BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengalaman Pengalaman adalah sebagai sesuatu yang pernah dialami (dijalani, dirasai, ditanggung) ( Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005. hal. 26 ). Pengalaman langsung yang dialami individu terhadap objek sikap, berpengaruh terhadap sikap individu terhadap objek sikap tersebut ( Sunaryo, 2004. hal. 201 ). Menurut Martin Heidgger dalam Corsini ( 2003. hal.173) pada dasarnya pengalaman bersifat historis yaitu hidup dengan situasi-situasi dan pengalaman yang terbentuk secara kultural, mempunyai suatu latar belakang yang panjang meliputi pikiran, pembicaraan dan karya generasi-generasi masa lalu. B. Hiperemesis Gravidraum 1. Pengertian Hiperemesis Gravidarum Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah berlebihan selama masa hamil (Varney, 2006. hal. 608). Hiperemesis gravidarum adalah keadaan dimana penderita mengalami muntah-muntah yang berlebihan lebih dari 10 kali dalam 24 jam atau setiap saat, sehingga mengganggu kesehatan penderita (FKUI, 2006. hal. 66). Hiperemesis didefenisikan sebagai muntah yang sedemikian parah sehingga menyebabkan penurunan berat badan, dehidrasi, asidosis akibat kelaparan, alkalosis akibat hilangnya asam hidroklorida melalui muntahan, dan hipokalemia ( Leveno, 2009. hal.609 ). Hiperemesis Gravidarum adalah muntah yang terjadi pada awal kehamilan sampai umur kehamilan 20 minggu. Keluhan muntah kadang –kadang begitu hebat dimana segala apa yang dimakan dan di minum dimuntahkan sehingga dapat mempengaruhi pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi, dan terdapat aseton dalam urin ( Prawirohardjo, 2010. hal. 815 ). 2. Etiologi Sebab pasti belum diketahui. Frekuensi kejadian adalah 2 per 1000 kehamilan. Faktor-faktor predisposisi yang dikemukakan adalah sebagai berikut: a) Sering terjadi pada primigravida, mola hidatidosa, diabetes, dan kehamilan ganda akibat peningkatan kadar HCG. b) Faktor organik, karena masuknya vili khorealis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik. c) Faktor psikologik : keretakan rumah tangga, kehilangan pekerjaan, rasa takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut memikul tanggung jawab, dan sebagainya. d) Faktor endokrin lainnya : hipertiroid, diabetes dan lain-lain. 3. Gejala dan Tingkat Mulai terjadi pada trimester pertama. Gejala klinik yang sering dijumpai adalah nausea, muntah, penurunan berat badan, ptialisme (salivasi yang berlebihan). tanda-tanda dehidrasi termasuk hipotensi postural takikardi (Prawirohardjo, 2010. hal. 816). Secara klinis, hiperemesis gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu : a) Tingkat I (Ringan) Muntah yang terus-menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman, berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir dan sedikit cairan empedu, dan yang terakhir keluar darah. Nadi meningkat sampai 100 kali permenit dan tekanan darah sistolik menurun. Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang, dan urin sedikit tetapi masih normal. b) Tingkat II (Sedang) Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat, subfebril, nadi cepat dan lebih dari 100-140 kali per menit, tekanan darah sistolik kurang dari 80 mmHg, apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus, aseton, bilirubin dalam urin, dan berat badan cepat menurun. c) Tingkat III (Berat) Walaupun kondisi tingkat III sangat jarang, yang mulai terjadi adalah gangguan kesadaran (delirium-koma), muntah berkurang atau berhenti, tetapi dapat terjadi ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, bilirubin, dan proteinuria dalam urin. 4. Diagnosis Ada beberapa diagnosis dalam hiperemesis gravidarum yaitu sebagai berikut: