universitas indonesia laporan praktek kerja profesi apoteker di

advertisement
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN)
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
PERIODE 03 JULI – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
AISYAH, S.Far.
1206329316
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL (RSUPN)
DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
PERIODE 03 JULI – 30 AGUSTUS 2013
LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
AISYAH, S.Far.
1206329316
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
iii
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
iv
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan program Praktek
Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Rumah Sakit Umum Pendidikan Nasional
(RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah dilaksanakan pada tanggal 03
Juli – 30 Agustus 2013, serta dapat menyelesaikan laporan tugas umum ini
dengan tepat waktu.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati, penulis ingin mengucapkan
rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Indonesia;
2.
Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt. Sebagai Pejabat Sementara
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia sampai dengan tanggal 20
Desember 2013
3.
Bapak Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas
Farmasi
Universitas
Indonesia, pembimbing akademik
yang telah
memberikan bimbingan selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi
Universitas Indonesia dan selama melaksanakan PKPA;
4.
Ibu Yustika Novianti, S.Si., Apt. dan Ibu Fitria Wresdining Tyas, S. Farm.,
Apt. selaku pembimbing dari RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang telah
banyak berbagi ilmu kepada penulis serta membimbing penulis selama
pelaksanaan PKPA dan penyusunan laporan ini;
5.
Ibu Santi Purna Sari, M.Si., Apt. selaku pembimbing dari Fakultas Farmasi
Universitas
Indonesia
yang
telah
bersedia
meluangkan
waktunya
membimbing penulis selama penyusunan laporan ini;
6.
Ibu Dra. Yulia Trisna, M.Pharm., Apt. selaku kepala Instalasi Farmasi
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis untuk dapat menggali ilmu sebanyak-banyaknya selama PKPA;
7.
Seluruh apoteker dan staf di Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto
Mangunkusumo atas waktu, pengarahan, dan bimbingannya selama penulis
menjalani PKPA di sana;
v
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
8.
Seluruh staf pengajar dan bagian Tata Usaha program Profesi Apoteker
Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, atas ilmu, dukungan, dan bantuan
yang telah diberikan kepada penulis selama ini;
9.
Keluarga dan orang-orang terdekat penulis yang selama ini tidak pernah
berhenti memberikan dukungan dan doa;
10. Seluruh rekan sesama Apoteker Angkatan 77 Fakultas Farmasi Universitas
Indonesia, atas kerja sama, dukungan, semangat, dan persahabatan yang
telah terjalin selama menempuh pendidikan di program profesi apoteker;
dan
11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, atas bantuan dan
dukungan yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan laporan
ini.
Penulis
menyadari
bahwa
masih
terdapat
kekurangan
dan
ketidaksempurnaan di dalam laporan ini. Oleh karena itu, penulis terbuka untuk
menerima saran dan kritik yang membangun untuk memperbaiki penulisan
laporan penulis ke depannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat, baik bagi
diri penulis maupun pihak lain yang terlibat dan membaca laporan ini.
Penulis
2014
vi
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
vii
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
ABSTRAK
Nama
NPM
Program Studi
Judul
: Aisyah, S.Far.
: 1206329316
: Profesi Apoteker
: Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
Periode 03 Juli – 30 Agustus 2013
Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan dan rujukan pelayanan
kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan yang
bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah
sakit menjadi salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu. Apoteker di rumah sakit memiliki peran dalam
manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan farmasi klinis. Dalam
menjalankan peran tersebut, apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan
farmasi namun juga keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik.
Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) dilakukan pada tanggal 03 Juli – 30
Agustus 2013 di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto
Mangunkusumo guna memberikan pengetahuan untuk memahami tugas pokok
seorang apoteker di rumah sakit, yaitu peran manajerial dan pelayanan farmasi
klinis. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk membantu tenaga medis
dalam menentukan penggunaan obat berdasarkan kriteria STOPP dan START
pada pasien geriatri sebagai bentuk pelayanan informasi obat secara aktif.
Kata Kunci
: Praktek Kerja Profesi Apoteker, Rumah Sakit Umum
Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo,
pasien geriatri, kriteria STOPP dan START, pelayanan
informasi obat aktif
Tugas Umum
: xii + 92 halaman : 4 tabel, 12 lampiran
Tugas Khusus
: iv + 18 halaman : 1 lampiran
Daftar Acuan Tugas Umum : 6 (2004-2009)
Daftar Acuan Tugas Khusus : 10 (2004-2013)
viii
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
ABSTRACT
Name
NPM
Study Program
Title
: Aisyah, S. Far.
: 1206329316
: Pharmacist
:.Report of Pharmacist Internship Program at National
Center Public Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo
Period Juli 3rd - August 30th, 2013
The hospital is one of the health facilities and referral health services with the
main function organized health efforts that are healing and recovery for the
patient. Hospital pharmacy services to be one of the activities that support
hospital quality health services. Pharmacists in hospitals have a role in the
management of pharmaceuticals and clinical pharmacy. In carrying out this role,
the pharmacist not only requires pharmaceutical science but also skills and good
communication skills. Pharmacists Internship Program (PIP) held on July 3rd to
August 30th, 2013 in the General Hospital National Center Dr. Cipto
Mangunkusumo to provide the knowledge to understand the fundamental duty of
a pharmacist in a hospital, namely the role of managerial and clinical pharmacy
services. While the purpose of the special task is to help medical staff by
determining drug use for geriatric based on STOPP and START criteria as an
active drug information service
Key Words
: Pharmacist Internship Program, General Hospital
National Center Dr. Cipto Mangunkusumo, hospital
pharmacy services, clinical pharmacy, geriatric patient,
STOPP and START criteria, active drug information
service
General Assignment : xii + 92 pages : 4 tables, 12 appendixes
Specific Assignment : iv + 18 pages : 1 appendix
Bibliography of General Assignment: 6 (2004-2009)
Bibliography of Specific Assignment: 10 (2004-2013)
ix
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...........................................................................................
i
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................. iii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH ................................................................................................................ vii
ABSTRAK .............................................................................................................. viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 2
BAB 2
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6
TINJAUAN UMUM................................................................................ 3
Rumah Sakit .............................................................................................. 3
Tenaga Kesehatan ..................................................................................... 6
Instalasi Farmasi Rumah Sakit.................................................................. 7
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) ............................................................. 10
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit .................................... 13
Standar Pelayanan Kefarmasian Di Rumah Sakit ..................................... 21
BAB 3
3.1
3.2
3.3
3.4
TINJAUAN KHUSUS ............................................................................
Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ................................................
Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ....................
Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit ............................
Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ..................
26
26
27
30
34
BAB 4
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7
PEMBAHASAN ......................................................................................
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat ............................................................
Satelit Farmasi Pusat .................................................................................
Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD) .........................................
Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A) ...................................................
Satelit Intensive Care Unit (ICU) ..............................................................
Satelit Kirana .............................................................................................
Sub Instalasi Produksi ...............................................................................
39
39
45
52
61
70
77
81
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 87
5.1 Kesimpulan ............................................................................................... 87
5.2 Saran ......................................................................................................... 87
DAFTAR ACUAN................................................................................................. 92
x
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Jadwal Pengambilan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Pusat ........... 48
Tabel 4.2 Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Depo .............. 52
Tabel 4.3. Aturan Pengiriman Obat di IGD ................................................................ 57
Tabel 4.4 Pembagian Ruang Rawat Gedung A ......................................................... 61
xi
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo ...................
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi ................................................
Lampiran 3. Struktur Organisasi Koordinator Administrasi dan Keuangan ..........
Lampiran 4. Struktur Organisasi Koordinator Produksi dan Diklitbang................
Lampiran 5. Struktur Organisasi Koordinator Pelayanan Farmasi ........................
Lampiran 6. Contoh Etiket .....................................................................................
Lampiran 7. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose..................................................
Lampiran 8. Contoh Stiker Obat ............................................................................
Lampiran 9. Contoh Blanko Kartu Stok .................................................................
Lampiran 10.Formulir Konseling Obat Pasien Pulang ...........................................
Lampiran 11.Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap .........................
Lampiran12.Formulir Medication History Taking Pasien ......................................
xii
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan
yang dilakukan secara terpadu, terintregasi dan berkesinambungan untuk
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk
pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan
pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (Dewan Perwakilan
Rakyat Republik Indonesia, 2009). Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi
pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk
rumah sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan dan rujukan
pelayanan kesehatan dengan fungsi utama menyelenggarakan upaya kesehatan
yang bersifat penyembuhan dan pemulihan bagi pasien. Pelayanan farmasi rumah
sakit adalah salah satu kegiatan di rumah sakit yang menunjang pelayanan
kesehatan yang bermutu. Pelayanan farmasi rumah sakit merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi
kepada pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan
farmasi klinik, yang terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Menteri
Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Praktek pelayanan kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan
tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah obat dan
masalah yang berhubungan dengan kesehatan. Penyelenggaraan pelayanan
kefarmasian dilaksanakan oleh tenaga farmasi profesional yang berwenang
berdasarkan undang-undang, memenuhi persyaratan baik dari segi aspek hukum,
strata pendidikan, kualitas maupun kuantitas dengan jaminan kepastian adanya
peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap keprofesian terus menerus
dalam rangka menjaga mutu profesi dan kepuasan pelanggan. Apoteker sebagai
salah satu pelaksana pelayanan kefarmasian memegang peranan penting di rumah
sakit. Oleh karena itu, Apoteker harus memilki kompetensi sebagai pimpinan dan
1
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
tenaga fungsional dalam menyelanggarakan pelayanan kefarmasian di rumah sakit
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Apoteker di rumah sakit memiliki peran dalam manajemen pengelolaan
perbekalan farmasi dan farmasi klinis. Dalam menjalankan peran tersebut,
apoteker tidak hanya memerlukan ilmu pengetahuan farmasi namun juga
keterampilan dan kemampuan komunikasi yang baik. Oleh karena itu Fakultas
Farmasi Universitas Indonesia menyelenggarakan program Praktek Kerja Profesi
Apoteker (PKPA) bagi calon apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional
(RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo yang berlangsung selama dua bulan.
1.2 Tujuan
Tujuan pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah
untuk memahami tugas pokok seorang apoteker di rumah sakit, yaitu peran
manajerial dan pelayanan farmasi klinis di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Rumah Sakit
2.1.1 Definisi Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit juga dapat didefinisikan
sebagai institusi pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan karakteristik
tersendiri yang dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan kesehatan,
kemajuan teknologi, dan kehidupan sosial ekonomi masyarakat yang harus tetap
mampu meningkatkan pelayanan yang lebih bermutu dan terjangkau oleh
masyarakat agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Rumah Sakit
diselenggarakan berasaskan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,
etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial
(Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, 2009a).
2.1.2 Tugas dan Fungsi Rumah Sakit
Menurut UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit
mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna,
untuk menjalankan tugas sebagaimana yang dimaksud, rumah sakit mempunyai
fungsi sebagai berikut :
1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai
dengan standar pelayanan rumah sakit,
2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan
kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis,
3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam
rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan, dan
3
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi
bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan
memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
2.1.3 Klasifikasi Rumah Sakit
Suatu sistem klasifikasi rumah sakit diperlukan untuk memberi
kemudahan mengetahui identitas, organisasi, jenis pelayanan yang diberikan
pemilik serta evaluasi golongan rumah sakit. Rumah sakit dapat diklasifikasikan
menjadi beberapa golongan berdasarkan jenis pelayanan, kepemilikan, dan rumah
sakit pendidikan.
2.1.3.1 Klasifikasi Rumah Sakit Berdasarkan Jenis Pelayanan
Berdasarkan jenis pelayanan, rumah sakit dapat digolongkan menjadi:
a.
Rumah sakit umum
Rumah sakit umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
kesehatan pada semua bidang dan jenis penyakit. Berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan, rumah sakit umum digolongkan menjadi:
1) Rumah sakit umum kelas A
Rumah sakit umum kelas A harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, lima
pelayanan spesialis penunjang medik, duabelas pelayanan medik spesialis lain,
dan tigabelas pelayanan medik subspesialis.
2) Rumah sakit umum kelas B
Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar, empat
pelayanan spesialis penunjang medik, delapan pelayanan medik spesialis lainnya,
dan dua pelayanan medik subspesialis dasar.
3) Rumah sakit umum kelas C
Rumah sakit umum kelas C harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit empat pelayanan medik spesialis dasar dan empat
pelayanan spesialis penunjang medik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
5
4) Rumah sakit umum kelas D
Rumah sakit umum kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
pelayanan medik paling sedikit dua pelayanan medik spesialis dasar.
b.
Rumah Sakit Khusus
Rumah sakit khusus adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan
utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan disiplin ilmu,
golongan umur, organ, jenis penyakit, atau kekhususan lainnya. Berdasarkan
fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit khusus digolongkan menjadi:
1) Rumah Sakit khusus kelas A
2) Rumah Sakit khusus kelas B
3) Rumah Sakit khusus kelas C
2.1.3.2 Berdasarkan Pengelola
Berdasarkan pengelolanya, rumah sakit dapat digolongkan menjadi :
a.
Rumah sakit publik
Rumah sakit publik adalah rumah sakit yang dapat dikelola oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan badan hukum yang bersifat nirlaba. Rumah
sakit publik yang dikelola Pemerintah dan Pemerintah Daerah diselenggarakan
berdasarkan pengelolaan Badan Layanan Umum atau Badan Layanan Umum
Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
b.
Rumah sakit privat
Rumah sakit privat adalah rumah sakit yang dikelola oleh badan hukum
dengan tujuan profit yang berbentuk Persero Terbatas atau Persero.
2.1.3.3 Rumah Sakit Pendidikan
Rumah sakit pendidikan merupakan rumah sakit yang menyelenggarakan
pendidikan dan penelitian secara terpadu dalam bidang pendidikan profesi
kedokteran, pendidikan kedokteran berkelanjutan, dan pendidikan tenaga
kesehatan lainnya.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
6
2.1.4 Struktur Organisasi Rumah Sakit
Setiap rumah sakit harus memiliki organisasi yang efektif, efisien, dan
akuntabel agar dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Menurut UU No.44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit, organisasi rumah sakit paling sedikit terdiri atas
kepala rumah sakit atau direktur rumah sakit, unsur pelayanan medis, unsur
keperawatan, unsur penunjang medis, komite medis, satuan pemeriksaan internal,
serta administrasi umum dan keuangan. Kepala rumah sakit harus seorang tenaga
medis yang mempunyai kemampuan dan keahlian di bidang perumahsakitan.
Pemilik rumah sakit tidak boleh merangkap menjadi kepala rumah sakit.
2.1.5 Indikator Pelayanan Rumah Sakit
Indikator berguna untuk mengetahui tingkat pemanfaatan mutu dan
efisiensi pelayanan rumah sakit, antara lain :
1.
Bed Occupancy Ratio (BOR): persentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu.
2.
Length of Stay (LOS): rata-rata lama rawat pasien.
3.
Bed Turn Over (BTO): frekuensi pemakaian tempat tidur pada satu periode,
berapa kali tempat tidur dipakai dalam satu satuan waktu tertentu.
4.
Turn Over Interval (TOI): rata-rata hari di mana tempat tidur tidak ditempati
dari telah diisi ke saat terisi berikutnya.
2.2 Tenaga Kesehatan
Menurut UU No.36 tahun 2009, tenaga kesehatan merupakan setiap orang
yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis
tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Tenaga
kesehatan juga harus memiliki kualifikasi minimum, memenuhi ketentuan kode
etik, standar profesi, hak pengguna pelayanan kesehatan, standar pelayanan, dan
standar prosedur operasional. Kode etik dan standar profesi diatur oleh organisasi
profesi masing-masing.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
7
Menurut Peraturan Pemerintah
RI No.32 tahun 1996 tentang Tenaga
Kesehatan, tenaga kesehatan terdiri dari:
1.
Tenaga medis yang meliputi dokter dan dokter gigi;
2.
Tenaga keperawatan yang meliputi perawat dan bidan;
3.
Tenaga kefarmasian yang meliputi apoteker, analis farmasi, dan asisten
apoteker;
4.
Tenaga kesehatan masyarakat yang meliputi epidemiolog kesehatan,
entomolog
kesehatan,
mikrobiolog
kesehatan,
penyuluh
kesehatan,
administrator kesehatan, dan sanitarian;
5.
Tenaga gizi yang meliputi nutrisionis dan dietisian;
6.
Tenaga keterapian medik yang meliputi fisioterapis, okupasiterapis, dan
terapi wicara; dan
7.
Tenaga keteknisian teknis yang meliputi radiographer, radioterapis, teknisi
gigi, teknisi elektromedis, analis kesehatan, refraksionis, optisien, ototik
prostetik, teknisi transfusi darah, dan perekam medis.
2.3 Instalasi Farmasi Rumah Sakit
2.3.1 Definisi IFRS
Instalasi adalah fasilitas penyelenggara pelayanan medik, pelayanan
penunjang medik, kegiatan penelitian, pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan
pemeliharaan sarana rumah sakit. Farmasi rumah sakit adalah seluruh aspek
kefarmasian yang dilakukan rumah sakit. Jadi, Instalasi Farmasi Rumah Sakit
(IFRS) adalah suatu bagian/unit/divisi atau fasilitas di rumah sakit, tempat
penyelenggaraan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian yang ditujukan untuk
keperluan rumah sakit itu sendiri (Siregar, Charles J.P., 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
8
2.3.2 Tujuan IFRS
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1197/MENKES/SK/X/2004,
tujuan pelayanan farmasi ialah:
1.
Melangsungkan pelayanan farmasi yang optimal baik dalam keadaan biasa
maupun dalam keadaan gawat darurat, sesuai dengan keadaan pasien maupun
fasilitas yang tersedia;
2.
Menyelenggarakan kegiatan pelayanan profesional berdasarkan prosedur
kefarmasian dan etik profesi;
3.
Melaksanakan KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) mengenai obat;
4.
Menjalankan pengawasan obat berdasarkan aturan-aturan yang berlaku;
5.
Melakukan dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan
evaluasi pelayanan;
6.
Mengawasi dan memberi pelayanan bermutu melalui analisa, telaah, dan
evaluasi pelayanan; serta
7.
Mengadakan penelitian di bidang farmasi dan peningkatan metoda.
2.3.3 Tugas dan Tanggung Jawab IFRS
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan yang dimulai dari perencanaan,
pengadaan, penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada
penderita hingga pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan oleh pasien rawat inap, rawat jalan, maupun semua unit di rumah sakit.
Berkaitan dengan pengelolaan tersebut, IFRS harus menyediakan terapi obat yang
optimal bagi semua penderita dan menjamin pelayanan bermutu tinggi dengan
biaya minimal. IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan
farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat untuk memenuhi
kebutuhan berbagai bagian/unit diagnosa dan terapi, unit pelayanan keperawatan,
staf medik, dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan pelayanan pasien
yang lebih baik (Siregar, Charles J.P., 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
9
2.3.4 Ruang Lingkup Fungsi IFRS
IFRS mempunyai berbagai fungsi yang dapat digolongkan menjadi fungsi
klinik dan non-klinik. Fungsi non-klinik meliputi perencanaan, penetapan
spesifikasi
produk
dan
pemasok,
pengadaan,
pengendalian,
produksi,
penyimpanan, pengemasan dan pengemasan kembali, distribusi, dan pengendalian
semua perbekalan kesehatan yang beredar (Siregar, Charles J.P., 2004).
Ruang lingkup farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan
dalam program rumah sakit yaitu pemantauan terapi obat (PTO), evaluasi
penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit
perawatan kritis, penelitian, pengendalian infeksi rumah sakit, sentra informasi
obat, pemantauan reaksi obat merugikan (ROM), sistem pemantauan kesalahan
obat, buletin terapi obat, program edukasi „in-serviceā€Ÿ bagi Apoteker, dokter, dan
perawat, serta investigasi obat, konseling, pemantauan kadar obat dalam darah,
ronde/visite pasien, pengkajian resep, dan penggunaan obat (Siregar, Charles J.P.,
2004 dan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.3.5 Struktur Organisasi IFRS
Berdasarkan
keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.
1197/Menkes/SK/X/2004, pelayanan farmasi diselenggarakan dengan visi, misi,
tujuan, dan bagan organisasi yang mencerminkan penyelenggaraan berdasarkan
filosofi
pelayanan
kefarmasian.
Bagan
organisasi
adalah
bagan
yang
menggambarkan pembagian tugas, koordinasi, dan kewenangan serta fungsi.
Kerangka organisasi minimal mengakomodasi penyelenggaraan pengelolaan
perbekalan, pelayanan farmasi klinik dan manajemen mutu, serta harus selalu
dinamis sesuai perubahan yang dilakukan yang tetap menjaga mutu sesuai
harapan pelanggan.
Struktur organisasi dapat dibagi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat puncak,
tingkat menengah, dan garis depan. Manajer tingkat puncak bertanggung jawab
untuk perencanaan, penerapan, dan peningkatan efektifitas fungsi dari sistem
mutu secara menyeluruh. Manajer tingkat menengah sebagian besar merupakan
kepala bagian/unit fungsional yang bertanggung jawab untuk mendesain dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
10
menerapkan berbagai kegiatan pelayanan yang diinginkan. Manajer garis depan
terdiri
atas
personil
pengawas
yang
secara
langsung
memantau
dan
mengendalikan kegiatan yang berkaitan dengan mutu pelayanan. Setiap personil
IFRS harus mengetahui lingkup, tanggung jawab, kewenangan fungsi mereka,
dampaknya pada pelayanan, dan bertanggung jawab untuk mencapai mutu produk
dan pelayanan (Siregar, Charles J.P., 2004).
2.4 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2004)
2.4.1 Definisi PFT
Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah organisasi yang mewakili
hubungan komunikasi antara para staf medis dengan staf farmasi sehingga
anggotanya terdiri dari dokter yang mewakili spesialisasi-spesialisasi yang ada di
rumah sakit dan Apoteker wakil dari farmasi rumah sakit, serta tenaga kesehatan
lainnya.
2.4.2 Fungsi dan Ruang Lingkup PFT
Berikut adalah beberapa fungsi PFT, yaitu:
1.
Mengembangkan formularium di rumah sakit dan merevisinya. Pemilihan
obat untuk dimasukan dalam formularium harus didasarkan pada evaluasi
secara subjektif terhadap efek terapi, keamanan serta harga obat dan juga
harus meminimalkan duplikasi dalam tipe obat, kelompok, dan produk obat
yang sama;
2.
Panitia Farmasi dan Terapi harus mengevaluasi untuk menyetujui atau
menolak produk obat baru atau dosis obat yang diusulkan oleh anggota staf
medis;
3.
Menetapkan pengelolaan obat yang digunakan di rumah sakit dan yang
termasuk dalam kategori khusus;
4.
Membantu instalasi farmasi dalam mengembangkan tinjauan terhadap
kebijakan-kebijakan dan peraturan-peraturan mengenai penggunaan obat di
rumah sakit sesuai peraturan yang berlaku secara lokal maupun nasional;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
11
5.
Melakukan tinjauan terhadap penggunaan obat di rumah sakit dengan
mengkaji medical record dibandingkan dengan standar diagnosa dan terapi.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk meningkatkan secara terus menerus
penggunaan obat secara rasional;
6.
Mengumpulkan dan meninjau laporan mengenai efek samping obat; dan
7.
Menyebarluaskan ilmu pengetahuan yang menyangkut obat kepada staf medis
dan perawat.
2.4.3 Struktur Organisasi PFT
Susunan organisasi PFT serta kegiatan yang dilakukan bagi tiap rumah
sakit dapat bervariasi sesuai dengan kondisi rumah sakit setempat.
1.
PFT harus sekurang-kurangnya terdiri dari 3 (tiga) dokter, Apoteker, dan
perawat. Untuk rumah sakit yang besar tenaga dokter bisa lebih dari 3 (tiga)
orang yang mewakili semua staf medis fungsional yang ada;
2.
Ketua PFT dipilih dari dokter yang ada di dalam kepanitiaan dan jika rumah
sakit tersebut mempunyai ahli farmakologi klinik, maka sebagai ketua berasal
dari bidang Farmakologi. Sekretarisnya adalah Apoteker dari instalasi farmasi
atau Apoteker yang ditunjuk;
3.
PFT harus mengadakan rapat secara teratur, sedikitnya 2 (dua) bulan sekali
dan untuk rumah sakit besar rapatnya diadakan sebulan sekali. Rapat PFT
dapat mengundang pakar-pakar dari dalam maupun dari luar rumah sakit
yang dapat memberikan masukan bagi pengelolaan PFT;
4.
Segala sesuatu yang berhubungan dengan rapat PFT diatur oleh sekretaris,
termasuk persiapan dari hasil-hasil rapat; dan
5.
Membina hubungan kerja dengan panitia di dalam rumah sakit yang
sasarannya berhubungan dengan penggunaan obat.
2.4.4 Tugas Apoteker Dalam Panitia Farmasi dan Terapi
Apoteker dalam panitia farmasi dan terapi memili tugas antara lain:
1.
Menjadi salah seorang anggota panitia (wakil ketua/sekretaris);
2.
Menetapkan jadwal pertemuan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
12
3.
Mengajukan acara yang akan dibahas dalam pertemuan;
4.
Menyiapkan dan memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk
pembahasan dalam pertemuan;
5.
Mencatat semua hasil keputusan dalam pertemuan dan melaporkan pada
pimpinan rumah sakit;
6.
Menyebarluaskan keputusan yang sudah disetujui oleh pimpinan kepada
seluruh pihak yang terkait;
7.
Melaksanakan keputusan-keputusan yang sudah disepakati dalam pertemuan.
8.
Menunjang pembuatan pedoman diagnosis dan terapi, pedoman penggunaan
antibiotika, dan pedoman penggunaan obat dalam kelas terapi lain;
9.
Membuat formularium rumah sakit berdasarkan hasil kesepakatan PFT;
10. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan;
11. Melaksanakan pengkajian dan penggunaan obat; dan
12. Melaksanakan umpan balik hasil pengkajian pengelolaan dan penggunaan
obat pada pihak terkait.
2.4.5 Formularium Rumah Sakit (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004)
Formularium adalah himpunan obat yang diterima atau disetujui oleh
Panitia Farmasi dan Terapi untuk digunakan di rumah sakit dan dapat direvisi
pada setiap batas waktu yang ditentukan. Komposisi formularium terdiri dari
halaman judul, daftar nama anggota Panitia Farmasi dan Terapi (PFT), daftar isi,
informasi mengenai kebijakan dan prosedur di bidang obat, produk obat yang
diterima untuk digunakan, dan lampiran. Sistem yang dipakai adalah suatu sistem
dimana prosesnya tetap berjalan terus, dalam arti kata bahwa sementara
formularium itu digunakan oleh staf medis, di lain pihak Panitia Farmasi dan
Terapi mengadakan evaluasi dan menentukan pilihan terhadap produk obat yang
ada di pasaran, dengan lebih mempertimbangkan kesejahteraan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
13
2.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 2008)
Pengelolaan perbekalan farmasi atau sistem manajemen perbekalan
farmasi merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari
perencanaan sampai
evaluasi yang saling terkait antara satu dengan yang lain. Kegiatannya mencakup
perencanaan,
pengadaan,
penerimaan,
penyimpanan,
pendistribusian,
pengendalian, pencatatan dan pelaporan, penghapusan, monitoring dan evaluasi.
2.5.1 Perencanaan
Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan
dalam proses pengadaan perbekalan farmasi di rumah sakit. Tujuan perencanaan
perbekalan adalah untuk menetapkan jenis dan jumlah perbekalan farmasi sesuai
dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Tahapan
perencanaan kebutuhan farmasi meliputi:
1.
Pemilihan
Fungsi pemilihan adalah untuk menentukan apakah perbekalan farmasi
benar-benar diperlukan sesuai dengan jumlah pasien atau kunjungan dan pola
penyakit di rumah sakit. Pemilihan obat di rumah sakit merujuk kepada
Formularium RS, Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) sesuai kelas rumah sakit
masing-masing, Formularium Jaminan Kesehatan bagi masyarakat miskin, Daftar
Plafon Harga Obat (DPHO) Askes, dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
2.
Kompilasi Penggunaan
Kompilasi penggunaan perbekalan farmasi berfungsi untuk mengetahui
penggunaan bulanan masing-masing jenis perbekalan farmasi di unit pelayanan
selama setahun dan sebagai pembanding bagi stok optimum.
3.
Perhitungan Kebutuhan
Perhitungan kebutuhan obat dilakukan untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Metode yang biasa digunakan dalam
perhitungan kebutuhan obat, antara lain :
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
14
a.
Metode Konsumsi
Secara umum, metode konsumsi menggunakan data konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan data
konsumsi tahun sebelumnya. Dasarnya adalah data riil konsumsi obat per periode
yang lalu dengan berbagai penyesuaian dan koreksi.
b.
Metode Morbiditas
Metode morbiditas menggunakan data jumlah pasien pengguna fasilitas
kesehatan yang ada dan tingkat morbiditas (frekuensi masalah kesehatan yang
umum) untuk membuat rencana kesehatan obat yang dibutuhkan. Dasarnya adalah
jumlah kebutuhan obat yang digunakan untuk beban kesakitan. Metode morbiditas
membutuhkan sebuah daftar tentang masalah kesehatan umum, sebuah daftar
obat-obatan yang penting mencakup terapi untuk masalah-masalah tersebut dan
satu set pengobatan standar untuk tujuan perhitungan (berdasarkan pada Praktek
rata-rata atau pedoman pengobatan).
c.
Metode Kombinasi
Pada kasus tertentu digunakan metode morbiditas atau epidemiologi,
selain itu dihitung dengan menggunakan metode konsumsi. Misalnya metode
morbiditas digunakan untuk meghitung obat-obat yang digunakan untuk kasus
demam berdarah berdasarkan angka prevalensinya, sisanya dihitung dengan
menggunakan metode konsumsi.
4.
Evaluasi Perencanaan
Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan perbekalan farmasi untuk tahun
yang akan datang, biasanya akan diperoleh jumlah kebutuhan dan idealnya diikuti
dengan evaluasi. Evaluasi dapat dilakukan dengan cara atau teknik seperti analisa
nilai ABC untuk evaluasi aspek ekonomi, kriteria VEN untuk evaluasi aspek
medik atau terapi, kombinasi ABC dan VEN, dan revisi daftar perbekalan farmasi.
2.5.2 Pengadaan
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang
telah direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi atau pembuatan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
15
sediaan farmasi dan sumbangan/droping/hibah. Tujuan pengadaan adalah untuk
mendapatkan perbekalan farmasi dengan harga layak, mutu yang baik, serta
pengiriman barang terjamin dan tepat waktu, proses berjalan lancer, dan tidak
memerlukan tenaga dan waktu berlebihan.
1.
Pembelian
Pembelian adalah rangakaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Terdapat empat metode pada proses pembelian, yaitu :
a.
Pelelangan (tender) Terbuka. Berlaku untuk semua rekanan yang terdaftar
dan sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan. Pada penentuan harga
metode ini lebih menguntungkan. Pelaksanaannya memerlukan staf yang
kuat, waktu lama, dan perhatian penuh.
b.
Tender Terbatas. Tender terbatas sering disebut juga sebagai lelang tertutup.
Hanya dilakukan pada rekanan tertentu yang sudah terdaftar dan memiliki
riwayat yang baik. Harga masih dapat dikendalikan, tenaga dan beban kerja
lebih ringan bila dibandingkan dengan lelang terbuka.
c.
Pembelian dengan Tawar-menawar. Metode dilakukan bila item tidak
penting, tidak banyak dan biasanya dilakukan pendekatan langsung untuk
item tertentu.
d.
Pembelian Langsung. Pembelian dilakukan dalam jumlah kecil untuk item
yang perlu segera tersedia. Harga untuk item tertentu relatif lebih mahal
dibanding pada pembelian dengan metode lain.
2.
Produksi
Produksi merupakan kegiatan membuat, mengubah bentuk, dan mengemas
kembali sediaan farmasi steril atau non-steril untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit. Kriteria obat yang diproduksi adalah :
a.
Sediaan Farmasi dengan Formula Khusus;
b.
Sediaan Farmasi dengan Harga Murah;
c.
Sediaan Farmasi dengan Kemasan yang Lebih Kecil;
d.
Sediaan Farmasi yang Tidak Tersedia di Pasaran;
e.
Sediaan Farmasi untuk Penelitian;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
16
f.
Sediaan Nutrisi Parenteral;
g.
Rekonstruksi Sediaan Obat Kanker; dan
h.
Sediaan Farmasi yang Harus Dibuat Baru.
Jenis sediaan farmasi yang diproduksi :
a.
Produksi Steril
Persyaratan teknis untuk produksi steril, antara lain :
1) Ruangan aseptis;
2) Peralatan, contohnya laminar air flow (horizontal dan vertikal), autoclave,
oven, cytoguard, dan alat pelindung diri; serta
3) Sumber daya manusia merupakan petugas yang terlatih.
Kegiatan produksi steril meliputi :
1) Nutrisi (TPN)
TPN adalah nutrisi dasar untuk pemberian secara intravena yang
diperlukan bagi penderita yang kebutuhan nutrisinya tidak dapat terpenuhi secara
enteral. Contoh TPN adalah campuran sediaan karbohidrat, protein, lipid, vitamin,
dan mineral untuk kebutuhan individual dan dikemas ke dalam kantong khusus
untuk nutrisi.
2) Pencampuran Obat Suntik / Sediaan Intravena (IV admixture)
IV admixture adalah pencampuran sediaan steril ke dalam larutan
intravena secara aseptis untuk menghasilkan suatu sediaan steril. Contoh kegiatan
IV admixture adalah mencampur sediaan intravena ke dalam cairan infus dan
melarutkan sediaan intravena dalam bentuk serbuk dengan pelarut yang sesuai.
3) Pengemasan kembali (re-packing)
4) Rekonstitusi sediaan sitostatika
b. Produksi Non-Steril
Kegiatan produksi non-steril meliputi :
1) Pembuatan sirup. Contoh sirup yang umum dibuat di rumah sakit adalah
OBH (Obat Batuk Hitam).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
17
2) Pembuatan salep. Contoh : salep kloramfenikol.
3) Pembuatan puyer. Contoh : obat racikan
4) Pengemasan kembali (re-packing). Contoh : Alkohol, Povidon Iodine
5) Pengenceran. Contoh : H2O2 3%.
Sediaan farmasi yang diproduksi oleh IFRS harus akurat dalam identitas,
kekuatan, kemurnian, dan mutu. Oleh karena itu, harus ada pengendalian proses
dan produk untuk semua sediaan yang diproduksi atau pembuatan sediaan ruah
dan pengemasan yang memenuhi syarat. Formula induk dan batch harus
terdokumentasi dengan baik (termasuk hasil pengujian produk).
3.
Sumbangan/droping/hibah
Pada prinsipnya pengelolaan perbekalan farmasi dari hibah/sumbangan
mengikuti kaidah umum pengelolaan perbekalan farmasi reguler. Perbekalan
farmasi yang tersisa dapat dipakai untuk menunjang pelayanan kesehatan di saat
situasi normal.
2.5.3 Penerimaan
Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima perbekalan farmasi yang
telah diadakan sesuai dengan aturan kefarmasian. Staf farmasi merupakan bagian
dari tim penerimaan perbekalan farmasi. Pedoman dalam penerimaan perbekalan
farmasi :
1.
Setiap produk jadi yang telah di produksi oleh pabrik harus mempunyai
certificate of analysis (CA);
2.
