Analisis Dampak Aliran Arus Modal dan Resistensi Bank Sentral terhadap Nilai Tukar Riil (Pendekatan Error Correction Model) Edlin Prabawa Beta Yulianita Gitaharie Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Depok, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Pesatnya perkembangan liberalisasi keuangan internasional telah berimplikasi pada tingkat aliran modal antar negara yang semakin tinggi. Sistem keuangan internasional telah berkembang menjadi sebuah pasar global yang efisien dan menjadikan negara-negara berkembang memainkan peran yang lebih penting dalam perekonomian dunia. Walaupun investasi arus modal besar memberikan banyak keuntungan bagi perekonomian nasional, tetapi hal ini patut diwaspadai karena menjadi tantangan bagi para pembuat kebijakan terkait stabilitas perekonomian. Penelitian ini ingin mengetahui dampak dari aliran arus modal besar swasta dan resistensi bank sentral serta tingkat bunga dan pengeluaran pemerintah terhadap nilai tukar riil Rupiah pada jangka panjang dan jangka pendek. Analisis ini menemukan bahwa arus modal swasta berpengaruh secara positif bagi nilai tukar riil sedangkan resistensi bank sentral tidak mempengaruhi nilai tukar riil baik pada jangka panjang maupun jangka pendek. Penelitian ini menggunakan Ordinary Least Square untuk menganalisis dampak jangka panjang dan Error Correction Model untuk jangka pendek serta penyesuaian model jangka pendek pada keseimbangan jangka panjangnya. Analysis of the Impact of Private Capital Inflows and Central Bank’s Resistance to Real Effective Exchange Rate (An Error Correction Model Approach) Abstract The rapid growth of international financial liberalization has increased capital flows among countries. International financial system has developed into an efficient global market and therefore has created an important role for developing countries. Eventough large capital investment has brought benefits for national economy, it yet creates challenges to economic stability. The purpose of the research is to analyze the impact of large private capital inflows and central bank’s resistance behaviour to Indonesian real effective exchange rate (REER). The analysis discovered that private capital inflows positively affecting REER, while central bank’s resistance does not affect REER both in the long run and short run. This research uses Ordinary Least Square method to analyze the long run effects and Error Correction Model method for the short run effects of the variables and the short run’s adjustment process to its long run equilibrium. Keywords: Private Capital Inflows, Central Bank’s Resistance, Real Effective Exchange Rate, Ordinary Least Square, Error Correction Model, Long Run, Short Run Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Pendahuluan Liberalisasi sistem keuangan internasional selama beberapa dekade terakhir telah melalui proses perkembangan yang pesat. Sistem keuangan internasional telah berkembang menjadi sebuah pasar global yang efisien dan menjadikan negara-negara berkembang memainkan peran yang lebih penting dalam perekonomian dunia. Di sisi lain, terjadi perdebatan selama beberapa tahun terakhir mengenai liberalisasi arus modal, terutama sejak terjadinya krisis neraca pembayaran pada negara-negara berkembang selama tahun 1990an. Krisis keuangan yang terjadi di Meksiko (1994) dan Asia Tenggara (1997-1998), menunjukkan bahwa walaupun negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan kebijakan makroekonomi yang cukup kuat masih dihadapkan pada risiko pergerakan arus modal yang dapat menggoncangkan perekonomian. Krisis keuangan yang melanda negara berkembang ini telah membangkitkan perhatian para pengambil kebijakan mengenai implikasi dari aliran arus modal masuk yang besar serta bagaimana cara yang terbaik untuk mengelola aliran arus modal tersebut (Goeltom, 2008). Untuk meredakan dampak negatif dari aliran arus modal, pemerintah di berbagai negara berkembang memilih langkahnya masing-masing sebagai tindakan antisipatif. Sebagai contoh, beberapa otoritas moneter memilih untuk melakukan intervensi besar-besaran pada pasar uang untuk “menentang” apresiasi mata uang. Pada derajat yang lebih ekstrim, bank sental melakukan intervensi berupa sterilisasi untuk mencegah peningkatan permintaan uang domestik yang berlebihan. Beberapa negara bahkan menerapkan kebijakan capital control) untuk menghindari potensi krisis akibat arus keluar-masuk modal yang tidak terkendali (Montiel dan Reinhart, 1999). Aliran arus modal patut diwaspadai baik dampak jangka panjang maupun jangka pendeknya karena akan menjadi tantangan bagi para pembuat kebijakan akan potensinya menimbulkan kehilangan daya saing, menimbulkan over-heating, dan meningkatkan kerentanan terhadap krisis ekonomi. Risiko dari aliran arus modal ini lebih besar akan dialami oleh negara-negara berkembang, terutama pada arus modal jangka pendek, dikarenakan perekonomian yang kurang terdiversifikasi dan kapasitas regulasi yang cenderung lemah di sektor keuangan (Stiglitz, 2000). Lebih jauh, aliran arus modal yang tidak terkontrol juga dapat memberikan tekanan bagi kurs mata uang yaitu berupa apresiasi nilai tukar yang akan mempengaruhi trade balance, serta meningkatkan pertumbuhan konsumsi yang akan memicu inflasi dan membuat terjadinya current account deficit yang terus menerus (Goeltom, 2008). Sejalan dengan semakin terbukanya perekonomian nasional, Indonesia telah mengalami perkembangan ekonomi yang mengesankan. Dari sisi arus modal, Indonesia mengalami tren peningkatan sejak dua dekade terakhir, dengan setidaknya terjadi tiga gelombang arus modal besar; yaitu pertama pada tahun 1990an yang diakhiri dengan krisis moneter tahun 1997-1998, kedua adalah gelombang arus modal yang dimulai tahun 2004 dan berakhir pada krisis ekonomi global tahun 2008, dan yang terakhir adalah yang terjadi pasca krisis global hingga saat ini yang mencapai arus modal masuk terbesar sepanjang sejarah. (Lihat Grafik 1.2) The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again. USD (Million) Gelombang 1 Gelombang 2 Gelombang 3 Grafik 2. Arus Modal Swasta (1995-2012) Sumber: IMF Fenomena arus modal menjadi bahasan yang penting pasca krisis 1998, salah satunya terkait relevansi dari arus modal yang jadikan alat untuk meningkatkan aktivitas perekonomian oleh