perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 4 BAB II

advertisement
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. TinjauanPustaka
1. Preeklamsia
a. Definisi
Preeklamsia adalah penyakit hipertensi kehamilan tertentu yang
dapat disebabkan oleh kegagalan fungsi endotel vaskuler dan vasospasme
pembuluh darah dengan keterlibatan multisistem yang terjadi setelah usia
kehamilan 20 minggu. Preeklamsia dapat berlangsung hingga 4 – 6
minggu post – partum. Penyakit ini ditentukan oleh kejadian hipertensi
onset baru ditambah onset baru proteinuria dengan atau tanpa edema
patologis. Tanda dan gejala lain yang dapat ditemukan adalah gangguan
penglihatan, sakit kepala, nyeri epigastrik, dan adanya edema (American
College of Obstetrics and Gynecology, 2013; Lim et al., 2014).
Insidensi preeklamsia sekitar 5 % sampai 10 % dari seluruh
kehamilan, dengan insidensi yang lebih tinggi pada kehamilan pertama,
kehamilan kembar, dan wanita dengan riwayat preeklamsia sebelumnya
(Lindheimer et al., 2008; Rugolo et al., 2011).
b. Faktor Risiko
1) Primipara
2) Riwayat preeklamsia pada kehamilan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5
Risiko preeklamsia meningkat tujuh kali lipat pada kehamilan dengan
riwayat preeklamsia sebelumnya.
3) Adanya hipertensi kronik atau penyakit ginjal kronik atau keduanya
4) Usia Kehamilan
Preeklamsia pada kehamilan pertama dengan persalinan pada usia
kehamilan 32 minggu sampai 36 minggu akan meningkatkan risiko
preeklamsia pada kehamilan kedua sebesar 25,3 %.
5) Riwayat keluarga dengan preeklamsia
6) Obesitas
Wanita dengan Indeks Massa Tubuh (BMI) < 20 kg/m2 memiliki
risiko sebesar 4,3 % dan wanita dengan BMI > 35 kg/m2 memiliki
risiko sebesar 13,3 %
7) Donor oosit atau inseminasi donor dan riwayat trombofilia
8) Infeksi saluran kemih, Diabetes Melitus, penyakit vaskular kolagen,
mola hidatidosa, dan penyakit periodontal
9) Usia Ibu
Wanita yang hamil pada usia 35 tahun atau lebih memiliki risiko lebih
tinggi untuk mengalami preeklamsia.
10) Ras
Di Amerika Serikat, preeklamsia pada wanita berkulit putih 1,8 % dan
3 % pada wanita berkulit hitam.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
6
11) Faktor tambahan yang memengaruhi terjadinya preeklamsia adalah
kehamilan multipel, plasentasi yang buruk dan beberapa hal lain yang
meningkatkan massa plasenta dan perfusi plasenta yang buruk
(American College of Obstetrics and Gynecology, 2013; Lim et al., 2014).
c. Patogenesis dan Patofisiologi
1) Implantasi Abnormal
Salah satu mekanisme yang berperan pada proses abormalitas
invasi trofoblas dan remodelling pembuluh darah adalah jalur Notch
signaling (American College of Obstetrics and Gynecology, 2013).
Jalur Notch signaling mengatur diferensiasi dan fungsi sel selama sel
kontak di dalam jaringan. Komponen ini adalah komponen penting di
mana sel-sel trofoblas janin menginvasi dan merubah pembuluh darah
ibu (Hunkapiller et al., 2011).
Notch2floxlflox; Tpbpa-Cre yang gagal merubah pembuluh darah
ibu secara adekuat akan menyebabkan penurunan perfusi plasenta.
Kegagalan transformasi fisiologis ini dikaitkan dengan tidak adanya
Notch2 karena berkurangnya diameter pembuluh darah dan perfusi
plasenta. Trofoblas mengkoordinasi peningkatan pasokan pembuluh
darah ibu melalui invasi progresif dan pelebaran pembuluh darah ibu.
