UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI – 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AISYAH, S.Far. 1206329316 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN) DR. CIPTO MANGUNKUSUMO PERIODE 03 JULI – 30 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker AISYAH, S.Far. 1206329316 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 iii Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 iv Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pendidikan Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah dilaksanakan pada tanggal 03 Juli – 30 Agustus 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini dengan tepat waktu. Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 2. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. Sebagai Pejabat Sementara Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20 Desember 2013 3. Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi Universitas Indonesia dan selama melaksanakan PKPA; 4. Ibu Yustika Novianti, S.Si., Apt. dan Ibu Fitria Wresdining Tyas, S. Farm., Apt. selaku pembimbing dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah banyak berbagi ilmu kepada penulis serta membimbing penulis selama pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini; 5. Ibu Santi Purna Sari, M.Si., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi Universitas Indonesia yang telah bersedia meluangkan waktunya membimbing penulis selama penyusunan laporan ini; 6. Ibu Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk dapat menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA; 7. Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama penulis menjalani PKPA di sana; v Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 8. Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis selama ini; 9. Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah berhenti memberikan dukungan dan doa; 10. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 77 Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker; dan 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini. Penulis 2014 vi Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 vii Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 ABSTRAK Nama NPM Program Studi Judul : Aisyah, S.Far. : 1206329316 : Profesi Apoteker : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo Periode 03 Juli – 30 Agustus 2013 Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan dan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit menjadi salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Apoteker di rumah sakit memiliki peran dalam manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan farmasi klinis. Dalam menjalankan peran tersebut, apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan farmasi namun juga keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik. Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada tanggal 03 Juli – 30 Agustus 2013 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo guna memberikan pengetahuan untuk memahami tugas pokok seorang apoteker di rumah sakit, yaitu peran manajerial dan pelayanan farmasi klinis. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk membantu tenaga medis dalam menentukan penggunaan obat berdasarkan kriteria STOPP dan START pada pasien geriatri sebagai bentuk pelayanan informasi obat secara aktif. Kata Kunci : Praktek Kerja Profesi Apoteker, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo, pasien geriatri, kriteria STOPP dan START, pelayanan informasi obat aktif Tugas Umum : xii + 92 halaman : 4 tabel, 12 lampiran Tugas Khusus : iv + 18 halaman : 1 lampiran Daftar Acuan Tugas Umum : 6 (2004-2009) Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 (2004-2013) viii Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 ABSTRACT Name NPM Study Program Title : Aisyah, S. Far. : 1206329316 : Pharmacist :.Report of Pharmacist Internship Program at National Center Public Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo Period Juli 3rd - August 30th, 2013 The hospital is one of the health facilities and referral health services with the main function organized health efforts that are healing and recovery for the patient. Hospital pharmacy services to be one of the activities that support hospital quality health services. Pharmacists in hospitals have a role in the management of pharmaceuticals and clinical pharmacy. In carrying out this role, the pharmacist not only requires pharmaceutical science but also skills and good communication skills. Pharmacists Internship Program (PIP) held on July 3rd to August 30th, 2013 in the General Hospital National Center Dr. Cipto Mangunkusumo to provide the knowledge to understand the fundamental duty of a pharmacist in a hospital, namely the role of managerial and clinical pharmacy services. While the purpose of the special task is to help medical staff by determining drug use for geriatric based on STOPP and START criteria as an active drug information service Key Words : Pharmacist Internship Program, General Hospital National Center Dr. Cipto Mangunkusumo, hospital pharmacy services, clinical pharmacy, geriatric patient, STOPP and START criteria, active drug information service General Assignment : xii + 92 pages : 4 tables, 12 appendixes Specific Assignment : iv + 18 pages : 1 appendix Bibliography of General Assignment: 6 (2004-2009) Bibliography of Specific Assignment: 10 (2004-2013) ix Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv KATA PENGANTAR ........................................................................................... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................................................................................................................ vii ABSTRAK .............................................................................................................. viii ABSTRACT ............................................................................................................ ix DAFTAR ISI .......................................................................................................... x DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2 BAB 2 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 TINJAUAN UMUM................................................................................ 3 Rumah Sakit .............................................................................................. 3 Tenaga Kesehatan ..................................................................................... 6 Instalasi Farmasi Rumah Sakit.................................................................. 7 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ............................................................. 10 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .................................... 13 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit ..................................... 21 BAB 3 3.1 3.2 3.3 3.4 TINJAUAN KHUSUS ............................................................................ Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................................................ Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .................... Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit ............................ Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo .................. 26 26 27 30 34 BAB 4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 PEMBAHASAN ...................................................................................... Gudang Perbekalan Farmasi Pusat ............................................................ Satelit Farmasi Pusat ................................................................................. Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) ......................................... Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) ................................................... Satelit Intensive Care Unit (ICU) .............................................................. Satelit Kirana ............................................................................................. Sub Instalasi Produksi ............................................................................... 39 39 45 52 61 70 77 81 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 87 5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 87 5.2 Saran ......................................................................................................... 87 DAFTAR ACUAN................................................................................................. 92 x Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Jadwal Pengambilan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Pusat ........... 48 Tabel 4.2 Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Depo .............. 52 Tabel 4.3. Aturan Pengiriman Obat di IGD ................................................................ 57 Tabel 4.4 Pembagian Ruang Rawat Gedung A ......................................................... 61 xi Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................... Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ................................................ Lampiran 3. Struktur Organisasi Koordinator Administrasi dan Keuangan .......... Lampiran 4. Struktur Organisasi Koordinator Produksi dan Diklitbang................ Lampiran 5. Struktur Organisasi Koordinator Pelayanan Farmasi ........................ Lampiran 6. Contoh Etiket ..................................................................................... Lampiran 7. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose.................................................. Lampiran 8. Contoh Stiker Obat ............................................................................ Lampiran 9. Contoh Blanko Kartu Stok ................................................................. Lampiran 10.Formulir Konseling Obat Pasien Pulang ........................................... Lampiran 11.Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap ......................... Lampiran12.Formulir Medication History Taking Pasien ...................................... xii Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2009). Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk rumah sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan dan rujukan pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah sakit adalah salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum, strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Apoteker sebagai salah satu pelaksana pelayanan kefarmasian memegang peranan penting di rumah sakit. Oleh karena itu, Apoteker harus memilki kompetensi sebagai pimpinan dan 1 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 2 tenaga fungsional dalam menyelanggarakan pelayanan kefarmasian di rumah sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Apoteker di rumah sakit memiliki peran dalam manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan farmasi klinis. Dalam menjalankan peran tersebut, apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan farmasi namun juga keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik. Oleh karena itu Fakultas Farmasi Universitas Indonesia menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) bagi calon apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung selama dua bulan. 1.2 Tujuan Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah untuk memahami tugas pokok seorang apoteker di rumah sakit, yaitu peran manajerial dan pelayanan farmasi klinis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Rumah Sakit 2.1.1 Definisi Rumah Sakit Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan, kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah Sakit diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan, etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2009a). 2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis, 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan 3 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 4 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan. 2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah sakit pendidikan. 2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi: a. Rumah sakit umum Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi: 1) Rumah sakit umum kelas A Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima pelayanan spesialis penunjang medik, duabelas pelayanan medik spesialis lain, dan tigabelas pelayanan medik subspesialis. 2) Rumah sakit umum kelas B Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya, dan dua pelayanan medik subspesialis dasar. 3) Rumah sakit umum kelas C Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat pelayanan spesialis penunjang medik. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 5 4) Rumah sakit umum kelas D Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar. b. Rumah Sakit Khusus Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi: 1) Rumah Sakit khusus kelas A 2) Rumah Sakit khusus kelas B 3) Rumah Sakit khusus kelas C 2.1.3.2 Berdasarkan Pengelola Berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi : a. Rumah sakit publik Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. b. Rumah sakit privat Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero. 2.1.3.3 Rumah Sakit Pendidikan Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga kesehatan lainnya. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 6 2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal, serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan. Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit. 2.1.5 Indikator Pelayanan Rumah Sakit Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain : 1. Bed Occupancy Ratio (BOR): persentase pemakaian tempat tidur pada satuan waktu tertentu. 2. Length of Stay (LOS): rata-rata lama rawat pasien. 3. Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode, berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu. 4. Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati dari telah diisi ke saat terisi berikutnya. 2.2 Tenaga Kesehatan Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi profesi masing-masing. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 7 Menurut Peraturan Pemerintah RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari: 1. Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi; 2. Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan; 3. Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten apoteker; 4. Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiolog kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan, dan sanitarian; 5. Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian; 6. Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan terapi wicara; dan 7. Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis. 2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit 2.3.1 Definisi IFRS Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, Charles J.P., 2004). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 8 2.3.2 Tujuan IFRS Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004, tujuan pelayanan farmasi ialah: 1. Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun fasilitas yang tersedia; 2. Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etik profesi; 3. Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat; 4. Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku; 5. Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; 6. Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan evaluasi pelayanan; serta 7. Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda. 2.3.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang dimulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit di rumah sakit. Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan, staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien yang lebih baik (Siregar, Charles J.P., 2004). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 9 2.3.4 Ruang Lingkup Fungsi IFRS IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi klinik dan non-klinik. Fungsi non-klinik meliputi perencanaan, penetapan spesifikasi produk dan pemasok, pengadaan, pengendalian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, Charles J.P., 2004). Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi „in-serviceā bagi Apoteker, dokter, dan perawat, serta investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah, ronde/visite pasien, pengkajian resep, dan penggunaan obat (Siregar, Charles J.P., 2004 dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 2.3.5 Struktur Organisasi IFRS Berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi, tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan filosofi pelayanan kefarmasian. Bagan organisasi adalah bagan yang menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi. Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai harapan pelanggan. Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak, tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 10 menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan terdiri atas personil pengawas yang secara langsung memantau dan mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka, dampaknya pada pelayanan, dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk dan pelayanan (Siregar, Charles J.P., 2004). 2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) 2.4.1 Definisi PFT Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi sehingga anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di rumah sakit dan Apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan lainnya. 2.4.2 Fungsi dan Ruang Lingkup PFT Berikut adalah beberapa fungsi PFT, yaitu: 1. Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk obat yang sama; 2. Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf medis; 3. Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang termasuk dalam kategori khusus; 4. Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 11 5. Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi. Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus penggunaan obat secara rasional; 6. Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat; dan 7. Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis dan perawat. 2.4.3 Struktur Organisasi PFT Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat. 1. PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga) orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada; 2. Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal dari bidang Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi atau Apoteker yang ditunjuk; 3. PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT; 4. Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris, termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat; dan 5. Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat. 2.4.4 Tugas Apoteker Dalam Panitia Farmasi dan Terapi Apoteker dalam panitia farmasi dan terapi memili tugas antara lain: 1. Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris); 2. Menetapkan jadwal pertemuan; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 12 3. Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan; 4. Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk pembahasan dalam pertemuan; 5. Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada pimpinan rumah sakit; 6. Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada seluruh pihak yang terkait; 7. Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan. 8. Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain; 9. Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT; 10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan; 11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan 12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan obat pada pihak terkait. 2.4.5 Formularium Rumah Sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi pada setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium terdiri dari halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), daftar isi, informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang diterima untuk digunakan, dan lampiran. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 13 2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008) Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari perencanaan sampai evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi. 2.5.1 Perencanaan Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan perencanaan kebutuhan farmasi meliputi: 1. Pemilihan Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien atau kunjungan dan pola penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada Formularium RS, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai kelas rumah sakit masing-masing, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek). 2. Kompilasi Penggunaan Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum. 3. Perhitungan Kebutuhan Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, antara lain : Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 14 a. Metode Konsumsi Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi. b. Metode Morbiditas Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-masalah tersebut dan satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada Praktek rata-rata atau pedoman pengobatan). c. Metode Kombinasi Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas atau epidemiologi, selain itu dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode morbiditas digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus demam berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. 4. Evaluasi Perencanaan Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti dengan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara atau teknik seperti analisa nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi, kriteria VEN untuk evaluasi aspek medik atau terapi, kombinasi ABC dan VEN, dan revisi daftar perbekalan farmasi. 2.5.2 Pengadaan Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 15 sediaan farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, mutu yang baik, serta pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancer, dan tidak memerlukan tenaga dan waktu berlebihan. 1. Pembelian Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu : a. Pelelangan (tender) Terbuka. Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga metode ini lebih menguntungkan. Pelaksanaannya memerlukan staf yang kuat, waktu lama, dan perhatian penuh. b. Tender Terbatas. Tender terbatas sering disebut juga sebagai lelang tertutup. Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka. c. Pembelian dengan Tawar-menawar. Metode dilakukan bila item tidak penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk item tertentu. d. Pembelian Langsung. Pembelian dilakukan dalam jumlah kecil untuk item yang perlu segera tersedia. Harga untuk item tertentu relatif lebih mahal dibanding pada pembelian dengan metode lain. 2. Produksi Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah : a. Sediaan Farmasi dengan Formula Khusus; b. Sediaan Farmasi dengan Harga Murah; c. Sediaan Farmasi dengan Kemasan yang Lebih Kecil; d. Sediaan Farmasi yang Tidak Tersedia di Pasaran; e. Sediaan Farmasi untuk Penelitian; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 16 f. Sediaan Nutrisi Parenteral; g. Rekonstruksi Sediaan Obat Kanker; dan h. Sediaan Farmasi yang Harus Dibuat Baru. Jenis sediaan farmasi yang diproduksi : a. Produksi Steril Persyaratan teknis untuk produksi steril, antara lain : 1) Ruangan aseptis; 2) Peralatan, contohnya laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave, oven, cytoguard, dan alat pelindung diri; serta 3) Sumber daya manusia merupakan petugas yang terlatih. Kegiatan produksi steril meliputi : 1) Nutrisi (TPN) TPN adalah nutrisi dasar untuk pemberian secara intravena yang diperlukan bagi penderita yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara enteral. Contoh TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin, dan mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus untuk nutrisi. 2) Pencampuran Obat Suntik / Sediaan Intravena (IV admixture) IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh kegiatan IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai. 3) Pengemasan kembali (re-packing) 4) Rekonstitusi sediaan sitostatika b. Produksi Non-Steril Kegiatan produksi non-steril meliputi : 1) Pembuatan sirup. Contoh sirup yang umum dibuat di rumah sakit adalah OBH (Obat Batuk Hitam). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 17 2) Pembuatan salep. Contoh : salep kloramfenikol. 3) Pembuatan puyer. Contoh : obat racikan 4) Pengemasan kembali (re-packing). Contoh : Alkohol, Povidon Iodine 5) Pengenceran. Contoh : H2O2 3%. Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas, kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk). 3. Sumbangan/droping/hibah Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat situasi normal. 2.5.3 Penerimaan Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan farmasi : 1. Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai certificate of analysis (CA); 2. Barang harus bersumber dari distributor utama; 3. Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya; 4. Khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai certificate of origin (CO); dan 5. Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 18 2.5.4 Penyimpanan Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan, antara lain: 1. Memelihara mutu sediaan farmasi; 2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab; 3. Menjaga ketersediaan; dan 4. Memudahkan pencarian dan pengawasan Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dengan pemakai agar efisien. 2.5.5 Pendistribusian Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan distribusi adalah tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat jenis, dan jumlah. Distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan dengan berbagai sistem distribusi yang dirancang atas dasar kemudahan dijangkau pasien dengan mempertimbangkan (Menteri Kesehatan, 2004): 1. Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada; 2. Metode sentralisasi atau desentralisasi; dan 3. Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi. Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi, antara lain : 1. Sistem Persediaan Lengkap Di Ruangan (Total Floor Stock) Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 19 disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh petugas farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2004). Sistem distribusi ini hanya digunakan untuk kebutuhan gawat darurat dan bahan dasar habis pakai (Departemen Kesehatan RI, 2008). Beberapa keuntungan dari sistem total floor stock adalah : a. Obat yang dibutuhkan cepat tersedia; b. Meniadakan retur obat; c. Pasien tidak harus membayar obat berlebih; dan d. Mengurangi jumlah personil farmasi. Beberapa kelemahan dari sistem total floor stock adalah : a. Kesalahan Obat Tinggi (Salah Order Dari Dokter, Salah Peracikan Oleh Perawat, Atau Salah Etiket Obat); b. Persediaan Obat Di Ruangan Menjadi Banyak; c. Kemungkinan Kehilangan Dan Kerusakan Obat Lebih Besar; Dan d. Menambah beban kerja bagi perawat. 2. Sistem Resep Perorangan (Resep Individual) Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi disiapkan dan didistribusikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep. Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan melalui instalasi farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah : a. Resep dapat dikaji dulu oleh Apoteker; b. Ada interaksi antara Apoteker, dokter, dan perawat; dan c. Ada pengendalian persediaan. Kelemahan dari sistem ini adalah : a. Bila obat berlebih, pasien tetap harus membayar; b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien; c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan ke pasien; dan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 20 d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak adanya proses pengawasan ganda. 3. Sistem Unit Dosis Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep perorangan yang disiapkan, diberikan atau digunakan, dan dibayar dalam unit untuk penggunaan satu kali dosis (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien rawat inap, bukan untuk pasien rawat jalan. Keuntungan dari sistem distribusi unit dosis, antara lain : a. Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya; b. Tidak ada kelebihan obat atau obat yang tidak terpakai di ruang perawatan; c. Semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu yang lebih untuk merawat pasien; d. Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien. Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error); e. Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat, dan dokter serta pasien; f. Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan untuk drug use review (pengkajian penggunan obat); dan g. Memudahkan pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi. Kelemahan dari sistem distribusi unit dosis adalah : a. Membutuhkan banyak tenaga farmasi; b. Harus segera siap sebelum jam makan pasien; dan c. Menggunakan lebih banyak bungkus obat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 21 2.6 Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) 2.6.1 Pengkajian Resep Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Persyaratan administrasi meliputi : a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan pasien; b. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter; c. Tanggal resep; dan d. Ruangan atau unit asal resep. Persyaratan farmasi meliputi : a. Bentuk dan kekuatan sediaan; b. Dosis dan jumlah obat; c. Stabilitas dan ketersediaan; dan d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan. Persyaratan klinis meliputi : a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat; b. Duplikasi pengobatan; c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat; d. Kontraindikasi; dan e. Efek aditif. 