BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah American Diabetes Association (ADA) 2006, mendefinisikan Diabetes Mellitus sebagai salah satu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. DM tipe 2 ditandai dengan metabolisme abnormal pada karbohidrat, protein, lemak, dan peningkatan kadar gula darah. Seseorang dikatakan menderita DM tipe 2 jika memiliki kadar gula darah puasa >126 mg/dl dan gula darah acak > 200 mg/dl disertai dengan keluhan klasik berupa poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya (PERKENI, 2011). Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), lebih dari 220 juta orang di dunia menderita Diabetes Melitus (DM), dengan hampir 80% kematian terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. International Diabetes Federation (IDF) memperkirakan bahwa diabetes kini dialami oleh lebih dari 150 juta orang, yang menunjukkan terjadi lima kali lipat peningkatan sejak tahun 1985, jumlah ini diperkirakan akan meningkat menjadi 300 juta pada tahun 2025. IDF memperkirakan prevalensi DM di Indonesia akan meningkat dari 5,1% pada tahun 2000 menjadi 6,3% pada 1 2 tahun 2030. Prevalensi DM di seluruh dunia mengalami peningkatan (Power, 2000) diantara 10 negara dengan prevalensi diabetes tertinggi, 6 diantaranya terdapat di Asia. Sepuluh Negara tersebut antara lain India, Cina, AS, Indonesia, Jepang, Pakistan, Rusia, Brazil, Italia dan Bangladesh, Prevalensi DM type 2 mengalami peningkatan lebih cepat daripada DM type 1 karena meningkatnya obesitas dan berkurangnya level aktivitas (Power, 2008). Dari Riset kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, diperoleh bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM pada kelompok usia 45-65 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu 14.7% sedangkan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5.8%, prevalensi DM di Indonesia diperkirakan mencapai 21.3 juta orang di tahun 2030 sedangkan Pada tahun 1995 diperkirakan akan meningkat sekitar 300 juta orang pada tahun 2025, terutama di Negara-negara berkembang (Kemenkes RI, 2009). Menurut Badan Pusat Statistik Yogyakarta tahun 2008 memperkirakan pada tahun 2030 mendatang sebanyak 1.1% penduduk DIY didiagnosa DM dengan prevalensi 0.7% di Indonesia serta menduduki urutan ke 32 untuk masyarakat yang terkena diabetes. Selain itu, orang yang didiagnosa dengan gejala DM di DIY sekitar 1.6% dengan prevalensi 1,1% di Indonesia serta menduduki urutan ke 20 di Indonesia. Jadi jumlah penderita DM dengan diagnosa gejala DM di Yogyakarta lebih tinggi daripada orangorang yang sudah didiagnosa DM. 3 Dari studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di poli penyakit dalam (endokrin) RSUP Dr.Sardjito pada bulan juli 2012 kepada 10 orang penderita DM dengan metode wawancara, menyatakan terdapat 7 orang tidak patuh terhadap latihan fisik (exercise), 5 orang tidak patuh terhadap diet, dan 7 orang tidak patuh dalam mengkonsumsi obat sesuai dengan anjuran dokter atau tenaga kesehatan. Ketidakpatuhan ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain merasa bosan dengan pengobatan yang dijalani, tingkat ekonomi yang rendah sehingga untuk pola diet tidak bisa terpenuhi, serta kurang dukungan dari lingkungan sekitar terkait penyakitnya. Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan kompleks dan berkelanjutan, yang terdiri dari 4 pilar, yaitu pendidikan kesehatan (edukasi), diet (rencana makan), latihan fisik (exercise), dan pengobatan (Misnadiarly, 2006). Keberhasilan 4 pilar tersebut dapat diketahui dengan melakukan kontrol kesehatan secara rutin khususnya kontrol gula darah, Sehingga untuk mencapai keberhasilan dari 4 pilar tersebut penderita DM tipe 2 harus memiliki self efficacy yang tinggi agar mereka memiliki keyakinan dan keberhasilan dalam melakukan pengobatan secara mandiri (Misnadiarly, 2006). Kompleksitas dan keberlanjutan penanganan DM ini membutuhkan ketrampilan pasien dalam mengintegrasikan penanganan DM secara mandiri dan berkelanjutan. Penanganan DM secara mandiri dan berkelanjutan terdapat didalam Diabetes Self Managament (DSM). Diabetes Self Managament (DSM) itu 4 sendiri merupakan bagian dari pendidikan kesehatan yang berupa 4 pilar karena DSM tidak hanya melibatkan pemberian pengetahuan dan keterampilan, tetapi juga konseling psikologis jika diperlukan untuk memfasilitasi modifikasi gaya hidup (Poretsky, 2010). Pendidikan kesehatan pada penderita diabetes dan cara modifikasi gaya hidup sangat penting untuk mengendalikan kadar glukosa darah pada orang dengan diabetes tipe 2. DSM mengarah pada pasien untuk mengoptimalkan kontrol metabolik, mencegah dan menangani komplikasi, dan meningkatkan kualitas hidup (Ko et.al., 2012). Diabetes Self Managament (DSM) belum banyak dilakukan di Indonesia. Dengan adanya pelatihan secara kelompok ini menjadi salah satu metode untuk meningkatkan keterampilan dan keyakinan untuk melakukan DSM bagi pasien DM. Metode pendidikan kesehatan secara kelompok dapat meningkatkan pengetahuan pasien untuk saling berbagi pengalaman dalam mengatasi masalah-masalah yang dihadapi selama menderita DM. Support system yang paling efektif dan tepat berupa dukungan dalam bentuk psikologis yang berasal dari orang lain yang memiliki penyakit yang sama yaitu diabetes. Seperti program yang pernah dilakukan di Inggris yaitu Diabetes Education and Self Management Programme (DESMOND), sehingga mereka yang memiliki penyakit yang sama diikutkan ke dalam program peer group support diabetes, yang