Perivaskular dan endovaskular sitotrofoblas sering gagal untuk
mengekspresikan JAG1 yang merupakan ligan Notch di preeklamsia
memberikan bukti lebih lanjut bahwa kelainan pada Notch
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
7
signalingmemiliki peran penting dalam patogenesis preeklamsia
(Hunkapiller et al., 2011).
2) Stres Oksidatif dan Nitrat Oksida
Disfungsi Nitrat Oksida (NO) merupakan salah satu jalur
yang terlibat dalam patogenesis preeklamsia. NO adalah vasodilator
utama dan radikal bebas yang sangat reaktif, disintesis oleh sel endotel
dari L-arginine. Penurunan konsentrasi NO dalam plasma dan
plasenta dapat menyebabkan kurangnya efek vasodilatasi parakrin
pada aliran darah uteroplasenta (Rugolo et al., 2011).
Penurunan bioavailabilitas NO terjadi melalui pengurangan
produksi atau peningkatan konsumsi NO oleh stres oksidatif. Stres
oksidatif pada tahap berikutnya bersama dengan zat toksin akan
merangsang kerusakan sel endotel pembuluh darah yang nantinya
akan menimbulkan disfungsi endotel (Roeshadi, 2006; Rugolo et al.,
2011).
Pada disfungsi endotel terjadi ketidakseimbangan antara
produksi zat-zat vasodilator (misalnya prostasiklin dan nitrat oksida)
dengan vasokonstriktor (misalnya endotelium I, tromboksan, dan
angiotensin II) sehingga terjadi vasokontriksi dan menyebabkan
hipertensi (Roeshadi, 2006).
3) Disfungsi Endotel
Gangguan sel endotel jika dibiarkan akan menimbulkan
kebocoran khususnya pada sistem mikrovaskular yang akan direspon
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
8
tubuh dengan manifestasi agregasi tombosit. Dalam keadaan normal,
sel endotel akan memproduksi prostasiklin (PGI2) dan trombosit akan
memproduksi tromboksan 2 (TXA2). (Birawa et al., 2009).
Prostasiklin (PGI2) merupakan vasodilator kuat otot polos yang
bekerja pada reseptor spesifik sel otot polos dan merangsang
pembentukan cyclic adenosin monophosphate (cAMP) melalui siklus
adenylate serta faktor relaksasi yang kuat. Tromboxan (TXA)
merupakan vasokonstriktor kuat. Akibat rasio PGI2 : TXA meningkat
maka efek vaskonstriktif akan tinggi dan menyebabkan terjadinya
hipertensi. Disfungsi endotel akan menyebabkan ke luarnya mediator
inflamasi seperti TNF-α, Interleukin-1 (IL-1), Interleukin-6 (IL-6),
Interleukin-8 (IL-8), Interleukin-10 (IL-10) dan fibronektin serta
mikropartikel endotel yang terbukti meningkat pada preeklamsia
(Birawa et al., 2009).
4) Faktor Angiogenik
Pada plasenta ibu terdapat dua protein yang dapat mencapai
jumlah abnormal di sirkulasi ibu. Pertama adalah solubleFms-like
tyrosine kinase 1 (sFlt-1) yang merupakan reseptor Placental Growth
Factor (PIGF) dan Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF).
Peningkatan kadar sFlt-1 ibu akan menurunkan konsentrasi sirkulasi
PIGF dan VEGF sehingga terjadi disfungsi endotel. Inaktivasi VEGF
bebas
menyebabkan
endoteliosis
gromular
sehingga
terjadi
proteinuria. Kedua, protein antiangiogenik, soluble Endoglin (sEng)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
9
yang dapat mengganggu pengubahan ikatan growth factor β1 menjadi
reseptor endotelial sehingga mengurangi nitrat oksida endotel dan
menyebabkan terjadinya preeklamsia (Lindheimer et al., 2008;
American College of Obstetrics and Gynecology, 2013).