2.6.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO) PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenaga kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi : 1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan dilingkungan rumah sakit; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 22 2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi (PFT); 3. Meningkatkan profesionalisme Apoteker; dan 4. Menunjang terapi obat yang rasional. Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi : 1. Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif; 2. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat, atau tatap muka; 3. Membuat buletin, leaflet, dan label obat; 4. Menyediakan informasi bagi PFT sehubungan dengan penyusunan formularium rumah sakit; 5. Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya; dan 6. Mengoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian. 2.6.3 Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO) Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin (terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO. Kegiatan monitoring efek samping obat meliputi: 1. Menganalisa laporan ESO; 2. Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami ESO; 3. Mengisi formulir ESO; dan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 23 4. Melaporkan ke Panitia ESO Nasional. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obat individu, dan surveilans unit pasien. 2.6.4 Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review) Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari pengkajian penggunaan obat adalah (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) : 1. Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter tertentu; 2. Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter satu dengan yang lain; 3. Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan 4. Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat. Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah : 1. 2. Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Rata-rata jumlah obat per pasien; b. Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik; c. Persentase pasien yang diresepkan antibiotik; d. Persentase pasien yang diresepkan injeksi; dan e. Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial. Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Rata-rata waktu konsultasi; b. Rata-rata waktu dispensing; c. Persentase obat aktual yang disiapkan; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 24 d. Persentase pelabelan yang benar; dan e. Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat. 3. Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut : a. Ketersediaan daftar obat-obat esensial b. Ketersediaan obat-obat esensial. 2.6.5 Konseling Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien dengan kriteria sebagai berikut : 1. Pasien rujukan dokter, 2. Pasien dengan penyakit kronis, 3. Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi, 4. Pasien geriatrik, dan 5. Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas. Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya : 1. Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien. 2. Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup: a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat b. Bagaimana cara pemakaiannya c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut 3. Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat. 4. Melakukan verifikasi akhir yaitu mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 25 2.6.6 Ronde/visite pasien Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk : 1. Pemilihan obat, 2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik, 3. Menilai kemajuan pasien, dan 4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain. Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut : 1. Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan tersebut kepada pasien; 2. untuk pasien yang baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi; 3. Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin penggunaan obat yang benar; dan 4. melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk pemberian obat. Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara Apoteker sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo 3.1.1 Sejarah Singkat Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo didirikan pada tanggal 19 November 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke Ziekenhuis (CBZ). Bulan Maret 1942, pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin). CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya Koesoema dan delanjutnya dipimpin oleh Prof. Tamija pada tahun 1945. Pada tahun 1950, RSON berubah nama menjadi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) diresmikan menjadi Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo (RSTM) oleh Menteri Kesehatan pada masa itu, Prof. Dr. Satrio, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1964. Sejalan dengan perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, RSTM diubah menjadi RSCM. Pada tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes Nomor 553/Menkes/SK.VI/1994, rumah sakit ini berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo hingga saat ini. Berdasarkan PP No. 116 tahun 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr, Cipto Mangunkusumo Jakarta dan dalam perkembangan selanjutnya, status Perjan RSCM diubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005, dengan harapan RSCM mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. 3.1.2 Visi RSCM memiliki visi “Menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014”. 26 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 27 3.1.3 Misi RSCM memiliki misi antara lain: 1. Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. 2. Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan. 3. Menyelenggarakan penelitian dan pengembangan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang mandiri. 3.1.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada Lampiran 1. 3.1.5 Klasifikasi RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang merupakan pusat rujukan nasional. RSCM juga merupakan rumah sakit pendidikan yang bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya bekerjasama dengan Universitas Indonesia dalam melaksanakan program pendidikan dibidang kesehatan. Misalnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis dan Fakultas Farmasi (FFUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan profesi Apoteker. 3.2 Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Instalasi Farmasi RSCM merupakan satuan kerja fungsional sebagai pusat pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 28 3.2.1 Visi Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi “Menjadi penyelenggara pelayanan farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan pelanggan di Asia Pasifik pada tahun 2014”. 3.2.2 Misi Instalasi Farmasi RSCM memiliki misi antara lain: 1. Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan. 2. Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien. 3. Menyelenggarakan pelayanan farmasi klinik untuk meningkatkan keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal. 4. Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. 5. Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai persyaratan mutu. 6. Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit. 7. Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan farmasi. 3.2.3 Nilai Budaya Instalasi Farmasi RSCM memiliki 5 nilai budaya Profesionalisme, Integritas, Kepedulian, Penyempurnaan Berkesinambungan serta Belajar dan mendidik. 3.2.4 Tujuan Umum Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan farmasi yang profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi, bekerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 29 3.2.5 Tujuan Khusus 1. Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi, mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi. 2. Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi obat, bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) serta Pelaksana Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA). 3.2.6 Tugas Pokok dan Fungsi Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki tugas melaksanakan pengelolaan perbekalan farmasi yang optimal, meliputi perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang Farmasi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM berfungsi dalam: 1. Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan kefarmasian 2. Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi 3. Pengelolaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit 4. Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 30 5. Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien. 6. Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan. 7. Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat kesehatan.terhadap efektivitas dan keamana penggunaan obat dan alat kesehatan. 8. Pemberian informasi kepada petugas kesehatan, pasien / keluarga. 9. Pemberian konseling kepada pasien / keluarga. 10. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit. 11. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi. 12. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu pengelolaan pelayanan kefarmasian. 13. Pengembangan profesi SDM kefarmasian. 14. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan. 3.2.7 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Farmasi RSCM bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi berpusat di Gedung Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3 dan dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi Farmasi RSCM yang membawahi : 1. Koordinator Administrasi dan Keuangan (Adminkeu); 2. Koordinator Produksi dan Diklitbang; dan 3. Koordinator Pelayanan Farmasi 3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit 3.3.1 Pelaksana pengendalian resistensi antimikroba (PPRA) PPRA merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan tujuan: 1. Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan Terapi, Panitia Pengendalian Infeksi Rumah Sakit (PPIRS), Tim Mikrobiologi Klinik dan Tim Farmasi Klinik. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 31 2. Terlaksananya pengawasan, pemantauan, dan pengendalian prosedur pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari prosedur yang telah ditetapkan. 3. Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik. 4. Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian resistensi antimikroba. Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan) di RSUPN. Tim PPRA terdiri dari: 1. Tim inti yaitu: a. Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi. b. PPIRS. c. Spesialis Farmasi Klinik. d. Spesialis Mikrobiologi Klinik. 2. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik. 3. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak. 4. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Dept. Ilmu Penyakit Dalam. 5. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota yang terdiri dari unsur klinis (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait), perawat, apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik, spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai departemen/UPT/instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat departemen/instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011): 1. Departemen Penyakit Dalam. 2. Departemen Bedah. 3. Departemen IKA. 4. Departemen Obstetri dan Ginekologi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 32 5. Departemen Kulit dan Kelamin. 6. Departemen Gigi dan Mulut. 7. Departemen Bedah Syaraf. 8. Departemen Mata. 9. Departemen Neurologi. 10. Departemen Urologi. 11. Departemen THT. 12. ICU. 13. Unit Pelayanan Luka Bakar. 14. Pelayanan Jantung terpadu. 15. Instalasi Gawat Darurat. Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi antimikroba PPRA memilki fungsi, antara lain: 1. Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik. 2. Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui koordinasi empat pilar. 3. Menyusun Program Kerja Tim PPRA dan Pokja PPRA Departemen/UPT/Instalasi. 4. Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan antibiotik secara bijak. 5. Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3. 6. Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi kuman, insiden MRSA. Tim PPRA menyelenggarakan ronde klinik setiap minggu dan pertemuan berkala secara terencana minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan pihak terkait (Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 33 3.3.2 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama. Keanggotaannya diperbarui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua, sekretaris dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna mendukung program kerjanya. Tugas PFT mencakup : 1. Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi. 2. Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM. 3. Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. PFT harus mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat yang indikasinya sama. 4. Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat biaya. 5. Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan penggunaan obat kepada staf medis RSCM. 6. Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan penggunaan perbekalan farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 34 7. Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi di RSCM. 8. Memandu tinjauan penggunaan obat (drug utilization review) dan mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis. Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil, maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata adalah untuk kepentingan pasien. (Formularium RSCM, 2012) 3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Sterilisasi menjadi langkah awal untuk terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus sebagai first step to quality. Oleh karena itu, instalasi sterilisasi pusat menjadi unit yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barangbarang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril menjadi produk akhir sterilisasi di instalasi sterilisasi pusat. 3.4.1 Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat Instalasi sterilisasi pusat merupakan suatu unit kerja yang bertugas menyediakan barang-barang dan peralatan steril, seperti perbekalan farmasi dasar, instrumen steril, linen steril, dan lain-lain, yang dibutuhkan oleh departemen, instalasi atau unit kerja lainnya di RSCM. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 35 3.4.2 Visi dan Misi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Visi dari instalasi sterilisasi pusat adalah menjadi instalasi sterilisasi pusat yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari instalasi sterilisasi pusat adalah: 1. Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu; 2. Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan; 3. Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi; 4. Menyedikan sarana dan prasarana yang handal; dan 5. Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di bidang sterilisasi. 3.4.3 Tujuan dan Strategi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Tujuan dari instalasi sterilisasi pusat RSCM adalah tercapainya pelayanan pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang digagas adalah: 1. Meningkatkan efisiensi produktivitas; 2. Meningkatkan profesionalisme; 3. Menciptakan restrukturisasi; 4. Menerapkan sistem managemen keuangan; 5. Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost; dan 6. Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi. 3.4.4 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Instalasi sterilisasi pusat RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Umum dan Operasional. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi empat Penanggungjawab sebagai berikut: a. Penanggungjawab SDM & Keuangan; b. Penanggungjawab Peralatan & Pelayanan; c. Penanggungjawab Administrasi dan Rumah Tangga; dan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 36 d. Penanggungjawab Logistik dan Inventaris. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian, yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggungjawab yang menjadi pelaksana kegiatan. Kepala Sub Instalasi Operasional membawahi Penanggungjawab Dekontaminasi, Penanggungjawab Pengemasan & Labeling, dan Penanggungjawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu membawahi Penanggungjawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggungjawab Quality Control, dan Penanggungjawab Audit Mutu. Sumber daya manusia instalasi sterilisasi pusat RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular, disiplin memakai alat pelindung diri dalam tugas operasional dan mematuhi aturan sterilisasi. 3.4.5 Ruang dan Sarana Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Ruang instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki suhu 18-220C dan kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu: 1. Area unclean Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi. 2. Area clean Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi. 3. Area steril Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan distribusi barang steril. 3.4.6 Sistem Pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 37 dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain. Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di instalasi sterilisasi pusat. Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan, SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu, instalasi sterilisasi pusat juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi. 3.4.7 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh instalasi sterilisasi pusat, yaitu: 1. Alur perpindahan barang satu arah Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang. Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir. Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan masuk ke area steril dan disimpan. 2. Alur Aktivitas Fungsional Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer. Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label, petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 38 mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan barang yang kondisinya memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barangbarang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer. 3. Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi. Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi, barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. 4. Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk didistribusikan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Gudang Perbekalan Farmasi RSCM saat ini berada di bawah Instalasi Administrasi dan Logistik (IAL). Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM terdiri atas Gudang Farmasi I, Gudang Farmasi II, dan Gudang Gas Medis. Gudang Farmasi I merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan alat-alat kesehatan, obat-obat oral dan injeksi, serta Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Gudang Farmasi II digunakan untuk menyimpan perbekalan farmasi yang berupa cairan dan hemodialisa. Gudang Gas Medis digunakan untuk menyimpan gas-gas medis. 4.1.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat berjumlah 18 orang yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 1 orang Asisten Apoteker Penanggungjawab, 5 orang Asisten Apoteker Bidang Pelaksana Obat, 3 orang Asisten Apoteker Bidang Pelaksana Alat Kesehatan, 4 orang Asisten Apoteker Bidang Pelaksana Administrasi, dan 4 orang Pekarya. Waktu pelayanan Gudang Perbekalan Farmasi Pusat dimulai dari pukul 08.00-21.00 WIB dan terbagi dalam 2 shift. 4.1.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Kegiatan utama yang dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat terdiri atas pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan, dan pengendalian perbekalan farmasi di rumah sakit. Jenis perbekalan farmasi yang diadakan yaitu obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmaka dan gas medis. Pengadaan perbekalan farmasi di RSCM dilakukan berdasarkan permintaan (defekta) perbekalan farmasi yang dilakukan rutin dua kali dalam seminggu dan permintaan mendesak/cito yang dapat dilakukan setiap hari. Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama dua minggu hingga satu bulan. Defekta yang telah dibuat oleh pihak Gudang 39 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 40 Perbekalan Farmasi Pusat selanjutnya dikirim ke koordinator logistik. Apabila permintaan telah disetujui oleh koordinator logistik, maka petugas pemesanan akan menghubungi distributor terkait yang selanjutnya akan dikirim ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Penerimaan perbekalan farmasi yang dikirim oleh distributor di Gudang Perbekalan dilakukan oleh Panitia Penerimaan yang didiampingi oleh petugas gudang. Pada proses penerimaan dilakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi kesesuaian daftar pesanan, baik jenis dan jumlah pesanan, pada komputer yang disesuaikan dengan faktur penjualan. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan terhadap bentuk fisik, nama perbekalan farmasi dan tanggal kadaluarsa perbekalan farmasi yang akan diterima. Apabila terdapat kemasan yang telah rusak atau ketidaksesuaian nama, maka dapat dilakukan penggantian barang ke distributor. Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan juga dilakukan dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi, misalnya dengan melihat proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama proses distribusi dari distributor ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam cool box yang dilengkapi dengan termometer dan dipastikan berada pada suhu yang sesuai (2 o – 8o C). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dokumen-dokumen penyerta perbekalan farmasi, misalnya Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan berbahaya dan beracun (B3). Setelah pemeriksaan dilakukan dan perbekalan farmasi yang diterima telah sesuai dengan pesanan, Panitia Penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama jelas, dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan dan salinan faktur. Lembar asli faktur dan salinannya diserahkan kepada petugas gudang. Data dari lembar faktur tersebut akan di-input oleh petugas ke dalam sistem komputer dan kartu stok manual, meliputi data spesifikasi produk, asal distributor, jumlah, dan waktu kadaluarsa. Perbekalan Farmasi yang telah diterima disimpan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat. Penyimpanan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat disusun berdasarkan jenis perbekalan farmasi, yaitu alat kesehatan, obat (oral atau injeksi), B3, cairan, hemodialisa, dan gas medis, sedangkan perbekalan farmasi yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 41 berupa reagensia, bahan baku, dan radiofarmaka akan disimpan langsung di unit kerja yang terkait dengan penggunaannya. Selain berdasarkan jenis perbekalan farmasi, penyimpanan juga didasarkan pada bentuk sediaan, kestabilan perbekalan farmasi, sifat perbekalan farmasi (high alert atau sitostatika), perbekalan farmasi Askes dan Non-Askes, rute pemberian obat, obat produksi RSCM serta nama generik dan nama dagang. Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang sesuai dengan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penyimpanan obat di gudang pusat juga disusun berdasarkan alfabetis dengan memperhatikan penyusunan untuk obat yang tergolong Look Alike Sound Alike (LASA) untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip. Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan diberikan stiker LASA berwarna hijau yang ditempelkan pada wadah penyimpanan obat. Obat-obat mahal, obat-obat High Alert dan obat-obat sitostatika disimpan pada lemari yang khusus. Obat High Alert adalah obat yang perlu perhatian khusus dalam penggunaannya karena jika terjadi kesalahan dalam penggunaannya dapat menyebabkan akibat yang fatal. Untuk obat high alert, tempat penyimpanan ditandai dengan lakban berwarna merah dan diberi label high alert pada tiap kemasan terkecil obat. Penyimpanan obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi label berwarna ungu “Obat Kanker, Tangani dengan Hati-hati”. Penyimpanan obat sudah tertata rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk pada setiap kelompok obat. Hal ini memudahkan dispensing obat mengingat jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak. Untuk narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terpisah dari penyimpanan obat lainnya. Narkotika disimpan dalam lemari berpintu dua dengan kunci ganda. Kunci lemari tersebut dipegang oleh Asisten Apoteker yang bertugas pada tiap shift. Penyimpanan alat kesehatan di Gudang Pusat terpisah dengan penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis misalnya kapas, alat pelindung diri, pouches dan indikator steril, dan kelompok Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 42 departemen pengguna, misalnya bedah, departemen mata serta pelayanan jantung terpadu (PJT). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengambilan barang. Untuk menjaga mutu perbekalan farmasi, petugas gudang melakukan stock opname (SO) setiap tiga bulan sekali untuk memudahkan pengontrolan perbekalan farmasi dengan mengetahui kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan jumlah yang tertera pada kartu stok dan sistem IT serta mudah mengetahui perbekalan farmasi yang mendekati kadaluarsa. Produk yang akan kadaluarsa dalam waktu enam bulan ke depan akan diberi label berwarna kuning yang dilengkapi dengan waktu kadaluarsanya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan suhu pada lemari pendingin dan ruangan yang dilakukan setiap hari. Pemantauan suhu lemari pendingin dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul 06.00, 14.00, dan 20.00 WIB, sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB. Sebagai pusat distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit, gudang melayani permintaan dari seluruh satelit dan unit kerja. Permintaan perbekalan farmasi ke Gudang Pusat dapat dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah ditetapkan untuk masing-masing satelit dan unit kerja ataupun permintaan cito setiap hari. Permintaan ke Gudang Pusat dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu sistem online untuk satelit farmasi dan sistem manual untuk unit kerja. Permintaan yang diajukan oleh satelit farmasi akan langsung dicetak oleh Gudang Pusat dalam bentuk surat permintaan barang, sedangkan unit kerja yang melakukan permintaan manual menggunakan formulir permintaan barang farmasi harus mengantarkan formulir tersebut ke gudang dua hari sebelum pengambilan barang. Untuk defekta obat-obat narkotika dibuat dalam formulir khusus. Petugas Gudang Pusat akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan tersebut untuk mendapatkan Form Distribusi Obat/Alkes bagi tiap satelit/unit/departemen terkait. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas gudang akan menghubungi satelit atau unit kerja terkait untuk memberitahukan bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 43 Pada saat penyerahan, dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang dan pihak satelit atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta melakukan pencatatan pada buku serah terima yang terdapat di ruang pendistribusian Gudang Pusat. Setelah dinyatakan bahwa barang yang diterima pihak satelit atau unit kerja sesuai dengan permintaannya, lalu dilakukan penandatanganan bersama Form Distribusi Obat/Alkes. Lembar form yang asli disimpan oleh pihak gudang, sedangkan lembar copy diberikan kepada pihak satelit farmasi atau unit kerja. Untuk satelit atau unit kerja yang tidak memiliki petugas untuk mengambil perbekalan farmasi, maka petugas gudang yang akan mengantarkannya. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat melayani permintaan mendesak/cito setiap hari. Perbekalan farmasi yang diambil untuk melayani kebutuhan cito dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi permintaan perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus menghubungi Penanggungjawab Gudang Pusat untuk mengambil perbekalan farmasi di gudang dengan didampingi satu orang saksi dan petugas keamanan untuk membuka pintu gudang. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat juga melakukan kegiatan pemusnahan untuk perbekalan farmasi yang kadarluarsa maupun yang rusak. Untuk perbekalan farmasi yang hampir kadarluarsa maupun yang sudah kadarluarsa ataupun rusak diretur kembali ke gudang dari satelit-satelit dan unit kerja. Pemusnahan dilakukan sesuai perintah direktur dan dilakukan oleh panitia pemusnahan dan dibuat berita acara pemusnahan. 