pemerintah. Masuknya arus modal ke Indonesia salah satunya didorong oleh menurunnya suku bunga internasional di awal tahun 1990an. Selanjutnya, resesi yang terjadi di Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara di 2 Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 3 Eropa juga turut mendorong investor untuk mengalokasikan investasinya ke negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Pasca periode krisis 1998, pemerintah Indonesia akhirnya memutuskan untuk menggunakan sistem nilai tukar mengambang (floating exchange rate) setelah sejak tahun 1978 menggunakan sistem nilai tukar tetap. Hal ini sebagian besar juga diakibatkan oleh ketidakmampuan pemerintah menahan mata uang Rupiah setelah Rupiah terdepresiasi dari nominal 2.000 Rupiah menjadi 17.000 Rupiah per Dollar AS dalam waktu yang relatif sangat singkat, yang salah satunya disebabkan oleh aliran modal keluar yang tidak terkendali secara besar-besaran akibat kekhawatiran pemilik modal akan ketidakpastian perekonomian di Indonesia (self-fulfilling prophecy). Walaupun demikian, implementasi dari penerapan nilai tukar mengambang ini tidak berjalan sebagaimana seharusnya dimana nilai tukar ternyata tidak sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar. Bank Indonesia sebagai bank sentral masih memainkan perannya untuk melakukan intervensi dengan melakukan berbagai aktivitas pengendalian nilai tukar. Sebagai pemegang otoritas moneter, Bank Indonesia membedakan respon terhadap tekanan nilai tukar dalam kebijakan intervensi dan sterilisasi, dimana intervensi dilakukan dengan mekanisme jual beli valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar Rupiah jika terjadi kelebihan/kekurangan likuiditas valuta asing, sedangkan sterilisasi dilakukan dengan operasi moneter untuk menjaga kestabilan likuiditas rupiah (untuk menjaga kestabilan inflasi). Periode terjadinya aliran arus modal besar yang masuk ke negara-negara berkembang, khususnya Indonesia, ternyata banyak menimbulkan tantangan dan risiko selain manfaat serta keuntungannya bagi perekonomian nasional baik pada jangka panjang maupun jangka pendek; sehingga memunculkan sebuah permasalahan tentang bagaimana sesungguhnya dampak dari aliran arus modal besar bagi Indonesia pada jangka panjang dan jangka pendek serta bagaimana tanggapan/respon yang telah dilakukan bank sentral dan dampaknya dalam menyikapi gelombang arus modal ini. Secara rinci, tujuan dari penelitian ini dijabarkan dalam beberapa pertanyaan berikut: 1. Bagaimana pengaruh dari masuknya arus modal besar swasta (large capital inflow) terhadap nilai tukar di Indonesia pada jangka panjang dan jangka pendek ? 2. Bagaimana pengaruh dari resistensi yang dilakukan bank sentral selama periode terjadinya aliran arus modal masuk untuk mempertahankan kestabilan nilai tukar pada jangka panjang dan jangka pendek ? Dalam melakukan analisis terhadap implikasi dari aliran arus modal dengan nilai tukar serta kebijakan terkait di Indonesia, penelitian ini akan menggunakan data triwulan dengan periode analisis sejak triwulan pertama tahun 1995 sampai dengan triwulan ketiga tahun 2012. Penelitian ini fokus pada arus modal swasta yang cenderung lebih fluktuatif serta tergantung pada kondisi negara penerima arus investasi. Dengan demikian perhitungan arus modal di sini akan mengeluarkan aliran arus modal keluar Indonesia, dan elemen-elemen yang berupa portofolio investasi, produk derivatif, serta investasi lain yang termasuk kategori milik pemerintah. Tinjauan Literatur Fisher (1998) mengidentifikasikan setidaknya terdapat dua perspektif utama dalam melihat manfaat terjadinya liberalisasi arus modal asing, yaitu liberalisasi arus modal diharapkan akan mampu meningkatkan sumber dana investasi maupun akses masyarakat domestik ke dalam pasar keuangan internasional bagi suatu negara secara individu. Sedangkan dari perspektif perekonomian internasional, proses liberalisasi diupayakan akan dapat menopang sistem perdagangan multilateral antar negara. Oleh karena itu, dijalankannya liberalisasi keuangan diharapkan dapat berkontribusi melalui pengembangan sistem keuangan domestik yang semakin efisien (Fisher, 1998). Pengalaman dari berbagai negara menunjukkan bahwa liberalisasi keuangan telah memberikan kebebasan bagi stakeholder di sektor keuangan untuk mengalokasikan dana yang dimilikinya. Hal ini membuat liberalisasi keuangan tidak hanya menawarkan keuntungan tetapi juga risiko (McLean dan Shrestha, 2002). Salah satu dampak dari diberlakukaannya liberalisasi keuangan yang penting mendukung transformasi negara-negara berkembang adalah terstimulasinya aliran arus modal (capital inflow). Terjadinya liberalisasi aliran modal tidak hanya terkait dengan terjadinya efisiensi alokasi sumber pendanaan global namun akan menjadi salah satu solusi bagi negara berkembang untuk meningkatkan statusnya dari negera berpenghasilan rendah menjadi negara berpenghasilan menengah atau bahkan menjadi negara maju, yaitu melalui menstabilkan tingkat konsumsi serta yang terpenting adalah sebagai dasar pembiayaan investasi yang produktif (Goeltom, 2007). Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 4 Pembahasan mengenai perekonomian terbuka, khususnya terkait kebijakan fiskal dan moneter, umumnya dipandang oleh para penentu kebijakan, diluar batas negaranya masing-masing. Hal ini dikarenakan pergerakan barang dan jasa serta pergerakan arus modal internasional akan berpengaruh bagi perekonomian domestik suatu negara. Salah satu model yang banyak digunakan untuk menjelaskan fenomena ini adalah Model Mundell-Fleming (1962). Model Mundell-Fleming merupakan suatu pengembangan dari model IS-LM yang sebelumnya digunakan dalam menjelaskan kondisi keseimbangan yang terjadi pada pasar barang dan uang dalam sistem perekonomian tertutup. Sebagai pengembangan dari teori IS-LM, Mundell (1962) dan Fleming (1962) telah “memodifikasi” IS-LM dengan asumsi perekonomian terbuka serta adanya interaksi perdagangan dan mobilitas arus modal internasional. Model Mundell-Fleming membuat suatu asumsi penting yaitu bahwa suatu negara merupakan suatu perekonomian terbuka kecil dengan mobilitas arus modal yang sempurna, dimana akhirnya tingkat bunga domestik akan ditentukan oleh tingkat bunga internasional. Kurva IS dalam model Mundell-Fleming merupakan suatu