dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel

advertisement
TESIS
DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL
TERHADAP USAHA HOTEL MELATI
DI KOTA DENPASAR
KETUT NGURAH TRISNI SAKAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL
TERHADAP USAHA HOTEL MELATI
DI KOTA DENPASAR
KETUT NGURAH TRISNI SAKAWATI
NIM 1391061037
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL
TERHADAP USAHA HOTEL MELATI
DI KOTA DENPASAR
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister
pada Program Magister, Program Studi Kajian Pariwisata,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KETUT NGURAH TRISNI SAKAWATI
NIM 1391061037
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI KAJIAN PARIWISATA
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
ii
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI UNTUK DIUJIKAN
TANGGAL 30 Juni 2015
Pembimbing I,
Pembimbing II,
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
NIP 196112051986031004
Dr. Dewa Putu Oka Prasiasa, A.Par, MM.
NIP 196901182005011002
Mengetahui
Ketua Program Magister Kajian Pariwisata
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
NIP 196112051986031004
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K).
NIP 195902151985102001
iii
Tesis ini Telah Diuji pada
Tanggal 26 Juni 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK. Rektor Universitas Udayana
Nomor: 1847/ UN14.4 / HK/ 2015, Tanggal 22 Juni 2015
Ketua
: Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
Anggota
: Dr. Dewa Putu Oka Prasiasa, A.Par, MM.
Prof. Dr. I Wayan Ardika, M.A.
Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS.
Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE., MM.
iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama
: Ketut Ngurah Trisni Sakawati
NIM
: 1391061037
Program Studi
: Magister Kajian Pariwisata
Judul Tesis
: DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP
USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis/Disertasi* ini bebas plagiat.
Apabila dikemudian hari terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya
bersedia menerima sanksi sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik
Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar,
Juni 2015
Yang Membuat Pernyataan
Ketut Ngurah Trisni Sakawati
NIM 1391061037
*Coret yang tidak perlu
UCAPAN TERIMA KASIH
Om Swastiastu,
Puja pangastuti
angayubagya
penulis panjatkan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena hanya atas Asung Kertha Wara Nugraha-Nya,
penulisan tesis dengan judul “Dampak Perkembangan City Hotel Terhadap Usaha
Hotel Melati di Kota Denpasar” dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih
yang ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana Prof. Dr. dr. Ketut Suastika,
Sp.PD-KEMD, terimakasih kepada Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S(K),
selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana serta terimakasih
kepada Gubernur Bali Cq. Kepala Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Bali dan
Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali yang telah
memberikan fasilitas serta kesempatan pada penulis mengikuti pendidikan di
Program Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Terimakasih yang tulus kepada Prof. Dr. I Nyoman Darma Putra, M.Litt.
selaku Pembimbing I, juga selaku Ketua Program Studi Magister Kajian
Pariwisata Universitas Udayana dan Dr. Dewa Putu Oka Prasiasa, A.Par, MM.
selaku Pembimbing II yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah
memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih kepada para dosen penguji Prof. Dr. I Wayan Ardika,
M.A, Prof. Dr. Ir. Made Antara, MS dan Dr. Ida Bagus Ketut Surya, SE., M.Si.
v
yang telah memberikan masukan, saran dan koreksi untuk menyempurnakan tesis
ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak dan
Ibu Dosen Program Magister Kajian Pariwisata Program Pascasarjana Universitas
Udayana atas ilmu dan bimbingannya.
Demikian pula kepada Bapak dan Ibu staf administrasi Program Magister Kajian
Pariwisata Program Pascasarjana Universitas Udayana atas bantuan dan
kerjasamanya yang sangat baik.
Ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada suami tercinta Ir. A.A. Made
Yudiartha, MT, anak tercinta A.A. Ngr. Kameswara Suryawarman, SE., Ak,
A.A.A. Indah Pradnya Paramitha dan A.A. Ngr. Rameswara Suryawarman yang
telah memberikan dukungan, semangat dan doa hingga pendidikan ini bisa
terlaksana tepat pada waktu. Terimakasih kepada Ayah tercinta Drs. Ketut Gde
Saka, Ibunda A.A.A. Ngurah Mas Kusumawardhani (alm), Ayah Mertua A.A.
Ketut Agung (alm), Ibu mertua A.A Ayu Oka (alm), kakak, adik dan para ipar
atas pengertian dan motivasinya. Serta teman, sahabat dan para informan yang
tidak dapat disebutkan secara rinci atas perannya dalam mendorong dan
membantu selama penyelesaian tesis ini.
Semoga Ida Sang Hyang Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya
kepada semua pihak yang telah membantu dalam pelaksanaan dan penyelesaian
tesis ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan yang penulis miliki. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
vi
penyempurnaan tulisan ini. Sebagai akhir kata, penulis menyampaikan
terimakasih dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukan.
Om Shanti, Shanti, Shanti, Om.
Denpasar,
Juni 2015
Penulis
vii
ABSTRAK
DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL
TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR
Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini,
terutama jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing.
Tren ini dibarengi dengan bertambahnya jumlah sarana akomodasi. Denpasar
merupakan wilayah yang menunjukkan pertumbuhan sarana akomodasi yang
pesat, seperti kehadiran sejumlah hotel di wilayah kota sering dikenal dengan
istilah city hotel. Pesatnya perkembangan city hotel berdampak terhadap
pengusaha hotel melati. Penelitian ini mengkaji faktor-faktor penyebab
berkembangnya city hotel, dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel
melati, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap
strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori penawaran dan
permintaan, teori dampak serta teori kebijakan kepariwisataan. Data dikumpulkan
dengan observasi dan wawancara dengan para pengelola hotel melati dan city
hotel di Kota Denpasar, pemerintah, asosiasi perhotelan (PHRI), praktisi industri
pariwisata seperti pengusaha biro perjalanan wisata dan wisatawan.
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor penyebab berkembangnya city
hotel di Denpasar adalah harga sewa kamar, fasilitas dan lokasi hotel, tingkat
hunian hotel, lama tinggal tamu, dan pengelolaan hotel. Penyebab lainnya adalah
tren wisatawan mengenai pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses
perizinan hotel ataupun masih adanya peluang untuk membangun hotel di
Denpasar. Pesatnya perkembangan city hotel telah memberikan dampak negatif
dan positif terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Dampak negatifnya
adalah memicu persaingan tarif kamar, menurunnya tingkat hunian, dan
pendapatan hotel. Dengan terjadinya persaingan, pengelola hotel berupaya
meningkatkan pelayanan dan fasilitas hotelnya serta menggencarkan promosi.
Perkembangan city hotel di Kota Denpasar yang menimbulkan persaingan,
memaksa pengelola city hotel dan hotel melati melakukan strategi harga, promosi,
dan menjaga segmen yang telah menjadi pelanggannya.
Untuk mencegah perkembangan city hotel di Kota Denpasar secara
berlebihan, Pemerintah Kota Denpasar perlu menyusun kajian kebutuhan jumlah
kamar hotel, kebijakan pengaturan standar harga sewa kamar dan kebijakan
pemerataan pembangunan hotel di Kota Denpasar.
Kata Kunci : pariwisata Denpasar, city hotel, dampak perkembangan, hotel
melati.
viii
ABSTRACT
THE IMPACT OF CITY HOTEL DEVELOPMENTS TOWARDS THE
BUDGET HOTEL BUSINESSES IN THE CITY OF DENPASAR
The tourism sector of Bali has developed rapidly in the last ten years,
especially when it is seen from the trend of the numbers of domestic and foreign
tourist visits. This trend is accompanied with the increasing number of
accommodation facilities. Denpasar is a region which shows the rapid growth of
accommodation facilities, such as the presence of a number of hotels in the city
area which is often referred to as a city hotel. The rapid development of the city
hotel has affected the businesses of budget hotels, usually known as hotel melati
(non-star hotel by category). This study examines the factors that cause the growth
of city hotels, the impacts of the city hotel growths on the budget hotel businesses,
the competition and business strategies of inter-city hotels as well as their
influences on business strategies of budget hotels in Denpasar City.
The theories applied in the study were the theory of supply and demand, the
impact theory and the theory of tourism policy. The data was collected through
observation and interviews with the managers of budget hotels and city hotels in
Denpasar, government, hospitality associations (Indonesian Hotels and
Restaurants Association), the tourism industry practitioners such as businessmen
of travel agencies and the tourists.
The findings showed the factors that cause the development of city hotels in
Denpasar were the room rental rates, location, facilities offered, types of guests
and hotel management. Other causes were tourist trends regarding the selection of
hotels while on vacation, the ease of licensing process of establishing hotels, or
the open opportunity to build hotels in Denpasar. The rapid developments of the
city hotels have given negatif and positive impacts on the businesses of the budget
hotels in Denpasar. The negatif impacts were: competitive room rates, declining
hotel occupancy rates and revenues. The positive impacts include the hotel
managers endeavor to improve services and facilities as well as to intensify the
promotion of their hotels. The development of city hotels in Denpasar also lead to
competition which forced the managements of city hotels and the budget hotels to
perform strategies to face competition by setting the pricing strategies, promotions
and keeping the market segments that have become customers.
To prevent excessive development of the city hotel in the city of Denpasar,
it is recommended to Denpasar government to develop a needs assessment of
hotel rooms and some policies such as standard setting policies of room rates or
equitable policy of the hotel developments.
Keywords: Denpasar tourism, city hotels, the impacts of development, budget
hotels.
ix
RINGKASAN
DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL
TERHADAP USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR
Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir, terutama
jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing. Tren
kunjungan wisatawan dibarengi dengan bertambahnya jumlah sarana akomodasi.
Denpasar merupakan wilayah yang menunjukkan pertumbuhan sarana akomodasi
yang pesat, seperti kehadiran sejumlah hotel di wilayah kota sering dikenal
dengan istilah city hotel. Pesatnya perkembangan city hotel sangat dirasakan
dampaknya oleh pengusaha hotel melati.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengkaji
faktor-faktor
penyebab
berkembangnya city hotel di Kota Denpasar, dengan menggunakan teori
permintaan dan penawaran dengan analisis faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi harga sewa kamar (room rate), fasilitas dan lokasi hotel, tingkat
hunian kamar dan lama tinggal tamu, serta pengelolaan hotel. Selain faktor-faktor
internal
tersebut,
ada
juga
faktor
eksternal
yang
menjadi
penyebab
berkembangnya city hotel di Kota Denpasar seperti adanya tren wisatawan dalam
pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel, dan peluang untuk
membangun hotel di Kota Denpasar. Dampak berkembangnya city hotel terhadap
usaha hotel melati dianalisis dengan menggunakan teori dampak dengan faktor
harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar,
pendapatan hotel, lama tinggal dan jenis tamu yang menginap. Persaingan akibat
pesatnya pembangunan city hotel di Kota Denpasar dianalisis menggunakan teori
dampak serta identifikasi strategi bisnis antar-city hotel dan hotel melati yang
dilakukan dalam menghadapi persaingan dianalisis menggunakan teori permintaan
dan penawaran.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan
observasi dan wawancara kepada 19 pengelola hotel di Kota Denpasar yang
berada di empat kecamatan. Wawancara dilakukan terhadap Pejabat Kecamatan,
Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Badan Pelayanan Perijinan Satu Pintu dan
x
Penanaman Modal Kota Denpasar, Bagian Hukum Setda Kota Denpasar,
Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kota Denpasar
dan Pengurus ASITA Bali (Asosiasi Biro Perjalanan Wisata).
Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor penyebab berkembangnya city
hotel di Denpasar karena adanya permintaan yang tinggi dari tamu, harga sewa
kamar yang rendah, lokasi, fasilitas yang ditawarkan, dan pengelolaan hotel.
Hukum penawaran tidak sesuai dalam bisnis perhotelan di Denpasar karena hotelhotel cenderung menawarkan harga sewa kamar murah kepada tamu. Penyebab
lainnya adalah tren wisatawan mengenai pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya
proses perizinan hotel ataupun masih adanya peluang untuk membangun hotel di
Denpasar.
Pesatnya perkembangan city hotel telah memberikan dampak negatif dan
positif terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Dampak negatifnya adalah
persaingan tarif kamar, menurunnya tingkat hunian hotel dan menurunnya
pendapatan hotel. Selain faktor tersebut, juga disebutkan beberapa dampak negatif
yang timbul bukan saja kepada hotel melati namun juga kepada masyarakat
seperti tingginya timbulnya kemacetan pada ruas jalan akibat bis tamu hotel yang
parkir
di depan hotel, munculnya kriminalitas ataupun dapat meningkatkan
peredaran narkoba.
Mencermati dari hasil penelitian di atas maka perkembangan city hotel di
Kota Denpasar, memang sangat mengkhawatirkan pengusaha hotel melati, bukan
saja karena adanya persaingan harga sewa kamar yang tidak sehat ataupun
menurunnya tingkat hunian hotel tetapi adanya Peraturan Walikota Denpasar
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang mensyaratkan
agar pengusaha jenis usaha penyediaan akomodasi hotel wajib berbentuk badan
usaha Indonesia berbadan hukum. Hal ini menimbulkan permasalahan diantara
para
pengusaha
hotel
melati
yang
sebagian
besar
dikelola
oleh
keluarga/perseorangan karena kondisi ini dikhawatirkan akan mengancam
keberlangsungan pengusaha hotel lokal itu sendiri.
Dampak positifnya pengelola hotel berupaya meningkatkan fasilitas hotel,
kualitas pelayanan dan sumber daya manusianya terutama dalam teknologi terkini
xi
seperti penguasaan sistem booking online serta
kemampuan berbahasa.
Peningkatan kualitas SDM dan perangkat elektronik tentu bukan barang murah,
namun merupakan investasi biaya tinggi yang diharapkan dapat bermanfaat untuk
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Menggencarkan
promosi seperti penyebaran brosur, bekerja sama dengan online ataupun offline
travel agent, bekerjasama dengan pramuwisata ataupun sopir taksi
dan juga
memberikan harga khusus untuk para tamu. Selain dampak positif terhadap
pengusaha hotel melati, perkembangan city hotel di Kota Denpasar juga memberi
manfaat bagi masyarakat umum. Dengan adanya city hotel, dapat memberikan
peluang kerja untuk menyerap tenaga kerja lokal dan meningkatkan perekonomian
masyarakat sekitar. Perkembangan city hotel diharapkan meningkatkan fasilitas
sarana akomodasi dengan penataan dan pemerataan di setiap wilayah sehingga
dapat menimbulkan harmonisasi bisnis antar hotel di Kota Denpasar.
Perkembangan city hotel di Kota Denpasar juga menimbulkan persaingan
antar city hotel maka dari itu pengelola city hotel melakukan strategi untuk
menghadapi persaingan tersebut. Persaingan harga sewa kamar di Kota Denpasar
sudah sangat tidak sehat, menurunnya tingkat hunian dan pendapatan hotel juga
sangat dirasakan oleh city hotel.
Meskipun persaingan sangat ketat, etika bisnis harus tetap dipegang teguh.
Pengelola hotel harus tetap berkomitmen dalam memuaskan tamu dengan
memberikan harga yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan memberikan
pelayanan yang terbaik. Menjaga hubungan baik antara pemilik, pengelola, tenaga
kerja dan pengusaha hotel lainnya. Secara internal hubungan pemilik, pengelola
dan tenaga kerja harus terbuka mengenai pengelolaan perusahaan. Sedangkan
secara eksternal, terjalin hubungan baik antar-pengelola hotel sehingga tetap
saling berbagi informasi dan tidak menjelek-jelekan hotel lain.
Beberapa pengelola hotel berkomunikasi secara informal untuk merancang suatu
kegiatan semacam acara festival dalam rangka meningkatkan kunjungan
wisatawan di Kota Denpasar dan tetap menjaga pangsa pasar yang telah dimiliki.
Tingginya tingkat persaingan bisnis city hotel di Kota Denpasar telah
menimbulkan berbagai dampak seperti yang telah diulas di atas, oleh karena itu
xii
pengelola city hotel dan hotel melati melakukan berbagai upaya untuk dapat
bertahan. Upaya yang dilakukan antara lain dengan menyiapkan beberapa strategi
seperti strategi harga, promosi dan menjaga segmen yang telah ada. Strategi harga
dengan memberikan potongan harga dengan harapan dapat menarik tamu. Strategi
lainnya adalah dengan melakukan berbagai upaya promosi dengan berbagai pihak
seperti mengikuti kegiatan pemasaran secara langsung (table top ataupun sales
call), bekerja sama dengan Online dan Offline Travel Agent. Selain itu juga
menawarkan fasilitas hotel seperti meeting room, kolam renang ataupun restoran
yang ada dalam hotel. Dan menjaga segmen yang ada dengan melakukan
komunikasi dengan baik dan intens.
Untuk mengatasi pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar,
Pemerintah Kota Denpasar disarankan agar menyusun kajian kebutuhan jumlah
hotel di Kota Denpasar dan beberapa kebijakan antara lain: kebijakan pengaturan
standar harga sewa kamar, kebijakan pemerataan pembangunan hotel, kebijakan
untuk mencegah meningkatnya
alih fungsi lahan dan kebijakan peningkatan
kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar.
Mensosialisasikan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013
tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata kepada pengusaha hotel lokal untuk
memberikan pengertian bahwa peraturan tersebut disusun untuk memberikan
kepastian hukum untuk pengusaha dalam menjalankan usaha pariwisata di Kota
Denpasar.
Pengelola hotel melati terus meningkatkan kualitas fasilitas dan pelayanan
hotel untuk memenuhi kebutuhan (needs) dan keinginan (wants) tamu demi
memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepada seluruh pengelola hotel, baik
hotel bintang dan melati di Kota Denpasar wajib untuk meningkatkan kualitas
sumber daya manusia terutama di bidang bahasa
dan teknologi agar dapat
bersaing dalam menghadapi masuknya tenaga kerja dari luar dengan mulai
berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir 2015.
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ...........................................................................................
i
PRASYARAT GELAR ......................................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................
iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ...................................................................
iv
UCAPAN TERIMA KASIH ...............................................................................
v
ABSTRAK
...................................................................................................
viii
ABSTRACT
...................................................................................................
ix
RINGKASAN ...................................................................................................
x
DAFTAR ISI
...................................................................................................
xiv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
xvii
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................
xix
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
xx
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN ..............................................................................
1
1.1
Latar Belakang ...........................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah......................................................................
12
1.3
Tujuan Penelitian ......................................................................
13
1.4
Manfaat Penelitian .....................................................................
13
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN
MODEL PENELITIAN …. ...............................................................
15
2.1
Kajian Pustaka .........................................................................
15
2.2
Konsep ......................................................................................
21
2.2.1 City Hotel .......................................................................
21
2.2.2 Hotel Melati ...................................................................
24
Landasan Teori .........................................................................
26
2.3.1 Teori Penawaran dan Permintaan ....................................
26
2.3
xiv
2.3.2 Teori Dampak Pariwisata ..............................................
30
2.3.3 Teori Kebijakan Kepariwisataan ....................................
33
Model Penelitian .......................................................................
36
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................
41
2.4
3.1
Rancangan Penelitian ................................................................
41
3.2
Lokasi Penelitian .......................................................................
42
3.3
Jenis dan Sumber Data ..............................................................
42
3.4
Instrumen Penelitian .................................................................
44
3.5 Teknik Pengumpulan Data ........................................................
45
3.6
Teknik Penentuan Sampel ........................................................
47
3.7
Teknik Analisis Data ................................................................
48
3.8
Teknik Penyajian Hasil Analisis Data .......................................
49
BAB IV PERKEMBANGAN
BAB V
INDUSTRI
KEPARIWISATAAN
KOTA DENPASAR ....................................................................….
51
4.1
Perkembangan Kota Denpasar ..................................................
51
4.2
Sarana dan Prasarana Kota Denpasar ........................................
53
4.3
Perkembangan Perekonomian Kota Denpasar .........................
56
4.4
Kepariwisataan di Kota Denpasar Dewasa Ini ..........................
61
4.5 Kebijakan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar ...........
66
4.6 Kebijakan Perizinan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar
71
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BERKEMBANGNYA CITY
HOTEL DI KOTA DENPASAR .....................................................
73
5.1
Faktor Internal ........................................................................
73
5.1.1 Harga Sewa Kamar ......................................................
73
5.1.2 Lokasi dan Fasilitas Hotel ...........................................
80
5.1.3 Tingkat Hunian Hotel ..................................................
86
5.1.4 Lama Tinggal Tamu ....................................................
88
5.1.5 Pengelolaan Hotel ........................................................
90
Faktor Eksternal .....................................................................
92
5.2.1 Tren Wisatawan dalam Memilih Hotel........................
92
5.2
xv
BAB VI
5.2.2 Kemudahan dalam Proses Perizinan ...........................
98
5.2.3 Adanya Peluang Pembangunan Hotel .........................
99
DAMPAK BERKEMBANGNYA CITY HOTEL TERHADAP
USAHA HOTEL MELATI ..............................................................
102
6.1 Dampak Negatif ........................................................................
103
6.1.1 Persaingan Harga Sewa Kamar .....................................
103
6.1.2 Menurunnya Tingkat Hunian Hotel Melati ....................
106
6.1.3 Menurunnya Pendapatan Hotel Melati...........................
107
6.1.4 Timbulnya Masalah Lingkungan dan Sosial Masyarakat
108
6.2 Dampak Positif ..........................................................................
110
6.2.1 Meningkatkan Kualitas Fasilitas dan Pelayanan
BAB VII
Hotel Melati .................................................................
110
6.2.2 Meningkatkan Promosi Hotel Melati .............................
111
6.2.3 Meningkatkan Perekonomian Masyarakat .....................
112
6.3 Kebijakan Kepariwisataan Bidang Akomodasi ........................
114
PERSAINGAN DAN STRATEGI BISNIS ANTAR-CITY HOTEL
SERTA PENGARUHNYA TERHADAP STRATEGI BISNIS
HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR .....................................
125
7.1 Persaingan Antar-City Hotel di Kota Denpasar ....................….
126
7.2 Strategi Bisnis City Hotel di Kota Denpasar………. ………….
133
7.3 Strategi Bisnis Hotel Melati di Kota Denpasar……….…………. 139
BAB VIII SIMPULAN DAN SARAN ..............................................................
143
8.1 Simpulan ...................................................................................
143
8.2 Saran ............................................................................……….
145
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................
147
LAMPIRAN-LAMPIRAN ................................................................................
152
xvi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1
Model Penelitian ....................................................................................
40
3.2
Lokasi Penelitian ...................................................................................
43
5.1 Foto Lobby dan kamar Hotel Pop Harris Teuku Umar, Jl. Teuku
Umar, Denpasar. .....................................................................................
76
5.2
Foto kamar Hotel The Grand Santhi, Jl. Patih Jelantik, Denpasar.........
77
5.3
Foto wawancara dan kamar Hotel Warta Sari, berlokasi
di Jalan Raya Ubung, Denpasar ..............................................................
5.4
79
Fasilitas kolam renang dan restoran di Hotel Lifestyle Express,
Jalan Teuku Umar, Denpasar..................................................................
83
5.5 Foto Fasilitas dan Penawaran Paket Makan Siang di Hotel Golden
Tulip Essentials, Jl. Gatot Subroto Barat, Denpasar ...............................
5.6
85
Lambang Hotel Management Jaringan Dunia Accor dan Tauzia
serta Grup Santika ..................................................................................
90
5.7 Suasana Makan Pagi Tamu dan Pedagang di Hotel Puri Nusa
Indah Denpasar .......................................................................................
95
5.8
Keadaan Restoran dan Lingkungan Hotel Graha Cakra Bali .................
96
6.1
Gambaran
Perbandingan
Harga yang Ditawarkan oleh Tiga
Online Travel Agent dalam Situs TripAdvisor. ......................................
104
6.2. Kondisi kamar Hotel Puri Royan, Jl. Teuku Umar, Denpasar ................
105
6.3
Penawaran Pegipegi.com untuk harga sewa kamar Hotel Lifesyle
Express. ..................................................................................................
6.4
Halaman Hotel Trio Bali,di Jalan Hayam Wuruk yang dikontrakkan
6.5
Promosi Hotel Ratu (ex Hotel Queen) di Facebook dan website
Booking.com...........................................................................................
xvii
106
108
112
7.1
Tampak Depan Dua Hotel Pop Harris di Jalan Teuku Umar dan
Jalan Cokroaminoto ...............................................................................
7.2
Dua hotel baru, Hotel Guntur dan Hotel Fave Tohpati yang
lokasinya berdekatan dengan Hotel Graha Cakra Bali. .........................
7.3
129
Persaingan harga sewa kamar Hotel Lifestyle Express, Hotel Inna
Bali dan Hotel Pop Harris Teuku Umar di pegipegi.com. ....................
7.4
127
Perbandingan harga di Situs
130
Hotel Graha Cakra Bali dengan
Penawaran di Agoda ...............................................................................
136
7.5
Penawaran dari Hotel Inna Bali untuk berbagai kegiatan .......................
138
7.6
Website Hotel Cianjur di Denpasar .........................................................
141
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Pedoman wawancara untuk pengusaha hotel melati ..............................
152
2
Pedoman wawancara untuk pengusaha city hotel ..................................
154
3
Pedoman wawancara untuk tamu hotel ..................................................
157
4
Pedoman wawancara untuk Pegawai Dinas Pariwisata Kota
Denpasar ................................................................................................
5
158
Pedoman Wawancara untuk Pegawai Kecamatan di Kota
Denpasar ................................................................................................
160
6
Pedoman Wawancara untuk Pengurus PHRI Kota Denpasar ...............
161
7
Pedoman Wawancara untuk Pengurus ASITA Bali ............................
163
8
Sampel Hotel yang Diteliti .....................................................................
164
9
Daftar Informan pada Instansi dan Asosiasi ..........................................
166
10
Daftar Nama Tamu Yang Diwawancarai ................................................
168
xix
DAFTAR TABEL
Halaman
4.1
Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata di Kota Denpasar Tahun
2011-2013 ..................................................................................................
62
4.2
Jumlah Sarana Kepariwisataan di Kota Denpasar Tahun 2013 .................
63
4.3
Perkembangan Usaha Akomodasi di Kota Denpasar Tahun 20112013 ...........................................................................................................
64
4.4 Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Denpasar Tahun 2011-2013 ...........
64
4.5 Rata-rata Lama Menginap Wisatawan di Kota Denpasar Tahun
2010-2012 ..................................................................................................
65
4.6 Jumlah Usaha Akomodasi Menurut Kecamatan di Kota Denpasar
Tahun 2013 ................................................................................................
xx
67
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pariwisata Bali berkembang pesat dalam sepuluh tahun terakhir ini,
terutama jika dilihat dari tren angka kunjungan wisatawan domestik dan asing.
Serangan teroris yang terjadi tahun 2002 dan 2005 menimbulkan penurunan angka
kunjungan sesaat, sesudah itu meningkat terus. Data Dinas Pariwista Provinsi Bali
menunjukkan, tahun 2003 angka kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali
993.029 orang, sepuluh tahun kemudian, tahun 2013, meningkat menjadi
3.278.598 orang. Dalam sepuluh tahun, terjadi peningkatan sebesar 2.285.569
orang atau 230,16 persen. Menurut Menteri Pariwisata Arief Yahya, Pemerintah
Indonesia menerapkan kebijakan bebas visa mulai 2015 kepada 30 negara baru
yang warganya memperoleh fasilitas bebas visa kunjungan singkat.1 Kebijakan ini
diprediksi mampu meningkatkan angka kunjungan wisatawan ke Bali.
Tren peningkatan angka kunjungan wisatawan ke Bali dibarengi dengan
bertambahnya jumlah sarana akomodasi. Data Dinas Pariwisata Provinsi Bali
menunjukkan, tahun 2003 jumlah sarana akomodasi yang terdiri dari hotel
berbintang, non-bintang dan pondok wisata di Bali adalah 1.209 unit dengan
jumlah kamar mencapai 35.259 kamar, sedangkan tahun 2013 menjadi 2.572 unit
dengan 44.361 kamar.
___________________________________________
1.
Tangerang.imigrasi.go.id/site/detailberitaumum/269/pemerintah-memberi-bebas-visakunjungan-singkat-wisatawan-kepada-30
1
2
Terjadi peningkatan jumlah hotel sebesar 112,73 persen dan 25,8 persen pada
jumlah kamar. Pembangunan sarana akomodasi semakin bertambah karena para
investor melihat perkembangan pariwisata Bali merupakan arena yang menarik
untuk menanamkan modalnya terutama di bidang sarana akomodasi.
Denpasar merupakan wilayah dengan pertumbuhan sarana akomodasi yang
pesat, seperti kehadiran sejumlah hotel di wilayah kota sering dikenal dengan
istilah city hotel. Sesuai dengan namanya, city hotel mengacu pada hotel yang
terletak di daerah perkotaan, dilawankan dengan hotel di tepi pantai atau resort. Di
wilayah Denpasar, hotel-hotel pada awalnya dan pada umumnya terletak di Pantai
Sanur, sementara di perkotaan tidak seumum dan sebanyak di Sanur. Hotel-hotel
yang tumbuh belakangan ini di Kota Denpasar dengan jelas menggunakan sebutan
city hotel, seperti Grand City Inn, Santosa City Hotel ataupun Bali Rama City
Hotel. Istilah city hotel sudah sangat popular dan banyak digunakan dalam
percakapan di kalangan industri pariwisata dan pemerintah. Yang diacu pun sudah
jelas adalah hotel-hotel yang hadir di kota. Penelitian ini mengangkat masalah
pertumbuhan city hotel dan dampaknya terhadap pengelolaan hotel melati di Kota
Denpasar.
Dipilihnya Denpasar sebagai lokasi penelitian karena pertumbuhan sarana
akomodasi di perkotaan yang disebut city hotel cukup pesat. Perkembangan
fasilitas pariwisata seperti hotel, restoran atau rumah makan dalam sepuluh tahun
terakhir di Kota Denpasar sangat cepat, hal ini berbeda dengan tahun 1970-an,
fasilitas pariwisata yang tersedia sangat terbatas. Pada tahun 1970-an Wilayah
Kota Denpasar yang berkembang fasilitas pariwisatanya hanya di sekitar Sanur
3
yang memang telah dikenal sebagai daerah pariwisata. Sedangkan wilayah lainnya
yang berada di tiga kecamatan yakni Denpasar Barat, Utara dan Timur belum
begitu dikenal. Hotel yang berkembang pada saat itu adalah hotel kelas melati
dan dikelola pengusaha lokal. Seiring dengan perkembangan zaman, berwisata
menjadi kebutuhan manusia, pembangunan fasilitas pariwisata semakin tak
terkendali, demikian pula yang terjadi di Kota Denpasar. Perkembangan
perekonomian Kota Denpasar
sebagian besar digerakkan oleh sektor tersier
sebesar 74,86 persen dan kontribusi sebesar 39,60 persen berasal dari sektor
perdagangan, hotel dan restoran (Statistik Daerah Kota Denpasar 2014).
Dalam
Peraturan
Menteri
Kebudayaan
dan
Pariwisata
Nomor
KM3./HK.001/ MKP.02 tentang Penggolongan Kelas Hotel menyebutkan usaha
akomodasi dibedakan atas hotel berbintang dan melati, berdasarkan jenis dan
tingkat fasilitas yang disediakan. Jenis dan tingkat fasilitas hotel menjadi dasar
pemberian golongan kelas hotel yang memberikan gambaran tentang kualitas
hotel baik secara fisik maupun pelayanan yang diberikan. Ada beberapa jenis
sarana akomodasi yang tersedia di Kota Denpasar yang telah diatur dalam
Peraturan Daerah antara lain hotel berbintang, hotel non-bintang atau dikenal
dengan hotel melati, pondok wisata dan kondominium hotel atau kondotel.
Statistik Daerah Kota Denpasar Tahun 2014 menunjukkan terjadinya
peningkatan jumlah hotel berbintang tahun 2012 dari 25 menjadi 27 pada tahun
2013. Sedangkan jumlah hotel non-bintang dari 236 pada tahun 2012 menjadi 253
di tahun 2013. Jumlah kamar hotel berbintang pada tahun 2013 sebanyak 3.705
dan hotel non-bintang sejumlah 5.834 kamar. Tingkat hunian kamar pada hotel
4
berbintang tahun 2013 sekitar 50,62 persen, terjadi penurunan dibandingkan pada
tahun 2012 tingkat hunian kamar mencapai 58,12 persen. Tingkat hunian kamar
hotel non-bintang tahun 2012 sebanyak 30,50 persen menurun menjadi 26,31
persen pada tahun 2013. Rata-rata lama menginap di hotel berbintang terjadi
peningkatan dari 2,90 hari di tahun 2012 menjadi 3,24 hari di tahun 2013 dengan
rata-rata lama menginap di hotel non-bintang juga mengalami peningkatan dari
2,87 hari di tahun 2012 menjadi 3,12 hari di tahun 2013.
Fenomena tersebut menunjukkan telah terjadi penurunan pada tingkat
hunian kamar baik di hotel berbintang maupun hotel non-bintang di bawah 50
persen. Penurunan tingkat hunian hotel dapat disebabkan oleh beberapa hal seperti
menurunnya jumlah wisatawan yang menginap di Kota Denpasar sebesar 13,62
persen pada tahun 2013 mencapai 364.322 orang dibandingkan pada tahun 2012
(Data Statistik Daerah Kota Denpasar Tahun 2014).
Perkembangan hotel di Denpasar tidak saja memberikan tambahan fasilitas
akomodasi bagi kota Denpasar, namun pembangunan hotel yang lokasinya berada
di pusat kota dan dikenal dengan istilah city hotel sering menimbulkan
permasalahan. Adapun masalah yang ditimbulkan seperti adanya persaingan harga
sewa kamar yang tidak sehat, rendahnya tingkat hunian kamar, tidak meratanya
pembangunan di seluruh wilayah serta menurunnya fasilitas dan pelayanan yang
diberikan kepada wisatawan.
Beberapa city hotel dikelola oleh manajemen profesional yang berjaringan
Nasional ataupun Internasional dengan menawarkan fasilitas sekelas hotel bintang
dengan harga kamar sekelas hotel melati. Sebagai perbandingan harga sewa kamar
5
yang ditawarkan oleh Hotel Pop Haris yang berlokasi di Jalan Teuku Umar yang
merupakan city hotel dengan klasifikasi hotel berbintang sebesar Rp.271.074
sedangkan Hotel Ratu yang berlokasi di Jalan Yos Sudarso dengan klasifikasi
hotel melati dua menawarkan harga sewa kamar per malam sebesar Rp. 253.537.
Penawaran ini dilakukan melalui perusahaan perjalanan online Agoda. Kondisi ini
jelas menggambarkan ketatnya persaingan antar pengusaha hotel di Kota
Denpasar.
Menurut Marlina (2008, 60) city hotel adalah hotel yang terletak di pusat
kota biasanya ditujukan untuk pebisnis atau dinas. Letak hotel ini tidak selalu
berada di tengah kota namun ada juga menyebar di seluruh bagian kota yang
dekat dengan sentral bisnis ataupun pusat pemerintahan. Meskipun demikian,
tamu dari city hotel ini juga wisatawan karena letak hotel dekat dengan daya tarik
wisata yang ada di daerah tersebut. Daya tarik utama hotel semacam ini selain
karena fasilitasnya yang lengkap, juga karena lokasi yang strategis dan harga sewa
kamarnya yang murah.
Pesatnya pembangunan hotel baru di tengah kota sudah barang tentu
memberikan kontribusi kelebihan jumlah kamar yang terjadi dan memberikan
dampak secara tidak langsung kepada tingkat hunian hotel, pendapatan hotel dan
persaingan harga sewa kamar. Dengan perhitungan ketersediaan jumlah kamar
yang telah melebihi dari permintaan, menyebabkan tingkat hunian kamar tidak
mencapai target sehingga terjadi penurunan pendapatan hotel. Berbagai upaya
dilakukan oleh pihak manajemen untuk menawarkan hotelnya, seperti membuat
program penawaran spesial yang berkepanjangan agar dapat memberikan harga
6
yang menarik minat wisatawan melalui biro perjalanan wisata ataupun bekerja
sama dengan perusahaan perjalanan online seperti Agoda, Traveloka ataupun
perusahaan semacam lainnya. Dengan adanya harga sewa kamar hotel berbintang
sama dengan sewa kamar hotel melati akan memberikan dampak yang sangat
buruk terhadap kelangsungan usaha hotel non-bintang lainnya. Hotel-hotel nonbintang akan terus menurunkan harga sewa kamarnya agar dapat bersaing dan
untuk memenuhi biaya pengelolaan usahanya.
Timbulnya persaingan harga sewa kamar berimplikasi terhadap semakin
murahnya penawaran paket wisata yang ditawarkan oleh biro perjalanan wisata,
apalagi saat ini biro perjalanan wisata dengan mudah menawarkan produknya
melalui internet. Dengan kondisi semacam itu, semakin menguatkan Bali sebagai
destinasi murah sehingga wisatawan yang datang ke Bali bukanlah seperti yang
diharapkan banyak orang yaitu wisatawan yang berkualitas namun masih
mengarah kepada wisatawan massal (mass tourism).
Perkembangan sarana akomodasi di Kota Denpasar dari tahun ke tahun
sangat pesat. Pemerintah Kota Denpasar telah menetapkan beberapa peraturan
yang mengatur mengenai usaha sarana akomodasi seperti usaha hotel melati,
pondok wisata, hotel bintang dan bangunan kondominium hotel. Pengaturan
terhadap usaha sarana akomodasi tidak saja dilakukan untuk menetapkan
penggolongan jenis sarana akomodasi dan perizinan, namun pengaturan juga
dilakukan dengan menetapkan penataan ruang wilayah kota sesuai dengan
pengembangan wilayah yang dirancang dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota
Denpasar .
