2.1 Pengertian Magnet Magnet atau magnit adalah suatu obyek

advertisement
2.1 Pengertian Magnet
Magnet atau magnit adalah suatu obyek yang mempunyai suatu medan magnet.
Magnet dapat dibuat dari bahan besi, baja, dan campuran logam serta telah banyak
dimanfaatkan untuk industri otomotif dan lainnya. Setiap magnet memiliki dua
kutub, yaitu: utara dan selatan. Kutub magnet adalah daerah yang berada pada
ujung-ujung magnet dengan kekuatan magnet yang paling besar berada pada
kutub-kutubnya.
2.2 Macam-Macam Magnet
Berdasarkan sifat kemagnetannya magnet dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
a. Magnet Permanen
Magnet permanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan medan
magnet yang besarnya tetap tanpa adanya pengaruh dari luar atau disebut
magnet alam karena memiliki sifat kemagnetan yang tetap.
b. Magnet Remanen
Magnet remanen adalah suatu bahan yang dapat menghasilkan magnet
yang bersifat sementara. Medan magnet remanen dihasilkan dengan cara
mengalirkan arus listrik atau digosok-gosokkan dengan magnet alam. Bila
suatu bahan penghantar dialiri arus listrik yang dialirkan, besarnya medan
magnet yang dihasilkan tergantung pada besarnya arus listrik yang
dialirkan. Medan magnet remanen yang digunakan dalam praktek
kebanyakan dihasilkan oleh arus dalam kumparan yang berinti besi. Agar
medan magnet yang dihasilkan cukup kuat, kumparan diisi dengan besi
atau bahan sejenis besi dan sistem ini dinamakan electromagnet.
Keuntungan electromagnet adalah bahwa kemgnetannya dapat dibuat
sangat kuat, tergantung dengan arus yang dialirkan. Dan kemagnetannya
dapat dihilangkan dengan memutuskan arus listriknya
2.3 Sifat – Sifat Magnet Permanen
Sifat – sifat kemagnetan magnet permanen ( hard ferrite ) dipengaruhi oleh
kemurnian bahan, ukuran butir (grain size), dan orientasi kristal. Parameter
kemagnetan juga dipengaruhi oleh temperatur. Koersivitas dan remanensi akan
berkurang apabila temperaturnya mendekati temperatur curie (Tc) dan akan
kehilangan sifat kemagnetannya (Taufik, 2006)
2.3.1 Koersivitas
Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet dan soft magnet.
Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan
dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Tinggi
koersivitas, juga disebut medan koersif, dan bahan feromagnetik. Koersivitas
biasanya diukur dalam oersted atau ampere / meter dan dilambangkan Hc. (Pooja,
2010)
2.3.2 Remanensi
Remanensi atau keterlambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses
magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada
saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas
medan magnet H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu.
Bagaimanapun juga koersivitas sangat dipengaruhi oleh remanensinya. Oleh
karena itu besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas
pada magnet menjadi sangat penting (Jiles, 1996)
2.3.3 Temperatur Curie
Temperatur Curie (Tc) dapat didefinisikan sebagai temperatur kritis dimana
fase magnetik bertransisi dari konfigurasi struktur magnetik yang teratur menjadi
tidak teratur (Takanori, 2011)
2.3.4 Medan Anisotropi (HA)
Medan anistropi (HA), juga merupakan nilai intrinsik yang sangat penting
dari magnet permanen karena nilai ini dapat di definisikan sebagai koersivitas
maksimum yang menunjukkan besar medan magnet luar diberikan dengan arah
berlawanan untuk menghilangkan medan magnet permanen. Anistropi magnet
dapat muncul dari berbagai sebab seperti bentuk magnet, struktur kristal, efek
strees, dan lain sebagainya (konsorsium magnet).
2.4 Sifat Kemagnetan Bahan
Bahan magnetik adalah suatu bahan yang memiliki sifat kemagnetan dalam
komponen pembentuknya. Sifat-sifat kemagnetan bahan pada material magnet
dapat diklasifikasikan antara lain ferromagnetik, ferrimagnetik, paramagnetik dan
diamagnetik.