Barang harus bersumber dari distributor utama;
3.
Harus mempunyai Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk kategori bahanbahan berbahaya;
4.
Khusus untuk alat kesehatan atau kedokteran harus mempunyai certificate of
origin (CO); dan
5.
Waktu kadaluarsa minimal 2 tahun.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
18
2.5.4 Penyimpanan
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara dengan
cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat yang dinilai
aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat. Tujuan
penyimpanan, antara lain:
1.
Memelihara mutu sediaan farmasi;
2.
Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab;
3.
Menjaga ketersediaan; dan
4.
Memudahkan pencarian dan pengawasan
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan dan alfabetis, dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO, dan
disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya dilakukan dengan memperpendek jarak
gudang dengan pemakai agar efisien.
2.5.5 Pendistribusian
Distribusi adalah kegiatan mendistribusikan perbekalan farmasi di rumah
sakit untuk pelayanan individu dalam proses terapi bagi pasien rawat inap dan
rawat jalan serta untuk menunjang pelayanan medis. Tujuan distribusi adalah
tersedianya perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan secara tepat waktu, tepat
jenis, dan jumlah. Distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit dapat dilakukan
dengan berbagai sistem distribusi yang dirancang atas dasar kemudahan
dijangkau pasien dengan mempertimbangkan (Menteri Kesehatan, 2004):
1.
Efisiensi dan efektifitas sumber daya yang ada;
2.
Metode sentralisasi atau desentralisasi; dan
3.
Sistem total floor stock, resep individu, dispensing dosis unit atau kombinasi.
Beberapa kategori sistem pendistribusian perbekalan farmasi, antara lain :
1.
Sistem Persediaan Lengkap Di Ruangan (Total Floor Stock)
Pada sistem total floor stock, sejumlah perbekalan farmasi disimpan dalam
ruang rawat untuk memenuhi kebutuhan di ruang tersebut. Pendistribusian
perbekalan farmasi menjadi tanggung jawab perawat ruangan. Perbekalan yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
19
disimpan tidak dalam jumlah besar dan dapat dikontrol secara berkala oleh
petugas farmasi (Menteri Kesehatan RI, 2004). Sistem distribusi ini hanya
digunakan untuk kebutuhan gawat darurat dan bahan dasar habis pakai
(Departemen Kesehatan RI, 2008).
Beberapa keuntungan dari sistem total floor stock adalah :
a.
Obat yang dibutuhkan cepat tersedia;
b.
Meniadakan retur obat;
c.
Pasien tidak harus membayar obat berlebih; dan
d.
Mengurangi jumlah personil farmasi.
Beberapa kelemahan dari sistem total floor stock adalah :
a.
Kesalahan Obat Tinggi (Salah Order Dari Dokter, Salah Peracikan Oleh
Perawat, Atau Salah Etiket Obat);
b.
Persediaan Obat Di Ruangan Menjadi Banyak;
c.
Kemungkinan Kehilangan Dan Kerusakan Obat Lebih Besar; Dan
d.
Menambah beban kerja bagi perawat.
2.
Sistem Resep Perorangan (Resep Individual)
Pada distribusi dengan sistem resep individual, perbekalan farmasi
disiapkan dan didistribusikan kepada pasien sesuai dengan yang tertulis di resep.
Pendistribusian perbekalan farmasi dengan sistem resep individual dilakukan
melalui instalasi farmasi (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Beberapa keuntungan dari sistem ini adalah :
a.
Resep dapat dikaji dulu oleh Apoteker;
b.
Ada interaksi antara Apoteker, dokter, dan perawat; dan
c.
Ada pengendalian persediaan.
Kelemahan dari sistem ini adalah :
a. Bila obat berlebih, pasien tetap harus membayar;
b. Obat dapat terlambat sampai ke pasien;
c. Masih memerlukan tenaga perawat untuk menyiapkan obat sebelum diberikan
ke pasien; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
20
d. Kehilangan dan kesalahan penggunaan obat masih cukup besar karena tidak
adanya proses pengawasan ganda.
3. Sistem Unit Dosis
Pada sistem unit dosis, pendistribusian obat dilakukan melalui resep
perorangan yang disiapkan, diberikan atau digunakan, dan dibayar dalam unit
untuk penggunaan satu kali dosis (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Penyiapan dan pengendalian obat dilakukan oleh instalasi farmasi untuk tiap
waktu penggunaan dalam sehari. Selanjutnya, obat diserahkan kepada perawat
untuk diberikan ke pasien. Sistem unit dosis hanya dapat dilakukan untuk pasien
rawat inap, bukan untuk pasien rawat jalan.
Keuntungan dari sistem distribusi unit dosis, antara lain :
a.
Pasien hanya membayar obat yang telah dipakainya;
b.
Tidak ada kelebihan obat atau obat yang tidak terpakai di ruang perawatan;
c.
Semua obat dipersiapkan oleh farmasi sehingga perawat mempunyai waktu
yang lebih untuk merawat pasien;
d.
Menciptakan sistem pengawasan ganda yaitu oleh farmasi ketika membaca
resep dokter, sebelum dan sesudah menyiapkan obat serta oleh perawat ketika
membaca formulir instruksi obat sebelum memberikan obat kepada pasien.
Hal ini akan mengurangi kesalahan pengobatan (medication error);
e.
Memperbesar kesempatan komunikasi antara farmasi, perawat, dan dokter
serta pasien;
f.
Memungkinkan farmasi mempunyai profil farmasi penderita yang dibutuhkan
untuk drug use review (pengkajian penggunan obat); dan
g.
Memudahkan pengendalian dan pemantauan penggunaan persediaan farmasi.
Kelemahan dari sistem distribusi unit dosis adalah :
a.
Membutuhkan banyak tenaga farmasi;
b.
Harus segera siap sebelum jam makan pasien; dan
c.
Menggunakan lebih banyak bungkus obat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
21
2.6
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2004)
2.6.1 Pengkajian Resep
Kegiatan dalam pelayanan kefarmasian yang dimulai dari skrining resep
meliputi persyaratan administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
Persyaratan administrasi meliputi :
a. Nama, tanggal lahir, nomor rekam medis, jenis kelamin, dan berat badan
pasien;
b. Nama, nomor ijin, alamat, dan paraf dokter;
c. Tanggal resep; dan
d. Ruangan atau unit asal resep.
Persyaratan farmasi meliputi :
a. Bentuk dan kekuatan sediaan;
b. Dosis dan jumlah obat;
c. Stabilitas dan ketersediaan; dan
d. Aturan, cara, dan teknik penggunaan.
Persyaratan klinis meliputi :
a. Ketepatan indikasi, dosis, dan waktu penggunaan obat;
b. Duplikasi pengobatan;
c. Alergi, interaksi, dan efek samping obat;
d. Kontraindikasi; dan
e. Efek aditif.
2.6.2 Pelayanan Informasi Obat (PIO)
PIO merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada tenaga
kesehatan dan pasien. Tujuan PIO meliputi :
1.
Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
dilingkungan rumah sakit;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
22
2.
Menyediakan
informasi
untuk
membuat
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan Terapi
(PFT);
3.
Meningkatkan profesionalisme Apoteker; dan
4.
Menunjang terapi obat yang rasional.
Kegiatan yang termasuk dalam PIO meliputi :
1.
Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif dan
pasif;
2.
Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon,
surat, atau tatap muka;
3.
Membuat buletin, leaflet, dan label obat;
4.
Menyediakan
informasi
bagi
PFT
sehubungan dengan penyusunan
formularium rumah sakit;
5.
Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya; dan
6.
Mengoordinasi penelitian tentang obat dan kegiatan pelayanan kefarmasian.
2.6.3 Pemantauan dan pelaporan Efek Samping Obat (ESO)
Pemantauan dan pelaporan ESO merupakan kegiatan pemantauan setiap
respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada
dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis,
dan terapi. Tujuan monitoring ESO yakni menemukan ESO sedini mungkin
(terutama yang berat, tidak dikenal, atau frekuensinya jarang), menentukan
frekuensi dan insiden ESO, dan mengenal semua faktor yang mungkin dapat
menimbulkan atau mempengaruhi timbulnya ESO.
Kegiatan monitoring efek
samping obat meliputi:
1.
Menganalisa laporan ESO;
2.
Mengidentifikasi obat-obatan dan pasien yang mempunyai resiko tinggi
mengalami ESO;
3.
Mengisi formulir ESO; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
23
4.
Melaporkan ke Panitia ESO Nasional.
Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam monitoring ESO yakni
kerjasama dengan PFT dan ruang rawat serta ketersediaan formulir monitoring
ESO. Apoteker yang ingin memulai atau menerapkan program tersebut, dapat
mengusulkan beberapa metode kepada PFT. Usulan ini mencakup pelaporan
sukarela oleh praktisi individu, mengaji kartu pengobatan pasien, surveilans obat
individu, dan surveilans unit pasien.
2.6.4 Pengkajian Penggunaan Obat (Drug Use Review)
Pengkajian penggunaan obat merupakan program evaluasi penggunaan
obat yang terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat-obat yang
digunakan sesuai indikasi, efektif, aman, dan terjangkau oleh pasien. Tujuan dari
pengkajian penggunaan obat adalah (Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2004) :
1.
Mendapatkan gambaran keadaan saat ini atas pola penggunaan obat pada
pelayanan kesehatan/dokter tertentu;
2.
Membandingkan pola penggunaan obat pada pelayanan kesehatan/dokter
satu dengan yang lain;
3.
Penilaian berkala atas penggunaan obat spesifik; dan
4.
Menilai pengaruh intervensi atas pola penggunaan obat.
Alat yang digunakan dalam pengkajian penggunaan obat adalah :
1.
2.
Indikator peresepan, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
a.
Rata-rata jumlah obat per pasien;
b.
Persentase obat yang diresepkan menggunakan nama generik;
c.
Persentase pasien yang diresepkan antibiotik;
d.
Persentase pasien yang diresepkan injeksi; dan
e.
Persentase obat yang diresepkan dari daftar obat esensial.
Indikator pelayanan pasien, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
a. Rata-rata waktu konsultasi;
b. Rata-rata waktu dispensing;
c. Persentase obat aktual yang disiapkan;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
24
d. Persentase pelabelan yang benar; dan
e. Persentase pasien yang memiliki pemahaman yang benar tentang obat.
3.
Indikator fasilitas, yang mencakup parameter inti sebagai berikut :
a. Ketersediaan daftar obat-obat esensial
b. Ketersediaan obat-obat esensial.
2.6.5 Konseling
Konseling merupakan suatu proses sistematik untuk mengidentifikasi dan
menyelesaikan masalah pasien terkait penggunaan obat pasien rawat jalan dan
rawat inap. Konseling bertujuan untuk memberikan pemahaman yang benar
mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan
pengobatan, jadwal pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat,
efek samping obat, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat, dan interaksi
dengan penggunaan obat-obat lain. Konseling dapat dilakukan untuk pasien
dengan kriteria sebagai berikut :
1.
Pasien rujukan dokter,
2.
Pasien dengan penyakit kronis,
3.
Pasien dengan obat yang berindeks terapi sempit dan polifarmasi,
4.
Pasien geriatrik, dan
5.
Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.
Konseling terdiri dari beberapa kegiatan, di antaranya :
1.
Membuka komunikasi antara Apoteker dengan pasien.
2.
Menanyakan hal-hal yang berhubungan dengan obat yang dikatakan oleh
dokter kepada pasien dengan metode open-ended question, mencakup:
a. Apa yang dikatakan dokter mengenai obat
b. Bagaimana cara pemakaiannya
c. Efek yang diharapkan dari obat tersebut
3.
Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.
4.
Melakukan
verifikasi
akhir
yaitu
mengecek
pemahaman
pasien,
mengidentifikasi, dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara
penggunaan obat untuk mengoptimalkan tujuan terapi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
25
2.6.6 Ronde/visite pasien
Ronde merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap bersama tim
dokter dan tenaga kesehatan lainnya yang bertujuan untuk :
1. Pemilihan obat,
2. Menerapkan secara langsung pengetahuan farmakologi terapeutik,
3. Menilai kemajuan pasien, dan
4. Bekerjasama dengan tenaga kesehatan lain.
Kegiatan yang dilakukan pada pelaksanaan ronde adalah sebagai berikut :
1.
Apoteker harus memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan
tersebut kepada pasien;
2.
untuk pasien yang baru dirawat, Apoteker harus menanyakan terapi obat
terdahulu dan memperkirakan masalah yang mungkin terjadi;
3.
Apoteker memberikan keterangan pada formulir resep untuk menjamin
penggunaan obat yang benar; dan
4.
melakukan pengkajian terhadap catatan perawat, yang akan berguna untuk
pemberian obat.
Setelah kunjungan, apoteker membuat catatan mengenai permasalahan dan
penyelesaian masalah dalam buku yang digunakan bersama antara Apoteker
sehingga dapat menghindari pengulangan kunjungan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
BAB 3
TINJAUAN KHUSUS
3.1
Profil RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
3.1.1 Sejarah Singkat
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN) Dr. Cipto Mangunkusumo
didirikan pada tanggal 19 November 1919 dengan nama Centrale Burgerlijke
Ziekenhuis (CBZ). Bulan Maret 1942, pada masa pendudukan Jepang di
Indonesia, CBZ dijadikan rumah sakit perguruan tinggi (Ika Daigaku Byongin).
CBZ diubah namanya menjadi Rumah Sakit Oemoem Negeri (RSON) yang
dipimpin oleh Prof. Dr. Asikin Widjaya Koesoema dan delanjutnya dipimpin oleh
Prof. Tamija pada tahun 1945. Pada tahun 1950, RSON berubah nama menjadi
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP)
Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) diresmikan menjadi Rumah Sakit
Tjipto Mangunkusumo (RSTM) oleh Menteri Kesehatan pada masa itu, Prof. Dr.
Satrio, yang dilaksanakan pada tanggal 17 Agustus 1964. Sejalan dengan
perkembangan ejaan baru Bahasa Indonesia, RSTM diubah menjadi RSCM. Pada
tanggal 13 Juni 1994, sesuai SK Menkes Nomor 553/Menkes/SK.VI/1994, rumah
sakit ini berubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Pusat Nasional (RSUPN)
Dr. Cipto Mangunkusumo hingga saat ini.
Berdasarkan PP No. 116 tahun 2000, RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
ditetapkan sebagai Perusahaan Jawatan (Perjan) RS Dr, Cipto Mangunkusumo
Jakarta dan dalam perkembangan selanjutnya, status Perjan RSCM diubah
menjadi Badan Layanan Umum (BLU) berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005,
dengan harapan RSCM mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa
penyediaan barang dan/atau jasa tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan
kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
3.1.2 Visi
RSCM memiliki visi “Menjadi rumah sakit pendidikan dan pusat rujukan
nasional terkemuka di Asia Pasifik tahun 2014”.
26
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
27
3.1.3 Misi
RSCM memiliki misi antara lain:
1.
Memberikan pelayanan kesehatan paripurna dan bermutu serta terjangkau
oleh semua lapisan masyarakat.
2.
Menjadi tempat pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan.
3.
Menyelenggarakan
penelitian
dan
pengembangan
dalam
rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat melalui manajemen yang
mandiri.
3.1.4 Pengelolaan organisasi dan sumber daya manusia
RSCM dipimpin oleh seorang Direktur Utama yang membawahi lima
direktorat, yaitu Direktorat Medik dan Keperawatan, Direktorat Pengembangan
dan Pemasaran, Direktorat Sumber Daya Manusia dan Pendidikan, Direktorat
Keuangan, dan Direktorat Umum dan Operasional yang terkait dengan pelayanan
rumah sakit. Struktur organisasi RSCM dapat dilihat secara lebih jelas pada
Lampiran 1.
3.1.5 Klasifikasi
RSCM merupakan rumah sakit umum pemerintah pusat kelas A yang
merupakan pusat rujukan nasional. RSCM juga merupakan rumah sakit
pendidikan yang bekerjasama dengan berbagai pihak, salah satunya bekerjasama
dengan Universitas Indonesia dalam melaksanakan program pendidikan dibidang
kesehatan. Misalnya, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) sebagai
mitra penyelenggara program pendidikan Spesialis dan Sub Spesialis dan Fakultas
Farmasi (FFUI) sebagai mitra penyelenggara program pendidikan profesi
Apoteker.
3.2
Profil Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Instalasi Farmasi RSCM merupakan satuan kerja fungsional sebagai pusat
pendapatan di lingkungan RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo yang berada di
bawah Direktorat Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi dipimpin oleh
seorang Apoteker pejabat yang disebut Kepala Instalasi Farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
28
3.2.1 Visi
Instalasi Farmasi RSCM memiliki visi “Menjadi penyelenggara pelayanan
farmasi yang komprehensif dengan kualitas terbaik dan mengutamakan kepuasan
pelanggan di Asia Pasifik pada tahun 2014”.
3.2.2 Misi
Instalasi Farmasi RSCM memiliki misi antara lain:
1.
Menyelenggarakan pelayanan farmasi prima untuk kepuasan pelanggan.
2.
Menyelenggarakan manajemen perbekalan farmasi yang efektif dan efisien.
3.
Menyelenggarakan
pelayanan
farmasi
klinik
untuk
meningkatkan
keselamatan pasien dan mencapai hasil terapi obat yang optimal.
4.
Menunjang penyelenggaraan kebijakan obat di rumah sakit dalam rangka
meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
5.
Memproduksi sediaan farmasi tertentu yang dibutuhkan RSCM sesuai
persyaratan mutu.
6.
Berperan serta dalam peningkatan pendapatan rumah sakit.
7.
Berperan serta dalam program pendidikan dan pelatihan, penelitian dan
pengembangan farmasi.
3.2.3 Nilai Budaya
Instalasi Farmasi RSCM memiliki 5 nilai budaya Profesionalisme,
Integritas, Kepedulian, Penyempurnaan Berkesinambungan serta Belajar dan
mendidik.
3.2.4 Tujuan Umum
Menyelenggarakan kebijakan obat di rumah sakit melalui pelayanan
farmasi yang profesional, berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika profesi,
bekerjasama dengan dokter, perawat, dan tenaga kesehatan lain yang terkait dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
29
3.2.5 Tujuan Khusus
1.
Aspek manajemen, antara lain mengelola perbekalan farmasi yang efektif dan
efisien, menerapkan farmakoekonomi dalam pelayanan, mewujudkan sistem
informasi tepat guna dan berdaya guna, meningkatkan kemampuan tenaga
kesehatan farmasi melalui pendidikan dan pelatihan, serta mengawasi,
mengendalikan dan mengevaluasi mutu pelayanan farmasi.
2.
Aspek klinik, antara lain mengkaji instruksi pengobatan, mengidentifikasi dan
menyelesaikan permasalahan yang berhubungan dengan obat, memantau
efektifitas dan keamanan penggunaan obat, menjadi pusat informasi obat bagi
tenaga kesehatan, pasien/keluarga dan masyarakat, melaksanakan konseling
pada pasien, melakukan pengkajian obat, melakukan penanganan obat-obat
kanker, melakukan perencanaan, penerapan dan evaluasi obat, bekerjasama
dengan tenaga kesehatan lain, dan berperan serta dalam tim/kepanitiaan di
rumah sakit seperti Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) serta Pelaksana
Pengendalian Resistensi Antibiotik (PPRA).
3.2.6 Tugas Pokok dan Fungsi
Instalasi Farmasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo memiliki tugas
melaksanakan
pengelolaan
perbekalan
farmasi
yang
optimal,
meliputi
perencanaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian perbekalan farmasi dan
produksi sediaan farmasi, serta melaksanakan pelayanan farmasi klinik sesuai
prosedur kefarmasian dan etika profesi. Selain itu, Instalasi Farmasi juga
berpartisipasi aktif dalam kegiatan pendidikan, pelatihan dan penelitian di bidang
Farmasi. Untuk menjalankan tugasnya tersebut, Instalasi Farmasi RSCM
berfungsi dalam:
1.
Penyusunan standar, kriteria, prosedur dan indikator kinerja pelayanan
kefarmasian
2.
Pengkoordinasian perencanaan perbekalan farmasi
3.
Pengelolaan perbekalan farmasi untuk memenuhi kebutuhan pelayanan
kesehatan di rumah sakit
4.
Penyelenggaraan produksi sediaan farmasi untuk memenuhi kebutuhan
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
30
5.
Penyelenggara pengkajian instruksi pengobatan dan resep pasien.
6.
Pengidentifikasian masalah dengan penggunaan obat dan alat kesehatan.
7.
Pencegahan dan mengatasi masalah yang berkaitan dengan obat dan alat
kesehatan.terhadap efektivitas dan keamana penggunaan obat dan alat
kesehatan.
8.
Pemberian informasi kepada petugas kesehatan, pasien / keluarga.
9.
Pemberian konseling kepada pasien / keluarga.
10. Pelaksanaan pencampuran obat suntik, dispensing, dosis unit.
11. Penyelenggaraan supervisi terhadap pelayanan farmasi.
12. Pemantauan, pengawasan, dan pengendalian terhadap jaminan mutu
pengelolaan pelayanan kefarmasian.
13. Pengembangan profesi SDM kefarmasian.
14. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan.
3.2.7 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Instalasi Farmasi RSCM bertanggung jawab langsung kepada Direktorat
Medik dan Keperawatan. Instalasi Farmasi berpusat di Gedung Central Medical
Unit (CMU) 2 lantai 3 dan dipimpin oleh seorang apoteker selaku Kepala Instalasi
Farmasi RSCM yang membawahi :
1.
Koordinator Administrasi dan Keuangan (Adminkeu);
2.
Koordinator Produksi dan Diklitbang; dan
3.
Koordinator Pelayanan Farmasi
3.3 Keterlibatan Farmasi dalam Kepanitiaan Rumah Sakit
3.3.1 Pelaksana pengendalian resistensi antimikroba (PPRA)
PPRA merupakan suatu tim pelaksana yang dibentuk rumah sakit dengan
tujuan:
1.
Tercapainya peningkatan mutu dalam pemakaian antibiotik di rumah sakit
melalui kerja sama dengan empat pilar yang terdiri dari Panitia Farmasi dan
Terapi,
Panitia
Pengendalian
Infeksi
Rumah
Sakit
(PPIRS),
Tim
Mikrobiologi Klinik dan Tim Farmasi Klinik.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
31
2.
Terlaksananya pengawasan,
pemantauan,
dan pengendalian prosedur
pemakaian antibiotik di masing-masing unit, agar tidak menyimpang dari
prosedur yang telah ditetapkan.
3.
Terlaksananya evaluasi pelaksanaan pemakaian antibiotik.
4.
Terselenggaranya pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam pengendalian
resistensi antimikroba.
Tim PPRA melaksanakan pengawasan dan pengendalian penggunaan
antimikroba secara bijak (meliputi efikasi, biaya, keamanan, kenyamanan) di
RSUPN. Tim PPRA terdiri dari:
1. Tim inti yaitu:
a. Perwakilan dari Panitia Farmasi dan Terapi.
b. PPIRS.
c. Spesialis Farmasi Klinik.
d. Spesialis Mikrobiologi Klinik.
2. Perwakilan dari Departemen Patologi Klinik.
3. Perwakilan Departemen Penyakit Dalam, Departemen Bedah, Departemen
Kebidanan dan Kandungan, dan Departemen Ilmu Kesehatan Anak.
4. Perwakilan Divisi Penyakit Tropik Dept. Ilmu Penyakit Dalam.
5. Perwakilan Bidang Pelayanan Medik dan bidang Keperawatan
Organisasi PPRA meliputi Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, dan Anggota
yang terdiri dari unsur klinis (mewakili Departemen/UPT/Instalasi terkait),
perawat, apoteker, spesialis Mikrobiologi Klinik, spesialis Patologi Klinik,
spesialis Farmakologi Klinik, dan Konsultan Penyakit Tropik Infeksi. Dalam
melaksanakan tugasnya, Tim PPRA dibantu oleh Pokja PPRA dari berbagai
departemen/UPT/instalasi yang pelayanannya berhubungan dengan penggunaan
antimikroba. Pokja departemen terdiri dari Ketua, yang merangkap sebagai
anggota tim PPRA, dan beberapa orang anggota. Pokja PPRA tingkat
departemen/instalasi/UPT sebagai berikut (SK No.10281/TU.K/34/VI/2011):
1.
Departemen Penyakit Dalam.
2.
Departemen Bedah.
3.
Departemen IKA.
4.
Departemen Obstetri dan Ginekologi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
32
5.
Departemen Kulit dan Kelamin.
6.
Departemen Gigi dan Mulut.
7.
Departemen Bedah Syaraf.
8.
Departemen Mata.
9.
Departemen Neurologi.
10. Departemen Urologi.
11. Departemen THT.
12. ICU.
13. Unit Pelayanan Luka Bakar.
14. Pelayanan Jantung terpadu.
15. Instalasi Gawat Darurat.
Tugas pokok Tim PPRA adalah melaksanakan pengendalian resistensi
antimikroba PPRA memilki fungsi, antara lain:
1.
Menetapkan kebijakan pengendalian penggunaan antibiotik.
2.
Menerapkan kebijakan di bidang pengendalian resistensi antimikroba melalui
koordinasi empat pilar.
3.
Menyusun
Program
Kerja
Tim
PPRA
dan
Pokja
PPRA
Departemen/UPT/Instalasi.
4.
Menyebarluaskan dan meningkatkan pemahaman serta kesadaran tentang
prinsip pengendalian resistensi antimikroba yang terkait dengan penggunaan
antibiotik secara bijak.
5.
Sebagai konsultan dalam pemilihan antibiotik lini 3.
6.
Melakukan pemantauan dan evaluasi penggunaan antibiotik, pola resistensi
kuman, insiden MRSA.
Tim PPRA menyelenggarakan ronde klinik setiap minggu dan pertemuan
berkala secara terencana minimal satu bulan sekali untuk membahas program dan
kegiatan yang telah ditetapkan dalam PPRA dan menyampaikan rekomendasi
hasil keputusan rapat secara tertulis kepada Direktur Medik dan Keperawatan dan
pihak terkait (Departemen/UPT/Instalasi Pelayanan dan empat pilar PPRA).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
33
3.3.2 Panitia Farmasi dan Terapi (PFT)
Panitia Farmasi dan Terapi adalah panitia ahli di bawah Komite Medik
yang membantu Direktur Utama dalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan
dan peraturan tentang pengelolaan dan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
Keanggotaan Panitia Farmasi dan Terapi (PFT) adalah berdasarkan pengusulan
dari Kepala Departemen/Bidang/Instalasi dan disahkan oleh Direktur Utama.
Keanggotaannya diperbarui maksimal setiap 5 tahun sekali. Anggota PFT tidak
boleh mempunyai ikatan kerja dengan perusahaan farmasi manapun. Ketua,
sekretaris dan 2 (dua) anggota PFT ditetapkan sebagai pengurus harian. Setiap
departemen memiliki PFT tingkat departemen yang terdiri atas ketua, sekretaris
dan 2-3 orang anggota. Ketua PFT tingkat departemen menjadi anggota ex officio
PFT tingkat RSCM. PFT menyusun program kerja tentang pemilihan dan
penyusunan formularium. PFT juga mengajukan anggaran setiap tahun guna
mendukung program kerjanya.
Tugas PFT mencakup :
1.
Sebagai penasehat bagi pimpinan RSCM dan tenaga kesehatan dalam semua
masalah yang ada kaitannya dengan perbekalan farmasi.
2.
Menyusun kebijakan penggunaan perbekalan farmasi di RSCM.
3.
Menyusun formularium obat, dan daftar alat kesehatan, dan reagensia; dan
memperbaharuinya secara berkala. Seleksi obat, alat kesehatan, dan reagensia
didasarkan pada kemanjuran, keamanan, kualitas dan harga. PFT harus
mampu meminimalkan jenis obat yang nama generiknya sama atau jenis obat
yang indikasinya sama.
4.
Memantapkan dan melaksanakan program dan agenda kegiatan yang
menjamin berlangsungnya pelaksanaan terapi yang efektif, aman dan hemat
biaya.
5.
Merencanakan dan melaksanakan program pelatihan dan penyebaran
informasi tentang hal-hal yang berhubungan dengan seleksi, pengadaan dan
penggunaan obat kepada staf medis RSCM.
6.
Berperan aktif dalam penjaminan mutu pemilihan, pengadaan dan
penggunaan perbekalan farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
34
7.
Menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi efek samping obat yang terjadi
di RSCM.
8.
Memandu tinjauan penggunaan obat
(drug utilization review) dan
mengumpanbalikkan hasil tinjauan itu ke seluruh staf medis.
Dalam melaksanakan tugas tersebut di atas, PFT perlu mengadakan rapat
rutin sekurang-kurangnya satu bulan sekali untuk membicarakan implementasi
dari kebijakan dan peraturan tentang seleksi, pengadaan, penyimpanan, dan
penggunaan perbekalan farmasi. Keputusan rapat pleno yang menyangkut
kebijakan diambil berdasarkan musyawarah. Bila musyawarah tidak berhasil,
maka dapat dilakukan pemungutan suara. Setiap anggota PFT dalam pengambilan
keputusan harus bebas dari kepentingan pribadi atau kelompok, dan semata-mata
adalah untuk kepentingan pasien. (Formularium RSCM, 2012)
3.4 Instalasi Sterilisasi Pusat RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Kondisi steril melalui sterilisasi merupakan prinsip dasar untuk mencegah
terjadinya
infeksi nosokomial.
Sterilisasi menjadi
langkah awal untuk
terlaksananya patient safety melalui pemutusan mata rantai penyebaran
mikroorganisme. Pelaksanaan sterilisasi membutuhkan perangkat dan sistem yang
utuh dalam pelaksanaannya dengan petugas khusus dengan ketrampilan khusus
sebagai first step to quality. Oleh karena itu, instalasi sterilisasi pusat menjadi unit
yang sangat dibutuhkan di rumah sakit untuk memenuhi ketersediaan atas barangbarang steril untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Alat kesehatan steril
menjadi produk akhir sterilisasi di instalasi sterilisasi pusat.
3.4.1 Definisi Instalasi Sterilisasi Pusat
Instalasi sterilisasi pusat merupakan suatu unit kerja yang bertugas
menyediakan barang-barang dan peralatan steril, seperti perbekalan farmasi dasar,
instrumen steril, linen steril, dan lain-lain, yang dibutuhkan oleh departemen,
instalasi atau unit kerja lainnya di RSCM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
35
3.4.2 Visi dan Misi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Visi dari instalasi sterilisasi pusat adalah menjadi instalasi sterilisasi pusat
yang terkemuka di Asia Pasifik Tahun 2014. Misi dari instalasi sterilisasi pusat
adalah:
1.
Menyelenggarakan pusat pelayanan sterilisasi yang aman dan bermutu;
2.
Menjadi penyedia alat kesehatan steril untuk jejaring pelayanan kesehatan;
3.
Meningkatkan kompetensi SDM dibidang sterilisasi;
4.
Menyedikan sarana dan prasarana yang handal; dan
5.
Menyediakan tempat pendidikan/pelatihan dan penelitian / pengembangan di
bidang sterilisasi.
3.4.3 Tujuan dan Strategi Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Tujuan dari instalasi sterilisasi pusat RSCM adalah tercapainya pelayanan
pusat sterilisasi dengan pergeseran posisi menjadi revenue center. Strategi yang
digagas adalah:
1.
Meningkatkan efisiensi produktivitas;
2.
Meningkatkan profesionalisme;
3.
Menciptakan restrukturisasi;
4.
Menerapkan sistem managemen keuangan;
5.
Menetapkan tarif pelayanan sterilisasi berdasarkan perhitungan unit cost; dan
6.
Meningkatkan mutu pemantauan dan evaluasi.
3.4.4 Pengelolaan Organisasi dan Sumber Daya Manusia Instalasi Sterilisasi
Pusat RSCM
Instalasi sterilisasi pusat RSCM dikepalai oleh Kepala Instalasi Pusat
Sterilisasi yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Direktur Umum dan Operasional. Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi membawahi
empat Penanggungjawab sebagai berikut:
a. Penanggungjawab SDM & Keuangan;
b. Penanggungjawab Peralatan & Pelayanan;
c. Penanggungjawab Administrasi dan Rumah Tangga; dan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
36
d. Penanggungjawab Logistik dan Inventaris.
Kepala Instalasi Pusat Sterilisasi juga membawahi dua kepala bagian,
yaitu Kepala Sub Instalasi Operasional dan Kepala Sub Instalasi Mutu. Kepala
bagian tersebut masing-masing memiliki tiga penanggungjawab yang menjadi
pelaksana
kegiatan.
Kepala
Sub
Instalasi
Operasional
membawahi
Penanggungjawab Dekontaminasi, Penanggungjawab Pengemasan & Labeling,
dan Penanggungjawab Proses Sterilisasi, sedangkan Kepala Sub Instalasi Mutu
membawahi Penanggungjawab Penyimpanan dan Distribusi, Penanggungjawab
Quality Control, dan Penanggungjawab Audit Mutu. Sumber daya manusia
instalasi sterilisasi pusat RSCM harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu, seperti
terlatih, tidak mempunyai luka terbuka, tidak mempunyai penyakit yang menular,
disiplin memakai alat pelindung diri dalam tugas operasional dan mematuhi
aturan sterilisasi.
3.4.5 Ruang dan Sarana Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Ruang instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki suhu 18-220C dan
kelembaban 35-72%. Pertukaran udara dilakukan minimal 10 kali per jam dan
pada setiap ruangan harus memiliki exhaust/ hepafilter. Alat yang digunakan
untuk membantu sterilisasi yaitu ultrasonic, washer automatic, dry heat
sterilisator, autoclave sterilisator, dan plasma sterilisator. Instalasi sterilisasi
pusat RSCM memiliki tiga jenis area, yaitu:
1.
Area unclean
Area bertekanan negatif sebagai tempat proses dekontaminasi.
2.
Area clean
Tempat dilakukannya proses pengemasan, labeling, dan sterilisasi.
3.
Area steril
Area bertekanan positif untuk pelaksanaan uji visual, penyimpanan, dan
distribusi barang steril.
3.4.6 Sistem Pelayanan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Sistem pelayanan ISP terbagi dua, yaitu sistem pelayanan yang
tersentralisasi dan desentralisasi. Sistem pelayanan tersentralisasi mencakup
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
37
dalam hal manajemen (SDM, SOP, perencanaan) dan pelayanan sterilisasi
perbekalan farmasi dasar steril. Untuk sistem pelayanan desentralisasi mencakup
dalam hal khusus seperti pelayanan sterilisasi instrumen, linen, dan lain-lain.
Pelaksanaan sterilisasi di RSCM tersentralisasi di instalasi sterilisasi pusat.
Keuntungan sentralisasi tersebut diantaranya yaitu peningkatan efisiensi ruangan,
SDM, peralatan, dan waktu. Mutu dari alat kesehatan steril juga akan terjamin
karena adanya prosedur indikator mutu. Pelayanan yang diberikan akan lebih
cepat dan dapat mengurangi beban kerja SDM di unit pemakai. Selain itu,
instalasi sterilisasi pusat juga akan lebih mudah untuk diawasi dan lebih terkendali
serta dapat mencegah duplikasi dalam proses sterilisasi.
3.4.7 Kegiatan Instalasi Sterilisasi Pusat RSCM
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh instalasi sterilisasi pusat, yaitu:
1.
Alur perpindahan barang satu arah
Instalasi sterilisasi pusat RSCM memiliki alur dalam perpindahan barang.