7
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar (RTRW) yang ditetapkan
dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 bertujuan untuk
menata ruang wilayah Kota Denpasar agar dapat meningkatkan kegiatan
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan
ruang
wilayah secara berdaya guna, berhasil guna dengan tetap memelihara kelestarian
budaya dan lingkungan wilayah Kota Denpasar. Dengan adanya Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Denpasar diharapkan setiap pembangunan yang dilakukan
sesuai yang telah ditetapkan dalam peraturan.
Pembangunan city hotel yang semakin banyak di beberapa lokasi menarik
perhatian berbagai kalangan seperti yang diulas dalam sebuah harian
denpostnews.com, sebagai berikut :
Mengingat, maraknya pembangunan akomodasi pariwisata di kota
berwawasan budaya ini dikhawatirkan akan memberi dampak kurang baik
terhadap lingkungan, lalu lintas serta yang lainnya. Karena itu, Dinas
Pariwisata Daerah (Diparda), harus membuat suatu kajian untuk kamar
hotel.Di samping itu diperlukan adanya moratorium pembangunan city hotel
di Kota Denpasar. Ketua Komisi B DPRD Kota Denpasar, Ir.Eko Supriadi,
Kamis (20/2) kemarin mengatakan, harus adanya keberanian dari pihak
eksekutif menyetop pembangunan city hotel di Kota Denpasar…….
(http://www.denpostnews.com/metro-denpasar/denpasar-jangan-obral-izincity-hotel.html)
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa pesatnya pembangunan city hotel
telah menimbulkan kekhawatiran bukan saja mengenai persaingan tidak sehat
antar pengusaha hotel namun juga dapat menimbulkan dampak terhadap
lingkungan seperti kemacetan lalu lintas di daerah tertentu yang diakibatkan
adanya bangunan city hotel di daerah perdagangan.
8
Merujuk dari peraturan sarana akomodasi yang telah ditetapkan oleh
Pemerintah Kota Denpasar, belum ada aturan yang mengacu kepada istilah dan
usaha city hotel. Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar pada Bagian
Ketiga, Rencana Pengembangan Kawasan Budidaya, Paragraf 5 Kawasan
Peruntukan Pariwisata, Pasal 47 ayat 3b tampak istilah hotel kota (city hotel)
namun tidak disebutkan secara detail apa yang dimaksud dengan hotel kota (city
hotel).
Dalam uraian disebutkan mengenai pengembangan akomodasi wisata yang
menyebar merupakan akomodasai wisata atau hotel kota (city hotel) lokasinya
dapat menyatu dengan zoning perdagangan dan jasa dan kawasan pemukiman
tertentu. Meski disebutkan bahwa pengembangan hotel kota (city hotel) dapat
dibangun menyebar namun penataan pembangunan hotel kota (city hotel) perlu
dilakukan agar perkembangan wilayah dan penataan ruang di Kota Denpasar
sesuai dengan yang telah tercantum dalam dokumen Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Denpasar serta untuk pemerataan pergerakan ekonomi masyarakat
di wilayah Kota Denpasar. Peraturan dan penataan usaha sarana akomodasi jenis
baru sangat penting disiapkan, agar pelaku usaha mempunyai dasar hukum yang
kuat dalam berusaha.
Pesatnya perkembangan city hotel ini sangat dirasakan dampaknya oleh
pengusaha hotel melati. Adanya city hotel dengan tampilan yang lebih menarik
dan harga sewa kamar yang tidak berbeda jauh dengan harga sewa kamar hotel
melati, menimbulkan persaingan yang kurang sehat. Persaingan tersebut
menyebabkan menurunnya tingkat hunian kamar hotel melati, adanya peralihan
9
fungsi kamar hotel menjadi tempat kos ataupun melakukan kerjasama dengan
perusahaan property menjadikan sebagian area hotel menjadi tempat usaha
perdagangan.
Persaingan sarana akomodasi di Kota Denpasar tidak saja terjadi antar
pengusaha hotel berbintang, city hotel ataupun hotel melati. Persaingan yang lebih
hebat akan muncul dengan adanya ASEAN Economic Community (AEC) pada
akhir tahun 2015. Pelaku usaha pariwisata harus siap menghadapinya karena
sistem pasar bebas akan memasuki Negara Indonesia, persaingan bisnis bukan
hanya diantara pengusaha Indonesia tetapi juga sesama pengusaha di wilayah
ASEAN. Sistem pasar bebas akan memberikan tantangan dan peluang usaha bagi
pelaku usaha pariwisata Indonesia. Untuk dapat mendapatkan peluang, pelaku
usaha pariwisata harus mampu memenuhi standar usaha
meningkatkan
mutu
produk
pariwisata dengan
pariwisata, pelayanan, dan pengelolaan usaha
pariwisata. Untuk itu seluruh usaha pariwisata akan diaudit oleh Lembaga
Sertifikasi Usaha Bidang Pariwisata yang mandiri untuk mendapatkan Sertifikat
Usaha Pariwisata seperti yang diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah RI
Nomor 52 Tahun 2012 tentang Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di
Bidang Pariwisata. Dengan adanya sertifikat tersebut, usaha pariwisata mendapat
kesempatan untuk bersaing dengan perusahaan asing yang masuk ke Indonesia.
Selain adanya persaingan harga dan menurunkan tingkat hunian hotel,
pembangunan
city
hotel
yang
tidak
memperhatikan
lingkungan
akan
menimbulkan masalah tersendiri di Kota Denpasar. Pembangunan sarana
akomodasi yang masif dapat mengancam pemanfaatan sumber daya alam yang
10
tersedia sehingga melampaui daya dukung wilayah. Untuk itu, penataan
pembangunan sarana akomodasi di Kota Denpasar sangat diperlukan guna
menjaga lingkungan sekitarnya. Penataan pembangunan sarana akomodasi dengan
mentaati pembagian pembangunan wilayah sesuai peruntukan seperti yang telah
diatur dalam dokumen Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar (RTRW).
Sehubungan dengan itu, perlu dilakukan penelitian tentang perkembangan
city hotel yang memberikan
dampak
terhadap usaha hotel melati di Kota
Denpasar agar pengusaha hotel melati dapat berbenah diri dalam menghadapi
persaingan yang akan terjadi. Dampak yang diteliti adalah adanya persaingan
harga sewa kamar, menurunnya jumlah tingkat hunian kamar, menurunnya lama
tinggal tamu, menurunnya pendapatan hotel dan berubahnya segmen pasar.
Dengan adanya dampak tersebut, muncul beberapa pertanyaan mengenai apakah
dengan kehadiran city hotel akan mendesak keberadaan hotel melati atau
sebaliknya. Pertanyaan lainnya adalah apakah kehadiran city hotel justru akan
berebut pasar dengan hotel sekelasnya ataukah munculnya city hotel tidak
berpengaruh terhadap usaha hotel melati karena masing-masing telah memiliki
pasar tersediri. Dalam penelitian ini juga akan dibahas mengenai pentingnya
sebuah kebijakan pemerintah dalam mengatur bisnis perhotelan di Kota Denpasar.
Dari beberapa city hotel yang ada di Kota Denpasar, seperti Hotel All
Season, Hotel Pop Harris Teuku Umar dan Hotel Amaris, yang semuanya
berlokasi di Jalan Teuku Umar adalah hotel-hotel yang dikelola oleh jaringan
manajemen hotel terkemuka. Hotel All Season berubah nama menjadi Ibis
Lifestyle adalah hotel yang dikelola oleh Grup Accor yang berasal dari Perancis
11
dan memiliki hotel dengan berbagai kelas seperti Sofitel, Pullman, Grand
Mercure, Ibis, Ibis Budget dan sebagainya. Sedangkan Hotel Pop Harris Teuku
Umar dikelola oleh Tauzia Management Hotel yang juga merupakan jaringan
Internasional. Jaringan manajemen hotel tidak saja didominasi oleh pemain asing,
Santika Indonesia Hotels & Resorts merupakan salah satu jaringan hotel terbesar
di Indonesia di bawah manajemen PT. Grahawita Santika yang merupakan
anggota Kompas Gramedia Group. Hotel-hotel di bawah naungan Kompas
Gramedia Grup dikenal dengan Hotel Santika dan Hotel Amaris dan tersebar
pada beberapa Kota di Indonesia.
Meskipun hotel-hotel tersebut sudah dikelola oleh jaringan manajemen yang
handal dan mendunia, namun hotel-hotel tersebut juga memanfaatkan internet
sebagai media promosi, bekerja sama dengan perusahaan perjalanan online
Internasional seperti Agoda, Traveloka ataupun Trivago.
Dengan berkembangnya teknologi, sebagian besar hotel di Kota Denpasar
memanfaatkan internet sebagai media promosinya dan bekerjasama dengan
perusahaan bisnis perjalanan online.
Berbagai cara ditawarkan oleh perusahaan bisnis perjalanan online, seperti
yang ditawarkan oleh Agoda yaitu memberikan informasi selengkap mungkin
mengenai hotel yang ditawarkan antara lain lokasi hotel, bentuk fisik hotel,
fasilitas
hingga
harga
yang
ditawarkan.
Cara
lainnya
adalah
dengan
membandingkan harga yang ditawarkan seperti yang dilakukan oleh Trivago.
Dengan membandingkan harga dari beberapa perusahaan bisnis perjalanan online
konsumen dapat memilih harga termurah dari yang yang ditawarkan. Dari
12
penawaran tersebut, jelas terlihat persaingan ketat antara harga sewa kamar city
hotel dengan hotel melati.
Penelitian ini juga mengidentifikasi faktor–faktor penyebab munculnya city
hotel di Kota Denpasa, persaingan dan strategi bisnis antar city hotel serta
pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat menghindarkan persaingan tidak sehat antar
pengusaha dan mengidentifikasi strategi bisnis antar city hotel dan hotel melati.
Persaingan harga di bawah standar menyebabkan harga sewa kamar hotel sangat
murah dapat menyebabkan terjadi kebangkrutan yang dialami oleh pengusaha
kelas menengah ke bawah karena tidak dapat bersaing dengan city hotel yang
memiliki jaringan nasional bahkan internasional serta dimiliki oleh pemodal
besar.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang dipaparkan di atas, dalam penelitian ini ada tiga
permasalahan yang perlu dicari jawaban masalah antara lain:
a.
Apakah faktor–faktor yang menyebabkan berkembanganya city hotel di
Kota Denpasar?
b.
Apakah dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati di
Kota Denpasar?
c.
Bagaimanakah persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta
pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar?
13
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini dilakukan guna mendapatkan gambaran
tentang perkembangan city hotel serta implikasinya antar pengusaha city hotel
dan hotel melati di Kota Denpasar.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Untuk mengetahui faktor–faktor penyebab berkembangnya city hotel di
Kota Denpasar .
b.
Untuk mengidentifikasi dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha
hotel melati di Kota Denpasar.
c.
Untuk mengidentifikasi persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta
pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Hasil penelitian
ini dapat bermanfaat secara akademis ataupun teoritis
karena dapat memberikan sumbangan pemikiran dan referensi terhadap kajian
pariwisata khususnya yang berkaitan dengan perkembangan city hotel serta
implikasinya terhadap perkembangan usaha hotel melati dan city hotel itu sendiri.
1.4.2 Manfaat Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada pengelola city hotel, hotel melati dan Pemerintah dalam mengantisipasi
perkembangan sarana akomodasi yang sangat dinamis, sehingga pengusaha lokal
14
dapat bersaing di daerahnya dan Pemerintah memberikan payung hukum untuk
menumbuhkan harmonisasi bisnis antar pengusaha city hotel dan hotel melati.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN
MODEL PENELITIAN
Guna mendapatkan gambaran mengenai penelitian yang dilakukan maka
dalam bab ini dipaparkan tentang kajian pustaka, konsep, landasan teori yang
digunakan dan model penelitian untuk memberikan pemahaman yang lebih
mendalam terhadap permasalahan yang akan dibahas. Dalam bab ini akan diulas
mengenai beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik yang dibahas, konsep
dan teori serta model penelitian yang digunakan dalam meneliti dampak
perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar.
2.1
Kajian Pustaka
Ada sejumlah penelitian tentang topik terkait penelitian ini yang
dilaksanakan peneliti sebelumnya yaitu Pariyasa (2013), Negara (2010), Supasti,
dkk. (2014), Sutapa dan Wisnawa (2013) serta Indrawati (2009). Penelitian
mereka berfokus pada beberapa hal antara lain mengenai dampak yang terjadi
akibat pesatnya pembangunan sarana akomodasi yang kemudian diatur oleh
kebijakan kepariwisataan, selain itu membahas persepsi wisatawan dalam memilih
sarana akomodasi serta tentang model pengaturan city hotel lokal dalam bersaing
dengan city hotel franchising Internasional. Hasil penelitian tersebut, memberikan
pengetahuan informatif tentang perkembangan bisnis akomodasi, tetapi tidak ada
yang sampai membahas dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel
melati di Kota Denpasar.
15
16
Pariyasa (2013) dalam tesisnya yang berjudul “Dampak Perkembangan
Villa yang Menyebar Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat
Kelurahan Seminyak Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung” melakukan penelitian
mengenai dampak berkembangnya vila terhadap kehidupan sosial ekonomi
masyarakat di Kelurahan Seminyak, Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung. Dalam
penelitiannya menyampaikan bahwa perkembangan vila yang menyebar telah
memberikan dampak positif dan negatif. Dampak sosial yang bersifat positif
adalah meningkatnya kualitas pendidikan masyarakat dan semakin eratnya
solidaritas antar masyarakat sedangkan dampak negatif adalah meningkatnya
kriminalitas. Dampak ekonomi dari sisi positif ditimbulkan adalah adanya
kesempatan kerja dan berusaha bagi masyarakat sekitarnya sedangkan sisi
negatifnya adanya peningkatan harga makanan di lokasi tertentu dan perubahan
mata pencaharian pokok. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini
adalah obyek yang akan diteliti, yakni mengenai dampak perkembangan city hotel
terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Dalam penelitian sebelumnya
digunakan teori Hegemoni yang digunakan untuk membahas permasalahan
tentang faktor-faktor penyebab timbulnya dampak perkembangan vila yang
menyebar terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat Kelurahan
Seminyak, sedangkan dalam penelitian ini teori yang digunakan adalah teori
dampak pariwisata. Teori Dampak Pariwisata digunakan untuk mengetahui
dampak yang ditimbulkan akibat pesatnya perkembangan city hotel di Kota
Denpasar. Analisis dampak diidentifikasikan dari tiga aspek yakni aspek ekonomi,
sosial budaya dan lingkungan. Dari ketiga aspek tersebut dapat dilihat bahwa
17
perkembangan city hotel memberikan dampak positif dan negatif terhadap
keberlangsungan usaha hotel melati di Kota Denpasar.
Penelitian berikutnya yang dilakukan oleh Negara (2010) yang berjudul
“Dampak Pelaksanaan Kebijakan Penataan Sarana Akomodasi Pariwisata
Terhadap Perkembangan Villa di Kabupaten Badung“ mengulas mengenai
dampak suatu pelaksanaan kebijakan penataan sarana akomodasi pariwisata
terhadap sejumlah vila dan perilaku pengusaha vila di Kabupaten Badung.
Penelitian tersebut
menyebutkan pelaksanaan kebijakan penataan sarana
akomodasi pariwisata, khususnya villa dapat memberikan efek positif terhadap
pengendalian pembangunan vila yang selama beberapa tahun terakhir tidak
terkendali. Teori dampak yang digunakan dalam penelitian ini menggambarkan
suatu perubahan yang terjadi setelah adanya kebijakan yang menata sarana
akomodasi di Kabupaten Badung karena dengan adanya pelaksanaan kebijakan
tersebut, jumlah vila ilegal semakin menurun. Hal ini disebabkan adanya
kesadaran pelaku usaha untuk mengurus izin villa. Meski demikian, jumlah villa
ilegal masih lebih banyak dari villa yang sudah mengantongi izin, untuk itu
disarankan kepada Pemerintah Kabupaten Badung agar mensosialisasi secara luas
pelaksanaan kebijakan penataan sarana akomodasi.
Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah mengenai
permasalahan yang dihadapi di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar yakni
menjamurnya
Denpasar
pembangunan villa di Kabupaten Badung sedangkan di Kota
pesatnya pembangunan city hotel.
Teori yang digunakan dalam
penelitian sebelumnya adalah teori dampak untuk mengetahui perubahan-
18
perubahan yang ditimbulkan dari adanya suatu kebijakan pemerintahan sedangkan
dalam penelitian ini digunakan teori penawaran dan permintaan dalam
menyeimbangkan ketersediaan sarana akomodasi di Kota Denpasar, terutama city
hotel yang perkembangannya semakin meningkat dengan jumlah menginap
wisatawan
ke Kota Denpasar agar tingkat hunian kamar di seluruh sarana
akomodasi stabil dan tidak terjadi kelebihan jumlah kamar. Dengan adanya
keseimbangan antara ketersediaan jumlah kamar dan jumlah wisatawan menginap
tentu dapat mengurangi persaingan ketat akibat kelebihan jumlah kamar.
Keseimbangan dapat dicapai apabila adanya payung hukum yang mengatur
pembangunan sarana akomodasi terutama city hotel yang semakin meningkat.
Laporan Akhir Penelitian Hibah Penelitian Riset Invensi Udayana yang
dilakukan oleh Supasti, dkk. (2014) yang berjudul “Model Pengaturan City Hotel
Wirausaha Lokal Berbasis Penguatan Kemitraan Dengan Berbagai Stakeholders
Bagi Ketahanan dan Keberlangsungan Ekonomi Masyarakat Bali Dalam Kegiatan
Kepariwisataan”, mengulas mengenai keberadaan city hotel bertaraf internasional
format “Franchising” kian mengancam city hotel lokal yang dikelola secara lokal.
Permasalahan muncul ketika city hotel lokal tidak mampu bersaing dari segi
kualitas prasarana maupun manajemen layanan jasa. Untuk mengatasi masalah
tersebut perlu ditemukan solusi
model pengaturan yang relevan untuk
menguatkan dan memberdayakan city hotel wirausaha lokal dalam menghadapi
persaingan city hotel franchising. Pengaturan yang tidak bertentangan dengan
WTO Agreement yaitu tidak mendiskriminasi pelaku bisnis dari manapun. Dalam
penelitan tersebut disarankan model pengaturan yang relevan adalah dalam bentuk
19
PERDA dan
Self
Regulatory Body dari para stakeholders terkait dengan
menggunakan model
CSR (Corporate
Social
Responsibility).
Substansi
rancangannya menekankan pada permodalan dan jaringan manajemen melalui
pelatihan yang dilakukan dengan model kegiatan CSR (Corporate Social
Responsibility) yang diberikan oleh manajemen franchising.
Ulasan mengenai over capacity Pembangunan Fasilitas Akomodasi di Bali
dalam Persepektif Ekonomi dan Bisnis yang ditulis dalam Jurnal Perhotelan dan
Pariwisata, Desember 2013 oleh Sutapa dan Wisnawa (2013) menyebutkan bahwa
pembangunan fasilitas akomodasi di Bali telah mengalami over capacity, hal ini
disebabkan adanya pergeseran investasi dari sektor akomodasi menjadi sektor
property, adanya kemudahan perizinan yang diberikan pemerintah, adanya resesi
di Eropa, pajak tanah tinggi hingga budaya konsumtif masyarakat Bali. Dalam
penelitian ini juga disebutkan banyaknya jumlah kamar hotel telah memberikan
dampak positif seperti terserapnya tenaga kerja, meningkatnya permintaan akan
bahan makanan dan minuman yang memberikan pendapatan daerah. Namun
dampak negatif tidak dapat dihindari yaitu persaingan tidak sehat dalam tarif
,menurunnya tingkat hunian kamar menjadi di bawah 40 persen dan tergesernya
hotel-hotel lama dengan munculnya city hotel atau budget hotel. Untuk
menstabilkan dampak positif dan negatif dari over capacity tersebut adalah
dengan menghentikan
pembangunan sarana akomodasi
di Bali Selatan,
kemudian memberlakukan standar harga kamar dan perlakuan tegas bagi
pengusaha yang tidak mengindahkan aturan standar tersebut. Penelitian ini sangat
relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena pesatnya perkembangan
20
city hotel di Kota Denpasar perlahan-lahan akan memberi dampak negatif seperti
menurunnya tingkat hunian hotel karena adanya kelebihan kamar dan terjadinya
perang tarif sewa kamar.
Indrawati (2009) mengulas “Persepsi Wisatawan Lanjut Usia Pada Fasilitas
Akomodasi dan Aktivitas Pariwisata Bernuansa Seni Budaya di Desa Sanur”
dalam Jurnal Mudra, Institut Seni Indonesia. Disampaikan bahwa wisatawan
lanjut usia lebih memilih akomodasi yang berarsitektur lokal dengan kenyamanan
dan keamanan di sekitar hotel. Pemilihan akomodasi juga berdasarkan
keterbatasan fisik dan tidak jauh dari area yang menjadi daya tariknya yaitu
pantai. Dari artikel ini ditemukan fakta bahwa persepsi wisatawan sebagai tamu
terhadap sebuah
akomodasi memiliki peranan utama pada saat memutuskan
untuk menginap di suatu hotel.
Artikel ini dapat dijadikan acuan karena dapat memberikan gambaran
bahwa pengusaha hotel harus mencermati kebutuhan tamu yang menjadi
sasarannya. Karena dengan memenuhi kebutuhan dan keperluan tamu tentu akan
memberikan citra positif terhadap hotel. Selain sesuai dengan kebutuhan tamu,
lokasi juga memegang peranan penting dalam menarik minat tamu, karena lokasi
yang strategis tentu dapat mengundang banyak tamu. Dalam artikel yang diteliti
adalah tamu yang merupakan wisatawan lanjut usia sedangkan dalam penelitian
ini yang diteliti adalah tamu dari berbagai kalangan yang menginap di city hotel
dan hotel melati. Dengan mengetahui karakteristik tamu yang menginap maka
dapat diketahui pangsa pasar yang disasar dan yang telah dimiliki oleh city hotel
21
dan hotel melati serta mengetahui kebutuhan yang diperlukan dan keinginan tamu
dalam memilih sebuah hotel.
Perbedaan penelitian-penelitian tersebut dengan penelitian dalam tesis ini
adalah lebih berfokus faktor-faktor penyebab serta dampak perkembangan city
hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Perkembangan city hotel juga
menimbulkan persaingan sehingga perlu adanya strategi bisnis antar-city hotel
dan hotel melati di Kota Denpasar.
2.2
Konsep
Konsep yang digunakan untuk memberikan batasan terhadap terminologi
teknis dan menghubungkan variabel–variabel yang akan dibahas dalam penelitian
antara lain :
2.2.1 City Hotel
Penggolongan dan klasifikasi usaha sarana akomodasi di Indonesia menurut
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor KM.3/HK.001/MKP.02
tentang Penggolongan Kelas Hotel terdiri atas golongan kelas hotel bintang dan
hotel melati. Penggolongan ini bertujuan untuk memberikan gambaran tentang
kualitas hotel secara fisik dan pelayanan yang diberikan kepada konsumen dan
menumbuhkembangkan sikap perilaku usaha perhotelan yang bertanggungjawab.
Ismayanti dalam buku Pengantar Pariwisata (2010:139) menyebutkan
bahwa tipe hotel dapat dibagi menjadi beberapa aspek sebagai berikut :
Pertama, berdasarkan lokasi, hotel dapat dibedakan menjadi city hotel
adalah hotel yang berlokasi diperkotaan, resort hotel merupakan hotel yang
berlokasi di daerah wisata,seperti pantai atau pegunungan, suburb hotel adalah
22
hotel yang berlokasi di luar kota dan airport hotel, hotel yang berlokasi di sekitar
bandara.
Kedua, berdasarkan jenis tamu, hotel dibedakan menjadi sebagai berikut:
family hotel atau hotel keluarga, yang kebutuhan kamar dan fasilitasnya dibangun
sesuai dengan kebutuhan tamu keluarga seperti ruang bermain ataupun adanya
ruang makan keluarga. Business hotel atau hotel bisnis untuk tamu pebisnis
berada di pusat bisnis dan di tengah kota. Hotel dengan tamu wisatawan disebut
tourist hotel atau hotel wisata. Tamu yang menginap bertujuan untuk berlibur,
sehingga fasilitas yang disediakan juga sesuai dengan kebutuhan wisatawan
seperti fasilitas rekreasi dan pelayanan yang ramah. Hotel untuk tamu pelancong
yang singgah sementara disebut transit hotel atau hotel singgah. Hotel ini
biasanya menawarkan sewa kamar berdasarkan jam dan hari tergantung dari
kebutuhan istirahat tamu. Hotel dengan tamu para pasien yang hendak
memulihkan kesehatan disebut cure hotel atau hotel pengobatan atau panti
rehabilitasi. Tamu yang datang pada tahap pemulihan ataupun tahap
penyembuhan atas rekomendasi atau didampingi oleh dokter. Hotel untuk peserta
konvensi dan pertemuan yang lebih dikenal dengan convention hotel atau hotel
konvensi.
Mencermati dari beberapa pengertian di atas, yang dimaksud dengan city
hotel adalah sebuah sarana akomodasi yang berlokasi di pusat kota atau tengah
kota yang diperuntukkan para pebisnis. City hotel yang berkembang di Kota
Denpasar kebanyakan berada di pusat dan tengah kota seperti di Jalan Teuku
Umar atau Jalan Gatot Subroto. Tamu-tamu yang menginap di city hotel tidak
23
hanya para pebisnis namun juga para wisatawan domestik. Bila diklasifikasikan
berdasarkan fungsi, city hotel di Kota Denpasar memiliki ruang pertemuan
berkapasitas sekitar 100 orang, dengan desain minimalis modern dan eksterior
yang lebih terbuka.
City hotel yang saat ini sedang berkembang menyediakan jumlah kamar
diatas 100 buah dengan klasifikasi yang bervariasi hotel bintang dan non-bintang.
Harga sewa kamar yang ditawarkan hampir sama dengan hotel melati yakni
sekitar Rp. 300.000 sampai Rp. 450.000 dengan fasilitas lengkap seperti kamar
memiliki AC, kamar mandi dengan shower air panas dan dingin, disediakan
sarapan, kolam renang ataupun free wifi di ruang tertentu.
Dengan tampilan fisik yang menarik, fasilitas lengkap dan berada di
tengah kota dengan harga sewa kamar yang terjangkau membuat city hotel banyak
diminati oleh para pebisnis ataupun wisatawan, sehingga persaingan harga sewa
kamar antar pengusaha hotel di kota Denpasar tidak dapat dihindari.
Meskipun istilah city hotel telah populer di kalangan masyarakat, namun
istilah tersebut belum ada dalam peraturan pemerintah. Demikian pula halnya
dengan belum adanya kejelasan penggolongan kelas hotel
untuk city hotel.
Faktanya di lapangan ditemukan penggolongan kelas hotel atas city hotel sangat
bervariasi. Sebagai contoh, dalam Direktori Pariwisata Kota Denpasar 2013
menunjukkan beberapa hotel seperti Hotel All Season sekarang bernama Ibis
Lifestyle, Hotel Pop Haris Teuku Umar ataupun Fave Hotel yang berada di Jalan
Teuku Umar, Kecamatan Denpasar Barat, masuk dalam kategori hotel bintang.
Sedangkan Hotel Puri Ayu, Hotel Ratu (ex Queen) ataupun Hotel Santhi yang
24
berlokasi di sekitar jalan Sudirman, di seputaran Kecamatan Denpasar Barat,
masuk dalam klasifikasi hotel melati, meskipun dengan fasilitas dan pelayanan
yang ditawarkan tidak jauh berbeda.
Dalam penelitian ini jenis akomodasi yang dibahas adalah city hotel, yang
merupakan sebuah istilah hotel berdasarkan letak hotel dengan klasifikasi hotel
kelas bintang.
2.2.2 Hotel Melati
Hotel melati dalam
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata
Nomor KM.3/HK.001/MKP.02 tentang Penggolongan Kelas Hotel adalah hotel
yang belum memenuhi persyaratan minimal sebagai hotel bintang 1 (satu).
Pengertian Hotel melati dalam Peraturan Daerah Kota Denpasar
Nomor 24
Tahun 2001 tentang Usaha Hotel Melati adalah suatu usaha komersial yang
menggunakan seluruh atau sebagian bangunan yang khusus disediakan bagi setiap
orang untuk memperoleh pelayanan penginapan. Pengusaha hotel melati juga
dapat dilengkapi dengan jasa pelayanan makanan dan minuman dan dengan
jumlah kamar minimal 15 kamar dan bila berada dipemukiman hanya diizinkan
hingga 25 kamar.
Dalam buku Panduan Perancangan Bangunan Komersial, Marlina
(2008:71) menyebutkan bahwa klasifikasi hotel di Indonesia diberlakukan
berdasarkan pada beberapa pertimbangan antara lain: Jumlah kamar, Fasilitas dan
peralatan yang disediakan, Model sistem pengelolaan dan Bermotto pelayanan.
Mencermati ketentuan
hotel melati sebagai tersebut di atas, pada
umumnya jumlah kamar hotel melati sekitar 10-100 kamar. Dengan fasilitas dan
25
peralatan standar seperti kamar dilengkapi dengan AC atau Fan dengan layanan
makan dan minum. Model sistem pengelolaannya lebih sederhana dan dikelola
oleh pengusaha lokal. Pelayanan yang diberikan tidak selengkap seperti di hotel
bintang seperti penerima tamu yang siap 24 jam ataupun penyambutan dengan
welcome drink.
Menurut data dalam Direktori Pariwisata Kota Denpasar Tahun 2013,
hotel melati di Kota Denpasar tersebar di seluruh wilayah Kota Denpasar.
Wilayah Denpasar Selatan memiliki paling banyak hotel melati sekitar 85 hotel
terutama didaerah Sanur yang telah ditetapkan sebagai kawasan pariwisata sesuai
Perda Kota Denpasar Nomor 27 Tahun 2011 tentang RTRW Kota Denpasar
Tahun 2011 – 2031. Di Denpasar Barat terdapat 50 buah hotel, 40 Hotel berada di
Denpasar Utara dan di Denpasar Timur berjumlah 25 hotel. Perkembangan usaha
hotel di Sanur memang telah berkembang sejak tahun 1956, salah satunya Hotel
Segara Beach dibangun oleh Ida Bagus Kompyang
dengan
15 kamar dan
memanfaatkan fasilitas listrik miliknya sendiri, pengelolaan hotel dibantu oleh
istrinya yaitu A. A. Mirah Astuti. Pembangunan
hotel di Bali tidak saja di
Denpasar, tapi juga di Kuta, Tabanan dan Singaraja yang terkenal dengan daerah
wisatanya, Lovina seperti yang ditulis oleh Adrian Vikers dalam artikel Bali
rebuilds its tourist indutry (2011) .
Perkembangan hotel di Kota Denpasar tidak lagi berfokus di Sanur namun
telah memenuhi pusat kota seperti yang terjadi saat ini di kawasan Denpasar Barat
dan Denpasar Utara. Pembangunan hotel yang sedang berkembang di kawasan
tersebut tidak saja masuk dalam klasifikasi hotel melati namun sekelas hotel
26
bintang tiga dengan harga sewa kamar yang tidak jauh berbeda dengan hotel
melati dengan fasilitas dan pelayanan yang diberikan sekelas hotel bintang. Hal
inilah yang memacu persaingan tidak sehat antar pengusaha. Selain itu, dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali menyebutkan bahwa pembangunan hotel bintang
hanya diizinkan di kawasan Sanur, maka dari itu hotel-hotel yang berlokasi di
pusat kota seyogyanya dalam koridor klasifikasi hotel melati.
Dalam penelitian ini hotel melati adalah hotel yang secara fisik lebih
sederhana, demikian pula fasilitas yang disediakan dengan jumlah kamar tidak
lebih dari 100 kamar.
2.3
Landasan Teori
Landasan teori adalah landasan berpikir yang bersumber dari suatu teori
yang sangat diperlukan sebagai tuntunan dalam memecahkan permasalahan
penelitian selain itu juga digunakan sebagai kerangka acuan untuk mengarahkan
penelitian. Dalam penelitian ini digunakan Teori penawaran dan permintaan,
Teori dampak pariwisata dan Teori kebijakan kepariwisataan.
2.3.1 Teori Penawaran dan Permintaan
Sukirno (1985:51) menyampaikan bahwa secara sederhana Teori Penawaran
dan Permintaan membahas mengenai interaksi antara penjual dan pembeli dalam
menentukan harga suatu barang dan jumlah barang yang akan ditawarkan.
Bisnis pariwisata sering disebut sebagai sebuah industri jasa karena adanya
serangkaian proses aktivitas atau kegiatan produksi yang menghasilkan nilai
tambah (added value), dan produknya bersifat tidak nyata (intangible) serta
27
menawarkan keramahtamahan (hospitality) (Sunaryo, 2013). Keterkaitan sistemik
dari berbagai aktivitas kepariwisataan
menggambarkan interaksi antara dua
komponen pokok kepariwisataan yaitu komponen produk (supply side) dan
komponen pasar (demand side).
Bagian komponen produk wisata (tourism supply side) yang juga sering
disebut sebagai komponen pokok sebuah destinasi antara lain: Daya tarik wisata
(Attraction) yang menawakan keindahan
alam,keunikan budaya atau minat
khusus, Fasilitas pariwisata (Amenities) seperti akomodasi atau rumah makan,
Aksesibilitas
(Accessibilities),
moda
transpotasi
yang
tersedia,
Fasilitas
pendukung lainnya (Ancillaries) dan Masyarakat sebagai tuan rumah destinasi
(Communities)
Sedangkan dari bagian komponen pasar (demand side) biasanya dibagi
menjadi dua segmen yaitu pasar wisatawan domestik dan pasar wisatawan
Internasional. Pada komponen ini sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor dari
wisatawan seperti motivasi dan faktor penentu pribadinya dalam memilih suatu
aktivitas pariwisata di suatu destinasi.
Usaha akomodasi merupakan bagian dari komponen produk (supply side)
suatu destinasi dalam rangka memenuhi kebutuhan komponen pasar (demand
side). Dalam mengembangkan pariwisata di suatu daerah sangat tergantung
kepada kemampuan perencana dalam mengintegrasikan kedua sisi tersebut secara
berimbang ke dalam sebuah rencana pengembangan pariwisata. Dalam arti,
bagaimana menyeimbangkan antara kedua sisi tersebut, agar tidak terjadi
kelebihan produk sedangkan kunjungan wisatawan semakin menurun.
28
Begitu pula halnya dengan pembangunan sarana akomodasi di Kota
Denpasar, agar sesuai dengan kunjungan wisatawan sehingga dapat meningkatkan
tingkat hunian hotel dan akan lebih bagus bila diikuti dengan lama tinggal dan
pengeluaran wisatawan yang semakin banyak. Namun saat ini, perkembangan city
hotel di Kota Denpasar tidak saja menambah jumlah hotel, juga menimbulkan
masalah baru yaitu adanya persaingan antar-pengusaha hotel. Persaingan hotel
tidak saja terjadi antara city hotel dengan hotel melati, namun juga antar-city hotel
itu sendiri. Pertambahan jumlah hotel tidak diikuti dengan meningkatnya jumlah
kunjungan wisatawan, sehingga menurunkan tingkat hunian kamar, menimbulkan
persaingan harga sewa kamar dan pendapatan hotel tidak sesuai target. Hal ini
dikhawatirkan
hotel
yang
dikelola
secara
sederhana
akan
mengalami
kebangkrutan dan dapat merubah fungsi hotel sebagai kos-kosan. Adanya city
hotel juga dapat merubah segmen pasar hotel melati dari pebisnis menjadi anakanak sekolah.
Dengan demikian, perlu adanya suatu strategi dalam mengantispasi situasi
semacam ini antara lain hotel-hotel melati melakukan penetrasi pasar secara
langsung ataupun tidak langsung. Melakukan promosi kepada pasar yang dituju,
bekerja sama dengan biro perjalanan wisata ataupun melalui mass media dan
memanfaatkan jaringan internet. Selain dengan melakukan pemasaran dengan
memperhatikan berbagai komponennya, para pengusaha juga sangat penting untuk
selalu meningkatkan kemampuannya baik dalam mengelola usahanya, dan
memperhatikan kebutuhan wisatawan sesuai perkembangan zaman.
29
Dalam ilmu ekonomi, teori penawaran adalah semakin turun harga barang,
penawaran akan semakin sedikit sedangkan hukum permintaan adalah semakin
rendah harga barang, permintaan akan barang tersebut semakin tinggi. Teori
permintaan dan penawaran ini digunakan untuk menemukan faktor-faktor
penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar dan persaingan antar-city
hotel serta strategi bisnis yang digunakan dalam menawarkan hotelnya. Ada dua
faktor yang akan digunakan yakni faktor internal dan eksternal. Faktor internal
terdiri dari harga sewa kamar, lokasi hotel, fasilitas yang ditawarkan, tingkat
hunian kamar, lama tinggal tamu, dan pengelolaan hotel. Sedangkan faktor
eksternal yang digunakan adalah dengan mencermati adanya tren wisatawan
dalam pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel dan peluang
untuk membangun hotel di Kota Denpasar.
