Pertumbuhan Tabungan Domestik Indonesia (1990

advertisement
PENGARUH PENDAPATAN NASIONAL, NILAI TUKAR,
TINGKAT BUNGA, DAN BEBAN KETERGANTUNGAN
TERHADAPPERTUMBUHANTABUNGAN
MASYARAKA T : 1983 - 2002
THE EFFECT OF NATIONAL INCOME, EXCHANGE RATE, INTEREST
RATE, AND DEPENDENCY RATIO ON PRIVATE SAVINGS GROWTH
OVER PERIOD: 1983-2002
Oleh:
ASYEP SYAEFUDIN
NPM. L2E04606
TESIS
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Ekonomi pada
Program Magister Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan
MAGISTER EKONOMI PEMBANGUNAN DAN PERENCANAAN
PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2005
PENGARUH PENDAPATAN NASIONAL, NILAI TUKAR,
TINGKAT BUNGA, DAN BEBAN KETERGANTUNGAN
TERHADAPPERTUMBUHANTABUNGAN
MASYARAKAT: 1983-2002
THE EFFECT OF NATIONAL INCOME, EXCHANGE RATE, INTEREST
RATE, AND DEPENDENCY RATIO ON PRIVATE SAVINGS GROWTH
OVER PERIOD : 1983- 2002
Oleh
ASYEP SYAEFUDIN
NPM: L2E04606
TESIS
diajukao uotuk memeouhi salah satu syarat ujian
guna memperoleh gelar Magister Ekonomi pada
Program Magister Ekooomi Pembangunan dan Perencanaan
telah disetujui olch Tim Pembimbiug pada tanggal
seperti tertera di bawah ini
Qb ·-
09 -
Bandung, .................... 2005
Ketua Program,
Magister Ekonomi Pembangunan
dan Percncanaan
·
Pcm bim bing,
~·
Prof. Dr. Tati Suhartati Joesron
NIP. 130437052
Prof. Dr. Tati Suhartati Jocsron
NIP. 130437052
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya, tesis/disertasi*) ini, adalah asli dan belum pemah diajukan untuk
mendapat gelar akademik (sarjana, magister, dan/atau doktor), baik di Universitas
Padjadjaran maupun di perguruan tinggi lain.
2. Karya tulis ini adalah mumi gagasan, rumusan, dan penelitian saya sendiri, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing/Tim Promotor*).
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan
sebagai acuan dalam naskah dengan disebutkan nama pengarang dan dicantumkan
dalam daftar pustaka.
4. Pemyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pemyataan ini, maka saya
bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar yang telah diperoleh
karena karya ini, serta sanksi lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di
perguruan tinggi.
Bandung,
September 2005
ataan,
~
/
ASYEPSYAEFUD
NPM. L2E04606
ABSTRAK
Tabungan masyarakat merupakan sumber pembiayaan yang penting dalam
rangka pembangunan suatu negara. Pentingnya peran yang disandangnya tersebut
sehingga perlu kiranya diteliti mengenai faktor-faktor yang mempengaruhinya, baik
faktor-faktor internal maupun faktor-faktor ekstemal. Adapun faktor-faktor yang
diidentifikasi penulis sebagai variabel bebas adalah pendapatan nasional yang diukur
dengan Produk Domestik Bruto (PDB) riil, nilai tukar, tingkat bunga, dan beban
ketergantungan. Pemilihan variabel-variabel tersebut didukung oleh berbagai teori
dan studi empiris. Selanjutnya, karena sifat dari faktor - faktor tersebut sulit
dikendalikan masyarakat, maka adalah hal yang sangat menarik untuk mengkaji
pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat.
Penelitian ini menggunakan data runtun waktu tahunan selama dua puluh
tahun, yaitu sejak tahun 1983 hingga tahun 2002. Metode analisis yang digunakan
adalah analisis regresi dan didukung oleh pengujian asumsi-asumsi yang mendasari
Ordinary Least Squares (OLS). Asumsi-asumsi tersebut adalah tidak terjadinya otokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel pendapatan nasional (PDB riil),
dan nilai tukar berpengaruh positif yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat, variabel beban ketergantungan
berpengaruh negatif yang signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Sementara
tingkat bunga bukan merupakan faktor yang signifikan terhadap pertumbuhan
tabungan masyarakat. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pertumbuhan
tabungan masyarakat Indonesia dibentuk secara bersama-sama oleh PDB riil, nilai
tukar, tingkat bunga, dan beban ketergantungan.
Dari basil penelitian ini dapat terlihat bahwa deregulasi perbankan yang
dicanangkan sejak Juni 1983, dimana salah satu intinya adalah dunia perbankan diberi
kebebasan lebih besar dalam penentuan tingkat bunga tidak teraplikasi dengan baik.
Kata kunci: pendapatan nasional; nilai tukar; tingkat bunga; beban ketergantungan;
tabungan masyarakat; indonesia.
ABSTRACT
Private savings is a financial resource that has a significant role in financing
the development of a country. Therefore, it is very important to know about the
factors that affect the private savings growth. Those factors that affect the private
savings growth consist of internal and external factors. This study concentrates on the
external factors because they are unpredictable ones. So, the study sought to evaluate
the effect of external factors such as the national income, exchange rate, interest rate,
and dependency ratio on private savings growth.
The time-series data used in this study is an annual ones covering a 20-year
period ranging from 1983 to 2002. The method of analysis is regression analysis
using Ordinary Least Squares as a basic theorem with the underlying assumptions are
no autocorrelation, no multicolinearity, and no heteroscedasticity.
The result show that the variables included in the model such as the national
income that is measured by the real Gross Domestic Product (GOP), and exchange
rate are significantly positive, dependency ratio is significantly negative in
influencing private savings growth at the 5% level. Meanwhile interest rate that is
measured by nominal interest rate is statistically insignificant in influencing private
savings growth.
Based on the result, there is an interesting implication that deregulations in
banking sectors declared firstly in June 1983 is not statistically significant in
influencing private savings growth in Indonesia. It seems that those deregulations are
not effective in motivating national banking to apply the underlying points.
Keywords : national income; exchange rate; interest rate; dependency ratio; private
saving; indonesia.
II
KATAPENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadhirat Allah S.W.T atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang tiada henti kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesisi dengan judul "Pengaruh Pendapatan Nasional, Nilai Tukar, Tingkat Bunga,
dan Behan Ketergantungan terhadap Pertumbuhan Tabungan Masyarakat: 1983 2002" ini tepat waktu.