4.1.3 Kegiatan PKPA di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat Kegiatan yang dilakukan selama bertugas di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat antara lain : a. Membantu menyiapkan perbekalan farmasi yang telah diminta oleh satelit farmasi atau unit kerja. b. Memberikan stiker label high alert, obat-obat sitostatika dan obat termolabil, obat LASA dan obat yang akan kadarluasa c. Mengecek obat yang akan kadarluasa Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 44 Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Gudang Pusat, terdapat beberapa kendala yang ditemukan, antara lain: a. Terdapat data kartu stok yang selisih dengan jumlah fisik dan jumlah barang di IT dan urutan tanggal yang tidak teratur. Untuk mengatasinya, sebaiknya menyediakan kartu stok dalam bentuk buku dan menyediakan kalkulator yang ditempel di antara rak penyimpanan untuk mempermudah perhitungan dan melakukan sampling stok setiap hari. b. Terdapat lemari pendingin yang tidak memiliki daftar nama obat-obat yang terdapat di dalamnya sehingga menyulitkan staf atau pegawai baru yang akan menyiapkan permintaan perbekalan farmasi. Oleh karena itu, sebaiknya dibuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya. c. Stok barang kosong yang dapat menghambat pelayanan kesehatan di RSCM. Untuk masalah barang kosong sebaiknya dikomunikasikan secara intensif dengan pimpinan rumah sakit. d. Terdapat orang-orang luar selain petugas yang masuk ke dalam gudang, hal ini tentunya beresiko terhadap kehilangan barang. Disarankan agar memperketat keamanan di gudang dengan cara penggunaan pintu dengan akses sidik jari. Apabila ada pihak luar yang memang harus masuk, sebaiknya didampingi oleh petugas. Petugas gudang disosialisasikan kembali tentang pentingnya prosedur tersebut. e. Terdapat debu di ruang penyimpanan alat kesehatan. Sebaiknya lebih memperhatikan kebersihan di tempat penyimpanan obat dan alat kesehatan. f. Penyimpanan obat-obat LASA yang tidak sesuai dengan tempatnya. Disarankan untuk pengecekan kembali saat melakukan penyimpanan perbekalan farmasi agar penyimpanannya tepat dan memudahkan petugas dalam pelayanan. g. Kurangnya label kadarluarsa. Untuk mengatasinya diperlukan penambahan stok label kadarluarsa. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 45 4.2 Satelit Farmasi Pusat Satelit Farmasi Pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift kerja. Shift pertama dilakukan pada pukul 08.00 – 14.30 WIB, shift kedua dilakukan pada pukul 14.00 – 21.00 WIB dan shift ketiga dilakukan pada pukul 21.00 – 08.00 WIB. Satelit ini melayani pasien kredit / jaminan berupa pasien Jamkesmas, Jamkesda, KJS Dinkes DKI Jakarta, Jampeltas, Jampersal dan jaminan perusahaan dan pasien cash. Resep yang dilayani meliputi pasien rawat inap yang tidak memiliki satelit farmasi ataupun satelit farmasi yang tidak buka 24 jam dan juga resep pasien rawat jalan dari beberapa poliklinik. Resep rawat inap yang dilayani berasal dari rawat inap Bedah Anak (BCH), Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU), Unit Luka Bakar (ULB), Psikiatri (PKL, PKW, PKA) dan Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Resep pasien rawat jalan yang dilayani berasal dari Poliklinik Hemodialisa (pasien HD yang menggunakan cairan dianeal), poliklinik bedah (bedah tumor, bedah toraks, dan bedah digestif), poliklinik hematologi-onkologi (anak dan dewasa) dan poliklinik thalasemia. 4.2.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia di Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 Apoteker, 9 Asisten Apoteker, dan 2 juru resep dengan pembagian dalam satu shift adalah 2 Asisten Apoteker dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift malam, terdapat 2 Asisten Apoteker yang bertugas. 4.2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat dilakukan mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, serta pendistribusian. Perencanaan perbekalan farmasi Satelit Farmasi Pusat ke Gudang Pusat dilakukan dua kali dalam satu tahun dan dilihat berdasarkan pemeriksaan pada kartu stok dan banyaknya kebutuhan perbekalan farmasi dan resep di Satelit Farmasi Pusat. Pada proses pengadaan, dilakukan defekta secara online 2 kali dalam seminggu, yaitu Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 46 pada hari Senin dan Kamis. Petugas akan memesan defekta ke Gudang Pusat secara online sehari sebelum hari defekta. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan permintaan. Petugas Satelit Farnasi Pusat akan datang ke Gudang Pusat untuk melakukan penerimaan perbekalan farmasi. Setelah melakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah barang yang diminta dengan yang diberikan pihak gudang, petugas Satelit Farmasi Pusat akan menandatangani fomulir defekta barang. Selanjutnya, petugas Satelit Farmasi akan mencatat jumlah barang yang diterima pada kartu stok barang di satelit dan menyusun perbekalan farmasi di tempat yang telah disediakan. Beberapa jenis perbekalan farmasi disimpan di lemari terpisah sebagai buffer stock. Selain melaksanakan defekta secara rutin, Satelit Farmasi Pusat juga melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau terdapat permintaan perbekalan farmasi yang tidak terduga. Petugas tetap melakukan defekta secara online dan akan datang langsung ke gudang mengambil obat atau alat kesehatan yang dibutuhkan. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit pusat disusun secara alfabetis dengan sistem First Expired First Out (FEFO) atau First In First Out (FIFO) dengan pemantauan suhu ruang penyimpanan adalah 15-25oC dilakukan satu kali sehari. Perbekalan farmasi disusun menurut jenisnya, yaitu obat, alat kesehatan dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Penyimpanan obat disusun sesuai dengan bentuk sediaan, obat generik ataupun obat nama dagang. Bentuk sediaan yang ada di Satelit Farmasi Pusat antara lain oral, injeksi, cairan infus, sirup/drop serta obat luar. Di Satelit Farmasi Pusat terdapat obat-obat dengan penyimpanan khusus meliputi : 1) Termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2°-8° C. Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga melalui pengecekan lemari pendingin sebanyak tiga kali sehari 2) Obat sitostatika, ditempeli stiker ungu untuk obat kanker 3) High Alert, di lemari berbeda yang dibatasi dengan lakban merah dan ditempeli stiker High Alert hingga kemasan primer obat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 47 4) Narkotika, di dalam lemari kayu khusus terdiri dari 2 sekat dengan kunci ganda 5) Psikotropika, di dalam lemari kayu khusus 6) Sediaan nutrisi 7) Obat ASKES Berbeda dengan obat, penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses penyiapan alat kesehatan. Penyimpanan B3 dilakukan dalam lemari tahan api. Selain itu, terdapat pelabelan khusus untuk perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat antara lain pelabelan obat-obat LASA dan obat yang mendekati tanggal kadarluasa. Obat-obat LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan dengan ketentuan yang berlaku yakni dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan terdapat stiker LASA berwarna hijau yang ditempelkan pada wadah penyimpanan obat. Untuk obat-obat yang mendekati tanggal kadaluarsa dimasukkan ke dalam plastik obat berwarna kuning dan diberi label warna kuning dengan mencantumkan bulan dan tahun kadaluarsa obat tersebut. Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat menggunakan sistem distribusi peresepan individual. Resep yang diterima oleh Satelit Farmasi Pusat terdiri dari resep manual dan resep online. Resep online diperoleh dari rawat inap Bedah Anak (BCH), Unit Luka Bakar (ULB) dan Psikiatri (PKL, PKW, PKA). Resep manual diperoleh dari Paviliun Tumbuh Kembang (PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU) dan Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan diambil oleh petugas dari masing-masing unit kerja. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 48 Berikut jadwal pengambilan perbekalan farmasi yang diterima oleh Satelit Farmasi Pusat : Tabel 4.1 Jadwal Pengambilan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Pusat Jam Resep Datang ≤ 09.00 Jam Pengambilan Perbekalan Farmasi 11.00 15.00 (untuk Psikiatri dan Unit Luka Bakar) > 09.00 19.00 19.00 09.00 Resep Cito < 15 menit Khusus obat kemoterapi, pasien hanya menerima bon penitipan obat dan perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan didistribusikan oleh petugas Satelit Farmasi Pusat ke unit produksi tempat dilakukannya dispensing obat kemoterapi serta gedung A bagian sitostatika dan pada hari kemoterapi pasien mengembalikan bon ambil ke Satelit Farmasi Pusat. Pada pasien rawat jalan diharuskan menggunakan resep dari dokter dan hanya berlaku untuk 1 hari sesuai dengan tanggal SJP (Surat Jaminan Pelayanan) yang berlaku. Apabila resep tidak sesuai dengan tanggal yang berlaku, maka resep tersebut tidak akan dilayani. Resep yang datang, terutama untuk pasien jaminan, akan diverifikasi terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administratif, farmasetik, dan kelengkapan lainnya, seperti syarat jaminan khusus untuk pasien jaminan pemerintah, kuitansi untuk semua pasien, protokol dan jadwal terapi khusus untuk pasien kemoterapi, dan hasil lab khusus untuk pasien pengguna obat mahal dan antibiotik lini 2 dan 3. Pada pasien tunai, setelah verifikasi jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT sedangkan untuk pasien jaminan, input ke dalam sistem IT tidak langsung dilakukan dan perbekalan farmasi langsung di-dispense. Setelah dimasukkan dan diberi harga pada pasien tunai, resep diberikan kepada petugas satelit lainnya untuk di-dispense. Bagi pasien yang membayar secara tunai, dapat langsung membayar kepada petugas satelit, sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan lainnya kepada petugas satelit. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 49 Petugas satelit yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dan mencatatnya pada kartu stok. Selain dispensing obat, Satelit Farmasi Pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan dikemas. Kemudian obat diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Obat diberikan kepada pasien disertai pemberian informasi tentang penggunaan obat. Pendistribusian obat pada pasien rawat inap diberikan untuk pemakaian per hari, pengecualian untuk psikiatri yakni untuk pemakaian selama 3 hari (untuk obat oral) dan pemakaian per hari (untuk injeksi). Untuk pasien yang akan pulang, diberikan untuk pemakaian selama 1 minggu, pengecualian untuk pasien ASKES diberikan untuk pemakaian selama 3 hari. Pada pasien rawat jalan, jumlah obat yang diberikan sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep. Pasien hemodialisa yang menggunakan cairan dianeal, diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan, sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal, cukup diberikan obat untuk keperluan satu minggu dan tergantung pada keperluan pemakaian. Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi Pusat. Prosedur retur obat tidak dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Prosedur retur obat yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat yaitu perawat mengecek perbekalan farmasi yang diretur lalu menuliskan di form retur dan menyerahkan ke satelit, petugas satelit mengecek kembali baik jenis maupun jumlah perbekalan farmasi tanpa didampingi dengan perawat dan selanjutnya petugas satelit mengembalikan perbekalan pada tempatnya dan menulis di kartu stok. 4.2.3 Kegiatan PKPA di Satelit Farmasi Pusat Selama berada di satelit Farmasi Pusat, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain : a. Mengecek dan mencatat seluruh perbekalan farmasi yang akan kadarluasa. b. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 50 c. Mengecek dan mendata jumlah obat koate disertai dengan nama pasien pada kartu stok dan sistem IT. Kendala-kendala yang dihadapi di Satelit Farmasi Pusat antara lain : a. Resep-resep yang diterima di Satelit Farmasi Pusat berasal dari banyak unit, baik resep pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan dengan rata-rata 250 lembar resep per harinya. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan dengan memfokuskan pelayanan yang dilakukan hanya untuk unit-unit yang belum memiliki satelit sehingga pelayanan dapat dilakukan secara optimal. b. Resep-resep yang diterima di Satelit Farmasi Pusat setelah diverifikasi tidak langsung diinput ke dalam sistem IT menyebabkan data respon time tidak valid. Oleh karena itu, diharapkan petugas langsung melakukan input ke dalam sistem IT setelah melakukan verifikasi agar tertib administrasi dan data respon time yang diperoleh akurat c. Resep-resep manual yang diterima di Satelit Farmasi Pusat terkadang tidak memenuhi kelengkapan syarat penulisan resep sehingga berpotensi menyebabkan terjadinya medication error. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan penggunaan sistem peresepan online untuk layanan yang belum menjalankan sehingga mencegah terjadinya medication error, mempercepat pelayanan dan data administratif pasien pada resep terisi dengan lengkap. d. Petugas harus menuliskan etiket manual dengan jumlah yang sangat banyak dari setiap resep dan pengerjaanya terburu-buru sehingga beberapa etiket kurang begitu jelas dan tidak terisi dengan lengkap. Oleh karena itu, pengadaan printer etiket dapat membantu mempercepat pelayanan dan etiket dapat terbaca dan terisi dengan lengkap. e. Ada beberapa obat lepasan (tidak pada kemasan aslinya) yang tidak dicantumkan tanggal kadarluasa di etiket (untuk pemakaian obat lebih dari 3 hari). Untuk mengatasinya, perlu dilakukan sosialisasi kembali pada petugas agar sesuai dengan prosedur. f. Pada saat retur obat, Asisten apoteker tidak langsung memeriksa jumlah atau jenis obat yang telah diretur oleh perawat. Oleh karena itu, sebaiknya asisten apoteker memeriksa jumlah dan jenis obat langsung dihadapan perawat saat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 51 melakukan retur sehingga apabila terdapat hal yang tidak sesuai dapat langsung dikonfirmasi kepada perawat tersebut. g. Terdapat selisih antara jumlah pada kartu stok dengan jumlah fisik. Untuk mengatasinya, dilakukan pengadaan fasilitas kalkulator yang ditempel di antara rak-rak obat untuk mempermudah dalam perhitungan stok dan memastikan kalkulator tersebut tidak berpindah tempat dan mudah dicari. h. Pengisian kartu stok masih ada yang sampai melewati batas bawah kartu stok dan penulisannya kurang rapi. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan pengadaan buku stok sehingga penulisan stok lebih teratur, rapi dan tidak ditulis bertumpuk-tumpuk hingga batas bawah yang telah ada dan mensosialisasikan kepada seluruh petugas di Satelit Farmasi Pusat untuk menuliskan data di kartu stok dengan rapi sehingga mempermudah pada saat penelusuran. i. Frekuensi untuk mengambil barang atau defekta ke Gudang lebih sering dikarenakan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu, diperlukan koordinasi lebih lanjut dan komunikasi dengan petugas Gudang tentang pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi. j. Penyimpanan obat termolabil di lemari pendingin masih kurang rapi dan beberapa obat LASA tercampur. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dikomunikasikan kepada seluruh petugas mengenai kerapihan dalam penyimpanan dan penempatan obat-obat LASA. Penyimpanan obat termolabil sebaiknya dialasi dengan wadah terlebih dahulu. k. Briefing yang dilakukan setiap pagi tidak begitu fokus karena disertai dengan pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh asisten apoteker. Oleh karena itu, sosialisasikan kepada seluruh petugas untuk fokus pada saat briefing sehingga informasi-informasi dapat diperoleh dengan tepat dan jelas. l. Pasien berulangkali bertanya kepada petugas mengenai kelengkapan administrasi yang harus dilengkapi sehingga mengganggu pelayanan yang dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya dibuat daftar administrasi yang harus dilengkapi oleh pasien dan ditempelkan di dekat loket penerimaan atau dinding ruang tunggu di Satelit Farmasi Pusat. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 52 4.3 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) Satelit Farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi di IGD dan tidak menerima resep dari unit lain di RSCM. Satelit Farmasi IGD terdiri atas satelit di lantai 1 dan 4. Satelit lantai 1 melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk lantai 1 hingga lantai 3 IGD, sementara lantai 4 hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk ruang operasi di lantai 4. 4.3.1 Sumber Daya Manusia Satelit Farmasi IGD memiliki 2 orang Apoteker, yang masing-masing bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan manajemen perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinik, 21 orang Asisten Apoteker, dan 1 orang pekarya. Pelayanan farmasi di kedua satelit setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama 24 jam sehingga dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang kondisinya dapat berubah-ubah setiap saat. Pembagian jumlah AA yang bertugas di kedua satelit pada masing-masing shift adalah sebagai berikut : Tabel 4.2 Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Satelit Pagi Siang Malam (07.30 –14.30 (14.00–21.00 (21.00 –08.00 WIB) WIB) WIB) Satelit lantai 1 4 orang 3 orang 3 orang Satelit lantai 4 1 orang 1 orang 1 orang Di samping pembagian kerja sesuai shift seperti di atas, 1 orang pekarya dan 1 orang Asisten Apoteker bertugas di luar jadwal shift. Mereka bekerja dari hari Senin hingga Jumat dari pukul 08.00 – 15.30 WIB dan bertugas dalam hal pemesanan barang ke Gudang Pusat. Petugas yang terdapat di depo lantai 4 bukan petugas tetap, melainkan petugas yang berasal dari satelit lantai 1 juga. Dari 20 orang Asisten Apoteker yang bertugas di satelit lantai 1, mereka akan secara bergantian menjadi petugas di depo lantai 4. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 53 4.3.2 Kegiatan Satelit Farmasi IGD 4.3.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi untuk satelit lantai 1 dan depo lantai 4 dilakukan secara terpisah. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi didasarkan pada pola dan jumlah pemakaiannya di IGD. Perencanaan di IGD dilakukan setiap 6 bulan sekali mengikuti jadwal perencanaan di RSCM. Satelit lantai 1 melakukan defekta besar ke bagian gudang pusat RSCM dua kali dalam seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Jumat. Alur pelaksanaan defekta adalah sebagai berikut : Satu hari sebelum hari defekta besar, yaitu pada hari Senin dan Kamis, pihak satelit akan membuat entry data defekta yang akan di-posting melalui sistem IT ke Gudang Pusat. Tujuannya adalah agar pihak gudang menyiapkan terlebih dahulu barang yang diminta oleh pihak Satelit IGD. Keesokan harinya pada hari defekta besar, pekarya dan Asisten Apoteker dari IGD datang ke Gudang Pusat untuk mengurus pengambilan barang yang telah diminta. Pekarya akan melakukan pengambilan barang, sementara Asisten Apoteker bersama dengan petugas gudang akan melakukan pengecekan untuk menyesuaikan antara nama perbekalan farmasi, jenis, bentuk sediaan, dan jumlah barang yang diambil dari Gudang Pusat dengan data defekta dari IGD dan data yang di-entry pihak gudang ke dalam sistem IT-nya. Setelah data sesuai, lembar defekta ditandatangani oleh pihak yang menyerahkan (pihak gudang) dan pihak yang menerima barang (pihak Satelit IGD). Pihak Satelit IGD akan mendapat satu copy lembar defekta tersebut. Apoteker Penanggungjawab Satelit IGD akan mengecek kembali kesesuaian data dari lembar defekta dengan barang yang diterima. Apabila telah sesuai, penambahan stok barang di satelit IGD akan diproses melalui sistem IT yang ada. Defekta perbekalan farmasi dipisahkan, antara defekta obat, alat kesehatan, dan narkotika. Maksud pemisahan tersebut adalah untuk mempermudah pelaporan mutasi oleh pihak gudang. Permasalahan terkait defekta yang sering terjadi adalah tidak sesuainya jumlah barang yang diminta pihak Satelit IGD dengan jumlah barang yang diberikan pihak Gudang Pusat. Hal tersebut menyebabkan defekta kecil juga sering dilakukan di luar hari defekta besar untuk memenuhi kebutuhan barang yang belum terpenuhi tersebut. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 54 Satelit lantai 1 juga menyediakan perbekalan farmasi untuk keperluan depo lantai 4. Sistem pengadaan barang di depo lantai 4 dilakukan dengan mengajukan defekta ke depo lantai 1. Defekta besar dari depo lantai 4 juga dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu di hari Senin dan Kamis. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD telah diatur sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Susunan penyimpanan dibuat berdasarkan pembagian berikut : 1) Bentuk dan jenis perbekalan farmasi a) Obat Penyusunan obat dibedakan lagi berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu sediaan tablet, sediaan cair, sediaan topikal, injeksi, dan cairan infus. b) Alat kesehatan Penyusunan alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan kegunaannya. 2) Suhu penyimpanan dan stabilitas Obat-obat termolabil yang memerlukan penyimpanan di suhu dingin (2° – 8°C) disimpan pada kulkas terpisah. 3) Susunan alfabetis Obat disusun sesuai urutan alfabetis nama generik atau nama dagangnya. 4) Sifat bahan Bahan – bahan beracun dan berbahaya (B3) disimpan secara terpisah dalam lemari yang terbuat dari bahan tahan api, serta dilengkapi dengan label bahan berbahaya dan lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan. 5) Sistem FIFO dan FEFO Perbekalan farmasi disusun dengan menempatkan barang yang pertama kali masuk atau barang dengan tanggal kedaluwarsa paling dekat terletak di bagian depan sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan lebih dulu. Penyimpanan di Satelit Farmasi IGD juga menerapkan pengaturan khusus untuk obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat high alert dan obat LASA sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Untuk sediaan narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terletak di bagian belakang satelit, terpisah dari lemari penyimpanan obat lain. Kedua lemari tersebut selalu terkunci dan khusus untuk lemari narkotika, dilengkapi dengan pintu ganda. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 55 Kunci lemari dikalungkan pada salah satu petugas farmasi yang sedang bertugas. Kunci diserahterimakan kepada petugas farmasi lainnya ketika pemegang kunci sebelumnya akan bepergian. Untuk mengontrol stok perbekalan farmasi yang terdapat di Satelit Farmasi IGD dilakukan dengan stok opname. Stock opname (SO) untuk semua perbekalan farmasi yang terdapat di satelit lantai 1 dilakukan setiap 3 bulan sekali. Selain SO, langkah pengontrolan lainnya yang juga dilakukan adalah dengan memisahkan penyimpanan produk obat-obat mahal untuk memudahkan pengontrolan, pengecekan stok narkotika setiap satu minggu sekali, pengecekan stok persediaan benang bedah setiap pergantian shift, serta penerapan sistem sampling yang harus dilakukan oleh semua Asisten Apoteker setiap harinya untuk mengecek kesesuaian stok dari data kartu stok dengan jumlah fisik barang di satelit. Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diterapkan di Satelit Farmasi IGD adalah berdasarkan dua sistem, yaitu sistem peresepan individu dan sistem floor stock. Sistem peresepan individu adalah sistem penyiapan dan pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep per pasien. Sistem peresepan di IGD sebagian besar masih menggunakan resep manual. Akan tetapi, saat ini telah dilakukan uji coba penggunaan peresepan online menggunakan sistem Electronic Health Record (EHR) yang dimulai dari lantai 3 IGD. Penggunaan sistem tersebut masih perlu dievaluasi dan disempurnakan kembali, sebelum nantinya diberlakukan pada bagian lainnya di IGD. Selama masa uji coba, penerapan sistem EHR masih mengalami beberapa masalah, yaitu : 1) Resep seringkali salah terkirim ke gedung A yang juga sudah menjalankan sistem peresepan secara online; 2) Belum semua dokter memiliki akun untuk mengoperasikan sistem peresepan; 3) Dokter seringkali memberikan akunnya kepada perawat dengan alasan untuk mempercepat peresepan sehingga resep dapat dibuat oleh perawat; serta 4) Sistem bed management yang belum baik sehingga seringkali ruangan tujuan resep tidak jelas. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 56 Pola peresepan yang ditemui di IGD dapat berupa resep harian atau resep untuk per satu kali pemakaian, tergantung asal ruangan resep tersebut. Alur pelayanan untuk resep individu adalah sebagai berikut : Resep dari dokter akan diserahkan ke nurse station. Di nurse station masing-masing lantai terdapat Pembantu Orang Sakit (POS) yang akan mengantarkan resep tersebut ke Satelit Farmasi IGD lantai 1. Resep kemudian diverifikasi oleh Asisten Apoteker. Verifikasi yang dilakukan meliputi skrining kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. Pemeriksaan kelengkapan resep meliputi nama dokter, ruangan asal resep, nama pasien, nomor rekam medis, dan tanggal lahir pasien. IGD sudah menerapkan sistem barcode untuk data pasien sehingga sebagian besar data pasien sudah tercetak dalam bentuk label yang ditempelkan pada resep. Dengan demikian, kelengkapan identitas pasien lebih terjamin dan mudah terbaca oleh petugas farmasi. Verifikasi lainnya adalah untuk kesesuaian farmasetik yang dilihat dari kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatan sediaan. Apabila terdapat ketidaklengkapan dari kedua aspek tersebut, petugas farmasi yang melakukan verifikasi resep akan menuliskan temuannya pada lembar checklist review resep obat pasien. Verifikasi dari segi klinis, antara lain berupa pengecekan ada tidaknya status alergi pasien, dosis, serta frekuensi penggunaan obat. Petugas satelit selanjutnya akan memastikan bahwa barang yang diminta tersedia dan menentukan jumlah barang yang akan diberikan. Jika stok obat tersedia di depo, data dari resep akan di-input ke dalam database komputer dan diberi harga. Setelah seluruh prosedur verifikasi selesai, barang akan disiapkan sesuai resep. Setiap melakukan pengambilan barang dari stok di satelit, petugas harus mencatat mutasinya pada kartu stok barang yang sesuai. Barang yang telah diambil lalu diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah dilengkapi dengan identitas pasien, meliputi nama pasien, nomor rekam medis, dan ruang rawat. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara diantar ke ruang rawat atau diambil langsung oleh perawat, dokter, atau keluarga pasien di satelit farmasi lantai 1. Terdapat Ketentuan Pengiriman Obat di IGD yaitu: a. Apabila cito, maka harus diselesaikan < 15 menit b. Apabila Tidak cito, maka mengikuti aturan pengiriman Obat sebagai berikut: Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 57 Tabel 4.3 Aturan Pengiriman Obat di IGD No. Jam Resep Jam Antar Resep dari Selesai dan ruangan diantar Jam Penyuntikan di Ruangan 1 05.00-11.00 Max 11.00 siang 12.00-13.00 2 13.00-17.00 Max 17.00 sore 18.00-19.00 3 18.00-23.00 Max 23.00 24.00-01.00 4 01.00 (dini hari) - 05.00 (subuh) Max 05.00 06.00-07.00 5 Untuk simvastatin dan simarc 21.00-22.00 6 Untuk antibiotika disesuaikan Max 20.00 jam masuk awal penyuntikan b. Tugas shift pagi : Semua resep cito untuk pasien baru dan ganti terapi, resep ICU dan penyiapan resep untuk penyuntikan jam 12.00 dan jam 18.00 (jika resep sudah datang) c. Tugas Shift Sore: Semua resep cito untuk pasien baru dan ganti terapi, resep ICU pasien baru dan penyuntikan resep untuk penyuntikan jam 18.00 d. Tugas shift Malam: Semua resep cito untuk pasien baru dan ganti terapi, Resep ICU pasien baru dan penyiapan resep untuk penyuntikan jam 24.00 dan 06.00 pagi e. Untuk resep boarding diberikan untuk satu hari f. Untuk ruangan urgent observasi diberikan 1 hari g. Untuk ruang ICU dikirimkan jam 14.00 Sementara itu, sistem distribusi floor stock diberlakukan untuk persediaan paket tindakan, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), dan persediaan perbekalan farmasi di troli emergensi. 1) Paket tindakan Paket yang disiapkan oleh Satelit Farmasi IGD di lantai 1 dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu paket yang termasuk dalam cost unit pasien dan paket yang tidak termasuk dalam cost unit pasien. Paket untuk tindakan medis di bagian urgent lantai 1 dan di ruang hemodialisa anak merupakan paket yang termasuk dalam Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 58 cost unit pasien sehingga setiap pasien pasti akan dibebani biaya yang sama untuk paket ini, meskipun pasien tidak menggunakannya. Paket yang tidak termasuk dalam cost unit, antara lain paket kebidanan (untuk lantai 3 IGD) serta paket bedah dan paket anestesi (untuk lantai 4 IGD). Biaya ketiga paket tersebut hanya dibebankan kepada pasien sesuai dengan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang digunakan saja. 2) Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) BMHP atau Bahan Medis Habis Pakai merupakan perbekalan farmasi dasar yang disediakan oleh pihak farmasi di lemari penyimpanan di ruang rawat. Stok BMHP disalurkan setiap 1 minggu sekali ke ruang rawat, yaitu pada hari Senin, serta dimonitor kondisi penyimpanannya setiap 1 bulan sekali oleh pihak farmasi. 3) Troli emergensi Dalam rangka penanganan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi kegawatdaruratan medis di IGD, tersedia 6 buah troli emergensi yang masingmasing terdapat di lantai 1 (unit anak dan urgent), lantai 2 (ICU dan Intermediate Ward (IW), lantai 3, dan lantai 4. Isi dari troli emergensi adalah obat-obat penyelamat hidup (OPH), alat untuk membuka jalan napas (airway), alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah (circulation), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP). Barang-barang di dalam troli emergensi diisi oleh pihak Satelit Farmasi lantai 1 IGD. Isi troli disesuaikan dengan kebutuhan OPH dan alat kesehatan ABC dari unit di mana troli tersebut berada. Tanggal kedaluwarsa obat dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam troli harus dicatat pada lembar checklist troli emergensi yang tersedia. Setelah troli terisi, pihak farmasi akan menguncinya menggunakan kunci disposable. Petugas farmasi yang melakukan penguncian troli harus mengisi Berita Acara penutupan troli dan menandatanganinya. Setiap pagi dan malam hari, dokter atau perawat di tiap lantai akan mengecek kondisi dan nomor seri kunci disposable troli emergensi untuk memastikan bahwa troli masih terkunci. Troli emergensi akan dibuka ketika terdapat code blue yang berarti terjadi kondisi kegawatdaruratan medis. Setelah tindakan untuk pasien Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 59 dilakukan, dokter atau perawat harus menandai nama perbekalan farmasi dan jumlah yang digunakan dari troli pada lembar checklist troli emergensi serta menuliskan nama pasien yang menggunakan. Dokter harus membuat resep untuk meminta penggantian perbekalan farmasi yang telah digunakannya dari troli emergensi dan memberitahu pihak Satelit lantai 1. Resep dibuat atas nama pasien yang menggunakan perbekalan farmasi dari troli sehingga biaya penggantiannya akan ditagihkan kepada pasien tersebut. Petugas farmasi dari Satelit lantai 1 akan menyiapkan barang pengganti sesuai resep dokter beserta kunci baru untuk troli tersebut. Bersama dengan perawat, pihak farmasi akan mengecek kembali kelengkapan seluruh isi troli. Troli harus dikunci menggunakan kunci disposable baru. Nomor seri kunci harus dicatat setiap kali terjadi penggantian kunci. Selanjutnya seperti pada awal pengisian troli, petugas farmasi harus mengisi Berita Acara penutupan troli. Pada Berita Acara tersebut harus dituliskan juga nama pembuka troli, tanggal pembukaan, alasan pembukaan, dan nama pasien yang memerlukan. Berita Acara tersebut ditandatangani oleh petugas farmasi beserta perawat sebagai saksi. Barang yang telah terdapat pada floor stock tidak perlu diresepkan kembali oleh dokter. Apabila terdapat barang floor stock pada resep dokter, maka pihak farmasi akan mengonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan untuk membatalkan peresepan barang tersebut. Saat verifikasi resep, jika ditemui peresepan barang floor stock, maka kejadian tersebut dicatat di dalam lembar checklist review resep obat pasien sebagai temuan masalah obat. 4.3.