Alur tersebut berupa alur satu arah, dari area kotor ke area bersih dan akhirnya ke
area steril. Pada area kotor, barang non steril diterima serta dipilih dan di sortir.
Barang direndam, dibersihkan, dibilas, dan dikeringkan sebelum dibawa ke area
bersih. Pada area bersih, barang diterima dan dikemas. Barang yang dikemas
kemudian diberi label, disusun dan diuji secara mekanik, kimia, dan biologi, lalu
barang akan melalui proses sterilisasi. Setelah proses sterilisasi, barang akan
masuk ke area steril dan disimpan.
2. Alur Aktivitas Fungsional
Terdapat dua subjek yang ditangani oleh ISP, yaitu supplier dan customer.
Supplier memberikan barang bersih yang ditempatkan pada loket barang bersih
ISP. Berbeda dengan supplier, barang kotor yang berasal dari customer diserahkan
melalui loket barang kotor. Barang kotor diseleksi dan dilakukan dekontaminasi
lalu dikemas dan diberi label. Sebelum dilakukan pengemasan & pemberian label,
petugas akan melakukan uji mutu pada sebagian barang. Barang bersih yang lolos
uji mutu dapat memasuki tahap pengemasan dan labeling. Setelah dikemas dan
diberi label, barang diuji mutunya sebelum memasuki proses sterilisasi. Pada
proses sterilisasi, barang steril yang rusak akan dilakukan proses ulang dengan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
38
mengulang proses sterilisasi dari awal.sedangkan barang yang kondisinya
memenuhi persyaratan akan ditempatkan di penyimpanan barang steril. Barangbarang di penyimpanan barang steril kemudian didistribusikan melalui loket
distribusi dan akan diawasi mutunya oleh customer.
3.
Proses Sterilisasi Perbekalan Farmasi Dasar
Barang bersih memasuki tahap kontrol spesifikasi sebelum pengemasan
dan labeling Selain itu, barang diuji secara mekanik, kimia, dan biologi. Setelah
dikemas dan diberi label, barang disusun dengan baik sebelum sterilisasi.
Sterilisasi menggunakan suhu tinggi atau suhu rendah. Setelah proses sterilisasi,
barang akan melalui uji visual, dan ditempatkan pada bagian penyimpanan barang
steril untuk didistribusikan.
4.
Proses Sterilisasi Barang Medis Ulang Pakai
Proses sterilisasi barang medis ulang pakai ISP RSCM harus melalui
proses dekontaminasi terlebih dahulu dan lolos uji mekanik, kimia, dan biologi
sebelumnya. Barang yang didekontaminasi dikeringkan dan dilakukan kontrol
spesifikasi, lalu memasuki tahap pengemasan, labeling dan penyusunan. Setelah
penyusunan barang disterilisasi dengan suhu tinggi atau suhu rendah. Barang diuji
secara visual dan ditempatkan di bagian penyimpanan barang steril untuk
didistribusikan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
BAB 4
PEMBAHASAN
4.1 Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
Gudang Perbekalan Farmasi RSCM saat ini berada di bawah Instalasi
Administrasi dan Logistik (IAL). Gudang Perbekalan Farmasi Pusat RSCM terdiri
atas Gudang Farmasi I, Gudang Farmasi II, dan Gudang Gas Medis. Gudang
Farmasi I merupakan gudang yang digunakan untuk menyimpan alat-alat
kesehatan, obat-obat oral dan injeksi, serta Bahan Beracun dan Berbahaya (B3).
Gudang Farmasi II digunakan untuk menyimpan perbekalan farmasi yang berupa
cairan dan hemodialisa. Gudang Gas Medis digunakan untuk menyimpan gas-gas
medis.
4.1.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terdapat di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
berjumlah 18 orang yang terdiri dari 1 orang Apoteker, 1 orang Asisten Apoteker
Penanggungjawab, 5 orang Asisten Apoteker Bidang Pelaksana Obat, 3 orang
Asisten Apoteker Bidang Pelaksana Alat Kesehatan, 4 orang Asisten Apoteker
Bidang Pelaksana Administrasi, dan 4 orang Pekarya. Waktu pelayanan Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat dimulai dari pukul 08.00-21.00 WIB dan terbagi dalam
2 shift.
4.1.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Kegiatan utama yang dilakukan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
terdiri atas pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengawasan,
dan pengendalian perbekalan farmasi di rumah sakit. Jenis perbekalan farmasi
yang diadakan yaitu obat, alat kesehatan, reagensia, radiofarmaka dan gas medis.
Pengadaan perbekalan farmasi di
RSCM
dilakukan
berdasarkan
permintaan (defekta) perbekalan farmasi yang dilakukan rutin dua kali dalam
seminggu dan permintaan mendesak/cito yang dapat dilakukan setiap hari.
Permintaan perbekalan farmasi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan selama dua
minggu hingga satu bulan. Defekta yang telah dibuat oleh pihak Gudang
39
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
40
Perbekalan Farmasi Pusat selanjutnya dikirim ke koordinator logistik. Apabila
permintaan telah disetujui oleh koordinator logistik, maka petugas pemesanan
akan menghubungi distributor terkait yang selanjutnya akan dikirim ke Gudang
Perbekalan Farmasi Pusat.
Penerimaan perbekalan farmasi yang dikirim oleh distributor di Gudang
Perbekalan dilakukan oleh Panitia Penerimaan yang didiampingi oleh petugas
gudang. Pada proses penerimaan dilakukan kegiatan pemeriksaan yang meliputi
kesesuaian daftar pesanan, baik jenis dan jumlah pesanan, pada komputer yang
disesuaikan dengan faktur penjualan. Selain itu, dilakukan pula pemeriksaan
terhadap bentuk fisik, nama perbekalan farmasi dan tanggal kadaluarsa perbekalan
farmasi yang akan diterima. Apabila terdapat kemasan yang telah rusak atau
ketidaksesuaian nama, maka dapat dilakukan penggantian barang ke distributor.
Khusus untuk perbekalan farmasi yang bersifat termolabil, pemeriksaan
juga dilakukan dengan melihat kesesuaian penyimpanan perbekalan farmasi,
misalnya dengan melihat proses penyimpanan perbekalan farmasi tersebut selama
proses distribusi dari distributor ke Gudang Perbekalan Farmasi Pusat, yaitu
dengan menyimpan perbekalan farmasi tersebut di dalam cool box yang
dilengkapi dengan termometer dan dipastikan berada pada suhu yang sesuai (2 o –
8o C). Pemeriksaan juga dilakukan terhadap dokumen-dokumen penyerta
perbekalan farmasi, misalnya Material Safety Data Sheet (MSDS) untuk bahan
berbahaya dan beracun (B3).
Setelah pemeriksaan dilakukan dan perbekalan farmasi yang diterima telah
sesuai dengan pesanan, Panitia Penerimaan membubuhkan tanda tangan, nama
jelas, dan stempel serta tanggal penerimaan pada faktur penjualan dan salinan
faktur. Lembar asli faktur dan salinannya diserahkan kepada petugas gudang. Data
dari lembar faktur tersebut akan di-input oleh petugas ke dalam sistem komputer
dan kartu stok manual, meliputi data spesifikasi produk, asal distributor, jumlah,
dan waktu kadaluarsa.
Perbekalan Farmasi yang telah diterima disimpan di Gudang Perbekalan
Farmasi Pusat. Penyimpanan di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat disusun
berdasarkan jenis perbekalan farmasi, yaitu alat kesehatan, obat (oral atau injeksi),
B3, cairan, hemodialisa, dan gas medis, sedangkan perbekalan farmasi yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
41
berupa reagensia, bahan baku, dan radiofarmaka akan disimpan langsung di unit
kerja yang terkait dengan penggunaannya. Selain berdasarkan jenis perbekalan
farmasi, penyimpanan juga didasarkan pada bentuk sediaan, kestabilan perbekalan
farmasi, sifat perbekalan farmasi (high alert atau sitostatika), perbekalan farmasi
Askes dan Non-Askes, rute pemberian obat, obat produksi RSCM serta nama
generik dan nama dagang. Penyimpanan perbekalan farmasi di gudang sesuai
dengan prinsip First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO).
Penyimpanan obat di gudang pusat juga disusun berdasarkan alfabetis
dengan memperhatikan penyusunan untuk obat yang tergolong Look Alike Sound
Alike (LASA) untuk menghindari kesalahan dispensing. Obat yang tergolong
LASA memiliki bentuk dan pengucapan yang mirip. Penyimpanan obat-obat
LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan tidak meletakkan dua
jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan diberikan stiker LASA
berwarna hijau yang ditempelkan pada wadah penyimpanan obat. Obat-obat
mahal, obat-obat High Alert dan obat-obat sitostatika disimpan pada lemari yang
khusus. Obat High Alert adalah obat yang perlu perhatian khusus dalam
penggunaannya karena jika terjadi kesalahan dalam penggunaannya dapat
menyebabkan akibat yang fatal. Untuk obat high alert, tempat penyimpanan
ditandai dengan lakban berwarna merah dan diberi label high alert pada tiap
kemasan terkecil obat. Penyimpanan obat sitostatika disimpan di lemari terpisah
dan diberi label berwarna ungu “Obat Kanker, Tangani dengan Hati-hati”.
Penyimpanan obat sudah tertata rapi dan baik dengan pemberian label petunjuk
pada setiap kelompok obat. Hal ini memudahkan dispensing obat mengingat jenis
dan jumlah perbekalan farmasi yang banyak.
Untuk narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang
terpisah dari penyimpanan obat lainnya. Narkotika disimpan dalam lemari
berpintu dua dengan kunci ganda. Kunci lemari tersebut dipegang oleh Asisten
Apoteker yang bertugas pada tiap shift.
Penyimpanan alat
kesehatan di Gudang
Pusat
terpisah dengan
penyimpanan obat-obatan. Alat kesehatan disusun berdasarkan kesamaan jenis
misalnya kapas, alat pelindung diri, pouches dan indikator steril, dan kelompok
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
42
departemen pengguna, misalnya bedah, departemen mata serta pelayanan jantung
terpadu (PJT). Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengambilan barang.
Untuk menjaga mutu perbekalan farmasi, petugas gudang melakukan stock
opname (SO) setiap tiga bulan sekali untuk memudahkan pengontrolan perbekalan
farmasi dengan mengetahui kesesuaian fisik perbekalan farmasi yang ada dengan
jumlah yang tertera pada kartu stok dan sistem IT serta mudah mengetahui
perbekalan farmasi yang mendekati kadaluarsa. Produk yang akan kadaluarsa
dalam waktu enam bulan ke depan akan diberi label berwarna kuning yang
dilengkapi dengan waktu kadaluarsanya. Selain itu, dilakukan pula pemantauan
suhu pada lemari pendingin dan ruangan yang dilakukan setiap hari. Pemantauan
suhu lemari pendingin dilakukan sebanyak tiga kali sehari, yaitu pada pukul
06.00, 14.00, dan 20.00 WIB, sedangkan pemantauan suhu ruangan dilakukan
satu kali sehari pada pukul 08.00 WIB.
Sebagai pusat distribusi perbekalan farmasi di rumah sakit, gudang
melayani permintaan dari seluruh satelit dan unit kerja. Permintaan perbekalan
farmasi ke Gudang Pusat dapat dilakukan secara rutin sesuai jadwal yang telah
ditetapkan untuk masing-masing satelit dan unit kerja ataupun permintaan cito
setiap hari. Permintaan ke Gudang Pusat dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu
sistem online untuk satelit farmasi dan sistem manual untuk unit kerja. Permintaan
yang diajukan oleh satelit farmasi akan langsung dicetak oleh Gudang Pusat
dalam bentuk surat permintaan barang, sedangkan unit kerja yang melakukan
permintaan manual menggunakan formulir permintaan barang farmasi harus
mengantarkan formulir tersebut ke gudang dua hari sebelum pengambilan barang.
Untuk defekta obat-obat narkotika dibuat dalam formulir khusus.
Petugas Gudang Pusat akan menyiapkan perbekalan farmasi yang diminta
serta melakukan pencatatan jenis dan jumlah perbekalan farmasi yang tertera pada
formulir permintaan. Petugas administrasi akan memproses formulir permintaan
tersebut
untuk
mendapatkan
Form
Distribusi
Obat/Alkes
bagi
tiap
satelit/unit/departemen terkait. Setelah perbekalan farmasi disiapkan, petugas
gudang akan menghubungi satelit atau unit kerja terkait untuk memberitahukan
bahwa perbekalan farmasi sudah siap diambil.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
43
Pada saat penyerahan, dilakukan pengecekan kembali oleh petugas gudang
dan pihak satelit atau unit kerja dengan membaca ulang dan memeriksa
perbekalan farmasi yang telah disiapkan serta melakukan pencatatan pada buku
serah terima yang terdapat di ruang pendistribusian Gudang Pusat. Setelah
dinyatakan bahwa barang yang diterima pihak satelit atau unit kerja sesuai dengan
permintaannya, lalu dilakukan penandatanganan bersama Form Distribusi
Obat/Alkes. Lembar form yang asli disimpan oleh pihak gudang, sedangkan
lembar copy diberikan kepada pihak satelit farmasi atau unit kerja. Untuk satelit
atau unit kerja yang tidak memiliki petugas untuk mengambil perbekalan farmasi,
maka petugas gudang yang akan mengantarkannya.
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat melayani permintaan mendesak/cito
setiap hari. Perbekalan farmasi yang diambil untuk melayani kebutuhan cito
dicatat pada buku cito di gudang dan unit terkait. Untuk memenuhi permintaan
perbekalan farmasi di luar jam operasional gudang, petugas satelit harus
menghubungi Penanggungjawab Gudang Pusat untuk mengambil perbekalan
farmasi di gudang dengan didampingi satu orang saksi dan petugas keamanan
untuk membuka pintu gudang.
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat juga melakukan kegiatan pemusnahan
untuk perbekalan farmasi yang kadarluarsa maupun yang rusak. Untuk perbekalan
farmasi yang hampir kadarluarsa maupun yang sudah kadarluarsa ataupun rusak
diretur kembali ke gudang dari satelit-satelit dan unit kerja. Pemusnahan
dilakukan sesuai perintah direktur dan dilakukan oleh panitia pemusnahan dan
dibuat berita acara pemusnahan.
4.1.3 Kegiatan PKPA di Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
Kegiatan yang dilakukan selama bertugas di Gudang Perbekalan Farmasi
Pusat antara lain :
a. Membantu menyiapkan perbekalan farmasi yang telah diminta oleh satelit
farmasi atau unit kerja.
b. Memberikan stiker label high alert, obat-obat sitostatika dan obat termolabil,
obat LASA dan obat yang akan kadarluasa
c. Mengecek obat yang akan kadarluasa
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
44
Berdasarkan hasil pengamatan selama pelaksanaan PKPA di Gudang
Pusat, terdapat beberapa kendala yang ditemukan, antara lain:
a.
Terdapat data kartu stok yang selisih dengan jumlah fisik dan jumlah barang
di IT dan urutan tanggal yang tidak teratur. Untuk mengatasinya, sebaiknya
menyediakan kartu stok dalam bentuk buku dan menyediakan kalkulator yang
ditempel di antara rak penyimpanan untuk mempermudah perhitungan dan
melakukan sampling stok setiap hari.
b.
Terdapat lemari pendingin yang tidak memiliki daftar nama obat-obat yang
terdapat di dalamnya sehingga menyulitkan staf atau pegawai baru yang akan
menyiapkan permintaan perbekalan farmasi. Oleh karena itu, sebaiknya
dibuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam masing-masing lemari
pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari pendingin yang sesuai.
Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan diperbaharui secara berkala sehingga
data yang tersedia selalu ter-update sesuai dengan persediaan yang terdapat di
dalamnya.
c.
Stok barang kosong yang dapat menghambat pelayanan kesehatan di RSCM.
Untuk masalah barang kosong sebaiknya dikomunikasikan secara intensif
dengan pimpinan rumah sakit.
d.
Terdapat orang-orang luar selain petugas yang masuk ke dalam gudang, hal
ini tentunya beresiko terhadap kehilangan barang. Disarankan agar
memperketat keamanan di gudang dengan cara penggunaan pintu dengan
akses sidik jari. Apabila ada pihak luar yang memang harus masuk, sebaiknya
didampingi oleh petugas. Petugas gudang disosialisasikan kembali tentang
pentingnya prosedur tersebut.
e.
Terdapat debu di ruang penyimpanan alat kesehatan. Sebaiknya lebih
memperhatikan kebersihan di tempat penyimpanan obat dan alat kesehatan.
f.
Penyimpanan obat-obat LASA yang tidak sesuai dengan tempatnya.
Disarankan untuk pengecekan kembali saat melakukan penyimpanan
perbekalan farmasi agar penyimpanannya tepat dan memudahkan petugas
dalam pelayanan.
g.
Kurangnya label kadarluarsa. Untuk mengatasinya diperlukan penambahan
stok label kadarluarsa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
45
4.2 Satelit Farmasi Pusat
Satelit Farmasi Pusat melaksanakan pelayanan kefarmasian selama 24 jam
pada hari Senin hingga Minggu yang masing-masing terbagi ke dalam tiga shift
kerja. Shift pertama dilakukan pada pukul 08.00 – 14.30 WIB, shift kedua
dilakukan pada pukul 14.00 – 21.00 WIB dan shift ketiga dilakukan pada pukul
21.00 – 08.00 WIB.
Satelit ini melayani pasien kredit / jaminan berupa pasien Jamkesmas,
Jamkesda, KJS Dinkes DKI Jakarta, Jampeltas, Jampersal dan jaminan
perusahaan dan pasien cash. Resep yang dilayani meliputi pasien rawat inap yang
tidak memiliki satelit farmasi ataupun satelit farmasi yang tidak buka 24 jam dan
juga resep pasien rawat jalan dari beberapa poliklinik. Resep rawat inap yang
dilayani berasal dari rawat inap Bedah Anak (BCH), Paviliun Tumbuh Kembang
(PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU), Unit Luka Bakar (ULB), Psikiatri (PKL,
PKW, PKA) dan Pelayanan Jantung Terpadu (pada shift kedua dan ketiga). Resep
pasien rawat jalan yang dilayani berasal dari Poliklinik Hemodialisa (pasien HD
yang menggunakan cairan dianeal), poliklinik bedah (bedah tumor, bedah toraks,
dan bedah digestif), poliklinik hematologi-onkologi (anak dan dewasa) dan
poliklinik thalasemia.
4.2.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia di Satelit Farmasi Pusat terdiri dari 1 Apoteker, 9
Asisten Apoteker, dan 2 juru resep dengan pembagian dalam satu shift adalah 2
Asisten Apoteker dan 1 juru resep untuk shift pagi dan sore. Sementara untuk shift
malam, terdapat 2 Asisten Apoteker yang bertugas.
4.2.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat dilakukan mulai
dari perencanaan, pengadaan, penyimpanan, serta pendistribusian. Perencanaan
perbekalan farmasi Satelit Farmasi Pusat ke Gudang Pusat dilakukan dua kali
dalam satu tahun dan dilihat berdasarkan pemeriksaan pada kartu stok dan
banyaknya kebutuhan perbekalan farmasi dan resep di Satelit Farmasi Pusat. Pada
proses pengadaan, dilakukan defekta secara online 2 kali dalam seminggu, yaitu
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
46
pada hari Senin dan Kamis. Petugas akan memesan defekta ke Gudang Pusat
secara online sehari sebelum hari defekta. Selanjutnya, petugas gudang memeriksa
ketersediaan perbekalan farmasi sesuai dengan permintaan. Petugas Satelit Farnasi
Pusat akan datang ke Gudang Pusat untuk melakukan penerimaan perbekalan
farmasi. Setelah melakukan pengecekan terhadap kesesuaian jenis dan jumlah
barang yang diminta dengan yang diberikan pihak gudang, petugas Satelit Farmasi
Pusat akan menandatangani fomulir defekta barang. Selanjutnya, petugas Satelit
Farmasi akan mencatat jumlah barang yang diterima pada kartu stok barang di
satelit dan menyusun perbekalan farmasi di tempat yang telah disediakan.
Beberapa jenis perbekalan farmasi disimpan di lemari terpisah sebagai buffer
stock.
Selain melaksanakan defekta secara rutin, Satelit Farmasi Pusat juga
melaksanakan defekta cito saat stok kosong atau terdapat permintaan perbekalan
farmasi yang tidak terduga. Petugas tetap melakukan defekta secara online dan
akan datang langsung ke gudang mengambil obat atau alat kesehatan yang
dibutuhkan.
Penyimpanan perbekalan farmasi di satelit pusat disusun secara alfabetis
dengan sistem First Expired First Out (FEFO) atau First In First Out (FIFO)
dengan pemantauan suhu ruang penyimpanan adalah 15-25oC dilakukan satu kali
sehari. Perbekalan farmasi disusun menurut jenisnya, yaitu obat, alat kesehatan
dan B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun).
Penyimpanan obat disusun sesuai dengan bentuk sediaan, obat generik
ataupun obat nama dagang. Bentuk sediaan yang ada di Satelit Farmasi Pusat
antara lain oral, injeksi, cairan infus, sirup/drop serta obat luar. Di Satelit Farmasi
Pusat terdapat obat-obat dengan penyimpanan khusus meliputi :
1) Termolabil, disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 2°-8° C.
Kualitas perbekalan farmasi yang disimpan harus selalu dijaga melalui
pengecekan lemari pendingin sebanyak tiga kali sehari
2) Obat sitostatika, ditempeli stiker ungu untuk obat kanker
3) High Alert, di lemari berbeda yang dibatasi dengan lakban merah dan
ditempeli stiker High Alert hingga kemasan primer obat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
47
4) Narkotika, di dalam lemari kayu khusus terdiri dari 2 sekat dengan kunci
ganda
5) Psikotropika, di dalam lemari kayu khusus
6) Sediaan nutrisi
7) Obat ASKES
Berbeda dengan obat, penyimpanan alat kesehatan dilakukan berdasarkan
jenis dan fungsinya. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan proses penyiapan
alat kesehatan. Penyimpanan B3 dilakukan dalam lemari tahan api. Selain itu,
terdapat pelabelan khusus untuk perbekalan farmasi di Satelit Farmasi Pusat
antara lain pelabelan obat-obat LASA dan obat yang mendekati tanggal
kadarluasa. Obat-obat LASA (Look Alike Sound Alike) disimpan dengan
ketentuan yang berlaku yakni dengan tidak meletakkan dua jenis obat yang
tergolong LASA secara berdampingan dan terdapat stiker LASA berwarna hijau
yang ditempelkan pada wadah penyimpanan obat. Untuk obat-obat yang
mendekati tanggal kadaluarsa dimasukkan ke dalam plastik obat berwarna kuning
dan diberi label warna kuning dengan mencantumkan bulan dan tahun kadaluarsa
obat tersebut.
Pendistribusian perbekalan farmasi yang dilakukan di Satelit Farmasi
Pusat menggunakan sistem distribusi peresepan individual. Resep yang diterima
oleh Satelit Farmasi Pusat terdiri dari resep manual dan resep online. Resep online
diperoleh dari rawat inap Bedah Anak (BCH), Unit Luka Bakar (ULB) dan
Psikiatri (PKL, PKW, PKA). Resep manual diperoleh dari Paviliun Tumbuh
Kembang (PTK), Perinatalogi (PICU dan NICU) dan Pelayanan Jantung Terpadu
(pada shift kedua dan ketiga). Perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan
diambil oleh petugas dari masing-masing unit kerja.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
48
Berikut jadwal pengambilan perbekalan farmasi yang diterima oleh Satelit
Farmasi Pusat :
Tabel 4.1 Jadwal Pengambilan Perbekalan Farmasi di Satelit Farmasi Pusat
Jam Resep Datang
≤ 09.00
Jam Pengambilan
Perbekalan Farmasi
11.00
15.00 (untuk Psikiatri dan Unit Luka Bakar)
> 09.00
19.00
19.00
09.00
Resep Cito
< 15 menit
Khusus obat kemoterapi, pasien hanya menerima bon penitipan obat dan
perbekalan farmasi yang telah disiapkan akan didistribusikan oleh petugas Satelit
Farmasi Pusat ke unit produksi tempat dilakukannya dispensing obat kemoterapi
serta gedung A bagian sitostatika dan pada hari kemoterapi pasien
mengembalikan bon ambil ke Satelit Farmasi Pusat.
Pada pasien rawat jalan diharuskan menggunakan resep dari dokter dan
hanya berlaku untuk 1 hari sesuai dengan tanggal SJP (Surat Jaminan Pelayanan)
yang berlaku. Apabila resep tidak sesuai dengan tanggal yang berlaku, maka resep
tersebut tidak akan dilayani. Resep yang datang, terutama untuk pasien jaminan,
akan diverifikasi terlebih dahulu. Verifikasi resep meliputi verifikasi administratif,
farmasetik, dan kelengkapan lainnya, seperti syarat jaminan khusus untuk pasien
jaminan pemerintah, kuitansi untuk semua pasien, protokol dan jadwal terapi
khusus untuk pasien kemoterapi, dan hasil lab khusus untuk pasien pengguna obat
mahal dan antibiotik lini 2 dan 3. Pada pasien tunai, setelah verifikasi jumlah obat
dan jenis obat dimasukkan melalui sistem IT sedangkan untuk pasien jaminan,
input ke dalam sistem IT tidak langsung dilakukan dan perbekalan farmasi
langsung di-dispense. Setelah dimasukkan dan diberi harga pada pasien tunai,
resep diberikan kepada petugas satelit lainnya untuk di-dispense. Bagi pasien yang
membayar secara tunai, dapat langsung membayar kepada petugas satelit,
sedangkan pasien jaminan wajib menyerahkan resep asli dan kelengkapan jaminan
lainnya kepada petugas satelit.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
49
Petugas satelit yang melakukan dispensing mengambil obat dengan jenis
dan jumlah yang sesuai dan mencatatnya pada kartu stok. Selain dispensing obat,
Satelit Farmasi Pusat juga menerima resep racikan. Obat racikan diracik di ruang
racik secara manual dengan kertas perkamen khusus. Obat diberi label dan
dikemas. Kemudian obat diberikan oleh petugas setelah dilakukan pengecekan
terhadap kesesuaian jenis dan jumlah obat terhadap resep. Obat diberikan kepada
pasien disertai pemberian informasi tentang penggunaan obat.
Pendistribusian obat pada pasien rawat inap diberikan untuk pemakaian
per hari, pengecualian untuk psikiatri yakni untuk pemakaian selama 3 hari (untuk
obat oral) dan pemakaian per hari (untuk injeksi). Untuk pasien yang akan pulang,
diberikan untuk pemakaian selama 1 minggu, pengecualian untuk pasien ASKES
diberikan untuk pemakaian selama 3 hari. Pada pasien rawat jalan, jumlah obat
yang diberikan sesuai dengan jumlah yang tertulis pada resep. Pasien hemodialisa
yang menggunakan cairan dianeal, diberikan injeksi untuk kebutuhan satu bulan,
sedangkan pasien yang tidak menggunakan cairan dianeal, cukup diberikan obat
untuk keperluan satu minggu dan tergantung pada keperluan pemakaian.
Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih
layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi Pusat. Prosedur retur obat tidak
dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah
ditetapkan. Prosedur retur obat yang dilakukan di Satelit Farmasi Pusat yaitu
perawat mengecek perbekalan farmasi yang diretur lalu menuliskan di form retur
dan menyerahkan ke satelit, petugas satelit mengecek kembali baik jenis maupun
jumlah perbekalan farmasi tanpa didampingi dengan perawat dan selanjutnya
petugas satelit mengembalikan perbekalan pada tempatnya dan menulis di kartu
stok.
4.2.3 Kegiatan PKPA di Satelit Farmasi Pusat
Selama berada di satelit Farmasi Pusat, mahasiswa berkesempatan untuk
terlibat dalam kegiatan pengelolaan perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan
tersebut, antara lain :
a. Mengecek dan mencatat seluruh perbekalan farmasi yang akan kadarluasa.
b. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
50
c. Mengecek dan mendata jumlah obat koate disertai dengan nama pasien pada
kartu stok dan sistem IT.
Kendala-kendala yang dihadapi di Satelit Farmasi Pusat antara lain :
a. Resep-resep yang diterima di Satelit Farmasi Pusat berasal dari banyak unit,
baik resep pasien rawat inap maupun pasien rawat jalan dengan rata-rata 250
lembar resep per harinya. Untuk mengatasinya, dapat dilakukan dengan
memfokuskan pelayanan yang dilakukan hanya untuk unit-unit yang belum
memiliki satelit sehingga pelayanan dapat dilakukan secara optimal.
b. Resep-resep yang diterima di Satelit Farmasi Pusat setelah diverifikasi tidak
langsung diinput ke dalam sistem IT menyebabkan data respon time tidak
valid. Oleh karena itu, diharapkan petugas langsung melakukan input ke dalam
sistem IT setelah melakukan verifikasi agar tertib administrasi dan data respon
time yang diperoleh akurat
c. Resep-resep manual yang diterima di Satelit Farmasi Pusat terkadang tidak
memenuhi
kelengkapan
syarat
penulisan
resep
sehingga
berpotensi
menyebabkan terjadinya medication error. Untuk mengatasinya, dapat
dilakukan penggunaan sistem peresepan online untuk layanan yang belum
menjalankan sehingga mencegah terjadinya medication error, mempercepat
pelayanan dan data administratif pasien pada resep terisi dengan lengkap.
d. Petugas harus menuliskan etiket manual dengan jumlah yang sangat banyak
dari setiap resep dan pengerjaanya terburu-buru sehingga beberapa etiket
kurang begitu jelas dan tidak terisi dengan lengkap. Oleh karena itu, pengadaan
printer etiket dapat membantu mempercepat pelayanan dan etiket dapat terbaca
dan terisi dengan lengkap.
e. Ada beberapa obat lepasan (tidak pada kemasan aslinya) yang tidak
dicantumkan tanggal kadarluasa di etiket (untuk pemakaian obat lebih dari 3
hari). Untuk mengatasinya, perlu dilakukan sosialisasi kembali pada petugas
agar sesuai dengan prosedur.
f. Pada saat retur obat, Asisten apoteker tidak langsung memeriksa jumlah atau
jenis obat yang telah diretur oleh perawat. Oleh karena itu, sebaiknya asisten
apoteker memeriksa jumlah dan jenis obat langsung dihadapan perawat saat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
51
melakukan retur sehingga apabila terdapat hal yang tidak sesuai dapat langsung
dikonfirmasi kepada perawat tersebut.
g. Terdapat selisih antara jumlah pada kartu stok dengan jumlah fisik. Untuk
mengatasinya, dilakukan pengadaan fasilitas kalkulator yang ditempel di antara
rak-rak obat untuk mempermudah dalam perhitungan stok dan memastikan
kalkulator tersebut tidak berpindah tempat dan mudah dicari.
h. Pengisian kartu stok masih ada yang sampai melewati batas bawah kartu stok
dan penulisannya kurang rapi. Untuk mengatasi hal tersebut, dilakukan
pengadaan buku stok sehingga penulisan stok lebih teratur, rapi dan tidak
ditulis bertumpuk-tumpuk hingga batas bawah yang telah ada dan
mensosialisasikan kepada seluruh petugas di Satelit Farmasi Pusat untuk
menuliskan data di kartu stok dengan rapi sehingga mempermudah pada saat
penelusuran.
i. Frekuensi untuk mengambil barang atau defekta ke Gudang lebih sering
dikarenakan pemenuhan kebutuhan yang tidak terpenuhi. Oleh karena itu,
diperlukan koordinasi lebih lanjut dan komunikasi dengan petugas Gudang
tentang pemenuhan kebutuhan perbekalan farmasi.
j. Penyimpanan obat termolabil di lemari pendingin masih kurang rapi dan
beberapa obat LASA tercampur. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu
dikomunikasikan kepada seluruh petugas mengenai kerapihan dalam
penyimpanan dan penempatan obat-obat LASA. Penyimpanan obat termolabil
sebaiknya dialasi dengan wadah terlebih dahulu.
k. Briefing yang dilakukan setiap pagi tidak begitu fokus karena disertai dengan
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh asisten apoteker. Oleh karena itu,
sosialisasikan kepada seluruh petugas untuk fokus pada saat briefing sehingga
informasi-informasi dapat diperoleh dengan tepat dan jelas.
l. Pasien berulangkali
bertanya kepada petugas
mengenai kelengkapan
administrasi yang harus dilengkapi sehingga mengganggu pelayanan yang
dilakukan. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya dibuat daftar administrasi
yang harus dilengkapi oleh pasien dan ditempelkan di dekat loket penerimaan
atau dinding ruang tunggu di Satelit Farmasi Pusat.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
52
4.3 Satelit Farmasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)
Satelit Farmasi IGD hanya melayani kebutuhan perbekalan farmasi di IGD
dan tidak menerima resep dari unit lain di RSCM. Satelit Farmasi IGD terdiri atas
satelit di lantai 1 dan 4. Satelit lantai 1 melayani kebutuhan perbekalan farmasi
untuk lantai 1 hingga lantai 3 IGD, sementara lantai 4 hanya melayani kebutuhan
perbekalan farmasi untuk ruang operasi di lantai 4.
4.3.1 Sumber Daya Manusia
Satelit Farmasi IGD memiliki 2 orang Apoteker, yang masing-masing
bertanggung jawab untuk pelaksanaan kegiatan manajemen perbekalan farmasi
dan pelayanan farmasi klinik, 21 orang Asisten Apoteker, dan 1 orang pekarya.
Pelayanan farmasi di kedua satelit setiap harinya dilakukan dalam 3 shift selama
24 jam sehingga dapat selalu mengantisipasi kebutuhan pasien IGD yang
kondisinya dapat berubah-ubah setiap saat. Pembagian jumlah AA yang bertugas
di kedua satelit pada masing-masing shift adalah sebagai berikut :
Tabel 4.2 Pembagian Jumlah Asisten Apoteker Tiap Shift di Kedua Satelit
Pagi
Siang
Malam
(07.30 –14.30
(14.00–21.00
(21.00 –08.00
WIB)
WIB)
WIB)
Satelit lantai 1
4 orang
3 orang
3 orang
Satelit lantai 4
1 orang
1 orang
1 orang
Di samping pembagian kerja sesuai shift seperti di atas, 1 orang pekarya dan 1
orang Asisten Apoteker bertugas di luar jadwal shift. Mereka bekerja dari hari
Senin hingga Jumat dari pukul 08.00 – 15.30 WIB dan bertugas dalam hal
pemesanan barang ke Gudang Pusat.