didasarkan pada prinsip-prinsip yang diakui dan dipromosikan oleh Departemen Kesehatan, Selain itu tujuan 5 dari program tersebut adalah untuk meningkatkan self Efficacy dengan meningkatkan keyakinan seseorang bahwa ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif sehingga kegagalan pasien untuk melakukan DSM dapat mengurangi ketidakpatuhan terhadap terapi dan hal lain yang dapat menurunkan kualitas hidup penderita DM (Kamlesh Khunti et.al, 2012). Peer group support merupakan salah satu support system dari sekelompok orang yang memiliki penyakit yang sama. Peer group support dapat mengurangi masalah perilaku kesehatan, mengurangi depresi, dan mempunyai kontribusi untuk meningkatkan kepatuhan pengelolaan DM tipe 2. Pengalaman dari orang yang memiliki penyakit yang sama akan mempunyai pengaruh yang besar untuk seseorang yang menderita DM. Didalam peer group support diabetes diharapkan terjadi face to face antara penderita DM dengan orang yang menderita DM telah sukses menjalankan pengobatannya, dimana face to face itu merupakan pertemuan tatap muka secara personal oleh penderita DM dengan orang yang sama-sam menderita DM yang telah sukses menjalankan terapi dan pengobatannya, sehingga pada program ini diharapkan efektif untuk meningkatkan self efficacy dalam pola pengobatan untuk penderita DM. Dari pembahasan masalah diatas peneliti ingin meneliti tentang Efektifitas Face To Face Peer Group Diabetes Self Menegement Education Program (DSMEP) terhadap peningkatan self efficacy pada pasien DM tipe 2, 6 yang bertujuan untuk membantu pasien DM tipe 2 dalam meningkatkan keyakinan, sehingga ia dapat menguasai situasi dan menghasilkan hasil (outcomes) yang positif. B. Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas, peneliti merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Bagaimana efektifitas Face To Face Peer group Diabetes Self Menegement education program (DSMEP) dalam meningkatkan self efficacy pasien DM tipe 2?” C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Efektivitas Face To Face Peer Group Based Diabetes Self Management education program (DSMEP) terhadap peningkatan Self Eficacy pada penderita DM Type 2. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan, kajian pustaka dan bahan bacaan bagi peneliti lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan terutama pada efektivitas Face To Face Peer group based Diabetes Self Management education program peningkatan Self Efficacy pasien dabetes mellitus tipe 2. (DSMEP) terhadap 7 2. Manfaat Praktis - Untuk penderita DM tipe 2 Diharapkan penelitian ini dapat menjadi acuan dan dapat memotifasi dalam menjalankan terapi dan pengobatan. - Untuk mahasiswa Diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan kepada mahasiswa agar menjadi pelajaran terkait dengan self efficacy pada pasien diabetes dan dapat melakukan penelitian yang lebih jauh tentang self efficacy pasien diabetes mellitus tipe 2. E. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai efektivitas Face To Face Peer Group Based Diabetes Self Management (DSM) terhadap peningkatan diabetes Self Efficacy pada penderita DM type 2, yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian ini antara lain: 8 No Penulis 1 Aslak Steinsbek. 2 Chaveepojnkamjorn W, Pichainarong N, Schelp FP, Mahaweerawat U 3 Shen, H., Edwards H, Courtney, M., McDowell, J., Wu, M. Judul Tahun Hasil Persamaan Group based diabetes self- 2012 Grup berbasis DSME pada - Variabel bebas: management education orang dengan diabetes tipe Group based compared to routine 2 mengakibatkan diabetes selftreatment for people with peningkatan secara klinis management type 2 diabetes mellitus. A pada gaya hidup dan hasil education. systematic review with metapsikososialnya - Intervensi analysis menggunakan group berbasis DSME - Respondennya pasien diabetes mellitus tipe 2 A randomized controlled trial 2009 Menunjukkan program ini - Menggunakan to improve the quality of life efektif untuk kelompok of type 2 diabetic patients meningkatkan kualitas control using a self-help group hidup yang dirasakan. - Rancangan program Program ini berfokus pada penelitian: one peningkatan pengalaman group pretestberbagi di antara anggota posttest design kelompok dan partisipasi with dalam pemecahan comparation masalah. group Peer-led diabetes self- 2012 Didapatkan bahwa terjadi - Menggunakan management programme for peningkatan selfintervensi community-dwelling older management dan status dengan people in China: study kesehatan pada pasien program self protocol for a quasidiabetes, mengingat di management experimental design. china mengalami dengan berpasangan kekurangan sumber daya kesehatan. Perbedaan - Metode penelitian: Meta-Analisis - Desain: Kualitatif - Variabel terikat: membandingkan treatment secara rutin pada DM tipe 2 - Analisis: chisquare test dan ttest - Desain: Kualitatif - Metode Penelitian: Quasiexperimental - Desain Penelitian: non-equivalent control group - Jumlah Responden 190 9 4 Haltiwanger P,E. Effect of a group adherence 2012 intervention for mexicanamerican older adults with type 2 diabetes Bahwa orang tua - Rancangan - Metode Mexican-america dengan penelitian: onepenelitian: Quasiexperimental diabetes mellitus tipe 2 group pretestdapat meningkatkan posttest - Jumlah adherence yang sensitif, - Criteria responden:pasi dengan budaya lokal yang en DM tipe 2 terstruktur pada program peer-led dengan konsultasi - Menggunakan intervensi dari seorang terapis dengan cara berkelompok