7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Diabetes Mellitus 1.1 Definisi Diabetes melitus adalah suatu penyakit metabolisme dengan kriteria kadar gula dalam darah tinggi, yaitu gula darah dalam keadaan puasa ≥ 126 mg/dl, atau 2 jam sesudah makan (post prandial) kadarnya≥ 200 mg/dl (Dalimartha, 2007). Oleh karena itu, penyakit ini sering disebut sebagai penyakit gula atau kencing manis yang tidak hanya mengganggu metabolisme karbohidrat, tetapi juga menyangkut metabolisme protein dan lemak (Maulana, 2008). Tingginya kadar gula darah pada penderita diabetes disebabkan oleh terganggunya organ pankreas sehingga hormon insulin yang dihasilkan menjadi kurang maksimal. Akibatnya, insulin yang dihasilkan jumlahnya bisa sedikit bahkan tidak mencukupi untuk menurunkan kadar gula darah atau jumlah insulinnya mencukupi tetapi kualitasnya rendah sehingga tetap tidak bisa menurunkan kadar gula darah. Sebab insulin disini berperan dalam mendorong glukosa darah ke sel tertentu untuk diubah menjadi energi dan mengubah kelebihan glukosa darah menjadi glikogen yang disimpan di hati dan otot sebagai timbunan energi (Abuaqila, 2008). Menurut American Diabetes Association (ADA) (2005, Soegondo et al., 2007; dalam Utama, 2007), mengatakan bahwa diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terjadi karena sekresi insulin, kerja insulin atau gabungan dari 7 Universitas Sumatera Utara 8 keduanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh terutama mata, ginjal, syaraf, jantung dan pembuluh darah. Maulana (2008) mengemukakan bahwa penyakit diabetes mellitus juga disebut sebagai the great imitator, yaitu penyakit yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini timbul secara perlahanlahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam dirinya. Perubahan seperti, minum menjadi lebih banyak, buang air kecil menjadi lebih sering, dan berat badan yang terus menurun, berlangsung cukup lama dan biasanya cenderung tidak diperhatikan, hingga seseorang pergi ke dokter dan memeriksakan kadar glukosa darahnya. 1.2 Klasifikasi 1.2.1 Diabetes Melitus yang tergantung insulin (IDDM atau DM Tipe I) Diabetes mellitus tipe 1 dicirikan dengan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin pada tubuh. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh (Maulana, 2008). Maulana (2008) mengemukakan bahwa pada penderita diabetes tipe 1, terjadi suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Meskipun kadar gula di dalam darah tinggi, tetapi sebagian besar sel tidak dapat menggunakan gula tanpa insulin, sehingga sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain. Sumber ini dapat berasal dari lemak tubuh. Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang Universitas Sumatera Utara 9 merupakan senyawa kimia beracun yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan berkemih yang berlebihan, mual, muntah, lelah dan nyeri perut (terutama pada anakanak). Pernafasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. 1.2.2 Diabetes Mellitus yang tidak tergantung insulin (NIDDM atau Diabetes Tipe II) Menurut D’Adamo dan Catherine (2006), penderita diabetes tipe 2 masih dapat menghasilkan insulin akan tetapi, insulin yang dihasilkan tidak cukup atau tidak bekerja sebagaimana mestinya di dalam tubuh sehingga glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh . Diabetes tipe 2 umumnya terdapat pada orang yang berusia lebih dari 40 tahun, gemuk, dan tidak aktif. Gejala pada tipe kedua ini terjadi secara perlahanlahan. Dengan pola hidup sehat, yaitu mengkonsumsi makanan bergizi seimbang dan olahraga secara teratur biasanya penderita berangsur pulih (Maulana, 2008). 