TESIS DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR KETUT NGURAH TRISNI SAKAWATI PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 TESIS DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR KETUT NGURAH TRISNI SAKAWATI NIM 1391061037 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata, Program Pascasarjana Universitas Udayana KETUT NGURAH TRISNI SAKAWATI NIM 1391061037 PROGRAM MAGISTER PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2015 ii Lembar Pengesahan TESIS INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIUJIKAN TANGGAL 30 Juni 2015 Pembimbing I, Pembimbing II, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. NIP 196112051986031004 Dr. Dewa Putu Oka Prasiasa, A.Par, MM. NIP 196901182005011002 Mengetahui Ketua Program Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana, Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana, Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. NIP 196112051986031004 Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K). NIP 195902151985102001 iii Tesis ini Telah Diuji pada Tanggal 26 Juni 2015 Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor Universitas Udayana Nomor: 1847/ UN14.4 / HK/ 2015, Tanggal 22 Juni 2015 Ketua : Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. Anggota : Dr. Dewa Putu Oka Prasiasa, A.Par, MM. Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A. Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS. Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE., MM. iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT Saya yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Ketut Ngurah Trisni Sakawati NIM : 1391061037 Program Studi : Magister Kajian Pariwisata Judul Tesis : DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis/Disertasi* ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Denpasar, Juni 2015 Yang Membuat Pernyataan Ketut Ngurah Trisni Sakawati NIM 1391061037 *Coret yang tidak perlu UCAPAN TERIMA KASIH Om Swastiastu, Puja pangastuti angayubagya penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya, penulisan tesis dengan judul “Dampak Perkembangan City Hotel Terhadap Usaha Hotel Melati di Kota Denpasar” dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih yang ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD-KEMD, terimakasih kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana serta terimakasih kepada Gubernur Bali Cq. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali dan Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali yang telah memberikan fasilitas serta kesempatan pada penulis mengikuti pendidikan di Program Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana. Terimakasih yang tulus kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt. selaku Pembimbing I, juga selaku Ketua Program Studi Magister Kajian Pariwisata Universitas Udayana dan Dr. Dewa Putu Oka Prasiasa, A.Par, MM. selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulisan tesis ini. Ucapan terima kasih kepada para dosen penguji Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A, Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS dan Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE., M.Si. v yang telah memberikan masukan, saran dan koreksi untuk menyempurnakan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak dan Ibu Dosen Program Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana atas ilmu dan bimbingannya. Demikian pula kepada Bapak dan Ibu staf administrasi Program Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana atas bantuan dan kerjasamanya yang sangat baik. Ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada suami tercinta Ir. A.A. Made Yudiartha, MT, anak tercinta A.A. Ngr. Kameswara Suryawarman, SE., Ak, A.A.A. Indah Pradnya Paramitha dan A.A. Ngr. Rameswara Suryawarman yang telah memberikan dukungan, semangat dan doa hingga pendidikan ini bisa terlaksana tepat pada waktu. Terimakasih kepada Ayah tercinta Drs. Ketut Gde Saka, Ibunda A.A.A. Ngurah Mas Kusumawardhani (alm), Ayah Mertua A.A. Ketut Agung (alm), Ibu mertua A.A Ayu Oka (alm), kakak, adik dan para ipar atas pengertian dan motivasinya. Serta teman, sahabat dan para informan yang tidak dapat disebutkan secara rinci atas perannya dalam mendorong dan membantu selama penyelesaian tesis ini. Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini jauh dari sempurna mengingat keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi vi penyempurnaan tulisan ini. Sebagai akhir kata, penulis menyampaikan terimakasih dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan. Om Shanti, Shanti, Shanti, Om. Denpasar, Juni 2015 Penulis vii ABSTRAK DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini, terutama jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing. Tren ini dibarengi dengan bertambahnya jumlah sarana akomodasi. Denpasar merupakan wilayah yang menunjukkan pertumbuhan sarana akomodasi yang pesat, seperti kehadiran sejumlah hotel di wilayah kota sering dikenal dengan istilah city hotel. Pesatnya perkembangan city hotel berdampak terhadap pengusaha hotel melati. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel, dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penawaran dan permintaan, teori dampak serta teori kebijakan kepariwisataan. Data dikumpulkan dengan observasi dan wawancara dengan para pengelola hotel melati dan city hotel di Kota Denpasar, pemerintah, asosiasi perhotelan (PHRI), praktisi industri pariwisata seperti pengusaha biro perjalanan wisata dan wisatawan. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Denpasar adalah harga sewa kamar, fasilitas dan lokasi hotel, tingkat hunian hotel, lama tinggal tamu, dan pengelolaan hotel. Penyebab lainnya adalah tren wisatawan mengenai pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel ataupun masih adanya peluang untuk membangun hotel di Denpasar. Pesatnya perkembangan city hotel telah memberikan dampak negatif dan positif terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Dampak negatifnya adalah memicu persaingan tarif kamar, menurunnya tingkat hunian, dan pendapatan hotel. Dengan terjadinya persaingan, pengelola hotel berupaya meningkatkan pelayanan dan fasilitas hotelnya serta menggencarkan promosi. Perkembangan city hotel di Kota Denpasar yang menimbulkan persaingan, memaksa pengelola city hotel dan hotel melati melakukan strategi harga, promosi, dan menjaga segmen yang telah menjadi pelanggannya. Untuk mencegah perkembangan city hotel di Kota Denpasar secara berlebihan, Pemerintah Kota Denpasar perlu menyusun kajian kebutuhan jumlah kamar hotel, kebijakan pengaturan standar harga sewa kamar dan kebijakan pemerataan pembangunan hotel di Kota Denpasar. Kata Kunci : pariwisata Denpasar, city hotel, dampak perkembangan, hotel melati. viii ABSTRACT THE IMPACT OF CITY HOTEL DEVELOPMENTS TOWARDS THE BUDGET HOTEL BUSINESSES IN THE CITY OF DENPASAR The tourism sector of Bali has developed rapidly in the last ten years, especially when it is seen from the trend of the numbers of domestic and foreign tourist visits. This trend is accompanied with the increasing number of accommodation facilities. Denpasar is a region which shows the rapid growth of accommodation facilities, such as the presence of a number of hotels in the city area which is often referred to as a city hotel. The rapid development of the city hotel has affected the businesses of budget hotels, usually known as hotel melati (non-star hotel by category). This study examines the factors that cause the growth of city hotels, the impacts of the city hotel growths on the budget hotel businesses, the competition and business strategies of inter-city hotels as well as their influences on business strategies of budget hotels in Denpasar City. The theories applied in the study were the theory of supply and demand, the impact theory and the theory of tourism policy. The data was collected through observation and interviews with the managers of budget hotels and city hotels in Denpasar, government, hospitality associations (Indonesian Hotels and Restaurants Association), the tourism industry practitioners such as businessmen of travel agencies and the tourists. The findings showed the factors that cause the development of city hotels in Denpasar were the room rental rates, location, facilities offered, types of guests and hotel management. Other causes were tourist trends regarding the selection of hotels while on vacation, the ease of licensing process of establishing hotels, or the open opportunity to build hotels in Denpasar. The rapid developments of the city hotels have given negatif and positive impacts on the businesses of the budget hotels in Denpasar. The negatif impacts were: competitive room rates, declining hotel occupancy rates and revenues. The positive impacts include the hotel managers endeavor to improve services and facilities as well as to intensify the promotion of their hotels. The development of city hotels in Denpasar also lead to competition which forced the managements of city hotels and the budget hotels to perform strategies to face competition by setting the pricing strategies, promotions and keeping the market segments that have become customers. To prevent excessive development of the city hotel in the city of Denpasar, it is recommended to Denpasar government to develop a needs assessment of hotel rooms and some policies such as standard setting policies of room rates or equitable policy of the hotel developments. Keywords: Denpasar tourism, city hotels, the impacts of development, budget hotels. ix RINGKASAN DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir, terutama jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing. Tren kunjungan wisatawan dibarengi dengan bertambahnya jumlah sarana akomodasi. Denpasar merupakan wilayah yang menunjukkan pertumbuhan sarana akomodasi yang pesat, seperti kehadiran sejumlah hotel di wilayah kota sering dikenal dengan istilah city hotel. Pesatnya perkembangan city hotel sangat dirasakan dampaknya oleh pengusaha hotel melati. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar, dengan menggunakan teori permintaan dan penawaran dengan analisis faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi harga sewa kamar (room rate), fasilitas dan lokasi hotel, tingkat hunian kamar dan lama tinggal tamu, serta pengelolaan hotel. Selain faktor-faktor internal tersebut, ada juga faktor eksternal yang menjadi penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar seperti adanya tren wisatawan dalam pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel, dan peluang untuk membangun hotel di Kota Denpasar. Dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati dianalisis dengan menggunakan teori dampak dengan faktor harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar, pendapatan hotel, lama tinggal dan jenis tamu yang menginap. Persaingan akibat pesatnya pembangunan city hotel di Kota Denpasar dianalisis menggunakan teori dampak serta identifikasi strategi bisnis antar-city hotel dan hotel melati yang dilakukan dalam menghadapi persaingan dianalisis menggunakan teori permintaan dan penawaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan observasi dan wawancara kepada 19 pengelola hotel di Kota Denpasar yang berada di empat kecamatan. Wawancara dilakukan terhadap Pejabat Kecamatan, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Badan Pelayanan Perijinan Satu Pintu dan x Penanaman Modal Kota Denpasar, Bagian Hukum Setda Kota Denpasar, Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kota Denpasar dan Pengurus ASITA Bali (Asosiasi Biro Perjalanan Wisata). Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Denpasar karena adanya permintaan yang tinggi dari tamu, harga sewa kamar yang rendah, lokasi, fasilitas yang ditawarkan, dan pengelolaan hotel. Hukum penawaran tidak sesuai dalam bisnis perhotelan di Denpasar karena hotelhotel cenderung menawarkan harga sewa kamar murah kepada tamu. Penyebab lainnya adalah tren wisatawan mengenai pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel ataupun masih adanya peluang untuk membangun hotel di Denpasar. Pesatnya perkembangan city hotel telah memberikan dampak negatif dan positif terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Dampak negatifnya adalah persaingan tarif kamar, menurunnya tingkat hunian hotel dan menurunnya pendapatan hotel. Selain faktor tersebut, juga disebutkan beberapa dampak negatif yang timbul bukan saja kepada hotel melati namun juga kepada masyarakat seperti tingginya timbulnya kemacetan pada ruas jalan akibat bis tamu hotel yang parkir di depan hotel, munculnya kriminalitas ataupun dapat meningkatkan peredaran narkoba. Mencermati dari hasil penelitian di atas maka perkembangan city hotel di Kota Denpasar, memang sangat mengkhawatirkan pengusaha hotel melati, bukan saja karena adanya persaingan harga sewa kamar yang tidak sehat ataupun menurunnya tingkat hunian hotel tetapi adanya Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang mensyaratkan agar pengusaha jenis usaha penyediaan akomodasi hotel wajib berbentuk badan usaha Indonesia berbadan hukum. Hal ini menimbulkan permasalahan diantara para pengusaha hotel melati yang sebagian besar dikelola oleh keluarga/perseorangan karena kondisi ini dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan pengusaha hotel lokal itu sendiri. Dampak positifnya pengelola hotel berupaya meningkatkan fasilitas hotel, kualitas pelayanan dan sumber daya manusianya terutama dalam teknologi terkini xi seperti penguasaan sistem booking online serta kemampuan berbahasa. Peningkatan kualitas SDM dan perangkat elektronik tentu bukan barang murah, namun merupakan investasi biaya tinggi yang diharapkan dapat bermanfaat untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015. Menggencarkan promosi seperti penyebaran brosur, bekerja sama dengan online ataupun offline travel agent, bekerjasama dengan pramuwisata ataupun sopir taksi dan juga memberikan harga khusus untuk para tamu. Selain dampak positif terhadap pengusaha hotel melati, perkembangan city hotel di Kota Denpasar juga memberi manfaat bagi masyarakat umum. Dengan adanya city hotel, dapat memberikan peluang kerja untuk menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar. Perkembangan city hotel diharapkan meningkatkan fasilitas sarana akomodasi dengan penataan dan pemerataan di setiap wilayah sehingga dapat menimbulkan harmonisasi bisnis antar hotel di Kota Denpasar. Perkembangan city hotel di Kota Denpasar juga menimbulkan persaingan antar city hotel maka dari itu pengelola city hotel melakukan strategi untuk menghadapi persaingan tersebut. Persaingan harga sewa kamar di Kota Denpasar sudah sangat tidak sehat, menurunnya tingkat hunian dan pendapatan hotel juga sangat dirasakan oleh city hotel. Meskipun persaingan sangat ketat, etika bisnis harus tetap dipegang teguh. Pengelola hotel harus tetap berkomitmen dalam memuaskan tamu dengan memberikan harga yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan memberikan pelayanan yang terbaik. Menjaga hubungan baik antara pemilik, pengelola, tenaga kerja dan pengusaha hotel lainnya. Secara internal hubungan pemilik, pengelola dan tenaga kerja harus terbuka mengenai pengelolaan perusahaan. Sedangkan secara eksternal, terjalin hubungan baik antar-pengelola hotel sehingga tetap saling berbagi informasi dan tidak menjelek-jelekan hotel lain. Beberapa pengelola hotel berkomunikasi secara informal untuk merancang suatu kegiatan semacam acara festival dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan di Kota Denpasar dan tetap menjaga pangsa pasar yang telah dimiliki. Tingginya tingkat persaingan bisnis city hotel di Kota Denpasar telah menimbulkan berbagai dampak seperti yang telah diulas di atas, oleh karena itu xii pengelola city hotel dan hotel melati melakukan berbagai upaya untuk dapat bertahan. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menyiapkan beberapa strategi seperti strategi harga, promosi dan menjaga segmen yang telah ada. Strategi harga dengan memberikan potongan harga dengan harapan dapat menarik tamu. Strategi lainnya adalah dengan melakukan berbagai upaya promosi dengan berbagai pihak seperti mengikuti kegiatan pemasaran secara langsung (table top ataupun sales call), bekerja sama dengan Online dan Offline Travel Agent. Selain itu juga menawarkan fasilitas hotel seperti meeting room, kolam renang ataupun restoran yang ada dalam hotel. Dan menjaga segmen yang ada dengan melakukan komunikasi dengan baik dan intens. Untuk mengatasi pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar, Pemerintah Kota Denpasar disarankan agar menyusun kajian kebutuhan jumlah hotel di Kota Denpasar dan beberapa kebijakan antara lain: kebijakan pengaturan standar harga sewa kamar, kebijakan pemerataan pembangunan hotel, kebijakan untuk mencegah meningkatnya alih fungsi lahan dan kebijakan peningkatan kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar. Mensosialisasikan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata kepada pengusaha hotel lokal untuk memberikan pengertian bahwa peraturan tersebut disusun untuk memberikan kepastian hukum untuk pengusaha dalam menjalankan usaha pariwisata di Kota Denpasar. Pengelola hotel melati terus meningkatkan kualitas fasilitas dan pelayanan hotel untuk memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) tamu demi memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepada seluruh pengelola hotel, baik hotel bintang dan melati di Kota Denpasar wajib untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama di bidang bahasa dan teknologi agar dapat bersaing dalam menghadapi masuknya tenaga kerja dari luar dengan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015. xiii DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM ........................................................................................... i PRASYARAT GELAR ...................................................................................... ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................ iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI ................................................................... iv UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................... viii ABSTRACT ................................................................................................... ix RINGKASAN ................................................................................................... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xiv DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xvii DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xix DAFTAR TABEL ............................................................................................... xx BAB I BAB II PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 12 1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 13 1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................... 13 KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN …. ............................................................... 15 2.1 Kajian Pustaka ......................................................................... 15 2.2 Konsep ...................................................................................... 21 2.2.1 City Hotel ....................................................................... 21 2.2.2 Hotel Melati ................................................................... 24 Landasan Teori ......................................................................... 26 2.3.1 Teori Penawaran dan Permintaan .................................... 26 2.3 xiv 2.3.2 Teori Dampak Pariwisata .............................................. 30 2.3.3 Teori Kebijakan Kepariwisataan .................................... 33 Model Penelitian ....................................................................... 36 BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 41 2.4 3.1 Rancangan Penelitian ................................................................ 41 3.2 Lokasi Penelitian ....................................................................... 42 3.3 Jenis dan Sumber Data .............................................................. 42 3.4 Instrumen Penelitian ................................................................. 44 3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................ 45 3.6 Teknik Penentuan Sampel ........................................................ 47 3.7 Teknik Analisis Data ................................................................ 48 3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data ....................................... 49 BAB IV PERKEMBANGAN BAB V INDUSTRI KEPARIWISATAAN KOTA DENPASAR ....................................................................…. 51 4.1 Perkembangan Kota Denpasar .................................................. 51 4.2 Sarana dan Prasarana Kota Denpasar ........................................ 53 4.3 Perkembangan Perekonomian Kota Denpasar ......................... 56 4.4 Kepariwisataan di Kota Denpasar Dewasa Ini .......................... 61 4.5 Kebijakan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar ........... 66 4.6 Kebijakan Perizinan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar 71 FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BERKEMBANGNYA CITY HOTEL DI KOTA DENPASAR ..................................................... 73 5.1 Faktor Internal ........................................................................ 73 5.1.1 Harga Sewa Kamar ...................................................... 73 5.1.2 Lokasi dan Fasilitas Hotel ........................................... 80 5.1.3 Tingkat Hunian Hotel .................................................. 86 5.1.4 Lama Tinggal Tamu .................................................... 88 5.1.5 Pengelolaan Hotel ........................................................ 90 Faktor Eksternal ..................................................................... 92 5.2.1 Tren Wisatawan dalam Memilih Hotel........................ 92 5.2 xv BAB VI 5.2.2 Kemudahan dalam Proses Perizinan ........................... 98 5.2.3 Adanya Peluang Pembangunan Hotel ......................... 99 DAMPAK BERKEMBANGNYA CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI .............................................................. 102 6.1 Dampak Negatif ........................................................................ 103 6.1.1 Persaingan Harga Sewa Kamar ..................................... 103 6.1.2 Menurunnya Tingkat Hunian Hotel Melati .................... 106 6.1.3 Menurunnya Pendapatan Hotel Melati........................... 107 6.1.4 Timbulnya Masalah Lingkungan dan Sosial Masyarakat 108 6.2 Dampak Positif .......................................................................... 110 6.2.1 Meningkatkan Kualitas Fasilitas dan Pelayanan BAB VII Hotel Melati ................................................................. 110 6.2.2 Meningkatkan Promosi Hotel Melati ............................. 111 6.2.3 Meningkatkan Perekonomian Masyarakat ..................... 112 6.3 Kebijakan Kepariwisataan Bidang Akomodasi ........................ 114 PERSAINGAN DAN STRATEGI BISNIS ANTAR-CITY HOTEL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP STRATEGI BISNIS HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR ..................................... 125 7.1 Persaingan Antar-City Hotel di Kota Denpasar ....................…. 126 7.2 Strategi Bisnis City Hotel di Kota Denpasar………. …………. 133 7.3 Strategi Bisnis Hotel Melati di Kota Denpasar……….…………. 139 BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 143 8.1 Simpulan ................................................................................... 143 8.2 Saran ............................................................................………. 145 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 147 LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................ 152 xvi DAFTAR GAMBAR Halaman 2.1 Model Penelitian .................................................................................... 40 3.2 Lokasi Penelitian ................................................................................... 43 5.1 Foto Lobby dan kamar Hotel Pop Harris Teuku Umar, Jl. Teuku Umar, Denpasar. ..................................................................................... 76 5.2 Foto kamar Hotel The Grand Santhi, Jl. Patih Jelantik, Denpasar......... 77 5.3 Foto wawancara dan kamar Hotel Warta Sari, berlokasi di Jalan Raya Ubung, Denpasar .............................................................. 5.4 79 Fasilitas kolam renang dan restoran di Hotel Lifestyle Express, Jalan Teuku Umar, Denpasar.................................................................. 83 5.5 Foto Fasilitas dan Penawaran Paket Makan Siang di Hotel Golden Tulip Essentials, Jl. Gatot Subroto Barat, Denpasar ............................... 5.6 85 Lambang Hotel Management Jaringan Dunia Accor dan Tauzia serta Grup Santika .................................................................................. 90 5.7 Suasana Makan Pagi Tamu dan Pedagang di Hotel Puri Nusa Indah Denpasar ....................................................................................... 95 5.8 Keadaan Restoran dan Lingkungan Hotel Graha Cakra Bali ................. 96 6.1 Gambaran Perbandingan Harga yang Ditawarkan oleh Tiga Online Travel Agent dalam Situs TripAdvisor. ...................................... 104 6.2. Kondisi kamar Hotel Puri Royan, Jl. Teuku Umar, Denpasar ................ 105 6.3 Penawaran Pegipegi.com untuk harga sewa kamar Hotel Lifesyle Express. .................................................................................................. 6.4 Halaman Hotel Trio Bali,di Jalan Hayam Wuruk yang dikontrakkan 6.5 Promosi Hotel Ratu (ex Hotel Queen) di Facebook dan website Booking.com........................................................................................... xvii 106 108 112 7.1 Tampak Depan Dua Hotel Pop Harris di Jalan Teuku Umar dan Jalan Cokroaminoto ............................................................................... 7.2 Dua hotel baru, Hotel Guntur dan Hotel Fave Tohpati yang lokasinya berdekatan dengan Hotel Graha Cakra Bali. ......................... 7.3 129 Persaingan harga sewa kamar Hotel Lifestyle Express, Hotel Inna Bali dan Hotel Pop Harris Teuku Umar di pegipegi.com. .................... 7.4 127 Perbandingan harga di Situs 130 Hotel Graha Cakra Bali dengan Penawaran di Agoda ............................................................................... 136 7.5 Penawaran dari Hotel Inna Bali untuk berbagai kegiatan ....................... 138 7.6 Website Hotel Cianjur di Denpasar ......................................................... 141 xviii DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Pedoman wawancara untuk pengusaha hotel melati .............................. 152 2 Pedoman wawancara untuk pengusaha city hotel .................................. 154 3 Pedoman wawancara untuk tamu hotel .................................................. 157 4 Pedoman wawancara untuk Pegawai Dinas Pariwisata Kota Denpasar ................................................................................................ 5 158 Pedoman Wawancara untuk Pegawai Kecamatan di Kota Denpasar ................................................................................................ 160 6 Pedoman Wawancara untuk Pengurus PHRI Kota Denpasar ............... 161 7 Pedoman Wawancara untuk Pengurus ASITA Bali ............................ 163 8 Sampel Hotel yang Diteliti ..................................................................... 164 9 Daftar Informan pada Instansi dan Asosiasi .......................................... 166 10 Daftar Nama Tamu Yang Diwawancarai ................................................ 168 xix DAFTAR TABEL Halaman 4.1 Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata di Kota Denpasar Tahun 2011-2013 .................................................................................................. 62 4.2 Jumlah Sarana Kepariwisataan di Kota Denpasar Tahun 2013 ................. 63 4.3 Perkembangan Usaha Akomodasi di Kota Denpasar Tahun 20112013 ........................................................................................................... 64 4.4 Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Denpasar Tahun 2011-2013 ........... 64 4.5 Rata-rata Lama Menginap Wisatawan di Kota Denpasar Tahun 2010-2012 .................................................................................................. 65 4.6 Jumlah Usaha Akomodasi Menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2013 ................................................................................................ xx 67 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini, terutama jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing. Serangan teroris yang terjadi tahun 2002 dan 2005 menimbulkan penurunan angka kunjungan sesaat, sesudah itu meningkat terus. Data Dinas Pariwista Provinsi Bali menunjukkan, tahun 2003 angka kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali 993.029 orang, sepuluh tahun kemudian, tahun 2013, meningkat menjadi 3.278.598 orang. Dalam sepuluh tahun, terjadi peningkatan sebesar 2.285.569 orang atau 230,16 persen. Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, Pemerintah Indonesia menerapkan kebijakan bebas visa mulai 2015 kepada 30 negara baru yang warganya memperoleh fasilitas bebas visa kunjungan singkat.1 Kebijakan ini diprediksi mampu meningkatkan angka kunjungan wisatawan ke Bali. Tren peningkatan angka kunjungan wisatawan ke Bali dibarengi dengan bertambahnya jumlah sarana akomodasi. Data Dinas Pariwisata Provinsi Bali menunjukkan, tahun 2003 jumlah sarana akomodasi yang terdiri dari hotel berbintang, non-bintang dan pondok wisata di Bali adalah 1.209 unit dengan jumlah kamar mencapai 35.259 kamar, sedangkan tahun 2013 menjadi 2.572 unit dengan 44.361 kamar. ___________________________________________ 1. Tangerang.imigrasi.go.id/site/detailberitaumum/269/pemerintah-memberi-bebas-visakunjungan-singkat-wisatawan-kepada-30 1 2 Terjadi peningkatan jumlah hotel sebesar 112,73 persen dan 25,8 persen pada jumlah kamar. Pembangunan sarana akomodasi semakin bertambah karena para investor melihat perkembangan pariwisata Bali merupakan arena yang menarik untuk menanamkan modalnya terutama di bidang sarana akomodasi. Denpasar merupakan wilayah dengan pertumbuhan sarana akomodasi yang pesat, seperti kehadiran sejumlah hotel di wilayah kota sering dikenal dengan istilah city hotel. Sesuai dengan namanya, city hotel mengacu pada hotel yang terletak di daerah perkotaan, dilawankan dengan hotel di tepi pantai atau resort. Di wilayah Denpasar, hotel-hotel pada awalnya dan pada umumnya terletak di Pantai Sanur, sementara di perkotaan tidak seumum dan sebanyak di Sanur. Hotel-hotel yang tumbuh belakangan ini di Kota Denpasar dengan jelas menggunakan sebutan city hotel, seperti Grand City Inn, Santosa City Hotel ataupun Bali Rama City Hotel. Istilah city hotel sudah sangat popular dan banyak digunakan dalam percakapan di kalangan industri pariwisata dan pemerintah. Yang diacu pun sudah jelas adalah hotel-hotel yang hadir di kota. Penelitian ini mengangkat masalah pertumbuhan city hotel dan dampaknya terhadap pengelolaan hotel melati di Kota Denpasar. Dipilihnya Denpasar sebagai lokasi penelitian karena pertumbuhan sarana akomodasi di perkotaan yang disebut city hotel cukup pesat. Perkembangan fasilitas pariwisata seperti hotel, restoran atau rumah makan dalam sepuluh tahun terakhir di Kota Denpasar sangat cepat, hal ini berbeda dengan tahun 1970-an, fasilitas pariwisata yang tersedia sangat terbatas. Pada tahun 1970-an Wilayah Kota Denpasar yang berkembang fasilitas pariwisatanya hanya di sekitar Sanur 3 yang memang telah dikenal sebagai daerah pariwisata. Sedangkan wilayah lainnya yang berada di tiga kecamatan yakni Denpasar Barat, Utara dan Timur belum begitu dikenal. Hotel yang berkembang pada saat itu adalah hotel kelas melati dan dikelola pengusaha lokal. Seiring dengan perkembangan zaman, berwisata menjadi kebutuhan manusia, pembangunan fasilitas pariwisata semakin tak terkendali, demikian pula yang terjadi di Kota Denpasar. Perkembangan perekonomian Kota Denpasar sebagian besar digerakkan oleh sektor tersier sebesar 74,86 persen dan kontribusi sebesar 39,60 persen berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran (Statistik Daerah Kota Denpasar 2014). Dalam Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM3./HK.001/ MKP.02 tentang Penggolongan Kelas Hotel menyebutkan usaha akomodasi dibedakan atas hotel berbintang dan melati, berdasarkan jenis dan tingkat fasilitas yang disediakan. Jenis dan tingkat fasilitas hotel menjadi dasar pemberian golongan kelas hotel yang memberikan gambaran tentang kualitas hotel baik secara fisik maupun pelayanan yang diberikan. Ada beberapa jenis sarana akomodasi yang tersedia di Kota Denpasar yang telah diatur dalam Peraturan Daerah antara lain hotel berbintang, hotel non-bintang atau dikenal dengan hotel melati, pondok wisata dan kondominium hotel atau kondotel. Statistik Daerah Kota Denpasar Tahun 2014 menunjukkan terjadinya peningkatan jumlah hotel berbintang tahun 2012 dari 25 menjadi 27 pada tahun 2013. Sedangkan jumlah hotel non-bintang dari 236 pada tahun 2012 menjadi 253 di tahun 2013. Jumlah kamar hotel berbintang pada tahun 2013 sebanyak 3.705 dan hotel non-bintang sejumlah 5.834 kamar. Tingkat hunian kamar pada hotel 4 berbintang tahun 2013 sekitar 50,62 persen, terjadi penurunan dibandingkan pada tahun 2012 tingkat hunian kamar mencapai 58,12 persen. Tingkat hunian kamar hotel non-bintang tahun 2012 sebanyak 30,50 persen menurun menjadi 26,31 persen pada tahun 2013. Rata-rata lama menginap di hotel berbintang terjadi peningkatan dari 2,90 hari di tahun 2012 menjadi 3,24 hari di tahun 2013 dengan rata-rata lama menginap di hotel non-bintang juga mengalami peningkatan dari 2,87 hari di tahun 2012 menjadi 3,12 hari di tahun 2013. Fenomena tersebut menunjukkan telah terjadi penurunan pada tingkat hunian kamar baik di hotel berbintang maupun hotel non-bintang di bawah 50 persen. Penurunan tingkat hunian hotel dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti menurunnya jumlah wisatawan yang menginap di Kota Denpasar sebesar 13,62 persen pada tahun 2013 mencapai 364.322 orang dibandingkan pada tahun 2012 (Data Statistik Daerah Kota Denpasar Tahun 2014). Perkembangan hotel di Denpasar tidak saja memberikan tambahan fasilitas akomodasi bagi kota Denpasar, namun pembangunan hotel yang lokasinya berada di pusat kota dan dikenal dengan istilah city hotel sering menimbulkan permasalahan. Adapun masalah yang ditimbulkan seperti adanya persaingan harga sewa kamar yang tidak sehat, rendahnya tingkat hunian kamar, tidak meratanya pembangunan di seluruh wilayah serta menurunnya fasilitas dan pelayanan yang diberikan kepada wisatawan. Beberapa city hotel dikelola oleh manajemen profesional yang berjaringan Nasional ataupun Internasional dengan menawarkan fasilitas sekelas hotel bintang dengan harga kamar sekelas hotel melati. Sebagai perbandingan harga sewa kamar 5 yang ditawarkan oleh Hotel Pop Haris yang berlokasi di Jalan Teuku Umar yang merupakan city hotel dengan klasifikasi hotel berbintang sebesar Rp.271.074 sedangkan Hotel Ratu yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso dengan klasifikasi hotel melati dua menawarkan harga sewa kamar per malam sebesar Rp. 253.537. Penawaran ini dilakukan melalui perusahaan perjalanan online Agoda. Kondisi ini jelas menggambarkan ketatnya persaingan antar pengusaha hotel di Kota Denpasar. Menurut Marlina (2008, 60) city hotel adalah hotel yang terletak di pusat kota biasanya ditujukan untuk pebisnis atau dinas. Letak hotel ini tidak selalu berada di tengah kota namun ada juga menyebar di seluruh bagian kota yang dekat dengan sentral bisnis ataupun pusat pemerintahan. Meskipun demikian, tamu dari city hotel ini juga wisatawan karena letak hotel dekat dengan daya tarik wisata yang ada di daerah tersebut. Daya tarik utama hotel semacam ini selain karena fasilitasnya yang lengkap, juga karena lokasi yang strategis dan harga sewa kamarnya yang murah. Pesatnya pembangunan hotel baru di tengah kota sudah barang tentu memberikan kontribusi kelebihan jumlah kamar yang terjadi dan memberikan dampak secara tidak langsung kepada tingkat hunian hotel, pendapatan hotel dan persaingan harga sewa kamar. Dengan perhitungan ketersediaan jumlah kamar yang telah melebihi dari permintaan, menyebabkan tingkat hunian kamar tidak mencapai target sehingga terjadi penurunan pendapatan hotel. Berbagai upaya dilakukan oleh pihak manajemen untuk menawarkan hotelnya, seperti membuat program penawaran spesial yang berkepanjangan agar dapat memberikan harga 6 yang menarik minat wisatawan melalui biro perjalanan wisata ataupun bekerja sama dengan perusahaan perjalanan online seperti Agoda, Traveloka ataupun perusahaan semacam lainnya. Dengan adanya harga sewa kamar hotel berbintang sama dengan sewa kamar hotel melati akan memberikan dampak yang sangat buruk terhadap kelangsungan usaha hotel non-bintang lainnya. Hotel-hotel nonbintang akan terus menurunkan harga sewa kamarnya agar dapat bersaing dan untuk memenuhi biaya pengelolaan usahanya. Timbulnya persaingan harga sewa kamar berimplikasi terhadap semakin murahnya penawaran paket wisata yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata, apalagi saat ini biro perjalanan wisata dengan mudah menawarkan produknya melalui internet. Dengan kondisi semacam itu, semakin menguatkan Bali sebagai destinasi murah sehingga wisatawan yang datang ke Bali bukanlah seperti yang diharapkan banyak orang yaitu wisatawan yang berkualitas namun masih mengarah kepada wisatawan massal (mass tourism). Perkembangan sarana akomodasi di Kota Denpasar dari tahun ke tahun sangat pesat. Pemerintah Kota Denpasar telah menetapkan beberapa peraturan yang mengatur mengenai usaha sarana akomodasi seperti usaha hotel melati, pondok wisata, hotel bintang dan bangunan kondominium hotel. Pengaturan terhadap usaha sarana akomodasi tidak saja dilakukan untuk menetapkan penggolongan jenis sarana akomodasi dan perizinan, namun pengaturan juga dilakukan dengan menetapkan penataan ruang wilayah kota sesuai dengan pengembangan wilayah yang dirancang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar . 7 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar (RTRW) yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 bertujuan untuk menata ruang wilayah Kota Denpasar agar dapat meningkatkan kegiatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna dengan tetap memelihara kelestarian budaya dan lingkungan wilayah Kota Denpasar. Dengan adanya Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar diharapkan setiap pembangunan yang dilakukan sesuai yang telah ditetapkan dalam peraturan. Pembangunan city hotel yang semakin banyak di beberapa lokasi menarik perhatian berbagai kalangan seperti yang diulas dalam sebuah harian denpostnews.com, sebagai berikut : Mengingat, maraknya pembangunan akomodasi pariwisata di kota berwawasan budaya ini dikhawatirkan akan memberi dampak kurang baik terhadap lingkungan, lalu lintas serta yang lainnya. Karena itu, Dinas Pariwisata Daerah (Diparda), harus membuat suatu kajian untuk kamar hotel.Di samping itu diperlukan adanya moratorium pembangunan city hotel di Kota Denpasar. Ketua Komisi B DPRD Kota Denpasar, Ir.Eko Supriadi, Kamis (20/2) kemarin mengatakan, harus adanya keberanian dari pihak eksekutif menyetop pembangunan city hotel di Kota Denpasar……. (http://www.denpostnews.com/metro-denpasar/denpasar-jangan-obral-izincity-hotel.html) Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pesatnya pembangunan city hotel telah menimbulkan kekhawatiran bukan saja mengenai persaingan tidak sehat antar pengusaha hotel namun juga dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan seperti kemacetan lalu lintas di daerah tertentu yang diakibatkan adanya bangunan city hotel di daerah perdagangan. 8 Merujuk dari peraturan sarana akomodasi yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Denpasar, belum ada aturan yang mengacu kepada istilah dan usaha city hotel. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar pada Bagian Ketiga, Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya, Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Pariwisata, Pasal 47 ayat 3b tampak istilah hotel kota (city hotel) namun tidak disebutkan secara detail apa yang dimaksud dengan hotel kota (city hotel). Dalam uraian disebutkan mengenai pengembangan akomodasi wisata yang menyebar merupakan akomodasai wisata atau hotel kota (city hotel) lokasinya dapat menyatu dengan zoning perdagangan dan jasa dan kawasan pemukiman tertentu. Meski disebutkan bahwa pengembangan hotel kota (city hotel) dapat dibangun menyebar namun penataan pembangunan hotel kota (city hotel) perlu dilakukan agar perkembangan wilayah dan penataan ruang di Kota Denpasar sesuai dengan yang telah tercantum dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar serta untuk pemerataan pergerakan ekonomi masyarakat di wilayah Kota Denpasar. Peraturan dan penataan usaha sarana akomodasi jenis baru sangat penting disiapkan, agar pelaku usaha mempunyai dasar hukum yang kuat dalam berusaha. Pesatnya perkembangan city hotel ini sangat dirasakan dampaknya oleh pengusaha hotel melati. Adanya city hotel dengan tampilan yang lebih menarik dan harga sewa kamar yang tidak berbeda jauh dengan harga sewa kamar hotel melati, menimbulkan persaingan yang kurang sehat. Persaingan tersebut menyebabkan menurunnya tingkat hunian kamar hotel melati, adanya peralihan 9 fungsi kamar hotel menjadi tempat kos ataupun melakukan kerjasama dengan perusahaan property menjadikan sebagian area hotel menjadi tempat usaha perdagangan. Persaingan sarana akomodasi di Kota Denpasar tidak saja terjadi antar pengusaha hotel berbintang, city hotel ataupun hotel melati. Persaingan yang lebih hebat akan muncul dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC) pada akhir tahun 2015. Pelaku usaha pariwisata harus siap menghadapinya karena sistem pasar bebas akan memasuki Negara Indonesia, persaingan bisnis bukan hanya diantara pengusaha Indonesia tetapi juga sesama pengusaha di wilayah ASEAN. Sistem pasar bebas akan memberikan tantangan dan peluang usaha bagi pelaku usaha pariwisata Indonesia. Untuk dapat mendapatkan peluang, pelaku usaha pariwisata harus mampu memenuhi standar usaha meningkatkan mutu produk pariwisata dengan pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan usaha pariwisata. Untuk itu seluruh usaha pariwisata akan diaudit oleh Lembaga Sertifikasi Usaha Bidang Pariwisata yang mandiri untuk mendapatkan Sertifikat Usaha Pariwisata seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata. Dengan adanya sertifikat tersebut, usaha pariwisata mendapat kesempatan untuk bersaing dengan perusahaan asing yang masuk ke Indonesia. Selain adanya persaingan harga dan menurunkan tingkat hunian hotel, pembangunan city hotel yang tidak memperhatikan lingkungan akan menimbulkan masalah tersendiri di Kota Denpasar. Pembangunan sarana akomodasi yang masif dapat mengancam pemanfaatan sumber daya alam yang 10 tersedia sehingga melampaui daya dukung wilayah. Untuk itu, penataan pembangunan sarana akomodasi di Kota Denpasar sangat diperlukan guna menjaga lingkungan sekitarnya. Penataan pembangunan sarana akomodasi dengan mentaati pembagian pembangunan wilayah sesuai peruntukan seperti yang telah diatur dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar (RTRW). Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan penelitian tentang perkembangan city hotel yang memberikan dampak terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar agar pengusaha hotel melati dapat berbenah diri dalam menghadapi persaingan yang akan terjadi. Dampak yang diteliti adalah adanya persaingan harga sewa kamar, menurunnya jumlah tingkat hunian kamar, menurunnya lama tinggal tamu, menurunnya pendapatan hotel dan berubahnya segmen pasar. Dengan adanya dampak tersebut, muncul beberapa pertanyaan mengenai apakah dengan kehadiran city hotel akan mendesak keberadaan hotel melati atau sebaliknya. Pertanyaan lainnya adalah apakah kehadiran city hotel justru akan berebut pasar dengan hotel sekelasnya ataukah munculnya city hotel tidak berpengaruh terhadap usaha hotel melati karena masing-masing telah memiliki pasar tersediri. Dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai pentingnya sebuah kebijakan pemerintah dalam mengatur bisnis perhotelan di Kota Denpasar. Dari beberapa city hotel yang ada di Kota Denpasar, seperti Hotel All Season, Hotel Pop Harris Teuku Umar dan Hotel Amaris, yang semuanya berlokasi di Jalan Teuku Umar adalah hotel-hotel yang dikelola oleh jaringan manajemen hotel terkemuka. Hotel All Season berubah nama menjadi Ibis Lifestyle adalah hotel yang dikelola oleh Grup Accor yang berasal dari Perancis 11 dan memiliki hotel dengan berbagai kelas seperti Sofitel, Pullman, Grand Mercure, Ibis, Ibis Budget dan sebagainya. Sedangkan Hotel Pop Harris Teuku Umar dikelola oleh Tauzia Management Hotel yang juga merupakan jaringan Internasional. Jaringan manajemen hotel tidak saja didominasi oleh pemain asing, Santika Indonesia Hotels & Resorts merupakan salah satu jaringan hotel terbesar di Indonesia di bawah manajemen PT. Grahawita Santika yang merupakan anggota Kompas Gramedia Group. Hotel-hotel di bawah naungan Kompas Gramedia Grup dikenal dengan Hotel Santika dan Hotel Amaris dan tersebar pada beberapa Kota di Indonesia. Meskipun hotel-hotel tersebut sudah dikelola oleh jaringan manajemen yang handal dan mendunia, namun hotel-hotel tersebut juga memanfaatkan internet sebagai media promosi, bekerja sama dengan perusahaan perjalanan online Internasional seperti Agoda, Traveloka ataupun Trivago. Dengan berkembangnya teknologi, sebagian besar hotel di Kota Denpasar memanfaatkan internet sebagai media promosinya dan bekerjasama dengan perusahaan bisnis perjalanan online. Berbagai cara ditawarkan oleh perusahaan bisnis perjalanan online, seperti yang ditawarkan oleh Agoda yaitu memberikan informasi selengkap mungkin mengenai hotel yang ditawarkan antara lain lokasi hotel, bentuk fisik hotel, fasilitas hingga harga yang ditawarkan. Cara lainnya adalah dengan membandingkan harga yang ditawarkan seperti yang dilakukan oleh Trivago. Dengan membandingkan harga dari beberapa perusahaan bisnis perjalanan online konsumen dapat memilih harga termurah dari yang yang ditawarkan. Dari 12 penawaran tersebut, jelas terlihat persaingan ketat antara harga sewa kamar city hotel dengan hotel melati. Penelitian ini juga mengidentifikasi faktor–faktor penyebab munculnya city hotel di Kota Denpasa, persaingan dan strategi bisnis antar city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menghindarkan persaingan tidak sehat antar pengusaha dan mengidentifikasi strategi bisnis antar city hotel dan hotel melati. Persaingan harga di bawah standar menyebabkan harga sewa kamar hotel sangat murah dapat menyebabkan terjadi kebangkrutan yang dialami oleh pengusaha kelas menengah ke bawah karena tidak dapat bersaing dengan city hotel yang memiliki jaringan nasional bahkan internasional serta dimiliki oleh pemodal besar. 1.2 Rumusan Masalah Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, dalam penelitian ini ada tiga permasalahan yang perlu dicari jawaban masalah antara lain: a. Apakah faktor–faktor yang menyebabkan berkembanganya city hotel di Kota Denpasar? b. Apakah dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar? c. Bagaimanakah persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar? 13 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini dilakukan guna mendapatkan gambaran tentang perkembangan city hotel serta implikasinya antar pengusaha city hotel dan hotel melati di Kota Denpasar. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Untuk mengetahui faktor–faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar . b. Untuk mengidentifikasi dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. c. Untuk mengidentifikasi persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini dapat bermanfaat secara akademis ataupun teoritis karena dapat memberikan sumbangan pemikiran dan referensi terhadap kajian pariwisata khususnya yang berkaitan dengan perkembangan city hotel serta implikasinya terhadap perkembangan usaha hotel melati dan city hotel itu sendiri. 1.4.2 Manfaat Praktis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pengelola city hotel, hotel melati dan Pemerintah dalam mengantisipasi perkembangan sarana akomodasi yang sangat dinamis, sehingga pengusaha lokal 14 dapat bersaing di daerahnya dan Pemerintah memberikan payung hukum untuk menumbuhkan harmonisasi bisnis antar pengusaha city hotel dan hotel melati. BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN Guna mendapatkan gambaran mengenai penelitian yang dilakukan maka dalam bab ini dipaparkan tentang kajian pustaka, konsep, landasan teori yang digunakan dan model penelitian untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam terhadap permasalahan yang akan dibahas. Dalam bab ini akan diulas mengenai beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik yang dibahas, konsep dan teori serta model penelitian yang digunakan dalam meneliti dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. 2.1 Kajian Pustaka Ada sejumlah penelitian tentang topik terkait penelitian ini yang dilaksanakan peneliti sebelumnya yaitu Pariyasa (2013), Negara (2010), Supasti, dkk. (2014), Sutapa dan Wisnawa (2013) serta Indrawati (2009). Penelitian mereka berfokus pada beberapa hal antara lain mengenai dampak yang terjadi akibat pesatnya pembangunan sarana akomodasi yang kemudian diatur oleh kebijakan kepariwisataan, selain itu membahas persepsi wisatawan dalam memilih sarana akomodasi serta tentang model pengaturan city hotel lokal dalam bersaing dengan city hotel franchising Internasional. Hasil penelitian tersebut, memberikan pengetahuan informatif tentang perkembangan bisnis akomodasi, tetapi tidak ada yang sampai membahas dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. 15 16 Pariyasa (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Dampak Perkembangan Villa yang Menyebar Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kelurahan Seminyak Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung” melakukan penelitian mengenai dampak berkembangnya vila terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat di Kelurahan Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Dalam penelitiannya menyampaikan bahwa perkembangan vila yang menyebar telah memberikan dampak positif dan negatif. Dampak sosial yang bersifat positif adalah meningkatnya kualitas pendidikan masyarakat dan semakin eratnya solidaritas antar masyarakat sedangkan dampak negatif adalah meningkatnya kriminalitas. Dampak ekonomi dari sisi positif ditimbulkan adalah adanya kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitarnya sedangkan sisi negatifnya adanya peningkatan harga makanan di lokasi tertentu dan perubahan mata pencaharian pokok. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah obyek yang akan diteliti, yakni mengenai dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Dalam penelitian sebelumnya digunakan teori Hegemoni yang digunakan untuk membahas permasalahan tentang faktor-faktor penyebab timbulnya dampak perkembangan vila yang menyebar terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Kelurahan Seminyak, sedangkan dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori dampak pariwisata. Teori Dampak Pariwisata digunakan untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan akibat pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar. Analisis dampak diidentifikasikan dari tiga aspek yakni aspek ekonomi, sosial budaya dan lingkungan. Dari ketiga aspek tersebut dapat dilihat bahwa 17 perkembangan city hotel memberikan dampak positif dan negatif terhadap keberlangsungan usaha hotel melati di Kota Denpasar. Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Negara (2010) yang berjudul “Dampak Pelaksanaan Kebijakan Penataan Sarana Akomodasi Pariwisata Terhadap Perkembangan Villa di Kabupaten Badung“ mengulas mengenai dampak suatu pelaksanaan kebijakan penataan sarana akomodasi pariwisata terhadap sejumlah vila dan perilaku pengusaha vila di Kabupaten Badung. Penelitian tersebut menyebutkan pelaksanaan kebijakan penataan sarana akomodasi pariwisata, khususnya villa dapat memberikan efek positif terhadap pengendalian pembangunan vila yang selama beberapa tahun terakhir tidak terkendali. Teori dampak yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan suatu perubahan yang terjadi setelah adanya kebijakan yang menata sarana akomodasi di Kabupaten Badung karena dengan adanya pelaksanaan kebijakan tersebut, jumlah vila ilegal semakin menurun. Hal ini disebabkan adanya kesadaran pelaku usaha untuk mengurus izin villa. Meski demikian, jumlah villa ilegal masih lebih banyak dari villa yang sudah mengantongi izin, untuk itu disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Badung agar mensosialisasi secara luas pelaksanaan kebijakan penataan sarana akomodasi. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah mengenai permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar yakni menjamurnya Denpasar pembangunan villa di Kabupaten Badung sedangkan di Kota pesatnya pembangunan city hotel. Teori yang digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah teori dampak untuk mengetahui perubahan- 18 perubahan yang ditimbulkan dari adanya suatu kebijakan pemerintahan sedangkan dalam penelitian ini digunakan teori penawaran dan permintaan dalam menyeimbangkan ketersediaan sarana akomodasi di Kota Denpasar, terutama city hotel yang perkembangannya semakin meningkat dengan jumlah menginap wisatawan ke Kota Denpasar agar tingkat hunian kamar di seluruh sarana akomodasi stabil dan tidak terjadi kelebihan jumlah kamar. Dengan adanya keseimbangan antara ketersediaan jumlah kamar dan jumlah wisatawan menginap tentu dapat mengurangi persaingan ketat akibat kelebihan jumlah kamar. Keseimbangan dapat dicapai apabila adanya payung hukum yang mengatur pembangunan sarana akomodasi terutama city hotel yang semakin meningkat. Laporan Akhir Penelitian Hibah Penelitian Riset Invensi Udayana yang dilakukan oleh Supasti, dkk. (2014) yang berjudul “Model Pengaturan City Hotel Wirausaha Lokal Berbasis Penguatan Kemitraan Dengan Berbagai Stakeholders Bagi Ketahanan dan Keberlangsungan Ekonomi Masyarakat Bali Dalam Kegiatan Kepariwisataan”, mengulas mengenai keberadaan city hotel bertaraf internasional format “Franchising” kian mengancam city hotel lokal yang dikelola secara lokal. Permasalahan muncul ketika city hotel lokal tidak mampu bersaing dari segi kualitas prasarana maupun manajemen layanan jasa. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu ditemukan solusi model pengaturan yang relevan untuk menguatkan dan memberdayakan city hotel wirausaha lokal dalam menghadapi persaingan city hotel franchising. Pengaturan yang tidak bertentangan dengan WTO Agreement yaitu tidak mendiskriminasi pelaku bisnis dari manapun. Dalam penelitan tersebut disarankan model pengaturan yang relevan adalah dalam bentuk 19 PERDA dan Self Regulatory Body dari para stakeholders terkait dengan menggunakan model CSR (Corporate Social Responsibility). Substansi rancangannya menekankan pada permodalan dan jaringan manajemen melalui pelatihan yang dilakukan dengan model kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) yang diberikan oleh manajemen franchising. Ulasan mengenai over capacity Pembangunan Fasilitas Akomodasi di Bali dalam Persepektif Ekonomi dan Bisnis yang ditulis dalam Jurnal Perhotelan dan Pariwisata, Desember 2013 oleh Sutapa dan Wisnawa (2013) menyebutkan bahwa pembangunan fasilitas akomodasi di Bali telah mengalami over capacity, hal ini disebabkan adanya pergeseran investasi dari sektor akomodasi menjadi sektor property, adanya kemudahan perizinan yang diberikan pemerintah, adanya resesi di Eropa, pajak tanah tinggi hingga budaya konsumtif masyarakat Bali. Dalam penelitian ini juga disebutkan banyaknya jumlah kamar hotel telah memberikan dampak positif seperti terserapnya tenaga kerja, meningkatnya permintaan akan bahan makanan dan minuman yang memberikan pendapatan daerah. Namun dampak negatif tidak dapat dihindari yaitu persaingan tidak sehat dalam tarif ,menurunnya tingkat hunian kamar menjadi di bawah 40 persen dan tergesernya hotel-hotel lama dengan munculnya city hotel atau budget hotel. Untuk menstabilkan dampak positif dan negatif dari over capacity tersebut adalah dengan menghentikan pembangunan sarana akomodasi di Bali Selatan, kemudian memberlakukan standar harga kamar dan perlakuan tegas bagi pengusaha yang tidak mengindahkan aturan standar tersebut. Penelitian ini sangat relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena pesatnya perkembangan 20 city hotel di Kota Denpasar perlahan-lahan akan memberi dampak negatif seperti menurunnya tingkat hunian hotel karena adanya kelebihan kamar dan terjadinya perang tarif sewa kamar. Indrawati (2009) mengulas “Persepsi Wisatawan Lanjut Usia Pada Fasilitas Akomodasi dan Aktivitas Pariwisata Bernuansa Seni Budaya di Desa Sanur” dalam Jurnal Mudra, Institut Seni Indonesia. Disampaikan bahwa wisatawan lanjut usia lebih memilih akomodasi yang berarsitektur lokal dengan kenyamanan dan keamanan di sekitar hotel. Pemilihan akomodasi juga berdasarkan keterbatasan fisik dan tidak jauh dari area yang menjadi daya tariknya yaitu pantai. Dari artikel ini ditemukan fakta bahwa persepsi wisatawan sebagai tamu terhadap sebuah akomodasi memiliki peranan utama pada saat memutuskan untuk menginap di suatu hotel. Artikel ini dapat dijadikan acuan karena dapat memberikan gambaran bahwa pengusaha hotel harus mencermati kebutuhan tamu yang menjadi sasarannya. Karena dengan memenuhi kebutuhan dan keperluan tamu tentu akan memberikan citra positif terhadap hotel. Selain sesuai dengan kebutuhan tamu, lokasi juga memegang peranan penting dalam menarik minat tamu, karena lokasi yang strategis tentu dapat mengundang banyak tamu. Dalam artikel yang diteliti adalah tamu yang merupakan wisatawan lanjut usia sedangkan dalam penelitian ini yang diteliti adalah tamu dari berbagai kalangan yang menginap di city hotel dan hotel melati. Dengan mengetahui karakteristik tamu yang menginap maka dapat diketahui pangsa pasar yang disasar dan yang telah dimiliki oleh city hotel 21 dan hotel melati serta mengetahui kebutuhan yang diperlukan dan keinginan tamu dalam memilih sebuah hotel. Perbedaan penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian dalam tesis ini adalah lebih berfokus faktor-faktor penyebab serta dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Perkembangan city hotel juga menimbulkan persaingan sehingga perlu adanya strategi bisnis antar-city hotel dan hotel melati di Kota Denpasar. 2.2 Konsep Konsep yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap terminologi teknis dan menghubungkan variabel–variabel yang akan dibahas dalam penelitian antara lain : 2.2.1 City Hotel Penggolongan dan klasifikasi usaha sarana akomodasi di Indonesia menurut Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.3/HK.001/MKP.02 tentang Penggolongan Kelas Hotel terdiri atas golongan kelas hotel bintang dan hotel melati. Penggolongan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang kualitas hotel secara fisik dan pelayanan yang diberikan kepada konsumen dan menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha perhotelan yang bertanggungjawab. Ismayanti dalam buku Pengantar Pariwisata (2010:139) menyebutkan bahwa tipe hotel dapat dibagi menjadi beberapa aspek sebagai berikut : Pertama, berdasarkan lokasi, hotel dapat dibedakan menjadi city hotel adalah hotel yang berlokasi diperkotaan, resort hotel merupakan hotel yang berlokasi di daerah wisata,seperti pantai atau pegunungan, suburb hotel adalah 22 hotel yang berlokasi di luar kota dan airport hotel, hotel yang berlokasi di sekitar bandara. Kedua, berdasarkan jenis tamu, hotel dibedakan menjadi sebagai berikut: family hotel atau hotel keluarga, yang kebutuhan kamar dan fasilitasnya dibangun sesuai dengan kebutuhan tamu keluarga seperti ruang bermain ataupun adanya ruang makan keluarga. Business hotel atau hotel bisnis untuk tamu pebisnis berada di pusat bisnis dan di tengah kota. Hotel dengan tamu wisatawan disebut tourist hotel atau hotel wisata. Tamu yang menginap bertujuan untuk berlibur, sehingga fasilitas yang disediakan juga sesuai dengan kebutuhan wisatawan seperti fasilitas rekreasi dan pelayanan yang ramah. Hotel untuk tamu pelancong yang singgah sementara disebut transit hotel atau hotel singgah. Hotel ini biasanya menawarkan sewa kamar berdasarkan jam dan hari tergantung dari kebutuhan istirahat tamu. Hotel dengan tamu para pasien yang hendak memulihkan kesehatan disebut cure hotel atau hotel pengobatan atau panti rehabilitasi. Tamu yang datang pada tahap pemulihan ataupun tahap penyembuhan atas rekomendasi atau didampingi oleh dokter. Hotel untuk peserta konvensi dan pertemuan yang lebih dikenal dengan convention hotel atau hotel konvensi. Mencermati dari beberapa pengertian di atas, yang dimaksud dengan city hotel adalah sebuah sarana akomodasi yang berlokasi di pusat kota atau tengah kota yang diperuntukkan para pebisnis. City hotel yang berkembang di Kota Denpasar kebanyakan berada di pusat dan tengah kota seperti di Jalan Teuku Umar atau Jalan Gatot Subroto. Tamu-tamu yang menginap di city hotel tidak 23 hanya para pebisnis namun juga para wisatawan domestik. Bila diklasifikasikan berdasarkan fungsi, city hotel di Kota Denpasar memiliki ruang pertemuan berkapasitas sekitar 100 orang, dengan desain minimalis modern dan eksterior yang lebih terbuka. City hotel yang saat ini sedang berkembang menyediakan jumlah kamar diatas 100 buah dengan klasifikasi yang bervariasi hotel bintang dan non-bintang. Harga sewa kamar yang ditawarkan hampir sama dengan hotel melati yakni sekitar Rp. 300.000 sampai Rp. 450.000 dengan fasilitas lengkap seperti kamar memiliki AC, kamar mandi dengan shower air panas dan dingin, disediakan sarapan, kolam renang ataupun free wifi di ruang tertentu. Dengan tampilan fisik yang menarik, fasilitas lengkap dan berada di tengah kota dengan harga sewa kamar yang terjangkau membuat city hotel banyak diminati oleh para pebisnis ataupun wisatawan, sehingga persaingan harga sewa kamar antar pengusaha hotel di kota Denpasar tidak dapat dihindari. Meskipun istilah city hotel telah populer di kalangan masyarakat, namun istilah tersebut belum ada dalam peraturan pemerintah. Demikian pula halnya dengan belum adanya kejelasan penggolongan kelas hotel untuk city hotel. Faktanya di lapangan ditemukan penggolongan kelas hotel atas city hotel sangat bervariasi. Sebagai contoh, dalam Direktori Pariwisata Kota Denpasar 2013 menunjukkan beberapa hotel seperti Hotel All Season sekarang bernama Ibis Lifestyle, Hotel Pop Haris Teuku Umar ataupun Fave Hotel yang berada di Jalan Teuku Umar, Kecamatan Denpasar Barat, masuk dalam kategori hotel bintang. Sedangkan Hotel Puri Ayu, Hotel Ratu (ex Queen) ataupun Hotel Santhi yang 24 berlokasi di sekitar jalan Sudirman, di seputaran Kecamatan Denpasar Barat, masuk dalam klasifikasi hotel melati, meskipun dengan fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan tidak jauh berbeda. Dalam penelitian ini jenis akomodasi yang dibahas adalah city hotel, yang merupakan sebuah istilah hotel berdasarkan letak hotel dengan klasifikasi hotel kelas bintang. 2.2.2 Hotel Melati Hotel melati dalam Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.3/HK.001/MKP.02 tentang Penggolongan Kelas Hotel adalah hotel yang belum memenuhi persyaratan minimal sebagai hotel bintang 1 (satu). Pengertian Hotel melati dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 24 Tahun 2001 tentang Usaha Hotel Melati adalah suatu usaha komersial yang menggunakan seluruh atau sebagian bangunan yang khusus disediakan bagi setiap orang untuk memperoleh pelayanan penginapan. Pengusaha hotel melati juga dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makanan dan minuman dan dengan jumlah kamar minimal 15 kamar dan bila berada dipemukiman hanya diizinkan hingga 25 kamar. Dalam buku Panduan Perancangan Bangunan Komersial, Marlina (2008:71) menyebutkan bahwa klasifikasi hotel di Indonesia diberlakukan berdasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain: Jumlah kamar, Fasilitas dan peralatan yang disediakan, Model sistem pengelolaan dan Bermotto pelayanan. Mencermati ketentuan hotel melati sebagai tersebut di atas, pada umumnya jumlah kamar hotel melati sekitar 10-100 kamar. Dengan fasilitas dan 25 peralatan standar seperti kamar dilengkapi dengan AC atau Fan dengan layanan makan dan minum. Model sistem pengelolaannya lebih sederhana dan dikelola oleh pengusaha lokal. Pelayanan yang diberikan tidak selengkap seperti di hotel bintang seperti penerima tamu yang siap 24 jam ataupun penyambutan dengan welcome drink. Menurut data dalam Direktori Pariwisata Kota Denpasar Tahun 2013, hotel melati di Kota Denpasar tersebar di seluruh wilayah Kota Denpasar. Wilayah Denpasar Selatan memiliki paling banyak hotel melati sekitar 85 hotel terutama didaerah Sanur yang telah ditetapkan sebagai kawasan pariwisata sesuai Perda Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Denpasar Tahun 2011 – 2031. Di Denpasar Barat terdapat 50 buah hotel, 40 Hotel berada di Denpasar Utara dan di Denpasar Timur berjumlah 25 hotel. Perkembangan usaha hotel di Sanur memang telah berkembang sejak tahun 1956, salah satunya Hotel Segara Beach dibangun oleh Ida Bagus Kompyang dengan 15 kamar dan memanfaatkan fasilitas listrik miliknya sendiri, pengelolaan hotel dibantu oleh istrinya yaitu A. A. Mirah Astuti. Pembangunan hotel di Bali tidak saja di Denpasar, tapi juga di Kuta, Tabanan dan Singaraja yang terkenal dengan daerah wisatanya, Lovina seperti yang ditulis oleh Adrian Vikers dalam artikel Bali rebuilds its tourist indutry (2011) . Perkembangan hotel di Kota Denpasar tidak lagi berfokus di Sanur namun telah memenuhi pusat kota seperti yang terjadi saat ini di kawasan Denpasar Barat dan Denpasar Utara. Pembangunan hotel yang sedang berkembang di kawasan tersebut tidak saja masuk dalam klasifikasi hotel melati namun sekelas hotel 26 bintang tiga dengan harga sewa kamar yang tidak jauh berbeda dengan hotel melati dengan fasilitas dan pelayanan yang diberikan sekelas hotel bintang. Hal inilah yang memacu persaingan tidak sehat antar pengusaha. Selain itu, dalam Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana tata Ruang Wilayah Provinsi Bali menyebutkan bahwa pembangunan hotel bintang hanya diizinkan di kawasan Sanur, maka dari itu hotel-hotel yang berlokasi di pusat kota seyogyanya dalam koridor klasifikasi hotel melati. Dalam penelitian ini hotel melati adalah hotel yang secara fisik lebih sederhana, demikian pula fasilitas yang disediakan dengan jumlah kamar tidak lebih dari 100 kamar. 