menyelenggarakan fungsi: a. Penyusunan rencana program dan anggaran b. Koordinasi dan pelaksanaan urusan perbendaharaan dan mobilisasi dana, serta akuntansi dan verifikasi c. Pengendalian, pengawasan, evaluasi, dan pelaporan pelaksanaan pengelolaan program dan anggaran, perbendaharaan dan mobilisasi dana, serta akuntansi dan verifikasi 3.1.4.5 Direktorat Umum dan Operasional Direktur umum dan operasional mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan data dan informasi, hukum, organisasi dan hubungan masyarakat serta administrasi umum. Fungsi dari direktorat umum dan operasional adalah: a. Menyelenggarakan pengelolaan data dan informasi b. Menyelenggarakan pelaksanaan urusan hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat c. Menyelenggarakan pelaksanaan urusan administrasi umum Universitas Sumatera Utara Direktorat umum dan operasional terdiri dari: 1. Bagian data dan informasi 2. Bagian hukum, organisasi, dan hubungan masyarakat 3. Bagian umum 4. Instalasi 5. Kelompok jabatan fungsional Instalasi sebagai pelayanan non struktural dibentuk di lingkungan direktorat umum dan operasional yang terdiri dari instalasi farmasi, instalasi gizi, instalasi rekam medik, instalasi laundry, instalasi pemeliharaan sarana rumah sakit (IPSRS), instalasi sterilisasi pusat, instalasi kesehatan lingkungan, instalasi bank darah, instalasi gas medik, instalasi sistem informasi rumah sakit (SIRS), dan instalasi kedokteran forensik dan pemulasaran jenazah. 3.1.4.6 Unit-unit Non Struktural Unit-unit non struktural RSUP H. Adam Malik terdiri dari dewan pengawas, komite, satuan pemeriksaan intern, dan instalasi. a. Dewan Pengawas Pembentukan tugas, fungsi, tata kerja dan keanggotaan dewan pengawas ditetapkan berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. b. Komite Komite merupakan wadah non struktural yang terdiri dari tenaga ahli atau profesi yang dibentuk untuk memberikan pertimbangan strategis kepada direktur utama dalam rangka peningkatan dan pengembangan pelayanan rumah sakit. Komite medik memiliki tugas memberikan pertimbangan kepada direktur utama dalam hal menyusun standar Universitas Sumatera Utara pelayanan medis, pengawasan dan pengendalian mutu pengawasan medis, hak klinis khusus kepada staf medis fungsional (SMF), program pelayanan, pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan. Komite etik dan hukum pertimbangan kepada merumuskan medicoetikolegal mempunyai direktur utama dalam dan etik tugas hal pelayanan memberikan menyusun rumah dan sakit, penyelesaian masalah etik kedokteran, etik rumah sakit serta penyelesaian pelanggaran terhadap kode etik pelayanan rumah sakit, pemeliharaan etika penyelenggaraan fungsi rumah sakit, kebijakan yang terkait dengan hospital bylaws serta medical staff bylaws, gugus tugas bantuan hukum dalam penanganan masalah hukum di rumah sakit. c. Satuan Pemeriksaan Intern (SPI) Satuan Pemeriksaan Intern adalah satuan kerja fungsional yang bertugas melaksanakan pemeriksaan intern rumah sakit. Satuan Pemeriksaan intern berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama. d. Instalasi Instalasi adalah unit pelayanan non struktural yang menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan kegiatan pelayanan, pendidikan dan penelitian rumah sakit. Instalasi berada dibawah dan bertanggung jawab kepada direktur utama yang dipimpin oleh seorang kepala yang diangkat dan diberhentikan oleh direktur utama. Kepala instalasi dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh tenaga-tenaga fungsional/non medis. Universitas Sumatera Utara 3.2 Komite Farmasi dan Terapi Menurut Surat Keputusan Direktur Utama RSUP H. Adam Malik tanggal 01 Desember 2011 Nomor PO.02.01.5.3.9584 tentang Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi RSUP H. Adam Malik, komite farmasi dan terapi di RSUP H. Adam Malik memiliki tugas, wewenang dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Membantu pimpinan RSUP H. Adam Malik dalam meningkatkan pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional. 2. Menyusun tata laksana penggunaan formularium sebagai pedoman terapi di RSUP H. Adam Malik. 3. Memantau serta menganalisa kerasionalan penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik. 4. Melaksanakan analisa untung rugi dan analisa biaya penggunaan obat di RSUP H. Adam Malik. 5. Memperbaharui isi formularium sesuai dengan kemajuan ilmu kedokteran. 6. Mengkoordinir pelaksanaan uji klinis. 7. Mengkoordinir pelaksanaan efek samping obat. 8. Menjalankan kerjasama dengan komite lain yang sejenis secara horizontal dan vertikal. 9. Menampung, memberi saran dan ikut memecahkan masalah lainnya dalam pengelolaan obat di RSUP H. Adam Malik. Komite Farmasi dan Terapi bertanggung jawab kepada Direktur Utama melalui Direktur Umum dan Operasional. Universitas Sumatera Utara 3.3 Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik dipimpin oleh seorang apoteker yang bertanggungjawab langsung kepada direktur umum dan operasional. 3.3.1 Tugas dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Instalasi farmasi RSUP H.Adam Malik mempunyai tugas membantu direktur umum dan operasional untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik. Fungsi instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik adalah: a. Melaksanakan kegiatan tata usaha untuk menunjang kegiatan instalasi farmasi dan melaporkan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian. b. Melaksanakan perencanaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan RSUP H. Adam Malik serta melaksanakan evaluasi dan SIRS instalasi farmasi. c. Melaksanakan perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi di gudang instalasi farmasi dan memproduksi obat-obat sesuai dengan kebutuhan rumah sakit. d. Mendistribusikan perbekalan farmasi ke seluruh satuan kerja/instalasi di lingkungan RSUP H. Adam Malik untuk kebutuhan pasien rawat jalan, rawat inap, gawat darurat dan instalasi-instalasi penunjang lainnya. e. Melaksanakan fungsi pelayanan farmasi klinis. f. Melaksanakan pendidikan, penelitian dan pengembangan di bidang farmasi. Universitas Sumatera Utara 3.3.2 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik Berdasarkan Surat Keputusan Direktur RSUP H. Adam Malik Nomor OT.01.01./IV.2.1./10281/2011. Struktur organisasi instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik ditunjukkan pada gambar berikut ini: Direktur Utama Direktur Umum dan Operasional Ka. Instalasi Farmasi Wa.Ka. Instalasi Farmasi Ka. Tata Usaha Ka. Pokja Perencanaan, Pelaporan & Evaluasi Ka. Depo Farmasi IGD Ka. Pokja Ka. Pokja Ka. Pokja Ka. Pokja Perbekalan Apotek I Apotek II Farmasi Klinis Ka. Depo Farmasi Rindu A Ka. Depo Farmasi Rindu B Ka. Depo Farmasi Instalasi Anestesi Terapi Intensif Ka. Depo Farmasi Instalasi Bedah Pusat Gambar 3.1 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSUP. H. Adam Malik Medan 3.3.2.1 Kepala Instalasi Farmasi Kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas memimpin, menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi Universitas Sumatera Utara dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian terhadap pasien, instalasi pelayanan dan instalasi penunjang lainnya di RSUP H. Adam Malik sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3.3.2.2 Wakil Kepala Instalasi Farmasi Wakil kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik mempunyai tugas membantu kepala instalasi farmasi untuk menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan, mengawasi dan mengevaluasi seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di RSUP H. Adam Malik sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku, menggantikan tugas kepala instalasi farmasi apabila kepala instalasi farmasi berhalangan hadir. 3.3.2.3 Tata Usaha Farmasi Tata usaha farmasi bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi yang mempunyai tugas membantu kepala instalasi farmasi dalam hal mengkoordinasikan kegiatan ketatausahaan, pelaporan, kerumahtanggaan, mengarsipkan surat masuk dan keluar, serta urusan kepegawaian kepala instalasi farmasi. 3.3.2.4 Kelompok Kerja a. Pokja Farmasi Klinis Pokja farmasi klinis sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi Farmasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan pelayanan Farmasi Klinis secara profesional. Universitas Sumatera Utara b. Pokja Perencanaan, Pelaporan dan Evaluasi Pokja perencanaan, pelaporan dan evaluasi sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan serta melaksanakan perencanaan bertugas membantu Kepala Instalasi Farmasi dan pengadaan perbekalan farmasi untuk kebutuhan Rumah Sakit, melakukan evaluasi laporan kegiatan kefarmasian di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik dan melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi. c. Pokja Perbekalan Pokja perbekalan sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, menyelenggarakan bertugas dan membantu Kepala mengkoordinasikan Instalasi terhadap untuk penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi, peracikan, pembuatan, pengemasan kembali perbekalan farmasi, mengusulkan pelaksanaan pemusnahan perbekalan farmasi yang tidak layak pakai. d. Pokja Apotek I Pokja apotek I sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi Farmasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi pasien Askes dan pasien umum serta melaksanakan SIRS instalasi farmasi. Universitas Sumatera Utara e. Pokja Apotek II Pokja apotek II sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, menyelenggarakan penerimaan, bertugas dan membantu Kepala mengkoordinasikan penyimpanan, pendistribusian Instalasi terhadap dan untuk perencanaan pengendalian stok perbekalan farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Jamkesmas rawat jalan, pasien Askes rawat inap dan pasien umum serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi. f. Pokja IGD Depo farmasi IGD sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan penerimaan, dan mengkoordinasikan penyimpanan, pendistribusian terhadap dan perencanaan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien IGD. g. Depo Farmasi Rindu A Depo farmasi Rindu A sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan penerimaan, dan mengkoordinasikan penyimpanan, pendistribusian terhadap dan perencanaan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap terpadu A. Universitas Sumatera Utara h. Depo Farmasi Rindu B Depo farmasi Rindu B sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan penerimaan, dan mengkoordinasikan penyimpanan, pendistribusian terhadap dan perencanaan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien rawat inap terpadu B. i. Depo Farmasi Anestesi dan Terapi Intensif Depo farmasi Anestesi dan Terapi Intensif sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap perencanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Instalasi pelayanan Anestesi dan Terapi Intensif. j. Depo Farmasi Instalasi Bedah Pusat Depo farmasi Instalasi Bedah Pusat sebagai salah satu unsur pelaksana utama Kepala Instalasi Farmasi, bertugas membantu Kepala Instalasi untuk menyelenggarakan dan mengkoordinasikan terhadap perencanaan penerimaan, penyimpanan, pendistribusian dan pengendalian stok perbekalan farmasi serta melaksanakan SIRS Instalasi Farmasi terhadap kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien Bedah Pusat. Universitas Sumatera Utara 3.3.3 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan Perbekalan Farmasi adalah suatu siklus kegiatan yang dimulai dari pemilihan, perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta pemantauan dan evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan. 3.3.3.1 Pemilihan Pemilihan adalah kegiatan untuk menetapkan jenis perbekalan farmasi sesuai dengan kebutuhan. Pemilihan perbekalan farmasi ini berdasarkan : 1. Formularium 2. Standar perbekalan farmasi yang telah ditetapkan 3. Pola penyakit 4. Mutu, Harga dan Ketersediaan di pasaran Penentuan pemilihan obat merupakan peran aktif apoteker dalam Komite Farmasi dan Terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian. 3.3.3.2 Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik merupakan proses kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan harga perbekalan farmasi yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran untuk menghindari kekosongan obat. Perencanaan ini menggunakan metode kombinasi konsumsi dan epidemiologi serta menetapkan prioritas dengan mempertimbangkan sisa persediaan, data pemakaian periode sebelumnya serta siklus penyakit dan rencana pengembangan. Universitas Sumatera Utara 3.3.3.3 Pengadaan Pengadaan perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui serta dilaksanakan pada jam kerja. RSUP H. Adam Malik melaksanakan pembelian secara langsung untuk perbekalan farmasi sampai dengan nilai 200 juta dari distributor/PBF/rekanan yang bersifat distributor utama serta melakukan negosiasi atas dasar kualitas, jaminan ketersediaan, pelayanan purna jual dan harga yang wajar/murah, sesuai dengan waktu yang dibutuhkan. 3.3.3.4 Produksi Produksi perbekalan farmasi dilaksanakan oleh kelompok kerja perbekalan. Produksi obat-obatan yang dilaksanakan adalah: 1. Sediaan farmasi yang mempunyai konsentrasi khusus dan tidak tersedia di pasaran. 2. Sediaan farmasi yang tidak stabil dalam penyimpanan. 3. Sediaan farmasi dengan kemasan yang lebih kecil. Sarana dan fasilitas produksi harus menjamin mutu produksi yang dihasilkan. Fasilitas pengemas yang menjamin mutu dan keamanan pengguna antara lain: wadah, pembungkus, etiket dan label. 3.3.3.5 Penerimaan Penerimaan perbekalan farmasi dilaksanakan oleh panitia penerima, bendaharawan barang, kepala instalasi farmasi, kepala pokja/depo farmasi dan kepala instalasi user (SMF). Didalam panitia penerima harus terlibat tenaga apoteker. Universitas Sumatera Utara Penerimaan perbekalan farmasi harus sesuai dengan SPK/kontrak, surat pesanan barang dan faktur barang/surat pengantar barang. Penerimaan perbekalan farmasi (reagensia) harus melampirkan sertifikat analisis. Expire date dari setiap perbekalan farmasi yang diterima minimal 2 tahun. Penerimaan perbekalan farmasi yang berbahaya bagi kesehatan harus melampirkan lembar data pengamanan (LDP) atau MSDS (material safety data sheet). Setelah penerimaan barang kontrak/SPK selesai dibuat berita acara penerimaan oleh panitia penerima. Penerimaan oleh Pokja atau depo farmasi di instalasi farmasi dan Instalasi User (SMF) harus sesuai dengan bukti permintaan dan bukti penyerahan perbekalan farmasi. Setiap penerimaan perbekalan farmasi harus di entry ke computer SIRS. 3.3.3.6 Penyimpanan Pokja perbekalan bertanggung jawab atas penyimpanan perbekalan farmasi di gudang dan melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer stock perbekalan farmasi. Depo Farmasi dan instalasi user (SMF) bertanggung jawab atas penyimpanan perbekalan farmasi di unit kerja masing-masing dan melaksanakan pengendalian serta menentukan buffer stock perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi: Gudang Askes, Gudang Jamkesmas, Gudang Umum, Gudang Floor Stock, Gudang Bahan Berbahaya dan Mudah Terbakar, dan Gudang Catherisasi Lab. Ruang penyimpanan di gudang farmasi harus memenuhi syarat penyimpanan perbekalan farmasi. Penyimpanan perbekalan farmasi disusun sesuai dengan suhu dan kestabilannya. Penyimpanan untuk obat/bahan berbahaya termasuk high alert diberi label atau penandaan khusus bahan berbahaya, terpisah dari obat/perbekalan farmasi lainnya. Penyimpanan larutan nutrisi dilakukan pada Universitas Sumatera Utara suhu 25˚C dan terpisah dari obat yang lain. Untuk penyimpanan obat Look Alike Sound Alike (LASA) diberi jarak antara satu dengan yang lainnya dan diberi tanda atau label LASA. 3.3.3.7 Pendistribusian Pendistribusian perbekalan farmasi dilaksanakan instalasi farmasi dengan menggunakan sistem: a. Floor Stock b. Resep perseorangan/Kartu Obat Pasien c. One Day Dose Dispensing (ODDD)/ One Unit Dose Dispensing (OUDD). Distribusi perbekalan farmasi yang masuk kedalam paket pelayanan atau tindakan yang dilaksanakan di instalasi-instalasi dilakukan dengan sistem floor stok. Distribusi perbekalan farmasi untuk kebutuhan pasien rawat inap dilakukan dengan sistem one day dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi untuk kebutuhan pasien rawat jalan dilakukan dengan sistem resep perseorangan. Distribusi perbekalan farmasi untuk pasien di IGD dilakukan dengan sistem floor stok, resep perseorangan, dan one unit dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi untuk ruang OK dilakukan dengan sistem floor stok (paket) dan one unit dose dispensing. Distribusi perbekalan farmasi pada hari libur panjang (lebih dari tiga hari) dari pokja perbekalan ke pokja/depo farmasi dilaksanakan dengan sistim on call. Pemberian Obat dan Penulisan Resep a. Pemberian obat kepada pasien berpedoman kepada formularium rumah sakit, DPHO untuk pasien ASKES, formularium program jaminan kesehatan masyarakat untuk pasien jamkesmas. Universitas Sumatera Utara b. Penulisan resep/kartu obat dengan nama generik c. Penulisan resep ditulis pada blanko resep RSUP H. Adam Malik sesuai dengan ketentuan penulisan resep yang lengkap. d. Penulisan/permintaan obat bermerek untuk pasien askes dan jamkesmas dapat diganti dengan obat yang termasuk daftar obat askes dengan generik yang sama dan kadar yang sama kalau obat tidak tersedia di instalasi farmasi tanpa persetujuan dokter. Pelayanan Obat Pasien Rawat Jalan a. Resep yang dapat dilayani adalah resep yang sudah memenuhi persyaratan yang sudah ditentukan. b. Pemberian obat maksimal untuk tiga hari kecuali antibiotik, obat antifungi dapat diberikan sesuai dengan yang ditentukan lima hari dan kasus-kasus tertentu/penyakit kronis dapat diberikan maksimal untuk pemakaian satu bulan. c. Jumlah/jenis obat setiap lembar resep maksimal tiga macam. Pelayanan obat pasien obat rawat inap dilakukan dengan sistem: a. ODDD (one day dose dispensing) b. Pemberian obat pasien pulang maksimum tiga hari Pelayanan Obat Emergensi a. Obat-obat emergensi disediakan oleh instalasi farmasi di setiap nurse station, instalasi gawat darurat dan kamar operasi. b. Petugas farmasi memeriksa/melengkapi stok obat dalam trolley emergensi setiap pemakaian/bulan bersama dengan perawat penanggung jawab trolley emergensi di masing-masing unit pelayanan. Universitas Sumatera Utara 3.3.3.8 Administrasi dan Pelaporan Administrasi Perbekalan Farmasi merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pencatatan manajemen perbekalan farmasi serta penyusunan laporan yang berkaitan dengan perbekalan farmasi secara rutin atau tidak rutin dalam periode bulanan, triwulanan, semesteran atau tahunan. Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Tujuan administrasi dan pelaporan: a. Tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi b. Tersedianya informasi yang akurat c. Tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan d. Mendapat data/laporan yang lengkap untuk membuat perencanaan e. Agar anggaran yang tersedia untuk pelayanan dan perbekalan farmasi dapat dikelola secara efisien dan efektif. 3.3.3.9 Evaluasi Fungsi Evaluasi: 1. Menghilangkan kinerja pelayanan yang substandar 2. Terciptanya pelayanan farmasi yang menjamin efektifitas obat dan keamanan pasien 3. Meningkatkan efisiensi pelayanan 4. Meningkatkan mutu obat yang diproduksi di rumah sakit Sesuai CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) Universitas Sumatera Utara 5. Meningkatkan kepuasan pelanggan 6. Menurunkan keluhan pelanggan atau unit kerja terkait 3.3.4 Pelayanan Kefarmasian 3.3.4.1 Pengkajian Resep Pengkajian dan pelayanan resep untuk pasien rawat inap dilakukan oleh depo farmasi. Sedangkan untuk pasien rawat jalan dilayani oleh apotik I dan II. Apoteker melakukan pengkajian resep sesuai persyaratan administrasi (nama, umur, jenis kelamin, berat badan pasien, nama dokter, nomor ijin dan paraf dokter, tanggal resep dan ruangan/unit asal resep), persyaratan farmasetik (bentuk dan kekuatan sediaan, dosis dan jumlah obat, stabilitas dan ketersediaan, aturan dan cara pemakaian), dan persyaratan klinis (ketepatan indikasi, dosis dan waktu pemberian, duplikasi pengobatan, alergi, interaksi dan ESO, kontra indikasi dan efek aditif) baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan. 3.3.4.2 Dispensing Merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap validasi, interpretasi, menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, penyerahan obat dengan pemberian informasi obat yang memadai disertai sistem dokumentasi. Dispensing sediaan khusus di RSUP HAM meliputi pencampuran obat kemoterapi dan pencampuran obat suntik KCl. Pencampuran obat suntik KCl di RSUP HAM dilakukan sepenuhnya oleh farmasi klinis, kecuali diruang ICU dilakukan oleh perawat. Hal ini dikarenakan oleh kebutuhan KCl diruang ICU dibutuhkan segera sehingga akan memakan waktu lebih lama jika harus ditangani oleh farmasi klinis, yang akan berpengaruh kepada keselamatan pasien. Selain itu, Universitas Sumatera Utara perawat yang berada diruang ICU telah mendapatkan pelatihan mengenai prosedur pencampuran obat suntik yang baik dan benar. Dan untuk pencampuran obat kemoterapi di RSUP HAM telah dilakukan sepenuhnya oleh farmasi klinis. Sterilitas di ruangan pencampuran kemoterapi sudah terjaga dengan baik, karena telah memiliki ruang pencampuran, ruang antara, dan ruang administrasi yang berbeda. Ruang pencampuran dan ruang administrasi telah dilengkapi dengan alat pemeriksa suhu dan kelembaban ruangan. Kulkas penyimpanan obat kemoterapi juga telah dilengkapi dengan termometer untuk menjaga suhu tempat penyimpanan sesuai dengan persyarataan sehingga kestabilan obat terjamin. Pencampuran kemoterapi juga sudah menyediakan alat pelindung diri. Pelaporan pencampuran obat kemoterapi juga sudah dilakukan dengan baik setiap bulan. Tetapi terkait sarana prasana di ruang pencampuran kemoterapi, kondisi ruangan belum sepenuhnya memenuhi syarat seperti plafon yang masih berpori, dan dinding yang masih memiliki sudut. 3.3.4.3 Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat Kegiatan monitoring efek samping obat di RSUP H. Adam Malik dilakukan oleh farmasi klinis bersamaan dengan kegiatan visite. Agar MESO di RSUP. H. Adam Malik dapat terjangkau seluruhnya, maka farmasi klinis melatih kepala ruangan untuk memantau ESO di ruangan masing-masing. Bila tenaga kesehatan menemukan efek samping obat yang tidak lazim, maka dilaporkan ke pokja farmasi klinis, kemudian farmasi klinis akan mendiskusikan dengan dokter yang menangani pasien tersebut dan jika kasus yang didapat ternyata memang efek samping obat yang jarang dan berbahaya, maka informasi tersebut akan Universitas Sumatera Utara dituangkan dalam formulir kuning dan selanjutnya dikirimkan ke Pusat MESO Nasional. Kemudian petugas farmasi akan mencatat manifestasi ESO pada RM 14 dan menempelkan stiker alergi obat pada RM 14 dan sampul depan stastus pasien. Kepada pasien akan diberikan kartu pengingat alergi obat dan menganjurkan pasien agar membawa kartu tersebut jika berobat kembali. Adapun jenis ESO yang dilaporkan adalah: 1. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat obat, terutama efek samping yang selama ini belum pernah terjadi. 2. Setiap reaksi efek samping yang dicurigai akibat interaksi obat. 3. Setiap reaksi efek samping yang serius. 4. Setiap reaksi ketergantungan. 3.3.4.4 Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat (PIO) adalah pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat tentang obat kepada profesi kesehatan lainnya dan pasien. Seluruh kegiatan PIO telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik. Untuk pasien rawat inap, PIO dilakukan oleh depo farmasi, sedangkan untuk pasien rawat jalan, dilakukan oleh apotek I dan apotek II, dan juga dilaksanakan oleh seluruh pokja yang ada di IFRS. Salah satu kegiatan PIO yang telah dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik yaitu melalui penyuluhan. Penyuluhan dilaksanakan oleh farmasi klinis yang bekerja sama dengan PKMRS sebanyak empat kali dalam satu bulan, yaitu dua kali untuk pasien rawat inap dan dua kali untuk pasien rawat jalan. Kemudian setiap bulan laporan PIO direkapitulasi oleh koordianator PIO yang ada di pokja farmasi klinis. Universitas Sumatera Utara 3.3.4.5 Konseling Konseling merupakan kegiatan untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan maupun rawat inap. Konseling untuk pasien rawat jalan dilakukan di ruang konseling yang berada di Apotek II. Kriteria pasien yang memerlukan pelayanan konseling diantaranya penderita penyakit kronis seperti asma, diabetes, kardiovaskular, penderita yang menerima obat dengan indeks terapi sempit, pasien lanjut usia, anak-anak, penderita yang sering mengalami reaksi alergi pada penggunaan obat, penderita yang tidak patuh dalam meminum obat, pasien dengan resep polifarmasi (5 atau lebih obat dlm waktu yg sama), pasien dengan jenis obat dengan indeks terapi yang kecil (mis: digoxin, carbamazepin), obat dengan perhatian khusus (mis: warfarin, anti kanker, steroid), dan obat dengan tehnik khusus. 3.3.4.6 Visite Visite dilakukan oleh apoteker dengan melihat terapi pengobatan pasien dari Catatan Perkembangan Terintegrasi (RM 14) dan mengisi Formulir Edukasi Multidisiplin (RM 23) RSUP H. Adam Malik pada kolom farmasi. Apoteker mampu menjelaskan kepada pasien nama obat dan kegunaannya, aturan pemakaian dan dosis obat yang diberikan, efek samping dan kontraindikasi obat. 3.3.4.7 Pengkajian Penggunaan Obat Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau. Program ini telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik bersamaan pada saat visite. Universitas Sumatera Utara 3.4. Instalasi Central Sterilized Suplay (CSSD) Instalasi Cental Sterilized Supply Department (CSSD) atau sterilisasi pusat adalah satu unit kerja yang merupakan fasilitas penyelenggaraan dan kegiatan pelayanan kebutuhan steril. Peranan CSSD di rumah sakit bertujuan untuk 1. Mengurangi infeksi nosokomial dengan menyediakan peralatan yang telah mengalami pencucian, pengemasan dan sterilisasi dengan sempurna 2. Mengurangi penyebaran kuman di lingkungan rumah sakit, menyediakan dan menjamin kualitas hasil sterilisasi terhadap produk yang dihasilkan Pelayanan sterilisasi adalah kegiatan memproses semua bahan, peralatan dan perlengkapan yang dibutuhkan untuk pelayanan medik di rumah sakit, mulai dari perencanaan, pengadaan, pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan dan penyalurannya untuk memenuhi kebutuhan rumah sakit. Kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan CSSD adalah a. Melakukan sterilisasi instrument dan linen untuk kebutuhan kamar operasi b. Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan IGD c. Melakukan sterilisasi untuk kebutuhan catheterisasi/bedah jantung d. Melakukan sterilisasi ruangan dengan fogging dan UV lamp e. Melakukan Reuse dengan gas Etilen Oksida Sasaran dari kegiatan yang dilakukan adalah tercapainya kebutuhan steril untuk seluruh lingkungan rumah sakit, mencegah terjadinya infeksi nosokomial hingga seminimal mungkin dan mempertahankan mutu hasil sterilisasi dengan melakukan monitoring terhadap proses dan hasil sterilisasi. Universitas Sumatera Utara Untuk mendapatkan pelayanan CSSD yang optimal disediakan ruangan yang memadai yang terdiri atas: ruang pencucian, ruang kerja dan ruang steril/ penyimpanan barang steril yang memenuhi syarat. Instalasi Sterilisasi Pusat dikepalai oleh seorang apoteker dan dibantu oleh wakil kepala instalasi, tata usaha dan tiga pokja lainnya. Struktur Organisasi Instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik Medan dapat dilihat pada Gambar 3. Direktur Umum dan Operasional Ka. Instalasi CSSD Wa. Ka. Instalasi CSSD Tata Usaha Pokja Pencucian Pokja Sterilisasi Pokja Pengemasan Gambar 3.2 Struktur Organisasi Instalasi Central Sterilized Supply Department (CSSD) RSUP H. Adam Malik Medan Kepala mengkoordinasikan, instalasi mengatur mempunyai dan tugas mengawasi menyelenggarakan, seluruh kegiatan dalam perencanaan dan pemenuhan kebutuhan CSSD, menyelenggarakan sterilisasi dan pelayanan kepada unit-unit lain yang membutuhkan perlengkapan steril, menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam bidang sterilisasi. Universitas Sumatera Utara Wakil kepala instalasi membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan, mengkoordinasikan, merencanakan serta mengawasi seluruh kegiatan di Instalasi CSSD. Tata Usaha bertugas membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh ketatausahaan dan kerumahtanggaan di CSSD. Dalam menunjang tugas dan fungsi CSSD, dibentuk 3 pokja yaitu: a. Pokja Pencucian Pokja pencucian bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh kegiatan pencucian di CSSD. b. Pokja Sterilisasi Pokja sterilisasi bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh kegiatan sterilisasi kebutuhan di CSSD. c. Pokja Pengemasan Pokja pengemasan bertugas untuk membantu kepala instalasi dalam menyelenggarakan seluruh kegiatan pengemasan kebutuhan steril untuk unit IGD, IBP, IPI, Poliklinik, Rindu A dan Rindu B 3.5 Depo Farmasi Rindu A 3.5.1 Tugas dan Fungsi Depo Rindu A Depo farmasi rindu A melayani kebutuhan obat dan alat kesehatan habis pakai (AKHP) untuk pasien Jamkesmas dan Askes yang ada di ruangan rawat inap terpadu (RINDU) A dengan beragam penyakit seperti A1 penyakit dalam wanita, AIDS, dan Psikiatri, A2 penyakit dalam pria (terletak di lantai 1), A3 paru, A4 bedah syaraf, neurologi, stroke corner (terletak di lantai 2), A5 gigi dan Universitas Sumatera Utara mulut, THT, mata dan ruang kemoterapi untuk pasien kemoterapi, serta VIP (terletak di lantai 3) yang melayani semua pola penyakit. Depo farmasi rindu A melayani pasien dengan sistem one day dose dispensing (ODDD) untuk obat injeksi dan oral. Pengendalian obat-obat mahal dilakukan dengan cara pengecekan dari status pasien, pencatatan tersendiri keluarnya obat serta pengembalian wadah bekas. 3.5.2 Sumber Daya Manusia Depo farmasi Rindu A dipimpin oleh seorang Apoteker selaku kepala depo dan bertanggung jawab langsung kepada kepala Instalasi Farmasi RSUP. H. Adam Malik Medan. Apoteker di Depo Farmasi dibantu oleh petugas farmasi yang berjumlah 15 orang. 12 orang asisten apoteker dan 3 orang non asisten apoteker. 3.5.3 Sarana dan Prasarana Untuk mendukung kelancaran pelayanan, di ruangan peracikan Depo Farmasi Rindu A sudah dilengkapi dengan: rak penyimpanan barang, lemari arsip, meja peracikan, kulkas untuk sediaan termolabil, dan komputer untuk entry data. Depo farmasi Rindu A terdiri dari 2 ruangan, yaitu: Ruang penyimpanan untuk pelayanan ASKES dan JAMKESMAS. Ruang JAMKESMAS digunakan juga sebagai ruang administrasi yang merupakan ruang tempat skrining resep, dan entry data. Hal ini terjadi karena kurang memadainya tempat, ruang ini juga merupakan ruang tempat menerima resep, penyimpanan obat Jamkesmas, pengecekan ulang obat, serta tempat penyerahan obat. Universitas Sumatera Utara 3.5.4 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Depo Rindu A 3.5.4.1 Pemilihan Merupakan proses kegiatan sejak dari meninjau masalah kesehatan yang terjadi dirumah sakit, identifikasi pemilihan terapi, bentuk dan dosis, menentukan kriteria pemilihan dengan memprioritaskan obat esensial, standarisasi sampai menjaga dan memperbaharui standar obat. Penentuan seleksi obat merupakan peran aktif apoteker dalam panitia farmasi dan terapi untuk menetapkan kualitas dan efektifitas, serta jaminan purna transaksi pembelian. 3.5.4.2 Perencanaan Perencanaan adalah persiapan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan Perbekalan Farmasi. Tujuannya adalah kelancaran pelayanan kefarmasian. Prosedur: 1. Kepala pokja/depo menghitung/merekapitulasi jumlah obat berdasarkan data pemakaian yang lalu, meninjau dengan: a. Sisa persediaan b. Data pemakaian periode yang lalu 2. Apoteker membuat daftar obat/AKHP yang dibutuhkan setiap tahun dan menandatanganinya. 3.5.4.3 Pengadaan Kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui. a. Pengadaan di depo farmasi Rindu A dengan pengamprahan b. Pengamprahan adalah permintaan perbekalan farmasi dari gudang farmasi Universitas Sumatera Utara Prosedur: 1. Pelaksana farmasi melihat sisa stok obat/AKHP di komputer dan fisik. 2. Pelaksana farmasi membuat daftar kebutuhan untuk obat/AKHP dan mengentrynya ke komputer. 3. Apoteker memeriksa daftar kebutuhan dan menandatangani. 4. Petugas farmasi menyerahkan daftar kebutuhan ke perbekalan farmasi. 5. Petugas perbekalan mempersiapkan obat dan AKHP sesuai permintaan. 6. Petugas perbekalan menyerahkan obat dan AKHP yang di amprah ke petugas pokja/depo dengan menandatangani surat pengamprahan. 7. Petugas perbekalan membalas entry amprahan. 3.5.4.4 Penerimaan Penerimaan adalah pengambilan perbekalan farmasi dari gudang farmasi. Tujuannya untuk memenuhi kebutuhan pasien akan perbekalan farmasi di unit terkait. Pelaksana farmasi depo menerima obat/AKHP yang telah diamprah kepada pokja perbekalan sesuai dengan permintaan dari depo dan kemudian menandatangani surat serah terima barang. 3.5.4.5 Penyimpanan Penyimpanan merupakan kegiatan pengamanan dengan cara menempatkan perbekalan farmasi sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Tujuannya memelihara mutu, menjaga keamanan perbekalan farmasi, memudahkan pencarian dan pengawasan. Universitas Sumatera Utara Prosedur: a. Perbekalan farmasi yang diterima pelaksana farmasi dipisahkan berdasarkan jenis (obat, cairan, AKHP dll) b. Pelaksana Farmasi menyimpan obat berdasarkan a. Sifat (obat thermolabil) b. Bentuk sediaan (tablet, injeksi, infus, salep,dll) c. Bahan baku obat (mudah menguap/terbakar) d. Obat Narkotika dalam lemari khusus dan terkunci e. Alphabet f. FIFO dan FEFO g. Pelaksana Farmasi menyimpan alat kesehatan berdasarkan: - Jenis (spuit, needle, dll) - Nomor/ukuran (spuit 1 cc, 5 cc, dll) h. Penyimpanan harus memudahkan dalam pengeluaran exp.date c. Pelaksana Farmasi melakukan entry data penerimaan perbekalan farmasi ke SIRS. 3.5.4.6 Pendistribusian Pendistribusian Obat Askes adalah penyerahan obat yang masuk DPHO kepada pasien Askes setelah diracik/dikemas sesuai dengan resep/kartu obat. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan obat/AKHP pasien Askes. Prosedur: 1. Perawat menyerahkan Kartu Obat Pasien/resep ke depo farmasi. 2. Apoteker/Asisten memeriksa kelengkapan Kartu Obat Pasien /resep Universitas Sumatera Utara 3. Obat-obatan daftar II yang ada di DPHO harus dilengkapi protokol terapi dan di setujui petugas PT. Askes lebih dahulu. 