2.4.1 Bahan Ferromagnetik
Ferromagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
magnetik positif yang sangat tinggi. Dalam bahan ini sejumlah kecil medan
magnetik luar dapat menyebabkan derajat penyearahan yang tinggi pada momen
dipol magnetik atomnya. Dalam beberapa kasus, penyearahan ini dapat bertahan
sekalipun medan kemagnetannya telah dihilang. Hal ini terjadi karena momen
dipol magnetik atom dari bahan-bahan ferromagnetik ini mengarahkan gaya-gaya
yang kuat pada atom disebelahnya. Sehingga dalam daerah ruang yang sempit,
momen ini disearahkan satu sama lain sekalipun medan luarnya tidak ada lagi.
Daerah ruang tempat momen dipol magnetik disearahkan, tetapi arah
penyearahnya beragam dari daerah sehingga momen magnetik total dari kepingan
mikrokopi bahan ferromagnetik ini adalah nol dalam keadaaan normal (Tipler,
2001)
Gambar 2.1 Momen Magnetik Dari Sifat Ferromagnetik
2.4.2 Ferrimagnetik
Pada bahan yang bersifat dipol yang berdekatan memiliki arah yang
berlawanan tetapi momen magnetiknya tidak sama besar. Bahan ferrimagnetik
memiliki nilai susepbilitas tinggi tetapi lebih rendah dari bahan ferromagnetik,
beberapa contoh dari bahan ferrimagnetik adalah ferrite dan magnetite (Mujiman,
2004)
Gambar 2.2 Momen Magnet Dari Sifat Ferimagnetik
2.4.3 Paramagnetik
Bahan paramagnetik adalah bahan – bahan yang memiliki suseptibilitas
magnetik Xm yang positif dan sangat kecil. Paramanetik muncul dalam bahan
atom – atomnya memiliki momen magnetik hermanen yang berinteraksi satu sama
lain secara sangat lemah. Apabila tidak terdapat medan magnetik luar, momen
magnetik ini akan berorientasi acak. Dengan adanya medan magnetik luar,
momen magnetik ini arahnya cenderung sejajar dengan medannya, tetapi ini
dilawan oleh kecenderungan momen untuk berorientasi acak akibat gerak
termalnya. Perbandingan momen yang menyearahkan dengan medan ini
bergantung pada kekuatan medan pada temperatur yang sangat rendah, hampir
seluruh momen akan disearahkan dengan medannya ( Tipler, 2001)
Gambar 2.3 Momen Magnetik Dari Sifat Paramagnetik
Karakteristik dari bahan yang bersifat paramagnetik adalah memiliki momen
magnetik permanen yang akan cenderung menyearahkan diri sejajar dengan
medan arah magnet dan harga suseptibilitas megnetiknya berbanding terbalik
dengan suhu T adalah merupakan hukum curie (Tipler, 2001)
2.4.4 Diamagnetik
Bahan diamagnetik merupakan bahan yang memiliki nilai suseptibilitas
negatif dan sangat kecil. Sifat diamagnetik ditemukan oleh faraday pada tahun
1846 ketika sekeping bismuth ditolak oleh kedua kutub magnet, hal ini
memperlihatkan bahwa medan induksi dari magnet tersebut menginduksi momen
magnetik pada bismuth pada arah berlawanan dengan medan induksi pada magnet
(Tipler, 2001)
2.5 Material Magnet Lunak dan Magnet Keras
Material magnetik diklasifikasikan menjadi dua yaitu material magnetik
lemah atau soft magnetik materials maupun material magnetik kuat atau hard
magnetic materials.
2.5.1 Magnet Lunak ( Soft Magnetic )
Bahan magnetik lunak (soft magnetic) dapat dengan mudah termagnetisasi dan
mengalami demagnetisasi. Magnet lunak mempertahan kan sifat magnet. Magnet
lunak (soft magnetic) menunjukkan histerisis loop yang sempit, sehingga
magnetisasi mengikuti variasi medal listrik hampir tanpa hysterisis loss. Magnet
lunak (soft magnetic) digunakan untuk meningkatkan fluks, yang dihasilkan oleh
arus listrik didalamnya. Faktor kualitas dari bahan magnetik lunak adalah untuk
mengukur permeabilitas yang sehubungan dengan medan magnet yang diterapkan.
Parameter
utama
lainnya
adalah
koersivitas,
magnetisasi
saturasi
dan
konduktivitas listrik.