representasi keseimbangan dari berbagai kombinasi tingkat output serta nilai tukar di dalam pasar barang dan jasa, sebagai hasil dari interaksi net-ekspor dengan Keynesian Cross. Sedangkan kurva LM akan merepresentasikan kondisi keseimbangan yang terjadi di dalam pasar uang, dimana keseimbangan pasar uang ditentukan oleh permintaan sebagai fungsi dari tingkat bunga dan pendapatan. Selanjutnya terkait suku bunga, Fisher (Mishkin, 2007) menyatakan bahwa suku bunga nominal adalah suku bunga riil ditambah ekspektasi inflasi. Krugman (2009) menjelaskan dampak dari kenaikan suku bunga domestik pada nilai tukar, dimana kenaikan tingkat bunga domestik akan membuat terjadinya apresiasi pada nilai tukar domestik. Di sisi lain terdapat pendapat yang mengatakan bahwa peningkatan suku bunga dalam negeri dapat menyebabkan depresiasi nilai tukar domestik. Hal ini dikarenakan, dengan mengasumsikan bahwa suku bunga riil konstan dan sama untuk kedua negara, peningkatan suku bunga nominal domestik terjadi karena peningkatan ekspektasi inflasi domestik. Hal ini akan menyebabkan terjadinya peningkatan permintaan akan uang dan meningkatkan pengeluaran konsumsi, yang kemudian akan menyebabkan peningkatan harga domestik. Naiknya harga domestik akan menyebabkan depresiasi nilai tukar untuk menjaga Purchasing Power Parity. Implikasi lebih lanjut dari peningkatan suku bunga nominal akibat peningkatan ekspektasi inflasi menurut Mishkin (2007) adalah bahwa peningkatan eskpektasi inflasi domestik akan menurunkan ekspektasi apresiasi nilai tukar domestik, dengan mengasumsikan bahwa apresiasi nilai tukar domestik akan lebih kecil dari peningkatan suku bunga domestik maka terjadi penurunan ekspektasi tingkat pengembalian terhadap aset domestik, hal ini akan menyebabkan permintaan terhadap aset domestik mengalami penurunan. Turunnya permintaan aset domestik akan menyebabkan depresiasi nilai tukar Rupiah. Metode Penelitian Penelitian ini akan menggunakan beberapa metode estimasi serta indeks kuantitatif dalam melakukan analisis variabel. Namun sebelum sampai pada penjabaran metode perhitungan kuantitatif, akan dilakukan identifikasi periode arus modal masuk besar. Pertama-tama, penulis akan melakukan kalkulasi rasio dari net capital inflows terhadap produk domestik bruto (PDB) untuk setiap triwulan. Selanjutnya akan digunakan Hodrick-Prescott Filter (HP Filter) untuk membentuk tren dari rasio arus modal per PDB tersebut. Suatu periode dikatakan mengalami aliran arus modal masuk yang besar ketika memenuhi 2 dari 3 syarat berikut: (1) arus modal pada periode tertentu melebihi satu standar deviasi dari tren yang terbentuk, (2) rasio dari arus modal masuk terhadap PDB melebihi 1%, (3) rasio net capital inflow terhadap PDB melebihi persentil ke 75 dari seluruh distribusi data (Cardarelli, et. al., 2009). Exchange Market Pressure (EMP) Index dan Resistance Index Indeks EMP pada dasarnya merupakan kombinasi dari pergerakan nilai tukar dan cadangan internasional (Cardarelli et. al., 2009). Pada negara yang menerapkan sistem nilai tukar mengambang, baik perubahan dari nilai tukar atau perubahan dari cadangan devisa akan mengubah nilai indeks EMP. Di sisi lain, pada sistem nilai tukar tetap, perubahan pada indeks EMP hanya dapat terjadi jika terjadi perubahan pada cadangan devisa. Perhitungan indeks EMP pada penelitian ini akan menggunakan pengembangan model yang dilakukan oleh Cardaerilli et. al. (2009). Pertama-tama adalah menghitung persentase perubahan nilai tukar nomial Rupiah terhadap US Dollar sebagai berikut: The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again. Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 (3.3) Universitas Indonesia 5 Δert = perubahan dari nilai tukar nominal Rupiah terhadap US Dollar, (Δert < 0 menunjukkan adanya apresiasi, sebaliknya Δert > 0 menunjukkan adanya depresiasi) ert = nilai tukar nominal Rupiah terhadap US Dollar pada periode t ert-1 = nilai tukar nominal Rupiah terhadap US Dollar pada periode t - 1 Selanjutnya dilakukan perhitungan persentase perubahan dari cadangan internasional, yang dilakukan dengan cara menghitung perubahan dari net foreign asset dibandingkan dengan monetary base, The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again. (3.4) Δrest = perubahan dari cadangan internasional NFAt = net foreign asset pada periode t NFAt-1 = net foreign asset pada periode t-1 MBt-1 = monetary base pada periode t-1 Terakhir untuk mendapatkan data indeks EMP, dilakukan perhitungan standar deviasi untuk data Δert dan Δrest dan selanjutnya dihitung dengan persamaan sebagai berikut: The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again. (3.5) EMPt = nilai indeks EMP pada periode t σ ert = standar deviasi dari perubahan persentase nilai tukar nominal Rupiah terhadap US Dollar σ rest = standar deviasi dari perubahan cadangan internasional Δ Δ Seperti yang diajukan oleh Cardarelli et. al. (2009), nilai dari indeks EMP diukur untuk setiap komponennya (perubahan nilai tukar dan cadangan internasional) dengan menggunakan standar deviasi. Hal ini dilakukan untuk menyamakan volatilitas dari setiap komponen dan memastikan tidak ada komponen yang mendominasi nilai indeks. Setelah menentukan EMP Index, akan dilakukan kalkulasi Resistance Index untuk menganalisis kebijakan resistensi terhadap apresiasi nilai tukar yang dijalankan Bank Sentral, dengan persamaan sebagai berikut: The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again. (3.6) Pada dasarnya, ketika Resistance Index memiliki nilai lebih kecil atau sama dengan 0 maka berarti tidak terjadi resistensi terhadap EMP. Dalam keadaan ini, nilai tukar dapat dibiarkan mengambang bebas atau bahkan dilakukan kebijakan untuk memperbesar tekanan pada nilai tukar. Sebaliknya jika indeks bernilai lebih besar atau sama dengan 1, maka hal ini menggambarkan terjadinya resistensi yang besar terhadap pergerakan nilai tukar, bisa dalam bentuk kebijakan yang dilakukan untuk menahan pergerakan nilai tukar sampai pada keadaan yang ekstrem seperti menentang pergerakan nilai tukar sehingga bergerak berlawanan. Selanjutnya, metode pengolahan data time series untuk jangka panjang pada penelitian ini adalah regresi linier (OLS). Secara umum, metode OLS ini digunakan untuk menganalisis bagaimana hubungan dan signifikansi masing-masing variabel independen yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi pergerakan nilai tukar saat terjadi masuknya arus modal, terhadap variabel dependen yaitu pergerakan nilai tukar itu sendiri selama periode 1995 triwulan 1 sampai tahun 2012 triwulan 3. Penggunaan data time series pada semua variabel pada penelitian ini membutuhkan adanya uji stasioneritas pada setiap variabelnya. Stasioneritas data sangat penting dalam analisis menggunakan data time series untuk menghindari terjadinya regresi palsu dan mencegah terjadinya masalah autokorelasi pada hasil regresi. Hal ini dikarenakan sebagian besar data time series umumnya memiliki keterkaitan antar waktu. Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 6 Untuk melakukan uji stasioneritas dapat dilakukan dengan menggunakan uji Augmented DickeyFuller (ADF) atau Phillips-Perron (PP) yaitu dengan melakukan uji unit root pada setiap variabel yang akan digunakan. Adanya masalah unit root menunjukkan bahwa data tersebut tidak stasioner, sebaliknya jika tidak terdapat masalah dalam unit root maka data tersebut dapat dikatakan sudah stasioner. Penelitian ini akan menggunakan pengujian ADF Statistik untuk menguji adanya unit root pada setiap variabel dalam model penelitian, namun untuk memperkuat analisis maka penulis akan tetap menggunakan uji PhillipPerron sebagai pendukung analisis. Setelah melakukan pengolahan data regresi OLS untuk model jangka panjang, penulis akan melakukan uji kointegrasi untuk melihat apakah model ini memiliki hubungan jangka panjang. Kointegrasi merupakan kombinasi linear variabel-variabel yang tidak stasioner, tetapi secara teori mungkin juga terdapat hubungan non-linear jangka panjang diantara variabel-variabel yang terintegrasi (Enders, 2004). Penelitian ini akan melakukan pengujian kointegrasi Engel-Granger yaitu dengan menguji kointegrasi dari residual persamaan jangka panjang. Apabila koefisien residual dari model persamaan jangka panjang tidak menunjukkan adanya unit root maka persamaan tersebut dapat dikatakan terkointegrasi antara jangka pendek dengan jangka panjangnya (Hyder dan Mahboob, 2006) Jika variabel yang digunakan sudah terkointegrasi, maka dapat dikatakan terdapat keseimbangan jangka panjang antar variabel-variabel dalam model penelitian tersebut. Dari hasil regresi jangka pendek akan diketahui seberapa besar deviasi perilaku REER terhadap keseimbangan jangka panjangnya. Koefisien ini menjelaskan speed of adjustment variabel REER jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjangnya. Dinamika model inilah yang disebut dengan error correction. Semakin besar koefisien ECM menujukkan semakin jauhnya deviasi keadaan jangka pendek dari keseimbangan jangka panjangnya, sebaliknya semakin kecil koefisien ECM menggambarkan deviasi jangka pendek yang semakin kecil dengan keseimbangan jangka panjangnya. Spesifikasi Model Bentuk model yang akan dianalisis dibagi menjadi 2 persamaan, yaitu persamaan jangka panjang (OLS) dan jangka pendek (ECM). Adapun model jangka panjang penelitian ini adalah sebagai berikut: REERt = β0 + β1.Private Capital Inflowt + β2.BI-Ratet + β3.Government Expendituret + β4.Resistance Indext + β5.Dummy Large Capital Inflow Periodt + et (3.8) Pada dasarnya model jangka pendek memiliki spesifikasi yang serupa, hanya saja setiap variabel yang digunakan dibentuk dalam diferensial. Berikut adalah model jangka pendek dalam penelitian ini: ΔREERt = β0 + β1.ΔPrivate Capital Inflowt + β2.ΔBI-Ratet + β3.ΔGovernment Expendituret + β4.ΔResistance Indext + β5.Dummy Large Capital Inflow Periodt + β6.Lag ECTt-1 + et (3.9) Spesifikasi model regresi akan menggunakan satu variabel boneka (dummy variable) untuk periode terjadinya arus modal masuk yang besar. Penggunakan variabel dummy dilakukan untuk melihat dampak dari periode terjadinya arus modal masuk yang besar terhadap apresiasi nilai tukar. Alasan utama dari pemilihan regresi ECM sebagai metode pengolahan data adalah karena penulis ingin mengetahui bagaimana dan seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel independen, khususnya arus modal masuk dan resistance index, terhadap nilai tukar riil efektif Rupiah pada jangka panjang dan jangka pendek, serta deviasi jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjangnya. Adapun sesuai dengan teori serta penemuan dalam beberapa literatur sebelumnya, hipotesis penelitian ini secara ringkas dapat dilihat melalui tabel di bawah ini: Tabel 1. Hipotesis Penelitian Variabel Hipotesis Jangka Panjang Hipotesis Jangka Pendek Private Capital Inflow per GDP Government Expenditure per GDP Resistance Index BI – Rate Dummy Large Capital Inflow Positif (+) Positif (+) Positif (+) Positif (+) Negatif (-) Positif (+) Positif (+) Negatif (-) Positif (+) Positif (+) Analisis dan Pembahasan Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 7 Sesuai dengan metode yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya, untuk mengetahui periodeperiode dimana terjadi aliran arus modal masuk yang besar digunakan perhitungan Hodrick Prescott (HP) Filter, standar deviasi, dan 75th percentile. Hasil dari perhitungan tersebut dapat dilihat pada grafik berikut. The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again. Grafik 3. Aliran Arus Modal Swasta Sumber: IMF (diolah oleh penulis) Dari hasil perhitungan, didapat 20 periode yang termasuk kategori arus modal besar selama interval penelitian, yaitu tahun 1995 Q2-Q4, 1996 Q1-Q4, 1997 Q1-Q3, 2003 Q4, 2004 Q3-Q4, 2005 Q4, 2006 Q1, 2007 Q2, 2010 Q1, 2010 Q3-Q4, dan 2011 Q2. Nilai-nilai pada periode ini selanjutnya akan bernilai 1 pada dummy periode arus modal besar dalam model ekonometrika. Selanjutnya, hasil dari pengujian stasioneritas data dengan menggunakan uji ADF dan uji PP dengan tingkat kesalahan 5% pada tingkat level dan first difference adalah sebagai berikut: Tabel 2. Hasil Uji Stasioneritas Data Augmented Dickey Fuller Tingkat Level Phillips-Perron First Difference Tingkat Level First Difference Variabel P-Value Hasil P-Value Hasil P-Value Hasil P-Value Hasil REER 0.2423 TS 0.0000 S 0.1227 TS 0.0000 S Arus Modal Swasta Pengeluaran Pemerintah 0.0013 S 0.0000 S 0.0015 S 0.0000 S 0.0000 S 0.0000 S 0.0000 S 0.0000 S Resistance Index 0.0000 S 0.0000 S 0.0000 S 0.0000 S BI – Rate 0.1512 TS 0.0000 S 0.0788 TS 0.0000 S Dummy Periode Arus Modal Besar 0.0004 