4. Pelaksana farmasi di depo mengemas obat dan Alkes kemudian dientrykan ke SIRS. 5. Obat dan Alkes yang sudah dikemas diperiksa Apoteker. 6. Pelaksana farmasi menyerahkan obat dan Alkes ke perawat/Nurse station beserta bukti terima. Obat-obat Hight Allert Apoteker/Asisten Apoteker menyerahkan ke perawat dengan melengkapi label peringatan berbentuk bulat dan berwarna merah dengan tulisan Hight Allert. 3.4.4.7 Evaluasi Evaluasi di depo farmasi Rindu A dilakukan untuk memantau kegiatankegiatan yang dilakukan di depo farmasi Rindu A. Hasil evaluasi tersebut dibuat dalam bentuk laporan bulanan. Pelaporan di depo farmasi Rindu A mencakup: 1. Laporan mutasi narkotik 2. Laporan stok opname 3. Laporan pemakaian obat generik 4. Laporan kegiatan 5. Laporan pemakaian antibiotik 6. Laporan pemakaian obat diluar formularium Universitas Sumatera Utara BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Komite Farmasi dan Terapi (KFT) Berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang standar pelayanan farmasi di Rumah Sakit menyatakan bahwa Komite Farmasi dan Terapi diharuskan membuat Formularium yang harus selalu dimutakhirkan dan direvisi secara periodik. Formularium ini berguna sebagai pedoman pemberian obat oleh para dokter dalam pemberian pelayanan kepada pasien, sehingga tercapai penggunaan obat yang aman, rasional, efektif dan efisien. RSUP H. Adam Malik telah menerbitkan formularium pada tahun 2003, sebagai pedoman pembuatan formularium edisi pertama ini mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) tahun 2002. Kemudian formularium ini direvisi pada bulan Juli 2009 sehingga diterbitkanlah formularium edisi kedua, dimana pembuatan formularium ini mengacu pada DOEN tahun 2008, yang terbaru diterbitkan pada bulan Desember 2011. 4.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi 4.2.1 Produksi Pokja perbekalan melakukan kegiatan produksi sediaan farmasi. Kegiatan produksi yang dilakukan adalah membuat larutan H2O2 3%, handscrub serta mengubah menjadi kemasan yang lebih kecil (re-packing) antara lain alkohol 96% dan 70%, isodin (povidon iodium), hydrex/first aid/cutisoft, talkum dan Universitas Sumatera Utara kloralhidrat. Pembuatan/produksi perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik masih pada tahap pengenceran dan re-packing. 4.2.2 Penyimpanan Perbekalan farmasi di RSUP H. Adam Malik disimpan sesuai dengan sifatnya (obat termolabil di lemari es); bentuk sediaan (oral, injeksi, infus, salep); bahan baku obat (mudah menguap/terbakar); obat narkotika dan psikotropik dalam lemari khusus dan terkunci (double lock), dan disusun secara alfabetis dengan sistem first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO). Gudang penyimpanan di RSUP H. Adam Malik terdiri dari gudang perbekalan farmasi Askes, gudang perbekalan farmasi Jamkesmas, gudang perbekalan farmasi umum, gudang perbekalan farmasi floor stock, gudang perbekalan farmasi Cathlab jantung/bedah jantung, gudang perbekalan farmasi bahan berbahaya/mudah terbakar. Ruang penyimpanan masih belum sesuai dengan standar penyimpanan karena masih ada obat yang bersentuhan langsung dengan dinding. 4.3 Pelayanan Kefarmasian Pokja farmasi klinis dipimpin oleh seorang kepala yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada kepala instalasi farmasi RSUP H. Adam Malik. 4.3.1 Konseling Kegiatan konseling telah dilakukan di RSUP H. Adam Malik untuk pasien rawat jalan. Namun untuk menunjang terlaksananya konseling yang bermutu dibutuhkan beberapa literatur up to date yang dapat dengan cepat dan mudah Universitas Sumatera Utara diakses yang seharusnya ada di ruangan konseling seperti internet. Namun, ruang konseling RSUP H. Adam Malik belum didukung oleh fasilitas internet (wifi) untuk mencari informasi tersebut secara cepat. Pencatatan data pasien harus dilakukan secara kontinu dan terorganisir sehingga dapat diperoleh informasi perkembangan pasien setelah penggunaan obat dan dilakukan follow-up untuk mengetahui tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat. Namun, kegiatan follow-up ini belum dilakukan. Selain itu, ruang tunggu untuk pasien yang akan dikonseling masih belum tersedia. 4.3.2 Visite Kegiatan visite telah dilaksanakan pada pasien di RSUP H. Adam Malik. Kunjungan ini berupa kunjungan mandiri. Kegiatan visite belum dilakukan secara optimal dan menyeluruh pada setiap pasien. Hal ini dikarenakan saat apoteker melakukan visite tidak disertai dengan obatnya, sehingga pasien masih merasa bingung dengan apa yang dijelaskan apoteker. Selain itu, perbandingan jumlah pasien dengan apoteker belum sebanding yakni sesuai permenkes 1:30 , sehingga perlu ditambah lagi tenaga apoteker. Penelusuran riwayat penggunaan obat yang termasuk dalam kegiatan visite telah dilakukan oleh farmasi klinis. 4.4 Instalasi Central Sterilize Supply Department (CSSD) Berdasarkan pengamatan, CSSD telah melaksanakan kegiatan: pencucian, pengeringan, pengemasan/paket, pemberian label, pemberian indikator, sterilisasi, penyimpanan dan pendistribusian ke unit-unit yang membutuhkan perlengkapan steril. CSSD juga melakukan sterilisasi ruangan dengan cara pengasapan (fogging) Universitas Sumatera Utara dan penyinaran dengan sinar UV dan sterilisasi dengan etilen oksida untuk alat yang tidak tahan panas. Perlengkapan yang disterilkan di central sterilize supply departement meliputi instrumen, linen, dan karet. Prosedur sterilisasi di central sterilize supply departement adalah: a. Peralatan direndam beberapa menit dalam larutan tablet germisep untuk menetralkan mikroba yang ada pada peralatan b. Setelah direndam di dalam larutan tablet germisep, peralatan ditransfer dari CMU ke ruang CSSD melalaui lift kotor. c. Peralatan kemudian dicuci secara enzimatis sebanyak 10 ml selama 10 menit. d. Peralatan kemudian dibersihkan dengan air mengalir e. Peralatan dikeringkan f. Peralatan diset dan dibungkus dengan kain linen dan ditambahkan surgey milk g. Concentrat untuk menghindari karat ke dalamnya. h. Dibungkus sekali lagi dengan kain yang berlapis dua, untuk menghindari kontaminasi. i. Peralatan kemudian disterilisasi dengan autoklaf pada suhu 132oC selama 15 menit dan dikontrol menggunakan indikator. j. Peralatan yang telah disterilisasi kemudian disimpan dalam ruang steril sebelum didistribusikan ke ruangan yang membutuhkan k. Peralatan kemudian didistribusikan keruangan CMU melalui lift bersih. Universitas Sumatera Utara Proses sterilisasi pada instalasi CSSD RSUP H. Adam Malik belum terlaksana dengan baik, karena ruang CSSD masih memiliki sudut dan lift barang steril (bersih) dan barang tidak steril (kotor) letaknya masih berdampingan. Ruang pengemasan, produksi dan prosesing, serta ruang sterilisasi masih berada dalam satu ruangan. 4.5 Depo Farmasi Rindu A Berdasarkan pengamatan terhadap depo farmasi rindu A RSUP H. Adam Malik, penyimpanan obat terdiri dari 2 ruangan yaitu Askes dan Jamkesmas. Tetapi karena keterbatasan ruangan maka ruang penyimpanan obat jamkesmas juga digunakan sebagai ruang administrasi yang merupakan tempat menganalisa resep dan entry data. Ruang penyimpanan obat jamkesmas ini juga digunakan sebagai tempat pengecekan ulang obat serta tempat penyerahan obat. Keamanan pada ruang depo farmasi rindu A ini juga tidak dapat dipertanggung jawabkan karena orang-orang selain dari karyawan depo farmasi rindu A juga dapat keluar masuk dengan bebas. Barang-barang dan obat-obatan juga tak sepenuhnya tersusun rapi ditempatnya karena keterbatasan tempat, jadi sebagian terletak diatas meja peracikan. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Peranan apoteker dalam menunjang pelayanan kesehatan kepada masyarakat di rumah sakit sangat luas, selain di instalasi farmasi juga berperan di instalasi gas medis dan instalasi CSSD. 2. Peranan apoteker dalam pengelolaan perbekalan farmasi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit RSUP H. Adam Malik meliputi pemilihan, perencanaan, pengadaan, produksi, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan obat kepada pasien. 3. Secara keseluruhan peranan apoteker pada pelayanan farmasi klinis telah terlaksana secara optimal tetapi masih tedapat beberapa kendala seperti kurangnya tenaga apoteker pada pelaksanaan visite dan kurangnya sarana dan prasarana yang memadai untuk pelaksanaan konseling. 4. Masih ada resep yang ditulis dokter tidak berpedoman pada formularium rumah sakit, DPHO dan Formularium Jamkesmas. 5. Ruangan CSSD yang ada di RSUP H. Adam Malik masih belum memadai dan sesuai dengan standar yang ditetapkan, dimana ruangan masih memiliki sudut serta lift kotor dan lift bersih masih diletakkan berdampingan. Universitas Sumatera Utara 5.2 Saran 1. Apoteker diharapkan lebih aktif dalam melaksanakan pelayanan farmasi klinis seperti visite farmasi dengan tujuan melihat rasionalitas penggunaan obat dan sebaiknya visite dilakukan setiap hari bersama dengan staf kesehatan lainnya seperti dokter dan perawat. 2. Sebaiknya data pasien yang melakukan konseling dibuat dalam sistem komputerisasi sehingga dalam mencari data pasien berulang atau pasien dengan terapi jangka panjang tidak membutuhkan waktu yang lama. 3. Sebaiknya dilakukan sosialisasi berkelanjutan mengenai formularium rumah sakit, DPHO dan Formularium Jamkesmas kepada tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit, khususnya kepada dokter sebagai penulis resep. 4. Sebaiknya dilakukan renovasi ruangan dan pemindahan lift CSSD agar kemungkinan terjadinya kontaminasi antara barang yang telah disterilkan dan yang belum disterilkan lebih kecil. Universitas Sumatera Utara DAFTAR PUSTAKA Anomina. (2011). Sejarah RSUP H. Adam Malik. Tanggal Akses: 20 November 2012. http://rsuphadammalik.com. Anominb. (2011). Staf Medis Fungsional RSUP H. Adam Malik. Tanggal Akses: 20 November 2012. http://rsuphadammalik.com. Anominc. (2011). Spesialisasi Kedokteran RSUP H. Adam Malik. Tanggal Akses: 20 November 2012. http://rsuphadammalik.com. Depkes RI. (1990). Keputusan MenKes No. 335/Menkes/SK/VII/1990 tentang Rumah Sakit Umum Pusat Medan sebagai Rumah Sakit Kelas A. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (1991). Keputusan Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 tentang RSUP H. Adam Malik sebagai RS Pendidikan. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (1999). Keputusan MenKes RI Nomor 1333/MENKES/SK/XII/1999 tentang Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (2004). Keputusan MenKes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (2008). Peraturan Menkes RI Nomor 244/MENKES/PER/III/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (2009). UU RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Depkes RI. (2009). Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (CSSD) di Rumah Sakit. Jakarta: Depkes RI. Dirut RSUP HAM. (2011). SK Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor OT/01.01/IV.2.1/10281/2011 tentang Revisi Struktur Organisasi dan Tata Kerja Instalasi Farmasi RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam Malik. Dirut RSUP HAM. (2011). SK Direktur Utama RSUP H. Adam Malik Nomor PO.02.01.5.3.9584 tentang Pembentukan Komite Farmasi dan Terapi RSUP H. Adam Malik. Medan: RSUP H. Adam Malik. Siregar, J.P.C., dan Amalia, L. (2004). Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Jakarta: EGC. Hal. 9-10, 25, 33-34. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUP H. Adam Malik Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) a. Bagian Depan Universitas Sumatera Utara Lampiran 2. Blanko Pelaporan Monitoring Efek Samping Obat (lanjutan) b. Bagian Belakang Universitas Sumatera Utara Lampiran 3. Format Lembar Pelayanan Informasi Obat LEMBAR PELAYANAN INFORMASI OBAT NO :…………Tgl : ………… Waktu : ………….Metode lisan/pertelp/tertulis 1. Identitas Penanya Nama : No Telp Status : : 2. Data Pasien : Umur :……. Berat :…… .Kg Jenis Kelamin : L/K Kehamilan : Ya / Tidak………………………………Minggu Menyusui : Ya/ Tidak Umur bayi :……………… 3. Pertanyaan : Uraian permohonan ................................................................................................................... Jenis Permohonan o o o o o o o Identifikasi Obat Antiseptik Stabilitas Kontra Indikasi Ketersediaan Harga Obat ESO o o o o o o o Dosis Interaksi Obat Farmakokinetik/Farmakodinamik Keracunan Penggunaan Terapeutik Cara Pemakaian Lain – Lain 4. Jawaban : ...................................................................................... 5. Referensi : .................................................................................... 6. Penyampaian Jawaban Segera, dalam waktu 24 jam, > 24 jam Apoteker yang menjawab : ........................................................... Tgl : ...................... Waktu : ....................................................... Metode jawaban : Lisan / Tertulis / Pertelp. Universitas Sumatera Utara LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI FARMASI RUMAH SAKIT di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan Studi Kasus CHF stage III/IV ec CAD + HHD + Diabetes Mellitus Tipe II Disusun Oleh: Sukarsi Pratiwi, S.Farm. NIM 113202163 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2012 Universitas Sumatera Utara RINGKASAN Telah dilakukan studi kasus pada Praktik Kerja Profesi (PKP) Farmasi Rumah Sakit di Instalasi Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2 Interna Pria Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik. Pengamatan dilaksanakan pada tanggal 09 November 2012 s/d 17 November 2012. Tujuan dilaksanakannya studi kasus ini adalah untuk memantau penggunaan obat pada pasien ES yang dirawat di ruang Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2 interna pria RSUP H. Adam Malik Medan. Studi kasus yang diambil yaitu pada pasien ” CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II”. Kegiatan studi kasus meliputi visite (kunjungan) terhadap pasien, memberikan pemahaman dan dorongan kepada pasien untuk tetap mematuhi terapi yang telah ditetapkan oleh dokter, memberikan informasi obat kepada pasien dan keluarga pasien, melihat rasionalitas penggunaan obat terhadap pasien, dan memberikan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain dalam meningkatkan rasionalitas penggunaan obat. Penilaian Rasionalitas penggunaan Obat meliputi 4 T + 1 W yaitu: Tepat Pasien, Tepat Indikasi, Tepat Obat, Tepat Dosis (Tepat Cara Pemberian, Tepat Saat Pemberian, Tepat Lama dan Frekuensi Pemberian) dan Waspada Efek samping. Obat-obatan yang dipantau dalam kasus ini adalah Digoksin, Simarc 2 (Warfarin), Simvastatin, Omeprazole, Alprazolam, Humulin R, Humulin N, Captopril, Aspilet, Clopidogrel dan Isosorbit dinitrat. Universitas Sumatera Utara DAFTAR ISI Halaman JUDUL ..................................................................................................... i RINGKASAN .......................................................................................... ii DAFTAR ISI ............................................................................................ ii DAFTAR TABEL .................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ viii BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Tujuan ................................................................................................ 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 3 2.1. Congestive Heart Failure (CHF) ....................................................... 3 2.1.1 Defenisi CHF ................................................................ 3 2.1.2 Etiologi CHF ................................................................. 4 2.1.3 Manifestasi Klinik CHF ................................................ 5 2.1.4 Diagnosis CHF .............................................................. 5 2.1.5 Pengobatan CHF ........................................................... 8 2.2 Penyakit Koroner Arteri (CAD) .............................................. 12 2.2.1 Definisi CAD ............................................................... 12 2.2.2 Etiologi CAD ............................................................... 12 2.2.3 Tanda dan Gejala CAD ................................................ 13 2.2.4 Pengobatan CAD ......................................................... 14 Universitas Sumatera Utara 2.3 Hipertensi ................................................................................ 15 2.4 Diabetes Melitus ...................................................................... 17 2.4.1 Definisi DM ................................................................. 17 2.4.2 Etiologi DM ................................................................. 17 2.4.3 Manifestasi Klinik DM ................................................ 19 2.4.4 Diagnosis DM .............................................................. 19 2.4.5 Pengobatan DM ........................................................... 20 BAB III PENATALAKSANAAN UMUM ....................................... 24 3.1 Identitas Pasien ........................................................................ 24 3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan .......................................... 