PENGARUH PENDAPATAN NASIONAL, NILAI TUKAR, TINGKAT BUNGA, DAN BEBAN KETERGANTUNGAN TERHADAPPERTUMBUHANTABUNGAN MASYARAKA T : 1983 - 2002 THE EFFECT OF NATIONAL INCOME, EXCHANGE RATE, INTEREST RATE, AND DEPENDENCY RATIO ON PRIVATE SAVINGS GROWTH OVER PERIOD: 1983-2002 Oleh: ASYEP SYAEFUDIN NPM. L2E04606 TESIS diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Ekonomi pada Program Magister Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN DAN PERENCANAAN PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS PADJADJARAN BANDUNG 2005 PENGARUH PENDAPATAN NASIONAL, NILAI TUKAR, TINGKAT BUNGA, DAN BEBAN KETERGANTUNGAN TERHADAPPERTUMBUHANTABUNGAN MASYARAKAT: 1983-2002 THE EFFECT OF NATIONAL INCOME, EXCHANGE RATE, INTEREST RATE, AND DEPENDENCY RATIO ON PRIVATE SAVINGS GROWTH OVER PERIOD : 1983- 2002 Oleh ASYEP SYAEFUDIN NPM: L2E04606 TESIS diajukao uotuk memeouhi salah satu syarat ujian guna memperoleh gelar Magister Ekonomi pada Program Magister Ekooomi Pembangunan dan Perencanaan telah disetujui olch Tim Pembimbiug pada tanggal seperti tertera di bawah ini Qb ·- 09 - Bandung, .................... 2005 Ketua Program, Magister Ekonomi Pembangunan dan Percncanaan · Pcm bim bing, ~· Prof. Dr. Tati Suhartati Joesron NIP. 130437052 Prof. Dr. Tati Suhartati Jocsron NIP. 130437052 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Karya tulis saya, tesis/disertasi*) ini, adalah asli dan belum pemah diajukan untuk mendapat gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain. 2. Karya tulis ini adalah mumi gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing/Tim Promotor*). 3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam daftar pustaka. 4. Pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pemyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi. Bandung, September 2005 ataan, ~ / ASYEPSYAEFUD NPM. L2E04606 ABSTRAK Tabungan masyarakat merupakan sumber pembiayaan yang penting dalam rangka pembangunan suatu negara. Pentingnya peran yang disandangnya tersebut sehingga perlu kiranya diteliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik faktor-faktor internal maupun faktor-faktor ekstemal. Adapun faktor-faktor yang diidentifikasi penulis sebagai variabel bebas adalah pendapatan nasional yang diukur dengan Produk Domestik Bruto (PDB) riil, nilai tukar, tingkat bunga, dan beban ketergantungan. Pemilihan variabel-variabel tersebut didukung oleh berbagai teori dan studi empiris. Selanjutnya, karena sifat dari faktor - faktor tersebut sulit dikendalikan masyarakat, maka adalah hal yang sangat menarik untuk mengkaji pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu tahunan selama dua puluh tahun, yaitu sejak tahun 1983 hingga tahun 2002. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi dan didukung oleh pengujian asumsi-asumsi yang mendasari Ordinary Least Squares (OLS). Asumsi-asumsi tersebut adalah tidak terjadinya otokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendapatan nasional (PDB riil), dan nilai tukar berpengaruh positif yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat, variabel beban ketergantungan berpengaruh negatif yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Sementara tingkat bunga bukan merupakan faktor yang signifikan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia dibentuk secara bersama-sama oleh PDB riil, nilai tukar, tingkat bunga, dan beban ketergantungan. Dari basil penelitian ini dapat terlihat bahwa deregulasi perbankan yang dicanangkan sejak Juni 1983, dimana salah satu intinya adalah dunia perbankan diberi kebebasan lebih besar dalam penentuan tingkat bunga tidak teraplikasi dengan baik. Kata kunci: pendapatan nasional; nilai tukar; tingkat bunga; beban ketergantungan; tabungan masyarakat; indonesia. ABSTRACT Private savings is a financial resource that has a significant role in financing the development of a country. Therefore, it is very important to know about the factors that affect the private savings growth. Those factors that affect the private savings growth consist of internal and external factors. This study concentrates on the external factors because they are unpredictable ones. So, the study sought to evaluate the effect of external factors such as the national income, exchange rate, interest rate, and dependency ratio on private savings growth. The time-series data used in this study is an annual ones covering a 20-year period ranging from 1983 to 2002. The method of analysis is regression analysis using Ordinary Least Squares as a basic theorem with the underlying assumptions are no autocorrelation, no multicolinearity, and no heteroscedasticity. The result show that the variables included in the model such as the national income that is measured by the real Gross Domestic Product (GOP), and exchange rate are significantly positive, dependency ratio is significantly negative in influencing private savings growth at the 5% level. Meanwhile interest rate that is measured by nominal interest rate is statistically insignificant in influencing private savings growth. Based on the result, there is an interesting implication that deregulations in banking sectors declared firstly in June 1983 is not statistically significant in influencing private savings growth in Indonesia. It seems that those deregulations are not effective in motivating national banking to apply the underlying points. Keywords : national income; exchange rate; interest rate; dependency ratio; private saving; indonesia. II KATAPENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah S.W.T atas segala rahmat dan karunia-Nya yang tiada henti kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesisi dengan judul "Pengaruh Pendapatan Nasional, Nilai Tukar, Tingkat Bunga, dan Behan Ketergantungan terhadap Pertumbuhan Tabungan Masyarakat: 1983 2002" ini tepat waktu. Disamping itu, tidak lupa juga penulis sampaikan ucapan terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam kepada pihak-pihak sebagai berikut: I. Pusbindiklatren Bappenas, yang memberikan kesempatan kepada penulis untuk menimba ilmu di Program MEPP Unpad 2. Prof. Dr. Tati Suhartati Joesron, selaku ketua Program MEPP Unpad dan sekaligus dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan memberikan arahan yang sangat berguna. 3. lbunda dan Ayahanda, yang telah membesarkan dan memberi pemahaman kepada penulis tentang arti hidup 4. Isteriku tercinta, Nurhaeti, yang telah setia mendampingi penulis dalam suka dan duka 5. Ananda, Muhammad Naufal Akbar Syaefudin, yang telah menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan studi ini 6. Dr. Rina lndiastuti, MSIE, lr. Bagdja Muljarijadi, SE, MS, dan Ari Tjahjawandita, SE, MSi selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan masukan dan kritikan dalam rangka perbaikan penulisan ini. 7. Bapak dan lbu dosen Program MEPP Unpad yang telah mencurahkan ilmunya dengan penuh tanggung jawab 8. Rekan-rekan penyelenggara Program MEPP Unpad yang telah melayani kami dengan sebaik-baiknya 11 9. Ternan-ternan seperjuangan di Program MEPP Unpad yang selalu menunjukkan kekompakannya selama studi I 0. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini. Penulis menyadari betapa banyak keterbasan yang penulis miliki, sehingga tesis ini mungkin sangat jauh kesempumaan. Untuk itu, penulis mohon maaf jika terdapat banyak hal yang kurang berkenan. Namun demikian, penulis berharap tesis ini dapat membantu pihak-pihak yang berkeinginan untuk melakukan penelitian dalam tema yang serupa. Bandung, September 2005 Penulis, Asyep Syaefudin II DAFTARISI PENGESAHAN PERNYATAAN ABSTRAK KA TA PENGANTAR ll DAFTAR lSI Ill DAFTAR TABEL v DAFTAR GAMBAR VI BABI. PENDAHULUAN I . I Latar Belakang I .2 ldentifikasi dan Rumusan Masalah 9 I .3 Maksud dan Tujuan Penelitian 9 I .4 Kegunaan Penelitian 10 1.4. I Aspek Keilmuan 10 1.4.2 Aspek Praktis 10 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tabungan 11 2.1.1 Pengertian Tabungan 11 2. I .2 Tabungan dalam Model Pertumbuhan 12 2.2 Pendapatan Nasional 15 2.3 Nilai Tukar 17 2.4 Tingkat Bunga 20 2.5 Behan Ketergantungan 22 Ill 2.6 Studi Empiris 23 2. 7 Kerangka Pemikiran 31 2.8 Hipotesis 36 BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 37 3 .1.1. Objek Penelitian 37 3.1.2. Jenis dan Sumber Data 37 3.2 Metoda Penelitian 37 3 .2.1 Metoda Penelitian 37 3.2.2 Operasionalisasi Variabel 38 3 .2.3 Metoda Analisis 39 3.2.4 Uji Validitas Model 41 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 45 4.1.1. Kondisi Urn urn Variabel yang Diteliti 45 4.1.1.1 Produk Domestik Bruto 45 4.1.1.2. Nilai Tukar dan Perkembangannya 49 4.1.1.3. Suku Bunga 56 4.1.1.4. Penduduk dan Behan Ketergantungan 61 4.1.2 Hasil Regresi 64 4.1.3 Uji Validitas Model 64 4.2. Pembahasan 71 4.2.1. Produk Domestik Bruto 71 iv 4.2.2. Nilai Tukar 73 4.2.3 Tingkat Bunga 74 4.2.4. Behan Ketergantungan 76 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 78 5.1. Kesimpulan 78 5.2. Saran-saran 80 DAFTAR PUSTAKA 82 DAFTAR LAMPIRAN 86 v DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perkembangan Tabungan Domestik Tahun 1990 - 2002 5 Tabel 1.2. Tabungan Domestik terhadap PDB beberapa nagara ASEAN Tahun 1980, 1990, 2000 6 Tabel 1.3. Komposisi Tabungan Domestik Indonesia 8 Tabel 2.1. Hasil Estimasi model tanpa variabel demografi 24 Tabel 2.2. Hasii-Hasil Penelitian 29 Tabel3.1. Operasional Variabel Penelitian 39 Tabel 4.1. PDB atas harga berlaku dan harga konstan (2000) 46 Tabel 4.2. Pertumbuhan PDB riil A SEAN ( 1990- 2000) 48 Tabel 4.3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah atas USD (1983- 2002) 50 Tabel 4.4. Suku Bunga SBI dan Simpanan Berjangka 58 Tabel4.5. Tingkat Suku Bunga perbankan 12 bulanan 59 Tabel 4.6. Pertumbuhan Penduduk Indonesia dan Behan Ketergantungan 62 Tabel4.7. Komposisi Penduduk Indonesia menurut 3 Kelompok Usia 63 Tabel4.8. Nilai Batas Kritis Uji t Regresi Model 66 Tabel 4.9. Uji t-stat dan F-stat terhadap Model 67 Tabel 4.1 0. Nilai Batas Kritis d tabel Model 68 Tabel 4.11. Hasil Uji Breusch-Godfrey LM 69 Tabel 4.12. Posisi Penghimpunan Dana Rupiah Pada Bank Umum 72 vi DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Grafik Pertumbuhan Tabungan Domestik Indonesia 6 Gambar 2-1 Bagaimana Kurs Riil Ditetapkan 18 Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran 35 Gambar 4.1. Pertumbuhan PDB riil 1983 - 2002 47 Gambar 4.2. Perkembangan Nilai Tukar 1983 - 2002 56 Gambar 4.3. Trend Tingkat Bunga Nominal 12 bulanan 60 Gambar 4.4. Trend Tingkat Bunga Riil 12 Bulanan 61 Gambar 4.5. Trend Behan Ketergantungan Indonesia 64 VII BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pada dasamya pembangunan berhubungan dengan setiap upaya untuk mengatasi berbagai masalah yang menyangkut keterbatasan sumber daya. Khusus di negara-negara sedang berkembang, keterbatasan sumber daya ini terutama berupa keterbatasan sumber dana untuk investasi, keterbatasan devisa, dan juga keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam rangka mengatasi keterbatasan sumber daya ini, pilihan kebijakan pemerintahan suatu negara pada umumnya mencakup dua aspek, yaitu aspek penciptaan iklim berusaha yang kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro, dan aspek pengembangan infrastruktur perekonomian. Kestabilan ekonomi makro tercermin pada tingkat harga barang dan jasa yang stabil serta nilai tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dengan kondisi neraca pembayaran intemasional yang sehat. Dertgan kondisi ekonomi makro yang stabil, iklim investasi dan usaha, baik yang dilakukan pengusaha pribumi maupun asing akan semakin meningkat. Untuk itu, upaya-upaya dalam rangka penciptaan dan pemeliharaan kestabilan ekonomi makro hams terns dikembangkan dalam kerangka kebijakan ekonomi makro. Kebijakan ekonomi makro ini pada dasamya terdiri dari tiga jenis kebijakan yaitu, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan kebijakan nilai tukar (Abdulah: 2003). 2 Sementara itu, pengembangan infrastruktur perekonomian mencakup seluruh lembaga pendukung bagi berjalannya aktivitas ekonomi, yaitu sektor usaha, sektor keuangan/perbankan, perangkat hukum dan peradilan, dan lembaga pemerintahanlbirokrasi yang mengeluarkan berbagai kebijakan yang dapat mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Infrastruktur perekonomian yang berkualitas sangat diperlukan agar dalam menjalankan aktivitas ekonominya di suatu negara, pelaku ekonomi merasa nyaman, sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas. Upaya dalam aspek pengembangan infrastruktur perekonomian ini lebih cenderung berada dalam kerangka kebijakan ekonomi mikro, seperti kebijakan dibidang industri, perdagangan, pasar modal, dan perbankan. Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan ekonomi makro, di Indonesia terdapat empat kebijakan umum yang diambil selama periode sebelum krisis (Dj iwandono: 1996), yaitu: 1. Menerapkan kebijakan fiskal/anggaran berimbang untuk menghindari penggunaan hutang domestik dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah. 2. Menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati yang menjaga agar pertumbuhan likuiditas sesuai dengan pertumbuhan permintaan riil. 3. Menjaga agar nilai tukar rupiah selalu berada pada posisi yang realistis. Pada awalnya ini dilakukan melalui kebijakan devaluasi setiap kali situasi ekonomi menuntut demikian. Kemudian, sejak tahun 1986 hal ini dilakukan melalui penyesuaian sasaran nilai tukar rupiah secara harian yang ditujukan untuk memelihara daya saing industri-industri berorientasi ekspor dan 3 sekaligus agar perkembangan nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi pennintaan dan penawaran di pasar valuta asing. 4. Mempertahankan kebijakan lalu lintas modal (devisa) bebas sejak tahun 1971. Kebijakan ini telah mampu membantu menarik investasi asing dan membuat perekonomian Indonesia dapat dengan relatif cepat menyesuaikan diri terhadap perubahan kondisi di pasar intemasional. Berbagai kebijakan tersebut telah mendukung pemeliharaan kondisi ekonomi makro yang relatif stabil dan predictable selama periode sebelum krisis ekonomi tahun 1997. Hasilnya adalah laju inflasi relatif terkendali pada level rata-rata dibawah 10% per tahun, defisit transaksi berjalan berada pada tingkat yang dapat dikendalikan dan jumlah cadangan devisa dapat dipertahankan pada tingkat yang cukup untuk membiayai kebutuhan impor rata-rata selama lima bulan, suku bunga riil dapat dipertahankan pada tingkat yang selalu positif sehingga mampu mendorong kenaikan tabungan dan investasi, serta nilai tukar riil dapat dipertahankan pada level yang mampu menjaga daya saing komoditas ekspor Indonesia di pasar intemasional. Kestabilan ekonomi makro yang tercipta merupakan salah syarat utama dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, disamping syarat-syarat lainnya. Syarat-syarat lain tersebut, menurut Frankel (1997) yaitu: (1) investasi modal swasta dan publik, (2) investasi modal manusia, (3) intermediasi finansial dan struktur finansial, (4) distribusi pendapatan, (5) peranan keterbukaan dalam perdagangan dan investasi, (6) serta kondisi po1itik dan sosial. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat pada akhimya akan berpengaruh pada peningkatan 4 tabungan domestik, dimana hal ini berarti dapat mengurangi keterbatasan sumber dana pembangunan. Sinungan (1997) berpendapat, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa perlu pola pengaturan pengolahan sumber-sumber ekonomi yang tersedia secara terarah dan terpadu serta diarahkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu pembiayaan dalam negeri yang sangat potensial dalam menunjang pertumbuhan ekonomi adalah dari tabungan domestik yang berasal dari tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat. Untuk itu, pemerintah bempaya untuk selalu meningkatkan posisi tabungan domestik. Di sektor tabungan pemerintah, sejak lahimya Orde Bam, pemerintah telah menentukan arah kebijakan dibidang anggaran belanja dengan tujuan mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Salah satu kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah tabungan pemerintah diusahakan meningkat dengan tujuan agar kemandirian dalam pembiayaan pembangunan meningkat. APBN yang berimbang dan dinamis mempakan perwujudan dari kebijakan pemerintahan Orde Bam. Tujuan dari APBN berimbang dan dinamis adalah dalam rangka penertiban keuangan negara dan usaha memupuk dana negara secara sehat guna membiayai pembangunan. Dengan kata lain, ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri sebagai sumber pembiayaan makin berkurang. Disektor tabungan masyarakat, upaya menggerakkan sumber dana domestik dilakukan dengan mengembangkan infrastruktur sektor keuangan, khususnya industri perbankan. Hal ini terlihat sangat jelas kalau kita mengamati 5 perkembangan sektor keuangan Indonesia yang sarat dengan rangkaian deregulasi seperti Paket Juni 1983 yang intinya perbankan diberi kebebasan dalam menentukan tingkat bunga dan Paket Oktober 1988, dimana pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mendirikan bank. Dengan berbagai paket kebijakan tersebut, yang diharapkan pemerintah adalah adanya peningkatan dana pihak ketiga atau yang lebih dikenal dengan tabungan masyarakat. Namun demikian, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia melalui berbagai kebijakannya nampak belum membuahkan hasil yang optimal. Sebagai gambaran kondisi tabungan domestik, dapat dilihat pada tabel1.1 berikut. Tabel 1.1 Perkembangan Tabungan Domestik atas dasar harga berlaku Tahun 1990 - 2002 ( dalam trilyun Rp) Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 Tabungan Domestik 42 57 64.5 81.9 83.3 113.9 139.3 164 284.4 285.9 381 386.9 398.2 Pertumbuhan (%) 35.7 13.2 27 1.7 36.7 22.3 17.7 73.4 0.5 33.3 1.5 2.9 Sumber: Bank Indonesia Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa meskipun tiap tahun jumlah tabungan domestik selalu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi prosentase 6 pertumbuhannya belum stabil atau cenderung terlalu fluktuatif. Fluktuasi tabungan tersebut ditunjukkan dalam graftk 1.1 berikut ini. Gambar 1.1. Pertumbuhan Tabungan Domestik Indonesia Pertumbuhan Tabungan Domestik Indonesia (1990 ~2002) 80 ~------------------~--------------~ G) 70 ~ 60+-~--~------~~~~--~~~~~~~ i 40+-~~~--------~~~~~~~~~~~ s 00+---~~--------~~~~~~~~~~ ~ ~t-~r\~~~---f~~--~~~~~~~~ ~ 20 +--+--~~~--~--~~~~~~~~--~ ~ 10 +-~~~~--~~--------~~~~~~~ 0~~--~~----~--~~~--~~--~~~ o m m ~ m m ~ N m m M m m ~ v m m ~ m m ~ m m m ~ m m ~ m m m m m o o oN 00 N ~ 0 N Tahun 1-+- Pertumbuhan -Poly. ( Pertumbuhan) I Disamping itu, kontribusi tabungan domestik terhadap PDB di Indonesia masih dirasakan sangat minim. Jika dibandingkan dengan beberapa negara tetangga di kawasan Asia Tenggara, kontribusi tabungan domestik Indonesia terhadap PDB relatif masih kecil. Hal tersebut dilihat dalam tabel 2 berikut ini. Tabe1 1.2 Tabungan Domestik terhadap PDB beberapa negara ASEAN Tahun 1980, 1990,2000 Tahun Indonesia Malaysia 198( 29.2 32.S 199( 34.4 32.:3 200( 25.7 46.7 Sumber: ADB , Asian Outlook 2001 Mengingat pentingnya SinQapura Thailand tabungan 2~ 38.~ 34 . ~ 43.<!1 49.€ 32.€ domestik bagi Philipina 26.E 18.1 16. ~ kelangsungan pembangunan suatu bangsa, kajian tentang determinan tabungan domestik 7 merupakan sesuatu hal yang menarik perhatian ahli ekonomi. Beberapa penelitian dan survey yang dilakukan para ahli ekonomi yang memfokuskan diri pada determinan tabungan domestik, seperti Mikesell dan Zenser ( 1973 ), Arrieta ( 1998), Molho ( 1986), Higgins dan Williamson ( 1997), serta Astiyah dan rekan (2004). Faktor- faktor tersebut diantaranya bunga, beban ketergantungan, dan nilai tukar. pendapatan domestik, tingkat Menurut Mikesell dan Zinser ( 1973 ), para ahli ekonomi pengikut hipotesis Keynes sepakat bahwa tingkat pendapatan domestik berpengaruh positif terhadap tabungan domestik. Molho (1986) berpendapat pengaruh tingkat bunga terhadap tabungan domestik sangat kompleks dan banyak kemungkinannya serta butuh lag yang lama. Menurutnya, estimasi dengan menggunakan data runtun waktu variabel tingkat bunga dan tabungan domestik tidak menghasilkan estimasi koefisien yang nyata. Kesimpulan tersebut dibantah Arrieta (1998) dimana menurutnya tingkat bunga berpengaruh positif terhadap tabungan domestik. Higgins dan Williamson dalam Deaton (1999) mengungkapkan bahwa sesuai dengan kesimpulan Coale dan Hoover ( 1958), melalui data panel negara-negara Asia ditemukan pengaruh negatif yang kuat antara tingkat ketergantungan dan tabungan. Astiyah dan rekan (2004) berdasarkan survey yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan bahwa nilai tukar mempengaruhi penempatan dana msyarakat di bank melalui transmisi perubahan suku bunga dan inflasi terhadap harga asset. Selanjutnya, menyangkut komponen tabungan domestik, menurut Gillis (1992), pada dasamya terdiri dari dua komponen, yaitu tabungan pemerintah (public saving= Sg) dan tabungan masyarakat (private saving= Sp). Tabungan 8 pemerintah diperoleh dari selisih antara penerimaan dan konsumsi pemerintah. Sedangkan tabungan masyarakat terdiri dari tabungan perusahaan (enterprises saving= Spe) dan tabungan rumah tangga (household saving= Spg). Komposisi kedua komponen tabungan domestik Indonesia tersebut dapat dilihat dari tabel 1.3 berikut ini: Tabel 1.3. Komposisi Tabungan Domestik Indonesia (1990- 2002) Tahun Tabungan Domestik Tabungan Masyarakat Jumlah Kontribusi lttrilyun) %) 42 1990 57 1991 64.5 1992 81.9 1993 1994 83.3 113.9 1995 1996 139.3 1997 164 1998 284.4 1999 285.9 2000 381 2001 386.9 2002 398.2 Sumber: Bank lndonesta 27.5 37 49.5 61.2 56.2 86.2 108.3 116 236.4 222.9 344.9 355.9 349.6 Tabungan Pemerintah Jumlah Kontribusi %) trilyun) 65.7 64.9 76.7 74.7 67.5 75.7 77.7 70.7 83.1 78 90.5 92 87.8 14.4 20 15 20.7 27.1 27.7 31 48 48 62.9 36.1 31.1 48.7 34.3 35.1 23.3 25.3 32.5 24.3 22.3 29.3 16.9 22 9.5 8 12.2 Dari data 1.3 di atas diketahui bahwa tabungan masyarakat memegang peranan yang sangat dominan dalam tabungan domestik Indonesia. Hal tersebut dapat terlihat dari kontribusinya yang sangat besar, yaitu berkisar antara 64% hingga 90% dari total tabungan domestik Indonesia. Jika perhatian pemerintah terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat terns ditingkatkan, maka bukanlah hal yang mustahil tabungan masyarakat akan menjadi sumber pembiayaan utama pembangunan. 9 Berkaitan dengan latar belakang tersebut, judul yang dipilih untuk penelitian ini adalah "Pengaruh Pendapatan Nasional, Nilai Tukar, Tingkat Bunga, Behan Ketergantungan terhadap Pertumbuhan Tabungan Masyarakat: 1983-2002" 1.2. ldentifikasi dan Rumusan Masalah Berdasarkan fenomena yang diuraikan pada latar belakang tersebut, maka penulis ingin mengetahui : Bagaimanakah pengaruh pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat bunga, dan beban ketergantungan, baik secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. 1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud penelitian ini adalah ingin mengungkap sejauh mana pengaruh pendapatan nasional, tingkat inflasi, tingkat bunga, dan beban ketergantungan sebagai variabel bebas terhadap tabungan domestik sebagai variabel terikat. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Untuk mengetahui pengaruh pendapatan nasioal, nilai tukar, tingkat bunga, dan beban ketergantungan, baik secara bersama-sama maupun secara parsial terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. 10 1.4. Kegunaan Penelitian 1.4.1. Aspek Keilmuan Penelitian ini, dari segi p&ngembang ilmui diharapkan dapat berguna bagi kalangan akademis yaitu bagi ; 1. Peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran untuk penelitian - penelitian selanjutnya. 2. Universitas, hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dokumentasi bahan studi atau bacaan bagi pihak - pihak yang membutuhkan. 3. Penulis sendiri, penelitian ini merupakan kegiatan yang akan menambah cakrawala berftkir dalam hal pemahaman aplikasi sebenamya dari teoriteori yang telah diperoleh selama kuliah. 1.4.2. Aspek Praktis Dari aspek ini, penelitian diharapkan berguna bagi : 1. Bank Indonesia, agar dapat dijadikan bahan masukan bagi pembuatan dan penyusun kebijakan moneter, terutama kebijakan yang berkaitan dengan upaya peningkatan tabungan masyarakat. 2. Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pemerintah tentang dampak yang ditimbulkan dari perubahan demografi Indonesia terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. 3. Praktisi perbankan, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi yang cukup dalam menyusun strategi atau langkah dalam rangka meningkatkan fungsi penghimpunan dana masyarakat secara optimal. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tabungan 2.1.1. Pengertian Tabungan Pada Bab I Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan dijelaskan pengertian dari simpanan dan jenis-jenis simpanan. Pasal 6, menyebutkan bahwa yang dimaksud simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada bank dalam bentuk giro, deposito beijangka, sertiflkat deposito, tabungan dan/ atau bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Selanjutnya pada pasal 7 sampai dengan 10 dijelaskan deflnisi masing-masing jenis simpanan. Giro, merupakan simpanan untuk alat pembayaran dan penarikannya dapat setiap saat dengan cek, sarana perintah lain, atau pemindahbukuan. Deposito berjangka, merupakan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilaksanakan pada waktu tertentu menurut peijanjian antara penyimpan dan bank yang bersangkutan. Sertifikat deposito, merupakan deposito beijangka yang bulcti simpanannya dapat diperdagangkan. Tabungan, merupakan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilaksanakan menurut syarat tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek. Slavin (1991) mengungkapkan tabungan bukan pengeluaran, tetapi merupakan dari pendapatan dispossable yang tidak dibelanjakan untuk keperluan konsumsi, atau dapat dikatakan tabungan, merupakan selisih antara pendapatan dispossable dan belanja konsumsi. 11 12 2.1.2. Tabungan dalam Model Pertumbuhan Menurut kaum klasik (Ritter dan Silber: 1981 ), tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga, semakin tinggi tingkat bunga, semakin banyak uang yang akan ditabung karena dengan tingkat bunga yang lebih tinggi orang cenderung akan mengurangi konsumsinya Orang menabung sebagian dari pendapatan mereka, kemudian tabungan tersebut dipinjam oleh pengusaha untuk membiayai proyekproyek investasi mereka Penabung menerima bunga atas tabungan mereka, sedangkan peminjam bersedia membayar bunga pinjaman tersebut selama tingkat pengembalian atas investasi mereka melebihi tingkat bunga. Sementara itu dalam General Theory, Keynes mengungkapkan bahwa terjadi keseimbangan antara total pengeluaran, E, dan total produksi, Y. Pengeluaran terbagi kedalam dua bagian, yaitu untuk konsumsi, C, dan untuk investasi, I. Atau dengan kata lain, total pengeluaran merupakan penjumlahan konsumsi, C, dan investasi, I. E=C+I (2-1) Konsumsi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, Y, semakin tinggi pendapatan, akan semakin tinggi konsumsi. Karena itu, hasrat mengkonsumsi merupakan fungsi linear dari pendapatan: C =a+ bY (2-2) dimana b adalah kemiringan garis, ll.C/ll.Y, dikenal sebagai Marginal Propensity to Consume (MPC) yang diasumsikan kurang dari 1, dan a adalah konstanta. Tabungan merupakan selisih dari total pendapatan, Y, dan total konsumsi, C. S=Y- C (2-3) 13 Karena C =a+ bY, maka S=Y -(a+bY) (2-4) S = -a + ( 1 - b) Y (2-5) Atau Sementara Schumpeter (1934) menyatakan bahwa tabungan tidak secara otomatis beralih kepada usaha produktif . Asumsinya, bahwa penabung dan investor adalah dua kelompok yang berbeda dalam menghadapi insentif yang berbeda pula, sehingga diperlukan sektor fmansial untuk menghubungkan antara penabung dan investor. Namun, dibanyak negara sektor fmansial tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik dalam mengalokasikan tabungan ke dalam investasi produktif terbaik. Model tabungan endogen selanjutnya dikembangkan oleh Cass dan Koopmans, yang menggabungkan model matematika Ramsey ke dalam model pertumbuhan neoklasik Solow. Model CKR mengasumsikan bahwa preferensi konsumer antara konsumsi saat ini dan konsumsi masa depan sangat berguna untuk mengetahui tingkat keseimbangan tabungan, stok modal, output. Asumsi selanjutnya adalah individu yang hidup dalam rumah tangga selalu berusaha memaksimalkan kesejahteraan jangka panjang rumah tangganya, sehingga individu tersebut meninggalkan warisan. Sementara itu, diasumsikan juga bahwa jika anggota rumah tangga saat ini ingin mengurangi kesejahteraan masa depan, ceteris paribus, mereka akan mengkonsumsi lebih banyak saat ini Akhimya terjadi trade off antara kesejahteraan individu yang meningkat saat ini dan kesejahteraan masa depan yang menurun. Hal ini menunjukkan bahwa tabungan merupakan upaya orang untuk 14 memaksimalkan kesejahteraan jangka panJang rumah tangganya ketika pengembalian investasi dipengaruhi oleh penyusutan dan pertumbuhan penduduk. Kesimpulan umum CKR - tingkat tabungan konstan tergantung dari tingkat pertumbuhan penduduk, tingkat penyusutan, bagian modal produksi dan tingkat dimana orang mengurangi kesejahteraan masa depan - memberikan pandangan mengapa tingkat tabungan sangat bervariasi diantara negara-negara. Model CKR yang menguraikan faktor- faktor yang menentukan besarnya tabungan S**/Y**=a[(n+cS+z) I (cS+n+q>z)] (2-6) Dimana a adalah bagian modal produksi, n tingkat pertumbuhan penduduk, cS tingkat depresiasi, z tingkat kemampuan teknologi, <p tingkat kemampuan teknologi yang disesuaikan dengan elastisitas substitusi intertemporal. Model siklus kehidupan yang dikenal dengan Hipotesis Siklus Kehidupan (Life cycle Hypothesis) dalam kesimpulan umumnya memprediksi bahwa suatu tabungan nol terjadi jika (1) Pertumbuhan penduduk tidak meningkat jumlah relatif kelompok muda terhadap kelompok tua dan (2) Pertumbuhan ekonomi secara kontinyu tidak meningkat karena besaran warisan dan precautionary saving dari masing - masing generasi. Tingkat tabungan yang besar pada sebagian besar negara di dunia memberi kesan bahwa kedua efek ini memegang peranan penting. Disimpulkan pula pertumbuhan ekonomilah yang menyebabkan tabungan dari pada sebaliknya (Van den Berg 2003: 282). 15 2.2. Pendapatan Nasional Tambunan (2001; 38) menyatakan karena penduduk bertambah terns dan berarti kebutuhan ekonomi juga bertambah terns, maka dibutuhkan penambahan pendapatan setiap tahun. Hal ini hanya bisa didapat lewat peningkatan output agregat (barang dan jasa) atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi, dalam pengertian makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB yang berarti juga penambahan pendapatan nasional (PN). Hubungan antara PDB dan PN dapat dijelaskan melalui beberapa persamaan sederhana berikut ini: PNB = PDB+F (2-7) NNP = PNB -D (2-8 PN (2-9) = NNP - Ttl dimana PNB = produk nasional bruto, NNP neto terhadap luar negeri, D = penyusutan, = produk nasional neto, F dan Ttl = pajak tak = pendapatan langsung neto. Jika tiga persamaan terse but digabung, akan didapat persamaan berikut. PDB = PN + Ttl + D - F (2-10) PN = PDB + F- D- Ttl (2-11) A tau Menurut Mankiw (2000; 42) pendapatan nasional bergantung pada dua hal, yaitu: 16 • Faktor Produksi (factors of production); adalah input yang digunakan untuk menghasilkan barang dan jasa. Dua faktor paling penting adalah modal dan tenaga kerja. Modal (K) adalah seperangkat sarana yang dipergunakan oleh para pekerja, tenaga kerja (L) adalah orang yang menghabiskan waktu untuk bekerja. • Fungsi Produksi; mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah modal dan tenaga kerja menjadi output. Teknologi yang ada menentukan berapa banyak output diproduksi dari jumlah modal dan tenaga kerja tertentu. Fungsi produksi dapat digambarkan melalui persamaan Y = F (K,L) Selanjutnya Mankiw (2000;24) menyatakan dalam perekonomian suatu negara pos pendapatan nasional membagi PDB kedalam empat kelompok pengeluaran: 1. Konsumsi (C) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga. Konsumsi terdiri dari tiga, yaitu: barang tidak tahan lama, barang tahan lama, danjasa. 2. Investasi (I) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi terdiri dari investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi, dan investasi persediaan. 3. Pembelian Pemerintah (G) adalah barang danjasa yang dibeli oleh pemerintah pusat dan daerah. 