Dalam kenyataannya, pengusaha city hotel menawarkan harga sewa kamar
semurah-murahnya, hingga sama dengan harga sewa hotel melati. Kondisi ini
menyebabkan keberadaan hotel melati semakin terpinggirkan. Hal ini tentu tidak
sesuai dengan teori penawaran yang berlaku secara umum. Biasanya bila
pengusaha hotel ingin meningkatkan pendapatan, seharusnya harga sewa kamar
akan ditawarkan setinggi-tingginya guna menarik keuntungan yang maksimal.
Saat ini semua hotel berlomba-lomba menawarkan harga sewa yang murah
sehingga hukum permintaan berlaku sesuai dengan teori yakni harga sewa kamar
hotel yang murah telah menarik minat para tamu.
30
2.3.2 Teori Dampak Pariwisata
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas
dimana aktivitas tersebut bisa bersifat alamiah, berupa kimia, fisik maupun
biologi, dapat pula dilakukan oleh manusia berupa analisis dampak lingkungan,
pembangunan dan perencanaan. Adapun dampak tersebut dapat bersifat biofisik,
sosial, ekonomi dan budaya.
Pertumbuhan
industri
pariwisata
telah
menjadi
kontributor
utama
peningkatan aktivitas ekonomi di Amerika Serikat dan seluruh dunia, namun
dampak yang muncul akibat pertumbuhan tersebut belum banyak dipahami
(Kreag, 2010). Dampak pariwisata sering digunakan sebagai suatu kerangka pikir
oleh para sarjana untuk membahas tentang dampak pariwisata di berbagai belahan
dunia seperti Glen Kreag dalam bukunya The Impact of Tourism ( 2010) dan Peter
Mason dalam bukunya Tourism Impacts, Planning and Management (2003).
Salah satunya adalah Erik Cohen (dalam Pitana, 2005:109) menyebutkan
dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat
dikategorikan menjadi delapan kelompok besar yaitu: dampak terhadap
penerimaan devisa, pendapatan masyarakat, kesempatan kerja, harga-harga,
distribusi manfaat/keuntungan, kepemilikan dan kontrol, pembangunan pada
umumnya serta pendapatan pemerintah.
Dampak pariwisata tidak saja mengenai aspek sosial ekonomi namun juga
banyak diulas mengenai sosial budaya dan lingkungan dengan melihat dari sisi
positif dan negatif yang ditimbulkan. Berbagai kajian studi lapangan
menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu
31
memberikan dampak-dampak positif seperti yang diharapkan seperti peningkatan
pendapatan masyarakat, penerimaan devisa, kesempatan kerja dan peluang usaha
(Pitana, 2005:110). Demikian pula halnya dengan dampak negatif yang
ditimbulkan dari pembangunan pariwisata seperti kesenjangan pendapatan antarkelompok masyarakat ataupun ketimpangan antar-daerah.
Pesatnya pembangunan sarana akomodasi pariwisata di Kota Denpasar juga
telah menimbulkan dampak baik positif maupun negatif dan memberikan dampak
sosial ekonomi, sosial budaya dan lingkungan terhadap seluruh komponen yakni
pengusaha, masyarakat dan Pemerintah.
City hotel yang berlokasi di tengah kota, dengan bangunan modern, fasilitas
yang sekelas hotel bintang 2 ditawarkan dengan harga sewa kamar setara dengan
harga sewa kamar hotel kelas non bintang atau hotel melati. Beberapa city hotel
dikelola
oleh
manajemen
yang
mempunyai
jaringan
nasional
bahkan
internasional, sedangkan hotel melati kebanyakan dikelola oleh pengusah lokal
dengan lingkup pemasaran terbatas. Perkembangan city hotel ini sudah mulai
meresahkan karena menimbulkan persaingan harga yang tidak sehat.
Sebagaimana sebuah pembangunan tentunya akan menimbulkan dampak
baik positif maupun negatif. Dampak positif dimaksudkan sebagai dampak yang
memang diharapkan akan terjadi akibat sebuah pembangunan dan memberikan
manfaat yang berguna bagi lingkungan
di sekelilingnya. Sedangkan dampak
negatif dimaksudkan sebagai dampak yang tidak memberikan manfaat bagi
lingkungan dan tidak diharapkan terjadi.
32
Untuk itu mengidentifikasi dampak akibat perkembangan city hotel di Kota
Denpasar terhadap usaha hotel melati dan city hotel itu sendiri merupakan langkah
yang sangat penting agar perkembangan city hotel dapat dikendalikan dan hotel
melati tetap mendapatkan bagian dari pembangunan pariwisata di Kota Denpasar.
Faktor dampak yang diteliti adalah
harga sewa kamar, jumlah tamu yang
menginap, tingkat hunian kamar perbulan, pendapatan hotel, lama tinggal dan
jenis tamu yang menginap. Dari Faktor tersebut dapat diidentifikasi dampak
terhadap hotel melati akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar. Hasil
identifikasi dampak ini akan digunakan sebagai bahan masukan dalam
penyusunan kebijakan dalam rangka mengendalikan perkembangan city hotel di
Kota Denpasar. Maksud dari penyusunan kebijakan adalah untuk memecahkan
masalah yang terjadi akibat perkembangan city hotel yang menimbulkan
persaingan tidak sehat antar pengusaha hotel di Kota Denpasar.
Pengusaha hotel dan masyarakat
tentu sangat mengharapkan kebijakan
yang akan disusun dapat memberikan manfaat baik secara ekonomi, sosial dan
lingkungan. Maka dari itu, teori dampak ini digunakan untuk mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat perkembangan city hotel. Identifikasi dilakukan
kepada pengusaha hotel melati, pengusaha city hotel, wisatawan, asosiasi
perhotelan dan Pemerintahan. Hasil identifikasi tersebut akan diformulasikan
menjadi masukan untuk penyusunan suatu kebijakan dalam rangka penataan
pembangunan city hotel di Kota Denpasar.
33
2.3.3 Teori Kebijakan Kepariwisataan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memaknai arti kebijakan adalah
pedoman untuk bertindak. Pedoman itu dapat sederhana ataupun kompleks,
bersifat umum atau khusus, luas ataupun sempit, publik atau privat. Kebijakan
dapat berupa suatu deklarasi mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah
tindakan tertentu,suatu program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu, atau suatu
rencana (Wahab, 2014:9). Dalam arti sederhana, kebijakan adalah suatu tindakan
yang mengarah pada tujuan tertentu yang dilakukan oleh seorang aktor atau
sejumlah aktor berkenaan dengan suatu masalah atau persoalan tertentu. Don K.
Price menyebutkan bahwa proses pembuatan kebijakan yang bertanggungjawab
ialah proses yang melibatkan interaksi antara kelompok-kelompok ilmuwan,
pemimpin-pemimpin organisasi profesional, para administrator dan para politisi
(Wahab, 2014:72).
Sedangkan yang dimaksud dengan
dikemukakan
oleh
ahli-ahli
pariwisata,
kebijakan kepariwisataan yang
Goeldner
dan
Ritchie
(2006)
mendefinisikan kebijakan pariwisata sebagai regulasi, aturan, pedoman, arah, dan
sasaran pembangunan ataupun promosi serta strategi yang memberikan kerangka
dalam pengambilan keputusan individu maupun kolektif yang secara langsung
mempengaruhi pengembangan pariwisata dalam jangka panjang dan sekaligus
kegiatan sehari-hari yang berlangsung di suatu destinasi. (http://tentangpariwisata.
blogspot.com/2010/12/apa-itu-kebijakan kepariwisataan.html)
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tak ada masyarakat yang
terbebas dari Isu. Pengertian Isu dalam hal ini adalah suatu kondisi atau situasi
34
yang
menimbulkan
ketidakpuasan
di
kalangan
masyarakat
sehingga
membutuhkan solusi yang segera. Salah satunya adalah isu kebijakan publik
(Wahab, 2014: 96-99). Isu kebijakan publik akan terus bergulir dan dinamis
seiiring dengan perkembangan masyarakat dan budaya politik suatu daerah.
Makin kompleks suatu masyarakat suatu daerah, makin kompleks masalah yang
dihadapi demikian juga halnya dengan jenis isu yang berkembang. Maka dari itu,
respon yang diberikan oleh masyarakat suatu daerah terhadap jenis isu yang
berkembang akan berbeda dengan daerah lainnya.
Demikian pula halnya dengan isu yang berkembang saat ini di Kota
Denpasar adalah maraknya pembangunan city hotel di Kota Denpasar, yang
menimbulkan kekhawatiran di berbagai kalangan baik masyarakat maupun
pengusaha hotel melati. Muncul berbagai respon terhadap isu tersebut antara lain
agar
Pemerintah
melakukan
pengawasan
dan
pengendalian
terhadap
pembangunan city hotel sehingga tidak menambah kemacetan lalu lintas di daerah
tertentu, selain itu juga adanya usulan agar Pemerintah menyusun kebijakan untuk
mengatur pembangunan sarana akomodasi secara merata di seluruh wilayah Kota
Denpasar, serta menetapkan standarisasi harga sewa kamar untuk menghindari
persaingan yang kurang sehat.
Pemerintah Kota Denpasar telah mengatur pembangunan fasilitas
pariwisata khususnya bidang usaha penyediaan akomodasi dengan menetapkan
beberapa peraturan antara lain: Peraturan Daerah Kota Denpasar
Tahun 2001
tentang Usaha
Nomor 24
Hotel Melati, Peraturan Daerah Kota Denpasar
Nomor 9 Tahun 2002 tentang Usaha Pondok Wisata, Peraturan Wali Kota
35
Denpasar Nomor 31 tahun 2007 tentang Usaha Hotel Berbintang, Peraturan Wali
Kota Denpasar Nomor 42 Tahun 2007 tentang Bangunan Condominum Hotel
(Condotel), Peraturan Wali Kota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Tanda Daftar Usaha Pariwisata.
Kebijakan-kebijakan tersebut di atas disusun sesuai dengan perkembangan usaha
penyediaan akomodasi yang terjadi saat itu. Bisnis usaha penyediaan akomodasai
sangat dinamis, untuk itu kebijakan usaha pariwisata harus selalu diperbaharui
untuk memberikan kepastian hukum kepada para pengusaha dan mencapai sasaran
pembangunan kepariwisataan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dalam Undang-undang Kepariwisataan Nomor 10 Tahun 2009, Bab VIII,
Pasal
30
disebutkan
Pemerintah
Kabupaten/Kota
mempunyai
beberapa
kewenangan antara lain: menyusun dan menetapkan rencana induk pembangunan
kepariwisataan kabupaten/ kota, melaksanakan pendaftaran, pencatatan dan
pendataan pendaftaran usaha pariwisata, dan mengatur penyelenggaraan dan
pengelolaan kepariwisataan di wilayahnya. Dengan kewenangan yang disebutkan
di atas, Pemerintah Kota Denpasar berkewajiban untuk menyiapkan aturan yang
digunakan sebagai pedoman dalam mengatur dan mengelola kepariwisataan di
Kota
Denpasar
Kepariwisataan
antara
lain
menyusun
Rencana
Induk
Daerah
Kota
Denpasar
(RIPPARDA)
Pembangunan
dan
pengaturan
pembangunan sarana akomodasi yang dalam hal ini city hotel.
Dalam teori kebijakan disebutkan tahapan penyusunan suatu kebijakan
yaitu diawali dengan adanya isu yang sedang berkembang dengan kriteria tertentu.
Isu dapat menjadi kebijakan publik bila isu tidak dapat diabaikan, menimbulkan
36
dampak yang luas, mendapatkan dukungan dari orang banyak melalui media
massa dan isu tersebut dianggap persoalan yang fashionable, sulit dijelaskan
namun dirasakan kehadirannya (Wahab, 2014:102-103).
Teori kebijakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah difokuskan
kepada kebijakan kepariwisataan terhadap penataan sarana akomodasi di Kota
Denpasar dengan isu berkembangnya city hotel di Kota Denpasar. Meskipun isu
ini hanya berkembang di kalangan pengusaha perhotelan namun topik ini gencar
diberitakan melalui media massa dan disuarakan oleh anggota DPRD Kota
Denpasar dan Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI).
Teori kebijakan ini akan digunakan untuk menganalisis dampak berkembangnya
city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar dengan faktor harga sewa
kamar, tingkat hunian hotel, jumlah tamu menginap, pendapatan hotel, lama
tinggal tamu dan jenis tamu. Dengan faktor tersebut dapat diketahui apakah
dampak yang terjadi dapat sebagai pertimbangan dalam penyusunan kebijakan
publik dalam
pengaturan dan pengendalian pembangunan city hotel di Kota
Denpasar .
2.4
Model Penelitian
Dalam alur pikir di bawah tergambar pesatnya perkembangan pariwisata
Kota Denpasar diikuti dengan meningkatnya sarana akomodasi. Ketersediaan
sarana akomodasi di Kota Denpasar setiap tahunnya mengalami peningkatan.
Penambahan jumlah sarana akomodasi tidak diikuti dengan peningkatan jumlah
tamu yang menginap di Kota Denpasar. Ada empat jenis usaha sarana akomodasi
yang telah diatur dengan peraturan di Kota Denpasar, antara lain : usaha hotel
37
melati, hotel bintang, pondok wisata dan condominium hotel (condotel). Saat ini
ada jenis sarana akomodasi yang sedang berkembang di Kota Denpasar, yang
dikenal dengan sebutan city hotel. Ciri-ciri city hotel yang paling menarik
perhatian adalah lokasinya di pusat kota, bentuk bangunannya modern minimalis
dengan fasilitas sekelas hotel bintang. Masalah mulai timbul ketika city hotel
menawarkan harga sewa kamar yang tidak jauh berbeda dengan harga sewa kamar
hotel melati. Persaingan harga sewa kamar ini dikhawatirkan tidak saja
mempengaruhi kelangsungan usaha hotel melati, tetapi juga akan berpengaruh
terhadap city hotel itu sendiri. Selain persaingan harga sewa kamar, pembangunan
city hotel yang tidak terkendali dapat mengancam daya dukung alam Kota
Denpasar sebagai sebuah destinasi. Dari poin-poin tersebut di atas ditetapkan
tiga
rumusan masalah yang akan diteliti yaitu faktor-faktor penyebab
berkembangnya city hotel di Kota Denpasar, dampak perkembangan city hotel
terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar, persaingan dan strategi bisnis city
hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
Ketiga rumusan masalah tersebut dibatasi oleh konsep city hotel dan hotel
melati terhadap topik yang dibahas dengan tiga teori untuk menganalisis masalah
tersebut antara lain teori penawaran dan permintaan, teori dampak dan teori
kebijakan pariwisata.
Teori penawaran dan permintaan digunakan untuk
menjawab rumusan
pertama dan ketiga yaitu faktor-faktor penyebab terjadinya perkembangan city
hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap
strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar dengan menggunakan kuisioner.
38
Faktor yang digunakan adalah harga sewa kamar, fasilitas dan lokasi hotel yang
ditawarkan, tingkat hunian hotel, dan lama tinggal tamu serta pengelolaan hotel.
Penelitian dilakukan terhadap pengusaha city hotel, hotel melati dan tamu di
kedua hotel tersebut. Dari faktor-faktor tersebut dapat diketahui penyebab
berkembangnya city hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta
pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
Teori dampak digunakan untuk menjawab rumusan kedua dan ketiga yakni
dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati dan persaingan
antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap hotel melati. Faktor dampak yang
diteliti adalah harga sewa kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian
kamar, pendapatan hotel, lama tinggal dan jenis tamu yang menginap dan promosi
yang dilakukan. Penelitian akan dilakukan dengan mewawancarai pengusaha hotel
melati dan city hotel menggunakan kuisioner. Dengan faktor tersebut dapat
diketahui dampak positif dan negatif perkembangan city hotel terhadap usaha
hotel melati dan city hotel.
Kepada Pemerintah dilakukan wawancara dengan faktor-faktor, data
kepariwisataan bidang sarana akomodasi, perencanaan penataan sarana akomodasi
dan kebijakan tentang sarana akomodasi. Dari faktor tersebut dapat ditemukan
kondisi secara umum dan khusus mengenai penataan sarana akomodasi di Kota
Denpasar dan dampaknya terhadap usaha hotel melati dan antar-city hotel.
Wawancara yang dilakukan dengan menggunakan kuisioner ini berisi pedoman
wawancara untuk mendapatkan data mendalam dari informan.
39
Untuk mengetahui data kepariwisataan terkait sarana akomodasi, klasifikasi kelas
city hotel yang berkembang, keterlibatan Asosiasi dalam penataan sarana
akomodasi di Kota Denpasar serta kondisi bisnis hotel di Kota Denpasar
wawancara dilakukan kepada Pengurus PHRI dan ASITA.
Teori kebijakan kepariwisataan digunakan untuk menjawab rumusan
masalah kedua mengenai dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel
melati dan antar-city hotel di Kota Denpasar. Penelitian dilakukan kepada
pengusaha city hotel dan melati dengan faktor harga sewa kamar, tingkat hunian
hotel, jumlah tamu menginap, pendapatan hotel, lama tinggal tamu dan jenis tamu.
Kepada Pemerintah, Asosiasi Perhotelan dan Biro Perjalanan Wisata dilakukan
wawancara dengan faktor antara lain menganalisa kebijakan sarana akomodasi
yang sudah ada, serta dampak-dampak yang diakibatkan oleh perkembangan city
hotel terhadap usaha hotel melati, persaingan dan strategi bisnis city hotel serta
pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar. Dengan
faktor tersebut dapat diketahui apakah rumusan dampak yang terjadi akibat
perkembangan city hotel tersebut dapat sebagai pertimbangan ataupun masukan
untuk
menyusun kebijakan publik dalam
pembangunan city hotel di Kota Denpasar .
pengaturan dan pengendalian
40
Pariwisata Kota Denpasar
Hotel Melati
City Hotel
Teori
Konsep
1. City Hotel
2. Hotel Melati
Faktor-faktor penyebab
berkembanganya city
hotel di Kota Denpasar
Dampak
Perkembangan
City Hotel
di Kota Denpasar
Dampak perkembangan
city hotel terhadap usaha
hotel melati di Kota
Denpasar
Simpulan/ Saran
Gambar 2.1
Model Penelitian
1. Teori Penawaran
dan Permintaan
2. Teori Dampak
Pariwisata
3. Teori Kebijakan
Kepariwisataan
Persaingan dan strategi
bisnis antar-city hotel
serta pengaruhnya
terhadap strategi bisnis
hotel melati di Kota
Denpasar
BAB III
METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan. Sugiyono (2010, 8)
menjelaskan ada dua jenis metode penelitian yaitu metode kuantitatif dan metode
penelitian kualitatif. Yang dimaksud dengan metode penelitian kuantitatif adalah
metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel
tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data
bersifat kuantitatif atau statistik yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang
telah ditetapkan. Sedangkan pengertian metode penelitian kualitatif adalah
penelitian yang dilakukan pada kondisi yang alamiah, instrumennya adalah
peneliti itu sendiri dengan teknik pengumpulan data bersifat triangulasi dan
analisis data yang dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta yang ditemukan
dilapangan.
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian
kualitatif karena objek yang diteliti merupakan suatu realitas yang tidak dapat
dilihat secara parsial, objek yang bersifat dinamis, hasil konstruksi pemikiran
dan interpretasi terhadap gejala yang diamati harus secara utuh dan menyeluruh
(holistik), karena semua komponen yang ada dalam rangkaian penelitian tersebut
saling terhubung satu sama lain (Sugiyono, 2010:10). Penelitian ini digunakan
untuk melihat dampak akibat berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel
41
42
melati di Kota Denpasar dengan melakukan melakukan pengamatan, wawancara
dan dokumentasi.
3.2
Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan terhadap 6 city hotel kelas bintang dan 13 hotel melati
di empat kecamatan di Kota Denpasar kecuali Sanur. Hal ini dilakukan karena
hotel-hotel di Sanur telah memiliki pangsa pasar sendiri yakni wisatawan
mancanegara lanjut usia yang telah mengunjungi Bali beberapa kali (repeater)
dengan tata bangunan yang berbeda semacam vila.
Penelitian dilakukan pada saat masa liburan yang bertepatan dengan libur
hari raya Imlek pada bulan Februari 2015 ataupun sekitar bulan Maret 2015 yang
bertepatan dengan tengah semester anak-anak sekolah. Penelitian juga dilakukan
pada saat bukan masa liburan sebagai perbandingan tingkat hunian kamar pada
saat peak season dan low season.
3.3
Jenis dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Jenis data yang dicari adalah data kualitatif dan kuantitatif. Yang dimaksud
dengan data kualitatif adalah data yang dinyatakan dalam bentuk kata, kalimat
dan gambar. Data kualitatif pada penelitian ini adalah mengenai faktor-faktor
penyebab berkembangnya city hotel, dampak yang muncul akibat berkembangnya
city hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel
terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
serta pengaruhnya
43
Gambar 3.2
Lokasi Penelitian
Adapun faktor-faktor
yang diteliti untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab berkembangnya city hotel, dampak yang terjadi, persaingan dan strategi
bisnis antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di
Kota Denpasar adalah harga sewa kamar, tingkat hunian hotel, pendapatan hotel,
lama tinggal tamu, lokasi hotel, fasilitas yang ditawarkan, dan pengelolaan hotel.
44
Sedangkan data kuantitatif dalam penelitian ini adalah data kepariwisataan seperti
mengenai jumlah hotel berbintang dan non bintang di Kota Denpasar, jumlah
kunjungan wisatawan dan data pendukung lainnya.
3.3.2 Sumber Data
Ada dua jenis sumber data yaitu sumber data yang bersifat primer dan
sekunder. Data primer adalah informasi yang diperoleh dari sumber-sumber
primer yakni yang asli, informasi dari tangan pertama
atau responden
(Wardiyanta, 2006:28). Dalam penelitian ini, data primer yang didapat dari hasil
wawancara dan observasi terhadap pengusaha hotel melati, pengusaha city hotel,
tamu dari kedua hotel, asosiasi perhotelan, asosiasi biro perjalanan wisata dan
Pemerintah.
Data sekunder adalah data yang diperoleh tidak secara langsung dari
informan, tetapi dari pihak ketiga, yakni data-data yang berasal dari dokumen–
dokumen yang ada di wilayah tersebut maupun di perpustakaan. Data sekunder
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kepariwisataan Kota Denpasar
yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Denpasar, Provinsi Bali ataupun Badan
Pusat Statistik ataupun peraturan-peraturan tentang sarana akomodasi yang
ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kota Denpasar.
3.4
Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi instrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2010:222). Peneliti sebagai instrumen, harus
memiliki pemahaman mengenai metode penelitian kualitatif, penguasaan
wawasan terhadap bidang yang diteliti dan obyek yang diteliti baik secara
45
akademik ataupun logistiknya dalam melakukan penelitan di lapangan. Dalam
meneliti peneliti melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait dengan
menggunakan kuisioner.
Kuisioner ini berisi pedoman wawancara untuk mendapatkan data
mendalam
dari
infoman
untuk
mengetahui
faktor-faktor
penyebabnya
berkembangnya city hotel, dampak yang ditimbulkan akibat perekembangan city
hotel terhadap usaha hotel melati dan persaingan serta strategi bisnis antar-city
hotel di Kota Denpasar. Kuisioner ini diberikan kepada pengusaha hotel melati,
pengusaha city hotel, dan tamu di kedua hotel tersebut. pemerintah selaku
pemegang kebijakan, pengurus Asosiasi Perhotelan (PHRI) Kota Denpasar dan
ASITA Bali.
3.5
Teknik Pengumpulan Data
Ada beberapa teknik yang dapat digunakan dalam mengumpulkan data
antara lain :
1)
Observasi, adalah pengamatan langsung ke lapangan untuk mengetahui
kelayakan suatu permasalahan untuk diteliti. Suatu permasalahan layak
diteliti apabila tersedianya data, informasi dan referensi yang memadai.
Permasalahan mengenai city hotel memang sedang hangat diperbincangkan
di kalangan pengusaha dan asosiasi perhotelan, mereka menuntut agar
pemerintah menyiapkan ketentuan agar perkembangan city hotel terkendali.
Untuk itu perlu diobservasi mengenai kondisi yang terjadi di lapangan
mengenai perkembangan city hotel di Kota Denpasar.
46
2)
Wawancara digunakan untuk mendapatkan informasi yang lebih mendalam
dari berbagai pihak yang berkorelasai dengan penelitian yang dilakukan.
Dengan melakukan wawancara diperoleh data yang dapat menunjukkan
faktor-faktor
penyebab,
dampak-dampak
yang
timbul
akibat
berkembangnya city hotel, persaingan dan startegi bisnis antar-city hotel
serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
Dalam penelitian ada beberapa sumber informasi primer yang diwawancarai
antara lain:
a. Wawancara dengan pengusaha city hotel, hotel melati dan tamu kedua
hotel untuk mengetahui faktor-faktor penyebab berkembangnya city
hotel, di Kota Denpasar, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel
serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar.
Pedoman wawancara dengan faktor harga sewa kamar, fasilitas yang
ditawarkan, lokasi hotel, pengelolaan hotel, tingkat hunian hotel, lama
tinggal tamu dan jenis tamu berdasarkan teori permintaan dan
penawaran. Khusus untuk pengusaha hotel melati diwawancarai
mengenai dampak berkembangnya city hotel dengan faktor harga sewa
kamar, jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar perbulan,
pendapatan hotel, lama tinggal, jenis tamu yang menginap dan promosi
yang dilakukan.
b. Wawancara juga dilakukan dengan Pemerintah dalam hal ini pejabat dan
staf pada Dinas Pariwisata, Badan Pelayanan Perijinan Satu Pintu dan
Penanaman Modal, Bagian Hukum dan di Kecamatan di Kota Denpasar.
47
Wawancara dimaksudkan untuk mengetahui dampak perkembangan city
hotel di Kota Denpasar dengan faktor permohonan perizinan untuk
pembangunan hotel, data kepariwisataan bidang sarana akomodasi,
perencanaan penataan sarana akomodasi dan kebijakan tentang sarana
akomodasi. Selain untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan, juga
untuk mengetahui mengenai kebijakan pemerintah tentang penataan
sarana akomodasi di Kota Denpasar.
c. Wawancara dilakukan dengan Pengurus Asosiasi Perhotelan
(PHRI)
Kota Denpasar dan Asosiasi Biro Perjalanan Wisata (ASITA) Daerah
Bali untuk mengetahui data kepariwisataan terkait sarana akomodasi,
klasifikasi kelas city hotel yang berkembang dan keterlibatan Asosiasi
dalam penataan sarana akomodasi di Kota Denpasar. Faktor tersebut
untuk mengetahui dampak yang terjadi.
3)
Dokumentasi. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data yang ada
pada instansi pemerintah mengenai data statistik kepariwisataan, peraturan
maupun data lainnya yang dapat ditemukan di literatur ataupun di internet.
3.6
Teknik Penentuan Sampel
Dalam penelitian kualitatif obyek penelitian disebut sampel. Sampel adalah
sebagian dari populasi dan merupakan informan dalam penelitian. Pengambilan
sampel dilakukan secara random (Sugiyono, 2010). Dalam penelitian ini
penentuan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling yang mengambil
sumber data dengan pertimbangan tertentu yang dianggap mengetahui tentang apa
yang sedang diteliti.
48
Dalam penelitian ini diwawancarai pengelola hotel untuk mendapatkan
informasi mengenai faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota
Denpasar, dampak berkembangnya city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota
Denpasar , persaingan dan strategi bisnis antar city hotel serta pengaruhnya
terhadap strategi bisni hotel melati di Kota Denpasar. Pengelola berasal dari 19
hotel di Kota Denpasar yang berada di 4 kecamatan. Pemilihan hotel-hotel ini
berdasarkan perkembangan hotel yang ada di wilayah Kecamatan dan untuk
menjaring informasi serinci mungkin tentang city hotel dan hotel melati.
Selain itu wawancara dilakukan kepada pejabat pemerintah Kecamatan,
Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Badan Pelayanan Perijinan Satu Pintu dan
Penanaman Modal Kota Denpasar, Bagian Hukum Setda Kota Denpasar,
Pengurus Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Denpasar dan
Pengurus ASITA Bali (Asosiasi Biro Perjalanan Wisata). Wawancara dilakukan
untuk mengetahui mengenai perkembangan sarana akomodasi, proses perizinan
dan kebijakan kepariwisataan serta dampak perkembangan sarana akomodasi di
Kota Denpasar.
3.7
Teknik Analisis Data
Sehubungan dengan rancangan penelitian ini menggunakan metode
penelitian kualitatif maka dalam menganalisis data digunakan secara deskriptif
kualitatif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis induktif,
karena penelitian dimulai dari observasi
untuk mengidentifikasi faktor-faktor
penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar. Observasi dilakukan
kepada tamu di kedua hotel dan pengusaha city hotel. Kemudian dilanjutkan
49
dengan menganalisa dampak berkembangnya city hotel terhadap hotel melati dan
persaingan serta strategi bisnis antar-city hotel di Kota Denpasar.
Hasil wawancara dengan pengusaha hotel melati dan city hotel mengenai
harga sewa kamar, tingkat hunian kamar, lama tinggal tamu, lokasi hotel, fasilitas
yang ditawarkan, promosi yang dilakukan, pendapatan hotel, pengelolaan hotel
dan jenis tamu yang menginap. Analisis tersebut dilanjutkan dalam penyajian data
hingga penafsiran untuk mendapatkan simpulan dalam hal ini rekomendasi yang
diberikan kepada Pemerintah Kota Denpasar
dalam rangka pengendalian
perkembangan city hotel di Kota Denpasar dan memberikan masukan guna
menyusun kebijakan yang mengatur pembangunan city hotel di Kota Denpasar.
3.8
Teknik Penyajian Hasil Analisis Data
Penyajian hasil analisis data dilakukan secara formal dalam bentuk naratif,
gambar, tabel ataupun grafik. Penyajian data dalam bentuk naratif untuk
menyampaikan temuan faktor–faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota
Denpasar dan menganalisis hasil wawancara yang didapat mengenai dampak
perkembangan city hotel, persaingan dan strategi bisnis antar-city hotel serta
pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota Denpasar berupa harga
sewa kamar, jumlah tingkat hunian kamar, lama tinggal tamu, lokasi hotel,
fasilitas yang ditawarkan, promosi yang dilakukan, pendapatan hotel, pengelolaan
hotel dan jenis tamu menginap.
Dari
hasil analisa tersebut disusun mengenai kondisi yang terjadi di
lapangan akibat berkembangnya city hotel di Kota Denpasar untuk menjadi
rekomendasi
kepada
Pemerintah
Kota
Denpasar
dalam
mengendalikan
50
perkembangan city hotel. Saran kepada pengelola hotel melati dan city hotel
untuk dapat menjaga kualitas dan harmonisasi bisnis hotel di Kota Denpasar
dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir tahun 2015.
BAB IV
PERKEMBANGAN INDUSTRI KEPARIWISATAAN
KOTA DENPASAR
Bab ini memaparkan secara ringkas perkembangan kota dan industri
kepariwisataan di Denpasar untuk memberikan latar belakang pada pembahasan
bab-bab selanjutnya (Bab V, VI, VII). Dengan menyajikan informasi historis
perkembangan kota dan hotel di Denpasar, pemahaman atas situasi bisnis
perhotelan di Denpasar dewasa ini bisa dipahami secara lebih komprehensif.
Artinya bahwa hotel-hotel yang menjamur di Denpasar sekarang bukanlah terjadi
dengan tiba-tiba tetapi memiliki sejarah yang cukup panjang bahkan sejak zaman
kolonial.
Sebelum memaparkan perkembangan hotel di Denpasar, uraian akan diawali
dengan pemaparan ringkas tentang kota Denpasar yang bersumber dari Buku
Selayang Pandang Kota Denpasar 2014 dan Dokumen Rencana Kerja
Pembangunan Daerah Kota Dennpasar Tahun 2015.
4.1
Perkembangan Kota Denpasar
Sebelum menjadi ibu kota Provinsi Bali mulai 1958, Denpasar memiliki
sejarah yang cukup panjang. Nama Denpasar telah dikenal sejak tahun 1788 yang
ditandai dengan berdirinya Puri Denpasar sebagai ibu kota Kerajaan Badung yang
diperintah oleh Raja I Gusti Made Ngurah. Kota Denpasar pada zaman itu, bukan
hanya menjadi pusat kerajaan, juga menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten
Daerah Tingkat II Badung. Perkembangan Kota Denpasar tidak terhenti hanya
51
52
menjadi pusat pemerintahan Kabupaten Badung namun pada tahun 1958, Kota
Denpasar ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I Bali.
Setelah ditetapkan sebagai pusat pemerintahan Provinsi Daerah Tingkat I
Bali, kemajuan pembangunan ekonomi, fisik dan sosial budaya di Kota Denpasar
semakin pesat. Sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Badung dan Provinsi Bali,
telah menimbulkan dampak. Dampak positif yang terjadi berupa peningkatan
perekonomian masyarakat, karena Kota Denpasar menjadi pusat perdagangan dan
jasa sehingga banyak pebisnis yang datang untuk melakukan bisnis serta
menanamkan modalnya. Selain menjadi pusat perdagangan dan jasa, Kota
Denpasar juga dikembangkan menjadi salah satu daerah tujuan wisata di Bali.
Dengan menawarkan sejumlah daya tarik wisata berupa kegiatan-kegiatan seni
budaya dan berbagai tempat bersejarah, Kota Denpasar bersiap diri dalam
menyambut kunjungan wisatawan dengan memenuhi segala fasilitas dan layanan
yang diperlukan wisatawan selama di Kota Denpasar.
Perkembangan Kota Denpasar juga menimbulkan dampak negatif, seperti
pemukiman padat karena pertumbuhan penduduknya, kemacetan lalu lintas akibat
bertambahnya pengguna jalan sehingga jalan terlihat semakin sempit. Kondisi
tersebut, merupakan kondisi perkotaan pada umumnya yang memerlukan
penanganan khusus agar permasalahan dapat diselesaikan dengan cepat dan tepat.
Untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan menyelesaikan
permasalahan secara mandiri, Kota Denpasar ditingkatkan menjadi Kota
Administratif pada tahun 1978 (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014).
53
Dari tahun ke tahun perkembangan Kota Denpasar semakin pesat sehingga
kota Denpasar diusulkan menjadi Pemerintah Kotamadya Denpasar pada tahun
1992. Tujuannya adalah agar memiliki otonomi dalam menangani permasalahan
yang timbul. Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah telah mengubah Kotamadya Daerah Tingkat II Denpasar
menjadi Kota Denpasar sampai saat ini (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014).
Jumlah Penduduk Kota Denpasar setiap tahunnya terus bertambah, tercatat
dari tahun 2011 sebanyak 629.588 orang, pada tahun 2012 meningkat menjadi
679.979 orang dan pada tahun 2013 berjumlah 708.488 orang. Hal ini disebabkan
penambahan penduduk secara alami dan tingginya migrasi penduduk. Jumlah
penduduk dan tingkat kepadatan di setiap kecamatan hampir merata. Bila dilihat
dari luas wilayah per kecamatan, jumlah penduduk di Kecamatan Denpasar Barat
termasuk padat karena dengan luas sekitar 24,13 km2, wilayah tersebut dihuni
oleh sekitar 2014.249 orang dengan kepadatan 7,541 jiwa/km2. Sedangkan
Kecamatan Denpasar Selatan dengan luas wilayah terbesar sekitar 49,99 km2.
dihuni oleh 192.890 orang dengan kepadatan 3.423 jiwa/km2 (Rencana Kerja
Pembangunan Daerah Kota Denpasar Tahun 2015)
4.2
Sarana dan Prasarana di Kota Denpasar
Untuk mendukung pembangunan di Kota Denpasar perlu adanya
ketersediaan sarana dan prasarana yang memadai guna menunjang perkembangan
berbagai sektor. Ketersediaan sarana dan prasarana meliputi ketersediaan jalan
umum, moda transpotrasi, drainase, air bersih, kesehatan dan daerah pemukiman
serta fasilitas umum lainnya. Kota Denpasar bukan saja sebagai pusat
54
pemerintahan namun juga sebagai salah satu destinasi di Bali perlu
memperhatikan ketersediaan sarana dan prasarana guna meningkatkan jumlah
kunjungan wisatawan.
Ketersediaan jalan umum yang memadai, terutama jalan yang menuju ke
objek-objek wisata di sekitar Kota Denpasar perlu disiapkan dengan baik.
Meskipun objek-objek wisata berada di pusat kota namun dengan padatnya lalu
lintas di jalan raya akibat semakin meningkatnya penduduk dan kendaraan
bermotor menyebabkan jalan umum di Kota Denpasar terasa semakin sempit.
Tingginya peningkatan jumlah kendaraan tidak sebanding dengan pertambahan
ruas jalan sehingga melebihi daya tampung jalan. Pertumbuhan kendaraan per
tahun mencapai 14 persen sedangkan pertambahan panjang jalan hanya 3,6 persen
per tahun (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014).
Sebagai sebuah daerah tujuan wisata, Kota Denpasar perlu menyiapkan
moda transportasi umum yang nyaman bagi masyarakat ataupun wisatawan untuk
mengurangi kendaraan pribadi. Kondisi lalu lintas saat ini sangat padat, karena
penduduk Kota Denpasar masih merasa lebih nyaman dengan menggunakan
kendaraan pribadi.