1.2.3 Diabetes Mellitus Gestasional Menurut Suyono (2007, dalam Utama, 2007), diabetes mellitus gestasional merupakan diabetes yang terjadi selama kehamilan. Angka kejadiannya meliputi 20%-50% dari semua penderita diabetes khususnya tipe 2. Kehamilan yang disertai timbulnya penyakit diabetes mellitus mempunyai banyak resiko. Sebab keadaan ini dapat menimbulkan kelainan dari yang ringan Universitas Sumatera Utara 10 sampai menyebabkan kematian, diantaranya seperti keracunan kehamilan (preeklamsia) yang berat, air ketuban yang berlebihan (hidramnion), naiknya tekanan darah (hipertensi), janin yang tumbuh besar (makrosomia), kematian janin dalam kandungan, gawat janin, kelainan bawaan (kongenital), dan sebagainya (Dalimartha, 2007). Untuk menghindari berbagai hal yang tidak diinginkan tersebut, sebaiknya penderita melahirkan di rumah sakit. 1.2.4 Diabetes Mellitus Tipe Lain Ada beberapa tipe diabetes yang lain, seperti defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati, karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang dan sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM (Suyono et al., 2007, dalam Utama, 2007). 1.3 Penyebab Menurut Waspadji (2007), penyebab pasti terjadinya diabetes mellitus sampai saat ini belum diketahui jelas. Diabetes tipe 1 mempunyai dasar adanya kelainan proses autoimun yang menyebabkan kerusakan sel beta pada pankreas, namun mekanisme terjadinya kelainan tersebut hingga saat ini juga belum jelas. Demikian pula dengan diabetes tipe 2, penyabab pasti terjadinya belum diketahui secara jelas. Dalam Maulana (2007) ada beberapa faktor pemicu yang dapat meningkatkan risiko terjadinya diabetes mellitus, yaitu : a) genetik atau faktor keturunan, anggota keluarga penderita diabetes memiliki kemungkinan lebih besar terserang penyakit ini dibandingkan dengan anggota keluarga yang tidak menderita diabetes, b) virus dan bakteri, virus penyebab DM diantaranya, rubela, mumps, dan Universitas Sumatera Utara 11 human coxsackievirus B4, c) bahan toksik atau beracun, diantaranya yang dapat merusak sel beta secara langsung adalah alloxan, pyrinuron (rodentisida), dan streptozoctin (dari sejenis jamur), d) nutrisi yang berlebihan sehingga menyebabkan kegemukan (obesitas), e) kadar kortikosteroid yang tinggi, f) kehamilan diabetes gestasional, g) obat-obatan yang dapat merusak pankreas. 1.4 Gejala-Gejala Tiga serangkaian klasik mengenai gejala kencing manis adalah poliuri (urinasi yang sering), polidipsi (banyak minum akibat meningkatnya tingkat kehausan), dan polifagi (meningkatnya hasrat untuk makan) (Maulana, 2008). Poliuri atau sering kencing terjadi karena kadar glukosa darah yang tinggi. Saat kadar glukosa darah melebihi ambang ginjal (renal threshold) maka glukosa yang berlebihan ini akan dikeluarkan (ekskresi) melalui urin dan adanya glukosa dalam urin disebut glukosuria. Untuk mengeluarkan glukosa melalui ginjal dibutuhkan banyak air (H2O). Hal inilah yang menyebabkan penderita sering kencing. Sering kencing, selain dapat menyebabkan tubuh kekurangan cairan (dehidrasi) juga mengakibatkan kulit menjadi kering (Dalimartha, 2007). Disamping itu, sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengompensasikan hal ini, penderita sering kali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi) (Maulana, 2008). Selain ketiga gejala khas di atas, badan penderita penyakit diabetes juga sering terasa lemah dan berat. Hal ini terjadi akibat tubuh kehilangan banyak cairan dan elektrolit karena ikut terbuang melalui kencing yang berlebihan. Bisa juga energi Universitas Sumatera Utara 12 yang terbentuk sangat kurang karena tubuh kekurangan insulin dan cadangan lemak yang bisa dibakar menjadi tenaga sudah menipis (Dalimartha, 2007) . 1.5 Diagnosis Pada umumnya, dokter akan melakukan diagnosis dugaan terlebih dahulu, yaitu berdasarkan keluhan atau gejala khas yang dialami seseorang. Kemudian melakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan seseorang tersebut menderita DM atau tidak. Diagnosis ini disebut dengan diagnosis pasti (Soegondo, 2007). Menurut Suyono (2007, dalam Utama, 2007), kepastian diagnosis diabetes dapat ditegakkan dengan ditemukannya keluhan atau gejala khas yaitu poliuri, polidipsi, polifagi dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya, disertai dengan hasil pemeriksaan glukosa darah tidak normal (glukosa darah sewaktu≥ 200 mg/dl atau glukosa darah puasa ≥ 126 mg/dl. Selain diagnosis di atas, yang mungkin dikeluhkan oleh pasien namun tidak khas, diantaranya rasa lemas, gatal-gatal, kesemutan pada jari tangan dan kaki, penglihatan menjadi kabur, impotensi pada pasien pria, gatal pada kemaluan (pruritus vulvae) pada penderita wanita serta luka yang sulit sembuh (Dalimartha, 2007). Jika pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu masih meragukan, perlu dilakukan tes toleransi glukosa oral dengan tujuan untuk memastikan diagnosis (Maulana, 2008). 1.6 Pengobatan Tujuan utama pengobatan diabetes adalah untuk mempertahankan kadar gula darah dalam kisaran yang normal (Maulana, 2008). Kadar gula darah yang benarbenar normal sulit untuk dipertahankan, tetapi semakin mendekati kisaran yang Universitas Sumatera Utara 13 normal, maka kemungkinan terjadinya komplikasi sementara maupun jangka panjang semakin berkurang (Dalimartha, 2007). Pengobatan diabetes mellitus meliputi beberapa aspek, yaitu: edukasi, perubahan pola hidup (misalnya pengendalian stress, peningkatan spiritual), perubahan pola makan dengan menghindari makanan dan minuman yang tidak bermanfaat, olah raga yang teratur (misalnya tiap 2 hari sekali), terapi konvensional dengan obat-obatan kimia, diantaranya golongan sulfonilurea, glinid (sebagai pemicu sekresi insulin) dan golongan biguanid, tiazolidindion (yang bekerja sebagai penambah sensitivitas terhadap insulin) (Abuaqila, 2008). 2. Lidah Buaya (Aloe Vera) Tanaman lidah buaya sudah dikenal sejak ribuan tahun silam. Biasanya digunakan sebagai penyubur rambut, penyembuh luka, dan perawatan kulit. Selain itu, tanaman ini juga bermanfaat sebagai bahan baku industri farmasi dan kosmetik. Disamping itu, juga sebagai bahan pembuatan makanan dan minuman kesehatan (Furnawanthi, 2002). Sejarah Lidah Buaya Lidah buaya merupakan tanaman asli Afrika, tepatnya Ethiopia, yang termasuk golongan liliaceae. Tanaman ini mempunyai nama yang bervariasi, tergantung dari negara atau wilayah tempat tumbuh. Latin, Prancis, Portugis, dan Jerman: aloe; Inggris:crocodiles tongues; Malaysia: Jadam; Cina: luhui; Spanyol: sa’villa; India: musabbar; Tibet:jelly leek; Indian: ailwa; Arab: sabbar; Indonesia: lidah buaya; dan Filipina: natau (Furnawanthi, 