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik Kegiatan farmasi klinik di IGD telah berjalan dengan adanya seorang Apoteker klinis. Pelayanan farmasi klinik dilakukan untuk melayani kebutuhan pasien dari lantai 1 hingga lantai 3 IGD. Beberapa jenis pelayanan yang telah dilakukan, antara lain : a. Verifikasi resep. Apoteker klinis akan melakukan verifikasi resep sebelum obat di-dispense. Akan tetapi, ketika Apoteker klinis tidak ada di satelit, proses verifikasi dilakukan oleh Asisten Apoteker; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 60 b. Monitoring penggunaan obat dilakukan dengan cara menyesuaikan antara obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks; c. Pemberian informasi obat pulang dilakukan pada saat penyerahan obat kepada pasien yang akan pulang. Pemberian informasi obat pulang di IGD diutamakan untuk pasien dengan penggunaan obat khusus dan berkelanjutan. 4.3.3 Kegiatan PKPA di satelit IGD Mahasiswa bertugas di satelit IGD selama 3 hari. Selama berada di satelit IGD, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi sebagai berikut : a. Melakukan evalusi penggunaan troli emergensi b. Melakukan respond time di IGD untuk resep cito dan non cito c. Melakukan sampling kartu stok, dan d. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit IGD, terdapat beberapa kendala yang ditemukan antara lain : a. Terdapat selisih stok obat di kartu stok dengan jumlah fisik obat. Untuk mengatasi hal tersebut, disarankan untuk menempel kalkulator pada rak obat agar tidak salah dalam menghitung jumlah obat, setiap rak obat dan alkes ada penanggung jawab yang menghitung stok obat setiap hari dan mengganti kartu stok dengan buku stok agar data obat mudah diperiksa b. Etiket masih ditulis manual sehingga terdapat tulisan yang tidak jelas dan memperlambat respond time pelayanan kepada pasien. Sebaiknya diadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam proses dispensing obat sehingga pelayanan lebih cepat dan informasi obat dapat terbaca dengan jelas oleh pasien. c. Troli emergensi sering terbuka dengan alasan tidak jelas seperti tersenggol oleh perawat. Untuk mengatasinya perlu dilakukan pengecekan secara rutin untuk memastikan troli emergensi masih terkunci, meningkatkan komunikasi farmasi, perawat dan dokter serta melakukan evaluasi terhadap terbukanya troli untuk Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 61 disampaikan kepada kepala unit. 4.4 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) Gedung A merupakan ruang rawat inap terpadu bagi semua pasien yang sedang menjalani pengobatan di RSCM. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang pada setiap lantainya terdiri dari dua zona, yaitu zona A dan zona B. Tabel 4.4 Pembagian Ruang Rawat Gedung A Lantai Ruang Rawat Zona A Ruang Rawat Zona B 1 Anak Kelas khusus dewasa 2 Kebidanan Kebidanan 3 Kelas khusus Kelas khusus 4 Bedah Bedah 5 Syaraf dan stroke Bedah syaraf, HCU 6 Kelas khusus dewasa HCU dewasa, ICU anak, penyakit dalam 7 Penyakit dalam dewasa Penyakit dalam dewasa, THT, mata 8 Hematologi dewasa, geriatri Hematologi dewasa 4.4.1 Sumber Daya Manusia Jumlah Sumber Daya Manusia di Satelit Farmasi Gedung A terdiri dari 2 orang Apoteker manajemen perbekalan farmasi dan 6 orang Apoteker klinis, 55 orang Asisten Apoteker dan 12 orang pekarya. Pelayanan farmasi untuk pasien rawat inap Gedung A dilakukan selama 24 jam yang terbagi menjadi dua shift (pagi pukul 08.00 – 14.30 WIB dan sore pukul 14.00 – 21.00 WIB), dilayani di depo farmasi setiap lantai dan tiga shift dengan penambahan shift malam pukul 21.00 – 08.00 WIB dikarenakan ada pengalihan pelayanan dari depo tiap lantai ke Gudang Farmasi Basement Gedung A. 4.4.2 Kegiatan di Satelit Farmasi Gedung A 4.4.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Manajemen perbekalan farmasi dikelola oleh Satelit Farmasi yang terdiri dari depo farmasi di setiap lantai dan Gudang Farmasi Basement Gedung A. Depo farmasi bertugas melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk pasien yang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 62 menginap di lantai tersebut, sedangkan Gudang Farmasi Basement berfungsi menyediakan kebutuhan perbekalan farmasi bagi semua depo farmasi di Gedung A dan pasien Gedung A pada malam hari. Gudang Farmasi Basement akan mendistribusikan perbekalan farmasi ke setiap depo farmasi, kemudian depo farmasi tersebut yang akan mendistribusikannya ke pasien melalui perawat. Pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Basement sama seperti pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi lain, yaitu mulai dari perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan hingga distribusinya ke pasien. Perencanaan Gudang Farmasi Basement berdasarkan pada kebutuhan depo farmasi setiap lantai, setelah pihak Gudang Basement mengetahui jumlah perbekalan farmasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan pengadaan melalui defekta ke Gudang Pusat setiap tiga kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin, Rabu, dan Jumat menggunakan sistem online. Setelah dilakukan pemesanan dan penyiapan barang oleh petugas Gudang Pusat, pekarya dari Gudang Farmasi Basement Gedung A akan melakukan penerimaan perbekalan farmasi di Gudang Pusat. Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan di Gudang Basement. Sediaan farmasi disusun berdasarkan sistem alfabetis, bentuk sediaan, generik/non-generik, kestabilan (obat termolabil), dan FEFO/FIFO, sedangkan alat kesehatan disusun berdasarkan fungsinya. Beberapa sediaan farmasi harus disimpan secara khusus atau terpisah dari sediaan lainnya antara lain: a. Narkotika: disimpan di lemari khusus yang berpintu dan berkunci ganda. Lemari tersebut harus selalu dikunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi yang bertanggung jawab pada saat itu. b. Psikotropika: disimpan di lemari khusus yang berpintu. Lemari tersebut juga harus selalu terkunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi yang bertanggungjawab pada saat itu. Kunci lemari psikotropika biasanya akan digabung dengan kunci lemari narkotika. c. Obat mahal: disimpan di lemari terpisah dengan sediaan lainnya agar dapat memudahkan pengontrolan penggunaan obat tersebut. d. Obat LASA, penyimpanan obat LASA sama dengan di satelit-satelit lain sesuai dengan prosedur yang berlaku. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 63 e. Obat High Alert, penyimpanan obat High Alert sama dengan di satelit-satelit lain sesuai dengan prosedur yang berlaku. f. Obat sitostatika, yaitu obat yang digunakan untuk pasien kanker pada saat menjalani kemoterapi. Obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi stiker ungu obat kemoterapi pada setiap satuan terkecil obat. Penanganan obat ini harus sangat diperhatikan karena bahaya yang ditimbulkan akibat paparan obat ini sangat besar. Lemari obat sitostatika ditandai garis merah menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi dari lemari. g. Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): disimpan di lemari besi yang tertutup rapat karena sifatnya yang korosif, mudah terbakar, dan sifat yang berbahaya lainnya. Di bagian depan pintu harus tertempel simbol B3 dan terdapat MSDS yang merupakan pedoman penanganan untuk masing-masing B3 di dalam lemari tersebut. h. Obat yang memiliki waktu kadaluwarsa enam bulan ke depan akan dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning dan ditempeli stiker kuning yang berisi informasi bulan dan tahun kadaluarsa. Untuk memenuhi kebutuhan pasien, Gudang Farmasi Basement mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai berdasarkan defekta dari depo. Depo di setiap lantai biasanya melakukan defekta ke Gudang Farmasi Basement setiap hari sesuai dengan kebutuhan obat pasien. Perbekalan farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas Gudang Basement akan dikirimkan ke depo farmasi. Obat-obat yang perlu diracik, disiapkan di ruang peracikan khusus yang tersedia di Gudang Farmasi Basement. Sistem peresepan di Gedung A sudah menggunakan sistem online berupa Electronic Health Record (EHR). Kelebihan penggunaan sistem ini adalah dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam pemberian obat. Selain itu, kelengkapan administrasi resep secara otomatis terpenuhi, resep lebih cepat sampai di depo farmasi sehingga akan lebih cepat untuk melakukan dispensing obat, serta tagihan pasien dapat diketahui secara real time. Dokter biasanya mengirimkan resep pasien pada hari Senin untuk penggunaan dari Senin sore hingga Kamis siang serta resep Kamis untuk penggunaan dari Kamis sore hingga Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 64 Senin siang. Akan tetapi, masih ada beberapa dokter yang melakukan peresepan secara manual khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus di lantai 1, 3, dan 6. Obat-obat yang sudah diresepkan kemudian disiapkan oleh farmasi di depo dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan, yaitu resep unit dose dan peresepan individu. Sistem unit dose, yaitu sistem distribusi obat yang disiapkan untuk setiap kali waktu minum obat, dimulai dari sore hingga siang hari di hari berikutnya. Walaupun obat disiapkan secara unit dose, namun penyerahan obat ke perawat tetap dilakukan satu kali sehari untuk penggunaan selama satu hari, yaitu setiap sore hari sebelum pukul 17.00 WIB. Sistem unit dose ini hanya diberlakukan untuk obat oral, kecuali di depo farmasi lantai 3 yang sudah menerapkan sistem unit dose untuk obat-obat parenteral. Sistem distribusi peresepan individu digunakan untuk penyiapan obat bagi pasien yang akan pulang. Selain ketiga sistem distribusi tersebut, depo farmasi Gedung A juga menerapkan sistem distribusi floor stock. Obat dan alkes yang didistribusikan dengan metode floor stock, yaitu obat dan alkes yang diberikan tanpa melalui verifikasi petugas farmasi. Obat dan alkes ini meliputi bahan medik habis pakai dan troli emergensi. Troli emergensi merupakan persediaan obat dan alkes pada keadaan darurat, berisi obat-obat penyelamat hidup dan alat-alat kesehatan penyelamat hidup. Setiap kegiatan manajemen obat dan alkes yang dilakukan harus disertakan dengan laporan. Laporan yang disiapkan oleh Gudang Farmasi Basement antara lain laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis pakai), laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan penggunaan obat formularium, dan laporan barang implan. Laporan tersebut dibuat setiap bulan dan dikirim maksimal tanggal 5 setiap bulannya ke Koordinator Adminkeu dan Koordinator Pelayanan Farmasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 65 4.4.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik Kegiatan farmasi klinik di Gedung A RSCM berjalan cukup baik. Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi klinik di Gedung A meliputi verifikasi resep, monitoring pengobatan, visite, pelayanan konseling, pelayanan informasi obat, dan pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking). a. Verifikasi resep Hal-hal yang dilakukan oleh Apoteker selama verifikasi resep meliputi pemeriksaan kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis pasien. Pemeriksaan kelengkapan administrasi resep tidak dilakukan karena Gedung A sudah menggunakan sistem EHR sehingga kelengkapan administrasi resep telah lengkap secara otomatis. b. Monitoring pengobatan Monitoring pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada tidaknya diskrepansi (ketidaksesuaian pengobatan pasien) dan mengetahui perkembangan pengobatan pasien. Hal-hal yang dilakukan selama monitoring pengobatan pasien meliputi : 1) Melihat kesesuaian antara resep dokter di EHR dengan kardeks (laporan pemberian obat oleh perawat) serta obat yang ditulis di status pasien (Medical Record). 2) Kesesuaian pemberian obat terhadap hasil laboratorium pasien. 3) Melihat kesesuaian dosis yang diberikan. 4) Interaksi obat yang terjadi karena polifarmasi. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 66 c. Visite Visite merupakan kunjungan yang dilakukan ke ruang rawat pasien yang bertujuan untuk : 1) meningkatkan pemahaman mengenai riwayat pengobatan pasien, perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif; 2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; dan 3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal pemilihan terapi dan monitoring terapi. Visite dapat dilakukan oleh Apoteker secara mandiri maupun berkolaborasi bersama tim medis lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi. Dalam kegiatan visite, Apoteker berperan dalam memberikan rekomendasi pengobatan pasien terkait kesesuaian obat dengan penyakitnya, kesesuaian dosis dan sediaan obat, ketersediaan obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta kemungkinan terjadinya interaksi obat. d. Pelayanan konseling Konseling dilakukan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap. Konseling diprioritaskan bagi pasien geriatri (usia lanjut ≥ 60 tahun), pediatri (anak-anak < 18 tahun), pasien yang akan pulang, pasien dengan obat polifarmasi, pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit. Konseling yang diberikan bagi pasien yang akan pulang cukup informatif. Umumnya, pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-obat tersebut selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang terlalu mendetail. Akan tetapi, Apoteker sebaiknya meminta pasien untuk mengulangi informasi yang telah disampaikan. Hal tersebut sebagai proses evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh pasien tanpa ada kesalahan dalam memahami informasi. Selain itu, Apoteker juga menuliskan informasi obat pada formulir informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian obat, serta informasi khusus. Fungsi formulir konseling ini untuk memudahkan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 67 pasien dalam pemakaian obat di rumah sehingga tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan obat di rumah meliputi dosis maupun aturan pakai obat. Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan). Walaupun pada saat konseling oleh Apoteker telah diberikan formulir informasi obat, namun pasien akan lebih sering melihat aturan penggunaan obat pada etiket. Oleh karena itu, informasi ini juga sangat penting tersedia di etiket obat agar pasien tidak salah dalam penggunaan obat. e. Pelayanan informasi obat (PIO) PIO merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Apoteker selama 24 jam. PIO terdiri dari: 1) PIO pasif, yaitu berupa menjawab pertanyaan yang berasal dari tenaga kesehatan di lingkungan RSCM. Saat ini kegiatan PIO pasif baru terlaksana bagi tenaga medis di lingkungan Gedung A RSCM dan juga pertanyaan yang berasal dari luar RSCM. 2) PIO aktif, yaitu berupa memberikan informasi secara aktif, seperti membuat buku panduan, leaflet, brosur, dan media lainnya. Dalam melakukan kegiatan PIO, Apoteker mencari informasi yang dibutuhkan menggunakan buku-buku literatur terbaru maupun media elektronik seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan mengenai kestabilan obat, substitusi obat, dosis obat untuk pasien dengan keadaan tertentu, dan pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama pasien menjalani perawatan. Laporan dari kegiatan PIO akan direkapitulasi dan dilaporkan setiap bulan sehingga memudahkan pencarian kembali apabila pertanyaan serupa ditanyakan kembali di lain waktu. PIO aktif RSCM saat ini hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan, belum dapat dilakukan secara rutin. Kegiatan PIO aktif yang telah dilakukan antara lain: 1) Pembuatan leaflet penggunaan obat khusus, seperti tetes hidung, salep dan tetes mata, suppositoria, dan sebagainya; 2) Pembuatan buku panduan NGT, stabilitas obat, dan high-alert; Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 68 3) Pembuatan buku saku untuk penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes melitus, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya; serta Untuk kedepannya, kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat bermanfaat bagi pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang berisi informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia. f. Pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking) Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan bagi pasien yang baru dirawat di Gedung A. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat alergi, melihat efek samping dari penggunaan obat sebelumnya, dan menyesuaikan terapi sebelum perawatan dan saat perawatan di RSCM. Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan dalam waktu 48 jam saat pertama pasien datang. Ketika melakukan pengambilan riwayat pengobatan, Apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi: nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep, non-resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan (dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat, dan jumlah obat tersisa. Selain itu, Apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan efek samping obat yang pernah dialami pasien. 4.4.3 Kegiatan PKPA di Gedung A Selama berada di Gedung A, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan farmasi klinis. 1. Manajemen Pengelolaan Perbekalan Farmasi Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama PKPA untuk memahami manajemen perbekalan farmasi di Gedung A, yaitu : a. Memahami prosedur defekta dari depo ke Gudang Farmasi Basement. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 69 b. Membantu memeriksa kesesuaian penempelan stiker LASA pada rak obat yang tergolong ke dalam obat LASA. c. Melakukan pengamatan terhadap alat pelindung diri (APD) yang digunakan oleh juru racik hingga alat-alat yang digunakan selama proses peracikan. d. Memahami proses dispensing obat di depo farmasi Gedung A dengan ikut serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama Asisten Apoteker yang bertugas di depo tersebut. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Manajemen Perbekalan Farmasi Gedung A, terdapat beberapa kendala yang ditemukan antara lain : a. Terdapat ruangan yang bocor di gudang farmasi basement gedung A sehingga dikhawatirkan dapat merusak obat dan menghalangi kegiatan pengambilan obat karena adanya tampungan ember untuk menampung air bocoran tersebut. Disarankan untuk segera dilakukan perbaikan ruangan sebelum kerusakan menjadi semakin parah. b. Terdapat tenaga farmasi yang kurang disiplin di gudang karena ditemukan peletakan barang yang bukan pada tempatnya yaitu MSDS dam kartu stok sehingga petugas lain dapat mengalami kesulitan saat mencari perbekalan farmasi tersebut.Disarankan untuk mensosialisasikan kembali kepada tenaga farmasi untuk disiplin. c. Masih adanya petugas yang tidak mengikuti briefing di pagi hari. Oleh karena itu, disarankan untuk mensosialisasikan kembali pentingnya briefing di pagi hari dan ditegaskan kembali kepada para tenaga farmasi agar tetap disiplin kembali dalam melakukan pekerjaannya. d. Jumlah retur obat di tiap depo farmasi gedung A masih tinggi, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan yaitu dokter, perawat dan farmasis, selain itu juga kurangnya ketelitian dari tenaga farmasi dalam melakukan verifikasi resep sehingga jumlah obat yang diberikan berlebih. Disarankan untuk meningkatkan koordinasi antara dokter, perawat dan farmasis dengan lebih meningkatkan komunikasi dalam menyiapkan obat dan alkes untuk pasien. Juga bagi farmasis yang melakukan verifikasi resep disarankan lebih teliti lagi. Jika ditemukan adanya peresepan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 70 obat yang jumlahnya lebih banyak dari yang biasa diresepkan maka harus melakukan konfirmasi kepada dokter sehingga dapat meminimalkan retur obat. 2. Pelayanan Farmasi Klinik Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan mahasiswa PKPA di Gedung A antara lain: a. Melakukan monitoring dan pengambilan riwayat pengobatan pada formulir yang tersedia, serta berdiskusi bersama Apoteker klinik mengenai data yang didapatkan. b. Menyiapkan obat, menulis informasi obat pulang pada formulir yang telah disediakan dan memberikan konseling obat untuk pasien yang akan pulang. c. Melakukan pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang diajukan melalui telepon yang masuk ke unit PIO. Mahasiswa mendapatkan beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi di depo dan dokter. Dalam menjawab pertanyaan yang diterima, mahasiswa mencari informasi dari literatur yang telah tersedia di ruangan, yaitu Drug Information Handbook dan literatur lain, seperti MIMS serta literatur dari internet. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Farmasi Klinik Gedung A, terdapat beberapa kendala yang ditemukan antara lain : a. Tidak adanya telepon khusus untuk pelayanan PIO. Disarankan untuk menambah telepon khusus untuk PIO. b. Terkadang tidak terdapat apoteker di ruangan PIO sehingga jika ada pertanyaan, penanya harus menunggu atau menelepon ketempat lain untuk mencari apoteker. Disarankan untuk dibuat jadwal bergilir agar apoteker selalu standby untuk pelayanan PIO. 4.5 Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU) Satelit Farmasi ICU merupakan salah satu unit yang melayani pasien selama 24 jam setiap hari. Setelit ini beroperasi mulai pukul 07.30 – 14.30 untuk shift pertama, dari pukul 14.00 – 21.00 untuk shift kedua, dan dari pukul 21.00 – 08.00 untuk shift ketiga. Pelayanan resep dilakukan untuk pasien jaminan maupun Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 71 pasien umum yang membayar secara tunai. Satelit ini melayani resep rawat inap dari ICU dewasa, ICCU, dan juga menyiapkan paket tindakan endoskopi. Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU meliputi pengelolaan perbekalan kefarmasian, mulai dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Satelit Farnasi ICU meliputi parade pagi, visite pasien, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat. 4.5.1 Sumber Daya Manusia Pelayanan farmasi di Satelit Farmasi ICU dikelola oleh satu orang Apoteker manajemen perbekalan farmasi dan satu orang Apoteker klinis, dibantu oleh delapan orang Asisten Apoteker. Apoteker manajemen perbekalan farmasi bertanggung jawab atas ketersediaan perbekalan farmasi sedangkan Apoteker farmasi klinis bertanggung jawab atas perkembangan pasien secara klinis. Kedua apoteker tersebut berada dibawah tanggungjawab Koordinator Pelayanan Farmasi. 4.5.2 Kegiatan di Satelit Farmasi ICU 4.5.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perencanaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU dilakukan 2 kali dalam satu tahun berdasarkan pemeriksaan pada kartu stok dan banyaknya kebutuhan perbekalan farmasi dari resep. Pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU menggunakan defekta online ke Gudang Pusat setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk pengambilan barang dilakukan pada hari Selasa dan Jumat. Sama halnya dengan satelit-satelit lain, satelit farmasi ICU melakukan pengadaan perbekalan farmasi sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku. Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu obat dan alat kesehatan. Penyimpanan obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, generik atau nama dagang. Untuk alat kesehatan, penyimpanan dilakukan berdasarkan fungsi dan penggunaannya. Sama halnya dengan satelit-satelit lain, penyimpanan perbekalan farmasi sudah dilakukan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 72 sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan, termasuk obatobat narkotika dan psikotropika, obat-obat high alert, obat-obat sitostatika serta obat-obat termolabil. Di Satelit Farmasi ICU terdapat pelabelan khusus dalam penyimpanan obat yaitu obat-obat LASA dan obat yang mendekati tanggal kadarluasa. Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan diberikan stiker LASA berwarna hijau yang ditempelkan pada wadah penyimpanan obat. Obat yang mendekati tanggal kadaluarsa dimasukkan ke dalam plastik obat berwarna kuning dan diberi label warna kuning dengan mncantumkan bulan dan tahun kadaluarsa obat tersebut. Sistem distribusi yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU meliputi peresepan individual dan floor stock. Pada sistem distribusi peresepan individual, dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar ke satelit oleh perawat atau keluarga pasien. Petugas satelit akan melakukan verifikasi terhadap resep yang diterima. Verifikasi resep, meliputi verifikasi administratif, farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya, seperti kelengkapan persyaratan jaminan pasien serta hasil lab untuk penggunaan obat-obat tertentu, seperti albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT dan diberi harga. Setelah itu, obat disiapkan oleh petugas satelit. Petugas pelaksana dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai dengan permintaan dalam resep, lalu dicatat mutasinya pada kartu stok. Selanjutnya, obat dikemas dan diberi etiket. Setelah selesai dispensing, petugas ruangan diinformasikan oleh pertugas Satelit Farmasi ICU untuk mengambilnya di Satelit Farmasi ICU. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang telah menyerahkan resep cito ke Satelit ICU akan menunggu obat yang didispensing untuk segera dibawa ke ruang rawat. Untuk sistem distribusi floor stock, Satelit Farmasi ICU mendistribusikan perbekalan farmasi ke ruang rawat berupa troli emergensi. Prosedur penggunaan barang pada troli emergensi sudah dilakukan sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Yang bertanggungjawab atas troli emergensi adalah farmasi dan perawat. Farmasi bertanggungjawab dalam hal perbekalan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 73 farmasi, sedangkan perawat bertanggungjawab dalam hal pengontrolan kelengkapan dan penggunaan alat kedokteran di dalam troli. Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi ICU. Prosedur retur obat tidak dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. Prosedur retur obat yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU yaitu perawat mengecek perbekalan farmasi yang diretur lalu menuliskan di form retur dan menyerahkan ke satelit, petugas satelit mengecek kembali baik jenis maupun jumlah perbekalan farmasi tanpa didampingi dengan perawat dan selanjutnya petugas satelit mengembalikan perbekalan pada tempatnya dan menulis di kartu stok. 4.5.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Satelit Farnasi ICU meliputi parade pagi, visite pasien, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat. Apoteker klinis di Satelit Farmasi ICU melakukan parade pagi setiap pukul 08.00 – 10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Parade ini bertujuan untuk membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien, dan rencana tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien. Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam perawatan pasien, ketersediaan obat di Instalasi Farmasi, dosis obat yang sesuai indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan pasien juga disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien. Setelah parade pagi, Apoteker klinis melaksanakan visite bersama dokter, perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan visite, tim tersebut dapat mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya. Pada saat melakukan visite, dapat terjadi perubahan terapi ataupun tindakan. Peran Apoteker pada saat itu adalah memberikan rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi atau tindakan yang akan diterapkan. Selain itu, Apoteker klinis juga melakukan pengkajian resep. Apoteker mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis obat yang diresepkan oleh dokter. Jika Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 74 terdapat terapi yang kurang sesuai, Apoteker meminta konfirmasi kepada dokter yang bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat dilakukan oleh Apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks, dan status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh. Pasien di ICU dengan kondisi yang telah stabil umumnya akan dipindahkan ke ruang rawat inap di Gedung A, sedangkan pasien ICCU yang kondisinya sudah baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan kegiatan farmasi klinis di ICCU, salah satunya adalah memberikan informasi obat pada pasien yang akan pulang dengan melampirkan form informasi obat pulang yang berisikan mengenai informasi obat-obat yang diberikan disertai dengan indikasi, jumlah obat maupun aturan pemakaian. Apoteker juga mencantumkan nomor telepon yang dapat dihubungi sehingga pasien dapat menanyakan hal-hal yang kurang jelas terkait dengan terapi pengobatan pasien kepada apoteker di rumah. 