5) Renin - Angiotensin System ( RAS )
Angiotensin II type-1 receptor autoantibody (AT1–AA) ikut
berperan dalam peningkatan sel endotel dan sensitivitas tekanan darah
serta sensitivitas angiotensin II (ANGII) (Wenzel et al., 2011). Sel
endotel meningkatkan sekresi Endhotelin-1 (ET-1) dalam merespon
ANGII atau AT1-AA. Ketika AT1-AA dan ANGII bergabung, sekresi
sel endotel ET-1 meningkat 200 kali lipat dibandingkan jika hanya
merespon ANGII atau AT1-AA saja. Sementara itu, baik ANGII atau
AT1-AA akan meningkatkan tekanan darah selama kehamilan. AT1AA memiliki peran penting untuk meningkatkan sensitivitas sel
endotel ataupun tekanan darah terhadap ANGII selama kehamilan
(LaMarca B, 2012).
6) Sistem Imun
Respon inflamasi memiliki peran penting selama
natural
cell
killer
meningkatkaninfiltrasi
mensekresi
trofoblas
ke
sitokin
arteri
plasentasi,
yang
spiral
akan
sehingga
menyebabkan respon inflamasi desidua. Plasentasi yang buruk dan
berkurangnya suplai darah uteroplasenta menyebabkan hipoksia
plasenta yang diikuti pelepasan beberapa mediator seperti faktor
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
pertumbuhan dan reseptor terlarutnya, sitokin inflamasi, debris
plasenta, dan produk stres oksidatif plasenta. Hal ini menyebabkan
respon inflamasi sistemik yang berhubungan erat dengan disfungsi sel
endotel dan aktivasi leukosit (Rugolo, 2011).
Genbacev dalam Uzan et al. (2011) menyatakan preeklamsia
dapat terjadi akibat penurunan sistem kekebalan ibu yang mencegah
pengenalan
unit
fetoplasenta.
Produksi
berlebihan
sel
imun
menyebabkan sekresi Tumor Necrosis Factor α (TNFα) yang akan
menginduksi apoptosis sititrofoblas ekstravili. Colbern et al. dalam
Uzan et al. (2011) juga menyatakan bahwa sistem Human Leukocyte
Antigen (HLA) juga memainkan peran dalam invasi arteri spiral, dan
wanita dengan pre-eklampsia menunjukkan penurunan kadar HLA-G
dan HLA-E.
Gambar 2.1 Patogenesis Preeklamsia (Rugolo et al., 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
d. Diagnosis dan Klasifikasi Preeklamsia
1) Menurut Onset
Menzies et al. dalam Hypertesive Disease in Pregnancy
menggolongkan preeklamsia menjadi dua jenis yaitu preeklampsia
onset awal dan preeklamsia onset lambat. Preeklamsia onset awal
cenderung berkembang sebelum usia kehamilan 34 minggu,
preeklamsia onset lambat muncul pada atau setelah usia kehamilan
34 minggu. Preeklamsia onset awal biasanya dikaitkan dengan
disfungsi plasenta, penurunan volume plasenta, IUGR, abnormalitas
uterus dan evaluasi Doppler arteri umbilikus, disfungsi multiorgan,
kematian perinatal dan luaran maternal dan neonatal yang kurang
baik. Preeklamsia onset lambat diperkirakan muncul dari gangguan
konstitusional ibu, hal itu lebih terkait dengan plasenta yang normal
dan hasil evaluasi Doppler yang baik, berat lahir normal dan luaran
ibu dan janin yang baik (Arulkumaran et al., 2014).
2) Menurut Derajat
a) Preeklamsia ringan
Preeklamsia
ringan
didefinisikan
sebagai
hipertensi
(tekanan darah ≥ 140/90 mm Hg) tanpa bukti kerusakan organ.