Moda transportasi umum saat ini yang masih beroperasi adalah taksi dan
bemo meskipun hanya pada jalur tertentu. Mulai tahun 2011 Pemerintah Provinsi
Bali telah menyediakan Bus Trans Sarbagita guna mengajak masyarakat mulai
menggunakan angkutan umum yang nyaman dan murah. Bus Trans Sarbagita
mempunyai 17 trayek utama dan 36 trayek feeder. Bus Trans Sarbagita disediakan
sebagai angkutan umum untuk masyarakat di sekitar Denpasar, Badung, Gianyar
55
dan Tabanan dalam sistem jaringan pelayanan terpadu antar wilayah. Meskipun
belum mencakup ke seluruh wilayah Sarbagita, namun moda transportasi umum
semacam ini perlu terus dikembangkan dan ditingkatkan agar dapat menekan
jumlah kendaraan pribadi di jalan raya.
Pembangunan fisik di Kota Denpasar semakin tinggi baik pembangunan
sarana perdagangan ataupun pemukiman. Padatnya pembangunan menimbulkan
berbagai masalah, seperti terganggunya sistem drainase dan menumbuhkan daerah
genangan. Pada musim kemarau, tidak tampak adanya masalah berarti dengan
sistem drainase, namun ketika musim hujan tiba, di beberapa wilayah padat
pembangunan seringkali dilanda banjir. Hal ini tentu tidak dapat dibiarkan begitu
saja, karena dapat menurunkan citra Kota Denpasar sebagai pusat bisnis ataupun
destinasi. Untuk itu, Kota Denpasar mulai membenahi sungai-sungai yang
berfungsi sebagai saluran utama drainase Kota Denpasar.
Kota Denpasar telah memiliki sarana kesehatan berupa 16 rumah sakit
pemerintah dan swasta dilengkapi dengan peralatan modern serta tenaga medis
professional dan handal. Selain rumah sakit, sarana kesehatan lainnya juga
tersedia di seluruh kecamatan serta memiliki kemampuan kegawatdaruratan dan
laboratorium. Ketersediaan sarana kesehatan di Kota Denpasar sangat penting
untuk menunjang kepariwisataan.
Kenyamanan dan keamanan wisatawan saat berada di sebuah destinasi
merupakan suatu keharusan. Pemerintah Kota Denpasar telah berupaya
membangun Pos Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (Save Community). Pos
Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (Save Community) bertujuan untuk
56
melayani masyarakat dan wisatawan pada saat terjadi musibah kebakaran,
kecelakaan lalu lintas, banjir ataupun bencana alam lainnya.
Penataan ruang Kota Denpasar perlu dilakukan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, pemerataan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah
Kota Denpasar dan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Penataan
ruang meliputi fungsi ruang dan bangunan. Pemanfaatan ruang di Kota Denpasar
untuk perumahan dan pemukiman mencapai 5.900 ha atau 46 persen dari luas
wilayah Kota Denpasar. Pertumbuhan jumlah penduduk menyebabkan kepadatan
pemukiman di beberapa kawasan dan munculnya pemukiman baru di beberapa
wilayah. Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Denpasar sangat diperlukan
mengingat semakin padatnya penduduk dan diikuti pembangunan fisik. Ruang
Terbuka
Hijau
(RTH)
bertujuan
untuk
memberikan
kenyamanan
dan
pemandangan yang lebih leluasa kepada masyarakat dan wisatawan agar wajah
Kota Denpasar sebagai destinasi lebih tertata dan indah.
Para wisatawan yang berasal dari berbagai negara dan daerah di Indonesia
mengharapkan daerah tujuan wisata yang dikunjungi lebih baik dari negara
ataupun daerahnya. Meskipun pariwisata yang ditawarkan adalah pariwisata
budaya, namun kerapihan dan keindahan lingkungan Kota Denpasar dapat
memberikan kesan mendalam kepada para wisatawan.
4.3
Perkembangan Perekonomian Kota Denpasar
Kemajuan pembangunan ekonomi suatu daerah dapat dilihat dari beberapa
indikator seperti laju pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
ataupun laju inflasi harga di suatu daerah. Pengertian Produk Domestik Regional
57
Bruto (PDRB) merupakan salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi
ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga
berlaku maupun atas dasar harga konstan. Besar kecilnya Produk Domestik
Regional Bruto suatu daerah sangat tergantung pada potensi sumber ekonomi
yang dimiliki daerah tersebut.
Produk Domestik Regional Bruto Kota Denpasar setiap tahunnya
mengalami peningkatan. Tahun 2013 laju pertumbuhan PDRB Kota Denpasar
mencapai 6,54 persen dibandingkan tahun 2011 mencapai 6,77 persen dan 6,18
persen pada tahun 2012. Produk Domestik Regional Bruto Kota Denpasar
menduduki peringkat dua di Provinsi Bali setelah Kabupaten Badung. Kontribusi
terbesar dari PDRB Kota Denpasar bersumber dari sektor tersier yaitu bidang
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 74,86 persen (Statistik Daerah Kota
Denpasar 2014).
Pertumbuhan ekonomi Kota Denpasar juga bersumber dari sektor tersier,
yaitu pariwisata. Peningkatan kunjungan wisatawan merupakan faktor penting
yang perlu terus diupayakan. Berbagai program disusun oleh Pemerintah Kota
Denpasar guna meningkatkan kualitas Kota Denpasar sebagai suatu daerah tujuan
wisata.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak saja dinilai dari PDRB yang
diperoleh, namun kestabilan inflasi merupakan hal penting. Kestabilan inflasi
merupakan prasyarat bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, dan
pada akhirnya memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
58
Pentingnya pengendalian inflasi didasarkan pada pertimbangan bahwa inflasi
yang tinggi dan tidak stabil memberikan dampak negatif kepada kondisi sosial,
ekonomi, masyarakat.2
Tingkat inflasi di Kota Denpasar pada tahun 2013 mencapai 5 persen
sampai 7 persen, capaian ini lebih tinggi dari tingkat ideal sekitar 4,5 persen
dengan deviasi + 1 persen berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
66/PMK.011/ 2012 tentang Sasaran Inflasi tahun 2013, 2014, dan 2015 tanggal 30
April 2012. Komoditas makanan dan pangan menjadi penyebab tingginya tingkat
inflasi di Kota Denpasar.
Bila diukur dari capaian kualitas hidup manusia yang
disebut Indeks
Pembangunan Manusia (IPM), capaian Indeks Pembangunan Manusia di Kota
Denpasar terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2013 Indeks
Pembangunan Manusia Kota Denpasar mencapai 79.41 merupakan capaian
tertinggi di Provinsi Bali.
Indeks Pembangunan Manusia diukur berdasarkan indeks gabungan terdiri
dari indeks kesehatan (Angka Harapan Hidup), indeks pendidikan (Angka Melek
Huruf dan Rata-rata Lama Sekolah) dan indeks ekonomi (Tingkat Daya Beli
Penduduk). Meskipun tingkat Indeks Pembangunan Manusia terus meningkat
namun di Kota Denpasar masih dapat ditemukan keluarga miskin. Hal ini
merupakan dampak dari kenaikan tingkat inflasi yang tidak diikuti dengan
peningkatan pendapatan masyarakat dari golongan pendapatan rendah.
____________________________________
2
http://www.bi.go.id/id/moneter/ inflasi/pengenalan/Contents/Default.aspx-).
59
Pertumbuhan ekonomi di Kota Denpasar menunjukkan ke arah positif,
dalam artian capaian PDRB dan IPM mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Kestabilan inflasi harus terus ditekan agar mencapai standar ideal, sehingga
standar hidup masyarakat tidak semakin menurun dan tidak menambah jumlah
kemiskinan di Kota Denpasar.
Posisi Kota Denpasar
yang berada di tengah-tengah Pulau Bali
memberikan manfaat besar dalam meningkatkan perekonomian masyarakatnya.
Selain itu, Kota Denpasar juga merupakan daerah pemasaran produk barang dan
jasa karena banyaknya jumlah penduduk dan kunjungan wisatawan. Untuk
menunjang pendistribusian barang, telah tersedia fasilitas berupa pelabuhan Benoa
yang berlokasi di Denpasar Selatan.
Selain itu, perdagangan dan jasa juga didukung dengan adanya 842 bank,
baik bank pemerintah ataupun swasta serta lembaga keuangan yang ada di Kota
Denpasar. Perkembangan ekonomi di Kota Denpasar juga ditunjang oleh kegiatan
ekspor. Pada tahun 2013 nilai ekspor mencapai $ 76 juta yang didominasi oleh
ekspor hasil kerajinan sebesar $ 71 juta (Selayang Pandang Kota Denpasar 2014).
Kondisi ini selaras dengan misi Kota Denpasar sebagai Kota Kreatif yang
mendorong masyarakatnya berinovasi dalam berkarya dengan mengedepankan
kearifan lokal yang diwujudkan dalam karya-karya seninya. Perekonomi di Kota
Denpasar menunjukkan tren positif dari tahun ke tahun.
Pemerintah Kota Denpasar juga berupaya untuk menciptakan iklim dunia
usaha yang sehat demi mendorong perekonomian masyarakatnya. Pembangunan
ekonomi tidak saja dilihat dari tingginya transaksi perdagangan dan jasa juga
60
dilihat dari adanya infrastruktur ataupun meningkatnya dana yang terhimpun oleh
bank, namun yang lebih penting lagi adalah meningkatnya pendapatan
masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dapat terjadi bila adanya peluang
usaha dan lapangan
kerja bagi penduduk Kota Denpasar yang semakin hari
semakin bertambah. Salah satu peluang usaha dan lapangan kerja adalah adanya
penanaman modal asing ataupun dalam negeri yang dilakukan di Kota Denpasar.
Lokasi yang strategis dengan infrastruktur yang memadai dapat menarik
minat para penanam modal untuk berinvestasi di Kota Denpasar. Dengan adanya
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Pemerintah
Kota Denpasar sangat berpeluang untuk memberikan pelayanan kepada
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN).
Meskipun izin PMA dan PMDN dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman
Modal RI di Jakarta, namun penanam modal harus menindaklanjuti dengan
perizinan-perizinan yang ada di daerah.
Pada tahun 2013 tercatat realisasi PMA di Kota Denpasar sebesar US$ 10
juta, sedangkan realisasi PMDN sebesar Rp. 2,9 triliun. Realisasi PMA dan
PMDN didominasi oleh sektor tersier yaitu bidang perdagangan, hotel dan
restoran. Besaran penanaman modal di Kota Denpasar
sangat berpengaruh
terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, oleh karena itu Pemerintah Kota
Denpasar berkewajiban menjaga iklim investasi yang kondusif agar para penanam
modal merasa aman dalam menanamkan modalnya. Iklim investasi yang kondusif
dengan menjaga keamanan, memberikan pelayanan perizinan yang cepat dan tepat
dan menyediakan informasi lengkap mengenai potensi investasi yang ditawarkan.
61
Meskipun investasi memberikan peluang usaha dan lapangan kerja serta
meningkatkan
pendapatan
asli
daerah,
namun
pemerintah
juga
tetap
memperhatikan daya dukung Kota Denpasar. Sebagai contoh, investasi di bidang
perhotelan saat ini sudah menjamur sehingga perlu ditata agar sesuai dengan
kunjungan wisatawan dan sebaran pembangunan hotel di seluruh wilayah tanpa
mengabaikan area peruntukan.
4.4
Kepariwisataan Kota Denpasar Dewasa Ini
Perkembangan pariwisata Bali ditandai dengan adanya Bali Hotel pada
tahun 1928 yang semula merupakan tempat pesanggrahan pegawai Pemerintah
Kolonial Belanda yang kemudian direnovasi oleh perusahaan perjalanan KPM
(Koninklijke Paketvaart Maatschappij) sebagai tempat penginapan (Atmaja,
2002). Pada tahun 1930, pembangunan pelabuhan udara di Tuban mulai
dikerjakan dan dioperasikan pada tahun 1933 untuk memudahkan para wisatawan
berkunjung ke Bali. Keberadaan Hotel Bali Beach di Sanur yang diresmikan pada
tahun 1966 dengan kapasitas 300 kamar semakin melengkapi Bali sebagai daerah
tujuan wisata. Pembangunan pariwisata di Bali terus berlanjut dengan
dibangunnya kawasan wisata Nusa Dua pada awal tahun 1980 yang merupakan
salah satu rekomendasi dari SCETO (Societe Centrale pour l’Equuipement
Touristique Outre-Mer) sebuah konsultan Perancis yang dananya berasal dari
UNDP (United Nation Development Program).
Pariwisata Bali berkembang begitu cepatnya, dengan peningkatan jumlah
kunjungan wisatawan setiap tahunnya. Perkembangan tersebut mengundang
investor untuk menanamkam modalnya di Bali, yaitu membangun fasilitas
62
kepariwisataan yang diperlukan wisatawan di suatu destinasi seperti akomodasi,
restoran, biro perjalanan wisata, angkutan wisata dan membangun daya tarik
wisata buatan manusia. Pembangunan fasilitas kepariwisataan yang menjadi
favorit para investor adalah penyediaan sarana akomodasi. Penyediaan sarana
akomodasi di destinasi mutlak diperlukan. Investor berlomba-lomba membangun
sarana akomodasi sesuai dengan kebutuhan wisatawan dan tren yang akan terjadi
dengan harapan mendapatkan keuntungan yang besar.
Saat ini Kota Denpasar sebagai salah satu destinasi di Bali terus berupaya
meningkatkan kunjungan wisatawan setiap tahunnya. Upaya yang dilakukan oleh
Pemerintah Kota Denpasar dengan melakukan promosi di dalam dan luar negeri,
menyebarkan brosur dan menjalin kerjasama dengan pengusaha pariwisata.
Perkembangan jumlah kunjungan wisatawan ke objek wisata di Kota Denpasar
Tahun 2011-2013 seperti dalam Tabel 4.1. Kunjungan wisatawan mengalami
fluktuasi, artinya kunjungan wisatawan tidak stabil. Tahun 2012 jumlah
kunjungan wisatawan asing mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2011,
namun terjadi penurunan pada tahun 2013.
Tabel 4.1
Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata di Kota Denpasar Tahun 2011-2013
Jumlah (orang)
2011
2012
2013
1
Asing
161.024
190.238
184.962
2
Domestik
237.001
205.320
258.813
Jumlah
398.825
395.558
443.775
Sumber: Data Pariwisata Kota Denpasar 2013
No
Jenis Wisatawan
Jumlah
Keseluruhan
536.224
701.134
1.237.358
63
Objek dan Daya Tarik Wisata yang ada di Kota Denpasar sebanyak 24
buah, terdiri dari peninggalan purbakala, museum, taman budaya, pura ataupun
prasasti, desa wisata serta hutan bakau yang memiliki keunikan masing-masing.
Selain beberapa objek dan daya tarik wisata, Pemerintah Kota Denpasar juga
berupaya
keras
untuk
meningkatkan
kunjungan
wisatawannya
dengan
mengembangkan paket city tour, melaksanakan kegiatan budaya dan seni secara
berkala, menggali objek wisata alternatif dan meningkatkan kualitas objek wisata
yang ada.
Untuk menyambut kedatangan wisatawan, Kota Denpasar telah memiliki
sarana kepariwisataan yang cukup, seperti terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Jumlah Sarana Kepariwisataan di Kota Denpasar Tahun 2013
No
Jenis Sarana
Jumlah
1
Akomodasi
297
2
Restauran
79
3
Rumah Makan
383
4
Bar
129
5
Biro Perjalanan Wisata
176
6
Usaha Angkutan Wisata
88
7
Money Changer
109
Sumber: Profil Dinas Pariwisata Kota Denpasar 2014
buah
buah
buah
buah
buah
buah
buah
Tabel 4.2, menunjukkan perkembangan sarana kepariwisataan Kota Denpasar
sebagai sebuah daerah tujuan wisata, sehingga para wisatawan diharapkan akan
merasa nyaman untuk berkunjungan di Kota Denpasar dengan berbagai fasilitas
yang ada.
64
Perkembangan sarana kepariwisataan di Kota Denpasar setiap tahun
mengalami peningkatan, terutama pada usaha sarana akomodasi yang terdiri dari
Hotel Bintang, Hotel Non-bintang atau melati dan Pondok wisata, seperti yang
tersaji dalam Tabel 4.3.
Tabel 4.3
Perkembangan Usaha Akomodasi di Kota Denpasar Tahun 2011-2013
No
Jenis Usaha
Akomodasi
1
2011
Jumlah Jumlah
Usaha
Kamar
28
4.041
2012
Jumlah Jumlah
Usaha
Kamar
28
3.944
Hotel
Berbintang
2
Hotel Non194
4.426
197
bintang (Melati)
3
Pondok Wisata
59
320
65
Jumlah
281
8.787
290
Keseluruhan
Sumber: Direktori Pariwisata Denpasar 2013
2013
Jumlah Jumlah
Usaha
Kamar
30
4.255
4.566
200
4.809
352
8.862
67
297
366
9.430
Data pada Tabel 4.3 menunjukkan perkembangan usaha akomodasi terus
mengalami peningkatan. Pada Tahun 2013, di Kota Denpasar telah tersedia 297
sarana akomodasi dengan jumlah kamar 9.430 buah.
Berkembangnya jumlah usaha sarana akomodasi, mempengaruhi tingkat
hunian kamar hotel di Kota Denpasar. Adapun perkembangan tingkat hunian hotel
di Kota Denpasar seperti Tabel 4.4
Tabel 4.4
Tingkat Hunian Kamar Hotel di Kota Denpasar Tahun 2011-2013
Prosentase Tingkat Hunian Kamar
2011
2012
2013
1
Hotel Bintang
64,04 %
60,73%
55,72%
2
Hotel Non-Bintang
48,54 %
45,21 %
47,16 %
Rata-rata
56,97 %
52,97 %
51,44 %
Sumber: Data Pariwisata Kota Denpasar 2013
No
Jenis Hotel
Rata-rata
60,16%
46,97%
53,79%
65
Tabel 4.4 menunjukkan, tingkat hunian kamar hotel pada hotel bintang pada
posisi 60,16 persen sedangkan pada hotel non-bintang di kisaran 46,97 persen.
Secara keseluruhan, tingkat hunian kamar hotel baik bintang atau non-bintang dari
tahun 2011 hingga tahun 2013 terus mengalami penurunan. Hal ini tentu
berhubungan secara langsung dengan semakin banyaknya sarana akomodasi di
Kota Denpasar, sehingga menurunkan tingkat hunian kamar hotel setiap tahunnya.
Selain penurunan tingkat hunian kamar hotel dan sebaran wisatawan yang
menginap tidak merata, rata-rata menginap wisatawan di Kota Denpasar juga
menunjukkan kondisi yang belum menggembirakan. Tabel 4.5 menunjukkan ratarata lama tinggal wisatawan di Kota Denpasar.
Tabel 4.5
Rata-rata Lama Menginap Wisatawan di Kota Denpasar Tahun 2010-2012
Rata-rata Lama Menginap (hari)
2010
2011
2012
1
Asing
3,85
3,01
3,45
2
Domestik
2,67
2,37
2,32
Sumber: Data Pariwisata Kota Denpasar 2013
No
Jenis Wisatawan
Tabel 4.5 menunjukkan lama menginap wisatawan asing dan domestik di Kota
Denpasar semakin menurun setiap tahunnya. Lama menginap wisatawan berkisar
antara 2.3 hari. Hal ini disebabkan kurangnya daya tarik wisata yang ada di Kota
Denpasar sehingga tidak dapat menarik wisatawan untuk tinggal lebih lama di
Kota Denpasar. Pemerintah perlu meningkatkan kualitas daya tarik wisata di Kota
Denpasar dan bersama dengan pelaku pariwisata menyusun kegiatan pariwisata
yang menarik untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
66
Uraian di atas menggambarkan pesatnya perkembangan kepariwisataan di
Kota Denpasar dari waktu ke waktu. Ketersediaan sarana dan prasarana
kepariwisataan merupakan usaha Pemerintah dan masyarakat dalam menyambut
kunjungan wisatawan di Kota Denpasar. Peningkatan jumlah sarana akomodasi
kelas bintang dan non-bintang belum sepenuhnya diikuti dengan peningkatan
tingkat hunian hotel dan lama tinggal wisatawan di hotel secara signifikan. Hal
ini diperkirakan karena tidak meratanya wisatawan yang menginap di seluruh
sarana akomodasi yang ada di Kota Denpasar. Dikaitkan dengan pembahasan
mengenai perkembangan city hotel yang dalam penelitian ini adalah hotel kelas
bintang, tamu-tamu lebih memilih menginap di hotel bintang yang harga sewa
kamarnya hampir sama dengan hotel kelas melati.
4.5
Kebijakan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar
Perkembangan jumlah usaha sarana akomodasi di Kota Denpasar tidak
diikuti dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan secara signifikan.
Sebaran tamu yang menginap juga tidak merata di seluruh wilayah Kota Denpasar
dan masih berpusat di Kawasan Pariwisata Sanur.
Jumlah sarana akomodasi yang paling banyak berada di Kecamatan Denpasar
Selatan sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4.6. Dalam Perda Kota Denpasar
Nomor 27 Tahun 2011 Tentang RTRW 2011-2031, Kecamatan Denpasar Selatan
meliputi Desa Sanur Kaja, Kelurahan Sanur, Desa Sanur Kauh dan Kelurahan
Serangan serta Desa Kesiman Kertalangu di Kecamatan Denpasar Timur
merupakan kawasan pariwisata.
67
Tabel 4.6
Jumlah Usaha Akomodasi menurut Kecamatan di Kota Denpasar Tahun 2013
Hotel Bintang
No
Kecamatan
Jumlah
usaha
Jumlah
kamar
Hotel Nonbintang (Melati)
Jumlah Jumlah
usaha
kamar
1
Denpasar
24
3.282
85
Selatan
2
Denpasar
1
37
25
Timur
3
Denpasar
4
865
50
Barat
4
Denpasar
1
71
40
Utara
Jumlah
30
4.255
200
Sumber : Direktori Pariwisata Denpasar 2013
Pondok Wisata
Jumlah
usaha
Jumlah
kamar
1.821
44
243
602
8
41
1.318
6
30
1.068
9
52
4.809
67
366
Jumlah sarana akomodasi di Kecamatan Denpasar Barat berada di posisi
kedua. Wilayah Kecamatan Denpasar Barat terdiri dari 8 desa dan 3 kelurahan
sudah terbagi menjadi 3 lingkungan yang berfungsi sebagai pusat pemukiman,
pusat pemerintahan kecamatan serta pusat
perdagangan dan jasa. Wilayah
Kecamatan Denpasar Barat berbatasan dengan Kabupaten Badung memberikan
pengaruh positif, seperti investor membangun sarana akomodasi di jalan
Mahendrata. Sarana akomodasi di wilayah Kecamatan Denpasar Barat banyak
mengarah kepada model city hotel, yang menawarkan fasilitas hotel kelas bintang
dengan harga murah. Misalnya seperti Hotel Lifestyle (ex Fave Hotel), Hotel Pop
Harris Teuku Umar, Hotel Ibis
ataupun Amaris Hotel. Wilayah Kecamatan
Denpasar Barat tidak saja padat dengan pembangunan sarana akomodasi, juga
dipadati pemukiman, perdagangan dan jasa sehingga kepadatan penduduk dan lalu
lintas di sekitar jalan Gatot Subroto Barat maupun Jalan Teuku Umar terus
bertambah.
68
Perkembangan sarana akomodasi di wilayah Kecamatan Denpasar Timur
dan Utara, masih cukup berimbang namun pada lokasi tertentu pembangunan
sarana akomodasi juga terlihat semakin meningkat. Jalan Nangka sebagai Wilayah
Kecamatan Denpasar Utara memang merupakan daerah yang terdapat banyak
hotel kelas melati dengan pangsa pasarnya wisatawan domestik. Demikian pula
dengan, daerah di sekitar Terminal Ubung, pembangunan hotel juga terlihat
meningkat, karena lokasi yang dekat terminal dan merupakan daerah baru.
Sedangkan di Kecamatan Denpasar Timur masih didominasi oleh hotel kelas
melati, yang dikelola oleh pengusaha lokal dan pangsa pasarnya para pelajar yang
berkunjung di musim liburan sekolah.
Untuk mengatur usaha sarana akomodasi di Kota Denpasar, Pemerintah
Kota Denpasar telah menetapkan beberapa peraturan Tahun 2014 dilengkapi
dengan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 26 Tahun 2014 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Usaha Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan Hiburan
dan Rekreasi. Peraturan ini ditetapkan merupakan tindak lanjut Peraturan
Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha
Pariwisata.
Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 Tentang Tanda Daftar
Usaha Pariwisata merupakan penjabaran dari Peraturan Menteri Kebudayaan dan
Pariwisata Nomor 86/ HK.501/ MKP/ 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha
Penyediaan Akomodasi, Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor
87/ HK.501/ MKP/ 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Jasa Makanan dan
Minuman,Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Nomor 91/ HK.501/
69
MKP/ 2010 tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyelenggaraan Kegiatan
Hiburan dan Rekreasi.
Pemberlakuan Peraturan Walikota Denpasar Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Tanda Daftar Usaha Pariwisata dimaksudkan untuk menciptakan iklim investasi
yang positif, meningkatkan pelayanan perizinan dan memberikan kepastian
hukum kepada pengusaha pariwisata. Tanda Daftar Usaha Pariwisata merupakan
dokumen resmi yang membuktikan bahwa usaha pariwisata yang dikelola oleh
pengusaha pariwisata telah tercantum di dalam daftar usaha pariwisata.
Peraturan mengenai pendaftaran tanda usaha pariwisata telah menimbulkan
keresahan di kalangan pengusaha hotel kelas melati lokal di Kota Denpasar. Hal
ini berdampak pengusaha jenis usaha hotel baik bintang ataupun non-bintang
diwajibkan berbadan hukum, seperti tercantum pada Bagian Kedua Penyediaan
Akomodasi, Paragraf 1, Jenis Usaha Penyediaan Akomodasi, pasal 11 ayat (1).
Pada kenyataannya, sebagian besar pengusaha sarana akomodasi di Denpasar
merupakan usaha perseorangan sehingga para pengusaha harus membentuk badan
usaha terlebih dahulu sebelum melakukan pendaftaran usaha pariwisata yang
dikelolanya. Sampai saat ini pemberlakuan peraturan masih dibahas oleh instansi
yang berwenang guna mendapatkan jalan keluar, namun ada beberapa pengusaha
yang telah menjadikan perusahaannya sebagai badan usaha Indonesia berbadan
hukum sesuai yang diamanatkan dalam peraturan.
Dengan adanya ketentuan tersebut, seolah-olah peraturan tidak berpihak
kepada pengusaha lokal, namun sejatinya ketentuan ini mengatur perusahaan lokal
agar mempunyai kekuatan hukum dan secara tidak langsung pengusaha mulai
70
mengelola perusahaan dengan lebih profesional agar dapat bersaing dengan
perusahaan hotel yang dikelola oleh jaringan hotel internasional ataupun nasional.
Dalam Peraturan Walikota Denpasar Nomor 26 Tahun 2014 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Usaha Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan
Hiburan dan Rekreasi mengatur klasifikasi usaha pariwisata untuk memberi
gambaran yang jelas kepada wisatawan mengenai hotel tersebut dalam rangka
memenuhi kepuasan konsumen. Selain itu sebagai pedoman dalam operasional
teknis guna penerapan pelaksanaan tanda daftar usaha pariwisata.
Ada tiga aspek dalam klasifikasi usaha pariwisata yang harus dipenuhi
antara lain aspek fisik, aspek pelayanan dan aspek pengelolaan. Aspek fisik
mengarah kepada fasilitas yang memadai bagi wisatawan, sedangkan aspek
pelayanan dan pengelolaan mengacu pada pencapaian tujuan usaha. Unsur-unsur
yang mutlak dipenuhi oleh suatu usaha akomodasi, sebagai contoh Hotel kelas
melati harus memiliki fasilitas publik, yaitu kamar mandi tamu dengan lantai
yang tidak licin, WC, bak cuci tangan, perlengkapan mandi tamu dan lainnya.
Dengan adanya pedoman teknis semacam ini, dapat meningkatkan kualitas hotel
melati sehingga dapat bersaing dengan city hotel yang saat ini sedang
berkembang.
Sampai tahun 2014 peraturan-peraturan yang ditetapkan hanya sebatas
pengaturan perizinan dan pedoman teknis klasifikasi usaha akomodasi, namun
belum ada peraturan yang mengatur tentang zonasi peruntukan sarana akomodasi
di wilayah tertentu sehingga perkembangan pembangunan dapat lebih merata dan
tidak menimbulkan kepadatan penduduk ataupun meningkatnya alih fungsi lahan.
71
4.6
Kebijakan Perizinan Usaha Sarana Akomodasi di Kota Denpasar
Dalam melakukan usaha sarana akomodasi, pengusaha diwajibkan
mempunyai beberapa izin sebelum melakukan usahanya, antara lain Izin Prinsip
yang dikeluarkan oleh Dinas Pariwisata, Persetujuan Prinsip Membangun (PPM),
melengkapi dokumen dengan AMDAL atau UKL/UPL di Badan Lingkungan
Hidup Kota Denpasar, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Tempat
Usaha (SITU), Izin Gangguan (HO), Izin Penggunaan Bangunan (IPB) dan Izin
Usaha Hotel yang saat ini dikenal dengan Tanda Daftar Usaha Pariwisata.
Sebelum
mengajukan
Izin
Prinsip
Membangun
Hotel,
pengusaha
diwajibkan mengajukan permohonan Informasi Tata Ruang (ITR) ke Dinas Tata
Ruang dan Perumahan Kota Denpasar bagi pengusaha yang akan mendirikan
hotel berbintang. Selanjutnya pengusaha mengajukan Permohonan Izin Prinsip
Membangun Hotel ke Dinas Pariwisata Kota Denpasar, dengan melampirkan
beberapa persyaratan administrasi yang wajib dipenuhi, yang terpenting adalah
sebelum Izin Prinsip dikeluarkan, peninjauan lokasi dan pembahasan detail harus
dilakukan dan disampaikan kepada Walikota guna memohon persetujuan.
Apabila telah memperoleh ITR dan Izin Prinsip Membangun Hotel,
selanjutnya pengusaha mengajukan Persetujun Prinsip Membangun ke Badan
Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar.
Kemudian dilanjutkan dengan proses dokumen lingkungan AMDAL atau
UKL/UPL di Badan Lingkungan Hidup Kota Denpasar. Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) akan dikeluarkan oleh Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu
Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar disertai SITU, HO dan Izin
72
Penggunaan Bangunan (IPB). Setelah mendapatkan IMB yang menyebutkan
kelayakan fungsi bangunan, pengusaha kembali mengajukan Izin Usaha ke Dinas
Pariwisata Kota Denpasar dengan melampirkan persyaratan administrasi, izin-izin
yang telah diperoleh sebelumnya. Prosedur peninjauan lokasi usaha dan
pembahasan serta pengajuan telaahan staf mengenai pengajuan permohonan izin
hotel kepada Walikota wajib dilakukan. Setelah disetujui oleh Walikota, Izin
Usaha Hotel baru dikeluarkan. Izin Usaha Hotel tidak memberikan klasifikasi
jenis hotel. Klasifikasi jenis hotel akan dilakukan oleh Lembaga Sertifikasi Usaha
yang beroperasi secara independen.
Proses perizinan usaha akomodasi di Kota Denpasar, melibatkan berbagai
instansi yang berwenang. Dalam pelaksanaannya masih ditemukan beberapa
masalah seperti pembangunan yang tidak sesuai dengan gambar yang diajukan
ataupun hotel yang sudah beroperasi meski belum terbit izin usahanya.
Hal-hal semacam ini, perlu diperhatikan dengan melakukan pengawasan dan
pengendalian yang lebih kuat di segala lini.
BAB V
FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB BERKEMBANGNYA CITY HOTEL
DI KOTA DENPASAR
Bab ini membahas mengenai faktor-faktor penyebab berkembangnya city
hotel di Kota Denpasar dengan menggunakan teori penawaran dan permintaan.
Uraian dengan teori ini dikaitkan dengan faktor internal yang meliputi harga sewa
kamar (room rate), fasilitas yang ditawarkan, lokasi hotel, tingkat hunian kamar
hotel, lama tinggal wisatawan, dan pengelolaan hotel. Faktor ini dimasukkan
sebagai faktor internal hotel karena berkaitan langsung dengan operasional hotel
ke dalam.
Selain faktor-faktor internal tersebut, ada juga faktor eksternal yang
menjadi penyebab berkembangnya city hotel di Kota Denpasar seperti adanya tren
wisatawan dalam pemilihan hotel saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel,
dan peluang untuk membangun hotel di Kota Denpasar. Materi untuk analisis
diperoleh dari hasil wawancara dengan pengelola hotel baik city hotel maupun
hotel melati, pejabat di Dinas Pariwisata Kota Denpasar, dan Badan Pelayanan
Perizinan Satu Pintu dan Penanaman Modal Kota Denpasar serta beberapa tamu
yang sedang menginap di hotel.
5.1
Faktor Internal
5.1.1 Harga Sewa Kamar
Secara umum, harga merupakan salah satu faktor yang dipakai sebagai
pertimbangan bagi konsumen dalam memilih suatu produk. Harga memainkan
73
74
peranan penting karena mampu merebut hati para konsumen dan calon konsumen
dalam mengambil suatu keputusan (Budi, 2103:100).
Sebagai
penyedia
barang/jasa,
pengelola
hotel
idealnya
mampu
membedakan antara kebutuhan, keinginan dan permintaan para tamu. Kebutuhan
(needs) merupakan pemuas dasar tamu yang menginap di suatu hotel adalah
untuk beristirahat dan tidur dengan kenyamanan yang ditawarkan. Keinginan
(wants) adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang lebih spesifik, seperti tamu
ingin menginap di suatu hotel yang bertarif mahal untuk menginap di kamar
dengan makanan yang mewah.
Demikian pula halnya dengan kebijakan harga sewa kamar hotel.
Penetapan harga sewa kamar hotel bertujuan agar dapat bersaing dengan harga
sewa kamar hotel lainnya. Ada beberapa perbedaan harga sewa kamar dan jenisjenis harga sewa kamar, namun tujuan dari berbagai jenis harga sewa kamar
adalah untuk memberikan penawaran kepada tamu, sehingga dapat meningkatkan
tingkat hunian hotel kamar.
Penetapan harga sewa kamar tertentu
juga
dimaksudkan untuk mempromosikan hotel dan menjaring pelanggan baru.
Harga sewa kamar yang ada ditawarkan dengan harga tertentu sesuai
dengan waktu. Pada saat musim liburan (high season atau peak season), harga
sewa kamar tentu akan berbeda dengan harga pada musim sepi (low season)
namun tergantung juga dengan perkiraan jumlah tamu yang akan datang. Untuk
itu para pengusaha sangat memperhatikan situasi per waktu untuk dapat
menawarkan produknya.
75
Untuk mengetahui sejauh mana harga sewa kamar ini mempengaruhi faktorfaktor yang menyebabkan perkembangan city hotel, maka peneliti mewawancarai
35 orang tamu yang menginap di 16 hotel berbeda. Dari
35 orang tamu yang
menginap di 16 hotel tersebut, 16 orang diantaranya menyatakan bahwa mereka
memilih hotel karena harga.
Dalam penelitian kualitatif ini, pendapat para tamu itu dikutip secara representatif,
artinya yang bisa dianggap mewakili kencenderungan pendapat responden
lainnya.
Salah seorang tamu yang bernama Yosyani Eka Wulandari, seorang
wiraswasta, mengatakan bahwa dia memilih hotel dengan alasan harga yang
memadai, lokasi yang mudah dijangkau dengan fasilitas serta pelayanan yang
ramah dan nyaman (Wawancara, 2 Februari 2015). Yosyani datang ke Denpasar
dengan tujuan liburan, dia menginap di Hotel Pop Harris Teuku Umar, hotel kelas
bintang 2 yang berlokasi di Jalan Teuku Umar. Harga yang terpampang pada
running text LED di depan hotel adalah Rp. 328.000. Hotel ini hanya menawarkan
satu tipe kamar yang dikenal dengan Pop room. Bentuk kamar yang disediakan
Hotel Pop Harris sangat sederhana namun dengan warna yang cerah. Kamar
semacam ini memang sangat cocok bagi tamu dari kalangan anak muda dan
pebisnis karena kamarnya sangat minimalis dan modern seperti Gambar 5.1.
Apabila tamu memesan kamar melalui online travel agent (OTA), kemungkinan
besar akan mendapatkan harga yang lebih murah sekitar 10-15persen, karena hotel
ini juga memasarkan melalui berbagai cara antara lain bekerja sama dengan OTA
seperti Agoda dan Traveloka.
76
Gambar 5.1
Foto Lobby dan kamar Hotel Pop Harris Teuku Umar,
Jl. Teuku Umar, Denpasar (Dokumentasi, 2015)
Alasan memilih hotel sebagai tempat akomodasi berdasarkan faktor harga
juga disampaikan Yohanes Baptis Dwi H, berasal dari NTT. Saat ditemui di Hotel
The Grand Shanti, dia menyampaikan bahwa harga merupakan salah satu alasan
memilih hotel tersebut (Wawancara, 19 Februari 2015). Hotel The Grand Santhi
77
ini adalah hotel kelas Melati 3 yang memiliki fasilitas kolam renang dengan 3
meeting room dan 1 ballroom berkapasitas 400 orang (lihat Gambar 5.2). Pada
saat itu, Yohanes Baptis Dwi menyampaikan mendapatkan kamar Super Deluxe
dengan harga sekitar Rp. 450.000 meskipun dalam brosur hotel, kamar dengan
tipe tersebut ditawarkan sebesar Rp. 907.500.