2002). Universitas Sumatera Utara 14 Tanaman lidah buaya diduga berasal dari kepulauan Canary di sebelah barat Afrika. Telah dikenal sebagai obat dan kosmetik sejak berabad-abad silam. Hal ini tercatat dalam Egyptian Book of Remedies. Di dalam buku itu dikisahkan pada zaman Cleopatra, lidah buaya dimanfaatkan untuk bahan baku kosmetik dan pelembaban kulit. Pemakaiannya di bidang farmasi pertama kali dilakukan oleh orang-orang Samaria sekitar tahun 1750 SM (Furnawanthi, 2002). Bangsa Arab telah lama memanfaatkan tanaman yang dijuluki “the miracle plant “ tersebut untuk pengobatan dan bahan kosmetik. Demikian halnya dengan bangsa Yunani dan Romawi, mereka menggunakan lidah buaya untuk mengatasi berbagai masalah kesehatan (Yohanes, 2005). Yohanes (2005) mengatakan bahwa menurut sejarahnya, lidah buaya di bawa ke Indonesia oleh bangsa Cina pada abad ke-17. Semula pemanfaatan tanaman tersebut terbatas sebagai tanaman hias, ramuan obat-obat tradisional, dan bahan kecantikan. Budi daya komersial dan perluasan penggunaan untuk bahan baku produk minuman dimulai pada tahun 900-an, ditandai dengan dibukanya lahan lidah buaya di Kalimantan Barat tepatnya di kota Pontianak. Beberapa daerah lainnya seperti Palembang, Malang, dan Jawa Barat juga memiliki lahan perkebunan lidah buaya. Morfologi Tanaman lidah buaya termasuk semak rendah, tergolong tanaman yang bersifat sukulen, dan menyukai hidup di tempat kering. Batang tanaman pendek, mempunyai daun yang bersap-sap melingkar (roset), panjang daun 40-90 cm, lebar 613 cm, dengan ketebalan lebih kurang 2,5 cm di pangkal daun serta bunga berbentuk lonceng (Furnawanthi, 2002). Universitas Sumatera Utara 15 Lidah buaya termasuk tanaman yang efisien dalam penggunaan air karena memiliki sifat tahan kekeringan. Dalam kondisi gelap, terutama malam hari, stomata atau mulut daun membuka, sehingga uap air dapat masuk. Hal ini disebabkan karena pada malam hari udaranya dingin, uap air tersebut berbentuk embun. Stomata yang membuka pada malam hari memberi keuntungan, yakni tidak akan terjadi penguapan air dari tubuh tanaman, sehingga air yang berada di dalam tubuh daunnya dapat dipertahankan. Oleh karena itu, lidah buaya mampu bertahan hidup dalam kondisi yang bagaimanapun keringnya (Furnawanthi, 2002). Kelemahan lidah buaya adalah jika ditanam di daerah basah dengan curah hujan tinggi, mudah terserang cendawan, terutama fusarium sp. yang menyerang pangkal batangnya (Furnawanthi, 2002). Sementara itu, dari segi budi daya, tanaman lidah buaya sangat mudah dan relatif tidak memerlukan investasi besar. Hal ini disebabkan tanaman ini merupakan tanaman tahunan yang dapat dipanen berulangulang dengan masa produksi 7-8 tahun (Astawan, 2008). 2.2.1 Batang Batang tanaman lidah buaya berserat atau berkayu. Pada umumnya sangat pendek dan hampir tidak terlihat karena tertutupi oleh daun yang rapat dan sebagian terbenam dalam tanah. Namun, ada juga beberapa spesies yang berbentuk pohon dengan ketinggian mencapai 3-5 m yang dapat dijumpai di gurun Afrika Utara dan Amerika. Melalui batang ini akan tumbuh tunas yang akan menjadi anakan (sucker) (Furnawanthi, 2002). Universitas Sumatera Utara 16 2.2.2 Daun Daun lidah buaya berbentuk tombak dengan helaian memanjang. Daunnya berdaging tebal; tidak bertulang; berwarna hijau keabu-abuan dan mempunyai lapisan lilin di permukaan; serta bersifat sukulen, yakni mengandung air, getah, atau lender yang mendominasi daun. Bagian atas daun rata dan bagian bawahnya membulat (cembung) (Furnawanthi, 2002). Di daun lidah buaya yang muda dan sucker (anak) terdapat bercak (totol) berwarna hijau pucat sampai putih. Bercak ini akan hilang saat lidah buaya dewasa. Namun, tidak demikian halnya dengan tanaman lidah buaya jenis kecil atau local. Hal ini kemungkinan disebabkan faktor genetiknya. Sepanjang tepi daun berjajar gerigi atau duri yang tumpul dan tidak berwarna (Furnawanthi, 2002). 