2.3 Landasan Teori Landasan teori adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori yang sangat diperlukan sebagai tuntunan dalam memecahkan permasalahan penelitian selain itu juga digunakan sebagai kerangka acuan untuk mengarahkan penelitian. Dalam penelitian ini digunakan Teori penawaran dan permintaan, Teori dampak pariwisata dan Teori kebijakan kepariwisataan. 2.3.1 Teori Penawaran dan Permintaan Sukirno (1985:51) menyampaikan bahwa secara sederhana Teori Penawaran dan Permintaan membahas mengenai interaksi antara penjual dan pembeli dalam menentukan harga suatu barang dan jumlah barang yang akan ditawarkan. Bisnis pariwisata sering disebut sebagai sebuah industri jasa karena adanya serangkaian proses aktivitas atau kegiatan produksi yang menghasilkan nilai tambah (added value), dan produknya bersifat tidak nyata (intangible) serta 27 menawarkan keramahtamahan (hospitality) (Sunaryo, 2013). Keterkaitan sistemik dari berbagai aktivitas kepariwisataan menggambarkan interaksi antara dua komponen pokok kepariwisataan yaitu komponen produk (supply side) dan komponen pasar (demand side). Bagian komponen produk wisata (tourism supply side) yang juga sering disebut sebagai komponen pokok sebuah destinasi antara lain: Daya tarik wisata (Attraction) yang menawakan keindahan alam,keunikan budaya atau minat khusus, Fasilitas pariwisata (Amenities) seperti akomodasi atau rumah makan, Aksesibilitas (Accessibilities), moda transpotasi yang tersedia, Fasilitas pendukung lainnya (Ancillaries) dan Masyarakat sebagai tuan rumah destinasi (Communities) Sedangkan dari bagian komponen pasar (demand side) biasanya dibagi menjadi dua segmen yaitu pasar wisatawan domestik dan pasar wisatawan Internasional. Pada komponen ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari wisatawan seperti motivasi dan faktor penentu pribadinya dalam memilih suatu aktivitas pariwisata di suatu destinasi. Usaha akomodasi merupakan bagian dari komponen produk (supply side) suatu destinasi dalam rangka memenuhi kebutuhan komponen pasar (demand side). Dalam mengembangkan pariwisata di suatu daerah sangat tergantung kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata. Dalam arti, bagaimana menyeimbangkan antara kedua sisi tersebut, agar tidak terjadi kelebihan produk sedangkan kunjungan wisatawan semakin menurun. 28 Begitu pula halnya dengan pembangunan sarana akomodasi di Kota Denpasar, agar sesuai dengan kunjungan wisatawan sehingga dapat meningkatkan tingkat hunian hotel dan akan lebih bagus bila diikuti dengan lama tinggal dan pengeluaran wisatawan yang semakin banyak. Namun saat ini, perkembangan city hotel di Kota Denpasar tidak saja menambah jumlah hotel, juga menimbulkan masalah baru yaitu adanya persaingan antar-pengusaha hotel. Persaingan hotel tidak saja terjadi antara city hotel dengan hotel melati, namun juga antar-city hotel itu sendiri. Pertambahan jumlah hotel tidak diikuti dengan meningkatnya jumlah kunjungan wisatawan, sehingga menurunkan tingkat hunian kamar, menimbulkan persaingan harga sewa kamar dan pendapatan hotel tidak sesuai target. Hal ini dikhawatirkan hotel yang dikelola secara sederhana akan mengalami kebangkrutan dan dapat merubah fungsi hotel sebagai kos-kosan. Adanya city hotel juga dapat merubah segmen pasar hotel melati dari pebisnis menjadi anakanak sekolah. Dengan demikian, perlu adanya suatu strategi dalam mengantispasi situasi semacam ini antara lain hotel-hotel melati melakukan penetrasi pasar secara langsung ataupun tidak langsung. Melakukan promosi kepada pasar yang dituju, bekerja sama dengan biro perjalanan wisata ataupun melalui mass media dan memanfaatkan jaringan internet. Selain dengan melakukan pemasaran dengan memperhatikan berbagai komponennya, para pengusaha juga sangat penting untuk selalu meningkatkan kemampuannya baik dalam mengelola usahanya, dan memperhatikan kebutuhan wisatawan sesuai perkembangan zaman. 29 Dalam ilmu ekonomi, teori penawaran adalah semakin turun harga barang, penawaran akan semakin sedikit sedangkan hukum permintaan adalah semakin rendah harga barang, permintaan akan barang tersebut semakin tinggi. Teori permintaan dan penawaran ini digunakan untuk menemukan faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar dan persaingan antar-city hotel serta strategi bisnis yang digunakan dalam menawarkan hotelnya. Ada dua faktor yang akan digunakan yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari harga sewa kamar, lokasi hotel, fasilitas yang ditawarkan, tingkat hunian kamar, lama tinggal tamu, dan pengelolaan hotel. Sedangkan faktor eksternal yang digunakan adalah dengan mencermati adanya tren wisatawan dalam pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel dan peluang untuk membangun hotel di Kota Denpasar. Dalam kenyataannya, pengusaha city hotel menawarkan harga sewa kamar semurah-murahnya, hingga sama dengan harga sewa hotel melati. Kondisi ini menyebabkan keberadaan hotel melati semakin terpinggirkan. Hal ini tentu tidak sesuai dengan teori penawaran yang berlaku secara umum. Biasanya bila pengusaha hotel ingin meningkatkan pendapatan, seharusnya harga sewa kamar akan ditawarkan setinggi-tingginya guna menarik keuntungan yang maksimal. Saat ini semua hotel berlomba-lomba menawarkan harga sewa yang murah sehingga hukum permintaan berlaku sesuai dengan teori yakni harga sewa kamar hotel yang murah telah menarik minat para tamu. 30 2.3.2 Teori Dampak Pariwisata Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas dimana aktivitas tersebut bisa bersifat alamiah, berupa kimia, fisik maupun biologi, dapat pula dilakukan oleh manusia berupa analisis dampak lingkungan, pembangunan dan perencanaan. Adapun dampak tersebut dapat bersifat biofisik, sosial, ekonomi dan budaya. Pertumbuhan industri pariwisata telah menjadi kontributor utama peningkatan aktivitas ekonomi di Amerika Serikat dan seluruh dunia, namun dampak yang muncul akibat pertumbuhan tersebut belum banyak dipahami (Kreag, 2010). Dampak pariwisata sering digunakan sebagai suatu kerangka pikir oleh para sarjana untuk membahas tentang dampak pariwisata di berbagai belahan dunia seperti Glen Kreag dalam bukunya The Impact of Tourism ( 2010) dan Peter Mason dalam bukunya Tourism Impacts, Planning and Management (2003). Salah satunya adalah Erik Cohen (dalam Pitana, 2005:109) menyebutkan dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar yaitu: dampak terhadap penerimaan devisa, pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, harga-harga, distribusi manfaat/keuntungan, kepemilikan dan kontrol, pembangunan pada umumnya serta pendapatan pemerintah. Dampak pariwisata tidak saja mengenai aspek sosial ekonomi namun juga banyak diulas mengenai sosial budaya dan lingkungan dengan melihat dari sisi positif dan negatif yang ditimbulkan. Berbagai kajian studi lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu 31 memberikan dampak-dampak positif seperti yang diharapkan seperti peningkatan pendapatan masyarakat, penerimaan devisa, kesempatan kerja dan peluang usaha (Pitana, 2005:110). Demikian pula halnya dengan dampak negatif yang ditimbulkan dari pembangunan pariwisata seperti kesenjangan pendapatan antarkelompok masyarakat ataupun ketimpangan antar-daerah. Pesatnya pembangunan sarana akomodasi pariwisata di Kota Denpasar juga telah menimbulkan dampak baik positif maupun negatif dan memberikan dampak sosial ekonomi, sosial budaya dan lingkungan terhadap seluruh komponen yakni pengusaha, masyarakat dan Pemerintah. City hotel yang berlokasi di tengah kota, dengan bangunan modern, fasilitas yang sekelas hotel bintang 2 ditawarkan dengan harga sewa kamar setara dengan harga sewa kamar hotel kelas non bintang atau hotel melati. Beberapa city hotel dikelola oleh manajemen yang mempunyai jaringan nasional bahkan internasional, sedangkan hotel melati kebanyakan dikelola oleh pengusah lokal dengan lingkup pemasaran terbatas. Perkembangan city hotel ini sudah mulai meresahkan karena menimbulkan persaingan harga yang tidak sehat. Sebagaimana sebuah pembangunan tentunya akan menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dimaksudkan sebagai dampak yang memang diharapkan akan terjadi akibat sebuah pembangunan dan memberikan manfaat yang berguna bagi lingkungan di sekelilingnya. Sedangkan dampak negatif dimaksudkan sebagai dampak yang tidak memberikan manfaat bagi lingkungan dan tidak diharapkan terjadi. 32 Untuk itu mengidentifikasi dampak akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar terhadap usaha hotel melati dan city hotel itu sendiri merupakan langkah yang sangat penting agar perkembangan city hotel dapat dikendalikan dan hotel melati tetap mendapatkan bagian dari pembangunan pariwisata di Kota Denpasar. Faktor dampak yang diteliti adalah harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar perbulan, pendapatan hotel, lama tinggal dan jenis tamu yang menginap. Dari Faktor tersebut dapat diidentifikasi dampak terhadap hotel melati akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar. Hasil identifikasi dampak ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam penyusunan kebijakan dalam rangka mengendalikan perkembangan city hotel di Kota Denpasar. Maksud dari penyusunan kebijakan adalah untuk memecahkan masalah yang terjadi akibat perkembangan city hotel yang menimbulkan persaingan tidak sehat antar pengusaha hotel di Kota Denpasar. Pengusaha hotel dan masyarakat tentu sangat mengharapkan kebijakan yang akan disusun dapat memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan lingkungan. Maka dari itu, teori dampak ini digunakan untuk mengidentifikasi dampak yang terjadi akibat perkembangan city hotel. Identifikasi dilakukan kepada pengusaha hotel melati, pengusaha city hotel, wisatawan, asosiasi perhotelan dan Pemerintahan. Hasil identifikasi tersebut akan diformulasikan menjadi masukan untuk penyusunan suatu kebijakan dalam rangka penataan pembangunan city hotel di Kota Denpasar. 33 2.3.3 Teori Kebijakan Kepariwisataan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memaknai arti kebijakan adalah pedoman untuk bertindak. Pedoman itu dapat sederhana ataupun kompleks, bersifat umum atau khusus, luas ataupun sempit, publik atau privat. Kebijakan dapat berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu,suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu, atau suatu rencana (Wahab, 2014:9). Dalam arti sederhana, kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan suatu masalah atau persoalan tertentu. Don K. Price menyebutkan bahwa proses pembuatan kebijakan yang bertanggungjawab ialah proses yang melibatkan interaksi antara kelompok-kelompok ilmuwan, pemimpin-pemimpin organisasi profesional, para administrator dan para politisi (Wahab, 2014:72). Sedangkan yang dimaksud dengan dikemukakan oleh ahli-ahli pariwisata, kebijakan kepariwisataan yang Goeldner dan Ritchie (2006) mendefinisikan kebijakan pariwisata sebagai regulasi, aturan, pedoman, arah, dan sasaran pembangunan ataupun promosi serta strategi yang memberikan kerangka dalam pengambilan keputusan individu maupun kolektif yang secara langsung mempengaruhi pengembangan pariwisata dalam jangka panjang dan sekaligus kegiatan sehari-hari yang berlangsung di suatu destinasi. (http://tentangpariwisata. blogspot.com/2010/12/apa-itu-kebijakan kepariwisataan.html) Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tak ada masyarakat yang terbebas dari Isu. Pengertian Isu dalam hal ini adalah suatu kondisi atau situasi 34 yang menimbulkan ketidakpuasan di kalangan masyarakat sehingga membutuhkan solusi yang segera. Salah satunya adalah isu kebijakan publik (Wahab, 2014: 96-99). Isu kebijakan publik akan terus bergulir dan dinamis seiiring dengan perkembangan masyarakat dan budaya politik suatu daerah. Makin kompleks suatu masyarakat suatu daerah, makin kompleks masalah yang dihadapi demikian juga halnya dengan jenis isu yang berkembang. Maka dari itu, respon yang diberikan oleh masyarakat suatu daerah terhadap jenis isu yang berkembang akan berbeda dengan daerah lainnya. Demikian pula halnya dengan isu yang berkembang saat ini di Kota Denpasar adalah maraknya pembangunan city hotel di Kota Denpasar, yang menimbulkan kekhawatiran di berbagai kalangan baik masyarakat maupun pengusaha hotel melati. Muncul berbagai respon terhadap isu tersebut antara lain agar Pemerintah melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap pembangunan city hotel sehingga tidak menambah kemacetan lalu lintas di daerah tertentu, selain itu juga adanya usulan agar Pemerintah menyusun kebijakan untuk mengatur pembangunan sarana akomodasi secara merata di seluruh wilayah Kota Denpasar, serta menetapkan standarisasi harga sewa kamar untuk menghindari persaingan yang kurang sehat. Pemerintah Kota Denpasar telah mengatur pembangunan fasilitas pariwisata khususnya bidang usaha penyediaan akomodasi dengan menetapkan beberapa peraturan antara lain: Peraturan Daerah Kota Denpasar Tahun 2001 tentang Usaha Nomor 24 Hotel Melati, Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 9 Tahun 2002 tentang Usaha Pondok Wisata, Peraturan Wali Kota 35 Denpasar Nomor 31 tahun 2007 tentang Usaha Hotel Berbintang, Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007 tentang Bangunan Condominum Hotel (Condotel), Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Kebijakan-kebijakan tersebut di atas disusun sesuai dengan perkembangan usaha penyediaan akomodasi yang terjadi saat itu. Bisnis usaha penyediaan akomodasai sangat dinamis, untuk itu kebijakan usaha pariwisata harus selalu diperbaharui untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengusaha dan mencapai sasaran pembangunan kepariwisataan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam Undang-undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, Bab VIII, Pasal 30 disebutkan Pemerintah Kabupaten/Kota mempunyai beberapa kewenangan antara lain: menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan kepariwisataan kabupaten/ kota, melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan pendataan pendaftaran usaha pariwisata, dan mengatur penyelenggaraan dan pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya. Dengan kewenangan yang disebutkan di atas, Pemerintah Kota Denpasar berkewajiban untuk menyiapkan aturan yang digunakan sebagai pedoman dalam mengatur dan mengelola kepariwisataan di Kota Denpasar Kepariwisataan antara lain menyusun Rencana Induk Daerah Kota Denpasar (RIPPARDA) Pembangunan dan pengaturan pembangunan sarana akomodasi yang dalam hal ini city hotel. Dalam teori kebijakan disebutkan tahapan penyusunan suatu kebijakan yaitu diawali dengan adanya isu yang sedang berkembang dengan kriteria tertentu. Isu dapat menjadi kebijakan publik bila isu tidak dapat diabaikan, menimbulkan 36 dampak yang luas, mendapatkan dukungan dari orang banyak melalui media massa dan isu tersebut dianggap persoalan yang fashionable, sulit dijelaskan namun dirasakan kehadirannya (Wahab, 2014:102-103). Teori kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah difokuskan kepada kebijakan kepariwisataan terhadap penataan sarana akomodasi di Kota Denpasar dengan isu berkembangnya city hotel di Kota Denpasar. Meskipun isu ini hanya berkembang di kalangan pengusaha perhotelan namun topik ini gencar diberitakan melalui media massa dan disuarakan oleh anggota DPRD Kota Denpasar dan Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI). Teori kebijakan ini akan digunakan untuk menganalisis dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar dengan faktor harga sewa kamar, tingkat hunian hotel, jumlah tamu menginap, pendapatan hotel, lama tinggal tamu dan jenis tamu. Dengan faktor tersebut dapat diketahui apakah dampak yang terjadi dapat sebagai pertimbangan dalam penyusunan kebijakan publik dalam pengaturan dan pengendalian pembangunan city hotel di Kota Denpasar . 2.4 Model Penelitian Dalam alur pikir di bawah tergambar pesatnya perkembangan pariwisata Kota Denpasar diikuti dengan meningkatnya sarana akomodasi. Ketersediaan sarana akomodasi di Kota Denpasar setiap tahunnya mengalami peningkatan. Penambahan jumlah sarana akomodasi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah tamu yang menginap di Kota Denpasar. Ada empat jenis usaha sarana akomodasi yang telah diatur dengan peraturan di Kota Denpasar, antara lain : usaha hotel 37 melati, hotel bintang, pondok wisata dan condominium hotel (condotel). Saat ini ada jenis sarana akomodasi yang sedang berkembang di Kota Denpasar, yang dikenal dengan sebutan city hotel. Ciri-ciri city hotel yang paling menarik perhatian adalah lokasinya di pusat kota, bentuk bangunannya modern minimalis dengan fasilitas sekelas hotel bintang. Masalah mulai timbul ketika city hotel menawarkan harga sewa kamar yang tidak jauh berbeda dengan harga sewa kamar hotel melati. Persaingan harga sewa kamar ini dikhawatirkan tidak saja mempengaruhi kelangsungan usaha hotel melati, tetapi juga akan berpengaruh terhadap city hotel itu sendiri. Selain persaingan harga sewa kamar, pembangunan city hotel yang tidak terkendali dapat mengancam daya dukung alam Kota Denpasar sebagai sebuah destinasi. Dari poin-poin tersebut di atas ditetapkan tiga rumusan masalah yang akan diteliti yaitu faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar, dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar, persaingan dan strategi bisnis city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Ketiga rumusan masalah tersebut dibatasi oleh konsep city hotel dan hotel melati terhadap topik yang dibahas dengan tiga teori untuk menganalisis masalah tersebut antara lain teori penawaran dan permintaan, teori dampak dan teori kebijakan pariwisata. Teori penawaran dan permintaan digunakan untuk menjawab rumusan pertama dan ketiga yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya perkembangan city hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar dengan menggunakan kuisioner. 38 Faktor yang digunakan adalah harga sewa kamar, fasilitas dan lokasi hotel yang ditawarkan, tingkat hunian hotel, dan lama tinggal tamu serta pengelolaan hotel. Penelitian dilakukan terhadap pengusaha city hotel, hotel melati dan tamu di kedua hotel tersebut. Dari faktor-faktor tersebut dapat diketahui penyebab berkembangnya city hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Teori dampak digunakan untuk menjawab rumusan kedua dan ketiga yakni dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati dan persaingan antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap hotel melati. Faktor dampak yang diteliti adalah harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar, pendapatan hotel, lama tinggal dan jenis tamu yang menginap dan promosi yang dilakukan. Penelitian akan dilakukan dengan mewawancarai pengusaha hotel melati dan city hotel menggunakan kuisioner. Dengan faktor tersebut dapat diketahui dampak positif dan negatif perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati dan city hotel. Kepada Pemerintah dilakukan wawancara dengan faktor-faktor, data kepariwisataan bidang sarana akomodasi, perencanaan penataan sarana akomodasi dan kebijakan tentang sarana akomodasi. Dari faktor tersebut dapat ditemukan kondisi secara umum dan khusus mengenai penataan sarana akomodasi di Kota Denpasar dan dampaknya terhadap usaha hotel melati dan antar-city hotel. Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner ini berisi pedoman wawancara untuk mendapatkan data mendalam dari informan. 39 Untuk mengetahui data kepariwisataan terkait sarana akomodasi, klasifikasi kelas city hotel yang berkembang, keterlibatan Asosiasi dalam penataan sarana akomodasi di Kota Denpasar serta kondisi bisnis hotel di Kota Denpasar wawancara dilakukan kepada Pengurus PHRI dan ASITA. Teori kebijakan kepariwisataan digunakan untuk menjawab rumusan masalah kedua mengenai dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati dan antar-city hotel di Kota Denpasar. Penelitian dilakukan kepada pengusaha city hotel dan melati dengan faktor harga sewa kamar, tingkat hunian hotel, jumlah tamu menginap, pendapatan hotel, lama tinggal tamu dan jenis tamu. Kepada Pemerintah, Asosiasi Perhotelan dan Biro Perjalanan Wisata dilakukan wawancara dengan faktor antara lain menganalisa kebijakan sarana akomodasi yang sudah ada, serta dampak-dampak yang diakibatkan oleh perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati, persaingan dan strategi bisnis city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Dengan faktor tersebut dapat diketahui apakah rumusan dampak yang terjadi akibat perkembangan city hotel tersebut dapat sebagai pertimbangan ataupun masukan untuk menyusun kebijakan publik dalam pembangunan city hotel di Kota Denpasar . pengaturan dan pengendalian 40 Pariwisata Kota Denpasar Hotel Melati City Hotel Teori Konsep 1. City Hotel 2. Hotel Melati Faktor-faktor penyebab berkembanganya city hotel di Kota Denpasar Dampak Perkembangan City Hotel di Kota Denpasar Dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar Simpulan/ Saran Gambar 2.1 Model Penelitian 1. Teori Penawaran dan Permintaan 2. Teori Dampak Pariwisata 3. Teori Kebijakan Kepariwisataan Persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar BAB III METODE PENELITIAN Bab ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan. Sugiyono (2010, 8) menjelaskan ada dua jenis metode penelitian yaitu metode kuantitatif dan metode penelitian kualitatif. Yang dimaksud dengan metode penelitian kuantitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sedangkan pengertian metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang dilakukan pada kondisi yang alamiah, instrumennya adalah peneliti itu sendiri dengan teknik pengumpulan data bersifat triangulasi dan analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta yang ditemukan dilapangan. 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian kualitatif karena objek yang diteliti merupakan suatu realitas yang tidak dapat dilihat secara parsial, objek yang bersifat dinamis, hasil konstruksi pemikiran dan interpretasi terhadap gejala yang diamati harus secara utuh dan menyeluruh (holistik), karena semua komponen yang ada dalam rangkaian penelitian tersebut saling terhubung satu sama lain (Sugiyono, 2010:10). Penelitian ini digunakan untuk melihat dampak akibat berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel 41 42 melati di Kota Denpasar dengan melakukan melakukan pengamatan, wawancara dan dokumentasi. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan terhadap 6 city hotel kelas bintang dan 13 hotel melati di empat kecamatan di Kota Denpasar kecuali Sanur. Hal ini dilakukan karena hotel-hotel di Sanur telah memiliki pangsa pasar sendiri yakni wisatawan mancanegara lanjut usia yang telah mengunjungi Bali beberapa kali (repeater) dengan tata bangunan yang berbeda semacam vila. Penelitian dilakukan pada saat masa liburan yang bertepatan dengan libur hari raya Imlek pada bulan Februari 2015 ataupun sekitar bulan Maret 2015 yang bertepatan dengan tengah semester anak-anak sekolah. Penelitian juga dilakukan pada saat bukan masa liburan sebagai perbandingan tingkat hunian kamar pada saat peak season dan low season. 3.3 Jenis dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Jenis data yang dicari adalah data kualitatif dan kuantitatif. Yang dimaksud dengan data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat dan gambar. Data kualitatif pada penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel, dampak yang muncul akibat berkembangnya city hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. serta pengaruhnya 43 Gambar 3.2 Lokasi Penelitian Adapun faktor-faktor yang diteliti untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel, dampak yang terjadi, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar adalah harga sewa kamar, tingkat hunian hotel, pendapatan hotel, lama tinggal tamu, lokasi hotel, fasilitas yang ditawarkan, dan pengelolaan hotel. 44 Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data kepariwisataan seperti mengenai jumlah hotel berbintang dan non bintang di Kota Denpasar, jumlah kunjungan wisatawan dan data pendukung lainnya. 3.3.2 Sumber Data Ada dua jenis sumber data yaitu sumber data yang bersifat primer dan sekunder. Data primer adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber primer yakni yang asli, informasi dari tangan pertama atau responden (Wardiyanta, 2006:28). Dalam penelitian ini, data primer yang didapat dari hasil wawancara dan observasi terhadap pengusaha hotel melati, pengusaha city hotel, tamu dari kedua hotel, asosiasi perhotelan, asosiasi biro perjalanan wisata dan Pemerintah. Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari informan, tetapi dari pihak ketiga, yakni data-data yang berasal dari dokumen– dokumen yang ada di wilayah tersebut maupun di perpustakaan. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kepariwisataan Kota Denpasar yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Denpasar, Provinsi Bali ataupun Badan Pusat Statistik ataupun peraturan-peraturan tentang sarana akomodasi yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota Denpasar. 3.4 Instrumen Penelitian Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2010:222). Peneliti sebagai instrumen, harus memiliki pemahaman mengenai metode penelitian kualitatif, penguasaan wawasan terhadap bidang yang diteliti dan obyek yang diteliti baik secara 45 akademik ataupun logistiknya dalam melakukan penelitan di lapangan. Dalam meneliti peneliti melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan menggunakan kuisioner. Kuisioner ini berisi pedoman wawancara untuk mendapatkan data mendalam dari infoman untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya berkembangnya city hotel, dampak yang ditimbulkan akibat perekembangan city hotel terhadap usaha hotel melati dan persaingan serta strategi bisnis antar-city hotel di Kota Denpasar. Kuisioner ini diberikan kepada pengusaha hotel melati, pengusaha city hotel, dan tamu di kedua hotel tersebut. pemerintah selaku pemegang kebijakan, pengurus Asosiasi Perhotelan (PHRI) Kota Denpasar dan ASITA Bali. 3.5 Teknik Pengumpulan Data Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data antara lain : 1) Observasi, adalah pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui kelayakan suatu permasalahan untuk diteliti. Suatu permasalahan layak diteliti apabila tersedianya data, informasi dan referensi yang memadai. Permasalahan mengenai city hotel memang sedang hangat diperbincangkan di kalangan pengusaha dan asosiasi perhotelan, mereka menuntut agar pemerintah menyiapkan ketentuan agar perkembangan city hotel terkendali. Untuk itu perlu diobservasi mengenai kondisi yang terjadi di lapangan mengenai perkembangan city hotel di Kota Denpasar. 46 2) Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam dari berbagai pihak yang berkorelasai dengan penelitian yang dilakukan. Dengan melakukan wawancara diperoleh data yang dapat menunjukkan faktor-faktor penyebab, dampak-dampak yang timbul akibat berkembangnya city hotel, persaingan dan startegi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Dalam penelitian ada beberapa sumber informasi primer yang diwawancarai antara lain: a. Wawancara dengan pengusaha city hotel, hotel melati dan tamu kedua hotel untuk mengetahui faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel, di Kota Denpasar, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Pedoman wawancara dengan faktor harga sewa kamar, fasilitas yang ditawarkan, lokasi hotel, pengelolaan hotel, tingkat hunian hotel, lama tinggal tamu dan jenis tamu berdasarkan teori permintaan dan penawaran. Khusus untuk pengusaha hotel melati diwawancarai mengenai dampak berkembangnya city hotel dengan faktor harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar perbulan, pendapatan hotel, lama tinggal, jenis tamu yang menginap dan promosi yang dilakukan. b. Wawancara juga dilakukan dengan Pemerintah dalam hal ini pejabat dan staf pada Dinas Pariwisata, Badan Pelayanan Perijinan Satu Pintu dan Penanaman Modal, Bagian Hukum dan di Kecamatan di Kota Denpasar. 47 Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui dampak perkembangan city hotel di Kota Denpasar dengan faktor permohonan perizinan untuk pembangunan hotel, data kepariwisataan bidang sarana akomodasi, perencanaan penataan sarana akomodasi dan kebijakan tentang sarana akomodasi. Selain untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan, juga untuk mengetahui mengenai kebijakan pemerintah tentang penataan sarana akomodasi di Kota Denpasar. c. Wawancara dilakukan dengan Pengurus Asosiasi Perhotelan (PHRI) Kota Denpasar dan Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) Daerah Bali untuk mengetahui data kepariwisataan terkait sarana akomodasi, klasifikasi kelas city hotel yang berkembang dan keterlibatan Asosiasi dalam penataan sarana akomodasi di Kota Denpasar. Faktor tersebut untuk mengetahui dampak yang terjadi. 3) Dokumentasi. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang ada pada instansi pemerintah mengenai data statistik kepariwisataan, peraturan maupun data lainnya yang dapat ditemukan di literatur ataupun di internet. 3.6 Teknik Penentuan Sampel Dalam penelitian kualitatif obyek penelitian disebut sampel. Sampel adalah sebagian dari populasi dan merupakan informan dalam penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara random (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yang mengambil sumber data dengan pertimbangan tertentu yang dianggap mengetahui tentang apa yang sedang diteliti. 48 Dalam penelitian ini diwawancarai pengelola hotel untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar, dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar , persaingan dan strategi bisnis antar city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisni hotel melati di Kota Denpasar. Pengelola berasal dari 19 hotel di Kota Denpasar yang berada di 4 kecamatan. Pemilihan hotel-hotel ini berdasarkan perkembangan hotel yang ada di wilayah Kecamatan dan untuk menjaring informasi serinci mungkin tentang city hotel dan hotel melati. Selain itu wawancara dilakukan kepada pejabat pemerintah Kecamatan, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Badan Pelayanan Perijinan Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar, Bagian Hukum Setda Kota Denpasar, Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Denpasar dan Pengurus ASITA Bali (Asosiasi Biro Perjalanan Wisata). Wawancara dilakukan untuk mengetahui mengenai perkembangan sarana akomodasi, proses perizinan dan kebijakan kepariwisataan serta dampak perkembangan sarana akomodasi di Kota Denpasar. 3.7 Teknik Analisis Data Sehubungan dengan rancangan penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif maka dalam menganalisis data digunakan secara deskriptif kualitatif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis induktif, karena penelitian dimulai dari observasi untuk mengidentifikasi faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar. Observasi dilakukan kepada tamu di kedua hotel dan pengusaha city hotel. Kemudian dilanjutkan 49 dengan menganalisa dampak berkembangnya city hotel terhadap hotel melati dan persaingan serta strategi bisnis antar-city hotel di Kota Denpasar. Hasil wawancara dengan pengusaha hotel melati dan city hotel mengenai harga sewa kamar, tingkat hunian kamar, lama tinggal tamu, lokasi hotel, fasilitas yang ditawarkan, promosi yang dilakukan, pendapatan hotel, pengelolaan hotel dan jenis tamu yang menginap. Analisis tersebut dilanjutkan dalam penyajian data hingga penafsiran untuk mendapatkan simpulan dalam hal ini rekomendasi yang diberikan kepada Pemerintah Kota Denpasar dalam rangka pengendalian perkembangan city hotel di Kota Denpasar dan memberikan masukan guna menyusun kebijakan yang mengatur pembangunan city hotel di Kota Denpasar. 