Gambar 5.2.
Foto kamar Hotel The Grand Santhi, Jl. Patih Jelantik, Denpasar
(Dokumentasi, 2015)
Mencermati perbedaan tarif di brosur dan pada realitas, harga yang didapatkan
oleh pelanggan hampir setengah dari harga dalam brosur. Diskon separuh harga
ini disebabkan adanya persaingan harga sewa kamar yang sangat ketat meskipun
pada saat itu merupakan hari libur Imlek. Meski hari libur, tidak banyak tamu
yang menginap karena bukan merupakan hari libur panjang. Biasanya liburan
seperti itu yang menjadi liburan panjang (long weekend), jumlah tamu dan
permintaan menginap biasanya meningkat.
78
Harga kamar di Hotel Pop Harris Teuku Umar dan The Grand Santhi,
sudah dapat menggambarkan bahwa harga sewa kamar hotel di Kota Denpasar
sudah demikian bersaing satu sama lainnya. Harga sangat rendah, dan diskon bisa
mencapai 50 persen dari harga umum (published rate). Harga-harga diskon dan
promo itu menjadi strategi bagi manajemen hotel untuk memikat tamu. Harga
menjadi faktor bagi manajemen untuk meraih tamu dan harga pula yang menjadi
faktor bagi tamu untuk memilih akomodasi.
Bila di kedua hotel tersebut merupakan hotel kelas bintang dan melati 3
dengan fasilitas yang nyaman, berikut ini hasil wawancara dengan seorang tamu
yang menginap di Hotel Warta Sari, hotel melati berlokasi di Jl. Raya Ubung
yang memiliki kamar sekitar 26 buah. Hotel ini awal mulanya sebuah pondok
wisata yang kemudian berhasil dikembangkan menjadi hotel melati (lihat Gambar
5.3). Seorang tamu hotel ini, Asih Prabawati ( Wawancara,19 Februari 2015),
seorang konsultan kecantikan yang sudah hampir tiga tahun menjadi langganan
hotel ini, menyampaikan bahwa dia mendapat harga sewa kamar
antara
Rp.100.000-Rp. 200.000 per malam tanpa sarapan, kadang kamar dengan AC atau
tanpa AC, namun dilengkapi dengan TV dan kamar mandi. Fasilitas dan harga ini
sudah dirasakannya cukup memadai. Mencermati dari hal tersebut, faktor harga
merupakan hal penting dalam bisnis akomodasi di Kota Denpasar. Dari hal
tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa hotel-hotel yang memberikan harga
yang sesuai dengan fasilitas yang ada merupakan hal penting yang menjadi dasar
bagi tamu dalam mengambil keputusan untuk memilih akomodasi.
79
Gambar 5.3.
Foto wawancara dan kamar Hotel Warta Sari, berlokasi
di Jalan Raya Ubung, Denpasar (Dokumentasi, 2015)
Menurut Morrison (2013, 28) suatu harga harus memberikan nilai agar tamu
merasa puas sesuai dengan apa yang mereka bayarkan dan mereka juga harus
diyakinkan bahwa kualitas dan fasilitas yang mereka dapatkan sesuai dengan
harga yang dibayarkan. Artinya, harga memang faktor penting tetapi faktor ini
harus sesuai dengan nilai uang yang dibayarkan wisatawan.
Penetapan harga sewa kamar merupakan hal penting yang dilakukan oleh
pengelola hotel. Harga sewa kamar yang ditentukan mempunyai tujuan tertentu
yaitu untuk meningkatkan pendapatan hotel. Selain itu, penetapan harga sewa
kamar juga harus diatur dengan baik agar dapat bersaing dengan hotel lainnya dan
menjaga agar tamu percaya bahwa harga yang dibayarkan sesuai dengan fasilitas
yang ditawarkan. Dengan demikian, penetapan harga sewa kamar harus dilakukan
dengan metode yang logis dan benar (Prastowo dan Suryo, 2005:147). Ada
beberapa metode yang dapat dilakukan. Pemilihan metode dilakukan sesuai
80
dengan kondisi yang ada di lapangan seperti jumlah kamar yang ada, pesaing di
sekitar hotel ataupun fasilitas yang ada di hotel. Pemilihan metode tentunya untuk
meningkatkan penjualan kamar dan keuntungan yang dapat diraih oleh hotel.
Dari ulasan tersebut, dapat dilihat bahwa teori penawaran dan permintaan
tidak semua sesuai dengan hukum yang ada. Sesuai dengan hukum permintaan,
bahwa konsumen selalu tertarik dengan harga yang rendah sehingga permintaan
akan barang yang ditawarkan semakin meningkat. Demikian pula halnya dengan
harga sewa kamar hotel yang rendah sangat menarik bagi wisatawan sehingga
mereka memilih harga yang sesuai dengan kemampuan finansial dan keinginan
yang ingin dicapai. Berdasarkan fenomena di atas sebagian besar tamu memilih
hotel karena faktor harga dan sesuai dengan fasilitas yang ada. Nilai uang penting
dan itu diukur dari value atau nilai yang diberikan. Nilai itu antara lain ditentukan
oleh suasana, kenyamanan, dan juga fasilitas.
Dalam hukum penawaran disebutkan bahwa penjual akan menawarkan
barang sebanyak-banyaknya saat harga barang mencapai harga tertinggi. Hal ini
tidak sesuai di bisnis hotel di Kota Denpasar karena sebagian besar hotel justru
menawarkan harga sewa kamar lebih murah dibandingakan dengan hotel lainnya
demi menarik para tamu. Kondisi seperti ini sebenarnya tidak sehat karena akan
membahayakan keberlangsung bisnis hotel. Persaingan harga sewa menyebabkan
pengusaha hotel kelas melati sulit menaikkan harga sewa kamarnya.
5.1.2 Lokasi dan Fasilitas Hotel
Selain harga sewa kamar, lokasi hotel juga menjadi salah satu faktor penting
bagi tamu dalam menentukan pilihannya. Seperti yang telah disebutkan bahwa
81
pengertian city hotel adalah hotel yang berlokasi di tengah kota dan dikunjungi
oleh pebisnis, maka dari itu salah satu faktor dari faktor penyebab berkembangnya
city hotel adalah lokasi.
Pemilihan lokasi dalam membangun hotel merupakan salah satu hal penting
yang menjadi pertimbangan para pemilik modal. Sebelum memutuskan untuk
membangun sebuah hotel di suatu lokasi tertentu, seperti disampaikan Hurriyati
(2005) bahwa pemilik modal tentu telah memperhatikan beberapa hal berikut:
Akses, seperti lokasi yang mudah dijangkau sarana transportasi umum;
Visibilitas, seperti lokasi yang dapat dilihat dengan jelas dari tepi jalan; Lalu
lintas, di mana banyak orang yang lalu-lalang dapat memberikan peluang besar
terjadinya impulse buying yang maksudnya adalah dengan adanya pemilihan
lokasi yang banyak dilalui orang maka diharapkan dapat menarik minat
pengunjung yang melintas; Tempat parkir yang luas dan aman, merupakan faktor
yang penting bagi konsumen dalam memilih suatu tempat; Lingkungan, yaitu
daerah sekitar yang mendukung jasa yang ditawarkan dan Persaingan, yaitu lokasi
pesaing.
Uraian di atas menggambarkan ada enam variabel yang menjadi
pertimbangan bagi wisatawan untuk memilih hotel yang handy atau mudah
terjangkau, dan bagi pengelola hotel variabel itu perlu diwujudkan agar menang
dalam menghadapi persaingan. Lokasi ternyata tidak saja berarti jarak tetapi juga
menuntut adanya suasana lingkungan sekitarnya.
82
Menurut Santoso dan Sugiyanto, tanpa amenities atau convenient store
(toko-toko kecil) yang memadai, tidak mungkin bagi tamu untuk memilih tempat
atau hotel tersebut.3
Demikian pula hal dalam konsep pemasaran perhotelan (Budi, 2013),
lokasi (place) merupakan komponen yang biasanya disebut sebagai distribusi, di
mana termasuk didalamnya yang berhubungan dengan lokasi, fasilitas dan
penggunaan perantara. Intinya adalah lokasi di mana produk dan pelayanan hotel
diberikan. Untuk itu, lokasi suatu hotel merupakan poin penting yang ditentukan
oleh tamu dalam memilih sebuah hotel.
Hal ini terlihat dari hasil wawancara dengan seorang tamu Martinus di
Hotel Lifestyle Express, yang berlokasi di Jalan Teuku Umar seperti terlihat pada
Gambar 5.4. Tamu yang berprofesi sebagai pegawai swasta, yang datang ke
Denpasar dengan tujuan bisnis, menyatakan alasannya memilih hotel ini adalah
karena lokasi. Martinus (Wawancara, 2 Maret 2015) menyatakan bahwa lokasi
yang berada di tengah kota memudahkannya dalam beraktivitas selama di Kota
Denpasar. Lokasi Hotel Lifestyle Express ini memang berada di daerah yang
sangat strategis. Jarak dari Bandara Ngurah Rai dan Kuta tidak begitu jauh. Yang
terpenting, daerah Jalan Teuku Umar merupakan salah satu sentra perdagangan
dan jasa di kota Denpasar, yang padat dengan pertokoan, perkantoran, dan pusat
kuliner di Kota Denpasar.
______________________________________________
3
Artikel, Faktor Bauran Pemasaran Yang berkontribusi Bagi Konsumen Dalam Memilih
Budget Hotel di Indonesia, oleh Antonius Kurniawan Santoso, Valensia Sugiyanto.
http://download.portalgaruda.org/article. diakses pada tanggal 8 April 2015.
83
Gambar 5.4.
Fasilitas kolam renang dan restoran di Hotel Lifestyle Express,
Jalan Teuku Umar, Denpasar (Dokumentasi, 2015)
Di jalur jalan ini, siang dan malam, tersedia hidangan dari berbagai daerah seperti
masakan Bandung, masakan Cina, ayam Taliwang, ikan, bakso, babi guling, dan
masakan Barat seperti yang disediakan kafe/restoran. Fasilitas ini melengkapi
fasilitas amenities jalur Teuku Umar. Ada banyak convenient store tempat tamutamu membeli kebutuhan kecil seperti minuman atau roti. Maka dari itu, tidak
mengherankan bila para tamu, seperti Martinus, tidak berpengaruh dengan adanya
84
hotel-hotel lain di sekitarnya karena hotel ini sudah dikenal oleh para tamu yang
rata-rata merupakan pelanggan lama.
Selain Hotel Lifestyle Express, di jalur jalan ini juga berdiri Hotel Ibis
Style, Hotel Pop Harris, dan Hotel Amaris dengan model hotel yang sama yaitu
modern dan minimalis. Jaraknya begitu berdekatan antara yang satu dengan yang
lainnya. Amaris adalah hotel terbaru yang baru dibuka oleh Santika Group Hotel.
Kamar yang tersedia pada hotel Lifestyles Express hanya satu jenis yaitu suite
room dengan fasilitas restoran dan kolam renang serta fasilitas lainnya yang
memadai.
Makna sebuah lokasi strategis atau tidak berbeda dari satu tamu ke tamu
lainnya yang biasanya sesuai dengan kepentingannya. Kalau ada tamu yang
berlibur di Denpasar dengan kegiatan bisnis di kota, lokasi Jalan Teuku Umar
tentu saja cukup strategis, sedangkan bagi tamu lain, bisa jadi lokasi Jalan Gatot
Subroto (Bypass Gatsu) yang strategis dan menjadi pilihan menginap. Tama,
(Wawancara, 19 Februari 2015) seorang karyawan swasta, yang memilih Hotel
Golden Tulip Essentials yang berada di Jalan Gatot Subroto Barat, Denpasar,
karena alasan lokasi. Lokasi ini tidak jauh dari pusat keramaian Denpasar, dan
bisa dijangkau dari Kuta dan Bandara Ngurah Rai melalui Kerobokan tanpa mesti
lewat kota. Daerah Gatsu bagian Barat merupakan daerah yang sedang
berkembang, termasuk ditandai dengan pertumbuhan hotel. Karena ada beberapa
hotel di daerah ini, seperti Aston, Puri Saron, Neo Hotel, maka kompetisi mulai
ketat. Tiap hotel berusaha untuk menciptakan pasarnya sendiri dengan melengkapi
propertinya dengan berbagai fasilitas yang diperlukan wisatawan. Fasilitas
85
tersebut termasuk kolam renang, restoran dan ruang rapat yang sangat memadai.
Fasilitas restoran di daerah Gatot Subroto belum begitu banyak dan untuk itu
pihak hotel menawarkan menu-menu andalan dari fasilitas restoran yang ada di
hotel seperti terlihat pada Gambar 5.5.
Teori permintaan dan penawaran yang ada dalam faktor ini adalah dimana
tamu memilih hotel karena lokasi yang strategis untuk memudahkan mobilitasnya
selama di Kota Denpasar, artinya semakin banyak tamu yang lebih mementingkan
lokasi daripada harga atau fasilitas. Dari sisi penawaran, pemilik hotel melihat
peluang tersebut sehingga dalam promosi yang dilakukan selalu menyebutkan
lokasi yang strategis, dan aksesibilitas yang mudah dicapai sehingga memudahkan
tamu untuk melakukan akitivitas selama di daerah tersebut.
Gambar 5.5
Foto Fasilitas dan Penawaran Paket Makan Siang di Hotel Golden Tulip
Essentials, Jl. Gatot Subroto Barat, Denpasar (Dokumentasi, 2015)
86
5.1.3 Tingkat Hunian Hotel
Menurut Darminto dan Suryo dalam buku Analisis Laporan Keuangan
Hotel (2005) persentase tingkat hunian kamar adalah angka berdasarkan
perhitungan jumlah kamar yang dipakai selama periode tertentu dibagi dengan
jumlah kamar yang tersedia selama periode yang sama dan dikalikan 100 persen.
Dalam pengertian tingkat hunian kamar dikenal dengan single dan double
occupancy. Yang dimaksud single occupancy adalah kamar yang dihuni oleh satu
orang tamu dengan perhitungan seperti di atas, sedangkan double occupancy
(tingkat hunian ganda) sebuah kondisi di mana sebuah kamar dihuni oleh lebih
dari satu orang tamu. Perhitungan untuk double occupancy adalah dengan
menghitung jumlah rata-rata orang per kamar terhuni (average number of people
per room occupied) dengan cara membagi jumlah tamu selama periode tertentu
dengan total kamar yang dihuni selama periode tersebut.
Secara umum kondisi tingkat hunian ganda tentu akan lebih menguntungkan
hotel dibandingkan dengan tingkat hunian tunggal, di mana kamar hanya dihuni
oleh satu orang saja, karena pemanfaatan fasilitas hotel akan lebih tinggi. Namun,
persentasi tingkat hunian per minggu belum dapat menggambarkan tingkat hunian
per malam pada minggu tertentu. Bisa saja tingkat hunian mencapai angka 70
persen per minggunya, dengan tingkat hunian 90 persen pada hari Senin sampai
Jumat, namun pada hari Sabtu dan Minggu pada tingkat hunian yang rendah
(Darminto, 2005:68).
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengelola hotel menyatakan
tingkat hunian hotel semakin hari semakin menurun. Seperti yang disampaikan
87
oleh Wayan Budiartha, manajer Hotel The Grand Santhi (Wawancara, 30 Januari
2015). Tingkat hunian hotel selama tahun 2014 adalah 42 persen, atau kurang dari
separo. Sejalan dengan itu, pendapatan hotelnya pun semakin menurun, apalagi
dengan adanya kebijakan pemerintah yang melarang instansi pemerintah untuk
melaksanakan rapat atau pun kegiatan di hotel. Hotel yang dilengkapi dengan tiga
meeting room, sangat merasakan dampak dari kebijakan tersebut. Dengan
menurunnya pendapatan hotel, oleh karena itu
pihak manajemen melakukan
efisensi dengan meliburkan staf back office pada hari Sabtu, dengan tujuan
mengurangi biaya operasional dan untuk fasilitas hotel juga akan dikurangi
adanya kulkas yang dirasa belum memberikan peningkatan pendapatan hotel.
Demikian pula halnya yang disampaikan oleh Desak Made Ariati
(Wawancara, 6 Februari 2015) Asisten Manajer Front Office Hotel Harrads, hotel
bintang 4, dengan jumlah kamar 135 buah, berlokasi di Bypass Ngurah Rai,
tingkat hunian hotel pada tahun 2014 sekitar 54 persen. Hotel ini dibangun pada
tahun 2009 dan beberapa kali berganti pemilik yang memengaruhi dinamika
manajemen dan berpengaruh juga pada pendapatan hotel mengalami fluktuasi.
Meski demikian, hotel ini harus bertahan dengan kondisi seperti sekarang dengan
melakukan strategi harga khusus bagi tamu grup agar biaya operasional hotel
dapat terpenuhi. Untuk itu, pengelola melakukan efisiensi dengan menggunakan
tenaga kerja harian untuk jasa house keeping agar lebih menghemat biaya.
Hasil penelitian di beberapa hotel menunjukkan, hotel kelas melati
mempunyai tingkat hunian yang tinggi pada musim liburan sekolah, saat Lebaran
ataupun akhir tahun. Seperti yang disampaikan oleh Kadek Sukariati (Wawancara,
88
31 Januari 2015), pengelola Hotel Wisata Indah, hotel kelas Melati 3 dengan
jumlah kamar 42 kamar ini, tingkat hunian kamarnya hanya berkisar 30 persen
setiap bulannya, kecuali pada musim liburan sekolah ataupun liburan panjang
biasanya lebih tinggi Hotel yang berlokasi di Jalan Bedugul ini biasanya
menerima tamu grup dari sekolah-sekolah di Jawa yang diberikan oleh Biro
Perjalanan Wisata yang sudah menjadi langganan setiap tahunnya. Pengelola juga
menyampaikan bahwa keinginan tamu semakin meningkat dan beragam, seperti
tamu yang mengatur jadwal kunjungan dan jumlah kamar yang diperlukan
sehingga hotel harus mengatur jadwal dan kamar dengan baik. Harga sewa kamar
pada hotel ini sekitar Rp.100.000 untuk kamar non AC dan Rp. 250.000 untuk
kamar AC dengan lama tinggal tamu selama 2-5 hari.
5.1.4 Lama Tinggal Tamu
Lama tinggal tamu di suatu hotel adalah jangka waktu seorang tamu
menginap di suatu hotel. Lama tinggal seorang tamu tergantung dari tujuan
kunjungannya ke suatu destinasi. Bila tujuannya adalah untuk berkunjung ke daya
tarik wisata yang ada di destinasi tersebut biasanya tamu menginap selama tiga
hari atau dua malam. Lama menginap tamu juga tergantung dari jarak perjalanan
dari tempat asalnya serta alat transportasi yang digunakan, seperti tamu-tamu dari
negara Eropa yang jarak tempuh perjalanannya lama (long haul) sehingga para
tamu akan tinggal lebih lama di suatu destinasi, berbeda dengan tamu-tamu china
yang jarak tempuhnya hanya sekitar 7 jam, biasanya lama tinggalnya selama 4
malam atau 5 hari.
89
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengelola hotel menyatakan
lama tinggal tamu yang saat ini hanya sekitar 2-3 hari. Kebanyakan tamu
menginap hanya untuk bermalam bukan untuk beraktivitas seperti rapat, seperti
yang disampaikan oleh Wayan Budiartha, manajer Hotel The Grand Santhi
(Wawancara, 30 Januari 2015). Lama tinggal tamu di Kota Denpasar ada pada
kisaran 2-3 hari untuk tamu domestik sedangkan untuk tamu China sekitar 4 hari
seperti yang disampaikan oleh oleh Desak Made Ariati (Wawancara, 6 Februari
2015) Asisten Manajer Front Office Hotel Harrads.
Faktor harga, lokasi hotel, fasilitas hotel, pelayanan hotel dan promosi
sangat mempengaruhi tingkat hunian hotel. Faktor-faktor tersebut juga merupakan
faktor penentu untuk menawarkan hotel kepada tamu. Tidak dapat dipungkiri
bahwa harga sewa kamar merupakan faktor penting penawaran sebuah hotel untuk
meningkatkan tingkat hunian hotel.
Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa menurunnya tingkat hunian
hotel disebabkan karena adanya persaingan harga antar hotel semakin ketat. Tamu
lebih memilih hotel berfasilitas bintang dengan harga yang sangat tipis
perbedaannya dengan harga kelas melati. Sedangkan lama tinggal sekitar 2-5
hari karena para tamu hanya mengunjungi daya tarik wisata yang sudah ada,
belum ada daya tarik wisata yang dapat menahan tamu untuk lebih lama tinggal
di Kota Denpasar.
90
5.1.5 Pengelolaan hotel
Prediksi peningkatan jumlah kunjungan tamu ke Bali setiap tahunnya telah
memberikan inspirasi bagi pemilik modal untuk mengivestasikan dananya di
bisnis pariwisata termasuk di bidang perhotelan. Dengan asumsi kebutuhan kamar
tentu akan ikut bertambah dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, namun
asumsi ini tidak berjalan beriringan karena fakta di lapangan menunjukkan jumlah
kamar yang tersedia lebih banyak dari kunjungan wisatawan. Kondisi ini tidak
saja terjadi di Kabupaten Badung, namun juga di Kota Denpasar. Bila di
Kabupaten Badung banyak dibangun villa, sedangkan di Kota Denpasar banyak
dibangun city hotel baik yang dikelola oleh perseorangan ataupun manajemen
hotel dengan jaringan kelas dunia seperti grup Accor, Aston, Tauzia ataupun
Santika yang merupakan salah satu anggota Kompas Gramedia Group lihat
Gambar 5.6.
Gambar 5.6
Lambang Hotel Management Jaringan Dunia Accor dan Tauzia serta
Grup Santika (Dokumentasi, 2015)
91
Manajemen hotel jaringan internasional (international chain hotel) ini
dengan cepat mewarnai bisnis hotel di Kota Denpasar yang berlokasi di tempattempat strategis sehingga secara kasat mata sangat menarik perhatian. Dengan
adanya hotel-hotel dengan model city hotel yang dikelola oleh manajemen hotel
tersebut secara perlahan merebut pangsa pasar baik dari kelas hotel yang sama
atau pun kelas melati, karena city hotel tersebut menawarkan harga tidak jauh
beda dengan harga kelas melati dengan fasilitas yang lebih bagus. Hal ini tentu
meresahkan para pengusaha hotel yang terlebih dahulu berbisnis di bidang
perhotelan karena tidak ada standar harga yang mengatur harga sewa kamar kelas
bintang dan kelas melati.
Hal ini terjadi karena tren masyarakat yang menginginkan fasilitas hotel
kelas bintang dengan harga kelas melati. Persaingan ini tidak saja terjadi antara
city hotel dan kelas melati namun juga terjadi antar city hotel baik di kelas bintang
ataupun kelas melati. City hotel yang dikelola oleh manajemen hotel jaringan
internasional juga tidak dapat memberikan harga yang lebih tinggi karena
pengelola juga dituntut untuk menghasilkan pendapatan yang telah ditargetkan
untuk itu pengelola melakukan beberapa upaya seperti meningkatkan promosi,
bekerja sama dengan berbagai pihak dan mulai menambah segmen pasar baru.
Artinya, meskipun city hotel dikelola oleh manajemen hotel yang professional
namun dengan adanya target yang harus dicapai menyebabkan pengelola hotel
harus melakukan strategi harga dengan cermat agar dapat bertahan.
92
5.2
Faktor Eksternal
5.2.1
Tren Wisatawan dalam Memilih Hotel
Selain lima faktor yang telah diulas, menurut Kepala Bidang Usaha Jasa
dan Sarana Wisata, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Drs. Ketut Arya
(Wawancara, 29 Januari 2015), tuntutan masyarakat atau wisatawan yang
menginginkan untuk dapat menginap di sebuah hotel dengan fasilitas yang bagus
namun dengan harga terjangkau.
Berkembangnya city hotel di Kota Denpasar telah memberikan
kesempatan kepada tamu untuk memilih akomodasi selama berlibur. Para tamu
biasanya memperkirakan tawaran mana yang akan memberikan nilai maksimal
yang dibatasi oleh biaya pencarian, pengetahuan, mobilitas dan pendapatan (Budi,
2013). Bila dicermati dari hasil wawancara dengan tamu ditemukan 14 orang
yang memilih hotel karena lokasi, 8 orang yang memilih hotel karena harga,
fasilitas serta pelayanan yang diberikan. Sedangkan 13 orang lainnya memilih
karena harga, harga dan lokasi, rekomendasi biro perjalanan wisata ataupun lokasi
serta fasilitas.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan tamu memilih hotel yang
memberikan nilai maksimal sesuai dengan pengetahuan dan kemampuan finansial
tamu. Peluang tersebut ditangkap oleh para pengelola hotel untuk menawarkan
hotelnya kepada tamu dengan mengkombinasikan ketiga hal tersebut yakni harga,
fasilitas dan pelayanan yang diberikan.
93
Dalam industri pariwisata penentuan segmentasi pasar merupakan hal
penting karena dengan mengetahui pasar yang akan dituju maka perlu
memperhatikan kebutuhan, keinginan dan harapan dari pasar tersebut (Yoeti,
2005). Demikian pula halnya, dalam bisnis perhotelan dengan mengetahui jenis
tamu yang ingin disasar maka pengelola harus menyiapkan fasilitas yang sesuai
dengan kebutuhan, keinginan dan harapan tamu yang akan datang.
Bisnis perhotelan merupakan bisnis yang sangat kompetitif, setiap hotel
ingin memberikan sesuatu yang berbeda kepada tamu sehingga tamu mempunyai
alasan dalam memilih suatu hotel. Jenis tamu yang datang ke hotel dengan
bermacam-macam tujuan dan berasal dari berbagai daerah atau negara. Tamu
yang menginap ada yang bertujuan untuk berwisata, bisnis, kunjungan keluarga
ataupun untuk menghadiri sebuah pertemuan, untuk itu hotel harus menyediakan
kebutuhan yang diperlukan tamu yang dikombinasikan dengan keinginan dan
harapan tamu. Dengan beragamnya jenis tamu, pihak hotel sangat sulit dapat
memenuhi kebutuhan dan keinginan tamu tersebut, maka dari itu pengelola harus
cermat dalam menentukan jenis tamu yang akan disasar. Jenis tamu tidak saja
dibedakan dari berbagai tujuan dan asal daerah atau negara, namun juga dilihat
dari usia, pendidikan, pekerjaan dan juga merupakan tamu grup ataupun
individual.
Dari data tersebut sudah dapat digambarkan jenis tamu yang datang ke hotel
seperti gambaran pada tamu di Hotel Puri Nusa Indah yang berlokasi di Jalan
Waribang, adalah jenis tamu datang dari Jawa dalam bentuk rombongan dari
94
sebuah institusi pemerintah atau perusahaan swasta. Penelitian dilakukan pada
hari Sabtu, 21 Februari 2015, hotel dengan jumlah kamar 100 buah, dalam kondisi
penuh. Harga sewa kamar non-AC Rp. 150.000 sedangkan dengan fasilitas AC
seharga Rp. 250.000, fasilitas hotel lainnya ada kolam renang dan free wifi di area
tertentu. Dari hasil wawancara dengan salah seorang tamu, Slamet Purwadi, yang
berasal dari Purbalingga, berprofesi sebagai guru, sudah beberapa kali
mengunjungi Bali bersama rombongan dengan harga paket tur selama tiga hari
sekitar Rp. 1.000.000 yang diatur oleh biro perjalanan wisata.
Seperti yang terlihat dalam Gambar 5.7, Hotel Puri Nusa Indah
menyediakan fasilitas bagi tamu sesuai dengan kebutuhan bagi tamu rombongan
dengan transportasi bus sehingga tersedia halaman yang luas untuk parkir dan
membagi area untuk tamu pada saat sarapan sesuai dengan jumlah grup. Selain
itu, pengelola juga mengizinkan para pedagang cindera mata untuk masuk dalam
area hotel untuk menjajakan barang-barangnya.
Pengelola sangat memahami karakter tamu yang datang di hotel yakni tamu
yang datang dalam rombongan dengan harga paket tur yang sangat minim, harus
disesuaikan dengan kebutuhan tamu meskipun tidak semua keinginan tamu
terpenuhi, karena tidak semua mendapatkan tamu menempati kamar dengan
fasilitas AC sehingga kemungkinan menimbulkan keluhan karena tidak sesuai
dengan harapan tamu.
95
Gambar 5.7
Suasana Makan Pagi Tamu dan Pedagang di Hotel Puri Nusa Indah,
Denpasar (Dokumentasi, 2015)
sumber : Peneli
Sedangkan tamu yang menginap di Hotel Graha Cakra Bali yang berlokasi
di Jalan Bypass Ngurah Rai ini sangat bervariasi, tamu yang datang bukan saja
untuk berlibur, tapi juga untuk melakukan rapat dan kunjungan keluarga. Hotel ini
merupakan hotel bintang 3 dengan jumlah kamar sebanyak 43 buah dengan taman
yang indah dan asri menyebabkan hotel ini banyak dikunjungi oleh tamu-tamu
96
asing, seperti terlihat pada Gambar 5.8. Hotel ini juga mempunyai fasilitas ruang
rapat dan instansi pemerintah sering melalukan rapat, namun dengan adanya
pelarangan pelaksanaan rapat di hotel-hotel telah terjadi penurunan drastis untuk
pemanfaatan ruang rapat tersebut. Dengan adanya surat edaran tersebut secara
otomatis menurunkan tingkat hunian kamar, karena dengan adanya pelaksanaan
rapat secara tidak langsung telah meningkatkan tingkat hunian kamar.
Belakangan, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara kembali mengeluarkan
Surat Edaran bahwa rapat di hotel dibenarkan asal sesuai dengan kebutuhan.
Gambar 5.8
Keadaan Restoran dan Lingkungan Hotel Graha Cakra Bali
(Dokumentasi, 2015)
97
Meski adanya perubahan ini, gairah pemerintah untuk mengadakan
pertemuan di hotel sudah terlanjur lenyap dan takut jikalau pelaksanaan rapat di
hotel berpotensi menjadi temuan penyalahgunaan keuangan. Dengan kondisi ini,
pengelola hotel mulai melakukan promosi untuk mendapatkan tamu rombongan,
seperti yang disampaikan oleh Heru Jatmiko (Wawancara, 11 Februari 2015).
Pesatnya pertumbuhan city hotel menimbulkan persaingan harga kamar
yang kurang sehat sehingga beberapa hotel memutuskan untuk menyasar segmen
pasar lainnya. Seperti yang disampaikan oleh Pengelola Hotel Harrads yang
berlokasi di Jalan By Pass Ngurah Rai, hotel Bintang 4 ini telah mempunyai
pangsa pasar yaitu untuk tamu China dan pebisnis, namun dengan adanya
persaingan dari hotel lainnya, hotel mulai menyasar mahasiswa dan rombongan
dengan memberikan harga khusus dan bekerja sama dengan piro perjalanan
wisata.
Kondisi persaingan antar hotel menyebabkan hotel-hotel yang semula hanya
menyasar pebisnis ataupun wisatawan telah merubah target pasar dengan
menyesuaikan harga agar tetap bertahan. Hotel-hotel tidak lagi memperhatikan
standar harga untuk fasilitas yang tersedia, namun lebih mementingkan bagaimana
mendapatkan tamu untuk mendapatkan pemasukan guna memenuhi biaya
operasional hotel. Harga sewa kamar kelas bintang hampir menyamai harga sewa
kamar kelas melati, hal ini menyebabkan harga sewa kamar sulit dinaikkan dan
bahkan semakin menurun guna dapat bertahan untuk mendapatkan pemasukan.
98
5.2.2
Kemudahan dalam Proses Perizinan
Dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang cepat, murah, mudah,
transparan, pasti dan terjangkau, serta mampu meningkatkan hak-hak masyarakat
dalam pelayanan publik maka Pemerintah Kota Denpasar melalui Badan
Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal (BPPTSP&PM)
berupaya membangun dan menciptakan mekanisme pelayanan sederhana.
Penyederhanaan layanan mengandung percepatan waktu proses penyelesaian,
kepastian biaya, kejelasan prosedur pelayanan, mengurangi berkas permohonan,
pembebasan biaya perijinan bagi UKM baru dan pelayanan informasi bagi
masyarakat. Tujuan penyederhanaan tersebut diharapkan dapat mengakomodasi
kebutuhan masyarakat saat mengurus perijinan dan mendorong masyarakat untuk
berpartisipasi dalam disiplin investasi.
Pemerintah Kota Denpasar berupaya BPPTSP&PM menjadi sebuah
lembaga yang benar-benar One Stop Service yang dapat melaksanakan kebijakan
Pemerintah Kota Denpasar dalam penyederhanaan perijinan dengan Sistem
Paralel dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan
adanya komitmen Pemerintah Kota Denpasar dalam penyederhanaan pelayanan
perizinan tentu memudahkan para investor dalam membangun hotel dan dalam
koridor penerapan peraturan perundang-undangan.
Sebagaimana yang disampaikan oleh beberapa pengelola hotel yang diwawancarai
bahwa tidak menemukan kendala dalam pengurusan izin. Hal ini disebabkan
pengelola telah memiliki kelengkapan dokumen dan memenuhi persyaratan yang
diperlukan.
99
5.2.3
Adanya Peluang Pembangunan Hotel
Tingginya minat investor dalam membangun hotel di Kota Denpasar
karena adanya peluang seperti tercantum dalam dokumen Rencana Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Denpasar. Pada Bagian Ketiga, Rencana Pengembangan
Kawasan Budidaya, Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Pariwisata, Pasal 47 ayat 3
disebutkan Rencana pengembangan akomodasi wisata di wilayah Kota melalui
Pengembangan pada zona pariwisata dan pengembangan menyebar di luar zona
Kawasan Pariwisata Sanur. Selanjutnya pada poin b diuraikan Pengembangan
akomodasi menyebar merupakan akomodasai wisata atau hotel kota (city hotel)
lokasinya dapat menyatu dengan zoning perdagangan dan jasa dan kawasan
pemukiman tertentu. Dengan demikian pembangunan city hotel di Kota Denpasar
masih dimungkinkan namun dengan memperhatikan pembagian peruntukan
wilayah agar tidak terjadi pelanggaran pemanfaatan ruang dan bangunan.
Untuk itu investor yang akan membangun hotel agar mengikuti prosedur
yang telah ditetapkan yaitu dengan memohon informasi tata ruang (ITR) ke Dinas
Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar. Permohonan informasi peruntukan
lahan dapat diminta oleh masyarakat untuk setiap kawasan yang tertuang dalam
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar untuk meminimalkan terjadinya
pelanggaran tata ruang dan membangun sesuai peruntukan lahan yang tertuang
dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Denpasar.
Mencermati dari ulasan kelima faktor internal dan eksternal penyebab
berkembangnya city hotel di Kota Denpasar dapat dilihat dengan jelas bahwa
adanya penawaran dari hotel mengenai harga dan fasilitas kepada tamu tidak
100
sepenuhnya mendapat respon yang baik. Tanggapan terhadap penawaran juga
tergantung dari jenis tamu yang disasar atau menjadi target pasar. Jenis tamu
perseorangan dengan tujuan bisnis tidak semuanya memilih city hotel kelas
bintang sebagai tempat menginap, karena pemilihan hotel sangat tergantung dari
kemampuan finasial dan keperluannya. Untuk jenis grup lebih banyak menginap
di hotel kelas melati karena sangat tergantung dengan harga paket tur yang
ditawarkan oleh pihak Biro Perjalanan Wisata. Dengan kondisi saat ini, beberapa
hotel berencana untuk menawarkan hotelnya kepada pelajar, mahasiswa ataupun
tamu grup untuk meningkatkan tingkat hunian hotel dan pendapatannya.
Faktor internal harga sewa kamar, fasilitasi dan lokasi hotel dapat
digambarkan sebagai faktor-faktor berkembangnya city hotel di Kota Denpasar
karena dengan faktor tersebut digambarkan telah terjadi peningkatan permintaan
terhadap sarana akomodasi. Hal ini sesuai dengan teori permintaan, semakin
rendah harga yang ditawarkan, permintaan akan semakin meningkat. Sedangkan
dari sisi penawaran, secara nyata sangat berbanding terbalik karena meski dengan
harga sewa kamar yang rendah dan fasilitas bagus, hampir semua hotel justru
menawarkan hotelnya dengan berbagai cara padahal dalam teori penawaran
adalah saat harga produk menurun biasanya pedagang justru menurunkan jumlah
produk yang ditawarkan.
Tren wisatawan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan
perkembangannya untuk dapat memenuhi kebutuhan, keinginan dan harapannya
dalam rangka meningkatkan tingkat hunian hotel, lama tinggal dan pendapatan
hotel. Faktor lainnya seperti tingkat hunian hotel, lama tinggal tamu, pendapatan
101
dan
pengelolaan
hotel
merupakan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
keberlangsungan bisnis hotel di Kota Denpasar, karena dengan banyaknya hotel
murah, maka tingkat hunian hotel akan semakin menurun, lama tinggal tidak
dapat ditingkatkan, pendapatan hotel semakin menurun dan pengelolaan hotel
perlu dilakukan pembenahan untuk lebih profesional.
