BAB I - Widyatama Repository

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pasar modal telah menjadi salah satu alternatif penghimpunan dana dari
luar (ekstern) selain sistem perbankan untuk membiayai kegiatan perusahaan.
Dana yang terhimpun dan disalurkan melalui sektor perbankan adalah dalam
bentuk kredit sedangkan pasar modal memungkinkan penghimpunan dana dalam
equity dan menghindarkan perusahaan dari struktur permodalan yang kurang
menguntungkan akibat terlalu banyak mengandalkan hutang. Bank sendiri
memiliki keterbatasan dalam menyalurkan kredit di mana bank memiliki
keterkaitan dengan kebijakan moneter yang dikeluarkan pemerintah.
Dibandingkan dengan perbankan, pasar modal merupakan alternatif
pendanaan ekstern dengan biaya yang lebih rendah hal ini dapat terjadi karena
pasar modal penyaluran dana dari pihak yang kelebihan dana ke pihak yang
kekurangan dana terjadi secara langsung. Sedangkan jika menggunakan dana dari
perbankan ada biaya intermediasi (perantara) keuangan, karena bank berperan
sebagai perantara antara pihak yang mempunyai kelebihan dana dan pihak yang
memerlukan dana.
Pihak yang kelebihan dana memerlukan dana mengharapkan keuntungan
dari investasi yang dilakukannya. Pihak yang memerlukan dana pun memerlukan
keuntungan karena dengan memperoleh dana pihak luar memungkinkan mereka
melakukan investasi tanpa harus menunggu tersedianya dana dari hasil
perusahaan. Pembentukan pasar modal memungkinkan perusahaan menerbitkan
sekuritas yang berupa surat tanda hutang (obligasi) maupun surat tanda
kepemilikan saham untuk menghimpun dana. Di samping itu memungkinkan
investor untuk menentukan investasi yang sesuai dengan tingkat keuntungan yang
diharapkan dan tingkat resiko yang bersedia ditanggung.
Pemilikan surat berharga dalam bentuk saham menghasilkan potensi
keuntungan berupa dividen dan capital gain. Berdasarkan tujuan investasi,
pemodal di pasar modal dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, di
1
2
antaranya adalah pemodal yang bertujuan memperoleh dividen. Bagi kelompok
tersebut, perkiraan atas besarnya dividen merupakan hal yang sangat penting
sebelum memutuskan saham mana yang akan dipilihnya.
Dividen diartikan sebagai pembayaran kepada pemegang saham oleh
pihak perusahaan atas keuntungan yang diperolehnya. Besarnya dividen yang
akan diperoleh pemegang saham sangat tergantung dan kebijakan dividen yang
dibuat oleh masing-masing perusahaan. Pembagian keuntungan dilakukan
perusahaan yang sudah go public dalam bentuk dividen dan diharapkan dilakukan
setiap tahun. Perusahaan yang sudah go public ini dikenal dengan istilah emiten.
Pembayaran dividen merupakan masalah yang sering kali menjadi topik
pembicaraan yang hangat di antara para pemegang saham dan juga pihak
manajemen perusahaan emiten, bahkan cenderung terjadi kontroversi antara
pemegang saham dan perusahaan emiten. Kontroversi yang ada adalah antara
pendapat bahwa kebijakan dividen tidak mempengaruhi nilai perusahaan, yang
diajukan oleh Miller dan Modigliani (MM) yang sering disebut teori irrelevansi
dividen, sementara argumen lain menyatakan bahwa dividen yang tinggi akan
meningkatkan nilai perusahaan yang sering disebut teori relevansi dividen, dan
argumen terkahir yang menyatakan bahwa dividen yang rendah yang akan
meningkatkan nilai perusahaan (Hanafi, 2004).
Miller dan Modigliani (1961) mengajukan argumen bahwa kebijakan
dividen tidak relevan (Sutrisno, 2003). Argumen keduanya adalah bahwa pada
dasarnya pada kondisi keputusan investasi yang given pembayaran dividen tidak
relevan untuk diperhitungkan, karena tidak akan meningkatkan kesejahteraan
pemegang saham. Menurut MM, kenaikan nilai perusahaan dipengaruhi oleh
kemampuan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan atau earning power dari
aset perusahaan. Oleh karena itu, nilai perusahaan ditentukan oleh keputusan
investasi. Sementara keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagi dalam
bentuk cash dividen atau laba ditahan tidak mempengaruhi nilai perusahaan.
Pendapat MM ini menekankan bahwa pengaruh pembayaran dividen terhadap
kemakmuran pemegang saham akan diimbangi dengan jumlah yang sama dengan
sumber dana yang lain. Hal ini berarti bila perusahaan membayar dividen, maka
3
perusahaan harus mengganti dengan mengeluarkan saham baru sebagai pengganti
sejumlah pembayaran dividen tersebut. Dengan demikian, adanya kenaikan
pembayaran dividen akan diimbangi dengan penurunan harga saham sebagai
akibat penjualan saham baru (Sutrisno, 2003).
Pendapat kedua yang sering menjadi kontroversi dalam kebijakan dividen
adalah teori relevansi dividen yang dikemukakan oleh Myron J. Gordon dan John
Litner (Sundjaja dan Barlian, 2002). Dasar pemikirannya adalah bahwa investor
umumnya menghindari risiko, dan dividen yang diterima sekarang mempunyai
risiko yang lebih kecil daripada dividen yang diterima di masa yang akan datang.
