BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gangguan

advertisement
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Gangguan pendengaran merupakan masalah utama pada pekerja-pekerja yang
bekerja di tempat yang terpapar bising , misalnya pekerja di kawasan industri
antara lain pertambangan, penggalian (peledakan, pengeboran), perkapalan,
penerbangan, maupun mesin tekstil dan uji coba mesin-mesin jet. Hal ini akan
sangat merugikan para pekerja karena dapat menyebabkan ketulian yang menetap
(permanent threshold shift). Selain itu perusahaan juga akan mengalami kerugian,
misalnya menurunnya kinerja para pekerja serta meningkatnya biaya kesehatan
yang harus ditanggung perusahaan. Sehingga perlu dilakukannya deteksi dini
adanya gangguan pendengaran untuk mencegah ketulian sementara (temporary
threshold shift) menjadi ketulian yang menetap (permanent threshold shift)
(Buchari,2007).
Nilai ambang batas kebisingan adalah angka desibel yang dianggap aman
untuk sebagian besar tenaga kerja bila bekerja 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Koperasi No. SE01/MEN/1978, nilai ambang batas untuk kebisingan di tempat kerja adalah
intensitas tertinggi dan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa
mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu terus-menerus
tidak lebih dari 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Buchari,2007). Di Indonesia,
intensitas bising di tempat kerja yang diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu
kerja 8 jam sehari (Roestam,2004).
Jika nilai ambang batas dilampaui terus-menerus dalam waktu lama maka
akan menyebabkan gangguan pendengaran (Tana, 2002). Faktor lain yang
berpengaruh adalah intensitas suara yang terlalu tinggi, usia karyawan, gangguan
pendengaran yang sudah ada sebelum bekerja, frekuensi bising, lamanya masa
Universitas Sumatera Utara
kerja, jarak dari sumber suara, gaya hidup pekerja di luar tempat kerja (Buchari,
2007).
Menurut perkiraan WHO (World Health Organization) pada tahun 1995
terdapat 120.000.000 penderita gangguan pendengaran di seluruh dunia. Pada
tahun 2001 jumlah tersebut meningkat menjadi 250.000.000 jiwa; 222.000.000
jiwa diantaranya adalah orang dewasa dan sisanya anak berusia di bawah 15
tahun. Penderita gangguan pendengaran tersebut kira-kira 2/3 diantaranya berada
di negara berkembang (Standar Pelayanan Kesehatan Indera Pendengaran di
Puskesmas, 2002 dalam Suwento 2002).
Gangguan pendengaran akibat kebisingan merupakan tuli sensorineural yang
paling sering dijumpai setelah presbikusis. Lebih dari 28.000.000 orang Amerika
mengalami gangguan pendengaran dengan berbagai derajat, dimana 10.000.000
orang diantaranya mengalami gangguan pendengaran akibat terpapar bunyi yang
keras pada tempat kerja. Sedangkan Sataloff (1987) mendapati sebanyak
35.000.000 orang Amerika menderita ketulian dan 8.000.000 orang diantaranya
merupakan tuli akibat kerja (Depkes, 2004 dalam Suwento,2002).
Dari hasil “WHO Multi Centre Study” tahun 1998, Indonesia termasuk empat
negara di Asia Tenggara dengan prevalensi gangguan pendengaran yang cukup
tinggi (4,6%), tiga negara lainnya adalah Sri Lanka (8,8%), Myanmar (8,4%), dan
India (6,3%) (Komite Nasional Penanggulangan Gangguan Pendengaran dan
Ketulian,2006). Prevalensi gangguan pendengaran pada populasi penduduk
Indonesia diperkirakan sebesar 4,2%. Jumlah penduduk Indonesia tahun 2002
adalah 221.900.000 jiwa, sehingga jumlah penduduk yang menderita gangguan
pendengaran diperkirakan 9.319.800 jiwa (World Health Organization, 2007).
Data Survei Kesehatan Indera Pendengaran di tujuh propinsi tahun 1994-1996
menyebutkan prevalensi gangguan pendengaran dan ketulian di Indonesia masingmasing adalah 16,8% dan 0,4%. Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 19941996 adalah 214.100.000 jiwa berarti diperkirakan terdapat 36.000.000 jiwa yang
menderita gangguan pendengaran dan 850.000 jiwa menderita ketulian.
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan
kelompok usia, angka gangguan pendengaran terbanyak pada
kelompok usia produktif dewasa (40-54 tahun) yaitu 20,8%, sedangkan angka
ketulian terbanyak pada usia diatas 65 tahun yaitu 2,8% (Depkes RI,1998 dalam
Suwento R, 2002).