Disamping itu, tidak lupa juga penulis sampaikan ucapan
terima kasih dari lubuk hati yang paling dalam kepada pihak-pihak sebagai berikut:
I. Pusbindiklatren Bappenas, yang memberikan kesempatan kepada penulis
untuk menimba ilmu di Program MEPP Unpad
2. Prof. Dr. Tati Suhartati Joesron, selaku ketua Program MEPP Unpad dan
sekaligus dosen pembimbing yang telah dengan sabar membimbing dan
memberikan arahan yang sangat berguna.
3. lbunda dan Ayahanda, yang telah membesarkan dan memberi pemahaman
kepada penulis tentang arti hidup
4. Isteriku tercinta, Nurhaeti, yang telah setia mendampingi penulis dalam suka
dan duka
5. Ananda, Muhammad Naufal Akbar Syaefudin, yang telah menjadi motivasi
penulis dalam menyelesaikan studi ini
6. Dr. Rina lndiastuti, MSIE, lr. Bagdja Muljarijadi, SE, MS, dan Ari
Tjahjawandita, SE, MSi selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan
masukan dan kritikan dalam rangka perbaikan penulisan ini.
7. Bapak dan lbu dosen Program MEPP Unpad
yang telah mencurahkan
ilmunya dengan penuh tanggung jawab
8. Rekan-rekan penyelenggara Program MEPP Unpad yang telah melayani kami
dengan sebaik-baiknya
11
9. Ternan-ternan
seperjuangan
di
Program
MEPP
Unpad
yang
selalu
menunjukkan kekompakannya selama studi
I 0. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dalam kesempatan ini.
Penulis menyadari betapa banyak keterbasan yang penulis miliki, sehingga
tesis ini mungkin sangat jauh kesempumaan. Untuk itu, penulis mohon maaf jika
terdapat banyak hal yang kurang berkenan. Namun demikian, penulis berharap tesis
ini dapat membantu pihak-pihak yang berkeinginan untuk melakukan penelitian
dalam tema yang serupa.
Bandung, September 2005
Penulis,
Asyep Syaefudin
II
DAFTARISI
PENGESAHAN
PERNYATAAN
ABSTRAK
KA TA PENGANTAR
ll
DAFTAR lSI
Ill
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR GAMBAR
VI
BABI. PENDAHULUAN
I . I Latar Belakang
I .2 ldentifikasi dan Rumusan Masalah
9
I .3 Maksud dan Tujuan Penelitian
9
I .4 Kegunaan Penelitian
10
1.4. I
Aspek Keilmuan
10
1.4.2
Aspek Praktis
10
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tabungan
11
2.1.1 Pengertian Tabungan
11
2. I .2 Tabungan dalam Model Pertumbuhan
12
2.2 Pendapatan Nasional
15
2.3 Nilai Tukar
17
2.4 Tingkat Bunga
20
2.5 Behan Ketergantungan
22
Ill
2.6 Studi Empiris
23
2. 7 Kerangka Pemikiran
31
2.8 Hipotesis
36
BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
37
3 .1.1. Objek Penelitian
37
3.1.2. Jenis dan Sumber Data
37
3.2 Metoda Penelitian
37
3 .2.1
Metoda Penelitian
37
3.2.2
Operasionalisasi Variabel
38
3 .2.3
Metoda Analisis
39
3.2.4
Uji Validitas Model
41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
45
4.1.1. Kondisi Urn urn Variabel yang Diteliti
45
4.1.1.1 Produk Domestik Bruto
45
4.1.1.2. Nilai Tukar dan Perkembangannya
49
4.1.1.3. Suku Bunga
56
4.1.1.4. Penduduk dan Behan Ketergantungan
61
4.1.2 Hasil Regresi
64
4.1.3 Uji Validitas Model
64
4.2. Pembahasan
71
4.2.1. Produk Domestik Bruto
71
iv
4.2.2. Nilai Tukar
73
4.2.3 Tingkat Bunga
74
4.2.4. Behan Ketergantungan
76
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
78
5.1. Kesimpulan
78
5.2. Saran-saran
80
DAFTAR PUSTAKA
82
DAFTAR LAMPIRAN
86
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Perkembangan Tabungan Domestik Tahun 1990 - 2002
5
Tabel 1.2. Tabungan Domestik terhadap PDB beberapa nagara ASEAN
Tahun 1980, 1990, 2000
6
Tabel 1.3. Komposisi Tabungan Domestik Indonesia
8
Tabel 2.1. Hasil Estimasi model tanpa variabel demografi
24
Tabel 2.2. Hasii-Hasil Penelitian
29
Tabel3.1. Operasional Variabel Penelitian
39
Tabel 4.1. PDB atas harga berlaku dan harga konstan (2000)
46
Tabel 4.2. Pertumbuhan PDB riil A SEAN ( 1990- 2000)
48
Tabel 4.3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah atas USD (1983- 2002)
50
Tabel 4.4. Suku Bunga SBI dan Simpanan Berjangka
58
Tabel4.5. Tingkat Suku Bunga perbankan 12 bulanan
59
Tabel 4.6. Pertumbuhan Penduduk Indonesia dan Behan Ketergantungan
62
Tabel4.7. Komposisi Penduduk Indonesia menurut 3 Kelompok Usia
63
Tabel4.8. Nilai Batas Kritis Uji t Regresi Model
66
Tabel 4.9. Uji t-stat dan F-stat terhadap Model
67
Tabel 4.1 0. Nilai Batas Kritis d tabel Model
68
Tabel 4.11. Hasil Uji Breusch-Godfrey LM
69
Tabel 4.12. Posisi Penghimpunan Dana Rupiah Pada Bank Umum
72
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1. Grafik Pertumbuhan Tabungan Domestik Indonesia
6
Gambar 2-1 Bagaimana Kurs Riil Ditetapkan
18
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran
35
Gambar 4.1. Pertumbuhan PDB riil 1983 - 2002
47
Gambar 4.2. Perkembangan Nilai Tukar 1983 - 2002
56
Gambar 4.3. Trend Tingkat Bunga Nominal 12 bulanan
60
Gambar 4.4. Trend Tingkat Bunga Riil 12 Bulanan
61
Gambar 4.5. Trend Behan Ketergantungan Indonesia
64
VII
BABI
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pada dasamya pembangunan berhubungan dengan setiap upaya untuk
mengatasi berbagai masalah yang menyangkut keterbatasan sumber daya. Khusus
di negara-negara sedang berkembang, keterbatasan sumber daya ini terutama
berupa keterbatasan sumber dana untuk investasi, keterbatasan devisa, dan juga
keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas. Dalam rangka mengatasi
keterbatasan sumber daya ini, pilihan kebijakan pemerintahan suatu negara pada
umumnya mencakup dua aspek, yaitu aspek penciptaan iklim berusaha yang
kondusif, terutama berupa kestabilan ekonomi makro, dan aspek pengembangan
infrastruktur perekonomian.