Pembayaran dividen sekarang dipercaya dapat mengurangi ketidakpastian
investor. Sebaliknya jika dividen dikurangi atau tidak dibayarkan, tingkat
ketidakpastian
investor
akan
meningkat
dan
menyebabkan peningkatan
pengembalian yang diinginkan serta mengurangi nilai saham. Dalam praktek,
tindakan manajer keuangan dan pemegang saham cenderung menunjang
kepercayaan bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai saham, karenanya
sesuai dengan teori relevansi dividen,
maka setiap
perusahaan harus
mengembangkan kebijakan dividen untuk memenuhi sasaran dari pemilik dan
memaksimalisasi kekayaan yang dicerminkan dengan harga saham perusahaan
(Sundjaja dan Barlian, 2002).
Argumen terakhir tentang kebijakan dividen adalah yang mengatakan
bahwa dividen yang rendah akan meningkatkan nilai perusahaan (Hanafi, 2004).
Variabel pajak dan flotation cost mendasari argumen tersebut. Di negara tertentu,
seperti di Amerika Serikat, pajak untuk capital gain lebih rendah dibandingkan
dengan pajak untuk dividen (28% versus 31%). Di samping itu, pajak atas capital
gain akan efektif jika capital gain tersebut direalisir (yang berarti saham tersebut
dijual). Dengan kata lain pajak efektif atas capital gain dapat ditunda, sedangkan
pajak dividen akan dibayarkan pada saat dividen diterima. Berdasarkan argumen
tersebut, dividen seharusnya dibayar rendah, karena akan menghemat pajak
(Hanafi, 2004). Berkaitan dengan argumen di atas, maka perusahaan disarankan
untuk memberikan dividen yang rendah kepada pemegang saham.
4
Ditinjau dari kepentingan perusahaan emiten, pendapat yang pertama dan
yang ketiga, yaitu bahwa kebijakan dividen tidak relevan dengan nilai perusahaan
dan bahwa dividen yang rendah yang akan meningkatkan nilai perusahaan yang
lebih disukai. Hal ini dikarenakan perusahaan tidak perlu mempersiapkan
pengeluaran yang tinggi untuk pembayaran dividen, sehingga dividen yang
seharusnya dibagikan dapat digunakan untuk modal perusahaan.
Di lain pihak yaitu ditinjau dari kepentingan pemegang saham, pendapat
kedua yang lebih disukai, yaitu dividen dibagikan sekarang, khususnya bagi
pemegang saham yang membeli saham untuk kepentingan jangka menengah.
Kepentingan jangka menengah yang dimaksud adalah bahwa pemegang saham
ingin menikmati hasil dari saham. Di lain pihak bagi pemegang saham yang
membeli saham untuk kepentingan jangka panjang, relatif lebih menginginkan
pengembangan modal perusahaan, sehingga tidak terlalu menuntut untuk
dibagikan dividen.
Dari
gambaran
tersebut,
maka
kebijakan
dividen
memerlukan
pertimbangan yang sangat serius dari pihak manajemen perusahaan, sebaliknya
para investor juga dituntut jeli dalam memperhatikan kondisi yang berkembang
dalam perusahaan emiten. Agar para investor dapat mempertimbangkan kondisi
keuangan perusahaan emiten, maka salah satu konsekuensi yang harus dipenuhi
emiten sebagai perusahaan publik adalah kewajiban memberi laporan secara rutin
maupun laporan lain apabila ada kejadian. Hal tersebut wajib dilakukan untuk
mewujudkan transparansi dan keterbukaan sebagai indikator sebuah pasar modal
yang sehat. Informasi dalam laporan keuangan menyangkut posisi keuangan,
kinerja serta perubahan posisi keuangan serta perubahan posisi keuangan suatu
perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam mengambil
keputusan melalui proses yang disebut analisis laporan keuangan.
Menganalisis
keadaan
keuangan
perusahaan
dapat
dilakukan
menggunakan rasio yang hasilnya akan memberikan pengukuran relatif dari
operasi perusahaan. Dari hasil analisa dapat diketahui posisi perusahaan saat ini
dan potensi perkembangannya di masa depan.
5
Pengertian ratio analysis menurut Gitman (2006:54) :
“Involves methods of calculating and interpreting financial ratios to
analyze and monitor the firm’s performance.”
Pada hakekatnya, kinerja keuangan perusahaan yang baik akan akan
memberikan laba yang tinggi. Laba perusahaan yang tinggi ini akan memberikan
pengaruh kepada calon investor dalam pengambilan keputusan untuk melakukan
transaksi investasi pada saham perusahaan tersebut. Selain itu, perusahaan yang
memiliki kinerja keuangan yang baik biasanya akan meningkatkan kekayaan para
pemegang sahamnya, dilihat pada peningkatan harga saham secara signifikan dan
dividen yang diberikan perusahaan.
Namun besarnya pendapatan suatu perusahaan yang tercermin dari
perolehan laba tidak menjamin dividen yang diperoleh akan besar juga.