2.2.3 Bunga Bunga lidah buaya berbentuk terompet atau tabung kecil sepanjang 2-3 cm, berwarna kuning sampai orange, tersusun sedikit berjuntai melingkari ujung tangkai yang menjulang ke atas sepanjang sekitar 50-100 cm (Furnawanthi, 2002). 2.2.4 Akar Lidah buaya mempunyai sistem perakaran yang pendek dengan akar serabut yang panjangnya bisa mencapai 30-40 cm (Furnawanthi, 2002). Jenis dan Varietas Lidah Buaya Terdapat lebih dari 350 jenis lidah buaya yang termasuk dalam suku Liliaceae. Di samping itu, tidak sedikit lidah buaya yang merupakan hasil persilangan. Menurut Dowling (1985, dalam Furnawanthi, 2002) hanya tiga jenis lidah buaya yang dibudidayakan secara komersial di dunia, yakni Curacao Aloe atau Universitas Sumatera Utara 17 Aloe vera (Aloe Barbadensis Miller), Cape Aloe atau Aloe Ferox Miller, dan Socotrine Aloe yang salah satunya adalah Aloe Perryi Baker. Karakteristik ketiga jenis lidah buaya tersebut terlihat dalam tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Karakteristik tanaman lidah buaya komersial Karakteristik Aloe Barbadensis Aloe Ferox Aloe Perryi Miller Miller Baker Batang Tidak terlihat jelas Terlihat jelas (tinggi 3-5 m atau lebih) Tidak terlihat jelas (lebih kurang 0,5 m) Bentuk Daun Lebar di bagian bawah, dengan pelepah bagian atas cembung 6-13 cm Lebar dibagian bawah Lebar dibagian bawah 10-15 cm 5-8 cm Lapisan lilin pada daun Tebal Tebal Tipis Duri Di bagian pinggir Daun Di bagian pinggir dan bawah daun Di bagian pinggir daun Tinggi Bunga (mm) 25-30 (tinggi tangkai bunga 60-100 cm) 35-40 25-30 Warna bunga Kuning Merah tua hingga jingga Merah Terang Lebar daun Diambil dari : Furnawanthi, 2002 Lidah buaya yang banyak dimanfaatkan adalah spesies Aloe barbadensis Miller yang ditemukan oleh Philip Miller, seorang pakar botani yang berasal dari inggris, pada tahun 1768. Aloe barbadensis Miller mempunyai beberapa keunggulan, diantaranya tahan hama;ukurannya lebih panjang, yakni bisa mencapai 121 cm; berat perbatangnya bisa mencapai 4kg; dan mengandung 75 nutrisi. Universitas Sumatera Utara 18 Jenis yang banyak dikembangkan di Asia termasuk indonesia, adalah Aloe chinensis Baker, yang berasal dari cina, tetapi bukan tanaman asli cina. Jenis ini di Indonesia sudah ditanam secara komersial di Kalimantan Barat dan lebih dikenal dengan nama lidah buaya pontianak, yang dideskripsikan oleh Baker pada tahun 1877 (Furnawanthi, 2002). Ciri-ciri tanaman ini adalah bunga berwarna orange, pelepah berwarna hijau muda, pelepah bagian atas agak cekung, dan mempunyai totol putih didaunnya ketika tanaman masih muda, lapisan lilinnya tipis di bawah daun dengan panjang daun 50-80 cm, lebarnya mencapai 10-14 cm dengan tebal 2-3 cm dan duri daun terdapat di bagian tepi (Jatnika& Saptoningsih, 2009). Jenis lidah buaya ini adalah salah satu lidah buaya yang baik untuk menurunkan kadar gula darah sebab mengandung kromium yang saat dikonsumsi oleh penderita diabetes mellitus akan menuju ke jaringan