Pemanfaatan Lidah Buaya (Aloe vera

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Diabetes Mellitus
1.1 Definisi
Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolisme dengan kriteria kadar
gula dalam darah tinggi, yaitu gula darah dalam keadaan puasa
≥ 126 mg/dl, atau 2
jam sesudah makan (post prandial) kadarnya≥ 200 mg/dl (Dalimartha, 2007). Oleh
karena itu, penyakit ini sering disebut sebagai penyakit gula atau kencing manis yang
tidak hanya mengganggu metabolisme karbohidrat, tetapi juga menyangkut
metabolisme protein dan lemak (Maulana, 2008).
Tingginya kadar gula darah pada penderita diabetes disebabkan oleh
terganggunya organ pankreas sehingga hormon insulin yang dihasilkan menjadi
kurang maksimal. Akibatnya, insulin yang dihasilkan jumlahnya bisa sedikit bahkan
tidak mencukupi untuk menurunkan kadar gula darah atau jumlah insulinnya
mencukupi tetapi kualitasnya rendah sehingga tetap tidak bisa menurunkan kadar
gula darah. Sebab insulin disini berperan dalam mendorong glukosa darah ke sel
tertentu untuk diubah menjadi energi dan mengubah kelebihan glukosa darah menjadi
glikogen yang disimpan di hati dan otot sebagai timbunan energi (Abuaqila, 2008).
Menurut American Diabetes Association (ADA) (2005, Soegondo et al.,
2007; dalam Utama, 2007), mengatakan bahwa diabetes mellitus merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (peningkatan kadar
gula darah) yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin atau gabungan dari
7
Universitas Sumatera Utara
8
keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, syaraf,
jantung dan pembuluh darah.
Maulana (2008) mengemukakan bahwa penyakit diabetes mellitus juga
disebut sebagai the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua
organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahanlahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya.
Perubahan seperti, minum menjadi lebih banyak, buang air kecil menjadi lebih sering,
dan berat badan yang terus menurun, berlangsung cukup lama dan biasanya
cenderung tidak diperhatikan, hingga seseorang pergi ke dokter dan memeriksakan
kadar glukosa darahnya.
1.2 Klasifikasi
1.2.1 Diabetes Melitus yang tergantung insulin (IDDM atau DM Tipe I)
Diabetes mellitus tipe 1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin
pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada
tubuh. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah
kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi
autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh (Maulana, 2008).
Maulana (2008) mengemukakan bahwa pada penderita diabetes tipe 1, terjadi
suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula di
dalam darah tinggi, tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa
insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sumber ini
dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang
Universitas Sumatera Utara
9
merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam
(ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan
berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anakanak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk
memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa
pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam
waktu hanya beberapa jam.
1.2.2 Diabetes Mellitus yang tidak tergantung insulin (NIDDM atau Diabetes
Tipe II)
Menurut D’Adamo dan Catherine (2006), penderita diabetes tipe 2 masih
dapat menghasilkan insulin akan tetapi, insulin yang dihasilkan tidak cukup atau
tidak bekerja sebagaimana mestinya di dalam tubuh sehingga glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel-sel tubuh .
Diabetes tipe 2 umumnya terdapat pada orang yang berusia lebih dari 40
tahun, gemuk, dan tidak aktif. Gejala pada tipe kedua ini terjadi secara perlahanlahan. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan
olahraga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih (Maulana, 2008).
1.2.3 Diabetes Mellitus Gestasional
Menurut Suyono (2007, dalam Utama, 2007), diabetes mellitus gestasional
merupakan diabetes yang terjadi selama kehamilan. Angka kejadiannya meliputi
20%-50% dari semua penderita diabetes khususnya tipe 2.
Kehamilan yang disertai timbulnya penyakit diabetes mellitus mempunyai
banyak resiko. Sebab keadaan ini dapat menimbulkan kelainan dari yang ringan
Universitas Sumatera Utara
10
sampai
menyebabkan
kematian,
diantaranya
seperti
keracunan
kehamilan
(preeklamsia) yang berat, air ketuban yang berlebihan (hidramnion), naiknya tekanan
darah (hipertensi), janin yang tumbuh besar (makrosomia), kematian janin dalam
kandungan, gawat janin, kelainan bawaan (kongenital), dan sebagainya (Dalimartha,
2007). Untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan tersebut, sebaiknya
penderita melahirkan di rumah sakit.