Pembagian dividen ditentukan oleh para pemegang saham dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) atas usul direksi yang bersangkutan. Oleh karena itu,
selain faktor laba atau profitabilitas yang dapat diukur menggunakan rasio
keuangan, digunakan pula rasio-rasio lainnya. Rasio profitabalitas digunakan
untuk mengukur return sedangkan rasio likuiditas, leverage dapat digunakan
untuk mengukur risiko.
Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan mendanai
operasional perusahaan dan melunasi kewajiban jangka pendeknya. Oleh karena
itu, perusahaan investee yang mempunyai likuiditas baik memungkinkan untuk
membayar devidennya dengan baik pula. Likuiditas perusahaan dapat diukur
dengan melalui rasio keuangan seperti : current ratio, quick ratio, dan cash-acid
test ratio (Karnadi, 2003). Penelitian ini menggunakan current ratio (CR) sebagai
ukuran. Hal ini didasari alasan karena current ratio seringkali dijadikan sebagai
ukuran likuiditas, termasuk dalam penilaian kesehatan perusahaan serta dari sisi
empiris pernah digunakan dalam penelitian sebelumnya yang mengukur pengaruh
likuiditas terhadap dividend payout ratio. Di dalam penelitian Suharli dan
Oktarina
(2005)
misalnya,
menunjukkan
bahwa
current
ratio
mampu
memprediksi dividend payout ratio pada sejumlah perusahaan go public yang
terdaftar di Bursa Efek Jakarta pada periode 2001-2003.
6
Leverage berkenaan dengan hutang perusahaan atau tingkat penggunaan
modal asing yang terlihat pada struktur modal perusahaan. Secara umum, struktur
permodalan yang lebih tinggi atau didominasi oleh hutang menyebabkan pihak
manajemen akan memprioritaskan pelunasan kewajiban terlebih dahulu sebelum
membagikan deviden, sehingga kemungkinkan akan memberikan deviden yang
rendah. Leverage ratio yang paling umum digunakan adalah rasio hutang terhadap
modal (debt to equity ratio) (Karnadi, 2003), sehingga penelitian ini juga
menggunakan debt to equity ratio (DER) untuk menghitung tingkat leverage.
Profitabilitas menyangkut kemampuan perusahaan untuk membagikan
laba (profit). Laba inilah yang akan menjadi dasar pembagian deviden perusahaan.
Secara umum peningkatan laba bersih perusahaan investee akan meningkatkan
tingkat pengembalian investasi berupa dividen bagi investor. Ukuran untuk
profitabilitas antara lain: net profit margin (NPM), return on investment (ROI)
return on asset (ROA). Pada penelitian ini penulis menggunakan net profit margin
(NPM) untuk menghitung profitabilitas perusahaan. Alasan mendasar penggunaan
NPM tersebut karena merupakan rasio yang paling banyak digunakan dalam
menilai kinerja perusahaan, di mana tingginya NPM menyiratkan keahlian
manajer dalam mencetak laba dengan meminimalisir biaya–biaya. Selain itu, juga
dalam perspektif pemilihan saham, yakni seperti diteliti oleh Ilatmin (2004),
bahwa investor umumnya lebih memilih saham yang memiliki NPM yang tinggi
karena mampu menghasilkan return yang tinggi pula, dan karena perusahaan
dengan NPM yang tinggi dipersepsikan sebagai perusahaan yang memiliki
prospek baik di masa datang, termasuk dalam pembagian dividen.
Salah satu indikator keberhasilan perusahaan adalah kemampuan mencetak
laba secara efisien. Yaitu bahwa manajer perusahaan tersebut mampu
membukukan pendapatan dan sales yang signifikan, dan dalam waktu yang sama
manajer mampu meminimalisir biaya – biaya. Mengingat laba adalah selisih
antara pendapatan dan biaya, maka ukuran efisiensi dapat dilihat dengan
membandingkan (rasio) antara laba terhadap pendapatan. Rasio ini terkenal
dengan sebutan NPM (Net Profit Margin), dimana tingginya NPM menyiratkan
keahlian manajer dalam mencetak laba dengan meminimalisir biaya – biaya.
7
Investor di bursa seringkali mengkaitkan antara NPM terhadap return saham,
dimana perusahaan dengan NPM yang tinggi dipersepsikan sebagai perusahaan
yang memiliki prospek baik dimasa datang.
Berdasarkan gambaran di atas, maka secara khusus penelitian ini
bermaksud menginvestigasi hubungan dan besarnya pengaruh pertimbangan
manajemen atas variabel-variabel fundamental keuangan perusahaan emiten
(investee),
yang berupa rasio-rasio
yaitu rasio
likuiditas yang diukur
menggunakan Current Ratio, leverage yang diukur menggunakan Debt to Equity
Ratio, dan Profitabilitas yang diukur dengan menggunakan Net Profit Margin.
Perusahaan-perusahaan yang diteliti adalah perusahaan-perusahaan yang berada
dalam lingkup usaha di bidang telekomunikasi, yang listing di Bursa Efek
Indonesia (BEI).