BAB VI
DAMPAK PERKEMBANGAN CITY HOTEL TERHADAP
USAHA HOTEL MELATI DI KOTA DENPASAR
Pariwisata saat ini merupakan sebuah industri yang sangat dinamis dan
memengaruhi aspek lain dalam kehidupan. Dinamika dalam pariwisata
ditimbulkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah semakin banyaknya
jumlah pemain dalam industri yang sangat menggiurkan ini, sehingga persaingan
pun semakin besar dan tidak sehat sehingga perlu ditegakkan kode etik pariwisata
(Ismayanti, 2010).
Demikian pula halnya, dalam perkembangan sarana
akomodasi di Kota Denpasar. Jumlah akomodasi semakin bertambah setiap
tahunnya sehingga menimbulkan persaingan yang sangat ketat antar-hotel.
Dalam Bab ini akan dibahas mengenai dampak perkembangan city hotel
terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Teori yang digunakan dalam
pembahasan ini adalah teori dampak pariwisata dimana pembangunan pariwisata
di suatu destinasi memberikan berbagai dampak kepada masyarakatnya karena
keterlibatan masyarakat dalam setiap aktivitas pariwisata yang terjadi. Pesatnya
pembangunan city hotel di Kota Denpasar telah memberikan dampak kepada
pengusaha hotel melati. Dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel
melati dianalisis menggunakan teori dampak dengan faktor harga sewa kamar,
jumlah tamu yang menginap, tingkat hunian kamar, pendapatan hotel, lama
tinggal dan jenis tamu yang menginap.
Penelitian dilakukan dengan melakukan wawancara dengan pengelola hotel
melati, pejabat di empat kecamatan di Kota Denpasar, pejabat Dinas Pariwisata
102
103
Kota Denpasar, Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman
Modal Kota Denpasar dan Bagian Hukum Setda. Kota Denpasar, Perwakilan
Pengurus Asosiasi Perhotelan (PHRI) Kota Denpasar dan ASITA Bali. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa pesatnya perkembangan sarana akomodasi dengan
model city hotel telah memberikan dampak negatif terhadap usaha hotel melati di
Kota Denpasar, seperti yang akan diulas pada berikut ini :
6.1
Dampak Negatif
6.1.1 Persaingan Harga Sewa Kamar
Para pengelola hotel melati di Denpasar yang kebanyakan merupakan
penduduk lokal dan mengelola hotel dengan manajemen keluarga sangat
merasakan dampak negatif dari menjamurnya hotel-hotel baru yang disebut
sebagai city hotel di Kota Denpasar. Dr. Nyoman Satrya Pratama, pemilik Hotel
Puri Gatsu Indah yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Barat, Denpasar, sangat
merasakan dampak dengan munculnya banyak city hotel di sekitar Jalan Gatot
Subroto dan Jalan Mahendrata yang dikelola oleh jaringan manajemen hotel
kelas internasional (Wawancara, 31 Januari 2015).
Dampak yang dirasakan
adalah adanya persaingan tarif kamar (room rate), karena dengan adanya
keberadaan beberapa city hotel tersebut, hotel kelas melati tidak bisa menaikkan
tarif kamar padahal biaya operasional terus menanjak.
Harga sewa kamar di Hotel Golden Tulip Essential yang ditawarkan
berkisar Rp. 466.000, namun bila dibuka website TripAdvisor, tampak tawaran
harga dari tiga Online Travel Agent (OTA) lebih kecil antara 50 persen sampai
30 persen dari harga tersebut (lihat Gambar 6.1). Ketiga OTA dimaksud adalah
104
Pegi-pegi.com memberikan harga Rp. 285.125, booking.com Rp. 362.975 dan
Expedia.com Rp. 439.200, harga-harga tersebut telah termasuk pajak.
Gambar 6.1
Gambaran Perbandingan Harga yang Ditawarkan
oleh Tiga Online Travel Agent dalam Situs Trip Advisor (Dokumentasi, 2015)
Sementara itu, dengan harga kisaran Rp. 200.000 hingga Rp. 400.000, hotel
melati yang ada di sekitarnya tentu akan sangat sulit dapat menaikkan harganya.
Harga sewa kamar Hotel Puri Gatsu Indah, untuk kamar non-AC adalah Rp.
100.000 dan AC harganya Rp. 200.000. Pangsa pasar hotel ini adalah rombongan
pelajar ataupun keluarga yang bertujuan untuk berwisata pada saat liburan
sekolah, liburan Lebaran, atau akhir tahun. Beberapa tahun lalu, hotel ini juga
sering menerima instansi yang melakukan rapat, namun karena minimnya lahan
hotel (hotel space) dan lokasi hotel dekat dengan lampu pengatur lalu-lintas
(traffic light), maka dari itu pihak hotel memutuskan untuk menghentikan
aktivitas tersebut.
105
Hal senada juga disampaikan oleh Nikolaus Sani Molan, pengelola Hotel
Puri Royan, yang berlokasi di Jalan Teuku Umar, berhadapan dengan Hotel
Lifestyle Express. Pembangunan city hotel di sekitar Jalan Teuku Umar sangat
mempengaruhi kunjungan tamu karena adanya harga sewa kamar yang sangat
tipis perbedaannya. Harga sewa kamar Hotel Puri Royan Rp. 150.000–Rp.
200.000 dengan fasilitas kamar AC, TV dan sarapan (lihat gambar 6.2). Sampai
saat ini pengelola hotel menyatakan tidak berani menaikkan harga sewa kamar
karena khawatir para pelanggannya berpindah ke hotel lain di sekitarnya
(Wawancara, 5 Februari 2015).
Gambar 6.2
Kondisi Kamar Hotel Puri Royan, Jl. Teuku Umar, Denpasar
(Dokumentasi, 2015)
Tawaran harga di Hotel Lifestyle Express memang sangat menarik yaitu
sekitar Rp. 350.000 dengan fasilitas kolam renang dan restauran yang lebih
nyaman. Bila memesan melalui Online Travel Agent, harga tersebut bisa menjadi
lebih murah sekitar 10-15 persen (seperti terlihat pada Gambar 6.3).
106
Gambar: 6.3
Penawaran Pegipegi.com untuk Harga Sewa Kamar Hotel Lifesyle Express.
(Dokumentasi, 2015)
Gambaran terjadinya persaingan harga sewa kamar menjelaskan bahwa
perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah memberikan dampak negatif
terhadap usaha hotel melati karena tidak dapat meningkatkan harga sewa kamar
secara tidak langsung juga memengaruhi pendapatan hotel. Hotel melati tidak
mampu bersaing dengan tawaran tarif yang tidak jauh berbeda sedangkan
fasilitasnya sangat kontras. Hotel-hotel melati fasilitasnya terbatas, sedangkan city
hotel yang rata-rata baru dibangun, fasilitasnya lebih lengkap dan penunjangnya
lebih memadai seperti parkir, kolam renang, restoran, wifi, dan AC.
6.1.2 Menurunnya Tingkat Hunian Hotel Melati
Sedangkan untuk faktor jumlah tamu yang menginap juga berhubungan
secara langsung dengan tingkat hunian hotel yang secara jelas digambarkan
bahwa hotel-hotel kelas melati hanya akan tinggi tingkat hunian hotelnya pada
saat liburan sekolah, hari raya Lebaran ataupun di akhir tahun.
107
Seperti yang disampaikan oleh I Wayan Rajin, Pengelola di Hotel Taman
Wisata di Jalan Nangka ini, bahwa dengan banyaknya hotel telah mempengaruhi
tingkat hunian karena jenis tamu yang berkunjung hanya rombongan pelajar
ataupun keluarga pada saat liburan, sehingga pada hari biasa, hotel nyaris kosong
(Wawancara, 31 Januari 2015). Selain karena berkembangnya city hotel, di sekitar
Jalan Nangka juga banyak tersebar hotel melati yang pangsa pasarnya juga sama,
yaitu rombongan. Kondisi ini tentu sangat memberatkan pemilik hotel untuk
menutup biaya operasional hotel. Meskipun Pemilik hotel ini juga memilki Hotel
Wisata Indah yang berlokasi di Jalan Bedugul, turunnya tingkat hunian hotel
sangat mempengaruhi pendapatan.
6.1.3 Menurunnya Pendapatan Hotel Melati
Dalam situasi persaingan ketat dengan city hotel menyebabkan pendapatan
hotel melati di Kota Denpasar mengalami penurunan. Penurunan pendapatan hotel
disebabkan menurunnya tingkat hotel dan lama tinggal tamu di hotel melati.
Terjadinya penurunan tingkat hunian hotel karena tamu yang datang hanya pada
waktu tertentu seperti saat musim liburan sekolah, Hari Raya Lebaran ataupun
akhir tahun. Dengan demikian pada waktu selain liburan, tingkat hunian hotel
melati sangat rendah, sehingga beberapa hotel menyatakan akan menutup usaha
hotel yang dikelolanya dengan mengalihkan menjadi tempat kos elite seperti yang
disampaikan oleh pemilik sekaligus Pengelola Hotel Trio Bali, Ny. Hin Solihin
(Wawancara, 4 Februari 2015). Hotel Trio Bali yang berlokasi di Jalan Hayam
Wuruk ini sebenarnya berada di tempat strategis, karena dekat dengan pusat
perkantoran Pemerintah Provinsi Bali sekitar Niti Mandala, Renon, namun
108
kondisi kamar yang sangat sederhana tidak mampu menarik tamu untuk menginap
karena di sekitar daerah renon juga telah banyak muncul model city hotel. Untuk
meningkatkan memenuhi biaya operasional, halaman depan hotel dikontrakkan
dengan pihak lain, seperti terlihat pada Gambar 6.4 di bawah ini.
Gambar: 6.4
Halaman Hotel Trio Bali,di Jalan Hayam Wuruk yang dikontrakkan
(Dokumentasi, 2015)
Dari penjelasan di atas, dari faktor persaingan harga sewa kamar,
menurunnya tingkat hunian hotel, berkurangnya pendapatan hotel dan terpaku
pada jenis tamu tertentu pada hotel melati, telah menggambarkan dampak negatif
yang diakibatkan oleh pesatnya perkembangan city hotel di Kota Denpasar.
6.1.4 Timbulnya Masalah Lingkungan dan Sosial Masyarakat
Selain faktor tersebut, juga disebutkan beberapa dampak negatif yang
timbul seperti terjadinya kemacetan pada ruas jalan pada saat masa liburan tiba.
Hal ini disebabkan bila hotel tidak memiliki luas lahan yang memadai untuk
menampung bis-bis yang mengangkut tamu hotel seperti yang disampaikan oleh
109
Drs. I.B. Joni Arimbawa, M.Si, Camat Denpasar Barat (Wawancara, 27 Januari
2015) dan Sekretaris Camat Denpasar Timur, Drs. I.B. Kt. Suanthara
(Wawancara, 28 Januari 2015)
Dampak negatif yang terjadi akibat tingginya perkembangan city hotel, tidak
saja mempengaruhi usaha hotel melati, namun juga kepada masyarakat luas.
Adapun dampak negatif yang ditimbulkan seperti terjadinya kriminalitas saat
pembangunan fisik ataupun dapat meningkatkan peredaran narkoba di hotel-hotel,
sebagaimana yang disampaikan oleh I Made Sukarata, SE, M.Si, Sekretaris Camat
Denpasar Selatan (Wawancara, 27 Januari 2015).
Secara bisnis, kondisi murahnya harga sewa kamar akan sangat
menguntungkan para pengusaha Biro Perjalanan Wisata, karena dapat menjual
paket tur yang semurah-murahnya. Menurut oleh Ketut Ardana, SH, Pengurus
ASITA Bali hal ini tidak dapat dibiarkan begitu saja, karena rendahnya harga
paket tur yang ditawarkan akan menjadikan Bali sebagai destinasi murahan. Yang
lebih mengkhawatirkan lagi adalah keberlangsungan pariwisata Bali di masa
depan (Wawancara, 12 Februari 2015).
Mencermati dari hasil penelitian di atas maka perkembangan city hotel di
Kota Denpasar, memang sangat mengkhawatirkan pengusaha hotel melati, bukan
saja karena adanya persaingan harga sewa kamar yang tidak sehat ataupun
menurunnya tingkat hunian hotel tetapi adanya Peraturan Walikota Denpasar
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata yang mensyaratkan
agar pengusaha jenis usaha penyediaan akomodasi hotel wajib berbentuk badan
usaha Indonesia berbadan hukum. Hal ini menimbulkan permasalahan diantara
110
para pengusaha hotel melati yang sebagian besar dikelola oleh keluarga/
perseorangan karena kondisi ini dikhawatirkan akan mengancam keberlangsungan
pengusaha hotel lokal itu sendiri, sebagaimana yang disampaikan oleh A.A.
Ngurah Adhi Ardana,ST, Pengurus PHRI Kota Denpasar (Wawancara, 4 Februari
2015).
Dampak negatif tersebut tidak dapat dibiarkan begitu saja dan harus
dicarikan solusi agar usaha hotel melati dapat ikut bersaing dalam bisnis usaha
sarana akomodasi dan tetap bertahan dengan mempertahankan budaya local
namun tetap professional dalam melayani tamu. Meskipun dampak negatif tampak
jelas, akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar seperti pembahasan di
atas, namun dari hasil wawancara juga ditemukan dampak positif yang diberikan
oleh pembangunan city hotel, sebagai pembahasan berikut ini.
6.2
Dampak Positif
6.2.1 Meningkatkan Kualitas Fasilitas dan Pelayanan Hotel Melati
Perkembangan city hotel di Kota Denpasar tidak saja menimbulkan dampak
negatif, namun juga memberikan beberapa dampak positif antara lain, seperti
yang disampaikan oleh Pengelola Hotel Puri Nusa Indah, A.A. Ngr. Alit. Virman,
dengan adanya city hotel, pengusaha hotel melati dituntut untuk meningkatkan
kualitas pelayanan dan sumber daya manusianya terutama dalam teknologi terkini
seperti penguasaan sistem booking online dan kemampuan berbahasa.
Peningkatan kualitas SDM dan perangkat elektronik tentu bukan barang murah,
namun merupakan investasi biaya tinggi yang diharapkan dapat bermanfaat untuk
111
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini (Wawancara, 5 Februari
2015).
Dampak positif lainnya juga disampaikan oleh Pengelola Hotel Puri Gatsu
Indah, persaingan antar-hotel memang tidak dapat dihindari, namun untuk
bertahan di bisnis perhotelan adalah dengan tetap menjaga kebersihan kamar,
meningkatkan pelayanan dan fasilitas hotel. Untuk itu, pengelola hotel selalu
menekankan kebersihan kepada para pelayan hotel agar membersihkan kamar dan
lingkungan pada saat hotel sedang sepi.
6.2.2 Meningkatkan Promosi Hotel Melati
Banyaknya city hotel membuat para pengusaha hotel melati semakin
gencar mempromosikan hotelnya, seperti diungkapkan oleh A.A.Ngr. Gede
Setyawan, ST, Pengelola Hotel Ratu. Promosi dilakukan dengan berbagai cara
seperti penyebaran brosur, bekerja sama dengan online ataupun offline travel
agent, bekerjasama dengan pramuwisata, sopir taxi, memberikan harga khusus
untuk para tamu ataupun
berpromosi melalui
media sosial facebook (lihat
Gambar 6.5).
Untuk menarik para tamunya, hotel ini juga sudah merenovasi beberapa
kamar dan lingkungannya untuk meningkatkan fasilitas kamar sehingga harga
sewa kamar dapat dinaikkan. Hotel Ratu ini berdiri sejak tahun 1970 dan dikelola
turun temurun, di sekitar hotel ini banyak hotel serupa Hotel Viking, Hotel Candra
dan hotel lainnya yang juga berupaya untuk bertahan dengan mempermodern
fasilitas kamarnya agar dapat menarik lebih banyak tamu (Wawancara, 19 Januari
2015).
112
Gambar 6.5
Promosi Hotel Ratu (ex Hotel Queen) di Facebook dan website Booking.com
(Dokumentasi, 2015)
6.2.3
Meningkatkan Perekonomian Masyarakat
Selain dampak positif terhadap pengusaha hotel melati, perkembangan city
hotel di Kota Denpasar juga memberi manfaat bagi masyarakat umum dan tamu.
Dengan adanya city hotel, juga dapat memberikan peluang kerja untuk menyerap
tenaga kerja lokal dan meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar seperti
yang disampaikan oleh Pengurus ASITA Bali, Ketut Ardana, SH demikian pula
yang disampaikan oleh Camat Denpasar Barat, Sekretaris Camat Denpasar Utara,
Drs. Raka Purwantara, MAP (Wawancara, 27 Januari 2015). Pengelola city hotel
juga secara rutin memberikan bantuan dana pada saat ada kegiatan adat di
sekitarnya melalui Pengurus Banjar.
113
Dampak yang paling nyata dengan adanya city hotel adalah memberikan
nilai tambah terhadap fasilitas sarana akomodasi di Kota Denpasar dan apabila
pembangunan city hotel ditata dengan baik sesuai dengan peruntukan dan
menyebar bukan berada di satu wilayah, bisa jadi pembangunan city hotel justru
menampilkan wajah Kota Denpasar yang lebih tertata.
Mencermati hasil penelitian mengenai dampak negatif dan positif
perkembangan city hotel di Kota Denpasar seperti yang telah dibahas di atas,
tampak jelas bahwa sebagian besar pengelola hotel ataupun narasumber lainnya
menyampaikan dampak negatif yang dirasakan. Meski demikian, walaupun
adanya persaingan yang ketat antar hotel, harus diakui ada beberapa hotel yang
bertahan dalam kondisi sekarang ini karena pengelola berupaya dengan
melakukan berbagai macam promosi, meningkatkan fasilitas kamar, menjaga
kebersihan dan pelayanan serta yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga
hubungan dengan para pelanggan baik tamu ataupun mitra bisnis.
Demikian pula halnya dari hasil penelitian ditemukan sebagian besar hotel
melati telah memiliki pangsa pasar sendiri yaitu jenis tamu rombongan baik
pelajar, keluarga atau komunitas tertentu yang biasanya ramai datang pada saat
liburan sekolah, liburan hari raya Lebaran ataupun liburan akhir tahun. Seperti
yang disampaikan oleh Pengelola Hotel Mutiara, Made Sukartawa, hotel yang
berlokasi di Jalan Pendidikan No. 102, Denpasar, telah mempunyai langganan
tetap, selain rombongan pelajar juga para PNS yang berasal dari wilayah Timur
dan Anak Buah Kapal (ABK). Hal ini disebabkan lokasi hotel yang dekat dengan
114
Pelabuhan Benoa dan Kantor Badan Kepegawaian Negara Wilayah Timur
(Wawancara, 19 Januari 2015).
Kondisi ini tentu tidak dapat dibiarkan karena hotel juga memerlukan
biaya operasional seperti biaya listrik, air dan telpon, biaya tenaga kerja serta
biaya operasional hotel lainnya sehingga pengelola berusaha untuk meningkatkan
tingkat hunian hotel pada saat low season dengan memberikan harga khusus.
6.3
Kebijakan Kepariwisataan Bidang Akomodasi
Suatu daerah yang melakukan pembangunan pasti akan mengalami
perkembangan. Perkembangan yang terjadi akan memberikan dampak bagi
masyarakat baik dampak postif ataupun negatif. Demikian pula dengan
perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah memberikan dampak positif dan
negatif terhadap usaha hotel melati seperti pembahasan di atas.
Hasil penelitian yang dilakukan dengan menggunakan faktor harga sewa
kamar, tingkat hunian hotel, jumlah tamu menginap, pendapatan hotel, lama
tinggal tamu dan jenis tamu, menunjukkan perkembangan tersebut memberikan
dampak negatif terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar. Meski demikian,
hasil penelitian juga mendapatkan gambaran dampak positif yang diterima sebagai
suatu introspeksi oleh pengusaha hotel melati untuk meningkatkan pelayanan dan
fasilitas yang dimiliki apabila ingin tetap berbisnis di bidang perhotelan.
Adanya dampak negatif dan positif pada perkembangan city hotel di Kota
Denpasar memang tidak dapat dihindari, sebagaimana diketahui bisnis pariwisata,
khususnya bisnis perhotel sangatlah dinamis.
Untuk menghindari persaingan
yang tidak sehat dan demi keberlangsungan pariwisata Bali selanjutnya,
115
Pemerintah perlu menetapkan beberapa kebijakan kepariwisataan. Kebijakan
kepariwisataan khususnya di bidang sarana akomodasi yang lebih spesifik karena
sifat bisnis ini merupakan bisnis jasa yang mengutamakan pelayanan dan
kepuasan pelanggan.
Hasil penelitian menunjukkan informasi dari para informan menyampaikan
beberapa dampak negatif yang terjadi akibat perkembangan city hotel yaitu
terjadinya persaingan yang tidak sehat antar hotel. Persaingan tidak saja terjadi
antara city hotel dengan hotel melati, namun juga antar city hotel itu sendiri.
Persaingan menjadi tidak sehat karena perbedaan tipis antara harga sewa kamar
city hotel yang berfasilitas lebih bagus dengan harga sewa kamar hotel melati
yang lebih sederhana. Perbedaan tipis ini menyebabkan tamu-tamu cenderung
memilih city hotel untuk tempatnya menginap, sedangkan hotel melati hanya
kebagian tamu rombongan yang datang pada saat liburan. Kondisi ini
menyebabkan tingkat hunian hotel melati pada hari-hari biasa, tingkat hunian
hotel melati sangat rendah.
Untuk mengantisipasi persaingan harga sewa kamar antar hotel yang
semakin tidak sehat, Pemerintah Kota Denpasar diharapkan menyusun suatu
kebijakan yang mengatur standar harga sewa kamar hotel sesuai dengan kelasnya
seperti yang disampaikan oleh pengelola Hotel Puri Gatsu Indah, Hotel Warta
Sari, Hotel Taman Wisata, Hotel Puri Nusa Indah, Hotel Puri Royan dan Hotel
Ratu. Menurut Pengurus ASITA Bali, Ketut Ardana, SH, kebijakan tentang
standar harga ini perlu diatur agar city hotel baik yang berbintang ataupun yang
non-bintang tidak mengobral harga sehingga harga sewa kamar hotel melati
116
berada di titik terendah. Pendapat lain dari Pengurus PHRI Kota Denpasar, A.A.
Adhi Ardana, ST menyatakan bahwa kebijakan standar harga sewa kamar ini
mungkin akan sulit ditetapkan karena dalam bisnis apapun, harga dikendalikan
pasar, namun yang perlu ditetapkan adalah harga terendah dan tertinggi sesuai
dengan fasilitas yang disediakan hotel
dan juga kebijakan pengenaan pajak
tertentu setiap kamar untuk hotel berbintang sehingga hotel tidak bisa lagi
mempermainkan harga karena berkaitan dengan pajak yang harus dibayarkan.
Persaingan harga sewa kamar ini tidak saja dirasakan oleh hotel melati,
namun pengelola city hotel kelas bintang menyatakan bahwa persaingan sangat
mengancam bisnis hotel di Kota Denpasar, seperti yang disampaikan oleh
Pengelola Hotel Pop Harris Teuku Umar, Hotel Lifestyle Express , Hotel Golden
Tulip Essential dan Bali Rama City Hotel.
Menurut hasil kajian Badan Penanaman Modal dan Perizinan tahun 2012,
mengenai kebutuhan akomodasi hotel di Bali 2012-2022 disebutkan bahwa Kota
Denpasar telah kelebihan jumlah kamar hotel bintang dari tahun 2012 sampai
dengan 2014, sedangkan untuk hotel non-bintang kelebihan kamar dari tahun
2012-2018. Meskipun disebutkan terjadi kelebihan kamar untuk hotel nonbintang, namun tidak perlu dilakukan moratorium karena perhitungan jumlah
kamar telah disesuaikan dengan asumsi kenaikan kunjungan wisatawan asing
untuk hotel bintang dan non-bintang meningkat setiap tahunnya rata-rata sebesar
10-15 persen
dan asumsi kenaikan kunjungan wisatawan domestik untuk hotel
bintang dan non-bintang meningkat setiap tahunnya rata-rata sebesar 5-10 persen .
117
Mencermati dari hasil kajian tersebut dan dibandingkan dengan data tamu
menginap di Kota Denpasar selama 2011-2013 terlihat mengapa jumlah hotel
terlihat lebih banyak dari tamu. Dalam kajian disebutkan perkembangan tamu
setiap tahunnya meningkat sekitar 5 persen-15 persen , sedangkan dari data tamu
menginap di Kota Denpasar menggambarkan adanya kunjungan tamu yang
berfluktuasi. Pada tahun 2012 jumlah tamu asing menginap di hotel mengalami
penurunan sekitar 7,7 persen dan pada tahun 2013 terjadi penurunan sekitar 8,5
persen
pada tamu domestik. Hal ini yang menyebabkan jumlah hotel tidak
sebanding dengan jumlah tamu yang menginap karena kunjungan tamu yang tidak
stabil. Maka dari itu, Pemerintah Kota Denpasar diharapkan agar lebih selektif
memberikan izin usaha hotel, mengatur pembangunan hotel dengan membatasi
pembangunan di wilayah yang sudah padat
dan melaksanakan moratorium
dengan tegas, hal ini disampaikan oleh sebagain besar Pengelola seperti Hotel
Graha Cakra Bali, Hotel Cianjur dan Hotel Harrads. Selain itu, Pengelola Hotel
Warta Sari, juga menyampaikan bahwa Kota Denpasar telah diserbu oleh hotelhotel yang dikelola oleh manajemen hotel tingkat dunia, untuk itu Pemerintah
Kota disarankan untuk membuat kajian mengenai city hotel yang berjaringan
internasional agar keberadaannya tidak menjadi momok bagi hotel kelas melati.
Selain masalah persaingan harga sewa kamar, lama tinggal tamu di Kota
Denpasar juga tidak mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu hanya
berkisar 2 hari, salah satu penyebabnya karena Kota Denpasar belum mempunyai
suatu daya tarik wisata yang mampu menarik tamu untuk tinggal lebih lama. Hal
ini menjadi perhatian dari Pengelola hotel Grand Santhi, Wayan Budiartha, yang
118
menyampaikan agar Kota Denpasar membuat suatu kebijakan peningkatan
kualitas daya tarik wisata Kota Denpasar dalam suatu area tertentu yang mampu
menarik perhatian tamu.
Tingginya minat investor menanamkan modalnya di sektor pariwisata dan
serta meningkatnya jumlah penduduk menyebabkan tingginya alih fungsi lahan di
Kota Denpasar. Buku Data Mini Selayang Pandang Kota Denpasar tahun 2014,
menyebut selama kurang lebih lima tahun ini luas lahan sawah berkurang sekitar
283 Ha atau tiap tahunnya mengalami penyusutan sekitar 2,8 persen. Untuk
mencegah hal semakin tingginya alih fungsi lahan, menurut Pengurus PHRI Kota
Denpasar, A.A.Ngurah Adhi Ardana,ST, Pemerintah Kota Denpasar perlu
mempertegas kebijakan tentang peruntukan pembangunan sarana pariwisata
khususnya sarana akomodasi.
Saat ini, Pemerintah Kota Denpasar telah menetapkan lima
terkait bidang sarana akomodasi, selain itu juga telah
kebijakan
diterbitkan Peraturan
Walikota Denpasar Nomor 26 Tahun 2014 tentang Petunjuk Pelaksanaan Usaha
Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan Hiburan dan Rekreasi.
Petunjuk pelaksanan ini mengatur mengenai ketentuan klasifikasi usaha
pariwisata yang mencakup aspek fisik, pelayanan dan pengelolaan yang harus
dipatuhi oleh pengusaha. Dalam aspek fisik meliputi 3 unsur yaitu Fasilitas
public, fasilitas tamu dan fasilitas pendukung, sedangkan dari aspek pelayanan
meliputi 6 unsur yaitu kantor depan, tata graha, binatu, ruang makan dan minum,
room service dan keamanan, yang terakhir adalah aspek pengelolaan yang
119
meliputi 4 unsur yakni organisasi, sistem manajemen, sumber daya manusia,
kemudahan dan penggunaan produk dalam negeri.
Dalam peraturan ini telah diuraikan beberapa ketentuan unsur dari ketiga
aspek yang harus dipenuhi oleh pengusaha sesuai dengan usaha yang dikelolanya.
Sebagai contoh, hotel bintang 1 mutlak memiliki taman di luar atau di dalam
bangunan hotel, demikian pula ketentuan area parkir mutlak disediakan oleh
pihak hotel dengan kapasitas satu tempat parkir untuk 6 kamar hotel dan atau 20
persen dari luas lantai. Mencermati dari peraturan tersebut, berbagai macam
ketentuan yang harus dipenuhi oleh pengelola hotel telah diatur meskipun tidak
secara detail seperti menyebutkan luas area pertamanan dan parkir suatu hotel
yang mutlak disediakan untuk tamu. Namun dalam pelaksanaannya kurang
mendapatkan pengawasan
sehingga dalam kenyataannya banyak hotel yang
belum memenuhi sebagai ketentuan yang sudah diatur.
Guna meminimalisir pelanggaran baik pembangunan hotel di luar daerah
peruntukan ataupun pelanggaran lainnya, menurut Kepala Bidang Usaha Jasa dan
Sarana Wisata, Dinas Pariwisata Kota Denpasar, Drs. I Ketut Arya, pihak Dinas
Pariwisata telah melakukan pengawasan dan pengendalian secara rutin dengan
turun ke lapangan bersama Tim yang terdiri dari Satpol PP, Dinas Kesehatan,
Badan Lingkungan Hidup dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan
Penanaman Modal serta didampingi oleh perwakilan dari Kecamatan. Tim ini
memberikan pembinaan dan mensosialisasikan aturan-aturan yang berlaku
(Wawancara, 29 Januari 2015).
120
Merujuk kepada teori kebijakan yang diulas pada Bab II, penyusunan
suatu kebijakan publik diawali dengan adanya isu yang berkembang dan ramai
dibicarakan di media mass dan dampak yang ditimbulkan dirasakan oleh
masyarakat, dalam hal ini mengenai pesatnya perkembangan city hotel di Kota
Denpasar yang mengancam usaha hotel melati akibat persaingan harga sewa
kamar. Setelah dilakukan penelitian melalui wawancara dengan pengelola hotel,
pengurus PHRI dan ASITA yang kemudian memberikan saran kepada Pemerintah
Kota Denpasar untuk menyusun kebijakan kepariwisataan untuk mengatur dan
mengendalikan usaha sarana akomodasi di Kota Denpasar antara lain: Kebijakan
yang mengatur standar harga sewa kamar hotel sesuai dengan fasilitas yang
disediakan sehingga tidak terjadi persaingan harga. Kebijakan tentang pemerataan
pembangunan hotel di wilayah Kota Denpasar sesuai dengan peruntukan yang
ditetapkan dalam RTRW Kota Denpasar. Dalam kebijakan ini diharapkan tertera
penentuan wilayah secara jelas guna menghindari pelanggaran dan ketentuan luas
lahan untuk pembagian tata bangunan dan halaman yang diperlukan untuk
pembangunan hotel. Menyusun kajian tentang kebutuhan kamar hotel yang
diperlukan di Kota Denpasar agar jumlah tamu menginap sesuai dengan jumlah
kamar yang tersedia sehingga hotel mendapatkan bagian secara merata. Kebijakan
tentang pencegahan alih fungsi lahan dengan merancang secara detail peruntukan
wilayah khusus pembangunan sarana akomodasi dan Kebijakan mengenai
peningkatan kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar.
Kebijakan-kebijakan
tersebut
belum
cukup
untuk
mengatur
dan
mengendalikan perkembangan city hotel di Kota Denpasar, harus diproses untuk
121
menjadi sebuah produk
hukum. Menurut Anang, produk hukum merupakan
realisasi dari kebijakan pemerintah. Hukum memberikan legitimasi bagi
pelaksanaan kebijakan pemerintah dalam rangka menata masyarakat maupun
mengarahkan masyarakat sesuai dengan tujuan yang dikehendaki, maka
penggunaan hukum sebagai instrumen kebijakan mempunyai arti yang penting.4
Mengacu kepada Peraturan Menteri dalam Negeri RI Nomor 53 Tahun 2011
Tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah, Pembentukan produk hukum di
daerah bersifat pengaturan dan penetapan dalam bentuk Peraturan Daerah,
Peraturan Kepala Daerah dan Peraturan Bersama. Program pembentukan
Peraturan Daerah harus disusun secara terencana, terpadu dan sistematis yang
sering disebut Program Legislasi Daerah (Prolegda) yang disusun oleh Pemerintah
Daerah
dan
DPRD.
Penyusunan
Prolegda
berdasarkan
atas
perintah
penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pemebantuan dan aspirasi masyarakat
daerah. Selaras dengan yang disyaratkan dalam Permendagri Nomor 53 Tahun
2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah bahwa produk hukum yang
akan disusun mengenai pengaturan dan pengendalian pembangunan city hotel
ini merupakan aspirasi masyarakat khususnya kalangan pengusaha hotel melati.
Menurut Kepala Subbagian Peraturan Perundang-undangan, Bagian Hukum
Setda. Kota Denpasar, I Komang Agus Budiyasa, SH.MH, proses penetapan
produk hukum di Kota Denpasar telah sesuai dengan Permendagri Nomor 53
______________________________________________________
4
Kajian Normatif Pembentukan Peraturan Perundangan sebagai Instrumen Kebijakan
Pemerintah, https://interspinas.wordpress.com/2010/01/27/13/.
peraturan perundang-undangan lebih tinggi, rencana pembangunan daerah.
122
Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah baik dalam penetapan
peraturan daerah ataupun peraturan walikota, dimana Satuan Kerja Perangkat
Daerah (SKPD) teknis yang menyiapkan draft rancangan selanjutnya diserahkan
kepada Bagian Hukum untuk dibahas bersama Tim Penyusun. Setelah dibahas
bersama Tim disosialisaikan kepada stakeholder. Langkah selanjutnya draft
Ranperda final diajukan kepada DPRD untuk dibahas. Beberapa draft Ranperda
harus dievaluasi dan dikonsultasikan ke Kemendagri dan Provinsi. Hasil evaluasi
tersebut
disampaikan
ke DPRD
dan
kemudian
ditetapkan oleh DPRD
berdasarkan Keputusan Pimpinan DPRD.
Prosedur Penetapan Peraturan Walikota diawali dengan pengajuan konsep
Perwali diajukan oleh SKPD teknis kemudian disampaikan ke Bagian Hukum
untuk dikoreksi.
Setelah dikoreksi, kemudian dikoordinasikan dan dibahas
kembali dengan SKPD teknis. Bila telah diperbaiki, konsep tersebut diberi nomor
Registrasi dan diparaf oleh Kabag hukum, Asisten I dan Sekretaris Daerah untuk
selanjutnya ditandatangani oleh Walikota (Wawancara, 26 Februari 2015).
Mencermati substansi dari berbagai kebijakan dalam pengaturan dan
pengendalian pembangunan city hotel hasil penelitian tersebut akan melibatkan
beberapa SKPD sebagai koordinator dan melibatkan pemangku kepentingan
terkait, sebagai contoh kebijakan standar harga sewa kamar sebagai SKPD teknis
adalah Dinas Pariwisata bermitra dengan PHRI dan ASITA, sedangkan kebijakan
tentang pemerataan pembangunan hotel di wilayah Kota Denpasar akan
dikoordinir oleh Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Denpasar bermitra
123
dengan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu dan Penanaman Modal
Kota Denpasar serta lembaga terkait lainnya.
Dengan telah terimplementasinya kebijakan kepariwisataan dalam suatu
produk hukum diharapkan dapat menjadi pedoman dalam menjaga iklim usaha
sarana akomodasi di Kota Denpasar tetap kondusif dapat menarik kunjungan
wisatawan lebih banyak lagi, meningkatkan jumlah tamu menginap dan tingkat
hunian hotel sehingga meningkatkan pendapatan hotel sehingga kepariwisataan di
Kota Denpasar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya.
Menurut Laporan Realisasi Penerimaan Pendapatan Asli Daerah
Kota
Denpasar Tahun Anggaran 2014 yang terdiri dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah,
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan dan Lain-lain Pendapatan
Asli Daerah Yang Sah, tercantum jumlah Pajak Hotel yang diterima adalah
sebesar 119 milyar. Jumlah ini telah melebihi dari target yang dirancang sebesar
105 milyar.
Angka ini menunjukkan penerimaan dari pajak hotel merupakan pendapatan
daerah yang dominan diantara pajak lainnya. Untuk itu penerimaan tersebut
diharapkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas daya tarik wisata
yang ada di Kota Denpasar ataupun membina pengusaha kepariwisataan lokal
untuk meningkatkan kualitas manajemen dan pelayanannya agar dapat bersaing
dengan manajemen hotel jaringan Internasional.
Dengan adanya produk hukum sebagai pedoman dalam penataan
pembangunan hotel di Kota Denpasar dan adanya legalitas sebagai perusahaan
yang berbadan hukum, pengusaha hotel melati diharapkan mampu bertahan dalam
124
persaingan dengan city hotel. Menurut Supasti, dkk (2014), pengusaha hotel
melati juga diharapkan dapat memiliki kemampuan untuk mengembangkan
hotelnya menjadi hotel jaringan franchising dengan nama brand sendiri. Dari
hasil studi empiris menunjukkan model penguatan city hotel lokal di Bali dapat
dilakukan melalui model kemitraan dengan pola CSR. Model kemitraan antara
pengelola hotel franchising dengan hotel melati melalui pelatihan tentang
manajemen franchising Internasional. Model kemitraan ini dikuatkan dalam
bentuk Perda dan Self Regulatory Body dari para stakeholders baik pengelola
hotel ataupun perbankan dengan berfokus pada aspek permodalan dan bantuan
pelatihan manajemen franchising.