Kestabilan ekonomi makro tercermin pada tingkat harga barang dan jasa
yang stabil serta nilai tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang
memungkinkan pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dengan kondisi
neraca pembayaran intemasional yang sehat.
Dertgan kondisi ekonomi makro
yang stabil, iklim investasi dan usaha, baik yang dilakukan pengusaha pribumi
maupun asing akan semakin meningkat. Untuk itu, upaya-upaya dalam rangka
penciptaan
dan
pemeliharaan
kestabilan
ekonomi
makro
hams
terns
dikembangkan dalam kerangka kebijakan ekonomi makro. Kebijakan ekonomi
makro ini pada dasamya terdiri dari tiga jenis kebijakan yaitu, kebijakan moneter,
kebijakan fiskal, dan kebijakan nilai tukar (Abdulah: 2003).
2
Sementara itu, pengembangan infrastruktur perekonomian mencakup
seluruh lembaga pendukung bagi berjalannya aktivitas ekonomi, yaitu sektor
usaha, sektor keuangan/perbankan, perangkat hukum dan peradilan, dan lembaga
pemerintahanlbirokrasi yang mengeluarkan berbagai kebijakan yang dapat
mempengaruhi aktivitas ekonomi masyarakat. Infrastruktur perekonomian yang
berkualitas sangat diperlukan agar dalam menjalankan aktivitas ekonominya di
suatu negara, pelaku ekonomi merasa nyaman, sehingga berdampak pada
peningkatan produktivitas. Upaya dalam aspek pengembangan infrastruktur
perekonomian ini lebih cenderung berada dalam kerangka kebijakan ekonomi
mikro, seperti kebijakan dibidang industri, perdagangan, pasar modal, dan
perbankan.
Dalam rangka mencapai dan memelihara kestabilan ekonomi makro, di
Indonesia terdapat empat kebijakan umum yang diambil selama periode sebelum
krisis (Dj iwandono: 1996), yaitu:
1.
Menerapkan
kebijakan
fiskal/anggaran
berimbang
untuk
menghindari
penggunaan hutang domestik dalam pembiayaan pengeluaran pemerintah.
2. Menerapkan kebijakan moneter yang berhati-hati yang menjaga agar
pertumbuhan likuiditas sesuai dengan pertumbuhan permintaan riil.
3. Menjaga agar nilai tukar rupiah selalu berada pada posisi yang realistis.
Pada awalnya ini dilakukan melalui kebijakan devaluasi setiap kali situasi
ekonomi menuntut demikian. Kemudian, sejak tahun 1986 hal ini dilakukan
melalui penyesuaian sasaran nilai tukar rupiah secara harian yang ditujukan
untuk memelihara daya saing industri-industri berorientasi ekspor dan
3
sekaligus agar perkembangan nilai tukar rupiah sesuai dengan kondisi
pennintaan dan penawaran di pasar valuta asing.
4. Mempertahankan kebijakan lalu lintas modal (devisa) bebas sejak tahun 1971.
Kebijakan ini telah mampu membantu menarik investasi asing dan membuat
perekonomian Indonesia dapat dengan relatif cepat menyesuaikan diri
terhadap perubahan kondisi di pasar intemasional.
Berbagai kebijakan tersebut telah mendukung pemeliharaan kondisi
ekonomi makro yang relatif stabil dan predictable selama periode sebelum krisis
ekonomi tahun 1997. Hasilnya adalah laju inflasi relatif terkendali pada level
rata-rata dibawah 10% per tahun, defisit transaksi berjalan berada pada tingkat
yang dapat dikendalikan dan jumlah cadangan devisa dapat dipertahankan pada
tingkat yang cukup untuk membiayai kebutuhan impor rata-rata selama lima
bulan, suku bunga riil dapat dipertahankan pada tingkat yang selalu positif
sehingga mampu mendorong kenaikan tabungan dan investasi, serta nilai tukar riil
dapat dipertahankan pada level yang mampu menjaga daya saing komoditas
ekspor Indonesia di pasar intemasional.
Kestabilan ekonomi makro yang tercipta merupakan salah syarat utama
dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, disamping syarat-syarat
lainnya. Syarat-syarat lain tersebut, menurut Frankel (1997) yaitu: (1) investasi
modal swasta dan publik, (2) investasi modal manusia, (3) intermediasi finansial
dan struktur finansial, (4) distribusi pendapatan, (5) peranan keterbukaan dalam
perdagangan dan investasi, (6) serta kondisi po1itik dan sosial.
Pertumbuhan
ekonomi yang meningkat pada akhimya akan berpengaruh pada peningkatan
4
tabungan domestik, dimana hal ini berarti dapat mengurangi keterbatasan sumber
dana pembangunan.
Sinungan (1997) berpendapat, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa perlu
pola pengaturan pengolahan sumber-sumber ekonomi yang tersedia secara terarah
dan terpadu serta diarahkan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Salah
satu pembiayaan dalam negeri yang sangat potensial dalam menunjang
pertumbuhan ekonomi adalah dari tabungan domestik yang berasal dari tabungan
pemerintah dan tabungan masyarakat.
Untuk itu, pemerintah bempaya untuk
selalu meningkatkan posisi tabungan domestik.
Di sektor tabungan pemerintah,
sejak lahimya Orde Bam, pemerintah
telah menentukan arah kebijakan dibidang anggaran belanja dengan tujuan
mempertahankan stabilitas proses pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.
Salah satu kebijakan umum Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
adalah
tabungan
pemerintah diusahakan
meningkat dengan
tujuan
agar
kemandirian dalam pembiayaan pembangunan meningkat. APBN yang berimbang
dan dinamis mempakan perwujudan dari kebijakan pemerintahan Orde Bam.
Tujuan dari APBN berimbang dan dinamis adalah dalam rangka penertiban
keuangan negara dan usaha memupuk dana negara secara sehat guna membiayai
pembangunan. Dengan kata lain, ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri
sebagai sumber pembiayaan makin berkurang.
Disektor tabungan masyarakat, upaya menggerakkan sumber dana
domestik dilakukan dengan mengembangkan infrastruktur sektor keuangan,
khususnya industri perbankan. Hal ini terlihat sangat jelas kalau kita mengamati
5
perkembangan sektor keuangan Indonesia yang sarat dengan rangkaian deregulasi
seperti Paket Juni 1983 yang intinya perbankan diberi kebebasan dalam
menentukan tingkat bunga dan
Paket Oktober 1988, dimana pemerintah
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam mendirikan bank.
Dengan
berbagai paket kebijakan tersebut, yang diharapkan pemerintah adalah adanya
peningkatan dana pihak ketiga atau yang lebih dikenal dengan tabungan
masyarakat.