24 3.2.1 Riwayat Penyakit Dahulu ............................................... 24 3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga ............................................ 25 3.2.3 Riwayat Penyakit Sosial ................................................. 25 3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu ............................ 25 3.3 Ringkasan Waktu Pasien Masuk .............................................. 25 3.4 Pemeriksaan Penunjang ........................................................... 26 3.4.1 Pemeriksaan Fisik ........................................................... 26 3.4.2 Pemeriksaan Patologi Klinik .......................................... 27 3.5 Terapi ....................................................................................... 29 BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................... 31 4.1 Pembahasan Tanggal 09 November 2012 ............................... 32 4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien ................................................ 33 4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi .............................................. 33 4.1.3 Pengkajian Tepat Obat ................................................... 35 Universitas Sumatera Utara 4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis .................................................. 38 4.1.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ............................... 40 4.1.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................ 41 4.1.7 Rekomendasi untuk Perawat .......................................... 42 4.2 Pembahasan Tanggal 10–12 November 2012 .......................... 44 4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien ................................................. 45 4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi .............................................. 45 4.2.3 Pengkajian Tepat Obat ................................................... 46 4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis .................................................. 47 4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ............................... 49 4.2.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................ 49 4.2.7 Rekomendasi untuk Perawat .......................................... 49 4.3 Pembahasan Tanggal 13 November 2012 ............................... 50 4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien ................................................ 51 4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi .............................................. 52 4.3.3 Pengkajian Tepat Obat ................................................... 53 4.3.4 Pengkajian Tepat Dosis .................................................. 54 4.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ............................... 56 4.3.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................ 57 4.3.7 Rekomendasi untuk Perawat .......................................... 57 4.4 Pembahasan Tanggal 14–17 November 2012 ........................ 58 4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien ................................................ 59 4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi .............................................. 60 4.4.3 Pengkajian Tepat Obat ................................................... 60 Universitas Sumatera Utara 4.4.4 Pengkajian Tepat Dosis .................................................. 60 4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping ............................... 60 4.4.6 Rekomendasi untuk Dokter ............................................ 61 4.4.7 Rekomendasi untuk Perawat .......................................... 61 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 62 5.1 Kesimpulan ........................................................................ 62 5.2 Saran .................................................................................. 63 DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 64 LAMPIRAN ............................................................................................. 66 BAB V Universitas Sumatera Utara DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Pengelompokan Gagal Jantung Menurut NYHA .................... 16 Table 2.2 Kriteria Penegakan Diagnosa ................................................... 20 Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik ........................................................... 26 Tabel 3.2 Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik .......................................... 27 Tabel 3.3 Lanjutan Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik ........................... 28 Tabel 3.4 Daftar Obat-Obat yang Digunakan Pasien di RSUP H. Adam Malik ........................................................................ 29 Tabel 4.1 Daftar Obat-Obat yang Digunakan pada Tanggal 09 November 2012 .. ....................................................................................... 33 Tabel 4.2 Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 09 November 2012 ............. 38 Tabel 4.3 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 09 November 2012 40 Tabel 4.4 Daftar Obat pada Tanggal 10–12 Novembert 2012 ................ 44 Tabel 4.5 Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 10–12 Novembert 2012 ...... 48 Tabel 4.6 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 10–12 November 2012 ......................................................................................... 49 Tabel 4.7 Daftar Obat pada Tanggal 13 November 2012 ...................... 51 Tabel 4.8 Pengkajian Tepat Dosis Tanggal 13 November 2012 ............ 55 Tabel 4.9 Efek Samping dan Interaksi Obat Tanggal 13 November 2012 56 Tabel 4.10 Daftar Obat pada Tanggal 14 –17 November 2012 ............... 59 Universitas Sumatera Utara DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lembar Penilaian Rasionalitas Penggunaan Obat ................. 65 Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit (Depkes RI, 2004). Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan salah satu kegiatan di rumah sakit sebagai penunjang upaya kesehatan yang bermutu. Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka pelayanan farmasi harus ditingkatkan. Kegiatan pelayanan farmasi di rumah sakit meliputi pengkajian resep, pelayanan informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing, pemantauan kadar obat dalam darah (Depkes RI, 2004). Peranan dan tanggung jawab farmasi klinis yaitu untuk memastikan bahwa obat yang diberikan kepada pasien berada pada kualitas dan standar. Semua obat harus disimpan dengan aman dan sesuai dengan rekomendasi (baik di instalasi farmasi maupun di bangsal). Farmasi klinis juga memiliki peran dalam memastikan bahwa semua penulisan resep obat adalah rasional, berbasis bukti, dan tepat bagi individu. Farmasi klinis harus bertujuan untuk memaksimalkan Universitas Sumatera Utara khasiat obat, meminimalkan toksisitas obat, mempromosikan efektivitas biaya (cost-effectiveness) dan menghormati pilihan pasien. Dalam kaitannya dengan pengelolaan resiko klinis (clinical risk management), farmasis mempunyai tanggung jawab untuk melindungi pasien dari bahaya yang tidak diharapkan akibat penggunaan obat yang tidak tepat. Dalam rangka menerapkan praktik farmasi klinis di rumah sakit, maka mahasiswa calon apoteker perlu diberi pembekalan dalam bentuk praktik kerja profesi di rumah sakit. Praktik kerja profesi di rumah sakit menerapkan salah satu praktik pelayanan kefarmasian yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah terkait obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan pasien. Adapun studi Pengkajian Penggunaan Obat Secara Rasional (PPOSR) dilaksanakan pada bagian penyakit dalam. Studi kasus yang diambil adalah CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II di ruangan penyakit dalam pria Rindu A2. 1.2 Tujuan Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah: a. Melakukan visite (Pemantauan Penggunaan Obat, Edukasi, Pemantauan ESO, Pemantauan ME) pada pasien dengan diagnosa CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. b. Melakukan konseling rawat jalan dan penyuluhan. c. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien. Universitas Sumatera Utara BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Congestive Heart Failure (CHF) 2.1.1 Definisi CHF Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Gagal jantung dapat juga merupakan hasil dari disfungsi sistolik dan diastolik (Corwin, 2009). Pada disfungsi sistolik, kerja memompa (kontraktilitas) dan ejection fraction (EF) dari kerja jantung mengalami penurunan. Sedangkan pada disfungsi diastolik, proses mengerasnya dan kehilangan kemampuan relaksasi otot jantung memiliki peranan yang penting dalam menurunkan keluaran jantung (cardiac output) (Katzung, 2001). Gagal jantung kongestif merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Tempat kongesti bergantung pada ventrikel yang terlibat. Infark miokardium mengganggu fungsi miokardium karena menyebabkan turunnya kekuatan kontraksi, menimbulkan abnormalitas gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung. Dengan berkurangnya kemampuan ventrikel kiri untuk mengosongkan diri, maka besar volume sekuncup berkurang sehingga volume sisa ventrikel meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan tekanan jantung sebelah kiri (Price dan Wilson, 2005). Penurunan volume sekuncup akan menimbulkan respon simpatis kompensatoris. Kecepatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi meningkat untuk mempertahankan curah jantung. Pengurangan aliran darah ginjal dan laju Universitas Sumatera Utara filtrasi glomerulus akan meningkatkan pengaktifan sistem renin-angiotensin aldosteron, dengan terjadinya retensi natrium dan air oleh ginjal. Hal ini akan meningkatkan aliran balik vena (Price dan Wilson, 2005). 2.1.2 Etiologi CHF Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan yang meningkatkan beban awal, meningkatkan beban akhir, atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel, dan beban akhir meningkat pada keadaan akhir seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati (Price dan Wilson , 2005). Secara epidemiologi cukup penting untuk mengetahui penyebab dari gagal jantung, di negara berkembang penyakit arteri koroner dan hipertensi merupakan penyebab terbanyak sedangkan penyebab lain terbanyak adalah penyakit jantung katup (Ghanie, 2009) New York Heart Association (NYHA) mengelompokkan gagal jantung dalam 4 kelas fungsional berdasarkan jumlah aktivitas fisik yang diperlukan untuk menimbulkan gejala-gejalanya (Gunawan, 2007). Pengelompokan gagal jantung menurut NYHA dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Pengelompokan Gagal Jantung Menurut NYHA Kelas I Symptom Tidak ada limitasi aktivitas fisik, tidak timbul sesak napas, dan rasa lelah. II Sedikit limitasi aktivitas fisik, timbul rasa lelah dan sesak napas dengan aktivitas fisik biasa, tetapi nyaman sewaktu istirahat. III Aktivitas fisik sangat terbatas. Aktivitas fisik kurang dari biasa sudah menimbulkan gejala, tetapi nyaman sewaktu istirahat. IV Gejala-gejala sudah ada sewaktu istirahat, dan aktivitas sedikit saja akan memperberat gejala. 2.1.3 Manifestasi Klinik CHF Manifestasi klinik gagal jantung menunjukkan derajat kerusakan miokardium dan kemampuan serta besarnya respon kompensasi. Berikut adalah hal-hal yang biasa ditemukan pada gagal jantung kiri: a. Gejala dan tanda: dispnea, oliguria, lemah, lelah, pucat dan berat badan bertambah. b. Auskultasi: ronki basah, bunyi jantung ketiga (akibat dilatasi jantung dan ketidaklenturan ventrikel waktu pengisian cepat). c. EKG: takikardia d. Radiografi dada: kardiomegali, kongesti vena pulmonalis (Price dan Wilson, 2005). 2.1.4 Diagnosis CHF Untuk menegakkan diagnosa pada pasien yang mengalami CHF, dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan fisik merupakan prosedur pemeriksaan untuk memperoleh data mengenai tubuh dan keadaan fisis pasien dalam membantu menegakkan diagnosa yang menentukan kondisinya (Sjaifoellah, 1996). Pemeriksaan fisik meliputi : a. Pemeriksaan Pernafasan Normopnea ialah pernafasan normal tanpa ada rasa hambatan subjektif. Pada penderita CHF biasanya terjadi dispnea yaitu keadaan gangguan pernafasan yang dirasakan berat disertai tanda-tanda objektif, antar lain pernafasan telinga hidung, ikut aktifnya otot pernafasan pembantu, frekuensi pernafasan meningkat. Frekuensi pernafasan adalah jumlah tarikan nafas seseorang dalam satu menit. Bradipnea adalah frekuensi tarikan nafas <16 siklus/menit, takipnea adalah frekuensi tarikan nafas > 24 siklus/menit, dan normopnea adalah frekuensi tarikan nafas 16-24 siklus/menit. b. Pemeriksaan Nadi Denyut nadi adalah gelombang denyutan akibat adanya gelombang pulsa tekanan yang diteruskan ke perifer dan selanjutnya disebut gelombang nadi. Frekuensi denyut nadi normal adalah 60 sampai 100 kali/menit. Frekuensi denyut nadi yang lebih rendah dari 60 kali/menit disebut bradikardia, sedangkan yang lebih dari 100 kali/menit disebut takikardia (Jota, 2002). c. Pemeriksaan Tekanan Darah Idealnya pengukuran tekanan darah dilakukan pada saat keadaan penderita tenang betul, tetapi pada penderita gawat, tekanan darah harus diukur pertama kali sebagai bagian dari pemeriksaan vital. Universitas Sumatera Utara Pemeriksaan Penunjang a. Elektrokardiografi (EKG) EKG dapat melihat kemungkinan adanya penyakit jantung yang mendasari seperti hipertrofi ventrikel kiri dan kanan, gangguan irama jantung, dan faktor pencetus seperti infark miokad dan emboli paru (Renardi dan Sutomo, 1992). b. Ekokardiografi Ekokardiografi harus dilakukan pada semua pasien dengan dugaan gagal jantung. Pada Ekokardiografi dapat dilihat keabnormalan yang mungkin terjadi pada katub mitral, katub aorta, dimensi ruang jantung, fungsi sistolik dan diastolik. c. Foto Thoraks Gambar yang diamati dari foto thoraks adalah berhubungan dengan peningkatan tekanan vena pulmonalis (Stein, 2001). d. Kateterisasi Jantung Tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu membedakan gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri dan stenosis katup atau insufisiensi (Tierney, dkk., 2002). e. Hematologi Penurunan pengangkutan oksigen jaringan bertanggung jawab untuk peningkatan massa eritrosit, tetapi karena peningkatan volume plasma lebih besar, maka biasanya Hb akan normal atau sedikit meningkat. f. Fungsi Ginjal Azotemia prarenal dengan peningkatan tidak sebanding dalam urea/nitrogen darah relatif terhadap kreatinin serum. Universitas Sumatera Utara 2.1.5 Pengobatan CHF Target terapi gagal jantung kronik adalah meminimalisir hingga menghilangnya gejala, meningkatkan kualitas hidup, mengurangi angka rawat inap, memperlambat peningkatan keparahan penyakit, serta memperpanjang ketahanan (Sukandar, 2008). Prinsip manajemen terapi juga meliputi pengurangan beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung (kontraktilitas), dan juga mengontrol penggunaan garam. Pemilihan obat yang tersedia untuk pengobatan gagal jantung kongestif bersifat terbatas dan terfokus terutama untuk mengontrol gejala-gejala yang terjadi. Obat sekarang telah dikembangkan baik untuk memperbaiki gejala, dan yang terpenting, memperpanjang kelangsungan hidup. a. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitors (ACEIs) ACE inhibitor telah digunakan untuk pengobatan hipertensi selama lebih dari 20 tahun. Golongan obat ini juga telah dipelajari secara ekstensif dalam pengobatan gagal jantung kongestif. Obat-obat ini menghambat pembentukan angiotensin II, suatu hormon dengan efek yang berpotensi mempengaruhi jantung dan sirkulasi pada pasien gagal jantung. Penelitian yang dilakukan pada beberapa ribu pasien, obat ini telah menunjukkan peningkatan perbaikan gejala-gejala penyakit pada pasien, pencegahan kerusakan klinis, dan memperpanjang hidup. Selain itu, obat ini digunakan untuk mencegah perkembangan gagal jantung dan serangan jantung (Tierney, dkk., 2002). Efek samping dari obat ini termasuk batuk kering yang mengganggu, hipotensi, memburuknya fungsi ginjal dan ketidakseimbangan elektrolit, dan jarang terjadi reaksi alergi. Ketika digunakan dengan hati-hati dengan pemantauan Universitas Sumatera Utara yang tepat, bagaimanapun, mayoritas individu dengan gagal jantung kongestif dapat mentolerir obat-obat ini tanpa masalah yang signifikan. Contoh inhibitor ACE meliputi: kaptopril, enalapril, lisinopril, benazepril dan ramipril (Gunawan, 2007). b. Angiotensin II Reseptor Blockers (ARBs) Individu yang tidak mampu mentolerir dampak ACE inhibitors, dapat digunakan sebuah kelompok alternatif obat, yang disebut angiotensin receptor blockers (ARBs). Obat ini bekerja pada jalur sirkulasi yang sama dengan inhibitor ACE, tetapi kerjanya menduduki reseptor angiotensin II secara langsung Efek samping dari obat ini mirip dengan seperti penggunaan ACE inhibitors, meskipun batuk kering jarang dijumpai. Contoh golongan ini obat meliputi: losartan, candesartan, telmisartan, valsartan, irbesartan, dan olmesartan (Gunawan, 2007). c. Beta-blocker Hormon-hormon tertentu, seperti epinefrin (adrenalin), norepinefrin, dan hormon serupa lainnya, bertindak pada reseptor beta pada berbagai jaringan tubuh dan menghasilkan efek stimulatif. Efek hormon ini pada reseptor beta di jantung adalah kontraksi yang lebih kuat dari otot jantung. Beta-blocker adalah obat yang menghalangi aksi hormon ini dengan menduduki reseptor beta dari jaringan tubuh. Karena diasumsikan bahwa menduduki reseptor beta dapat menekan fungsi dari jantung, beta-blocker secara tradisional tidak digunakan pada orang dengan gagal jantung kongestif (Gunawan, 2007). Penelitian telah menunjukkan manfaat klinis dari beta-blocker dalam meningkatkan fungsi jantung dan kelangsungan hidup pada individu dengan gagal jantung kongestif yang sedang menggunakan ACE inhibitors. Keberhasilan dalam Universitas Sumatera Utara menggunakan beta-blocker pada gagal jantung kongestif adalah dengan memulai dari dosis rendah dan kemudian meningkatkan dosis secara lambat (Tierney, dkk., 2002). Efek samping yang mungkin termasuk retensi cairan, hipotensi, dan kelelahan serta pusing. Beta-blocker umumnya harus tidak digunakan pada orang dengan penyakit yang signifikan tertentu pada saluran napas (misalnya, asma, emfisema). Contoh golongan obat ini adalah bisoprolol, metoprolol, dan carvedilol (Gunawan, 2007) d. Glikosida jantung Glikosida jantung menstimulasi otot jantung untuk berkontraksi lebih kuat. Dengan kata lain, glikosida jantung adalah obat yang memperkuat kontraktilitas otot jantung (efek inotropik positif), terutama digunakan pada gagal jantung (dekompensasi) untuk memperbaiki fungsi pompanya. Potensi efek samping termasuk: mual, muntah, gangguan irama jantung, disfungsi ginjal, dan kelainan elektrolit. Efek-efek samping umumnya timbul akibat dari toksisitas dalam darah dan dapat dimonitor dengan tes darah. Dosis glikosida jantung juga perlu disesuaikan pada pasien dengan gangguan ginjal yang signifikan (Gunawan, 2007). e. Diuretik Diuretik seringkali merupakan komponen penting dalam pengobatan gagal jantung kongestif untuk mencegah atau mengurangi gejala retensi cairan. Obat ini membantu mengurangi cairan di paru-paru dan jaringan lain dengan cara menyalurkan cairan melalui ginjal. Meskipun diuretik efektif dalam menghilangkan gejala seperti sesak napas dan pembengkakan kaki, diuretik belum Universitas Sumatera Utara menunjukkan untuk memberikan dampak positif pada kelangsungan hidup jangka panjang. Namun demikian, diuretik tetap kunci dalam mencegah memburuknya kondisi pasien. Bila diperlukan rawat inap, diuretik sering diberikan secara intravena karena absorbsi diuretik oral mungkin terganggu, ketika gagal jantung kongestif yang parah. Potensi efek samping diuretik meliputi dehidrasi, kelainan elektrolit, hipokalemia, gangguan pendengaran, dan hipotensi (Gunawan, 2007). Dalam terapi sangat penting untuk mencegah kadar kalium rendah dengan cara menambahkan suplemen. Gangguan elektrolit tersebut dapat membuat pasien rentan terhadap gangguan irama jantung yang serius. Contoh dari berbagai kelas diuretik meliputi: furosemid, hidroklorotiazid, bumetanide, torsemide, dan spironolactone. Spironolactone (Aldactone) telah digunakan selama bertahuntahun sebagai diuretik lemah dalam pengobatan berbagai penyakit. Obat ini memblokir aksi dari hormon aldosterone. Aldosteron memiliki banyak efek pada jantung dan sirkulasi pada gagal jantung kongestif (Gunawan, 2007). f. Vasodilator Vasodilator sudah lama digunakan dalam pengobatan gagal jantung. Obat golongan ini merileksasi otot polos pembuluh darah secara langsung. Penggunaan secara kombinasi telah terbukti dapat mengurangi angka kematian pada pasien gagal jantung. Hidralazin merupakan vasodilator arteri sehingga menurunkan afterload dan isosorbid dinitrat merupakan venodilator sehingga menurunkan preload jantung (Tierney, dkk., 2002). Universitas Sumatera Utara 2.2 Penyakit Arteri Koroner (CAD) 2.2.1 Definisi CAD Penyakit arteri koroner (CAD) terjadi ketika pembuluh darah yang memasok darah ke otot jantung (koroner arteri) menjadi mengeras dan menyempit. Arteri mengeras dan menjadi sempit karena penumpukan plak pada dinding dalam atau lapisan arteri (aterosklerosis). Aliran darah ke jantung berkurang karena plak mempersempit arteri koroner. Hal ini mengurangi pasokan oksigen ke otot jantung. CAD adalah jenis yang paling umum dari penyakit jantung. Ini adalah penyebab utama kematian di Amerika Serikat pada laki-laki dan perempuan. 2.2.2 Etiologi CAD CAD disebabkan oleh aterosklerosis, penebalan dan pengerasan dinding dalam arteri. Beberapa pengerasan pembuluh darah biasanya terjadi karena faktor usia. Pada aterosklerosis, timbunan plak menumpuk di arteri. Plak terdiri dari lemak, kalsium, kolesterol, dan zat lain dari darah. Pembentukan plak dalam arteri sering dimulai pada masa kanak-kanak. Seiring waktu, pembentukan plak di arteri koroner dapat: a. Mempersempit arteri sehingga darah kurang dapat mengalir ke otot jantung b. Memblokir seluruh arteri dan aliran darah c. Menyebabkan pembekuan darah yang dapat memblokir arteri. Universitas Sumatera Utara Jenis - Jenis Plak: a. Keras dan stabil. Plak keras menyebabkan dinding arteri menebal dan mengeras. Kondisi ini lebih terkait dengan angina dibandingkan dengan serangan jantung, tetapi serangan jantung sering terjadi dengan plak keras. b. Lunak dan tidak stabil. Plak lunak lebih mungkin untuk patah atau terpisah dan menyebabkan pembekuan darah. Ini bisa menyebabkan serangan jantung. Faktor risiko adalah: a. Usia. Pada pria, peningkatan risiko setelah usia 45 tahun dan pada wanita, risiko meningkat setelah usia 55 tahun. b. Riwayat keluarga c. Kolesterol darah tinggi d. Tekanan darah tinggi e. Merokok f. Diabetes g. Kelebihan berat badan atau obesitas h. Kurangnya aktivitas fisik. 2.2.3 Tanda dan Gejala Penyakit Arteri Koroner Gejala umum dari CAD adalah: a. Nyeri dada atau ketidaknyamanan dada (angina), atau nyeri pada satu atau kedua lengan, bahu kiri, leher, rahang atau punggung. b. Sesak napas. Universitas Sumatera Utara Tingkat keparahan gejala sangat bervariasi. Pada beberapa orang, tanda pertama dari CAD adalah serangan jantung. Serangan jantung terjadi ketika plak dalam koroner arteri stabil terpisah, menyebabkan bekuan darah yang memblokir arteri. 2.2.4 Pengobatan CAD Tujuan dari pengobatan CAD adalah untuk: a. Meringankan gejala b. Memperlambat atau menghentikan aterosklerosis dengan mengendalikan atau mengurangi faktor risiko c. Menurunkan risiko penggumpalan darah yang dapat menyebabkan serangan jantung d. Memperluas arteri yang tersumbat atau bypass Perubahan Gaya hidup a. Makan makanan yang sehat untuk mencegah atau mengurangi tekanan darah tinggi dan kolesterol darah tinggi. b. Mempertahankan berat badan yang sehat. c. Berhenti merokok. d. Olahraga e. Menurunkan berat badan jika kelebihan berat badan atau obesitas f. Mengurangi stres. Obat- Obatan yang umum digunakan untuk mengobati CAD adalah: a. Obat penurun kolesterol. b. Antikoagulan c. ACE inhibitor Universitas Sumatera Utara d. Beta-blocker e. Blocker kalsium channel Nitrogliserin f. Glycoprotein IIb-IIIa inhibitor g. Trombolitik (www.masterdocs.com). 2.3 Hipertensi Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang menetap diatas batas normal yang disepakati yaitu 140/90 mmHg. Hipertensi, gagal ginjal kronik dan gagal jantung memiliki kaitan yang erat. Hipertensi mungkin merupakan penyakit primer dalam menyebabkan kerusakan ginjal, juga mungkin menyebabkan gagal jantung kongestif. Dan sebaliknya gagal ginjal kronik dan gagal jantung dapat menyebabkan hipertensi melalui mekanisme retensi air dan natrium (Price dan Wilson, 2005). Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu: a. Hipertensi primer (Esensial) Hipertensi esensial adalah hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi primer terdiri dari hipertensi benigna yaitu hipertensi yang bersifat lambat dan sering ditemukan tanpa ada gejala dan hipertensi maligna yaitu hipertensi yang mengkhawatirkan, memerlukan segera pengobatan yang tepat untuk mengurangi kerusakan organ sampai sekecil mungkin atau resiko kematian yang mendadak akibat perdarahan otak. b. Hipertensi sekunder Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang jelas diketahui penyebabnya, riwayat penyakit, uji laboratorium rutin dapat mengidentifikasi pasien yang Universitas Sumatera Utara mungkin mempunyai hipertensi sekunder. Salah satu penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit ginjal. Hipertensi dapat disebabkan oleh penyakit glomeruler dan penyakit intestinal tubuler, yang berhubungan dengan peningkatan volume intravaskuler atau peningkatan aktivitas sistem renin-angiotensinaldosteron. Mekanisme terjadinya hipertensi adalah pelepasan renin yang berlebihan oleh penurunan aliran darah ginjal dan tekanan perfusi. Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, dan merupakan penyebab umum dari infusiensi renal, hal ini dapat dihilangkan melalaui pengendalian tekanan darah yang agresif. Pada pasien dengan nefropati hipertensif, tekanan darah sebaiknya 130/85 mmHg atau lebih rendah jika terdapat proteinuria. Pada kasus hipertensi berat dengan gangguan fungsi ginjal, jika pengobatan konservatif gagal, perlu tindakan dialisis. Pada sebagian kasus, tindakan dialisais mempengaruhi tekanan darah. Bila obat-obatan dan tindakan dialisis gagal perlu dipertimbangkan nefrektomi bilateral. Tekanan darah dapat diklasifikasikan atas beberapa kategori dapat dilihat pada Tabel 2.2. Kategori Tekanan Darah menurut JNC 7 Normal Tekanan Darah sistolik (mmHg) <120 dan / atau dan Tekanan Darah diastolik (mmHg) <80 Pra-hipertensi 120-139 atau 80-89 Tahap 1 140-159 atau 90-99 Tahap 2 >/=160 atau >/=100 Hipertensi: Tabel 2.2 Klasifikasi tekanan darah menurut JNC 7 (Joint National Committee) Universitas Sumatera Utara 2.4 Diabetes Mellitus 2.4.1 Definisi Diabetes Mellitus Diabetes mellitus (DM) didefinisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin. 2.4.2 Etiologi Diabetes Melitus a. Diabetes Mellitus Tipe 1 Diabetes tipe ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya. Gangguan produksi insulin pada DM Tipe 1 umumnya terjadi karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi autoimun. Serangan autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel β. Namun ada pula yang disebabkan oleh bermacam-macam virus, diantaranya virus Cocksakie, Rubella, dan Herpes. (Depkes RI, 2005). b. Diabetes Mellitus Tipe 2 Diabetes Tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM Tipe 1. Penderita DM Tipe 2 mencapai 90-95% dari keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun, tetapi akhir-akhir ini penderita DM Tipe 2 di kalangan remaja dan anakanak populasinya meningkat (Depkes RI, 2005). Universitas Sumatera Utara Etiologi DM Tipe 2 merupakan multifaktor yang belum sepenuhnya terungkap dengan jelas. Faktor lingkungan cukup besar dalam menyebabkan terjadinya DM tipe 2, antara lain obesitas, diet tinggi lemak dan rendah serat, serta kurang gerak badan. Obesitas atau kegemukan merupakan salah satu faktor utama. Penelitian terhadap mencit dan tikus menunjukkan bahwa ada hubungan antara gen-gen yang bertanggung jawab terhadap obesitas dengan gen-gen yang merupakan faktor pradisposisi untuk DM Tipe 2. Berbeda dengan DM Tipe 1, pada penderita DM Tipe 2 terutama yang berada pada tahap awal, umumnya dapat dideteksi jumlah insulin yang cukup di dalam darahnya, disamping kadar glukosa yang juga tinggi. Jadi, awal patofisiologis DM Tipe 2 bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin, tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal. Keadaan ini lazim disebut sebagai “Resistensi Insulin”. Resistensi insulin banyak terjadi di negara-negara maju seperti Amerika Serikat, antara lain sebagai akibat dari obesitas, gaya hidup kurang gerak (sedentary), dan penuaan. Disamping resistensi insulin, pada penderita DM Tipe 2 dapat juga timbul gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan (Depkes RI, 2005). c. Diabetes Mellitus Gestasional Diabetes Mellitus Gestasional (GDM=Gestational Diabetes Mellitus) adalah keadaan diabetes atau intoleransi glukosa yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara atau temporer. Diabetes dalam masa kehamilan, walaupun umumnya kelak dapat pulih sendiri beberapa saat setelah melahirkan, namun dapat berakibat buruk terhadap bayi yang Universitas Sumatera Utara dikandung. Disamping itu, wanita yang pernah menderita GDM akan lebih besar risikonya untuk menderita lagi diabetes dimasa depan. Kontrol metabolisme yang ketat dapat mengurangi risiko-risiko tersebut (Depkes RI, 2005). 2.4.3 Manifestasi klinik Diabetes Melitus Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapa gejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Gejala tipikal yang sering dirasakan penderita diabetes antara lain poliuria (sering buang air kecil), polidipsia (sering haus), dan polifagia (banyak makan/mudah lapar). Selain itu sering pula muncul keluhan penglihatan kabur, koordinasi gerak anggota tubuh terganggu, kesemutan pada tangan atau kaki, timbul gatal-gatal yang seringkali sangat mengganggu (pruritus), dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas (Depkes RI, 2005). 2.4.4 Diagnosis Diabetes Melitus Penderita DM Tipe 2 umumnya lebih mudah terkena infeksi, sukar sembuh dari luka, daya penglihatan makin buruk, dan umumnya menderita hipertensi, hiperlipidemia, obesitas, dan juga komplikasi pada pembuluh darah dan syaraf (Depkes RI, 2005). Apabila ada keluhan khas, hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa > 126 mg/dl juga dapat digunakan sebagai patokan diagnosis DM. Kriteria penegakan diagnosis DM dapat dilihat pada Tabel 2.2 berikut ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Kriteria Penegakan Diagnosis Normal Pra-diabetes Diabetes Glukosa darah Puasa <100 mg/dL 100-125 mg/dL ≥126 mg/dL Glukosa darah 2 jam setelah makan <140 mg/dL 140-<200 mg/dL ≥200 mg/dL (Depkes RI, 2005). 2.4.5 Pengobatan Diabetes Melitus a. Terapi Insulin Insulin disintesis di sel β pulau-pulau pankreas dari prekursor 110 asam amino rantai tunggal yang disebut preproinsulin. Setelah translokasi melalui merman retikulum endoplasma kasar, peptide penanda N-terminal 24-asam amino dari preproinsulin segera dipotong untuk membentuk proinsulin. Disini molekul akan melipat dan terbentuk ikatan disulfida. Pada konversi proinsulin manusia menjadi insulin di kompleks Golgi, empat asam amino basa dan peptida C atau peptida penghubung yang tersisa dihilangkan melalui proteolisis. Hal ini menghasilkan dua rantai peptida molekul insulin (A dan B), yang mengandung ikatan disulfida satu intrasubunit dan dua intrasubunit. Rantai A biasanya terdiri dari 21 residu asam amino dan rantai B memiliki 30 residu, sehingga massa molekulnya sekitar 5734 dalton (Gilman dan Goodman, 2006). Untuk tujuan terapeutik, dosis dan konsentrasi insulin dinyatakan dalam unit (U). Tradisi ini dimulai ketika sediaan hormon belum murni dan perlu untuk menstandardisasi sediaan ini melalui uji hayati. Satu unit insulin setara dengan jumlah yang dibutuhkan untuk menurunkan konsentrasi glukosa darah pada kelinci yang berpuasa menjadi 45 mg/dl. Sediaan homogeny insulin manusia mengandung antara 25-30 U/mg (Gilman dan Goodman, 2006). Universitas Sumatera Utara Insulin merupakan hormon utama yang bertanggungjawab untuk mengontrol ambilan, penggunaan dan penyimpanan nutrisi sel. Jaringan target yang penting untuk pengaturan homeostasis glukosa oleh insulin adalah hati, otot, dan lemak, tetapi insulin juga menggunakan efek pengaturan yang kuat terhadap jenis sel lainnya. Stimulus transport glukosa kedalam jaringan otot dan adipos merupakan bagian penting pada respon fisiologis terhadap insulin. Glukosa memasuki sel dengan cara difusi terfasilitasi melalui salah satu family transporter glukosa (GLUT1 sampai GLUT5). Insulin menstimulus transport glukosa setidaknya sebagian dengan cara meningkatkan translokasi vesikel intrasel bergantung-energi yang mengandung transporter glukosa GLUT4 dan GLUT1 ke dalam membran plasma. Pengaturan yang salah dalam proses ini dapat menyebabkan patofisiologi diabetes tipe II (Gilman dan Goodman, 2006). Di hati, insulin menghambat produksi glukosa, menurunkan glukoneogenesis dan glikogenesis. Menstimulus ambilan glukosa di hati. Di otot, insulin menstimulus pengambilan glukosa dan menghambat aliran prekursor glukoneogenik ke hati (mis: alanin, laktat dan piruvat). Di jaringan adiposa, insulin menstimulus pengambilan glukosa dan menghambat aliran prekursor ke hati (Gilman dan Goodman, 2006). Prinsip terapi insulin adalah sebagai berikut (Depkes RI, 2005): 1. Semua penderita DM Tipe 1 memerlukan insulin eksogen karena produksi insulin endogen oleh sel-sel β kelenjar pankreas tidak ada atau hampir tidak ada. Universitas Sumatera Utara 2. Penderita DM Tipe 2 tertentu kemungkinan juga membutuhkan terapi insulin apabila terapi lain yang diberikan tidak dapat mengendalikan kadar glukosa darah. 3. DM Gestasional dan penderita DM yang hamil membutuhkan terapi insulin. 