3.8 Teknik Penyajian Hasil Analisis Data Penyajian hasil analisis data dilakukan secara formal dalam bentuk naratif, gambar, tabel ataupun grafik. Penyajian data dalam bentuk naratif untuk menyampaikan temuan faktor–faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar dan menganalisis hasil wawancara yang didapat mengenai dampak perkembangan city hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar berupa harga sewa kamar, jumlah tingkat hunian kamar, lama tinggal tamu, lokasi hotel, fasilitas yang ditawarkan, promosi yang dilakukan, pendapatan hotel, pengelolaan hotel dan jenis tamu menginap. Dari hasil analisa tersebut disusun mengenai kondisi yang terjadi di lapangan akibat berkembangnya city hotel di Kota Denpasar untuk menjadi rekomendasi kepada Pemerintah Kota Denpasar dalam mengendalikan 50 perkembangan city hotel. Saran kepada pengelola hotel melati dan city hotel untuk dapat menjaga kualitas dan harmonisasi bisnis hotel di Kota Denpasar dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun 2015. BAB IV PERKEMBANGAN INDUSTRI KEPARIWISATAAN KOTA DENPASAR Bab ini memaparkan secara ringkas perkembangan kota dan industri kepariwisataan di Denpasar untuk memberikan latar belakang pada pembahasan bab-bab selanjutnya (Bab V, VI, VII). Dengan menyajikan informasi historis perkembangan kota dan hotel di Denpasar, pemahaman atas situasi bisnis perhotelan di Denpasar dewasa ini bisa dipahami secara lebih komprehensif. Artinya bahwa hotel-hotel yang menjamur di Denpasar sekarang bukanlah terjadi dengan tiba-tiba tetapi memiliki sejarah yang cukup panjang bahkan sejak zaman kolonial. Sebelum memaparkan perkembangan hotel di Denpasar, uraian akan diawali dengan pemaparan ringkas tentang kota Denpasar yang bersumber dari Buku Selayang Pandang Kota Denpasar 2014 dan Dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Dennpasar Tahun 2015. 4.1 Perkembangan Kota Denpasar Sebelum menjadi ibu kota Provinsi Bali mulai 1958, Denpasar memiliki sejarah yang cukup panjang. Nama Denpasar telah dikenal sejak tahun 1788 yang ditandai dengan berdirinya Puri Denpasar sebagai ibu kota Kerajaan Badung yang diperintah oleh Raja I Gusti Made Ngurah. Kota Denpasar pada zaman itu, bukan hanya menjadi pusat kerajaan, juga menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Daerah Tingkat II Badung. Perkembangan Kota Denpasar tidak terhenti hanya 51 52 menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Badung namun pada tahun 1958, Kota Denpasar ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Bali. Setelah ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Bali, kemajuan pembangunan ekonomi, fisik dan sosial budaya di Kota Denpasar semakin pesat. Sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Badung dan Provinsi Bali, telah menimbulkan dampak. Dampak positif yang terjadi berupa peningkatan perekonomian masyarakat, karena Kota Denpasar menjadi pusat perdagangan dan jasa sehingga banyak pebisnis yang datang untuk melakukan bisnis serta menanamkan modalnya. Selain menjadi pusat perdagangan dan jasa, Kota Denpasar juga dikembangkan menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Bali. Dengan menawarkan sejumlah daya tarik wisata berupa kegiatan-kegiatan seni budaya dan berbagai tempat bersejarah, Kota Denpasar bersiap diri dalam menyambut kunjungan wisatawan dengan memenuhi segala fasilitas dan layanan yang diperlukan wisatawan selama di Kota Denpasar. Perkembangan Kota Denpasar juga menimbulkan dampak negatif, seperti pemukiman padat karena pertumbuhan penduduknya, kemacetan lalu lintas akibat bertambahnya pengguna jalan sehingga jalan terlihat semakin sempit. Kondisi tersebut, merupakan kondisi perkotaan pada umumnya yang memerlukan penanganan khusus agar permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan menyelesaikan permasalahan secara mandiri, Kota Denpasar ditingkatkan menjadi Kota Administratif pada tahun 1978 (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014). 53 Dari tahun ke tahun perkembangan Kota Denpasar semakin pesat sehingga kota Denpasar diusulkan menjadi Pemerintah Kotamadya Denpasar pada tahun 1992. Tujuannya adalah agar memiliki otonomi dalam menangani permasalahan yang timbul. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah telah mengubah Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar menjadi Kota Denpasar sampai saat ini (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014). Jumlah Penduduk Kota Denpasar setiap tahunnya terus bertambah, tercatat dari tahun 2011 sebanyak 629.588 orang, pada tahun 2012 meningkat menjadi 679.979 orang dan pada tahun 2013 berjumlah 708.488 orang. Hal ini disebabkan penambahan penduduk secara alami dan tingginya migrasi penduduk. Jumlah penduduk dan tingkat kepadatan di setiap kecamatan hampir merata. Bila dilihat dari luas wilayah per kecamatan, jumlah penduduk di Kecamatan Denpasar Barat termasuk padat karena dengan luas sekitar 24,13 km2, wilayah tersebut dihuni oleh sekitar 2014.249 orang dengan kepadatan 7,541 jiwa/km2. Sedangkan Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas wilayah terbesar sekitar 49,99 km2. dihuni oleh 192.890 orang dengan kepadatan 3.423 jiwa/km2 (Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Denpasar Tahun 2015) 4.2 Sarana dan Prasarana di Kota Denpasar Untuk mendukung pembangunan di Kota Denpasar perlu adanya ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai guna menunjang perkembangan berbagai sektor. Ketersediaan sarana dan prasarana meliputi ketersediaan jalan umum, moda transpotrasi, drainase, air bersih, kesehatan dan daerah pemukiman serta fasilitas umum lainnya. Kota Denpasar bukan saja sebagai pusat 54 pemerintahan namun juga sebagai salah satu destinasi di Bali perlu memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana guna meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Ketersediaan jalan umum yang memadai, terutama jalan yang menuju ke objek-objek wisata di sekitar Kota Denpasar perlu disiapkan dengan baik. Meskipun objek-objek wisata berada di pusat kota namun dengan padatnya lalu lintas di jalan raya akibat semakin meningkatnya penduduk dan kendaraan bermotor menyebabkan jalan umum di Kota Denpasar terasa semakin sempit. Tingginya peningkatan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan pertambahan ruas jalan sehingga melebihi daya tampung jalan. Pertumbuhan kendaraan per tahun mencapai 14 persen sedangkan pertambahan panjang jalan hanya 3,6 persen per tahun (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014). Sebagai sebuah daerah tujuan wisata, Kota Denpasar perlu menyiapkan moda transportasi umum yang nyaman bagi masyarakat ataupun wisatawan untuk mengurangi kendaraan pribadi. Kondisi lalu lintas saat ini sangat padat, karena penduduk Kota Denpasar masih merasa lebih nyaman dengan menggunakan kendaraan pribadi. Moda transportasi umum saat ini yang masih beroperasi adalah taksi dan bemo meskipun hanya pada jalur tertentu. Mulai tahun 2011 Pemerintah Provinsi Bali telah menyediakan Bus Trans Sarbagita guna mengajak masyarakat mulai menggunakan angkutan umum yang nyaman dan murah. Bus Trans Sarbagita mempunyai 17 trayek utama dan 36 trayek feeder. Bus Trans Sarbagita disediakan sebagai angkutan umum untuk masyarakat di sekitar Denpasar, Badung, Gianyar 55 dan Tabanan dalam sistem jaringan pelayanan terpadu antar wilayah. Meskipun belum mencakup ke seluruh wilayah Sarbagita, namun moda transportasi umum semacam ini perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan agar dapat menekan jumlah kendaraan pribadi di jalan raya. Pembangunan fisik di Kota Denpasar semakin tinggi baik pembangunan sarana perdagangan ataupun pemukiman. Padatnya pembangunan menimbulkan berbagai masalah, seperti terganggunya sistem drainase dan menumbuhkan daerah genangan. Pada musim kemarau, tidak tampak adanya masalah berarti dengan sistem drainase, namun ketika musim hujan tiba, di beberapa wilayah padat pembangunan seringkali dilanda banjir. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena dapat menurunkan citra Kota Denpasar sebagai pusat bisnis ataupun destinasi. Untuk itu, Kota Denpasar mulai membenahi sungai-sungai yang berfungsi sebagai saluran utama drainase Kota Denpasar. Kota Denpasar telah memiliki sarana kesehatan berupa 16 rumah sakit pemerintah dan swasta dilengkapi dengan peralatan modern serta tenaga medis professional dan handal. Selain rumah sakit, sarana kesehatan lainnya juga tersedia di seluruh kecamatan serta memiliki kemampuan kegawatdaruratan dan laboratorium. Ketersediaan sarana kesehatan di Kota Denpasar sangat penting untuk menunjang kepariwisataan. Kenyamanan dan keamanan wisatawan saat berada di sebuah destinasi merupakan suatu keharusan. Pemerintah Kota Denpasar telah berupaya membangun Pos Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (Save Community). Pos Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (Save Community) bertujuan untuk 56 melayani masyarakat dan wisatawan pada saat terjadi musibah kebakaran, kecelakaan lalu lintas, banjir ataupun bencana alam lainnya. Penataan ruang Kota Denpasar perlu dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Kota Denpasar dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Penataan ruang meliputi fungsi ruang dan bangunan. Pemanfaatan ruang di Kota Denpasar untuk perumahan dan pemukiman mencapai 5.900 ha atau 46 persen dari luas wilayah Kota Denpasar. Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan kepadatan pemukiman di beberapa kawasan dan munculnya pemukiman baru di beberapa wilayah. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Denpasar sangat diperlukan mengingat semakin padatnya penduduk dan diikuti pembangunan fisik. Ruang Terbuka Hijau (RTH) bertujuan untuk memberikan kenyamanan dan pemandangan yang lebih leluasa kepada masyarakat dan wisatawan agar wajah Kota Denpasar sebagai destinasi lebih tertata dan indah. Para wisatawan yang berasal dari berbagai negara dan daerah di Indonesia mengharapkan daerah tujuan wisata yang dikunjungi lebih baik dari negara ataupun daerahnya. Meskipun pariwisata yang ditawarkan adalah pariwisata budaya, namun kerapihan dan keindahan lingkungan Kota Denpasar dapat memberikan kesan mendalam kepada para wisatawan. 4.3 Perkembangan Perekonomian Kota Denpasar Kemajuan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari beberapa indikator seperti laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ataupun laju inflasi harga di suatu daerah. Pengertian Produk Domestik Regional 57 Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. Besar kecilnya Produk Domestik Regional Bruto suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumber ekonomi yang dimiliki daerah tersebut. Produk Domestik Regional Bruto Kota Denpasar setiap tahunnya mengalami peningkatan. Tahun 2013 laju pertumbuhan PDRB Kota Denpasar mencapai 6,54 persen dibandingkan tahun 2011 mencapai 6,77 persen dan 6,18 persen pada tahun 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kota Denpasar menduduki peringkat dua di Provinsi Bali setelah Kabupaten Badung. Kontribusi terbesar dari PDRB Kota Denpasar bersumber dari sektor tersier yaitu bidang perdagangan, hotel dan restoran sebesar 74,86 persen (Statistik Daerah Kota Denpasar 2014). Pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar juga bersumber dari sektor tersier, yaitu pariwisata. Peningkatan kunjungan wisatawan merupakan faktor penting yang perlu terus diupayakan. Berbagai program disusun oleh Pemerintah Kota Denpasar guna meningkatkan kualitas Kota Denpasar sebagai suatu daerah tujuan wisata. Pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak saja dinilai dari PDRB yang diperoleh, namun kestabilan inflasi merupakan hal penting. Kestabilan inflasi merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dan pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. 58 Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial, ekonomi, masyarakat.2 Tingkat inflasi di Kota Denpasar pada tahun 2013 mencapai 5 persen sampai 7 persen, capaian ini lebih tinggi dari tingkat ideal sekitar 4,5 persen dengan deviasi + 1 persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 66/PMK.011/ 2012 tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30 April 2012. Komoditas makanan dan pangan menjadi penyebab tingginya tingkat inflasi di Kota Denpasar. Bila diukur dari capaian kualitas hidup manusia yang disebut Indeks Pembangunan Manusia (IPM), capaian Indeks Pembangunan Manusia di Kota Denpasar terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 Indeks Pembangunan Manusia Kota Denpasar mencapai 79.41 merupakan capaian tertinggi di Provinsi Bali. Indeks Pembangunan Manusia diukur berdasarkan indeks gabungan terdiri dari indeks kesehatan (Angka Harapan Hidup), indeks pendidikan (Angka Melek Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah) dan indeks ekonomi (Tingkat Daya Beli Penduduk). Meskipun tingkat Indeks Pembangunan Manusia terus meningkat namun di Kota Denpasar masih dapat ditemukan keluarga miskin. Hal ini merupakan dampak dari kenaikan tingkat inflasi yang tidak diikuti dengan peningkatan pendapatan masyarakat dari golongan pendapatan rendah. ____________________________________ 2 http://www.bi.go.id/id/moneter/ inflasi/pengenalan/Contents/Default.aspx-). 59 Pertumbuhan ekonomi di Kota Denpasar menunjukkan ke arah positif, dalam artian capaian PDRB dan IPM mengalami peningkatan setiap tahunnya. Kestabilan inflasi harus terus ditekan agar mencapai standar ideal, sehingga standar hidup masyarakat tidak semakin menurun dan tidak menambah jumlah kemiskinan di Kota Denpasar. Posisi Kota Denpasar yang berada di tengah-tengah Pulau Bali memberikan manfaat besar dalam meningkatkan perekonomian masyarakatnya. Selain itu, Kota Denpasar juga merupakan daerah pemasaran produk barang dan jasa karena banyaknya jumlah penduduk dan kunjungan wisatawan. Untuk menunjang pendistribusian barang, telah tersedia fasilitas berupa pelabuhan Benoa yang berlokasi di Denpasar Selatan. Selain itu, perdagangan dan jasa juga didukung dengan adanya 842 bank, baik bank pemerintah ataupun swasta serta lembaga keuangan yang ada di Kota Denpasar. Perkembangan ekonomi di Kota Denpasar juga ditunjang oleh kegiatan ekspor. Pada tahun 2013 nilai ekspor mencapai $ 76 juta yang didominasi oleh ekspor hasil kerajinan sebesar $ 71 juta (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014). Kondisi ini selaras dengan misi Kota Denpasar sebagai Kota Kreatif yang mendorong masyarakatnya berinovasi dalam berkarya dengan mengedepankan kearifan lokal yang diwujudkan dalam karya-karya seninya. Perekonomi di Kota Denpasar menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun. Pemerintah Kota Denpasar juga berupaya untuk menciptakan iklim dunia usaha yang sehat demi mendorong perekonomian masyarakatnya. Pembangunan ekonomi tidak saja dilihat dari tingginya transaksi perdagangan dan jasa juga 60 dilihat dari adanya infrastruktur ataupun meningkatnya dana yang terhimpun oleh bank, namun yang lebih penting lagi adalah meningkatnya pendapatan masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dapat terjadi bila adanya peluang usaha dan lapangan kerja bagi penduduk Kota Denpasar yang semakin hari semakin bertambah. Salah satu peluang usaha dan lapangan kerja adalah adanya penanaman modal asing ataupun dalam negeri yang dilakukan di Kota Denpasar. Lokasi yang strategis dengan infrastruktur yang memadai dapat menarik minat para penanam modal untuk berinvestasi di Kota Denpasar. Dengan adanya Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah Kota Denpasar sangat berpeluang untuk memberikan pelayanan kepada Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Meskipun izin PMA dan PMDN dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal RI di Jakarta, namun penanam modal harus menindaklanjuti dengan perizinan-perizinan yang ada di daerah. Pada tahun 2013 tercatat realisasi PMA di Kota Denpasar sebesar US$ 10 juta, sedangkan realisasi PMDN sebesar Rp. 2,9 triliun. Realisasi PMA dan PMDN didominasi oleh sektor tersier yaitu bidang perdagangan, hotel dan restoran. Besaran penanaman modal di Kota Denpasar sangat berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu Pemerintah Kota Denpasar berkewajiban menjaga iklim investasi yang kondusif agar para penanam modal merasa aman dalam menanamkan modalnya. Iklim investasi yang kondusif dengan menjaga keamanan, memberikan pelayanan perizinan yang cepat dan tepat dan menyediakan informasi lengkap mengenai potensi investasi yang ditawarkan. 61 Meskipun investasi memberikan peluang usaha dan lapangan kerja serta meningkatkan pendapatan asli daerah, namun pemerintah juga tetap memperhatikan daya dukung Kota Denpasar. Sebagai contoh, investasi di bidang perhotelan saat ini sudah menjamur sehingga perlu ditata agar sesuai dengan kunjungan wisatawan dan sebaran pembangunan hotel di seluruh wilayah tanpa mengabaikan area peruntukan. 4.4 Kepariwisataan Kota Denpasar Dewasa Ini Perkembangan pariwisata Bali ditandai dengan adanya Bali Hotel pada tahun 1928 yang semula merupakan tempat pesanggrahan pegawai Pemerintah Kolonial Belanda yang kemudian direnovasi oleh perusahaan perjalanan KPM (Koninklijke Paketvaart Maatschappij) sebagai tempat penginapan (Atmaja, 2002). Pada tahun 1930, pembangunan pelabuhan udara di Tuban mulai dikerjakan dan dioperasikan pada tahun 1933 untuk memudahkan para wisatawan berkunjung ke Bali. Keberadaan Hotel Bali Beach di Sanur yang diresmikan pada tahun 1966 dengan kapasitas 300 kamar semakin melengkapi Bali sebagai daerah tujuan wisata. Pembangunan pariwisata di Bali terus berlanjut dengan dibangunnya kawasan wisata Nusa Dua pada awal tahun 1980 yang merupakan salah satu rekomendasi dari SCETO (Societe Centrale pour l’Equuipement Touristique Outre-Mer) sebuah konsultan Perancis yang dananya berasal dari UNDP (United Nation Development Program). Pariwisata Bali berkembang begitu cepatnya, dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan setiap tahunnya. Perkembangan tersebut mengundang investor untuk menanamkam modalnya di Bali, yaitu membangun fasilitas 62 kepariwisataan yang diperlukan wisatawan di suatu destinasi seperti akomodasi, restoran, biro perjalanan wisata, angkutan wisata dan membangun daya tarik wisata buatan manusia. Pembangunan fasilitas kepariwisataan yang menjadi favorit para investor adalah penyediaan sarana akomodasi. Penyediaan sarana akomodasi di destinasi mutlak diperlukan. Investor berlomba-lomba membangun sarana akomodasi sesuai dengan kebutuhan wisatawan dan tren yang akan terjadi dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar. Saat ini Kota Denpasar sebagai salah satu destinasi di Bali terus berupaya meningkatkan kunjungan wisatawan setiap tahunnya. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Denpasar dengan melakukan promosi di dalam dan luar negeri, menyebarkan brosur dan menjalin kerjasama dengan pengusaha pariwisata. Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kota Denpasar Tahun 2011-2013 seperti dalam Tabel 4.1. Kunjungan wisatawan mengalami fluktuasi, artinya kunjungan wisatawan tidak stabil. Tahun 2012 jumlah kunjungan wisatawan asing mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011, namun terjadi penurunan pada tahun 2013. Tabel 4.1 Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata di Kota Denpasar Tahun 2011-2013 Jumlah (orang) 2011 2012 2013 1 Asing 161.024 190.238 184.962 2 Domestik 237.001 205.320 258.813 Jumlah 398.825 395.558 443.775 Sumber: Data Pariwisata Kota Denpasar 2013 No Jenis Wisatawan Jumlah Keseluruhan 536.224 701.134 1.237.358 63 Objek dan Daya Tarik Wisata yang ada di Kota Denpasar sebanyak 24 buah, terdiri dari peninggalan purbakala, museum, taman budaya, pura ataupun prasasti, desa wisata serta hutan bakau yang memiliki keunikan masing-masing. Selain beberapa objek dan daya tarik wisata, Pemerintah Kota Denpasar juga berupaya keras untuk meningkatkan kunjungan wisatawannya dengan mengembangkan paket city tour, melaksanakan kegiatan budaya dan seni secara berkala, menggali objek wisata alternatif dan meningkatkan kualitas objek wisata yang ada. Untuk menyambut kedatangan wisatawan, Kota Denpasar telah memiliki sarana kepariwisataan yang cukup, seperti terlihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Jumlah Sarana Kepariwisataan di Kota Denpasar Tahun 2013 No Jenis Sarana Jumlah 1 Akomodasi 297 2 Restauran 79 3 Rumah Makan 383 4 Bar 129 5 Biro Perjalanan Wisata 176 6 Usaha Angkutan Wisata 88 7 Money Changer 109 Sumber: Profil Dinas Pariwisata Kota Denpasar 2014 buah buah buah buah buah buah buah Tabel 4.2, menunjukkan perkembangan sarana kepariwisataan Kota Denpasar sebagai sebuah daerah tujuan wisata, sehingga para wisatawan diharapkan akan merasa nyaman untuk berkunjungan di Kota Denpasar dengan berbagai fasilitas yang ada. 64 Perkembangan sarana kepariwisataan di Kota Denpasar setiap tahun mengalami peningkatan, terutama pada usaha sarana akomodasi yang terdiri dari Hotel Bintang, Hotel Non-bintang atau melati dan Pondok wisata, seperti yang tersaji dalam Tabel 4.3. Tabel 4.3 Perkembangan Usaha Akomodasi di Kota Denpasar Tahun 2011-2013 No Jenis Usaha Akomodasi 1 2011 Jumlah Jumlah Usaha Kamar 28 4.041 2012 Jumlah Jumlah Usaha Kamar 28 3.944 Hotel Berbintang 2 Hotel Non194 4.426 197 bintang (Melati) 3 Pondok Wisata 59 320 65 Jumlah 281 8.787 290 Keseluruhan Sumber: Direktori Pariwisata Denpasar 2013 2013 Jumlah Jumlah Usaha Kamar 30 4.255 4.566 200 4.809 352 8.862 67 297 366 9.430 Data pada Tabel 4.3 menunjukkan perkembangan usaha akomodasi terus mengalami peningkatan. Pada Tahun 2013, di Kota Denpasar telah tersedia 297 sarana akomodasi dengan jumlah kamar 9.430 buah. Berkembangnya jumlah usaha sarana akomodasi, mempengaruhi tingkat hunian kamar hotel di Kota Denpasar. Adapun perkembangan tingkat hunian hotel di Kota Denpasar seperti Tabel 4.4 Tabel 4.4 Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Denpasar Tahun 2011-2013 Prosentase Tingkat Hunian Kamar 2011 2012 2013 1 Hotel Bintang 64,04 % 60,73% 55,72% 2 Hotel Non-Bintang 48,54 % 45,21 % 47,16 % Rata-rata 56,97 % 52,97 % 51,44 % Sumber: Data Pariwisata Kota Denpasar 2013 No Jenis Hotel Rata-rata 60,16% 46,97% 53,79% 65 Tabel 4.4 menunjukkan, tingkat hunian kamar hotel pada hotel bintang pada posisi 60,16 persen sedangkan pada hotel non-bintang di kisaran 46,97 persen. Secara keseluruhan, tingkat hunian kamar hotel baik bintang atau non-bintang dari tahun 2011 hingga tahun 2013 terus mengalami penurunan. Hal ini tentu berhubungan secara langsung dengan semakin banyaknya sarana akomodasi di Kota Denpasar, sehingga menurunkan tingkat hunian kamar hotel setiap tahunnya. Selain penurunan tingkat hunian kamar hotel dan sebaran wisatawan yang menginap tidak merata, rata-rata menginap wisatawan di Kota Denpasar juga menunjukkan kondisi yang belum menggembirakan. Tabel 4.5 menunjukkan ratarata lama tinggal wisatawan di Kota Denpasar. Tabel 4.5 Rata-rata Lama Menginap Wisatawan di Kota Denpasar Tahun 2010-2012 Rata-rata Lama Menginap (hari) 2010 2011 2012 1 Asing 3,85 3,01 3,45 2 Domestik 2,67 2,37 2,32 Sumber: Data Pariwisata Kota Denpasar 2013 No Jenis Wisatawan Tabel 4.5 menunjukkan lama menginap wisatawan asing dan domestik di Kota Denpasar semakin menurun setiap tahunnya. Lama menginap wisatawan berkisar antara 2.3 hari. Hal ini disebabkan kurangnya daya tarik wisata yang ada di Kota Denpasar sehingga tidak dapat menarik wisatawan untuk tinggal lebih lama di Kota Denpasar. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar dan bersama dengan pelaku pariwisata menyusun kegiatan pariwisata yang menarik untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. 66 Uraian di atas menggambarkan pesatnya perkembangan kepariwisataan di Kota Denpasar dari waktu ke waktu. Ketersediaan sarana dan prasarana kepariwisataan merupakan usaha Pemerintah dan masyarakat dalam menyambut kunjungan wisatawan di Kota Denpasar. Peningkatan jumlah sarana akomodasi kelas bintang dan non-bintang belum sepenuhnya diikuti dengan peningkatan tingkat hunian hotel dan lama tinggal wisatawan di hotel secara signifikan. Hal ini diperkirakan karena tidak meratanya wisatawan yang menginap di seluruh sarana akomodasi yang ada di Kota Denpasar. Dikaitkan dengan pembahasan mengenai perkembangan city hotel yang dalam penelitian ini adalah hotel kelas bintang, tamu-tamu lebih memilih menginap di hotel bintang yang harga sewa kamarnya hampir sama dengan hotel kelas melati. 4.5 Kebijakan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar Perkembangan jumlah usaha sarana akomodasi di Kota Denpasar tidak diikuti dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan secara signifikan. Sebaran tamu yang menginap juga tidak merata di seluruh wilayah Kota Denpasar dan masih berpusat di Kawasan Pariwisata Sanur. Jumlah sarana akomodasi yang paling banyak berada di Kecamatan Denpasar Selatan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6. Dalam Perda Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 Tentang RTRW 2011-2031, Kecamatan Denpasar Selatan meliputi Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur, Desa Sanur Kauh dan Kelurahan Serangan serta Desa Kesiman Kertalangu di Kecamatan Denpasar Timur merupakan kawasan pariwisata. 67 Tabel 4.6 Jumlah Usaha Akomodasi menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2013 Hotel Bintang No Kecamatan Jumlah usaha Jumlah kamar Hotel Nonbintang (Melati) Jumlah Jumlah usaha kamar 1 Denpasar 24 3.282 85 Selatan 2 Denpasar 1 37 25 Timur 3 Denpasar 4 865 50 Barat 4 Denpasar 1 71 40 Utara Jumlah 30 4.255 200 Sumber : Direktori Pariwisata Denpasar 2013 Pondok Wisata Jumlah usaha Jumlah kamar 1.821 44 243 602 8 41 1.318 6 30 1.068 9 52 4.809 67 366 Jumlah sarana akomodasi di Kecamatan Denpasar Barat berada di posisi kedua. Wilayah Kecamatan Denpasar Barat terdiri dari 8 desa dan 3 kelurahan sudah terbagi menjadi 3 lingkungan yang berfungsi sebagai pusat pemukiman, pusat pemerintahan kecamatan serta pusat perdagangan dan jasa. Wilayah Kecamatan Denpasar Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung memberikan pengaruh positif, seperti investor membangun sarana akomodasi di jalan Mahendrata. Sarana akomodasi di wilayah Kecamatan Denpasar Barat banyak mengarah kepada model city hotel, yang menawarkan fasilitas hotel kelas bintang dengan harga murah. Misalnya seperti Hotel Lifestyle (ex Fave Hotel), Hotel Pop Harris Teuku Umar, Hotel Ibis ataupun Amaris Hotel. Wilayah Kecamatan Denpasar Barat tidak saja padat dengan pembangunan sarana akomodasi, juga dipadati pemukiman, perdagangan dan jasa sehingga kepadatan penduduk dan lalu lintas di sekitar jalan Gatot Subroto Barat maupun Jalan Teuku Umar terus bertambah. 68 Perkembangan sarana akomodasi di wilayah Kecamatan Denpasar Timur dan Utara, masih cukup berimbang namun pada lokasi tertentu pembangunan sarana akomodasi juga terlihat semakin meningkat. Jalan Nangka sebagai Wilayah Kecamatan Denpasar Utara memang merupakan daerah yang terdapat banyak hotel kelas melati dengan pangsa pasarnya wisatawan domestik. Demikian pula dengan, daerah di sekitar Terminal Ubung, pembangunan hotel juga terlihat meningkat, karena lokasi yang dekat terminal dan merupakan daerah baru. Sedangkan di Kecamatan Denpasar Timur masih didominasi oleh hotel kelas melati, yang dikelola oleh pengusaha lokal dan pangsa pasarnya para pelajar yang berkunjung di musim liburan sekolah. Untuk mengatur usaha sarana akomodasi di Kota Denpasar, Pemerintah Kota Denpasar telah menetapkan beberapa peraturan Tahun 2014 dilengkapi dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 26 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Peraturan ini ditetapkan merupakan tindak lanjut Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata merupakan penjabaran dari Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 86/ HK.501/ MKP/ 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi, Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 87/ HK.501/ MKP/ 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan Minuman,Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 91/ HK.501/ 69 MKP/ 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Pemberlakuan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata dimaksudkan untuk menciptakan iklim investasi yang positif, meningkatkan pelayanan perizinan dan memberikan kepastian hukum kepada pengusaha pariwisata. Tanda Daftar Usaha Pariwisata merupakan dokumen resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwisata yang dikelola oleh pengusaha pariwisata telah tercantum di dalam daftar usaha pariwisata. Peraturan mengenai pendaftaran tanda usaha pariwisata telah menimbulkan keresahan di kalangan pengusaha hotel kelas melati lokal di Kota Denpasar. Hal ini berdampak pengusaha jenis usaha hotel baik bintang ataupun non-bintang diwajibkan berbadan hukum, seperti tercantum pada Bagian Kedua Penyediaan Akomodasi, Paragraf 1, Jenis Usaha Penyediaan Akomodasi, pasal 11 ayat (1). Pada kenyataannya, sebagian besar pengusaha sarana akomodasi di Denpasar merupakan usaha perseorangan sehingga para pengusaha harus membentuk badan usaha terlebih dahulu sebelum melakukan pendaftaran usaha pariwisata yang dikelolanya. Sampai saat ini pemberlakuan peraturan masih dibahas oleh instansi yang berwenang guna mendapatkan jalan keluar, namun ada beberapa pengusaha yang telah menjadikan perusahaannya sebagai badan usaha Indonesia berbadan hukum sesuai yang diamanatkan dalam peraturan. Dengan adanya ketentuan tersebut, seolah-olah peraturan tidak berpihak kepada pengusaha lokal, namun sejatinya ketentuan ini mengatur perusahaan lokal agar mempunyai kekuatan hukum dan secara tidak langsung pengusaha mulai 70 mengelola perusahaan dengan lebih profesional agar dapat bersaing dengan perusahaan hotel yang dikelola oleh jaringan hotel internasional ataupun nasional. Dalam Peraturan Walikota Denpasar Nomor 26 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan Hiburan dan Rekreasi mengatur klasifikasi usaha pariwisata untuk memberi gambaran yang jelas kepada wisatawan mengenai hotel tersebut dalam rangka memenuhi kepuasan konsumen. Selain itu sebagai pedoman dalam operasional teknis guna penerapan pelaksanaan tanda daftar usaha pariwisata. Ada tiga aspek dalam klasifikasi usaha pariwisata yang harus dipenuhi antara lain aspek fisik, aspek pelayanan dan aspek pengelolaan. Aspek fisik mengarah kepada fasilitas yang memadai bagi wisatawan, sedangkan aspek pelayanan dan pengelolaan mengacu pada pencapaian tujuan usaha. Unsur-unsur yang mutlak dipenuhi oleh suatu usaha akomodasi, sebagai contoh Hotel kelas melati harus memiliki fasilitas publik, yaitu kamar mandi tamu dengan lantai yang tidak licin, WC, bak cuci tangan, perlengkapan mandi tamu dan lainnya. Dengan adanya pedoman teknis semacam ini, dapat meningkatkan kualitas hotel melati sehingga dapat bersaing dengan city hotel yang saat ini sedang berkembang. Sampai tahun 2014 peraturan-peraturan yang ditetapkan hanya sebatas pengaturan perizinan dan pedoman teknis klasifikasi usaha akomodasi, namun belum ada peraturan yang mengatur tentang zonasi peruntukan sarana akomodasi di wilayah tertentu sehingga perkembangan pembangunan dapat lebih merata dan tidak menimbulkan kepadatan penduduk ataupun meningkatnya alih fungsi lahan. 