Namun demikian, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia
melalui berbagai kebijakannya nampak belum membuahkan hasil yang optimal.
Sebagai gambaran kondisi tabungan domestik, dapat dilihat pada tabel1.1 berikut.
Tabel 1.1 Perkembangan Tabungan Domestik atas dasar harga berlaku
Tahun 1990 - 2002 ( dalam trilyun Rp)
Tahun
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
Tabungan
Domestik
42
57
64.5
81.9
83.3
113.9
139.3
164
284.4
285.9
381
386.9
398.2
Pertumbuhan
(%)
35.7
13.2
27
1.7
36.7
22.3
17.7
73.4
0.5
33.3
1.5
2.9
Sumber: Bank Indonesia
Dari data tersebut, dapat dilihat bahwa meskipun tiap tahun jumlah
tabungan domestik selalu meningkat dari tahun ke tahun, tetapi prosentase
6
pertumbuhannya belum stabil atau cenderung terlalu fluktuatif.
Fluktuasi
tabungan tersebut ditunjukkan dalam graftk 1.1 berikut ini.
Gambar 1.1. Pertumbuhan Tabungan Domestik Indonesia
Pertumbuhan Tabungan
Domestik Indonesia (1990 ~2002)
80 ~------------------~--------------~
G)
70
~
60+-~--~------~~~~--~~~~~~~
i
40+-~~~--------~~~~~~~~~~~
s
00+---~~--------~~~~~~~~~~
~ ~t-~r\~~~---f~~--~~~~~~~~
~ 20 +--+--~~~--~--~~~~~~~~--~
~ 10 +-~~~~--~~--------~~~~~~~
0~~--~~----~--~~~--~~--~~~
o
m
m
~
m
m
~
N
m
m
M
m
m
~
v
m
m
~
m
m
~
m
m
m
~
m
m
~
m
m
m
m
m
o
o
oN
00
N
~
0
N
Tahun
1-+- Pertumbuhan -Poly. ( Pertumbuhan) I
Disamping itu, kontribusi tabungan domestik terhadap PDB di Indonesia
masih dirasakan sangat minim. Jika dibandingkan dengan beberapa negara
tetangga di kawasan Asia Tenggara, kontribusi tabungan domestik Indonesia
terhadap PDB relatif masih kecil. Hal tersebut dilihat dalam tabel 2 berikut ini.
Tabe1 1.2 Tabungan Domestik terhadap PDB beberapa negara ASEAN
Tahun 1980, 1990,2000
Tahun
Indonesia
Malaysia
198(
29.2
32.S
199(
34.4
32.:3
200(
25.7
46.7
Sumber: ADB , Asian Outlook 2001
Mengingat
pentingnya
SinQapura
Thailand
tabungan
2~
38.~
34 . ~
43.<!1
49.€
32.€
domestik
bagi
Philipina
26.E
18.1
16. ~
kelangsungan
pembangunan suatu bangsa, kajian tentang determinan tabungan domestik
7
merupakan sesuatu hal yang menarik perhatian ahli ekonomi. Beberapa penelitian
dan survey yang dilakukan para ahli ekonomi
yang memfokuskan diri pada
determinan tabungan domestik, seperti Mikesell dan Zenser ( 1973 ), Arrieta
( 1998), Molho ( 1986), Higgins dan Williamson ( 1997), serta Astiyah dan rekan
(2004). Faktor- faktor tersebut diantaranya
bunga,
beban ketergantungan, dan nilai tukar.
pendapatan domestik, tingkat
Menurut Mikesell dan Zinser
( 1973 ), para ahli ekonomi pengikut hipotesis Keynes sepakat bahwa tingkat
pendapatan domestik berpengaruh positif terhadap tabungan domestik. Molho
(1986) berpendapat pengaruh tingkat bunga terhadap tabungan domestik sangat
kompleks dan banyak kemungkinannya serta butuh lag yang lama. Menurutnya,
estimasi dengan menggunakan data runtun waktu variabel tingkat bunga dan
tabungan domestik tidak menghasilkan estimasi koefisien yang nyata. Kesimpulan
tersebut dibantah Arrieta (1998) dimana menurutnya tingkat bunga berpengaruh
positif terhadap tabungan domestik.
Higgins dan Williamson dalam Deaton
(1999) mengungkapkan bahwa sesuai dengan kesimpulan Coale dan Hoover
( 1958), melalui data panel negara-negara Asia ditemukan pengaruh negatif yang
kuat antara tingkat ketergantungan dan tabungan.
Astiyah dan rekan (2004)
berdasarkan survey yang dilakukan di beberapa kota di Indonesia menunjukkan
bahwa nilai tukar mempengaruhi penempatan dana msyarakat di bank melalui
transmisi perubahan suku bunga dan inflasi terhadap harga asset.
Selanjutnya, menyangkut komponen tabungan domestik, menurut Gillis
(1992), pada dasamya terdiri dari dua komponen, yaitu tabungan pemerintah
(public saving= Sg) dan tabungan masyarakat (private saving= Sp). Tabungan
8
pemerintah diperoleh dari selisih antara penerimaan dan konsumsi pemerintah.
Sedangkan tabungan masyarakat terdiri dari tabungan perusahaan (enterprises
saving= Spe) dan tabungan rumah tangga (household saving= Spg). Komposisi
kedua komponen tabungan domestik Indonesia tersebut dapat dilihat dari tabel 1.3
berikut ini:
Tabel 1.3. Komposisi Tabungan Domestik Indonesia (1990- 2002)
Tahun
Tabungan
Domestik
Tabungan Masyarakat
Jumlah
Kontribusi
lttrilyun)
%)
42
1990
57
1991
64.5
1992
81.9
1993
1994
83.3
113.9
1995
1996
139.3
1997
164
1998
284.4
1999
285.9
2000
381
2001
386.9
2002
398.2
Sumber: Bank lndonesta
27.5
37
49.5
61.2
56.2
86.2
108.3
116
236.4
222.9
344.9
355.9
349.6
Tabungan Pemerintah
Jumlah
Kontribusi
%)
trilyun)
65.7
64.9
76.7
74.7
67.5
75.7
77.7
70.7
83.1
78
90.5
92
87.8
14.4
20
15
20.7
27.1
27.7
31
48
48
62.9
36.1
31.1
48.7
34.3
35.1
23.3
25.3
32.5
24.3
22.3
29.3
16.9
22
9.5
8
12.2
Dari data 1.3 di atas diketahui bahwa tabungan masyarakat memegang
peranan yang sangat dominan dalam tabungan domestik Indonesia.