Petugas yang terdapat di depo lantai 4 bukan petugas tetap, melainkan
petugas yang berasal dari satelit lantai 1 juga. Dari 20 orang Asisten Apoteker
yang bertugas di satelit lantai 1, mereka akan secara bergantian menjadi petugas di
depo lantai 4.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
53
4.3.2 Kegiatan Satelit Farmasi IGD
4.3.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Pengelolaan perbekalan farmasi untuk satelit lantai 1 dan depo lantai 4
dilakukan secara terpisah. Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi
didasarkan pada pola dan jumlah pemakaiannya di IGD. Perencanaan di IGD
dilakukan setiap 6 bulan sekali mengikuti jadwal perencanaan di RSCM. Satelit
lantai 1 melakukan defekta besar ke bagian gudang pusat RSCM dua kali dalam
seminggu, yaitu pada hari Selasa dan Jumat. Alur pelaksanaan defekta adalah
sebagai berikut :
Satu hari sebelum hari defekta besar, yaitu pada hari Senin dan Kamis,
pihak satelit akan membuat entry data defekta yang akan di-posting melalui sistem
IT ke Gudang Pusat. Tujuannya adalah agar pihak gudang menyiapkan terlebih
dahulu barang yang diminta oleh pihak Satelit IGD. Keesokan harinya pada hari
defekta besar, pekarya dan Asisten Apoteker dari IGD datang ke Gudang Pusat
untuk mengurus pengambilan barang yang telah diminta. Pekarya akan melakukan
pengambilan barang, sementara Asisten Apoteker bersama dengan petugas
gudang akan melakukan pengecekan untuk menyesuaikan antara nama perbekalan
farmasi, jenis, bentuk sediaan, dan jumlah barang yang diambil dari Gudang Pusat
dengan data defekta dari IGD dan data yang di-entry pihak gudang ke dalam
sistem IT-nya. Setelah data sesuai, lembar defekta ditandatangani oleh pihak yang
menyerahkan (pihak gudang) dan pihak yang menerima barang (pihak Satelit
IGD). Pihak Satelit IGD akan mendapat satu copy lembar defekta tersebut.
Apoteker Penanggungjawab Satelit IGD akan mengecek kembali kesesuaian data
dari lembar defekta dengan barang yang diterima. Apabila telah sesuai,
penambahan stok barang di satelit IGD akan diproses melalui sistem IT yang ada.
Defekta perbekalan farmasi dipisahkan, antara defekta obat, alat
kesehatan,
dan
narkotika.
Maksud
pemisahan
tersebut
adalah
untuk
mempermudah pelaporan mutasi oleh pihak gudang. Permasalahan terkait defekta
yang sering terjadi adalah tidak sesuainya jumlah barang yang diminta pihak
Satelit IGD dengan jumlah barang yang diberikan pihak Gudang Pusat. Hal
tersebut menyebabkan defekta kecil juga sering dilakukan di luar hari defekta
besar untuk memenuhi kebutuhan barang yang belum terpenuhi tersebut.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
54
Satelit lantai 1 juga menyediakan perbekalan farmasi untuk keperluan
depo lantai 4. Sistem pengadaan barang di depo lantai 4 dilakukan dengan
mengajukan defekta ke depo lantai 1. Defekta besar dari depo lantai 4 juga
dilakukan 2 kali dalam seminggu, yaitu di hari Senin dan Kamis.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi IGD telah diatur
sesuai dengan persyaratan dan standar kefarmasian. Susunan penyimpanan dibuat
berdasarkan pembagian berikut :
1) Bentuk dan jenis perbekalan farmasi
a) Obat
Penyusunan obat dibedakan lagi berdasarkan bentuk sediaannya, yaitu
sediaan tablet, sediaan cair, sediaan topikal, injeksi, dan cairan infus.
b) Alat kesehatan
Penyusunan alat kesehatan dikelompokkan berdasarkan kegunaannya.
2) Suhu penyimpanan dan stabilitas
Obat-obat termolabil yang memerlukan penyimpanan di suhu dingin (2° –
8°C) disimpan pada kulkas terpisah.
3) Susunan alfabetis
Obat disusun sesuai urutan alfabetis nama generik atau nama dagangnya.
4) Sifat bahan
Bahan – bahan beracun dan berbahaya (B3) disimpan secara terpisah dalam
lemari yang terbuat dari bahan tahan api, serta dilengkapi dengan label bahan
berbahaya dan lembar Material Safety Data Sheet (MSDS) bahan.
5) Sistem FIFO dan FEFO
Perbekalan farmasi disusun dengan menempatkan barang yang pertama kali
masuk atau barang dengan tanggal kedaluwarsa paling dekat terletak di
bagian depan sehingga dapat dengan mudah dikeluarkan lebih dulu.
Penyimpanan di Satelit Farmasi IGD juga menerapkan pengaturan khusus
untuk obat-obat yang termasuk dalam kelompok obat high alert dan obat LASA
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. Untuk sediaan narkotika dan
psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang terletak di bagian belakang
satelit, terpisah dari lemari penyimpanan obat lain. Kedua lemari tersebut selalu
terkunci dan khusus untuk lemari narkotika, dilengkapi dengan pintu ganda.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
55
Kunci lemari dikalungkan pada salah satu petugas farmasi yang sedang bertugas.
Kunci diserahterimakan kepada petugas farmasi lainnya ketika pemegang kunci
sebelumnya akan bepergian.
Untuk mengontrol stok perbekalan farmasi yang terdapat di Satelit
Farmasi IGD dilakukan dengan stok opname. Stock opname (SO) untuk semua
perbekalan farmasi yang terdapat di satelit lantai 1 dilakukan setiap 3 bulan sekali.
Selain SO, langkah pengontrolan lainnya yang juga dilakukan adalah dengan
memisahkan penyimpanan produk obat-obat
mahal untuk memudahkan
pengontrolan, pengecekan stok narkotika setiap satu minggu sekali, pengecekan
stok persediaan benang bedah setiap pergantian shift, serta penerapan sistem
sampling yang harus dilakukan oleh semua Asisten Apoteker setiap harinya untuk
mengecek kesesuaian stok dari data kartu stok dengan jumlah fisik barang di
satelit.
Sistem distribusi perbekalan farmasi yang diterapkan di Satelit Farmasi
IGD adalah berdasarkan dua sistem, yaitu sistem peresepan individu dan sistem
floor stock.
Sistem peresepan
individu
adalah sistem penyiapan dan
pendistribusian perbekalan farmasi berdasarkan resep per pasien. Sistem
peresepan di IGD sebagian besar masih menggunakan resep manual. Akan tetapi,
saat ini telah dilakukan uji coba penggunaan peresepan online menggunakan
sistem Electronic Health Record (EHR) yang dimulai dari lantai 3 IGD.
Penggunaan sistem tersebut masih perlu dievaluasi dan disempurnakan kembali,
sebelum nantinya diberlakukan pada bagian lainnya di IGD. Selama masa uji
coba, penerapan sistem EHR masih mengalami beberapa masalah, yaitu :
1) Resep seringkali salah terkirim ke gedung A yang juga sudah menjalankan
sistem peresepan secara online;
2) Belum semua dokter memiliki akun untuk mengoperasikan sistem peresepan;
3) Dokter seringkali memberikan akunnya kepada perawat dengan alasan untuk
mempercepat peresepan sehingga resep dapat dibuat oleh perawat; serta
4) Sistem bed management yang belum baik sehingga seringkali ruangan tujuan
resep tidak jelas.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
56
Pola peresepan yang ditemui di IGD dapat berupa resep harian atau resep
untuk per satu kali pemakaian, tergantung asal ruangan resep tersebut. Alur
pelayanan untuk resep individu adalah sebagai berikut :
Resep dari dokter akan diserahkan ke nurse station. Di nurse station
masing-masing lantai terdapat Pembantu Orang Sakit (POS) yang akan
mengantarkan resep tersebut ke Satelit Farmasi IGD lantai 1. Resep kemudian
diverifikasi oleh Asisten Apoteker. Verifikasi yang dilakukan meliputi skrining
kelengkapan administratif resep, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis.
Pemeriksaan kelengkapan resep meliputi nama dokter, ruangan asal resep, nama
pasien, nomor rekam medis, dan tanggal lahir pasien. IGD sudah menerapkan
sistem barcode untuk data pasien sehingga sebagian besar data pasien sudah
tercetak dalam bentuk label yang ditempelkan pada resep. Dengan demikian,
kelengkapan identitas pasien lebih terjamin dan mudah terbaca oleh petugas
farmasi. Verifikasi lainnya adalah untuk kesesuaian farmasetik yang dilihat dari
kesesuaian nama sediaan, bentuk sediaan, dan kekuatan sediaan. Apabila terdapat
ketidaklengkapan dari kedua aspek tersebut, petugas farmasi yang melakukan
verifikasi resep akan menuliskan temuannya pada lembar checklist review resep
obat pasien. Verifikasi dari segi klinis, antara lain berupa pengecekan ada
tidaknya status alergi pasien, dosis, serta frekuensi penggunaan obat.
Petugas satelit selanjutnya akan memastikan bahwa barang yang diminta
tersedia dan menentukan jumlah barang yang akan diberikan. Jika stok obat
tersedia di depo, data dari resep akan di-input ke dalam database komputer dan
diberi harga. Setelah seluruh prosedur verifikasi selesai, barang akan disiapkan
sesuai resep. Setiap melakukan pengambilan barang dari stok di satelit, petugas
harus mencatat mutasinya pada kartu stok barang yang sesuai. Barang yang telah
diambil lalu diberi etiket dan dimasukkan ke dalam kantong plastik yang telah
dilengkapi dengan identitas pasien, meliputi nama pasien, nomor rekam medis,
dan ruang rawat. Penyerahan obat dapat dilakukan dengan cara diantar ke ruang
rawat atau diambil langsung oleh perawat, dokter, atau keluarga pasien di satelit
farmasi lantai 1. Terdapat Ketentuan Pengiriman Obat di IGD yaitu:
a. Apabila cito, maka harus diselesaikan < 15 menit
b. Apabila Tidak cito, maka mengikuti aturan pengiriman Obat sebagai berikut:
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
57
Tabel 4.3 Aturan Pengiriman Obat di IGD
No.
Jam Resep
Jam Antar Resep dari
Selesai dan
ruangan
diantar
Jam Penyuntikan
di Ruangan
1
05.00-11.00
Max 11.00 siang
12.00-13.00
2
13.00-17.00
Max 17.00 sore
18.00-19.00
3
18.00-23.00
Max 23.00
24.00-01.00
4
01.00 (dini hari) - 05.00 (subuh) Max 05.00
06.00-07.00
5
Untuk simvastatin dan simarc
21.00-22.00
6
Untuk antibiotika disesuaikan
Max 20.00
jam masuk awal penyuntikan
b. Tugas shift pagi : Semua resep cito untuk pasien baru dan ganti terapi, resep
ICU dan penyiapan resep untuk penyuntikan jam 12.00 dan jam 18.00 (jika
resep sudah datang)
c. Tugas Shift Sore: Semua resep cito untuk pasien baru dan ganti terapi, resep
ICU pasien baru dan penyuntikan resep untuk penyuntikan jam 18.00
d. Tugas shift Malam: Semua resep cito untuk pasien baru dan ganti terapi, Resep
ICU pasien baru dan penyiapan resep untuk penyuntikan jam 24.00 dan 06.00
pagi
e. Untuk resep boarding diberikan untuk satu hari
f. Untuk ruangan urgent observasi diberikan 1 hari
g. Untuk ruang ICU dikirimkan jam 14.00
Sementara itu, sistem distribusi floor stock diberlakukan untuk persediaan
paket tindakan, Bahan Medis Habis Pakai (BMHP), dan persediaan perbekalan
farmasi di troli emergensi.
1) Paket tindakan
Paket yang disiapkan oleh Satelit Farmasi IGD di lantai 1 dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu paket yang termasuk dalam cost unit pasien dan paket yang tidak
termasuk dalam cost unit pasien. Paket untuk tindakan medis di bagian urgent
lantai 1 dan di ruang hemodialisa anak merupakan paket yang termasuk dalam
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
58
cost unit pasien sehingga setiap pasien pasti akan dibebani biaya yang sama
untuk paket ini, meskipun pasien tidak menggunakannya. Paket yang tidak
termasuk dalam cost unit, antara lain paket kebidanan (untuk lantai 3 IGD)
serta paket bedah dan paket anestesi (untuk lantai 4 IGD). Biaya ketiga paket
tersebut hanya dibebankan kepada pasien sesuai dengan jenis dan jumlah
perbekalan farmasi yang digunakan saja.
2) Bahan Medis Habis Pakai (BMHP)
BMHP atau Bahan Medis Habis Pakai merupakan perbekalan farmasi dasar
yang disediakan oleh pihak farmasi di lemari penyimpanan di ruang rawat.
Stok BMHP disalurkan setiap 1 minggu sekali ke ruang rawat, yaitu pada hari
Senin, serta dimonitor kondisi penyimpanannya setiap 1 bulan sekali oleh
pihak farmasi.
3) Troli emergensi
Dalam rangka penanganan terhadap kemungkinan terjadinya kondisi
kegawatdaruratan medis di IGD, tersedia 6 buah troli emergensi yang masingmasing terdapat di lantai 1 (unit anak dan urgent), lantai 2 (ICU dan
Intermediate Ward (IW), lantai 3, dan lantai 4. Isi dari troli emergensi adalah
obat-obat penyelamat hidup (OPH), alat untuk membuka jalan napas (airway),
alat bantu napas (breathing), alat untuk pengelolaan sirkulasi darah
(circulation), dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP).
Barang-barang di dalam troli emergensi diisi oleh pihak Satelit
Farmasi lantai 1 IGD. Isi troli disesuaikan dengan kebutuhan OPH dan alat
kesehatan ABC dari unit di mana troli tersebut berada. Tanggal kedaluwarsa
obat dan alat kesehatan yang dimasukkan ke dalam troli harus dicatat pada
lembar checklist troli emergensi yang tersedia. Setelah troli terisi, pihak
farmasi akan menguncinya menggunakan kunci disposable. Petugas farmasi
yang melakukan penguncian troli harus mengisi Berita Acara penutupan troli
dan menandatanganinya. Setiap pagi dan malam hari, dokter atau perawat di
tiap lantai akan mengecek kondisi dan nomor seri kunci disposable troli
emergensi untuk memastikan bahwa troli masih terkunci.
Troli emergensi akan dibuka ketika terdapat code blue yang berarti
terjadi kondisi kegawatdaruratan medis. Setelah tindakan untuk pasien
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
59
dilakukan, dokter atau perawat harus menandai nama perbekalan farmasi dan
jumlah yang digunakan dari troli pada lembar checklist troli emergensi serta
menuliskan nama pasien yang menggunakan. Dokter harus membuat resep
untuk meminta penggantian perbekalan farmasi yang telah digunakannya dari
troli emergensi dan memberitahu pihak Satelit lantai 1. Resep dibuat atas nama
pasien yang menggunakan perbekalan farmasi dari troli sehingga biaya
penggantiannya akan ditagihkan kepada pasien tersebut.
Petugas farmasi dari Satelit lantai 1 akan menyiapkan barang
pengganti sesuai resep dokter beserta kunci baru untuk troli tersebut. Bersama
dengan perawat, pihak farmasi akan mengecek kembali kelengkapan seluruh isi
troli. Troli harus dikunci menggunakan kunci disposable baru. Nomor seri
kunci harus dicatat setiap kali terjadi penggantian kunci. Selanjutnya seperti
pada awal pengisian troli, petugas farmasi harus mengisi Berita Acara
penutupan troli. Pada Berita Acara tersebut harus dituliskan juga nama
pembuka troli, tanggal pembukaan, alasan pembukaan, dan nama pasien yang
memerlukan. Berita Acara tersebut ditandatangani oleh petugas farmasi beserta
perawat sebagai saksi.
Barang yang telah terdapat pada floor stock tidak perlu diresepkan
kembali oleh dokter. Apabila terdapat barang floor stock pada resep dokter,
maka pihak farmasi akan mengonfirmasi kepada dokter yang bersangkutan
untuk membatalkan peresepan barang tersebut. Saat verifikasi resep, jika
ditemui peresepan barang floor stock, maka kejadian tersebut dicatat di dalam
lembar checklist review resep obat pasien sebagai temuan masalah obat.
4.3.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan farmasi klinik di IGD telah berjalan dengan adanya seorang
Apoteker klinis. Pelayanan farmasi klinik dilakukan untuk melayani kebutuhan
pasien dari lantai 1 hingga lantai 3 IGD. Beberapa jenis pelayanan yang telah
dilakukan, antara lain :
a.
Verifikasi resep. Apoteker klinis akan melakukan verifikasi resep sebelum
obat di-dispense. Akan tetapi, ketika Apoteker klinis tidak ada di satelit,
proses verifikasi dilakukan oleh Asisten Apoteker;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
60
b.
Monitoring penggunaan obat dilakukan dengan cara menyesuaikan antara
obat yang diresepkan oleh dokter dengan rencana pengobatan dalam status
pasien dan pemberian obat oleh perawat yang tercatat dalam kardeks;
c.
Pemberian informasi obat pulang dilakukan pada saat penyerahan obat
kepada pasien yang akan pulang. Pemberian informasi obat pulang di IGD
diutamakan untuk pasien dengan penggunaan obat khusus dan berkelanjutan.
4.3.3 Kegiatan PKPA di satelit IGD
Mahasiswa bertugas di satelit IGD selama 3 hari. Selama berada di satelit
IGD, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan pengelolaan
perbekalan farmasi sebagai berikut :
a. Melakukan evalusi penggunaan troli emergensi
b. Melakukan respond time di IGD untuk resep cito dan non cito
c. Melakukan sampling kartu stok, dan
d. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada.
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit IGD,
terdapat beberapa kendala yang ditemukan antara lain :
a. Terdapat selisih stok obat di kartu stok dengan jumlah fisik obat. Untuk
mengatasi hal tersebut, disarankan untuk menempel kalkulator pada rak obat
agar tidak salah dalam menghitung jumlah obat, setiap rak obat dan alkes ada
penanggung jawab yang menghitung stok obat setiap hari dan mengganti kartu
stok dengan buku stok agar data obat mudah diperiksa
b. Etiket masih ditulis manual sehingga terdapat tulisan yang tidak jelas dan
memperlambat respond time pelayanan kepada pasien. Sebaiknya diadakan
printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah petugas dalam
proses dispensing obat sehingga pelayanan lebih cepat dan informasi obat
dapat terbaca dengan jelas oleh pasien.
c. Troli emergensi sering terbuka dengan alasan tidak jelas seperti tersenggol oleh
perawat. Untuk mengatasinya perlu dilakukan pengecekan secara rutin untuk
memastikan troli emergensi masih terkunci, meningkatkan komunikasi farmasi,
perawat dan dokter serta melakukan evaluasi terhadap terbukanya troli untuk
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
61
disampaikan kepada kepala unit.
4.4 Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
Gedung A merupakan ruang rawat inap terpadu bagi semua pasien yang
sedang menjalani pengobatan di RSCM. Gedung A terdiri dari 8 lantai yang pada
setiap lantainya terdiri dari dua zona, yaitu zona A dan zona B.
Tabel 4.4 Pembagian Ruang Rawat Gedung A
Lantai
Ruang Rawat Zona A
Ruang Rawat Zona B
1
Anak
Kelas khusus dewasa
2
Kebidanan
Kebidanan
3
Kelas khusus
Kelas khusus
4
Bedah
Bedah
5
Syaraf dan stroke
Bedah syaraf, HCU
6
Kelas khusus dewasa
HCU dewasa, ICU anak, penyakit dalam
7
Penyakit dalam dewasa
Penyakit dalam dewasa, THT, mata
8
Hematologi dewasa, geriatri
Hematologi dewasa
4.4.1 Sumber Daya Manusia
Jumlah Sumber Daya Manusia di Satelit Farmasi Gedung A terdiri dari 2
orang Apoteker manajemen perbekalan farmasi dan 6 orang Apoteker klinis, 55
orang Asisten Apoteker dan 12 orang pekarya. Pelayanan farmasi untuk pasien
rawat inap Gedung A dilakukan selama 24 jam yang terbagi menjadi dua shift
(pagi pukul 08.00 – 14.30 WIB dan sore pukul 14.00 – 21.00 WIB), dilayani di
depo farmasi setiap lantai dan tiga shift dengan penambahan shift malam pukul
21.00 – 08.00 WIB dikarenakan ada pengalihan pelayanan dari depo tiap lantai ke
Gudang Farmasi Basement Gedung A.
4.4.2
Kegiatan di Satelit Farmasi Gedung A
4.4.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Manajemen perbekalan farmasi dikelola oleh Satelit Farmasi yang terdiri
dari depo farmasi di setiap lantai dan Gudang Farmasi Basement Gedung A. Depo
farmasi bertugas melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk
pasien yang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
62
menginap di lantai tersebut, sedangkan Gudang Farmasi Basement berfungsi
menyediakan kebutuhan perbekalan farmasi bagi semua depo farmasi di Gedung
A dan pasien Gedung A pada malam hari. Gudang Farmasi Basement akan
mendistribusikan perbekalan farmasi ke setiap depo farmasi, kemudian depo
farmasi tersebut yang akan mendistribusikannya ke pasien melalui perawat.
Pengelolaan perbekalan farmasi di Gudang Basement sama seperti
pengelolaan perbekalan farmasi di satelit farmasi lain, yaitu mulai dari
perencanaan perbekalan farmasi yang dibutuhkan hingga distribusinya ke pasien.
Perencanaan Gudang Farmasi Basement berdasarkan pada kebutuhan depo
farmasi setiap lantai, setelah pihak Gudang Basement mengetahui jumlah
perbekalan farmasi yang dibutuhkan, maka akan dilakukan pengadaan melalui
defekta ke Gudang Pusat setiap tiga kali dalam seminggu, yaitu pada hari Senin,
Rabu, dan Jumat menggunakan sistem online. Setelah dilakukan pemesanan dan
penyiapan barang oleh petugas Gudang Pusat, pekarya dari Gudang Farmasi
Basement Gedung A akan melakukan penerimaan perbekalan farmasi di Gudang
Pusat.
Perbekalan farmasi yang telah diterima dan diperiksa disimpan di Gudang
Basement. Sediaan farmasi disusun berdasarkan sistem alfabetis, bentuk sediaan,
generik/non-generik, kestabilan (obat termolabil), dan FEFO/FIFO, sedangkan
alat kesehatan disusun berdasarkan fungsinya. Beberapa sediaan farmasi harus
disimpan secara khusus atau terpisah dari sediaan lainnya antara lain:
a.
Narkotika: disimpan di lemari khusus yang berpintu dan berkunci ganda.
Lemari tersebut harus selalu dikunci dan kuncinya digantungkan pada leher
petugas farmasi yang bertanggung jawab pada saat itu.
b.
Psikotropika: disimpan di lemari khusus yang berpintu. Lemari tersebut juga
harus selalu terkunci dan kuncinya digantungkan pada leher petugas farmasi
yang bertanggungjawab pada saat itu. Kunci lemari psikotropika biasanya
akan digabung dengan kunci lemari narkotika.
c.
Obat mahal: disimpan di lemari terpisah dengan sediaan lainnya agar dapat
memudahkan pengontrolan penggunaan obat tersebut.
d.
Obat LASA, penyimpanan obat LASA sama dengan di satelit-satelit lain
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
63
e.
Obat High Alert, penyimpanan obat High Alert sama dengan di satelit-satelit
lain sesuai dengan prosedur yang berlaku.
f.
Obat sitostatika, yaitu obat yang digunakan untuk pasien kanker pada saat
menjalani kemoterapi. Obat sitostatika disimpan di lemari terpisah dan diberi
stiker ungu obat kemoterapi pada setiap satuan terkecil obat. Penanganan obat
ini harus sangat diperhatikan karena bahaya yang ditimbulkan akibat paparan
obat ini sangat besar. Lemari obat sitostatika ditandai garis merah
menggunakan lakban yang memenuhi semua bagian tepi/sisi dari lemari.
g.
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3): disimpan di lemari besi yang tertutup
rapat karena sifatnya yang korosif, mudah terbakar, dan sifat yang berbahaya
lainnya. Di bagian depan pintu harus tertempel simbol B3 dan terdapat MSDS
yang merupakan pedoman penanganan untuk masing-masing B3 di dalam
lemari tersebut.
h.
Obat yang memiliki waktu kadaluwarsa enam bulan ke depan akan
dimasukkan ke dalam plastik berwarna kuning dan ditempeli stiker kuning
yang berisi informasi bulan dan tahun kadaluarsa.
Untuk
memenuhi
kebutuhan pasien,
Gudang
Farmasi
Basement
mendistribusikan perbekalan farmasi ke depo farmasi di setiap lantai berdasarkan
defekta dari depo. Depo di setiap lantai biasanya melakukan defekta ke Gudang
Farmasi Basement setiap hari sesuai dengan kebutuhan obat pasien. Perbekalan
farmasi yang sudah disiapkan oleh petugas Gudang Basement akan dikirimkan ke
depo farmasi.
Obat-obat yang perlu diracik, disiapkan di ruang peracikan khusus yang
tersedia di Gudang Farmasi Basement. Sistem peresepan di Gedung A sudah
menggunakan sistem online berupa Electronic Health Record (EHR). Kelebihan
penggunaan sistem ini adalah dapat mengurangi kesalahan dalam membaca resep
sehingga dapat mengurangi kesalahan dalam pemberian obat. Selain itu,
kelengkapan administrasi resep secara otomatis terpenuhi, resep lebih cepat
sampai di depo farmasi sehingga akan lebih cepat untuk melakukan dispensing
obat, serta tagihan pasien dapat diketahui secara real time. Dokter biasanya
mengirimkan resep pasien pada hari Senin untuk penggunaan dari Senin sore
hingga Kamis siang serta resep Kamis untuk penggunaan dari Kamis sore hingga
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
64
Senin siang. Akan tetapi, masih ada beberapa dokter yang melakukan peresepan
secara manual khususnya dokter konsulen yang menangani pasien kelas khusus di
lantai 1, 3, dan 6.
Obat-obat yang sudah diresepkan kemudian disiapkan oleh farmasi di depo
dan didistribusikan ke pasien melalui perawat. Sistem distribusi yang digunakan,
yaitu resep unit dose dan peresepan individu. Sistem unit dose, yaitu sistem
distribusi obat yang disiapkan untuk setiap kali waktu minum obat, dimulai dari
sore hingga siang hari di hari berikutnya. Walaupun obat disiapkan secara unit
dose, namun penyerahan obat ke perawat tetap dilakukan satu kali sehari untuk
penggunaan selama satu hari, yaitu setiap sore hari sebelum pukul 17.00 WIB.
Sistem unit dose ini hanya diberlakukan untuk obat oral, kecuali di depo farmasi
lantai 3 yang sudah menerapkan sistem unit dose untuk obat-obat parenteral.
Sistem distribusi peresepan individu digunakan untuk penyiapan obat bagi pasien
yang akan pulang.
Selain ketiga sistem distribusi tersebut, depo farmasi Gedung A juga
menerapkan sistem distribusi floor stock. Obat dan alkes yang didistribusikan
dengan metode floor stock, yaitu obat dan alkes yang diberikan tanpa melalui
verifikasi petugas farmasi. Obat dan alkes ini meliputi bahan medik habis pakai
dan troli emergensi. Troli emergensi merupakan persediaan obat dan alkes pada
keadaan darurat, berisi obat-obat penyelamat hidup dan alat-alat kesehatan
penyelamat hidup.
Setiap kegiatan manajemen obat dan alkes yang dilakukan harus
disertakan dengan laporan. Laporan yang disiapkan oleh Gudang Farmasi
Basement antara lain laporan mutasi, laporan penjualan, laporan pemakaian
antibiotik, laporan penggunaan perbekalan farmasi dasar (bahan medik habis
pakai), laporan obat generik, laporan narkotika dan psikotropika, laporan
penggunaan obat formularium, dan laporan barang implan. Laporan tersebut
dibuat setiap bulan dan dikirim maksimal tanggal 5 setiap bulannya ke
Koordinator Adminkeu dan Koordinator Pelayanan Farmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
65
4.4.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan farmasi klinik di Gedung A RSCM berjalan cukup baik.
Farmasi klinik adalah pelayanan yang berorientasi kepada pasien yang bertujuan
untuk menjamin efektivitas, keamanan, dan efisiensi penggunaan obat serta dalam
rangka meningkatkan penggunaan obat yang rasional. Penggunaan obat yang
rasional adalah penggunaan obat yang tepat indikasi, tepat obat, tepat cara
pemberian, tepat waktu pemberian, dan tepat lama pemberian. Kegiatan farmasi
klinik di Gedung A meliputi verifikasi resep, monitoring pengobatan, visite,
pelayanan konseling, pelayanan informasi obat, dan pengambilan riwayat
pengobatan (medication history taking).
a.
Verifikasi resep
Hal-hal yang dilakukan oleh Apoteker selama verifikasi resep meliputi
pemeriksaan kesesuaian farmasetis dan pertimbangan klinis pasien. Pemeriksaan
kelengkapan administrasi resep tidak dilakukan karena Gedung A sudah
menggunakan sistem EHR sehingga kelengkapan administrasi resep telah lengkap
secara otomatis.
b.
Monitoring pengobatan
Monitoring pengobatan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui ada
tidaknya diskrepansi (ketidaksesuaian pengobatan pasien) dan mengetahui
perkembangan pengobatan pasien. Hal-hal yang dilakukan selama monitoring
pengobatan pasien meliputi :
1) Melihat kesesuaian antara resep dokter di EHR dengan kardeks (laporan
pemberian obat oleh perawat) serta obat yang ditulis di status pasien (Medical
Record).
2) Kesesuaian pemberian obat terhadap hasil laboratorium pasien.
3) Melihat kesesuaian dosis yang diberikan.
4) Interaksi obat yang terjadi karena polifarmasi.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
66
c.
Visite
Visite merupakan kunjungan yang dilakukan ke ruang rawat pasien yang
bertujuan untuk :
1) meningkatkan
pemahaman
mengenai
riwayat
pengobatan
pasien,
perkembangan kondisi klinik, dan rencana terapi secara komprehensif;
2) memberikan informasi mengenai farmakologi, farmakokinetika, bentuk
sediaan obat, rejimen dosis, dan aspek lain terkait terapi obat pada pasien; dan
3) memberikan rekomendasi sebelum keputusan klinik ditetapkan dalam hal
pemilihan terapi dan monitoring terapi.
Visite
dapat
dilakukan
oleh
Apoteker
secara
mandiri
maupun
berkolaborasi bersama tim medis lainnya sesuai dengan situasi dan kondisi.
Dalam kegiatan visite, Apoteker berperan dalam memberikan rekomendasi
pengobatan pasien terkait kesesuaian obat dengan penyakitnya, kesesuaian dosis
dan sediaan obat, ketersediaan obat, harga obat, efek yang tidak diinginkan, serta
kemungkinan terjadinya interaksi obat.
d.
Pelayanan konseling
Konseling dilakukan untuk pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.
Konseling diprioritaskan bagi pasien geriatri (usia lanjut ≥ 60 tahun), pediatri
(anak-anak < 18 tahun), pasien yang akan pulang,
pasien dengan obat
polifarmasi, pasien yang mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit.
Konseling yang diberikan bagi pasien yang akan pulang cukup informatif.
Umumnya, pasien telah terbiasa dengan cara penggunaan obat-obat tersebut
selama dirawat di rumah sakit sehingga tidak membutuhkan penjelasan yang
terlalu mendetail. Akan tetapi, Apoteker sebaiknya meminta pasien untuk
mengulangi informasi yang telah disampaikan. Hal tersebut sebagai proses
evaluasi dan untuk memastikan bahwa informasi telah diterima dengan tepat oleh
pasien tanpa ada kesalahan dalam memahami informasi.
Selain itu, Apoteker juga menuliskan informasi obat pada formulir
informasi obat pulang terlebih dahulu. Informasi yang diberikan kepada pasien
meliputi nama obat, jumlah obat yang diberikan, aturan dan waktu pemakaian
obat, serta informasi khusus. Fungsi formulir konseling ini untuk memudahkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
67
pasien dalam pemakaian obat di rumah sehingga tidak terjadi kesalahan dalam
penggunaan obat di rumah meliputi dosis maupun aturan pakai obat.
Sebaiknya informasi obat yang tertera dalam etiket juga mencantumkan
cara penggunaan obat (sebelum/setelah makan). Walaupun pada saat konseling
oleh Apoteker telah diberikan formulir informasi obat, namun pasien akan lebih
sering melihat aturan penggunaan obat pada etiket. Oleh karena itu, informasi ini
juga sangat penting tersedia di etiket obat agar pasien tidak salah dalam
penggunaan obat.
e. Pelayanan informasi obat (PIO)
PIO merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh Apoteker selama 24
jam. PIO terdiri dari:
1) PIO pasif, yaitu berupa menjawab pertanyaan yang berasal dari tenaga
kesehatan di lingkungan RSCM. Saat ini kegiatan PIO pasif baru terlaksana
bagi tenaga medis di lingkungan Gedung A RSCM dan juga pertanyaan yang
berasal dari luar RSCM.
2) PIO aktif, yaitu berupa memberikan informasi secara aktif, seperti membuat
buku panduan, leaflet, brosur, dan media lainnya.
Dalam melakukan kegiatan PIO, Apoteker mencari informasi yang
dibutuhkan menggunakan buku-buku literatur terbaru maupun media elektronik
seperti internet yang berasal dari sumber yang dapat dipercaya. Pertanyaan yang
diajukan oleh tenaga medis maupun pasien dapat berupa pertanyaan mengenai
kestabilan obat, substitusi obat, dosis obat untuk pasien dengan keadaan tertentu,
dan pertanyaan lainnya yang mungkin ditemukan selama pasien menjalani
perawatan. Laporan dari kegiatan PIO akan direkapitulasi dan dilaporkan setiap
bulan sehingga memudahkan pencarian kembali apabila pertanyaan serupa
ditanyakan kembali di lain waktu.
PIO aktif RSCM saat ini hanya dilakukan berdasarkan kebutuhan, belum
dapat dilakukan secara rutin. Kegiatan PIO aktif yang telah dilakukan antara lain:
1) Pembuatan leaflet penggunaan obat khusus, seperti tetes hidung, salep dan
tetes mata, suppositoria, dan sebagainya;
2) Pembuatan buku panduan NGT, stabilitas obat, dan high-alert;
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
68
3) Pembuatan buku saku untuk penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes
melitus, tuberkulosis, HIV, dan sebagainya; serta
Untuk kedepannya, kegiatan PIO aktif dapat dilakukan secara lebih rutin
dan tidak hanya ditujukan bagi pasien dan petugas medis RSCM, tetapi juga dapat
bermanfaat bagi pengunjung RSCM, misalnya pembuatan leaflet yang berisi
informasi terkait penyakit HIV yang diberikan saat peringatan hari HIV sedunia.
f. Pengambilan riwayat pengobatan (medication history taking)
Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan bagi pasien yang baru
dirawat di Gedung A. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan
adanya riwayat alergi, melihat efek samping dari penggunaan obat sebelumnya,
dan menyesuaikan terapi sebelum perawatan dan saat perawatan di RSCM.
Pengambilan riwayat penggunaan obat dilakukan dalam waktu 48 jam saat
pertama pasien datang. Ketika melakukan pengambilan riwayat pengobatan,
Apoteker menyiapkan lembar daftar obat sebelum perawatan dan menanyakan
tentang riwayat penggunaan obat pasien sebelum dirawat di rumah sakit, meliputi:
nama obat yang digunakan (nama generik/ nama dagang), cara perolehan (resep,
non-resep) termasuk obat herbal dan suplemen, dosis/aturan pakai, lama
penggunaan obat (kapan mulai menggunakan dan kapan dihentikan), kepatuhan
(dengan jadwal teratur, kadang-kadang, jika timbul gejala saja, dll), sumber obat,
dan jumlah obat tersisa. Selain itu, Apoteker juga menanyakan riwayat alergi dan
efek samping obat yang pernah dialami pasien.
4.4.3 Kegiatan PKPA di Gedung A
Selama berada di Gedung A, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat
dalam kegiatan manajemen pengelolaan perbekalan farmasi dan pelayanan
farmasi klinis.
1.
Manajemen Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Kegiatan yang dilakukan oleh mahasiswa selama PKPA untuk memahami
manajemen perbekalan farmasi di Gedung A, yaitu :
a.