adipose dan otot lurik yang akan mengaktifkan fosforilasi Akt yang ada di jaringan adipose dan otot lurik. Fosforilasi Akt akan merangsang sekresi insulin secara paten sehingga glukosa dapat masuk kedalam sel β pancreas secara difusi pasif yang diperantarai protein membrane yang spesifik (glukosa transporter 2) sedangkan glukosa masuk ke membran plasma melalui glukosa transporter 4 yang juga dapat merangsang sekresi insulin. Karena adanya sekresi insulin maka produksi insulin meningkat secara otomatis produksi glukosa oleh hati menurun dan glukosa darah juga menurun (Wuliyani, 2009). Kandungan Lidah Buaya Tanaman lidah buaya mengandung dua jenis cairan, yakni cairan bening seperti jeli dan cairan berwarna kekuningan yang mengandung aloin. Jeli lidah buaya diperoleh dengan membelah batang lidah buaya. Jeli mengandung zat antibakteri dan Universitas Sumatera Utara 19 dan antijamur yang dapat menstimulasi fibroblast, yaitu sel-sel kulit yang berfungsi menyembuhkan luka (Astawan, 2008). Lidah buaya jenis Barbadensis Miller aman dikonsumsi, karena mengandung zat mengandung 72 zat yang dibutuhkan oleh tubuh, diantaranya 18 macam asam amino, karbohidrat, lemak, air, vitamin, mineral, enzim, hormon, dan zat golongan obat. Mengingat kandungan yang lengkap itu, lidah buaya bukan cuma berguna menjaga kesehatan, tapi juga mengatasi berbagai penyakit, misalnya lidah buaya juga mampu menurunkan kadar gula darah pada diabetesi yang tidak tergantung insulin dalam waktu 10 hari gula darah bisa normal (Freddy 2006, dalam Purwakarta, 2006). Kandungan dari lidah buaya yang dianggap mampu menurunkan kadar gula darah adalah kromium, inositol, vitamin A, dan getah kering lidah buaya yang mengandung hypoglycemic (Jatnika& Saptoningsih, 2009). Selain itu, lidah buaya diyakini sangat mujarab karena mengandung salisilat, yaitu zat peredam sakit dan antibengkak yang juga terdapat dalam aspirin. Cairan berwarna kekuningan mengandung aloin berasal dari lateks yang terdapat di bagian luar kulit lidah buaya. Cairan ini tidak sama dengan jeli lidah buaya, dianggap cukup aman dan banyak dimanfaatkan sebagai obat pencahar komersial (Furnawanthi, 2002). Jumlah asam amino, vitamin, enzim, anthraquinone, dan unsur lainnya tidak terdapat dalam jumlah besar, tetapi karena digabungkan menjadi satu, membuahkan hasil yang menakjubkan. Hal ini disebabkan unsur yang terdapat di dalam lidah buaya ini menstimulasi macropage di dalam tubuh. Macropage adalah salah satu sel darah yang mengendalikan system kekebalan tubuh (Furnawanthi, 2002). Universitas Sumatera Utara 20 2.5 Manfaat dan Khasiat Lidah Buaya Selain menyuburkan rambut, lidah buaya juga dikenal berkhasiat untuk mengobati sejumlah penyakit, diantaranya diabetes mellitus dan serangan jantung. Bangsa Mesir kuno sudah mengenal khasiat lidah buaya sebagai obat sekitar tahun 1500 SM. Berkat khasiatnya, masyarakat Mesir kuno menyebutnya sebagai tanaman keabadian (Purwakarta, 2006). Manfaat lidah buaya beragam disebabkan kandungan bahan aktif yang dimilikinya, seperti terlihat di tabel 2 dan 3. Tabel 2. Zat-zat yang terkandung dalam gel lidah buaya Zat Kegunaan Lignin - Mempunyai kemampuan penyerapan yang tinggi, sehingga memudahkan peresapan gel ke kulit. Saponin - Mempunyai kemampuan membersihakn dan bersifat antiseptik. - Bahan pencuci yang sangat baik. Komplek Anthraquinone aloin, - Bahan laksatif barbaloin, iso-barbaloin, anthranol, -Penghilang aloe