Gambar 2.4 Kurva histerisis magnet lunak (soft magnetic) (Poja Chauhan, 2010)
Bahan magnetik lunak ideal akan memiliki koersivitas rendah (Hc), saturasi
yang sangat besar (Ms), remanen (Br) nol, hysterisis loss dan permeabilitas yang
sangat besar. Kurva histerisis bahan magnetik lunak ditunjukkan pada gambar 2.4.
beberapa bahan penting magnetik lunak diantaranya Fe, paduan Fe-Si, Ferit lunak
(MnZnFe2O4), besi silikon dll (Poja Chauhan, 2010)
2.5.2 Magnet Keras ( Hard Magnetic)
Bahan magnet keras (hard magnetic) juga disebut sebagai magnet permanen yang
digunakan untuk menghasilkan medan yang kuat tanpa menerapkan arus ke koil.
Magnet permanen memerlukan koersivitas tinggi, yang membutuhkan koersivitas
tinggi. Dalam bahan magnet keras (hard magnetic) anisotropi diperlukan
magnetik uniaksial dan sifat magnetik berikut :
1. Koersivitas tinggi (high coersivity) : koersivitas, juga disebut medan
magnet koersif, dari bahan feromagnetik adalah intensitas medan magnet
yang diterapkan atau diperlukan untuk mengurangi magnetisasi bahan ke
nol setelah magnetisasi sampel telah mencapai saturasi. Koersivitas
biasanya diukur dalam satuan oersted atau ampere / meter dan
dilambangkan Hc. Bahan dengan koersivitas tinggi disebut bahan
ferromagnetik keras dan digunakan untuk membuat magnet permanen.
2. Magnetisasi besar (large magnetization) : proses pembuatan substansi
sementara atau magnet permanen, dengan memasukkan bahan medan
magnet.
Gambar 2.5 kurva histerisis magnet keras (hard magnetic) (Poja Chauhan, 2010)
2.6
Magnet Keramik
Keramik adalah bahan – bahan yang tersusun dari senyawa anorganik
bukan logam yang pengolahan melalui perlakuan dengan temperatur tinggi.
Kegunaannya adalah untuk dbuat berbagai keperluan desain teknis
khususnya
dibidang
kelistrikan,
elektronika,
mekanik
dengan
memamfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material
ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang
mengalir dalam sebuah kumparan atau selonoida untuk mempertahankan
medan magnet yang dimilikinya. Disamping itu, magnet permanen juga
dapat memberikan medan yang konstan tanpa engeluarkan daya yang
kontinu.
Bahan keramik bersifat magnetik umumnya merupakan golongan
ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematite (α-Fe2O3) sebagai
komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan
meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga dikenal sebagai
magnet keramik, bahan ini tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit
besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO (Fe2O3) dimana M adalah Ba,
Sr, atau Pb dengan reaksi kimia sebagai berikut :
6Fe2O3 + SrCO3
6Fe2O3 + SrO CO2
6Fe2O3 + SrO
SrO . 6Fe2O3
Ferit dapat digolongan menjadi tiga kelas. Kelas pertama adalah ferit
lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O3, dengan M adalah Cu, Zn, Ni,
Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel sifat bahan ini
mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang
rendah. Kelas kedua adalah ferit keras, ferit ini adalah turunan dari struktur
magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe2O3, dengan M adalah Ba,
Sr, atau Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan remanen yang tinggi
dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen
magnetik yang sejajar dengan sumbu c. Kelas ketiga adalah ferit berstruktur
garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada
suhu secara khusus. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel
satuan disusun tidak kurangdari 160 atom (N. Idayanti dan Dedi, 2002)
Barium heksaferrite merupakan keramik oksida komplek dengan
rumus kimia BaO.6Fe2O3 atau BaFe12O19. Barium hexaferrite mempunyai
kestabilan kimia yang bagus dan relatif murah dan kemudahan dalam
produksi. Walaupun kekuatan magnet heksaferit lebih rendah dibandingkan
jenis magnet terbaru berbasis logam tanah jarang, magnet permanen hexaFerrite (Ba-ferrite dan Sr-ferrite) masih menempati tempat teratas dalam
pasar magnet permanen dunia baik dalam hal ini uang maupun berat
produksi.
Barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 yang memiliki parameter kisi a =
5,8920 Angstrom, dan c = 23,1830 Angstrom. Gambar struktur kristal
barium hexa Ferrite BaO.6Fe2O3 diperlihatkan pada gambar 2.6
Gambar 2.6 Struktur kristal BaO.6Fe2O3 (Moulson A.J, et all., 1985)
Barium hexaferit dapat disintesa dengan beberapa metoda seperti
kristalisasi gas, presipitasi hidrotermal, sol-gel, aerosol, copresipitasi dan
pemaduan mekanik. Diantara metoda ini pemaduan/gerus mekanik adalah
ekonomis karena ketersedian bahan baku secara komersial dan relatif
murah. Selain itu, penanganan material relatif sederhana untuk proses
pemaduan mekanik dan produksi skala besar dapat diimplementasikan
dengan mudah.
2.7
Metode Metalurgi Serbuk
Metalurgi serbuk adalah metode yang terus dikembangkan dari proses
manufaktur yang dapat mencapai bentuk komponen akhir dengan mencampurkan
serbuk secara bersamaan dan dikompaksi dalam cetakan, dan selanjutnya disinter
di dalam furnace ( tungku pemanas).
Langka-langkah yang harus dilalui dalam metalurgi serbuk, antara lain :
1. Preparasi material
2. Pencampuran (mixing)
3. Penekanan (kompaksi)
4. Pemanasan (sintering)
Proses pemanasan yang dilakukan harus berada di bawah titik leleh serbuk
material yang digunakan. Setiap proses dalam pembuatan metalurgi serbuk sangat
mempengaruhi kualitas akhir produk yang dihasilkan. Material komposit yang
dihasilkan dari proses metalurgi serbuk adalah komposit isotropik, yaitu komposit
yang mempunyai penguat (filler) dalam klasifikasi partikulet.
 Keuntungan proses metalurgi serbuk, antara lain :
• Mampu melakukan kontrol kualitas dan kuantitas material
• Mempunyai presisi yang tinggi
• Kecepatan produksi tinggi
 Keterbatasan metalurgi serbuk, antara lain :
• Biaya pembuatan yang mahal dan terkadang serbuk sulit
penyimpanannya.
• Dimensi yang sulit tidak memungkinkan, karena selama penekanan
serbuk logam tidak mampu mengalir keruang cetakan
• Sulit untuk mendapatkan kepadatan yang merata
2.7.1 Pencampuran (Mixing)
Ada 2 macam pencampuran, yaitu :

Pencampuran basah (wet mixing)
Yaitu proses pencampuran dimana serbuk matrik dan filler dicampur
terlebih dahulu dengan pelarut polar. Metode ini dipakai apabila material
(matrik filler) yang digunakan mudah mengalami oksidasi. Tujuan
pemberian pelarut polar adalah untuk mempermudah proses pencampuran
material yang digunakan dan untuk melapisi permukaan material supaya
tidak berhubungan dengan udara luar sehingga mencegah terjadinya
oksidasi pada material yang digunakan.

Pencampuran kering (dry mixing)
Yaitu proses pencampuran yang dilakukan tanpa menggunakan pelarut
untuk membantu melarutkan dan dilakukan diudara luar. Metode ini dipakai
apabila material yang digunakan tidak mudah mengalami oksidasi.
Faktor penentu kehomogenan distribusi partikel, antara lain :
•
Kecepatan pencampuran
•
Lamanya waktu pencampuran
•
Ukuran partikel
•
Jenis material
•
Temperatur
•
Media pencampuran
Semakin besar kecepatan pencampuran, semakin lama waktu pencampuran,
dan semakin kecil ukuran partikel yang dicampur, maka distribusi partikel
semakin homogen. Kehomogenan campuran sangat berpengaruh pada proses
penekanan (kompaksi), karena gaya tekan yang diberikan pada saat kompaksi
akan terdistribusi secara merata sehingga ikatan antar partikel semakin baik.
2.7.2 Penekanan (Kompaksi)
Kompaksi merupakan proses pemadatan serbuk menjadi sampel dengan bentuk
tertentu sesuai dengan cetakannya
Ada 2 macam metode kompaksi, yaitu
•
Cold compressing, yaitu penekanan dengan temperatur kamar. Metode ini
dipakai apabila bahan yang digunakan mudah teroksidasi, seperti Al.
•
Hot compressing, yaitu penekanan dengan temperatur diatas temperatur
kamar, metode ini dipakai apabila material yang digunakan tidak mudah
teroksidasi.