Sebagaimana
diketahui,
bahwa
saat
ini
bisnis
telekomunikasi
menunjukkan perkembangan yang cepat seiring dengan peran informasi dan
telekomunikasi itu sendiri sebagai pendukung utama berlangsungnya globalisasi
di berbagai bidang. Bisnis di bidang telekomunikasi pada umumnya mempunyai
dimensi global, meskipun bobot tanggung jawabnya berada di ruang lingkup
nasional. Hal ini disebabkan oleh sifat telekomunikasi itu sendiri yang inheren
dengan jangkauan jarak jauh sehingga mempunyai implikasi global, sedang wujud
dan bentuk akhirnya sebagian besar ditentukan oleh lingkungan dan kebijakan
nasional secara makro.
Perusahaan-perusahaan telekomunikasi di Indonesia pada umumnya
menyediakan produk berupa jasa-jasa telekomunikasi, baik domestik maupun
internasional. Jasa-jasa telekomunikasi yang ditawarkan meliputi sambungan tetap
dan bergerak, komunikasi data, dan sewa sambungan, dan berbagai jasa bernilai
tambah, yaitu jaringan telepon umum (public switched telephone network), jasa
sambungan bergerak (mobille cellular services), jasa satelit (satellite service) dan
jasa lainnya (e-mail, kartu telepon, dan lain-lain).
Sesuai dengan dimensi globalnya serta iklim persaingan produk
telekomunikasi yang semakin ketat seperti terlihat dari mudah usangnya produkproduk telepon selular dewasa ini menjelaskan, bahwa perusahaan-perusahaan di
8
bidang telekomunikasi perlu memperkuat faktor-faktor fundamental dari bisnisnya
agar mampu bertahan dan bersaing, terutama kemampuannya memupuk modal
dari para investor. Hal ini berarti bahwa dalam kebijakan devidennya juga perlu
hati-hati agar sahamnya tetap menarik di mata investor.
Selain dengan alasan perkembangan bisnis telekomunikasi secara umum di
atas, pemilihan terhadap sektor telekomunikasi juga dilandasi kajian awal
terhadap studi-studi terdahulu yang menunjukkan masih jarangnya penelitian
terkait yang khusus mengambil sampel pada sektor telekomunikasi. Kebanyakan
penelitian yang ada adalah dengan sampel dari sektor industri dan jasa umum.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka judul dari penelitian ini
adalah ”Pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Net Profit Margin
Terhadap Dividend Payout Ratio pada Dua Perusahaan Telekomunikasi yang
Listing di Bursa Efek Indonesia”
1.2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan dalam latar belakang
penilitian, beberapa masalah yang dapat didentifikasi adalah :
1. Bagaimana perkembangan Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Net Profit
Margin.
2. Bagaimana perkembangan Dividend Payout Ratio.
3. Bagaimana pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Net Profit
Margin terhadap Dividend Payout Ratio.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi
yang berhubungan dengan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Net Profit
Margin dalam kaitannya dengan kebijakan dividen perusahaan telekomunikasi
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia, yaitu mengenai besarnya Dividend Payout
Ratio. Data dan informasi tersebut digunakan sebagai bahan kajian dalam
penyusunan karya ilmiah dalam bentuk skripsi untuk memenuhi persyaratan
9
dalam memenuhi ujian sidang sarjana pada jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Widyatama.
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui perkembangan Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan
Net Profit Margin.
2. Untuk mengetahui perkembangan Dividend Payout Ratio
3. Untuk mengetahui pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio, dan Net
Profit Margin terhadap Dividend Payout Ratio
1.4. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penilitian ini secara langsung maupun tidak langsug diharapkan
dapat berguna bagi :
1. Bagi penulis
Penelitian ini merupakan sarana untuk belajar dan memperdalam ilmu
pengetahuan mengetahui manajemen keuangan khususnya dalam menganalisa
pengaruh Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Net Profit Margin terhadap
Dividend Payout Ratio.
2. Bagi perusahaan
Diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil
keputusan
mengenai
kebijakan
dividen
yang
bertujuan
untuk
memaksimumkan nilai perusahaan.
3. Bagi masyarakat
Diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat dalam menganalisis dan
mengambil keputusan investasi di pasar modal.
4. Bagi peneliti lain
Sebagai bahan acuan dari referensi bagi pihak lain yang ingin memperdalam
dan meneliti faktor-faktor lain yang ingin mempengaruhi kebijakan dividen
khususnya mengenai besarnya besarnya Dividend Payout Ratio.
10
1.5. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis
1.5.1. Kerangka Pemikiran
Individu maupun organisasi yang menanamkan dananya di pasar modal
mengharapkan dana yang dimilikinya dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin. Hal
ini berkaitan erat dengan tujuan yang dicapai baik oleh perusahaan maupun
individu. Investor merupakan orang atau badan hukum yang mempunyai uang dan
melakukan investasi atau penanaman modal. Pemanfaatan modal ini dilakukan
sedemikian rupa sehingga actual return sesuai dengan expected return bahkan
jika memungkinkan, dapat melebihinya.
Para investor yang menanamkan dananya dalam bentuk saham di pasar
modal mendapatkan kompensasi berupa :
1. Capital Gain, yaitu selisih keuntungan dari jual beli saham di mana nilai jual
lebih tinggi dari nilai beli saham.
2. Dividend, adalah bagian keuntungan perusahaan yang dibagikan kepada
pemegang saham. Laba yang dimaksud adalah laba setelah pajak yang
menunjukkan jumlah yang dihasilkan oleh perusahaan selama periode tertentu
yang merupakan hak pemegang saham.