Hal tersebut
dapat terlihat dari kontribusinya yang sangat besar, yaitu berkisar antara 64%
hingga 90% dari total tabungan domestik Indonesia. Jika perhatian pemerintah
terhadap
pertumbuhan
tabungan
masyarakat
terns
ditingkatkan,
maka
bukanlah hal yang mustahil tabungan masyarakat akan menjadi sumber
pembiayaan utama pembangunan.
9
Berkaitan dengan latar belakang tersebut, judul yang dipilih untuk
penelitian ini adalah "Pengaruh Pendapatan Nasional, Nilai Tukar, Tingkat
Bunga, Behan Ketergantungan terhadap Pertumbuhan Tabungan Masyarakat:
1983-2002"
1.2. ldentifikasi dan Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena yang diuraikan pada latar belakang tersebut, maka
penulis ingin mengetahui :
Bagaimanakah pengaruh pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat bunga,
dan beban ketergantungan, baik secara bersama-sama maupun secara
parsial terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat.
1.3. Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini adalah ingin mengungkap sejauh mana pengaruh
pendapatan nasional, tingkat inflasi, tingkat bunga, dan beban ketergantungan
sebagai variabel bebas terhadap tabungan domestik sebagai variabel terikat.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
Untuk mengetahui pengaruh pendapatan nasioal, nilai tukar, tingkat
bunga, dan beban ketergantungan, baik secara bersama-sama maupun
secara parsial terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat.
10
1.4. Kegunaan Penelitian
1.4.1. Aspek Keilmuan
Penelitian ini, dari segi p&ngembang ilmui diharapkan dapat berguna bagi
kalangan akademis yaitu bagi ;
1. Peneliti lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pikiran untuk penelitian - penelitian selanjutnya.
2. Universitas, hasil penelitian ini diharapkan dapat melengkapi dokumentasi
bahan studi atau bacaan bagi pihak - pihak yang membutuhkan.
3. Penulis sendiri, penelitian ini merupakan kegiatan yang akan menambah
cakrawala berftkir dalam hal pemahaman aplikasi sebenamya dari teoriteori yang telah diperoleh selama kuliah.
1.4.2. Aspek Praktis
Dari aspek ini, penelitian diharapkan berguna bagi :
1. Bank Indonesia, agar dapat dijadikan bahan masukan bagi pembuatan dan
penyusun kebijakan moneter, terutama kebijakan yang berkaitan dengan
upaya peningkatan tabungan masyarakat.
2.
Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
kepada pemerintah tentang dampak yang ditimbulkan dari perubahan
demografi Indonesia terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat.
3. Praktisi perbankan, penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi
yang cukup dalam menyusun strategi atau langkah dalam rangka
meningkatkan fungsi penghimpunan dana masyarakat secara optimal.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tabungan
2.1.1. Pengertian Tabungan
Pada Bab I Undang-Undang No 7 tahun 1992 tentang Perbankan dijelaskan
pengertian dari simpanan dan jenis-jenis simpanan. Pasal 6, menyebutkan bahwa
yang dimaksud simpanan adalah dana yang dipercayakan oleh masyarakat kepada
bank dalam bentuk giro, deposito beijangka, sertiflkat deposito, tabungan dan/ atau
bentuk lain yang dipersamakan dengan itu. Selanjutnya pada pasal 7 sampai dengan
10 dijelaskan deflnisi masing-masing jenis simpanan. Giro, merupakan simpanan
untuk alat pembayaran dan penarikannya dapat setiap saat dengan cek, sarana
perintah lain, atau pemindahbukuan.
Deposito berjangka, merupakan simpanan
yang penarikannya hanya dapat dilaksanakan pada waktu tertentu menurut peijanjian
antara penyimpan dan bank yang bersangkutan.
Sertifikat deposito, merupakan
deposito beijangka yang bulcti simpanannya dapat diperdagangkan.
Tabungan,
merupakan simpanan yang penarikannya hanya dapat dilaksanakan menurut syarat
tertentu yang disepakati, tetapi tidak dapat ditarik dengan cek.
Slavin
(1991)
mengungkapkan
tabungan
bukan
pengeluaran,
tetapi
merupakan dari pendapatan dispossable yang tidak dibelanjakan untuk keperluan
konsumsi, atau dapat dikatakan tabungan, merupakan selisih antara pendapatan
dispossable dan belanja konsumsi.
11
12
2.1.2. Tabungan dalam Model Pertumbuhan
Menurut kaum klasik (Ritter dan Silber: 1981 ), tabungan merupakan fungsi
dari tingkat bunga, semakin tinggi tingkat bunga, semakin banyak uang yang akan
ditabung karena dengan tingkat bunga yang lebih tinggi orang cenderung akan
mengurangi konsumsinya
Orang menabung sebagian dari pendapatan mereka,
kemudian tabungan tersebut dipinjam oleh pengusaha untuk membiayai proyekproyek investasi mereka
Penabung menerima bunga atas tabungan mereka,
sedangkan peminjam bersedia membayar bunga pinjaman tersebut selama tingkat
pengembalian atas investasi mereka melebihi tingkat bunga.
Sementara itu dalam General Theory, Keynes mengungkapkan bahwa terjadi
keseimbangan antara total pengeluaran, E, dan total produksi, Y. Pengeluaran terbagi
kedalam dua bagian, yaitu untuk konsumsi, C, dan untuk investasi, I. Atau dengan
kata lain, total pengeluaran merupakan penjumlahan konsumsi, C, dan investasi, I.
E=C+I
(2-1)
Konsumsi sangat dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, Y, semakin tinggi pendapatan,
akan semakin tinggi konsumsi. Karena itu, hasrat mengkonsumsi merupakan fungsi
linear dari pendapatan:
C =a+ bY
(2-2)
dimana b adalah kemiringan garis, ll.C/ll.Y, dikenal sebagai Marginal Propensity to
Consume (MPC) yang diasumsikan kurang dari 1, dan a adalah konstanta.
Tabungan merupakan selisih dari total pendapatan, Y, dan total konsumsi, C.
S=Y- C
(2-3)
13
Karena C =a+ bY, maka
S=Y -(a+bY)
(2-4)
S = -a + ( 1 - b) Y
(2-5)
Atau
Sementara Schumpeter (1934) menyatakan bahwa tabungan tidak secara
otomatis beralih kepada usaha produktif . Asumsinya, bahwa penabung dan investor
adalah dua kelompok yang berbeda dalam menghadapi insentif yang berbeda pula,
sehingga diperlukan sektor fmansial untuk menghubungkan antara penabung dan
investor. Namun, dibanyak negara sektor fmansial tidak dapat menjalankan tugasnya
dengan baik dalam mengalokasikan tabungan ke dalam investasi produktif terbaik.