4.5.3 Kegiatan PKPA di Satelit Farmasi ICU Kegiatan yang dilakukan selama berada di Satelit Farmasi ICU antara lain: b. Memahami proses dispensing obat dengan ikut serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama Asisten Apoteker yang bertugas di depo tersebut. c. Mengikuti parade pagi bersama dokter dan perawat untuk membahas perkembangan pasien. d. Melakukan visite pasien terkait dengan rencana terapi yang akan dilakukan serta untuk mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya e. Melakukan pengkajian resep dokter f. Melakukan monitoring obat dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks, dan status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan terapi yang diperoleh g. Mengamati konseling pasien pulang di ICCU Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 75 Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Farmasi ICU, terdapat beberapa hal yang diamati oleh mahasiswa. Berikut adalah hasil pengamatan serta beberapa masukan untuk memperbaiki kinerja di Satelit Farmasi ICU : a. Resep-resep yang diterima di Satelit ICU terkadang tidak memenuhi kelengkapan syarat penulisan resep. Contohnya, seringkali ditemukan tidak ada nama dokter, riwayat alergi, jenis sediaan, kekuatan sediaan, nomor rekam medis (NRM) pasien, serta tanggal lahir pasien. Hal ini mungkin disebabkan karena dokter lupa menulis, terburu-buru, atau karena dokter menganggap bahwa petugas farmasi telah mengetahui obat ataupun data administrasi yang dimaksud. Ketidaklengkapanan syarat penulisan resep ini dapat berpotensi menyebabkan terjadinya medication error. Ketidaklengkapan ini dapat diatasi dengan penerapan sistem peresepan online karena dengan sistem tersebut, data administratif pasien pada resep dapat dilengkapi secara otomatis, mencegah terjadinya medication error serta mempercepat pelayanan. b. Petugas Satelit Farmasi ICU harus menuliskan etiket manual dengan jumlah yang sangat banyak dari setiap resep dan pengerjaanya dalam waktu yang sesingkat mungkin. Kendala tersebut dapat diatasi dengan pengadaan printer etiket agar mempercepat pelayanan dan data yang terdapat pada etiket terisi lengkap. c. Pengaturan jadwal kerja di Satelit Farmasi ICU sebaiknya harus diatur kembali karena pelayanan masih kurang optimal akibat beban kerja yang cukup tinggi dengan jumlah asisten apoteker yang terbatas. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya dilakukan pengaturan jadwal kerja petugas yakni sebaiknya asisten apoteker untuk shift sore sebanyak 2 orang dan shift malam sebanyak 1 orang. Hal itu karena beban kerja pada shift sore lebih berat dibandingkan pada shift malam. d. Satelit Farmasi ICU dilengkapi dengan lemari yang tingginya dapat mencapai lebih dari dua meter. Terdapat beberapa perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh petugas. Biasanya petugas menggunakan alat bantu kursi untuk menjangkau perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi tersebut. Hal Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 76 ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu, penambahan fasilitas tangga lipat diperlukan untuk mengurangi risiko terjadinya kecelakaan kerja. e. Satelit Farmasi ICU terletak cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien sehingga petugas satelit harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil keluarga pasien saat pengurusan tagihan obat atau administrasi pasien. Oleh karena itu, dibutuhkan pengadaan alat pengeras suara untuk memudahkan petugas dalam melakukan pemanggilan tersebut. f. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU sudah tertata dengan cukup baik. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa produk obat tablet yang disimpan tercampur dalam satu wadah. Penyimpanan obat tersebut berisiko menimbulkan kesalahan dan menyulitkan pencarian obat saat proses dispensing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat atau pemberian sekat pada wadah tersebut untuk membatasi penyimpanan antara satu produk obat dengan produk obat lain dengan pemantauan rutin dilakukan setiap harinya agar produk obat tersebut disimpan sesuai dengan letak penyimpanannya. g. Prosedur retur obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan tidak sesuai dengan standar prosedur operasional yang ditetapkan yakni petugas satelit tidak langsung memeriksa jumlah dan jenis obat yang telah diretur oleh perawat. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya asisten apoteker memeriksa jumlah dan jenis obat langsung dihadapan perawat saat melakukan retur sehingga apabila terdapat hal yang tidak sesuai dapat langsung dikonfirmasi kepada perawat tersebut. h. Pelayanan farmasi klinik berupa konseling pasien pulang masih terdapat sedikit kekurangan yakni pasien yang akan pulang harus menunggu cukup lama untuk menerima konseling dari apoteker. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya dibuat jadwal untuk konseling pasien pulang. Apabila apoteker tidak dapat memberikan konseling, formulir informasi obat sebaiknya diisi terlebih dahulu dengan lengkap dan mendelegasikan kepada asisten apoteker untuk melakukan konseling. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 77 4.6 Satelit Farmasi Kirana Satelit Farmasi Kirana dibuka oleh IFRS pada tahun 2011 dan ditujukan khusus untuk pasien dengan diagnosis penyakit mata. Satelit yang terletak di gedung Kirana, Jl. Kimia No.8, Jakarta Pusat ini memiliki dua depo farmasi, yaitu depo farmasi lantai 1 dan lantai 3. Depo lantai 1 melayani pasien rawat jalan, sementara depo lantai 3 melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk tindakan operasi mata. Depo lantai 1 beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat dengan jadwal satu shift, yakni mulai pukul 08.00 – 15.30 WIB, sedangkan depo farmasi lantai 3 juga memiliki jadwal satu shift, yaitu mulai pukul 08.00 hingga semua tindakan operasi selesai dilakukan. 4.6.1 Sumber Daya Manusia SDM di Satelit Kirana berjumlah 6 orang, terdiri dari satu orang Apoteker Penanggungjawab dan tiga orang Asisten Apoteker yang bertugas melayani pasien jaminan dan pasien umum (bayar tunai). Selain obat mata, satelit ini juga menyediakan obat-obat lain, berupa obat oral, injeksi, narkotika, dan psikotropika sebagai terapi penyerta di luar pengobatan mata untuk pasien Kirana. Depo farmasi lantai 1 melayani pasien rawat jalan dari poli mata, rawat jalan dari bagian VIP (Citra), dan pasien pulang pasca-operasi, sedangkan depo farmasi lantai 3 hanya melayani kebutuhan ruang OK/bedah dan lasik. Bagian OK di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem paket untuk pendistribusian perbekalan farmasinya. Pada depo lantai 3 pendokumentasian dilakukan melalui pencatatan pada kertas khusus yang berisi nama barang yang keluar, jumlah, dan nama pasien yang menggunakan baru setelah itu dicatat di kartu stok. Hal ini disebabkan arus permintaan barang yang cepat. 4.6.2 Kegiatan Satelit Kirana 4.6.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan berdasarkan data pemakaian selama enam bulan terakhir. Sama halnya dengan satelit lain, data perencanaan dikirim ke Gudang Pusat untuk disiapkan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 78 pengadaannya. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang dan dikirimkan ke depo lantai 1. Defekta perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan oleh pihak depo lantai 1 secara online pada hari Senin dan Rabu, sedangkan pengambilan perbekalan farmasi dilakukan pada hari Selasa dan Kamis. Satelit Kirana tidak memiliki pekarya, maka perbekalan farmasi yang diminta diantar oleh petugas Gudang Pusat. Pada hari pengantaran barang ke Satelit Kirana, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian perbekalan farmasi yang diterima dengan defekta oleh petugas farmasi di Satelit Kirana. Kemudian, perbekalan farmasi dimasukkan ke rak perbekalan farmasi dan dicatat pemasukannya pada kartu stok. Untuk kebutuhan perbekalan farmasi depo lantai 3, barang akan diantarkan dari depo lantai 1 ke depo lantai 3 dengan memanfaatkan jasa petugas cleaning service Satelit Kirana setiap hari Kamis. Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Kirana menggunakan sistem FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitasnya, sedangkan penyimpanan alat kesehatan disimpan terpisah dari obat dan diatur berdasarkan fungsi atau penggunaannya. Penyimpanan obat khusus di Satelit Kirana, meliputi penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat termolabil, dan troli emergensi. Sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh rumah sakit, obat-obat yang tergolong LASA diatur agar tidak terletak bersebelahan dengan obat pasangannya dan telah dilakukan penempelan stiker LASA pada wadah obat-obat tersebut. Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang pada bagian tepinya ditandai dengan lakban berwarna merah, serta pada tiap kemasan primer obat diberi stiker High Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi stiker ungu. Narkotika disimpan di lemari khusus yang berkunci ganda. Kunci lemari narkotika dikalungkan pada Asisten Apoteker yang bertugas di satelit. Barang-barang dengan masa kadaluarsa enam bulan ke depan ditandai dengan label kuning yang dilengkapi dengan data bulan dan tahun kadaluwarsa obat tersebut. Obat-obat termolabil disimpan di dalam lemari pendingin. Pengecekan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 79 suhu lemari pendingin serta suhu ruangan penyimpanan Satelit Kirana dilakukan tiap pagi dan sore hari. Langkah pengontrolan terhadap stok perbekalan farmasi yang dilakukan oleh Satelit Kirana adalah kegiatan stok opname sebanyak dua kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dan Desember. Barang-barang yang diketahui telah mencapai tanggal kadaluwarsa atau rusak akan dikembalikan ke Gudang Pusat untuk dimusnahkan. Selain itu, untuk mengontol stok perbekalan farmasi dilakukan juga sampling stok oleh semua Asisten Apoteker setiap harinya Sistem distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan dengan dua cara, yaitu sistem peresepan individual dan sistem floor stock. Resep yang diterima di satelit ini adalah resep manual, tetapi beberapa dokter di ruang OK VIP telah menggunakan sistem online. Resep yang masuk per hari dapat mencapai 120-160 lembar. Resep tersebut akan disimpan di Satelit Kirana selama tiga tahun, begitu juga dengan resep narkotika. Alur pelayanan resep di Satelit Kirana adalah sebagai berikut: a. Pasien umum (resep tunai) Pasien umum cukup datang dengan membawa resep asli dari dokter. Resep tersebut diverifikasi terlebih dahulu oleh petugas farmasi, meliputi verifikasi kelengkapan resep, ketersediaan barang di satelit, dan jumlah obat yang akan diberikan. Petugas satelit akan mengonfirmasi harga obat kepada pasien untuk selanjutnya dilakukan transaksi. Kemudian, petugas satelit melakukan dispensing obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat. Alur pelayanan di Satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS yang berlaku di RSCM, yaitu mulai dari pelaksanaan verifikasi, pemberian harga, dispensing obat, dan penyerahan obat. b. Pasien jaminan Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dengan pasien jaminan terletak pada saat proses penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep asli, fotokopi resep, dan surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas satelit harus memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika obat yang akan ditebus tidak terdapat dalam DPHO Askes, maka petugas harus Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 80 menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh Askes dan menjadi tanggungan pasien. 4.6.3 Kegiatan PKPA di Satelit Kirana Mahasiswa bertugas di satelit Kirana selama 3 hari. Selama berada di satelit Kirana, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain : 1. Membuat data perbekalan farmasi berdasarkan tempat penyimpanan di depo lantai 1 dan depo lantai 3 untuk memudahkan dalam melakukan stok opname. 2. Mengecek dan mencatat perbekalan farmasi yang akan kadarluasa. 3. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada. Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit Kirana, terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pelayanan farmasi Satelit Farmasi Kirana. Beberapa hal tersebut, antara lain : a. Tidak menginformasikan kepada pasien mengenai batas penyimpanan sediaan tetes mata setelah dibuka. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya disosialisasikan kepada Asisten Apoteker secara lisan untuk menginformasikan batas penyimpanan sediaan tetes mata setelah dibuka. Jika tidak bisa dilakukan, informasi dapat ditambahkan di etiket obat. b. Retur perbekalan farmasi masih tinggi sehingg menambah beban pekerjaan petugas farmasi. Hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan evaluasi paket yang benar-benar terpakai dan meningkatkan komunikasi apoteker, perawat dan dokter. c. Tidak adanya pekarya untuk mengambil stok obat di gudang sehingga menambah beban kerja Asisten Apoteker. Disarankan agar segera dilakukan penambahan pekarya untuk mengambil stok obat di gudang. d. Tidak ada pintu akses yang terkunci untuk memisahkan petugas farmasi dengan petugas lain di lantai 3 OK sehingga petugas lain bebas keluar masuk ruangan mengambil obat dan alkes. Untuk mengatasinya, perlu dibuat loket untuk pengambilan obat dan alat operasi untuk menghindari adanya perbekalan farmasi yang hilang. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 81 e. Terdapat selisih stok obat di kartu stok dengan jumlah fisik obat. Untuk mengatasi hal tersebut, dapat diatasi dengan menempel kalkulator pada rak obat agar tidak salah dalam menghitung jumlah obat dan mengganti kartu stok dengan buku stok agar data obat mudah diperiksa. 4.7 Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi merupakan salah satu fasilitas kegiatan pengadaan perbekalan farmasi di RSCM. Perlunya diadakan kegiatan produksi ini adalah untuk memenuhi permintaan sediaan di RSCM yang memiliki kriteria, antara lain: a. Sediaan dengan formula khusus, b. Sediaan dengan kemasan yang lebih kecil (repacking), c. Sediaan yang tidak ada di pasaran, d. Sediaan dengan harga yang lebih murah, e. Produk yang harus selalu dibuat segar, dan f. Sediaan untuk keperluan penelitian. Sub Instalasi Produksi melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan aseptic dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari sediaan steril dan non-steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM, antara lain terdapat di : a. Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3: melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture), pencampuran obat kemoterapi, dan repacking sediaan serbuk steril. b. Perinatologi : melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) dan TPN. c. Gedung A lantai 8: melakukan pencampuran obat kemoterapi. d. Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA): melakukan pencampuran obat kemoterapi. 4.7.1 Sumber Daya Manusia Sumber daya manusia yang terdapat di Sub Instalasi Produksi terdiri dari 2 Apoteker, 21 asisten apoteker, dan 4 pekarya. Sub Instalasi Produksi dan Perinatologi beroperasi dalam 2 shift yaitu jam 08.00 – 20.00 WIB dari hari Senin hingga Sabtu. Gedung A lantai 8 beroperasi dalam 2 shift yaitu jam 08.00 - 19.30 Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 82 WIB untuk hari senin hingga jumat sedangkan untuk hari sabtu dan minggu hanya 1 shift mulai dari jam 09.00 – 15.00 WIB. Departemen IKA beroperasi hanya 1 shift dari jam 08.00 – 15.30 WIB dari hari senin hingga jumat. 4.7.2 Kegiatan di Sub Instalasi Produksi Sub Instalasi Produksi di gedung CMU 2 lantai 3 memiliki fasilitas untuk melaksanakan kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya. Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam ruangan tersebut. Terdapat beberapa ruangan di dalamnya, yaitu : a. Ruang karantina sebagai tempat untuk menyimpan alat yang baru masuk sebelum digunakan pada proses produksi. b. Ruang pencucian sebagai tempat untuk membersihkan alat dan kemasan yang akan digunakan dalam proses produksi. c. Ruang bahan baku sebagai tempat penyimpanan bahan baku obat yang akan digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan bahan baku disimpan berdasarkan rute penggunaannya, yaitu bahan baku untuk sediaan oral dan obat luar. d. Ruang peracikan sediaan farmasi non-steril yang terdiri dari ruangan tempat dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan obat luar. e. Ruang produksi steril sebagai tempat dilakukannya kegiatan produksi steril dan repacking. f. Ruang uji mutu sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas produk yang dihasilkan. g. Ruang penyiapan aseptik, terdiri dari: 1) Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukannya peracikan dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi. Prinsip tekanan dalam ruangan ini adalah tekanan negatif sehingga tekanan di luar ruangan lebih besar dari tekanan di dalam ruangan. Dengan prinsip seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar keluar ruangan sehingga petugas yang di luar ruang ini terhindar dari efek paparan obat sitostatika. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 83 2) Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan positif sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari partikel yang terdapat di luar ruangan. Produksi steril dan non-steril yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi menghasilkan sekitar 142 jenis sediaan dengan berbagai konsentarasi dan volume yang bermacam – macam yang terdiri dari obat dalam 29 item, obat luar 105 item dan obat steril 8 item. Produk steril yang diproduksi, antara lain sediaan salep kemicetin, kloramfenikol tulle, dan metilen blue. Sementara sediaan non-steril yang dihasilkan, yaitu sediaan obat oral seperti kapsul dan serbuk bungkus, sediaan obat luar, seperti salep dan salicyl talk, handrub, alkohol 70%, dan povidone iodin. 4.7.3. Kegiatan PKPA di Sub Instalasi Produksi PKPA yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi berlokasi di gedung CMU 2 lantai 3 dan berlangsung selama tiga hari. Beberapa kegiatan yang diamati dan diikuti mahasiswa, antara lain : a. Mengamati kegiatan rekonstitusi obat sitostatika pasien rawat jalan Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Sub Instalasi Produksi dimulai dari penerimaan formulir pelayanan pencampuran obat sitostatika dan obat kemoterapi dari pihak satelit farmasi oleh petugas rekonstitusi obat sitostatika. Untuk menghindari terjadinya kesalahan dispensing, formulir juga dilengkapi dengan salinan/copy protokol kemoterapi yang ditulis oleh dokter. Petugas di Depo Sitostatika melakukan skrining resep dengan memeriksa kesesuaian pasien dan dosis obat untuk menjamin keamanan pasien. Petugas juga memeriksa obat-obatan yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan kemoterapi, maka obat disimpan di Depo Stostatika sebagai obat titipan pasien. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 84 Persiapan pencampuran obat sitostatika meliputi penyiapan cairan, obat sitostatika, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, juga dilakukan pembuatan etiket yang berisi nama pasien, Nomor Rekam Medik (NRM), jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kedaluwarsa. Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan di dalam kotak obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril tempat penyiapan obat secara aseptis. Sebelum dilakukan pencampuran, petugas harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) terlebih dahulu sesuai ketentuan yang berlaku untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi pemakaian gown dan APD lainnya, seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, penutup mata (goggle), dan penutup kaki. Sarung tangan yang digunakan untuk prosedur aseptis pencampuran obat sitostatika adalah rangkap dua, sarung tangan pertama digunakan di ruang ganti (gowning), sarung tangan yang kedua digunakan petugas setelah masuk ke dalam ruang steril. Selanjutnya, petugas masuk ke dalam ruang steril tempat pencampuran yang di dalamnya terdapat Biological Safety Cabinet (BSC) yang merupakan Laminar Air Flow (LAF) dengan aliran udara vertikal. Sebelum proses pencampuran, perlu dilakukan pembersihan area kerja agar tercipta lingkungan yang aseptik dengan cara mengelap bagian dalam BSC dengan alcohol 70% dan gerakan yang searah, serta mengelap kemasan obat, cairan, dan spuit yang akan dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alcohol 70%. Perlu disiapkan juga tempat pembuangan khusus limbah sitostatika dan peralatan lain yang dibutuhkan, seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, pencampuran obat sitostatika dilakukan di ruang steril dalam BSC serta dikerjakan dengan hati-hati dan teliti. Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatika ditempeli etiket dan label obat sitostatika. Pelabelan dan pemberian etiket juga dilakukan di dalam ruang steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat dikemas menggunakan aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan kemudian dikeluarkan dari ruang steril melalui pass box dan dikemas kedalam plastik klip per pasien. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 85 b. Mengamati proses aseptic dispensing Mahasiswa mengamati kegiatan aseptic dispensing sediaan parenteral berupa KCl premix dan kegiatan repacking sediaan serbuk steril. Alur yang dilakukan pada aseptic dispensing adalah pengecekan permintaan yang dilakukan secara online. Jika terdapat permintaan, akan dilakukan pengisian form permintaan yang telah disediakan. Kemudian, disiapkan bahan-bahan lain yang akan digunakan. Proses dispensing dilakukan di ruang aseptic dengan tekanan udara positif, menggunakan APD lengkap serta pembersihan area kerja dengan alcohol 70%. Dalam ruangan tersebut, dilakukan pengemasan dan pemberian etiket pada sediaan yang telah siap. Obat yang telah siap akan diantarkan oleh pekarya ke satelit atau unit kerja yang memesan sediaan tersebut. c. QC (quality control) pada proses pembuatan hand rub Proses QC dilakukan untuk mengontrol mutu sediaan produk agar sesuai dengan standar dan pengerjaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP). Mahasiswa ikut melakukan QC pada proses pembuatan hand rub sesuai dengan prosedur yang terdapat pada formulir QC. Proses pembuatan hand rub yang teramati telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. e. Repacking pembuatan sediaan povidone iodin Proses repacking dilakukan untuk mengemas kembali sediaan menjadi kemasan yang lebih kecil dan ekonomis. f. Pembuatan sirup omeprazole Sirup omeprazole merupakan sediaan yang waktu kestabilan sediaannya pendek. Selain itu, sediaan sirup ini tidak tersedian di pasaran sehingga produksi sirup omeprazole ini dapat memenuhi kebutuhan di RSCM. Umumnya, produksi sirup ini tidak banyak dan hanya diproduksi sesuai dengan permintaan agar kestabilan obat tetap terjaga. g. Pengisian kapsul Pengisian kapsul yang dilakukan adalah pengisian kapsul CaCO3. Sebelum pengerjaan dilakukan, area kerja dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan menggunakan alkohol. Proses pengisian kapsul dilakukan dengan menggunakan alat. Setelahnya, kapsul dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket berisi nama obat, jumlah sediaan, tanggal pembuatan, dan tanggal kedaluwarsa. Selain itu, Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 86 dilakukan juga uji mutu terhadap kapsul yang diperoleh, antara lain melalui uji visual dan pengujian keseragaman bobot kapsul. h. Mengemas serbuk KCl Serbuk KCl dikemas menggunakan kertas perkamen khusus yang nantinya akan ditutup dengan menggunakan mesin press. Dalam proses pengemasan, harus diperhatikan kebersihan tempat, peralatan, dan tangan petugas pengemas. Proses pembagian serbuk dilakukan secara manual dan sesuai perkiraan petugas sehingga dituntut ketelitian dan ketepatan dalam pelaksanaannya. Setelah pengemasan selesai, sediaan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi etiket. Secara keseluruhan, kegiatan produksi yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi telah sesuai dengan prosedur dan telah memanfaatkan sumber daya yang ada dengan maksimal. Meskipun demikian, masih ditemui adanya beberapa kendala : a. Kurangnya tenaga asisten apoteker untuk melakukan proses produksi non-steril maupun aseptic dispensing sehingga beberapa proses produksi tidak berjalan dengan maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut, Instalasi Produksi membentuk tim yang solid dengan saling membantu satu sama lain dalam mengerjakan setiap pekerjaan yang belum selesai. b. Proses pengawasan mutu juga belum dapat dilakukan dengan maksimal pada semua proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk itu. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya dilakukan penambahan petugas yang berkompetensi di bidang tersebut. c. Waktu yang diperlukan untuk mengisi kapsul sangat lama karena masih dilakukan secara manual. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya diadakan mesin pengisi kapsul untuk mempercepat proses pengisian kapsul sehingga dapat menghemat waktu dan tenaga. d. Pengisian handrub memerlukan tenaga dan waktu yang cukup lama karena masih dilakukan secara manual. Sebaiknya diadakan mesin pengisi cairan untuk mempercepat proses pengisian handrub. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo meliputi pelayanan klinik dan non klinik. Fungsi pelayanan klinik berupa visite, pemberian informasi obat, pelayanan konseling dan monitoring penggunaan obat. Fungsi pelayanan non klinik meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, produksi, dan pengawasan perbekalan farmasi. Apoteker berperan dalam mengelola aspek-aspek pengelolaan manajerial dan pelayanan kefarmasian di rumah sakit melalui fungsinya sebagai manajer dan drug informer. Dari segi manajemen, Apoteker bertugas untuk memastikan bahwa perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya kesehatan di rumah sakit selalu tersedia. Dari segi klinis, Apoteker bertugas untuk memantau pengobatan pasien serta memberikan informasi yang diperlukan demi tercapainya tujuan pengobatan pasien dengan mengutamakan patient safety. Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sudah memenuhi persyaratan pelayanan kefarmasian dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan standar akreditasi internasional dari Joint Commission International. Akan tetapi, adanya kendala-kendala seperti keterbatasan sumber daya manusia dan beberapa fasilitas penunjang membuat beberapa aspek pelayanan belum dapat dilakukan dengan maksimal. 5.2 Saran Berdasarkan pengamatan selama PKPA, berikut adalah beberapa saran yang dapat disampaikan: a. Gudang Perbekalan Farmasi Pusat 1) Sebaiknya menyediakan kartu stok dalam bentuk buku dan menyediakan kalkulator untuk mempermudah perhitungan dan melakukan sampling stok setiap hari. 87 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 88 2) Sebaiknya membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala sehingga data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya. 3) Untuk masalah barang kosong sebaiknya dikomunikasikan secara intensif dengan pimpinan rumah sakit. 4) Sebaiknya memperketat keamanan di gudang dengan cara penggunaan pintu dengan akses sidik jari dan bila ada pihak luar yang memang harus masuk sebaiknya didampingi oleh petugas dan petugas disosialisasikan kembali tentang pentingnya prosedur tersebut. 5) Sebaiknya lebih memperhatikan kebersihan di tempat penyimpanan obat dan alat kesehatan. 6) Perlu pengecekan kembali saat melakukan penyimpanan perbekalan farmasi agar penyimpanannya tepat dan memudahkan petugas dalam pelayanan. 7) Perlu penambahan stok label kadarluarsa. b. Satelit Farmasi Pusat 1) Fokus pada pelayanan yang diberikan hanya untuk unit-unit yang belu memiliki satelit sehingga pelayanan dilakukan secara optimal. 2) Petugas langsung melakukan input ke dalam komputer setelah verifikasi resep agar tertib administrasi. 3) Penggunaan sistem peresepan online untuk layanan yang belum menjalankan agar mencegah terjadinya medication error, mempercepat pelayanan dan data administratif pasien terisi dengan lengkap. 4) Pengadaan printer etiket untuk membantu mempercepat pelayanan dan data pada etiket dapat terisi dengan lengkap dan jelas. 5) Komunikasikan kembali kepada petugas untuk melengkapi etiket sesuai dengan prosedur. 6) Prosedur retur obat dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur yang telah ditetapkan oleh RSCM. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 89 7) Pengadaan fasilitas kalkulator yang ditempel di antara rak-rak obat untuk mempermudah dalam perhitungan stok. 8) Pengadaan buku stok untuk penulisan stok yang lebih rapi dan terkendali. 9) Koordinasi dan komunikasikan lebih lanjut dengan petugas Instalasi Administrasi dan Logistik tentang pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi. 10) Penyusunan obat-obat termolabil dengan menggunakan wadah pada lemari pendingin dan penempatan obat-obat LASA sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. 11) Sosialisasikan kepada seluruh petugas untuk fokus pada saat briefing berlangsung agar informasi diperoleh dengan tepat dan jelas. 12) Membuat daftar yang berisikan data-data administrasi yang harus dilengkapi oleh pasien dan ditempelkan di dekat loket penerimaan atau ruang tunggu pasien. c. Instalasi Gawat Darurat (IGD) 1) Menempel kalkulator pada rak obat agar tidak salah dalam menghitung jumlah obat dan mengganti kartu stok dengan buku stok agar data obat mudah diperiksa dan ditelusuri. 2) Mengadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam proses dispensing obat sehingga pelayanan obat ke pasien juga lebih cepat dan informasi obat akan terbaca dengan jelas oleh pasien. 3) Melakukan pengecekan secara rutin untuk memastikan troli emergensi masih terkunci, meningkatkan komunikasi farmasi, perawat dan dokter serta melakukan evaluasi terhadap terbukanya troli untuk disampaikan kepada kepala unit. d. Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) 1) Segera dilakukan perbaikan ruangan yang bocor di Gudang basement sebelum kerusakan menjadi semakin parah. 