71 4.6 Kebijakan Perizinan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar Dalam melakukan usaha sarana akomodasi, pengusaha diwajibkan mempunyai beberapa izin sebelum melakukan usahanya, antara lain Izin Prinsip yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata, Persetujuan Prinsip Membangun (PPM), melengkapi dokumen dengan AMDAL atau UKL/UPL di Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Tempat Usaha (SITU), Izin Gangguan (HO), Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dan Izin Usaha Hotel yang saat ini dikenal dengan Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Sebelum mengajukan Izin Prinsip Membangun Hotel, pengusaha diwajibkan mengajukan permohonan Informasi Tata Ruang (ITR) ke Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar bagi pengusaha yang akan mendirikan hotel berbintang. Selanjutnya pengusaha mengajukan Permohonan Izin Prinsip Membangun Hotel ke Dinas Pariwisata Kota Denpasar, dengan melampirkan beberapa persyaratan administrasi yang wajib dipenuhi, yang terpenting adalah sebelum Izin Prinsip dikeluarkan, peninjauan lokasi dan pembahasan detail harus dilakukan dan disampaikan kepada Walikota guna memohon persetujuan. Apabila telah memperoleh ITR dan Izin Prinsip Membangun Hotel, selanjutnya pengusaha mengajukan Persetujun Prinsip Membangun ke Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar. Kemudian dilanjutkan dengan proses dokumen lingkungan AMDAL atau UKL/UPL di Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) akan dikeluarkan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar disertai SITU, HO dan Izin 72 Penggunaan Bangunan (IPB). Setelah mendapatkan IMB yang menyebutkan kelayakan fungsi bangunan, pengusaha kembali mengajukan Izin Usaha ke Dinas Pariwisata Kota Denpasar dengan melampirkan persyaratan administrasi, izin-izin yang telah diperoleh sebelumnya. Prosedur peninjauan lokasi usaha dan pembahasan serta pengajuan telaahan staf mengenai pengajuan permohonan izin hotel kepada Walikota wajib dilakukan. Setelah disetujui oleh Walikota, Izin Usaha Hotel baru dikeluarkan. Izin Usaha Hotel tidak memberikan klasifikasi jenis hotel. Klasifikasi jenis hotel akan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha yang beroperasi secara independen. Proses perizinan usaha akomodasi di Kota Denpasar, melibatkan berbagai instansi yang berwenang. Dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa masalah seperti pembangunan yang tidak sesuai dengan gambar yang diajukan ataupun hotel yang sudah beroperasi meski belum terbit izin usahanya. Hal-hal semacam ini, perlu diperhatikan dengan melakukan pengawasan dan pengendalian yang lebih kuat di segala lini. BAB V FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BERKEMBANGNYA CITY HOTEL DI KOTA DENPASAR Bab ini membahas mengenai faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar dengan menggunakan teori penawaran dan permintaan. Uraian dengan teori ini dikaitkan dengan faktor internal yang meliputi harga sewa kamar (room rate), fasilitas yang ditawarkan, lokasi hotel, tingkat hunian kamar hotel, lama tinggal wisatawan, dan pengelolaan hotel. Faktor ini dimasukkan sebagai faktor internal hotel karena berkaitan langsung dengan operasional hotel ke dalam. Selain faktor-faktor internal tersebut, ada juga faktor eksternal yang menjadi penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar seperti adanya tren wisatawan dalam pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel, dan peluang untuk membangun hotel di Kota Denpasar. Materi untuk analisis diperoleh dari hasil wawancara dengan pengelola hotel baik city hotel maupun hotel melati, pejabat di Dinas Pariwisata Kota Denpasar, dan Badan Pelayanan Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar serta beberapa tamu yang sedang menginap di hotel. 5.1 Faktor Internal 5.1.1 Harga Sewa Kamar Secara umum, harga merupakan salah satu faktor yang dipakai sebagai pertimbangan bagi konsumen dalam memilih suatu produk. Harga memainkan 73 74 peranan penting karena mampu merebut hati para konsumen dan calon konsumen dalam mengambil suatu keputusan (Budi, 2103:100). Sebagai penyedia barang/jasa, pengelola hotel idealnya mampu membedakan antara kebutuhan, keinginan dan permintaan para tamu. Kebutuhan (needs) merupakan pemuas dasar tamu yang menginap di suatu hotel adalah untuk beristirahat dan tidur dengan kenyamanan yang ditawarkan. Keinginan (wants) adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang lebih spesifik, seperti tamu ingin menginap di suatu hotel yang bertarif mahal untuk menginap di kamar dengan makanan yang mewah. Demikian pula halnya dengan kebijakan harga sewa kamar hotel. Penetapan harga sewa kamar hotel bertujuan agar dapat bersaing dengan harga sewa kamar hotel lainnya. Ada beberapa perbedaan harga sewa kamar dan jenisjenis harga sewa kamar, namun tujuan dari berbagai jenis harga sewa kamar adalah untuk memberikan penawaran kepada tamu, sehingga dapat meningkatkan tingkat hunian hotel kamar. Penetapan harga sewa kamar tertentu juga dimaksudkan untuk mempromosikan hotel dan menjaring pelanggan baru. Harga sewa kamar yang ada ditawarkan dengan harga tertentu sesuai dengan waktu. Pada saat musim liburan (high season atau peak season), harga sewa kamar tentu akan berbeda dengan harga pada musim sepi (low season) namun tergantung juga dengan perkiraan jumlah tamu yang akan datang. Untuk itu para pengusaha sangat memperhatikan situasi per waktu untuk dapat menawarkan produknya. 75 Untuk mengetahui sejauh mana harga sewa kamar ini mempengaruhi faktorfaktor yang menyebabkan perkembangan city hotel, maka peneliti mewawancarai 35 orang tamu yang menginap di 16 hotel berbeda. Dari 35 orang tamu yang menginap di 16 hotel tersebut, 16 orang diantaranya menyatakan bahwa mereka memilih hotel karena harga. Dalam penelitian kualitatif ini, pendapat para tamu itu dikutip secara representatif, artinya yang bisa dianggap mewakili kencenderungan pendapat responden lainnya. Salah seorang tamu yang bernama Yosyani Eka Wulandari, seorang wiraswasta, mengatakan bahwa dia memilih hotel dengan alasan harga yang memadai, lokasi yang mudah dijangkau dengan fasilitas serta pelayanan yang ramah dan nyaman (Wawancara, 2 Februari 2015). Yosyani datang ke Denpasar dengan tujuan liburan, dia menginap di Hotel Pop Harris Teuku Umar, hotel kelas bintang 2 yang berlokasi di Jalan Teuku Umar. Harga yang terpampang pada running text LED di depan hotel adalah Rp. 328.000. Hotel ini hanya menawarkan satu tipe kamar yang dikenal dengan Pop room. Bentuk kamar yang disediakan Hotel Pop Harris sangat sederhana namun dengan warna yang cerah. Kamar semacam ini memang sangat cocok bagi tamu dari kalangan anak muda dan pebisnis karena kamarnya sangat minimalis dan modern seperti Gambar 5.1. Apabila tamu memesan kamar melalui online travel agent (OTA), kemungkinan besar akan mendapatkan harga yang lebih murah sekitar 10-15persen, karena hotel ini juga memasarkan melalui berbagai cara antara lain bekerja sama dengan OTA seperti Agoda dan Traveloka. 76 Gambar 5.1 Foto Lobby dan kamar Hotel Pop Harris Teuku Umar, Jl. Teuku Umar, Denpasar (Dokumentasi, 2015) Alasan memilih hotel sebagai tempat akomodasi berdasarkan faktor harga juga disampaikan Yohanes Baptis Dwi H, berasal dari NTT. Saat ditemui di Hotel The Grand Shanti, dia menyampaikan bahwa harga merupakan salah satu alasan memilih hotel tersebut (Wawancara, 19 Februari 2015). Hotel The Grand Santhi 77 ini adalah hotel kelas Melati 3 yang memiliki fasilitas kolam renang dengan 3 meeting room dan 1 ballroom berkapasitas 400 orang (lihat Gambar 5.2). Pada saat itu, Yohanes Baptis Dwi menyampaikan mendapatkan kamar Super Deluxe dengan harga sekitar Rp. 450.000 meskipun dalam brosur hotel, kamar dengan tipe tersebut ditawarkan sebesar Rp. 907.500. Gambar 5.2. Foto kamar Hotel The Grand Santhi, Jl. Patih Jelantik, Denpasar (Dokumentasi, 2015) Mencermati perbedaan tarif di brosur dan pada realitas, harga yang didapatkan oleh pelanggan hampir setengah dari harga dalam brosur. Diskon separuh harga ini disebabkan adanya persaingan harga sewa kamar yang sangat ketat meskipun pada saat itu merupakan hari libur Imlek. Meski hari libur, tidak banyak tamu yang menginap karena bukan merupakan hari libur panjang. Biasanya liburan seperti itu yang menjadi liburan panjang (long weekend), jumlah tamu dan permintaan menginap biasanya meningkat. 78 Harga kamar di Hotel Pop Harris Teuku Umar dan The Grand Santhi, sudah dapat menggambarkan bahwa harga sewa kamar hotel di Kota Denpasar sudah demikian bersaing satu sama lainnya. Harga sangat rendah, dan diskon bisa mencapai 50 persen dari harga umum (published rate). Harga-harga diskon dan promo itu menjadi strategi bagi manajemen hotel untuk memikat tamu. Harga menjadi faktor bagi manajemen untuk meraih tamu dan harga pula yang menjadi faktor bagi tamu untuk memilih akomodasi. Bila di kedua hotel tersebut merupakan hotel kelas bintang dan melati 3 dengan fasilitas yang nyaman, berikut ini hasil wawancara dengan seorang tamu yang menginap di Hotel Warta Sari, hotel melati berlokasi di Jl. Raya Ubung yang memiliki kamar sekitar 26 buah. Hotel ini awal mulanya sebuah pondok wisata yang kemudian berhasil dikembangkan menjadi hotel melati (lihat Gambar 5.3). Seorang tamu hotel ini, Asih Prabawati ( Wawancara,19 Februari 2015), seorang konsultan kecantikan yang sudah hampir tiga tahun menjadi langganan hotel ini, menyampaikan bahwa dia mendapat harga sewa kamar antara Rp.100.000-Rp. 200.000 per malam tanpa sarapan, kadang kamar dengan AC atau tanpa AC, namun dilengkapi dengan TV dan kamar mandi. Fasilitas dan harga ini sudah dirasakannya cukup memadai. Mencermati dari hal tersebut, faktor harga merupakan hal penting dalam bisnis akomodasi di Kota Denpasar. Dari hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hotel-hotel yang memberikan harga yang sesuai dengan fasilitas yang ada merupakan hal penting yang menjadi dasar bagi tamu dalam mengambil keputusan untuk memilih akomodasi. 79 Gambar 5.3. Foto wawancara dan kamar Hotel Warta Sari, berlokasi di Jalan Raya Ubung, Denpasar (Dokumentasi, 2015) Menurut Morrison (2013, 28) suatu harga harus memberikan nilai agar tamu merasa puas sesuai dengan apa yang mereka bayarkan dan mereka juga harus diyakinkan bahwa kualitas dan fasilitas yang mereka dapatkan sesuai dengan harga yang dibayarkan. Artinya, harga memang faktor penting tetapi faktor ini harus sesuai dengan nilai uang yang dibayarkan wisatawan. Penetapan harga sewa kamar merupakan hal penting yang dilakukan oleh pengelola hotel. Harga sewa kamar yang ditentukan mempunyai tujuan tertentu yaitu untuk meningkatkan pendapatan hotel. Selain itu, penetapan harga sewa kamar juga harus diatur dengan baik agar dapat bersaing dengan hotel lainnya dan menjaga agar tamu percaya bahwa harga yang dibayarkan sesuai dengan fasilitas yang ditawarkan. Dengan demikian, penetapan harga sewa kamar harus dilakukan dengan metode yang logis dan benar (Prastowo dan Suryo, 2005:147). Ada beberapa metode yang dapat dilakukan. Pemilihan metode dilakukan sesuai 80 dengan kondisi yang ada di lapangan seperti jumlah kamar yang ada, pesaing di sekitar hotel ataupun fasilitas yang ada di hotel. Pemilihan metode tentunya untuk meningkatkan penjualan kamar dan keuntungan yang dapat diraih oleh hotel. Dari ulasan tersebut, dapat dilihat bahwa teori penawaran dan permintaan tidak semua sesuai dengan hukum yang ada. Sesuai dengan hukum permintaan, bahwa konsumen selalu tertarik dengan harga yang rendah sehingga permintaan akan barang yang ditawarkan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan harga sewa kamar hotel yang rendah sangat menarik bagi wisatawan sehingga mereka memilih harga yang sesuai dengan kemampuan finansial dan keinginan yang ingin dicapai. Berdasarkan fenomena di atas sebagian besar tamu memilih hotel karena faktor harga dan sesuai dengan fasilitas yang ada. Nilai uang penting dan itu diukur dari value atau nilai yang diberikan. Nilai itu antara lain ditentukan oleh suasana, kenyamanan, dan juga fasilitas. Dalam hukum penawaran disebutkan bahwa penjual akan menawarkan barang sebanyak-banyaknya saat harga barang mencapai harga tertinggi. Hal ini tidak sesuai di bisnis hotel di Kota Denpasar karena sebagian besar hotel justru menawarkan harga sewa kamar lebih murah dibandingakan dengan hotel lainnya demi menarik para tamu. Kondisi seperti ini sebenarnya tidak sehat karena akan membahayakan keberlangsung bisnis hotel. Persaingan harga sewa menyebabkan pengusaha hotel kelas melati sulit menaikkan harga sewa kamarnya. 5.1.2 Lokasi dan Fasilitas Hotel Selain harga sewa kamar, lokasi hotel juga menjadi salah satu faktor penting bagi tamu dalam menentukan pilihannya. Seperti yang telah disebutkan bahwa 81 pengertian city hotel adalah hotel yang berlokasi di tengah kota dan dikunjungi oleh pebisnis, maka dari itu salah satu faktor dari faktor penyebab berkembangnya city hotel adalah lokasi. Pemilihan lokasi dalam membangun hotel merupakan salah satu hal penting yang menjadi pertimbangan para pemilik modal. Sebelum memutuskan untuk membangun sebuah hotel di suatu lokasi tertentu, seperti disampaikan Hurriyati (2005) bahwa pemilik modal tentu telah memperhatikan beberapa hal berikut: Akses, seperti lokasi yang mudah dijangkau sarana transportasi umum; Visibilitas, seperti lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan; Lalu lintas, di mana banyak orang yang lalu-lalang dapat memberikan peluang besar terjadinya impulse buying yang maksudnya adalah dengan adanya pemilihan lokasi yang banyak dilalui orang maka diharapkan dapat menarik minat pengunjung yang melintas; Tempat parkir yang luas dan aman, merupakan faktor yang penting bagi konsumen dalam memilih suatu tempat; Lingkungan, yaitu daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan dan Persaingan, yaitu lokasi pesaing. Uraian di atas menggambarkan ada enam variabel yang menjadi pertimbangan bagi wisatawan untuk memilih hotel yang handy atau mudah terjangkau, dan bagi pengelola hotel variabel itu perlu diwujudkan agar menang dalam menghadapi persaingan. Lokasi ternyata tidak saja berarti jarak tetapi juga menuntut adanya suasana lingkungan sekitarnya. 82 Menurut Santoso dan Sugiyanto, tanpa amenities atau convenient store (toko-toko kecil) yang memadai, tidak mungkin bagi tamu untuk memilih tempat atau hotel tersebut.3 Demikian pula hal dalam konsep pemasaran perhotelan (Budi, 2013), lokasi (place) merupakan komponen yang biasanya disebut sebagai distribusi, di mana termasuk didalamnya yang berhubungan dengan lokasi, fasilitas dan penggunaan perantara. Intinya adalah lokasi di mana produk dan pelayanan hotel diberikan. Untuk itu, lokasi suatu hotel merupakan poin penting yang ditentukan oleh tamu dalam memilih sebuah hotel. Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan seorang tamu Martinus di Hotel Lifestyle Express, yang berlokasi di Jalan Teuku Umar seperti terlihat pada Gambar 5.4. Tamu yang berprofesi sebagai pegawai swasta, yang datang ke Denpasar dengan tujuan bisnis, menyatakan alasannya memilih hotel ini adalah karena lokasi. Martinus (Wawancara, 2 Maret 2015) menyatakan bahwa lokasi yang berada di tengah kota memudahkannya dalam beraktivitas selama di Kota Denpasar. Lokasi Hotel Lifestyle Express ini memang berada di daerah yang sangat strategis. Jarak dari Bandara Ngurah Rai dan Kuta tidak begitu jauh. Yang terpenting, daerah Jalan Teuku Umar merupakan salah satu sentra perdagangan dan jasa di kota Denpasar, yang padat dengan pertokoan, perkantoran, dan pusat kuliner di Kota Denpasar. ______________________________________________ 3 Artikel, Faktor Bauran Pemasaran Yang berkontribusi Bagi Konsumen Dalam Memilih Budget Hotel di Indonesia, oleh Antonius Kurniawan Santoso, Valensia Sugiyanto. http://download.portalgaruda.org/article. diakses pada tanggal 8 April 2015. 83 Gambar 5.4. Fasilitas kolam renang dan restoran di Hotel Lifestyle Express, Jalan Teuku Umar, Denpasar (Dokumentasi, 2015) Di jalur jalan ini, siang dan malam, tersedia hidangan dari berbagai daerah seperti masakan Bandung, masakan Cina, ayam Taliwang, ikan, bakso, babi guling, dan masakan Barat seperti yang disediakan kafe/restoran. Fasilitas ini melengkapi fasilitas amenities jalur Teuku Umar. Ada banyak convenient store tempat tamutamu membeli kebutuhan kecil seperti minuman atau roti. Maka dari itu, tidak mengherankan bila para tamu, seperti Martinus, tidak berpengaruh dengan adanya 84 hotel-hotel lain di sekitarnya karena hotel ini sudah dikenal oleh para tamu yang rata-rata merupakan pelanggan lama. Selain Hotel Lifestyle Express, di jalur jalan ini juga berdiri Hotel Ibis Style, Hotel Pop Harris, dan Hotel Amaris dengan model hotel yang sama yaitu modern dan minimalis. Jaraknya begitu berdekatan antara yang satu dengan yang lainnya. Amaris adalah hotel terbaru yang baru dibuka oleh Santika Group Hotel. Kamar yang tersedia pada hotel Lifestyles Express hanya satu jenis yaitu suite room dengan fasilitas restoran dan kolam renang serta fasilitas lainnya yang memadai. Makna sebuah lokasi strategis atau tidak berbeda dari satu tamu ke tamu lainnya yang biasanya sesuai dengan kepentingannya. Kalau ada tamu yang berlibur di Denpasar dengan kegiatan bisnis di kota, lokasi Jalan Teuku Umar tentu saja cukup strategis, sedangkan bagi tamu lain, bisa jadi lokasi Jalan Gatot Subroto (Bypass Gatsu) yang strategis dan menjadi pilihan menginap. Tama, (Wawancara, 19 Februari 2015) seorang karyawan swasta, yang memilih Hotel Golden Tulip Essentials yang berada di Jalan Gatot Subroto Barat, Denpasar, karena alasan lokasi. Lokasi ini tidak jauh dari pusat keramaian Denpasar, dan bisa dijangkau dari Kuta dan Bandara Ngurah Rai melalui Kerobokan tanpa mesti lewat kota. Daerah Gatsu bagian Barat merupakan daerah yang sedang berkembang, termasuk ditandai dengan pertumbuhan hotel. Karena ada beberapa hotel di daerah ini, seperti Aston, Puri Saron, Neo Hotel, maka kompetisi mulai ketat. Tiap hotel berusaha untuk menciptakan pasarnya sendiri dengan melengkapi propertinya dengan berbagai fasilitas yang diperlukan wisatawan. Fasilitas 85 tersebut termasuk kolam renang, restoran dan ruang rapat yang sangat memadai. Fasilitas restoran di daerah Gatot Subroto belum begitu banyak dan untuk itu pihak hotel menawarkan menu-menu andalan dari fasilitas restoran yang ada di hotel seperti terlihat pada Gambar 5.5. Teori permintaan dan penawaran yang ada dalam faktor ini adalah dimana tamu memilih hotel karena lokasi yang strategis untuk memudahkan mobilitasnya selama di Kota Denpasar, artinya semakin banyak tamu yang lebih mementingkan lokasi daripada harga atau fasilitas. Dari sisi penawaran, pemilik hotel melihat peluang tersebut sehingga dalam promosi yang dilakukan selalu menyebutkan lokasi yang strategis, dan aksesibilitas yang mudah dicapai sehingga memudahkan tamu untuk melakukan akitivitas selama di daerah tersebut. Gambar 5.5 Foto Fasilitas dan Penawaran Paket Makan Siang di Hotel Golden Tulip Essentials, Jl. Gatot Subroto Barat, Denpasar (Dokumentasi, 2015) 86 5.1.3 Tingkat Hunian Hotel Menurut Darminto dan Suryo dalam buku Analisis Laporan Keuangan Hotel (2005) persentase tingkat hunian kamar adalah angka berdasarkan perhitungan jumlah kamar yang dipakai selama periode tertentu dibagi dengan jumlah kamar yang tersedia selama periode yang sama dan dikalikan 100 persen. Dalam pengertian tingkat hunian kamar dikenal dengan single dan double occupancy. Yang dimaksud single occupancy adalah kamar yang dihuni oleh satu orang tamu dengan perhitungan seperti di atas, sedangkan double occupancy (tingkat hunian ganda) sebuah kondisi di mana sebuah kamar dihuni oleh lebih dari satu orang tamu. Perhitungan untuk double occupancy adalah dengan menghitung jumlah rata-rata orang per kamar terhuni (average number of people per room occupied) dengan cara membagi jumlah tamu selama periode tertentu dengan total kamar yang dihuni selama periode tersebut. Secara umum kondisi tingkat hunian ganda tentu akan lebih menguntungkan hotel dibandingkan dengan tingkat hunian tunggal, di mana kamar hanya dihuni oleh satu orang saja, karena pemanfaatan fasilitas hotel akan lebih tinggi. Namun, persentasi tingkat hunian per minggu belum dapat menggambarkan tingkat hunian per malam pada minggu tertentu. Bisa saja tingkat hunian mencapai angka 70 persen per minggunya, dengan tingkat hunian 90 persen pada hari Senin sampai Jumat, namun pada hari Sabtu dan Minggu pada tingkat hunian yang rendah (Darminto, 2005:68). Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengelola hotel menyatakan tingkat hunian hotel semakin hari semakin menurun. Seperti yang disampaikan 87 oleh Wayan Budiartha, manajer Hotel The Grand Santhi (Wawancara, 30 Januari 2015). Tingkat hunian hotel selama tahun 2014 adalah 42 persen, atau kurang dari separo. Sejalan dengan itu, pendapatan hotelnya pun semakin menurun, apalagi dengan adanya kebijakan pemerintah yang melarang instansi pemerintah untuk melaksanakan rapat atau pun kegiatan di hotel. Hotel yang dilengkapi dengan tiga meeting room, sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Dengan menurunnya pendapatan hotel, oleh karena itu pihak manajemen melakukan efisensi dengan meliburkan staf back office pada hari Sabtu, dengan tujuan mengurangi biaya operasional dan untuk fasilitas hotel juga akan dikurangi adanya kulkas yang dirasa belum memberikan peningkatan pendapatan hotel. Demikian pula halnya yang disampaikan oleh Desak Made Ariati (Wawancara, 6 Februari 2015) Asisten Manajer Front Office Hotel Harrads, hotel bintang 4, dengan jumlah kamar 135 buah, berlokasi di Bypass Ngurah Rai, tingkat hunian hotel pada tahun 2014 sekitar 54 persen. Hotel ini dibangun pada tahun 2009 dan beberapa kali berganti pemilik yang memengaruhi dinamika manajemen dan berpengaruh juga pada pendapatan hotel mengalami fluktuasi. Meski demikian, hotel ini harus bertahan dengan kondisi seperti sekarang dengan melakukan strategi harga khusus bagi tamu grup agar biaya operasional hotel dapat terpenuhi. Untuk itu, pengelola melakukan efisiensi dengan menggunakan tenaga kerja harian untuk jasa house keeping agar lebih menghemat biaya. Hasil penelitian di beberapa hotel menunjukkan, hotel kelas melati mempunyai tingkat hunian yang tinggi pada musim liburan sekolah, saat Lebaran ataupun akhir tahun. Seperti yang disampaikan oleh Kadek Sukariati (Wawancara, 88 31 Januari 2015), pengelola Hotel Wisata Indah, hotel kelas Melati 3 dengan jumlah kamar 42 kamar ini, tingkat hunian kamarnya hanya berkisar 30 persen setiap bulannya, kecuali pada musim liburan sekolah ataupun liburan panjang biasanya lebih tinggi Hotel yang berlokasi di Jalan Bedugul ini biasanya menerima tamu grup dari sekolah-sekolah di Jawa yang diberikan oleh Biro Perjalanan Wisata yang sudah menjadi langganan setiap tahunnya. Pengelola juga menyampaikan bahwa keinginan tamu semakin meningkat dan beragam, seperti tamu yang mengatur jadwal kunjungan dan jumlah kamar yang diperlukan sehingga hotel harus mengatur jadwal dan kamar dengan baik. Harga sewa kamar pada hotel ini sekitar Rp.100.000 untuk kamar non AC dan Rp. 250.000 untuk kamar AC dengan lama tinggal tamu selama 2-5 hari. 5.1.4 Lama Tinggal Tamu Lama tinggal tamu di suatu hotel adalah jangka waktu seorang tamu menginap di suatu hotel. Lama tinggal seorang tamu tergantung dari tujuan kunjungannya ke suatu destinasi. Bila tujuannya adalah untuk berkunjung ke daya tarik wisata yang ada di destinasi tersebut biasanya tamu menginap selama tiga hari atau dua malam. Lama menginap tamu juga tergantung dari jarak perjalanan dari tempat asalnya serta alat transportasi yang digunakan, seperti tamu-tamu dari negara Eropa yang jarak tempuh perjalanannya lama (long haul) sehingga para tamu akan tinggal lebih lama di suatu destinasi, berbeda dengan tamu-tamu china yang jarak tempuhnya hanya sekitar 7 jam, biasanya lama tinggalnya selama 4 malam atau 5 hari. 89 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengelola hotel menyatakan lama tinggal tamu yang saat ini hanya sekitar 2-3 hari. Kebanyakan tamu menginap hanya untuk bermalam bukan untuk beraktivitas seperti rapat, seperti yang disampaikan oleh Wayan Budiartha, manajer Hotel The Grand Santhi (Wawancara, 30 Januari 2015). Lama tinggal tamu di Kota Denpasar ada pada kisaran 2-3 hari untuk tamu domestik sedangkan untuk tamu China sekitar 4 hari seperti yang disampaikan oleh oleh Desak Made Ariati (Wawancara, 6 Februari 2015) Asisten Manajer Front Office Hotel Harrads. Faktor harga, lokasi hotel, fasilitas hotel, pelayanan hotel dan promosi sangat mempengaruhi tingkat hunian hotel. Faktor-faktor tersebut juga merupakan faktor penentu untuk menawarkan hotel kepada tamu. Tidak dapat dipungkiri bahwa harga sewa kamar merupakan faktor penting penawaran sebuah hotel untuk meningkatkan tingkat hunian hotel. Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa menurunnya tingkat hunian hotel disebabkan karena adanya persaingan harga antar hotel semakin ketat. Tamu lebih memilih hotel berfasilitas bintang dengan harga yang sangat tipis perbedaannya dengan harga kelas melati. Sedangkan lama tinggal sekitar 2-5 hari karena para tamu hanya mengunjungi daya tarik wisata yang sudah ada, belum ada daya tarik wisata yang dapat menahan tamu untuk lebih lama tinggal di Kota Denpasar. 90 5.1.5 Pengelolaan hotel Prediksi peningkatan jumlah kunjungan tamu ke Bali setiap tahunnya telah memberikan inspirasi bagi pemilik modal untuk mengivestasikan dananya di bisnis pariwisata termasuk di bidang perhotelan. Dengan asumsi kebutuhan kamar tentu akan ikut bertambah dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, namun asumsi ini tidak berjalan beriringan karena fakta di lapangan menunjukkan jumlah kamar yang tersedia lebih banyak dari kunjungan wisatawan. Kondisi ini tidak saja terjadi di Kabupaten Badung, namun juga di Kota Denpasar. Bila di Kabupaten Badung banyak dibangun villa, sedangkan di Kota Denpasar banyak dibangun city hotel baik yang dikelola oleh perseorangan ataupun manajemen hotel dengan jaringan kelas dunia seperti grup Accor, Aston, Tauzia ataupun Santika yang merupakan salah satu anggota Kompas Gramedia Group lihat Gambar 5.6. Gambar 5.6 Lambang Hotel Management Jaringan Dunia Accor dan Tauzia serta Grup Santika (Dokumentasi, 2015) 91 Manajemen hotel jaringan internasional (international chain hotel) ini dengan cepat mewarnai bisnis hotel di Kota Denpasar yang berlokasi di tempattempat strategis sehingga secara kasat mata sangat menarik perhatian. Dengan adanya hotel-hotel dengan model city hotel yang dikelola oleh manajemen hotel tersebut secara perlahan merebut pangsa pasar baik dari kelas hotel yang sama atau pun kelas melati, karena city hotel tersebut menawarkan harga tidak jauh beda dengan harga kelas melati dengan fasilitas yang lebih bagus. Hal ini tentu meresahkan para pengusaha hotel yang terlebih dahulu berbisnis di bidang perhotelan karena tidak ada standar harga yang mengatur harga sewa kamar kelas bintang dan kelas melati. Hal ini terjadi karena tren masyarakat yang menginginkan fasilitas hotel kelas bintang dengan harga kelas melati. Persaingan ini tidak saja terjadi antara city hotel dan kelas melati namun juga terjadi antar city hotel baik di kelas bintang ataupun kelas melati. City hotel yang dikelola oleh manajemen hotel jaringan internasional juga tidak dapat memberikan harga yang lebih tinggi karena pengelola juga dituntut untuk menghasilkan pendapatan yang telah ditargetkan untuk itu pengelola melakukan beberapa upaya seperti meningkatkan promosi, bekerja sama dengan berbagai pihak dan mulai menambah segmen pasar baru. Artinya, meskipun city hotel dikelola oleh manajemen hotel yang professional namun dengan adanya target yang harus dicapai menyebabkan pengelola hotel harus melakukan strategi harga dengan cermat agar dapat bertahan. 92 5.2 Faktor Eksternal 5.2.1 Tren Wisatawan dalam Memilih Hotel Selain lima faktor yang telah diulas, menurut Kepala Bidang Usaha Jasa dan Sarana Wisata, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Drs. Ketut Arya (Wawancara, 29 Januari 2015), tuntutan masyarakat atau wisatawan yang menginginkan untuk dapat menginap di sebuah hotel dengan fasilitas yang bagus namun dengan harga terjangkau. Berkembangnya city hotel di Kota Denpasar telah memberikan kesempatan kepada tamu untuk memilih akomodasi selama berlibur. Para tamu biasanya memperkirakan tawaran mana yang akan memberikan nilai maksimal yang dibatasi oleh biaya pencarian, pengetahuan, mobilitas dan pendapatan (Budi, 2013). Bila dicermati dari hasil wawancara dengan tamu ditemukan 14 orang yang memilih hotel karena lokasi, 8 orang yang memilih hotel karena harga, fasilitas serta pelayanan yang diberikan. Sedangkan 13 orang lainnya memilih karena harga, harga dan lokasi, rekomendasi biro perjalanan wisata ataupun lokasi serta fasilitas. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan tamu memilih hotel yang memberikan nilai maksimal sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan finansial tamu. Peluang tersebut ditangkap oleh para pengelola hotel untuk menawarkan hotelnya kepada tamu dengan mengkombinasikan ketiga hal tersebut yakni harga, fasilitas dan pelayanan yang diberikan. 93 Dalam industri pariwisata penentuan segmentasi pasar merupakan hal penting karena dengan mengetahui pasar yang akan dituju maka perlu memperhatikan kebutuhan, keinginan dan harapan dari pasar tersebut (Yoeti, 2005). Demikian pula halnya, dalam bisnis perhotelan dengan mengetahui jenis tamu yang ingin disasar maka pengelola harus menyiapkan fasilitas yang sesuai dengan kebutuhan, keinginan dan harapan tamu yang akan datang. Bisnis perhotelan merupakan bisnis yang sangat kompetitif, setiap hotel ingin memberikan sesuatu yang berbeda kepada tamu sehingga tamu mempunyai alasan dalam memilih suatu hotel. Jenis tamu yang datang ke hotel dengan bermacam-macam tujuan dan berasal dari berbagai daerah atau negara. Tamu yang menginap ada yang bertujuan untuk berwisata, bisnis, kunjungan keluarga ataupun untuk menghadiri sebuah pertemuan, untuk itu hotel harus menyediakan kebutuhan yang diperlukan tamu yang dikombinasikan dengan keinginan dan harapan tamu. Dengan beragamnya jenis tamu, pihak hotel sangat sulit dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan tamu tersebut, maka dari itu pengelola harus cermat dalam menentukan jenis tamu yang akan disasar. Jenis tamu tidak saja dibedakan dari berbagai tujuan dan asal daerah atau negara, namun juga dilihat dari usia, pendidikan, pekerjaan dan juga merupakan tamu grup ataupun individual. Dari data tersebut sudah dapat digambarkan jenis tamu yang datang ke hotel seperti gambaran pada tamu di Hotel Puri Nusa Indah yang berlokasi di Jalan Waribang, adalah jenis tamu datang dari Jawa dalam bentuk rombongan dari 94 sebuah institusi pemerintah atau perusahaan swasta. Penelitian dilakukan pada hari Sabtu, 21 Februari 2015, hotel dengan jumlah kamar 100 buah, dalam kondisi penuh. Harga sewa kamar non-AC Rp. 150.000 sedangkan dengan fasilitas AC seharga Rp. 250.000, fasilitas hotel lainnya ada kolam renang dan free wifi di area tertentu. Dari hasil wawancara dengan salah seorang tamu, Slamet Purwadi, yang berasal dari Purbalingga, berprofesi sebagai guru, sudah beberapa kali mengunjungi Bali bersama rombongan dengan harga paket tur selama tiga hari sekitar Rp. 1.000.000 yang diatur oleh biro perjalanan wisata. Seperti yang terlihat dalam Gambar 5.7, Hotel Puri Nusa Indah menyediakan fasilitas bagi tamu sesuai dengan kebutuhan bagi tamu rombongan dengan transportasi bus sehingga tersedia halaman yang luas untuk parkir dan membagi area untuk tamu pada saat sarapan sesuai dengan jumlah grup. Selain itu, pengelola juga mengizinkan para pedagang cindera mata untuk masuk dalam area hotel untuk menjajakan barang-barangnya. Pengelola sangat memahami karakter tamu yang datang di hotel yakni tamu yang datang dalam rombongan dengan harga paket tur yang sangat minim, harus disesuaikan dengan kebutuhan tamu meskipun tidak semua keinginan tamu terpenuhi, karena tidak semua mendapatkan tamu menempati kamar dengan fasilitas AC sehingga kemungkinan menimbulkan keluhan karena tidak sesuai dengan harapan tamu. 95 Gambar 5.7 Suasana Makan Pagi Tamu dan Pedagang di Hotel Puri Nusa Indah, Denpasar (Dokumentasi, 2015) sumber : Peneli Sedangkan tamu yang menginap di Hotel Graha Cakra Bali yang berlokasi di Jalan Bypass Ngurah Rai ini sangat bervariasi, tamu yang datang bukan saja untuk berlibur, tapi juga untuk melakukan rapat dan kunjungan keluarga. Hotel ini merupakan hotel bintang 3 dengan jumlah kamar sebanyak 43 buah dengan taman yang indah dan asri menyebabkan hotel ini banyak dikunjungi oleh tamu-tamu 96 asing, seperti terlihat pada Gambar 5.8. Hotel ini juga mempunyai fasilitas ruang rapat dan instansi pemerintah sering melalukan rapat, namun dengan adanya pelarangan pelaksanaan rapat di hotel-hotel telah terjadi penurunan drastis untuk pemanfaatan ruang rapat tersebut. Dengan adanya surat edaran tersebut secara otomatis menurunkan tingkat hunian kamar, karena dengan adanya pelaksanaan rapat secara tidak langsung telah meningkatkan tingkat hunian kamar. Belakangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara kembali mengeluarkan Surat Edaran bahwa rapat di hotel dibenarkan asal sesuai dengan kebutuhan. Gambar 5.8 Keadaan Restoran dan Lingkungan Hotel Graha Cakra Bali (Dokumentasi, 2015) 97 Meski adanya perubahan ini, gairah pemerintah untuk mengadakan pertemuan di hotel sudah terlanjur lenyap dan takut jikalau pelaksanaan rapat di hotel berpotensi menjadi temuan penyalahgunaan keuangan. Dengan kondisi ini, pengelola hotel mulai melakukan promosi untuk mendapatkan tamu rombongan, seperti yang disampaikan oleh Heru Jatmiko (Wawancara, 11 Februari 2015). Pesatnya pertumbuhan city hotel menimbulkan persaingan harga kamar yang kurang sehat sehingga beberapa hotel memutuskan untuk menyasar segmen pasar lainnya. Seperti yang disampaikan oleh Pengelola Hotel Harrads yang berlokasi di Jalan By Pass Ngurah Rai, hotel Bintang 4 ini telah mempunyai pangsa pasar yaitu untuk tamu China dan pebisnis, namun dengan adanya persaingan dari hotel lainnya, hotel mulai menyasar mahasiswa dan rombongan dengan memberikan harga khusus dan bekerja sama dengan piro perjalanan wisata. Kondisi persaingan antar hotel menyebabkan hotel-hotel yang semula hanya menyasar pebisnis ataupun wisatawan telah merubah target pasar dengan menyesuaikan harga agar tetap bertahan. Hotel-hotel tidak lagi memperhatikan standar harga untuk fasilitas yang tersedia, namun lebih mementingkan bagaimana mendapatkan tamu untuk mendapatkan pemasukan guna memenuhi biaya operasional hotel. Harga sewa kamar kelas bintang hampir menyamai harga sewa kamar kelas melati, hal ini menyebabkan harga sewa kamar sulit dinaikkan dan bahkan semakin menurun guna dapat bertahan untuk mendapatkan pemasukan. 