a) Amenorea yang disertai muntah hebat, pekerjaan sehari-hari terganggu. b) Fungsi vital : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah menurun pada keadaan berat, sufebril dan gangguan kesadaran ( apatis-koma ). c) Fisik : dehidrasi, kulit pucat, ikterus, sianosis. berat badan menurun. d) Pemeriksaan USG : untuk mengetahui kondisi kesehatan kehamilan juga untuk rnengetahui adanya kehamilan kembar ataupun kehamilan molahidatidosa. e) Laboratorium : kenaikan relatif hemoglobin dan hematokrit, keton dan proteinuria. f) Pada keluhan hiperemesis yang berat dan berulang perlu difikirkan untuk konsultasi psikologi. 5. Patofisiologi Peningkatan hormon progesteron menyebabkan otot polos pada sistem gastrointestinal mengalami relaksasi sehingga motilitas lambung menurun dan pengosongan lambung melambat. Refluks esofagus, penurunan motilitas lambung, dan penurunan sekresi asam hidroklorid juga berkontribusi terhadap terjadinya mual dan muntah. Hal ini diperberat dengan adanya penyebab lain berkaitan dengan faktor psikologis, spiritual, lingkungan dan sosiokultural. Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi pada hamil muda ; bila terjadi terus-menerus dapat menyebabkan dehidrasi, ketidakseimbangan elektrolit disertai alkalosis hipokloremik, serta dapat mengakibatkan cadangan karbohidrat dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. 6. Risiko Ada 2 faktor risiko hiperemesis gravidarum adalah sebagai berikut yaitu : a) Maternal Akibat defisiensi tiamin (B1) akan menyebabkan terjadinya diplopia, palsi nervus ke-6, nistagmus, ataksia, dan kejang. Jika hal ini tidak segera ditangani, akan terjadi psikosis korsakoff (amnesia, menurunnya kemampuan untuk beraktivitas), ataupun kematian. Oleh karena itu, untuk hiperemesis tingkat III perlu dipertimbangkan terminasi kehamilan (Prawirohardjo, 2010. hal. 816). Melalui muntah dikeluarkan sebagian cairan lambung serta elektrolit, natrium, kalium, dan kalsium. Penurunan kalium akan menambah beratnya muntah, sehingga makin berkurang kalium dalam keseimbangan tubuh serta makin menambah berat terjadinya muntah. Muntah yang berlebihan dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah kapiler pada lambung dan esophagus , sehingga muntah bercampur darah (Manuaba, 2010. Hal. 229) b) Fetal Menurut Tiran (2008. him. 12) " Wanita yang memiliki kadar HCG di bawah rentang normal lebih sering mengalami hasil kehamilan yang buruk, termasuk keguguran, pelahiran prematur, atau retardasi pertumbuhan intrauterus ( IUGR ) ". Selain itu, penurunan berat badan yang kronis akan meningkatkan kejadian gangguan pertumbuhan janin dalam rahim (IUGR) (Prawirohardjo, 2010. hal. 817). Muntah yang berlebihan menyebabkan dapat menyebabkan cairan tubuh makin berkurang, sehingga darah menjadi kental (hemokonsentrasi) yang dapat memperlambat peredaran darah yang berarti konsumsi O2 dan makanan ke jaringan berkurang. Kekurangan makanan dan O2 ke jaringan akan menimbulkan kerusakan jaringan yang dapat menambah beratnya keadaan janin dan wanita hamil (Manuaba, 2010.hal.229) 7. Penatalaksanaan Hiperemesis Gravidarum Quinland, et al (2005 dalam runiarL hal. 16) Penatalaksanaan mual dan muntah pada kehamilan tergantung pada beratnya gejala. Pengobatan dilakukan mulai dari yang paling ringan dengan perabahan diet sampai pendekatan dengan pengobatan antiemetik, rawat inap dan nutrisi parenteral. Pengobatan terdiri atas terapi secara farmakologi dan non farmakologi. Terapi farmakologi dilakukan dengan pemberian antiemetik, antihistamin, antikolenergik dan kortikosteroid. Terapi nonfarmakologi dilakukan dengan cara pengaturan diet dukungan emosional, akupuntur dan jahe. Penatalaksanaan pasien rawat jalan biasanya mencakup anjuran untuk makan dalam porsi kecil, tetapi lebih sering dan berhenti sebelum kenyang. Pasien juga dianjurkan untuk menghindari makanan yang memicu dan memperparah gejala (leveno, 2009.hal.609 ). a. Terapi nonfarmakologi 1) Terapi psikologi Perlu diyakinkan kepada klien bahwa penyakit dapat disembuhkan. Berikan motivasi untuk menghilangkan rasa takut karena kehamilannya, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik yang kiranya dapat menjadi latar belakang terjadinya penyakit ini (Runiari,2010.Hal.21). 