1.2.4 Diabetes Mellitus Tipe Lain
Ada beberapa tipe diabetes yang lain, seperti defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat
atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang
berkaitan dengan DM (Suyono et al., 2007, dalam Utama, 2007).
1.3 Penyebab
Menurut Waspadji (2007), penyebab pasti terjadinya diabetes mellitus
sampai saat ini belum diketahui jelas. Diabetes tipe 1 mempunyai dasar adanya
kelainan proses autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta pada pankreas,
namun mekanisme terjadinya kelainan tersebut hingga saat ini juga belum jelas.
Demikian pula dengan diabetes tipe 2, penyabab pasti terjadinya belum diketahui
secara jelas.
Dalam Maulana (2007) ada beberapa faktor pemicu yang dapat
meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus, yaitu : a) genetik atau faktor
keturunan, anggota keluarga penderita diabetes memiliki kemungkinan lebih besar
terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita
diabetes, b) virus dan bakteri, virus penyebab DM diantaranya, rubela, mumps, dan
Universitas Sumatera Utara
11
human coxsackievirus B4, c) bahan toksik atau beracun, diantaranya yang dapat
merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan
streptozoctin (dari sejenis jamur), d) nutrisi yang berlebihan sehingga menyebabkan
kegemukan (obesitas), e) kadar kortikosteroid yang tinggi, f) kehamilan diabetes
gestasional, g) obat-obatan yang dapat merusak pankreas.
1.4 Gejala-Gejala
Tiga serangkaian klasik mengenai gejala kencing manis adalah poliuri (urinasi
yang sering), polidipsi (banyak minum akibat meningkatnya tingkat kehausan), dan
polifagi (meningkatnya hasrat untuk makan) (Maulana, 2008).
Poliuri atau sering kencing terjadi karena kadar glukosa darah yang tinggi.
Saat kadar glukosa darah melebihi ambang ginjal (renal threshold) maka glukosa
yang berlebihan ini akan dikeluarkan (ekskresi) melalui urin dan adanya glukosa
dalam urin disebut glukosuria. Untuk mengeluarkan glukosa melalui ginjal
dibutuhkan banyak air (H2O). Hal inilah yang menyebabkan penderita sering
kencing. Sering kencing, selain dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan
(dehidrasi) juga mengakibatkan kulit menjadi kering (Dalimartha, 2007).
Disamping itu, sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga
penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengompensasikan hal ini,
penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan
(polifagi) (Maulana, 2008).
Selain ketiga gejala khas di atas, badan penderita penyakit diabetes juga
sering terasa lemah dan berat. Hal ini terjadi akibat tubuh kehilangan banyak cairan
dan elektrolit karena ikut terbuang melalui kencing yang berlebihan. Bisa juga energi
Universitas Sumatera Utara
12
yang terbentuk sangat kurang karena tubuh kekurangan insulin dan cadangan lemak
yang bisa dibakar menjadi tenaga sudah menipis (Dalimartha, 2007) .
1.5 Diagnosis
Pada umumnya, dokter akan melakukan diagnosis dugaan terlebih dahulu,
yaitu berdasarkan keluhan atau gejala khas yang dialami seseorang. Kemudian
melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan seseorang tersebut menderita
DM atau tidak. Diagnosis ini disebut dengan diagnosis pasti (Soegondo, 2007).
Menurut Suyono (2007, dalam Utama, 2007), kepastian diagnosis diabetes dapat
ditegakkan dengan ditemukannya keluhan atau gejala khas yaitu poliuri, polidipsi,
polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, disertai
dengan hasil pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu≥ 200
mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl.
Selain diagnosis di atas, yang mungkin dikeluhkan oleh pasien namun tidak khas,
diantaranya rasa lemas, gatal-gatal, kesemutan pada jari tangan dan kaki, penglihatan
menjadi kabur, impotensi pada pasien pria, gatal pada kemaluan (pruritus vulvae)
pada penderita wanita serta luka yang sulit sembuh (Dalimartha, 2007).
Jika pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu masih meragukan, perlu dilakukan
tes toleransi glukosa oral dengan tujuan untuk memastikan diagnosis (Maulana,
2008).
1.6 Pengobatan
Tujuan utama pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula
darah dalam kisaran yang normal (Maulana, 2008). Kadar gula darah yang benarbenar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang
Universitas Sumatera Utara
13
normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang
semakin berkurang (Dalimartha, 2007).