emodin, anthracene, aloetic rasa sakit, mengurangi racun. acid, ester asam sinamat, asam - Senyawa antibakteri. krisophanat, eteral oil, resistanol - Mempunyai kandungan antibiotik. Vitamin B1, B2, niacinamida, B6, -Bahan penting untuk menjalankan fungsi Universitas Sumatera Utara 21 cholin, asam folat tubuh secara normal dan sehat. Enzim oksidase, amilase, katalase, -Mengatur proses-proses kimia dalam lifase, protease tubuh. -Menyembuhkan luka dalam dan luar. Mono dan polisakarida, selulosa, -Memenuhi glukosa, mannose, aldopentosa, rhamnosa kebutuhan metabolisme tubuh. -Berfungsi untuk memproduksi mucopolisakarida. Diambil dari : Furnawanthi, 2002) Tabel 3. Komposisi kimia gel lidah buaya Bahan Kegunaan Unsur Konsentrasi ( ppm) Mineral - Memberi ketahanan terhadap Kalsium(Ca) 458,00 penyakit, menjaga kesehatan Fosfor(P) 20,10 dan memberikan vitalitas. Besi(Fe) 1,18 - Berinteraksi dengan vitamin untuk mendukung fungsi- Mangan(Mn) 1,04 fungsi tubuh. Kalium(K) 797,00 Natrium(Na) 84,40 Tembaga(Cu) 0,11 Asam aspartat 43,00 Asam glutamat 52,00 - Bahan untuk pertumbuhan Asam amino Magnesium(Mg) 60,80 dan perbaikan. - Untuk sintesa bahan lain. Universitas Sumatera Utara 22 - Sumber energi Alanin 28,00 Isoleusin 14,00 Fenilalanin 14,00 Threonin 31,00 Prolin 14,00 Valin 14,00 Leusin 20,00 Histidin 18,00 Serin 45,00 Glisin 28,00 Methionin 14,00 Lysine 37,00 Arginin 14,00 Tyrosin 14,00 Tryptophan 30,00 Protein Diambil dari : Furnawanthi, 2002 0,1 % Secara umum bagian-bagian dari tanaman lidah buaya yang sering dimanfaatkan yaitu : 2.5.1 Daun Keseluruhan daunnya dapat digunakan langsung, baik secara tradisional maupun dalam bentuk eksudatnya (Furnawanthi, 2002). Universitas Sumatera Utara 23 2.5.2 Eksudat Eksudat adalah getah yang keluar dari daun saat dilakukan pemotongan. Eksudatnya berbentuk kental, berwarna kuning, dan rasanya pahit (Furnawanthi, 2002). Getah lidah buaya bersifat kolodial seperti lendir, terutama jika pH nya mendekati basa (saat daun masih segar), bentuknya berupa gel (mirip agar-agar) yang lekat. Namun, jika pH-nya mendekati asam (saat daun mulai layu), akan berubah wujud menjadi sol yang bersifat lebih encer seperti sirup (Furnawanthi, 2002). 2.5.3 Gel Gel adalah bagian berlendir yang diperoleh dengan cara menyayat bagian dalam daun setelah eksudatnya dikeluarkan (Furnawanthi, 2002). Gel sangat mudah rusak karena mengandung bahan aktif dan enzim yang sangat sensitive terhadap suhu, udara dan cahaya, serta bersifat mendinginkan. Sifat gel lidah buaya sangat mudah teroksidasi karena adanya enzim oksidase. Akibatnya, kontak bahan dengan udara (oksigen) akan mempercepat proses oksidasi, sehingga gel akan berubah menjadi kuning hingga coklat (browning) (Yohanes, 2005) . 2.6 Cara Meramu Lidah Buaya Untuk Menurunkan Kadar Gula Darah Cara meramu lidah buaya untuk menurunkan kadar gula darah, yaitu satu pelepah lidah buaya ukuran besar (kira-kira seukuran telapak tangan) dibersihkan terlebih dahulu dengan mengupas kulit dan durinya. Kemudian, rendam sekitar 30 menit dalam air garam dengan takaran 1 sendok makan garam dapur biasa dicampur 1 liter air. Selanjutnya, remas sebentar secara perlahan lalu bilas dengan air yang mengalir (air kran). Kemudian, rebus dengan 3 gelas air hingga mendidih. Lalu Universitas Sumatera Utara 24 dinginkan dan diminum sebanyak setengah gelas 2 sampai 3 kali sehari selama 10 hari berturut-turut (Purwakarta, 2006). Universitas Sumatera Utara