2) Diit dan nutrisi Diit hiperemesis gravidarum bertujuan untuk mengganti glikogen tubuh dan mengontrol asidososis dan secara berangsur akan diberikan makanan bergizi. a) Diit Hiperemesis I Diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan hananya berapa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersamaan makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang mengandung zat gizi, kecuali vitamin C sehingga hanya diberikan beberapa hari saja. b) Diit Hiperemesis II Diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang. Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah dalam semua zat gizi, kecuali vitamin A dan c) Diit Hiperemesis III Diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan. Menurut kesanggupan penderita, minuman boleh diberikan bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali kalsium. 3) Akupresur dan Akupuntur Akupuntur adalah metode pengobatan dari tiongkok kuno yang menggunakan stimulasi titik-titik khusus dibadan dengan tusukan jarum halus. Ilmu tersebut telah ada sejak dari dua ribu tahun yang lalu. Akupuntur didasarkan pada prinsip pengobatan tradisional cina yang menyebutkan bahwa seluruh kerja badan dikontrol oleh energy vital yang disebu Qi ( baca:ci ). Muntah pada wanita hamil dalam pengobatan cina tradisional ( Tradisonal Chinese Medicine/TCM ) disebut Ren Shen E Zhu yaitu karena naiknya Qi pada lambung. Gerakan Qi pada lambung adalah ke bawah dan bila gerakan Qi ke atas maka timbul gejala-gejala mual dan muntah yang sangat menganggu. Terdapat tiga kelompok Ren Shen E Zhu : (1) defisiensi qi pada lambung - perut terasa penuh, sesak, mual dan bahkan langsung muntah saat makanan masuk mulut ; (2) panas pada hati — muntah berupa cairan bening yang terasa pahit, haus, tulang iga atau rusuk terasa kaku dan sakit, susah buang air besar, warna urin kuning tua ; dan (3) dahak dan lembab - muntah berupa cairan dahak, mulut terasa hambar, dada terasa sesak, jantung berdebar, napas terengah-engah, seluruh tubuh terasa lemas dan cenderung ingin tiduran, serta tidak mempunyai nafsu makan. Sebenarnya tidak ada persyaratan khusus dalam melakukan terapi akupuntur. Tetapi lebih disarankan pada kondisi keluhan yang cenderung berulang. Sesi akupuntur sebaiknya dilakukan 2-3 kali seminggu, lama pengobatan tergantung kondisi klien yang sebagian besar responnya bagus. Akupresur dan akupuntur menstimulasi system regulasi serta mengaktiikan mekanisme endokrin dan neurologi, yang merupakan mekanisme fisiologi dalam mempertahankan keseimbangan ( Homeostasis ) ( Runiari, 2010. Hal. 26 ). 4) Jahe Jahe ( Zingiber officinale ) mengandung 1-4% minyak astiri dan oleoresin. Komposisi minyak yang terkandung bervariasi tergantung dari geografi tanaman berasal. Kandungan utamanya yaitu Zingeberence, arcurcumene, sesquiphellandrene, dan bisabolene. Secara tradisional jahe digunakan sebagai peluruh dahak atau obat batuk, peluruh keringat, peluruh angin diperut, diare dan pencegah mual. Baik untuk menghilangkan mual dan kembung karena perjalanan jauh . Jahe merupakan salah satu cara untuk meredakan mual dan muntah selama kehamilan, setidaknya meminimalisasi gangguan ini. Jahe dapat membantu para wanita hamil mengatasi derita morning sickness tanpa menimbulkan efek samping yang membahayakan janin di dalam kandungannya (Runiari, 2010.hal.28). 