Pengobatan diabetes mellitus meliputi beberapa aspek, yaitu: edukasi,
perubahan pola hidup (misalnya pengendalian stress, peningkatan spiritual),
perubahan pola makan dengan menghindari makanan dan minuman yang tidak
bermanfaat, olah raga yang teratur (misalnya tiap 2 hari sekali), terapi konvensional
dengan obat-obatan kimia, diantaranya golongan sulfonilurea, glinid (sebagai pemicu
sekresi insulin) dan golongan biguanid, tiazolidindion (yang bekerja sebagai
penambah sensitivitas terhadap insulin) (Abuaqila, 2008).
2. Lidah Buaya (Aloe Vera)
Tanaman lidah buaya sudah dikenal sejak ribuan tahun silam. Biasanya digunakan
sebagai penyubur rambut, penyembuh luka, dan perawatan kulit. Selain itu, tanaman
ini juga bermanfaat sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Disamping
itu, juga sebagai bahan pembuatan makanan dan minuman kesehatan (Furnawanthi,
2002).
Sejarah Lidah Buaya
Lidah buaya merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya Ethiopia, yang
termasuk golongan liliaceae. Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi,
tergantung dari negara atau wilayah tempat tumbuh. Latin, Prancis, Portugis, dan
Jerman: aloe; Inggris:crocodiles tongues; Malaysia: Jadam; Cina: luhui; Spanyol:
sa’villa; India: musabbar; Tibet:jelly leek; Indian: ailwa; Arab: sabbar; Indonesia:
lidah buaya; dan Filipina: natau (Furnawanthi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
14
Tanaman lidah buaya diduga berasal dari kepulauan Canary di sebelah barat
Afrika. Telah dikenal sebagai obat dan kosmetik sejak berabad-abad silam. Hal ini
tercatat dalam Egyptian Book of Remedies. Di dalam buku itu dikisahkan pada zaman
Cleopatra, lidah buaya dimanfaatkan untuk bahan baku kosmetik dan pelembaban
kulit. Pemakaiannya di bidang farmasi pertama kali dilakukan oleh orang-orang
Samaria sekitar tahun 1750 SM (Furnawanthi, 2002).
Bangsa Arab telah lama memanfaatkan tanaman yang dijuluki “the miracle
plant “ tersebut untuk pengobatan dan bahan kosmetik. Demikian halnya dengan
bangsa Yunani dan Romawi, mereka menggunakan lidah buaya untuk mengatasi
berbagai masalah kesehatan (Yohanes, 2005).
Yohanes (2005) mengatakan bahwa menurut sejarahnya, lidah buaya di bawa
ke Indonesia oleh bangsa Cina pada abad ke-17. Semula pemanfaatan tanaman
tersebut terbatas sebagai tanaman hias, ramuan obat-obat tradisional, dan bahan
kecantikan. Budi daya komersial dan perluasan penggunaan untuk bahan baku produk
minuman dimulai pada tahun 900-an, ditandai dengan dibukanya lahan lidah buaya di
Kalimantan Barat tepatnya di kota Pontianak. Beberapa daerah lainnya seperti
Palembang, Malang, dan Jawa Barat juga memiliki lahan perkebunan lidah buaya.
Morfologi
Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang
bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat kering. Batang tanaman pendek,
mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset), panjang daun 40-90 cm, lebar 613 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun serta bunga berbentuk
lonceng (Furnawanthi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
15
Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunaan air karena
memiliki sifat tahan kekeringan. Dalam kondisi gelap, terutama malam hari, stomata
atau mulut daun membuka, sehingga uap air dapat masuk. Hal ini disebabkan karena
pada malam hari udaranya dingin, uap air tersebut berbentuk embun. Stomata yang
membuka pada malam hari memberi keuntungan, yakni tidak akan terjadi penguapan
air dari tubuh tanaman, sehingga air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat
dipertahankan. Oleh karena itu, lidah buaya mampu bertahan hidup dalam kondisi
yang bagaimanapun keringnya (Furnawanthi, 2002).
Kelemahan lidah buaya adalah jika ditanam di daerah basah dengan curah
hujan tinggi, mudah terserang cendawan, terutama fusarium sp. yang menyerang
pangkal batangnya (Furnawanthi, 2002). Sementara itu, dari segi budi daya, tanaman
lidah buaya sangat mudah dan relatif tidak memerlukan investasi besar. Hal ini
disebabkan tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang dapat dipanen berulangulang dengan masa produksi 7-8 tahun (Astawan, 2008).