Ada investor yang menyukai return dalam bentuk capital gain ada juga
yang menyukai return dalam bentuk dividen. Investor yang lebih menyukai return
dalam bentuk capital gain harus berhati-hati karena keuntungan berdasarkan
capital gain memiliki tingkat resiko yang sangat tinggi karena saham-saham yang
memberikan keuntungan saat ini dapat menjadi saham-saham yang merugi di
masa yang akan datang atau sebaliknya. Oleh karena itu investor yang
menghindari risiko cenderung lebih memilih perusahaan yang menawarkan
kompensasi dalam bentuk dividen.
Ada dua pendekatan dalam melakukan investasi di pasar modal, yaitu
analisis teknikal dan analisis fundamental. Analisis teknikal melihat pergerakan
harga saham untuk mengestimasi harga masa yang akan datang. Analisis
fundamental mengasumsikan bahwa setiap sekuritas mempuyai nilai intrinsik
yang dapat ditentukan seperti laba, dividen, struktur modal dan potensi
11
pertumbuhan. Pendekatan fundamental lebih memfokuskan pada laporan
keuangan.
Pengertian laporan keuangan menurut Sofyan (2002:105):
”Laporan keuangan mengambarkan kondisi keuangan dan hasil usaha
suatu perusahaan pada saat tertentu atau jangka waktu tertentu.
Adapun jenis laporan keuangan yang lazim dikenal adalah : Neraca
atau laporan laba/rugi, atau hasil usaha, laporan arus kas, laporan
perubahan posisi keuangan”.
Informasi yang terdapat dalam laporan keuangan digunakan oleh investor
untuk mengestimasi pendapatan dan dividen yang diperolehnya seperti yang
diungkapkan oleh Sofyan (2002:121):
”Bagi investor potensial ia akan melihat kemungkinan potensi
keuntungan yang akan diperoleh dari perusahaan yang dilaporkan”.
Kondisi keuangan perusahaan dapat diketahui dari neraca, laporan
laba/rugi,
serta
laporan-laporan
berkepentingan terhadap
keuangan
posisi keuangan
lainnya.
Pihak-pihak
yang
maupun perkembangan suatu
perusahaan antara lain adalah pemilik perusahaan, para pemegang saham, para
kreditur.
“Ratio analysis of a firm’s financial statement is of interest to
shareholders, creditors, and the firm own management. Both current and
prospective shareholders are interested in the firm’s current and future
level of risk and return”. (Gitman, 2006:54)
Jadi para pemegang saham berkepentingan terhadap laporan keuangan suatu
perusahaan dalam rangka penentuan kebijaksanaan penanaman modalnya, apakah
perusahaan mempunyai prospek yang cukup baik dan akan diperoleh keuntungan
atau rate of return yang cukup baik. Karena dari laporan keuangan dapat
dilakukan analisa rasio keuangan untuk mengetahui risk and return yang akan
diterima pemegang saham baik di masa sekarang maupun yang akan datang,
Para investor dan calon investor selain menaruh perhatian terhadap tingkat
keuntungan baik dimasa sekarang maupun yang akan datang juga berkepentingan
dengan tingkat likuiditas, aktivitas, serta leverage sebagai faktor lain dalam
penilaian kelanjutan hidup perusahaan serta proyeksi terhadap distribusi income
pada masa-masa yang akan datang. Sebab selain tingkat keuntungan, mereka juga
12
harus memperhitungkan risiko yang dapat dihitung dari data yang terdapat dalam
laporan keuangan dengan menggunakan rasio likuiditas, aktivitas, dan leverage
atau debt. Seperti dingkapkan oleh Gitman.
Menurut Gitman (2006:57):
“liquidity, activity, and debt ratios primarily measure risk, profitability
ratios measure return”.
Tingginya laba yang dihasilkan perusahaan tidak secara langsung
mempengaruhi besarnya dividen. Hal ini disebabkan perusahaan selalu
menginginkan adanya pertumbuhan bagi perusahaan tersebut di satu pihak dan
membayarkan dividen kepada pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan
ini selalu bertentangan. Sebab apabila dividen semakin besar, berarti semakin
sedikit laba yang dapat ditahan, dan akibatnya ialah menghambat tingkat
pertumbuhan (rate of growth). Jika perusahaan ingin menahan sebagian besar laba
tetapnya dalam perusahaan, maka semakin kecil laba yang tersedia untuk
pembayaran dividen. Besarnya dividen yang diputuskan dalam RUPS dan dikenal
dengan kebijakan dividen.
Kebijakan dividen ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Sartono
(2001:292-293), faktor-faktor yang sesungguhnya terjadi dan harus dianalisis
dalam kaitannya dengan kebijakan dividen antara lain :
1. Kebutuhan dana perusahaan
2. Likuiditas
3. Kemampuan meminjam
4. Keadaan pemegang saham
5. Stabilitas dividen
6. Stock dividen
Di bawah ini adalah pengertian kebijakan dividen menurut Sartono
(2001:281):
”Kebijakan dividen adalah keputusan apakah laba yang diperoleh
perusahaan yang akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai
dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna
pembiayaan investasi dimasa datang”.