Memahami prosedur defekta dari depo ke Gudang Farmasi Basement.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
69
b.
Membantu memeriksa kesesuaian penempelan stiker LASA pada rak obat
yang tergolong ke dalam obat LASA.
c.
Melakukan pengamatan terhadap alat pelindung diri (APD) yang digunakan
oleh juru racik hingga alat-alat yang digunakan selama proses peracikan.
d.
Memahami proses dispensing obat di depo farmasi Gedung A dengan ikut
serta membantu proses dispensing obat dan berdiskusi bersama Asisten
Apoteker yang bertugas di depo tersebut.
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Manajemen
Perbekalan Farmasi Gedung A, terdapat beberapa kendala yang ditemukan antara
lain :
a.
Terdapat ruangan yang bocor di gudang farmasi basement gedung A sehingga
dikhawatirkan dapat merusak obat dan menghalangi kegiatan pengambilan
obat karena adanya tampungan ember untuk menampung air bocoran
tersebut. Disarankan untuk segera dilakukan perbaikan ruangan sebelum
kerusakan menjadi semakin parah.
b.
Terdapat tenaga farmasi yang kurang disiplin di gudang karena ditemukan
peletakan barang yang bukan pada tempatnya yaitu MSDS dam kartu stok
sehingga petugas lain dapat mengalami kesulitan saat mencari perbekalan
farmasi tersebut.Disarankan untuk mensosialisasikan kembali kepada tenaga
farmasi untuk disiplin.
c.
Masih adanya petugas yang tidak mengikuti briefing di pagi hari. Oleh karena
itu, disarankan untuk mensosialisasikan kembali pentingnya briefing di pagi
hari dan ditegaskan kembali kepada para tenaga farmasi agar tetap disiplin
kembali dalam melakukan pekerjaannya.
d.
Jumlah retur obat di tiap depo farmasi gedung A masih tinggi, hal ini dapat
disebabkan karena kurangnya komunikasi antar tenaga kesehatan yaitu
dokter, perawat dan farmasis, selain itu juga kurangnya ketelitian dari tenaga
farmasi dalam melakukan verifikasi resep sehingga jumlah obat yang
diberikan berlebih. Disarankan untuk meningkatkan koordinasi antara dokter,
perawat dan farmasis dengan lebih meningkatkan komunikasi dalam
menyiapkan obat dan alkes untuk pasien. Juga bagi farmasis yang melakukan
verifikasi resep disarankan lebih teliti lagi. Jika ditemukan adanya peresepan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
70
obat yang jumlahnya lebih banyak dari yang biasa diresepkan maka harus
melakukan konfirmasi kepada dokter sehingga dapat meminimalkan retur
obat.
2.
Pelayanan Farmasi Klinik
Kegiatan farmasi klinik yang dilakukan mahasiswa PKPA di Gedung A
antara lain:
a.
Melakukan monitoring dan pengambilan riwayat pengobatan pada formulir
yang tersedia, serta berdiskusi bersama Apoteker klinik mengenai data yang
didapatkan.
b.
Menyiapkan obat, menulis informasi obat pulang pada formulir yang telah
disediakan dan memberikan konseling obat untuk pasien yang akan pulang.
c.
Melakukan pelayanan informasi obat dengan menjawab pertanyaan yang
diajukan melalui telepon yang masuk ke unit PIO. Mahasiswa mendapatkan
beberapa pertanyaan yang diajukan oleh petugas farmasi di depo dan dokter.
Dalam menjawab pertanyaan yang diterima, mahasiswa mencari informasi
dari literatur yang telah tersedia di ruangan, yaitu Drug Information
Handbook dan literatur lain, seperti MIMS serta literatur dari internet.
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Farmasi Klinik
Gedung A, terdapat beberapa kendala yang ditemukan antara lain :
a.
Tidak adanya telepon khusus untuk pelayanan PIO. Disarankan untuk
menambah telepon khusus untuk PIO.
b.
Terkadang tidak terdapat apoteker di ruangan PIO sehingga jika ada
pertanyaan, penanya harus menunggu atau menelepon ketempat lain untuk
mencari apoteker. Disarankan untuk dibuat jadwal bergilir agar apoteker
selalu standby untuk pelayanan PIO.
4.5 Satelit Farmasi Intensive Care Unit (ICU)
Satelit Farmasi ICU merupakan salah satu unit yang melayani pasien
selama 24 jam setiap hari. Setelit ini beroperasi mulai pukul 07.30 – 14.30 untuk
shift pertama, dari pukul 14.00 – 21.00 untuk shift kedua, dan dari pukul 21.00 –
08.00 untuk shift ketiga. Pelayanan resep dilakukan untuk pasien jaminan maupun
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
71
pasien umum yang membayar secara tunai. Satelit ini melayani resep rawat inap
dari ICU dewasa, ICCU, dan juga menyiapkan paket tindakan endoskopi.
Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU meliputi
pengelolaan perbekalan kefarmasian, mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pendistribusian. Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di
Satelit Farnasi ICU meliputi parade pagi, visite pasien, pengkajian resep,
monitoring obat, konseling obat pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi
obat.
4.5.1 Sumber Daya Manusia
Pelayanan farmasi di Satelit Farmasi ICU dikelola oleh satu orang
Apoteker manajemen perbekalan farmasi dan satu orang Apoteker klinis, dibantu
oleh delapan orang Asisten Apoteker. Apoteker manajemen perbekalan farmasi
bertanggung jawab atas ketersediaan perbekalan farmasi sedangkan Apoteker
farmasi klinis bertanggung jawab atas perkembangan pasien secara klinis. Kedua
apoteker tersebut berada dibawah tanggungjawab Koordinator Pelayanan Farmasi.
4.5.2 Kegiatan di Satelit Farmasi ICU
4.5.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU dilakukan 2 kali
dalam satu tahun berdasarkan pemeriksaan pada kartu stok dan banyaknya
kebutuhan perbekalan farmasi dari resep.
Pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU
menggunakan
defekta online ke Gudang Pusat setiap hari Senin dan Kamis, sedangkan untuk
pengambilan barang dilakukan pada hari Selasa dan Jumat. Sama halnya dengan
satelit-satelit lain, satelit farmasi ICU melakukan pengadaan perbekalan farmasi
sesuai dengan standar prosedur operasional yang berlaku.
Penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan berdasarkan jenisnya, yaitu
obat dan alat kesehatan. Penyimpanan obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan, generik atau nama dagang. Untuk alat kesehatan,
penyimpanan dilakukan berdasarkan fungsi dan penggunaannya. Sama halnya
dengan satelit-satelit lain, penyimpanan perbekalan farmasi sudah dilakukan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
72
sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah ditetapkan, termasuk obatobat narkotika dan psikotropika, obat-obat high alert, obat-obat sitostatika serta
obat-obat termolabil.
Di Satelit Farmasi ICU terdapat pelabelan khusus dalam penyimpanan
obat yaitu obat-obat LASA dan obat yang mendekati tanggal kadarluasa.
Penyimpanan obat-obat LASA telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan
tidak meletakkan dua jenis obat yang tergolong LASA secara berdampingan dan
diberikan stiker LASA berwarna hijau yang ditempelkan pada wadah
penyimpanan obat. Obat yang mendekati tanggal kadaluarsa dimasukkan ke
dalam plastik obat berwarna kuning dan diberi label warna kuning dengan
mncantumkan bulan dan tahun kadaluarsa obat tersebut.
Sistem distribusi yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU meliputi
peresepan individual dan floor stock. Pada sistem distribusi peresepan individual,
dokter menuliskan resep obat secara manual. Resep biasanya diantar ke satelit
oleh perawat atau keluarga pasien. Petugas satelit akan melakukan verifikasi
terhadap resep yang diterima. Verifikasi resep, meliputi verifikasi administratif,
farmasetik, klinis dan kelengkapan lainnya, seperti kelengkapan persyaratan
jaminan pasien serta hasil lab untuk penggunaan obat-obat tertentu, seperti
albumin. Setelah verifikasi, jumlah obat dan jenis obat dimasukkan melalui sistem
IT dan diberi harga. Setelah itu, obat disiapkan oleh petugas satelit. Petugas
pelaksana dispensing mengambil obat dengan jenis dan jumlah yang sesuai
dengan permintaan dalam resep, lalu dicatat mutasinya pada kartu stok.
Selanjutnya, obat dikemas dan diberi etiket. Setelah selesai dispensing, petugas
ruangan diinformasikan oleh pertugas Satelit Farmasi ICU untuk mengambilnya
di Satelit Farmasi ICU. Berbeda dengan resep harian, perawat atau dokter yang
telah menyerahkan resep cito ke Satelit ICU akan menunggu obat yang
didispensing untuk segera dibawa ke ruang rawat.
Untuk sistem distribusi floor stock, Satelit Farmasi ICU mendistribusikan
perbekalan farmasi ke ruang rawat berupa troli emergensi. Prosedur penggunaan
barang pada troli emergensi sudah dilakukan sesuai dengan standar prosedur
operasional yang telah ditetapkan. Yang bertanggungjawab atas troli emergensi
adalah farmasi dan perawat. Farmasi bertanggungjawab dalam hal perbekalan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
73
farmasi,
sedangkan perawat
bertanggungjawab dalam
hal
pengontrolan
kelengkapan dan penggunaan alat kedokteran di dalam troli.
Obat pasien dapat diretur jika obat tidak digunakan, kondisinya masih
layak pakai, dan berasal dari Satelit Farmasi ICU. Prosedur retur obat tidak
dilaksanakan sepenuhnya sesuai dengan standar prosedur operasional yang telah
ditetapkan. Prosedur retur obat yang dilakukan di Satelit Farmasi ICU yaitu
perawat mengecek perbekalan farmasi yang diretur lalu menuliskan di form retur
dan menyerahkan ke satelit, petugas satelit mengecek kembali baik jenis maupun
jumlah perbekalan farmasi tanpa didampingi dengan perawat dan selanjutnya
petugas satelit mengembalikan perbekalan pada tempatnya dan menulis di kartu
stok.
4.5.2.2 Pelayanan Farmasi Klinik
Pelayanan farmasi klinik yang dilakukan di Satelit Farnasi ICU meliputi
parade pagi, visite pasien, pengkajian resep, monitoring obat, konseling obat
pasien pulang di ICCU dan pemberian informasi obat.
Apoteker klinis di Satelit Farmasi ICU melakukan parade pagi setiap
pukul 08.00 – 10.00 WIB bersama dokter, perawat, dan dietisian. Parade ini
bertujuan untuk membahas seputar permasalahan pasien, perkembangan pasien,
dan rencana tindakan atau pengobatan yang akan diberikan kepada pasien.
Apoteker akan memberikan rekomendasi mengenai obat yang dibutuhkan dalam
perawatan pasien, ketersediaan obat di Instalasi Farmasi, dosis obat yang sesuai
indikasinya, dan interaksi obat. Selain itu, perencanaan pengobatan pasien juga
disesuaikan dengan hasil laboratorium pasien.
Setelah parade pagi, Apoteker klinis melaksanakan visite bersama dokter,
perawat, dan dietisian. Melalui kegiatan visite, tim tersebut dapat mengetahui
kondisi pasien yang sebenarnya. Pada saat melakukan visite, dapat terjadi
perubahan terapi ataupun tindakan. Peran Apoteker pada saat itu adalah
memberikan rekomendasi dan berkoordinasi dengan dokter terkait rencana terapi
atau tindakan yang akan diterapkan.
Selain itu, Apoteker klinis juga melakukan pengkajian resep. Apoteker
mengkaji kesesuaian farmasetik dan klinis obat yang diresepkan oleh dokter. Jika
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
74
terdapat terapi yang kurang sesuai, Apoteker meminta konfirmasi kepada dokter
yang bersangkutan dan memberi rekomendasi jika diperlukan. Monitoring obat
dilakukan oleh Apoteker dengan memeriksa kesesuaian antara resep, kardeks, dan
status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan terapi yang
diperoleh.
Pasien di ICU dengan kondisi yang telah stabil umumnya akan
dipindahkan ke ruang rawat inap di Gedung A, sedangkan pasien ICCU yang
kondisinya sudah baik dapat dipulangkan. Apoteker klinis juga melaksanakan
kegiatan farmasi klinis di ICCU, salah satunya adalah memberikan informasi obat
pada pasien yang akan pulang dengan melampirkan form informasi obat pulang
yang berisikan mengenai informasi obat-obat yang diberikan disertai dengan
indikasi, jumlah obat maupun aturan pemakaian. Apoteker juga mencantumkan
nomor telepon yang dapat dihubungi sehingga pasien dapat menanyakan hal-hal
yang kurang jelas terkait dengan terapi pengobatan pasien kepada apoteker di
rumah.
4.5.3 Kegiatan PKPA di Satelit Farmasi ICU
Kegiatan yang dilakukan selama berada di Satelit Farmasi ICU antara lain:
b. Memahami proses dispensing obat dengan ikut serta membantu proses
dispensing obat dan berdiskusi bersama Asisten Apoteker yang bertugas di
depo tersebut.
c. Mengikuti parade pagi bersama dokter dan perawat untuk membahas
perkembangan pasien.
d. Melakukan visite pasien terkait dengan rencana terapi yang akan dilakukan
serta untuk mengetahui kondisi pasien yang sebenarnya
e. Melakukan pengkajian resep dokter
f. Melakukan monitoring obat dengan memeriksa kesesuaian antara resep,
kardeks, dan status pasien serta menganalisis perkembangan pasien dengan
terapi yang diperoleh
g. Mengamati konseling pasien pulang di ICCU
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
75
Selama pelaksanaan PKPA di Satelit Farmasi ICU, terdapat beberapa hal
yang diamati oleh mahasiswa. Berikut adalah hasil pengamatan serta beberapa
masukan untuk memperbaiki kinerja di Satelit Farmasi ICU :
a.
Resep-resep yang diterima di Satelit ICU terkadang tidak memenuhi
kelengkapan syarat penulisan resep. Contohnya, seringkali ditemukan tidak
ada nama dokter, riwayat alergi, jenis sediaan, kekuatan sediaan, nomor
rekam medis (NRM) pasien, serta tanggal lahir pasien. Hal ini mungkin
disebabkan karena dokter lupa menulis, terburu-buru, atau karena dokter
menganggap bahwa petugas farmasi telah mengetahui obat ataupun data
administrasi yang dimaksud. Ketidaklengkapanan syarat penulisan resep ini
dapat
berpotensi
menyebabkan
terjadinya
medication
error.
Ketidaklengkapan ini dapat diatasi dengan penerapan sistem peresepan online
karena dengan sistem tersebut, data administratif pasien pada resep dapat
dilengkapi secara otomatis, mencegah terjadinya medication error serta
mempercepat pelayanan.
b.
Petugas Satelit Farmasi ICU harus menuliskan etiket manual dengan jumlah
yang sangat banyak dari setiap resep dan pengerjaanya dalam waktu yang
sesingkat mungkin. Kendala tersebut dapat diatasi dengan pengadaan printer
etiket agar mempercepat pelayanan dan data yang terdapat pada etiket terisi
lengkap.
c.
Pengaturan jadwal kerja di Satelit Farmasi ICU sebaiknya harus diatur
kembali karena pelayanan masih kurang optimal akibat beban kerja yang
cukup tinggi dengan jumlah asisten apoteker yang terbatas. Untuk mengatasi
hal tersebut, sebaiknya dilakukan pengaturan jadwal kerja petugas yakni
sebaiknya asisten apoteker untuk shift sore sebanyak 2 orang dan shift malam
sebanyak 1 orang. Hal itu karena beban kerja pada shift sore lebih berat
dibandingkan pada shift malam.
d.
Satelit Farmasi ICU dilengkapi dengan lemari yang tingginya dapat mencapai
lebih dari dua meter. Terdapat beberapa perbekalan farmasi serta dokumen
yang diletakkan pada posisi yang cukup tinggi dan sulit dijangkau oleh
petugas. Biasanya petugas menggunakan alat bantu kursi untuk menjangkau
perbekalan farmasi serta dokumen yang diletakkan pada posisi tersebut. Hal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
76
ini dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena itu,
penambahan fasilitas tangga lipat diperlukan untuk mengurangi risiko
terjadinya kecelakaan kerja.
e.
Satelit Farmasi ICU terletak cukup jauh dari ruang tunggu keluarga pasien
sehingga petugas satelit harus berteriak keluar ruangan untuk memanggil
keluarga pasien saat pengurusan tagihan obat atau administrasi pasien. Oleh
karena itu, dibutuhkan pengadaan alat pengeras suara untuk memudahkan
petugas dalam melakukan pemanggilan tersebut.
f.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Farmasi ICU sudah tertata dengan
cukup baik. Akan tetapi, masih ditemukan beberapa produk obat tablet yang
disimpan tercampur dalam satu wadah. Penyimpanan obat tersebut berisiko
menimbulkan kesalahan dan menyulitkan pencarian obat saat proses
dispensing. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan wadah obat atau
pemberian sekat pada wadah tersebut untuk membatasi penyimpanan antara
satu produk obat dengan produk obat lain dengan pemantauan rutin dilakukan
setiap harinya agar produk obat tersebut disimpan sesuai dengan letak
penyimpanannya.
g.
Prosedur retur obat di Satelit Farmasi ICU dilakukan tidak sesuai dengan
standar prosedur operasional yang ditetapkan yakni petugas satelit tidak
langsung memeriksa jumlah dan jenis obat yang telah diretur oleh perawat.
Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya asisten apoteker memeriksa jumlah
dan jenis obat langsung dihadapan perawat saat melakukan retur sehingga
apabila terdapat hal yang tidak sesuai dapat langsung dikonfirmasi kepada
perawat tersebut.
h.
Pelayanan farmasi klinik berupa konseling pasien pulang masih terdapat
sedikit kekurangan yakni pasien yang akan pulang harus menunggu cukup
lama untuk menerima konseling dari apoteker. Untuk mengatasi hal tersebut,
sebaiknya dibuat jadwal untuk konseling pasien pulang. Apabila apoteker
tidak dapat memberikan konseling, formulir informasi obat sebaiknya diisi
terlebih dahulu dengan lengkap dan mendelegasikan kepada asisten apoteker
untuk melakukan konseling.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
77
4.6
Satelit Farmasi Kirana
Satelit Farmasi Kirana dibuka oleh IFRS pada tahun 2011 dan ditujukan
khusus untuk pasien dengan diagnosis penyakit mata. Satelit yang terletak di
gedung Kirana, Jl. Kimia No.8, Jakarta Pusat ini memiliki dua depo farmasi, yaitu
depo farmasi lantai 1 dan lantai 3. Depo lantai 1 melayani pasien rawat jalan,
sementara depo lantai 3 melayani kebutuhan perbekalan farmasi untuk tindakan
operasi mata. Depo lantai 1 beroperasi setiap hari Senin hingga Jumat dengan
jadwal satu shift, yakni mulai pukul 08.00 – 15.30 WIB, sedangkan depo farmasi
lantai 3 juga memiliki jadwal satu shift, yaitu mulai pukul 08.00 hingga semua
tindakan operasi selesai dilakukan.
4.6.1 Sumber Daya Manusia
SDM di Satelit Kirana berjumlah 6 orang, terdiri dari satu orang Apoteker
Penanggungjawab dan tiga orang Asisten Apoteker yang bertugas melayani pasien
jaminan dan pasien umum (bayar tunai). Selain obat mata, satelit ini juga
menyediakan obat-obat lain, berupa obat oral, injeksi, narkotika, dan psikotropika
sebagai terapi penyerta di luar pengobatan mata untuk pasien Kirana.
Depo farmasi lantai 1 melayani pasien rawat jalan dari poli mata, rawat
jalan dari bagian VIP (Citra), dan pasien pulang pasca-operasi, sedangkan depo
farmasi lantai 3 hanya melayani kebutuhan ruang OK/bedah dan lasik. Bagian OK
di Satelit Kirana memiliki 12 divisi mata dan masing-masing menggunakan sistem
paket untuk pendistribusian perbekalan farmasinya. Pada depo lantai 3
pendokumentasian dilakukan melalui pencatatan pada kertas khusus yang berisi
nama barang yang keluar, jumlah, dan nama pasien yang menggunakan baru
setelah itu dicatat di kartu stok. Hal ini disebabkan arus permintaan barang yang
cepat.
4.6.2 Kegiatan Satelit Kirana
4.6.2.1 Pengelolaan Perbekalan Farmasi
Perencanaan untuk pengadaan perbekalan farmasi di Satelit Kirana
dilakukan berdasarkan data pemakaian selama enam bulan terakhir. Sama halnya
dengan satelit lain, data perencanaan dikirim ke Gudang Pusat untuk disiapkan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
78
pengadaannya. Depo lantai 3 membuat perencanaan untuk pemesanan barang dan
dikirimkan ke depo lantai 1. Defekta perbekalan farmasi di Satelit Kirana
dilakukan oleh pihak depo lantai 1 secara online pada hari Senin dan Rabu,
sedangkan pengambilan perbekalan farmasi dilakukan pada hari Selasa dan
Kamis. Satelit Kirana tidak memiliki pekarya, maka perbekalan farmasi yang
diminta diantar oleh petugas Gudang Pusat. Pada hari pengantaran barang ke
Satelit Kirana, dilakukan verifikasi terhadap kesesuaian perbekalan farmasi yang
diterima dengan defekta oleh petugas farmasi di Satelit Kirana. Kemudian,
perbekalan farmasi dimasukkan ke rak perbekalan farmasi dan dicatat
pemasukannya pada kartu stok. Untuk kebutuhan perbekalan farmasi depo lantai
3, barang akan diantarkan dari depo lantai 1 ke depo lantai 3 dengan
memanfaatkan jasa petugas cleaning service Satelit Kirana setiap hari Kamis.
Penyimpanan perbekalan farmasi di Satelit Kirana menggunakan sistem
FEFO dan FIFO yang disusun secara alfabetis. Penyimpanan perbekalan farmasi
di satelit ini terbagi menjadi tiga, yaitu penyimpanan obat, penyimpanan alat
kesehatan, dan penyimpanan obat khusus. Penyimpanan obat dilakukan
berdasarkan bentuk sediaan dan stabilitasnya, sedangkan penyimpanan alat
kesehatan disimpan terpisah dari obat dan diatur berdasarkan fungsi atau
penggunaannya.
Penyimpanan obat
khusus di Satelit
Kirana,
meliputi
penyimpanan narkotika dan psikotropika, obat high alert, obat sitostatika, obat
termolabil, dan troli emergensi.
Sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh rumah sakit, obat-obat yang
tergolong LASA diatur agar tidak terletak bersebelahan dengan obat pasangannya
dan telah dilakukan penempelan stiker LASA pada wadah obat-obat tersebut.
Obat-obat High Alert disimpan di lemari khusus yang pada bagian tepinya
ditandai dengan lakban berwarna merah, serta pada tiap kemasan primer obat
diberi stiker High Alert. Obat kanker disimpan di lemari terpisah yang diberi
stiker ungu. Narkotika disimpan di lemari khusus yang berkunci ganda. Kunci
lemari narkotika dikalungkan pada Asisten Apoteker yang bertugas di satelit.
Barang-barang dengan masa kadaluarsa enam bulan ke depan ditandai dengan
label kuning yang dilengkapi dengan data bulan dan tahun kadaluwarsa obat
tersebut. Obat-obat termolabil disimpan di dalam lemari pendingin. Pengecekan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
79
suhu lemari pendingin serta suhu ruangan penyimpanan Satelit Kirana dilakukan
tiap pagi dan sore hari.
Langkah pengontrolan terhadap stok perbekalan farmasi yang dilakukan
oleh Satelit Kirana adalah kegiatan stok opname sebanyak dua kali dalam setahun,
yaitu pada bulan Juni dan Desember. Barang-barang yang diketahui telah
mencapai tanggal kadaluwarsa atau rusak akan dikembalikan ke Gudang Pusat
untuk dimusnahkan. Selain itu, untuk mengontol stok perbekalan farmasi
dilakukan juga sampling stok oleh semua Asisten Apoteker setiap harinya
Sistem distribusi perbekalan farmasi di Satelit Kirana dilakukan dengan
dua cara, yaitu sistem peresepan individual dan sistem floor stock. Resep yang
diterima di satelit ini adalah resep manual, tetapi beberapa dokter di ruang OK
VIP telah menggunakan sistem online. Resep yang masuk per hari dapat mencapai
120-160 lembar. Resep tersebut akan disimpan di Satelit Kirana selama tiga tahun,
begitu juga dengan resep narkotika.
Alur pelayanan resep di Satelit Kirana adalah sebagai berikut:
a. Pasien umum (resep tunai)
Pasien umum cukup datang dengan membawa resep asli dari dokter. Resep
tersebut diverifikasi terlebih dahulu oleh petugas farmasi, meliputi verifikasi
kelengkapan resep, ketersediaan barang di satelit, dan jumlah obat yang akan
diberikan. Petugas satelit akan mengonfirmasi harga obat kepada pasien untuk
selanjutnya dilakukan transaksi. Kemudian, petugas satelit melakukan dispensing
obat dan menyerahkannya kepada pasien disertai dengan pemberian informasi
obat. Alur pelayanan di Satelit Kirana sesuai dengan standar VHDS yang berlaku
di RSCM, yaitu mulai dari pelaksanaan verifikasi, pemberian harga, dispensing
obat, dan penyerahan obat.
b. Pasien jaminan
Perbedaan alur pelayanan resep pasien umum dengan pasien jaminan
terletak pada saat proses penerimaan resep. Pasien jaminan harus membawa resep
asli, fotokopi resep, dan surat jaminan. Untuk pasien jaminan Askes, petugas
satelit harus memastikan bahwa obat yang akan ditebus oleh pasien terdapat
dalam Buku Daftar Plafon Harga Obat (DPHO) Askes. Jika obat yang akan
ditebus
tidak
terdapat
dalam
DPHO
Askes,
maka
petugas
harus
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
80
menginformasikan kepada pasien bahwa obat tersebut tidak dibayarkan oleh
Askes dan menjadi tanggungan pasien.
4.6.3 Kegiatan PKPA di Satelit Kirana
Mahasiswa bertugas di satelit Kirana selama 3 hari. Selama berada di
satelit Kirana, mahasiswa berkesempatan untuk terlibat dalam kegiatan
pengelolaan perbekalan farmasi. Beberapa kegiatan tersebut, antara lain :
1. Membuat data perbekalan farmasi berdasarkan tempat penyimpanan di depo
lantai 1 dan depo lantai 3 untuk memudahkan dalam melakukan stok opname.
2. Mengecek dan mencatat perbekalan farmasi yang akan kadarluasa.
3. Membantu proses dispensing obat sesuai resep yang ada.
Berdasarkan hasil pengamatan mahasiswa selama berada di Satelit Kirana,
terdapat beberapa hal yang masih perlu diperbaiki untuk meningkatkan kualitas
pelayanan farmasi Satelit Farmasi Kirana. Beberapa hal tersebut, antara lain :
a. Tidak menginformasikan kepada pasien mengenai batas penyimpanan sediaan
tetes mata setelah dibuka. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya
disosialisasikan kepada Asisten Apoteker secara lisan untuk menginformasikan
batas penyimpanan sediaan tetes mata setelah dibuka. Jika tidak bisa dilakukan,
informasi dapat ditambahkan di etiket obat.
b. Retur perbekalan farmasi masih tinggi sehingg menambah beban pekerjaan
petugas farmasi. Hal tersebut dapat diatasi dengan melakukan evaluasi paket
yang benar-benar terpakai dan meningkatkan komunikasi apoteker, perawat
dan dokter.
c. Tidak adanya pekarya untuk mengambil stok obat di gudang sehingga
menambah beban kerja Asisten Apoteker. Disarankan agar segera dilakukan
penambahan pekarya untuk mengambil stok obat di gudang.
d. Tidak ada pintu akses yang terkunci untuk memisahkan petugas farmasi
dengan petugas lain di lantai 3 OK sehingga petugas lain bebas keluar masuk
ruangan mengambil obat dan alkes. Untuk mengatasinya, perlu dibuat loket
untuk pengambilan obat dan alat operasi untuk menghindari adanya perbekalan
farmasi yang hilang.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
81
e. Terdapat selisih stok obat di kartu stok dengan jumlah fisik obat. Untuk
mengatasi hal tersebut, dapat diatasi dengan menempel kalkulator pada rak
obat agar tidak salah dalam menghitung jumlah obat dan mengganti kartu stok
dengan buku stok agar data obat mudah diperiksa.
4.7
Sub Instalasi Produksi
Sub Instalasi Produksi merupakan salah satu fasilitas kegiatan pengadaan
perbekalan farmasi di RSCM. Perlunya diadakan kegiatan produksi ini adalah
untuk memenuhi permintaan sediaan di RSCM yang memiliki kriteria, antara
lain:
a.
Sediaan dengan formula khusus,
b.
Sediaan dengan kemasan yang lebih kecil (repacking),
c.
Sediaan yang tidak ada di pasaran,
d.
Sediaan dengan harga yang lebih murah,
e.
Produk yang harus selalu dibuat segar, dan
f.
Sediaan untuk keperluan penelitian.
Sub Instalasi Produksi melayani produksi sediaan farmasi dan pelayanan
aseptic dispensing. Produksi sediaan farmasi yang dilakukan di RSCM terdiri dari
sediaan steril dan non-steril. Lokasi untuk pelayanan aseptic dispensing di RSCM,
antara lain terdapat di :
a.
Central Medical Unit (CMU) 2 lantai 3: melakukan pencampuran obat suntik
(IV admixture), pencampuran obat kemoterapi, dan repacking sediaan serbuk
steril.
b.
Perinatologi : melakukan pencampuran obat suntik (IV admixture) dan TPN.
c.
Gedung A lantai 8: melakukan pencampuran obat kemoterapi.
d.
Departemen Ilmu Kesehatan Anak (IKA): melakukan pencampuran obat
kemoterapi.
4.7.1 Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia yang terdapat di Sub Instalasi Produksi terdiri dari 2
Apoteker, 21 asisten apoteker, dan 4 pekarya. Sub Instalasi Produksi dan
Perinatologi beroperasi dalam 2 shift yaitu jam 08.00 – 20.00 WIB dari hari Senin
hingga Sabtu. Gedung A lantai 8 beroperasi dalam 2 shift yaitu jam 08.00 - 19.30
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
82
WIB untuk hari senin hingga jumat sedangkan untuk hari sabtu dan minggu hanya
1 shift mulai dari jam 09.00 – 15.00 WIB. Departemen IKA beroperasi hanya 1
shift dari jam 08.00 – 15.30 WIB dari hari senin hingga jumat.
4.7.2 Kegiatan di Sub Instalasi Produksi
Sub Instalasi Produksi di gedung CMU 2 lantai 3 memiliki fasilitas untuk
melaksanakan kegiatan produksi agar selalu sesuai standar dan terjamin mutunya.
Fasilitas disesuaikan dengan kegiatan produksi yang dilakukan dalam ruangan
tersebut. Terdapat beberapa ruangan di dalamnya, yaitu :
a.
Ruang karantina sebagai tempat untuk menyimpan alat yang baru masuk
sebelum digunakan pada proses produksi.
b.
Ruang pencucian sebagai tempat untuk membersihkan alat dan kemasan yang
akan digunakan dalam proses produksi.
c.
Ruang bahan baku sebagai tempat penyimpanan bahan baku obat yang akan
digunakan dalam proses produksi. Penyimpanan bahan baku disimpan
berdasarkan rute penggunaannya, yaitu bahan baku untuk sediaan oral dan
obat luar.
d.
Ruang peracikan sediaan farmasi non-steril yang terdiri dari ruangan tempat
dilakukannya peracikan obat oral dan peracikan sediaan obat luar.
e.
Ruang produksi steril sebagai tempat dilakukannya kegiatan produksi steril
dan repacking.
f.
Ruang uji mutu sebagai tempat dilakukannya kegiatan pengujian kualitas
produk yang dihasilkan.
g.
Ruang penyiapan aseptik, terdiri dari:
1) Ruang Sitostatika, merupakan ruangan tempat dilakukannya peracikan
dan pencampuran (dispensing) obat-obat kemoterapi. Prinsip tekanan
dalam ruangan ini adalah tekanan negatif sehingga tekanan di luar
ruangan lebih besar dari tekanan di dalam ruangan. Dengan prinsip
seperti ini, diharapkan zat-zat yang bersifat sitostatik tidak menyebar
keluar ruangan sehingga petugas yang di luar ruang ini terhindar dari
efek paparan obat sitostatika.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
83
2) Ruang Obat Suntik dan Nutrisi Parenteral, merupakan ruangan tempat
dilakukan peracikan dan pencampuran (dispensing) sediaan obat suntik
atau nutrisi parenteral. Prinsip tekanan dalam ruangan adalah tekanan
positif sehingga tekanan dalam ruangan lebih besar disbanding luar
ruangan. Hal ini bertujuan agar ruangan dalam tidak terkontaminasi dari
partikel yang terdapat di luar ruangan.
Produksi steril dan non-steril yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi
menghasilkan sekitar 142 jenis sediaan dengan berbagai konsentarasi dan volume
yang bermacam – macam yang terdiri dari obat dalam 29 item, obat luar 105 item
dan obat steril 8 item. Produk steril yang diproduksi, antara lain sediaan salep
kemicetin, kloramfenikol tulle, dan metilen blue. Sementara sediaan non-steril
yang dihasilkan, yaitu sediaan obat oral seperti kapsul dan serbuk bungkus,
sediaan obat luar, seperti salep dan salicyl talk, handrub, alkohol 70%, dan
povidone iodin.
4.7.3. Kegiatan PKPA di Sub Instalasi Produksi
PKPA yang dilaksanakan di Sub Instalasi Produksi berlokasi di gedung
CMU 2 lantai 3 dan berlangsung selama tiga hari. Beberapa kegiatan yang diamati
dan diikuti mahasiswa, antara lain :
a.
Mengamati kegiatan rekonstitusi obat sitostatika pasien rawat jalan
Alur pelayanan dispensing obat kemoterapi yang dilakukan di Sub
Instalasi Produksi dimulai dari penerimaan formulir pelayanan pencampuran obat
sitostatika dan obat kemoterapi dari pihak satelit farmasi oleh petugas rekonstitusi
obat sitostatika. Untuk menghindari terjadinya kesalahan dispensing, formulir
juga dilengkapi dengan salinan/copy protokol kemoterapi yang ditulis oleh dokter.
Petugas di Depo Sitostatika melakukan skrining resep dengan memeriksa
kesesuaian pasien dan dosis obat untuk menjamin keamanan pasien. Petugas juga
memeriksa obat-obatan yang diserahkan beserta cairan infus dan spuit yang
dibutuhkan sesuai dengan jumlah yang tertulis dalam formulir permintaan
rekonstitusi. Apabila pasien tidak segera melakukan kemoterapi, maka obat
disimpan di Depo Stostatika sebagai obat titipan pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
84
Persiapan pencampuran obat sitostatika meliputi penyiapan cairan, obat
sitostatika, dan spuit sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan. Selain itu, juga
dilakukan pembuatan etiket yang berisi nama pasien, Nomor Rekam Medik
(NRM), jumlah obat yang dioplos beserta jumlah cairan pelarutnya, rute
pemberian, tanggal dan waktu pembuatan, serta tanggal dan waktu kedaluwarsa.