2.2.1 Batang
Batang tanaman lidah buaya berserat atau berkayu. Pada umumnya sangat
pendek dan hampir tidak terlihat karena tertutupi oleh daun yang rapat dan sebagian
terbenam dalam tanah. Namun, ada juga beberapa spesies yang berbentuk pohon
dengan ketinggian mencapai 3-5 m yang dapat dijumpai di gurun Afrika Utara dan
Amerika. Melalui batang ini akan tumbuh tunas yang akan menjadi anakan (sucker)
(Furnawanthi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
16
2.2.2 Daun
Daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang. Daunnya
berdaging tebal; tidak bertulang; berwarna hijau keabu-abuan dan mempunyai lapisan
lilin di permukaan; serta bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah, atau lender
yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat
(cembung) (Furnawanthi, 2002).
Di daun lidah buaya yang muda dan sucker (anak) terdapat bercak (totol)
berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya dewasa.
Namun, tidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau local. Hal
ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun berjajar gerigi
atau duri yang tumpul dan tidak berwarna (Furnawanthi, 2002).
2.2.3 Bunga
Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3 cm,
berwarna kuning sampai orange, tersusun sedikit berjuntai melingkari ujung tangkai
yang menjulang ke atas sepanjang sekitar 50-100 cm (Furnawanthi, 2002).
2.2.4 Akar
Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang pendek dengan akar serabut
yang panjangnya bisa mencapai 30-40 cm (Furnawanthi, 2002).
Jenis dan Varietas Lidah Buaya
Terdapat lebih dari 350 jenis lidah buaya yang termasuk dalam suku
Liliaceae. Di samping itu, tidak sedikit lidah buaya yang merupakan hasil
persilangan. Menurut Dowling (1985, dalam Furnawanthi, 2002) hanya tiga jenis
lidah buaya yang dibudidayakan secara komersial di dunia, yakni Curacao Aloe atau
Universitas Sumatera Utara
17
Aloe vera (Aloe Barbadensis Miller), Cape Aloe atau Aloe Ferox Miller, dan
Socotrine Aloe yang salah satunya adalah Aloe Perryi Baker. Karakteristik ketiga
jenis lidah buaya tersebut terlihat dalam tabel 1 berikut ini.
Tabel 1. Karakteristik tanaman lidah buaya komersial
Karakteristik
Aloe Barbadensis
Aloe Ferox
Aloe Perryi
Miller
Miller
Baker
Batang
Tidak terlihat jelas
Terlihat jelas
(tinggi 3-5 m atau
lebih)
Tidak terlihat
jelas (lebih
kurang 0,5 m)
Bentuk Daun
Lebar di bagian
bawah, dengan
pelepah bagian atas
cembung
6-13 cm
Lebar dibagian
bawah
Lebar dibagian
bawah
10-15 cm
5-8 cm
Lapisan lilin pada
daun
Tebal
Tebal
Tipis
Duri
Di bagian pinggir
Daun
Di bagian pinggir
dan bawah daun
Di bagian
pinggir daun
Tinggi Bunga
(mm)
25-30 (tinggi tangkai
bunga 60-100 cm)
35-40
25-30
Warna bunga
Kuning
Merah tua hingga
jingga
Merah Terang
Lebar daun
Diambil dari : Furnawanthi, 2002
Lidah buaya yang banyak dimanfaatkan adalah spesies Aloe barbadensis Miller
yang ditemukan oleh Philip Miller, seorang pakar botani yang berasal dari inggris,
pada tahun 1768. Aloe barbadensis Miller mempunyai beberapa keunggulan,
diantaranya tahan hama;ukurannya lebih panjang, yakni bisa mencapai 121 cm; berat
perbatangnya bisa mencapai 4kg; dan mengandung 75 nutrisi.
Universitas Sumatera Utara
18
Jenis yang banyak dikembangkan di Asia termasuk indonesia, adalah Aloe
chinensis Baker, yang berasal dari cina, tetapi bukan tanaman asli cina. Jenis ini di
Indonesia sudah ditanam secara komersial di Kalimantan Barat dan lebih dikenal
dengan nama lidah buaya pontianak, yang dideskripsikan oleh Baker pada tahun 1877
(Furnawanthi, 2002). Ciri-ciri tanaman ini adalah bunga berwarna orange, pelepah
berwarna hijau muda, pelepah bagian atas agak cekung, dan mempunyai totol putih
didaunnya ketika tanaman masih muda, lapisan lilinnya tipis di bawah daun dengan
panjang daun 50-80 cm, lebarnya mencapai 10-14 cm dengan tebal 2-3 cm dan duri
daun terdapat di bagian tepi (Jatnika& Saptoningsih, 2009).