13
Seperti sudah disebutkan sebelumnya, penggunaan rasio yakni rasio
likuiditas, leverage dan profitabilitas perusahaan diperlukan untuk mengestimasi
risk dan return yang dapat digunakan oleh para investor untuk mengestimasi
besarnya Dividend Payout Ratio.
Pengertian rasio likuiditas menurut Sartono (2001:116):
”Likuiditas perusahaan menunjukkan kemampuan untuk membayar
kewajiban financial jangka pendek tepat pada waktunya”.
Adapun rasio likuiditas yang sering digunakan adalah Current Ratio.
Current Ratio menunjukkan beberapa kemampuan perusahaan dalam membayar
utang lancar dengan aktiva lancar yang tersedia.
Pengertian Current Ratio menurut Gitman (2006:58) adalah sebagai
berikut :
”A measure of liquidity calculated by dividing the firm’s current assets
by its current liabilities”.
Likuiditas berkaitan dengan kemampuan perorangan atau perusahaan
untuk mengkonversikan aktiva lancar tertentu menjadi tunai. Likuiditas
merupakan suatu indikator mengenai indikator mengenai kemampuan perusahaan
untuk membayar semua utang jangka pendek pada saat jatuh tempo dengan
menggunakan aktiva lancar yang tersedia.
Keputusan suatu perusahaan untuk membagikan dividen serta besarnya
dividen yang dapat dibagikan kepada para pemegang saham sangat bergantung
pasa posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan. Meskipun perusahaan dapat
memperoleh laba yang tinggi, namun apabila posisi likuiditas menunjukkan
keadaan yang tidak begitu baik perusahaan mungkin tidak dapat membayar
dividen. Misalnya apabila perusahaan membutuhkan dana yang cukup besar untuk
membiayai investasinya atau perusahaan tersebut sedang tumbuh sehingga
sebagian besar dananya tertanam dalam aktiva tetap dan modal kerja, maka
kemampuannya untuk membayar cash dividend pun sangat terbatas.
Dividen merupakan cash outflow sehingga semakin kuat posisi likuiditas
akan mempengaruhi besarnya kemampuan perusahaan dalam membayar dividen.
Dari uraian di atas dapat dikatakan makin kuat posisi likuiditas suatu perusahaan
14
terhadap kebutuhan dana dimasa mendatang, makin tinggi Dividend Payout Rationya.
Pengertian debt ratios menurut Horne (2002:357) adalah :
”Reflect the relative proportion of debt funds employed.”
Leverage dapat diartikan sebagai gambaran kemampuan perusahaan untuk
menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed assets fund)
unruk memperbesar tingkat penghasilan bagi para pemilik perusahaan. Leverage
ratio menunjukkan seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar
dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Leverage
ratio atau debt ratio menurut Horne (2002:357) dapat diukur dengan
menggunakan DER (Debt to Equity Ratio) :
”The debt to equity ratio is cumputed by simply dividing the total debt of
the firm’s (including current liabilities) by its shareholder’s equity”.
DER mengukur perbandingan antara dana yang disediakan oleh pemilik
atau manajemen perusahaan dengan berasal dari kreditur perusahaan. Hal ini akan
mengakibatkan terjadinya : 1) Para kreditur akan melihat modal sendiri
perusahaan atau dana yang disediakan pemilik untuk menentukan besarnya safety
margin, artinya jika pemilik hanya mengandalkan sebagian kecil dari seluruh
pembiayaan, maka risiko perusahaan ditanggung oleh para kreditur, 2) Dengan
mencari dana yang berasal hutang, pemilik memperoleh manfaat mempertahankan
kendali perusahaan dengan kendali perusahaan dengan investasi yang terbatas, 3)
jika perusahaan memperoleh hasil yang lebih besar daripada dana yang dipinjam
maka hasil pengembalian untuk para pemilik saham akan meningkat. DER
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya,
yang ditunjukan oleh berapa bagian modal sendiri yang digunakan untuk
membayar hutang. Peningkatan hutang akan mengakibatkan tingginya rasio DER.
Hal ini berarti semakin besar pula beban bunga yang harus dibayar perusahaan
yang pada akhirnya akan mempengaruhi besar kecilnya laba bersih yang diterima.
Semakin kecil laba bersih perusahaan akan mengurangi kemampuan perusahaan
untuk membayar dividen karena perusahaan akan mendahulukan membayar
kewajibannya. Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa seiring dengan
15
meningkatnya beban hutang, maka kemampuan perusahaan untuk membayar
dividen akan semakin rendah, sehingga leverage ratio mempunyai hubungan
negatif dengan besarnya Dividend Payout Ratio.
Pengertian rasio profitabilitas menurut Sartono (2001:116):
”Rasio profitabilitas adalah kemampuan perusahaan memperoleh
laba dalam hubungannya dengan penjualan, total aktiva maupun
modal sendiri”.
Profitability adalah tingkat keuntungan bisnis yang berhasil diperoleh
perusahaan dengan menjalankan operasionalnya. Dividen merupakan sebagian
dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan. Oleh sebab itu, dividen akan
dibagikan jika perusahaan mempunyai keuntungan. Keuntungan yang layak
dibagikan kepada pemegang saham adalah keuntungan setelah perusahaan
memenuhi kewajiban tetapnya yaitu beban bunga dari pajak. Dalam penelitian ini,
profitabilitas perusahaan diukur dengan Net Profit Margin.