BAB VII
PERSAINGAN DAN STRATEGI BISNIS ANTAR-CITY HOTEL SERTA
PENGARUHNYA TERHADAP STRATEGI BISNIS HOTEL MELATI
DI KOTA DENPASAR
Untuk menjawab rumusan masalah ketiga, persaingan dan strategi bisnis
antar-city hotel serta pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di Kota
Denpasar, teori yang digunakan adalah teori dampak, teori permintaan dan
penawaran dengan faktor antara lain: harga sewa kamar, jumlah tamu yang
menginap, tingkat hunian kamar, pendapatan hotel, lama tinggal, promosi yang
dilakukan dan jenis tamu yang menginap. Seperti yang telah diulas dalam bab
sebelumnya bahwa sebuah pembangunan akan menimbulkan dampak baik positif
ataupun negatif terhadap masyarakat sekitarnya. Mencermati dari hal tersebut,
perkembangan city hotel di Kota Denpasar tidak saja memberikan dampak kepada
usaha hotel melati untuk bertahan, juga menimbulkan dampak yang dalam hal ini
sebuah persaingan antar-city hotel.
Selanjutnya dengan teori penawaran dan permintaan digunakan untuk
mengidentifikasi strategi bisnis yang dipilih oleh city hotel untuk menghadapi
persaingan yang terjadi dan pengaruhnya terhadap strategi bisnis hotel melati di
Kota Denpasar. Dengan teori ini akan diketahui bagaimana manajemen city hotel
dan hotel melati dalam melakukan strategi yakni menawarkan produknya sesuai
dengan fasilitas yang ada untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tamu.
Untuk mengetahui persaingan yang dirasakan oleh pengelola hotel akibat pesatnya
perkembangan city hotel di Kota Denpasar dan strategi yang dilakukan untuk
125
126
menghadapi persaingan yang ada, peneliti melakukan wawancara dengan
pengelola city hotel kelas bintang dan hotel melati.
7.1 Persaingan Antar-City Hotel di Kota Denpasar
Dalam Bab VI telah diulas hasil penelitian mengenai dampak negatif dan
positif dari perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati di Kota Denpasar
yang sebagian besar pengelola hotel melati menyatakan adanya persaingan harga
sewa kamar yang tidak sehat yang menyebabkan menurunnya tingkat hunian dan
pendapatan hotel. Dengan berkembangnya city hotel terutama yang dikelola oleh
hotel manajemen berjaringan internasional menyebabkan jenis tamu yang diterima
oleh hotel melati hanya tamu rombongan yang datang hanya pada saat liburan,
sedangkan tamu bisnis ataupun tamu perseorangan lebih banyak memilih city
hotel.
Kondisi ini tidak jauh berbeda dengan kondisi city hotel seperti yang
disampaikan oleh Pengelola hotel Pop Harris Teuku Umar, Erick Indra Gunadi,
persaingan harga sewa kamar di Kota Denpasar sudah sangat tidak sehat,
menurunnya tingkat hunian dan pendapatan hotelpun sangat dirasakan. Hotel Pop
Harris tidak saja berada di Jalan Teuku Umar namun ada juga hotel dengan model
dan manajemen yang sama baru-baru ini dibangun di Jalan Cokroaminoto
(Wawancara, 2 Februari 2015).
127
Gambar 7.1
Tampak Depan Dua Hotel Pop Harris di Jalan Teuku Umar dan
Jalan. Cokroaminoto (Dokumentasi, 2015)
Persaingan antar-city hotel secara umum dilihat memang sangat ketat,
namun hubungan antar-pengelola terutama di bagian marketing mempunyai cara
sendiri dalam menghadapi persaingan tersebut. Hal ini disampaikan oleh
Marketing Manajer Hotel Inna Bali, Ari Sulistiari, meskipun terjadi persaingan
harga sewa kamar antar-hotel namun beberapa pengelola hotel diantaranya secara
intens
berkomunikasi
untuk
merancang
suatu
kegiatan
dalam
rangka
meningkatkan kunjungan wisatawan di Kota Denpasar seperti bekerjasama
dengan ASITA untuk merancang paket City Tour. Komunikasi juga dilakukan
untuk saling berbagi informasi antar-pengelola hotel (wawancara, 5 Februari
2015).
Semangat para pengelola hotel dalam menghadapi persaingan ini tidak saja
berfokus kepada bagaimana meningkatkan tingkat hunian di hotelnya masingmasing namun telah lebih luas lagi sedang merancang suatu kegiatan semacam
Teuku Umar Festival untuk menarik wisatawan, seperti yang disampaikan oleh I
Wayan Budiartha, Manajer Hotel The Grand Santhi. Gagasan ini tentu merupakan
128
hal sangat positif dalam menghadapi persaingan antar-city hotel akibat lebihnya
jumlah kamar yang tersedia dibandingkan dengan kunjungan wisatawan.
Dalam menghadapi persaingan setiap pengelola memiliki pendapatnya
masing-masing seperti yang diampaikan oleh Asisten Manajer Front Office Hotel
Harrads, Desak Made Ariati, persaingan harga sewa kamar memang sangat
mengkhawatirkan, namun kondisi tersebut memang sangat sulit dihindari karena
harga tergantung pasar (Wawancara, 6 Februari 2015). Untuk itu pengelola hotel
berupaya menjalin komunikasi antar-pengelola hotel lainnya baik untuk berbagi
informasi harga terkadang saling berbagi tamu terutama pada saat high dan peak
season. Hal serupa juga dilakukan oleh Manajer Hotel The Grand City Inn, Ketut
Parwati persaingan dilakukan dengan cara menjaga komunikasi antar-pengelola
hotel namun tetap menjaga pangsa pasar yang telah dimiliki (Wawancara, 30
Januari 2015).
Sedikit berbeda dengan yang disampaikan oleh pengelola Hotel Lifestyle
Express, Adia Suandynata bahwa persaingan tidak begitu mempengaruhi tingkat
hunian hotel karena hotel ini berada di lokasi yang sangat strategis, di jalan Teuku
Umar dan harga yang ditawarkanpun sangat sesuai dengan fasilitas yang ada.
Meski demikian sangat diperlukan penataan pembangunan city hotel di Kota
Denpasar agar tidak terkonsentrasi pada satu wilayah tertentu (Wawancara, 3
Maret 2015) .
Persaingan harga sewa kamar, menurunnya tingkat hunian dan pendapatan
hotel merupakan permasalahan serius yang dihadapi oleh hotel-hotel di Kota
Denpasar apabila penataan pembangunan hotel tidak segera ditangani. Kondisi
129
bisnis perhotelan akan semakin melesu terutama hotel melati, seperti yang
disampaikan oleh Pengelola Hotel The Graha Cakra Bali, Heru Jatmiko
(wawancara, 11 Februari 2015), ada dua hotel baru siap beroperasi di wilayah
Denpasar Timur, Hotel Guntur di Jl. Gatot Subroto Timur, Tohpati dan Hotel
Fave Tohpati, Jl. WR. Supratman, sebagai pada Gambar 7.2.
Gambar 7.2
Dua hotel baru, Hotel Guntur dan Hotel Fave Tohpati yang lokasinya berdekatan
dengan Hotel Graha Cakra Bali (Dokumentasi, 2015)
Dua hotel ini sangat berdekatan lokasinya dengan Hotel The Graha Cakra Bali.
Saat peneliti berkunjung pada tanggal 21 Februari 2015 ke Hotel Guntur, yang
sebelumnya merupakan sebuah rumah sakit, hotel dengan kapasitas 32 kamar ini
sedang dalam keadaan penuh. Waktu itu masih dalam suasana liburan hari raya
Imlek. Meskipun baru beroperasi sekitar awal Desember namun hotel ini telah
mampu menarik tamu karena bentuk kamarnya yang unik dan cocok untuk
rombongan.
130
Wawancara mengenai persaingan antar-city hotel juga dilakukan kepada
Pengelola Hotel Golden Tulip Essential, Windiari, pada tanggal 10 Februari 2015,
yang menyampaikan telah merasakan persaingan sewa harga kamar meskipun
hotel ini baru berdiri pada bulan Juli 2014. Harga sewa kamar memang sangat
tergantung pasar, apabila ingin bertahan di bisnis hotel, maka pengelola harus
pandai dalam menetapkan harga yang akan ditawarkan kepada tamu. Persaingan
hotel ini akan sangat ketat dengan hotel sejenisnya karena letaknya berseberangan
dengan Hotel Neo yang dikelola oleh grup Aston.
Gambar 7.3
Persaingan harga sewa kamar Hotel Lifestyle Express, Hotel Inna Bali dan Hotel
Pop Harris Teuku Umar di pegipegi.com ( Dokumentasi, 2015)
131
Mencermati dari hasil penelitian tersebut, dapat dirumuskan bahwa dampak yang
terjadi akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah menimbulkan
persaingan antar-city hotel. Hal ini didapatkan dari faktor yang paling nyata
ditemukan adalah adanya persaingan harga sewa kamar, menurunnya tingkat
hunian hotel dan pembangunan hotel-hotel baru yang berdekatan satu sama
lainnya. Seperti pada Gambar 7.3 terlihat persaingan harga sewa kamar antar-city
hotel pada online travel agent pegipegi.com. Ketiga hotel tersebut ditawarkan
dengan harga Rp. 250.000 sampai Rp. 275.000.
Persaingan yang terjadi antar-city hotel tidak saja
berdampak negatif
seperti yang disebutkan, namun ada beberapa pengelola yang menanggapi
persaingan dengan tetap menjaga hubungan baik antar-pengelola. Persaingan juga
menyatukan visi dan ide dalam membangun Kota Denpasar agar daya tarik
wisatanya mampu untuk meningkatkan kunjungan wisatawan.
Pengertian bisnis menurut Louis E. Boone (2007),5 yang paling mendekati
dengan dunia bisnis perhotelan yakni bisnis merupakan seluruh aktivitas dan
usaha untuk mencari keuntungan dengan menyediakan barang dan jasa yang
dibutuhkan bagi sistem perekonomian, beberapa bisnis memproduksi barang
berwujud sedangkan yang lain memberikan jasa. Bisnis perhotelan adalah bisnis
jasa merupakan suatu aktivitas yang menyediakan jasa pelayanan kepada tamu
dengan tujuan mencari keuntungan.
_______________________________________________________
5
http://tipsserbaserbi.blogspot.com/2014/12/pengertian-bisnis-menurut-para-ahli.html
(diakses pada tanggal 30 April 2015)
132
Dalam dunia bisnis apapun, pasti akan terjadi persaingan, meski demikian
agar persaingan tidak menjadi masalah, dalam bersaing harus memegang teguh
beberapa landasan etika bisni. Menurut Muslich (2004) dalam berbisnis harus
berlandaskan etika bisnis antara lain: memberikan terbaik kepada konsumen, tidak
berlaku curang, kerjasama positif.
Meskipun persaingan sangat ketat, etika bisnis harus tetap dipegang teguh.
Pengelola hotel harus tetap berkomitmen dalam memuaskan tamu dengan
memberikan harga yang sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan memberikan
pelayanan yang terbaik. Terjaganya hubungan baik antara pemilik, pengelola,
tenaga kerja dan pengusaha hotel lainnya. Secara internal hubungan pemilik,
pengelola dan tenaga kerja
harus terbuka mengenai pengelolaan perusahaan.
Sedangkan eksternal, hubungan baik antara pengelola hotel sehingga saling
berbagi informasi dan tidak menjelek-jelekan hotel lain.
Selain adanya persaingan harga sewa kamar antar-cityhotel, perpindahan
karyawan (employee turnover) antar hotel juga sering terjadi, seperti yang
disampaikan oleh pengelola Hotel Pop Harris Teuku Umar. Perpindahan ini
disebabkan karyawan ingin mencari pengalaman di hotel yang lebih besar dan
meningkatkan penghasilannya (Wawancara, 2 Februari 2015). Perpindahan
karyawan di indutri pariwisata, khususnya bidang perhotelan merupakan hal biasa,
namun manajemen hotel harus menjaga agar perpindahan karyawan tidak
menimbulkan masalah sehingga mengganggu operasional hotel.
Terbukanya kesempatan kerja di dunia perhotelan juga memudahkan tenaga kerja
yang memiliki pengalaman dan ketrampilan yang cukup untuk berpindah dari satu
133
hotel ke hotel lainnya dan mencari hotel yang memberikan penghasilan yang
tinggi. Menurut Windiari, Human Resources Departement Hotel Golden Tulip
Essential, untuk mencari tenaga kerja level bawah tidak ditemukan kendala, saat
ini justru sangat sulit mencari tenaga kerja tingkat manajer (Wawancara, 10
Februari 2015). Mencermati hal tersebut, pemilik dan manajemen hotel harus
mampu mengelola sumber daya manusia yang dimiliki dengan baik untuk
mencegah tingginya perpindahan karyawan agar tidak memengaruhi pelayanan
kepada tamu.
Persaingan tidak saja meresahkan hotel-hotel yang dikelola oleh manajemen
lokal namun hotel-hotel yang dikelola oleh hotel manajemen kelas duniapun
sangat mengkhawatirkan dampak yang terjadi akibat kian bertambahnya
pembangunan hotel di Kota Denpasar. Untuk itu, sebagian besar pengelola hotel
mengharapkan agar Pemerintah Kota Denpasar mulai mengatur pembangunan
hotel dengan cermat agar jumlah kamar sesuai dengan kunjungan tamu dan yang
terpenting turut mengontrol harga sewa kamar agar sesuai dengan kelasnya.
7.2
Strategi Bisnis City Hotel di Kota Denpasar
Tingginya tingkat persaingan bisnis city hotel di Kota Denpasar telah
menimbulkan berbagai dampak seperti yang telah diulas pada subbab 7.1, oleh
karena itu pengelola city hotel melakukan berbagai upaya untuk dapat bertahan.
Upaya yang dilakukan antara lain dengan menyiapkan beberapa strategi seperti
strategi harga, pasar dan pemasaran hotelnya. Dalam subbab ini, penyusunan
strategi dilakukan oleh para pengelola city hotel disesuaikan dengan teori
penawaran dan permintaan.
134
Ada beberapa pengertian strategi, menurut Johnson and Scholes, bahwa
pengertian strategi adalah arah dan ruang lingkup sebuah organisasi dalam jangka
panjang: yang mencapai keuntungan bagi organisasi melalui konfigurasi sumber
daya dalam lingkungan yang menantang, untuk memenuhi kebutuhan pasar dan
memenuhi harapan pemangku kepentingan.6
Ada beberapa tingkatan strategi merujuk pada pandangan Dan Schendel dan
Charles Hofer, Higgins (1985) yaitu empat tingkatan strategi. Keseluruhannya
disebut Master Strategy, antara lain: enterprise strategy, corporate strategy,
business strategy dan functional strategy. Dari tingkatan empat strategi tersebut
yang sesuai dengan pokok bahasan ini adalah business strategy (strategi bisnis).
Yang dijabarkan dalam strategi bisnis adalah bagaimana merebut pasaran di
tengah masyarakat. Bagaimana menempatkan organisasi di hati para penguasa,
para pengusaha, para donor dan sebagainya. Semua itu dimaksudkan untuk dapat
memperoleh keuntungan-keuntungan stratejik yang sekaligus mampu menunjang
berkembangnya organisasi ke tingkat yang lebih baik.7
Perusahaan apapun pasti berupaya menyusun strategi untuk memasarkan
produknya. Demikian pula dalam bisnis pariwisata, seperti perhotelan juga harus
menyusun strategi untuk menjalankan usahanya dan strategi yang paling dikenal
adalah strategi pemasaran.
____________________________________________________________________________
6
http://www.apapengertianahli.com/2014/12/pengertian-strategi-menurutbeberapa-ahli.html# (diakses pada tanggal 2 Mei 2015)
7
http://manajemena2011.blogspot.com/2013/04/pengertian-manajemenstrategi.html#sthash.aFg2d1EV.dpuf (diakses pada tanggal 2 Mei 2015)
135
Dalam rangka meningkatkan tingkat hunian kamar, pengelola hotel berupaya
dalam menyusun konsep pemasaran hotelnya, salah satunya adalah dengan
melakukan promosi.
Menurut Budi (2013), konsep pemasaran harus didasarkan pada kebutuhan
dan keinginan konsumen sebagai dasar tujuan bisnis, memaksimalkan seluruh
sumber daya organisasi untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumen,
mencapai tujuan organisasi dengan menciptakan kepuasan konsumen.
Dalam hubungan antara penyusunan strategi dengan teori penawaran dan
permintaan adalah pengelola hotel mencoba menetapkan strategi harga dan
promosi untuk
memenuhi permintaan tamu dalam mengantispasi persaingan city hotel di Kota
Denpasar sebagaimana hasil penelitian terhadap pengelola Hotel Inna Bali, Hotel
Pop Harris Teuku Umar, Hotel Lifestyle Express, Hotel Graha Cakra Bali, Hotel
Harrads dan Hotel GoldenTulip Essential,
Dari enam city hotel tersebut, sebagian besar melakukan strategi dengan
memberikan harga lebih rendah dari harga resmi demi dapat bersaing dengan
hotel lain. Seperti yang disampaikan pengelola Hotel Inna Bali yang menetapkan
harga sewa kamar sesuai dengan kondisi. Harga sewa kamar pada saat peak atau
high season dengan harga sewa kamar pada saat low season. Meski demikian,
harga sewa kamar tetap memperhatikan peraturan perusahaan. Hal ini dilakukan
karena Hotel Inna Bali merupakan sebuah perusahaan BUMN yang telah memiliki
aturan perusahaan dalam mencapai target. Demikian pula halnya dengan
136
pengelola Hotel Pop Harris Teuku Umar yang memberikan potongan harga sewa
kamar bagi tamu yang menginap lebih dari dua hari. Strategi harga untuk bertahan
dalam bisnis perhotelan juga dilakukan oleh pengelola Hotel Harrads yang
memberikan harga khusus untuk tamu rombongan dan tamu walk-in pada saat low
season.
Dari hasil penelitian tersebut dapat dicermati bahwa hotel berlomba-lomba
mempromosikan harga dengan berbagai cara untuk dapat menarik tamu, seperti
dalam Gambar 7.4. Pada situs Hotel Graha Cakra Bali, harga kamar deluxe
seharga Rp. 651.000 sedangkan pada situs online travel agent Agoda awalnya
ditawarkan dengan Rp. 900.000, namun diturunkan menjadi Rp. 672.722. Dengan
penawaran semacam itu diharapkan dapat menarik pelanggan.
Gambar 7.4
Perbandingan harga di Situs Hotel Graha Cakra Bali dengan Penawaran di Agoda
(Dokumentasi, 2015)
137
Fenomena ini tidak sesuai dengan teori penawaran pada umumnya, yang
menggambarkan situasi dimana semakin tinggi harga suatu barang, makin banyak
jumlah barang yang ditawarkan oleh para penjual, sebaliknya makin rendah harga
suatu barang, makin sedikit jumlah barang yang ditawarkan. Namun dalam
kenyataannya, pengelola hotel justru menawarkan harga sewa kamar serendahrendahnya sesuai dengan perhitungan perusahaan demi dapat bersaing dengan
hotel lainnya.
Bila dipadukan dengan teori permintaan, telah tergambar dalam ulasan Bab VI
mengenai dampak perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati. Turunnya
permintaan terhadap hotel melati karena tamu lebih memilih city hotel berfasilitas
kelas bintang dengan harga murah sehingga terjadi persaingan harga sewa kamar
menyebabkan terjadinya penurunan tingkat hunian hotel.
Strategi lainnya adalah dengan melakukan berbagai upaya promosi dengan
berbagai pihak seperti mengikuti kegiatan pemasaran secara langsung (table top,
ataupun sales call), bekerja sama dengan Online dan Offline Travel Agent.
Untuk dapat bertahan di bisnis perhotelan di Kota Denpasar saat ini sangat
sulit mengingat semakin hari jumlah hotel semakin meningkat sehingga para
pengelola menyusun paket-paket yang dapat ditawarkan kepada para tamu seperti
paket meeting. Selain itu juga dilakukan penawaran terhadap fasilitas hotel untuk
kegiatan rapat, pernikahan, wisuda ataupun menyusun paket untuk kegiatan
tertentu seperti yang dilakukan Pengelola Hotel Inna Bali seperti dalam gambar
7.5.
138
Gambar 7.5
Penawaran dari Hotel Inna Bali untuk berbagai kegiatan (Dokumentasi, 2015)
Namun pada awal bulan Desember 2014 terbit Surat Edaran Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 11 Tahun
2014 tentang Pembatasan Kegiatan Pertemuan/ Rapat di Luar Kantor sehingga
mempengaruhi tingkat hunian dan pendapatan hotel. Dengan adanya pembatasan
pelaksanaan rapat tersebut, telah memberikan dampak yang sangat signifikan
terhadap beberapa hotel seperti Hotel Graha Cakra Bali, Hotel Inna Bali dan Hotel
Golden Tulip Essential. Dengan menurunnya pelaksanaan rapat-rapat di hotel,
maka pengelola hotel mencari jalan keluar dengan menyewakan fasilitas gedung
kepada pihak swasta ataupun untuk pelaksanaan acara perkawinan maupun
pelaksanaan ibadah.
Sebagian besar pengelola hotel mengeluhkan hal tersebut dan keluhan
tersebut ditanggapi positif oleh Pemerintah dengan mengeluarkan Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi RI Nomor 6
Tahun 2015 tentang Pedoman Pembatasan Pertemuan/ Rapat di Luar Kantor
Dalam Rangka Peningkatan Efisiensi dan Efektivitas Kerja Aparatur. Dengan
terbitnya Peraturan baru diharapkan kegiatan rapat di hotel kembali meningkatkan
139
pendapatan hotel. Informasi dari beberapa pengelola hotel seperti Hotel Puri Nusa
Indah menyatakan sejauh ini belum ada permintaan dari Instansi Pemerintah
untuk melaksanakan rapat di Hotel, sedangkan Pengelola Hotel Graha Cakra Bali,
Andre Alexander, menyatakan sudah menerima permintaan pelaksanaan rapat
meskipun belum banyak. Demikian pula halnya dengan Pengelola Hotel Inna
Bali, yang sudah menerima permintaan pelaksanaan rapat dari bulan maret 2015
sekitar 5 kali kegiatan.
Strategi lainnya adalah menjaga segmen yang telah ada. Untuk
itu
pengelola hotel berusaha menjalin hubungan dengan pelanggannya melalui media
sosial,
e-mail
ataupun
berita
singkat
(Short
Message
Service)
untuk
menginformasikan program ataupun penawaran hotel yang paling terkini.
7.3
Strategi Bisnis Hotel Melati di Kota Denpasar
Perkembangan city hotel di Kota Denpasar telah meningkatkan persaingan
antar-city hotel sehingga pengelola hotel menyusun berbagai strategi agar dapat
tetap bertahan. Kondisi tersebut memaksa sejumlah pengelola hotel melati
menyusun strategi bisnisnya agar tidak semakin terpuruk. Dari hasil wawancara
dengan 13 pengelola hotel melati, pada dasarnya strategi bisnis yang ditetapkan
tidak berbeda dengan city hotel yaitu strategi harga, promosi dan menjaga segmen
yang telah menjadi pelanggannya.
Salah satu strategi harga yang dilakukan oleh pengelola Hotel The Grand
Santhi adalah memberikan potongan harga sewa kamar hingga 50% pada saat low
season namun dengan memperhatikan lama tinggal tamu. Untuk menutupi biaya
operasional pada musim sepi, pengelola Hotel Warta Sari menaikkan harga sewa
140
kamarnya hampir dua kali lipat saat high season atau peak season. Berbeda
dengan Hotel The Bali Rama City yang menawarkan harga sewa kamarnya
dengan harga terendah sekitar Rp. 288.000 hanya untuk tiga kamar saja sebagai
penarik perhatian tamu.
Pada Bab VI telah diulas mengenai salah satu dampak positif
perkembangan city hotel di Kota Denpasar adalah hotel melati meningkatkan
promosi hotelnya. Promosi mempunyai peranan penting dalam melakukan
penjualan. Promosi akan efektif jika sasaran dan komunikasi yang dilakukan tepat
sasaran. Untuk memasarkan hotel salah satunya dilakukan dengan berpromosi
melalui berbagai cara seperti iklan (advertising) , menawarkan hotel langsung
kepada tamu (personal selling), bekerja sama dengan pihak lain (sales
promotion), barang-barang hotel yang diperjualbelikan (merchandising) ataupun
menjalin komunikasi secara intens dengan mitra dan pelanggan ( public relation)
(Budi, 2013). Demikian pula halnya yang dilakukan oleh pengelola Hotel Cianjur
memilih berpromosi dengan beriklan di Buku Yellow Pages yang peredarannya di
luar Bali, menyebarkan brosur kepada travel agent dan melalui website hotel
seperti pada Gambar 7.6.
Berpromosi di buku Yellow pages juga dilakukan oleh pengelola Hotel
Puri Nusa Indah, Hotel Wisata Indah, Hotel Mutiara dan Hotel Warta Sari.
Beberapa hotel, seperti Hotel Puri Royan dan Hotel Puri Gatsu Indah
mempromosikan hotelnya dengan melakukan kerjasama dengan sopir taksi dan
pramuwisata.
141
Gambar 7.6
Website Hotel Cianjur di Denpasar (Dokumentasi, 2015)
Beberapa hotel melati tidak melakukan kerjasama dengan online dan offline travel
agent karena harus memperbaharui kontrak setiap tahun dan harga menjadi tinggi
sehingga khawatir justru tidak mendapatkan tamu.
Strategi lainnya adalah menjaga segmen atau pasar yang telah dimiliki
dengan menyediakan fasilitas dan pelayanan yang diiinginkan oleh tamu.
Pengelola Hotel The Grand City menyediakan menu sarapan sesuai dengan
permintaan tamu demi menjaga hubungan dengan tamu. Selain itu, Hotel The
Grand Santhi juga memberikan layanan khusus antar jemput ke Bandara sesuai
permintaan tamu. Meningkatkan fasilitas hotel seperti kamar dan areal parkir juga
dilakukan oleh Hotel Puri Royan untuk dapat menerima pelanggan dengan baik.
Mencermati dari ulasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perkembangan
city hotel di Kota Denpasar telah berdampak kepada usaha hotel melati dan juga
antar-city hotel. Keadaan itu memicu timbulnya persaingan antar-city hotel untuk
dapat bertahan dalam bisnis hotel. Untuk itu pengelola city hotel dan hotel melati
melakukan strategi harga untuk menarik tamu sebanyak-banyaknya. Sebagian
142
besar city
hotel menawarkan
harga serendah-rendahnya dengan melakukan
promosi secara gencar untuk dapat meningkatkan tingkat hunian dan pendapatan
hotel sedangkan hotel melati menetapkan harga sewa kamar dengan
memberlakukan potongan harga pada saat low season dan menaikkan harga pada
saat high dan peak season.
Kondisi semacam ini tentu tidak diharapkan oleh semua pihak, karena
akan mengancam keberlangsungan bisnis pariwisata khususnya bisnis sarana
akomodasi yang berdampak terhadap kepada pengusaha lokal dan masyarakat.
Untuk itu perlu dilakukan kajian mengenai jumlah ideal hotel sesuai dengan
jumlah kunjungan wisatawan di Kota Denpasar. Pengelola hotel juga tetap
menjaga kualitas pelayanan dan fasilitas yang ditawarkan agar sesuai dengan
harga yang diberikan kepada tamu, sehingga dapat memberikan kepuasan.
BAB VIII
SIMPULAN DAN SARAN
8.1
Simpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat diperoleh simpulan sebagai berikut :
Pertama, faktor-faktor penyebab berkembangnya city hotel di Kota
Denpasar ada dua faktor yaitu internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari
harga sewa kamar hotel (room rate), lokasi, fasilitas hotel yang ditawarkan,
tingkat hunian kamar, lama tinggal tamu, serta pengelolaan hotel yang berkaitan
langsung dengan operasional hotel itu sendiri.
Faktor eksternalnya termasuk adanya tren wisatawan dalam pemilihan hotel
saat berlibur, mudahnya proses perizinan hotel dan adanya peluang untuk
membangun hotel di Kota Denpasar. Dari hasil penelitian dengan faktor-faktor
tersebut di atas, yang paling menarik perhatian adalah harga sewa kamar. Dari
faktor harga sewa kamar ini ditemukan bahwa fenomena saat ini hukum
penawaran tidak sesuai dalam bisnis hotel di Kota Denpasar. Perbedaan harga
sewa kamar city hotel dibandingkan dengan hotel melati hanya sekitar Rp. 50.000.
Dari sisi hukum permintaan, semakin murah harga sewa kamar hotel ditawarkan
semakin meningkatkan minat tamu untuk memilih hotel tersebut.
Kondisi ini yang membuat semakin melemahnya usaha hotel melati di Kota
Denpasar, karena tamu lebih memilih city hotel yang fasilitasnya lebih bagus
daripada hotel melati. Faktor eksternalnya adalah tren wisatawan yang
menginginkan menginap di hotel dengan fasilitas sekelas bintang dengan harga
143
144
murah, mudahnya proses perizinan dan adanya peluang pembangunan hotel
menyebabkan berkembangnya city hotel di Kota Denpasar .
Kedua, ditemukan ada dua dampak perkembangan city hotel terhadap usaha
hotel melati di Kota Denpasar yaitu dampak negatif dan positif. Dampak negatif
dari perkembangan city hotel terhadap usaha hotel melati antara lain: terjadinya
persaingan harga sewa kamar antara city hotel dengan hotel melati, menurunnya
tingkat hunian serta pendapatan hotel melati. Keadaan tersebut menyebabkan ada
usaha hotel melati terancam bangkrut sehingga bermaksud beralih usaha seperti
yang disampaikan oleh pengelola Hotel Trio Bali yang beralamat di Jalan Hayam
Wuruk, Denpasar. Dampak negatif lainnya akibat perkembangan city hotel adalah
terjadinya kemacetan pada ruas jalan saat musim liburan karena hotel tidak
memiliki lahan parkir yang memadai dan kemungkinan terjadinya kriminalitas.
Selain adanya dampak negatif muncul pula upaya yang dilakukan oleh pengusaha
hotel melati untuk mengantisipasi perkembangan city hotel dengan meningkatkan
pelayanan dan fasilitas hotelnya, menggencarkan promosi serta menjaga
hubungan dengan pelanggannya. Manfaatnya bagi masyarakat adanya peluangnya
kerja dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat.
Ketiga, perkembangan city hotel di Kota Denpasar tidak saja mempengaruhi
usaha hotel melati namun telah menyebabkan terjadinya persaingan dan antar-city
hotel itu sendiri. Persaingan ketat memang terjadi di kalangan city hotel terutama
pada harga sewa kamar, namun para pengelola hotel antara city hotel tetap
menjaga komunikasi secara informal untuk saling berbagi informasi mengenai
keadaan pariwisata secara umum bahkan menyatukan ide dalam meningkatkan
145
kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar dengan merancang sebuah kegiatan
seperti Teuku Umar Festival untuk menarik minat wisatawan berkunjung di Kota
Denpasar.
Dalam mengantisipasi persaingan, pengelola city hotel dan hotel melati
telah melakukan strategi untuk tetap bertahan. Adapun strategi yang dilakukan
adalah strategi harga antara lain dengan memberikan potongan harga bagi tamu
yang menginap lebih dari dua hari, strategi promosi yang dilakukan bekerjasama
dengan lebih banyak online travel agent, mengikuti kegiatan pemasaran secara
langsung (table top ataupun sales call) dan juga menawarkan fasilitas hotel seperti
meeting room, kolam renang ataupun restorant yang ada dalam hotel. Dan strategi
lainnya adalah menjaga segmen yang telah dimiliki dengan memberikan
pelayanan yang diinginkan tamu.
8.2
Saran
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dalam
penelitian ini, maka dapat diberikan beberapa saran untuk mengatasi pesatnya
perkembangan city hotel di Kota Denpasar dengan rincian sebagai berikut:
Pertama, perlunya menyusun sebuah kajian tentang kebutuhan kamar hotel
yang dibutuhkan di Kota Denpasar agar jumlah kamar yang tersedia sebanding
dengan tamu menginap. Adanya beberapa kebijakan mengenai sarana akomodasi
antara lain: Kebijakan yang mengatur standar harga sewa kamar hotel minimum
dan maksimal sesuai dengan fasilitas yang disediakan sehingga tidak terjadi
persaingan harga, Kebijakan tentang pemerataan pembangunan hotel di wilayah
Kota Denpasar sesuai dengan peruntukan yang ditetapkan dalam RTRW Kota
146
Denpasar, Kebijakan tentang pencegahan alih fungsi lahan dengan merancang
secara detail peruntukan wilayah khusus pembangunan sarana akomodasi,
Kebijakan mengenai peningkatan kualitas daya tarik wisata di Kota Denpasar.
Kedua, pentingnya mensosialisasikan
Peraturan Walikota Denpasar
Nomor 24 Tahun 2013 tentang Tanda Daftar Usaha Pariwisata kepada pengusaha
hotel lokal mengenai pemberlakukan peraturan bahwa pengusaha jenis usaha
penyediaan akomodasi hotel wajib berbentuk badan usaha Indonesia berbadan
hukum. Sosialisasi untuk memberikan pengertian kepada para pengusaha bahwa
peraturan
tersebut
disusun
demi
memberikan
kepastian
hukum
dalam
menjalankan usaha pariwisata di Kota Denpasar.
Ketiga, menyarankan kepada pengelola hotel melati terus meningkatkan
kualitas fasilitas dan pelayanan hotel untuk memenuhi kebutuhan (needs) dan
keinginan (wants) tamu demi memberikan kepuasan kepada pelanggan. Kepada
seluruh pengelola hotel baik hotel bintang dan hotel melati di Kota Denpasar
wajib untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia terutama di bidang
bahasa dan teknologi agar dapat bersaing dalam menghadapi masuknya tenaga
kerja dari luar dengan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi ASEAN pada akhir
2015.
147
DAFTAR PUSTAKA
Atmaja, Ida Bagus Yoga. 2002. Ekowisata Rakyat: Lika-liku Ekowisata di
Tenganan, Pelaga, Sibetan dan Nusa Ceningan. Kuta: Wisnu Press.
Badan Penanaman Modal dan Perizinan Provinsi Bali. 2013. Laporan Akhir
Pengkajian dan Pengembangan Penanaman Modal Tahun 2012 (Kebutuhan
Akomodasi Hotel di Bali Tahun 2012-2022 ).
Badan Pusat Statistik (BPS) Bali. 2012. Bali Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik (BPS) Denpasar. 2014. Statistik Hotel Kota Denpasar 2013.
Badan Pusat Statistik (BPS) Denpasar. 2014. Denpasar Dalam Angka.
Badan Pusat Statistik (BPS) Denpasar. 2014. Statistik Daerah Kota Denpasar
2014.
Bagian Humas dan Protokol Setda. Kota Denpasar. 2014. Data Mini Selayang
Pandang Kota Denpasar.
Badan Perencanaan Pembangunan Kota Denpasar (BAPPEDA). 2014. Rencana
Kerja Pembangunan Daerah Kota Denpasar 2015.
Bagyono. 2012. Pariwisata dan Perhotelan. Bandung: CV. Alfabeta.
Budi, Agung Permana. 2013. Manajemen Marketing Perhotelan. Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
Darminto, Dwi Prastowo dan Suryo, Aji. 2005. Analisis Laporan Keuangan
Hotel. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2014. Direktori Berijin Usaha di Provinsi Bali
2013.
Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2013. Direktori Pariwisata Denpasar 2013.
Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2013. Data Pariwisata Kota Denpasar 2013.
Dinas Pariwisata Kota Denpasar. 2014. Profil Dinas Pariwisata Kota Denpasar
2014.
Dinas Pariwisata Provinsi Bali. 2014. Data Kepariwisataan di Bali Tahun 2013.
Gunawan, Imam. 2013. Metode Penelitian Kualitatif: Teori dan Praktik. Jakarta:
PT. Bumi Aksara.
148
Indrawati, Yayu. 2009. “Persepsi Wisatawan Lanjut Usia Pada Fasilitas
Akomodasi dan Aktivitas Pariwisata Bernuansa Seni Budaya di Desa
Sanur“. Jurnal Mudra, Volume 24, Nomor 1, hal 148-162.
Ismayanti, 2010. Pengantar Pariwisata. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Kreag, Glenn. 2001. The Impacts of Tourism. Minnesota: Sea Grant.
Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. 2001. Prinsip-prinsip Pemasaran. Jakarta:
Erlangga.
Marlina, Endy. 2008. Panduan Perancangan Bangunan Komersial. Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
Mason, Peter. 2003. Tourism Impacts, Planning and Management. Burlington:
Butterworth-Heinemann.
Pariyasa, I Nyoman Gede, 2013. “Dampak Perkembangan Villa Yang Menyebar
Terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Kelurahan Seminyak
Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung” (tesis). Denpasar: Universitas
Udayana.
Paturusi, Syamsul Alam. 2008. Perencanaan Kawasan Pariwisata. Denpasar:
Udayana University Press.
Payne, Adrian. 2000. The Essence of Service Marketing (Pemasaran Jasa).
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Pitana, I Gede dan Gayatri, Putu G. 2005. Sosiologi Pariwisata. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.