Seluruh obat, cairan, spuit, dan etiket yang diperlukan ditempatkan di dalam kotak
obat dan didistribusikan melalui pass box yang terhubung ke dalam ruang steril
tempat penyiapan obat secara aseptis. Sebelum dilakukan pencampuran, petugas
harus menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) terlebih dahulu sesuai ketentuan
yang berlaku untuk menjamin sterilitas produk yang dihasilkan dan keamanan
bagi petugas sendiri. Persiapan tersebut meliputi pemakaian gown dan APD
lainnya, seperti penutup kepala, sarung tangan steril, masker N95, penutup mata
(goggle), dan penutup kaki. Sarung tangan yang digunakan untuk prosedur aseptis
pencampuran obat sitostatika adalah rangkap dua, sarung tangan pertama
digunakan di ruang ganti (gowning), sarung tangan yang kedua digunakan petugas
setelah masuk ke dalam ruang steril.
Selanjutnya, petugas masuk ke dalam ruang steril tempat pencampuran
yang di dalamnya terdapat Biological Safety Cabinet (BSC) yang merupakan
Laminar Air Flow (LAF) dengan aliran udara vertikal. Sebelum proses
pencampuran, perlu dilakukan pembersihan area kerja agar tercipta lingkungan
yang aseptik dengan cara mengelap bagian dalam BSC dengan alcohol 70% dan
gerakan yang searah, serta mengelap kemasan obat, cairan, dan spuit yang akan
dimasukkan ke dalam BSC dengan mengunakan alcohol 70%. Perlu disiapkan
juga tempat pembuangan khusus limbah sitostatika dan peralatan lain yang
dibutuhkan, seperti beaker glass. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku,
pencampuran obat sitostatika dilakukan di ruang steril dalam BSC serta
dikerjakan dengan hati-hati dan teliti.
Setelah selesai direkonstitusi, sediaan sitostatika ditempeli etiket dan label
obat sitostatika. Pelabelan dan pemberian etiket juga dilakukan di dalam ruang
steril. Khusus obat yang tidak tahan cahaya, obat dikemas menggunakan
aluminium foil. Sediaan akhir yang selesai dikerjakan kemudian dikeluarkan dari
ruang steril melalui pass box dan dikemas kedalam plastik klip per pasien.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
85
b.
Mengamati proses aseptic dispensing
Mahasiswa mengamati kegiatan aseptic dispensing sediaan parenteral
berupa KCl premix dan kegiatan repacking sediaan serbuk steril. Alur yang
dilakukan pada aseptic dispensing adalah pengecekan permintaan yang dilakukan
secara online. Jika terdapat permintaan, akan dilakukan pengisian form
permintaan yang telah disediakan. Kemudian, disiapkan bahan-bahan lain yang
akan digunakan. Proses dispensing dilakukan di ruang aseptic dengan tekanan
udara positif, menggunakan APD lengkap serta pembersihan area kerja dengan
alcohol 70%. Dalam ruangan tersebut, dilakukan pengemasan dan pemberian
etiket pada sediaan yang telah siap. Obat yang telah siap akan diantarkan oleh
pekarya ke satelit atau unit kerja yang memesan sediaan tersebut.
c.
QC (quality control) pada proses pembuatan hand rub
Proses QC dilakukan untuk mengontrol mutu sediaan produk agar sesuai
dengan standar dan pengerjaan sesuai Standar Prosedur Operasional (SOP).
Mahasiswa ikut melakukan QC pada proses pembuatan hand rub sesuai dengan
prosedur yang terdapat pada formulir QC. Proses pembuatan hand rub yang
teramati telah dilaksanakan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
e.
Repacking pembuatan sediaan povidone iodin
Proses repacking dilakukan untuk mengemas kembali sediaan menjadi
kemasan yang lebih kecil dan ekonomis.
f.
Pembuatan sirup omeprazole
Sirup omeprazole merupakan sediaan yang waktu kestabilan sediaannya
pendek. Selain itu, sediaan sirup ini tidak tersedian di pasaran sehingga produksi
sirup omeprazole ini dapat memenuhi kebutuhan di RSCM. Umumnya, produksi
sirup ini tidak banyak dan hanya diproduksi sesuai dengan permintaan agar
kestabilan obat tetap terjaga.
g.
Pengisian kapsul
Pengisian kapsul yang dilakukan adalah pengisian kapsul CaCO3. Sebelum
pengerjaan dilakukan, area kerja dan peralatan yang akan digunakan dibersihkan
menggunakan alkohol. Proses pengisian kapsul dilakukan dengan menggunakan
alat. Setelahnya, kapsul dimasukkan ke dalam wadah dan diberi etiket berisi nama
obat, jumlah sediaan, tanggal pembuatan, dan tanggal kedaluwarsa. Selain itu,
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
86
dilakukan juga uji mutu terhadap kapsul yang diperoleh, antara lain melalui uji
visual dan pengujian keseragaman bobot kapsul.
h.
Mengemas serbuk KCl
Serbuk KCl dikemas menggunakan kertas perkamen khusus yang nantinya
akan ditutup dengan menggunakan mesin press. Dalam proses pengemasan, harus
diperhatikan kebersihan tempat, peralatan, dan tangan petugas pengemas. Proses
pembagian serbuk dilakukan secara manual dan sesuai perkiraan petugas sehingga
dituntut ketelitian dan ketepatan dalam pelaksanaannya. Setelah pengemasan
selesai, sediaan dimasukkan ke dalam plastik dan diberi etiket.
Secara keseluruhan, kegiatan produksi yang dilaksanakan di Sub Instalasi
Produksi telah sesuai dengan prosedur dan telah memanfaatkan sumber daya yang
ada dengan maksimal. Meskipun demikian, masih ditemui adanya beberapa
kendala :
a. Kurangnya tenaga asisten apoteker untuk melakukan proses produksi non-steril
maupun aseptic dispensing sehingga beberapa proses produksi tidak berjalan
dengan maksimal. Untuk mengatasi hal tersebut, Instalasi Produksi membentuk
tim yang solid dengan saling membantu satu sama lain dalam mengerjakan
setiap pekerjaan yang belum selesai.
b. Proses pengawasan mutu juga belum dapat dilakukan dengan maksimal pada
semua proses produksi karena keterbatasan tenaga yang berkompetensi untuk
itu. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya dilakukan penambahan petugas
yang berkompetensi di bidang tersebut.
c. Waktu yang diperlukan untuk mengisi kapsul sangat lama karena masih
dilakukan secara manual. Untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya diadakan
mesin pengisi kapsul untuk mempercepat proses pengisian kapsul sehingga
dapat menghemat waktu dan tenaga.
d. Pengisian handrub memerlukan tenaga dan waktu yang cukup lama karena
masih dilakukan secara manual. Sebaiknya diadakan mesin pengisi cairan
untuk mempercepat proses pengisian handrub.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pelayanan
kefarmasian
yang
dilakukan
di
RSUPN
Dr.
Cipto
Mangunkusumo meliputi pelayanan klinik dan non klinik. Fungsi pelayanan
klinik berupa visite, pemberian informasi obat, pelayanan konseling dan
monitoring penggunaan obat. Fungsi pelayanan non klinik meliputi perencanaan,
pengadaan, penerimaan, penyimpanan, distribusi, produksi, dan pengawasan
perbekalan farmasi. Apoteker berperan dalam mengelola aspek-aspek pengelolaan
manajerial dan pelayanan kefarmasian di rumah sakit melalui fungsinya sebagai
manajer dan drug informer.
Dari segi manajemen, Apoteker bertugas untuk memastikan bahwa
perbekalan farmasi yang memenuhi persyaratan untuk penyelenggaraan upaya
kesehatan di rumah sakit selalu tersedia. Dari segi klinis, Apoteker bertugas untuk
memantau pengobatan pasien serta memberikan informasi yang diperlukan demi
tercapainya tujuan pengobatan pasien dengan mengutamakan patient safety.
Pelaksanaan pelayanan kefarmasian di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
sudah memenuhi persyaratan pelayanan kefarmasian dari Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia dan standar akreditasi internasional dari Joint Commission
International. Akan tetapi, adanya kendala-kendala seperti keterbatasan sumber
daya manusia dan beberapa fasilitas penunjang membuat beberapa aspek
pelayanan belum dapat dilakukan dengan maksimal.
5.2 Saran
Berdasarkan pengamatan selama PKPA, berikut adalah beberapa saran
yang dapat disampaikan:
a.
Gudang Perbekalan Farmasi Pusat
1) Sebaiknya menyediakan kartu stok dalam bentuk buku dan menyediakan
kalkulator untuk mempermudah perhitungan dan melakukan sampling
stok setiap hari.
87
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
88
2) Sebaiknya membuat daftar nama obat-obat yang terdapat di dalam
masing-masing lemari pendingin dan menempelkannya pada pintu lemari
pendingin yang sesuai. Daftar tersebut juga perlu diperiksa dan
diperbaharui secara berkala sehingga data yang tersedia selalu ter-update
sesuai dengan persediaan yang terdapat di dalamnya.
3) Untuk masalah barang kosong sebaiknya dikomunikasikan secara intensif
dengan pimpinan rumah sakit.
4) Sebaiknya memperketat keamanan di gudang dengan cara penggunaan
pintu dengan akses sidik jari dan bila ada pihak luar yang memang harus
masuk sebaiknya didampingi oleh petugas dan petugas disosialisasikan
kembali tentang pentingnya prosedur tersebut.
5) Sebaiknya lebih memperhatikan kebersihan di tempat penyimpanan obat
dan alat kesehatan.
6) Perlu pengecekan kembali saat melakukan penyimpanan perbekalan
farmasi agar penyimpanannya tepat dan memudahkan petugas dalam
pelayanan.
7) Perlu penambahan stok label kadarluarsa.
b.
Satelit Farmasi Pusat
1) Fokus pada pelayanan yang diberikan hanya untuk unit-unit yang belu
memiliki satelit sehingga pelayanan dilakukan secara optimal.
2) Petugas langsung melakukan input ke dalam komputer setelah verifikasi
resep agar tertib administrasi.
3) Penggunaan sistem peresepan online untuk layanan yang belum
menjalankan agar mencegah terjadinya medication error, mempercepat
pelayanan dan data administratif pasien terisi dengan lengkap.
4) Pengadaan printer etiket untuk membantu mempercepat pelayanan dan
data pada etiket dapat terisi dengan lengkap dan jelas.
5) Komunikasikan kembali kepada petugas untuk melengkapi etiket sesuai
dengan prosedur.
6) Prosedur retur obat dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur
yang telah ditetapkan oleh RSCM.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
89
7) Pengadaan fasilitas kalkulator yang ditempel di antara rak-rak obat untuk
mempermudah dalam perhitungan stok.
8) Pengadaan buku stok untuk penulisan stok yang lebih rapi dan terkendali.
9) Koordinasi dan komunikasikan lebih lanjut dengan petugas Instalasi
Administrasi dan Logistik tentang pemenuhan kebutuhan perbekalan
farmasi.
10) Penyusunan obat-obat termolabil dengan menggunakan wadah pada
lemari pendingin dan penempatan obat-obat LASA sesuai dengan
ketentuan yang ditetapkan.
11) Sosialisasikan kepada seluruh petugas untuk fokus pada saat briefing
berlangsung agar informasi diperoleh dengan tepat dan jelas.
12) Membuat daftar yang berisikan data-data administrasi yang harus
dilengkapi oleh pasien dan ditempelkan di dekat loket penerimaan atau
ruang tunggu pasien.
c.
Instalasi Gawat Darurat (IGD)
1) Menempel kalkulator pada rak obat agar tidak salah dalam menghitung
jumlah obat dan mengganti kartu stok dengan buku stok agar data obat
mudah diperiksa dan ditelusuri.
2) Mengadakan printer etiket agar dapat mempercepat dan mempermudah
petugas dalam proses dispensing obat sehingga pelayanan obat ke pasien
juga lebih cepat dan informasi obat akan terbaca dengan jelas oleh pasien.
3) Melakukan pengecekan secara rutin untuk memastikan troli emergensi
masih terkunci, meningkatkan komunikasi farmasi, perawat dan dokter
serta melakukan evaluasi terhadap terbukanya troli untuk disampaikan
kepada kepala unit.
d.
Ruang Rawat Inap Terpadu (Gedung A)
1) Segera dilakukan perbaikan ruangan yang bocor di Gudang basement
sebelum kerusakan menjadi semakin parah.
2) Sosialisasikan kepada tenaga farmasi untuk meletakkan barang seperti
MSDS kembali di tempatnya setelah digunakan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
90
3) Mensosialisasikan kembali kepada asisten apoteker untuk selalu
mengikuti briefing di pagi hari dan selama briefing ditegaskan kembali
kepada para tenaga farmasi agar tetap disiplin kembali dalam melakukan
pekerjaannya.
4) Komunikasikan antar tenaga kesehatan yaitu dokter, perawat dan farmasis
terkait dengan masalah retur obat.
5) Peningkatan ketelitian dari tenaga farmasi dalam verifikasi resep
sehingga jumlah obat yang diberikan secara berlebih dapat dikendalikan.
6) Penambahan telepon khusus untuk PIO dan pembuatan jadwal bergilir
untuk apoteker dalam menjaga ruang PIO sehingga memudahkan
pelayanan.
e.
Satelit Intensive Care Unit (ICU)
1) Penggunaan peresepan online untuk mencegah terjadinya medication
error, mempercepat pelayanan dan data administratif pasien pada resep
dapat terisi dengan lengkap.
2) Pengadaan printer etiket agar mempercepat pelayanan kefarmasian dan
data pada etiket dapat terisi dengan lengkap dan jelas.
3) Pengaturan kembali jadwal kerja petugas agar pelayanan dapat dilakukan
secara optimal.
4) Penambahan fasilitas tangga lipat diperlukan untuk mengurangi resiko
kecelakaan kerja.
5) Pengadaan pengeras suara dibutuhkan untuk memudahkan petugas dalam
melakukan pemanggilan keluarga pasien.
6) Penambahan wadah obat atau pemberian sekat pada wadah tersebut
disertai dengan pemantauan setiap harinya agar obat sesuai dengan letak
penyimpanannya.
7) Pelaksanaan prosedur retur obat sebaiknya sesuai dengan standar
prosedur operasional yang telah ditetapkan.
8) Pembuatan jadwal konseling pasien pulang di ICCU.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
91
f.
Satelit Kirana
1) Sosialisasikan
kepada
Asisten
Apoteker
secara
lisan
untuk
menginformasikan batas penyimpanan sediaan tetes mata setelah dibuka.
Jika tidak bisa dilakukan, informasi dapat ditambahkan di etiket obat.
2) Melakukan evaluasi paket yang benar-benar terpakai dan meningkatkan
komunikasi apoteker, perawat dan dokter.
3) Dilakukan penambahan pekarya untuk mengambil stok obat di gudang.
4) Dibuat loket untuk pengambilan obat dan alat operasi untuk menghindari
adanya perbekalan farmasi yang hilang.
5) Menempel kalkulator pada rak obat agar tidak salah dalam menghitung
jumlah obat dan mengganti kartu stok dengan buku stok agar data obat
mudah diperiksa.
g.
Sub Instalasi Produksi
1) Perlu penambahan Asisten Apoteker pada Sub Instalasi Produksi untuk
melakukan proses produksi non steril dan proses pengawasan mutu.
2) Pengadaan mesin pengisi kaspul dan sirup agar mempermudah proses
produksi serta menghemat waktu dan tenaga.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang No.36
tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. (2009b). Undang-Undang No.44
tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasiaan.
Siregar, Charles J.P. (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Penerapan. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
92
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
93
Lampiran 1.Struktur Organisasi RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Direktur Utama
Komite Medik,
Komite Etik,
PPIRS, Komite
Mutu
Direktur Medik
dan Keperawatan
Direktur
Pengembangan
dan Pemasaran
Direktur Keuangan
Direktur SDM dan
Pendidikan
Direktur Umum
dan Operasional
Departemen
Instalasi promkes
Bagian Anggaran
Bagian Diklat
Bagian
Administrasi
Instalasi
Farmasi
UPJM
Bagian
Perbendaharaan
Bagian SDM
Bagian Aset dan
Inventaris
Bagian Hukor
Bagian Teknik
Pemeliharaan
Sarana dan
Prasarana
Instalasi
Pendidikan
Instalasi Medik
UPT
Bagian Akuntansi
ULP
Unit Utilitas
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
94
Lampiran 2. Struktur Organisasi Instalasi Farmasi
Direktorat Medik dan
Keperawatan
Kepala Instalasi
Farmasi
Koordinator
Administrasi dan
Keuangan
Koordinator
Produksi dan
Diklitbang
Koordinator
Pelayanan Farmasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
95
Lampiran 3. Struktur Organisasi Koordinator Administrasi dan Keuangan
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator
Administrasi dan Keuangan
Penanggung Jawab
Keuangan
Penanggung Jawab
Akuntansi dan IT
Penanggung Jawab
SDM dan
Administrasi
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
96
Lampiran 4. Struktur Organisasi Koordinator Produksi dan Diklitbang
Kepala Instalasi Farmasi
Koordinator Produksi dan Diklitbang
Penanggung Jawab
Produksi Sediaan
Farmasi
Pelaksana
Produksi
Non Steril
Pelaksana
Repacking
Sediaan
Injeksi Serbuk
Penanggung
Jawab Aseptik
Dispensing
Pelaksana
Pencampuran
Obat
Sitostatika
Pelaksana
Pencampuran
Obat Suntik
Penanggung
Jawab
Diklitbang
Pelaksana
Repacking
Sediaan
Injeksi Cair
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
97
Lampiran 5. Struktur Organisasi Koordinator Pelayanan Farmasi
Kepala Instalasi
Farmasi
Koordinator
Pelayanan Farmasi
Penanggung Jawab
Perencanaan
Perbekalan Farmasi
Satelit
IGD
Satelit
ICU
Satelit
Pusat
Penanggung Jawab
Pelayanan Farmasi
Satelit
Kirana
Satelit
Gedung
A
Penanggung
Jawab Satelit
Satelit
Poli di
URJT
Satelit
Radio
terapi
Penanggung
Jawab Farmasi
Klinis
Satelit
ULB
Satelit
PJT
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Satelit
IBP
98
Lampiran 6. Contoh Etiket
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
99
Lampiran 7. Contoh Klip Plastik Obat Unit Dose
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
100
Lampiran 8. Contoh Stiker Obat
Stiker High Alert
Stiker LASA
Stiker Obat Termolabil
Stiker Obat Sitostatika
Stiker Obat yang Mendekati Tanggal Kadarluasa
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
101
Lampiran 9. Contoh Blanko Kartu Stok
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
102
Lampiran 10. Formulir Konseling Obat Pasien Pulang
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
103
Lampiran 11. Lembar Monitoring Pengobatan Pasien Rawat Inap
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
104
Lampiran 12. Formulir Medication History Taking Pasien
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENYUSUNAN BUKU PANDUAN SKRINING RESEP PADA PASIEN
GERIATRI BERDASARKAN KRITERIA STOPP DAN START SEBAGAI
BENTUK PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) AKTIF
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
AISYAH, S.Far.
1206329316
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
UNIVERSITAS INDONESIA
PENYUSUNAN BUKU PANDUAN SKRINING RESEP PADA PASIEN
GERIATRI BERDASARKAN KRITERIA STOPP DAN START SEBAGAI
BENTUK PELAYANAN INFORMASI OBAT (PIO) AKTIF
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker
AISYAH, S.Far.
1206329316
ANGKATAN LXXVII
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
DEPOK
JANUARI 2014
ii
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..........................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .................................................................................
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1.2 Tujuan ...................................................................................................
BAB 2 TINJAUAN UMUM .............................................................................
2.1 Pasien Geriatri ........................................................................................
2.1.1 Definisi Pasien Geriatri ..........................................................................
2.1.2 Masalah yang Terkait dengan Pasien Geratri ..........................................
2.1.3 Faktor Resiko .........................................................................................
2.1.4 Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Geriatri ..........................................
2.2 Kriteria STOPP dan START...................................................................
BAB 3 METODE PENGKAJIAN ...................................................................
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian ................................................................
3.2 Metode Pengumpulan Data.....................................................................
3.3 Cara Kerja ..............................................................................................
BAB 4 PEMBAHASAN ...................................................................................
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................
5.1 Kesimpulan ............................................................................................
5.2 Saran ......................................................................................................
DAFTAR ACUAN .............................................................................................
LAMPIRAN .......................................................................................................
iii
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
ii
iii
iv
1
1
2
3
3
3
4
7
8
11
13
13
13
13
15
17
17
17
18
19
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Buku Panduan Skrining Resep Pada Pasien Geriatri Berdasarkan
Kriteria STOPP dan START ....................................................... 19
iv
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan Undang-Undang No. 13/1998 tentang Kesejahteraan Usia
lanjut, usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses penuaan yang bersifat universal berupa
kemunduran dari fungsi biosel, jaringan, organ, bersifat progesif, perubahan
secara bertahap, akumulatif, dan intrinsik (Departemen Kesehatan RI, 2004).
Peresepan yang berpotensial tidak tepat secara umum merupakan isu utama yang
paling penting pada farmakoterapi pasien geriatri (Mahony, D.O, et al. 2010)
Masalah-masalah yang umumnya terkait pada pasien geriatri meliputi
imobilitas,
isolasi,
inkontinensia,
infeksi,
inisiasi
(malnutrisi),
impaksi
(konstipasi), penurunan rasa, instabilitas dan jatuh, penurunan intelektual
(demensia), impotensi, imunodefisiensi, insomnia dan iatrogenesis (Starner,
Catherine I., et al., 2008). Masalah tersebut akan muncul apabila dipicu oleh
beberapa faktor resiko seperti penggunaan obat secara berlebihan, penggunaan
obat tidak maksimal, peresepan yang tidak tepat serta ketidakpatuhan dalam
pengobatan.
Kriteria STOPP (Screening Tool Of Older Person’s Prescriptions) dan
START (Screening Tool To Alert To Right Treatment) digunakan untuk
mengetahui adanya peresepan yang berpotensial terjadi kesalahan serta sebagai
salah satu upaya pencegahan pada peresepan yang berpotensial tidak tepat pada
perawatan pasien geriatri seperti di rawat di rumah sakit, komunitas maupun
fasilitas kesehatan lainnya sebagai perawatan utama maupun perawatan jangka
panjang. Kriteria STOPP dan START merupakan salah satu alat terbaik dalam
pengaturan di rumah sakit dan komunitas oleh tenaga kefarmasian dan tenaga
medis. Buku panduan skrining resep pada pasien geriatri berdasarkan kriteria
STOPP dan START dijadikan sebagai bentuk pelayanan informasi obat (PIO)
secara aktif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo.
1
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
2
1.2 Tujuan
Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini
bertujuan untuk :
1. Mengetahui jumlah obat yang masuk dalam kriteria STOPP dan START pada
formularium RSCM 2013
2. Membantu tenaga medis dalam menentukan penggunaan obat yang sesuai
dengan terapi untuk mencegah peresepan yang berpotensi tidak tepat pada
pasien geriatri sebagai bentuk pelayanan informasi obat secara aktif
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
BAB 2
TINJAUAN UMUM
2.1 Pasien Geriatri
2.1.1 Definisi Pasien Geriatri
Berdasarkan Undang-Undang No. 13/1998 tentang Kesejahteraan Usia
lanjut, usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas.
Pada usia 60 tahun ke atas terjadi proses penuaan yang bersifat universal berupa
kemunduran dari fungsi biosel, jaringan, organ, bersifat progesif, perubahan
secara bertahap, akumulatif, dan intrinsik (Departemen Kesehatan Republik
Indonesia, 2004).
Pasien geriatri adalah pasien berusia lanjut (untuk Indonesia saat ini adalah
mereka yang berusia 60 tahun ke atas) dengan beberapa masalah kesehatan
(multipatologi) akibat gangguan fungsi jasmani dan rohani, dan atau kondisi
sosial yang bermasalah (RSCM, 2011).
Proses penuaan mengakibatkan terjadinya perubahan pada berbagai organ
di dalam tubuh seperti sistem gastrointestinal, sistem genito-urinaria, sistem
endokrin, sistem immunologis, sistem serebrovaskular, sistem saraf pusat dan
sebagainya. Farmakokinetika dan farmakodinamika pada pasien geriatri akan
berbeda dari pasien muda karena beberapa hal, yakni terutama akibat perubahan
komposisi tubuh, perubahan fungsi hati atau ginjal serta kondisi multipatologi.
Selain itu, perubahan status mental dan fungsi kognitif serta aspek psikososial
juga turut berperan dalam pencapaian hasil pengobatan.
Kondisi multipatologi yang terjadi pada pasien geriatri yakni satu pasien
menderita beberapa penyakit. Keadaan ini bisa lazim terjadi pada kelompok
populasi pasien geriatri, mengingat pada perjalanan hidup mereka bisa menderita
suatu penyakit yang akan cenderung menahun, dan disusul oleh penyakit lain
yang juga cenderung menahun akibat pertambahan usia, demikian seterusnya
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
3
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
4
2.1.2 Masalah yang Terkait dengan Pasien Geratri
Salah satu tantangan dalam perawatan dan peningkatan status fungsional
pada pasien geriatri adalah dengan mengenali dan melakukan pengaturan kondisi
sesering mungkin. Beberapa masalah yang paling umum ditemukan pada pasien
geriatri antara lain (Starner, Catherine I., et al. 2008):
a. Imobilisasi
Imobilisasi adalah keadaan tidak bergerak/ tirah baring (bed rest) selama 3 hari
atau lebih. Kondisi ini sering dijumpai pada lansia akibat penyakit yang
dideritanya seperti infeksi yang berat, kanker, selain akibat penyakit yang
diderita. Beberapa gangguan yang dapat ditimbulkan akibat imobilisasi antara
lain ulkus dekubitus dan ulkus-ulkus di permukaan tubuh lainnya.
b. Isolasi
Pasien geriatri cenderung merasa terisolasi hingga depresi dan kecenderungan
untuk menarik diri dari lingkungan. Keluarga yang mulai mengacuhkan karena
merasa direpotkan menyebabkan pasien akan merasa hidup sendiri dan menjadi
depresi.
c. Inkontinensia
Inkontinensia adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat mengeluarkan urin
dan feses secara terkendali. Inkontinensia dapat terjadi karena melemahnya
otot-otot dan katup, gangguan persyarafan, kontraksi abnormal pada kandung
kemih, pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna seperti yang terjadi
pada hipertrofi (pembesaran) prostat, sedangkan pada inkontinensia alvi dapat
terjadi akibat konstipasi, penyakit pada usus besar, gangguan syaraf yang
mengatur proses buang air.
d. Infeksi
Infeksi merupakan salah satu manifestasi akibat penurunan sistem kekebalan
tubuh dan penurunan kemampuan fisiologis. Sebagai contoh, agen penyebab
infeksi saluran pernafasan dapat dikeluarkan bersama dahak melalui refleks
batuk, tetapi karena menurunnya kemampuan tubuh, agen tersebut tetap berada
di paru-paru. Selain itu, pada pasien usia lanjut, gejala-gejala infeksi yang
tampak tidak seperti pada orang dewasa-muda.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
5
e. Inisiasi (malnutrisi)
Inisiasi diakibatkan oleh pengaruh perubahan faal organ-organ pencernaan
seperti air liur, penurunan syaraf-syaraf penciuman dan pusat haus, gangguan
menelan karena otot yang melemah, dan lain sebagainya. Banyak penyakit
yang dapat timbul akibat kurangnya asupan gizi atau lebihnya asupan gizi,
selain itu lansia juga perlu menjaga pola makan sehat dengan mengurangi
makanan-makanan yang dapat memperburuk keadaan lansia tersebut.
f. Impaksi (konstipasi)
Konstipasi merupakan masalah utama pada pasien geriatri dan seringkali
memberikan efek negatif baik pada kesehatan maupun kualitas hidup pasien
geriatri. Konstipasi sering terjadi akibat penyakit kronis dan penggunaan
berbagai macam obat (Midlov, Patric, et al., 2009)
g. Penurunan indera
Penurunan indera pada pasien geriatri dapat dilihat dengan adanya gangguan
penglihatan dan pendengaran. Gangguan penglihatan disebabkan oleh
mengendornya otot dan kuit kelopak mata, perubahan sistem lakrimal (air
mata), proses penuaan pada kornea (organ yang menerima rangsang cahaya),
perubahan struktur dalam bola mata, katarak, dan glaukoma. Sedangkan
gangguan fungsi pendengaran dapat terjadi karena penurunan fungsi syarafsyaraf pendengaran atau perubahan organ-organ di dalam telinga. Penurunan
fungsi kedua panca indera ini mengakibatkan sulitnya komunikasi bagi lansia,
sehingga akibat lainnya adalah penderita terisolasi atau mengisolasi diri.
h. Instabilitas dan jatuh
Instabilitas dan jatuh, dapat terjadi akibat penyakit muskuloskeletal (otot dan
rangka) seperti osteoartritis, rematik, gout, juga dapat disebabkan oleh penyakit
pada sistem syaraf seperti Parkinson. Akibat dari instabilitas dan jatuh ini dapat
berupa cedera kepala dan perdarahan intrakranial (di dalam kepala), patah
tulang, yang dapat berujung pada kondisi imobilisasi.
i. Penurunan intelektual (demensia)
Banyak hal yang terkait dengan terjadinya penurunan fungsi intelektual dan
kognitif pada usia lanjut. Mulai dari menurunnya jumlah sel-sel syaraf (neuron)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
6
hingga penyakit yang berpengaruh pada metabolisme seperti diabetes melitus
dan gangguan hati dimana semua metabolisme terjadi disini.
j. Impotensi
Impotensi merupakan ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada usia
lanjut terutama disebabkan oleh gangguan organik seperti gangguan hormon,
syaraf, dan pembuluh darah.
k. Imunodefisiensi
Imunodefisiensi merupakan penurunan sistem kekebalan tubuh. Banyak hal
yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut seperti
respon imun terhadap antigen dan penurunan jumlah antibodi sehingga
berakibat terhadap rentannya seseorang terhadap agen-agen penyebab infeksi.
l. Insomnia
Insomnia,
dapat
terjadi karena
masalah-masalah dalam
hidup
yang
menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit
juga dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan hiperaktivitas
kelenjar thyroid serta gangguan neurotransmitter di otak. Jam tidur yang sudah
berubah juga dapat menjadi penyebabnya.
m. Iatrogenesis
Karakteristik yang khas dari pasien geriatri yaitu multipatologik, seringkali
menyebabkan pasien tersebut perlu mengkonsumsi obat yang tidak sedikit
jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan antara lain efek samping dan efek dari
interaksi obat-obat tersebut yang dapat mengancam jiwa. Pemberian obat pada
lansia harus sangat hati-hati dan rasional karena obat akan dimetabolisme di
hati sedangkan pada lansia terjadi penurunan fungsi faal hati sehingga
terkadang terjadi ikterus (kuning) akibat obat. Selain penurunan faal hati juga
terjadi penurunan faal ginjal (jumlah glomerulus berkurang), dimana sebagaian
besar obat dikeluarkan melalui ginjal sehingga pada lansia sisa metabolisme
obat tidak dapat dikeluarkan dengan baik dan dapat berefek toksik.
Masalah-masalah tersebut sering disebabkan oleh penyakit yang telah dan
belum terdiagnosa. Faktor klinis lain pada pasien geriatri antara lain sekitar 50 %
pasien geriatri tedapat gejala yang tidak khas sehingga menyulitkan pada saat
diagnosa.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
7
2.1.3 Faktor Resiko
Faktor resiko yang mungkin terjadi pada pasien geriatri antara lain:
a.
Penggunaan Obat Secara Berlebihan / Polifarmasi
Polifarmasi dapat diartikan sebagai penggunaan jumlah obat lebih dari
tiga atau pemberian obat-obatan yang berlebihan dibandingkan dengan
indikasi secara klinis. Polifarmasi umumya terjadi dan terus meningkat pada
pasien geriatri. Survey menyatakan bahwa pasien geriatri mengkonsumsi ratarata dua hingga sembilan resep dan obat-obat non resep di setiap harinya.
Polifarmasi erat kaitannya dengan efek samping yang tidak diinginkan.
Polifarmasi juga merupakan masalah pada pasien geriatri karena dapat
meningkatkan resiko pada sindrom geriatri (yakni instabilitas dan jatuh,
penurunan kognitif), menurunkan status fungsional serta biaya perawatan.
Istilah polifarmasi sendiri sebenarnya masih diartikan secara beragam
oleh beberapa ahli. Beberapa definisi antara lain: 1) meresepkan obat
melebihi indikasi klinik; 2) pengobatan yang mencakup setidaknya satu obat
yang tidak perlu; 3) penggunaan empiris lima obat atau lebih (Michocki,
2001). Apapun definisi yang digunakan, yang pasti adalah polifarmasi
mengandung risiko yang lebih besar dibandingkan dengan manfaat yang
dapat dipetik sehingga sedapat mungkin dihindari (Departemen Kesehatan RI,
2004).
b.
Peresepan yang Tidak Tepat
Peresepan yang tidak tepat dapat diartikan sebagai penggunaan obat di
luar standar pengobatan yang diakui dan umumnya terjadi pada pasien
geriatri. Penggunaan obat tersebut harus dihindari karena resiko yang
dihasilkan lebih berpotensial dibandingkan dengan manfaat.
Peresepan yang tidak tepat dapat diartikan sebagai peresepan yang
tidak disetujui oleh standar pengobatan. Pencegahan merupakan cara yang
paling efisien untuk meminimalisir pengobatan yang tidak tepat pada pasien
geriatri. Penilaian kembali dari daftar pengobatan merupakan salah satu cara
baik untuk pencegahan dan praktek dalam pengobatan (Midlov, Patric, et al.,
2009).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
8
c.
Penggunaan Obat Tidak Maksimal
Penggunaan Obat Tidak Maksimal dapat diartikan sebagai pengurangan
terapi pengobatan yang diindikasikan untuk pengobatan atau pencegahan
suatu penyakit. Penggunaan obat tidak maksimal berkaitan dengan kesehatan
pasien geriatri meliputi ketidakmampuan fungsional, penggunaan jasa
kesehatan bahkan kematian.
Masalah utama yang terjadi antara lain tidak diberikannya agen
gastroprotektif pada pengguna obat-obat AINS dan tidak diberikannya
kalsium dan/atau vitamin D pada pasien osteoporosis.
d.
Ketidakpatuhan dalam Pengobatan
Ketidakpatuhan dalam pengobatan didefinisikan sebagai peresepan
yang tidak terpenuhi, pemberhentian terapi pengobatan sebelum waktu yang
ditetapkan atau menggunakan obat-obatan dengan jumlah yang kurang atau
lebih seperti yang dicantumkan pada label. Ketidakpatuhan pasien geriatri
dalam melakukan pengobatan dikarenakan kemungkinan efek samping,
ketidakmampuan dalam membaca label produk ataupun karena kurangnya
pemahaman akan informasi obat yang diresepkan (Midlov, Patric, et al.,
2009).
Seringkali pasien geriatri memilih untuk tidak patuh dalam pengobatan
untuk menghindari efek samping. Kurangnya pengetahuan, sikap dan
motivasi dalam pengobatan merupakan faktor penting yang mempengaruhi
keputusan pasien untuk melakukan pengobatan sesuai dengan resep yang
diberikan.