Menurut Gitman (2006:67) net profit margin adalah mengukur persentase
laba dari setiap penjualan setelah dikurangi biaya-biaya dan seluruh beban
termasuk beban bunga, pajak dan saham prefferred. Semakin tinggi rasio net
profit margin maka semakin baik.
Dimana Net Profit Margin ini sering digunakan oleh praktisi keuangan
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba dari hasil
penjualan bagi pemegang saham perusahaan. Rasio ini bisa juga diinterpretasikan
sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya di perusahaan pada periode
tertentu.
Dividend Payout Ratio merupakan persentase dari laba yang akan
dibayarkan kepada pemegang saham sebagai dividen tunai. Keown, Martin,
Petty dan Scott, Jr. (2001:607) mengatakan:
”Dividend Payout Ratio indicates the amount of dividends paid relative
to the company earnings”.
Dividend Payout Ratio ini akan menentukan jumlah pendapatan yang bisa
ditahan dalam perusahaan sebagai sumber pendanaan. Rasio likuiditas dan
profitabilitas merupakan rasio yang penting bagi perusahaan. Karena rasio-rasio
16
ini akan memberikan informasi yang sangat penting bagi lajunya perusahaan
dalam jangka pendek. Kalau perusahaan sudah menunjukkan ketidakmampuannya
dalam jangka pendek, maka sudah hampir dapat dipastikan bahwa perusahaan
tersebut akan mengalami kesulitan dalam jangka panjang.
Posisi current ratio (CR) dalam mempengaruhi dividend payout ratio
(DPO) dapat dijelaskan sebagai berikut: oleh karena pembayaran dividen
merupakan arus keluar, maka makin besar posisi kas perusahaan berarti makin
besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen (Stanley dan Geoffrey,
1987). Dari hal tersebut terlihat, bahwa arah hubungan atau pengaruh CR terhadap
DPO adalah pengaruh positif.
Debt to equity ratio (DER) sebagaimana dikatakan sebelumnya
mencerminkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi seluruh kewajibannya
yang ditunjukkan oleh berapa besar bagian modal sendiri yang digunakan untuk
membayar hutang. Oleh karena itu, semakin rendah DER, maka semakin tinggi
kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Semakin besar
proporsi hutang yang digunakan dalam struktur modal, maka semakin pula
kewajibannya. Pada gilirannya, peningkatan hutang akan mempengaruhi besar
kecilnya laba bersih (net earning) yang tersedia bagi pemegang saham termasuk
dividen yang akan diterima karena kewajiban tersebut lebih diprioritaskan
daripada pembagian dividen. Apabila beban hutang semakin tinggi, maka
kemampuan perusahaan untuk membagikan dividen semakin rendah, dengan kata
lain posisi DER memiliki arah atau pengaruh negatif dengan DPO.
Kemampuan perusahaan untuk memperoleh laba dapat diukur dengan
rasio-rasio profitabilitas salah satunya net profit margin (NPM). Laba bersih yang
diperoleh sebagian akan digunakan untuk membayar dividen dan sebagian lagi
menjadi
laba
ditahan
(retained
earning)
yang
dipergunakan
untuk
mengembangkan atau memperluas usaha perusahaan. Porsi laba bersih yang akan
dibagikan sebagai dividen sangat tergantung pada kebijakan dividen yang
digunakan perusahaan, dan besarnya dividen yang layak diberikan kepada
pemegang saham tersebut adalah setelah perusahaan memenuhi kewajibankewajiban tetapnya, yaitu bunga dan pajak. Dengan demikian, posisi NPM dalam
17
mempengaruhi dividend payout ratio dapat dijelaskan sebagai berikut : semakin
besar kuntungan yang diperoleh, maka semakin besar pula kemampuan
perusahaan untuk membayar dividen (Chang & Ghon Ree, 1990).
Hal sebaliknya berkaitan dengan NPM juga dapat dijelaskan dari sisi
pertumbuhan (growth) yang diukur dengan rasio-rasio pertumbuhan (growth
ratios). Dalam kebijakan dividen, apabila perusahaan mengurangi dividen yang
akan dibayarkan kepada pemegang saham, maka keuntungan yang didapat akan
digunakan untuk perluasan usaha, sehingga terjadi pertumbuhan perusahaan.
Karena itu, faktor pertumbuhan pada dasarnya juga merupakan faktor penting
yang dapat mempengaruhi kebijakan dividend payout ratio.
Studi-studi empiris mengenai faktor-faktor yang menentukan dividend
payout ratio baik dari aspek finansial maupun non-finansial sudah pernah
dilakukan dan secara umum hasil-hasilnya tidak menunjukkan konsistensi atau
masih ada perbedaan antara satu penelitian dengan penelitian lainnya.