Pasien yang sebelumnya sudah memiliki hipertensi esensial,
preeklamsia didiagnosis jika tekanan darah sistolik telah
meningkat sebesar 30 mmHg atau jika tekanan darah diastolik
telah meningkat sebesar 15 mm Hg (Lim et al., 2014).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
b) Preeklamsia Berat
Preeklamsia berat dikaitkan dengan tingkat mortalitas dan
morbiditas perinatal yang tinggi dan didefinisikan sebagai
tekanan darah sistolik ibu ≥ 160 mmHg atau tekanan darah
diastolik ≥ 110 mmHg atau lebih tinggi dua kali lipat pada
pemeriksaan setidaknya 6 jam terpisah; gangguan neurologis
maternal seperti sakit kepala terus-menerus, tinnitus yang
menyebar, refleks tendon polikinetik, eklamsia, edema paru akut,
proteinuria ≥ 5 g/hari atau lebih dari 3+ pada dua sampel urin
yang dikumpulkan secara acak minimal 4 jam terpisah, oliguria <
500 cc/hari, kreatinin > 120 µmol/L, sindrom HELLP,
trombositopenia < 100.000/mm3, edema paru atau sianosis, nyeri
epigastrium dan atau gangguan fungsi hati, dan kriteria pada
janin
terutama
Pertumbuhan
Janin
Terhambat
(PJT),
oligohidramnion, kematian janin dalam rahim, atau abrupsio
plasenta ( Sibai dan Barton, 2007; Uzan et al., 2011; Lim et al.,
2014).
Kriteria diagnosis preeklamsia berat menurut POGI tahun
2010 adalah preeklamsia dengan salah satu atau lebih gejala dan
tanda di bawah berikut :
(1) Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat tekanan
sistolik ≥ 160 mmHg dan atau tekanan diastolik ≥ 110 mmHg
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
(2) Proteinuria, yaitu protein ≥ 5 gr/jumlah urin selama 24 jam
atau dipstick 4 +
(3) Oliguria, adalah produksi urin < 400-500 cc/24 jam
(4) Kenaikan kreatinin serum
(5) Edema paru dan sianosis
(6) Nyeri epigastrium dan nyeri kuadran atas kanan abdomen.
(7) Gangguan otak dan visus antara lain perubahan kesadaran,
nyeri kepala, skotomata, dan pandangan kabur.
(8) Gangguan fungsi hepar
(9) Hemolisis mikroangiopatik
(10) Trombositopenia; yaitu trombosit< 100.000 cell/mm3
(11) Sindroma HELLP
POGI (2010) membagi preeklamsia berat dalam beberapa
kategori :
(1) Preeklamsia berat tanpa impending eklamsi
(2) Preeklamsia berat dengan impending eklamsi, dengan gejala
impending : nyeri kepala, mata kabur, mual dan muntah,
nyeri epigastrium, dan nyeri kuadran kanan atas abdomen.
Penatalaksanaan preeklamsia berat bertujuan mengendalikan
tekanan darah dan mencegah terjadinya eklamsia, persalinan
pervaginam pada pasien dengan kehamilan cukup bulan dan
operasi caesar pada kasus mendesak atau ketika induksi persalinan
gagal,
dengan
pengaturan waktu
commit to user
yang
seimbang
antara
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
keselamatan ibu dengan risiko kelahiran janin yang berpotensi
prematur (kurang bulan). Manajemen kehamilan hanya untuk
beberapa pasien yang jauh dari usia kehamilan cukup bulan tetapi
stabil pada pemberian terapi obat antihipertensi, dengan hasil
pemeriksaan laboratorium stabil dan profil biofisik janin yang
meyakinkan (Turner, 2010).
Norwitz dan Funai (2008) memberikan pedoman untuk
mengidentifikasi kondisi di mana manajemen kehamilan dapat
digunakan untuk pasien dengan preeklamsia berat:
(1) Tidak ada istilah preeklamsia sedang – hanya ada ringan atau
berat.
(2) Ketika janin dapat dilahirkan dengan aman, segera melakukan
proses persalinan, dengan catatan ada perawatan neonatal yang
baik.