5) Aromaterapi Aromaterapi adalah salah satu pengobatan alternatif yang dapat diterapkan dengan menggunakan minyak esensial tumbuhan dan herbal. Penggunaan minyak esensial sejak zaman dahulu telah digunakan di Mesir, italia, india, dan cina. Kimiawan Prancis, Rene Maurice Gattefosse menyebutnya dengan istilah aromaterapi pada tahun 1937, ketika ia menyaksikan kekuatan penyembuhan minyak lavender pada kulit dengan luka bakar. Setiap minyak esensial memiliki efek farmakologis yang unik, seperti anti bakteri, antivirus, diuretik, vasodilator, penenang dan merangsang adrenal. Minyak atsiri dapat digunakan dirumah dalam bentuk uap yang dapat dihirup atau pernafasan topikal. Penghirupan uap sering digunakan untuk kondisi pernafasan dan mengurangi mual . inhalasi uap dilakukan dengan cara menambahkan 2-3 tetes minyak esensial eucalyptus, rosemary, pohon teh, atau minyak kedalam air panas. Beberapa tetes minyak esensial juga dapat ditambahkan untuk mandi, kompres atau pijat ( Runiari, 2010. Hal. 29 ). a. Terapi Farmakologi 1) Hospitalisasi Menurut (Runiari, 2010. Hal. 17 ), Manifestasi klinik yang ditimbulkan dari kasus hiperemesis gravidarum menjadikan klien harus dirawat di rumah sakit, indikasinya adalah sebagai berikut: a) Memuntahkan semua yang dimakan dan yang diminum, apalagi bila telah berlangsung lama b) Berat badan turun lebih dari 10% dari berat badan normal c) Dehidrasi yang ditandai dengan turgor yang kurang dan lidah kering d) Adanya aseton dalam urin. Tujuan penatalaksanaan hiperemesis gravidarum, saat ibu dihospitalisasi, adalah merehidrasi ibu, memperbaiki gangguan elektrolit dan hematologis lain, mencegah komplikasi dan memindahkan ibu ke rumah sakit dengan segera, meskipun banyak wanita memiliki angka yang tinggi untuk masuk kembali ke rumah sakit. Penyebab muntah yang terjadi secara berlebihan harus diidentifikasi, bukan semata-mata untuk membuat diagnosis banding, tetapi juga untuk mempertimbangkan faktor lain seperti masalah psikologis, yang dapat menambah keparahan ibu (Tiran, 2008. Hal. 27 ). 2) Manajemen Penanganan dalam hiperemesis gravidarum adalah sebagai berikut: a) Stop makanan per oral 24-48 jam b) Infos glukosa 10% atau 5% : RL = 2 : 1, 40 tetes per menit c) Obat - Vitamin B1, B2, B6 masing-masing 50-100 mg/hari/infuse. - Vitamin B12 200 ug/hari/ infus, vitamin C 200 mg/hari/infuse. - Fenobarbital 30 mg I.M. 2-3 kali per hari atau klorpromazin 25-50 mg/hari. - I.M. atau kalau diperlukan diazepam 5 mg 2-3 kali per hari I.M. - Antiemetik : prometazin ( avopreg ) 2-3 kali 25mg per hari per oral atau proklorperazin ( stemetil ) 3 kali 3mg per hari per oral atau mediamer B6 3x1 per hari per oral. - Antasida : asidrin 3x1 tablet per hari per oral atau milanta 3x1 tablet per hari per oral. d) Rehidrasi dan suplemen vitamin Pilihan cairan adalah normal salin ( NaCl 0,9 % ), cairan dektrose tidak boleh diberikan karena tidak mengandung sodium yang cukup untuk mengoreksi hiponatremia. Suplemen potasium boleh diberikan secara intravena sebagai tambahan. Suplemen tiamin diberikan secara oral 50 atau 150 mg atau l00 mg dilarutkan ke dalam 100 cc NaCl. e) Antiemesis Tidak dijumpai adanya teratogenitas dengan menggunakan dopamine antagonis (metoklopramid, domperidon), fenotiazin (klorpromazin, proklorperazin), antikolinergik ( disiklomin) atau antihistamin ( prometazin, siklizin ). Antiemetik, yang awalnya diberikan secara intramuskular dan kemudian diberikan per oral, terutama diberikan untuk mencegah komplikasi kehilangan cairan lebih lanjut (Tiran, 2008.hal.29). 