Sutijo dan Irianto (1995) melakukan penelitian tentang besarnya target
dividend payout ratio dan speed of adjustment di Indonesia. Sampel yang
digunakan adalah 135 perusahaan yang go public di Indonesia dengan periode
pengamatan tahun 1986 sampai tahun 1993. Dalam penelitiannya, Sutijo dan
Irianto menggunakan tiga (3) variabel penduga, yaitu : (1) debt to equity ratio
(DER), (2) risiko perusahaan, dan (3) jenis industri. Hasil yang diperoleh yaitu :
(1) DER yang lebih rendah memiliki target dividend payout ratio yang lebih
tinggi dibandingkan dengan DER yang lebih tinggi. (2) perusahaan yang memiliki
resiko tinggi memiliki target dividend payout ratio yang lebih tinggi dibandingkan
dengan perusahaan yang memiliki resiko rendah, dan (3) industri manufaktur
memiliki target dividend payout ratio yang paling tinggi dengan jenis industri
lainnya.
Penelitian lain dilakukan oleh Suharli dan Oktorina (2005) tentang
“Memprediksi Tingkat Pengembalian Investasi pada Equity Securities Melalui
Rasio Profitabilitas, Likuiditas dan Hutang Pada Perusahaan Publik di Jakarta”. Di
dalam penelitian ini tingkat pengembalian investasi diukur dengan dividend
payout ratio (DPO), sedangkan faktor-faktor penduganya yaitu likuiditas dengan
18
ukuran current ratio (CR), leverage dengan ukuran debt to equity ratio (DER),
dan profitabilitas dengan ukuran return on investment (ROI). Hasil penelitian
mereka menunjukkan bahwa dividen bagi investor dapat diprediksi melalui rasio
profitabilitas, likuiditas, dan leverage (hutang) dari perusahaan investee. Tingkat
profitabilitas dan likuiditas memiliki hubungan yang searah/positif dengan
kebijakan dividen, sehingga semakin tinggi tingkat profitabilitas dan likuiditas
maka semakin besar dividen yang dibagikan oleh investee kepada investor,
begitupula sebaliknya. Sedangkan, tingkat
leverage
memiliki hubungan
negatif/tidak searah dengan kebijakan dividen sehingga semakin tinggi tingkat
leverage maka dividen yang dibagikan semakin kecil/rendah.
Hasil penelitian Chim (1999)
yang melakukan penelitian pada
perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam industri manufaktur dan jasa pada
Bursa Efek Jakarta periode tahun 1994 sampai 1996 menyimpulkan, bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi dividend payout ratio pada industri jasa adalah
kas, potensi pertumbuhan, dan debt to equity ratio. Potensi pertumbuhan diukur
dengan menggunakan profit margin. Sebaliknya pada industri manufaktur, ketiga
faktor tersebut baik secara parsial maupun secara simultan ditemukan tidak
berpengaruh signifikan.
Pembayaran dividen khususnya cash dividend kepada para pemegang
saham sangat tergantung pada posisi kas yang tersedia, juga telah dibuktikan oleh
penelitian yang dilakukan oleh Sutrisno (2001) yang menyatakan bahwa di antara
beberapa faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio, hanya faktor posisi
kas (cash position) dan Debt to Equity Ratio yang berpengaruh signifikan. Posisi
kas yang benar-benar tersedia bagi para pemegang saham akan tergambar pada
free cash flow yang dimiliki oleh perusahaan.
Dari beberapa studi empiris di Bursa Efek Jakarta di atas terlihat adanya
perbedaan hasil terutama apabila dilihat dari faktor jenis industri yang diteliti dan
periode penelitian. Seperti pada penelitian Chim (1999) di atas, dimana pada
industri manufaktur, faktor pertumbuhan, DER dan kas ditemukan tidak
berpengaruh signifikan, sementara itu pada penelitian Sutijo dan Irianto (1995)
maupun penelitian Suharli dan Oktorina (2005) mengindikasikan hal sebaliknya.
19
Adanya perbedaan kesimpulan ini menjadi salah satu daya tarik perlunya untuk
meneliti kembali pengaruh ketiga faktor fundamental (CR, DER dan NPM)
terhadap DPO pada jenis industri yang berbeda dan pada periode penelitian yang
berbeda. Industri yang dikaji dalam penelitian ini adalah industri telekomunikasi.
Pertimbangan memilih
industri telekomunikasi antara
lain karena
ada
kecenderungan pertumbuhan yang tinggi dari industri telekomunikasi yang sejalan
dengan perkembangan di bidang teknologi komunikasi seperti terlihat dewasa ini.
Berdasarkan uraian di atas, maka digambarkan kerangka pemikiran
sebagai berikut :
Pasar Modal
Perusahaan Telekomunikasi yang
Listed di Bursa Efek Jakarta
Laporan Keuangan Emiten
Rasio-rasio Fundamental
Current Ratio
(CR)
Debt to Equity
Ratio (DER)
Net Profit
Margin (NPM)
Dividend Payout
Ratio (DPO)
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
1.5.2. Hipotesis
Hipotesis merupakan suatu anggapan sementara yang harus dibuktikan
kebenarannya. Sesuai dengan uraian di atas, penulis mengemukakan hipotesis sbb:
20

Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Net Profit Margin mempengaruhi
besarnya Dividend Payout Ratio secara simultan.

Current Ratio, Debt to Equity Ratio dan Net Profit Margin mempengaruhi
besarnya Dividend Payout Ratio secara parsial.
1.6. Lokasi dan Waktu Penelitian
Untuk mendapatkan data yang dibutuhkan, peneliti mengambil data dari
situs internet www.idx.co.id pada waktu bulan November 2009.
Download