(3) Tidak ada manfaat bagi ibu untuk melanjutkan kehamilan
ketika sudah terdiagnosis preeklamsia berat.
(4) Tidak ada pengelolaan konservatif untuk keadaan: terdapat
gejala utama eklamsia, edema paru, gangguan serebrovaskular,
oliguria atau gagal ginjal, kerusakan hati atau gangguan
hemopoetic, dan ditandai dengan adanya growth restriction
(hambatan pertumbuhan).
(5) Pengobatan anemia hemolitik, peningkatan enzim hati, dan
jumlah trombosit yang rendah (sindrom HELLP) dengan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
steroid terbukti meningkatkan beberapa marker atau tanda dari
preeklamsia berat tetapi tidak dapat memperbaiki keluaran ibu
atau janin, sehingga tetap diindikasikan untuk melakukan
persalinan.
(6) Kontrol tekanan darah, tekanan darah sistolik harus kurang dari
160 mmHg dan tekanan darah diastolik harus kurang dari 105110 mmHg.
(7) Mempertahankan
kehamilan
ketika
sudah
didiagnosis
preeklamsia berat hanya boleh dilakukan di rumah sakit pusat
ketiga dengan memberikan informed concent yang lengkap
setelah
konseling
dengan
spesialis
fetomaternal
dan
neonatologis.
Komplikasi preeklamsia berat pada ibu meliputi edema
pulmo, infark miokardial, acute respiratory distress syndrome,
koagulopati, gagal ginjal berat, dan retinal injury. Komplikasi pada
janin dan bayi baru lahir berasal dari insufisiensi uteroplasenta atau
kelahiran prematur, atau bisa dari keduanya (American College of
Obstetrics and Gynecology, 2013).
2. Intrauterine Growth Restriction (IUGR)
a. Definisi
Intrauterine
Growth
Restriction
(IUGR)
mengacu
pada
pertumbuhan janin yang buruk selama kehamilan sehingga tidak dapat
mencapai ukuran potensial
genetik
yang telah ditentukan dengan ukuran
commit
to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
kurang dari 90 % dari janin lain dengan usia kehamilan yang sama
(Storck, 2012; Ross, 2013).
Nardoza dalam Tang et al. (2013) menyatakan Intrauterine Growth
Restriction (IUGR) juga dikenal sebagai Fetal Growth Restriction
(FGR), yaitu ketidakmampuan janin tumbuh sesuai pertumbuhan yang
diharapkan dengan taksiran berat janin atau berat lahir di bawah
persentil ke-10 untuk usia kehamilan.
Intrauterine Growth Restriction
(IUGR) dapat dibagi menjadi
simetris dan asimetris. IUGR simetris ditandai dengan penurunan yang
sama dan proporsional dari seluruh parameter auksologikal, termasuk
berat badan, panjang, serta lingkar kepala dan lingkar perut. IUGR
asimetris ditandai dengan penurunan panjang badan yang lebih besar
daripada berat badan (Puccio, 2013).
IUGR merupakan penyebab penting morbiditas dan mortalitas
perinatal. Angka kejadian IUGR di negara maju sebesar 3 %, sedangkan
di negara berkembang mencapai 15 – 20 % (Barut et al., 2010). Manning
dalam Sheridan (2005) menyatakan pada usia kehamilan yang tepat,
sekitar 80 – 85 % janin diidentifikasi sebagai IUGR yang secara
konstitusional kecil tetapi sehat, 10 – 15 % merupakan kasus IUGR
sesungguhnya, dan sisanya sekitar 5 – 10 % janin mengalami kelainan
kromosom/anomali struktural atau infeksi intrauterin kronis.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
Beberapa faktor yang dapat
menyebabkan IUGR antara lain :
1) Faktor maternal meliputi riwayat IUGR sebelumnya, preeklamsia,
status sosial ekonomi rendah, usia kehamilan yang terlalu muda,
status gizi yang buruk, anemia maternal, pemeriksaan antenatal yang
buruk, penyalahgunaan zat, penyalahgunaan obat, berat badan ibu
sebelum hamil rendah, berat badan ketika hamil rendah, ketuban
pecah dini, Diabetes Melitus, hipertensi, dan merokok.