4. Penderita DM yang mendapat nutrisi parenteral atau yang memerlukan suplemen tinggi kalori untuk memenuhi kebutuhan energi yang meningkat, secara bertahap memerlukan insulin eksogen untuk mempertahankan kadar glukosa darah mendekati normal selama periode resistensi insulin atau ketika terjadi peningkatan kebutuhan insulin. 5. Kontra indikasi atau alergi terhadap OHO (Depkes RI, 2005). b. Terapi Obat Hipoglikemik Oral Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia) serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada (Depkes RI, 2005). Penggolongan obat hipoglikemik oral berdasarkan mekanisme kerjanya dapat dibagi menjadi 3 golongan, yaitu (Depkes RI, 2005): Universitas Sumatera Utara a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin). b) Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion, yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif. c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor α-glukosidase yang bekerja menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga “starch-blocker” (Depkes RI, 2005). Universitas Sumatera Utara BAB III PENATALAKSANAAN UMUM 3.1 Identitas Pasien Nama : E.S No. RM : 00.51.91.46 Umur : 79 Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Tempat/Tanggal Lahir : Cikalong Wetan/03 Maret 1933 Agama : Islam Suku : Jawa Alamat : Jl. Bunga Pariama II, Ds. Ladang Bambu Kec. Medan Tuntungan Berat Badan : 60 kg Tinggi Badan : 170 cm Ruangan : Rawat Inap Terpadu (Rindu) A2 Status : Jamkesmas Tanggal Masuk : 08 November 2012 Tanggal Keluar : 17 November 2012 3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan 3.2.1 Riwayat Penyakit Terdahulu Riwayat penyakit terdahulu adalah penyakit jantung kongestif (CHF), dengan tekanan darah tertinggi 170 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat penyakit Universitas Sumatera Utara jantung koroner yang sudah dialami pasien selama 2 tahun terakhir dan pasien sudah dipasang ring/cincin jantung. Penyakit diabetes melitus disangkal oleh pasien. 3.2.2 Riwayat Penyakit Keluarga Tidak ditemukan adanya penyakit keluarga. 3.2.3 Riwayat Sosial Sebelum menderita PJK, pasien adalah perokok. Pasien menghabiskan satu bungkus rokok per hari. 3.2.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu Pasien menggunakan obat–obatan aspilet dan clopidogrel. 3.3 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUP H. Adam Malik Pasien masuk RSUP H. Adam Malik pada tanggal 08 November 2012 pukul 12.40 WIB melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan keluhan BAB berwarna hitam (berdarah), sesak napas dan jantung berdebar-debar. Pasien mengalami BAB berdarah dan jantung berdebar-debar sejak 2 hari ini, serta nyeri ulu hati yang kemudian muncul sesak napas. Sesak napas dialami pasien kurang lebih 2 bulan ini dan sesak nafas semakin memberat dalam 2 sehari terakhir, sesak nafas yang dialami pasien berhubungan dengan aktivitas dan tidak dipengaruhi cuaca. Sebelumnya pasien mengalami bengkak pada kedua kakinya. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat, kemudian diperiksa oleh dokter, diagnosa awal pasien masuk adalah CHF stage III/IV ec CAD + HHD + Stress Hyperglikemik ec DM tipe II + Dyspepsia. Lalu keluarga pasien mengisi biodata di bagian informasi dan melengkapi berkas administrasi, dan untuk Universitas Sumatera Utara pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap di Rindu A2 di ruang penyakit dalam pria. 3.4 Pemeriksaan Penunjang 3.4.1 Pemeriksaan Fisik Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien telah menjalani pemeriksaan fisik. Hasil pemeriksaan yang dilakukan dapat dilihat pada Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1 Hasil Pemeriksaan Fisik JENIS PEMERIKSAAN Tanggal pemeriksaan Keadaan Umum Suhu (0 C) RR (x/menit) Tekanan darah ( mmHg) Nadi ( x/menit ) 09 November 2012 Compos Mentis, 36,5 28 110/80 89 10 November 2012 Compos Mentis, 36,8 31 120/80 116 11 November 2012 12 November 2012 Compos Mentis, Compos Mentis, 35,8 36,0 32 31 130/80 130/80 89 93 13 November 2012 Compos Mentis, 36,0 24 120/80 89 14 November 2012 Compos Mentis, 36,8 23 110/80 90 15 November 2012 Compos Mentis, 36,5 27 120/80 84 16 November 2012 17 November 2012 Compos Mentis, Compos Mentis, 35,8 37,0 32 28 110/80 120/80 80 86 Universitas Sumatera Utara 3.4.2 Pemeriksaan Patologi klinik Tabel 3.2. Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik Tanggal Jenis Pemeriksaan HEMATOLOGI Darah Lengkap (CBC): Hemoglobin(HGB) Eritrosit (RBC) Leukosit (WBC) Hematokrit Trombosit (PLT) RDW MPV Satuan Unit 08/11/12 g% 106/mm3 103/mm3 % 103/mm3 % fL 15,00 5,14 7,68 43,30 150 14,90 11,90 Kimia Klinik Hati Bilirubin total Bilirubin direk Fosfatasealkali AST/SGOT ALT/SGPT Gamma Gt mg/dl mg/dl U/L U/L U/L Iu/ml Metabolisme KH Glukosa Sewaktu GDP GD 2 PP Hb A1c mg/dL mg/dL mg/dL % Ginjal Ureum Kreatinin Asam Urat mg/dL mg/dL mg/dL 57 1,43 Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) mEq/L mEq/L mEq/L 130 4,9 98 09/11/12 12/11/12 Keterangan Nilai Normal 11,7 - 15,5 4,20 - 4,87 4,5 - 11,0 36 – 44 150 – 450 11,6 – 14,8 7,0 – 10,2 36 2127 3,50 2,80 112 782 1177 90 <200 70-120 <200 <7% 448,0 247 349 11,7 44,40 0,91 4,7 134 5,3 101 0,2 – 1,0 0,05 – 0,3 53 - 128 <38 <41 < 50 0,50 – 0,90 < 5,7 135 – 155 3,6 – 5,5 96 – 106 Universitas Sumatera Utara Tabel 3.2 Lanjutan Hasil Pemeriksaan Patologi Klinik Jenis Pemeriksaan Satuan Unit Tanggal 08/11/12 Keterangan Nilai Normal 09/11/12 12/11/12 7,305 11,7 178 5,7 6,0 -17,5 99,3 1,8 7,496 22,4 181,5 16,9 17,6 -4,3 99,6 1,1 FAAL HEMOSTASIS PT + INR Waktu protombin Kontrol Pasien INR APTT Kontrol Pasien WAKTU TROMBIN Kontrol Pasien KIMIA KLINIK Analisis Gas Darah : pH pCO2 pO2 Binarkonar (HCO3) Total CO2 Kelebihan Basa (BE) Saturasi O2 Troponin T Lemak Kolesterol total Trigliserida HDL LDL Enzim Jantung CK-MB Urinalisis Keton Protein Imunoserologi Hepatitis HbsAg Detik Detik 12,50 35,6 3,22 Detik Detik 37,5 42,5 Detik Detik 13,5 18,5 7,384 mmHg 26,3 mmHg 184,4 mmol/L 15,3 mmol/L 16,1 mmol/L -7,9 % 99,5 µg/L 7,35 – 7,45 38 – 42 85 – 100 22 – 26 19 – 25 (-2) – (+2) 95 – 100 0 – 0,1 mg/dL mg/dL mg/dL mg/dl 106 93 20 73 < 200 40 – 200 > 65 < 150 U/L 204 7 - 25 Positif +1 Negatif Negatif Positif 2091 Cut off index ≥ 1,0:+ Universitas Sumatera Utara Pada tanggal 08, 13, dan 14 November dilakukan pemeriksaan EKG dengan hasil sebagai berikut: • Atrial fibrilation with rapid ventricullar response • Voltage criteria for left ventricular hipertrhopy • Nonspesific ST and T wave abnormality • Anteroseptal infarct, age undetermined • Abnormal EKG Pasien juga dilakukan pemeriksaan foto thorak dengan hasil murmur (+), kardiomegali dan elongasi aorta sebagai penyebab gagal jantung kongestif. 3.4 Terapi Selama dirawat di RSUP H. Adam Malik, pasien menerima obat-obatan sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam formularium jamkesmas yang dikeluarkan oleh Menkes RI. Obat-obat yang digunakan pasien selama terapi dapat dilihat pada Tabel 3.3 Tabel 3.3 Daftar Obat-Obatan yang Diterima Pasien Selama Dirawat di RSUP H. Adam Malik Medan Tanggal 09 November 2010 Jenis Obat Paten/ Generik O2 Bentuk Sediaan Kekuatan Dosis Sehari Rute Gas 2-4L/menit Inhalasi Digoxin Tablet 0,25 mg/tablet 1 x 0,25 mg p.o Simarc 2 Tablet 2 mg/tablet 1 x 2 mg p.o Simvastatin Tablet 20 mg/tablet 1 x 20 mg p.o Omeprazole Tablet 20 mg/kapsul 2 x 20 mg p.o Alprazolam Tablet 0,5 mg/tablet 1 x 0,5 mg p.o Universitas Sumatera Utara 10- 12 November 2012 13 November 2012 14-17 November 2012 O2 Gas 2-4 L/menit inhalasi Digoxin Tablet 0,25 mg/tablet 1 x 0,25 mg p.o Simarc 2 Tablet 2 mg/tablet 1 x 2 mg p.o Simvastatin Tablet 20 mg/tablet 1 x 20 mg p.o Omeprazole Tablet 20 mg/kapsul 2 x 20 mg p.o Alprazolam Tablet 0,5 mg/tablet 1 x 0,5 mg p.o Humulin R Injeksi 1000 ui/vial 3 x 6 UI s.c Humulin N Injeksi 1000 ui/vial 1 x 8 UI s.c Captopril Tablet 12,5 mg/tablet 2 x 6,5 mg p.o O2 Gas 2-4 L/menit inhalasi Digoxin Tablet 0,25 mg/tablet 1 x 0,25 mg p.o Simarc 2 Tablet 2 mg/tablet 1 x 2 mg p.o Simvastatin Tablet 20 mg/tablet 1 x 20 mg p.o Omeprazole Tablet 20 mg/kapsul 2 x 20 mg p.o Alprazolam Tablet 0,5 mg/tablet 1 x 0,5 mg p.o Humulin R Injeksi 1000 ui/vial 3 x 6 UI s.c Humulin N Injeksi 1000 ui/vial 1 x 8 UI s.c Captopril Tablet 12,5 mg/tablet 2 x 6,5 mg p.o Aspilet Tablet 80 mg/tablet 1 x 80 mg p.o Clopidogrel Tablet 75 mg/tablet 1 x 75 mg p.o ISDN Tablet 5 mg/tablet 3 x 5 mg p.o Digoxin Tablet 0,25 mg/tablet 1 x 0,125 mg p.o Simarc 2 Tablet 2 mg/tablet 1 x 2 mg p.o Simvastatin Tablet 20 mg/tablet 1 x 20 mg p.o Omeprazole Tablet 20 mg/kapsul 2 x 20 mg p.o Humulin R Injeksi 1000 ui/vial 3 x 6 UI s.c Humulin N Injeksi 1000 ui/vial 1 x 8 UI s.c Captopril Tablet 12,5 mg/tablet 2 x 6,5 mg p.o Aspilet Tablet 80 mg/tablet 1 x 80 mg p.o Clopidogrel Tablet 75 mg/tablet 1 x 75 mg p.o ISDN Tablet 5 mg/tablet 3 x 5 mg p.o Universitas Sumatera Utara BAB IV PEMBAHASAN Pasien masuk RSUP H. Adam Malik pada tanggal 08 November 2012 pukul 12.40 WIB melalui Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan keluhan BAB berwarna hitam (berdarah), sesak napas dan jantung berdebar-debar. Pasien mengalami BAB berdarah dan jantung berdebar-debar sejak 2 hari ini, serta nyeri ulu hati yang kemudian muncul sesak napas. Sesak napas dialami pasien kurang lebih 2 bulan ini dan sesak nafas semakin memberat dalam 2 sehari terakhir, sesak nafas yang dialami pasien berhubungan dengan aktivitas dan tidak dipengaruhi cuaca. Pasien mempunyai riwayat tidur dengan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak, dan sering terbangun tengah malam karena sesak. Sebelumnya pasien juga mempunyai riwayat bengkak pada kedua kakinya. Riwayat penyakit terdahulu adalah penyakit jantung kongestif (CHF), dengan tekanan darah tertinggi 170 mmHg. Pasien juga memiliki riwayat penyakit jantung koroner yang sudah dialami pasien selama 2 tahun terakhir dan pasien sudah dipasang ring/cincin. Pasien masuk melalui instalasi gawat darurat, kemudian diperiksa oleh dokter, diagnosa awal pasien masuk adalah CHF Stage III/IV ec CAD + HHD + Stress Hyperglikemik ec DM tipe II + Dyspepsia. Lalu keluarga pasien mengisi biodata di bagian informasi dan melengkapi berkas administrasi, dan untuk pemeriksaan selanjutnya pasien menjalani rawat inap terpadu (Rindu) A2 di ruang penyakit dalam pria. Universitas Sumatera Utara Selama dirawat, pasien mendapat terapi obat-obatan. Pasien menjalani pemeriksaan laboratorium patologi klinik, EKG, USG abdomen, dan foto thoraks. Dari hasil pemeriksaan dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami CHF Stage III/IV ec CAD + HHD + DM tipe II. Penulis melakukan pemantauan terapi obat, mengedukasi pasien untuk meningkatkan kepatuhan pasien terhadap penggunaan obat dan komunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya untuk memberikan kualitas pengobatan yang terbaik mulai dari tanggal 09 November sampai tanggal 17 November 2012. Pemantauan terapi obat dilakukan untuk melihat apakah penggunaan obat untuk terapi pasien diberikan secara rasional. Rasionalitas penggunaan obat meliputi tepat pasien, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis dan waspada efek samping. Pemantauan terapi obat dilakukan setiap hari sesuai dengan obat yang diberikan. Penyampaian informasi penting tentang obat disampaikan secara langsung kepada pasien atau keluarganya untuk meningkatkan pemahaman pasien mengenai obat. 4.1 Pembahasan Tanggal 09 November 2012 Pemantauan SOAP Kondisi Klinis (S/O) S : Sesak O: Sens : CM TD :110/80 mmHg, HR : 89x/menit (RR) :28x/menit Temperatur :36,8oC. Masalah terkait obat (Assessment) - Warfarin >< Omeprazole Meningkatkan efek Rekomendasi (Planning) Dokter: Pertimbangkan kembali antikoagulan dari warfarin penggunaan warfarin dan (omeprazole menurunkan jika memang harus metabolisme warfarin) digunakan maka sebaiknya dilakukan pengurangan dosis warfarin. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.1 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 09 November 2012 No Jenis Obat Paten/Generik Sediaan Dosis Bentuk Kekuatan Gas 2-4L/menit Rute Sehari 1 O2 Inhalasi 2 Digoxin Tablet 0,5 mg/tablet 1 x 0,25 mg p.o 3 Simarc 2 Tablet 2 mg/tablet 1 x 2 mg p.o 4 Simvastatin Tablet 20 mg/tablet 1 x 20 mg p.o 5 Omeprazole Tablet 20 mg/kapsul 2 x 20 mg p.o 6 Alprazolam Tablet 0,5 mg/tablet 1 x 0,5 mg p.o 4.1.1 Pengkajian Tepat Pasien Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai dengan nama yang tertera pada etiket. Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti patologi klinik, foto thoraks dan EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD + HHD. Dan berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan kadar gula darah pasien yang tinggi yaitu 448 mg/dl dengan nilai normal <200 mg/dl. Hal ini menunjukkan bahwa pasien telah mengalami diabetes melitus tipe II. Pemeriksaan fisik berupa terjadinya sesak nafas, jantung berdebar– debar dan rasa lemas saat bekerja bahkan saat istirahat, memperkuat bahwa pasien mengalami CHF (Tierney, dkk., 2002). Jadi, dalam hal ini sudah tepat pasien. 4.1.2 Pengkajian Tepat Indikasi Pasien diberikan O2 karena keadaan sesak nafas yang dialami pasien, sehingga pemberian O2 dapat membantu pernafasan pasien. Pemberian O2 untuk memperbaiki penyampaian oksigen, memperbaiki otot kerja pernafasan dan Universitas Sumatera Utara membatasi vasokonstriksi paru. Pada gagal jantung terapi O2 digunakan untuk mengurangi kebutuhan jantung. Jadi, pemberian O2 ini tepat indikasi. Digoksin merupakan senyawa glikosida jantung yang digunakan untuk terapi gagal jantung. Digoksin sekarang ini hanya digunakan untuk pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium atau pasien gagal jantung dengan ritme sinus yang masih simtomatis, terutama yang disertai takikardia. Pada pasien gagal jantung dengan fibrilasi atrium, digoksin dapat memperlambat kecepatan ventrikel akibat hambatan pada nodus AV (Tjay dan Raharja, 2007). Dari hasil pemeriksaan EKG yang dilakukan, dapat diketahui bahwa pasien menderitasi gagal jantung kongestif dengan fibrilasi atrium. Jadi, pemakain digoksin sudah tepat indikasi. Simarc 2 atau warfarin adalah obat yang dapat mencegah pembekuan darah, merupakan antagonis vitamin K. Terutama digunakan untuk prevensi sekunder infark otak dan jantung (Tjay dan Raharja, 2007). Warfarin juga digunakan untuk profilaksis dan terapi thrombosis vena, embolism pulmonari, embolism sistemik setelah infark miokardiak (Depkes RI, 2007). Obat ini sudah tepat indikasi. Simvastatin merupakan salah satu obat golongan statin (penghambat reduktase). Simvastatin digunakan untuk menurunkan jumlah kolesterol total dan LDL pada hiperkolesterolemia primer dan familial dan demikian dapat mengurangi insiden gangguan koroner dan kematian. Juga untuk prevensi sekunder sesudah infark, TIA, stroke, bedah bypass, dan pada angina stabil (Tjay dan Raharja, 2007). Berdasarkan diagnosa dokter bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD. Jadi pemberian simvastatin sudah tepat indikasi. Universitas Sumatera Utara Omeprazol adalah salah satu obat golongan penghambat pompa proton (PPI), penghambat sekresi asam lambung lebih kuat dari AH2. PPI adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya. Setelah diabsorbsi dan masuk ke sirkulasi sistemik obat ini akan berdifusi ke sel parietal lambung, terkumpul di kanakuli sekretoar dan mengalami aktivasi menjadi bentuk sulfonamid tetrasiklik. Bentuk aktif ini berikatan dengan sulfhidril enzim H+,K+,ATPase (enzim ini dikenal sebagai pompa proton) dan berada di membran apikal sel parietal. Ikatan ini menyebabkan terjadinya penghambatan enzim tersebut. Produksi asam lambung terhenti 80%-95%, setelah penghambatan pompa proton tersebut. Penghambatan berlangsung lama antara 24–48 jam (Gunawan, 2007). Penggunaan omeprazole sebagai terapi sekresi asam lambung yang berlebihan sudah tepat indikasi. Alprazolam diindikasikan untuk gangguan kecemasan, panik dengan atau tanpa agorafobia (ketakutan di ruang terbuka), kecemasan yang berkaitan dengan depresi (Depkes RI, 2007). Alprazolam ini obat yang termasuk dalam benzodiazepin yang bekerja dengan cepat setelah dikonsumsi (Anonim, 2009). Obat ini sudah tepat indikasi untuk pasien yang mengalami kecemasan, gelisah dan susah tidur di malam hari. Jadi, pemberiannya tepat indikasi. 