S 0.0000 S 0.0007 S 0.0000 S Sumber: data diolah penulis Catatan: S = Stasioner; TS = Tidak Stasioner Hasil uji stasioneritas data pada tingkat level menunjukkan bahwa tidak semua data stasioner. Variabel nilai tukar riil efektif dan suku bunga Bank Indonesia tidak stasioner pada tingkat level pada tingkat kesalahan 5%, oleh karena itu dilanjutkan dengan mengambil difference dari variabel-variabel tersebut. Hasil pengujian pada ordo first difference menunjukkan bahwa semua variabel bersifat stasioner. Berikut adalah hasil regresi OLS pada model jangka panjang menggunakan persamaan seperti yang tertulis pada persamaan (3.8) pada penelitian ini: Tabel 3. Hasil Regresi Jangka Panjang dengan OLS Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 8 Keterangan : Variabel Dependen: REER Koefisien dan Hasil Regresi Arus Modal Swasta per PDB t-stat Pengeluaran Pemerintah per PDB t-stat BI – Rate t-stat Resistance Index t-stat Dummy Large Capital Inflow Period t-stat Konstanta t-stat 1.162978 5.17*** 0.7896515 1.00 -0.4141164 -3.58*** -0.8302704 -1.26 12.22536 4.48*** 84.69213 12.06 R-squared Adjusted R-squared Jumlah Observasi Durbin-Watson Stat Prob(F-statistic) 0.7641 0.7456 70 1.248112 0.000000 * : signifikan pada α = 10% ** : signifikan pada α = 5% *** : signifikan pada α = 1% Setelah mendapatkan hasil regresi model jangka panjang dengan menggunakan metode OLS, berikut adalah hasil uji kointegrasi dengan menggunakan Engel-Granger pada residual dari persamaan regresi jangka panjang adalah sebagai berikut: Tabel 4.3 Hasil Uji Kointegrasi dengan Engel-Granger Interpolated Dickey-Fuller Test Statistic 1% Critical Value 5% Critical Value 10% Critical Value Z(t) -5.508 -3.553 -2.915 -2.592 MacKinnon Approximate p-value for Z(t) = 0.0000 Hasil uji kointegrasi ini menunjukkan bahwa residual dari persamaan regresi jangka panjang tidak mengandung unit root. Hal ini mengindikasikan kriteria kointegrasi terpenuhi, dimana dapat dikatakan bahwa variabel-variabel yang digunakan memiliki hubungan yang linear dan secara bersama-sama bergerak menuju keseimbangan nilai tukar riil efektif pada jangka panjangnya, walaupun jika secara terpisah masingmasing variabel tidak memiliki pergerakan yang sama. Untuk melihat pengaruh dari masuknya arus modal besar swasta dan variabel-variabel independen lainnya terhadap nilai tukar riil efektif pada jangka pendek, akan digunakan metode ECM. Dengan membentuk persamaan ECM, maka dapat diketahui bagaimana penyesuaian dinamika jangka pendek menuju jangka panjangnya. Selain itu juga terdapat variabel error correction term yang menunjukkan persentase deviasi dari keseimbangan jangka panjangnya serta speed of adjustment dari variabel terikat pada jangka pendek menuju ke keseimbangan jangka panjangnya. Berikut adalah hasil regresi jangka pendek menggunakan metode ECM: Tabel 4. Hasil Regresi Jangka Pendek dengan ECM Variabel Dependen: dREER Koefisien dan Hasil Regresi Arus Modal Swasta per PDB (d) t-stat Pengeluaran Pemerintah per PDB (d) t-stat BI – Rate (d) 0.7279175 5.81*** 0.2282398 0.60 -0.5957846 Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 9 Keterangan : t-stat Resistance Index (d) t-stat Dummy Large Capital Inflow Period t-stat Lag Residual (ECT) t-stat Konstanta (d) t-stat -5.19*** -0.1907761 -0.69 2.969435 1.86* -0.4732807 -5.12*** -0.9631612 -1.21 R-squared Adjusted R-squared Jumlah Observasi Durbin-Watson Stat Prob(F-statistic) 0.5157 0.4688 69 1.927637 0.00000 * : signifikan pada α = 10% ** : signifikan pada α = 5% *** : signifikan pada α = 1% Analisis Ekonomi Pada model regresi jangka panjang, variabel arus modal swasta berpengaruh secara signifikan pada α = 1% dan positif dengan koefisien sebesar 1.162978, hal ini sesuai dengan hipotesisnya dan berarti bahwa jika arus modal swasta per PDB meningkat sebesar 1 persen maka akan membuat nilai tukar efektif (REER) terapresiasi sebesar 1.16 poin. Berikut adalah grafik yang menunjukkan pergerakaan REER dan arus modal swasta ke Indonesia: Indeks Juta USD The image cannot be displayed. Your computer may not have enough memory to open the image, or the image may have been corrupted. Restart your computer, and then open the file again. If the red x still appears, you may have to delete the image and then insert it again. Grafik 5. Pergerakan REER dan arus modal swasta Sumber: IFS (diolah penulis) Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Mankiw (2007), bahwa aliran arus modal akan membuat nilai tukar domestik cenderung terapresiasi akibat meningkatnya permintaan akan mata uang domestik oleh para investor asing. Apresiasi nilai tukar riil akan membuat harga barang domestik relatif lebih mahal dibandingkan barang luar negeri, sehingga terjadi penurunan net ekspor. Penurunan dari net ekspor ini akan mengeliminasi dampak kebijakan fiskal ekspansif pada output. Di saat yang bersamaan, pada sistem perekonomian terbuka aliran arus modal akan membuat nilai tukar domestik cenderung terapresiasi akibat meningkatnya penawaran (supply) akan mata uang asing relatif terhadap mata uang domestik. Penjelasan terjadinya apresiasi nilai tukar riil akibat masuknya arus modal juga dapat dijelaskan dengan konsep Dutch Disease, dimana meningkatnya arus modal masuk akan meningkatkan tingkat upah riil, sehingga akan meningkatkan permintaan domestik. Naiknya permintaan akan meningkatkan tingkat harga domestik dari non-tradable goods relatif terhadap tradable goods. Karena REER merupakan nilai dari tingkat harga non-tradable goods domestik relatif terhadap tradable goods, maka kenaikan harga non-tradable Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 10 goods akan mengapresiasi nilai tukar riil (efek pengeluaran). Keterkaitan arus modal dengan nilai tukar Rupiah juga tercermin dari dampak masuknya arus modal internasional ke Indonesia dalam jumlah yang besar dan terus menerus dapat menstimulasi terjadinya overheating pada perekonomian, apresiasi nilai tukar riil efektif, dan membuat perekonomian menjadi rentan terhadap keluarnya aliran modal (Goeltom, 2008). Dari hasil regresi diketahui bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh secara signifikan bagi pergerakan nilai tukar riil efektif (REER) Rupiah pada α = 5%. Sesungguhnya koefisien variabel pengeluaran pemerintah yang positif sesuai dengan teori Mundell-Fleming