98 5.2.2 Kemudahan dalam Proses Perizinan Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang cepat, murah, mudah, transparan, pasti dan terjangkau, serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat dalam pelayanan publik maka Pemerintah Kota Denpasar melalui Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal (BPPTSP&PM) berupaya membangun dan menciptakan mekanisme pelayanan sederhana. Penyederhanaan layanan mengandung percepatan waktu proses penyelesaian, kepastian biaya, kejelasan prosedur pelayanan, mengurangi berkas permohonan, pembebasan biaya perijinan bagi UKM baru dan pelayanan informasi bagi masyarakat. Tujuan penyederhanaan tersebut diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat saat mengurus perijinan dan mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam disiplin investasi. Pemerintah Kota Denpasar berupaya BPPTSP&PM menjadi sebuah lembaga yang benar-benar One Stop Service yang dapat melaksanakan kebijakan Pemerintah Kota Denpasar dalam penyederhanaan perijinan dengan Sistem Paralel dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan adanya komitmen Pemerintah Kota Denpasar dalam penyederhanaan pelayanan perizinan tentu memudahkan para investor dalam membangun hotel dan dalam koridor penerapan peraturan perundang-undangan. Sebagaimana yang disampaikan oleh beberapa pengelola hotel yang diwawancarai bahwa tidak menemukan kendala dalam pengurusan izin. Hal ini disebabkan pengelola telah memiliki kelengkapan dokumen dan memenuhi persyaratan yang diperlukan. 99 5.2.3 Adanya Peluang Pembangunan Hotel Tingginya minat investor dalam membangun hotel di Kota Denpasar karena adanya peluang seperti tercantum dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Denpasar. Pada Bagian Ketiga, Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya, Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Pariwisata, Pasal 47 ayat 3 disebutkan Rencana pengembangan akomodasi wisata di wilayah Kota melalui Pengembangan pada zona pariwisata dan pengembangan menyebar di luar zona Kawasan Pariwisata Sanur. Selanjutnya pada poin b diuraikan Pengembangan akomodasi menyebar merupakan akomodasai wisata atau hotel kota (city hotel) lokasinya dapat menyatu dengan zoning perdagangan dan jasa dan kawasan pemukiman tertentu. Dengan demikian pembangunan city hotel di Kota Denpasar masih dimungkinkan namun dengan memperhatikan pembagian peruntukan wilayah agar tidak terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang dan bangunan. Untuk itu investor yang akan membangun hotel agar mengikuti prosedur yang telah ditetapkan yaitu dengan memohon informasi tata ruang (ITR) ke Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar. Permohonan informasi peruntukan lahan dapat diminta oleh masyarakat untuk setiap kawasan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar untuk meminimalkan terjadinya pelanggaran tata ruang dan membangun sesuai peruntukan lahan yang tertuang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar. Mencermati dari ulasan kelima faktor internal dan eksternal penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar dapat dilihat dengan jelas bahwa adanya penawaran dari hotel mengenai harga dan fasilitas kepada tamu tidak 100 sepenuhnya mendapat respon yang baik. Tanggapan terhadap penawaran juga tergantung dari jenis tamu yang disasar atau menjadi target pasar. Jenis tamu perseorangan dengan tujuan bisnis tidak semuanya memilih city hotel kelas bintang sebagai tempat menginap, karena pemilihan hotel sangat tergantung dari kemampuan finasial dan keperluannya. Untuk jenis grup lebih banyak menginap di hotel kelas melati karena sangat tergantung dengan harga paket tur yang ditawarkan oleh pihak Biro Perjalanan Wisata. Dengan kondisi saat ini, beberapa hotel berencana untuk menawarkan hotelnya kepada pelajar, mahasiswa ataupun tamu grup untuk meningkatkan tingkat hunian hotel dan pendapatannya. Faktor internal harga sewa kamar, fasilitasi dan lokasi hotel dapat digambarkan sebagai faktor-faktor berkembangnya city hotel di Kota Denpasar karena dengan faktor tersebut digambarkan telah terjadi peningkatan permintaan terhadap sarana akomodasi. Hal ini sesuai dengan teori permintaan, semakin rendah harga yang ditawarkan, permintaan akan semakin meningkat. Sedangkan dari sisi penawaran, secara nyata sangat berbanding terbalik karena meski dengan harga sewa kamar yang rendah dan fasilitas bagus, hampir semua hotel justru menawarkan hotelnya dengan berbagai cara padahal dalam teori penawaran adalah saat harga produk menurun biasanya pedagang justru menurunkan jumlah produk yang ditawarkan. Tren wisatawan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan perkembangannya untuk dapat memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapannya dalam rangka meningkatkan tingkat hunian hotel, lama tinggal dan pendapatan hotel. Faktor lainnya seperti tingkat hunian hotel, lama tinggal tamu, pendapatan 101 dan pengelolaan hotel merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi keberlangsungan bisnis hotel di Kota Denpasar, karena dengan banyaknya hotel murah, maka tingkat hunian hotel akan semakin menurun, lama tinggal tidak dapat ditingkatkan, pendapatan hotel semakin menurun dan pengelolaan hotel perlu dilakukan pembenahan untuk lebih profesional. BAB VI DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR Pariwisata saat ini merupakan sebuah industri yang sangat dinamis dan memengaruhi aspek lain dalam kehidupan. Dinamika dalam pariwisata ditimbulkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah semakin banyaknya jumlah pemain dalam industri yang sangat menggiurkan ini, sehingga persaingan pun semakin besar dan tidak sehat sehingga perlu ditegakkan kode etik pariwisata (Ismayanti, 2010). Demikian pula halnya, dalam perkembangan sarana akomodasi di Kota Denpasar. Jumlah akomodasi semakin bertambah setiap tahunnya sehingga menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar-hotel. Dalam Bab ini akan dibahas mengenai dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Teori yang digunakan dalam pembahasan ini adalah teori dampak pariwisata dimana pembangunan pariwisata di suatu destinasi memberikan berbagai dampak kepada masyarakatnya karena keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas pariwisata yang terjadi. Pesatnya pembangunan city hotel di Kota Denpasar telah memberikan dampak kepada pengusaha hotel melati. Dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati dianalisis menggunakan teori dampak dengan faktor harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar, pendapatan hotel, lama tinggal dan jenis tamu yang menginap. Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pengelola hotel melati, pejabat di empat kecamatan di Kota Denpasar, pejabat Dinas Pariwisata 102 103 Kota Denpasar, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar dan Bagian Hukum Setda. Kota Denpasar, Perwakilan Pengurus Asosiasi Perhotelan (PHRI) Kota Denpasar dan ASITA Bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pesatnya perkembangan sarana akomodasi dengan model city hotel telah memberikan dampak negatif terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar, seperti yang akan diulas pada berikut ini : 6.1 Dampak Negatif 6.1.1 Persaingan Harga Sewa Kamar Para pengelola hotel melati di Denpasar yang kebanyakan merupakan penduduk lokal dan mengelola hotel dengan manajemen keluarga sangat merasakan dampak negatif dari menjamurnya hotel-hotel baru yang disebut sebagai city hotel di Kota Denpasar. Dr. Nyoman Satrya Pratama, pemilik Hotel Puri Gatsu Indah yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Barat, Denpasar, sangat merasakan dampak dengan munculnya banyak city hotel di sekitar Jalan Gatot Subroto dan Jalan Mahendrata yang dikelola oleh jaringan manajemen hotel kelas internasional (Wawancara, 31 Januari 2015). Dampak yang dirasakan adalah adanya persaingan tarif kamar (room rate), karena dengan adanya keberadaan beberapa city hotel tersebut, hotel kelas melati tidak bisa menaikkan tarif kamar padahal biaya operasional terus menanjak. Harga sewa kamar di Hotel Golden Tulip Essential yang ditawarkan berkisar Rp. 466.000, namun bila dibuka website TripAdvisor, tampak tawaran harga dari tiga Online Travel Agent (OTA) lebih kecil antara 50 persen sampai 30 persen dari harga tersebut (lihat Gambar 6.1). Ketiga OTA dimaksud adalah 104 Pegi-pegi.com memberikan harga Rp. 285.125, booking.com Rp. 362.975 dan Expedia.com Rp. 439.200, harga-harga tersebut telah termasuk pajak. Gambar 6.1 Gambaran Perbandingan Harga yang Ditawarkan oleh Tiga Online Travel Agent dalam Situs Trip Advisor (Dokumentasi, 2015) Sementara itu, dengan harga kisaran Rp. 200.000 hingga Rp. 400.000, hotel melati yang ada di sekitarnya tentu akan sangat sulit dapat menaikkan harganya. Harga sewa kamar Hotel Puri Gatsu Indah, untuk kamar non-AC adalah Rp. 100.000 dan AC harganya Rp. 200.000. Pangsa pasar hotel ini adalah rombongan pelajar ataupun keluarga yang bertujuan untuk berwisata pada saat liburan sekolah, liburan Lebaran, atau akhir tahun. Beberapa tahun lalu, hotel ini juga sering menerima instansi yang melakukan rapat, namun karena minimnya lahan hotel (hotel space) dan lokasi hotel dekat dengan lampu pengatur lalu-lintas (traffic light), maka dari itu pihak hotel memutuskan untuk menghentikan aktivitas tersebut. 105 Hal senada juga disampaikan oleh Nikolaus Sani Molan, pengelola Hotel Puri Royan, yang berlokasi di Jalan Teuku Umar, berhadapan dengan Hotel Lifestyle Express. Pembangunan city hotel di sekitar Jalan Teuku Umar sangat mempengaruhi kunjungan tamu karena adanya harga sewa kamar yang sangat tipis perbedaannya. Harga sewa kamar Hotel Puri Royan Rp. 150.000–Rp. 200.000 dengan fasilitas kamar AC, TV dan sarapan (lihat gambar 6.2). Sampai saat ini pengelola hotel menyatakan tidak berani menaikkan harga sewa kamar karena khawatir para pelanggannya berpindah ke hotel lain di sekitarnya (Wawancara, 5 Februari 2015). Gambar 6.2 Kondisi Kamar Hotel Puri Royan, Jl. Teuku Umar, Denpasar (Dokumentasi, 2015) Tawaran harga di Hotel Lifestyle Express memang sangat menarik yaitu sekitar Rp. 350.000 dengan fasilitas kolam renang dan restauran yang lebih nyaman. Bila memesan melalui Online Travel Agent, harga tersebut bisa menjadi lebih murah sekitar 10-15 persen (seperti terlihat pada Gambar 6.3). 106 Gambar: 6.3 Penawaran Pegipegi.com untuk Harga Sewa Kamar Hotel Lifesyle Express. (Dokumentasi, 2015) Gambaran terjadinya persaingan harga sewa kamar menjelaskan bahwa perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah memberikan dampak negatif terhadap usaha hotel melati karena tidak dapat meningkatkan harga sewa kamar secara tidak langsung juga memengaruhi pendapatan hotel. Hotel melati tidak mampu bersaing dengan tawaran tarif yang tidak jauh berbeda sedangkan fasilitasnya sangat kontras. Hotel-hotel melati fasilitasnya terbatas, sedangkan city hotel yang rata-rata baru dibangun, fasilitasnya lebih lengkap dan penunjangnya lebih memadai seperti parkir, kolam renang, restoran, wifi, dan AC. 6.1.2 Menurunnya Tingkat Hunian Hotel Melati Sedangkan untuk faktor jumlah tamu yang menginap juga berhubungan secara langsung dengan tingkat hunian hotel yang secara jelas digambarkan bahwa hotel-hotel kelas melati hanya akan tinggi tingkat hunian hotelnya pada saat liburan sekolah, hari raya Lebaran ataupun di akhir tahun. 107 Seperti yang disampaikan oleh I Wayan Rajin, Pengelola di Hotel Taman Wisata di Jalan Nangka ini, bahwa dengan banyaknya hotel telah mempengaruhi tingkat hunian karena jenis tamu yang berkunjung hanya rombongan pelajar ataupun keluarga pada saat liburan, sehingga pada hari biasa, hotel nyaris kosong (Wawancara, 31 Januari 2015). Selain karena berkembangnya city hotel, di sekitar Jalan Nangka juga banyak tersebar hotel melati yang pangsa pasarnya juga sama, yaitu rombongan. Kondisi ini tentu sangat memberatkan pemilik hotel untuk menutup biaya operasional hotel. Meskipun Pemilik hotel ini juga memilki Hotel Wisata Indah yang berlokasi di Jalan Bedugul, turunnya tingkat hunian hotel sangat mempengaruhi pendapatan. 6.1.3 Menurunnya Pendapatan Hotel Melati Dalam situasi persaingan ketat dengan city hotel menyebabkan pendapatan hotel melati di Kota Denpasar mengalami penurunan. Penurunan pendapatan hotel disebabkan menurunnya tingkat hotel dan lama tinggal tamu di hotel melati. Terjadinya penurunan tingkat hunian hotel karena tamu yang datang hanya pada waktu tertentu seperti saat musim liburan sekolah, Hari Raya Lebaran ataupun akhir tahun. Dengan demikian pada waktu selain liburan, tingkat hunian hotel melati sangat rendah, sehingga beberapa hotel menyatakan akan menutup usaha hotel yang dikelolanya dengan mengalihkan menjadi tempat kos elite seperti yang disampaikan oleh pemilik sekaligus Pengelola Hotel Trio Bali, Ny. Hin Solihin (Wawancara, 4 Februari 2015). Hotel Trio Bali yang berlokasi di Jalan Hayam Wuruk ini sebenarnya berada di tempat strategis, karena dekat dengan pusat perkantoran Pemerintah Provinsi Bali sekitar Niti Mandala, Renon, namun 108 kondisi kamar yang sangat sederhana tidak mampu menarik tamu untuk menginap karena di sekitar daerah renon juga telah banyak muncul model city hotel. Untuk meningkatkan memenuhi biaya operasional, halaman depan hotel dikontrakkan dengan pihak lain, seperti terlihat pada Gambar 6.4 di bawah ini. Gambar: 6.4 Halaman Hotel Trio Bali,di Jalan Hayam Wuruk yang dikontrakkan (Dokumentasi, 2015) Dari penjelasan di atas, dari faktor persaingan harga sewa kamar, menurunnya tingkat hunian hotel, berkurangnya pendapatan hotel dan terpaku pada jenis tamu tertentu pada hotel melati, telah menggambarkan dampak negatif yang diakibatkan oleh pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar. 6.1.4 Timbulnya Masalah Lingkungan dan Sosial Masyarakat Selain faktor tersebut, juga disebutkan beberapa dampak negatif yang timbul seperti terjadinya kemacetan pada ruas jalan pada saat masa liburan tiba. Hal ini disebabkan bila hotel tidak memiliki luas lahan yang memadai untuk menampung bis-bis yang mengangkut tamu hotel seperti yang disampaikan oleh 109 Drs. I.B. Joni Arimbawa, M.Si, Camat Denpasar Barat (Wawancara, 27 Januari 2015) dan Sekretaris Camat Denpasar Timur, Drs. I.B. Kt. Suanthara (Wawancara, 28 Januari 2015) Dampak negatif yang terjadi akibat tingginya perkembangan city hotel, tidak saja mempengaruhi usaha hotel melati, namun juga kepada masyarakat luas. Adapun dampak negatif yang ditimbulkan seperti terjadinya kriminalitas saat pembangunan fisik ataupun dapat meningkatkan peredaran narkoba di hotel-hotel, sebagaimana yang disampaikan oleh I Made Sukarata, SE, M.Si, Sekretaris Camat Denpasar Selatan (Wawancara, 27 Januari 2015). Secara bisnis, kondisi murahnya harga sewa kamar akan sangat menguntungkan para pengusaha Biro Perjalanan Wisata, karena dapat menjual paket tur yang semurah-murahnya. Menurut oleh Ketut Ardana, SH, Pengurus ASITA Bali hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena rendahnya harga paket tur yang ditawarkan akan menjadikan Bali sebagai destinasi murahan. Yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah keberlangsungan pariwisata Bali di masa depan (Wawancara, 12 Februari 2015). Mencermati dari hasil penelitian di atas maka perkembangan city hotel di Kota Denpasar, memang sangat mengkhawatirkan pengusaha hotel melati, bukan saja karena adanya persaingan harga sewa kamar yang tidak sehat ataupun menurunnya tingkat hunian hotel tetapi adanya Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang mensyaratkan agar pengusaha jenis usaha penyediaan akomodasi hotel wajib berbentuk badan usaha Indonesia berbadan hukum. Hal ini menimbulkan permasalahan diantara 110 para pengusaha hotel melati yang sebagian besar dikelola oleh keluarga/ perseorangan karena kondisi ini dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan pengusaha hotel lokal itu sendiri, sebagaimana yang disampaikan oleh A.A. Ngurah Adhi Ardana,ST, Pengurus PHRI Kota Denpasar (Wawancara, 4 Februari 2015). Dampak negatif tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja dan harus dicarikan solusi agar usaha hotel melati dapat ikut bersaing dalam bisnis usaha sarana akomodasi dan tetap bertahan dengan mempertahankan budaya local namun tetap professional dalam melayani tamu. Meskipun dampak negatif tampak jelas, akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar seperti pembahasan di atas, namun dari hasil wawancara juga ditemukan dampak positif yang diberikan oleh pembangunan city hotel, sebagai pembahasan berikut ini. 6.2 Dampak Positif 6.2.1 Meningkatkan Kualitas Fasilitas dan Pelayanan Hotel Melati Perkembangan city hotel di Kota Denpasar tidak saja menimbulkan dampak negatif, namun juga memberikan beberapa dampak positif antara lain, seperti yang disampaikan oleh Pengelola Hotel Puri Nusa Indah, A.A. Ngr. Alit. Virman, dengan adanya city hotel, pengusaha hotel melati dituntut untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan sumber daya manusianya terutama dalam teknologi terkini seperti penguasaan sistem booking online dan kemampuan berbahasa. Peningkatan kualitas SDM dan perangkat elektronik tentu bukan barang murah, namun merupakan investasi biaya tinggi yang diharapkan dapat bermanfaat untuk 111 menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini (Wawancara, 5 Februari 2015). Dampak positif lainnya juga disampaikan oleh Pengelola Hotel Puri Gatsu Indah, persaingan antar-hotel memang tidak dapat dihindari, namun untuk bertahan di bisnis perhotelan adalah dengan tetap menjaga kebersihan kamar, meningkatkan pelayanan dan fasilitas hotel. Untuk itu, pengelola hotel selalu menekankan kebersihan kepada para pelayan hotel agar membersihkan kamar dan lingkungan pada saat hotel sedang sepi. 6.2.2 Meningkatkan Promosi Hotel Melati Banyaknya city hotel membuat para pengusaha hotel melati semakin gencar mempromosikan hotelnya, seperti diungkapkan oleh A.A.Ngr. Gede Setyawan, ST, Pengelola Hotel Ratu. Promosi dilakukan dengan berbagai cara seperti penyebaran brosur, bekerja sama dengan online ataupun offline travel agent, bekerjasama dengan pramuwisata, sopir taxi, memberikan harga khusus untuk para tamu ataupun berpromosi melalui media sosial facebook (lihat Gambar 6.5). Untuk menarik para tamunya, hotel ini juga sudah merenovasi beberapa kamar dan lingkungannya untuk meningkatkan fasilitas kamar sehingga harga sewa kamar dapat dinaikkan. Hotel Ratu ini berdiri sejak tahun 1970 dan dikelola turun temurun, di sekitar hotel ini banyak hotel serupa Hotel Viking, Hotel Candra dan hotel lainnya yang juga berupaya untuk bertahan dengan mempermodern fasilitas kamarnya agar dapat menarik lebih banyak tamu (Wawancara, 19 Januari 2015). 112 Gambar 6.5 Promosi Hotel Ratu (ex Hotel Queen) di Facebook dan website Booking.com (Dokumentasi, 2015) 6.2.3 Meningkatkan Perekonomian Masyarakat Selain dampak positif terhadap pengusaha hotel melati, perkembangan city hotel di Kota Denpasar juga memberi manfaat bagi masyarakat umum dan tamu. Dengan adanya city hotel, juga dapat memberikan peluang kerja untuk menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar seperti yang disampaikan oleh Pengurus ASITA Bali, Ketut Ardana, SH demikian pula yang disampaikan oleh Camat Denpasar Barat, Sekretaris Camat Denpasar Utara, Drs. Raka Purwantara, MAP (Wawancara, 27 Januari 2015). Pengelola city hotel juga secara rutin memberikan bantuan dana pada saat ada kegiatan adat di sekitarnya melalui Pengurus Banjar. 113 Dampak yang paling nyata dengan adanya city hotel adalah memberikan nilai tambah terhadap fasilitas sarana akomodasi di Kota Denpasar dan apabila pembangunan city hotel ditata dengan baik sesuai dengan peruntukan dan menyebar bukan berada di satu wilayah, bisa jadi pembangunan city hotel justru menampilkan wajah Kota Denpasar yang lebih tertata. Mencermati hasil penelitian mengenai dampak negatif dan positif perkembangan city hotel di Kota Denpasar seperti yang telah dibahas di atas, tampak jelas bahwa sebagian besar pengelola hotel ataupun narasumber lainnya menyampaikan dampak negatif yang dirasakan. Meski demikian, walaupun adanya persaingan yang ketat antar hotel, harus diakui ada beberapa hotel yang bertahan dalam kondisi sekarang ini karena pengelola berupaya dengan melakukan berbagai macam promosi, meningkatkan fasilitas kamar, menjaga kebersihan dan pelayanan serta yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga hubungan dengan para pelanggan baik tamu ataupun mitra bisnis. Demikian pula halnya dari hasil penelitian ditemukan sebagian besar hotel melati telah memiliki pangsa pasar sendiri yaitu jenis tamu rombongan baik pelajar, keluarga atau komunitas tertentu yang biasanya ramai datang pada saat liburan sekolah, liburan hari raya Lebaran ataupun liburan akhir tahun. Seperti yang disampaikan oleh Pengelola Hotel Mutiara, Made Sukartawa, hotel yang berlokasi di Jalan Pendidikan No. 102, Denpasar, telah mempunyai langganan tetap, selain rombongan pelajar juga para PNS yang berasal dari wilayah Timur dan Anak Buah Kapal (ABK). Hal ini disebabkan lokasi hotel yang dekat dengan 114 Pelabuhan Benoa dan Kantor Badan Kepegawaian Negara Wilayah Timur (Wawancara, 19 Januari 2015). Kondisi ini tentu tidak dapat dibiarkan karena hotel juga memerlukan biaya operasional seperti biaya listrik, air dan telpon, biaya tenaga kerja serta biaya operasional hotel lainnya sehingga pengelola berusaha untuk meningkatkan tingkat hunian hotel pada saat low season dengan memberikan harga khusus. 6.3 Kebijakan Kepariwisataan Bidang Akomodasi Suatu daerah yang melakukan pembangunan pasti akan mengalami perkembangan. Perkembangan yang terjadi akan memberikan dampak bagi masyarakat baik dampak postif ataupun negatif. Demikian pula dengan perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah memberikan dampak positif dan negatif terhadap usaha hotel melati seperti pembahasan di atas. Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan faktor harga sewa kamar, tingkat hunian hotel, jumlah tamu menginap, pendapatan hotel, lama tinggal tamu dan jenis tamu, menunjukkan perkembangan tersebut memberikan dampak negatif terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Meski demikian, hasil penelitian juga mendapatkan gambaran dampak positif yang diterima sebagai suatu introspeksi oleh pengusaha hotel melati untuk meningkatkan pelayanan dan fasilitas yang dimiliki apabila ingin tetap berbisnis di bidang perhotelan. Adanya dampak negatif dan positif pada perkembangan city hotel di Kota Denpasar memang tidak dapat dihindari, sebagaimana diketahui bisnis pariwisata, khususnya bisnis perhotel sangatlah dinamis. Untuk menghindari persaingan yang tidak sehat dan demi keberlangsungan pariwisata Bali selanjutnya, 115 Pemerintah perlu menetapkan beberapa kebijakan kepariwisataan. Kebijakan kepariwisataan khususnya di bidang sarana akomodasi yang lebih spesifik karena sifat bisnis ini merupakan bisnis jasa yang mengutamakan pelayanan dan kepuasan pelanggan. Hasil penelitian menunjukkan informasi dari para informan menyampaikan beberapa dampak negatif yang terjadi akibat perkembangan city hotel yaitu terjadinya persaingan yang tidak sehat antar hotel. Persaingan tidak saja terjadi antara city hotel dengan hotel melati, namun juga antar city hotel itu sendiri. Persaingan menjadi tidak sehat karena perbedaan tipis antara harga sewa kamar city hotel yang berfasilitas lebih bagus dengan harga sewa kamar hotel melati yang lebih sederhana. Perbedaan tipis ini menyebabkan tamu-tamu cenderung memilih city hotel untuk tempatnya menginap, sedangkan hotel melati hanya kebagian tamu rombongan yang datang pada saat liburan. Kondisi ini menyebabkan tingkat hunian hotel melati pada hari-hari biasa, tingkat hunian hotel melati sangat rendah. Untuk mengantisipasi persaingan harga sewa kamar antar hotel yang semakin tidak sehat, Pemerintah Kota Denpasar diharapkan menyusun suatu kebijakan yang mengatur standar harga sewa kamar hotel sesuai dengan kelasnya seperti yang disampaikan oleh pengelola Hotel Puri Gatsu Indah, Hotel Warta Sari, Hotel Taman Wisata, Hotel Puri Nusa Indah, Hotel Puri Royan dan Hotel Ratu. Menurut Pengurus ASITA Bali, Ketut Ardana, SH, kebijakan tentang standar harga ini perlu diatur agar city hotel baik yang berbintang ataupun yang non-bintang tidak mengobral harga sehingga harga sewa kamar hotel melati 116 berada di titik terendah. Pendapat lain dari Pengurus PHRI Kota Denpasar, A.A. Adhi Ardana, ST menyatakan bahwa kebijakan standar harga sewa kamar ini mungkin akan sulit ditetapkan karena dalam bisnis apapun, harga dikendalikan pasar, namun yang perlu ditetapkan adalah harga terendah dan tertinggi sesuai dengan fasilitas yang disediakan hotel dan juga kebijakan pengenaan pajak tertentu setiap kamar untuk hotel berbintang sehingga hotel tidak bisa lagi mempermainkan harga karena berkaitan dengan pajak yang harus dibayarkan. Persaingan harga sewa kamar ini tidak saja dirasakan oleh hotel melati, namun pengelola city hotel kelas bintang menyatakan bahwa persaingan sangat mengancam bisnis hotel di Kota Denpasar, seperti yang disampaikan oleh Pengelola Hotel Pop Harris Teuku Umar, Hotel Lifestyle Express , Hotel Golden Tulip Essential dan Bali Rama City Hotel. Menurut hasil kajian Badan Penanaman Modal dan Perizinan tahun 2012, mengenai kebutuhan akomodasi hotel di Bali 2012-2022 disebutkan bahwa Kota Denpasar telah kelebihan jumlah kamar hotel bintang dari tahun 2012 sampai dengan 2014, sedangkan untuk hotel non-bintang kelebihan kamar dari tahun 2012-2018. Meskipun disebutkan terjadi kelebihan kamar untuk hotel nonbintang, namun tidak perlu dilakukan moratorium karena perhitungan jumlah kamar telah disesuaikan dengan asumsi kenaikan kunjungan wisatawan asing untuk hotel bintang dan non-bintang meningkat setiap tahunnya rata-rata sebesar 10-15 persen dan asumsi kenaikan kunjungan wisatawan domestik untuk hotel bintang dan non-bintang meningkat setiap tahunnya rata-rata sebesar 5-10 persen . 117 Mencermati dari hasil kajian tersebut dan dibandingkan dengan data tamu menginap di Kota Denpasar selama 2011-2013 terlihat mengapa jumlah hotel terlihat lebih banyak dari tamu. Dalam kajian disebutkan perkembangan tamu setiap tahunnya meningkat sekitar 5 persen-15 persen , sedangkan dari data tamu menginap di Kota Denpasar menggambarkan adanya kunjungan tamu yang berfluktuasi. Pada tahun 2012 jumlah tamu asing menginap di hotel mengalami penurunan sekitar 7,7 persen dan pada tahun 2013 terjadi penurunan sekitar 8,5 persen pada tamu domestik. Hal ini yang menyebabkan jumlah hotel tidak sebanding dengan jumlah tamu yang menginap karena kunjungan tamu yang tidak stabil. Maka dari itu, Pemerintah Kota Denpasar diharapkan agar lebih selektif memberikan izin usaha hotel, mengatur pembangunan hotel dengan membatasi pembangunan di wilayah yang sudah padat dan melaksanakan moratorium dengan tegas, hal ini disampaikan oleh sebagain besar Pengelola seperti Hotel Graha Cakra Bali, Hotel Cianjur dan Hotel Harrads. Selain itu, Pengelola Hotel Warta Sari, juga menyampaikan bahwa Kota Denpasar telah diserbu oleh hotelhotel yang dikelola oleh manajemen hotel tingkat dunia, untuk itu Pemerintah Kota disarankan untuk membuat kajian mengenai city hotel yang berjaringan internasional agar keberadaannya tidak menjadi momok bagi hotel kelas melati. Selain masalah persaingan harga sewa kamar, lama tinggal tamu di Kota Denpasar juga tidak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu hanya berkisar 2 hari, salah satu penyebabnya karena Kota Denpasar belum mempunyai suatu daya tarik wisata yang mampu menarik tamu untuk tinggal lebih lama. Hal ini menjadi perhatian dari Pengelola hotel Grand Santhi, Wayan Budiartha, yang 118 menyampaikan agar Kota Denpasar membuat suatu kebijakan peningkatan kualitas daya tarik wisata Kota Denpasar dalam suatu area tertentu yang mampu menarik perhatian tamu. Tingginya minat investor menanamkan modalnya di sektor pariwisata dan serta meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingginya alih fungsi lahan di Kota Denpasar. Buku Data Mini Selayang Pandang Kota Denpasar tahun 2014, menyebut selama kurang lebih lima tahun ini luas lahan sawah berkurang sekitar 283 Ha atau tiap tahunnya mengalami penyusutan sekitar 2,8 persen. Untuk mencegah hal semakin tingginya alih fungsi lahan, menurut Pengurus PHRI Kota Denpasar, A.A.Ngurah Adhi Ardana,ST, Pemerintah Kota Denpasar perlu mempertegas kebijakan tentang peruntukan pembangunan sarana pariwisata khususnya sarana akomodasi. Saat ini, Pemerintah Kota Denpasar telah menetapkan lima terkait bidang sarana akomodasi, selain itu juga telah kebijakan diterbitkan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 26 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Petunjuk pelaksanan ini mengatur mengenai ketentuan klasifikasi usaha pariwisata yang mencakup aspek fisik, pelayanan dan pengelolaan yang harus dipatuhi oleh pengusaha. Dalam aspek fisik meliputi 3 unsur yaitu Fasilitas public, fasilitas tamu dan fasilitas pendukung, sedangkan dari aspek pelayanan meliputi 6 unsur yaitu kantor depan, tata graha, binatu, ruang makan dan minum, room service dan keamanan, yang terakhir adalah aspek pengelolaan yang 119 meliputi 4 unsur yakni organisasi, sistem manajemen, sumber daya manusia, kemudahan dan penggunaan produk dalam negeri. Dalam peraturan ini telah diuraikan beberapa ketentuan unsur dari ketiga aspek yang harus dipenuhi oleh pengusaha sesuai dengan usaha yang dikelolanya. Sebagai contoh, hotel bintang 1 mutlak memiliki taman di luar atau di dalam bangunan hotel, demikian pula ketentuan area parkir mutlak disediakan oleh pihak hotel dengan kapasitas satu tempat parkir untuk 6 kamar hotel dan atau 20 persen dari luas lantai. Mencermati dari peraturan tersebut, berbagai macam ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengelola hotel telah diatur meskipun tidak secara detail seperti menyebutkan luas area pertamanan dan parkir suatu hotel yang mutlak disediakan untuk tamu. Namun dalam pelaksanaannya kurang mendapatkan pengawasan sehingga dalam kenyataannya banyak hotel yang belum memenuhi sebagai ketentuan yang sudah diatur. Guna meminimalisir pelanggaran baik pembangunan hotel di luar daerah peruntukan ataupun pelanggaran lainnya, menurut Kepala Bidang Usaha Jasa dan Sarana Wisata, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Drs. I Ketut Arya, pihak Dinas Pariwisata telah melakukan pengawasan dan pengendalian secara rutin dengan turun ke lapangan bersama Tim yang terdiri dari Satpol PP, Dinas Kesehatan, Badan Lingkungan Hidup dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal serta didampingi oleh perwakilan dari Kecamatan. Tim ini memberikan pembinaan dan mensosialisasikan aturan-aturan yang berlaku (Wawancara, 29 Januari 2015). 120 Merujuk kepada teori kebijakan yang diulas pada Bab II, penyusunan suatu kebijakan publik diawali dengan adanya isu yang berkembang dan ramai dibicarakan di media mass dan dampak yang ditimbulkan dirasakan oleh masyarakat, dalam hal ini mengenai pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar yang mengancam usaha hotel melati akibat persaingan harga sewa kamar. Setelah dilakukan penelitian melalui wawancara dengan pengelola hotel, pengurus PHRI dan ASITA yang kemudian memberikan saran kepada Pemerintah Kota Denpasar untuk menyusun kebijakan kepariwisataan untuk mengatur dan mengendalikan usaha sarana akomodasi di Kota Denpasar antara lain: Kebijakan yang mengatur standar harga sewa kamar hotel sesuai dengan fasilitas yang disediakan sehingga tidak terjadi persaingan harga. Kebijakan tentang pemerataan pembangunan hotel di wilayah Kota Denpasar sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW Kota Denpasar. Dalam kebijakan ini diharapkan tertera penentuan wilayah secara jelas guna menghindari pelanggaran dan ketentuan luas lahan untuk pembagian tata bangunan dan halaman yang diperlukan untuk pembangunan hotel. Menyusun kajian tentang kebutuhan kamar hotel yang diperlukan di Kota Denpasar agar jumlah tamu menginap sesuai dengan jumlah kamar yang tersedia sehingga hotel mendapatkan bagian secara merata. Kebijakan tentang pencegahan alih fungsi lahan dengan merancang secara detail peruntukan wilayah khusus pembangunan sarana akomodasi dan Kebijakan mengenai peningkatan kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar. Kebijakan-kebijakan tersebut belum cukup untuk mengatur dan mengendalikan perkembangan city hotel di Kota Denpasar, harus diproses untuk 121 menjadi sebuah produk hukum. Menurut Anang, produk hukum merupakan realisasi dari kebijakan pemerintah. Hukum memberikan legitimasi bagi pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam rangka menata masyarakat maupun mengarahkan masyarakat sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, maka penggunaan hukum sebagai instrumen kebijakan mempunyai arti yang penting.4 Mengacu kepada Peraturan Menteri dalam Negeri RI Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Pembentukan produk hukum di daerah bersifat pengaturan dan penetapan dalam bentuk Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Peraturan Bersama. Program pembentukan Peraturan Daerah harus disusun secara terencana, terpadu dan sistematis yang sering disebut Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang disusun oleh Pemerintah Daerah dan DPRD. Penyusunan Prolegda berdasarkan atas perintah penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pemebantuan dan aspirasi masyarakat daerah. Selaras dengan yang disyaratkan dalam Permendagri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah bahwa produk hukum yang akan disusun mengenai pengaturan dan pengendalian pembangunan city hotel ini merupakan aspirasi masyarakat khususnya kalangan pengusaha hotel melati. Menurut Kepala Subbagian Peraturan Perundang-undangan, Bagian Hukum Setda. Kota Denpasar, I Komang Agus Budiyasa, SH.MH, proses penetapan produk hukum di Kota Denpasar telah sesuai dengan Permendagri Nomor 53 ______________________________________________________ 4 Kajian Normatif Pembentukan Peraturan Perundangan sebagai Instrumen Kebijakan Pemerintah, https://interspinas.wordpress.com/2010/01/27/13/. peraturan perundang-undangan lebih tinggi, rencana pembangunan daerah. 