2) Faktor fetal antara lain faktor genetik, malformasi kongenital, infeksi
(rubella, citomegalovirus/CMV, herpes, varicella, herpes zoster,
Human Immunodeficiency Virus/HIV, toksoplasma, malaria, sifilis),
dan kehamilan multipel.
3) Faktor plasental antara lain penurunan sirkulasi sel dendritik,
implantasi
abnormal,
abrupsio
plasenta,
plasenta
previa,
hemangioma plasenta, dan obliterasi vili fetus.
(Haram et al., 2006; Rijken et al., 2012; Haram et al., 2013; Suhag
dan Berghella, 2013).
Pertumbuhan pembuluh darah plasenta dimulai pada awal
kehamilan dan terus berlanjut sepanjang kehamilan. Beberapa faktor
seperti Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF), basic-Fibroblast
Growth Factor (b-FGF), dan endothelial Nitric Oxide Synthase (eNOS;
enzim nitrat oksida tipe III) diekspresikan sangat banyak selama
perkembangan embrio dan janin, terutama pada trimester pertama.
VEGF berperan dalam aktivitas proliferasi, migrasi, dan metabolisme
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
trofoblas. b-FGF bertindak sebagai modulator diferensiasi jaringan dan
angiogenesis plasenta dan eNOS berperan penting dalam regulasi aliran
darah plasenta (Barut et al., 2010).
Perubahan pertumbuhan pembuluh darah vili plasenta akan
berubah pada minggu ke – 26 kehamilan sampai term dari percabangan
ke non-percabangan angiogenesis. Angiogenesis adalah faktor yang
berperan dalam perkembangan pembuluh darah vili dan pembentukan
vili terminal plasenta (Barut et al., 2010).
Plasenta memiliki peran penting dalam patogenesis IUGR (Barut et
al., 2010).
Pada IUGR terjadi gangguan implantasi plasenta yang
mengakibatkan perfusi tidakadekuat dari placental bed sehingga
menyebabkan dikeluarkannya berbagai faktor dari plasenta ke sirkulasi
ibu dan janin yang akan menyebabkan luka dan disfungsi endotel serta
patologi vaskular. Hal ini ditandai dengan perubahan tonus vasomotor
dan koagulasi dan terjadilah hipoksia yang menyebabkan stres oksidatif
sehingga
memicu
disekresikannya
Endhotelin-1
(ET-1).
ET-1
menyebabkan kontraksi dan proliferasi otot polos pembuluh darah dan
meningkatkan resistensi serta berkurangnya aliran darah pembuluh darah
fetoplasenta (Wirman dan Wiknjosastro, 2008).
Adanya iskemia plasenta juga dapat menyebabkan IUGR. Iskemia
plasenta terjadi karena tidak cukup baiknya fungsi plasenta yang
disebabkan
oleh
perfusi
uteroplasenta
yang
buruk
sehingga
menyebabkan angiogenesis yang abnormal. Abnormalitas angiogenesis
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
disebabkan oleh peningkatan ekspresi VEGF-A, b-FGF, dan eNOS pada
plasenta IUGR sehingga terdapat peningkatan proliferasi dan migrasi sel
endotel serta angiogenesis yang patologis (Barut et al., 2010).
b. Diagnosis
1) Penanda Biokimia
Pada trimester pertama, level protein plasma A atau human
Chorionic Gonadotropin (hCG) yang rendah pada kehamilan
dihubungkandengan
peningkatan
risiko
penyakit
terkait
plasentaseperti IUGR atau preeklamsia (Figueras dan Gardosi,
2010).Pada trimester kedua, peningkatan kadar serum alphafetoprotein pada ketiadaan anomali janin akan menyebabkan risiko
IUGR dalam kehamilan meningkat menjadi 5-10 kali, selain itu
peningkatan hCG atau inhibin-A juga berhubungan dengan hasil
yang buruk (Sheridan, 2005; Figueras dan Gardosi, 2010).