Model tabungan endogen selanjutnya dikembangkan oleh Cass dan
Koopmans, yang menggabungkan model matematika Ramsey ke dalam model
pertumbuhan neoklasik Solow.
Model CKR mengasumsikan bahwa preferensi
konsumer antara konsumsi saat ini dan konsumsi masa depan sangat berguna untuk
mengetahui tingkat keseimbangan tabungan, stok modal, output. Asumsi selanjutnya
adalah individu yang hidup dalam rumah tangga selalu berusaha memaksimalkan
kesejahteraan jangka panjang rumah tangganya, sehingga individu tersebut
meninggalkan warisan. Sementara itu, diasumsikan juga bahwa jika anggota rumah
tangga saat ini ingin mengurangi kesejahteraan masa depan, ceteris paribus, mereka
akan mengkonsumsi lebih banyak saat ini
Akhimya terjadi trade off antara
kesejahteraan individu yang meningkat saat ini dan kesejahteraan masa depan yang
menurun.
Hal ini menunjukkan bahwa tabungan merupakan upaya orang untuk
14
memaksimalkan
kesejahteraan
jangka
panJang
rumah
tangganya
ketika
pengembalian investasi dipengaruhi oleh penyusutan dan pertumbuhan penduduk.
Kesimpulan umum CKR - tingkat tabungan konstan tergantung dari tingkat
pertumbuhan penduduk, tingkat
penyusutan, bagian modal produksi dan tingkat
dimana orang mengurangi kesejahteraan masa depan - memberikan pandangan
mengapa tingkat tabungan sangat bervariasi diantara negara-negara.
Model CKR
yang menguraikan faktor- faktor yang menentukan besarnya tabungan
S**/Y**=a[(n+cS+z) I (cS+n+q>z)]
(2-6)
Dimana a adalah bagian modal produksi, n tingkat pertumbuhan penduduk, cS tingkat
depresiasi, z tingkat kemampuan teknologi, <p tingkat kemampuan teknologi yang
disesuaikan dengan elastisitas substitusi intertemporal.
Model siklus kehidupan yang dikenal dengan Hipotesis Siklus Kehidupan
(Life cycle Hypothesis) dalam kesimpulan umumnya memprediksi bahwa suatu
tabungan nol terjadi jika (1) Pertumbuhan penduduk tidak meningkat jumlah relatif
kelompok muda terhadap kelompok tua dan (2) Pertumbuhan ekonomi secara
kontinyu tidak meningkat karena besaran warisan dan precautionary saving dari
masing - masing generasi. Tingkat tabungan yang besar pada sebagian besar negara
di dunia memberi kesan bahwa kedua efek ini memegang peranan penting.
Disimpulkan pula pertumbuhan ekonomilah yang menyebabkan tabungan dari pada
sebaliknya (Van den Berg 2003: 282).
15
2.2. Pendapatan Nasional
Tambunan (2001; 38) menyatakan karena penduduk bertambah terns dan berarti
kebutuhan ekonomi juga bertambah terns, maka dibutuhkan penambahan pendapatan
setiap tahun. Hal ini hanya bisa didapat lewat peningkatan output agregat (barang
dan jasa) atau produk domestik bruto (PDB) setiap tahun. Jadi, dalam pengertian
makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDB yang berarti juga
penambahan pendapatan nasional (PN).
Hubungan antara PDB dan PN dapat dijelaskan melalui beberapa persamaan
sederhana berikut ini:
PNB
=
PDB+F
(2-7)
NNP = PNB -D
(2-8
PN
(2-9)
= NNP - Ttl
dimana PNB
=
produk nasional bruto, NNP
neto terhadap luar negeri, D
= penyusutan,
=
produk nasional neto, F
dan Ttl
= pajak tak
=
pendapatan
langsung neto. Jika
tiga persamaan terse but digabung, akan didapat persamaan berikut.
PDB = PN + Ttl + D - F
(2-10)
PN = PDB + F- D- Ttl
(2-11)
A tau
Menurut Mankiw (2000; 42) pendapatan nasional bergantung pada dua hal,
yaitu:
16
•
Faktor Produksi (factors of production); adalah input yang digunakan untuk
menghasilkan barang dan jasa. Dua faktor paling penting adalah modal dan
tenaga kerja. Modal (K) adalah seperangkat sarana yang dipergunakan oleh
para pekerja, tenaga kerja (L) adalah orang yang menghabiskan waktu untuk
bekerja.
•
Fungsi Produksi; mencerminkan teknologi yang digunakan untuk mengubah
modal dan tenaga kerja menjadi output.
Teknologi yang ada menentukan
berapa banyak output diproduksi dari jumlah modal dan tenaga kerja tertentu.
Fungsi produksi dapat digambarkan melalui persamaan Y = F (K,L)
Selanjutnya Mankiw (2000;24) menyatakan dalam perekonomian suatu negara pos
pendapatan nasional membagi PDB kedalam empat kelompok pengeluaran:
1. Konsumsi (C) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli rumah tangga.
Konsumsi terdiri dari tiga, yaitu: barang tidak tahan lama, barang tahan lama,
danjasa.
2. Investasi (I) terdiri dari barang dan jasa yang dibeli untuk penggunaan masa
depan.
Investasi terdiri dari investasi tetap bisnis, investasi tetap residensi,
dan investasi persediaan.
3. Pembelian Pemerintah (G) adalah barang danjasa yang dibeli oleh pemerintah
pusat dan daerah.
4. Ekspor Bersih (NX) adalah nilai barang dan jasa yang diekspor ke negara lain
dikurangi nilai barang dan jasa yang diimpor dari negara lain.
17
Dengan menggunakan simbol Y untuk PDB, maka diperoleh persamaan;
(2-12)
Y=C+I+G+NX
2.3. Nilai Tukar (Kurs)
Menurut Mankiw (2000) nilai tukar diantara kedua negara adalah harga
dimana penduduk kedua negara saling melaksanakan perdagangan. Selanjutnya, nilai
tukar secara umum terbagi menjadi dua, yaitu nilai tukar nominal dan nilai tukar riil.
Nilai tukar nominal, adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Artinya, jika
nilai tukar antara rupiah dan USD adalah Rp. 10.000,- per USD, maka setiap I USD
dapat ditukarkan dengan Rp. 10.000,-.
barang kedua negara,
Nilai tukar riil, harga relatif dari barang-
yaitu tingkat dimana kita dapat memperdagangkan barang-
barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Nilai tukar riil sering
diidentikkan dengan terms of trade. Adapun formula nilai tukar riil secara umum
adalah:
€ = e x (PIP*)
(2-13)
dimana €, adalah nilai tukar riil, e, adalah nilai tukar nominal, P, adalah tingkat harga
barang dalam negeri, P*, adalah tingkat harga barang luar negeri.