122 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah baik dalam penetapan peraturan daerah ataupun peraturan walikota, dimana Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) teknis yang menyiapkan draft rancangan selanjutnya diserahkan kepada Bagian Hukum untuk dibahas bersama Tim Penyusun. Setelah dibahas bersama Tim disosialisaikan kepada stakeholder. Langkah selanjutnya draft Ranperda final diajukan kepada DPRD untuk dibahas. Beberapa draft Ranperda harus dievaluasi dan dikonsultasikan ke Kemendagri dan Provinsi. Hasil evaluasi tersebut disampaikan ke DPRD dan kemudian ditetapkan oleh DPRD berdasarkan Keputusan Pimpinan DPRD. Prosedur Penetapan Peraturan Walikota diawali dengan pengajuan konsep Perwali diajukan oleh SKPD teknis kemudian disampaikan ke Bagian Hukum untuk dikoreksi. Setelah dikoreksi, kemudian dikoordinasikan dan dibahas kembali dengan SKPD teknis. Bila telah diperbaiki, konsep tersebut diberi nomor Registrasi dan diparaf oleh Kabag hukum, Asisten I dan Sekretaris Daerah untuk selanjutnya ditandatangani oleh Walikota (Wawancara, 26 Februari 2015). Mencermati substansi dari berbagai kebijakan dalam pengaturan dan pengendalian pembangunan city hotel hasil penelitian tersebut akan melibatkan beberapa SKPD sebagai koordinator dan melibatkan pemangku kepentingan terkait, sebagai contoh kebijakan standar harga sewa kamar sebagai SKPD teknis adalah Dinas Pariwisata bermitra dengan PHRI dan ASITA, sedangkan kebijakan tentang pemerataan pembangunan hotel di wilayah Kota Denpasar akan dikoordinir oleh Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar bermitra 123 dengan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar serta lembaga terkait lainnya. Dengan telah terimplementasinya kebijakan kepariwisataan dalam suatu produk hukum diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menjaga iklim usaha sarana akomodasi di Kota Denpasar tetap kondusif dapat menarik kunjungan wisatawan lebih banyak lagi, meningkatkan jumlah tamu menginap dan tingkat hunian hotel sehingga meningkatkan pendapatan hotel sehingga kepariwisataan di Kota Denpasar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Menurut Laporan Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah Kota Denpasar Tahun Anggaran 2014 yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah Yang Sah, tercantum jumlah Pajak Hotel yang diterima adalah sebesar 119 milyar. Jumlah ini telah melebihi dari target yang dirancang sebesar 105 milyar. Angka ini menunjukkan penerimaan dari pajak hotel merupakan pendapatan daerah yang dominan diantara pajak lainnya. Untuk itu penerimaan tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas daya tarik wisata yang ada di Kota Denpasar ataupun membina pengusaha kepariwisataan lokal untuk meningkatkan kualitas manajemen dan pelayanannya agar dapat bersaing dengan manajemen hotel jaringan Internasional. Dengan adanya produk hukum sebagai pedoman dalam penataan pembangunan hotel di Kota Denpasar dan adanya legalitas sebagai perusahaan yang berbadan hukum, pengusaha hotel melati diharapkan mampu bertahan dalam 124 persaingan dengan city hotel. Menurut Supasti, dkk (2014), pengusaha hotel melati juga diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk mengembangkan hotelnya menjadi hotel jaringan franchising dengan nama brand sendiri. Dari hasil studi empiris menunjukkan model penguatan city hotel lokal di Bali dapat dilakukan melalui model kemitraan dengan pola CSR. Model kemitraan antara pengelola hotel franchising dengan hotel melati melalui pelatihan tentang manajemen franchising Internasional. Model kemitraan ini dikuatkan dalam bentuk Perda dan Self Regulatory Body dari para stakeholders baik pengelola hotel ataupun perbankan dengan berfokus pada aspek permodalan dan bantuan pelatihan manajemen franchising. BAB VII PERSAINGAN DAN STRATEGI BISNIS ANTAR-CITY HOTEL SERTA PENGARUHNYA TERHADAP STRATEGI BISNIS HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR Untuk menjawab rumusan masalah ketiga, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar, teori yang digunakan adalah teori dampak, teori permintaan dan penawaran dengan faktor antara lain: harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar, pendapatan hotel, lama tinggal, promosi yang dilakukan dan jenis tamu yang menginap. Seperti yang telah diulas dalam bab sebelumnya bahwa sebuah pembangunan akan menimbulkan dampak baik positif ataupun negatif terhadap masyarakat sekitarnya. Mencermati dari hal tersebut, perkembangan city hotel di Kota Denpasar tidak saja memberikan dampak kepada usaha hotel melati untuk bertahan, juga menimbulkan dampak yang dalam hal ini sebuah persaingan antar-city hotel. Selanjutnya dengan teori penawaran dan permintaan digunakan untuk mengidentifikasi strategi bisnis yang dipilih oleh city hotel untuk menghadapi persaingan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Dengan teori ini akan diketahui bagaimana manajemen city hotel dan hotel melati dalam melakukan strategi yakni menawarkan produknya sesuai dengan fasilitas yang ada untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tamu. Untuk mengetahui persaingan yang dirasakan oleh pengelola hotel akibat pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar dan strategi yang dilakukan untuk 125 126 menghadapi persaingan yang ada, peneliti melakukan wawancara dengan pengelola city hotel kelas bintang dan hotel melati. 7.1 Persaingan Antar-City Hotel di Kota Denpasar Dalam Bab VI telah diulas hasil penelitian mengenai dampak negatif dan positif dari perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar yang sebagian besar pengelola hotel melati menyatakan adanya persaingan harga sewa kamar yang tidak sehat yang menyebabkan menurunnya tingkat hunian dan pendapatan hotel. Dengan berkembangnya city hotel terutama yang dikelola oleh hotel manajemen berjaringan internasional menyebabkan jenis tamu yang diterima oleh hotel melati hanya tamu rombongan yang datang hanya pada saat liburan, sedangkan tamu bisnis ataupun tamu perseorangan lebih banyak memilih city hotel. Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi city hotel seperti yang disampaikan oleh Pengelola hotel Pop Harris Teuku Umar, Erick Indra Gunadi, persaingan harga sewa kamar di Kota Denpasar sudah sangat tidak sehat, menurunnya tingkat hunian dan pendapatan hotelpun sangat dirasakan. Hotel Pop Harris tidak saja berada di Jalan Teuku Umar namun ada juga hotel dengan model dan manajemen yang sama baru-baru ini dibangun di Jalan Cokroaminoto (Wawancara, 2 Februari 2015). 127 Gambar 7.1 Tampak Depan Dua Hotel Pop Harris di Jalan Teuku Umar dan Jalan. Cokroaminoto (Dokumentasi, 2015) Persaingan antar-city hotel secara umum dilihat memang sangat ketat, namun hubungan antar-pengelola terutama di bagian marketing mempunyai cara sendiri dalam menghadapi persaingan tersebut. Hal ini disampaikan oleh Marketing Manajer Hotel Inna Bali, Ari Sulistiari, meskipun terjadi persaingan harga sewa kamar antar-hotel namun beberapa pengelola hotel diantaranya secara intens berkomunikasi untuk merancang suatu kegiatan dalam rangka meningkatkan kunjungan wisatawan di Kota Denpasar seperti bekerjasama dengan ASITA untuk merancang paket City Tour. Komunikasi juga dilakukan untuk saling berbagi informasi antar-pengelola hotel (wawancara, 5 Februari 2015). Semangat para pengelola hotel dalam menghadapi persaingan ini tidak saja berfokus kepada bagaimana meningkatkan tingkat hunian di hotelnya masingmasing namun telah lebih luas lagi sedang merancang suatu kegiatan semacam Teuku Umar Festival untuk menarik wisatawan, seperti yang disampaikan oleh I Wayan Budiartha, Manajer Hotel The Grand Santhi. Gagasan ini tentu merupakan 128 hal sangat positif dalam menghadapi persaingan antar-city hotel akibat lebihnya jumlah kamar yang tersedia dibandingkan dengan kunjungan wisatawan. Dalam menghadapi persaingan setiap pengelola memiliki pendapatnya masing-masing seperti yang diampaikan oleh Asisten Manajer Front Office Hotel Harrads, Desak Made Ariati, persaingan harga sewa kamar memang sangat mengkhawatirkan, namun kondisi tersebut memang sangat sulit dihindari karena harga tergantung pasar (Wawancara, 6 Februari 2015). Untuk itu pengelola hotel berupaya menjalin komunikasi antar-pengelola hotel lainnya baik untuk berbagi informasi harga terkadang saling berbagi tamu terutama pada saat high dan peak season. Hal serupa juga dilakukan oleh Manajer Hotel The Grand City Inn, Ketut Parwati persaingan dilakukan dengan cara menjaga komunikasi antar-pengelola hotel namun tetap menjaga pangsa pasar yang telah dimiliki (Wawancara, 30 Januari 2015). Sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh pengelola Hotel Lifestyle Express, Adia Suandynata bahwa persaingan tidak begitu mempengaruhi tingkat hunian hotel karena hotel ini berada di lokasi yang sangat strategis, di jalan Teuku Umar dan harga yang ditawarkanpun sangat sesuai dengan fasilitas yang ada. Meski demikian sangat diperlukan penataan pembangunan city hotel di Kota Denpasar agar tidak terkonsentrasi pada satu wilayah tertentu (Wawancara, 3 Maret 2015) . Persaingan harga sewa kamar, menurunnya tingkat hunian dan pendapatan hotel merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh hotel-hotel di Kota Denpasar apabila penataan pembangunan hotel tidak segera ditangani. Kondisi 129 bisnis perhotelan akan semakin melesu terutama hotel melati, seperti yang disampaikan oleh Pengelola Hotel The Graha Cakra Bali, Heru Jatmiko (wawancara, 11 Februari 2015), ada dua hotel baru siap beroperasi di wilayah Denpasar Timur, Hotel Guntur di Jl. Gatot Subroto Timur, Tohpati dan Hotel Fave Tohpati, Jl. WR. Supratman, sebagai pada Gambar 7.2. Gambar 7.2 Dua hotel baru, Hotel Guntur dan Hotel Fave Tohpati yang lokasinya berdekatan dengan Hotel Graha Cakra Bali (Dokumentasi, 2015) Dua hotel ini sangat berdekatan lokasinya dengan Hotel The Graha Cakra Bali. Saat peneliti berkunjung pada tanggal 21 Februari 2015 ke Hotel Guntur, yang sebelumnya merupakan sebuah rumah sakit, hotel dengan kapasitas 32 kamar ini sedang dalam keadaan penuh. Waktu itu masih dalam suasana liburan hari raya Imlek. Meskipun baru beroperasi sekitar awal Desember namun hotel ini telah mampu menarik tamu karena bentuk kamarnya yang unik dan cocok untuk rombongan. 130 Wawancara mengenai persaingan antar-city hotel juga dilakukan kepada Pengelola Hotel Golden Tulip Essential, Windiari, pada tanggal 10 Februari 2015, yang menyampaikan telah merasakan persaingan sewa harga kamar meskipun hotel ini baru berdiri pada bulan Juli 2014. Harga sewa kamar memang sangat tergantung pasar, apabila ingin bertahan di bisnis hotel, maka pengelola harus pandai dalam menetapkan harga yang akan ditawarkan kepada tamu. Persaingan hotel ini akan sangat ketat dengan hotel sejenisnya karena letaknya berseberangan dengan Hotel Neo yang dikelola oleh grup Aston. Gambar 7.3 Persaingan harga sewa kamar Hotel Lifestyle Express, Hotel Inna Bali dan Hotel Pop Harris Teuku Umar di pegipegi.com ( Dokumentasi, 2015) 131 Mencermati dari hasil penelitian tersebut, dapat dirumuskan bahwa dampak yang terjadi akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah menimbulkan persaingan antar-city hotel. Hal ini didapatkan dari faktor yang paling nyata ditemukan adalah adanya persaingan harga sewa kamar, menurunnya tingkat hunian hotel dan pembangunan hotel-hotel baru yang berdekatan satu sama lainnya. Seperti pada Gambar 7.3 terlihat persaingan harga sewa kamar antar-city hotel pada online travel agent pegipegi.com. Ketiga hotel tersebut ditawarkan dengan harga Rp. 250.000 sampai Rp. 275.000. Persaingan yang terjadi antar-city hotel tidak saja berdampak negatif seperti yang disebutkan, namun ada beberapa pengelola yang menanggapi persaingan dengan tetap menjaga hubungan baik antar-pengelola. Persaingan juga menyatukan visi dan ide dalam membangun Kota Denpasar agar daya tarik wisatanya mampu untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Pengertian bisnis menurut Louis E. Boone (2007),5 yang paling mendekati dengan dunia bisnis perhotelan yakni bisnis merupakan seluruh aktivitas dan usaha untuk mencari keuntungan dengan menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan bagi sistem perekonomian, beberapa bisnis memproduksi barang berwujud sedangkan yang lain memberikan jasa. Bisnis perhotelan adalah bisnis jasa merupakan suatu aktivitas yang menyediakan jasa pelayanan kepada tamu dengan tujuan mencari keuntungan. _______________________________________________________ 5 http://tipsserbaserbi.blogspot.com/2014/12/pengertian-bisnis-menurut-para-ahli.html (diakses pada tanggal 30 April 2015) 132 Dalam dunia bisnis apapun, pasti akan terjadi persaingan, meski demikian agar persaingan tidak menjadi masalah, dalam bersaing harus memegang teguh beberapa landasan etika bisni. Menurut Muslich (2004) dalam berbisnis harus berlandaskan etika bisnis antara lain: memberikan terbaik kepada konsumen, tidak berlaku curang, kerjasama positif. Meskipun persaingan sangat ketat, etika bisnis harus tetap dipegang teguh. Pengelola hotel harus tetap berkomitmen dalam memuaskan tamu dengan memberikan harga yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan memberikan pelayanan yang terbaik. Terjaganya hubungan baik antara pemilik, pengelola, tenaga kerja dan pengusaha hotel lainnya. Secara internal hubungan pemilik, pengelola dan tenaga kerja harus terbuka mengenai pengelolaan perusahaan. Sedangkan eksternal, hubungan baik antara pengelola hotel sehingga saling berbagi informasi dan tidak menjelek-jelekan hotel lain. Selain adanya persaingan harga sewa kamar antar-cityhotel, perpindahan karyawan (employee turnover) antar hotel juga sering terjadi, seperti yang disampaikan oleh pengelola Hotel Pop Harris Teuku Umar. Perpindahan ini disebabkan karyawan ingin mencari pengalaman di hotel yang lebih besar dan meningkatkan penghasilannya (Wawancara, 2 Februari 2015). Perpindahan karyawan di indutri pariwisata, khususnya bidang perhotelan merupakan hal biasa, namun manajemen hotel harus menjaga agar perpindahan karyawan tidak menimbulkan masalah sehingga mengganggu operasional hotel. Terbukanya kesempatan kerja di dunia perhotelan juga memudahkan tenaga kerja yang memiliki pengalaman dan ketrampilan yang cukup untuk berpindah dari satu 133 hotel ke hotel lainnya dan mencari hotel yang memberikan penghasilan yang tinggi. Menurut Windiari, Human Resources Departement Hotel Golden Tulip Essential, untuk mencari tenaga kerja level bawah tidak ditemukan kendala, saat ini justru sangat sulit mencari tenaga kerja tingkat manajer (Wawancara, 10 Februari 2015). Mencermati hal tersebut, pemilik dan manajemen hotel harus mampu mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik untuk mencegah tingginya perpindahan karyawan agar tidak memengaruhi pelayanan kepada tamu. Persaingan tidak saja meresahkan hotel-hotel yang dikelola oleh manajemen lokal namun hotel-hotel yang dikelola oleh hotel manajemen kelas duniapun sangat mengkhawatirkan dampak yang terjadi akibat kian bertambahnya pembangunan hotel di Kota Denpasar. Untuk itu, sebagian besar pengelola hotel mengharapkan agar Pemerintah Kota Denpasar mulai mengatur pembangunan hotel dengan cermat agar jumlah kamar sesuai dengan kunjungan tamu dan yang terpenting turut mengontrol harga sewa kamar agar sesuai dengan kelasnya. 7.2 Strategi Bisnis City Hotel di Kota Denpasar Tingginya tingkat persaingan bisnis city hotel di Kota Denpasar telah menimbulkan berbagai dampak seperti yang telah diulas pada subbab 7.1, oleh karena itu pengelola city hotel melakukan berbagai upaya untuk dapat bertahan. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menyiapkan beberapa strategi seperti strategi harga, pasar dan pemasaran hotelnya. Dalam subbab ini, penyusunan strategi dilakukan oleh para pengelola city hotel disesuaikan dengan teori penawaran dan permintaan. 134 Ada beberapa pengertian strategi, menurut Johnson and Scholes, bahwa pengertian strategi adalah arah dan ruang lingkup sebuah organisasi dalam jangka panjang: yang mencapai keuntungan bagi organisasi melalui konfigurasi sumber daya dalam lingkungan yang menantang, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan memenuhi harapan pemangku kepentingan.6 Ada beberapa tingkatan strategi merujuk pada pandangan Dan Schendel dan Charles Hofer, Higgins (1985) yaitu empat tingkatan strategi. Keseluruhannya disebut Master Strategy, antara lain: enterprise strategy, corporate strategy, business strategy dan functional strategy. Dari tingkatan empat strategi tersebut yang sesuai dengan pokok bahasan ini adalah business strategy (strategi bisnis). Yang dijabarkan dalam strategi bisnis adalah bagaimana merebut pasaran di tengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa, para pengusaha, para donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat memperoleh keuntungan-keuntungan stratejik yang sekaligus mampu menunjang berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik.7 Perusahaan apapun pasti berupaya menyusun strategi untuk memasarkan produknya. Demikian pula dalam bisnis pariwisata, seperti perhotelan juga harus menyusun strategi untuk menjalankan usahanya dan strategi yang paling dikenal adalah strategi pemasaran. ____________________________________________________________________________ 6 http://www.apapengertianahli.com/2014/12/pengertian-strategi-menurutbeberapa-ahli.html# (diakses pada tanggal 2 Mei 2015) 7 http://manajemena2011.blogspot.com/2013/04/pengertian-manajemenstrategi.html#sthash.aFg2d1EV.dpuf (diakses pada tanggal 2 Mei 2015) 135 Dalam rangka meningkatkan tingkat hunian kamar, pengelola hotel berupaya dalam menyusun konsep pemasaran hotelnya, salah satunya adalah dengan melakukan promosi. Menurut Budi (2013), konsep pemasaran harus didasarkan pada kebutuhan dan keinginan konsumen sebagai dasar tujuan bisnis, memaksimalkan seluruh sumber daya organisasi untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen, mencapai tujuan organisasi dengan menciptakan kepuasan konsumen. Dalam hubungan antara penyusunan strategi dengan teori penawaran dan permintaan adalah pengelola hotel mencoba menetapkan strategi harga dan promosi untuk memenuhi permintaan tamu dalam mengantispasi persaingan city hotel di Kota Denpasar sebagaimana hasil penelitian terhadap pengelola Hotel Inna Bali, Hotel Pop Harris Teuku Umar, Hotel Lifestyle Express, Hotel Graha Cakra Bali, Hotel Harrads dan Hotel GoldenTulip Essential, Dari enam city hotel tersebut, sebagian besar melakukan strategi dengan memberikan harga lebih rendah dari harga resmi demi dapat bersaing dengan hotel lain. Seperti yang disampaikan pengelola Hotel Inna Bali yang menetapkan harga sewa kamar sesuai dengan kondisi. Harga sewa kamar pada saat peak atau high season dengan harga sewa kamar pada saat low season. Meski demikian, harga sewa kamar tetap memperhatikan peraturan perusahaan. Hal ini dilakukan karena Hotel Inna Bali merupakan sebuah perusahaan BUMN yang telah memiliki aturan perusahaan dalam mencapai target. Demikian pula halnya dengan 136 pengelola Hotel Pop Harris Teuku Umar yang memberikan potongan harga sewa kamar bagi tamu yang menginap lebih dari dua hari. Strategi harga untuk bertahan dalam bisnis perhotelan juga dilakukan oleh pengelola Hotel Harrads yang memberikan harga khusus untuk tamu rombongan dan tamu walk-in pada saat low season. Dari hasil penelitian tersebut dapat dicermati bahwa hotel berlomba-lomba mempromosikan harga dengan berbagai cara untuk dapat menarik tamu, seperti dalam Gambar 7.4. Pada situs Hotel Graha Cakra Bali, harga kamar deluxe seharga Rp. 651.000 sedangkan pada situs online travel agent Agoda awalnya ditawarkan dengan Rp. 900.000, namun diturunkan menjadi Rp. 672.722. Dengan penawaran semacam itu diharapkan dapat menarik pelanggan. Gambar 7.4 Perbandingan harga di Situs Hotel Graha Cakra Bali dengan Penawaran di Agoda (Dokumentasi, 2015) 137 Fenomena ini tidak sesuai dengan teori penawaran pada umumnya, yang menggambarkan situasi dimana semakin tinggi harga suatu barang, makin banyak jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual, sebaliknya makin rendah harga suatu barang, makin sedikit jumlah barang yang ditawarkan. Namun dalam kenyataannya, pengelola hotel justru menawarkan harga sewa kamar serendahrendahnya sesuai dengan perhitungan perusahaan demi dapat bersaing dengan hotel lainnya. Bila dipadukan dengan teori permintaan, telah tergambar dalam ulasan Bab VI mengenai dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati. Turunnya permintaan terhadap hotel melati karena tamu lebih memilih city hotel berfasilitas kelas bintang dengan harga murah sehingga terjadi persaingan harga sewa kamar menyebabkan terjadinya penurunan tingkat hunian hotel. Strategi lainnya adalah dengan melakukan berbagai upaya promosi dengan berbagai pihak seperti mengikuti kegiatan pemasaran secara langsung (table top, ataupun sales call), bekerja sama dengan Online dan Offline Travel Agent. Untuk dapat bertahan di bisnis perhotelan di Kota Denpasar saat ini sangat sulit mengingat semakin hari jumlah hotel semakin meningkat sehingga para pengelola menyusun paket-paket yang dapat ditawarkan kepada para tamu seperti paket meeting. Selain itu juga dilakukan penawaran terhadap fasilitas hotel untuk kegiatan rapat, pernikahan, wisuda ataupun menyusun paket untuk kegiatan tertentu seperti yang dilakukan Pengelola Hotel Inna Bali seperti dalam gambar 7.5. 138 Gambar 7.5 Penawaran dari Hotel Inna Bali untuk berbagai kegiatan (Dokumentasi, 2015) Namun pada awal bulan Desember 2014 terbit Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 11 Tahun 2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/ Rapat di Luar Kantor sehingga mempengaruhi tingkat hunian dan pendapatan hotel. Dengan adanya pembatasan pelaksanaan rapat tersebut, telah memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap beberapa hotel seperti Hotel Graha Cakra Bali, Hotel Inna Bali dan Hotel Golden Tulip Essential. Dengan menurunnya pelaksanaan rapat-rapat di hotel, maka pengelola hotel mencari jalan keluar dengan menyewakan fasilitas gedung kepada pihak swasta ataupun untuk pelaksanaan acara perkawinan maupun pelaksanaan ibadah. Sebagian besar pengelola hotel mengeluhkan hal tersebut dan keluhan tersebut ditanggapi positif oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 6 Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/ Rapat di Luar Kantor Dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Kerja Aparatur. Dengan terbitnya Peraturan baru diharapkan kegiatan rapat di hotel kembali meningkatkan 139 pendapatan hotel. Informasi dari beberapa pengelola hotel seperti Hotel Puri Nusa Indah menyatakan sejauh ini belum ada permintaan dari Instansi Pemerintah untuk melaksanakan rapat di Hotel, sedangkan Pengelola Hotel Graha Cakra Bali, Andre Alexander, menyatakan sudah menerima permintaan pelaksanaan rapat meskipun belum banyak. Demikian pula halnya dengan Pengelola Hotel Inna Bali, yang sudah menerima permintaan pelaksanaan rapat dari bulan maret 2015 sekitar 5 kali kegiatan. Strategi lainnya adalah menjaga segmen yang telah ada. Untuk itu pengelola hotel berusaha menjalin hubungan dengan pelanggannya melalui media sosial, e-mail ataupun berita singkat (Short Message Service) untuk menginformasikan program ataupun penawaran hotel yang paling terkini. 7.3 Strategi Bisnis Hotel Melati di Kota Denpasar Perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah meningkatkan persaingan antar-city hotel sehingga pengelola hotel menyusun berbagai strategi agar dapat tetap bertahan. Kondisi tersebut memaksa sejumlah pengelola hotel melati menyusun strategi bisnisnya agar tidak semakin terpuruk. Dari hasil wawancara dengan 13 pengelola hotel melati, pada dasarnya strategi bisnis yang ditetapkan tidak berbeda dengan city hotel yaitu strategi harga, promosi dan menjaga segmen yang telah menjadi pelanggannya. Salah satu strategi harga yang dilakukan oleh pengelola Hotel The Grand Santhi adalah memberikan potongan harga sewa kamar hingga 50% pada saat low season namun dengan memperhatikan lama tinggal tamu. Untuk menutupi biaya operasional pada musim sepi, pengelola Hotel Warta Sari menaikkan harga sewa 140 kamarnya hampir dua kali lipat saat high season atau peak season. Berbeda dengan Hotel The Bali Rama City yang menawarkan harga sewa kamarnya dengan harga terendah sekitar Rp. 288.000 hanya untuk tiga kamar saja sebagai penarik perhatian tamu. Pada Bab VI telah diulas mengenai salah satu dampak positif perkembangan city hotel di Kota Denpasar adalah hotel melati meningkatkan promosi hotelnya. Promosi mempunyai peranan penting dalam melakukan penjualan. Promosi akan efektif jika sasaran dan komunikasi yang dilakukan tepat sasaran. Untuk memasarkan hotel salah satunya dilakukan dengan berpromosi melalui berbagai cara seperti iklan (advertising) , menawarkan hotel langsung kepada tamu (personal selling), bekerja sama dengan pihak lain (sales promotion), barang-barang hotel yang diperjualbelikan (merchandising) ataupun menjalin komunikasi secara intens dengan mitra dan pelanggan ( public relation) (Budi, 2013). Demikian pula halnya yang dilakukan oleh pengelola Hotel Cianjur memilih berpromosi dengan beriklan di Buku Yellow Pages yang peredarannya di luar Bali, menyebarkan brosur kepada travel agent dan melalui website hotel seperti pada Gambar 7.6. Berpromosi di buku Yellow pages juga dilakukan oleh pengelola Hotel Puri Nusa Indah, Hotel Wisata Indah, Hotel Mutiara dan Hotel Warta Sari. Beberapa hotel, seperti Hotel Puri Royan dan Hotel Puri Gatsu Indah mempromosikan hotelnya dengan melakukan kerjasama dengan sopir taksi dan pramuwisata. 141 Gambar 7.6 Website Hotel Cianjur di Denpasar (Dokumentasi, 2015) Beberapa hotel melati tidak melakukan kerjasama dengan online dan offline travel agent karena harus memperbaharui kontrak setiap tahun dan harga menjadi tinggi sehingga khawatir justru tidak mendapatkan tamu. Strategi lainnya adalah menjaga segmen atau pasar yang telah dimiliki dengan menyediakan fasilitas dan pelayanan yang diiinginkan oleh tamu. Pengelola Hotel The Grand City menyediakan menu sarapan sesuai dengan permintaan tamu demi menjaga hubungan dengan tamu. Selain itu, Hotel The Grand Santhi juga memberikan layanan khusus antar jemput ke Bandara sesuai permintaan tamu. Meningkatkan fasilitas hotel seperti kamar dan areal parkir juga dilakukan oleh Hotel Puri Royan untuk dapat menerima pelanggan dengan baik. Mencermati dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah berdampak kepada usaha hotel melati dan juga antar-city hotel. Keadaan itu memicu timbulnya persaingan antar-city hotel untuk dapat bertahan dalam bisnis hotel. Untuk itu pengelola city hotel dan hotel melati melakukan strategi harga untuk menarik tamu sebanyak-banyaknya. Sebagian 142 besar city hotel menawarkan harga serendah-rendahnya dengan melakukan promosi secara gencar untuk dapat meningkatkan tingkat hunian dan pendapatan hotel sedangkan hotel melati menetapkan harga sewa kamar dengan memberlakukan potongan harga pada saat low season dan menaikkan harga pada saat high dan peak season. Kondisi semacam ini tentu tidak diharapkan oleh semua pihak, karena akan mengancam keberlangsungan bisnis pariwisata khususnya bisnis sarana akomodasi yang berdampak terhadap kepada pengusaha lokal dan masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai jumlah ideal hotel sesuai dengan jumlah kunjungan wisatawan di Kota Denpasar. Pengelola hotel juga tetap menjaga kualitas pelayanan dan fasilitas yang ditawarkan agar sesuai dengan harga yang diberikan kepada tamu, sehingga dapat memberikan kepuasan. BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN 8.1 Simpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut : Pertama, faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar ada dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari harga sewa kamar hotel (room rate), lokasi, fasilitas hotel yang ditawarkan, tingkat hunian kamar, lama tinggal tamu, serta pengelolaan hotel yang berkaitan langsung dengan operasional hotel itu sendiri. Faktor eksternalnya termasuk adanya tren wisatawan dalam pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel dan adanya peluang untuk membangun hotel di Kota Denpasar. Dari hasil penelitian dengan faktor-faktor tersebut di atas, yang paling menarik perhatian adalah harga sewa kamar. Dari faktor harga sewa kamar ini ditemukan bahwa fenomena saat ini hukum penawaran tidak sesuai dalam bisnis hotel di Kota Denpasar. Perbedaan harga sewa kamar city hotel dibandingkan dengan hotel melati hanya sekitar Rp. 50.000. Dari sisi hukum permintaan, semakin murah harga sewa kamar hotel ditawarkan semakin meningkatkan minat tamu untuk memilih hotel tersebut. Kondisi ini yang membuat semakin melemahnya usaha hotel melati di Kota Denpasar, karena tamu lebih memilih city hotel yang fasilitasnya lebih bagus daripada hotel melati. Faktor eksternalnya adalah tren wisatawan yang menginginkan menginap di hotel dengan fasilitas sekelas bintang dengan harga 143 144 murah, mudahnya proses perizinan dan adanya peluang pembangunan hotel menyebabkan berkembangnya city hotel di Kota Denpasar . Kedua, ditemukan ada dua dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar yaitu dampak negatif dan positif. Dampak negatif dari perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati antara lain: terjadinya persaingan harga sewa kamar antara city hotel dengan hotel melati, menurunnya tingkat hunian serta pendapatan hotel melati. Keadaan tersebut menyebabkan ada usaha hotel melati terancam bangkrut sehingga bermaksud beralih usaha seperti yang disampaikan oleh pengelola Hotel Trio Bali yang beralamat di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Dampak negatif lainnya akibat perkembangan city hotel adalah terjadinya kemacetan pada ruas jalan saat musim liburan karena hotel tidak memiliki lahan parkir yang memadai dan kemungkinan terjadinya kriminalitas. Selain adanya dampak negatif muncul pula upaya yang dilakukan oleh pengusaha hotel melati untuk mengantisipasi perkembangan city hotel dengan meningkatkan pelayanan dan fasilitas hotelnya, menggencarkan promosi serta menjaga hubungan dengan pelanggannya. Manfaatnya bagi masyarakat adanya peluangnya kerja dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Ketiga, perkembangan city hotel di Kota Denpasar tidak saja mempengaruhi usaha hotel melati namun telah menyebabkan terjadinya persaingan dan antar-city hotel itu sendiri. Persaingan ketat memang terjadi di kalangan city hotel terutama pada harga sewa kamar, namun para pengelola hotel antara city hotel tetap menjaga komunikasi secara informal untuk saling berbagi informasi mengenai keadaan pariwisata secara umum bahkan menyatukan ide dalam meningkatkan 145 kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar dengan merancang sebuah kegiatan seperti Teuku Umar Festival untuk menarik minat wisatawan berkunjung di Kota Denpasar. Dalam mengantisipasi persaingan, pengelola city hotel dan hotel melati telah melakukan strategi untuk tetap bertahan. Adapun strategi yang dilakukan adalah strategi harga antara lain dengan memberikan potongan harga bagi tamu yang menginap lebih dari dua hari, strategi promosi yang dilakukan bekerjasama dengan lebih banyak online travel agent, mengikuti kegiatan pemasaran secara langsung (table top ataupun sales call) dan juga menawarkan fasilitas hotel seperti meeting room, kolam renang ataupun restorant yang ada dalam hotel. Dan strategi lainnya adalah menjaga segmen yang telah dimiliki dengan memberikan pelayanan yang diinginkan tamu. 8.2 Saran Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran untuk mengatasi pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar dengan rincian sebagai berikut: Pertama, perlunya menyusun sebuah kajian tentang kebutuhan kamar hotel yang dibutuhkan di Kota Denpasar agar jumlah kamar yang tersedia sebanding dengan tamu menginap. Adanya beberapa kebijakan mengenai sarana akomodasi antara lain: Kebijakan yang mengatur standar harga sewa kamar hotel minimum dan maksimal sesuai dengan fasilitas yang disediakan sehingga tidak terjadi persaingan harga, Kebijakan tentang pemerataan pembangunan hotel di wilayah Kota Denpasar sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW Kota 146 Denpasar, Kebijakan tentang pencegahan alih fungsi lahan dengan merancang secara detail peruntukan wilayah khusus pembangunan sarana akomodasi, Kebijakan mengenai peningkatan kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar. Kedua, pentingnya mensosialisasikan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata kepada pengusaha hotel lokal mengenai pemberlakukan peraturan bahwa pengusaha jenis usaha penyediaan akomodasi hotel wajib berbentuk badan usaha Indonesia berbadan hukum. Sosialisasi untuk memberikan pengertian kepada para pengusaha bahwa peraturan tersebut disusun demi memberikan kepastian hukum dalam menjalankan usaha pariwisata di Kota Denpasar. Ketiga, menyarankan kepada pengelola hotel melati terus meningkatkan kualitas fasilitas dan pelayanan hotel untuk memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) tamu demi memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepada seluruh pengelola hotel baik hotel bintang dan hotel melati di Kota Denpasar wajib untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama di bidang bahasa dan teknologi agar dapat bersaing dalam menghadapi masuknya tenaga kerja dari luar dengan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015. 