2) Serial Pengukuran Tinggi Fundus
Serial pengukuran tinggi fundus merupakan penilaian awal
sertadasar untuk pengukuran berikutnya dan diinterpretasikan pada
kemiringan atau kecepatan pertumbuhan. Indikasi pemeriksaan lebih
lanjut ketika pengukuran pertama tinggi fundus berada di bawah
persentil ke-10 atau berturut-turut pengukuran menunjukkan hasil
yang statis atau pertumbuhan yang lambat (Figueras dan Gardosi,
2010).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
Gambar 2.2 Kurva Pertumbuhan untuk Panjang dan Lingkar Kepala
Pengukuran tinggi fundus menggunakan satuan sentimeter (cm)
diukur dari tepi atas simfisis pubis ke bagian atas fundus uteri. Apabila
didapatkan hasil 3 sampai 4 cm di bawah angka yang ditentukan,
menunjukkan janin tumbuh dengan tidak baik (Harkness dan Mari,
2004).
Gambar 2.3 Kurva Pertumbuhan untuk Berat Badan (Riddle dan DonLevy,
2010).
3) Doppler arteri
Evaluasi Doppler arteri uterina pada trimester pertama atau
kedua sebagai alat skrining untuk IUGR memiliki tingkat deteksi
sekitar 75% dan 25%, dengan tingkat positif palsu sebesar 5-10%.
Doppler uterus memiliki sensitivitas yang lebih tinggi untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
memprediksi IUGR dini berhubungan dengan preeklamsia dan lebih
rendah untuk late IUGR (Figueras dan Gardosi, 2010).
Pada
awal
kehamilan,
Doppler
arteri
uterina
yang
bergelombang dan aliran diastolik yang rendah dikarenakan
impedansi vaskular yang tinggi. Dengan bertambahnya usia
kehamilan,
penurunan
impedansi
vaskular
tercermin
oleh
peningkatan aliran diastol dan hilangnya lekukan. Bertahannya
kedudukan arteri uterina pada akhir trimester kedua dan ketiga telah
digunakan untuk mengidentifikasi sirkulasi uterus yang abnormal
pada kehamilan (Society for Maternal-Fetal Medicine Publications
Committee, 2012).
Gambar 2.4 Doppler Arteri Uterina (Society for Maternal-Fetal
Medicine Publications Committee, 2012).
Pemeriksaan Doppler yang lainnya adalah Doppler arteri
umbilikalis, Doppler arteri serebri, dan pemeriksaan Doppler vena
(Milittello, 2009). Velosimetri dari Doppler arteri umbilikalis
menilai resistensi perfusi darah fetoplasenta. Aliran terbalik diastolik
akhir dalam sirkulasi
arteritoumbilikalis
merupakan stadium lanjut
commit
user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
dari kompromi plasenta dan telah dikaitkan dengan obliterasi > 70 %
arteri di vili tersier plasenta dan umumnya terkait dengan IUGR
berat dan oligohidramnion (Society for Maternal-Fetal Medicine
Publications Committee, 2012).
Gambar 2.5 Doppler Arteri Umbilikalis (Society for Maternal-Fetal
Medicine Publications Committee, 2012).
Pemeriksaan
Doppler
arteri
serebri
dapat
mendeteksi
redistribusi vaskular janin ketika pasokan oksigen dan nutrisi erbatas.
Doppler mengindikasikan penurunan resistensi di arteri serebri
sebagai refleksi dari sparing otak (Milittello, 2009). Janin IUGR
menunjukkan peningkatan
resistensi plasenta yang dibuktikan
dengan peningkatan rasio sitolik dan diastolik dalam arteri
umbilikasi. Peningkatan ini
berhubungan
dengan penurunan
resistensi pembuluh darah otak yang diukur dengan indeks pulsasi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
(pulsatile indeks/PI) dari arteri serebri media (Harkness dan Mari,
2004).