2) Sosialisasikan kepada tenaga farmasi untuk meletakkan barang seperti MSDS kembali di tempatnya setelah digunakan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 90 3) Mensosialisasikan kembali kepada asisten apoteker untuk selalu mengikuti briefing di pagi hari dan selama briefing ditegaskan kembali kepada para tenaga farmasi agar tetap disiplin kembali dalam melakukan pekerjaannya. 4) Komunikasikan antar tenaga kesehatan yaitu dokter, perawat dan farmasis terkait dengan masalah retur obat. 5) Peningkatan ketelitian dari tenaga farmasi dalam verifikasi resep sehingga jumlah obat yang diberikan secara berlebih dapat dikendalikan. 6) Penambahan telepon khusus untuk PIO dan pembuatan jadwal bergilir untuk apoteker dalam menjaga ruang PIO sehingga memudahkan pelayanan. e. Satelit Intensive Care Unit (ICU) 1) Penggunaan peresepan online untuk mencegah terjadinya medication error, mempercepat pelayanan dan data administratif pasien pada resep dapat terisi dengan lengkap. 2) Pengadaan printer etiket agar mempercepat pelayanan kefarmasian dan data pada etiket dapat terisi dengan lengkap dan jelas. 3) Pengaturan kembali jadwal kerja petugas agar pelayanan dapat dilakukan secara optimal. 4) Penambahan fasilitas tangga lipat diperlukan untuk mengurangi resiko kecelakaan kerja. 5) Pengadaan pengeras suara dibutuhkan untuk memudahkan petugas dalam melakukan pemanggilan keluarga pasien. 6) Penambahan wadah obat atau pemberian sekat pada wadah tersebut disertai dengan pemantauan setiap harinya agar obat sesuai dengan letak penyimpanannya. 7) Pelaksanaan prosedur retur obat sebaiknya sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan. 8) Pembuatan jadwal konseling pasien pulang di ICCU. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 91 f. Satelit Kirana 1) Sosialisasikan kepada Asisten Apoteker secara lisan untuk menginformasikan batas penyimpanan sediaan tetes mata setelah dibuka. Jika tidak bisa dilakukan, informasi dapat ditambahkan di etiket obat. 2) Melakukan evaluasi paket yang benar-benar terpakai dan meningkatkan komunikasi apoteker, perawat dan dokter. 3) Dilakukan penambahan pekarya untuk mengambil stok obat di gudang. 4) Dibuat loket untuk pengambilan obat dan alat operasi untuk menghindari adanya perbekalan farmasi yang hilang. 5) Menempel kalkulator pada rak obat agar tidak salah dalam menghitung jumlah obat dan mengganti kartu stok dengan buku stok agar data obat mudah diperiksa. g. Sub Instalasi Produksi 1) Perlu penambahan Asisten Apoteker pada Sub Instalasi Produksi untuk melakukan proses produksi non steril dan proses pengawasan mutu. 2) Pengadaan mesin pengisi kaspul dan sirup agar mempermudah proses produksi serta menghemat waktu dan tenaga. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasiaan. Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 92 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 93 Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Direktur Utama Komite Medik, Komite Etik, PPIRS, Komite Mutu Direktur Medik dan Keperawatan Direktur Pengembangan dan Pemasaran Direktur Keuangan Direktur SDM dan Pendidikan Direktur Umum dan Operasional Departemen Instalasi promkes Bagian Anggaran Bagian Diklat Bagian Administrasi Instalasi Farmasi UPJM Bagian Perbendaharaan Bagian SDM Bagian Aset dan Inventaris Bagian Hukor Bagian Teknik Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Instalasi Pendidikan Instalasi Medik UPT Bagian Akuntansi ULP Unit Utilitas Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 94 Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi Direktorat Medik dan Keperawatan Kepala Instalasi Farmasi Koordinator Administrasi dan Keuangan Koordinator Produksi dan Diklitbang Koordinator Pelayanan Farmasi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 95 Lampiran 3. Struktur Organisasi Koordinator Administrasi dan Keuangan Kepala Instalasi Farmasi Koordinator Administrasi dan Keuangan Penanggung Jawab Keuangan Penanggung Jawab Akuntansi dan IT Penanggung Jawab SDM dan Administrasi Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 96 Lampiran 4. Struktur Organisasi Koordinator Produksi dan Diklitbang Kepala Instalasi Farmasi Koordinator Produksi dan Diklitbang Penanggung Jawab Produksi Sediaan Farmasi Pelaksana Produksi Non Steril Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Serbuk Penanggung Jawab Aseptik Dispensing Pelaksana Pencampuran Obat Sitostatika Pelaksana Pencampuran Obat Suntik Penanggung Jawab Diklitbang Pelaksana Repacking Sediaan Injeksi Cair Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 97 Lampiran 5. Struktur Organisasi Koordinator Pelayanan Farmasi Kepala Instalasi Farmasi Koordinator Pelayanan Farmasi Penanggung Jawab Perencanaan Perbekalan Farmasi Satelit IGD Satelit ICU Satelit Pusat Penanggung Jawab Pelayanan Farmasi Satelit Kirana Satelit Gedung A Penanggung Jawab Satelit Satelit Poli di URJT Satelit Radio terapi Penanggung Jawab Farmasi Klinis Satelit ULB Satelit PJT Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Satelit IBP 98 Lampiran 6. Contoh Etiket Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 99 Lampiran 7. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 100 Lampiran 8. Contoh Stiker Obat Stiker High Alert Stiker LASA Stiker Obat Termolabil Stiker Obat Sitostatika Stiker Obat yang Mendekati Tanggal Kadarluasa Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 101 Lampiran 9. Contoh Blanko Kartu Stok Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 102 Lampiran 10. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 103 Lampiran 11. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 104 Lampiran 12. Formulir Medication History Taking Pasien Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA PENYUSUNAN BUKU PANDUAN SKRINING RESEP PADA PASIEN GERIATRI BERDASARKAN KRITERIA STOPP DAN START SEBAGAI BENTUK PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) AKTIF TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AISYAH, S.Far. 1206329316 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 UNIVERSITAS INDONESIA PENYUSUNAN BUKU PANDUAN SKRINING RESEP PADA PASIEN GERIATRI BERDASARKAN KRITERIA STOPP DAN START SEBAGAI BENTUK PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) AKTIF TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker AISYAH, S.Far. 1206329316 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 ii Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .......................................................................................... DAFTAR ISI ...................................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1.2 Tujuan ................................................................................................... BAB 2 TINJAUAN UMUM ............................................................................. 2.1 Pasien Geriatri ........................................................................................ 2.1.1 Definisi Pasien Geriatri .......................................................................... 2.1.2 Masalah yang Terkait dengan Pasien Geratri .......................................... 2.1.3 Faktor Resiko ......................................................................................... 2.1.4 Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Geriatri .......................................... 2.2 Kriteria STOPP dan START................................................................... BAB 3 METODE PENGKAJIAN ................................................................... 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ................................................................ 3.2 Metode Pengumpulan Data..................................................................... 3.3 Cara Kerja .............................................................................................. BAB 4 PEMBAHASAN ................................................................................... BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 5.2 Saran ...................................................................................................... DAFTAR ACUAN ............................................................................................. LAMPIRAN ....................................................................................................... iii Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia ii iii iv 1 1 2 3 3 3 4 7 8 11 13 13 13 13 15 17 17 17 18 19 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Buku Panduan Skrining Resep Pada Pasien Geriatri Berdasarkan Kriteria STOPP dan START ....................................................... 19 iv Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Undang-Undang No. 13/1998 tentang Kesejahteraan Usia lanjut, usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses penuaan yang bersifat universal berupa kemunduran dari fungsi biosel, jaringan, organ, bersifat progesif, perubahan secara bertahap, akumulatif, dan intrinsik (Departemen Kesehatan RI, 2004). Peresepan yang berpotensial tidak tepat secara umum merupakan isu utama yang paling penting pada farmakoterapi pasien geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Masalah-masalah yang umumnya terkait pada pasien geriatri meliputi imobilitas, isolasi, inkontinensia, infeksi, inisiasi (malnutrisi), impaksi (konstipasi), penurunan rasa, instabilitas dan jatuh, penurunan intelektual (demensia), impotensi, imunodefisiensi, insomnia dan iatrogenesis (Starner, Catherine I., et al., 2008). Masalah tersebut akan muncul apabila dipicu oleh beberapa faktor resiko seperti penggunaan obat secara berlebihan, penggunaan obat tidak maksimal, peresepan yang tidak tepat serta ketidakpatuhan dalam pengobatan. Kriteria STOPP (Screening Tool Of Older Person’s Prescriptions) dan START (Screening Tool To Alert To Right Treatment) digunakan untuk mengetahui adanya peresepan yang berpotensial terjadi kesalahan serta sebagai salah satu upaya pencegahan pada peresepan yang berpotensial tidak tepat pada perawatan pasien geriatri seperti di rawat di rumah sakit, komunitas maupun fasilitas kesehatan lainnya sebagai perawatan utama maupun perawatan jangka panjang. Kriteria STOPP dan START merupakan salah satu alat terbaik dalam pengaturan di rumah sakit dan komunitas oleh tenaga kefarmasian dan tenaga medis. Buku panduan skrining resep pada pasien geriatri berdasarkan kriteria STOPP dan START dijadikan sebagai bentuk pelayanan informasi obat (PIO) secara aktif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo. 1 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 2 1.2 Tujuan Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui jumlah obat yang masuk dalam kriteria STOPP dan START pada formularium RSCM 2013 2. Membantu tenaga medis dalam menentukan penggunaan obat yang sesuai dengan terapi untuk mencegah peresepan yang berpotensi tidak tepat pada pasien geriatri sebagai bentuk pelayanan informasi obat secara aktif Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Pasien Geriatri 2.1.1 Definisi Pasien Geriatri Berdasarkan Undang-Undang No. 13/1998 tentang Kesejahteraan Usia lanjut, usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses penuaan yang bersifat universal berupa kemunduran dari fungsi biosel, jaringan, organ, bersifat progesif, perubahan secara bertahap, akumulatif, dan intrinsik (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Pasien geriatri adalah pasien berusia lanjut (untuk Indonesia saat ini adalah mereka yang berusia 60 tahun ke atas) dengan beberapa masalah kesehatan (multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani, dan atau kondisi sosial yang bermasalah (RSCM, 2011). Proses penuaan mengakibatkan terjadinya perubahan pada berbagai organ di dalam tubuh seperti sistem gastrointestinal, sistem genito-urinaria, sistem endokrin, sistem immunologis, sistem serebrovaskular, sistem saraf pusat dan sebagainya. Farmakokinetika dan farmakodinamika pada pasien geriatri akan berbeda dari pasien muda karena beberapa hal, yakni terutama akibat perubahan komposisi tubuh, perubahan fungsi hati atau ginjal serta kondisi multipatologi. Selain itu, perubahan status mental dan fungsi kognitif serta aspek psikososial juga turut berperan dalam pencapaian hasil pengobatan. Kondisi multipatologi yang terjadi pada pasien geriatri yakni satu pasien menderita beberapa penyakit. Keadaan ini bisa lazim terjadi pada kelompok populasi pasien geriatri, mengingat pada perjalanan hidup mereka bisa menderita suatu penyakit yang akan cenderung menahun, dan disusul oleh penyakit lain yang juga cenderung menahun akibat pertambahan usia, demikian seterusnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). 3 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 4 2.1.2 Masalah yang Terkait dengan Pasien Geratri Salah satu tantangan dalam perawatan dan peningkatan status fungsional pada pasien geriatri adalah dengan mengenali dan melakukan pengaturan kondisi sesering mungkin. Beberapa masalah yang paling umum ditemukan pada pasien geriatri antara lain (Starner, Catherine I., et al. 2008): a. Imobilisasi Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari atau lebih. Kondisi ini sering dijumpai pada lansia akibat penyakit yang dideritanya seperti infeksi yang berat, kanker, selain akibat penyakit yang diderita. Beberapa gangguan yang dapat ditimbulkan akibat imobilisasi antara lain ulkus dekubitus dan ulkus-ulkus di permukaan tubuh lainnya. b. Isolasi Pasien geriatri cenderung merasa terisolasi hingga depresi dan kecenderungan untuk menarik diri dari lingkungan. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena merasa direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi depresi. c. Inkontinensia Inkontinensia adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat mengeluarkan urin dan feses secara terkendali. Inkontinensia dapat terjadi karena melemahnya otot-otot dan katup, gangguan persyarafan, kontraksi abnormal pada kandung kemih, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna seperti yang terjadi pada hipertrofi (pembesaran) prostat, sedangkan pada inkontinensia alvi dapat terjadi akibat konstipasi, penyakit pada usus besar, gangguan syaraf yang mengatur proses buang air. d. Infeksi Infeksi merupakan salah satu manifestasi akibat penurunan sistem kekebalan tubuh dan penurunan kemampuan fisiologis. Sebagai contoh, agen penyebab infeksi saluran pernafasan dapat dikeluarkan bersama dahak melalui refleks batuk, tetapi karena menurunnya kemampuan tubuh, agen tersebut tetap berada di paru-paru. Selain itu, pada pasien usia lanjut, gejala-gejala infeksi yang tampak tidak seperti pada orang dewasa-muda. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 5 e. Inisiasi (malnutrisi) Inisiasi diakibatkan oleh pengaruh perubahan faal organ-organ pencernaan seperti air liur, penurunan syaraf-syaraf penciuman dan pusat haus, gangguan menelan karena otot yang melemah, dan lain sebagainya. Banyak penyakit yang dapat timbul akibat kurangnya asupan gizi atau lebihnya asupan gizi, selain itu lansia juga perlu menjaga pola makan sehat dengan mengurangi makanan-makanan yang dapat memperburuk keadaan lansia tersebut. f. Impaksi (konstipasi) Konstipasi merupakan masalah utama pada pasien geriatri dan seringkali memberikan efek negatif baik pada kesehatan maupun kualitas hidup pasien geriatri. Konstipasi sering terjadi akibat penyakit kronis dan penggunaan berbagai macam obat (Midlov, Patric, et al., 2009) g. Penurunan indera Penurunan indera pada pasien geriatri dapat dilihat dengan adanya gangguan penglihatan dan pendengaran. Gangguan penglihatan disebabkan oleh mengendornya otot dan kuit kelopak mata, perubahan sistem lakrimal (air mata), proses penuaan pada kornea (organ yang menerima rangsang cahaya), perubahan struktur dalam bola mata, katarak, dan glaukoma. Sedangkan gangguan fungsi pendengaran dapat terjadi karena penurunan fungsi syarafsyaraf pendengaran atau perubahan organ-organ di dalam telinga. Penurunan fungsi kedua panca indera ini mengakibatkan sulitnya komunikasi bagi lansia, sehingga akibat lainnya adalah penderita terisolasi atau mengisolasi diri. h. Instabilitas dan jatuh Instabilitas dan jatuh, dapat terjadi akibat penyakit muskuloskeletal (otot dan rangka) seperti osteoartritis, rematik, gout, juga dapat disebabkan oleh penyakit pada sistem syaraf seperti Parkinson. Akibat dari instabilitas dan jatuh ini dapat berupa cedera kepala dan perdarahan intrakranial (di dalam kepala), patah tulang, yang dapat berujung pada kondisi imobilisasi. i. Penurunan intelektual (demensia) Banyak hal yang terkait dengan terjadinya penurunan fungsi intelektual dan kognitif pada usia lanjut. Mulai dari menurunnya jumlah sel-sel syaraf (neuron) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 6 hingga penyakit yang berpengaruh pada metabolisme seperti diabetes melitus dan gangguan hati dimana semua metabolisme terjadi disini. j. Impotensi Impotensi merupakan ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon, syaraf, dan pembuluh darah. k. Imunodefisiensi Imunodefisiensi merupakan penurunan sistem kekebalan tubuh. Banyak hal yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti respon imun terhadap antigen dan penurunan jumlah antibodi sehingga berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen penyebab infeksi. l. Insomnia Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit juga dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas kelenjar thyroid serta gangguan neurotransmitter di otak. Jam tidur yang sudah berubah juga dapat menjadi penyebabnya. m. Iatrogenesis Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada lansia harus sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik. Masalah-masalah tersebut sering disebabkan oleh penyakit yang telah dan belum terdiagnosa. Faktor klinis lain pada pasien geriatri antara lain sekitar 50 % pasien geriatri tedapat gejala yang tidak khas sehingga menyulitkan pada saat diagnosa. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 7 2.1.3 Faktor Resiko Faktor resiko yang mungkin terjadi pada pasien geriatri antara lain: a. Penggunaan Obat Secara Berlebihan / Polifarmasi Polifarmasi dapat diartikan sebagai penggunaan jumlah obat lebih dari tiga atau pemberian obat-obatan yang berlebihan dibandingkan dengan indikasi secara klinis. Polifarmasi umumya terjadi dan terus meningkat pada pasien geriatri. Survey menyatakan bahwa pasien geriatri mengkonsumsi ratarata dua hingga sembilan resep dan obat-obat non resep di setiap harinya. Polifarmasi erat kaitannya dengan efek samping yang tidak diinginkan. Polifarmasi juga merupakan masalah pada pasien geriatri karena dapat meningkatkan resiko pada sindrom geriatri (yakni instabilitas dan jatuh, penurunan kognitif), menurunkan status fungsional serta biaya perawatan. Istilah polifarmasi sendiri sebenarnya masih diartikan secara beragam oleh beberapa ahli. Beberapa definisi antara lain: 1) meresepkan obat melebihi indikasi klinik; 2) pengobatan yang mencakup setidaknya satu obat yang tidak perlu; 3) penggunaan empiris lima obat atau lebih (Michocki, 2001). Apapun definisi yang digunakan, yang pasti adalah polifarmasi mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang dapat dipetik sehingga sedapat mungkin dihindari (Departemen Kesehatan RI, 2004). b. Peresepan yang Tidak Tepat Peresepan yang tidak tepat dapat diartikan sebagai penggunaan obat di luar standar pengobatan yang diakui dan umumnya terjadi pada pasien geriatri. Penggunaan obat tersebut harus dihindari karena resiko yang dihasilkan lebih berpotensial dibandingkan dengan manfaat. Peresepan yang tidak tepat dapat diartikan sebagai peresepan yang tidak disetujui oleh standar pengobatan. Pencegahan merupakan cara yang paling efisien untuk meminimalisir pengobatan yang tidak tepat pada pasien geriatri. Penilaian kembali dari daftar pengobatan merupakan salah satu cara baik untuk pencegahan dan praktek dalam pengobatan (Midlov, Patric, et al., 2009). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 8 c. Penggunaan Obat Tidak Maksimal Penggunaan Obat Tidak Maksimal dapat diartikan sebagai pengurangan terapi pengobatan yang diindikasikan untuk pengobatan atau pencegahan suatu penyakit. Penggunaan obat tidak maksimal berkaitan dengan kesehatan pasien geriatri meliputi ketidakmampuan fungsional, penggunaan jasa kesehatan bahkan kematian. Masalah utama yang terjadi antara lain tidak diberikannya agen gastroprotektif pada pengguna obat-obat AINS dan tidak diberikannya kalsium dan/atau vitamin D pada pasien osteoporosis. d. Ketidakpatuhan dalam Pengobatan Ketidakpatuhan dalam pengobatan didefinisikan sebagai peresepan yang tidak terpenuhi, pemberhentian terapi pengobatan sebelum waktu yang ditetapkan atau menggunakan obat-obatan dengan jumlah yang kurang atau lebih seperti yang dicantumkan pada label. Ketidakpatuhan pasien geriatri dalam melakukan pengobatan dikarenakan kemungkinan efek samping, ketidakmampuan dalam membaca label produk ataupun karena kurangnya pemahaman akan informasi obat yang diresepkan (Midlov, Patric, et al., 2009). Seringkali pasien geriatri memilih untuk tidak patuh dalam pengobatan untuk menghindari efek samping. Kurangnya pengetahuan, sikap dan motivasi dalam pengobatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi keputusan pasien untuk melakukan pengobatan sesuai dengan resep yang diberikan. 2.1.4. Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Geriatri Pelayanan kefarmasian pada pasien geriatri memerlukan kinerja yang efektif melalui sebuah Tim Tenaga Kesehatan. Tim Tenaga Kesehatan yang bekerja di rumah sakit harus memahami bahwa hasil kerja yang diharapkan senantiasa berorientasi kepada pasien dan dalam mencapainya tidak terjebak ke dalam persaingan antar disiplin ilmu yang terkait (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 9 Tim Tenaga Kesehatan untuk pasien geriatri di rumah sakit lazim disebut sebagai Tim Terpadu Geriatri yang terdiri atas internis, dokter spesialis rehabilitasi medik, psikiater, dokter gigi, ahli gizi, apoteker, perawat dan tim rehabilitasi medik. Keanggotaan Tim Terpadu Geriatri dan kelengkapan disiplin ilmu yang terlibat bisa disesuaikan dengan kondisi setiap rumah sakit. Tim Terpadu Geriatri yang sudah terbentuk harus tetap mampu melibatkan diri secara aktif dalam berbagai upaya di rumah sakit maupun program lain yang berbasis komunitas. Pelayanan kefarmasian pada pasien geriatri meliputi : a. Peresepan. Skrining peresepan ditujukan agar pasien mendapatkan obat yang sesuai dengan indikasi klinik, efektif, aman dan mudah untuk dipatuhi rejimennya. b. Telaah Ulang Rejimen Obat Telaah ulang rejimen obat ditujukan untuk memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan. Apoteker yang melakukan kegiatan ini harus memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoterapi geriatri dan ketrampilan yang memadai, melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat pasien, meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter, mengidentifikasi masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan melakukan tindakan yang sesuai untuk masalah yang teridentifikasi. c. Pemberian Informasi dan Edukasi Dalam memberikan informasi dan edukasi, pasien/keluarga memahami penjelasan yang diberikan, memahami pentingnya mengikuti rejimen pengobatan yang telah ditetapkan sehingga dapat meningkatkan motivasi untuk berperan aktif dalam menjalani terapi obat. d. Pemantauan Penggunaan Obat Pemantauan penggunaan obat dilakukan oleh seorang apoteker dengan tujuan untuk mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek merugikan akibat penggunaan obat (Departemen Kesehatan RI, 2004) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 10 e. Pelayanan Informasi Obat (PIO) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/MENKES/SK/X/2004, Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien. Tujuan pelayanan informasi obat antara lain : 1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan rumah sakit. 2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi. 3) Meningkatkan profesionalisme apoteker. 4) Menunjang terapi obat yang rasional Adapun kegiatan yang dilakukan dalam Pelayanan Informasi Obat (PIO) antara lain : a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima b) Menyediakan informasi bagi Komite / Panitia Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit c) Bersama dengan PKMRS (Panitia Penyuluhan Kesehatan Masyarakat Rumah Sakit) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap d) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga kesehatan lainnya e) Mengkoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 11 2.2 Kriteria STOPP dan START Kriteria STOPP dan START pertama dibuat pada tahun 2003 dan divalidasi menggunakan konsensus Delphi tahun 2006 yang terdiri dari 18 ahli dalam pengobatan geriatri, farmakologi klinis, farmasi klinis, psikiatri pasien geriatri dan perawatan utama (Mahony, D.O, et al. 2010). Tujuan dibuatnya kriteria STOPP dan START adalah menyediakan dengan tegas aturan berbasis bukti untuk menghindari peresepan yang berpotensi tidak tepat dengan cara meningkatkan kesesuaian obat, mencegah kejadian efek samping obat dan mengurangi biaya obat. Kesalahan potensial dalam meresepkan dikelompokkan “Screening Tool of Older Person’s Prescriptions” (STOPP) sebagai atau skirining peresepan yang berpotensi tidak tepat pada pasien geriatri. Kriteria STOPP yang disetujui terdiri dari 65 kriteria fokus pada masalah umum yang terkait dengan obat-obatan sering diresepkan pada orang dewasa yang lebih tua diatur menurut sistem fisiologis. Sistem fisiologis terdiri dari sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal, sistem respirasi, sistem urogenital, sistem endokrin, obat-obat yang dapat menyebabkan efek jatuh, analgesik dan penggunaan duplikasi obat. Dari 65 kriteria STOPP dikelompokkan ke dalam 42 kriteria mengenai menghindari obat-obatan pada penyakit atau kondisi tertentu, 4 kriteria tentang kombinasi obat tertentu yang harus dihindari, 12 kriteria mengenai durasi terapi obat, 2 kriteria mengenai dosis, 3 kriteria mengenai penghindaran resep tanpa indikasi, 2 kriteria mengenai kebutuhan untuk terapi tambahan (Dimitrow, Maarit S., et al., 2011). Kesalahan potensial yang berasal dari kelalaian dalam meresepkan dikelompokkan sebagai “Screening Tool to Alert to Right Treatment” (START) atau skrining untuk mengingatkan dokter mengenai terapi yang tepat. Kriteria START digunakan sebagai indikator penyakit-penyakit yang umumnya terjadi pada pasien geriatri (Dimitrow, Maarit S., et al., 2011). Kriteria START terdiri dari 22 kriteria meliputi sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem saraf pusat, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan sistem endokrin (Mahony, D.O, et al. 2010). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 12 Kriteria STOPP dan START digunakan untuk mengetahui adanya peresepan yang berpotensial terjadi kesalahan serta sebagai salah satu upaya pencegahan pada peresepan yang berpotensial tidak tepat pada perawatan pasien geriatri seperti di rawat di rumah sakit, komunitas maupun fasilitas kesehatan lainnya sebagai perawatan utama maupun perawatan jangka panjang. Uji efikasi untuk menilai penggunaan kriteria STOPP dan START dilakukan dengan sensitivitas dalam mendeteksi efek samping yang serius serta pengukuran efek dari pengobatan yang tidak tepat pada pasien geriatri. Kriteria STOPP dan START tidak pernah dimaksudkan untuk menggantikan penilaian klinis yang bergantung pada pengetahuan dan pengalaman tingkat tinggi dan memerlukan pembaharuan yang teratur. Akan tetapi, kriteria STOPP dan START berkembang berdasarkan literatur penelitian, berintegrasi pada beberapa unit geriatri pada perawatan sekunder, digunakan sebagai petunjuk untuk menilai pemantauan pengobatan klinis pada pengaturan perawatan utama maupun sekunder dan dijadikan sebagai alat yang digunakan untuk tenaga kefarmasian dan tenaga medis. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 BAB 3 METODE PENGKAJIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian Pengolahan data untuk pembuatan buku panduan skrining peresepan pada pasien geriatri berdasarkan kriteria STOPP dan START dilakukan pada tanggal 12-30 Agustus 2013 di bagian Pelayanan Informasi Obat (PIO) Gedung A RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo. 3.2 Metode Pengumpulan Data Data informasi mengenai buku panduan skrining peresepan pada pasien geriatri berdasarkan kriteria STOPP dan START berupa obat-obatan yang masuk dalam kriteria STOPP dan START diambil dari jurnal STOPP & START criteria: A new approach to detecting potentially inappropriate prescribing in old age oleh Mahony, D.O, et al. tahun 2010. Untuk alternatif terapi menggunakan jurnal STARTing and STOPPing Medications in the Elderly oleh Therapeutic Research Center tahun 2011. Selanjutnya data nama obat serta nama dagang obat yang tercantum dalam kriteria STOPP dan START dikumpulkan dari buku Formularium RSCM 2013. 3.3 Cara Kerja Tugas khusus ini dilakukan melalui tahapan-tahapan kerja sebagai berikut : a. Melakukan penelusuran mengenai kriteria STOPP dan START pada pasien geriatri dari jurnal-jurnal. 1) Kriteria STOPP terdiri dari 65 kriteria meliputi 42 kriteria mengenai menghindari obat-obatan pada penyakit atau kondisi tertentu, 4 kriteria tentang kombinasi obat tertentu yang harus dihindari, 12 kriteria mengenai durasi terapi obat, 2 kriteria mengenai dosis, 3 kriteria mengenai penghindaran resep tanpa indikasi, 2 kriteria mengenai kebutuhan untuk terapi tambahan. 13 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 14 2) Kriteria START terdiri dari 22 kriteria yang disusun berdasarkan sistem fisiologis meliputi sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem saraf pusat, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan sistem endokrin b. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan data obat beserta nama dagangnya berdasarkan buku Formularium RSCM 2013. c. Menyusun data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel. Tabel terdiri dari nama obat, nama dagang obat sesuai dengan Formularium RSCM 2013 dan kriteria STOPP dan START. 