Sundari pada penelitiannya tahun 1994 di pabrik peleburan besi baja di
Jakarta, mendapatkan 31,55 % pekerja menderita tuli akibat bising, dengan
intensitas bising antara 85-105 dB, dengan masa kerja rata-rata 8,99 tahun.
Lusianawaty pada tahun 1998 mendapat 7 dari 22 pekerja (31,8%) di perusahaan
kayu lapis Jawa Barat mengalami tuli akibat bising, dengan intensitas bising
lingkungan antara 84,9-108,2 dB (Alberti, 2000).
Penelitian terdahulu melaporkan lebih dari 50% pekerja tekstil dengan masa
kerja antara 1-10 tahun mengalami gangguan pendengaran pada frekuensi 30004000 Hz. Pada perusahaan baja ditemukan 45,9% kasus gangguan pendengaran
pada frekuensi 6000 Hz, dengan pajanan bising terus-menerus (Tana, 2002).
Oetomo, A dkk (Semarang, 1993) dalam penelitiannya terhadap 105 karyawan
pabrik dengan intensitas bising antara 75-100 dB didapati sebanyak 74 telinga
belum mengalami pergeseran nilai ambang, sedangkan sebanyak 136 telinga telah
mengalami pergeseran nilai ambang dengar, derajat ringan sebanyak 116 telinga
(55,3%), derajat sedang sebanyak 17 telinga (8%), dan derajat berat sebanyak 3
telinga (1,4%) (Rambe, 2003).
Penelitian terhadap 204 pekerja yang tidak memakai alat pelindung telinga
dengan paparan kebisingan sekitar 95 dB terdapat prevalensi sekitar 84,5% dan
kebisingan antara 85-90 dB terdapat prevalensi sekitar 75%, sedangkan pada
kebisingan sekitar 80 dB didapatkan prevalensi sekitar 2,9% - 3,5% terjadi
gangguan pendengaran (Osibigun dkk,2000).
Karnal, A (1991) melakukan penelitian terhadap pandai besi yang berada
di sekitar kota Medan. Ia mendapati sebanyak 92,30% dari pandai besi tersebut
menderita ketulian akibat bising. Sedangkan Harnita, N (1995) dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
penelitian terhadap karyawan di pabrik gula mendapati sebanyak 32,2% menderita
ketulian akibat bising (Rambe, 2003).
Prevalensi gangguan pendengaran terus meningkat akibat kemajuan di bidang
teknologi industri dan polusi bising lingkungan. Indonesia termasuk negara
industri yang sedang berkembang, sehingga dalam upaya peningkatan
pembangunan digunakan peralatan industri yang dapat menimbulkan kebisingan
di lingkungan kerja. Hal tersebut menimbulkan dampak buruk bagi para pekerja
jika tidak dicegah dengan program pengendalian kebisingan diantaranya
penggunaan alat pelindung pendengaran bagi pekerja yang terpapar bising
(Bashiruddin, J., 2009).
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti gambaran audiogram
pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan.
1.2.
Rumusan Masalah
Uraian dalam latar belakang masalah di atas, memberikan dasar bagi peneliti
untuk merumuskan pertanyaan peneliti berikut :
Bagaimana gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I
(Persero) Cab. Belawan?
1.3.
Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui bagaimana gambaran audiogram pada pekerja di bagian
ruang mesin PT Pelindo I (Persero) Cab. Belawan.
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui:
1. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I
(Persero) Cab. Belawan berdasarkan umur.
Universitas Sumatera Utara
2. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I
(Persero) Cab. Belawan berdasarkan masa kerja.
3. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I
(Persero) Cab. Belawan berdasarkan lama pajanan.
4. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I
(Persero) Cab. Belawan berdasarkan penggunaan alat pelindung
telinga.
5. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I
(Persero) Cab. Belawan berdasarkan jenis gangguan pendengaran.
6. Gambaran audiogram pada pekerja di bagian ruang mesin PT Pelindo I
(Persero) Cab. Belawan berdasarkan derajat gangguan pendengaran.
1.4.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Mencegah ketulian bersifat permanen yang dapat merugikan para pekerja
2. Sebagai sarana memperdalam pengetahuan serta mengembangkan ilmu
yang telah didapat selama perkuliahan
3. Sebagai acuan untuk penelitian berikutnya
Universitas Sumatera Utara
Download