Pada proses kompaksi, gaya gesek ruang terjadi antar partikel yang digunakan dan
antar partikel komposit dengan dinding cetakan akan mengakibatkan kerapatan
pada daerah tepi dan bagian tengan tidak merata. Untuk menghindari terjadinya
perbedaan kerapatan, maka pada saat kompaksi digunakan lubricant/pelumas yang
bertujuan untuk mengurangi gesekan antara partikel dan dinding cetakan. Dalam
penggunaan lubricant/pelumas, dipilih bahan pelumas yang tidak reaktif terhadap
campuran serbuk dan yang memiliki titik leleh rendah sehingga pada proses
sintering tingkat awal lubricant dapat menguap.Terkait dengan pemberian
lubricant pada proses kompaksi, maka terdapat 2 metode kompaksi, yaitu :
•
Die-wall compressing : penekanan dengan memberikan lubricant pada
dinding cetakan.
•
Internal lubricant compressing : penekanan dengan mencampurkan
lubricant pada material yang akan ditekan.
Pada proses kompaksi ada 3 kemungkinan model ikatan yang disebabkan oleh
gaya van derwals :
•
Pola ikatan bola – bola
Terjadinya bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih kecil dari yield
strength (ys) matrik dan filler sehingga serbuk tidak mengalami
perunbahan bentuk secara permanen atau mengalami deformasi elastik
baik pada matrik maupun pada filler sehingga serbuk
serbuk tetap
berbentuk bola.
•
Pola ikatan bola-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan diantara yield strength
(ys) dari matrik dan filler. Penekanan ini menyebabkan salah satu material
(matrik) terdeformasi plastis dan yang lai (filler) terdeformasi elastis,
sehingga berakibat partikel seolah-olah berbentuk bola-bidang.
•
Pola ikatan bidang-bidang
Terjadi bila besarnya gaya tekan yang diberikan lebih besar pada dari yield
strength (ys) matrik filler. Penekanan ini menyebabkan kedua material
(matrik dan filler) terdeformasi plastis, sehingga berakibat partikel seolaholah berbentuk bidang-bidang.
2.7.3 Pemanasan (sintering)
Sintering adalah pengikatan massa partikel pada serbuk oleh interaksi antar
molekul atau atom melalui perlakuan panas dengan suhu sintering mendekati titik
leburnya sehingga terjadi pemadatan. Tahap sintering merupakan tahap yang
paling penting dalam pembuatan keramik. Melalui proses sintering terjadi
perubahan struktur mikro seperti seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori,
pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor yang menentukan
proses dan mekanisme sintering antara lain jenis bahan, komposisi bahan dan
ukuran partikel (Ika Mayasari, 2012)
Parameter sintering :
•
Temperatur (T)
•
Waktu
•
Kecepatan pendinginan
•
Kecepatan pemanasan
•
Atmosfer sintering
•
Jenis material
Berdasarkan pola ikatan yang terjadi pada proses kompaksi, ada 2 fenomena yang
mungkin terjadi pada saat sintering, yaitu :
•
Penyusutan (shringkage)
Apabila pada saat kompaksi terbentuk pola ikatan bola-bidang maka pada
proses sintering akan berbentuk shringkage, yang terjadi karena saat proses
sintering berlangsung gas (lubricant) yang berada pada porositas mengalami
degassing (peristiwa keluarnya gas pada saat sintering). Dan apabila
temperatur sinter terus dinaikkan akan terjadi difusi permukaan antar partikel
matrik dan filler yang akhirnya akan terbentuk liquid bridge/necking (
mempunyai fasa campuran antara matrik dan filler). Liquid bridge ini akan
menutupi porositas sehingga terjadi eliminasi porositas/berkurangnya jumlah
dan ukuran porositas.Penyusutan dominan bila pemadatan belum mencapai
kejenuhan.
•
Retak (cracking)
Apabila pada kompaksi terbentuk pola ikatan antar partikel berupa bidangbidang, sehingga menyebabkan adanya trapping gas (gas/ lubricant terjebak
di dalam material ), maka pada saat sintering gas yang terjebak belum sempat
keluar tapi liquid bridge telah terjadi, sehingga jalur porositasnya telah
tertutup rapat. Gas yang terjebak ini akan mendesak ke segala arah sehingga
terjadi bloating (mengembang), sehingga tekanan diporositas lebih tinggi
dibanding tekanan diluar. Bila kualitas ikatan permukaan partikel pada bahan
komposit tersebut rendah, maka tidak akan mampu menahan tekanan yang
lebih besar sehingga menyebaka retakan (cracking). Keretakan juga dapat
diakibatkan dari proses pemadatan yang kurang sempurna, adanya shock
termal pada saat pemanasan karena pemuaian dari matrik dan filler uang
berbeda.