Jika nilai tukar suatu negara dikaitkan dengan neraca perdagangannya, maka
pada saat nilai tukar riil negara tersebut rendah akan berdampak pada harga barang
domestik yang lebih murah dibanding harga barang impor, penduduk domestik akan
membeli sedikit barang impor, sementara orang asing akan membeli lebih banyak
barang domestik.
Akibatnya, teijadi peningkatan ekspor bersih negara tersebut.
18
Sementara saat nilai tukar riil suatu negara tinggi, maka harga barang domestik akan
relatif lebih tinggi dibanding harga barang impor, penduduk domestik akan membeli
lebih banyak barang impor, dan orang asing akan membeli sedikit barang domestik.
Akibatnya adalah jumlah ekspor bersih negara terse but menjadi rendah.
S- I
Kurs riil. €
Kurs riil
keseimba
NXC€)
ngan
0
Eksoor Bersih. NX
Gambar 2-1. Bagaimana Kurs Riil Ditetapkan
Sumber: Makroekonomi, Mankiw (2000)
Pada gambar 2-1 di atas S-1, menunjukkan kelebihan tabungan domestik atas
investasi domestik atau suplai rupiah yang akan dipertukarkan dengan mata uang
asing dan diinvestasikan di luar negeri. Sementara NX, merupakan permintaan bersih
untuk rupiah yang berasal dari orang asing yang menginginkan rupiah untuk membeli
barang domestik.
Pada kurs riil keseimbangan suplai rupiah yang tersedia untuk
investasi asing bersih menyeimbangkan permintaan untuk rupiah yang digunakan
untuk membeli barang domestik.
19
Pemberlakuan nilai tukar dalam suatu negara tergantung pada kebijakan
moneter yang ditempuh bank sentral negara tersebut tentang sistem nilai tukar.
Sistem nilai tukar menurut Schiller ( 1991) adalah seperangkat peraturan yang
menggambarkan peranan bank sentral dalam pasar valuta asing.
Pada dasamya
terdapat duajenis sistem nilai tukar, yaitu:
(a) sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rates) dimana intervensi bank sentral
diperlukan untuk mempertahankan kestabilan nilai tukar suatu negara
terhadap nilai tukar negara mitranya, dan
(b) sistem nilai tukar fleksibel (flexible exchange rates) dimana nilai tukar suatu
negara diserahkan sepenuhnya pada pasar tanpa adanya intervensi bank
sentral.
Dilihat dari segi fungsinya, menurut Gultom (1998) nilai tukar mempunyai
tiga fungsi, yaitu:
1.
Untuk mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran, dimana sasaran
akhimya adalah untuk menjaga kecukupan cadangan devisa. Oleh karena
itu, dalam menetapkan arah kebijakan nilai tukar tersebut diutamakan untuk
mendorong dan menjaga daya saing ekspor dalam upaya memperkecil
deflsit current account atau memperbesar surplus current account.
2.
Untuk menjaga kestabilan pasar domestik. Fungsi ini untuk menjaga agar
nilai tukar tidak dijadikan sebagai alat untuk spekulasi, dengan arti bahwa
dalam hal nilai tukar suatu negara mengalami overvalued maka masyarakat
20
akan terdorong membeli valuta asing, dan sebaliknya hila undervalued maka
m~yarakat akan
3.
menjual valuta asing.
Sebagai instrumen moneter khususnya bagi negara yang menerapkan suku
bunga dan nilai tukar sebagai sasaran operasional kebijakan moneter.
Dalam fungsi ini depresiasi dan apresiasi nilai tukar digunakan sebagai alat
untuk sterilisasi dan ekspansijumlah uang beredar.
4.
Sebagai nominal anchor dalam pengendalian inflasi. Nilai tukar banyak
digunakan oleh negara-negara yang mengalami chronic inflation sebagai
nominal anchor baik melalui pengendalian depresiasi nilai tukar maupun
dengan mem-peg-kan nilai tukar suatu negara dengan satu mata uang asing.
2.4. Tingkat Bunga
Tingkat bunga adalah harga yang akan dibayarkan oleh pengguna uang atas
kesediaan seseorang meminjamkan sejumlah dana yang dimilikinya.
Hal ini
dimaksudkan untuk menghindari dari pengaruh inflasi dan pengaruh waktu jika kita
berinvestasi pada uang.
Menurut Bernstein dan Wild (1998; 292) tingkat bunga
adalah kompesasi untuk penggunaan uang,
inilah kelebihan uang tunai yang
dibayarkan atau dikumpulkan karena adanya uang yang dipinjam.
Ritter dan Silber (1981: 241-288) menguraikan perdebatan antara kaum klasik
dan Keynesian tentang tingkat bunga. Pandangan kaum klasik, yang didasarkan pada
prinsip "penyesuaian harga", menganggap tingkat bunga adalah harga dari tabungan.
Jika jumlah tabungan melebihi jumlah investasi, maka tingkat bunga akan menurun
21
hingga terjadi keseimbangan antara tabungan dan investasi.
Tingkat bunga juga
dianggap sebagai fenomena nyata yang ditentukan oleh tabungan dan investasi,
dimana peningkatan jumlah investasi, akan menaikkan tingkat bunga. Pandangan
keynesian, yang
didasarkan pada "kekakuan harga", menganggap tingkat bunga
ditentukan dalam pasar uang; tingkat bunga hanya menyeimbangkan persediaan dan
permintaan uang, bukan tabungan dan investasi. Oleh karena itu, tingkat bunga
merupakan fenomena moneter, dimana peningkatan dalam persediaan uang (money
supply), akan menurunkan tingkat bunga.
Tingkat bunga bank, menurut Fabozzi (1999), biasanya dibagi dalam dua
bagian yaitu tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan. Hal ini terjadi
karena fungsi bank adalah sebagai perantara yang bertugas mengumpulkan dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang memerlukan dana.
Dengan demikian bank akan memberikan sejumlah bunga kepada yang menyimpan
uangnya dan mengenakan tingkat bunga yang relatif lebih tinggi kepada yang
meminjam uang dari bank.
Selisih antara bunga pinjaman dan bunga simpanan
disebut spread yang merupakan keuntungan bank.