4. Ekspor Bersih (NX) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain. 17 Dengan menggunakan simbol Y untuk PDB, maka diperoleh persamaan; (2-12) Y=C+I+G+NX 2.3. Nilai Tukar (Kurs) Menurut Mankiw (2000) nilai tukar diantara kedua negara adalah harga dimana penduduk kedua negara saling melaksanakan perdagangan. Selanjutnya, nilai tukar secara umum terbagi menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil. Nilai tukar nominal, adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Artinya, jika nilai tukar antara rupiah dan USD adalah Rp. 10.000,- per USD, maka setiap I USD dapat ditukarkan dengan Rp. 10.000,-. barang kedua negara, Nilai tukar riil, harga relatif dari barang- yaitu tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang- barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil sering diidentikkan dengan terms of trade. Adapun formula nilai tukar riil secara umum adalah: € = e x (PIP*) (2-13) dimana €, adalah nilai tukar riil, e, adalah nilai tukar nominal, P, adalah tingkat harga barang dalam negeri, P*, adalah tingkat harga barang luar negeri. Jika nilai tukar suatu negara dikaitkan dengan neraca perdagangannya, maka pada saat nilai tukar riil negara tersebut rendah akan berdampak pada harga barang domestik yang lebih murah dibanding harga barang impor, penduduk domestik akan membeli sedikit barang impor, sementara orang asing akan membeli lebih banyak barang domestik. Akibatnya, teijadi peningkatan ekspor bersih negara tersebut. 18 Sementara saat nilai tukar riil suatu negara tinggi, maka harga barang domestik akan relatif lebih tinggi dibanding harga barang impor, penduduk domestik akan membeli lebih banyak barang impor, dan orang asing akan membeli sedikit barang domestik. Akibatnya adalah jumlah ekspor bersih negara terse but menjadi rendah. S- I Kurs riil. € Kurs riil keseimba NXC€) ngan 0 Eksoor Bersih. NX Gambar 2-1. Bagaimana Kurs Riil Ditetapkan Sumber: Makroekonomi, Mankiw (2000) Pada gambar 2-1 di atas S-1, menunjukkan kelebihan tabungan domestik atas investasi domestik atau suplai rupiah yang akan dipertukarkan dengan mata uang asing dan diinvestasikan di luar negeri. Sementara NX, merupakan permintaan bersih untuk rupiah yang berasal dari orang asing yang menginginkan rupiah untuk membeli barang domestik. Pada kurs riil keseimbangan suplai rupiah yang tersedia untuk investasi asing bersih menyeimbangkan permintaan untuk rupiah yang digunakan untuk membeli barang domestik. 19 Pemberlakuan nilai tukar dalam suatu negara tergantung pada kebijakan moneter yang ditempuh bank sentral negara tersebut tentang sistem nilai tukar. Sistem nilai tukar menurut Schiller ( 1991) adalah seperangkat peraturan yang menggambarkan peranan bank sentral dalam pasar valuta asing. Pada dasamya terdapat duajenis sistem nilai tukar, yaitu: (a) sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rates) dimana intervensi bank sentral diperlukan untuk mempertahankan kestabilan nilai tukar suatu negara terhadap nilai tukar negara mitranya, dan (b) sistem nilai tukar fleksibel (flexible exchange rates) dimana nilai tukar suatu negara diserahkan sepenuhnya pada pasar tanpa adanya intervensi bank sentral. Dilihat dari segi fungsinya, menurut Gultom (1998) nilai tukar mempunyai tiga fungsi, yaitu: 1. Untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, dimana sasaran akhimya adalah untuk menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh karena itu, dalam menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut diutamakan untuk mendorong dan menjaga daya saing ekspor dalam upaya memperkecil deflsit current account atau memperbesar surplus current account. 2. Untuk menjaga kestabilan pasar domestik. Fungsi ini untuk menjaga agar nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk spekulasi, dengan arti bahwa dalam hal nilai tukar suatu negara mengalami overvalued maka masyarakat 20 akan terdorong membeli valuta asing, dan sebaliknya hila undervalued maka m~yarakat akan 3. menjual valuta asing. Sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang menerapkan suku bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter. Dalam fungsi ini depresiasi dan apresiasi nilai tukar digunakan sebagai alat untuk sterilisasi dan ekspansijumlah uang beredar. 4. Sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi. Nilai tukar banyak digunakan oleh negara-negara yang mengalami chronic inflation sebagai nominal anchor baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun dengan mem-peg-kan nilai tukar suatu negara dengan satu mata uang asing. 2.4. Tingkat Bunga Tingkat bunga adalah harga yang akan dibayarkan oleh pengguna uang atas kesediaan seseorang meminjamkan sejumlah dana yang dimilikinya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari dari pengaruh inflasi dan pengaruh waktu jika kita berinvestasi pada uang. Menurut Bernstein dan Wild (1998; 292) tingkat bunga adalah kompesasi untuk penggunaan uang, inilah kelebihan uang tunai yang dibayarkan atau dikumpulkan karena adanya uang yang dipinjam. Ritter dan Silber (1981: 241-288) menguraikan perdebatan antara kaum klasik dan Keynesian tentang tingkat bunga. Pandangan kaum klasik, yang didasarkan pada prinsip "penyesuaian harga", menganggap tingkat bunga adalah harga dari tabungan. Jika jumlah tabungan melebihi jumlah investasi, maka tingkat bunga akan menurun 21 hingga terjadi keseimbangan antara tabungan dan investasi. Tingkat bunga juga dianggap sebagai fenomena nyata yang ditentukan oleh tabungan dan investasi, dimana peningkatan jumlah investasi, akan menaikkan tingkat bunga. Pandangan keynesian, yang didasarkan pada "kekakuan harga", menganggap tingkat bunga ditentukan dalam pasar uang; tingkat bunga hanya menyeimbangkan persediaan dan permintaan uang, bukan tabungan dan investasi. Oleh karena itu, tingkat bunga merupakan fenomena moneter, dimana peningkatan dalam persediaan uang (money supply), akan menurunkan tingkat bunga. Tingkat bunga bank, menurut Fabozzi (1999), biasanya dibagi dalam dua bagian yaitu tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan. Hal ini terjadi karena fungsi bank adalah sebagai perantara yang bertugas mengumpulkan dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang memerlukan dana. Dengan demikian bank akan memberikan sejumlah bunga kepada yang menyimpan uangnya dan mengenakan tingkat bunga yang relatif lebih tinggi kepada yang meminjam uang dari bank. Selisih antara bunga pinjaman dan bunga simpanan disebut spread yang merupakan keuntungan bank. Penentuan besamya tingkat bunga haruslah memperhatikan tingkat inflasi yang terjadi sehingga investor mau menanamkan modalnya hila memperoleh tingkat bunga riil yang menarik bagi investor tersebut dan untuk menentukan tingkat bunga nominal dapat digunakan formula sebagai berikut: Nominal interest rate= Real interest rate+ expected inflation ........ (2-14) 22 2.5. Behan Ketergantungan Struktur demografi suatu negara juga mempunyai dampak yang kuat terhadap pertumbuhan tabungan suatu negara. Hal itu disebabkan dalam struktur demografi suatu termuat data kelompok umur penduduk yang secara garis besar terbagi dalam dua kelompok, yaitu kelompok penduduk tisia produktif dan penduduk usia nonproduktif. . Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi penduduk adalah tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang terjadi pada suatu negara. Menurut Todaro (1994: 38), diantara kelompok negara maju dan negara sedang berkembang (dunia ketiga) terdapat perbedaan tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang sangat mencolok. Tingkat kelahiran di negara Dunia Ketiga menurutnya, pada umumnya sangat tinggi yaitu berkisar 30-40 setiap 1000 penduduk, sedangkan di negara maju kurang dari setengahnya. Implikasi utama dari tingginya angka kelahiran adalah bahwa lebih 40% penduduk di negara berkembang terdiri dari anak-anak berusia kurang dari 15 tahun, sedang di negara maju kurang dari 23%. Dilain pihak, pada awalnya tingk.at kematian di negara sedang berkembang jauh lebih tinggi dibanding negara maju, namun karena adanya usaha-usaha perbaikan kesehatan dan penanggulangan terhadap penyakit-penyakit menular, perbedaan tersebut semakin kecil. lmplikasi dari tingkat kematian tersebut adalah proporsi penduduk yang berusia diatas 65 tahun jauh lebih besar di negara maju. Penduduk berusia lanjut dan anak-anak, menurut Todaro (1994), secara ekonomis disebut "beban ketergantungan" dalam arti kata bahwa mereka merupakan anggota 23 masyarakat yang menjadi beban tanggungan angkatan kerja (penduduk USia produktif). 2.6. Studi Empiris Sebagian besar studi tentang tabungan dan pertumbuhan ekonomi di dunia didasarkan pada basis data tabungan Bank Dunia yang mencakup 112 negara berkembang dan 22 negara maJU mulai tahun 1960. Analisis statistik menginformasikan bahwa tabungan secara keseluruhan memiliki korelasi positif dengan (1) pendapatan perkapita riil, (2) tingkat pertumbuhan ekonomi, dan (3) ·tabungan pemerintah (surplus anggaran). Pengujian - pengujian statistik berupaya mengungkap arah kausalitas menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang menentukan tingkat tabungan. Selain itu, Rodrik ( 1998) dalam penelitiannya mengungkapkan "increases in saving appear to be the out come of the economic growth, not a fundamental determinant ofit". 2.6.1. Penelitian Ozcan, Gunay, dan Ertac di Tuki. Penelitian ini bertujuan menginvestigasi pengaruh-pengaruh terhadap tingkat tabungan masyarakat, yang berupa variabel kebijakan ataupun non kebijakan. Periode waktu analisanya adalah dari tahun 1968 - 1994 dengan menggunakan data dari World Saving Database. Literatur utama penelitian ini adalah pertama, hipotesis pendapatan permanen Friedman (1957), yang membedakan komponen pendapatan, baik yang bersifat permanen maupun sementara, sebagai determinan tabungan. Pendapatan 24 pennanen didefinisikan sebagai ekspektasi pendapatan jangka panjang dan pendapatan sementara adalah selisih antara pendapatan aktual dan pendapatan pennanen. Kedua, hipotesis siklus hidup Ando dan Modigliani, dimana menurut hipotesa ini individu mendistribusikan konsumsi seumur hidup dengan akumulasi tabungan selama periode berpenghasilan dan mempertahankan tingkat konsumsi selama periode pensiun. Penelitian ini juga merujuk pada penelitian sejenis yang dilakukan Aron dan Muellbauer (1999) yang menguraikan detenninan dari tabungan masyarakat di Afrika Selatan selama tiga dekade, dari tahun 1960- 1997. Hasilnya adalah bahwa faktor utama dibalik tabungan perorangan di Afrika Selatan adalah tingkat kesejahteraan, liberalisasi keuangan, tingkat bunga riil dan ketidakpastian. Sedangkan tabungan korporasi banyak dipengaruhi oleh pajak deviden dan tingkat inflasi. Hasil estimasi penelitian ini terdiri dari dua yaitu model persamaan penuh dan model persamaan tanpa memasukkan variabel demografi, variabel rasio kredit sektor swasta terhadap PDB, variabel pertumbuhan pendapatan riil, dan variabel defisit neraca berjalan. Dari hasil estimasi model pertama disimpulkan bahwa tabungan pemerintah cenderung tidak menyebabkan tabungan masyarakat crowd out dan equivalen ricardian tidak berlaku dengan ketat. Selanjutnya tingkat pendapatan, tingkat inflasi, suku bunga riil, dan beban orang tua berpengaruh positif terhadap tingkat tabungan masyarakat secara tidak signifik.an. Beban anak mempunyai pengaruh negatif secara tidak signifikan terhadap tingkat tabungan masyarakat. Sementara untuk model persamaan kedua, hasil estimasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini: 25 Tabel 2.1. Hasil estimasi model tanpa variabel demografi, CR, DLY, dan CAD Koefisien variabel Koefisien t-statistic LY 0.049 (1.979) REALTO 0.012 (0.151) INF 0.160 (2.570) R-square 0.909 Sumber: Ozcan, Gunay, dan Ertac 2.6.2. Penelitian Astiyah, cs (2004) di Indonesia . Kajian utama penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh tingkat inflasi dan tingkat bunga terhadap penempatan dana masyarakat di bank. Latar belakang survey penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan UU no. 23/1999 tentang Bank Indonesia, dimana BI bertujuan untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam pelaksanaannya, kestabilan nilai rupiah diterjemahkan dalam suatu tingkat inflasi yang rendah dan tidak berfluktuasi. Dalam memformulasikan kebijakan moneter Bank Indonesia memerlukan berbagai informasi yang berkaitan baik dengan pembentukan proyeksi variabel-variabel ekonomi maupun dengan proses transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi perkembangan sektor riil. Salah satu indikator dini yang umum digunakan untuk keperluan tersebut adalah harga asset, dimana pergerakannya menunjukkan ke arah mana perekonomian akan menuju. Hasil survei mengtndikasikan bahwa terjadi transmisi pe11ibahan suku bunga terhadap sektor riil melalui perubahan harga asset, walaupun tidak terlalu signiflkan, Sebagian besar responden melakukan penarikan simpanan di bank pada saat suku bunga simpanan menurun dan mengalihkannya untuk membeli asset lainnya. Pada 26 saat nilai asset yang dimiliki meningkat, sebagian responden menjual asset tersebut dan menggunakan dana yang diperoleh untuk melakukan investasi dalam bentuk asset lainnya atau melakukan ekspansi usaha. Perubahan harga asset dapat berperan sebagai indikator dini terhadap pergerakan perekonomian dan infl.asi di masa yang akan datang. 2.6.3. Penelitian Deaton dan Paxson (1999) di Taiwan Deaton dan Paxson (1999) tertarik untuk melakukan penelitian yang mengkaji efek perubahan struktur demografi terhadap tabungan di Taiwan berdasarkan pada kerangka hipotesis siklus-hidup (Life-cycle Hypothesis). Paper ini juga merujuk pada bukti - bukti empiris penelitian-penelitian sebelumnya antara lain, Fry dan Mason (1982) serta Mason (1987, 1988), Leff (1969) dan Modigliani (1970), Gersovitz (1988), Caroll dan Summers (1988), Paxson (1996), Deaton dan Paxson (1998), Coale dan Hoover (1958), serta Higgins dan Williamson (1997). Buktibukti empiris dalam penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara tingkat pertumbuhan populasi dan pertumbuhan ekonomi, dimana beban anak-anak dan orang tua, mengurangi tabungan dan akhimya menghambat pertumbuhan ekonomi. Menurut Deaton dan Paxson ( 1998), pengaruh pertumbuhan ekonomi pada tabungan dihitung dengan mempertimbangkan lagi seluruh profil tabungan, dimana pertumbuhan ekonomi penduduk bergerak .dari kelompok tua kepada kelompok muda. 27 Obyek penelitiannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu individu dan rumah tangga, dengan karakteristik usia individu adalah 17 hingga 79 tahun, sedang usia kepala rumah tangga adalah 25 hingga 75 tahun. Model digunakan untuk menilai bukti historis di Taiwan, dan untuk mengetahui berapa besar kenaikan sebenamya dalam tabungan dapat dihubungkan dengan demografi dan pertumbuhan ekonomi sebenamya. Kesimpulan dari penelitian ini adalah kenaikan tingkat tabungan Taiwan, seperti halnya penurunan tingkat tabungan di USA, tak dapat dijelaskan melalui mekanisme siklus kehidupan, yang menghubungkan perubahan dalam tabungan agregat dengan perubahan relatif populasi dan besaran - besaran sumber relatif pada suatu profil umur tabungan yang tidak berubah. Antara tahun 1970 dan 1990, tingkat tabungan rumah tangga Taiwan meningkat dari 10% menjadi 30%; dari 20% kenaikan ini, hanya 4% dapat dihubungkan dengan dampak siklus hidup yang digenerate oleh pertumbuhan ekonomi dan perubahan populasi. Tingkat tabungan Taiwan tidak terancam oleh struktur demografmya, setidaknya jika pertumbuhan ekonomi terpelihara. Hasil penelitian ini berbeda dengan paper Lee, Mason, dan Miller ( 1999), yang menghubungkan bagian substansial dari kenaikan tingkat tabungan Taiwan dengan perubahan demografi selama transisi dan paper Tsai, Chu dan Chang (1999), yang menemukan bahwa semakin tinggi tingkat tabungan dari generasi penerus Taiwan dapat dikaitkan dengan peningkatan harapan hidup mereka, dan untuk mendukung probabilitas kehidupan untuk anak - anak mereka. 