147 DAFTAR PUSTAKA Atmaja, Ida Bagus Yoga. 2002. Ekowisata Rakyat: Lika-liku Ekowisata di Tenganan, Pelaga, Sibetan dan Nusa Ceningan. Kuta: Wisnu Press. Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali. 2013. Laporan Akhir Pengkajian dan Pengembangan Penanaman Modal Tahun 2012 (Kebutuhan Akomodasi Hotel di Bali Tahun 2012-2022 ). Badan Pusat Statistik (BPS) Bali. 2012. Bali Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS) Denpasar. 2014. Statistik Hotel Kota Denpasar 2013. Badan Pusat Statistik (BPS) Denpasar. 2014. Denpasar Dalam Angka. Badan Pusat Statistik (BPS) Denpasar. 2014. Statistik Daerah Kota Denpasar 2014. Bagian Humas dan Protokol Setda. Kota Denpasar. 2014. Data Mini Selayang Pandang Kota Denpasar. Badan Perencanaan Pembangunan Kota Denpasar (BAPPEDA). 2014. Rencana Kerja Pembangunan Daerah Kota Denpasar 2015. Bagyono. 2012. Pariwisata dan Perhotelan. Bandung: CV. Alfabeta. Budi, Agung Permana. 2013. Manajemen Marketing Perhotelan. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Darminto, Dwi Prastowo dan Suryo, Aji. 2005. Analisis Laporan Keuangan Hotel. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2014. Direktori Berijin Usaha di Provinsi Bali 2013. Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2013. Direktori Pariwisata Denpasar 2013. Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2013. Data Pariwisata Kota Denpasar 2013. Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2014. Profil Dinas Pariwisata Kota Denpasar 2014. Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2014. Data Kepariwisataan di Bali Tahun 2013. Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. 148 Indrawati, Yayu. 2009. “Persepsi Wisatawan Lanjut Usia Pada Fasilitas Akomodasi dan Aktivitas Pariwisata Bernuansa Seni Budaya di Desa Sanur“. Jurnal Mudra, Volume 24, Nomor 1, hal 148-162. Ismayanti, 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Kreag, Glenn. 2001. The Impacts of Tourism. Minnesota: Sea Grant. Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta: Erlangga. Marlina, Endy. 2008. Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Mason, Peter. 2003. Tourism Impacts, Planning and Management. Burlington: Butterworth-Heinemann. Pariyasa, I Nyoman Gede, 2013. “Dampak Perkembangan Villa Yang Menyebar Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kelurahan Seminyak Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Paturusi, Syamsul Alam. 2008. Perencanaan Kawasan Pariwisata. Denpasar: Udayana University Press. Payne, Adrian. 2000. The Essence of Service Marketing (Pemasaran Jasa). Yogyakarta: CV. Andi Offset. Pitana, I Gede dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Pitana, I Gede dan Diarta, Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Soewirjo, Herdi S. Darmo. 2003. Teori dan Praktik Akutansi Perhotelan. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata (Konsep dan Aplikasinya di Indonesia). Yogyakarta: Gava Media. Supasti, Ni Ketut Dharmawan., Made Sarjana, M. Suksma Prijandhini D.S. dan Made Dedy P. 2014 “Model Pengaturan City Hotel Wirausaha Lokal Berbasis Penguatan Kemitraan Dengan Berbagai Stakeholders Bagi Ketahanan Dan Keberlangsungan Ekonomi Masyarakat Bali Dalam 149 Kegiatan Kepariwisataan”. Laporan Akhir Penelitian Hibah Penelitian Riset Invensi Udayana. Universitas Udayana, November 2014. Sutapa, I Ketut dan Bayu Wisnawa, I Made. “Over Capacity Pembangunan Fasilitas Akomodasi di Bali dalam Persepektif Ekonomi dan Bisnis”. Jurnal Perhotelan dan Pariwisata, Desember 2013, Volume 3, Nomor 2, hal 69. Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: CV. Alpabeta. Sukirno, Sadono. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI dengan Bima Grafika. Vickers, Adrian. 2011. “Bali rebuilds its tourist industry“. Jurnal Bijdragen tot de Taal-,Land- en Volkenkunde, Volume 167, Nomor 4 (2011), hal 459-481. Wahab, Solichin Abdul. 2014. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: CV. Andi Offset. Widiartha Negara, I Ketut Gede. 2010. “Dampak Pelaksanaan Kebijakan Penataan Sarana Akomodasi Pariwisata Terhadap Perkembangan Villa di Kabupaten Badung” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana. Yoeti, Oka. A. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata. Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Peraturan dan Perundang-undangan. Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Nomor: KM.94/HK.103/MPPT-87, tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan Hotel. Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Nomor: KM.3/HK.001/MKP.02, tentang Penggolongan Kelas Hotel. Peraturan Daerah Kota Denpasar, Nomor: 24 Tahun 2001, tentang Usaha Hotel Melati. Peraturan Daerah Kota Denpasar, Nomor: 9 Tahun 2002, tentang Usaha Pondok Wisata. Peraturan Daerah Provinsi Bali, Nomor: 16 Tahun 2009, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029. 150 Peraturan Daerah Kota Denpasar, Nomor: 27 Tahun 2011, tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031. Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Nomor: PM 86/HK. 501/ MKP/ 2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan Akomodasi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor: 52 Tahun 2012, tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata. Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Nomor: PM 53/HK. 001/ MPEK/ 2013, tentang Standar Usaha Hotel. Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 31 Tahun 2007, tentang Usaha Hotel Berbintang. Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 42 Tahun 2007, tentang Bangunan Condominum Hotel (Condotel). Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 24 Tahun 2013, tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata. Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 26 Tahun 2014, tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan Hiburan dan Rekreasi. Undang-Undang Republik Kepariwisataan. Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia, Kepariwisataan. Nomor: 9 Tahun 1990, tentang Nomor 10 Tahun 2009, tentang Sumber Internet http://www.denpostnews.com/metro-denpasar/denpasar-jangan-obral-izin-cityhotel.html Tangerang.imigrasi.go.id/site/detailberitaumum/269/pemerintah-memberi-bebasvisa-kunjungan-singkat-wisatawan-kepada-30http://tentangpariwisata. blogspot.com/2010/12/apa-itu-kebijakan kepariwisataan.html http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/pengenalan/Contents/Default.aspxFaktor Bauran Pemasaran Yang berkontribusi Bagi Konsumen Dalam Memilih Budget Hotel di Indonesia, oleh http://download.portalgaruda.org/article. diakses pada tanggal 8 April 2015.: 151 Kajian Normatif Pembentukan Peraturan Perundangan sebagai Instrumen Kebijakan Pemerintah, https://interspinas.wordpress.com/2010/01/27/13/. http://tipsserbaserbi.blogspot.com/2014/12/pengertian-bisnis-menurut-paraahli.html (diakses pada tanggal 30 April 2015) http://www.apapengertianahli.com/2014/12/pengertian-strategi-menurut beberapaahli.html# (diakses pada tanggal 2 Mei 2015) http://manajemena2011.blogspot.com/2013/04/pengertian-manajemenstrategi.html#sthash.aFg2d1EV.dpuf (diakses pada tanggal 2 Mei 2015) Lampiran 152 Lampiran 1 : Pedoman wawancara untuk pengusaha hotel melati Hari/Tanggal wawancara : ……………………………………… --------------------------------------------------------------------------------------------------1) Nama Usaha : ……………………………………… 2) Alamat : ………………………………………. 3) Nomor telp : ………………………………………. 4) Alamat e mail : ………………………………………. 5) Nama Pemilik : ………………………………………. 6) Domisili pemilik : ………………………………………. 7) Kewarganegaraan : WNA/WNI 8) Nama Pengelola : ………………………………………. 9) Sistem pengelolaan usaha pribadi/ jaringan manajemen :……………………………………….. : …………………………(Adanya 10) Klasifikasi kelas hotel sertifikat) 11) 12) Apakah sudah melakukan reklasifikasi? : …………………………….. Sejak kapan berdiri hotel ini : ……………………………………….. 13) 14) 15) 16) Berapa luas bangunan hotel Berapa jumlah kamar Jenis kamar Harga kamar 17) Menurut Saudara bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan hotel melati di Kota Denpasar 18) Apakah strategi harga kamar yang Saudara lakukan? 19) Berapakah rata-rata tingkat hunian kamar perbulannya? 20) Berapa rata-rata lama tamu menginap perbulannya? 21) Berapa rata-rata pendapatan perbulannya? ( meningkat/menurun) 22) Fasilitas kamar : AC/ Kipas angin Kamar mandi (shower air panas , bathtub, handuk, sabun,shampo, sikat gigi, tas laundry, sandal kamar, Kulkas, Air minum/Kopi/teh/gula, Pemanas air / Gelas, TV (saluran nasional /kabel ), Telephone, Jaringan internet, Brankas. 23) Fasilitas hotel lainnya renang, Free Wifi . : ………………………………………… : ……………………………………….. : ………………………………………… : ……………………………………….. : Sarapan, Restauran/Coffee shop, Kolam 153 24) Berapa jumlah tenaga kerja : ……………………………………….. 25) Satpam : ……………………………………….. 26) Jenis Tamu yang menginap : a. Kebangsaan : WNA /WNI b. Wisatawan / Pengusaha/Pegawai/ Mahasiswa /Pelajar: ……………… c. Keperluan : Liburan / Bisnis/ Kunjungan keluarga/ Rapat 27) Bagaimana cara memasarkan hotel Saudara? 28) Bagaimanakah pendapat Saudara terhadap jumlah hotel dibandingkan dengan tamu yang menginap di Kota Denpasar? 29) Bagaimana menurut Saudara faktor–faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar? - Mudahnya proses perizinan - Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah. - Lokasi berada di pusat kota atau strategis. 30) Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar? a. Apakah Dampak positifnya (meningkatkan fasilitas dan pelayanan, mempromosikan dengan gencar dengan biro perjalanan wisata, taksi, pramuwisata, melalui internet dan menyusun strategi harga ) b. Apakah dampak negatifnya? (persaingan harga, menurunnya tingkat hunian hotel, menurunnya lama tinggal tamu, menurunnya pendapatan hotel, tenaga kerja sulit, jenis tamu menginap berubah) c. Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif terhadap usaha hotel melati yang ditimbulkan akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar? 31) Apakah masukan dari Saudara untuk perkembangan city hotel? 32) Menurut Saudara apakah diperlukan kebijakan pengaturan pembangunan city hotel di Kota Denpasar? 33) 34) 35) 36) 37) Perizinan : …………………………………… No.Izin /Tanggal/Thn : …………………………………… Permodalan : PMA/PMDN Apakah ada kesulitan dalam mengurus izin? Apakah ada petugas yang memberikan pembinaan terkait kebijakan pemerintah Kota Denpasar? Apakah hotel memberikan bantuan kepada masyarakat di sekitar? Berupa apakah bantuan yang diberikan? 38) 39) 154 Lampiran 2 : Pedoman wawancara untuk pengusaha city hotel Hari/Tanggal wawancara : ……………………………………… --------------------------------------------------------------------------------------------------1) Nama Usaha : ………………………………………. 2) Alamat : ………………………………………. 3) Nomor telp : ………………………………………. 4) Alamat e mail : ………………………………………. 5) Nama Pemilik : ………………………………………. 6) Domisili 7) Kewarganegaraan : WNA/WNI 8) Nama Pengelola : ………………………………………. 9) Sistem pengelolaan usaha pemilik : ………………………………………. pribadi/ jaringan manajemen :……………………………………….. : ……………………………(Ada sertifikat) 10) Klasifikasi kelas hotel 11) Apakah sudah melakukan reklasifikasi? 12) Sejak kapan berdiri hotel ini : ……………………………………….. 13) Berapa luas bangunan hotel :………………………………………… 14) Berapa jumlah kamar : ……………………………………….. 15) 16) Jenis kamar Harga kamar : ………………………………………… : ……………………………………….. 17) Menurut Saudara bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan hotel melati di Kota Denpasar ? 18) Apakah strategi harga kamar yang Saudara lakukan? 19) Berapakah rata-rata tingkat hunian kamar perbulannya? 20) Berapa rata-rata lama tamu menginap perbulannya? 21) Berapakah pendapatan hotel (meningkat/menurun) 22) Fasilitas kamar : AC/ Kipas angin Kamar mandi (shower air panas , bathtub, handuk, sabun, shampo, sikat gigi) tas laundry, sandal kamar, Kulkas, Air minum/Kopi/teh/gula, Pemanas air / Gelas, TV (saluran nasional / kabel ), Telephone, Jaringan internet, Brankas. 155 23) Fasilitas hotel lainnya renang, Free Wifi . : Sarapan, Restauran/Coffee shop, Kolam 24) Berapa jumlah tenaga kerja : ……………………………………….. 25) Satpam : ……………………………………….. 26) Jenis Tamu yang menginap : a. Kebangsaan : WNA /WNI b. Wisatawan / Pengusaha/ Pegawai/ Mahasiswa /Pelajar c. Keperluan Rapat : …………… : Liburan / Bisnis/ Kunjungan keluarga/ 27) Bagaimana cara memasarkan hotel Saudara? 28) Bagaimanakah pendapat Saudara terhadap jumlah hotel dibandingkan dengan tamu yang menginap di Kota Denpasar? 29) Bagaimana menurut Saudara faktor –faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar ? - Mudahnya proses perizinan - Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah. - Lokasi berada di pusat kota atau strategis. 30) Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati dan antar-city hotel di Kota Denpasar? a. Apakah dampak positifnya (meningkatkan fasilitas dan pelayanan, mempromosikan dengan gencar dengan biro perjalanan wisata, taksi, pramuwisata, melalui internet dan menyusun strategi harga) b. Apakah dampak negatifnya ? ( persaingan harga, menurunnya tingkat hunian hotel, menurunnya lama tinggal tamu, menurunnya pendapatan hotel, tenaga kerja sulit, jenis tamu menginap berubah) c. Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif terhadap usaha hotel melati dan city hotel itu sendiri yang ditimbulkan akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar? 31) Bagaimana menurut Saudara mengenai perkembangan hotel melati? 32) Mengapa saudara memilih lokasi ini untuk membangun city hotel? 33) Apakah fungsi lahan ini ,sebelum hotel ini dibangun? 34) Apakah masukan dari Saudara untuk perkembangan city hotel? 35) Menurut Saudara apakah diperlukan kebijakan pengaturan pembangunan city hotel di Kota Denpasar ? 36) Perizinan : ………………………………… 37) No.Izin /Tanggal/Thn : …………………………………… 38) Permodalan : PMA/PMDN 156 39) Apakah ada kesulitan dalam mengurus izin? 40) Apakah ada petugas yang memberikan pembinaan terkait kebijakan pemerintah Kota Denpasar? 41) Apakah hotel memberikan bantuan kepada masyarakat di sekitar? 42) Berupa apakah bantuan yang diberikan? 157 Lampiran 3 : Pedoman wawancara untuk tamu hotel Hari /Tanggal wawancara :……………………………………… 1) Nama Hotel : …………………………………………… 2) Alamat hotel : …………………………………………… 3) Klasifikasi hotel : …………………………………………… 4) Nama Tamu …………………………………………… 5) Alamat/ asal tamu : ……………………………………………. 6) Umur : ……………………………………………. 7) Jenis Kelamin : ……………………………………………. 8) Status perkawinan : ……………………………………………. 9) Pekerjaan : ……………………………………………. 10) Tingkat pendidikan : ……………………………………………. 11) Keperluan keluarga/Rapat : Liburan / Bisnis/ Kunjungan 12) Teman perjalanan : ……………………………………………. 13) Lama kunjungan : ……………………………………………. 14) Berapa kali berkunjung ke Bali: Pertama kali/ kedua kali/sering 15) Alasan pemilihan hotel ini : a. Harga b. Lokasi c. Fasilitas d. Lainnya : ………………………. 16) Apakah mudah mendapatkan informasi megenai hotel ini : Ya / Tidak 17) Darimana mendapat informasi hotel ini : a. Biro perjalanan wisata b. Internet c. Teman d. Lain-lain…………………………. 158 Lampiran 4 : Pedoman Wawancara untuk Pegawai Dinas Pariwisata Kota Denpasar Nama Informan : ………………………………………….. Instansi : ………………………………………… Hari/Tanggal wawancara : ………………………………………… _________________________________________________________________ Pertanyaan : 1) Apakah kewenangan Dinas Pariwisata Kota Denpasar dalam bidang sarana akomodasi pariwisata? 2) Bagaimanakah kondisi umum ketersediaan sarana akomodasi pariwisata di Kota Denpasar? 3) Menurut Bapak/Ibu apakah pengertian city hotel, dan apakah pengertian tersebut telah diklasifikasikan dalam sebuah ketentuan? - Bila sudah ada, agar disebutkan aturan yang mengaturnya. - Bila belum, bagaimana cara pengaturannya? 4) Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap perkembangan city hotel di Kota Denpasar? 5) Menurut Bapak/Ibu,kapankah mulai berkembangnya city hotel di Kota Denpasar? 6) Menurut Bapak/Ibu, apakah penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar? - Mudahnya proses perizinan - Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah. - Lokasi berada di pusat kota atau strategis. 7) Apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city hotel di wilayah ini? - Dampak positif (roda perekonomian masyarakat di sekeliling meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel di sekitar). - Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling, kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah berkurang dan beralih fungsi, harga tanah menjadi mahal) - Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif terhadap usaha hotel melati yang ditimbulkan akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar? 159 8) Menurut data di Dinas Pariwisata, city hotel yang saat ini sedang berkembang masuk dalam klasifikasi hotel berbintang atau non-bintang? 9) Berapakah jumlah usaha hotel di Kota Denpasar pada tahun 2013? 10) 11) - Jumlah Hotel bintang :……………… buah - Jumlah kamar hotel bintang : ………………buah - Jumlah Hotel non-bintang : ………………buah - Jumlah kamar hotel non-bintang : ………………buah Berapakah jumlah kunjungan wisatawan di Kota Denpasar pada tahun 2013? - Jumlah kunjungan wisatawan Mancanegara : ……………….orang - Jumlah kunjungan wisatawan Domestik : ……………….orang Berapakah rata–rata tingkat hunian hotel pada tahun 2013? - Tingkat hunian hotel bintang : - Tingkat hunian hotel non-bintang : 12) Menurut Bapak/Ibu ,Apakah Kota Denpasar masih memerlukan akomodasi pariwisata? 13) Berapakah jumlah ideal hotel di Kota Denpasar? 14) Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu dilakukan penataan usaha akomodasi pariwisata di Kota Denpasar? 15) Mengapa perlu dilakukan penataan usaha akomodasi pariwisata di Kota Denpasar? 16) 17) Bagaimana dengan penataan perkembangan city hotel di Kota Denpasar? Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk menata usaha akomodasi pariwisata di Kota Denpasar? 18) Apakah pembangunan city hotel telah sesuai dengan peruntukan dalam tata ruang? 19) Apakah perizinan yang diberikan telah dilakukan sesuai dengan klasifikasi hotel yang telah diatur dalam ketentuan yang ada? 20) Apakah telah ada Rencana Induk Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Daerah Kota Denpasar (RIPPARDA) 160 Lampiran 5: Pedoman Wawancara untuk Pegawai Kecamatan di Kota Denpasar Nama Informan : ………………………………………….. Instansi : ………………………………………… Hari/Tanggal wawancara : ………………………………………….. __________________________________________________________________ Pertanyaan : 1) Bagaimanakah perkembangan city hotel di wilayah kecamatan? 2) Apakah tersedia data city hotel dan hotel melati di wilayah ini? : - City hotel : ………………buah - Hotel melati : ………………..buah Apakah tanggapan masyarakat terhadap perkembangan city hotel di wilayah kecamatan ini? 3) 4) Bagaimanakah hubungan pemilik terhadapmasyarakat di sekeliling hotel? atau pengelola city hotel 5) Bagaimanakah hubungan pemilik atau pengelola city hotel terhadap usaha hotel melati di sekeliling hotel? 6) Menurut Bapak/Ibu, apakah faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar? - Mudahnya proses perizinan - Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah. - Lokasi berada di pusat kota atau strategis. 7) Apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city hotel di wilayah ini? - Dampak positif (roda perekonomian masyarakat di sekeliling meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel di sekitar) - Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling, kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah berkurang dan beralih fungsi, harga tanah menjadi mahal) 8) Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu disusun kebijakan penataan akomodasi di Kota Denpasar? 9) Apakah pemerintahan kecamatan mempunyai program pendataan usaha akomodasi pariwisata di wilayahnya? 10) Apa masukan Bapak/Ibu untuk kebijakan yang harus disusun? 161 Lampiran 6 : Pedoman Wawancara untuk Pengurus PHRI Kota Denpasar Nama Informan : ………………………………………….. Organisasi : ………………………………………… Hari/Tanggal wawancara : …………………………………………… _________________________________________________________ Pertanyaan : 1) Bagaimanakah menurut saudara perkembangan hotel di Kota Denpasar? 2) Apakah menurut saudara klasifikasi hotel di Kota Denpasar telah sesuai dengan syarat yang harus dipenuhi? 3) Menurut Saudara apakah yang dimaksud dengan city hotel? 4) Apakah Asosiasi mempunyai program pendataan usaha akomodasi pariwisata di Kota Denpasar? 5) Bagaimanakah cara pendataannya? 6) Apakah di Asosiasi ini tersedia data city hotel dan hotel melati diKota Denpasar? : a. City hotel : ……………… buah b. Hotel melati : ……………… buah 7) Apakah tersedia data klasifikasi kelas city hoteldi Kota Denpasar? 8) Menurut Bapak/Ibu, apakah faktor-faktor penyebab berkembangnyacity hotel di Kota Denpasar? - Mudahnya proses perizinan - Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah. - Lokasi berada di pusat kota atau strategis. 9) Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city hotel di Kota Denpasar? - Dampak positif (roda perekonomian masyarakat di sekeliling meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel di sekitar) - Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling, kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah berkurang dan beralih fungsi, harga tanah menjadi mahal) 10) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah perbulannya di Kota Denpasar? rata-rata tingkat hunian hotel 11) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah lama tinggal tamu hotel perbulannya di Kota Denpasar? 12) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan hotel melati di Kota Denpasar? 162 13) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah perbandingan hotel dengan jumlah tamu menginap hotel di Kota Denpasar? 14) Apakah ada pertemuan rutin dengan antara pengurus dengan anggota membahas perkembangan hotel di Kota Denpasar? 15) Apakah saran Bapak/Ibu mengenai pembangunan hotel di Kota Denpasar (perlu dibatasi, diatur lokasinya, pemerataan di seluruh Kota Denpasar, perlunya kebijakan untuk menata jumlah hotel ataupu standar harga)? 16) Apakah PHRI rutin berkomunikasi dengan Pemerintah menyampaikan aspirasi anggota PHRI atas permasalahan yang ada? 17) Apakah pengelola city hotel ikut berperan aktif dalam kepengurusan ataupun kegiatan asosiasi? dalam 163 Lampiran 7 : Pedoman Wawancara untuk Pengurus ASITA Daerah Bali Nama Informan : ………………………………………….. Organisasi : ………………………………………… Hari/Tanggal wawancara : …………………………………………… _________________________________________________________ Pertanyaan : 1) Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu perkembangan hotel di Kota Denpasar? 2) Apakah menurut Bapak/Ibu klasifikasi hotel di Kota Denpasar telah sesuai dengan syarat yang harus dipenuhi? 3) Menurut Bapak/Ibu apakah yang dimaksud dengan city hotel? 4) Menurut Bapak/Ibu, apakah faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar? - Mudahnya proses perizinan - Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah. - Lokasi berada di pusat kota atau strategis. 5) Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city hotel di Kota Denpasar? - Dampak positif (roda perekonomian masyarakat di sekeliling meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel di sekitar) - Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling, kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah berkurang dan beralih fungsi, harga tanah menjadi maha ) 6) Apakah kriteria yang ditentukan dalam melakukan kerjasama dengan hotel (harga, lokasi, pelayanan, komunikasi)? 7) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah rata-rata tingkat hunian hotel perbulannya di Kota Denpasar? 8) Apa saran Bapak/Ibu kepada pengelola hotel untuk menarik tamu (harga, fasilitas,lokasi, pelayanan, SDM, komunikasi ) ? 9) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan hotel melati di Kota Denpasar? 10) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah perbandingan hotel dengan jumlah tamu menginap hotel di Kota Denpasar? 11) Apakah saran Bapak/Ibu mengenai pembangunan hotel di Kota Denpasar (perlu dibatasi, diatur lokasinya, pemerataan di seluruh Kota Denpasar, perlunya kebijakan untuk menata jumlah hotel ataupu standar harga) 164 Lampiran : 8 Sampel Hotel yang Diteliti No NAMA HOTEL ALAMAT Denpasar Utara ( 4 hotel ) 1 Hotel Inna Bali Jl. Veteran No 3, Denpasar. Telp. 225 681/ 235 347. E mail: [email protected] 2 Hotel Warta Sari Jl. Cokroaminoto No. 135 Denpasar / Ir. Kt. Oka Merta Utama ( 082 147 242 863) 3 Hotel Puri Gatsu Indah (Hotel Jl. Gatot Subroto 309 Denpasar. Gatsu Indah) Telp. 4180839. Satry Pratama: 081 353 040 009 4 Hotel Taman Wisata Jl. Nangka No 98 A, Denpasar. Telp. 236 015 . Denpasar Timur (5 hotel) 1 Hotel Tohpati Bali (The Graha Cakra Bali) Jl. Bypass Ngurah Rai No.28 Denpasar. Telp. 462 673/ 235 408. E mail: [email protected] 2 Hotel The Bali Rama City Jl. Hayam Wuruk No 188, Denpasar. Telp. 262 748. Agung Ani : 081 239 42606 E mail: [email protected] 3 Hotel Cianjur Jl. WR. Supratman , No. 39 Denpasar Telp. 222 434 / 221 456 4 Hotel Puri Nusa Indah Jl. Waribang, Denpasar. Contact person : A.A.Ngr. Alit Firman : 081 239 06893 5 Hotel Trio Bali Jl. Hayam Wuruk No. 179 xx, Denpasar 165 No NAMA HOTEL ALAMAT Denpasar Selatan (4 hotel) 1 Hotel Harrads Jl. Bypass Ngurah Rai, Denpasar. Telp. 722 071/ 722 174. E mail: [email protected] 2 Hotel Grand City Inn Jl. Tukad Badung No 211 X, Denpasar. Telp. 801 2299/ 895 0299 E mail: [email protected] Ibu Parwati ( Manajer ) telp 801 229 3 Hotel Wisata Indah Jl. Bedugul, Sidakarya No 24, Denpasar. Telp. 723 857. Hubungi : Made Kasi ( Manajer ) 4 Hotel Mutiara 1 Hotel Express Lifestyle (ex Fave hotel ) 2 Hotel Pop Harris Teuku Umar by Tauzia 3 Hotel Golden Tulip Jl. Pendidikan No. 102, Sidakarya. Denpasar. Denpasar Barat ( 6 hotel) Jl. Teuku Umar No. 175-179, Denpasar. Telp. 842 2299 E mail: [email protected] Adia (HRD) 082 897 030 931 Jl. Teuku Umar No. 74, Denpasar. Telp. 258 025 E mail: [email protected] HRD Jl. Gatot Subroto Barat No. 101 Denpasar. Telp. 849 5777 E mail: [email protected] Ibu Windiari- 081 805 512 695 4 Hotel Grand Santhi (ex Hotel Santhi ) Jl. Patih Jelantik No. 6, Denpasar. Telp. 224 183/ 224 324 .E mail: [email protected]. Ibu Agung Ismaya : 085 737 325 179 5 Hotel Puri Royan 6 Hotel Ratu ( ex Hotel Queen ) Jl. Teuku Umar No. 168, Denpasar. Telp. 240 387 Manajer NIko : 081 338 406 985 Jl. Yos Sudarso, Denpasar. Telp 226 922 166 Lampiran : 9 Daftar Informan pada Instansi dan Asosiasi. No NAMA INSTANSI/ LEMBAGA 1. Drs. I.B. Joni Arimbawa, M.Si. Jabatan : Camat Denpasar Barat Kecamatan Denpasar Barat Jl. GunungAgung Telp 416 295 2. Drs. Raka Purwantara, MAP. Jabatan : Sekretaris Camat Denpasar Utara Kecamatan Denpasar Utara Jl. Mulawarman No. 1, Denpasar Telp 423 292 3. I Made Sukarata,SE,M.Si Jabatan : Sekretaris Camat Denpasar Selatan. Kecamatan Denpasar Selatan Jl. Raya Sesetan 25, Denpasar Telp. 720 089 4 Drs. I.B. Kt. Suanthara Jabatan : Sekretaris Camat Denpasar Timur Kecamatan Denpasar Timur Jl. WR. Supratman 183, Denpasar Telp 224 126 5 Drs. I Ketut Arya Jabatan : Kepala Bidang Usaha Jasa dan Sarana Wisata Dinas Pariwisata Kota Denpasar di Gedung Sewaka Dharma, Jl.Majapahit No. 1 Denpasar. Ni Luh Gede Tirtawati Jabatan : Kepala Seksi Akomodasi Dinas Pariwisata Kota Denpasar di Gedung Sewaka Dharma, Jl. Majapahit No. 1 Denpasar. 6 167 No 7 NAMA INSTANSI/ LEMBAGA A.A. Ngr. Bawa Nendra, SH,M.Si. Jabatan : Kepala Bidang Pengkajian dan Pengembangan Badan Pelayanan Perijinan Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar di GedungSewaka Dharma, Jl. Majapahit No. 1 Denpasar. 8 I Km. Agus Budiyasa,SH, MH. Jabatan : Kepala Subbagian Peraturan Perundang-undangan. Bagian Hukum Setda Kota Denpasar. Kantor Walikota, Jl. Gajah Mada No. 1, Denpasar. 9 A.A. Ngr. Adhi Ardhana, ST Jabatan : Sekretaris, Perhimpunan Hotel dan Restauran (PHRI) Kota Denpasar 10 Ketut Ardana,SH. Jabatan : Pengurus ASITA Bali (Asosiasi Travel Agent) 168 Lampiran : 10 Daftar Nama Tamu yang diwawancarai No. Nama / Asal tamu Umur/ Jenis kelamin Status Pendidikan/ Pekerjaan Menginap di Hotel 1 Viola, Jawa Barat 21 th/ Perempuan Belum kawin Kuliah / Mahasiswa Hotel Harrads Bintang 4 2 Albertus, Jakarta 18 thn/ lakilaki Belum kawin SMA/ Pelajar Hotel Harrads Bintang 4 3 Astutik Ma'e, Surabaya 42 th/ Perempuan Kawin S1/swasta Hotel Puri Royan Melati 2 4 Aminudin, Surabaya 35 thn/ Lakilaki Kawin S1/ Swasta Hotel Puri Royan Melati 2 5 Yosyani Eka Wulandari, Bandung 27 thn/ Perempuan Cerai D3/ Wiraswasta Hotel Pop Harris Teuku Umar Bintang 2 6 Suranto, Surabaya 53 thn/ Lakilaki kawin Wirausaha Hotel Pop Harris Teuku Umar Bintang 2 7 Rini, Jawa 38 thn/ Perempuan kawin SMA/ Pegawai Travel Hotel Puri Nusa Indah Melati 2 8 Aries, Jawa 42 thn/ Lakilaki S1/ Pegawai Travel Hotel Puri Nusa Indah Melati 2 kawin 169 No. 9 Nama / Asal tamu Elmi Fadlllah, Jawa Tengah 10 Slamet Purwadi, Purbalingga 11 Yeni, Jawa 12 Lesmono, Jawa Umur/ Jenis kelamin Status Pendidikan/ Pekerjaan Menginap di Hotel 48 thn/ Perempuan kawin S1/ Guru Hotel Puri Nusa Indah Melati 2 54 thn/ Lakilaki kawin S1/ Guru Hotel Puri Nusa Indah Melati 2 kawin S1/ Karyawan swasta 29 thn/ Perempuan 45 thn/ Lakilaki kawin S2/ PNS Hotel Wisata Indah Melati 2 Hotel Wisata Indah Melati 2 Hotel Grand City Inn Melati 3 13 Wahyudi, Yogyakarta 42 thn/ Lakilaki kawin Karyawan 14 Sudarno, Yogyakarta 53 thn/ Lakilaki kawin Karyawan Hotel Grand City Inn Melati 3 15 Rinawati, NTB 31 thn/ Perempuan kawin SMA/ Pramuwisata Hotel Warta Warta Sari Melati 16 Dra. Asih Prabawati, Yogyakarta 50 thn/ Perempuan kawin S1/ Konsultan Kecantikan 17 Shirley Rosalina, Jakarta 42 thn/ Perempuan kawin SMA / swasta Hotel Inna Bali Bintang 3 18 Sherly Kesuma Dewi, Jakarta 40 thn/ Perempuan kawin S1 / swasta Hotel Inna Bali Bintang 3 Hotel Warta Warta Sari Melati 170 No. Nama / Asal tamu 19 Maria Magdalena E, Jakarta 37 thn/ Perempuan kawin S1/ Ibu Rumah Tangga Hotel Inna Bali Bintang 3 20 Untung Indra Saputra, Tulung Agung 37 thn/ Lakilaki kawin S1/ Wiraswasta Hotel Gatsu Indah Melati 2 Dadang Yulianto, Semarang 36 thn/ Lakilaki 21 Umur/ Jenis kelamin 22 Tama, Jakarta 26 thn/ Lakilaki 23 Yohanes Baptis Dwi H, NTT 35 thn/ Lakilaki Status kawin Pendidikan/ Pekerjaan S1/ swasta Belum kawin S1/ Karyawan swasta Kawin S1/ Karyawan BRI Menginap di Hotel Hotel Gatsu Indah Melati 2 Hotel Golden Tulip Essential Bintang 3 Hotel Grand Santhi, Melati 3 Hotel Grand Santhi, Melati 3 24 Mirzal, Jawa 45 thn/ Lakilaki Kawin S1/ Karyawan swasta 25 Dadan R, Jawa 45 thn/ Lakilaki Kawin S1/ swasta 26 Syafirudin, Jayapura 40 thn/ Lakilaki Kawin SMA/ swasta Hotel Grand Santhi, Melati 3 Hotel Cianjur Melati 3 27 Tuswati, Surabaya 50 thn/ Perempuan Kawin SMA/ wiraswasta Hotel Cianjur Melati 3 28 Kusmiati, Yogyakarta 44 thn/ Perempuan 29 I Made Darma, Bali 55 thn/ Lakilaki Kawin SMA/ Kawin S1/ wiraswasta Hotel Graha Cakra Bali Bintang 3 Hotel Graha Cakra Bali Bintang 3 171 No. Nama / Asal tamu Umur/ Jenis kelamin 30 I Wayan Keplus, Bali 31 Ivo Paulino Da Silva A. NTT 32 33 34 35 Status Pendidikan/ Pekerjaan 50 thn/ Lakilaki Kawin S1/Guru 23 thn/ Lakilaki Belum kawin Kuliah/ Mahasiswa Ganali, Jawa 28 thn/ Lakilaki Belum kawin Iswandi. Jawa 30 thn/ Lakilaki Belum kawin Rahmat Alam, Jakarta Martinus, Jawa Barat 27 thn/ Laki-laki 31 thn/ Lakilaki Belum kawin Belum kawin D3/ swasta S1/ swasta S1/ mahasiswa S1/ swasta Menginap di Hotel Hotel Ratu Melati 2 Hotel Ratu Melati 2 Hotel Taman Wisata Melati 3 Hotel Taman Melati 3 Hotel Lifestyle Express Bintang 2 Hotel Lifestyle Express Bintang 2