Tingkatan sintering
Proses sintering meliputi 3 tahap mekanisme pemanasan :
•
Presintering
Presintering merupakan proses pemanasan yang bertujuan untuk :
1.
Mengurangi residual stress akibat proses kompaksi (green density)
2.
Pengeluaran gas dari atmosfer atau pelumas padat yang terjebak dalam
porositas bahan komposit (degassing)
3.
Menghindari perubahan temperatur yang terlalu cepat pada saat proses
sintering (shock thermal). Temperatur presintering biasanya dilakukan pada
1/3 Tm (titik leleh)
•
Difusi permukaan
Pada proses pemanasan untuk terjadinya transportasi massa pada permukaan antar
partikel serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada permukaan antar partikel
serbuk yang saling berinteraksi, dilakukan pada temperatur sintering (2/3 Tm).
Atom-atom pada permukaan partikel serbuk saling terdifusi antar permukaan
sehingga meningkatkan gaya kohesifitas antar partikel.
•
Eliminasi porositas
Tujuan akhir dari proses sintering pada bahan komposit berbasis metalurgi serbuk
adalah bahan yang mempunyai kompaktbilitas tinggi. Hal tersebut terjadi akibat
adanya difusi antar permukaan sampel, sehingga menyebabkan terjadinya leher
(liquid bridge) antar partikel
dan proses akhir dari pemanasan sintering
menyebabkan eliminasi porositas (terbentuknya sinter density).
Mekanisme transportasi massa
Mekanisme transportasi massa merupakan jalan dimana terjadi aliran masa
sebagai akibat dari adanya gaya pendorong.
Ada 2 mekanisme transport, yaitu :
1.
Transport permukaan
a.
Terjadi pertumbuhan tanpa merubah jarak antar partikel
b.
Transport permukaan yang terjadi selama proses sintering adalah hasil
dari transport massa dan hanya terjadi pada permukaan partikel, tidak
terjadi perubahan dimensi dan mempunyai kerapatan yang konstan.
2.
Transport Bulk
a.
Dalam proses sintering akan menghasilkan perubahan dimensi. Atomatom berasal dari dalam partikel akan berpindah menuju daerah leher
(liquid bridge)
b.
Termasuk difusi volume, difusi batas butir, dan aliran viskos.
c.
Kedua
mekanisme
pengurangan
tersebut
daerah
akan
permukaan
menyebabkan
untuk
terjadinya
pertumnbuhan
perbedaanya hanya terletak pada kerapatan
leher,
(penyusutan selama
sintering).
Faktor-Faktor yang mempengaruhi mekanisme transport :
a.
Material yang digunakan
b.
Ukuran partikel
c.
Temperatur sintering
Lapisan Oksida
•
Terbentuknya lapisan oksida dapat menurunkan kualitas ikatan antar
permukaan
•
Lapisan oksida akan menghalangi terjadinya kontak yang sempurna antara
matriks dan filler
•
Dengan adanya lapisan oksida, maka gaya interaksi adhesi-kohesi tidak
bisa berjalan dengan baik. Karena terjadinya interaksi adhesi-kohesi salah
satunya disebabkan oleh adanya gaya elektrostatis yaitu gaya tarik –
menarik antara partikel-partikel yang bermuantan dalam suatu bahan,
maka dengan adanya lapisan oksida tersebut maka permukaannya menjadi
netral, ini mengakibatkan ikatan antar permukaan menjadi kurang kuat
•
Lapisan oksida juga menyebabkan ikatan antara matrik dan filler menjadi
lebih sulit karena temperatur yang diperlukan untuk mereduksi oksida
tersebut membutuhkan temperatur yang lebih tinggi.
2.8
Karakterisasi Material Magnet
Untuk mengetahui sifat-sifat dan kemampuan suatu material maka perlu
dilakukan pengujian dan analisis. Beberapa jenis pengujian dan analisis yang
dibahas untuk keperluan penelitian ini antara lain : pengujian sifat fisis (densitas,
porositas, kekuatan magnet ), dan analisa struktur kristal dengan menggunakan
alat uji XRD (X-Ray Diffraction).