28 2.6.4. Penelitian KendaU (2000) di Guyana Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kebijakan tingkat bunga pemerintah Guyana sejak tahun 1965 hingga 1995 dengan merujuk pada hipotesa McKinnon dan Shaw yang menyatakan bahwa represi keuangan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi suatu negara. Kesimpulannya adalah koefisien dari variabel tingkat bunga adalah signifikan, sehingga mendukung hipotesa ·McKinnon - Shaw yang mengungkapkan bahwa peningkatan dalam rasio tabungan terhadap PDB disebabkan oleh peningkatan tingkat tabungan riil. Hasilnya menunjukkan bahwa 1% kenaikan tingkat bunga menyebabkan rasio tabungan domestik terhadap PDB naik sebesar 0.1 %. Ringkasan hasil-hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 2-2 berikut ini: Tabel 2-2 Hasii-Hasil Penelitian P~nelitian Literatur Utama faktor- a. Hipotesis Pendapatan Peneliti Tuluan Kivilicim Metin Ozcan Asli Gunay dan Seda Ertac Menganalisis yang faktor tingkat mempengaruhi tabungan masyarakat di Turki periode 1968-1994 Angus Deaton dan Christina Paxson (1998) Mengkaji efek perubahan demografi struktur di tabungan terhadap Permanen Friedman b. Hipotesis Siklus Kehidu pan Modigliani I Hipotesis Siklus Kehidupan Modigliani Model Penelitian Hasil Penelitian St=post-1 +P 1M2t+P2CRt+P3Inft+ P4GSt+PsLyt+P6DLYt+P7YDt+ psODt+ PllREALTDt+ PJOLEXt+ P9URt+ P12POLINSt+ P13CADt+P14TTt+ p1sDUM MYt • Tkt (n ~ ?:;'7«r~.[exp(P,.J-exp<P«>l A Taiwan L77atY,-a exp(fiay) a=l I Siti Astiyah dan rekan (2004) Mengevaluasi peran BI Undang-Undang no. 23/99 memelihara tentang Bank Indonesia dalam kestabilan nilai rupiah yang mengkaitkan tingkat terhadap inflasi dana penempatan masyarakat di bank Patrick Kendall (2000) kebijakan Mengevaluasi suku bunga di Guyana periode 1965-1995 I Hipotesis McKinon-Shaw St=ao+aiYt+a2ert+a3EXGDPt+a4FSGDPt+ asSt-1 +a6BBGDPt+ a7DEBTSERRATt+ elt pendapatan berdampak positif berdampak • Inflasi positif riil bunga • Tkt berdampak positif • Beban ketergantungan berdampak negatif • Tidak korelasi antara perubahan umur dan tingkat tabungan. tingkat • Jika pertumbuhan ekonomi tingkat terpelihara, tabungan Taiwan tak akan terancam o1eh struktur demografinya. transmisi Terjadi perubahan suku bunga melelui perubahan harga asset. Sebagian besar responden menarrik simpanan di bank saat suku bunga turun Koefisien suku bunga riil signifikan dan berdampak positif pada peningkatan rasio tabungan terhadap GOP 29 30 Keterangan: s St-1 GS M2 REALTD CR YD OD UR LEX TT CAD LY DLY Inf Pol ins Dummy Sdan Y Tlar Yt-a Tingkat Tabungan masyarakat Lag tabungan masyarakat 1 tahun lalu Rasio tabungan pemerintah terhadap GDP Rasio uang dan kuasi uang terhadap GNP Tingkat bunga tabungan riil Rasio Kredit sektor swasta terhadap GDP Rasio anak berusia dibawah 15 tahun terhadap jumlah populasi .Rasio orang berusia diatas 65 tahun terhadap jumlah populasi Prosentase penduduk yang tinggal di daerah urban Tingkat harapan hidup bayi Rasio XfM nominal terhadap XfM riil Rasio defisit neraca berjalan (X-M/GDP) Pendapatan perkapita riil Tingkat pertumbuhan Pendapatan perkapita riil Tingkat inflasi Ketidakstabilan Politik Tahun tahun krisis Agregat tabungan dan agregat pendapatan Jumlah orang yang berusia a pada waktu t fJaydanf3ac Tingkat kesejahteraan untuk orang yang lahir pada t-a Dampak usia dalam logaritma profit pendapatan dan konsumsi St y er EXGDP FSGDP BBGDP DEBTSERRAT Rasio Tabungan Domestik terhadap GOP Laju pertumbuhan ekonomi Tingkat bunga riil yang diharapkan Rasio ekspor terhadap GDP Rasio tabungan luar negeri terhadap GOP Rasio tabungan pemerintah terhadap GOP Rasio utang luar negeri terhadap ekspor 31 2.2. Kerangka Pemikiran Peranan penting yang dimainkan tabungan dalam pertumbuhan ekonomi telah dimana dibuktikan oleh para ahli ekonomi sejak terjadinya revolusi industri, tabungan dianggap bagian yang tidak terpisahkan dengan berlangsungnya revolusi industri. Mengingat pentingnya peran tabungan, maka diperlukan upaya-upaya untuk mengkaji lebih jauh tentang faktor-faktor yang menjadi determinan bagi terciptanya peningkatan tabungan. Dalam cakupan yang sempit, Mishkin (2000) mengungkapkan bahwa penempatan dana yang dianggap sebagai asset di bank, memerlukan pertimbangan-pertimbangan seperti tingkat kesejahteraan, tingkat pengembalian yang diharapkan, tingkat risiko, dan tingkat likuiditas. Sementara dalam cakupan yang lebih luas, hasil pertemuan para menteri keuangan APEC yang kesembilan di Meksiko yang berdasarkan paper/penelitian yang dipresentasikan disimpulkan hal-hal yang menjadi determinan tabungan domestik meliputi pertumbuhan pendapatan, tabungan pemerintah, sistim pendanaan penuh, dan beban ketergantungan. Namun demikian, dalam rangka upaya peningkatan tabungan domestik terdapat suatu hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu kestabilan ekonomi makro. Kestabilan ekonomi makro tercermin pada tingkat harga barang dan jasa yang stabil serta nilai tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dengan kondisi neraca pembayaran intemasional yang sehat. Dengan kondisi ekonomi makro yang stabil, akan tercipta 32 il(lim investasi dan usaha yang kondusif, sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas, dan pada akhimya akan terjadi peningkatan tabungan domestik, terutama tabungan masyarakat. Salah satu variabel dari makroekonomi suatu negara adalah tingkat suku bunga, sesuatu yang menurut para ekonom klasik sangat penting dalam perekonomian. Dalam teori tingkat bunga klasik, kunci dari persoalan antara penabung dan investor adalah tingkat bunga, dimana tingkat bunga akan berfluktuasi untuk membuat pengusaha ingin menginvestasikan dana yang ingin ditabung rumah tangga. Keseimbangan hasrat untuk menabung dan hasrat berinvestasi dapat mempertahankan produksi pada tingkat tenaga kerja penuh. Tabungan, menurut ekonomi klasik, adalah suatu fungsi tingkat bunga: semakin tinggi tingkat bunga, semakin banyak yang ditabung, karena pada tingkat bunga yang lebih tinggi orang tidak akan mengkonsumsi lebih. Tingkat bunga adalah pendorong tabungan, suatu hadiah untuk mengkonsumsikan seluruh pendapatan. Menurut Bernstein dan Wild (1998;292) tingkat bunga adalah kompesasi untuk penggunaan uang, inilah kelebihan uang tunai yang dibayarkan atau dikumpulkan karena adanya uang yang dipinjam. Dalam kertas kerjanya Keynes (Ritter: 1981) membagi anal isis pendapatan dan pengeluaran ke dalam dua bagian, (a), pilihan rumah tangga antara mengeluarkan pendapatan atau menabung, (b), keputusan perusahaan berkenaan level pengeluaran investasi. Keduanya mengikuti sistem Keynes melalui aliran: konsumsi, tabungan, investasi, dan pendapatan selama periode waktu tertentu. Keputusan publik berkaitan 33 dengan komposisi aset finansial yang dipegangnya ditentuk:an oleh tingkat bunga Pennintaan uang (money demand), disebut juga liquidity preference, adalah fungsi dari tingkat bunga. Variabel makroekonomi lainnya, adalah nilai tuk:ar yang merupakan harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya. Stabilitas nilai tukar suatu negara dapat berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Untuk: itu dalam menetapkan kebijakan nilai tuk:ar perlu didasarkan atas beberapa pertimbangan seperti tingkat keterbukaan perekonomian suatu negara terhadap perekonomian global, tingkat kemandirian suatu negara dalam melaksanakan kebijaksanaan ekonomi di dalam negeri, dan aktivitas perekonomian suatu negara. Dalam perkembangannya, nilai tukar mata uang suatu negara dapat mengalami penguatan (apresiasi) maupun pelemahan (depresiasi) terhadap mata uang lainnya. Hal ini akan mempengaruhi neraca perdagangan negara tersebut. Jika nilai tuk:ar suatu negara terdepresiasi, maka harga barang domestik akan lebih murah dibanding harga barang impor, sehingga ekspor bersih negara tersebut akan meningkat, sebaliknya, jika nilai tuk:ar terapresiasi, maka harga barang domestik akan menjadi lebih mahal, akibatnya ekspor bersih akan menurun. Naik turunnya ekspor bersih akan berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan nasional, kemudian pada akhirnya mempengaruhi pertumbuhan tabungan. Hal lain yang mempunyai peran signifikan dalam peningkatan tabungan masyarakat suatu negara adalah pendapatan nasional. Pertumbuhan pendapatan nasional suatu bangsa sangat identik dengan pertumbuhan ekonomi, dimana alat 34 ukurnya adalah Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB). Walaupun keduanya merupakan alat ukur untuk menentukan satu hal yang sama, yaitu pertumhuhan ekonomi, namun, pendekatan yang dipakai adalah herheda. Menurut Tamhunan (2001), PDB adalah jumlah produk yang dihasilkan di dalam negeri yang juga mencakup produksi dari perusahaan-perusahaan asing (PMA) yang ada di Indonesia, tidak termasuk perusahaan-perusahaan Indonesia yang ada di luar negeri. Sedangkan PNB adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan- perusahaan nasional yang ada di dalam dan luar negeri. Terlepas dari permasalahan itu, hukti empiris menunjukkan hahwa PNB atau PDB yang tinggi mencerminkan tingkat pertumhuhan ekonomi yang tinggi, tingkat pertumhuhan yang tinggi cenderung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang pada akhimya akan meningkatkan tahungan. Sementara itu, dari sisi populasi suatu negara terdapat suatu variabel yang dapat herpengaruh terhadap tahungan masyarakat. Bila kita melihat struktur demografi suatu negara, maka kita akan mengetahui seberapa besar tingkat hehan ketergantungan negara tersehut. Behan ketergantungan, dimana merupakan perhandingan relatif antara jumlah penduduk usia non produktif (anak-anak dan orang-orang tua) terhadap jumlah penduduk usia produktif (15 tahun hingga 65 1filiun), pada dasarnya akan mempengaruhi tingkat penghasilan. Behan ketergantungan yang tinggi akan menyehabkan tingkat penghasilan menurun, sehaliknya semakin rendah beban ketergantungan akan semakin tinggi tingkat penghasilan. Behan ketergantungan negara-negara sedang berkemhang, seperti 35 Indonesia, biasanya sangat tinggi. Hal itu pada dasamya lebih dikarenakan angka kelahiran di negara-negara sedang berkembang masih cukup tinggi, sementara karena semakin membaiknya tingkat kesehatan menyebabkan angka kematian semakin kecil. Dampak dari hal tersebut akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tabungan nasional. Dari uraian kerangka pemikiran tersebut diatas, maka dibuat alur kerangka pemikiran sebagai berikut: Stabilitas Makro Ekonomi POPULASI I Ekspor - Impor ,, ~, Tingkat bunga Nilai Tukar I ~ ~, Pendapatan Nasional (PDB Riil) Beban ketergantu ngan , .. I ~, TABUNGAN MASYARAKAT Gambar 2-2 Kerangka Pemikiran .... ~ 36 Dari bagan diatas dapat dibuat spesifikasi model, sebagai berikut: Sd = f(Y, NT, r, DR) ..............................................................(2-14) Dimana: Sd = Y = NT = r = DR = tabungan masyarakat PDB riil nilai tukar tingkat bunga beban ketergantungan 2.3. Hipotesis Berdasarkan kerangka pemikiran dan spesifikasi model di atas, diharapkan terdapat dua hipotesa, 1. bahwa ada kecendrungan pendapatan nasional (PDB riil), nilai tukar, tingkat bunga, dan beban ketergantungan secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. 2. bahwa secara parsial terdapat kecendrungan pendapatan nasional, nilai tukar dan tingkat bunga mempunyai pengaruh positif terhadap tabungan masyarakat, sedangkan beban ketergantungan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. BABIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah mengenai pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia yang diobservasi selama periode tahun 1983 hingga tahun 2002. Disamping itu, diteliti pula data-data pendapatan nasional, tingkat inflasi, dan tingkat suku bunga nominal, dan beban ketergantungan yang dijadikan sebagai regresor. 3.1.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif sekunder yang bersumber dari Biro Pusat Statistik Bandung, Bank Indonesia, Nota Keungan, dan IMF. Disamping itu, data kualitatif berdasarkan referensi studi kepustakaan diperoleh melalui jumal, makalah, artikel dan bahan-bahan dari Perpustakaan MET , Perpustakaan Bank Indonesia Cabang Bandung, Perpustakaan CISRAL UNPAD, serta dengan mengakses internet. 3.2 Metoda Penelitian 3.2.1 Metoda Penelitian Metoda penelitian yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif berupa penjelasan data dengan 37 38 menggunakan tabel dan graftk, sedangkan analisis kuantitatif berupa penarikan kesirnpulan berdasarkan pada perhitungan statistik dan matematis. 3.2.2 Operasionalisasi Variabel Berdasarkan judul penelitian, maka variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Variabel Bebas atau Independen (X) Variabel bebas pada penelitian ini terdiri dari Tingkat Pendapatan nasional, tingkat intlasi, tingkat suku bunga riil, dan beban ketergantungan . Pendapatan nasional, yaitu ukuran pertumbuhan ekonomi yang mengukur prosentase penambahan dalam produk domestik bruto (Tambunan: 200 1), indikator yang digunakan adalah pertumbuhan PDB riil. Nilai Tukar, yaitu harga mata uang suatu negara yang dikaitkan dengan mata uang negara lain atau mata uang intemasional. (Schiller: 1991 ), indikator yang digunakan adalah nilai tukar nominal. Tingkat hunga, yaitu kompesasi untuk penggunaan uang, inilah kelebihan uang tunai yang dibayarkan atau dikumpulkan karena adanya uang yang dipinjam (Bernstein dan Wild : 1998) Behan ketergantungan, yaitu perbandingan antara jumlah seluruh penduduk usia non produktifdanjumlah penduduk usia produktif(Todaro: 1994). Variabel terikat atau variabel dependen CY) Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tabungan masyarakat pada bank umum. 39 Tabel 3.1. Operasional Variabel Penelitian Variabel Tabungan Masyarakat Pertumbuhan Pendapatan Nasional Nilai Tukar Tingkat bunga Beban ketergantungan 3.2.3 Konsep Variabel Jumlah rata-rata simpanan masyarakat pada bank umum Pertumbuhan PDB riil Harga rata-rata mata uang rupiah terhadap mata uang USD per tahun. Tingkat bunga nominal 12 bulan usia Penduduk non produktif berbanding relatif dengan penduduk usia produktif Skala Rasio (milyar per tahun) Rasio (prosen per tahun) Sumber BI Dep Keu RI (data sekundel')_ Dep Keu RI (data sekunder) Rasio (Rp per USD) BPS (data sekunder) Rasio (prosen per tahun) BI (data sekunder) Rasio (poin per tahun) BPS (data sekunder) Metoda Analisis Untuk lebih aplikatif dalam model penelitian, maka variabel bebas, X, kami notasikan dengan singkatan atau simbol yang menggambarkan tiap-tiap variabel bebas. Mengacu pada model penelitian Kivicilim, namun dengan variabel bebas yang lebih sederhana, maka model regresi yang dapat digambarkan dari kedua variabel tersebut adalah sebagai berikut: lnSdt =at+ Pl Yt + P21nNTt+ fORt+ P4DRt+ ut Dimana: (3-1) 40 lnSd Pertumbuhan Tabungan masyarakat per tahun a Konstanta y Pertumbuhan PDB riil per tahun In NT = Pertumbuhan nilai tukar nominal per tahun Tingkat bunga per tahun R DR = Tingkat beban ketergantungan per tahun u Kesalahan prediksi atau penyebab oleh faktor lain t Periode waktu (tahun) Analisis regresi pada dasamya ingin mempelajari bagaimana eratnya hubungan antara satu atau beberapa variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam analisis ini terdapat empat usaha pokok yang akan dilaksanakan, yaitu: • Mengadakan estimasi terhadap parameter berdasarkan data empiris • Menguji berapa besar variasi variabel dependen dapat diterangkan oleh variasi variabel independen • Menguji apakah estimasi parameter tersebut signifikan atau tidak • Melihat apakah tanda dari estimasi parameter cocok dengan teori. Dalam analisis regresi kita akan menggunakan metoda Least Squares atau secara umum disebut Ordinary Least Squares (OLS) yang merupakan dalil untuk menghitung koefisien regresi. Gujarati (2003:65-75) mengungkapkan bahwa dalam OLS asumsi yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut: 1. Model regresi yang digunakan adalah linear 2. Data yang digunakan adalah tepat; meskipun sampling diulang nilai regresor, X, adalah tetap. 41 3. Rata-rata variabel pengganggu, Uj, adalah not. 4. .Homoscedastis: varians dari variabel pengganggu, Uj, adalah konstan. 5. Tidak terdapat oto-korelasi dalam variabel pengganggu. 6. Covarians antara variabel pengganggu dan variabel eksplanatori, X, adalah not. 7. Jumlah data, n, harus lebih besar daripadajumlah variabel. 8. Data harus bervariasi besarannya; secara teknis varians data tidak sama dengan not. 9. Spesiflkasi model regresi sudah tepat. 10. Tidak terdapat multikolinear sempurna diantara variabel eksplanatori. 