Jenis lidah buaya ini adalah salah satu lidah buaya yang baik untuk
menurunkan kadar gula darah sebab mengandung kromium yang saat dikonsumsi
oleh penderita diabetes mellitus akan menuju ke jaringan adipose dan otot lurik yang
akan mengaktifkan fosforilasi Akt yang ada di jaringan adipose dan otot lurik.
Fosforilasi Akt akan merangsang sekresi insulin secara paten sehingga glukosa dapat
masuk kedalam sel β pancreas secara difusi pasif yang diperantarai protein membrane
yang spesifik (glukosa transporter 2) sedangkan glukosa masuk ke membran plasma
melalui glukosa transporter 4 yang juga dapat merangsang sekresi insulin. Karena
adanya sekresi insulin maka produksi insulin meningkat secara otomatis produksi
glukosa oleh hati menurun dan glukosa darah juga menurun (Wuliyani, 2009).
Kandungan Lidah Buaya
Tanaman lidah buaya mengandung dua jenis cairan, yakni cairan bening
seperti jeli dan cairan berwarna kekuningan yang mengandung aloin. Jeli lidah buaya
diperoleh dengan membelah batang lidah buaya. Jeli mengandung zat antibakteri dan
Universitas Sumatera Utara
19
dan antijamur yang dapat menstimulasi fibroblast, yaitu sel-sel kulit yang berfungsi
menyembuhkan luka (Astawan, 2008).
Lidah buaya jenis Barbadensis Miller aman dikonsumsi, karena mengandung
zat mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh, diantaranya 18 macam asam
amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, enzim, hormon, dan zat golongan
obat. Mengingat kandungan yang lengkap itu, lidah buaya bukan cuma berguna
menjaga kesehatan, tapi juga mengatasi berbagai penyakit, misalnya lidah buaya juga
mampu menurunkan kadar gula darah pada diabetesi yang tidak tergantung insulin
dalam waktu 10 hari gula darah bisa normal (Freddy 2006, dalam Purwakarta, 2006).
Kandungan dari lidah buaya yang dianggap mampu menurunkan kadar gula
darah adalah kromium, inositol, vitamin A, dan getah kering lidah buaya yang
mengandung hypoglycemic (Jatnika& Saptoningsih, 2009).
Selain itu, lidah buaya diyakini sangat mujarab karena mengandung salisilat,
yaitu zat peredam sakit dan antibengkak yang juga terdapat dalam aspirin. Cairan
berwarna kekuningan mengandung aloin berasal dari lateks yang terdapat di bagian
luar kulit lidah buaya. Cairan ini tidak sama dengan jeli lidah buaya, dianggap cukup
aman dan banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar komersial (Furnawanthi,
2002).
Jumlah asam amino, vitamin, enzim, anthraquinone, dan unsur lainnya tidak
terdapat dalam jumlah besar, tetapi karena digabungkan menjadi satu, membuahkan
hasil yang menakjubkan. Hal ini disebabkan unsur yang terdapat di dalam lidah buaya
ini menstimulasi macropage di dalam tubuh. Macropage adalah salah satu sel darah
yang mengendalikan system kekebalan tubuh (Furnawanthi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
20
2.5 Manfaat dan Khasiat Lidah Buaya
Selain menyuburkan rambut, lidah buaya juga dikenal berkhasiat untuk
mengobati sejumlah penyakit, diantaranya diabetes mellitus dan serangan jantung.
Bangsa Mesir kuno sudah mengenal khasiat lidah buaya sebagai obat sekitar tahun
1500 SM. Berkat khasiatnya, masyarakat Mesir kuno menyebutnya sebagai tanaman
keabadian (Purwakarta, 2006).
Manfaat lidah buaya beragam disebabkan kandungan bahan aktif yang
dimilikinya, seperti terlihat di tabel 2 dan 3.
Tabel 2. Zat-zat yang terkandung dalam gel lidah buaya
Zat
Kegunaan
Lignin
- Mempunyai kemampuan penyerapan
yang tinggi, sehingga memudahkan
peresapan gel ke kulit.
Saponin
- Mempunyai kemampuan
membersihakn dan bersifat antiseptik.
- Bahan pencuci yang sangat baik.
Komplek
Anthraquinone
aloin, - Bahan laksatif
barbaloin, iso-barbaloin, anthranol, -Penghilang
aloe emodin, anthracene, aloetic
rasa
sakit,
mengurangi
racun.
acid, ester asam sinamat, asam - Senyawa antibakteri.
krisophanat, eteral oil, resistanol
- Mempunyai kandungan antibiotik.