Indeks aliran Doppler vena yang abnormal menunjukkan
gangguan preload. Penurunan gelombang velosimetri Doppler di
ductus venosus menggambarkan penurunan aliran ke depan selama
sistol atrium. Peningkatan denyut vena umbilikalis mencerminkan
peningkatan tekanan vena sentral dan juga insufisiensi trikuspid
akibat dilatasi jantung yang berat. (Milittello, 2009).
3. Hubungan antara Preeklamsia Berat dengan IUGR
Adanya sindrom preeklamsia pada ibu hamil dikaitkan dengan
Intrauterine Growth Restriction (IUGR) atau Pertumbuhan Janin Terhambat
(PJT) (Ananth et al., 2013). Preeklamsia adalah penyakit hipertensi
kehamilan tertentu yang dapat disebabkan oleh kegagalan fungsi endotel
vaskuler dan vasospasme pembuluh darah (American College of Obstetrics
and Gynecology, 2013; Lim et al., 2014). Preeklamsia terjadi akibat
beberapa keadaan, antara lain penurunan perfusi plasenta, stres oksidatif,
disfungsi endotel, vasokonstriksi pembuluh darah, peningkatan rasio PGI2 :
TXA2, peningkatan ANGII atau AT1-AA, dan hipoksia plasenta (Roeshadi,
2006; Lindheimer et al., 2008; Birawa et al., 2009; Hunkapiller et al., 2011;
Rugolo et al., 2011; American College of Obstetrics and Gynecology, 2013).
Pada IUGR juga terdapat disfungsi endotel dan patologi vaskular yang
ditandai perubahan tonus vasomotor dan koagulasi serta plasentasi yang
buruk sehingga menyebabkan hipoksia dan memicu terjadinya stres
commit to user
oksidatif (Wirman dan Wiknjosastro, 2008; Barut et al., 2010). Stres
perpustakaan.uns.ac.id
oksidatif
akan
digilib.uns.ac.id
24
memicu
disekresikannya
Endhotelin-1
(ET-1)
dan
menyebabkan kontraksi dan proliferasi otot polos pembuluh darah serta
meningkatkan resistensi dan berkurangnya aliran darah pembuluh darah
fetoplasenta (Wirman dan Wiknjosastro, 2008). Penyebab paling umum
IUGR adalah adanya iskemia plasenta yang disebabkan tidak cukup baiknya
fungsi plasenta karena perfusi uteroplasenta yang buruk sehingga terjadi
angiogenesis yang abnormal dan disertai adanya peningkatan ekspresi
VEGF-A, b-FGF, dan eNOS (Barut et al., 2010).
Preeklamsia ditandai dengan penurunan aliran darah uteroplasenta dan
iskemia yang merupakan dua penyebab terjadinya IUGR (Barut et al., 2010;
Backes et al., 2011). Wanita dengan preeklamsia memiliki risiko yang lebih
tinggi untuk memiliki janin IUGR dan terdapat peningkatan risiko yang
moderat untuk IUGR pada preeklamsia berat (Srinivas et al., 2009; Rugolo
et al., 2011).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
B. Kerangka Pemikiran
Preeklamsia Berat
↓↓ aliran darah uteroplasenta
Iskemia
↑↑ VEGF, b-FGF, dan eNOS
IUGR
Ketuban pecah dini
Usia kehamilan
Usia ibu
Jumlah janin
Penyakit infeksi (malaria, HIV, dan
toksoplasma) dan Tuberculosis (TB)
Abrupsio plasenta
Status gizi ibu
Malformasi kongenital
Merokok
Plasenta previa
Keterangan:
: variabel penelitian
: variabel luar
C. Hipotesis
Terdapat hubungan yang bermakna antara preeklamsia berat dengan
Intrauterine Growth Restriction (IUGR) di RSUD Dr. Moewardi.
commit to user
Download