Pitana, I Gede dan Diarta, Surya. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta:
CV. Andi Offset.
Singarimbun, Masri dan Efendi, Sofian. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta:
PT. Pustaka LP3ES Indonesia.
Soewirjo, Herdi S. Darmo. 2003. Teori dan Praktik Akutansi Perhotelan.
Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Sunaryo, Bambang. 2013. Kebijakan Pembangunan Destinasi Pariwisata
(Konsep dan Aplikasinya di Indonesia). Yogyakarta: Gava Media.
Supasti, Ni Ketut Dharmawan., Made Sarjana, M. Suksma Prijandhini D.S. dan
Made Dedy P. 2014 “Model Pengaturan City Hotel Wirausaha Lokal
Berbasis Penguatan Kemitraan Dengan Berbagai Stakeholders Bagi
Ketahanan Dan Keberlangsungan Ekonomi Masyarakat Bali Dalam
149
Kegiatan Kepariwisataan”. Laporan Akhir Penelitian Hibah Penelitian
Riset Invensi Udayana. Universitas Udayana, November 2014.
Sutapa, I Ketut dan Bayu Wisnawa, I Made. “Over Capacity Pembangunan
Fasilitas Akomodasi di Bali dalam Persepektif Ekonomi dan Bisnis”. Jurnal
Perhotelan dan Pariwisata, Desember 2013, Volume 3, Nomor 2, hal 69.
Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
CV. Alpabeta.
Sukirno, Sadono. 1985. Pengantar Teori Mikroekonomi. Jakarta: Lembaga
Penerbit Fakultas Ekonomi UI dengan Bima Grafika.
Vickers, Adrian. 2011. “Bali rebuilds its tourist industry“. Jurnal Bijdragen tot de
Taal-,Land- en Volkenkunde, Volume 167, Nomor 4 (2011), hal 459-481.
Wahab, Solichin Abdul. 2014. Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke
Penyusunan Model-Model Implementasi Kebijakan Publik. Jakarta: PT.
Bumi Aksara.
Wardiyanta. 2006. Metode Penelitian Pariwisata. Yogyakarta: CV. Andi Offset.
Widiartha Negara, I Ketut Gede. 2010. “Dampak Pelaksanaan Kebijakan
Penataan Sarana Akomodasi Pariwisata Terhadap Perkembangan Villa di
Kabupaten Badung” (tesis). Denpasar: Universitas Udayana.
Yoeti, Oka. A. 2005. Perencanaan Strategis Pemasaran Daerah Tujuan Wisata.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Peraturan dan Perundang-undangan.
Keputusan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi, Nomor:
KM.94/HK.103/MPPT-87, tentang Ketentuan Usaha dan Penggolongan
Hotel.
Keputusan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, Nomor: KM.3/HK.001/MKP.02,
tentang Penggolongan Kelas Hotel.
Peraturan Daerah Kota Denpasar, Nomor: 24 Tahun 2001, tentang Usaha Hotel
Melati.
Peraturan Daerah Kota Denpasar, Nomor: 9 Tahun 2002, tentang Usaha Pondok
Wisata.
Peraturan Daerah Provinsi Bali, Nomor: 16 Tahun 2009, tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2009-2029.
150
Peraturan Daerah Kota Denpasar, Nomor: 27 Tahun 2011, tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Kota Denpasar Tahun 2011-2031.
Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Republik Indonesia, Nomor: PM
86/HK. 501/ MKP/ 2010, tentang Tata Cara Pendaftaran Usaha Penyediaan
Akomodasi.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor: 52 Tahun 2012, tentang
Sertifikasi Kompetensi dan Sertifikasi Usaha di Bidang Pariwisata.
Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia, Nomor:
PM 53/HK. 001/ MPEK/ 2013, tentang Standar Usaha Hotel.
Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 31 Tahun 2007, tentang Usaha Hotel
Berbintang.
Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 42 Tahun 2007, tentang Bangunan
Condominum Hotel (Condotel).
Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 24 Tahun 2013, tentang Tanda Daftar
Usaha Pariwisata.
Peraturan Wali Kota Denpasar, Nomor: 26 Tahun 2014, tentang Petunjuk
Pelaksanaan Usaha Akomodasi, Jasa Makanan dan Minuman, Kegiatan
Hiburan dan Rekreasi.
Undang-Undang Republik
Kepariwisataan.
Indonesia,
Undang-Undang Republik Indonesia,
Kepariwisataan.
Nomor:
9
Tahun
1990,
tentang
Nomor
10
Tahun
2009,
tentang
Sumber Internet
http://www.denpostnews.com/metro-denpasar/denpasar-jangan-obral-izin-cityhotel.html
Tangerang.imigrasi.go.id/site/detailberitaumum/269/pemerintah-memberi-bebasvisa-kunjungan-singkat-wisatawan-kepada-30http://tentangpariwisata. blogspot.com/2010/12/apa-itu-kebijakan
kepariwisataan.html
http://www.bi.go.id/id/moneter/inflasi/pengenalan/Contents/Default.aspxFaktor Bauran Pemasaran Yang berkontribusi Bagi Konsumen Dalam Memilih
Budget Hotel di Indonesia, oleh http://download.portalgaruda.org/article.
diakses pada tanggal 8 April 2015.:
151
Kajian Normatif Pembentukan Peraturan Perundangan sebagai Instrumen
Kebijakan Pemerintah, https://interspinas.wordpress.com/2010/01/27/13/.
http://tipsserbaserbi.blogspot.com/2014/12/pengertian-bisnis-menurut-paraahli.html (diakses pada tanggal 30 April 2015)
http://www.apapengertianahli.com/2014/12/pengertian-strategi-menurut beberapaahli.html# (diakses pada tanggal 2 Mei 2015)
http://manajemena2011.blogspot.com/2013/04/pengertian-manajemenstrategi.html#sthash.aFg2d1EV.dpuf (diakses pada tanggal 2 Mei 2015)
Lampiran
152
Lampiran 1 : Pedoman wawancara untuk pengusaha hotel melati
Hari/Tanggal wawancara : ………………………………………
--------------------------------------------------------------------------------------------------1)
Nama Usaha
: ………………………………………
2)
Alamat
: ……………………………………….
3)
Nomor telp
: ……………………………………….
4)
Alamat e mail
: ……………………………………….
5)
Nama Pemilik
: ……………………………………….
6)
Domisili pemilik
: ……………………………………….
7)
Kewarganegaraan
: WNA/WNI
8)
Nama Pengelola
: ……………………………………….
9)
Sistem pengelolaan usaha
pribadi/ jaringan manajemen
:………………………………………..
: …………………………(Adanya
10)
Klasifikasi kelas hotel
sertifikat)
11)
12)
Apakah sudah melakukan reklasifikasi? : ……………………………..
Sejak kapan berdiri hotel ini : ………………………………………..
13)
14)
15)
16)
Berapa luas bangunan hotel
Berapa jumlah kamar
Jenis kamar
Harga kamar
17)
Menurut Saudara bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan hotel
melati di Kota Denpasar
18)
Apakah strategi harga kamar yang Saudara lakukan?
19)
Berapakah rata-rata tingkat hunian kamar perbulannya?
20)
Berapa rata-rata lama tamu menginap perbulannya?
21)
Berapa rata-rata pendapatan perbulannya? ( meningkat/menurun)
22)
Fasilitas kamar
: AC/ Kipas angin Kamar mandi (shower air
panas , bathtub, handuk, sabun,shampo, sikat gigi, tas laundry, sandal
kamar, Kulkas, Air minum/Kopi/teh/gula, Pemanas air / Gelas, TV (saluran
nasional /kabel ), Telephone, Jaringan internet, Brankas.
23)
Fasilitas hotel lainnya
renang, Free Wifi .
: …………………………………………
: ………………………………………..
: …………………………………………
: ………………………………………..
: Sarapan, Restauran/Coffee shop, Kolam
153
24)
Berapa jumlah tenaga kerja
: ………………………………………..
25)
Satpam
: ………………………………………..
26)
Jenis Tamu yang menginap
:
a. Kebangsaan
: WNA /WNI
b. Wisatawan / Pengusaha/Pegawai/ Mahasiswa /Pelajar: ………………
c. Keperluan
: Liburan / Bisnis/ Kunjungan keluarga/
Rapat
27)
Bagaimana cara memasarkan hotel Saudara?
28)
Bagaimanakah pendapat Saudara terhadap jumlah hotel dibandingkan
dengan tamu yang menginap di Kota Denpasar?
29)
Bagaimana menurut Saudara faktor–faktor penyebab berkembangnya city
hotel di Kota Denpasar?
- Mudahnya proses perizinan
- Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah.
- Lokasi berada di pusat kota atau strategis.
30)
Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak perkembangan city hotel terhadap
usaha hotel melati di Kota Denpasar?
a. Apakah Dampak positifnya (meningkatkan fasilitas dan pelayanan,
mempromosikan dengan gencar dengan biro perjalanan wisata, taksi,
pramuwisata, melalui internet dan menyusun strategi harga )
b. Apakah dampak negatifnya? (persaingan harga, menurunnya tingkat
hunian hotel, menurunnya lama tinggal tamu, menurunnya pendapatan
hotel, tenaga kerja sulit, jenis tamu menginap berubah)
c. Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif
terhadap usaha hotel melati yang ditimbulkan akibat perkembangan
city hotel di Kota Denpasar?
31)
Apakah masukan dari Saudara untuk perkembangan city hotel?
32)
Menurut Saudara apakah diperlukan kebijakan pengaturan pembangunan
city hotel di Kota Denpasar?
33)
34)
35)
36)
37)
Perizinan
: ……………………………………
No.Izin /Tanggal/Thn
: ……………………………………
Permodalan
: PMA/PMDN
Apakah ada kesulitan dalam mengurus izin?
Apakah ada petugas yang memberikan pembinaan terkait kebijakan
pemerintah Kota Denpasar?
Apakah hotel memberikan bantuan kepada masyarakat di sekitar?
Berupa apakah bantuan yang diberikan?
38)
39)
154
Lampiran 2 : Pedoman wawancara untuk pengusaha city hotel
Hari/Tanggal wawancara : ………………………………………
--------------------------------------------------------------------------------------------------1)
Nama Usaha
: ……………………………………….
2)
Alamat
: ……………………………………….
3)
Nomor telp
: ……………………………………….
4)
Alamat e mail
: ……………………………………….
5)
Nama Pemilik
: ……………………………………….
6)
Domisili
7)
Kewarganegaraan
: WNA/WNI
8)
Nama Pengelola
: ……………………………………….
9)
Sistem pengelolaan usaha
pemilik
: ……………………………………….
pribadi/ jaringan manajemen :………………………………………..
: ……………………………(Ada sertifikat)
10)
Klasifikasi kelas hotel
11)
Apakah sudah melakukan reklasifikasi?
12)
Sejak kapan berdiri hotel ini : ………………………………………..
13)
Berapa luas bangunan hotel :…………………………………………
14)
Berapa jumlah kamar
: ………………………………………..
15)
16)
Jenis kamar
Harga kamar
: …………………………………………
: ………………………………………..
17)
Menurut Saudara bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan hotel
melati di Kota Denpasar ?
18)
Apakah strategi harga kamar yang Saudara lakukan?
19)
Berapakah rata-rata tingkat hunian kamar perbulannya?
20)
Berapa rata-rata lama tamu menginap perbulannya?
21)
Berapakah pendapatan hotel (meningkat/menurun)
22)
Fasilitas kamar
: AC/ Kipas angin Kamar mandi
(shower air panas , bathtub, handuk, sabun, shampo, sikat gigi) tas
laundry, sandal kamar, Kulkas, Air minum/Kopi/teh/gula, Pemanas air /
Gelas, TV (saluran nasional / kabel ), Telephone, Jaringan internet,
Brankas.
155
23)
Fasilitas hotel lainnya
renang, Free Wifi .
: Sarapan, Restauran/Coffee shop, Kolam
24)
Berapa jumlah tenaga kerja
: ………………………………………..
25)
Satpam
: ………………………………………..
26)
Jenis Tamu yang menginap
:
a. Kebangsaan
: WNA /WNI
b. Wisatawan / Pengusaha/ Pegawai/ Mahasiswa /Pelajar
c. Keperluan
Rapat
: ……………
: Liburan / Bisnis/ Kunjungan keluarga/
27)
Bagaimana cara memasarkan hotel Saudara?
28)
Bagaimanakah pendapat Saudara terhadap jumlah hotel dibandingkan
dengan tamu yang menginap di Kota Denpasar?
29)
Bagaimana menurut Saudara faktor –faktor penyebab berkembangnya city
hotel di Kota Denpasar ?
- Mudahnya proses perizinan
- Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah.
- Lokasi berada di pusat kota atau strategis.
30)
Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak perkembangan city hotel terhadap
usaha hotel melati dan antar-city hotel di Kota Denpasar?
a.
Apakah dampak positifnya (meningkatkan fasilitas dan pelayanan,
mempromosikan dengan gencar dengan biro perjalanan wisata, taksi,
pramuwisata, melalui internet dan menyusun strategi harga)
b.
Apakah dampak negatifnya ? ( persaingan harga, menurunnya tingkat
hunian hotel, menurunnya lama tinggal tamu, menurunnya pendapatan
hotel, tenaga kerja sulit, jenis tamu menginap berubah)
c.
Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif
terhadap usaha hotel melati dan city hotel itu sendiri yang ditimbulkan
akibat perkembangan city hotel di Kota Denpasar?
31)
Bagaimana menurut Saudara mengenai perkembangan hotel melati?
32)
Mengapa saudara memilih lokasi ini untuk membangun city hotel?
33)
Apakah fungsi lahan ini ,sebelum hotel ini dibangun?
34)
Apakah masukan dari Saudara untuk perkembangan city hotel?
35)
Menurut Saudara apakah diperlukan kebijakan pengaturan pembangunan
city hotel di Kota Denpasar ?
36)
Perizinan
: …………………………………
37)
No.Izin /Tanggal/Thn
: ……………………………………
38)
Permodalan
: PMA/PMDN
156
39)
Apakah ada kesulitan dalam mengurus izin?
40)
Apakah ada petugas yang memberikan pembinaan terkait kebijakan
pemerintah Kota Denpasar?
41)
Apakah hotel memberikan bantuan kepada masyarakat di sekitar?
42)
Berupa apakah bantuan yang diberikan?
157
Lampiran 3 : Pedoman wawancara untuk tamu hotel
Hari /Tanggal wawancara :………………………………………
1) Nama Hotel
: ……………………………………………
2) Alamat hotel
: ……………………………………………
3) Klasifikasi hotel
: ……………………………………………
4) Nama Tamu
……………………………………………
5) Alamat/ asal tamu
: …………………………………………….
6) Umur
: …………………………………………….
7) Jenis Kelamin
: …………………………………………….
8) Status perkawinan
: …………………………………………….
9) Pekerjaan
: …………………………………………….
10) Tingkat pendidikan
: …………………………………………….
11) Keperluan
keluarga/Rapat
: Liburan / Bisnis/ Kunjungan
12) Teman perjalanan
: …………………………………………….
13) Lama kunjungan
: …………………………………………….
14) Berapa kali berkunjung ke Bali: Pertama kali/ kedua kali/sering
15) Alasan pemilihan hotel ini
: a. Harga
b. Lokasi
c. Fasilitas
d. Lainnya : ……………………….
16) Apakah mudah mendapatkan informasi megenai hotel ini : Ya / Tidak
17) Darimana mendapat informasi hotel ini :
a.
Biro perjalanan wisata
b.
Internet
c.
Teman
d.
Lain-lain………………………….
158
Lampiran 4 : Pedoman Wawancara untuk Pegawai Dinas Pariwisata Kota
Denpasar
Nama Informan
: …………………………………………..
Instansi
: …………………………………………
Hari/Tanggal wawancara
: …………………………………………
_________________________________________________________________
Pertanyaan
:
1)
Apakah kewenangan Dinas Pariwisata Kota Denpasar dalam bidang sarana
akomodasi pariwisata?
2)
Bagaimanakah kondisi umum ketersediaan sarana akomodasi pariwisata di
Kota Denpasar?
3)
Menurut Bapak/Ibu apakah pengertian city hotel, dan apakah pengertian
tersebut telah diklasifikasikan dalam sebuah ketentuan?
-
Bila sudah ada, agar disebutkan aturan yang mengaturnya.
-
Bila belum, bagaimana cara pengaturannya?
4)
Bagaimanakah tanggapan Bapak/Ibu terhadap perkembangan city hotel di
Kota Denpasar?
5)
Menurut Bapak/Ibu,kapankah mulai berkembangnya city hotel di Kota
Denpasar?
6)
Menurut Bapak/Ibu, apakah penyebab berkembangnya city hotel di Kota
Denpasar?
-
Mudahnya proses perizinan
-
Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah.
-
Lokasi berada di pusat kota atau strategis.
7) Apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city hotel di wilayah ini?
-
Dampak positif (roda perekonomian masyarakat di sekeliling
meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel di
sekitar).
-
Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling,
kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah berkurang
dan beralih fungsi, harga tanah menjadi mahal)
-
Apa yang harus dilakukan untuk mengantisipasi dampak negatif
terhadap usaha hotel melati yang ditimbulkan akibat perkembangan
city hotel di Kota Denpasar?
159
8) Menurut data di Dinas Pariwisata, city hotel yang saat ini sedang
berkembang masuk dalam klasifikasi hotel berbintang atau non-bintang?
9) Berapakah jumlah usaha hotel di Kota Denpasar pada tahun 2013?
10)
11)
-
Jumlah Hotel bintang
:……………… buah
-
Jumlah kamar hotel bintang
: ………………buah
-
Jumlah Hotel non-bintang
: ………………buah
-
Jumlah kamar hotel non-bintang : ………………buah
Berapakah jumlah kunjungan wisatawan di Kota Denpasar pada tahun
2013?
-
Jumlah kunjungan wisatawan Mancanegara : ……………….orang
-
Jumlah kunjungan wisatawan Domestik : ……………….orang
Berapakah rata–rata tingkat hunian hotel pada tahun 2013?
-
Tingkat hunian hotel bintang
:
-
Tingkat hunian hotel non-bintang :
12)
Menurut Bapak/Ibu ,Apakah Kota Denpasar masih memerlukan akomodasi
pariwisata?
13)
Berapakah jumlah ideal hotel di Kota Denpasar?
14)
Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu dilakukan penataan usaha akomodasi
pariwisata di Kota Denpasar?
15)
Mengapa perlu dilakukan penataan usaha akomodasi pariwisata di Kota
Denpasar?
16)
17)
Bagaimana dengan penataan perkembangan city hotel di Kota Denpasar?
Langkah apa saja yang perlu dilakukan untuk menata usaha akomodasi
pariwisata di Kota Denpasar?
18)
Apakah pembangunan city hotel telah sesuai dengan peruntukan dalam tata
ruang?
19)
Apakah perizinan yang diberikan telah dilakukan sesuai dengan klasifikasi
hotel yang telah diatur dalam ketentuan yang ada?
20)
Apakah telah ada Rencana Induk
Rencana Induk Pembangunan
Kepariwisataan Daerah Kota Denpasar (RIPPARDA)
160
Lampiran 5: Pedoman Wawancara untuk Pegawai Kecamatan di Kota
Denpasar
Nama Informan
: …………………………………………..
Instansi
: …………………………………………
Hari/Tanggal wawancara
: …………………………………………..
__________________________________________________________________
Pertanyaan
:
1)
Bagaimanakah perkembangan city hotel di wilayah kecamatan?
2)
Apakah tersedia data city hotel dan hotel melati di wilayah ini? :
- City hotel
: ………………buah
- Hotel melati
: ………………..buah
Apakah tanggapan masyarakat terhadap perkembangan city hotel di
wilayah kecamatan ini?
3)
4)
Bagaimanakah hubungan pemilik
terhadapmasyarakat di sekeliling hotel?
atau
pengelola
city
hotel
5)
Bagaimanakah hubungan pemilik atau pengelola city hotel terhadap usaha
hotel melati di sekeliling hotel?
6)
Menurut Bapak/Ibu, apakah faktor-faktor penyebab berkembangnya city
hotel di Kota Denpasar?
- Mudahnya proses perizinan
- Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah.
- Lokasi berada di pusat kota atau strategis.
7)
Apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city hotel di wilayah ini?
-
Dampak positif
(roda perekonomian masyarakat di sekeliling
meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel di
sekitar)
-
Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling,
kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah berkurang
dan beralih fungsi, harga tanah menjadi mahal)
8)
Menurut Bapak/Ibu, apakah perlu disusun kebijakan penataan akomodasi di
Kota Denpasar?
9)
Apakah pemerintahan kecamatan mempunyai program pendataan usaha
akomodasi pariwisata di wilayahnya?
10) Apa masukan Bapak/Ibu untuk kebijakan yang harus disusun?
161
Lampiran 6 : Pedoman Wawancara untuk Pengurus PHRI Kota Denpasar
Nama Informan
: …………………………………………..
Organisasi
: …………………………………………
Hari/Tanggal wawancara
: ……………………………………………
_________________________________________________________
Pertanyaan
:
1)
Bagaimanakah menurut saudara perkembangan hotel di Kota Denpasar?
2)
Apakah menurut saudara klasifikasi hotel di Kota Denpasar telah sesuai
dengan syarat yang harus dipenuhi?
3)
Menurut Saudara apakah yang dimaksud dengan city hotel?
4)
Apakah Asosiasi mempunyai program pendataan usaha akomodasi
pariwisata di Kota Denpasar?
5)
Bagaimanakah cara pendataannya?
6)
Apakah di Asosiasi ini tersedia data city hotel dan hotel melati diKota
Denpasar? :
a. City hotel
: ……………… buah
b. Hotel melati : ……………… buah
7)
Apakah tersedia data klasifikasi kelas city hoteldi Kota Denpasar?
8)
Menurut Bapak/Ibu, apakah faktor-faktor penyebab berkembangnyacity
hotel di Kota Denpasar?
- Mudahnya proses perizinan
- Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah.
- Lokasi berada di pusat kota atau strategis.
9)
Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city
hotel di Kota Denpasar?
-
Dampak positif (roda perekonomian masyarakat di sekeliling
meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel
di sekitar)
-
Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling,
kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah
berkurang dan beralih fungsi, harga tanah menjadi mahal)
10)
Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah
perbulannya di Kota Denpasar?
rata-rata
tingkat
hunian
hotel
11)
Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah lama tinggal tamu hotel perbulannya di
Kota Denpasar?
12)
Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan
hotel melati di Kota Denpasar?
162
13)
Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah perbandingan hotel dengan jumlah tamu
menginap hotel di Kota Denpasar?
14)
Apakah ada pertemuan rutin dengan antara pengurus dengan anggota
membahas perkembangan hotel di Kota Denpasar?
15)
Apakah saran Bapak/Ibu mengenai pembangunan hotel di Kota Denpasar
(perlu dibatasi, diatur lokasinya, pemerataan di seluruh Kota Denpasar,
perlunya kebijakan untuk menata jumlah hotel ataupu standar harga)?
16)
Apakah PHRI rutin berkomunikasi dengan Pemerintah
menyampaikan aspirasi anggota PHRI atas permasalahan yang ada?
17)
Apakah pengelola city hotel ikut berperan aktif dalam kepengurusan
ataupun kegiatan asosiasi?
dalam
163
Lampiran 7 : Pedoman Wawancara untuk Pengurus ASITA Daerah Bali
Nama Informan
: …………………………………………..
Organisasi
: …………………………………………
Hari/Tanggal wawancara
: ……………………………………………
_________________________________________________________
Pertanyaan
:
1) Bagaimanakah menurut Bapak/Ibu perkembangan hotel di Kota Denpasar?
2) Apakah menurut Bapak/Ibu klasifikasi hotel di Kota Denpasar telah sesuai
dengan syarat yang harus dipenuhi?
3) Menurut Bapak/Ibu apakah yang dimaksud dengan city hotel?
4) Menurut Bapak/Ibu, apakah faktor-faktor penyebab berkembangnya city
hotel di Kota Denpasar?
- Mudahnya proses perizinan
- Tingginya minat masyarakat menjual tanah karena pajak tanah.
- Lokasi berada di pusat kota atau strategis.
5) Menurut Bapak/Ibu, apakah dampak yang ditimbulkan perkembangan city
hotel di Kota Denpasar?
- Dampak positif (roda perekonomian masyarakat di sekeliling
meningkat, penyerapan tenaga kerja, adanya CSR/bantuan dari hotel
di sekitar)
- Dampak negatif (peningkatan harga-harga di masyarakat sekeliling,
kriminalitas meningkat, kemacetan lalu lintas, lahan tanah
berkurang dan beralih fungsi, harga tanah menjadi maha )
6) Apakah kriteria yang ditentukan dalam melakukan kerjasama dengan hotel
(harga, lokasi, pelayanan, komunikasi)?
7) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah rata-rata tingkat hunian hotel
perbulannya di Kota Denpasar?
8) Apa saran Bapak/Ibu kepada pengelola hotel untuk menarik tamu (harga,
fasilitas,lokasi, pelayanan, SDM, komunikasi ) ?
9) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah harga sewa kamar city hotel dengan
hotel melati di Kota Denpasar?
10) Menurut Bapak/Ibu, bagaimanakah perbandingan hotel dengan jumlah
tamu menginap hotel di Kota Denpasar?
11) Apakah saran Bapak/Ibu mengenai pembangunan hotel di Kota Denpasar
(perlu dibatasi, diatur lokasinya, pemerataan di seluruh Kota Denpasar,
perlunya kebijakan untuk menata jumlah hotel ataupu standar harga)
164
Lampiran : 8
Sampel Hotel yang Diteliti
No
NAMA HOTEL
ALAMAT
Denpasar Utara ( 4 hotel )
1
Hotel Inna Bali
Jl. Veteran No 3, Denpasar. Telp.
225 681/ 235 347.
E mail: [email protected]
2
Hotel Warta Sari
Jl. Cokroaminoto No. 135
Denpasar / Ir. Kt. Oka Merta Utama
( 082 147 242 863)
3
Hotel Puri Gatsu Indah (Hotel Jl. Gatot Subroto 309 Denpasar.
Gatsu Indah)
Telp. 4180839.
Satry Pratama: 081 353 040 009
4
Hotel Taman Wisata
Jl. Nangka No 98 A, Denpasar.
Telp. 236 015 .
Denpasar Timur (5 hotel)
1
Hotel Tohpati Bali (The
Graha Cakra Bali)
Jl. Bypass Ngurah Rai No.28
Denpasar. Telp. 462 673/ 235 408.
E mail: [email protected]
2
Hotel The Bali Rama City
Jl. Hayam Wuruk No 188,
Denpasar. Telp. 262 748. Agung Ani
: 081 239 42606
E mail: [email protected]
3
Hotel Cianjur
Jl. WR. Supratman , No. 39 Denpasar
Telp. 222 434 / 221 456
4
Hotel Puri Nusa Indah
Jl. Waribang, Denpasar.
Contact person :
A.A.Ngr. Alit Firman : 081 239
06893
5
Hotel Trio Bali
Jl. Hayam Wuruk No. 179 xx,
Denpasar
165
No
NAMA HOTEL
ALAMAT
Denpasar Selatan (4 hotel)
1
Hotel Harrads
Jl. Bypass Ngurah Rai, Denpasar.
Telp. 722 071/ 722 174.
E mail: [email protected]
2
Hotel Grand City Inn
Jl. Tukad Badung No 211 X,
Denpasar. Telp. 801 2299/ 895 0299
E mail: [email protected]
Ibu Parwati ( Manajer ) telp 801 229
3
Hotel Wisata Indah
Jl. Bedugul, Sidakarya No 24,
Denpasar. Telp. 723 857. Hubungi :
Made Kasi ( Manajer )
4
Hotel Mutiara
1
Hotel Express Lifestyle (ex
Fave hotel )
2
Hotel Pop Harris Teuku Umar
by Tauzia
3
Hotel Golden Tulip
Jl. Pendidikan No. 102, Sidakarya.
Denpasar.
Denpasar Barat ( 6 hotel)
Jl. Teuku Umar No. 175-179,
Denpasar. Telp. 842 2299
E mail: [email protected]
Adia (HRD) 082 897 030 931
Jl. Teuku Umar No. 74, Denpasar.
Telp. 258 025
E mail: [email protected]
HRD
Jl. Gatot Subroto Barat No. 101
Denpasar. Telp. 849 5777 E mail:
[email protected]
Ibu Windiari- 081 805 512 695
4
Hotel Grand Santhi (ex Hotel
Santhi )
Jl. Patih Jelantik No. 6, Denpasar.
Telp. 224 183/ 224 324 .E mail:
[email protected].
Ibu Agung Ismaya : 085 737 325 179
5
Hotel Puri Royan
6
Hotel Ratu ( ex Hotel Queen )
Jl. Teuku Umar No. 168, Denpasar.
Telp. 240 387
Manajer NIko : 081 338 406 985
Jl. Yos Sudarso, Denpasar.
Telp 226 922
166
Lampiran : 9
Daftar Informan pada Instansi dan Asosiasi.
No
NAMA
INSTANSI/
LEMBAGA
1.
Drs. I.B. Joni Arimbawa, M.Si.
Jabatan : Camat Denpasar Barat
Kecamatan Denpasar Barat
Jl. GunungAgung
Telp 416 295
2.
Drs. Raka Purwantara, MAP.
Jabatan : Sekretaris Camat Denpasar
Utara
Kecamatan Denpasar Utara
Jl. Mulawarman No. 1,
Denpasar
Telp 423 292
3.
I Made Sukarata,SE,M.Si
Jabatan : Sekretaris Camat Denpasar
Selatan.
Kecamatan Denpasar
Selatan
Jl. Raya Sesetan 25,
Denpasar Telp. 720 089
4
Drs. I.B. Kt. Suanthara
Jabatan : Sekretaris Camat Denpasar
Timur
Kecamatan Denpasar Timur
Jl. WR. Supratman 183,
Denpasar
Telp 224 126
5
Drs. I Ketut Arya
Jabatan : Kepala Bidang Usaha Jasa
dan Sarana Wisata
Dinas Pariwisata Kota
Denpasar
di Gedung Sewaka
Dharma,
Jl.Majapahit No. 1
Denpasar.
Ni Luh Gede Tirtawati
Jabatan : Kepala Seksi Akomodasi
Dinas Pariwisata Kota
Denpasar
di Gedung Sewaka
Dharma,
Jl. Majapahit No. 1
Denpasar.
6
167
No
7
NAMA
INSTANSI/
LEMBAGA
A.A. Ngr. Bawa Nendra, SH,M.Si.
Jabatan : Kepala Bidang Pengkajian
dan Pengembangan
Badan Pelayanan Perijinan
Satu Pintu dan Penanaman
Modal Kota Denpasar
di GedungSewaka Dharma,
Jl. Majapahit No. 1
Denpasar.
8
I Km. Agus Budiyasa,SH, MH.
Jabatan : Kepala Subbagian
Peraturan Perundang-undangan.
Bagian Hukum Setda Kota
Denpasar.
Kantor Walikota, Jl. Gajah
Mada No. 1, Denpasar.
9
A.A. Ngr. Adhi Ardhana, ST
Jabatan : Sekretaris, Perhimpunan
Hotel dan Restauran (PHRI) Kota
Denpasar
10
Ketut Ardana,SH.
Jabatan : Pengurus ASITA Bali
(Asosiasi Travel Agent)
168
Lampiran : 10 Daftar Nama Tamu yang diwawancarai
No.
Nama / Asal
tamu
Umur/ Jenis
kelamin
Status
Pendidikan/
Pekerjaan
Menginap
di Hotel
1
Viola,
Jawa Barat
21 th/
Perempuan
Belum
kawin
Kuliah /
Mahasiswa
Hotel
Harrads
Bintang 4
2
Albertus,
Jakarta
18 thn/ lakilaki
Belum
kawin
SMA/
Pelajar
Hotel
Harrads
Bintang 4
3
Astutik Ma'e,
Surabaya
42 th/
Perempuan
Kawin
S1/swasta
Hotel Puri
Royan
Melati 2
4
Aminudin,
Surabaya
35 thn/ Lakilaki
Kawin
S1/ Swasta
Hotel Puri
Royan
Melati 2
5
Yosyani Eka
Wulandari,
Bandung
27 thn/
Perempuan
Cerai
D3/
Wiraswasta
Hotel Pop
Harris
Teuku Umar
Bintang 2
6
Suranto, Surabaya
53 thn/ Lakilaki
kawin
Wirausaha
Hotel Pop
Harris
Teuku Umar
Bintang 2
7
Rini,
Jawa
38 thn/
Perempuan
kawin
SMA/
Pegawai
Travel
Hotel Puri
Nusa Indah
Melati 2
8
Aries, Jawa
42 thn/ Lakilaki
S1/ Pegawai
Travel
Hotel Puri
Nusa Indah
Melati 2
kawin
169
No.
9
Nama / Asal
tamu
Elmi Fadlllah,
Jawa Tengah
10
Slamet Purwadi,
Purbalingga
11
Yeni, Jawa
12
Lesmono, Jawa
Umur/ Jenis
kelamin
Status
Pendidikan/
Pekerjaan
Menginap
di Hotel
48 thn/
Perempuan
kawin
S1/ Guru
Hotel Puri
Nusa Indah
Melati 2
54 thn/ Lakilaki
kawin
S1/ Guru
Hotel Puri
Nusa Indah
Melati 2
kawin
S1/
Karyawan
swasta
29 thn/
Perempuan
45 thn/ Lakilaki
kawin
S2/ PNS
Hotel
Wisata
Indah
Melati 2
Hotel
Wisata
Indah
Melati 2
Hotel Grand
City Inn
Melati 3
13
Wahyudi,
Yogyakarta
42 thn/ Lakilaki
kawin
Karyawan
14
Sudarno,
Yogyakarta
53 thn/ Lakilaki
kawin
Karyawan
Hotel Grand
City Inn
Melati 3
15
Rinawati, NTB
31 thn/
Perempuan
kawin
SMA/
Pramuwisata
Hotel Warta
Warta Sari
Melati
16
Dra. Asih
Prabawati,
Yogyakarta
50 thn/
Perempuan
kawin
S1/
Konsultan
Kecantikan
17
Shirley Rosalina,
Jakarta
42 thn/
Perempuan
kawin
SMA /
swasta
Hotel Inna
Bali
Bintang 3
18
Sherly Kesuma
Dewi, Jakarta
40 thn/
Perempuan
kawin
S1 / swasta
Hotel Inna
Bali
Bintang 3
Hotel Warta
Warta Sari
Melati
170
No.
Nama / Asal
tamu
19
Maria Magdalena
E, Jakarta
37 thn/
Perempuan
kawin
S1/ Ibu
Rumah
Tangga
Hotel Inna
Bali
Bintang 3
20
Untung Indra
Saputra, Tulung
Agung
37 thn/ Lakilaki
kawin
S1/
Wiraswasta
Hotel Gatsu
Indah
Melati 2
Dadang Yulianto,
Semarang
36 thn/ Lakilaki
21
Umur/ Jenis
kelamin
22
Tama, Jakarta
26 thn/ Lakilaki
23
Yohanes Baptis
Dwi H, NTT
35 thn/ Lakilaki
Status
kawin
Pendidikan/
Pekerjaan
S1/ swasta
Belum
kawin
S1/
Karyawan
swasta
Kawin
S1/
Karyawan
BRI
Menginap
di Hotel
Hotel Gatsu
Indah
Melati 2
Hotel
Golden
Tulip
Essential
Bintang 3
Hotel Grand
Santhi,
Melati 3
Hotel Grand
Santhi,
Melati 3
24
Mirzal, Jawa
45 thn/ Lakilaki
Kawin
S1/
Karyawan
swasta
25
Dadan R, Jawa
45 thn/ Lakilaki
Kawin
S1/ swasta
26
Syafirudin,
Jayapura
40 thn/ Lakilaki
Kawin
SMA/
swasta
Hotel Grand
Santhi,
Melati 3
Hotel
Cianjur
Melati 3
27
Tuswati,
Surabaya
50 thn/
Perempuan
Kawin
SMA/
wiraswasta
Hotel
Cianjur
Melati 3
28
Kusmiati,
Yogyakarta
44 thn/
Perempuan
29
I Made Darma,
Bali
55 thn/ Lakilaki
Kawin
SMA/
Kawin
S1/
wiraswasta
Hotel Graha
Cakra Bali
Bintang 3
Hotel Graha
Cakra Bali
Bintang 3
171
No.
Nama / Asal
tamu
Umur/ Jenis
kelamin
30
I Wayan Keplus,
Bali
31
Ivo Paulino Da
Silva A. NTT
32
33
34
35
Status
Pendidikan/
Pekerjaan
50 thn/ Lakilaki
Kawin
S1/Guru
23 thn/ Lakilaki
Belum
kawin
Kuliah/
Mahasiswa
Ganali, Jawa
28 thn/ Lakilaki
Belum
kawin
Iswandi. Jawa
30 thn/ Lakilaki
Belum
kawin
Rahmat Alam,
Jakarta
Martinus, Jawa
Barat
27 thn/
Laki-laki
31 thn/ Lakilaki
Belum
kawin
Belum
kawin
D3/ swasta
S1/ swasta
S1/
mahasiswa
S1/ swasta
Menginap
di Hotel
Hotel Ratu
Melati 2
Hotel Ratu
Melati 2
Hotel
Taman
Wisata
Melati 3
Hotel
Taman
Melati 3
Hotel
Lifestyle
Express
Bintang 2
Hotel
Lifestyle
Express
Bintang 2
Download