2.8.1 Sifat Fisis
A. Densitas
Densitas merupakan ukuran kepadatan dari suatu material atau sering
didefinisikan sebagai perbandingan antara massa (m) dengan volume (v) dalam
hubungannya dapat dituliskan sebagai berikut (M. Ristic, 1979)
ρ=
Dengan :
𝑚𝑚
𝑣𝑣
....................................................................................................(2.1)
ρ = Densitas (gram/cm3)
m = Massa sampel (gram)
v = Volume sampel (cm3)
Dalam pelaksanaannya kadang – kadang sampel yang diukur mempunyai
ukuran bentuk yang tidak teratr sehingga untuk menentukan volumenya menjadi
sulit, akibatnya nilai kerapatan yang diperoleh tidak akurat. Untuk menentukan
rapat massa (bulk density) digunakan hukum archimedes yang persamaannya
sebagai berikut :
Densitas : ρ = 𝑚𝑚
Dengan :
𝑚𝑚 𝑘𝑘
𝑘𝑘 − 𝑚𝑚 𝑏𝑏
𝜌𝜌𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎𝑎 ....................................................................(2.2)
Mk = Massa sampel kering (gram)
Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
B. Porositas
Porositas dapat didefinisikan sebagai perbandingan antara jumlah volume
lubang-lubang kosong yang dimiliki oleh zat padat (volume kosong) dengan
jumlah dari volume zat padat yang ditempati oleh zat padat. Porositas pada suatu
material dinyatakan dalam (%) rongga fraksi volume dari suatu rongga yang ada
di dalam material tersebut. Besarnya porositas pada suatu material bervariasi
mulai dari 0% sampai dengan 90% tergantung dari jenis dan aplikasi material
tersebut. Porositas suatu bahan umumnya dinyatakan dengan persamaan sebagai
berikut :
Porositas : P =
Dengan :
𝑚𝑚 𝑘𝑘 − 𝑚𝑚 𝑏𝑏
𝑚𝑚 𝑏𝑏
x 100% ................................................ ............(2.3)
Mk = Massa sampel kering (gram)
Mb = Massa saturasi sampel ( gram )
2.8.2 XRD ( X-Ray Diffraction)
Fenomena interaksi dan difraksi sudah dikenal pada ilmu optik. Standart
pengujian laboratorium fisika adalah untuk menentukan jarak antara dua
gelombang dengan mengetahui panjang gelombang sinar, dengan mengukur
sudut berkas sinar yang terdifraksi. Pengujian ini merupakan aplikasi langsung
dari pemakaian sinar-X untuk menentukan jarak antar atom adalam kristal.
Gambar 2.7 Difraksi Bidang Atom (Smallman,1991)
Gambar 2.7 menunjukkan suatu berkas sinar X dengan panjang gelombang λ,
jatuh pada sudut θ pada sekumpulan bidang atom berjarak d. Sinar yang
dipantulkan dengan sudut θ hanya dapat terlihat jika berkas dari setiap bidang
yang berdekatan, dan menempuhkan jarak sesuai dengan perbedaan kisi yaitu
sama dengan panjang gelombang n λ.
Untuk mengetahui fasa dan struktur material yang diamati dapat dilakukan
dengan cara sederhana, yaitu dengan cara membandingkan nilai d yang terukur
dengan nilai d pada data standart. Data d standard dapat diperoleh melalui Joint
Commitee On Powder Difraction Standart (JCPDS) atau dengan metode
Hanawalt file.
Magnet untuk meteran air
Sistem meteran air yang digunakan disetiap rumah tangga di Indonesia
menggunakan magnet permanen berbasis ferit untuk sistem sensor elektroniknya.
Gambar 2.8
adalah contoh produk alat meter air dan magnet sebagai
komponen sensornya
Gambar 2.8 Alat Meteran Air(Prijo, 2012)
Alat meter air model kincir menggunakan magnet untuk mengukur debit air
yang mengalir pada sistem meteran air. Magnet sensor untuk alat meter air
memiliki diameter luar sekitar 8 mm dan tebal sekitar 4 mm. Kuat magnetnya
antara 600 sampai 950 Gauss (Prijo, 2012)
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Download