1) Pada kriteria STOPP terdiri dari 3 kolom yakni penggunaan obat yang berpotensi tidak sesuai pada pasien geriatri, alasan penggunaan obat dan alternatif terapi. 2) Pada kolom kriteria START menginformasikan kepada dokter mengenai terapi yang tepat pada pasien geriatri. d. Tabel-tabel tersebut disusun dan kemudian dijadikan dalam bentuk buku panduan. Buku panduan tersebut ditujukan untuk tenaga kefarmasian dan tenaga medis. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 15 BAB 4 PEMBAHASAN Buku panduan skrining resep pada pasien geriatri berdasarkan kriteria STOPP dan START dibuat karena penanganan kesehatan pada pasien geriatri dibutuhkan pendekatan holistik yaitu perhatian total terhadap pasien secara terpadu dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan, sosial ekonomi, gaya hidup, diagnosis dan terapi penyakit dalam merawat penderita. Hal tersebut dikarenakan pasien geriatri banyak yang mengidap salah satu penyakit yang dapat menyebabkan komplikasi jika tidak ditangani dengan baik (Departemen Kesehatan RI, 2004). Pada pasien geriatri diperlukan penanganan yang berbeda dengan pasien muda karena pasien geriatri mengalami penurunan fisiologis, perubahan status mental dan fungsi kognitif serta perubahan psikososial. Pada pasien geriatri terdapat faktor-faktor resiko yang mungkin dapat terjadi pada saat pengobatan. Faktor-faktor resiko berupa penggunaan obat secara berlebihan, peresepan yang tidak tepat, penggunaan obat yang tidak maksimal dan ketidakpatuhan pada pengobatan menjadi acuan utama dalam monitoring pasien geriatri. Selain itu, pada pasien geriatri terdapat beberapa masalah-masalah yang umumnya terjadi antara lain instabilitas dan jatuh, gangguan intelektual (demensia), impaksi (konstipasi), inkontinensia serta infeksi. Oleh karena itu, pasien geriatri memerlukan pemantauan khusus dalam terapi pengobatan yang dilakukan dan kriteria STOPP dan START efektif digunakan pada pasien geriatri. Kriteria STOPP dan START dibuat dan divalidasi oleh 18 ahli dalam bidang farmakoterapi pada geriatri. Kriteria STOPP dan START dibuat untuk menghindari peresepan yang tidak tepat dan peresepan yang berpotensial lalai dengan tujuan dapat meningkatkan kesesuaian obat, mencegah kejadian efek samping obat serta mengurangi biaya obat pada pasien geriatri. Kriteria STOPP dan START digunakan untuk perawatan utama ataupun sekunder pada pasien geriatri dan digunakan sebagai alat pembelajaran baik untuk farmasis ataupun dokter. Kriteria STOPP dan START diatur menurut sistem fisiologis. Pada kriteria STOPP terdiri 65 kriteria, sedangkan pada kriteria START terdiri dari 22 kriteria Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 16 (Mahony, D.O, et al. 2010). Obat-obatan yang masuk dalam kriteria STOPP dan START kemudian dikumpulkan data-data berupa nama obat beserta nama dagang dari Formularium RSCM 2013. Berdasarkan pengkajian data obat-obat yang masuk dalam kriteria STOPP dan START dan sesuai dengan formularium RSCM 2013 terdiri dari 65,14 % obat yang termasuk dalam 65 kriteria STOPP dan 61,47% obat yang termasuk dalam 22 kriteria START. Formularium RSCM yang menjadi acuan adalah formularium 2013, artinya buku panduan ini hanya dapat digunakan sepanjang tahun 2013 dan harus dilakukan pembaharuan di setiap tahunnya. Penggunaan formularium RSCM 2013 dengan kriteria STOPP dan START (Mahony, D.O, et al. 2010) memiliki keterbatasan data penelitian. Hal tersebut dikarenakan telah banyak perubahan yang mungkin terjadi di setiap tahunnya untuk obat-obatan yang termasuk baik pada kriteria STOPP dan START maupun Formularium RSCM. Pada buku panduan terdapat kolom mengenai obat yang disertai dengan nama dagang sesuai dengan formularium RSCM dan dilengkapi dengan kolom kriteria STOPP dan START. Kolom kriteria STOPP terdiri dari penggunaan yang berpotensi tidak sesuai pada geriatri disertai dengan alasan dan alternatif terapi. Alternatif terapi berisikan alternatif yang dapat diberikan pada pasien geriatri untuk terapi pengobatannya. Sedangkan kolom kriteria START menginformasikan kepada dokter mengenai terapi yang tepat pada pasien geriatri. Buku panduan ini merupakan salah satu bentuk pelayanan informasi obat (PIO) aktif pada pelayanan kefarmasian. Penggunaan buku panduan ini ditujukan untuk tenaga kefarmasian yaitu apoteker dan asisten apoteker serta tenaga medis / dokter. Dengan adanya buku panduan ini, diharapkan apoteker sebagai jembatan informasi kepada tenaga medis / dokter untuk menindaklanjut apabila terdapat masalah terkait dengan pengobatan pada pasien geriatri. Terkait dengan hal tersebut, buku panduan ini sangat membantu apoteker dalam melakukan skrining peresepan obat yang berpotensi tidak tepat serta monitoring penggunaan obat pada pasien geriatri. Sedangkan untuk tenaga medis yaitu dokter, buku ini sangat membantu terutama untuk menuliskan resep yang tepat pada pasien geriatri. Dengan adanya buku panduan ini dapat dimanfaatkan sebagai jendela informasi yang lebih luas dan dapat digunakan oleh tenaga kefarmasian dan tenaga medis. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 17 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Jumlah obat yang masuk dalam kriteria STOPP dan START pada formularium RSCM 2013 yakni 65,14 % dari 65 kriteria STOPP dan 61,47 % dari 22 kriteria START. 2. Buku panduan skrining peresepan pada pasien geriatri berdasarkan kriteria STOPP dan START dibuat untuk membantu tenaga medis dalam menentukan penggunaan obat yang sesuai dengan terapi untuk mencegah peresepan yang berpotensi tidak tepat pada pasien geriatri sebagai bentuk pelayanan informasi obat secara aktif. 5.2 Saran 1. Kelengkapan data pada buku panduan harus selalu di up-date sesuai dengan formularium di rumah sakit. 2. Alternatif terapi sebaiknya dilengkapi untuk semua obat yang tercantum pada buku panduan. Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Pedoman Pelayanan Farmasi (Tata Laksana Terapi Obat) untuk Pasien Geriatri. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan. Dimitrow, Maarit S., et al. (2011). Comparison of Prescribing Criteria to Evaluate the Appropriateness of Drug Treatment in Individuals Aged 65 and Older: A Systematic Review. JAGS Journal compilation The American Geriatrics Society. Kim, Jiwon dan May Mak. (2013). Applied Therapeutics The Clinical Use of Drugs Section 19: Geriatric Therapy, Geriatric Drug Use. USA: LIPPINCOTTWILLIAMS&WILKINS. Mahony, D.O, et al. (2010). STOPP & START criteria: A new approach to detecting potentially inappropriate prescribing in old age. European Generatic Medicine. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Midlöv, P., et al. (2009). Drug-Related Problems in the Elderly. New York : Springer Science. Panitia Farmasi dan Terapi. (2013). Formularium Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo 2013. Jakarta : RSCM. RSCM. (2011). Poliklinik Geriatri Terpadu, http://www.rscm.co.id/index.php?bhs=in&id=OUR1000014&head=Rawat %20Jalan, di akses pada tanggal 23 Agustus 2013 Starner, Catherine I., et al. (2008). Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach Seventh Edition Chapter 8 : Geriatric. USA : The McGraw-Hill Companies, Inc Therapeutic Research Center. (2011). PL Detail-Document, STARTing and STOPPing Medications in the Elderly. Pharmacist’s Letter/Prescriber’s Letter. Stockton, CA 18 Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 Universitas Indonesia 19 Lampiran 1. Buku Panduan Skrining Peresepan pada Pasien Geriatri Berdasarkan Kriteria STOPP dan START Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) 1 1,25 di(OH) kolekalsiferol Kolkatriol®, Kolekalsiferol 1,25 DI (OH) (generik) Vitamin D pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) 2 Alendronat Nichospor®, Alovell® Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral 3 Alfakalsidol Bone-One® Vitamin D pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) 4 Amitriptilin HCl Amitryptylline HCl tablet Dengan adanya penyakit 25 mg (generik) demensia Resiko perburukan gangguan kognitif Dengan adanya penyakit glaukoma Akan memperburuk glaukoma Dengan abnormalitas penghantaran irama jantung Efek pro-aritmia Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 bulan Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk konstipasi Dengan penggunaan Resiko konstipasi berat opium atau kalsium kanal bloker Dengan adanya penyakit Resiko retensi urine prostat atau retensi urine pada riwayat sebelumnya Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 20 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 5 Amlodipin besilat 6 Asam Mefenamat Norvask®, Lovak®, Amlogrix®, Amlodipine tablet 5 mg, 10 mg (generik) Ponstan®, Mefinal®, Asam Mefenamat tablet 500 mg (generik) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk kronik konstipasi Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik psyllium, polietilenglikol yang secara konsisten > 160 mmHg Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya Penggunaan obat dengan adanya riwayat penyakit ulkus peptik atau perdarahan pada saluran cerna, kecuali dengan penggunaan bersamaan reseptor antagonis histamin H2, penghambat pompa proton / misoprostol Penggunaan obat dengan adanya penyakit hipertensi sedang-berat (sedang : 160/100 mmHg – 179/109 mmHg; berat: ≥ 180/110 mmHg) Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen peptik gastroprotektif Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal jantung Penggunaan jangka panjang (>3 bulan) untuk meringankan nyeri sedang tulang sendi pada osteoartitis Penggunaan bersamaan dengan Warfarin Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan jantung topikal Resiko perburukan hipertensi Tersedia alternatif yang lebih aman dan efektif Acetaminophen, penggunaan topikal Resiko perdarahan pada Acetaminophen, penggunaan saluran cerna topikal Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 21 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Asam Mefenamat (lanjutan) 7 Asetosal Ponstan®, Mefinal®, Asam Mefenamat tablet 500 mg (generik) Aspirin® Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal ginjal kronis Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Resiko penurunan fungsi Acetaminophen, penggunaan ginjal topikal Penggunaan jangka Allopurinol merupakan Allopurinol dengan kolkisin panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan jangka pendek atau obat AINS kronis gout tanpa pada penyakit gout selama permulaan kontraindikasi terhadap allopurinol Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya Penggunaan kombinasi Resiko tinggi perdarahan aspirin dan warfarin tanpa pada saluran percernaan reseptor antagonis histamin H2 (kecuali simetidin karena adanya interaksi dengan warfarin) atau penghambat pompa proton Penggunaan obat dengan Resiko perdarahan adanya riwayat penyakit ulkus peptikum sebelumnya tanpa histamin reseptor antagonis atau penghambat pompa proton Aspirin dengan dosis lebih Meningkatkan resiko dari 150 mg/hari perdarahan, tidak ada bukti peningkatan efikasi a. Aspirin pada penyakit fibrilasi atrial kronis, pasien yang kontraindikasi terhdap warfarin tetapi bukan aspirin b. Aspirin atau klopidogrel dengan riwayat aterosklerosis, serebral atau penyakit vaskular periferal pada pasien dengan irama sinus Tambahkan agen gastroprotektif Turunkan dosis menjadi 81 mg Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 22 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Asetosal (lanjutan) Aspirin® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Aspirin pada pasien Tidak diindikasikan dengan tidak ada riwayat koroner, serebral atau gejala periferal arterial atau arterial oklusif Aspirin untuk mengobati Tidak diindikasikan pusing tidak dengan jelas diakibatkan dengan penyakit cerebrovaskuler Penggunaan obat dengan adanya penyakit perdarahan START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Aspirin pada penyakit fibrilasi atrial kronis, pasien yang kontraindikasi terhadap warfarin tetapi bukan aspirin b. Aspirin atau klopidogrel dengan riwayat aterosklerosis, serebral atau penyakit vaskular periferal pada pasien dengan irama sinus Resiko tinggi perdarahan Pertimbangan resiko/ manfaat Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen adanya riwayat penyakit peptik gastroprotektif ulkus peptik atau perdarahan pada saluran cerna, kecuali dengan penggunaan bersamaan reseptor antagonis histamin H2, penghambat pompa proton atau misoprostol Penggunaan obat dengan Resiko perburukan adanya penyakit hipertensi hipertensi sedang-berat (sedang : 160/100 mmHg – 179/109 mmHg; berat: ≥ 180/110 mmHg) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 23 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Asetosal (lanjutan) 8 9 Atenolol Atorvastatin Aspirin® Tenormin®, Betablok®, Tenblok® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal jantung Penggunaan jangka panjang (>3 bulan) untuk meringankan nyeri sedang tulang sendi pada osteoartitis Penggunaan bersamaan dengan Warfarin Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal ginjal kronis Penggunaan jangka panjang untuk pengobatan kronis gout tanpa kontraindikasi terhadap allopurinol Dikombinasikan dengan verapamil Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan jantung topikal Pada penyakit diabetes mellitus dan kejadian hipoglikemia yakni > 1 kejadian per bulan Resiko tertutupnya gejala hipoglikemia Tersedia alternatif yang lebih aman dan efektif Acetaminophen, penggunaan topikal Resiko perdarahan pada saluran cerna Resiko penurunan fungsi ginjal Acetaminophen, penggunaan topikal Acetaminophen, penggunaan topikal Allopurinol merupakan obat profilaksis pilihan pada penyakit gout Allopurinol dengan kolkisin jangka pendek atau obat AINS selama permulaan Gejala blok irama jantung Pengganti antihipertensi, nitrat atau kalsium kanal bloker Lipitor®, Stator®, Atorsan® START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Aspirin pada penyakit fibrilasi atrial kronis, pasien yang kontraindikasi terhadap warfarin tetapi bukan aspirin b. Aspirin atau klopidogrel dengan riwayat aterosklerosis, serebral atau penyakit vaskular periferal pada pasien dengan irama sinus a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg b. Betabloker dengan adanya penyakit angina stabil kronis a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang status fungsionalnya masih mandiri dalam aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 24 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Atorvastatin (lanjutan) 10 Azatioprin 11 Betametason + desklofeniramin maleat 12 Bisoprolol Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Lipitor®, Stator®, Atorsan® b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus jika ada satu atau lebih faktor resiko utama jantung Imuran®, Azatioprine PCH®, Azathioprine tablet 50 mg (generik) Colergis® Antireumatik pemodifikasi penyakit sedangberat yang berlangsung > 12 minggu Concor®, Maintate®, Hapsen®, Bisoprolol tablet 5 mg (generik) 13 Budesonid Budenofalk® 14 Butropium Bromida Caliopan® Kortikosteroid sistemik Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi menggantikan terhadap efek samping kortikosteroid dan/atau kortikosteroid inhalasi jangka panjang bronkodilator untuk terapi perawatan kortikosteriod pada penyakit paru kronik obstruktif (PPOK) sedangberat Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang – berat atau penyakit paru obstruktif kronis, dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced Expiratory Volume ) Dikombinasikan dengan verapamil a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg Gejala blok irama jantung Pengganti antihipertensi, nitrat atau kalsium kanal bloker Pada penyakit diabetes Resiko tertutupnya gejala mellitus dan kejadian hipoglikemia hipoglikemia yakni > 1 kejadian per bulan Kortikosteroid sistemik Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi menggantikan terhadap efek samping kortikosteroid dan/atau kortikosteroid inhalasi jangka panjang bronkodilator untuk terapi perawatan kortikosteriod pada penyakit paru kronik obstruktif (PPOK) sedangberat Penggunaan obat dengan Resiko perburukan adanya konstipasi kronis konstipasi b. Betabloker dengan adanya penyakit angina stabil kronis Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang – berat atau penyakit paru obstruktif kronis, dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced Expiratory Volume ) Terapi diet (serat, cairan) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 25 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) 15 Deksametason Oradexon®, Kalmethason®, Lanadexon®, Dexamethasone tablet 0,5 mg; 4 mg; inj. (generik) Kortikosteroid sistemik Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi menggantikan terhadap efek samping kortikosteroid dan/atau kortikosteroid inhalasi jangka panjang bronkodilator untuk terapi perawatan kortikosteriod pada penyakit paru kronik obstruktif (PPOK) sedangberat 16 Diazepam Valium®, Valdimex®, Stesolid®, Diazepam tablet 5 mg (generik) Penggunaan jangka Resiko sedasi, konfusi, panjang (yakni lebih dari gangguan keseimbangan 1 bulan), benzodiazepin dan resiko jatuh kerja panjang dan benzodiazepin yang metabolit bekerja panjang START (Mahony, D.O, et al., 2010) Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang – berat atau penyakit paru obstruktif kronis, dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced Expiratory Volume ) Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat jatuh (riwayat jatuh 1 kali menurunkan sensorium, atau lebih dalam 3 bulan) gangguan keseimbangan 17 Difenhidramin Decadryl®, Diphenhydramine inj (generik) Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek (>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik generasi pertama Setirizine, Fexofenadine, Loratadin, Desloratadin, Levoceteririzine Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium atau lebih dalam 3 bulan) 18 Digoxin Lanoxin®, Fargoxin® Digoksin dengan dosis > (inj.), Digoxin tablet 0,25 125 mg/hari dengan mg (generik) gangguan fungsi ginjal (GFR Ė 50 ml/menit) Meningkatkan resiko toksisitas Penurunan dosis dan monitoring Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 26 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 19 Diklofenak Voltaren®, Cataflam®, Deflamat CR®, Natrium Diklofenak tablet 50 mg, 25 mg (generik), Kalium Diklofenak tablet 25 mg, 50 mg (generik) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen adanya riwayat penyakit peptik gastroprotektif ulkus peptik atau perdarahan pada saluran cerna, kecuali dengan penggunaan bersamaan reseptor antagonis histamin H2, penghambat pompa proton atau misoprostol Penggunaan obat dengan Resiko perburukan adanya penyakit hipertensi hipertensi sedang-berat (sedang : 160/100 mmHg – 179/109 mmHg; berat: ≥ 180/110 mmHg) Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal jantung Penggunaan jangka panjang (>3 bulan) untuk meringankan nyeri sedang tulang sendi pada osteoartitis Penggunaan bersamaan dengan Warfarin Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan jantung topikal Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal ginjal kronis Resiko penurunan fungsi Acetaminophen, penggunaan ginjal topikal Tersedia alternatif yang lebih aman dan efektif Acetaminophen, penggunaan topikal Resiko perdarahan pada Acetaminophen, penggunaan saluran cerna topikal Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 27 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Voltaren®, Cataflam®, Deflamat CR®, Natrium Diklofenak tablet 50 mg, 25 mg (generik), Kalium Diklofenak tablet 25 mg, 50 mg (generik) Penggunaan jangka Allopurinol merupakan panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan kronis gout tanpa pada penyakit gout kontraindikasi terhadap allopurinol Allopurinol dengan kolkisin jangka pendek atau obat AINS selama permulaan Herbesser®, Carditen®, Diltiazem (generik) Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk kronik konstipasi Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik psyllium, polietilenglikol yang secara konsisten > 160 mmHg Penggunaan dengan Akan memperburuk NYHA (New York Heart gagal jantung Association ) kelas III atau IV pada gagal jantung Diuretik, penghambat ACE, beta bloker (tidak dengan verapamil) Sebagai terapi tunggal untuk pencegahan sekunder kardiovaskuler Tidak ada bukti efikasi Untuk pencegahan sekunder: aspirin, klopidogrel (intoleran terhadap aspirin), kombinasi aspirin dan klopidogrel, aspirin / dipiridamol; stroke Dengan adanya penyakit perdarahan Resiko tinggi pada perdarahan Pertimbangan resiko dan manfaat (Mahony, D.O, et al. 2010) Diklofenak (lanjutan) 20 Diltiazem 21 Dipiridamol 22 Doksazosin Persantin® Cardura®, Kaltensif® START (Mahony, D.O, et al., 2010) Penggunaan obat pada Resiko peningkatan Untuk inkontinensia : terapi laki-laki inkontinesia yang berkemih dan tingkah laku (misal : menahan sering, yakni 1 atau lebih perburukan inkontinesia keinginan untuk berkemih) kejadian inkontinensia sehari Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 28 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Doksazosin (lanjutan) 23 Enalapril Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Tidak diindikasikan Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Cardura®, Kaltensif® Penggunaan obat dengan adanya penggunaan jangka panjang kateter dalam saluran kemih yakni lebih dari 2 bulan Untuk BPH : penghambat 5alpha-reduktase, dutasteride Renacardon®, Tenace® Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru) a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard akut c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal jantung kronik 24 Esomeprazol Nexium®, Nexium® IV Penggunaan obat dengan adanya penyakit ulkus peptik dengan dosis pengobatan penuh > 8 minggu Penggunaan jangka panjang penghambat pompa proton dengan dosis pengobatan penuh pada penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD tidak diindikasikan Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya diturunkan untuk perawatan / penyakit refluks gastroesofagus atau pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 29 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 25 Estradiol 26 Estradiol Hemihidrat Ovestn®, Progynova® Estreva® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Penggunaan obat dengan adanya riwayat kanker payudara atau tromboemboli vena Peningkatan resiko kekambuhan Penggunaan estrogen tanpa progestogen pada pasien yang masih memiliki uterus Resiko kanker endometrial Penggunaan obat dengan adanya riwayat kanker payudara atau tromboemboli vena Peningkatan resiko kekambuhan Penggunaan estrogen tanpa progestogen pada pasien yang masih memiliki uterus Resiko kanker endometrial Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Untuk hot flashes : terapi non farmakologi (lingkungan yang sejuk, pakaian yang berlapis, kompres yang dingin), obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif, gabapentin, venlafaksin b. Untuk kepadatan tulang: kalsium, vitamin D, bifosfonat, raloxifen a. Untuk hot flashes : terapi non farmakologi (lingkungan yang sejuk, pakaian yang berlapis, kompres yang dingin), obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif, gabapentin, venlafaksin b. Untuk kepadatan tulang: kalsium, vitamin D, bifosfonat, raloxifen Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 30 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 27 Estradiol Valerat 28 Etinilestradiol Cyclo-Progynova® Lynoral® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Penggunaan obat dengan adanya riwayat kanker payudara atau tromboemboli vena Peningkatan resiko kekambuhan Penggunaan estrogen tanpa progestogen pada pasien yang masih memiliki uterus Resiko kanker endometrial Penggunaan obat dengan adanya riwayat kanker payudara atau tromboemboli vena Peningkatan resiko kekambuhan Penggunaan estrogen tanpa progestogen pada pasien yang masih memiliki uterus Resiko kanker endometrial Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Untuk hot flashes : terapi non farmakologi (lingkungan yang sejuk, pakaian yang berlapis, kompres yang dingin), obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif, gabapentin, venlafaksin b. Untuk kepadatan tulang: kalsium, vitamin D, bifosfonat, raloxifen a. Untuk hot flashes : terapi non farmakologi (lingkungan yang sejuk, pakaian yang berlapis, kompres yang dingin), obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif, gabapentin, venlafaksin b. Untuk kepadatan tulang: kalsium, vitamin D, bifosfonat, raloxifen 29 Felodipin Plendil®, Nirmadil® Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk kronik konstipasi Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik psyllium, polietilenglikol yang secara konsisten > 160 mmHg 30 Fenoterol HBr Berotec® Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 31 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Fenoterol HBr (lanjutan) 31 Fentanil Berotec® Fentanyl® (inj.) ; Durogesic® (patch) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk asma sedang hingga ringan atau penyakit paru obstruktif kronis Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dua opium secara bersamaan. Pengecualian pada duplikasi resep yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala misalnya opium untuk penghilang nyeri Penggunaan dengan Resiko konstipasi berat antidepresan trisiklik Penggunaan obat untuk Resiko diagnosis yang Alumunium Hidroksida, diare yang penyebabnya tertunda, dapat Kolestiramine, Perubahan diet tidak diketahui memperburuk konstipasi dengan diare berkepanjangan, dapat menimbulkan keracunan megacolon pada penyakit inflamasi usus, dapat memperlambat pemulihan pada gastroentritis yang tidak disadari Penggunaan obat untuk pengobatan infeksi gastroentritis yang berat seperti diare berdarah, demam tinggi atau toksisitas sistemik yang berat Perburukan dan perpanjangan infeksi Alumunium Hidroksida, Kolestiramine, Perubahan diet Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 32 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Fentanil (lanjutan) Fentanyl® (inj.) ; Durogesic® (patch) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Penggunaan lebih dari 2 Resiko konstipasi berat minggu pada pasien dengan konstipasi kronis tanpa penggunaan laksatif secara bersamaan Penggunaan jangka panjang pada opium dengan riwayat jatuh berulang Penggunaan jangka panjang sebagai terapi lini pertama untuk nyeri ringan-sedang Resiko mengantuk, hipotensi postural, vertigo) Tidak sesuai dengan WHO analgesic ladder Untuk nyeri ringan / sedang: Obat AINS kerja lambat (misal : ibuprofen), penggunaan topikal : lidokain, capsaicin Penggunaan opium jangka Resiko perburukan panjang pada pasien gangguan kognitif dengan penyakit demensia kecuali jika digunakan untuk perawatan paliatif atau penanganan gejala nyeri kronis sedang/berat 32 Fesoterodin Toviaz® Penggunaan obat dengan adanya penyakit demesia Resiko peningkatan konfusi, agitasi Penggunaan obat dengan Resiko perburukan akut adanya penyakit glaukoma glaukoma kronis Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 33 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Fesoterodin (lanjutan) 33 Fluoksetin 34 Furosemide Toviaz® Prozac®, Lodep®, Kalxetin® Lasix®, Furosix®, Farsix®, Furosemide Tablet 40 mg, inj. (generik) Penggunaan obat dengan adanya konstipasi kronik Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Perburukan konstipasi Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Terapi diet (serat, cairan) Penggunaan obat dengan Resiko retensi urine adanya penyakit prostat kronik Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif lainnya Penghambat ambilan Terjadi hiponatremia kembali serotonin selektif dengan riwayat klinis hiponatremia (noniatrogenik hiponatremia <130 mmol/l dalam waktu 2 bulan sebelumnya) Trazodone, mirtazapine, buproprion Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 bulan Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat diuretik kuat lainnya Untuk udem hanya pada pergelangan tangan yakni tidak ada tanda klinis gagal jantung Tidak ada bukti Diikat dengan kuat efikasinya, compression hosiery biasanya lebih sesuai Sebagai lini pertama terapi tunggal pada hipertensi Tersedia alternatif yang lebih aman dan efektif Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 34 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 35 Haloperidol Haldol®, Serenace®, Lodomer®, Haloperidol tablet 0,5 mg; 1,5 mg; 5 mg (generik) Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk jangka panjang (> 1 gejala ekstrapiramidal bulan) pada pasien dengan parkinsonisme Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, eszopicloneramelteon Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan, atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme 36 Hidroklortiazid 37 Hidroksizin Hydrochlorothiazide (generik) Bestalin® Dengan riwayat gout Akan memperburuk gout Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek (>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik generasi pertama Setirizine, Fexofenadine, Loratadin, Desloratadin, Levoceteririzine Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium atau lebih dalam 3 bulan) 38 Hiosin n-butil Bromida Buscopan®, Scopamin®, Penggunaan obat dengan Resiko perburukan Stomica® adanya konstipasi kronis konstipasi Terapi diet (serat, cairan) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 35 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 39 Ibandronat Bondronat® (inj.), Bonviva® (tab) 40 Ibuprofen Proris®, Lexaprofen®, Brufen®, Ibuprofen tablet 200 mg dan 400 mg (generik) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen adanya riwayat penyakit peptik gastroprotektif ulkus peptik atau perdarahan pada saluran cerna, kecuali dengan penggunaan bersamaan reseptor antagonis histamin H2, penghambat pompa proton atau misoprostol Penggunaan obat dengan Resiko perburukan adanya penyakit hipertensi hipertensi sedang-berat (sedang : 160/100 mmHg – 179/109 mmHg; berat: ≥ 180/110 mmHg) Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal jantung Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan jantung topikal Penggunaan jangka panjang (>3 bulan) untuk meringankan nyeri sedang tulang sendi pada osteoartitis Penggunaan bersamaan dengan Warfarin Tersedia alternatif yang lebih aman dan efektif Acetaminophen, penggunaan topikal Resiko perdarahan pada Acetaminophen, penggunaan saluran cerna topikal Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 36 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Ibuprofen (lanjutan) 41 Imidapril Proris®, Lexaprofen®, Brufen®, Ibuprofen tablet 200 mg dan 400 mg (generik) Tanapress® Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal ginjal kronis Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Resiko penurunan fungsi Acetaminophen, penggunaan ginjal topikal Penggunaan jangka Allopurinol merupakan Allopurinol dengan kolkisin panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan jangka pendek atau obat AINS kronis gout tanpa pada penyakit gout selama permulaan kontraindikasi terhadap allopurinol Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru). a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard akut c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal jantung kronik 42 Imipramin Tofranil® Dengan adanya penyakit demensia Resiko perburukan gangguan kognitif Dengan adanya penyakit glaukoma Akan memperburuk glaukoma Dengan abnormalitas penghantaran irama jantung Efek pro-aritmia a. Untuk depresi : trazodone (insomnia), Penghambat ambilan kembali serotonin selektif (hindari fluoksetin), bupropion (untuk pasien jantung), mirtazapine (untuk insomnia atau anoreksia) Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 bulan Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 37 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Imipramin (lanjutan) Tofranil® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk konstipasi Dengan penggunaan Resiko konstipasi berat opium atau kalsium kanal bloker Dengan adanya penyakit Resiko retensi urine prostat atau retensi urine pada riwayat sebelumnya Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) b. Untuk nyeri neuropati : Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi penggunaan topikal (lidokain, sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 capsaicin) bulan 43 Indapamid Natrilix SR® Dengan riwayat gout Akan memperburuk gout 44 Indometasin Dialon®, Indometasin (generik) Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen adanya riwayat penyakit peptik gastroprotektif ulkus peptik atau perdarahan pada saluran cerna, kecuali dengan penggunaan bersamaan reseptor antagonis histamin H2, penghambat pompa proton atau misoprostol Penggunaan obat dengan Resiko perburukan adanya penyakit hipertensi hipertensi sedang-berat (sedang : 160/100 mmHg – 179/109 mmHg; berat: ≥ 180/110 mmHg) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 38 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Indometasin (lanjutan) Dialon®, Indometasin (generik) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal jantung Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan jantung topikal Penggunaan jangka panjang (>3 bulan) untuk meringankan nyeri sedang tulang sendi pada osteoartitis Penggunaan bersamaan dengan Warfarin Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal ginjal kronis Tersedia alternatif yang lebih aman dan efektif Acetaminophen, penggunaan topikal Resiko perdarahan pada saluran cerna Resiko penurunan fungsi ginjal Acetaminophen, penggunaan topikal Acetaminophen, penggunaan topikal Penggunaan jangka panjang untuk pengobatan kronis gout tanpa kontraindikasi terhadap allopurinol Penggunaan obat dengan adanya penyakit glaukoma Allopurinol merupakan obat profilaksis pilihan pada penyakit gout Allopurinol dengan kolkisin jangka pendek atau obat AINS selama permulaan Dapat memperburuk glaukoma Gunakan ukuran dosis inhaler dan hindari penggunaan obat pada mata START (Mahony, D.O, et al., 2010) 45 Ipratropium Atrovent® 46 Irbesartan Aprovel®, Irvask®, Irbesartan (generik) Angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal 47 Kalsium Glukonat Calcii Gluconas® Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 39 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 48 Kalsium Hidrogen Fosfat Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Dumocalcin® START (Mahony, D.O, et al., 2010) Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) Cavit D3® 49 Kalsium Hidrogen Fosfat + Kolekalsiferol Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) 50 Kalsium Karbonat Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) Osteocal®, CaCO3 kapsul 500 mg (generik) 51 Kalsium Laktat / Fosfat Kalk® Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) 52 Kalsium Organik Aquamin Calnic®, Calnic Plus® Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) 53 Kandesartan Blopress® Angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal 54 Kaptopril Acepress®, Captopril tablet 12,5 mg , 25 mg Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 40 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Kaptopril (lanjutan) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Acepress®, Captopril tablet 12,5 mg , 25 mg (generik) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard akut c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal jantung kronik 55 Karvedilol Dilbloc®, V-bloc® 56 Klodronat dinatrium Bonefos® 57 Klorfeniramin maleat Cohistan®, Chlorpheniramine HCl tablet 10 mg (generik) Dengan adanya penyakit paru obstruktif kronik Resiko bronkospasme Dikombinasikan dengan verapamil Gejala blok irama jantung Pada penyakit diabetes mellitus dan kejadian hipoglikemia yakni > 1 kejadian per bulan Resiko tertutupnya gejala hipoglikemia Agen Kardioselektif : atenolol, bisoprolol, nebivolol, metoprolol Pengganti antihipertensi, nitrat atau kalsium kanal bloker a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg b. Betabloker dengan adanya penyakit angina stabil kronis Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek (>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik generasi pertama Setirizine, Fexofenadine, Loratadin, Desloratadin, Levoceteririzine Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 41 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Klorfeniramin maleat (lanjutan) 58 Klorpromazin HCl Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Cohistan®, Chlorpheniramine HCl tablet 10 mg (generik) Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium atau lebih dalam 3 bulan) Largactil®, Promactil®, Cepezet-100® Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk jangka panjang (> 1 gejala ekstrapiramidal bulan) pada pasien dengan parkinsonisme Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, eszopicloneramelteon Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan, atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme 59 Klortalidon Hygroton®, Thalidone 50® Dengan riwayat gout Akan memperburuk gout Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 42 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 60 Klozapin Clozaril®, Lutfen®, Clorilex® Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk jangka panjang (> 1 gejala ekstrapiramidal bulan) pada pasien dengan parkinsonisme Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan, atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme 61 Kodein Fosfat Codein KF Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, eszopicloneramelteon Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dua opium secara bersamaan. Pengecualian pada duplikasi resep yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala misalnya opium untuk penghilang nyeri Penggunaan dengan antidepresan trisiklik Resiko konstipasi berat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 43 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Kodein Fosfat (lanjutan) Codein KF 62 Kolkisin Penggunaan obat untuk diare yang penyebabnya tidak diketahui Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) resiko diagnosis yang Alumunium Hidroksida, tertunda, dapat Kolestiramine, Perubahan diet memperburuk konstipasi dengan diare berkepanjangan, dapat menimbulkan keracunan megacolon pada penyakit inflamasi usus, dapat memperlambat pemulihan pada gastroentritis yang tidak disadari Penggunaan jangka Allopurinol merupakan panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan kronis gout tanpa pada penyakit gout) kontraindikasi terhadap allopurinol Allopurinol 63 Kombinasi Kalsium dan CDR® Vitamin 64 Labetalol Trandete® START (Mahony, D.O, et al., 2010) Kalsium dan vitamin D pada pasien dengan osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat) Dengan adanya penyakit paru obstruktif kronik Resiko bronkospasme Agen Kardioselektif : atenolol, bisoprolol, nebivolol, metoprolol Dikombinasikan dengan verapamil Gejala blok irama jantung Pengganti antihipertensi, nitrat atau kalsium kanal bloker Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 44 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Labetalol (lanjutan) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Trandete® Pada penyakit diabetes mellitus dan kejadian hipoglikemia yakni > 1 kejadian per bulan Resiko tertutupnya gejala hipoglikemia 65 Lansoprazol Prosogan FD®, Inhipraz®, LAZ®, Lansoprazole kapsul 30 mg (generik) Penggunaan obat dengan adanya penyakit ulkus peptik dengan dosis pengobatan penuh > 8 minggu Penggunaan jangka panjang penghambat pompa proton dengan dosis pengobatan penuh pada penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD tidak diindikasikan 66 Levodopa Levoben® 67 Lisinopril Zestril®, Noperten® L-DOPA pada penyakit parkinson idiopathic dengan gangguan fungsional yang pasti dan kecatatan yang dihasilkan Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru) Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya diturunkan untuk perawatan / penyakit refluks gastroesofagus atau pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard akut c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal jantung kronik Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 45 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 68 Loperamid HCl Imodium®, Loperamide tablet 2 mg (generik) 69 Losartan Cozaar®, Angioten® 70 Maprotilin Ludiomil® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Penggunaan obat untuk diare yang penyebabnya tidak diketahui Resiko diagnosis yang Alumunium Hidroksida, tertunda, dapat Kolestiramine, Perubahan diet memperburuk konstipasi dengan diare berkepanjangan, dapat menimbulkan keracunan megacolon pada penyakit inflamasi usus, dapat memperlambat pemulihan pada gastroentritis yang tidak disadari Penggunaan obat untuk pengobatan infeksi gastroentritis yang berat seperti diare berdarah, demam tinggi atau toksisitas sistemik yang berat Perburukan dan perpanjangan infeksi START (Mahony, D.O, et al., 2010) Angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif lainnya Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 46 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Maprotilin (lanjutan) Ludiomil® 71 Mebhidrolin Napadisilat Interhistin® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Penghambat ambilan terjadi hiponatremia kembali serotonin selektif dengan riwayat klinis hiponatremia (noniatrogenik hiponatremia <130 mmol/l dalam waktu 2 bulan sebelumnya) Trazodone, mirtazapine, buproprion Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek (>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik generasi pertama Setirizine, Fexofenadine, Loratadin, Desloratadin, Levoceteririzine START (Mahony, D.O, et al., 2010) Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 bulan Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium atau lebih dalam 3 bulan) 72 Metformin Glucophage®, Glumin®, Gliformin®, Metformin 500 mg, 850 mg (generik) 73 Metil Prednisolon Asetat Tablet : Medrol®, Medixon®, Thimelon®, Methylprednisolone tablet 4 mg; 8 mg; 16 mg (generik) Injeksi : Solumedrol®, Depo Medrol®, Medixon®, Thimelon®, Methylprednisolone inj. 125 mg (generik) Metformin pada penyakit diabetes tipe 2 ada atau tanpa sindrom metabolik (pada pasien yang tidak mengalami gangguan ginjal) Kortikosteroid sistemik menggantikan kortikosteroid inhalasi untuk terapi perawatan pada penyakit paru kronik obstruktif PPOK sedangberat Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi terhadap efek samping kortikosteroid dan/atau jangka panjang bronkodilator kortikosteriod Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang – berat atau penyakit paru obstruktif kronis, dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced Expiratory Volume ) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 47 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 74 Metoklopramid 75 Metoprolol tartrat 76 Metotreksat 77 Morphine HCl Primperan®, Sotatic®, Metoclopramide tablet 10 mg, inj. 10 mg/2 ml (generik) Seloken®, Lopresor®, Cardiosel® Methotrexate Ebewe®, Emtexate® Morphine HCl KF Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Penggunaan obat pada pasien dengan adanya penyakit parkinsonisme Resiko perburukan parkinsonisme Untuk mual : Ondansentron, Granisentron, Dolasentron Dikombinasikan dengan verapamil Gejala blok irama jantung Pengganti antihipertensi, nitrat atau kalsium kanal bloker Pada penyakit diabetes mellitus dan kejadian hipoglikemia yakni > 1 kejadian per bulan Resiko tertutupnya gejala hipoglikemia START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg b. Betabloker dengan adanya penyakit angina stabil kronis Antireumatik pemodifikasi penyakit sedangberat yang berlangsung > 12 minggu Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dua opium secara bersamaan. Pengecualian pada duplikasi resep yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala misalnya opium untuk penghilang nyeri Penggunaan dengan antidepresan trisiklik Penggunaan obat untuk diare yang penyebabnya tidak diketahui Resiko konstipasi berat Resiko diagnosis yang Alumunium Hidroksida, tertunda, dapat Kolestiramine, Perubahan diet memperburuk konstipasi dengan diare berkepanjangan, dapat menimbulkan keracunan megacolon pada penyakit inflamasi usus, dapat memperlambat pemulihan pada gastroentritis yang tidak disadari Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 48 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Penggunaan obat untuk Perburukan dan pengobatan infeksi perpanjangan infeksi gastroentritis yang berat seperti diare berdarah, demam tinggi atau toksisitas sistemik yang berat Penggunaan lebih dari 2 Resiko konstipasi berat minggu pada pasien dengan konstipasi kronis tanpa penggunaan laksatif secara bersamaan Alumunium Hidroksida, Kolestiramine, Perubahan diet (Mahony, D.O, et al. 2010) Morphine HCl (lanjutan) Morphine HCl KF Penggunaan jangka panjang pada opium dengan riwayat jatuh berulang Penggunaan jangka panjang sebagai terapi lini pertama untuk nyeri ringan-sedang START (Mahony, D.O, et al., 2010) Untuk diare : Alumunium Hidroksida, Kolestiramine, Perubahan diet Resiko mengantuk, hipotensi postural, vertigo) Tidak sesuai dengan WHO analgesic ladder Untuk nyeri ringan / sedang : Obat AINS kerja lambat (misal : ibuprofen), penggunaan topikal : lidokain, capsaicin Penggunaan opium jangka Resiko perburukan panjang pada pasien gangguan kognitif dengan penyakit demensia kecuali jika digunakan untuk perawatan paliatif atau penanganan gejala nyeri kronis sedang/berat Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 49 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 78 Nifedipin 79 Nikardipin 80 Olanzapin Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Adalat® / Adalat Oros®, Farmalat®, Coronipin®, Nifedipine tablet 10 mg (generik) Perdipine® (inj), Loxen® (tablet, kapsul), Blistra® Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk kronik konstipasi Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik psyllium, polietilenglikol yang secara konsisten > 160 mmHg Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk kronik konstipasi Akan memperburuk konstipasi Zyprexa®, Olandoz® Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk jangka panjang (> 1 gejala ekstrapiramidal bulan) pada pasien dengan parkinsonisme Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan, atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme 81 Omeprazol Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Losec®, OMZ®, Ozid®, Penggunaan obat dengan Omeprazole kapsul 20 mg adanya penyakit ulkus (generik) peptik dengan dosis pengobatan penuh > 8 minggu Penggunaan jangka panjang penghambat pompa proton dengan dosis pengobatan penuh pada penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD tidak diindikasikan Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, eszopicloneramelteon Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya diturunkan untuk perawatan / penyakit refluks gastroesofagus atau pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 50 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Penggunaan jangka panjang penghambat pompa proton dengan dosis pengobatan penuh pada penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD tidak diindikasikan Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) 82 Pantoprazol Pantozol®, Panso®, Pantotis® Penggunaan obat dengan adanya penyakit ulkus peptik dengan dosis pengobatan penuh > 8 minggu Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya diturunkan untuk perawatan / penyakit refluks gastroesofagus atau pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi penyakit ulkus peptik, esofagitis atau terindikasi GERD 83 Perindopril Prexum® Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru). a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard akut c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal jantung kronik 84 Piroxicam Feldene®, Piroxicam kapsul 10 mg, 20 mg (generik) Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 51 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Piroxicam (lanjutan) Feldene®, Piroxicam kapsul 10 mg, 20 mg (generik) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen adanya riwayat penyakit peptik gastroprotektif ulkus peptik atau perdarahan pada saluran cerna, kecuali dengan penggunaan bersamaan reseptor antagonis histamin H2, penghambat pompa proton atau misoprostol Penggunaan obat dengan Resiko perburukan adanya penyakit hipertensi hipertensi sedang-berat (sedang : 160/100 mmHg – 179/109 mmHg; berat: ≥ 180/110 mmHg) Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal jantung Penggunaan jangka panjang (>3 bulan) untuk meringankan nyeri sedang tulang sendi pada osteoartitis Penggunaan bersamaan dengan Warfarin Penggunaan obat dengan adanya penyakit gagal ginjal kronis Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan jantung topikal Tersedia alternatif yang lebih aman dan efektif Acetaminophen, penggunaan topikal Resiko perdarahan pada saluran cerna Resiko penurunan fungsi ginjal Acetaminophen, penggunaan topikal Acetaminophen, penggunaan topikal Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 52 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Penggunaan jangka Allopurinol merupakan panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan kronis gout tanpa pada penyakit gout kontraindikasi terhadap allopurinol Allopurinol dengan kolkisin jangka pendek atau obat AINS selama permulaan (Mahony, D.O, et al. 2010) Piroxicam (lanjutan) Feldene®, Piroxicam kapsul 10 mg, 20 mg (generik) START (Mahony, D.O, et al., 2010) 85 Pravastatin Chlespar®, Gravastin® 86 Prednison Pehacort®, Prednison tablet 5 mg (generik) Kortikosteroid sistemik menggantikan kortikosteroid inhalasi untuk terapi perawatan pada penyakit paru kronik obstruktif PPOK sedangberat 87 Prokaterol HCl hemihidrat Meptin® air inhaler , Ataroc® Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) 88 Propanolol Biocard®, Farmadral®, Propanolol HCl tablet 10 mg, 40 mg (generik) a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang status fungsionalnya masih mandiri dalam aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus jika ada satu atau lebih faktor resiko utama jantung Dengan adanya penyakit paru obstruktif kronik Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi terhadap efek samping kortikosteroid dan/atau jangka panjang bronkodilator kortikosteriod Resiko bronkospasme Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang – berat atau penyakit paru obstruktif kronis, dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced Expiratory Volume ) Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk asma sedang hingga ringan atau penyakit paru obstruktif kronis Agen Kardioselektif : atenolol, a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah bisoprolol, nebivolol, sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg metoprolol Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 53 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Propanolol (lanjutan) 89 Quetiapin Biocard®, Farmadral®, Propanolol HCl tablet 10 mg, 40 mg (generik) Dikombinasikan dengan verapamil Gejala blok irama jantung Pada penyakit diabetes mellitus dan kejadian hipoglikemia yakni > 1 kejadian per bulan Resiko tertutupnya gejala hipoglikemia Seroquel®, Seroquel XR® Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang Penggunaan neuroleptik jangka panjang (> 1 bulan) pada pasien dengan parkinsonisme Pada pasien dengan resiko jatuh (riwayat jatuh 1 kali atau lebih dalam 3 bulan) 90 Ramipril Triatec®, Hyperil®, Ramixal® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Akan memperburuk gejala ekstrapiramidal Dapat menyebabkan gangguan berjalan, parkinsonisme Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Pengganti antihipertensi, nitrat atau kalsium kanal bloker START (Mahony, D.O, et al., 2010) b. Betabloker dengan adanya penyakit angina stabil kronis a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, eszopicloneramelteon Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru). Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 54 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Ramipril (lanjutan) Triatec®, Hyperil®, Ramixal® Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 91 Risperidon Risperdal®, Zofredal®, Persidal®, Risperdal Consta®, Risperidon tablet 2 mg (generik) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard akut c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal jantung kronik Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk jangka panjang (> 1 gejala ekstrapiramidal bulan) pada pasien dengan parkinsonisme Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan, atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, eszopicloneramelteon Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 55 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) 92 Rosuvastatin Crestor® 93 Salbutamol Ventolin®, Lasal®, Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala Salbutamol tablet 2 mg; 4 untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) mg (generik) Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk asma sedang hingga ringan atau penyakit paru obstruktif kronis Zoloft®, Fridep®, Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif lainnya Serrlof®, Sertraline tablet Penghambat ambilan terjadi hiponatremia Trazodone, mirtazapine, Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi 50 mg (generik) kembali serotonin selektif buproprion sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 dengan riwayat klinis bulan hiponatremia (noniatrogenik hiponatremia <130 mmol/l dalam waktu 2 bulan sebelumnya) 94 Sertralin a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang status fungsionalnya masih mandiri dalam aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus jika ada satu atau lebih faktor resiko utama jantung Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 56 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 95 Simvastatin Zocor®, Cholestat®, Mersivas®, Simvastatin tablet 10 mg, 20 mg (generik) 96 Siproheptadin HCl Pronicy® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang status fungsionalnya masih mandiri dalam aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus jika ada satu atau lebih faktor resiko utama jantung Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek (>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik generasi pertama Setirizine, Fexofenadine, Loratadin, Desloratadin, Levoceteririzine Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium atau lebih dalam 3 bulan) 97 Solifenasin Vesicare® Penggunaan obat dengan adanya penyakit demesia Resiko peningkatan konfusi, agitasi Penggunaan obat dengan Resiko perburukan akut adanya penyakit glaukoma glaukoma kronis Penggunaan obat dengan adanya konstipasi kronik Perburukan konstipasi Penggunaan obat dengan adanya penyakit prostat kronik Resiko retensi urine Terapi diet (serat, cairan) Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 57 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) START (Mahony, D.O, et al., 2010) 98 Sulfasalazin Sulcolon®, Sulfasalazin (generik) Antireumatik pemodifikasi penyakit sedangberat yang berlangsung > 12 minggu 99 Telmisartan Micardis® Angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal 100 Terazosin HCl Hytrin® Penggunaan obat pada resiko peningkatan laki-laki inkontinesia yang berkemih dan sering, yakni 1 atau lebih perburukan inkontinesia kejadian inkontinensia sehari Penggunaan obat dengan adanya penggunaan jangka panjang kateter dalam saluran kemih yakni lebih dari 2 bulan 101 Terbutalin Sulfat Bricasma®, Nairet®, Forasma® a. Untuk inkontinensia : terapi tingkah laku (misal : menahan keinginan untuk berkemih) b. Untuk BPH : penghambat 5alpha-reduktase, dutasteride tidak diindikasikan Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk asma sedang hingga ringan atau penyakit paru obstruktif kronis Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 58 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) 102 Triamsonolon Asetonid Triamcort® (tab), Flamicort® inj., Flamicort® (inj. IA/IB/ID/IM), Kenalog in orabase® (salep), Ketricin® (tab, salep) Kortikosteroid sistemik menggantikan kortikosteroid inhalasi untuk terapi perawatan pada penyakit paru kronik obstruktif PPOK sedangberat Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi terhadap efek samping kortikosteroid dan/atau jangka panjang bronkodilator kortikosteriod 103 Trifluoperazin Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Stelazine®, Stelosi® Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk jangka panjang (> 1 gejala ekstrapiramidal bulan) pada pasien dengan parkinsonisme START (Mahony, D.O, et al., 2010) Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang – berat atau penyakit paru obstruktif kronis, dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced Expiratory Volume ) a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan, atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme 104 Valsartan Diovan®, Valsartan tab 80 mg (generik) Angiotensin reseptor bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 59 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 105 Venflaksin Efexor XR® Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Dengan adanya penyakit demensia Resiko perburukan gangguan kognitif Dengan adanya penyakit glaukoma Dengan abnormalitas penghantaran irama jantung Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk glaukoma Efek pro-aritmia Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 bulan Akan memperburuk konstipasi Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3 bulan Dengan penggunaan Resiko konstipasi berat opium atau kalsium kanal bloker Dengan adanya penyakit Resiko retensi urine prostat atau retensi urine pada riwayat sebelumnya 106 Verapamil Isoptin®, Cardiover®, Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk Corpamil®, Verapamil kronik konstipasi tablet 80 mg; inj. (generik) START (Mahony, D.O, et al., 2010) Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik psyllium, polietilenglikol yang secara konsisten > 160 mmHg Penggunaan dengan akan memperburuk gagal Diuretik, penghambat ACE, NYHA (New York Heart jantung beta bloker (tidak dengan Association ) kelas III atau verapamil) IV pada gagal jantung Dikombinasikan dengan beta bloker Gejala blok irama jantung Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014 60 Kriteria STOPP No. Nama Obat Nama Dagang Penggunaan yang Berpotensi Tidak Sesuai pada Pasien Geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010) 107 Warfarin Natrium Simarc 2® 108 Zolendronat Zometa®, Aclasta® 109 Zotepin Lodopin® Untuk penggunaan pertama digunakan untuk trombosis vena dalam unkomplikata dengan waktu lebih panjang dari 6 bulan Untuk penggunaan pertama digunakan untuk emboli paru dengan waktu lebih panjang dari 12 bulan Dengan adanya penyakit perdarahan Penggunaan bersama dengan obat AINS Alasan (Mahony, D.O,et al. 2010) Alternatif Terapi (Therapeutic Research Center, 2011) Tidak ada bukti tambahan manfaat START (Mahony, D.O, et al., 2010) Warfarin pada penyakit fibrilasi atrial kronik Tidak ada manfaat yang terbukti Resiko tinggi pada perdarahan Resiko perdarahan pada saluran cerna Pertimbangan resiko dan manfaat Acetaminophen, penggunaan topikal Warfarin pada penyakit fibrilasi atrial kronik Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral Penggunaan jangka panjang (misal lebih dari 1 bulan) pada neuroleptik sebagai penggunaan hipnotik jangka panjang Akan menyebabkan resiko kebingungan, hipotensi, efek samping ekstrapiramidal dan resiko jatuh Penggunaan neuroleptik jangka panjang (> 1 bulan) pada pasien dengan parkinsonisme Pada pasien dengan resiko jatuh (riwayat jatuh 1 kali atau lebih dalam 3 bulan) Akan memperburuk gejala ekstrapiramidal Dapat menyebabkan gangguan berjalan, parkinsonisme a. Untuk ansietas : benzodiazepin kerja pendek (alprazolam, lorazepam, oxazepam, buspiron,penghambat ambilan kembali serotonin selektif, penghambat ambilan kembali serotonin norepinefrin b. Untuk tidur : terapi tanpa obat, temazepam, zoldipem, zaleplon, eszopicloneramelteon Universitas Indonesia Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014