2.1.4. Pelayanan Kefarmasian pada Pasien Geriatri
Pelayanan kefarmasian pada pasien geriatri memerlukan kinerja yang efektif
melalui sebuah Tim Tenaga Kesehatan. Tim Tenaga Kesehatan yang bekerja di
rumah sakit harus memahami bahwa hasil kerja yang diharapkan senantiasa
berorientasi kepada pasien dan dalam mencapainya tidak terjebak ke dalam
persaingan antar disiplin ilmu yang terkait (Departemen Kesehatan
Republik
Indonesia, 2004).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
9
Tim Tenaga Kesehatan untuk pasien geriatri di rumah sakit lazim disebut
sebagai Tim Terpadu Geriatri yang terdiri atas internis, dokter spesialis
rehabilitasi medik, psikiater, dokter gigi, ahli gizi, apoteker, perawat dan tim
rehabilitasi medik. Keanggotaan Tim Terpadu Geriatri dan kelengkapan disiplin
ilmu yang terlibat bisa disesuaikan dengan kondisi setiap rumah sakit. Tim
Terpadu Geriatri yang sudah terbentuk harus tetap mampu melibatkan diri secara
aktif dalam berbagai upaya di rumah sakit maupun program lain yang berbasis
komunitas.
Pelayanan kefarmasian pada pasien geriatri meliputi :
a. Peresepan. Skrining peresepan ditujukan agar pasien mendapatkan obat yang
sesuai dengan indikasi klinik, efektif, aman dan mudah untuk dipatuhi
rejimennya.
b. Telaah Ulang Rejimen Obat
Telaah ulang rejimen obat ditujukan untuk memastikan bahwa rejimen obat
diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya, mencegah atau meminimalkan efek
yang merugikan akibat penggunaan obat dan mengevaluasi kepatuhan pasien
dalam mengikuti rejimen pengobatan. Apoteker yang melakukan kegiatan ini
harus memiliki pengetahuan tentang prinsip-prinsip farmakoterapi geriatri dan
ketrampilan yang memadai, melakukan pengambilan riwayat penggunaan obat
pasien, meneliti obat-obat yang baru diresepkan dokter, mengidentifikasi
masalah yang berkaitan dengan penggunaan obat dan melakukan tindakan yang
sesuai untuk masalah yang teridentifikasi.
c. Pemberian Informasi dan Edukasi
Dalam memberikan informasi dan edukasi, pasien/keluarga memahami
penjelasan yang diberikan, memahami pentingnya mengikuti rejimen
pengobatan yang telah ditetapkan sehingga dapat meningkatkan motivasi untuk
berperan aktif dalam menjalani terapi obat.
d. Pemantauan Penggunaan Obat
Pemantauan penggunaan obat dilakukan oleh seorang apoteker dengan tujuan
untuk mengoptimalkan efek terapi obat dan mencegah atau meminimalkan efek
merugikan akibat penggunaan obat (Departemen Kesehatan RI, 2004)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
10
e. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1197/MENKES/SK/X/2004,
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak bias dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan pelayanan informasi obat antara lain :
1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan
di lingkungan rumah sakit.
2) Menyediakan
informasi
untuk
membuat
kebijakan-kebijakan
yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
3) Meningkatkan profesionalisme apoteker.
4) Menunjang terapi obat yang rasional
Adapun kegiatan yang dilakukan dalam Pelayanan Informasi Obat (PIO) antara
lain :
a) Memberikan dan menyebarkan informasi kepada konsumen secara aktif
dan pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan informasi
obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan
melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan
buletin, brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif
apabila apoteker pelayanan informasi obat memberikan informasi obat
sebagai jawaban atas pertanyaan yang diterima
b)
Menyediakan informasi bagi Komite / Panitia Farmasi dan Terapi
sehubungan dengan penyusunan Formularium Rumah Sakit
c)
Bersama dengan PKMRS (Panitia Penyuluhan Kesehatan Masyarakat
Rumah Sakit) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan
rawat inap
d) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga farmasi dan tenaga
kesehatan lainnya
e)
Mengkoordinasi penelitian tentang
obat
dan kegiatan pelayanan
kefarmasian
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
11
2.2 Kriteria STOPP dan START
Kriteria STOPP dan START pertama dibuat pada tahun 2003 dan
divalidasi menggunakan konsensus Delphi tahun 2006 yang terdiri dari 18 ahli
dalam pengobatan geriatri, farmakologi klinis, farmasi klinis, psikiatri pasien
geriatri dan perawatan utama (Mahony, D.O, et al. 2010). Tujuan dibuatnya
kriteria STOPP dan START adalah menyediakan dengan tegas aturan berbasis
bukti untuk menghindari peresepan yang berpotensi tidak tepat dengan cara
meningkatkan kesesuaian obat,
mencegah kejadian efek samping obat dan
mengurangi biaya obat.
Kesalahan
potensial
dalam
meresepkan
dikelompokkan
“Screening Tool of Older Person’s Prescriptions” (STOPP)
sebagai
atau skirining
peresepan yang berpotensi tidak tepat pada pasien geriatri. Kriteria STOPP yang
disetujui terdiri dari 65 kriteria fokus pada masalah umum yang terkait dengan
obat-obatan sering diresepkan pada orang dewasa yang lebih tua diatur
menurut sistem fisiologis. Sistem fisiologis terdiri dari sistem kardiovaskular,
sistem saraf pusat, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal, sistem respirasi,
sistem urogenital, sistem endokrin, obat-obat yang dapat menyebabkan efek jatuh,
analgesik dan penggunaan duplikasi obat. Dari 65 kriteria STOPP dikelompokkan
ke dalam 42 kriteria mengenai menghindari obat-obatan pada penyakit atau
kondisi tertentu, 4 kriteria tentang kombinasi obat tertentu yang harus dihindari,
12 kriteria mengenai durasi terapi obat, 2 kriteria mengenai dosis, 3 kriteria
mengenai penghindaran resep tanpa indikasi, 2 kriteria mengenai kebutuhan untuk
terapi tambahan (Dimitrow, Maarit S., et al., 2011).
Kesalahan potensial yang berasal dari kelalaian dalam meresepkan
dikelompokkan sebagai “Screening Tool to Alert to Right Treatment” (START)
atau skrining untuk mengingatkan dokter mengenai terapi yang tepat. Kriteria
START digunakan sebagai indikator penyakit-penyakit yang umumnya terjadi
pada pasien geriatri (Dimitrow, Maarit S., et al., 2011). Kriteria START terdiri
dari 22 kriteria meliputi sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem saraf
pusat, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan sistem endokrin (Mahony,
D.O, et al. 2010).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
12
Kriteria STOPP dan START digunakan untuk mengetahui adanya
peresepan yang berpotensial terjadi kesalahan serta sebagai salah satu upaya
pencegahan pada peresepan yang berpotensial tidak tepat pada perawatan pasien
geriatri seperti di rawat di rumah sakit, komunitas maupun fasilitas kesehatan
lainnya sebagai perawatan utama maupun perawatan jangka panjang. Uji efikasi
untuk menilai penggunaan kriteria STOPP dan START dilakukan dengan
sensitivitas dalam mendeteksi efek samping yang serius serta pengukuran efek
dari pengobatan yang tidak tepat pada pasien geriatri.
Kriteria
STOPP
dan START
tidak pernah dimaksudkan untuk
menggantikan penilaian klinis yang bergantung pada pengetahuan dan
pengalaman tingkat tinggi dan memerlukan pembaharuan yang teratur. Akan
tetapi, kriteria STOPP dan START berkembang berdasarkan literatur penelitian,
berintegrasi pada beberapa unit geriatri pada perawatan sekunder, digunakan
sebagai petunjuk untuk menilai pemantauan pengobatan klinis pada pengaturan
perawatan utama maupun sekunder dan dijadikan sebagai alat yang digunakan
untuk tenaga kefarmasian dan tenaga medis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
BAB 3
METODE PENGKAJIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Pengkajian
Pengolahan data untuk pembuatan buku panduan skrining peresepan pada
pasien geriatri berdasarkan kriteria STOPP dan START dilakukan pada tanggal
12-30 Agustus 2013 di bagian Pelayanan Informasi Obat (PIO) Gedung A
RSUPN Dr. Ciptomangunkusumo.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Data informasi mengenai buku panduan skrining peresepan pada pasien
geriatri berdasarkan kriteria STOPP dan START berupa obat-obatan yang masuk
dalam kriteria STOPP dan START diambil dari jurnal STOPP & START criteria:
A new approach to detecting potentially inappropriate prescribing in old age oleh
Mahony, D.O, et al. tahun 2010. Untuk alternatif terapi menggunakan jurnal
STARTing and STOPPing Medications in the Elderly oleh Therapeutic Research
Center tahun 2011. Selanjutnya data nama obat serta nama dagang obat yang
tercantum dalam kriteria STOPP dan START dikumpulkan dari buku
Formularium RSCM 2013.
3.3 Cara Kerja
Tugas khusus ini dilakukan melalui tahapan-tahapan kerja sebagai berikut :
a. Melakukan penelusuran mengenai kriteria STOPP dan START pada pasien
geriatri dari jurnal-jurnal.
1) Kriteria STOPP terdiri dari 65 kriteria meliputi 42 kriteria mengenai
menghindari obat-obatan pada penyakit atau kondisi tertentu, 4 kriteria
tentang kombinasi obat tertentu yang harus dihindari, 12 kriteria mengenai
durasi terapi obat, 2 kriteria mengenai dosis, 3 kriteria mengenai
penghindaran resep tanpa indikasi, 2 kriteria mengenai kebutuhan untuk
terapi tambahan.
13
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
14
2) Kriteria START terdiri dari 22 kriteria yang disusun berdasarkan sistem
fisiologis meliputi sistem kardiovaskular, sistem respirasi, sistem saraf
pusat, sistem pencernaan, sistem muskuloskeletal dan sistem endokrin
b. Mengumpulkan dan mengklasifikasikan data obat beserta nama dagangnya
berdasarkan buku Formularium RSCM 2013.
c. Menyusun data yang diperoleh ke dalam bentuk tabel. Tabel terdiri dari nama
obat, nama dagang obat sesuai dengan Formularium RSCM 2013 dan kriteria
STOPP dan START.
1) Pada kriteria STOPP terdiri dari 3 kolom yakni penggunaan obat yang
berpotensi tidak sesuai pada pasien geriatri, alasan penggunaan obat dan
alternatif terapi.
2) Pada kolom kriteria START menginformasikan kepada dokter mengenai
terapi yang tepat pada pasien geriatri.
d. Tabel-tabel tersebut disusun dan kemudian dijadikan dalam bentuk buku
panduan. Buku panduan tersebut ditujukan untuk tenaga kefarmasian dan
tenaga medis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
15
BAB 4
PEMBAHASAN
Buku panduan skrining resep pada pasien geriatri berdasarkan kriteria
STOPP dan START dibuat karena penanganan kesehatan pada pasien geriatri
dibutuhkan pendekatan holistik yaitu perhatian total terhadap pasien secara
terpadu dengan mempertimbangkan keadaan lingkungan, sosial ekonomi, gaya
hidup, diagnosis dan terapi penyakit dalam merawat penderita. Hal tersebut
dikarenakan pasien geriatri banyak yang mengidap salah satu penyakit yang dapat
menyebabkan komplikasi
jika tidak ditangani dengan baik (Departemen
Kesehatan RI, 2004). Pada pasien geriatri diperlukan penanganan yang berbeda
dengan pasien muda karena pasien geriatri mengalami penurunan fisiologis,
perubahan status mental dan fungsi kognitif serta perubahan psikososial.
Pada pasien geriatri terdapat faktor-faktor resiko yang mungkin dapat
terjadi pada saat pengobatan. Faktor-faktor resiko berupa penggunaan obat secara
berlebihan, peresepan yang tidak tepat, penggunaan obat yang tidak maksimal dan
ketidakpatuhan pada pengobatan menjadi acuan utama dalam monitoring pasien
geriatri. Selain itu, pada pasien geriatri terdapat beberapa masalah-masalah yang
umumnya terjadi antara lain instabilitas dan jatuh, gangguan intelektual
(demensia), impaksi (konstipasi), inkontinensia serta infeksi. Oleh karena itu,
pasien geriatri memerlukan pemantauan khusus dalam terapi pengobatan yang
dilakukan dan kriteria STOPP dan START efektif digunakan pada pasien geriatri.
Kriteria STOPP dan START dibuat dan divalidasi oleh 18 ahli dalam
bidang farmakoterapi pada geriatri. Kriteria STOPP dan START dibuat untuk
menghindari peresepan yang tidak tepat dan peresepan yang berpotensial lalai
dengan tujuan dapat meningkatkan kesesuaian obat, mencegah kejadian efek
samping obat serta mengurangi biaya obat pada pasien geriatri. Kriteria STOPP
dan START digunakan untuk perawatan utama ataupun sekunder pada pasien
geriatri dan digunakan sebagai alat pembelajaran baik untuk farmasis ataupun
dokter.
Kriteria STOPP dan START diatur menurut sistem fisiologis. Pada kriteria
STOPP terdiri 65 kriteria, sedangkan pada kriteria START terdiri dari 22 kriteria
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
16
(Mahony, D.O, et al. 2010). Obat-obatan yang masuk dalam kriteria STOPP dan
START kemudian dikumpulkan data-data berupa nama obat beserta nama dagang
dari Formularium RSCM 2013. Berdasarkan pengkajian data obat-obat yang
masuk dalam kriteria STOPP dan START dan sesuai dengan formularium RSCM
2013 terdiri dari 65,14 % obat yang termasuk dalam 65 kriteria STOPP dan
61,47% obat yang termasuk dalam 22 kriteria START.
Formularium RSCM yang menjadi acuan adalah formularium 2013,
artinya buku panduan ini hanya dapat digunakan sepanjang tahun 2013 dan harus
dilakukan pembaharuan di setiap tahunnya. Penggunaan formularium RSCM
2013 dengan kriteria STOPP dan START (Mahony, D.O, et al. 2010) memiliki
keterbatasan data penelitian. Hal tersebut dikarenakan telah banyak perubahan
yang mungkin terjadi di setiap tahunnya untuk obat-obatan yang termasuk baik
pada kriteria STOPP dan START maupun Formularium RSCM.
Pada buku panduan terdapat kolom mengenai obat yang disertai dengan
nama dagang sesuai dengan formularium RSCM dan dilengkapi dengan kolom
kriteria STOPP dan START. Kolom kriteria STOPP terdiri dari penggunaan yang
berpotensi tidak sesuai pada geriatri disertai dengan alasan dan alternatif terapi.
Alternatif terapi berisikan alternatif yang dapat diberikan pada pasien geriatri
untuk
terapi
pengobatannya.
Sedangkan
kolom
kriteria
START
menginformasikan kepada dokter mengenai terapi yang tepat pada pasien geriatri.
Buku panduan ini merupakan salah satu bentuk pelayanan informasi obat
(PIO) aktif pada pelayanan kefarmasian. Penggunaan buku panduan ini ditujukan
untuk tenaga kefarmasian yaitu apoteker dan asisten apoteker serta tenaga medis /
dokter. Dengan adanya buku panduan ini, diharapkan apoteker sebagai jembatan
informasi kepada tenaga medis / dokter untuk menindaklanjut apabila terdapat
masalah terkait dengan pengobatan pada pasien geriatri. Terkait dengan hal
tersebut, buku panduan ini sangat membantu apoteker dalam melakukan skrining
peresepan obat yang berpotensi tidak tepat serta monitoring penggunaan obat pada
pasien geriatri. Sedangkan untuk tenaga medis yaitu dokter, buku ini sangat
membantu terutama untuk menuliskan resep yang tepat pada pasien geriatri.
Dengan adanya buku panduan ini dapat dimanfaatkan sebagai jendela informasi
yang lebih luas dan dapat digunakan oleh tenaga kefarmasian dan tenaga medis.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
17
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1.
Jumlah obat yang masuk dalam kriteria STOPP dan START pada
formularium RSCM 2013 yakni 65,14 % dari 65 kriteria STOPP dan
61,47 % dari 22 kriteria START.
2.
Buku panduan skrining peresepan pada pasien geriatri berdasarkan
kriteria STOPP dan START dibuat untuk membantu tenaga medis dalam
menentukan penggunaan obat yang sesuai dengan terapi untuk mencegah
peresepan yang berpotensi tidak tepat pada pasien geriatri
sebagai
bentuk pelayanan informasi obat secara aktif.
5.2 Saran
1.
Kelengkapan data pada buku panduan harus selalu di up-date sesuai
dengan formularium di rumah sakit.
2.
Alternatif terapi sebaiknya dilengkapi untuk semua obat yang tercantum
pada buku panduan.
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Pedoman Pelayanan Farmasi
(Tata Laksana Terapi Obat) untuk Pasien Geriatri. Jakarta : Direktorat
Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat Kesehatan.
Dimitrow, Maarit S., et al. (2011). Comparison of Prescribing Criteria to
Evaluate the Appropriateness of Drug Treatment in Individuals Aged 65
and Older: A Systematic Review. JAGS Journal compilation The American
Geriatrics Society.
Kim, Jiwon dan May Mak. (2013). Applied Therapeutics The Clinical Use of
Drugs Section 19: Geriatric Therapy, Geriatric Drug Use. USA:
LIPPINCOTTWILLIAMS&WILKINS.
Mahony, D.O, et al. (2010). STOPP & START criteria: A new approach to
detecting potentially inappropriate prescribing in old age. European
Generatic Medicine.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI
No. 1197/ Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI.
Midlöv, P., et al. (2009). Drug-Related Problems in the Elderly. New York :
Springer Science.
Panitia Farmasi dan Terapi. (2013). Formularium Rumah Sakit Umum Pusat
Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo 2013. Jakarta : RSCM.
RSCM.
(2011).
Poliklinik
Geriatri
Terpadu,
http://www.rscm.co.id/index.php?bhs=in&id=OUR1000014&head=Rawat
%20Jalan, di akses pada tanggal 23 Agustus 2013
Starner, Catherine I., et al. (2008). Pharmacotherapy a Pathophysiologic
Approach Seventh Edition Chapter 8 : Geriatric. USA : The McGraw-Hill
Companies, Inc
Therapeutic Research Center. (2011). PL Detail-Document, STARTing and
STOPPing Medications in the Elderly. Pharmacist’s Letter/Prescriber’s
Letter. Stockton, CA
18
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Universitas Indonesia
19
Lampiran 1. Buku Panduan Skrining Peresepan pada Pasien Geriatri Berdasarkan Kriteria STOPP dan START
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
1
1,25 di(OH)
kolekalsiferol
Kolkatriol®,
Kolekalsiferol 1,25 DI
(OH) (generik)
Vitamin D pada pasien dengan osteoporosis
(bukti radiologi atau fraktur kerapuhan
sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat)
2
Alendronat
Nichospor®, Alovell®
Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani
pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral
3
Alfakalsidol
Bone-One®
Vitamin D pada pasien dengan osteoporosis
(bukti radiologi atau fraktur kerapuhan
sebelumnya atau dorsal kifosis yang didapat)
4
Amitriptilin HCl
Amitryptylline HCl tablet Dengan adanya penyakit
25 mg (generik)
demensia
Resiko perburukan
gangguan kognitif
Dengan adanya penyakit
glaukoma
Akan memperburuk
glaukoma
Dengan abnormalitas
penghantaran irama
jantung
Efek pro-aritmia
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
bulan
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
konstipasi
Dengan penggunaan
Resiko konstipasi berat
opium atau kalsium kanal
bloker
Dengan adanya penyakit Resiko retensi urine
prostat atau retensi urine
pada riwayat sebelumnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
20
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
5
Amlodipin besilat
6
Asam Mefenamat
Norvask®, Lovak®,
Amlogrix®, Amlodipine
tablet 5 mg, 10 mg
(generik)
Ponstan®, Mefinal®,
Asam Mefenamat tablet
500 mg (generik)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
kronik
konstipasi
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik
psyllium, polietilenglikol
yang secara konsisten > 160 mmHg
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya
Penggunaan obat dengan
adanya riwayat penyakit
ulkus peptik atau
perdarahan pada saluran
cerna, kecuali dengan
penggunaan bersamaan
reseptor antagonis
histamin H2, penghambat
pompa proton /
misoprostol
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit
hipertensi sedang-berat
(sedang : 160/100 mmHg
– 179/109 mmHg;
berat: ≥ 180/110 mmHg)
Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen
peptik
gastroprotektif
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
jantung
Penggunaan jangka
panjang (>3 bulan) untuk
meringankan nyeri sedang
tulang sendi pada
osteoartitis
Penggunaan bersamaan
dengan Warfarin
Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan
jantung
topikal
Resiko perburukan
hipertensi
Tersedia alternatif yang
lebih aman dan efektif
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Resiko perdarahan pada Acetaminophen, penggunaan
saluran cerna
topikal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
21
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Asam Mefenamat
(lanjutan)
7
Asetosal
Ponstan®, Mefinal®,
Asam Mefenamat tablet
500 mg (generik)
Aspirin®
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
ginjal kronis
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Resiko penurunan fungsi Acetaminophen, penggunaan
ginjal
topikal
Penggunaan jangka
Allopurinol merupakan Allopurinol dengan kolkisin
panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan jangka pendek atau obat AINS
kronis gout tanpa
pada penyakit gout
selama permulaan
kontraindikasi terhadap
allopurinol
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya
Penggunaan kombinasi
Resiko tinggi perdarahan
aspirin dan warfarin tanpa pada saluran percernaan
reseptor antagonis
histamin H2 (kecuali
simetidin karena adanya
interaksi dengan warfarin)
atau penghambat pompa
proton
Penggunaan obat dengan Resiko perdarahan
adanya riwayat penyakit
ulkus peptikum
sebelumnya tanpa
histamin reseptor
antagonis atau
penghambat pompa
proton
Aspirin dengan dosis lebih Meningkatkan resiko
dari 150 mg/hari
perdarahan, tidak ada
bukti peningkatan efikasi
a. Aspirin pada penyakit fibrilasi atrial kronis,
pasien yang kontraindikasi terhdap warfarin
tetapi bukan aspirin
b. Aspirin atau klopidogrel dengan riwayat
aterosklerosis, serebral atau penyakit vaskular
periferal pada pasien dengan irama sinus
Tambahkan agen
gastroprotektif
Turunkan dosis menjadi 81
mg
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
22
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Asetosal (lanjutan)
Aspirin®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Aspirin pada pasien
Tidak diindikasikan
dengan tidak ada riwayat
koroner, serebral atau
gejala periferal arterial
atau arterial oklusif
Aspirin untuk mengobati Tidak diindikasikan
pusing tidak dengan jelas
diakibatkan dengan
penyakit cerebrovaskuler
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit
perdarahan
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Aspirin pada penyakit fibrilasi atrial kronis,
pasien yang kontraindikasi terhadap warfarin
tetapi bukan aspirin
b. Aspirin atau klopidogrel dengan riwayat
aterosklerosis, serebral atau penyakit vaskular
periferal pada pasien dengan irama sinus
Resiko tinggi perdarahan Pertimbangan resiko/ manfaat
Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen
adanya riwayat penyakit peptik
gastroprotektif
ulkus peptik atau
perdarahan pada saluran
cerna, kecuali dengan
penggunaan bersamaan
reseptor antagonis
histamin H2, penghambat
pompa proton atau
misoprostol
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan
adanya penyakit
hipertensi
hipertensi sedang-berat
(sedang : 160/100 mmHg
– 179/109 mmHg;
berat: ≥ 180/110 mmHg)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
23
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Asetosal (lanjutan)
8
9
Atenolol
Atorvastatin
Aspirin®
Tenormin®, Betablok®,
Tenblok®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
jantung
Penggunaan jangka
panjang (>3 bulan) untuk
meringankan nyeri sedang
tulang sendi pada
osteoartitis
Penggunaan bersamaan
dengan Warfarin
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
ginjal kronis
Penggunaan jangka
panjang untuk pengobatan
kronis gout tanpa
kontraindikasi terhadap
allopurinol
Dikombinasikan dengan
verapamil
Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan
jantung
topikal
Pada penyakit diabetes
mellitus dan kejadian
hipoglikemia yakni > 1
kejadian per bulan
Resiko tertutupnya gejala
hipoglikemia
Tersedia alternatif yang
lebih aman dan efektif
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Resiko perdarahan pada
saluran cerna
Resiko penurunan fungsi
ginjal
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Allopurinol merupakan
obat profilaksis pilihan
pada penyakit gout
Allopurinol dengan kolkisin
jangka pendek atau obat AINS
selama permulaan
Gejala blok irama
jantung
Pengganti antihipertensi,
nitrat atau kalsium kanal
bloker
Lipitor®, Stator®,
Atorsan®
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Aspirin pada penyakit fibrilasi atrial kronis,
pasien yang kontraindikasi terhadap warfarin
tetapi bukan aspirin
b. Aspirin atau klopidogrel dengan riwayat
aterosklerosis, serebral atau penyakit vaskular
periferal pada pasien dengan irama sinus
a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah
sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg
b. Betabloker dengan adanya penyakit angina
stabil kronis
a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral
atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang
status fungsionalnya masih mandiri dalam
aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
24
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Atorvastatin (lanjutan)
10 Azatioprin
11 Betametason +
desklofeniramin maleat
12 Bisoprolol
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Lipitor®, Stator®,
Atorsan®
b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus
jika ada satu atau lebih faktor resiko utama
jantung
Imuran®, Azatioprine
PCH®, Azathioprine
tablet 50 mg (generik)
Colergis®
Antireumatik pemodifikasi penyakit sedangberat yang berlangsung > 12 minggu
Concor®, Maintate®,
Hapsen®, Bisoprolol
tablet 5 mg (generik)
13 Budesonid
Budenofalk®
14 Butropium Bromida
Caliopan®
Kortikosteroid sistemik
Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi
menggantikan
terhadap efek samping
kortikosteroid dan/atau
kortikosteroid inhalasi
jangka panjang
bronkodilator
untuk terapi perawatan
kortikosteriod
pada penyakit paru kronik
obstruktif (PPOK) sedangberat
Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang –
berat atau penyakit paru obstruktif kronis,
dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced
Expiratory Volume )
Dikombinasikan dengan
verapamil
a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah
sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg
Gejala blok irama
jantung
Pengganti antihipertensi,
nitrat atau kalsium kanal
bloker
Pada penyakit diabetes
Resiko tertutupnya gejala
mellitus dan kejadian
hipoglikemia
hipoglikemia yakni > 1
kejadian per bulan
Kortikosteroid sistemik
Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi
menggantikan
terhadap efek samping
kortikosteroid dan/atau
kortikosteroid inhalasi
jangka panjang
bronkodilator
untuk terapi perawatan
kortikosteriod
pada penyakit paru kronik
obstruktif (PPOK) sedangberat
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan
adanya konstipasi kronis konstipasi
b. Betabloker dengan adanya penyakit angina
stabil kronis
Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang –
berat atau penyakit paru obstruktif kronis,
dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced
Expiratory Volume )
Terapi diet (serat, cairan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
25
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
15 Deksametason
Oradexon®,
Kalmethason®,
Lanadexon®,
Dexamethasone tablet 0,5
mg; 4 mg; inj. (generik)
Kortikosteroid sistemik
Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi
menggantikan
terhadap efek samping
kortikosteroid dan/atau
kortikosteroid inhalasi
jangka panjang
bronkodilator
untuk terapi perawatan
kortikosteriod
pada penyakit paru kronik
obstruktif (PPOK) sedangberat
16 Diazepam
Valium®, Valdimex®,
Stesolid®, Diazepam
tablet 5 mg (generik)
Penggunaan jangka
Resiko sedasi, konfusi,
panjang (yakni lebih dari gangguan keseimbangan
1 bulan), benzodiazepin dan resiko jatuh
kerja panjang dan
benzodiazepin yang
metabolit bekerja panjang
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang –
berat atau penyakit paru obstruktif kronis,
dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced
Expiratory Volume )
Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat
jatuh (riwayat jatuh 1 kali menurunkan sensorium,
atau lebih dalam 3 bulan) gangguan keseimbangan
17 Difenhidramin
Decadryl®,
Diphenhydramine inj
(generik)
Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek
(>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik
generasi pertama
Setirizine, Fexofenadine,
Loratadin, Desloratadin,
Levoceteririzine
Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat
jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium
atau lebih dalam 3 bulan)
18 Digoxin
Lanoxin®, Fargoxin®
Digoksin dengan dosis >
(inj.), Digoxin tablet 0,25 125 mg/hari dengan
mg (generik)
gangguan fungsi ginjal
(GFR Ė‚ 50 ml/menit)
Meningkatkan resiko
toksisitas
Penurunan dosis dan
monitoring
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
26
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
19 Diklofenak
Voltaren®, Cataflam®,
Deflamat CR®, Natrium
Diklofenak tablet 50 mg,
25 mg (generik), Kalium
Diklofenak tablet 25 mg,
50 mg (generik)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya
Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen
adanya riwayat penyakit peptik
gastroprotektif
ulkus peptik atau
perdarahan pada saluran
cerna, kecuali dengan
penggunaan bersamaan
reseptor antagonis
histamin H2, penghambat
pompa proton atau
misoprostol
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan
adanya penyakit
hipertensi
hipertensi sedang-berat
(sedang : 160/100 mmHg
– 179/109 mmHg;
berat: ≥ 180/110 mmHg)
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
jantung
Penggunaan jangka
panjang (>3 bulan) untuk
meringankan nyeri sedang
tulang sendi pada
osteoartitis
Penggunaan bersamaan
dengan Warfarin
Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan
jantung
topikal
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
ginjal kronis
Resiko penurunan fungsi Acetaminophen, penggunaan
ginjal
topikal
Tersedia alternatif yang
lebih aman dan efektif
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Resiko perdarahan pada Acetaminophen, penggunaan
saluran cerna
topikal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
27
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Voltaren®, Cataflam®,
Deflamat CR®, Natrium
Diklofenak tablet 50 mg,
25 mg (generik), Kalium
Diklofenak tablet 25 mg,
50 mg (generik)
Penggunaan jangka
Allopurinol merupakan
panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan
kronis gout tanpa
pada penyakit gout
kontraindikasi terhadap
allopurinol
Allopurinol dengan kolkisin
jangka pendek atau obat AINS
selama permulaan
Herbesser®, Carditen®,
Diltiazem (generik)
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
kronik
konstipasi
Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik
psyllium, polietilenglikol
yang secara konsisten > 160 mmHg
Penggunaan dengan
Akan memperburuk
NYHA (New York Heart gagal jantung
Association ) kelas III atau
IV pada gagal jantung
Diuretik, penghambat ACE,
beta bloker (tidak dengan
verapamil)
Sebagai terapi tunggal
untuk pencegahan
sekunder kardiovaskuler
Tidak ada bukti efikasi
Untuk pencegahan sekunder:
aspirin, klopidogrel (intoleran
terhadap aspirin), kombinasi
aspirin dan klopidogrel,
aspirin / dipiridamol; stroke
Dengan adanya penyakit
perdarahan
Resiko tinggi pada
perdarahan
Pertimbangan resiko dan
manfaat
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Diklofenak (lanjutan)
20 Diltiazem
21 Dipiridamol
22 Doksazosin
Persantin®
Cardura®, Kaltensif®
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Penggunaan obat pada
Resiko peningkatan
Untuk inkontinensia : terapi
laki-laki inkontinesia yang berkemih dan
tingkah laku (misal : menahan
sering, yakni 1 atau lebih perburukan inkontinesia keinginan untuk berkemih)
kejadian inkontinensia
sehari
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
28
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Doksazosin (lanjutan)
23 Enalapril
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Tidak diindikasikan
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Cardura®, Kaltensif®
Penggunaan obat dengan
adanya penggunaan
jangka panjang kateter
dalam saluran kemih
yakni lebih dari 2 bulan
Untuk BPH : penghambat 5alpha-reduktase, dutasteride
Renacardon®, Tenace®
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan
kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru)
a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor
bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati
yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau
mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau
tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal
b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard
akut
c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal
jantung kronik
24 Esomeprazol
Nexium®, Nexium® IV
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit ulkus
peptik dengan dosis
pengobatan penuh > 8
minggu
Penggunaan jangka
panjang penghambat
pompa proton dengan
dosis pengobatan penuh
pada penyakit ulkus
peptik, esofagitis atau
terindikasi GERD tidak
diindikasikan
Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya
diturunkan untuk perawatan / penyakit
refluks
gastroesofagus
atau
pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi
penyakit ulkus peptik,
esofagitis atau terindikasi
GERD
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
29
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
25 Estradiol
26 Estradiol Hemihidrat
Ovestn®, Progynova®
Estreva®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Penggunaan obat dengan
adanya riwayat kanker
payudara atau
tromboemboli vena
Peningkatan resiko
kekambuhan
Penggunaan estrogen
tanpa progestogen pada
pasien yang masih
memiliki uterus
Resiko kanker
endometrial
Penggunaan obat dengan
adanya riwayat kanker
payudara atau
tromboemboli vena
Peningkatan resiko
kekambuhan
Penggunaan estrogen
tanpa progestogen pada
pasien yang masih
memiliki uterus
Resiko kanker
endometrial
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Untuk hot flashes : terapi
non farmakologi (lingkungan
yang sejuk, pakaian yang
berlapis, kompres yang
dingin), obat-obat penghambat
ambilan kembali serotonin
selektif, gabapentin,
venlafaksin
b. Untuk kepadatan tulang:
kalsium, vitamin D,
bifosfonat, raloxifen
a. Untuk hot flashes : terapi
non farmakologi (lingkungan
yang sejuk, pakaian yang
berlapis, kompres yang
dingin), obat-obat penghambat
ambilan kembali serotonin
selektif, gabapentin,
venlafaksin
b. Untuk kepadatan tulang:
kalsium, vitamin D,
bifosfonat, raloxifen
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
30
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
27 Estradiol Valerat
28 Etinilestradiol
Cyclo-Progynova®
Lynoral®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Penggunaan obat dengan
adanya riwayat kanker
payudara atau
tromboemboli vena
Peningkatan resiko
kekambuhan
Penggunaan estrogen
tanpa progestogen pada
pasien yang masih
memiliki uterus
Resiko kanker
endometrial
Penggunaan obat dengan
adanya riwayat kanker
payudara atau
tromboemboli vena
Peningkatan resiko
kekambuhan
Penggunaan estrogen
tanpa progestogen pada
pasien yang masih
memiliki uterus
Resiko kanker
endometrial
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Untuk hot flashes : terapi
non farmakologi (lingkungan
yang sejuk, pakaian yang
berlapis, kompres yang
dingin), obat-obat penghambat
ambilan kembali serotonin
selektif, gabapentin,
venlafaksin
b. Untuk kepadatan tulang:
kalsium, vitamin D,
bifosfonat, raloxifen
a. Untuk hot flashes : terapi
non farmakologi (lingkungan
yang sejuk, pakaian yang
berlapis, kompres yang
dingin), obat-obat penghambat
ambilan kembali serotonin
selektif, gabapentin,
venlafaksin
b. Untuk kepadatan tulang:
kalsium, vitamin D,
bifosfonat, raloxifen
29 Felodipin
Plendil®, Nirmadil®
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
kronik
konstipasi
Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik
psyllium, polietilenglikol
yang secara konsisten > 160 mmHg
30 Fenoterol HBr
Berotec®
Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala
untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
31
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Fenoterol HBr
(lanjutan)
31 Fentanil
Berotec®
Fentanyl® (inj.) ;
Durogesic® (patch)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk
asma sedang hingga ringan atau penyakit paru
obstruktif kronis
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dua opium secara bersamaan. Pengecualian pada duplikasi resep yang diperlukan sewaktu
bila terjadi gejala misalnya opium untuk penghilang nyeri
Penggunaan dengan
Resiko konstipasi berat
antidepresan trisiklik
Penggunaan obat untuk
Resiko diagnosis yang
Alumunium Hidroksida,
diare yang penyebabnya tertunda, dapat
Kolestiramine, Perubahan diet
tidak diketahui
memperburuk konstipasi
dengan diare
berkepanjangan, dapat
menimbulkan keracunan
megacolon pada penyakit
inflamasi usus, dapat
memperlambat
pemulihan pada
gastroentritis yang tidak
disadari
Penggunaan obat untuk
pengobatan infeksi
gastroentritis yang berat
seperti diare berdarah,
demam tinggi atau
toksisitas sistemik yang
berat
Perburukan dan
perpanjangan infeksi
Alumunium Hidroksida,
Kolestiramine, Perubahan diet
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
32
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Fentanil (lanjutan)
Fentanyl® (inj.) ;
Durogesic® (patch)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Penggunaan lebih dari 2 Resiko konstipasi berat
minggu pada pasien
dengan konstipasi kronis
tanpa penggunaan laksatif
secara bersamaan
Penggunaan jangka
panjang pada opium
dengan riwayat jatuh
berulang
Penggunaan jangka
panjang sebagai terapi lini
pertama untuk nyeri
ringan-sedang
Resiko mengantuk,
hipotensi postural,
vertigo)
Tidak sesuai dengan
WHO analgesic ladder
Untuk nyeri ringan / sedang:
Obat AINS kerja lambat
(misal : ibuprofen),
penggunaan topikal : lidokain,
capsaicin
Penggunaan opium jangka Resiko perburukan
panjang pada pasien
gangguan kognitif
dengan penyakit demensia
kecuali jika digunakan
untuk perawatan paliatif
atau penanganan gejala
nyeri kronis sedang/berat
32 Fesoterodin
Toviaz®
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit demesia
Resiko peningkatan
konfusi, agitasi
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan akut
adanya penyakit glaukoma glaukoma
kronis
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
33
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Fesoterodin (lanjutan)
33 Fluoksetin
34 Furosemide
Toviaz®
Prozac®, Lodep®,
Kalxetin®
Lasix®, Furosix®,
Farsix®, Furosemide
Tablet 40 mg, inj.