3.2.4 Uji Validitas Model Dalam penelitian ini data observasi diambil berdasarkan runtun waktu (time series). Adapun pengujian-pengujian variabel yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a) Uji R2 ( multiple coefficient of determination ) yaitu untuk melihat kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel terikat untuk mengukur kebenaran korelasi antara variabel dan model yang digunakan. R2 berkisar antara 0 sampai dengan I, dimana model dengan R2 yang mendekati 1 dikatakan baik karena model mampu menjelaskan variasi dalam variabel terikat. 42 b) Uji t: ·Untuk menguji secara parsial tingkat signiflkansi variabel bebas kriteria yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian dua arah (two tailed signij1canceleve~. Hipotesis dalam uji t statistik adalah sebagai berikut: Ho : a=O, koeflsien masing-masing variabel bebas bemilai nol Ht : a;f::O, koeflsien masing-masing variabel bebas tidak bemilai nol. Pengujiannya adalah sebagai berikut: jika t stat> t tabel atau t tabel < t stat berarti signiflkan, maka Ho diterima jika t stat berada diantara kedua nilai tersebut berarti pengaruhnya tidak signiflkan, maka Ho ditolak. c) UjiF: Untuk menguji secara bersamaan bahwa seluruh koeflsien regresi adalah signiflkan dalam mempengaruhi variabel terikat. Uji F juga sekaligus menguji signiflkansi nilai koeflsien determinannya (R2 ) dimana uji F yang signiflkan akan menyebabkan nilai R2 yang diperoleh secara statistik tidak sama dengan nol. Hasil Pengujiannya adalah: Ho diterimajika F-Statistik <Fa, df Ho ditolakjika F-Statistik >Fa, df d) Uji multikolinearitas Pindyck (1998) menjelaskan bahwa salah satu asumsi dalam model regresi kompleks adalah tidak adanya hubungan linear diantara masing-masing 43 variabel bebas dalam model. Katika dua atau lebih variabel bebas memiliki tingkat korelasi yang tinggi (tetapi tidak sempuma), masalah multikolinear akan muncul. Jika hal itu terjadi, maka interpretasi terhadap koefisien-koefisien akan menjadi Adanya sulit. multikolinear mengimplikasikan bahwa akan terdapat sedikit data dalam sampel yang memberikan satu keyakinan tentang interpretasi tersebut. Uji multikolinearitas dilakukan jika dalam pengolahan data ditemukan: ( 1) R2 besar ( mendekati 1 ) akan tetapi tidak ada koefisien atau sangat sedikit koefisien yang signifikan ( secara statistik tidak penting ) yang dilihat melalui tes individual t test, (2) hubungan antara variabel bebas yang tinggi. Multikolinearitas dapat diketahui dengan pengujian VIF pada program SPSS dimana batas toleransinya adalah 10. Jika suatu variabel bebas nilai VIF nya diatas 10, maka terdapat multikolinearitas. e) Uji Otokorelasi Otokorelasi dapat didefmisikan sebagai korelasi antara anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (dalam deret waktu) atau ruang (dalam data cross section). Adanya otokorelasi diuji dengan Durbin Watson. Adapun hipotesis yang akan diuji dalam tes ini adalah sebagai berikut: Ho : tidak terdapat otokorelasi H 1 : terdapat otokorelasi 44 Jika otokorelasi tidak dapat disimpulkan, maka perlu dilakukan pengujian berikutnya yaitu dengan menggunakan Breusch-Godfrey LM Test. f) Uj i Heteroskedastisitas Uji heteroscedastis merupakan metode yang digunakan untuk menguji jika varians error term yang konstan untuk seluruh observasi tidak dapat dipertahankan Salah satu metoda untuk mengujinya menggunakan uji White's General Heteroscedasticity. pengujian ini adalah: Ho : tidak terdapat heteroskedastisitas H 1 : terdapat heteroskedastisitas dengan Hipotesis dalam BABIV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian 4.1.1 Kondisi Umum Variabel-Variabel Yang Diteliti 4.1.1.1 Produk Domestik Bruto Indonesia Produk domestik bruto (PDB) merupakan data statistik yang merangkum perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu negara sehingga merupakan indikator penting untuk perekonomian negara secara makro. mengamati perubahan tingkah laku Dari data tersebut dapat diketahui secara rinci laju pertumbuhan ekonomi suatu negara dan juga trend pertumbuhannya dari tahun ke tahun. Laju pertumbuhan ekonomi menggambarkan kinerja perekonomian suatu negara, sedangkan trend pertumbuhan ekonomi menunjukkan stabilitas perekonomian suatu dalam kurun waktu tertentu. Apabila dalam kurun waktu tertentu, trend pertumbuhan ekonomi terlalu fluktuatif dapat dikatakan perekonomian negara tersebut belum stabil, dan sebaliknya apabila tidak atau kurang fluktuatif, berarti stabilitas perekonomian negara tersebut telah terjaga. Tabel 4.1 menggambarkan kondisi PDB Indonesia sejak tahun 1983 hingga 2002. Dalam tabel tersebut ditunjukkan perbandingan PDB berdasarkan harga berlaku dan PDB berdasarkan harga konstan tahun 2000, serta pertumbuhannya dari tahun ke tahun, baik secara riil maupun secara prosentase. Dari data tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sangatlah mengagumkan sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun 45 46 1997, dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi pada periode 1983- 1997 mencapai 6.3 %. .Laju pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan tersebut dicapai setelah Indonesia memasuki era industrialisasi (sektor sekunder) dan liberalisasi perbankan (sektor tertier). Namun setelah itu, laju pertumbuhan ekonomi mengalami kemerosotan yang cukup signifikan, dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu lima tahun pasca krisis ( 1998 - 2002) yang hanya sebesar 0.14 %. Hal ini terutama disebabkan karena kebijakan liberalisasi Tabel 4.1. Produk Domestik: Bruto atas dasar harga berlaku dan harga konstan tahun 2000 dan pertwnbuhannya ( 1983 - 2002) (dalarn milyar rupiah Pertumbuhan PDB Tahun % Riil (2000} Nominal 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 93122.7 107833.6 116329.5 123186.5 149740.7 170480.7 200568.6 234654.6 273439.5 311778.9 362325.5 419945.8 499375.8 585133.9 689650.6 1050089 1208278 1389770 1684281 1897800 639780.6 684408.7 701259.8 742461.6 779032.2 824064.1 885519.4 949641.1 1018062.6 1081248 1151490.2 1238312.3 1340101.6 1444873.3 1512780.9 1314202 1324599 1389770.2 1442984.6 1504380.6 44628.1 16851.1 41201.8 36570.6 45031.9 61455.3 64121.7 68421.5 63185.4 70242.2 86822.1 101789.3 104771.7 67907.6 -198579 10397 65171.2 53214.4 61396 7 2.5 5.9 4.9 5.8 7.5 7.2 7.2 6.2 6.5 7.5 8.2 7.8 4.7 -13.1 0.8 4.9 3.8 4.3 Sumber. Makroekonomi Indonesia LPE-1811 perbankan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia tersebut, yang berdampak pada menjamumya lembaga keuangan bank dan bukan bank dengan variasi 47 kegiatan usaha yang beragam, tidak diiringi adanya pengawasan yang memadai dari Bank Indonesia selaku bank sentral. Berdasarkan data tabel diatas terbukti bahwa trend perekonomian Indonesia mempunyai fluktuasi yang cukup tinggi, dimana laju pertumbuhan ekonomi tertinggi sebesar 8.2% dan terendah -13.1%. Hal ini dapat diartikan bahwa perekonomian Indonesia selama ini masih belum stabil dan sangat rentan terhadap berbagai kondisi, baik kondisi internal maupun kondisi ekstemal. • Gamba'r 4.1. Pertumbuhan PDB Riil 1983-2002 10 ·, 5 0 ~ 0 ..s ~10 -15 Tahun jc:::JPDB Rill-Poly. (PDB Riil) I Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa selama periode 1983 - 2002 terlihat bahwa pendapatan nasional yang diproxy-kan dengan PDB riil mempunyai fluktuasi yang sangat tajam. Pada gambar tersebut terlihat adanya kecenderungan pertumbuhan PDB riil yang meningkat pada dekade 1980-an hingga pertengahan dekade 1990-an, namun sebagai dampak terjadinya krisis moneter sejak pertengahan tahun 1997, trend pertumbuhan PDB riil mengalami penurunan. 48 Sementara jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara, pertumbuhan PDB riil Indonesia mengalami keterpurukan yang paling parah pasca krisis moneter, terutama pada tahun 1998 dan 1999. Selanjutnya pertumbuhan PDB riil Indonesia mulai bangkit pada tahun 2000. Hal itu terlihat dari tabel 4.2 berikut ini. Tabel 4.2. Pertumbuhan PDB Riil beberapa negara ASEAN ( 1990- 2000) Tahun 1990-96 1997 1998 1999 2000 Pertumbuhan PDB Riil SiQR~Qura PiljQina Indonesia Malaysia 7.9 4.5 -13.2 0.8 4.8 9.6 7.5 -7.5 5.8 8.5 8.9 8.4 0.4 5.4 9.9 2.8 5.2 -0.5 3.3 3.9 Thailand Vietnam 8.1 -1.8 -10.2 4.2 4.3 8.4 8.2 3.5 4.2 5.5 Sumber: IMF, World Economic Outlook, 2001 Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagai dampak dari adanya krisis moneter, pada tahun 1998 sebagian besar negara ASEAN mempunyai pertumbuhan PDB riil yang negatif. Hal itu mengindikasikan bahwa walaupun pada awal tahun 1990-an hingga 1996 rata-rata pertumbuhan ekonomi negaranegara ASEAN ini sangat tinggi, ternyata stabilitas perekonomian negara-negara dikawasan ini belum cukup kuat. Diantara negara-negara ASEAN yang terkena krisis moneter, hanya Indonesialah yang mengalami dampak paling buruk, hal ini terlihat bahwa pada tahun 1998 dan 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang terendah. Kondisi ini terutama disebabkan karena, tidak seperti negara- negara lainnya dimana krisis moneter tidak berkembang lebih jauh, di Indonesia krisis moneter tidak hanya berkembang menjadi krisis ekonomi, tetapi telah menjadi krisis multidimensi, sehingga meruntuhkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. 49 4.1.1.2 Nilai Tukar dan Perkembangannya . Pemilihan rezim nilai tukar pada umumnya didasarkan atas beberapa pertimbangan, seperti tingkat keterbukaan perekonomian suatu negara terhadap perekenomomian global, tingkat kemandirian suatu negara dalam melaksanakan kebijksanaan ekonomi di dalam negeri, dan aktivitas perekonomian suatu negara. Pertimbangan pertama adalah preferensi suatu negara terhadap keterbukaan ekonominya, apakah suatau negara lebih cenderung menerapkan kebijakan ekonomi yang terbuka atau tertutup. Dalam hal suatu negara lebih cenderung menganut ekomomi yang lebih tertutup dan ingin mengisolasikan gejolak keuangan dari negara lain (contagion effect) makafLXed exchange rate merupakan prioritas utama. Sementara bila suatu negara lebih condong terbuka maka pilihan nilai tukar yang lebih tleksibel merupakan pilihan utama karena dengan sistem ini capital inflow dapat disterilisasi melalui sistem tersebut. Dari aspek kemandirian dalam melaksanakan kebijakan ekonomi, misalnya dalam hal melaksanakan kebijakan moneter yang lebih independen, maka sistem nilai tukar tleksibel merupakan pilihan utama. Sementara bila dilihat dari aspek aktivitas ekonomi maka semakin besar skala ekonomi suatu negara berarti semakain besar volume transaksi ekonomi sehingga permintaan akan uang juga semakin meningkat. Dalam hal ini, sistem yang tepat digunakan adalah sistem nilai tukar fleksibel karena jika negara tersebut memiliki sistem nilai tukar tetap maka dibutuhkan cadangan devisa yang sangat besar untuk menjaga kredibilitas sistem nilai tukar tersebut. 50 Sementara itu, menurut Garber dan Svenson dalam Gultom (1999), dasar pertimbangan pemilihan nilai tukar dalam konteks terjadinya underlying shock pada pasar uang dan pasar barang (LM dan IS) terdiri dari tiga jenis kondisi. Dalam hal gejolak yang terjadi di pasar uang (LM) relatif lebih besar dari gejolak yang terjadi di pasar barang (IS), maka pilihan yang lebih baik adalah floating exchange rate, namun hila terjadi sebaliknya, dimana IS lebih besar daripada LM, maka pilihan yang baik adalah fixed exchange rate. Dalam hal keduanya tidak ada yang dominan maka kebijakan yang terbaik adalah managedfloating. Sesuai dengan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral, salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur, menjaga dan memelihara kestabilan nilai tukar rupiah. Secara garis besar, sejak tahun 1970 Indonesia telah menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu: I. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978) • Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 1964, Indonesia menganut sistem nilai tukar tetap dengan kurs resmi Rp. 250,- per 1 USD (sebelumnya Rp. 45,- per 1 USD), sementara kurs mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap USD di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar intemasional • Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada bank devisa untuk selanjutnya dijual kepada pemerintah, dalam hal ini Bank Indonesia. Namun demikian, dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal kepemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai 51 konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi seluruh kebutuhan valuta asing bank komersial untuk memenuhi permintaan para importir maupun masyarakat yang membutuhkan valuta asing. Pada masa tersebut, pemerintah mem-peg-kan rupiah terhadap US dollar, dimana penentuan nilai tukar mutlak dilakukan oleh pemerintah atas dasar kurs nilai tukar riil. Dengan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki wewenang penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. • Sistem nilai tukar tetap dengan sistem kontrol devisa pada awal tahun 1970-an masih dimungkinkan karena lembaga keuangan belum berkembang, volume transaksi devisa masih relatif kecil dan belum ada pasar valuta asing serta mata uang rupiah belum menjadi tradable good dan kegiatan valas belum ada. Disamping itu, pemerintah masih melakukan pembatasan-pembatasan dalam hal melakukan pinjaman luar negeri, penanaman modal asing, dan portfolio investment, sehingga intervensi langsung yang dilakukan oleh pemerintah dapat bekerja efektif. • Disadari bahwa nilai tukar yang overvalued dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar intemasional. Oleh karena itu, pada periode ini pemerintah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali, masingmasing pada 17 April 1970 dengan kurs sebesar Rp. 3 78,- per 1 USD, 52 tanggal 23 Agustus 1971 dengan kurs sebesar Rp. 415,- per I USD, dan pada tanggal 15 November 1978 dengan kurs sebesar Rp. 625 per 1 USD. 2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (1978-Juli 1997) • Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Kebijakan ini diimplementasikan bersamaan dengan dilakukannya devaluasi rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut, pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah, pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah dari spread. • Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode ini terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu managed floating I, managed floating II, dan crawling band. Periode 1978-1986 dapat dianggap sebagai periode managed floating I dimana unsur manajemen lebih besar dari floating. Kondisi tersebut terlihat dari pergerakan nilai tukar nominal yang re1atif tetap dan perubahan relatif baru terjadi pada tahun-tahun tertentu, yaitu pada saat Bank Indonesia me1akukan devaluasi rupiah. Cukup kuatnya unsur manajemen pada periode tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang relatif belum berkembang seperti saat ini, sehingga Bank Indonesia tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan target yang diinginkan dalam rangka mengendalikan inflasi dan daya saing produk-produk ekspor. 53 • Perkembangan selanjutnya dengan semakin terbukanya perekonomian nasional terhadap perekonomian dunia yang ditandai dengan semakin besarnya capital inflow ke Indonesia, serta semakin pesatnya perkembangan sektor keuangan dan dunia usaha maka kebijakan nilai tukar managed floating, lebih ditekankan pada unsur floatingnya sementara unsur pengendaliannya (managed) semakin mengecil (periode managed floating 1111987-1992). Dalam periode ini, kekuatan pasar semakin besar sehingga unsur floating semakin dirasakan perlu mengingat manajemen yang terlalu dominan dapat berakibat misalignment pada nilai tukar niil. • Fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin ditingkatkan melalui penerapan kebijakan nilai tukar crawling band sejak tahun 1992 hingga Agustus 1997. Peningkatan fleksibilitas nilai tukar tersebut telah mendorong perkembangan pasar valuta asing dalam negeri, yang tercermin dari semakin berkurangnya ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia dalam melakukan transaksi devisa. Kegiatan transaksi valas yang sebelumnya dilakukan bank dengan Bank Indonesia hampir seluruhnya telah bergeser ke pasar valas antarbank. Disamping itu, jumlah pelaku transaksi juga semakin meningkat dan produk pasar valuta asing semakin bervariasi. Hal ini terlihat dari transaksi swap Bank Indonesia yang menurun tajam dari sebesar USD 13 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar USD I miliar tahun 1994. Sebaliknya transaksi swap antarbank meningkat dari USD 29 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar USD 596 54 miliar pada talmo 1997. Pada sisi lain, peningkatan fleksibilitas melalui pelebaran rentang intervensi juga telah memberikan keleluasaan kepada Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter sehingga dapat mempermudah perencanaan pelaksanaan operasi pasar terbuka. 