yang telah dipaparkan sebelumnya, dimana kebijakan fiskal ekspansif akan menstimulasi apresiasi nilai tukar. Namun tidak signifikannya variabel ini dalam mempengarui nilai tukar riil efektif dalam penelitian ini mengindikasikan interpretasi yang berbeda. Hal ini dapat terjadi karena sesuai dengan data yang didapat dari IFS (IMF) dan SEKI Bank Indonesia, variabel konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan, dan belanja barang, baik pemerintah pusat dan daerah, tidak termasuk penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Konsumsi pemerintah disini tidak mencakup pembentukan modal dan investasi sehingga komponen ini bukan merupakan pengeluaran yang produktif dan signifikan dalam mempengaruhi nilai tukar riil efektif Rupiah. Dalam jangka panjang, variabel BI – Rate (tingkat bunga) menunjukkan tanda yang signifikan dan negatif dalam mempengaruhi nilai tukar riil efektif Rupiah (REER), dengan koefisien -0.4141164 pada α = 1%. Bertentangan dengan hipotesis, hal ini berarti bahwa jika terjadi kenaikkan pada BI – Rate sebesar 1 persen, dengan asumsi faktor lainnya konstan, maka akan mendepresiasi nilai tukar Rupiah sebesar 0.41 poin indeks. Berikut adalah grafik yang menggambarkan pergerakan tingkat bunga BI dan nilai tukar riil efektif Indonesia selama interval analisis: Indeks Persen Grafik 7. Pergerakan BI-Rate dan nilai tukar riil efektif Indonesia Sumber: IFS (diolah penulis) Hasil regresi ini sesungguhnya bertentangan dengan teori yang umum tentang suku bunga seperti dijelaskan oleh Krugman namun terdapat beberapa penjelasan dibalik fenomena ini, yaitu sejalan dengan persamaan Fisher yang menjelaskan bahwa diasumsikan peningkatan suku bunga nominal disebabkan oleh peningkatan ekspektasi harga pada suku bunga riil yang konstan, sehingga menyebabkan peningkatan permintaan akan uang untuk meningkatkan transaksi konsumsi. Peningkatan konsumsi ini akan menyebabkan peningkatan harga domestik sehingga nilai tukar riil efektif rupiah akan terdepresiasi untuk menjaga keseimbangan PPP. Teori lain adalah sesuai yang dikemukakan Mishkin (2007) bahwa peningkatan ekspektasi inflasi Indonesia akibat peningkatan suku bunga nominal akan menurunkan ekspektasi apresiasi nilai tukar riil efektif Rupiah. Turunnya ekspektasi apresiasi menyebabkan ekspektasi tingkat pengembalian aset domestik akan menurun sehingga menyebabkan permintaan terhadap aset domestik menurun. Penurunan terhadap permintaan aset domestik akan menyebabkan terjadinya depresiasi nilai tukar riil efektif Rupiah. Salah satu fenomena terkait hubungan negatif antara suku bunga dengan nilai tukar riil di Indonesia terjadi pada saat krisis 1997-1998, dimana pada saat itu, suku bunga BI-Rate sudah menunjukkan angka yang terus meningkat namun nilai tukar Rupiah tetap mengalami depresiasi terus menerus. Hal tersebut dijelaskan oleh Obstfeld dan Rogoff (2000) yang menyebutnya sebagai “exchange rate disconnect puzzle” dimana beberapa studi terkini yang meneliti hubungan antara tingkat bunga dan nilai tukar seringkali Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 11 menemukan hasil yang berbeda-beda (conflicting). Eichenbaum dan Evans (1995) menemukan bahwa pada negara-negara yang tergabung dalam G7, naiknya tingkat suku bunga cenderung mengapresiasi nilai tukar, sedangkan Calvo dan Reinhart (2002) menemukan bahwa pada negara berkembang, tidak ada hubungan yang sistematis antara kedua variabel tersebut. Hnatkovska, et. al., (2008) menjelaskan bahwa suku bunga yang tinggi memiliki 3 dampak; yaitu meningkatkan beban fiskal bagi pemerintah, mengurangi output dikarenakan biaya modal yang semakin tinggi, dan meningkatkan permintaan akan mata uang domestik. Kedua dampak pertama cenderung mendepresiasi nilai tukar sedangkan dampak yang terakhir cenderung mengapresiasi nilai tukar. Hasil regresi jangka panjang menunjukkan bahwa variabel Resistance Index ternyata tidak signifikan mempengaruhi nilai tukar riil efektif Rupiah. Resistance Index sesungguhnya menggambarkan tingkat resistensi bank sentral (Bank Indonesia) dalam menyikapi masuknya arus modal ke Indonesia. Indeks ini didapat dari perhitungan yang mengandung aspek perubahan nilai tukar nominal Rupiah terhadap US Dollar dan nilai perubahan cadangan internasional serta tekanan pada pasar mata uang itu sendiri (EMP). Beberapa alasan yang menyebabkan variabel resistensi bank sentral tidak efektif adalah sebagai berikut: (1) Bank Indonesia sebagai bank sentral memang jarang melakukan intervensi dan sterilisasi pada pasar uang ketika terjadi apresiasi Rupiah (baik dikarenakan masuknya arus modal atau faktor-faktor lainnya), melainkan dilakukan apabila terjadi depresiasi/potensi depresiasi nilai Rupiah. Resistensi pada apresiasi hanya dilakukan jika apresiasi Rupiah sudah berada pada tingkat yang membahayakan, yaitu apabila berdampak negatif bagi daya saing ekspor Indonesia, namun hal ini jarang terjadi. (2) Variabel resistensi tidak signifikan karena sesungguhnya komponen nilai tukar nominal sudah mengandung aspek intervensi didalamnya (dimana data bersifat confidential dari Bank Indonesia). Hal ini menyebabkan perhitungan resistence index yang menggunakan komponen nilai tukar nominal menjadi tidak efektif. Alasan lain yang menyebabkan resistensi bank sentral tidak efektif adalah karena bentuk resistensi ini dapat justru memicu naiknya tingkat suku bunga nominal. Mekanisme ini berjalan sebagai berikut: Ketika bank sentral melakukan operasi pasar terbuka dengan menjual obligasi atau surat berharga sebagai upaya sterilisasi agresif, para investor domestik yang menjadi target konsumen akan ingin membeli surat berharga tersebut jika terdapat return yang tinggi serta harga yang relatif rendah. Permintaan akan pengembalian (yield) yang tinggi akan mendorong naiknya tingkat suku bunga. Peningkatan suku bunga memiliki beberapa kemungkinan dampak namun salah satunya akan membuka celah bagi masuknya arus modal jangka pendek ke Indonesia sehingga dapat menstimulasi terjadinya apresiasi nilai tukar (Reinhart dan Reinhart, 1998). Oleh karena itu resistensi ini menjadi tidak efektif untuk menahan laju apresiasi nilai tukar. Variabel dummy yang menunjukkan periode dimana terjadi masuknya arus modal besar berpengaruh secara signifikan dan positif bagi nilai tukar riil efektif Rupiah dengan koefisien sebesar 12.22536. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian ini sekaligus menjelaskan bahwa setiap terjadi arus modal besar yang masuk ke Indonesia (variabel dummy bernilai 1), membuat nilai tukar riil efektif terapresiasi sebesar 12.22 poin indeks. Pada penelitian ini terjadi 20 triwulan yang masuk ke dalam kategori arus modal besar (large capital inflow), dari seluruh interval penelitian (70 triwulan). Hal ini mendukung signifikansi dari variabel arus modal swasta terhadap nilai tukar riil efektif dimana ketika terjadi arus modal masuk yang besar kedalam perekonomian domestik akan membuat nilai tukar riil terapresiasi pada jumlah yang jauh lebih tinggi dibandingkan jika arus modal tersebut tidak tergolong dalam kategori besar. Sebelum memasuki analisis ekonomi pada model ECM jangka pedek, penulis akan membahas interpretasi dari error correction term pada regresi jangka pendek dimana variabel Lag ECT memiliki pengaruh yang signifikan dengan nilai -0.4732807. Variabel Lag ECT ini menggambarkan deviasi nilai tukar riil efektif jangka pendek dari nilai tukar riil efektif keseimbangan pada jangka panjangnya. Koefisien dari variabel ini menunjukkan kecepatan penyesuaian dari nilai tukar riil efektif jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjangnya. Pengertian dari nilai -0.47 pada variabel Lag ECT adalah bahwa deviasi nilai tukar riil efektif Rupiah jangka pendek adalah sebesar 47% dari keseimbangan jangka panjangnya. Hal ini juga mengindikasikan bahwa REER jangka pendek akan bergerak menuju keseimbangan jangka panjangnya dengan kecepatan penyesuaian sebesar 47% setiap triwulan hingga REER jangka pendek mencapai keseimbangan jangka panjangnya. Hasil perhitungan regresi jangka pendek dengan menggunakan ECM ternyata juga memberikan signifikansi serta pengaruh yang sama untuk setiap variabel yang diuji, dimana arus modal swasta per PDB dan dummy periode arus modal masuk besar memberikan pengaruh yang positif dan signifikan sedangkan tingkat bunga (BI-Rate) memberikan pengaruh yang signifikan dan negatif. Hal ini menunjukkan pada bahwa pada jangka pendek maupun jangka panjang, nilai tukar riil efektif Rupiah secara signifikan dipengaruhi oleh tiga variabel tersebut. Sedangkan sisa variabel lainnya (pengeluaran pemerintah dan resistance index) ternyata tidak secara signifikan mempengaruhi nilai tukar riil efektif Rupiah. Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 12 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengolahan data dan analisis terhadap pengaruh dari masuknya arus modal besar (large capital inflows) dan kebijakan bank sentral, dalam hal ini dalam bentuk resistensi Bank Indonesia terhadap pergerakan nilai tukar riil efektif Rupiah sepanjang periode analisis triwulan pertama tahun 1995 sampai dengan triwulan ketiga tahun 2012 menggunakan regresi time series dengan metode error correction model, maka didapatkan beberapa kesimpulan untuk menjawab pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Sesuai dengan hipotesis penelitian ini, berdasarkan hasil pengujian pada regresi model jangka panjang, didapatkan bahwa masuknya arus modal swasta memberikan dampak yang signifikan dan positif bagi nilai tukar riil efektif Rupiah. Hal ini terjadi dikarenakan pada sistem perekonomian terbuka, masuknya aliran arus modal akan meningkatkan supply mata uang asing sehingga nilai tukar domestik akan mengalami apresiasi. Selain itu juga terjadi peningkatan permintaan akan mata uang domestik oleh para investor asing yang menstimulasi terjadinya apresiasi nilai tukar. 2. Variabel bebas resistance index yang menggambarkan resistensi bank sentral terhadap pergerakan nilai tukar riil efektif ternyata tidak secara signifikan mempengaruhi nilai tukar riil efektif, walaupun benar variabel ini memberikan pengaruh negatif. Hal ini disebabkan resistensi bank sentral yang agresif akan memicu naiknya tingkat suku bunga nominal sehingga justru membuka celah bagi masuknya arus modal mengalir ke Indonesia dan menstimulasi apresiasi pada nilai tukar. 3. Tingkat bunga yang ditetapkan bank sentral memiliki pengaruh yang signifikan dan negatif bagi nilai tukar riil efektif Rupiah. Hal ini disebabkan karena peningkatan suku bunga akan meningkatkan ekspektasi inflasi sehingga menurunkan ekspektasi apresiasi nilai tukar riil efektif Rupiah. Turunnya ekspektasi apresiasi menyebabkan ekspektasi tingkat pengembalian aset domestik menurun sehingga menyebabkan permintaan terhadap aset domestik menurun. Penurunan terhadap permintaan aset domestik akan menyebabkan terjadinya depresiasi nilai tukar riil efektif Rupiah. 4. Periode dimana terjadi masuknya arus modal besar ke Indonesia berpengaruh secara positif dan signifikan bagi nilai tukar riil efektif Rupiah. Hal ini mendukung konsistensi dan signifikansi dari pengaruh masuknya arus modal swasta ke Indonesia yang akan membuat nilai tukar riil efektif Rupiah mengalami apresiasi. 5. Walaupun memiliki pengaruh positif bagi nilai tukar riil efektif, namun variabel pengeluaran pemerintah tidak secara signifikan mempengaruhi nilai tukar riil efektif. Hal ini disebabkan karena data konsumsi pemerintah merupakan pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan, dan belanja barang pemerintah pusat dan daerah. Hal ini menyebabkan variabel konsumsi pemerintah bukan merupakan pengeluaran yang produktif dan signifikan dalam mempengaruhi nilai tukar riil efektif Rupiah. 6. Berdasarkan model jangka pendek ECM, didapatkan bahwa variabel yang secara signifikan mempengaruhi nilai tukar riil efektif adalah variabel-variabel yang sama pada hasil regresi jangka panjang dengan pengaruh yang juga sama, yaitu arus modal swasta, variabel dummy, dan tingkat bunga BI – Rate. Hal ini menunjukkan bahwa baik pada jangka panjang maupun jangka pendek, nilai tukar riil efektif Rupiah secara signifikan dipengaruhi oleh variabel-variabel tersebut. 7. Cukup menarik adalah bahwa resistensi bank sentral tetap tidak memberikan pengaruh yang signifikan bagi nilai tukar riil efektif Rupiah, walaupun memiliki pengaruh negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa baik pada jangka panjang maupun jangka pendek, resistensi bank sentral tidak berpengaruh secara signifikan bagi pergerakan nilai tukar riil efektif Rupiah. 