(generik)
Penggunaan obat dengan
adanya konstipasi kronik
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Perburukan konstipasi
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Terapi diet (serat, cairan)
Penggunaan obat dengan Resiko retensi urine
adanya penyakit prostat
kronik
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif lainnya
Penghambat ambilan
Terjadi hiponatremia
kembali serotonin selektif
dengan riwayat klinis
hiponatremia (noniatrogenik hiponatremia
<130 mmol/l dalam waktu
2 bulan sebelumnya)
Trazodone, mirtazapine,
buproprion
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
bulan
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat diuretik kuat lainnya
Untuk udem hanya pada
pergelangan tangan yakni
tidak ada tanda klinis
gagal jantung
Tidak ada bukti
Diikat dengan kuat
efikasinya, compression
hosiery biasanya lebih
sesuai
Sebagai lini pertama
terapi tunggal pada
hipertensi
Tersedia alternatif yang
lebih aman dan efektif
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
34
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
35 Haloperidol
Haldol®, Serenace®,
Lodomer®, Haloperidol
tablet 0,5 mg; 1,5 mg; 5
mg (generik)
Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk
jangka panjang (> 1
gejala ekstrapiramidal
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
eszopicloneramelteon
Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan
jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan,
atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme
36 Hidroklortiazid
37 Hidroksizin
Hydrochlorothiazide
(generik)
Bestalin®
Dengan riwayat gout
Akan memperburuk gout
Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek
(>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik
generasi pertama
Setirizine, Fexofenadine,
Loratadin, Desloratadin,
Levoceteririzine
Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat
jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium
atau lebih dalam 3 bulan)
38 Hiosin n-butil Bromida Buscopan®, Scopamin®, Penggunaan obat dengan Resiko perburukan
Stomica®
adanya konstipasi kronis konstipasi
Terapi diet (serat, cairan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
35
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
39 Ibandronat
Bondronat® (inj.),
Bonviva® (tab)
40 Ibuprofen
Proris®, Lexaprofen®,
Brufen®, Ibuprofen tablet
200 mg dan 400 mg
(generik)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani
pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya
Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen
adanya riwayat penyakit peptik
gastroprotektif
ulkus peptik atau
perdarahan pada saluran
cerna, kecuali dengan
penggunaan bersamaan
reseptor antagonis
histamin H2, penghambat
pompa proton atau
misoprostol
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan
adanya penyakit
hipertensi
hipertensi sedang-berat
(sedang : 160/100 mmHg
– 179/109 mmHg;
berat: ≥ 180/110 mmHg)
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
jantung
Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan
jantung
topikal
Penggunaan jangka
panjang (>3 bulan) untuk
meringankan nyeri sedang
tulang sendi pada
osteoartitis
Penggunaan bersamaan
dengan Warfarin
Tersedia alternatif yang
lebih aman dan efektif
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Resiko perdarahan pada Acetaminophen, penggunaan
saluran cerna
topikal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
36
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Ibuprofen (lanjutan)
41 Imidapril
Proris®, Lexaprofen®,
Brufen®, Ibuprofen tablet
200 mg dan 400 mg
(generik)
Tanapress®
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
ginjal kronis
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Resiko penurunan fungsi Acetaminophen, penggunaan
ginjal
topikal
Penggunaan jangka
Allopurinol merupakan Allopurinol dengan kolkisin
panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan jangka pendek atau obat AINS
kronis gout tanpa
pada penyakit gout
selama permulaan
kontraindikasi terhadap
allopurinol
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan
kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru).
a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor
bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati
yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau
mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau
tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal
b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard
akut
c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal
jantung kronik
42 Imipramin
Tofranil®
Dengan adanya penyakit
demensia
Resiko perburukan
gangguan kognitif
Dengan adanya penyakit
glaukoma
Akan memperburuk
glaukoma
Dengan abnormalitas
penghantaran irama
jantung
Efek pro-aritmia
a. Untuk depresi : trazodone
(insomnia), Penghambat
ambilan kembali serotonin
selektif (hindari fluoksetin),
bupropion (untuk pasien
jantung), mirtazapine (untuk
insomnia atau anoreksia)
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
bulan
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
37
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Imipramin (lanjutan)
Tofranil®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
konstipasi
Dengan penggunaan
Resiko konstipasi berat
opium atau kalsium kanal
bloker
Dengan adanya penyakit Resiko retensi urine
prostat atau retensi urine
pada riwayat sebelumnya
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
b. Untuk nyeri neuropati :
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
penggunaan topikal (lidokain, sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
capsaicin)
bulan
43 Indapamid
Natrilix SR®
Dengan riwayat gout
Akan memperburuk gout
44 Indometasin
Dialon®, Indometasin
(generik)
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya
Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen
adanya riwayat penyakit peptik
gastroprotektif
ulkus peptik atau
perdarahan pada saluran
cerna, kecuali dengan
penggunaan bersamaan
reseptor antagonis
histamin H2, penghambat
pompa proton atau
misoprostol
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan
adanya penyakit
hipertensi
hipertensi sedang-berat
(sedang : 160/100 mmHg
– 179/109 mmHg;
berat: ≥ 180/110 mmHg)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
38
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Indometasin
(lanjutan)
Dialon®, Indometasin
(generik)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
jantung
Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan
jantung
topikal
Penggunaan jangka
panjang (>3 bulan) untuk
meringankan nyeri sedang
tulang sendi pada
osteoartitis
Penggunaan bersamaan
dengan Warfarin
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
ginjal kronis
Tersedia alternatif yang
lebih aman dan efektif
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Resiko perdarahan pada
saluran cerna
Resiko penurunan fungsi
ginjal
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Penggunaan jangka
panjang untuk pengobatan
kronis gout tanpa
kontraindikasi terhadap
allopurinol
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit glaukoma
Allopurinol merupakan
obat profilaksis pilihan
pada penyakit gout
Allopurinol dengan kolkisin
jangka pendek atau obat AINS
selama permulaan
Dapat memperburuk
glaukoma
Gunakan ukuran dosis inhaler
dan hindari penggunaan obat
pada mata
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
45 Ipratropium
Atrovent®
46 Irbesartan
Aprovel®, Irvask®,
Irbesartan (generik)
Angiotensin reseptor bloker pada penyakit
diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis
proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria
(>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah
pada kerusakan ginjal
47 Kalsium Glukonat
Calcii Gluconas®
Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti
radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya
atau dorsal kifosis yang didapat)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
39
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
48 Kalsium Hidrogen
Fosfat
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Dumocalcin®
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti
radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya
atau dorsal kifosis yang didapat)
Cavit D3®
49 Kalsium Hidrogen
Fosfat + Kolekalsiferol
Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti
radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya
atau dorsal kifosis yang didapat)
50 Kalsium Karbonat
Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti
radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya
atau dorsal kifosis yang didapat)
Osteocal®, CaCO3 kapsul
500 mg (generik)
51 Kalsium Laktat / Fosfat Kalk®
Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti
radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya
atau dorsal kifosis yang didapat)
52 Kalsium Organik
Aquamin
Calnic®, Calnic Plus®
Kalsium pada pasien dengan osteoporosis (bukti
radiologi atau fraktur kerapuhan sebelumnya
atau dorsal kifosis yang didapat)
53 Kandesartan
Blopress®
Angiotensin reseptor bloker pada penyakit
diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis
proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria
(>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah
pada kerusakan ginjal
54 Kaptopril
Acepress®, Captopril
tablet 12,5 mg , 25 mg
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan
kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
40
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Kaptopril (lanjutan)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Acepress®, Captopril
tablet 12,5 mg , 25 mg
(generik)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor
bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati
yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau
mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau
tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal
b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard
akut
c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal
jantung kronik
55 Karvedilol
Dilbloc®, V-bloc®
56 Klodronat dinatrium
Bonefos®
57 Klorfeniramin maleat
Cohistan®,
Chlorpheniramine HCl
tablet 10 mg (generik)
Dengan adanya penyakit
paru obstruktif kronik
Resiko bronkospasme
Dikombinasikan dengan
verapamil
Gejala blok irama
jantung
Pada penyakit diabetes
mellitus dan kejadian
hipoglikemia yakni > 1
kejadian per bulan
Resiko tertutupnya gejala
hipoglikemia
Agen Kardioselektif : atenolol,
bisoprolol, nebivolol,
metoprolol
Pengganti antihipertensi,
nitrat atau kalsium kanal
bloker
a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah
sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg
b. Betabloker dengan adanya penyakit angina
stabil kronis
Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani
pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral
Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek
(>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik
generasi pertama
Setirizine, Fexofenadine,
Loratadin, Desloratadin,
Levoceteririzine
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
41
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Klorfeniramin maleat
(lanjutan)
58 Klorpromazin HCl
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Cohistan®,
Chlorpheniramine HCl
tablet 10 mg (generik)
Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat
jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium
atau lebih dalam 3 bulan)
Largactil®, Promactil®,
Cepezet-100®
Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk
jangka panjang (> 1
gejala ekstrapiramidal
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
eszopicloneramelteon
Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan
jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan,
atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme
59 Klortalidon
Hygroton®, Thalidone
50®
Dengan riwayat gout
Akan memperburuk gout
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
42
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
60 Klozapin
Clozaril®, Lutfen®,
Clorilex®
Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk
jangka panjang (> 1
gejala ekstrapiramidal
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan
jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan,
atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme
61 Kodein Fosfat
Codein KF
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
eszopicloneramelteon
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dua opium secara bersamaan. Pengecualian pada duplikasi resep yang diperlukan sewaktu
bila terjadi gejala misalnya opium untuk penghilang nyeri
Penggunaan dengan
antidepresan trisiklik
Resiko konstipasi berat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
43
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Kodein Fosfat (lanjutan) Codein KF
62 Kolkisin
Penggunaan obat untuk
diare yang penyebabnya
tidak diketahui
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
resiko diagnosis yang
Alumunium Hidroksida,
tertunda, dapat
Kolestiramine, Perubahan diet
memperburuk konstipasi
dengan diare
berkepanjangan, dapat
menimbulkan keracunan
megacolon pada penyakit
inflamasi usus, dapat
memperlambat
pemulihan pada
gastroentritis yang tidak
disadari
Penggunaan jangka
Allopurinol merupakan
panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan
kronis gout tanpa
pada penyakit gout)
kontraindikasi terhadap
allopurinol
Allopurinol
63 Kombinasi Kalsium dan CDR®
Vitamin
64 Labetalol
Trandete®
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Kalsium dan vitamin D pada pasien dengan
osteoporosis (bukti radiologi atau fraktur
kerapuhan sebelumnya atau dorsal kifosis yang
didapat)
Dengan adanya penyakit
paru obstruktif kronik
Resiko bronkospasme
Agen Kardioselektif : atenolol,
bisoprolol, nebivolol,
metoprolol
Dikombinasikan dengan
verapamil
Gejala blok irama
jantung
Pengganti antihipertensi,
nitrat atau kalsium kanal
bloker
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
44
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Labetalol (lanjutan)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Trandete®
Pada penyakit diabetes
mellitus dan kejadian
hipoglikemia yakni > 1
kejadian per bulan
Resiko tertutupnya gejala
hipoglikemia
65 Lansoprazol
Prosogan FD®,
Inhipraz®, LAZ®,
Lansoprazole kapsul 30
mg (generik)
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit ulkus
peptik dengan dosis
pengobatan penuh > 8
minggu
Penggunaan jangka
panjang penghambat
pompa proton dengan
dosis pengobatan penuh
pada penyakit ulkus
peptik, esofagitis atau
terindikasi GERD tidak
diindikasikan
66 Levodopa
Levoben®
67 Lisinopril
Zestril®, Noperten®
L-DOPA pada penyakit parkinson idiopathic
dengan gangguan fungsional yang pasti dan
kecatatan yang dihasilkan
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan
kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru)
Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya
diturunkan untuk perawatan / penyakit
refluks
gastroesofagus
atau
pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi
penyakit ulkus peptik,
esofagitis atau terindikasi
GERD
a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor
bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati
yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau
mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau
tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal
b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard
akut
c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal
jantung kronik
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
45
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
68 Loperamid HCl
Imodium®, Loperamide
tablet 2 mg (generik)
69 Losartan
Cozaar®, Angioten®
70 Maprotilin
Ludiomil®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Penggunaan obat untuk
diare yang penyebabnya
tidak diketahui
Resiko diagnosis yang
Alumunium Hidroksida,
tertunda, dapat
Kolestiramine, Perubahan diet
memperburuk konstipasi
dengan diare
berkepanjangan, dapat
menimbulkan keracunan
megacolon pada penyakit
inflamasi usus, dapat
memperlambat
pemulihan pada
gastroentritis yang tidak
disadari
Penggunaan obat untuk
pengobatan infeksi
gastroentritis yang berat
seperti diare berdarah,
demam tinggi atau
toksisitas sistemik yang
berat
Perburukan dan
perpanjangan infeksi
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Angiotensin reseptor bloker pada penyakit
diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis
proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria
(>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah
pada kerusakan ginjal
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif lainnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
46
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Maprotilin (lanjutan)
Ludiomil®
71 Mebhidrolin Napadisilat Interhistin®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Penghambat ambilan
terjadi hiponatremia
kembali serotonin selektif
dengan riwayat klinis
hiponatremia (noniatrogenik hiponatremia
<130 mmol/l dalam waktu
2 bulan sebelumnya)
Trazodone, mirtazapine,
buproprion
Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek
(>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik
generasi pertama
Setirizine, Fexofenadine,
Loratadin, Desloratadin,
Levoceteririzine
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
bulan
Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat
jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium
atau lebih dalam 3 bulan)
72 Metformin
Glucophage®, Glumin®,
Gliformin®, Metformin
500 mg, 850 mg (generik)
73 Metil Prednisolon
Asetat
Tablet : Medrol®,
Medixon®, Thimelon®,
Methylprednisolone tablet
4 mg; 8 mg; 16 mg
(generik)
Injeksi : Solumedrol®,
Depo Medrol®,
Medixon®, Thimelon®,
Methylprednisolone inj.
125 mg (generik)
Metformin pada penyakit diabetes tipe 2 ada
atau tanpa sindrom metabolik (pada pasien yang
tidak mengalami gangguan ginjal)
Kortikosteroid sistemik
menggantikan
kortikosteroid inhalasi
untuk terapi perawatan
pada penyakit paru kronik
obstruktif PPOK sedangberat
Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi
terhadap efek samping
kortikosteroid dan/atau
jangka panjang
bronkodilator
kortikosteriod
Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang –
berat atau penyakit paru obstruktif kronis,
dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced
Expiratory Volume )
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
47
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
74 Metoklopramid
75 Metoprolol tartrat
76 Metotreksat
77 Morphine HCl
Primperan®, Sotatic®,
Metoclopramide tablet 10
mg, inj. 10 mg/2 ml
(generik)
Seloken®, Lopresor®,
Cardiosel®
Methotrexate Ebewe®,
Emtexate®
Morphine HCl KF
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Penggunaan obat pada
pasien dengan adanya
penyakit parkinsonisme
Resiko perburukan
parkinsonisme
Untuk mual : Ondansentron,
Granisentron, Dolasentron
Dikombinasikan dengan
verapamil
Gejala blok irama
jantung
Pengganti antihipertensi,
nitrat atau kalsium kanal
bloker
Pada penyakit diabetes
mellitus dan kejadian
hipoglikemia yakni > 1
kejadian per bulan
Resiko tertutupnya gejala
hipoglikemia
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah
sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg
b. Betabloker dengan adanya penyakit angina
stabil kronis
Antireumatik pemodifikasi penyakit sedangberat yang berlangsung > 12 minggu
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dua opium secara bersamaan. Pengecualian pada duplikasi resep yang diperlukan sewaktu
bila terjadi gejala misalnya opium untuk penghilang nyeri
Penggunaan dengan
antidepresan trisiklik
Penggunaan obat untuk
diare yang penyebabnya
tidak diketahui
Resiko konstipasi berat
Resiko diagnosis yang
Alumunium Hidroksida,
tertunda, dapat
Kolestiramine, Perubahan diet
memperburuk konstipasi
dengan diare
berkepanjangan, dapat
menimbulkan keracunan
megacolon pada penyakit
inflamasi usus, dapat
memperlambat
pemulihan pada
gastroentritis yang tidak
disadari
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
48
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Penggunaan obat untuk
Perburukan dan
pengobatan infeksi
perpanjangan infeksi
gastroentritis yang berat
seperti diare berdarah,
demam tinggi atau
toksisitas sistemik yang
berat
Penggunaan lebih dari 2 Resiko konstipasi berat
minggu pada pasien
dengan konstipasi kronis
tanpa penggunaan laksatif
secara bersamaan
Alumunium Hidroksida,
Kolestiramine, Perubahan diet
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Morphine HCl
(lanjutan)
Morphine HCl KF
Penggunaan jangka
panjang pada opium
dengan riwayat jatuh
berulang
Penggunaan jangka
panjang sebagai terapi lini
pertama untuk nyeri
ringan-sedang
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Untuk diare : Alumunium
Hidroksida, Kolestiramine,
Perubahan diet
Resiko mengantuk,
hipotensi postural,
vertigo)
Tidak sesuai dengan
WHO analgesic ladder
Untuk nyeri ringan / sedang :
Obat AINS kerja lambat
(misal : ibuprofen),
penggunaan topikal : lidokain,
capsaicin
Penggunaan opium jangka Resiko perburukan
panjang pada pasien
gangguan kognitif
dengan penyakit demensia
kecuali jika digunakan
untuk perawatan paliatif
atau penanganan gejala
nyeri kronis sedang/berat
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
49
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
78 Nifedipin
79 Nikardipin
80 Olanzapin
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Adalat® / Adalat Oros®,
Farmalat®, Coronipin®,
Nifedipine tablet 10 mg
(generik)
Perdipine® (inj), Loxen®
(tablet, kapsul), Blistra®
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
kronik
konstipasi
Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik
psyllium, polietilenglikol
yang secara konsisten > 160 mmHg
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
kronik
konstipasi
Akan memperburuk
konstipasi
Zyprexa®, Olandoz®
Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk
jangka panjang (> 1
gejala ekstrapiramidal
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan
jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan,
atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme
81 Omeprazol
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Losec®, OMZ®, Ozid®, Penggunaan obat dengan
Omeprazole kapsul 20 mg adanya penyakit ulkus
(generik)
peptik dengan dosis
pengobatan penuh > 8
minggu
Penggunaan jangka
panjang penghambat
pompa proton dengan
dosis pengobatan penuh
pada penyakit ulkus
peptik, esofagitis atau
terindikasi GERD tidak
diindikasikan
Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik
yang secara konsisten > 160 mmHg
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
eszopicloneramelteon
Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya
diturunkan untuk perawatan / penyakit
refluks
gastroesofagus
atau
pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi
penyakit ulkus peptik,
esofagitis atau terindikasi
GERD
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
50
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Penggunaan jangka
panjang penghambat
pompa proton dengan
dosis pengobatan penuh
pada penyakit ulkus
peptik, esofagitis atau
terindikasi GERD tidak
diindikasikan
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
82 Pantoprazol
Pantozol®, Panso®,
Pantotis®
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit ulkus
peptik dengan dosis
pengobatan penuh > 8
minggu
Segera dihentikan atau dosis Penghambat pompa proton dengan adanya
diturunkan untuk perawatan / penyakit
refluks
gastroesofagus
atau
pengobatan profilaksis pada penyempitan peptik yang memerlukan dilatasi
penyakit ulkus peptik,
esofagitis atau terindikasi
GERD
83 Perindopril
Prexum®
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan
kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru).
a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor
bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati
yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau
mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau
tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal
b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard
akut
c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal
jantung kronik
84 Piroxicam
Feldene®, Piroxicam
kapsul 10 mg, 20 mg
(generik)
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat AINS lainnya
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
51
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Piroxicam (lanjutan)
Feldene®, Piroxicam
kapsul 10 mg, 20 mg
(generik)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Penggunaan obat dengan Resiko kambuhnya ulkus Tambahkan agen
adanya riwayat penyakit peptik
gastroprotektif
ulkus peptik atau
perdarahan pada saluran
cerna, kecuali dengan
penggunaan bersamaan
reseptor antagonis
histamin H2, penghambat
pompa proton atau
misoprostol
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan
adanya penyakit
hipertensi
hipertensi sedang-berat
(sedang : 160/100 mmHg
– 179/109 mmHg;
berat: ≥ 180/110 mmHg)
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
jantung
Penggunaan jangka
panjang (>3 bulan) untuk
meringankan nyeri sedang
tulang sendi pada
osteoartitis
Penggunaan bersamaan
dengan Warfarin
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit gagal
ginjal kronis
Resiko perburukan gagal Acetaminophen, penggunaan
jantung
topikal
Tersedia alternatif yang
lebih aman dan efektif
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Resiko perdarahan pada
saluran cerna
Resiko penurunan fungsi
ginjal
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
52
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Penggunaan jangka
Allopurinol merupakan
panjang untuk pengobatan obat profilaksis pilihan
kronis gout tanpa
pada penyakit gout
kontraindikasi terhadap
allopurinol
Allopurinol dengan kolkisin
jangka pendek atau obat AINS
selama permulaan
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Piroxicam (lanjutan)
Feldene®, Piroxicam
kapsul 10 mg, 20 mg
(generik)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
85 Pravastatin
Chlespar®, Gravastin®
86 Prednison
Pehacort®, Prednison
tablet 5 mg (generik)
Kortikosteroid sistemik
menggantikan
kortikosteroid inhalasi
untuk terapi perawatan
pada penyakit paru kronik
obstruktif PPOK sedangberat
87 Prokaterol HCl
hemihidrat
Meptin® air inhaler ,
Ataroc®
Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala
untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
88 Propanolol
Biocard®, Farmadral®,
Propanolol HCl tablet 10
mg, 40 mg (generik)
a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral
atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang
status fungsionalnya masih mandiri dalam
aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun
b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus
jika ada satu atau lebih faktor resiko utama
jantung
Dengan adanya penyakit
paru obstruktif kronik
Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi
terhadap efek samping
kortikosteroid dan/atau
jangka panjang
bronkodilator
kortikosteriod
Resiko bronkospasme
Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang –
berat atau penyakit paru obstruktif kronis,
dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced
Expiratory Volume )
Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk
asma sedang hingga ringan atau penyakit paru
obstruktif kronis
Agen Kardioselektif : atenolol, a. Terapi antihipertensi pada tekanan darah
bisoprolol, nebivolol,
sistolik yang secara konsisten > 160 mmHg
metoprolol
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
53
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Propanolol (lanjutan)
89 Quetiapin
Biocard®, Farmadral®,
Propanolol HCl tablet 10
mg, 40 mg (generik)
Dikombinasikan dengan
verapamil
Gejala blok irama
jantung
Pada penyakit diabetes
mellitus dan kejadian
hipoglikemia yakni > 1
kejadian per bulan
Resiko tertutupnya gejala
hipoglikemia
Seroquel®, Seroquel XR® Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
Penggunaan neuroleptik
jangka panjang (> 1
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
Pada pasien dengan resiko
jatuh (riwayat jatuh 1 kali
atau lebih dalam 3 bulan)
90 Ramipril
Triatec®, Hyperil®,
Ramixal®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Akan memperburuk
gejala ekstrapiramidal
Dapat menyebabkan
gangguan berjalan,
parkinsonisme
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Pengganti antihipertensi,
nitrat atau kalsium kanal
bloker
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
b. Betabloker dengan adanya penyakit angina
stabil kronis
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
eszopicloneramelteon
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ACE lainnya (dioptimasikan sebagai terapi tunggal dengan
kelas obat harus lebih dahulu diamati untuk mempertimbangkan kelas obat yang baru).
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
54
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Ramipril (lanjutan)
Triatec®, Hyperil®,
Ramixal®
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
91 Risperidon
Risperdal®, Zofredal®,
Persidal®, Risperdal
Consta®, Risperidon
tablet 2 mg (generik)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Penghambat ACE atau angiotensin reseptor
bloker pada penyakit diabetes dengan nefropati
yaitu urinalisis proteinuria dengan jelas atau
mikroalbuminuria (>30 mg/24 jam) ada atau
tanpa biokimia darah pada kerusakan ginjal
b. Inhibitor ACE setelah kejadian infark miokard
akut
c. Inhibitor ACE dengan adanya penyakit gagal
jantung kronik
Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk
jangka panjang (> 1
gejala ekstrapiramidal
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan
jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan,
atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
eszopicloneramelteon
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
55
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
92 Rosuvastatin
Crestor®
93 Salbutamol
Ventolin®, Lasal®,
Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala
Salbutamol tablet 2 mg; 4 untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
mg (generik)
Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk
asma sedang hingga ringan atau penyakit paru
obstruktif kronis
Zoloft®, Fridep®,
Perhatikan adanya penggunaan duplikasi dengan obat-obat penghambat ambilan kembali serotonin selektif lainnya
Serrlof®, Sertraline tablet
Penghambat ambilan
terjadi hiponatremia
Trazodone, mirtazapine,
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
50 mg (generik)
kembali serotonin selektif
buproprion
sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
dengan riwayat klinis
bulan
hiponatremia (noniatrogenik hiponatremia
<130 mmol/l dalam waktu
2 bulan sebelumnya)
94 Sertralin
a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral
atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang
status fungsionalnya masih mandiri dalam
aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun
b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus
jika ada satu atau lebih faktor resiko utama
jantung
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
56
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
95 Simvastatin
Zocor®, Cholestat®,
Mersivas®, Simvastatin
tablet 10 mg, 20 mg
(generik)
96 Siproheptadin HCl
Pronicy®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
a. Terapi statin dengan riwayat koroner, serebral
atau penyakit vaskular perifer pada pasien yang
status fungsionalnya masih mandiri dalam
aktivitas sehari-hari dan harapan hidup > 5 tahun
b. Terapi statin pada penyakit diabetes mellitus
jika ada satu atau lebih faktor resiko utama
jantung
Penggunaan diperpanjang Resiko sedasi dan efek
(>1 minggu) antihistamin samping antikolinergik
generasi pertama
Setirizine, Fexofenadine,
Loratadin, Desloratadin,
Levoceteririzine
Pada pasien dengan resiko Sedatif, dapat
jatuh (riwayat jatuh 1 kali memperburuk sensorium
atau lebih dalam 3 bulan)
97 Solifenasin
Vesicare®
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit demesia
Resiko peningkatan
konfusi, agitasi
Penggunaan obat dengan Resiko perburukan akut
adanya penyakit glaukoma glaukoma
kronis
Penggunaan obat dengan
adanya konstipasi kronik
Perburukan konstipasi
Penggunaan obat dengan
adanya penyakit prostat
kronik
Resiko retensi urine
Terapi diet (serat, cairan)
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
57
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
98 Sulfasalazin
Sulcolon®, Sulfasalazin
(generik)
Antireumatik pemodifikasi penyakit sedangberat yang berlangsung > 12 minggu
99 Telmisartan
Micardis®
Angiotensin reseptor bloker pada penyakit
diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis
proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria
(>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah
pada kerusakan ginjal
100 Terazosin HCl
Hytrin®
Penggunaan obat pada
resiko peningkatan
laki-laki inkontinesia yang berkemih dan
sering, yakni 1 atau lebih perburukan inkontinesia
kejadian inkontinensia
sehari
Penggunaan obat dengan
adanya penggunaan
jangka panjang kateter
dalam saluran kemih
yakni lebih dari 2 bulan
101 Terbutalin Sulfat
Bricasma®, Nairet®,
Forasma®
a. Untuk inkontinensia : terapi
tingkah laku (misal : menahan
keinginan untuk berkemih)
b. Untuk BPH : penghambat 5alpha-reduktase, dutasteride
tidak diindikasikan
Terdapat pengecualian duplikasi resep inhalasi β2 agonist (jangka panjang dan pendek) yang diperlukan sewaktu bila terjadi gejala
untuk penyakit asma atau penyakit PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis)
Inhalasi β2 agonis atau antikolinergik untuk
asma sedang hingga ringan atau penyakit paru
obstruktif kronis
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
58
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
102 Triamsonolon Asetonid Triamcort® (tab),
Flamicort® inj.,
Flamicort® (inj.
IA/IB/ID/IM), Kenalog in
orabase® (salep),
Ketricin® (tab, salep)
Kortikosteroid sistemik
menggantikan
kortikosteroid inhalasi
untuk terapi perawatan
pada penyakit paru kronik
obstruktif PPOK sedangberat
Paparan yang tidak perlu Untuk PPOK : inhalasi
terhadap efek samping
kortikosteroid dan/atau
jangka panjang
bronkodilator
kortikosteriod
103 Trifluoperazin
Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Stelazine®, Stelosi®
Penggunaan neuroleptik Akan memperburuk
jangka panjang (> 1
gejala ekstrapiramidal
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Inhalasi kortikosteroid untuk asma sedang –
berat atau penyakit paru obstruktif kronis,
dengan perkiraan FEV1 < 50% (Forced
Expiratory Volume )
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
Pada pasien dengan resiko Dapat menyebabkan
jatuh (riwayat jatuh 1 kali gangguan berjalan,
atau lebih dalam 3 bulan) parkinsonisme
104 Valsartan
Diovan®, Valsartan tab 80
mg (generik)
Angiotensin reseptor bloker pada penyakit
diabetes dengan nefropati yaitu urinalisis
proteinuria dengan jelas atau mikroalbuminuria
(>30 mg/24 jam) ada atau tanpa biokimia darah
pada kerusakan ginjal
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
59
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
105 Venflaksin
Efexor XR®
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Dengan adanya penyakit
demensia
Resiko perburukan
gangguan kognitif
Dengan adanya penyakit
glaukoma
Dengan abnormalitas
penghantaran irama
jantung
Dengan adanya konstipasi
Akan memperburuk
glaukoma
Efek pro-aritmia
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
bulan
Akan memperburuk
konstipasi
Obat antidepresan dengan adanya gejala depresi
sedang-berat berlangsung setidaknya selama 3
bulan
Dengan penggunaan
Resiko konstipasi berat
opium atau kalsium kanal
bloker
Dengan adanya penyakit Resiko retensi urine
prostat atau retensi urine
pada riwayat sebelumnya
106 Verapamil
Isoptin®, Cardiover®,
Dengan adanya konstipasi Akan memperburuk
Corpamil®, Verapamil
kronik
konstipasi
tablet 80 mg; inj. (generik)
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Terapi Diet (serat dan cairan), Terapi antihipertensi pada tekanan darah sistolik
psyllium, polietilenglikol
yang secara konsisten > 160 mmHg
Penggunaan dengan
akan memperburuk gagal Diuretik, penghambat ACE,
NYHA (New York Heart jantung
beta bloker (tidak dengan
Association ) kelas III atau
verapamil)
IV pada gagal jantung
Dikombinasikan dengan
beta bloker
Gejala blok irama
jantung
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
60
Kriteria
STOPP
No.
Nama Obat
Nama Dagang
Penggunaan yang
Berpotensi Tidak Sesuai
pada Pasien Geriatri
(Mahony, D.O, et al. 2010)
107 Warfarin Natrium
Simarc 2®
108 Zolendronat
Zometa®, Aclasta®
109 Zotepin
Lodopin®
Untuk penggunaan
pertama digunakan untuk
trombosis vena dalam
unkomplikata dengan
waktu lebih panjang dari
6 bulan
Untuk penggunaan
pertama digunakan untuk
emboli paru dengan waktu
lebih panjang dari 12
bulan
Dengan adanya penyakit
perdarahan
Penggunaan bersama
dengan obat AINS
Alasan
(Mahony, D.O,et al.
2010)
Alternatif Terapi
(Therapeutic Research Center,
2011)
Tidak ada bukti
tambahan manfaat
START (Mahony, D.O, et al., 2010)
Warfarin pada penyakit fibrilasi atrial kronik
Tidak ada manfaat yang
terbukti
Resiko tinggi pada
perdarahan
Resiko perdarahan pada
saluran cerna
Pertimbangan resiko dan
manfaat
Acetaminophen, penggunaan
topikal
Warfarin pada penyakit fibrilasi atrial kronik
Bifosfonat pada pasien yang sedang menjalani
pengobatan dengan terapi kortikosteroid oral
Penggunaan jangka
panjang (misal lebih dari
1 bulan) pada neuroleptik
sebagai penggunaan
hipnotik jangka panjang
Akan menyebabkan
resiko kebingungan,
hipotensi, efek samping
ekstrapiramidal dan
resiko jatuh
Penggunaan neuroleptik
jangka panjang (> 1
bulan) pada pasien dengan
parkinsonisme
Pada pasien dengan resiko
jatuh (riwayat jatuh 1 kali
atau lebih dalam 3 bulan)
Akan memperburuk
gejala ekstrapiramidal
Dapat menyebabkan
gangguan berjalan,
parkinsonisme
a. Untuk ansietas :
benzodiazepin kerja pendek
(alprazolam, lorazepam,
oxazepam,
buspiron,penghambat ambilan
kembali serotonin selektif,
penghambat ambilan kembali
serotonin norepinefrin
b. Untuk tidur : terapi tanpa
obat, temazepam, zoldipem,
zaleplon,
eszopicloneramelteon
Universitas Indonesia
Laporan praktek..., Aisyah, FFar UI, 2014
Download