3) Terminasi Kehamilan Terminasi kehamilan secara selektif hanya kadang dilakukan sebagai upaya terakhir pada sebagian besar kasus hiperemesis gravidarum berat yang membahayakan kehidupan ibu jika kehamilan dilanjutkan. Jika kehamilan tidak direncanakan, terdapat lebih dari satu janin yang membuat ibu mengalami depresi secara klinis, atau jika kondisi sangat memengaruhi kehidupan sehari-hari ibu dan pasangan atau memengaruhi hubungan mereka, terminasi lebih cederung dilakukan. Selain itu, faktor psikososial harus diperhitungkan saat wanita meminta terminasi kehamilan ( Tiran, 2008. Hal. 34 ). 8. Penelitian Kualitatif Fenomenologi Fenomena berasal dari bahasa Yunani yaitu phainomena (yang berakar kata phanein dan berarti “menampak “) sering digunakan untuk merujuk ke semua objek yang masih dianggap eksternal dan secara paradigmatik harus disebut objektif (dalam arti belum menjadi bagian dari subjektivitas konseptual manusia) (bungin, 2011.Hal. 19). Fenomenologi diartikan sebagai : 1) pengalaman subjektif atau pengalaman fenomenologikal; 2) suatu studi tentang kesadaran dari perspektif pokok dari seseorang (Husserl). Istilah " fenomenologi " sering digunakan sebagai anggapan umum untuk menunjuk pada pengalaman subjektif dari berbagai jenis dan tipe subjek yang ditemui. Dalam arti yang lebih khusus, istilah ini mengacu pada penelitian terdisiplin tentang kesadaran dari persfektif pertama seseorang. Fenomenologi kadang-kadang digunakan sebagai perspektif filosofi dan juga digunakan sebagai pendekatan dalam metodologi kualitatif. Fenomenologi memiliki riwayat yang cukup panjang dalam penelitian social termasuk psikologi, sosiologi dan pekerjaan sosial. Fenomenologi merupakan pandangan berfikir yang menekankan pada fokus kepada pengalaman-pengalaman subjektif manusia dan interpretasi - interpretasi dunia. Beberapa ciri pokok fenomenologi yang harus dilakukan oleh peneliti fenomenologis adalah sebagai berikut : 1) Fenomenoligis cenderung mempertentangkannya dengan ' naturalisme ' yaitu yang disebut objektivisme dan positivisme yang telah berkembang sejak zaman renaisans dalam ilmu pengetahuan modern dan teknoiogi. 2) Secara pasti, fenomenologis cenderung memastikan kognisi yang mengacu pada apa yang dinamakan oleh Husserl, ' Evidenz ' yang dalam hal ini merupakan kesadaran tentang sesuatu benda itu sendiri secara jelas dan berbeda dengan yang lainnya, dan mencakupi untuk sesuatu dari segi itu. 3) Fenomenologis cenderung percaya bahwa bukan hanya sesuatu benda yang ada dalam dunia alam dan budaya. Peneliti dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya terhadap orang-orang yang berbeda dalam situasi-situasi tertentu. Fenomenologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka, Yang ditekankan oleh fenomenologis adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk ke dalam dunia konseptual para subjek yang ditelitinya sedemikian rapa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh mereka di sekitar peristiwa dalam kehidupannya sehari-hari (Moleong, 2007). Penelitian kualitatif fenomenologi yang pernah dilakukan di RS. PMC Pekanbaru menyatakan bahwa semua partisipan merasakan hal yang sama ketika mengalami hiperemesis gravidarum yaitu perasaan tidak senang karena penderitaan yang harus mereka tanggung selama mengalami symptom hiperemesis gravidarum. Tetapi setelah hiperemesis yang dialami mulai berkurang, sebagian besar partisipan merasakan sangat senang karena bisa makan kembali tanpa harus merasa takut muntah. Meskipun demikian, dua orang partisipan tetap merasa kurang senang karena kenyamanan dan kesehatan tubuh tidak seperti keadaan sebelum hamil. (Juhana, 2009).