4.1.3 Pengkajian Tepat Obat Efek digoksin pada pengobatan gagal jantung adalah sebagai inotropik positif (meningkatkan kontraktilitas sel otot jantung), kronotropik negatif (mengurangi frekuensi denyut ventrikel) dan mengurangi aktivitas saraf simpatis (Gunawan, 2007). Pemberian digoksin yang penggunaannya terutama pada Universitas Sumatera Utara dekompensasi jantung dan memperkuat otot jantung adalah sudah tepat pada pasien yang mengalami gagal jantung kongestif (Tatro, 2003). Simarc 2 merupakan obat antikoagulansia yaitu zat- zat yang dapat mencegah pembekuan darah dengan jalan menghambat pembentukan fibrin. Warfarin mempengaruhi sintesis faktor koagulasi yang tergantung vitamin K (II, VII, IX, X) di hati (Depkes RI, 2007). Warfarin bekerja dengan cara mengantagonisir fungsi kofaktor vitamin K (Mycek, 2001). Penggunaan warfarin harus selalu berpedoman pada masa protrombin dan nilai INR (International Normalized Ratio) dari pasien, serta diperhatikan kecenderungan untuk terjadinya perdarahan (Gunawan, 2007). Komplikasi perdarahan umumnya terjadi bila PT (Prothrombin Time) ratio 1,3-1,5 nilai normal. Pada pasien atrial fibrilasi target nilai INR adalah 2,5 dengan range 2,0-3,0. Semakin tinggi nilai INR maka semakin encer darah (Keeling, dkk., 2011). Nilai INR juga dapat diperpanjang oleh penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker hati, jaundice), afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), disseminated intravascular coagulation (DIC), fibrinolisis, hemorrhagic disease of the newborn (HDN), gangguan reabsorbsi usus. Berdasarkan hasil pemeriksaan faal hemostatis diperoleh nilai PT pasien 35,60 detik (kontrol = 12,50) dan INR 3,22. Dan berdasarkan pemeriksaan hati pada tanggal 09 November diperoleh nilai ALT/SGPT 2127 U/L (normal <41 U/L). Peningkatan nilai ALT menunjukkan bahwa ada gangguan pada fungsi hati. Dan dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki resiko terjadinya perdarahan, sehingga pemberian warfarin belum tepat obat. Universitas Sumatera Utara Simvastatin memiliki mekanisme kerja berdasarkan penghambatan enzim HMG-CoA-reduktase yang berperan esensial dalam hati untuk mengubah HMGCoA (hidroximetilglutaril-coenzim A) menjadi asam mevalonat. Melalui mekanisme lain akhirnya terbentuk kolesterol. Simvastatin digunakan untuk menurunkan jumlah kolesterol total dan LDL pada hiperkolesterolemia primer dan familial dan demikian dapat mengurangi inseiden gangguan koroner dan kematian. Juga untuk prevensi sekunder sesudah infark, TIA, stroke, bedah bypass, dan pada angina stabil (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi pemberiannya sudah tepat obat. Omeprazol adalah senyawa benzimidazol yaitu penghambat proton yang pertama yang digunakan dalam terapi untuk menurunkan dengan sangat kuat produksi asam lambung. Penggunaannya sama dengan H2-blockers pada gastritis, tukak lambung-usus sedang. Obat ini seringkali kurang tepat diresepkan berlebihan, pada kasus-kasus yang sebetulnya dapat ditangani oleh H2-blockers dengan inhibisi asam tidak begitu kuat. Indikasi penghambat pompa proton sama dengan antihistamin-2 yaitu pada penyakit peptik. Terhadap sindrom ZollingerEllison, obat ini dapat menekan produksi asam lambung lebih baik dari AH2 pada dosis yang efek sampingnya tidak terlalu mengganggu (Gunawan, 2007). Penanganan pada sekresi asam lambung yang berlebihan, pemberian omeprazol sudah tepat obat. Pemberian Alprazolam sudah tepat obat untuk pasien yang mengalami gelisah dan susah tidur di malam hari karena merupakan obat golongan benzodiazepin yang merupakan obat antiansietas dan kecemasan (Gunawan, 2007). Mekanisme kerja obat ini berikatan dengan reseptor benzodiazepin pada Universitas Sumatera Utara saraf post sinap GABA di beberapa tempat di SSP. Peningkatan efek inhibisi GABA menimbulkan peningkatan permiabilitas terhadap ion klorida yang menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi dan stabilisasi (Depkes RI, 2007). 4.1.4 Pengkajian Tepat Dosis Ketepatan dosis meliputi ketepatan cara pemberian, lama pemberian, saat pemberian dan interval dosis. Kajian ketepatan dosis dapat dilihat pada Tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Pengkajian Tepat Dosis Jenis Obat/ Bentuk Sediaan / Kekuatan Sediaan Regimen Dosis Route Pemberian Lama Pemberian Saat Pemberian - Sesudah Setiap 24 makan jam (Tjay, 2007) Digoxin/tablet /0,25mg/tablet 0,125–1,5 mg/hari (Depkes, 1979) Oral Simarc/tablet/ 2mg/tablet 2,0-15 mg (Tjay, 2007) Oral Simvastatin 20 mg/ tablet 5-40mg/hari Oral - Omeprazole/ kapsul/ 20mg /tablet (Depkes RI, 2007) Alprazolam /tablet/0,5 mg (AHFS) 20–40 mg/hari (Depkes RI, 2007) Oral (Depkes RI, 2007) 4–8 minggu (Depkes RI, 2007) Oral (AHFS, 2004) - 0,75-1,5 mg/hari (AHFS, 2004) Interval Pemberian Sesudah makan Setiap 24 jam Malam hari (AHFS, 2004) Sebelum makan (Tatro, 2003) Setiap 24 jam Pagi, Siang dan Malam Setiap 12 jam atau 24 jam (Depkes RI, 2007) Setiap 8 jam Digoksin memiliki dosis awal 0,5–1,0 mg dan dosis pemeliharan 0,1250,5 mg setiap hari. Pemberian digoksin ini harus dimonitoring setiap waktu karena Universitas Sumatera Utara memiliki indeks terapi sempit. Jadi pemberian digoksin dengan dosis 0,25 mg untuk satu hari sudah tepat dosis (Tjay dan Raharja, 2007). Besarnya dosis warfarin yang diberikan bergantung keadaan pasien, sebagai pedoman harus selalu diperiksa masa protrombin, serta diperhatikan kecenderungan untuk terjadinya perdarahan (Gunawan, 2007). Simarc 2 atau warfarin memiliki kekuatan 2 mg/tablet, diberikan pada pasien secara oral dengan dosis 1 tablet sekali pakai dengan intreval waktu pemberian 24 jam (sekali sehari). Dosis awal 10-15 mg/hari selama 3 hari, tetapi untuk pasien lansia dan beresiko mengalami interaksi obat dosis awal yang diberikan 2,5 mg/hari. Dosis pemeliharaan 2-10 mg/hari (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi, dosis yang diberikan pada pasien sudah tepat. Pemberian dosis Simvastatin 20 mg/hari pada pagi hari sudah tepat dosis tetapi belum tepat saat pemberian karena sebaiknya simvastatin diberikan pada malam hari. Produksi tertinggi dari kolesterol hati terjadi pada malam hari (Tatro, 2003). Menurut Depkes, 2007, dosis permulaan simvastatin 10 mg malam hari, dan bila perlu ditingkatkan dengan dosis maksimal 40mg/hari. Alprazolam memiliki kekuatan 0,5 mg/tablet, diberikan kepada pasien dengan dosis 1 tablet sekali pakai dengan interval waktu pemberian 24 jam (sekali sehari). Dosis lazim alprazolam untuk kepanikan atau kecemasan adalah 0,5 mg-4 mg/hari (Tatro, 2003). Jadi, dosis yang diberikan pada pasien 0,5 mg/hari sudah tepat dosis. Kapsul omeprazole dengan kandungan dosis 20 mg dan penggunaan obat setiap hari adalah 40 mg setiap hari. Dosis penggunaan omeprazole pada terapi peptic ulcer adalah 20–40 mg setiap hari selama 4–8 minggu (Depkes RI, 2007). Universitas Sumatera Utara Pada pasien omeprazol diberikan dengan dosis 20 mg dua kali sehari setelah makan. Pemberian omeprazole ini sudah tepat dosis tetapi belum tepat saat pemberian karena seharusnya omeprazol diberikan sebelum makan (Tatro, 2003). Penghambat Pompa Proton adalah suatu prodrug yang membutuhkan suasana asam untuk aktivasinya (Gunawan, 2007). 4.1.5 Waspada efek samping Setiap obat memiliki efek samping dan interaksi obat yang tidak diinginkan dalam terapi sehingga pengkajian terhadap efek samping dan interaksi obat oleh apoteker menjadi sangat penting untuk membantu dalam mengoptimalkan terapi pasien. Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada Tabel 4.3 di bawah ini. No 1 2 Nama Obat/RM Digoxin Simarc-2 Efek Samping Interaksi obat Biasanya berhubungan dengan dosis yang berlebih, termasuk : anoreksia, mual , muntah, diare, nyeri abdomen, gangguan penglihatan, sakit kepala, rasa capek, mengantuk , bingung, delirium, halusinasi, depresi ; aritmia, heart block ; jarang terjadi rash (Depkes RI, 2007). Interaksi obat – obat : Warfarin X Omeprazole Meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin (menurunkan metabolisme warfarin). Pendarahan, , demam, nyeri, sakit kepala, pusing, stroke, wajah kemerahan, mual, muntah, kram perut, sakit abdominal, diare, reaksi alergi (Depkes RI, 2007). Urin merah kekuningan, demam (Tatro, 2003) Interaksi obat-hasil lab:Pemakaian digoksin dapat membuat otot jantung menjadi lebih peka bila kekurangan kalium (hipokalemia). Universitas Sumatera Utara 3 Simvastatin 4 Omeprazol 5 Alprazolam Nyeri abdomen, konstipasi, distensi abdomen, astenia, sakit kepala, miopati, rabdomiolisis (AHFS, 2004) Efek samping yang paling sering muncul yaitu sakit kepala, diare dan kemerahanpada kulit. Efek samping yang lain meliputi gatal, pusing, konstipasi, mual, muntah, Hipotensi, bingung, ataksia, pusing, lelah, kelemahan ingatan, sakit kepala, euporia, insomnia, diare, mulut kering, anemia, penurunan fungsi hati (Tatro, 2003). Depresi, mengantuk, disartria (gangguan berbicara), gangguan ingatan, sedasi (Depkes RI, 2007). Interaksi obat – makanan Merokok menurunkan konsentrasi Alprazolam sampai 50% (Depkes RI, 2007) 4.1.6 Rekomendasi Untuk Dokter Pada penanganan gagal jantung prinsip manajemen terapinya meliputi pengurangan beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung (kontraktilitas), dan juga mengontrol penggunaan garam (Price dan Wilson, 2005). Panduan praktik terbaik yang dikeluarkan oleh American Heart Association telah mengidentifikasi penggunaan penyekat beta dan penghambat enzim pengubah angiotensin (inhibitor ACE) sebagai terapi yang paling efektif untuk gagal jantung kecuali ada kontraindikasi khusus. Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma (preload) sehingga mengurangi beban kerja jantung (Corwin, 2009). Selain itu, penghambat ACE dapat memperlambat progresi remodelling miokard sehingga dapat mengurangi mortalitas dan mencegah memburuknya fungsi jantung. Dalam kasus ini, Universitas Sumatera Utara sebaiknya pasien juga diterapi dengan menggunakan inhibitor ACE atau penyekat beta. Dan pada tanggal 08 November berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa darah sewaktu didapatkan kadar gula darah pasien yang tinggi yaitu 448 mg/dl dengan nilai normal <200 mg/dl (Depkes, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa pasien telah mengalami diabetes melitus tipe II. Dalam kasus ini, pasien sebaiknya mendapatkan terapi obat antidiabetik. Warfarin memiliki luas terapi yang sempit, penggunaan warfarin harus selalu berpedoman pada masa protrombin dan nilai INR (International Normalized Ratio) dari pasien, serta diperhatikan kecenderungan untuk terjadinya perdarahan (Gunawan, 2007). Berdasarkan hasil pemeriksaan faal hemostatis diperoleh nilai PT pasien 35,60 detik (kontrol = 12,50) dan INR 3,22. Dan berdasarkan pemeriksaan hati pada tanggal 09 November diperoleh nilai ALT/SGPT 2127 U/L (normal <41 U/L). Dan dari hasil ini dapat disimpulkan bahwa pasien memiliki resiko terjadinya perdarahan, sehingga pemberian warfarin perlu dipertimbangkan kembali. 4.1.7 Rekomendasi Untuk Perawat Rekomendasi untuk perawat oleh apoteker dimaksudkan untuk menjaga kestabilan obat-obat yang digunakan dalam terapi dan menjaga kebersihan lingkungan ruangan pasien dari wadah/sisa obat-obatan. Saran yang diberikan pada perawat yaitu: - obat disimpan dalam wadah tertutup rapat, di tempat sejuk dan kering pada suhu ruangan 25oC-30oC, hindari obat dari panas dan cahaya matahari langsung Universitas Sumatera Utara - cara penanganan sampah obat yang berupa bahan padat yaitu pada tempat penimbunan sampah dan diinsenerasi suhu sedang dan tinggi oleh pihak terkait. - Pemberian simvastatin sebaiknya diberikan pada malam hari. Produksi tertinggi dari kolesterol di hati terjadi pada malam hari sehingga obat dapat bekerja secara optimal (Tatro, 2003). 4.2 Pembahasan Tanggal 10–12 November 2012 Pemantauan SOAP Pemantauan 10-11-12 11-11-12 12-11-12 S Sesak dan lemas Sesak dan lemas Sesak dan lemas O: Sens : TD (mmHg) HR (x/menit) RR (28x/menit) Temperatur : oC CM 120/80 116 31 36,8 CM 130/80 89 32 35.8 CM 130/80 93 31 36,0 A (Assessment) - Warfarin >< Omeprazole Meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin (omeprazole menurunkan metabolisme warfarin) - Humulin R Insulin tidak selalu diberikan tepat ½ jam sebelum makan. Insulin menghasilkan efek ½ jam setelah disuntikkan. P (Planning) Dokter: Pertimbangkan kembali penggunaan warfarin dan jika memang harus digunakan maka sebaiknya dilakukan pengurangan dosis warfarin. Perawat: - Memperhatikan ketepatan waktu pemberian insulin. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.4 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 10–12 November 2012 No 1 2 Jenis Obat Paten/Generik O2 Digoxin Sediaan Bentuk Kekuatan Gas 2-4L/menit Tablet 0,5 mg/tablet 1 x 0,25 mg Inhalasi p.o 3 4 5 6 7 8 9 Simarc 2 Simvastatin Omeprazole Alprazolam Humulin R Humulin N Captopril Tablet Tablet Tablet Tablet Injeksi Injeksi Tablet 1 x 2 mg 1 x 20 mg 2 x 20 mg 1 x 0,5 mg 3 x 6 UI 1 x 8 UI 2 x 6,5 mg p.o p.o p.o p.o s.c s.c p.o 2 mg/tablet 20 mg/tablet 20 mg/kapsul 0,5 mg/tablet 1000 ui/vial 1000 ui/vial 12,5 mg/tablet Dosis Sehari Rute 4.2.1 Pengkajian Tepat Pasien Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai dengan nama yang tertera pada etiket. Pada tanggal 10 November 2012 dokter menegakkan diagnosis bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD dan DM Tipe II . Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti foto thoraks, patologi klinik dan EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. Jadi, dalam hal ini diagnosis dokter sudah tepat pasien. 4.2.2 Pengkajian Tepat Indikasi Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 10-12 November 2012 yaitu terapi O2, digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole dan alprazolam dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi pada tanggal 09 November 2012 pada halaman 33-35. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat lain yaitu captopril, Humulin R dan Humulin N. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan pemeriksaan lobaratorium potologi klinik diperolah kadar gula puasa 247 mg/dl, kadar glokusa darah 2 jam setelah makan 349 mg/dl, dan kadar HbA1c 11,7%. Hal ini menunjukkan bahwa pasien telah mengalami diabetes melitus tipe II. Insulin subkutan terutama diberikan pada DM tipe 1, DM tipe 2 yang tidak dapat diatasi hanya dengan diet dan antidiabetik oral, pasien DM pasca pankreatoktomi atau DM gestasional, DM dengan ketoasidosis, koma nonketosis, atau komplikasi lain. Tujuan pemberian insulin pada semua keadaan tersebut bukan saja untuk menormalkan glukosa darah tetapi juga memperbaiki semua aspek metabolisme (Gilman dan Goodman, 2006). Jadi pemberian insulin sudah tepat indikasi. Captopril (derivat prolin) adalah penghambat ACE pertama yang digunakan. Efek peniadaan pembentukan AT II adalah vasodilatasi dan berkurangnya retensi garam dan air. Captopril digunakan pada hipertensi ringan sampai berat dan pada dekompensasi jantung (Tjay dan Raharja, 2007). Captopril juga telah banyak digunakan dalam pengobatan gagal jantung dan pengobatan setelah infark mikardial (Katzung, 2001). Pemberian captopril pada gagal jantung kongestif sudah tepat indikasi. 4.2.3 Pengkajian Tepat Obat Pengkajian tepat obat yang digunakan pada tanggal 10-12 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole dan alprazolam dapat dilihat pada pengkajian tepat obat pada tanggal 09 November 2012 pada halaman 35-37. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat lain yaitu captopril, Humulin R dan Humulin N. Universitas Sumatera Utara Pada pemberian insulin untuk pasokan insulin sudah tepat tapi sebaiknya dikombinasi dengan antidiabetik oral yang biasa diberikan pada penderita DM tipe 2. Pemberian Reguler insulin untuk antidiabetes karena insulin yang dihasilkan oleh sel beta pada pankreas tidak mencukupi (Tjay dan Raharja, 2002). Dosis insulin yang paling penting pada DM tipe II adalah dosis pada malam hari. Insulin berdaya kerja lama dan diberikan cukup malam sehingga akan bekerja disepanjang waktu tidur untuk mempertahankan penekanan produksi glukosa hati (Stein, 2001). Jadi pemberian Humulin R dan Humulin N sudah tepat obat. Pada penanganan gagal jantung prinsip manajemen terapinya meliputi pengurangan beban kerja jantung, meningkatkan kinerja memompa jantung (kontraktilitas), dan juga mengontrol penggunaan garam (Price dan Wilson, 2005). Inhibitor ACE menurunkan afterload (TPR) dan volume plasma (preload) sehingga mengurangi beban kerja jantung (Corwin, 2009). Selain itu, penghambat ACE dapat memperlambat progresi remodelling miokard sehingga dapat mengurangi mortalitas dan mencegah memburuknya fungsi jantung. Pemberian captopril untuk penanganan gagal jantung kongestif sudah tepat obat. 4.2.4 Pengkajian Tepat Dosis Pengkajian tepat dosis yang digunakan pada tanggal 10-12 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole dan alprazolam dapat dilihat pada pengkajian tepat dosis pada tanggal 09 November 2012 pada halaman 38-40. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat lain yaitu captopril, Humulin R dan Humulin N. Pengkajian tepat dosisnya dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.5 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 10–12 November 2012 Jenis Obat/ Bentuk Sediaan / Kekuatan Sediaan Humulin R 1000 UI/ vial Humulin N 1000 UI/ vial Captopril/ tablet/ 12,5 mg/tablet (AHFS, 2004) Regimen Dosis Route Pemberian Lama Pemberian Saat Pemberian Interval Pemberian Individual Subkutan - Setiap 8 jam Individual Subkutan - ½ jam sebelum makan (AHFS, 2004) Malam hari (Stein, 2001) 1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan (Tatro, 2003) 19,5 - 150 mg/hari (AHFS,2004) Oral (AHFS, 2004) - Setiap 24 jam Setiap 8 jam (AHFS, 2004) Pemberian Humulin R 6 IU setiap setengah jam sebelum makan untuk mengatasi kadar gula darah pasien yang tinggi dan humulin N 8 IU dimana dosis ini disesuaikan dengan kondisi pasien. Jadi pemberiannya sudah tepat dosis. Dosis awal captopril untuk terapi gagal jantung adalah 6,25–12,5 mg tiga kali sehari, kemudian berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 25-50 mg tiga kali sehari (McEvoy, 2004). Dosis pemberian captopril 6,5 dua kali sehari belum tepat dosis, dan belum tepat saat pemberian karena captopril diberikan kepada pasien setelah makan, yang seharusnya diberikan 1 jam sebelum makan atau sampai 2 jam setelah makan karena makanan akan menurunkan absorpsi captopril. 