3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (sejak 14 Agustus 1997) • Awal Agustus 1997 rupiah telah menembus Rp. 2.650,- per l USD, sehingga untuk mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang pada tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah memutuskan menghapuskan rentang intervensi dan menganut sistem nilai tukar mengambang bebas. • Penghapusan rentang intervensi ini dimaksudkan juga untuk mengurangi dampak negatif dari kegiatan spekulatif terhadap rupiah dan memantapkan pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri. Sementara kegiatan intervensi tetap dilakukan untuk menghilangkan distorsi-distorsi di pasar valuta asing mengingat pasar ini belum sempuma. • Dalam periode ini nilai tukar rupiah mempunyai fluktuasi yang sangat tinggi, dimana fluktuasi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh faktorfaktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor nonekonomi. Faktor-faktor ekonomi yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah antara lain: (a) besamya ketergantungan sektor swasta nasional terhadap sektor utang luar negeri, (b) pertumbuhan ekspor yang melam bat sebagai akibat rendahnya efisiensi sektor dunia usaha, dan (c) rapuhnya sektor keuangan sebagai akibat pengelolaan usaha yang lemah dan kurang transparan serta pemberian kredit yang terkait dengan bank. 55 Tabel 4.3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD berdasarkan Harga Berlaku periode 1983 - 2002 Tahun 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 fl.(%) Nilai Tukar Rp 998 1074 -7.61 1125 -4.75 1641 -45.87 1650 -0.55 1731 -4.91 -3.81 1797 1901 -5.79 -4.79 1992 2062 -3.51 2110 -2.33 -4.26 2200 -4.91 2308 -3.25 2383 4650 -95.13 8025 -72.58 7085 11.7 -35.43 9595 10400 -8.39 14 8940 Keterangan: fl. = Pertumbuhan Sumber: BPS Tabel 4.3 di atas menunjukkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap USD dari tahun ke tahun selama periode observasi. Dari data tersebut terlihat jelas bahwa selama kurun waktu tahun 1983 hingga 1996 nilai tukar rupiah relatif stabil, dimana meskipun selalu mengalami depresiasi, nilai tukar rupiah tidak terlalu berfluktuatif. Hal ini terjadi karena pada selama kurun waktu ini pemerintah mempunyai campur tangan yang cukup besar dalam mempertahankan kestabilan nilai tukar rupiah. Sementara sejak tahun 1997 rupiah mengalami fluktuasi yang sangat tajam. Fluktuasi nilai tukar rupiah yang tertinggi terjadi pada tahun 1997 dan 1998 dimana pada kedua tahun itu rupiah terdepresiasi sebesar 95.13% dan 72.58%. Pada masa pasca krisis rupiah juga sempat mengalami apresiasi terhadap USD yaitu tahun 1999 sebesar 11.7% dan tahun 56 2002 sebesar 14%. Kondisi ini terjadi setelah Bank Indonesia menetapkan kebijakan moneter yang me_nghapuskan rentang intervensinya terhadap nilai tukar rupiah sehubungan diberlakukannya sistem nilai tukar rupiah yang mengambang bebas (free floating exchange rate system). Nilai tukar rupiah sepenuhnya diserahkan kepada mekanisme pasar yaitu tergantung dari penawaran dan permintaan pada pasar valuta asing. Gambar 4.2. Perkembangan Nilai Tukar Rp terhadap USD Berdasarkan Harga Berlaku (1983-2002) 12000 10000 .c: 8000 CG 6000 ·c. :::::s IX 4000 2000 0 Tahun 1-+-Rp/USO -Poly. (Rp/USD) I 4.1.1.3. Suku Bunga Suku bunga perbankan di Indonesia pada dasamya mengikuti suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI merupakan salah satu instrumen pendukung open market operation yang berupa surat berharga atas tunjuk dalam rupiah yang diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang jangka waktu pendek dengan sistem diskonto. Bila suku bunga SBI meningkat, maka suku bunga pasar uang antar bank (PUAB) akan turut meningkat, begitu sebaliknya, hila suku 57 bunga SBI turun, maka suku bunga PUAB pun akan turun. SBI diharapkan mampu merangsang dunia perbankan untuk berperan lebih nyata dengan dasar kemampuan untuk menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya lagi dalam investasi (Sinungan: 1997). SBI memegang peranan sangat penting sejak digulirkannya deregulasi dibidang moneter dan keuangan tanggal 1 Juni 1983, dimana inti dari deregulasi tersebut adalah bank-bank diberi kebebasan lebih dalam menetapkan kebijaksanaan dibidang kredit dan suku bunga. Melalui penggunaan SBI Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat secara tidak langsung mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang dengan jalan Stop Out Rate, yaitu tingkat suku bunga yang diterima oleh Bank Indonesia atas penawaran tingkat bunga dari peserta pada lelang harian atau mingguan. Tabel 4.4 dibawah ini menunjukkan kondisi tingkat suku bunga SBI jangka waktu 3 bulanan dan simpanan berjangka di Indonesia selama periode observasi yang terdiri dari suku bunga simpanan berjangka 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, dan 12 bulan. Dari tabel 4.4 ini juga terlihat bahwa tingkat suku bunga rata-rata SBI lebih rendah jika dibanding dengan tingkat suku bunga rata-rata simpanan berjangka pada masa sebelum krisis, namun setelah krisis tingkat bunga SBI meningkat sangat signifikan sehingga berada di atas tingkat suku bunga simpanan berjangka 6 bulanan dan 12 bulanan. Selanjutnya, pada masa sebelum krisis tingkat suku bunga rata-rata tertinggi adalah tingkat suku bunga untuk simpanan berjangka 12 bulanan, sedangkan pada masa setelah krisis moneter tingkat suku bunga rata-rata tertinggi adalah tingkat suku bunga untuk simpanan berjangka 1 bulanan. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi perekonomian 58 Tabel 4.4. Suku Bunga SBI (3 bin) dan Simpanan Be~angka Periode 1983-2002 ( persen/pertahun) SBI (3 bin) 1 bulan Tahun Simpanan berjangka 3 bulan 6 bulan 12 bulan 17.5 16.5 15.8 15.5 7.5 18.7 18.3 17.5 16.5 16.8 17.8 16.9 15.2 13.9 16 15.7 15.4 14.6 14 15 17.5 18.4 17.5 16.5 16.2 18.5 19 17.8 18.4 18.5 18.6 17.7 17.1 16 15.2 18.5 17.3 17.6 18.2 16.9 22.8 23.4 23.4 22.7 20 21 .1 20.2 19.5 18.3 16.4 16.3 15.1 14.5 13.4 11 .5 13 12.4 12.6 12.4 11 15 15.8 16.8 16.7 14.3 16.7 16.9 17.3 14.1 16.9 16.3 16.2 20.3 23 12.3 .8 21 24.7 40 51 .7 50 27.6 21 .5 25.3 24 12.6 16.2 12.7 12.5 11 .2 14.3 14.2 14.9 15.5 14.5 17.6 15.5 14.4 15.2 14.9 13.1 17.6 17.3 17.17 16.81 14.8 X1 19.06 17.64 21.7 23.26 21 .52 X2 18.33 17.47 19.43 20.03 18.16 X3 Sumber: Bank Indonesia Keterangan: Suku bunga rata-rata sebelum krisis X1 Suku bunga rata-rata sesudah krisis X2 Suku bunga rata-rata periode observasi X3 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 = = = sebelum krisis sangat stabil sehingga perbankan Indonesia lebih menekankan pada jenis simpanan untuk jangka waktu yang relatif lama. Kondisi ini didukung pula oleh fungsi perbankan lainnya, yaitu sebagai penyaluran kredit, dimana dengan ketersediaan dana tabungan yang cukup dalam jangka waktu relatif lama, perbankan akan dapat menyalurkan ~it lebih banyak lagi. Sementara pada masa sesudah krisis, perbankan lebih menekankan pada jenis simpanan untuk 59 jangka waktu yang relatif pendek. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian Indonesia yang kurang kondusif dan tidak stabil, sehingga perbankan tidak berani untuk berspekulasi pada jenis simpanan yang lebih lama. Dalam penelitian ini suku bunga yang digunakan adalah suku bunga simpanan berjangka 12 bulanan. Jika dikaitkan dengan tingkat inflasi, tingkat bunga haruslah bersifat fleksibel, artinya bahwa tingkat bunga harus bisa disesuaikan dengan perubahan harga sehingga tingkat bunga riil tidak terlalu rendah waktu harga melonjak dan tidak terlalu tinggi waktu harga turun. Tabel. 4.5. Tingkat suku bunga perbankan 12 bulanan periode 1983-2002 Tahun r-nominal r-riil 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 17.3 18.7 17.8 15.7 17.5 18.5 18.6 18.5 22.8 21.1 16.3 13 15 16.7 16.3 21.8 27.6 16.2 14.2 15.5 17.587 19.06 18.3 5.4 8.3 13.2 9.8 8.4 10.3 12.3 10.6 13.5 13.5 6.7 4.4 5.6 8.7 5.2 -55.8 7.6 6.8 1.6 5.5 9.06 -6.86 1.1 r rata-rata pra krisis r rata-rata pasca krisis r rata-rata Sumber: Bank Indonesia 60 Pada tabel 4.5 diatas ditunjukkan perubahan suku bunga dari tahun ke tahun, baik suku bunga nominal maupun suku bunga riil. tersebut Dalam tabel diketahui bahwa selama kurun waktu tersebut rata-rata suku bunga nominal adalah sebesar 18.3%, sedangkan rata-rata suku bunga riil sebesar 1.1 %. Hal ini seiring dengan rata-rata laju inflasi selama kurun waktu yang sama, yaitu sebesar 17.2%. Selain itu, suku bunga nominal tertinggi terjadi pada tahun 1999, yaitu sebesar 27.6.%. Tingginya suku bunga tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya pelarian dana masyarakat keluar negeri dan untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia yang saat itu sudah menurun. Gambar 4.3. Trend Tingkat Bunga Nominal (12 bulanan) 1983- 2002 30 25 +-------------------------------~~----c 20t;~~;r~~~~~~~;i~j;=:j ~ 15 +-----~-------------=~~~~----~~~ 10 +-------------------------------------~ 5 +---------------~----~=-------------~ o~~~--~~~--~~~~~~~~~~~~ Tahun ·-+-Tingkat Bunga Nominal-Poly. {Tingkat Bunga NominaQ I Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan gambar 4.3 di atas diketahui bahwa tingkat bunga nominal untuk simpanan berjangka 12 bulanan di Indonesia selama periode observasi sangat tinggi, yaitu rata-rata diatas 10%. dengan trend tingkat bunga nominal cukup stabil. 61 Gambar 4.4. Trend Tingkat Bunga Riil (12 bulanan) 1983-2002 20 10 0 -10 0~ -20 -30 l -40 II -50 I I -60 I Tahun 1-+- Tingkat Bung a Riil -Poly. (Tingkat Bunga Riil) I Sumber : Bank Indonesia Berdasarkan gambar 4.4 di atas terlihat bahwa terdapat kecenderungan trend tingkat bunga riil untuk simpanan berjangka 12 bulanan di Indonesia semakin menurun dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena tingkat bunga nominal di Indonesia tidak dapat mengimbangi kondisi perubahan harga barang dan jasa yang terjadi selama ini. Dampaknya adalah -- berdasarkan hasil regresi sederhana antara tingkat bunga riil dan pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia (lihat lampiran) -terdapat pengaruh yang negatif antara tingkat bunga riil dan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia. 4.1.1.4. Penduduk dan Behan Ketergantungan Penduduk dan struktur demografi suatu negara dapat menjadi pendorong utama perekonomian disatu pihak, namun dilain pihak juga dapat menjadi penghambat perekonomian. Untuk itu, agar keberadaannya tidak 62 menimbulkan' masalah di kemudian hari diperlukan penanganan yang serius dengan berdasar pada perencanaan yang matang. Tabel 4.6. Pertumbuhan Penduduk Indonesia dan Behan Ketergantungan Tahun Jml Penduduk Pertumbuhan _(ribuan orQ) (%) 158,082.0 1983 161,579.5 1984 165,154.2 1985 168,347.6 1986 172,009.6 1987 175,588.9 1988 179,136.1 1989 179,247.6 1990 182,940.4 1991 186,042.7 1992 189,135.6 1993 192,216.5 1994 195,294.2 1995 198,320.0 1996 201,353.1 1997 204,392.5 1998 207,437.1 1999 201,242.0 2000 2001 208,436.8 211,063.0 2002 Total Pertumbuhan Rata-rata Pertumbuhan 0.0 Be ban KeterQantunQan 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 2.16 2.16 1.9 2.13 2.04 1.98 0.06 2.02 1.67 1.64 1.6 1.58 1.53 1.51 1.49 1.47 -3.1 3.45 1.24 34.0 1.7 0.625 Sumber: BPS, data diolah Pada tabel 4.6. di atas, terlihat bahwa selama periode 1983 - 2002 terjadi kenaikan jumlah penduduk yang cukup signifikan, yaitu sebesar 34% dan ratarata pertumbuhannya mencapai I. 7% pertahun. Selama kurun waktu itu, be ban ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk usia produktif terus menurun dari 0.8 menjadi 0.5. Penurunan ini banyak dipengaruhi oleh jumlah kelahiran yang semakin berkurang sebagai dampak dari program Keluarga Berencana (KB) yang dicanangkan pemerintah Indonesia sejak era 1980-an. 63 Meskipun terjadi penurunan angka kelahiran di Indonesia, namun sampai saat ini kelompok anak usia dibawah 15 tahun masih merupakan kontributor terbesar beban ketergantungan, yaitu rata-rata 90% pertahun, sementara kontribusi kelompok orang tua yang berusia diatas 65 tahun rata-rata hanya I 0% pertahun. Komposisi penduduk Indonesia berkaitan dengan beban ketergantungan lebih lanjut dapat dilihat dalam tabel 4. 7 dibawah ini. Tabel 4. 7 Komposisi penduduk Indonesia menurut tiga kelompok usia periode 1983 - 2002 (dalam ribuan) Tahun <15 tahun 64,114.3 1983 65,532.9 1984 64,686.1 1985 64,792.9 1986 65,423.5 1987 65,887.1 1988 66,247.0 1989 65,690.3 1990 66,276.2 1991 66,291.4 1992 66,140.1 1993 65,861.6 1994 64,000.9 1995 63,352.6 1996 62,826.7 1997 1998 62,420.8 1999 62,134.1 61,250.2 2000 62,958.4 2001 62,702.3 2002 >65 tahun 15-65 4,727.5 87,868.6 4,832.1 89,812.9 5,034.8 95,433.3 5,362.3 98,192.4 5,656.3 100,929.8 5,947.8 103,753.9 6,238.7 106,650.3 6,201.2 107,351.7 6,207.5 110,456.7 6,351.4 113,399.9 6,611.7 116,383.8 6,975.3 119,379.6 7,545.2 123,748.1 7,857.0 127,110.4 8,193.4 130,333.0 8,548.1 133,423.6 8,914.4 136,388.6 8,405.9 131,574.0 9,038.7 136,439.7 9,265.3 139,095.4 Sumber: BPS, data diolah Trend be ban ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk usia produktif di Indonesia dari tahun ke tahun dapat terlihat dari gambar 4.6 berikut ini. 64 Gam bar 4.5. Trend Beban Ketergantungan Indonesia 1983 - 2002 0.9 0.8 0.7 0.6 0 0.5 c;; ca 0::: 0.4 0.3 0.2 0.1 0 .. ~ - i ; Tahun 1 Ic::::J Beban Ketergantungan -Poly. (Beban Ketergantungan) ! Sumber: BPS Sementara jika kita analisis pengaruh beban ketergantungan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia dengan menggunakan regresi sederhana akan terlihat bahwa pengaruh tersebut bersifat negatif (lihat lamp iran). 4.1.2 Hasil Regresi Metoda analisis yang digunakan adalah metoda analisis kuantitatif, yaitu dalam menarik kesimpulan didasarkan pada perhitungan statistik dan matematis. Dengan mengolah data dari variabel-variabel yang dibutuhkan dalam model persamaan yang ditentukan dalam Bab III, yaitu: LnSdt =a+ PIYt + P2LnNT + P3Rt + P4DRt + Ut Dimana: 65 = LnSdt Pertumbuhan tabungan masyarakat pada tahun t Pertumbuhan PDB riil (Pendapatan Nasional) tahun t Yt LnNT = Pertumbuhan nilai tukar rupiah atas US dollar tahun t Rt = Tingkat bunga nominal (12 bulanan) pada tahun t Beban Ketergantungan pada tahun t DRt = Ut Error Term Model persamaan tersebut diestimasi dengan menggunakan Ordinary Least Square (OLS) pada program Eviews 3.0 yang dilanjutkan dengan uji asumsi klasik untuk menentukan apakah model tersebut terbebas dari permasalahan dasar sebuah model yang baik. Hasil estimasi dari persamaan tersebut adalah sebagai berikut: LnSdt = I 0.194 + 0.048Yt + 0.80LnNT + 0.024Rt- 8. 750DRt (3.341) (0.021) (0.272) D-W Stat= 1.426 ( .... ) = Standard Error (0.026) (1.984) Observed R2 = 5.676 R2 = 0.954 4.1.3. Uji Validitas Model a) Uji koefisien detenninasi (R2 ) Hasil di atas menunjukkan bahwa basil yang dicapai baik dengan koefisien detenninasi (R2) sebesar 0.954 telah mengindikasikan bahwa variabel yang dipilih sudah tepat, dimana sebesar 95.4% dari model tersebut dapat dijelaskan oleh 66 variabel-variabel bebas tersebut, dan hanya 4.6% dari model yang dijelaskan faktor lain. b) Uji Signifikansi Untuk mengetahui tingkat signifikansi secara parsial antara variabel bebas dan variabel terikat dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji ini rnembandingkan antara nilai t tabel dan nilai t hitung dengan uji dua arah pada derajat kebebasan (df) dan signifikansi (a) tertentu. Tabel 4.8 menunjukkan nilai batas kritis untuk uji t, masing-masing pada tingkat signifikansi 1 persen, 5 persen, dan 10 persen. Tabel 4.8. Nilai Batas Kritis Uji t Hasil Regresi Model dengan masa observasi (n) 20 tahun, 1983 - 2002 Tingkat Signifikansi (a) df 0.01 0.05 0.1 15 2.947 2.131 1.753 Keterangan: df= n-k; n = jumlah observas1; k = jumlah variabel Sumber: Ekonometrika Dasar, D. Gujarati (2003) Pengujian dalam uji t menyatakan bahwa Ho diterima jika nilai t hitung > t tabel atau t tabel < t hitung yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel bebas dan variabel terikat. Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa selain variabel tingkat bunga, variabel bebas lainnya (tingkat PDB riil, tingkat inflasi, dan beban ketergantungan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia. Tabel 4.9 dibawah ini menunjukkan nilai t hitung tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel terikat. 67 Tabel4.9 Uji t-stat dan uji f-stat terhadap Model Pertumbuhan Tabungan Masyarakat Indonesia (1983- 2002) Variabel T -Statistic Keterangan Konstanta 3.050 Signifikan a= 1% PDBRiil 2.286 Signifikan a=5% Nilai Tukar 2.940 Signifikan a=5% Tkt bunga nominal 0.908 Tidak signifikan Behan ketergantungan -4.409 Signifikan a= I% 20 Jumlah Observasi (N) F-Stat 78.209 Signifikan pada a=1% Sumber: Regresi model penelitian Selanjutnya untuk mengetahui tingkat signifikansi secara bersamaan pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilakukan dengan uji F. Dari basil pengolahan data terhadap uji F(Tabel 4.9) didapat nilai F hitung = 78.209. Dengan derajat kebebasan (df) pembilang (k-1 = 5-1 = 4) dan derajat kebebasan (df) penyebut (n-k = 20- 5 = 15) didapatkan nilai F tabel = 4.89 pada tingkat kepercayaan 99%, sehingga F hitung > F tabel. Hal ini dapat dikatakan bahwa secara keseluruhan (bersarnaan) variabel bebas pada model (tingkat PDB riil, tingkat inflasi, tingkat bunga, dan beban ketergantungan) mempunyai pengaruh yang signiftkan secara statistik terhadap variabel terikat pertumbuhan tabungan masyarakat. 68 c) Uji Otokorelasi Untuk mengetahui apakah data dalam model tersebut terdapat masalah otokorelasi atau tidak dapat diketahui dengan berbagai altematif pengujian diantaranya dengan uji Dubin-Watson (OW) dan uji Breusch-Godfrey LM. Uji DW dilakukan dengan membandingkan antara nilai d hitung dan d tabel untuk mendapatkan keputusan: ~ • jika d hitung < dL • jika dU< d hitung < 4-dU -+ Ho diterima; • jika dl< d hitung < dU -+otokorelasi tidak bisa disimpulkan, bisa Ho ditolak; diteruskan dengan uji Breusch-Godfrey LM. Dari hasil regresi model diketahui bahwa nilai d hitung sebesar 1.426, sedangkan dL (batas bawah) dan dl; (batas atas) untuk tingkat signifikansi I prosen dan 5 prosen dapat dilihat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini: Tabel 4.1 0. Nilai Batas Kritis d tabel Model dengan masa observasi (n) 20 tahun, 1983 - 2002 Tingkat Signifikansi k 4 1% 5% dL dU dL dU 0.685 1.567 0.894 1.828 . Keterangan: k =JUmlah vanabel bebas kecuah konstanta Sumber: Ekonometrika Dasar, D. Gujarati (2003) Berdasarkan data pada tabel 4.10 tersebut, maka diketahui bahwa nilai d hitung berada diantara dL dan dU. baik untuk tingkat signifikansi lprosen maupun 5 prosen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam model tersebut otokorelasi tidak dapat 69 disimpulkan. Karena menurut pengujian Durbin-Watson otokorelasi tidak dapat disimpulkan, maka selanjutnya dilakukan pengujian Breusch-Godfrey LM. Ketentuan dalam pengujian ini menyimpulkan bahwa jika nilai F stat signifikan berarti terdapat otokorelasi, sebaliknya jika nilai F stat tidak signifikan berarti otokorelasi tidak terjadi. Dari pengujian Breusch-Godfrey LM didapat hasil: Tabel 4.11. Hasil Uji Breusch-Godfrey LM Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-squared 1.104476 2.904804 0.360567 0.234007 Probability Probability Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/14/05 Time: 10:27 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. c -2.492104 -0.008007 0.204142 -0.016103 1.924839 0.425452 0.132839 3.804750 0.026542 0.306218 0.030913 2.371511 0.355333 0.336266 -0.654998 -0.301658 0.666655 -0.520926 0.811651 1.197334 0.395042 0.5239 0.7677 0.5167 0.6112 0.4316 0.2526 0.6992 y LOG(NT) R DR RESID(-1) RESID{-2} R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.145240 -0.249264 0.341517 1.516244 -2.583812 1.778282 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2.85E-15 0.305552 0.958381 1.306887 0.368159 0.886363 Berdasarkan data tabel 4.11 diatas diketahui bahwa nilai F stat adalah tidak signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model persamaan tidak terjadi otokorelasi. 70 d) Uji Heteroskedastisitas Uji ini dilakukan dengan menggunakan White Heteroscedasticity Test, yang kemudian membandingkan nilai R2 yang diobservasi (W) pada model dan nilai X2 untuk tiap-tiap tingkat signifikansi. Ketentuan dalam uji White ini menyimpulkan bahwa jika nilai W lebih kecil dari pada nilai X2 berarti tidak terjadi heteroskedastisitas, sebaliknya jika nilai w lebih besar dari pada nilai X2 berarti terjadi masalah heteroskedastisitas pada model. Dari pengolahan data didapat bahwa nilai W = 5.676, sementara nilai X2 untuk tingkat signifikansi I 0%, 5%, dan I%, masing-masing sebesar 9.236, I1.070, dan I5.0863. menunjukkan bahwa nilai W lebih kecil dari pada nilai X2 Hasil ini untuk tingkat signifikansi 5%, I 0%, dan I%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk semua tingkat signifikansi dalam model ini tidak terjadi heteroskedastisitas. e) Uji Multikolinearitas Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan diantara variabel bebas dalam suatu model. Masalah utama bila terjadi keeratan hubungan yang sangat tinggi diantara variabel bebas adalah interpretasi pada basil regresi menjadi bias. Multikolinearitas terjadi jika nilai R2 tinggi (lebih dari 0.75) tetapi hanya sedikit nilai t hitung yang signifikan. Disamping itu, multikolineritas dapat dideteksi dari tolerance dan variance inflation factor (VIF). Tolerance, yang dihitung dari (1- Ri 2), dimana Ri merupakan koefisien regresi jika variabel bebas ke-i diprediksi dari variabel-variabel bebas lainnya. Jika tolerance kecil (mendekati not) , disimpulkan akan adanya multikolinearitas. VIF, juga 7I merupakan indikator multikolinearitas, dimana terdapat Rule of Thumb bahwa jika nilai VIF suatu variabel bebas melebihi I 0, maka dapat disimpulkan variabel tersebut mempunyai keeratan hubungan dengan variabel bebas lainnya. Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan bahwa pada model persamaan di atas tidak terdapat multikolineritas. 4.2. Pembahasan 4.2.1. Produk Domestik Bruto Produk Domestik Bruto riil sebagai proxi dari pendapatan nasional mempunyai pengaruh yang positif dan signiftkan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia. Dengan koefisien 0.048 dan t-hitung sebesar 2.285 mengindikasikan variabel bebas ini secara signifikan dapat meningkatkan tabungan masyarakat, dimana dengan tingkat signifikansi 5% setiap kenaikan pertumbuhan PDB riil sebesar I% akan dapat meningkatkan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia sebesar 0.048%. Hal ini sesuai dengan pandangan ekonom yang menyatakan semakin tinggi pendapatan nasional, maka semakin tinggi tingkat tabungan. Beberapa studi empiris menyimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan akan diiringi oleh peningkatan konsumsi dalam proporsi yang semakin kecil, sedangkan selebihnya akan ditabung sebagai upaya untuk l}lemelihara kesejahteraan di masa depan. Sementara itu, jika ditinjau dari komposisi kontribusi penyumbang PDB di Indonesia selama ini, Pulau Jawa merupakan kontributor utama dimana lebih dari 80% PDB riil Indonesia bersumber dari Pulau Jawa. Hal ini merupakan 72 dampak kebijakan pembangunan Indonesia selama ini yang bersifat sentralistik. sehingga terjadi kesenjangan tingkat kesejahteraan yang sangat signifikan antara Pulau Jawa dan kawasan lain di Indonesia. Melihat kesenjangan tingkat kesejahteraan yang demikian tajam tersebut, maka sangatlah wajar jika distribusi tabungan masyarakat Indonesia selama ini sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Tingginya pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Pulau Jawa kemudian berdampak pada tingginya tabungan masyarakat. Selain itu, tingkat kesadaran masyarakat Pulau Jawa akan pentingnya menabung di bank dibanding masyarakat kawasan lain kian menambah besar kesenjangan tabungan masyarakat. Tabel4.12. Posisi Penghimpunan Dana Rupiah Pada Bank Umum Menurut Propinsi diP. Jawa periode 1999-2002 (milyar Rp) Propinsi DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah Jogjakarta Jawa Timur Banten P. Jawa Nasional Prosentase Sumber: 81 1999 2000 268,548 49,098 26,176 4,960 52,282 401,064 492,868 81.37 292,528 54,645 29,290 5,505 57,532 8,531 448,031 554,549 80.8 2001 327,316 58,683 35,111 6,804 70,532 11,103 509,549 643,530 79.18 2002 352,206 63,584 36,021 7,460 71,390 12,849 543,510 689,412 78.8 Tabel 4.12 menunjukkan kondisi tabungan masyarakat yang terdapat pada bank-bank umum di Pulau Jawa dan nasional setelah krisis moneter dimana Pulau Jawa merupakan kontribusi terbesar dalam tabungan masyarakat di Indonesia. 73 4.2.2. Nilai Tokar Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami apresiasi sebelum Juli 1997 telah mendorong capital inflow yang cukup besar ke Indonesia. Fenomena tersebut merupakan hal yang logis bagi suatu negara yang menganut sistem devisa bebas dan perekonomiannya terbuka karena arus modal akan selalu mengikuti return investasi yang terbesar dan resiko seminimal mungkin.. Namun sejak currency tummoil melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN lainnya pertengahan Juli 1997, capital inflow tersebut telah menjadi menjadi bumerang karena telah berubah menjadi arus balik yang membahayakan baik terhadap nilai tukar maupun terhadap perekonomian nasional. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup berat karena besamya capital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing terhadap perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah semakin berat karena semakin maraknya tindakan para spekulan valuta asing, sehingga sejak krisis berlangsung nilai tukar rupiah mengalami depresiasi hingga mencapai 75%. Dampak dari krisis nilai tukar rupiah yang paling nyata adalah terjadinya pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan bahkan mengalami penurunan. Hal itu terutama disebabkan industri manufaktur (sektor riil) di Indonesia yang sebagian besar komponen bahan bakunya masih diimpor mengalami kesulitan dalam produksi akibat harga bahan baku yang melonjak sangat tinggi. Kondisi itu diperparah oleh ketidakmampuan industri perbankan (sektor moneter) dalam menjalankan fungsi intermediasi dengan baik karena kesulitan likuiditas. 74 Meskipun demikian, dari basil regresi model diketahui bahwa tingkat inflasi secara parsial mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia. Koefisien inflasi sebesar 0.80 dan t-hitung sebesar 2.940 mengindikasikan bahwa dengan tingkat signifikansi 5% setiap kenaikan pertumbuhan (apresiasi) nilai tukar rupiah terhadap US dollar sebesar 1% akan dapat meningkatkan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia sebesar 0.80%. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika terjadi apresiasi nilai tukar rupiah terhadap US dollar, tingkat daya beli masyarakat akan meningkat, selanjutnya tingkat daya beli yang meningkat akan mempertinggi tingkat kesejahteraan masyarakat. Tingkat kesejahteraan masyarakat yang meningkat akan berdampak pada terjadinya peningkatan tabungan masyarakat. 4.2.3. Tingkat Bunga Tingkat inflasi dan tingkat bunga nominal akan membentuk tingkat bunga riil. Keeraatan hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat bunga riil akan menyebabkan terjadinya multikolinearitas. Tingkat bunga nominal dipakai dalam model semata-mata untuk menghindari terjadinya multikolinearitas dengan tingkat inflasi. Disamping itu pula, terdapat indikasi bahwa yang dijadikan alasan orang menabung di Indonesia adalah tingkat bunga yang diumumkan perbankan nasional. Dalam hal tingkat bunga nominal, secara statistik tidak signifikan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat. Atau dapat dikatakan bahwa tingkat bunga nominal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat di 75 Indonesia. Hal ini didukung oleh basil estimasi dimana tingkat bunga secara statistik tidak signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia. Hasil estimasi ini juga menunjukkan bahwa tingkat bunga perbankan di Indonesia selama ini bukanlah daya tarik utama masyarakat dalam menanamkan dananya di bank. Sementara bagi perbankan nasional hal ini merupakan suatu masalah yang sangat besar, karena urat nadi kelangsungan usaha suatu bank adalah tergantung pada tingkat bunga yang mereka tawarkan, baik kepada masyarakat penabung maupun kepada investor. Dengan adanya kondisi seperti ini, maka wajar jika akhimya perbankan nasional kemudian mencari altematif sumber dana lain, yaitu dengan melakukan pinjaman kepada pihak asing. Pinjaman luar negeri yang dilakukan perbankan nasional mempunyai tingkat resiko yang cukup tinggi karena berkaitan dengan konversi mata uang rupiah terhadap US dollar dan jangka waktu pengembalian yang singkat. Hal itu menjadi kenyataan pada pertengahan tahun I997 dimana dunia perbankan nasional mengalami kesulitan melakukan pembayaran terhadap pinjaman luar negerinya, sehingga tidak sedikit perbankan nasional yang akhimya mengalami kebangkrutan. Menyoal tingkat bunga dalam rangka menjaring dana masyarakat sebenarnya sudah menjadi perhatian pemerintah sejak tahun I983, yaitu dengan dikeluarkannya paket kebijakan tangal I Juni I983, dimana intinya dunia perbankan diberikan kebebasan untuk menetapkan tingkat bunga dan tidak lagi berdasarkan ketetapan pemerintah. Namun demikian, berdasarkan basil estimasi diatas dapat disimpulkan bahwa paket kebijakan I Juni I983 yang diikuti oleh 76 paket kebijakan Oktober 1988 selama ini kurang efektif. Bahkan timbul kesan bahwa dunia perbankan nasional masih mempunyai ketergantungan yang sangat tinggi terhadap Bank Indonesia dalam penetapan tingkat bunga. Ketergantungan perbankan nasional yang sangat tinggi itulah yang membuat peran Bank Indonesia selaku otoritas moneter semakin berat, terutama dalam menghadapi kondisi dimana tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan nasional menurun tajam saat terjadinya krisis. Kemudian, untuk mencegah terjadinya pelarian modal (dana masyarakat) ke luar negeri saat terjadi krisis moneter sebagai akibat merosotnya kepercayaan masyarakat, maka Bank Indonesia menaikkan suku bunga SBI cukup tajam yang kemudian diikuti meningkatnya tingkat bunga perbankan Indonesia. Hal itulah yang merupakan daya tarik masyarakat untuk menabung pada masa setelah krisis moneter. 4.2.4. Beban Ketergantungan Sementara variabel bebas Jain yang mempengaruhi pertumbuhan tabungan masyarakat dalam model ini adalah beban ketergantungan yang didapat dari rasio jumlah penduduk nonproduktif terhadap jumlah penduduk produktif. Seperti yang dinyatakan Todaro, beban ketergantungan yang tinggi merupakan salah satu masalah yang dialami negara-negara sedang berkembang atau negara dunia ketiga. Hal yang menjadi penyebab kondisi tersebut adalah masih tingginya angka kelahiran dan berkurangnya angka kematian karena semakin tingginya kesadaran penduduk akan kesehatan serta semakin membaiknya fasilitas kesehatan di negara berkembang. Untuk kasus di Indonesia, meskipun program 77 Keluarga Berencana (KB) telah lama dicanangkan, tetapi masih banyaknya pemikahan usia muda terutama di desa-desa, menyebabkan angka kelahiran masih belum optimal penurunannya. Berdasarkan teori dan studi empiris disimpulkan bahwa semakin tinggi beban ketergantungan akan semakin mengurangi penghasilan, semakin kecil penghasilan akan semakin kecil tabungan. Dengan kata lain terdapat hubungan yang negatif antara beban ketergantungan dan pertumbuhan tabungan masyarakat. Dari hasil regresi terlihat bahwa pengaruh beban ketergantungan di Indonesia adalah negatif dan signifikan. Koefisien beban ketergantungan sebesar -8.750 dan t-hitung sebesar -4.409 mengindikasikan bahwa dengan tingkat signifikansi I%, kenaikan rasio beban ketergantungan sebesar I poin akan dapat menurunkan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia sebesar 4.409%. Hasil menunjukkan bahwa penambahan prosentase penduduk usia nonproduktif dalam struktur demografi Indonesia akan menjadi faktor yang signifikan terhadap penurunan tabungan masyarakat. Bertambahnya jumlah penduduk usia nonproduktif karena adanya kelahiran misalnya, akan merubah komposisi distribusi pengeluaran yang memaksa penduduk usia produktif terutama yang berpenghasilan tetap untuk mengurangi porsi tabungannya. BABV KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia selama periode observasi 1983-2002, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: I. Hasil estimasi model persamaan menunjukkan hasil bahwa variabel bebas yang digunakan sudah tepat. Hal ini terlihat dari koefisien determinasinya {R2 ) sebesar 0.954, yang berarti bahwa 95.4% dari model tersebut dapat dijelaskan oleh variabel-variabel bebas tersebut. Hasil lain dari regresi ini mengungkapkan bahwa variabel pendapatan nasional (PDB Riil) dan nilai tukar masing-masing berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat pada tingkat kepercayaan 95%. ketergantungan berpengaruh negatif Selanjutnya variabel beban terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat pada tingkat kepercayaan 99%. Sedangkan tingkat bunga nominal tidak berpengaruh signifikan pada semua tingkat kepercayaan. 2. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia secara signifikan dipengaruhi secara bersama-sama oleh faktor-faktor pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat bunga, dan beban ketergantungan. Dengan tingkat kepercayaan 99% dapat dikatakan 78 79 bahwa peningkatan tabungan masyarakat Indonesia selama ini didrive oleh faktor-faktor tersebut. 3. Pengaruh parsial pendapatan nasional yang diproxy-kan dengan tingkat Produk Domestik Bruto riil terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia, adalah positif dan signifikan. Dengan tingkat kepercayaan 95% disimpulkan bahwa setiap kenaikan tingkat PDB riil sebesar satu prosen (ceteris paribus) akan menyebabkan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia meningkat sebesar 0.048%. 4. Pengaruh parsial nilai tukar terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia, adalah positif dan signifikan. Dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan bahwa setiap kenaikan nilai tukar sebesar satu prosen (ceteris paribus) akan menyebabkan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia meningkat sebesar 0.80%. 5. Pengaruh parsial tingkat bunga terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia tidak signifikan. Hal ini dapat diartikan berapapun besamya kenaikan tingkat bunga tidak mempunyai pengaruh terhadap peningkatan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia. 6. Pengaruh parsial beban ketergantungan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia, adalah negatif dan signifikan. Dengan tingkat kepercayaan 99%, disimpulkan bahwa setiap kenaikan rasio beban ketergantungan satu poin (ceteris paribus) akan menyebabkan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia menurun sebesar 8.750%. 80 5.2 Saran-saran Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan dan kesimpulan, maka saran- saran yang kami ajukan adalah sebagai berikut: I. Pemerintah hendaknya selalu berupaya untuk menciptakan kondisi makro ekonomi yang kondusif, sehingga masyarakat dan dunia usaha merasa nyaman dan aman dalam menanamkan dananya di bank. Disamping itu, program Keluarga Berencana dan penyuluhan tentang kesejahteraan keluarga agar segera dihidupkan kembali agar angka kelahiran dapat terkendali. 2. Bank Indonesia selaku bank sentral yang mempunyai wewenang dalam kebijakan moneter di Indonesia diharapkan dapat menerapkan kebijakan nilai tukar yang tepat guna mencapai sasaran utama yaitu target tnflasi yang lebih akurat, mengingat sebagian masyarakat sangat mempedulikan target inflasi Bank Indonesia dalam penempatan dananya di bank. 3. Disamping itu, tingkat bunga perbankan di Indonesia bukan merupakan instrumen/daya tarik utama dalam penempatan dana masyarakat, maka Bank Indonesia diharapkan lebih berperanan dalam penetapan tingkat bunga SBI mengingat kecendrungan yang terjadi bahwa tingkat bunga PUAB dan deposito selalu mengikuti tingkat bunga SBI. 4. Bank-bank umum di Indonesia sebaiknya dapat menerapkan strategis pemasaran yang lebih menarik dengan mempertimbangkan prinsip kehatihatian (prudent). Dengan berbagai daya tarik yang ditawarkan perbankan 81 diharapkan kepercayaan masyarakat Indonesia untuk menyimpan dananya di bank akan lebih meningkat. 82 DAFTAR PUSTAKA Arrieta, GMG. 1998. Interest Rates, Savings & Growth in LDCs : An Assesment of Recent Emperical Research. World Development. vol 16: 589- 605. Asmara, J. Andra. 200 1. Pengaruh Krisis Moneter Terhadap Kinerja Keuangan Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta. Tesis. Unpad. Astiyah Siti, cs. 2004. Komposisi kepemilikan Asset dan Dampak kebijakan Moneter terhadap Kepemilikan Asset ; Hasil Survey. Buletin Eko Moneter dan Perbankkan. vol7. no.l. Juni 2004: 13-51. Abdulah, Burhanudin. 2003. Peran Kebijakan Moneter dan Perbankan Dalam Mengatasi Krisis Moneter di Indonesia. Makalah Gubernur Bank Indonesia. Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. beberapa edisi penerbitan. Bank Indonesia. Laporan Tahunan. beberapa penerbitan. Barham, John. 1994. The Anatomy Of Change; Blue Print For A New Era. London. Waidenfeld & Nicholson Inc. BAF, Depkeu. 2004. Prospek Ekoomi 2005 dan sumsi Dasar RAPBN 2005. Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama BPS. Buletin Statistik Bulanan Indikator Ekonomi. beberapa penerbitan. Campbell, Tim S. 1982. Financial Institutions, markets, and Ecoomic Activity. Me Graw- Hill. 83 Campbell, Me Connell & Brue, Stanley . 1993. Economics: Principles, Problems and Policies. 12 th edition. Me Graw - Hill. Deaton, Angus & Paxson, Christina. 1998. Saving and Growth : another look at the cohort evidence. Princeton University .. Deaton, Angus & Paxson, Christina. 1999. Growth, Demographic Strusture, and national saving in Taiwan. Princeton: Princeton University Press. Depkeu. Nota Keuangan. beberapa tahun. Djiwandono, J Sudrajat. 1996. Macroeconomic Policy: Foundation for Sustainable Economic Development. Kumpulan Makalah Gubernur Bank Indonesia Juli- Desember 1996, no. 9, Bank Indonesia. Dornbush, Rudiger & F Leslie, CH Helners. 1995. The Open Economy : Tools for Policy Maters in Developing Countries. Oxford University Press. Fischer, Starley, R. Dornbusch & Scmalese, Richard. 1998. Ecoomics. 2 nd edition. Me Graw - Hill. Fabozzi, Frank J. 1999. Manajemen Investasi. Terjemahan Tim Penterjemah Salemba Empat.Jakarta: Penerbit Salemba Frankel, Jeffrey. 1997. Determinants of Long Term Growth. NBER Working Paper. Gillis, M, DH Parkins, M Roemer and Snoodgrass. 1992. Economics of Development. Third edition. New York: W.W Norton Company. Goeltom, S. Miranda dan Zulverdi, Doddy. 1998. Manajemen Nilai Tukar di Indonesia dan Permasalahannya . Buletin Eko Moneter dan Perbankkan. vol I. no.2. September: 69 - l 00. 84 Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Sumamo Zein. Jakarta: Erlangga. Mankiew, N, Gregory. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi 4. Terjemahan Imam Nurmawan. editor Yati Sumiharti. Jakarta: Erlangga. Mikesell, RF, & JE Zinser. 1973. The Nature of Saving Function in Developing Countries: A Survey of the theorical and Empirical Literature. Journal of Economic Literature. vol XI no. 1 March: 1-25 Mishkin, Frederic, & Stanley Eakins. 2000. Financial Markets and Institutions. 3 rd edition. Addison- Weley Publishing Company. Molho, LM. 1986. Interest Rates, Saving and Investment in Developing Countries: A Re-Examination of the Me Kinnon -Shaw Hypotheses. IMF StaffPaper. vol 33 no.l : 99-119. Nanga, Muara. 2001. Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. edisi perdana. Jakarta Ozcan, Gunay, & Ertac.200 I. Determinants of Private Savings Behaviour in Turkey. Working Paper. Turkey. Bilkent University. Pyndick, Robert, & Rubinfeld, Daniel. 1998. Econometric Models and Economic Forecasts. 4th edition. Irwin- Me Graw-Hill, Inc. Ritter, S Lawrence & Silber, William. 1981. Principles of Money, Banking & Financial Markets. 3 rd edition. revised & Expanded Edition. Basic Book Inc, 1981. Rodrik, Dani. (1998). Saving Transitions. World Bank Working Paper.July: 30. 85 Schiller, R Bradley. 1991. The Economy Today. 5th edition. Me Graw- Hill, Inc. Sinungan, Muchdarsyah.l997. Manajemen Dana Bank. Edisi Kedua, Jakarta: Bumi Aksara Todaro, P Michael. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. jilid I Edisi Keempat. Terjemahan Ir Burhanudin Abdullah, MA. Jakarta: Erlangga. Undang - undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan Van den Berg, Hendrik. 2001. Economic Growth and Development. Me Graw Hill 86 DAFfAR LAMPIRAN I. HASIL ESTIMASI \ Dependent Variable: LOG(SD) Method: Least Squares Date: 09/13/05 Time: 15:31 Sample: 1983 2002 Included observations: 20 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. c 10.19406 0.048288 0.800058 0.023637 -8.750213 3.341527 0.021126 0.272083 0.026043 1.984650 3.050719 2.285774 2.940494 0.907632 -4.408945 0.0081 0.0372 0.0101 0.3784 0.0005 y LOG(K) R DR R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.954246 0.942044 0.343888 1.773884 -4.153160 1.426597 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 11.70208 1.428463 0.915316 1.164249 78.20926 0.000000 2. UJI VALIDITAS MODEL a) Uji Otokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic Obs*R-sguared 1. 104476 2.904804 Probability Probability 0.360567 0.234007 Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 09/14/05 Time: 10:27 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c -2.492104 -0.008007 0.204142 -0.016103 1.924839 0.425452 0.132839 3.804750 0.026542 0.306218 0.030913 2.371511 0.355333 0.336266 -0.654998 -0.301658 0.666655 -0.520926 0.811651 1.197334 0.395042 0.5239 0.7677 0.5167 0.6112 0.4316 0.2526 0.6992 y LOG(K) R DR RESID(-1) RESID{-2} R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.145240 -0.249264 0.341517 1.516244 -2.583812 1.778282 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 2.85E-15 0.305552 0.958381 1.306887 0.368159 0.886363 87 b) Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasti~ Test: Probability Probability 0.544858 5.676024 F-statistic Obs*R-squared 0.800884 0.683470 Test Equation: Dependent Variable: RESID 112 Method: Least Squares Date: 09/14/05 Time: 10:30 Sample: 1983 2002 Included observations: 20 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. c -7.962151 -0.010600 -0.000303 1.635447 -0.098143 -0.034018 0.000688 4.990819 -3.408119 8.712189 0.012352 0.001263 2.174423 0.130235 0.080440 0.001986 6.086423 4.640012 -0.913909 -0.858152 -0.240112 0.752129 -0.753588 -0.422898 0.346351 0.819992 -0.734506 0.3804 0.4091 0.8147 0.4678 0.4669 0.6805 0.7356 0.4296 0.4780 y Y112 LOG(K) (LOG(K)) 112 R R112 DR DR 112 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.283801 -0.237071 0.109431 0.131727 21.84876 1.474037 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 0.088694 0.098389 -1.284876 -0.836797 0.544858 0.800884 c) Uji Multikolinearitas Matriks Korelasi Spearman: DR y R LnNT Uji VIF = DR y R LnNT 1.000000 0.387915 0.000386 -0.919136 0.387915 1.000000 -0.387040 -0.457071 0.000386 -0.387040 1.000000 0.058343 -0.919136 -0.457071 0.058343 1.000000 II I- r2 = III-(0.9I9) 2 = 1 I 0.1554 = 6.435 6.435 < 10 -+ Multikolinearitas tidak terjadi 88 3. REGRESI SEDERHANA a) LnSdt = w + Pt Yt + Ut Dependent Variable: LOG(Sd) Method: Least Squares Date: 07122105 Time: 05:54 Sample: 1983 2002 Included observations: 20 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. c 12.14572 -0.094592 0.452470 0.069752 26.84313 -1.356118 0.0000 0.1918 y R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat b) 0.092699 0.042293 1.397930 35.17575 -34.02502 0.165048 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 11.70208 1.428463 3.602502 3.702075 1.839056 0.191831 LnSdt =at + pz lnNT + Ut Dependent Variable: LOG(SD) Method: Least Squares Date: 09/26/05 Time: 05:57 Sample: 1983 2002 Included observations: 20 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. c -2.083007 1.743411 1.232243 0.155152 -1.690419 11.23682 0.1082 0.0000 LOG(ND R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat c) 0.875231 0.868299 0.518399 4.837267 -14.18495 0.392360 Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 11.70208 1.428463 1.618495 1.718068 126.2661 0.000000 LnSdt = at + P3 Rt + Ut Dependent Variable: LOG(Sd) Method: Least Squares Date: 07122105 Time: 05:56 Sample: 1983 2002 Included observations: 20 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Pro b. c 11.54908 0.008521 1.838809 0.100769 6.280738 0.084564 0.0000 0.9335 R R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat 0.000397 -0.055136 1.467315 38.75425 -34.99385 0.030842 Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F -statistic) 11.70208 1.428463 3.699385 3.798958 0.007151 0.933542 89 d) LnSdt = w + 134 DRt + Ut Dependent Variable: LOG(Sd) Method: Least Squares Date: 07122105 Time: 05:57 Sample: 1983 2002 Included observations: 20 Variable Coefficient std. Error t-statistic Prob. c 20.09826 -13.43390 0.919346 0.914866 0.416794 3.126910 -9.821901 1.397644 0.593525 0.937860 33.86253 -14.32399 0.0000 0.0000 11.70208 1.428463 1.182190 1.281763 205.1768 0.000000 DR R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic) 4. DATA PENDUKUNG a) Variabel bebas dan variabel terikat ... Tahun Tab. Masy (milyar) 198 19~ 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 199E 1996 1997 1998 1999 2000 2001 200.2 12437 15831 19729 23~ 28896 37217 53224 73060 91172 111806 137386 166305 20931:l 269916 40182~ 564676 643416 886061 805827 84501..§ N. Tukar PDB Riil Tkt. lnflasi Bunga Nom Bbn Keter (%) !gantungan Nominai_{BPS) (%) {%) 4.2 7 2.5 5.9 4.9 5.8 7.5 7.2 7.2 6.2 6.5 7.5 8.2 7.8 4.7 -13.1 0.8 4.9 3.8 4.3 11.9 10.4 4.6 5.9 9.1 8.2 6.3 7.9 9.3 7.6 9.6 8.6 9.4 8 11.1 n.6 20 9.4 12.6 10 Sumber: BPS, Nota Keuangan, IMF, data diolah 17.:: 18.7 17.8 15.7 17.5 18Ji 18.6 18.5 22.8 21.1 16.3 13 15 16.7 16] 21.8 27.6 16.2 14.2 15.5 0.8 0.8 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.7 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 0.5 998 1074 1125 1641 1650 1731 1797 1901 1991 2062 2110 2200 2308 2383 4650 8025 7085 9595 10400 8940 4. DATA PENDUKUNG b) Variabel Terikat Tabungan Masyarakat 1981 - 2002 (milyar Rp) tahun 1 giro 2 depo 3 tab total 4 1981/1982 2314.4 437.9 5507.6 5914.4 1982/1983 3737.2 539.1 6350.4 1983/1984 6348.8 637.9 7187.7 1984/1985 8726 774.1 1985/1986 1211.8 7040.7 12590.4 1586.4 7561.8 14911.8 1986/1987 1987/1988 1835 8480.6 20654.3 10543.1 26474.4 2485.3 1988/1989 1989/1990 15978.1 36350.4 6863.6 9722.2 17949 49839.6 1990/1991 1991/1992 21428.1 56812.3 17471 25076.8 64216 28343.2 1992/1993 75183 37613.4 31802 1993/1994 1994/1995 35434.1 97467.1 40921.8 1995/1996 44143.9 128413.6 51170.3 1996/1997 57003.6 163657 66320.5 72173 108703.4 272060.5 1997/1998 1998/1999 107246.2 412799.3 79453.2 135801 1999/2000 121925 387757 154328 175508 390543 2000 172613 2001 187018 446196 193468 2002 204067 447480 R/ Keu Dep. Keuangan Sumber: Nota 5 8259.9 10190.7 13337.1 16687.8 20842.9 24060 30969.9 39502.8 59192.1 77510.8 95711.4 117636 144598.4 173823 223727.8 286981.1 452936.9 599498.7 645483 720379 805827 845015 Yt-Yt-1 6 1,5/12(6) 4.5/12(6) 1680.9 1930.8 3146.4 3350.7 4155.1 3217.1 6909.9 8532.9 19689.3 18318.7 18200.6 21924.6 26962.4 29224.6 49904.8 63253.3 165955.8 146561.8 45984.3 74896 85448 39188 210.113 241.35 393.3 418.838 519.388 402.138 863.738 1066.61 2461.16 2289.84 2275.08 2740.58 3370.3 3653.08 6238.1 7906.66 20744.5 18320.2 5748.04 9362 10681 4898.5 I 630.338 724.05 1179.9 1256.51 1558.16 1206.41 2591.21 3199.84 7383.49 6869.51 6825.23 8221.73 10110.9 10959.2 18714.3 23720 62233.4 54960.7 17244.1 28086 32043 14695.5 1907.39 2366.66 3039.3 3857.82 4821.18 5713.4 7094.67 9075.74 12952.2 17660.3 22221.5 27353.6 33621.9 40715.9 51253.4 65815.3 97675.9 136135 157060 INTERPOLASI (6) Ill II 2012.447 2487.338 3235.95 4067.241 5080.878 5914.466 7526.541 9609.047 14182.73 18805.24 23359.08 28723.86 35307.03 42542.48 54372.43 69768.61 108048.1 145294.6 159933.7 2117.503 2608.013 3432.6 4276.659 5340.572 6115.534 7958.409 10142.35 15413.32 19950.16 24496.62 30094.14 36992.18 44369.02 57491.48 73721.94 118420.3 154454.7 162807.8 IV 2222.6 2728.7 3629.3 4486.1 5600.3 6316.6 8390.3 10676 16644 21095 25634 31464 38677 46196 60611 77675 128793 163615 165682 tahun TOTAL 10 11 1981* 1982* 1983* 1984* 1985* 1986* 1987* 1988* 1989* 1990* 1991* 1992* 1993* 1994* 1995* 1996* 1997* 1998* 1999* 2000** 2001 2002 7854.1 9684.6 12437 15831 19729 23344 28896 37217 53224 73060 91172 111806! 1373861 166305 209313 269916 401820 564676 643416 886061 8058271 845015 90