8. Variabel Lag ECT (error correction term) memiliki pengaruh yang signfikan dan negatif terhadap nilai tukar riil efektif Rupiah. Variabel ini menunjukkan adanya deviasi antara nilai tukar riil efektif Rupiah jangka pendek dengan keseimbangan jangka panjangnya. Simbol negatif menggambarkan bahwa nilai tukar riil efektif jangka pendek akan bergerak menuju keseimbangan jangka panjangnya dengan speed of adjustment sebesar 47%. Saran Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 13 Adapun beberapa saran yang diajukan oleh penulis setelah melakukan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Besarnya arus modal yang masuk ke Indonesia secara signifikan mempengaruhi apresiasi nilai tukar riil efektif Rupiah. Tanpa pengendalian yang baik, menguatnya Rupiah dapat menjadi bumerang bagi kondisi ekspor impor Indonesia dimana mata uang Rupiah menjadi relatif lebih mahal di pasar internasional. Hal ini membuat pemerintah harus jeli menimbang cara-cara serta cost and benefit dalam mengendalikan nilai tukar, dimana tingkat bunga merupakan cara yang efektif dalam mengendalikan nilai tukar, sedangkan resistensi yang mengandung perubahan cadangan devisa serta nilai tukar nominal kurang signifikan dalam mempengaruhi nilai tukar riil efektif. 2. Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut: 1. Menggunakan variabel atau proxy lain untuk melihat pengaruh tingkat bunga terhadap pergerakan nilai tukar. 2. Melakukan pengujian untuk melihat ada/tidaknya hubungan endogenitas antara variabel dependen dengan variabel independen. 3. Menggunakan variabel dan pendekatan lain untuk melihat perilaku bank sentral dalam melakukan resistensi, contohnya adalah indeks sterilisasi untuk melihat sejauh mana bank sentral melakukan sterilisasi untuk mempengaruhi nilai tukar riil efektif Rupiah serta signifikansinya. Daftar Pustaka Athukorala, P., & Rajapatirana, S. (2003). Capital Inflows and The Real Exchange Rate: A Comparative Study of Asia and Latin America. The World Economy, Wiley Blackwell , 26 (4), 613-637. Bakardzhieva, D., Naceur, S. B., & Kamar, B. (2010). The Impact of Capital and Foreign Exchange Flows on the Competitiveness of Developing Countries. IMF Working Paper. Branson, W. H. (1981). Macroeconomic Determinants of Real Exchange Rates. NBER Working Paper Series, 801. ASEAN. (2012). Retrieved 2012 йил 19-­‐12 from ASEAN Web Site: http://www.asean.org/asean/about-­‐asean ASEAN. (2012). ASEAN Annual Report 2011-­‐2012. Jakarta: The ASEAN Secretariat. ASEAN. (2012). ASEAN Annual Report 2011-­‐2012. Jakarta: ASEAN Secretariat. ASEAN. (2008). ASEAN Economic Community Blueprint. Jakarta: The ASEAN Secretariat. Barro, R. J., & Sala-­‐i-­‐Martin, X. (1990). Economic Growth and Convergence Across the United States. NBER Working Paper Series , 3419. Barro, R., & Sala-­‐i-­‐Martin, X. (1990 йил Agustus). Economic Growth and Convergence across United States. NBER Working Paper #3419 . Barro, R., Sala-­‐i-­‐Martin, X., Blanchard, O. J., & Hall, R. E. (1991). Convergence Across States and Regions. Brooking Papers on Economic Activity , 1991 (1), 107-­‐182. Bunyaratavej, K., & Hahn, E. D. (2003). Convergence and Its Implications for A Common Currency in ASEAN. ASEAN Economic Bulletin , 20 (1), 49-­‐59. Cass, D. (1965). Optimum Growth in An Aggregative Model of Capital Accumulation. Review of Economic Studies , 32. Channel News Asia. (2012 йил 27-­‐Agustus). Rich-­‐poor gap hinders ASEAN integration: Cambodia. Retrieved 2012 йил 7-­‐September from Channelnewsasia.com: A Mediacorp Interactive Media: http://www.channelnewsasia.com/stories/afp_asiapacific_business/view/1222390/1/.html Chowdurry, K., & Mallik, G. (2011). Pairwise Output Convergence in Selected Countries of East Asia and the Pacific. ASEAN Economic Bulletin , 28 (1), 1-­‐15. Fukuda, S.-­‐i., & Toya, H. (1995). Conditional Convergence in East Asian Countries: The Role of Exports in Economic Growth. In T. Ito, & A. O. Krueger (Eds.), Growth Theories in Light of the East Asian Experience (Vol. 4, pp. 247-­‐265). University of Chicago Press. Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia 14 Ghosh, M. (2007). Regional Economic Integration and Convergence in Asia. The International Journal of Economic Policy Studies , 2, 29-­‐45. Global Times. (2012). ASEAN Needs to Double Efforts to Realize A Community in 2015. Retrieved 2012 йил 7-­‐September from http://www.globaltimes.cn/content/731769.shtml Gujarati, D. (2003). Basic Econometrics (4 ed.). Singapore: McGraw-­‐Hill. Haider, A., Hameed, S., & Wajid, A. (2010 йил 5-­‐Juni). Income Convergence Hypothesis: A Regional Comparison of selected East and South Asian Economies. Munich Personal RePEc Archive Paper No. 23739 . Ismail, N. W. (2008). Growth and Convergence in ASEAN: A Dynamic Panel Approach. International Journal of Economics and Management , 2 (1), 127-­‐140. Jakarta Globe. (2012). Rich-­‐Poor Gap Hinders Asean Integration: Cambodia. Retrieved 2012 йил 7-­‐September from http://www.thejakartaglobe.com/home/rich-­‐poor-­‐gap-­‐hinders-­‐ asean-­‐integration-­‐cambodia/540564 Karras, G. (2009). Economic Growth Convergence in Asia, 1970-­‐2003: Empirical Evidence from the Solow Model. The IUP Journal of Monetary Economics , 7, 73-­‐84. Lee, K. L., & McAleer, M. (2000). Convergence and Catching Up in South-­‐East Asia: A Comparative Analysis. Maier, G., & Trippl, M. (2009). Location/Alloacation of Regional Growth. In R. Capello, & P. Nijkamp (Eds.), Handbook of Regional Growth and Development Theories (pp. 53-­‐65). Cheltenham, United Kingdom: Edward Elgar Publishing Limited. Morley, B. (2006 йил 6-­‐November). Personal Home Pages: Bruce Morley. Retrieved 2012 йил 10-­‐Desember from University of Bath Web site: http://people.bath.ac.uk/bm232/EC50161/Chow%20Test.doc Ong, H.-­‐B., & Habibullah, M. S. (2008). Evidence of Ongoing Convergence within ASEAN. Journal of Applied Science , 8 (14), 2592-­‐2598. Radelet, S. (1998 йил Agustus). The Onset of the East Asian Financial Crisis. NBER Working Paper 6680 . Reuters. (2012). Analysis: Southeast is Asia's safe haven as China, India stumble. Retrieved 2012 йил 7-­‐September from http://reut.rs/Nmtgu0 Solow, R. M. (1956). A Contribution to the Theory of Economic Growth. The Quarterly Journal of Economics , 70 (1), 65-­‐94. Analisis Dampak..., Edlin Prabawa, FE UI, 2013 Universitas Indonesia