4.2.5 Pengkajian Waspada Efek Samping Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini. Universitas Sumatera Utara N O 1 2 Nama Obat/RM Humulin R Humulin N Efek Samping Interaksi obat Hipoglikemik, reaksi alergi, dan gangguan penglihatan, retensi Natrium, rasa kembung di abdomen dan edema (McEvoy, 2004) Captopril Takikardia, hipotensi, sakit kepala, rhinitis, mual, batuk kering, hiperkalemia, hiponatremia (Tatro, 2003) Interaksi obat – obat : Kaptopril X Digoksin Dapat meningkatkan kadar digoksin dalam darah Interaksi obat – makanan Obat – obat anti diabetes dengan makanan yang mengandung karbohidrat. Makanan akan menurunkan absorpsi dari obat – obat anti diabetes. 4.2.6 Rekomendasi untuk Dokter - Captopril Perlunya untuk meningkatkan dosis captopril menjadi 6,25 mg tiga kali sehari. Dosis awal captopril untuk terapi gagal jantung adalah 6,25–12,5 mg tiga kali sehari, kemudian berangsur-angsur dapat dinaikkan sampai 25-50 mg tiga kali sehari (McEvoy, 2004). 4.2.7 Rekomendasi untuk Perawat - Pemberian Humulin R diberikan setengah jam sebelum makan, karena mulai kerja dari Humulin R setengah jam setelah disuntikkan, agar didapatkan respon pengobatan yang diharapkan. - Pemberian Captopril sebaiknya 1 jam sebelum makan atau sampai 2 jam setelah makan karena makanan akan menurunkan absorpsi captopril. Universitas Sumatera Utara 4.3 Pembahasan Tanggal 13 November 2012 Pemantauan SOAP Kondisi Klinis (S/O) S : Sesak O: Sens : CM TD :120/80 mmHg, HR : 89x/menit (RR) :24x/menit Temperatur :36,0oC. Masalah terkait obat (Assessment) Warfarin >< Omeprazole - Meningkatkan Rekomendasi (Planning) Dokter: efek Pertimbangkan kembali antikoagulan dari (omeprazole warfarin penggunaan warfarin dan menurunkan jika memang harus metabolisme warfarin) Humulin R digunakan maka sebaiknya dilakukan pengurangan - Pasien memerlukan terapi obat dosis warfarin. tetapi mendapat dosis obat Memberikan insulin yang kurang (pemeriksaan dengan dosis yang lebih KGD 2 jam pp 374,0 mg/dl) tinggi sehingga - Insulin tidak selalu diberikan menghasilkan respon yang tepat ½ jam sebelum makan. diharapkan. Insulin menghasilkan efek ½ Perawat: jam setelah disuntikkan. Memperhatikan ketepatan waktu pemberian insulin. Tabel 4.7 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 13 November 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Jenis Obat Paten/Generik O2 Digoxin Simarc 2 Simvastatin Omeprazole Alprazolam Humulin R Humulin N Captopril Aspilet Clopidogrel Bentuk Gas Tablet Tablet Tablet Tablet Tablet Injeksi Injeksi Tablet Tablet Tablet Sediaan Kekuatan 2-4L/menit 0,5 mg/tablet 2 mg/tablet 20 mg/tablet 20 mg/kapsul 0,5 mg/tablet 1000 ui/vial 1000 ui/vial 12,5 mg/tablet 80 mg/tablet 75 mg/tablet 12 ISDN Tablet 5 mg/tablet Dosis Sehari 1 x 0,25 mg 1 x 2 mg 1 x 20 mg 2 x 20 mg 1 x 0,5 mg 3 x 6 UI 1 x 8 UI 2 x 6,5 mg 1 x 80 mg 1 x 75 mg 3 x 5 mg Rute Inhalasi p.o p.o p.o p.o p.o s.c s.c p.o p.o p.o p.o Universitas Sumatera Utara 4.3.1 Pengkajian Tepat Pasien Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai dengan nama yang tertera pada etiket. Pada tanggal 13 November 2012 dokter menegakkan diagnosis bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti foto thoraks, patologi klinik dan EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. Jadi, dalam hal ini diagnosis dokter sudah tepat pasien. 4.3.2 Pengkajian Tepat Indikasi Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 13 November 2012 yaitu terapi O2, digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi pada tanggal sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN). Aspilet yang mengandung aspirin, menghambat sintesis tromboksan A2 dari asam arakidonat dalam trombosit oleh asetilasi irreversibel dan inhibisi siklooksigenase, suatu enzim pokok dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan A2. Tromboksan A2 meningkatkan agregasi trombosit. Dosis rendah aspirin (60 sampai 80 mg per hari) dapat menghambat produksi tromboksan dalam trombosit secara irreversibel. Akibat penurunan tromboksan A2, agregasi trombosit berkurang, yang menghasilkan efek antikoagulan dengan perpanjangan waktu perdarahan (Mycek, 2001). Universitas Sumatera Utara Aspilet dosis rendah diindikasi sebagai antitrombotik, dan banyak digunakan untuk prevensi sekunder dari infark otak dan jantung. Risikonya diturunkan dan jumlah kematian karena infark kedua dikurangi sampai 25% (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi pemberian aspilet sudah tepat indikasi. Clopidogrel sebagai antitrombotik diindikasikan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Karena pasien mengalami CHF yang disebabkan oleh terjadinya penyumbatan pada pembuluh darah arteri sehingga dengan pemberiaan clopidogrel menghindarkan berkembangnya trombi dengan jalan menghambat penggumpalannya (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi pemberian tepat indikasi. Isosorbid dinitrat adalah derivat nitrat siklis yang bekerja long acting. Di dinding pembuluh zat ini diubah menjadi nitrogenoksida (NO), yang mengaktivasi enzim guanilsiklase dan menyebabkan peningkatan kadar cGMP (cycloguanilmonophosphate) di sel otot polos dan menimbulkan dilatasi. Penggunaan nitrat organik untuk gagal jantung biasanya dalam bentuk kombinasi. Kombinasi dilaporkan untuk memperbaiki suvival pasien gagal jantung. Penggunaan nitrat organik sebagai obat tunggal untuk gagal jantung mungkin bermanfaat memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung, terutama apabila pasien tersebut juga menderita penyakit jantung iskemik (Gunawan, 2007). Pemberian isosorbid dinitrat untuk penanganan gagal jantung sudah tepat indikasi. 4.3.3 Pengkajian Tepat Obat Pengkajian tepat obat yang digunakan pada tanggal 13 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian tepat obat pada tanggal Universitas Sumatera Utara sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN). Aspilet diberikan untuk menghindari terbentuk dan berkembangnya trombi dengan jalan menghambat penggumpalannya akibat dinding pembuluh yang rusak. (Tjay dan Raharja, 2002). Jadi pemberiannya tepat obat. Clopidogrel diindikasikan untuk mencegah terjadinya penggumpalan darah. Karena pasien mengalami CHF yang disebabkan oleh CAD sehingga dengan pemberiaan clopidogrel menghindarkan berkembangnya trombi dengan jalan mengikat dengan pesat dan irreversibel pada reseptor trombosit dan menghambat penggumpalannya, yang diinduksi oleh adenosindifosfat (ADP) (Tjay dan Raharja, 2007). Jadi pemberiannya tepat obat. Penggunaan nitrat organik untuk gagal jantung biasanya dalam bentuk kombinasi. Kombinasi dilaporkan untuk memperbaiki suvival pasien gagal jantung. Penggunaan nitrat organik sebagai obat tunggal untuk gagal jantung mungkin bermanfaat memperbaiki gejala dan tanda gagal jantung, terutama apabila pasien tersebut juga menderita penyakit jantung iskemik (Gunawan, 2007). Penggunaan vasodilator langsung dapat merileksasi sel otot pembuluh darah perifer yang menyebabkan pembuluh darah mengalami dilatasi. Meningkatnya diameter pembuluh darah dapat menurunkan TPR sehingga menurunkan tekanan darah dan mempengaruhi preload dan afterload. Penggunaan isosorbid dinitrat pada penanganan gagal jantung sudah tepat obat. 4.3.4 Pengkajian Tepat Dosis Pengkajian tepat dosis yang digunakan pada tanggal 13 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin Universitas Sumatera Utara R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian tepat dosis pada tanggal sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN). Pengkajian tepat dosisnya dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini. Tabel 4.8 Pengkajian Tepat Dosis Tangal 13 November 2012 Jenis Obat/ Bentuk Sediaan / Kekuatan Sediaan Aspilet 80 mg/ tablet Clopidogrel 75 mg/ tablet ISDN/ tablet/ 5 mg/tablet (Tatro, 2003) Regimen Dosis Route Pemberian Lama Pemberian Saat Pemberian Interval Pemberian 75-325 mg/hari (AHFS, 2004) 75 mg/hari (AHFS, 2004) 5 – 40 mg/hari Oral - Setelah makan Setiap 24 jam Oral Oral Tidak lebih Pagi, siang dari 4 atau malam minggu 8 – 12 hari Pada perut (Depkes RI, kosong 2007) (Tatro, 2003) Setiap 24 jam Setiap 8 jam atau 12 jam Pemberian Humulin R 6 IU setiap setengah jam sebelum makan untuk mengatasi kadar gula darah pasien yang tinggi dan humulin N 8 IU dimana dosis ini disesuaikan dengan kondisi pasien. Pada saat dicek kadar gula darah tanggal 13 November KGD 2 jam pp tetap tinggi yaitu 347 mg/dl. Jadi pemberiannya belum tepat dosis. Dosis aspilet dengan prevensi 100 mg satu kali sehari setelah makan, prevensi transtient ischaemic attack 30-100 mg satu kali sehari. Pada infark jantung akut 75-160 mg sebelum infus dengan streptokinase dan pada angina Universitas Sumatera Utara pcetoris 75-100 mg satu kali sehari (Tjay dan Raharja, 2007). Dosis Aspilet yang diberikan sudah tepat yaitu 80 mg satu kali sehari. Dosis lazim clopidogrel adalah 75 mg 1 x 1 hari (McEvoy, 2004). Pamakaian clopidogrel pada pasien sudah tepat dosis dimana diberikan 75mg/hari dan sesuai dengan dosis lazim clopidogrel untuk orang dewasa. Jadi pemberiannya tepat dosis. Tablet ISDN oral dengan kekuatan dosis 5 mg setiap tablet jadi dosis setiap hari adalah 15 mg. Dosis penggunaan ISDN untuk pemeliharaan pada penderita angina dan CAD adalah 5–40 mg (Depkes RI, 2007). Dosis pemberian ISDN 15 mg/hari sudah tepat. 4.3.5 Pengkajian Waspada Efek Samping Pengkajian waspada efek samping yang digunakan pada tanggal 13 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin R dan Humulin N dapat dilihat pada pengkajian waspada efek samping tanggal sebelumnya. Namun, selain obat yang telah disebutkan di atas, pasien juga menggunakan obat lain yaitu aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN). Efek samping dan interaksi obat dari obat yang digunakan dalam terapi dapat dilihat pada Tabel 4.9 di bawah ini. Universitas Sumatera Utara N O 1 Nama Obat/RM Aspilet Rangsangan pada mukosa lambung dengan resiko perdarahan. 2 Clopidogrel Perdarahan yang dapat terjadi di seluruh tubuh (saluran cerna dan napas, hidung, mata dan kulit), sakit perut, mual, muntah, diare dan obstipasi) (Tjay, 2007). Hipotensi, takikardia, sakit kepala, mual, muntah, diare, lemah, pandangan kabur (Depkes RI, 2007) 3 Efek Samping Interaksi Obat Interaksi Obat-obat: Warfarin X Aspirin X Clopidogrel. - Meningkatkan resiko perdarahan (aditif) Simvastatin X Clopidogrel - Simvastatin dapat mengurangi aktivitas dari clopidogrel. ISDN 4.3.6 Rekomendasi untuk Dokter - Humulin R dan Humulin N Memberikan insulin dengan dosis yang lebih tinggi sehingga menghasilkan respon yang diharapkan. - Warfarin >< Aspilet >< Clopidogrel Meningkatkan resiko perdarahan (aditif). Komplikasi perdarahan umumnya terjadi bila PT (Prothrombin time) ratio 1,3-1,5 kali nilai normal. Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi klinik diperoleh PT pasien 35,6 detik dengan kontrol 12,5 detik. Jika memungkinkan pemakaian warfarin dapat dihentikan, karena aspilet dan clopidogrel memiliki keuntungan lebih banyak dibandingkan warfarin, antara lain kerjanya cepat, dosisnya mudah diregulasi, dan tidak perlu dimonitor PT dalam darahnya, tetapi tetap diawasi terhadap terjadinya perdarahan. Universitas Sumatera Utara 4.3.6 Rekomendasi untuk Perawat - Pemberian ISDN secara oral sebaiknya diberikan sebelum makan (pada saat perut kosong) (Tatro, 2003). 4.4 Pembahasan Tanggal 14–17 November 2012 Pemantauan SOAP Pemantauan 14-11-12 15-11-12 16-11-12 17-11-12 S Lemas Lemas Lemas Lemas O: Sens : TD (mmHg) HR (x/menit) (RR) (28x/menit) Temperatur : oC CM 110/80 90 23 36,8 CM 120/80 84 27 36,5 CM 110/80 80 32 35,8 CM 120/80 86 28 37.0 A (Assessment) - Warfarin >< Omeprazole Meningkatkan efek antikoagulan dari warfarin (omeprazole menurunkan metabolisme warfarin) - Humulin R Insulin tidak selalu diberikan tepat ½ jam sebelum makan. Insulin menghasilkan efek ½ jam setelah disuntikkan. P (Planning) Dokter: Pertimbangkan kembali penggunaan warfarin dan jika memang harus digunakan maka sebaiknya dilakukan pengurangan dosis warfarin. Perawat: - Memperhatikan ketepatan waktu pemberian insulin. Universitas Sumatera Utara Tabel 4.10 Daftar obat-obat yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012 No 1 Jenis Obat Paten/Generik Digoxin Bentuk Tablet Sediaan Kekuatan 0,5 mg/tablet Dosis Sehari 1 x 0,125 mg Rute 2 3 4 5 6 7 8 Simarc 2 Simvastatin Omeprazole Humulin R Humulin N Captopril Aspilet Tablet Tablet Tablet Injeksi Injeksi Tablet Tablet 2 mg/tablet 20 mg/tablet 20 mg/kapsul 1000 ui/vial 1000 ui/vial 12,5 mg/tablet 80 mg/tablet 1 x 2 mg 1 x 20 mg 2 x 20 mg 3 x 6 UI 1 x 8 UI 2 x 6,5 mg 1 x 80 mg p.o p.o p.o s.c s.c p.o p.o 9 Clopidogrel Tablet 75 mg/tablet 1 x 75 mg p.o 10 ISDN Tablet 5 mg/tablet 3 x 5 mg p.o p.o 4.4.1 Pengkajian Tepat Pasien Berdasarkan pengamatan, gelang yang dipakai pasien telah sesuai dengan nama dan tanggal lahir pasien, dan obat yang diberikan kepada pasien juga sesuai dengan nama yang tertera pada etiket. Pada tanggal 14 November 2012 dokter menegakkan diagnosis bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. Berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti foto thoraks, patologi klinik dan EKG menunjukkan bahwa pasien menderita CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II. Jadi, dalam hal ini diagnosis dokter sudah tepat pasien. 4.4.2 Pengkajian Tepat Indikasi Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, captopril, Humulin R, Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat dapat dilihat pada pengkajian tepat indikasi pada tanggal sebelumnya. Universitas Sumatera Utara 4.4.2 Pengkajian Tepat Obat Pengkajian tepat obat yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole, alprazolam, captopril, Humulin R, Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat dapat dilihat pada pengkajian tepat obat pada tanggal sebelumnya. 4.4.3 Pengkajian Tepat Dosis Pengkajian tepat indikasi yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012 yaitu simarc 2, simvastatin, omeprazole, captopril, Humulin R, Humulin N aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat dapat dilihat pada pengkajian tepat dosis pada tanggal sebelumnya. Digoksin memiliki dosis awal 0,5–1,0 mg dan dosis pemeliharan 0,125– 0,5 mg setiap hari. Pemberian digoksin ini harus dimonitoring setiap waktu karena memiliki indeks terapi sempit. Pada tanggal 14-17 November pemberian digoksin diturunkan menjadi 0,125 mg satu kali sehari, pemberian digoksin masih tetap tepat dosis karena masih berada dalam regimen terapi pemeliharaan (Tjay dan Raharja, 2007). 4.4.5 Pengkajian Waspada Efek Samping Pengkajian waspada efek samping obat yang digunakan pada tanggal 1417 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole captopril, Humulin R, Humulin N aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN) dapat dilihat pada pengkajian waspada efek samping tanggal sebelumnya. 4.4.6 Rekomendasi untuk Dokter Rekomendasi untuk dokter dari obat yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole captopril, Universitas Sumatera Utara Humulin R, Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN) dapat dilihat pada rekomendasi untuk dokter tanggal sebelumnya. 4.4.7 Rekomendasi untuk Perawat Rekomendasi untuk perawat dari obat yang digunakan pada tanggal 14-17 November 2012 yaitu digoksin, simarc 2, simvastatin, omeprazole captopril, Humulin R, Humulin N, aspilet, clopidogrel dan isosorbit dinitrat (ISDN) dapat dilihat pada rekomendasi untuk perawat tanggal sebelumnya. Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Telah dilakukan peningkatan pemahaman dan motivasi kepada pasien CHF stage III/IV ec CAD, HHD, dan DM Tipe II untuk mematuhi terapi yang telah ditetapkan dokter dengan cara melakukan Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan konseling, selama dirawat di ruangan interna pria dari tanggal 09 November sampai dengan 17 November 2012 b. Sebagian besar pasien telah menggunakan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pemakaian, dan memperhatikan waspada efek samping obat tetapi masih terdapat beberapa obat yang belum rasoinal yaitu Simarc 2 (warfarin) tidak tepat obat, captopril, Humulin R, dan Humulin N tidak tepat dosis, captopril, Humulin R, omeprazol, simvastatin dan ISDN tidak tepat saat pemberian. c. Pada terapi obat pasien terdapat interaksi obat yang signifikan yaitu omeprazol dengan warfarin, dan warfarin dengan aspilet dan clopidogrel. 5.2 Saran a. Kepada Perawat, sebaiknya memberikan obat kepada pasien secara tepat waktu dan sesuai dengan saat pemberian yang tepat dari obat tersebut, untuk meningkatkan penggobatan yang rasional. b. Kepada apoteker untuk melakukan visite secara berkesinambungan untuk memantau pemakaian obat oleh pasien rawat inap demi meningkatkan Universitas Sumatera Utara rasionalitas penggunaan obat di rumah sakit sesuai dengan diagnosis dokter dan memantau efek samping serta interaksi pada terapi obat pasien. c. Sebaiknya dilakukan pemantauan PT (Prothrombin Time) dan INR (International Normalized Ratio) pasien secara rutin, atau dilakukan pengurangan dosis warfarin. Universitas Sumatera Utara