Vitamin B1, B2, niacinamida, B6, -Bahan penting untuk menjalankan fungsi
Universitas Sumatera Utara
21
cholin, asam folat
tubuh secara normal dan sehat.
Enzim oksidase, amilase, katalase, -Mengatur proses-proses kimia dalam
lifase, protease
tubuh.
-Menyembuhkan luka dalam dan luar.
Mono dan polisakarida, selulosa, -Memenuhi
glukosa,
mannose,
aldopentosa,
rhamnosa
kebutuhan
metabolisme
tubuh.
-Berfungsi
untuk
memproduksi
mucopolisakarida.
Diambil dari : Furnawanthi, 2002)
Tabel 3. Komposisi kimia gel lidah buaya
Bahan
Kegunaan
Unsur
Konsentrasi
( ppm)
Mineral
- Memberi ketahanan terhadap
Kalsium(Ca)
458,00
penyakit, menjaga kesehatan
Fosfor(P)
20,10
dan memberikan vitalitas.
Besi(Fe)
1,18
- Berinteraksi dengan vitamin
untuk mendukung fungsi-
Mangan(Mn)
1,04
fungsi tubuh.
Kalium(K)
797,00
Natrium(Na)
84,40
Tembaga(Cu)
0,11
Asam aspartat
43,00
Asam glutamat
52,00
- Bahan untuk pertumbuhan
Asam amino
Magnesium(Mg) 60,80
dan perbaikan.
- Untuk sintesa bahan lain.
Universitas Sumatera Utara
22
- Sumber energi
Alanin
28,00
Isoleusin
14,00
Fenilalanin
14,00
Threonin
31,00
Prolin
14,00
Valin
14,00
Leusin
20,00
Histidin
18,00
Serin
45,00
Glisin
28,00
Methionin
14,00
Lysine
37,00
Arginin
14,00
Tyrosin
14,00
Tryptophan
30,00
Protein
Diambil dari : Furnawanthi, 2002
0,1 %
Secara umum bagian-bagian dari tanaman lidah buaya yang sering
dimanfaatkan yaitu :
2.5.1 Daun
Keseluruhan daunnya dapat digunakan langsung, baik secara tradisional
maupun dalam bentuk eksudatnya (Furnawanthi, 2002).
Universitas Sumatera Utara
23
2.5.2 Eksudat
Eksudat adalah getah yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan.
Eksudatnya berbentuk kental, berwarna kuning, dan rasanya pahit (Furnawanthi,
2002).
Getah lidah buaya bersifat kolodial seperti lendir, terutama jika pH nya
mendekati basa (saat daun masih segar), bentuknya berupa gel (mirip agar-agar) yang
lekat. Namun, jika pH-nya mendekati asam (saat daun mulai layu), akan berubah
wujud menjadi sol yang bersifat lebih encer seperti sirup (Furnawanthi, 2002).
2.5.3 Gel
Gel adalah bagian berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian
dalam daun setelah eksudatnya dikeluarkan (Furnawanthi, 2002). Gel sangat mudah
rusak karena mengandung bahan aktif dan enzim yang sangat sensitive terhadap
suhu, udara dan cahaya, serta bersifat mendinginkan. Sifat gel lidah buaya sangat
mudah teroksidasi karena adanya enzim oksidase. Akibatnya, kontak bahan dengan
udara (oksigen) akan mempercepat proses oksidasi, sehingga gel akan berubah
menjadi kuning hingga coklat (browning) (Yohanes, 2005) .
2.6 Cara Meramu Lidah Buaya Untuk Menurunkan Kadar Gula Darah
Cara meramu lidah buaya untuk menurunkan kadar gula darah, yaitu satu
pelepah lidah buaya ukuran besar (kira-kira seukuran telapak tangan) dibersihkan
terlebih dahulu dengan mengupas kulit dan durinya. Kemudian, rendam sekitar 30
menit dalam air garam dengan takaran 1 sendok makan garam dapur biasa dicampur 1
liter air. Selanjutnya, remas sebentar secara perlahan
lalu bilas dengan air yang
mengalir (air kran). Kemudian, rebus dengan 3 gelas air hingga mendidih. Lalu
Universitas Sumatera Utara
24
dinginkan dan diminum sebanyak setengah gelas 2 sampai 3 kali sehari selama 10
hari berturut-turut (Purwakarta, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Download