Penentuan besamya tingkat bunga haruslah memperhatikan tingkat inflasi
yang terjadi sehingga investor mau menanamkan modalnya hila memperoleh tingkat
bunga riil yang menarik bagi investor tersebut dan untuk menentukan tingkat bunga
nominal dapat digunakan formula sebagai berikut:
Nominal interest rate= Real interest rate+ expected inflation ........ (2-14)
22
2.5. Behan Ketergantungan
Struktur demografi suatu negara juga mempunyai dampak yang kuat terhadap
pertumbuhan tabungan suatu negara. Hal itu disebabkan dalam struktur demografi
suatu termuat data kelompok umur penduduk yang secara garis besar terbagi dalam
dua kelompok, yaitu kelompok penduduk tisia produktif dan penduduk usia
nonproduktif.
. Faktor utama yang menyebabkan terjadinya perbedaan komposisi
penduduk adalah tingkat kelahiran dan tingkat kematian yang terjadi pada suatu
negara.
Menurut Todaro (1994: 38), diantara kelompok negara maju dan negara
sedang berkembang (dunia ketiga) terdapat perbedaan tingkat kelahiran dan tingkat
kematian yang sangat mencolok.
Tingkat kelahiran di negara Dunia Ketiga
menurutnya, pada umumnya sangat tinggi yaitu berkisar 30-40 setiap 1000 penduduk,
sedangkan di negara maju kurang dari setengahnya. Implikasi utama dari tingginya
angka kelahiran adalah bahwa lebih 40% penduduk di negara berkembang terdiri dari
anak-anak berusia kurang dari 15 tahun, sedang di negara maju kurang dari 23%.
Dilain pihak, pada awalnya tingk.at kematian di negara sedang berkembang
jauh lebih tinggi dibanding negara maju, namun karena adanya usaha-usaha
perbaikan kesehatan dan penanggulangan terhadap penyakit-penyakit menular,
perbedaan tersebut semakin kecil.
lmplikasi dari tingkat kematian tersebut adalah
proporsi penduduk yang berusia diatas 65 tahun jauh lebih besar di negara maju.
Penduduk berusia lanjut dan anak-anak, menurut Todaro (1994), secara ekonomis
disebut "beban ketergantungan" dalam arti kata bahwa mereka merupakan anggota
23
masyarakat yang menjadi beban tanggungan angkatan kerja (penduduk USia
produktif).
2.6. Studi Empiris
Sebagian besar studi tentang tabungan dan pertumbuhan ekonomi di dunia
didasarkan pada basis data tabungan Bank Dunia yang mencakup 112 negara
berkembang dan 22
negara maJU mulai tahun
1960.
Analisis
statistik
menginformasikan bahwa tabungan secara keseluruhan memiliki korelasi positif
dengan (1) pendapatan perkapita riil, (2) tingkat pertumbuhan ekonomi, dan (3)
·tabungan pemerintah (surplus anggaran). Pengujian - pengujian statistik berupaya
mengungkap arah kausalitas menerangkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang
menentukan tingkat tabungan. Selain itu, Rodrik ( 1998) dalam penelitiannya
mengungkapkan "increases in saving appear to be the out come of the economic
growth, not a fundamental determinant ofit".
2.6.1. Penelitian Ozcan, Gunay, dan Ertac di Tuki.
Penelitian ini bertujuan menginvestigasi pengaruh-pengaruh terhadap tingkat
tabungan masyarakat, yang berupa variabel kebijakan ataupun non kebijakan.
Periode waktu analisanya adalah dari tahun 1968 - 1994 dengan menggunakan data
dari World Saving Database. Literatur utama penelitian ini adalah pertama, hipotesis
pendapatan permanen Friedman (1957), yang membedakan komponen pendapatan, baik
yang bersifat permanen maupun sementara, sebagai determinan tabungan. Pendapatan
24
pennanen didefinisikan sebagai ekspektasi pendapatan jangka panjang dan pendapatan
sementara adalah selisih antara pendapatan aktual dan pendapatan pennanen. Kedua,
hipotesis siklus hidup Ando dan Modigliani,
dimana menurut hipotesa ini individu
mendistribusikan konsumsi seumur hidup dengan akumulasi tabungan selama periode
berpenghasilan dan mempertahankan tingkat konsumsi selama periode pensiun.
Penelitian ini juga merujuk pada penelitian sejenis yang dilakukan Aron dan
Muellbauer (1999) yang menguraikan detenninan dari tabungan masyarakat di Afrika
Selatan selama tiga dekade, dari tahun 1960- 1997. Hasilnya adalah bahwa faktor utama
dibalik tabungan perorangan di Afrika Selatan adalah tingkat kesejahteraan, liberalisasi
keuangan, tingkat bunga riil dan ketidakpastian. Sedangkan tabungan korporasi banyak
dipengaruhi oleh pajak deviden dan tingkat inflasi.
Hasil estimasi penelitian ini terdiri dari dua yaitu model persamaan penuh dan
model persamaan tanpa memasukkan variabel demografi, variabel rasio kredit sektor
swasta terhadap PDB, variabel pertumbuhan pendapatan riil, dan variabel defisit neraca
berjalan. Dari hasil estimasi model pertama disimpulkan bahwa tabungan pemerintah
cenderung tidak menyebabkan tabungan masyarakat crowd out dan equivalen
ricardian tidak berlaku dengan ketat. Selanjutnya tingkat pendapatan, tingkat inflasi,
suku bunga riil, dan beban orang tua berpengaruh positif terhadap tingkat tabungan
masyarakat secara tidak signifik.an. Beban anak mempunyai pengaruh negatif secara
tidak signifikan terhadap tingkat tabungan masyarakat.
Sementara untuk model
persamaan kedua, hasil estimasinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
25
Tabel 2.1. Hasil estimasi model tanpa variabel demografi, CR, DLY, dan CAD
Koefisien variabel
Koefisien
t-statistic
LY
0.049
(1.979)
REALTO
0.012
(0.151)
INF
0.160
(2.570)
R-square
0.909
Sumber: Ozcan, Gunay, dan Ertac
2.6.2. Penelitian Astiyah, cs (2004) di Indonesia
. Kajian utama penelitian ini adalah untuk melihat seberapa besar pengaruh
tingkat inflasi dan tingkat bunga terhadap penempatan dana masyarakat di bank.
Latar belakang survey penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan UU no.
23/1999 tentang Bank Indonesia, dimana BI bertujuan untuk mencapai dan
memelihara kestabilan nilai rupiah. Dalam pelaksanaannya, kestabilan nilai rupiah
diterjemahkan dalam suatu tingkat inflasi yang rendah dan tidak berfluktuasi. Dalam
memformulasikan kebijakan moneter Bank Indonesia memerlukan berbagai informasi
yang berkaitan baik dengan pembentukan proyeksi variabel-variabel ekonomi
maupun dengan proses transmisi kebijakan moneter dalam mempengaruhi
perkembangan sektor riil. Salah satu indikator dini yang umum digunakan untuk
keperluan tersebut adalah harga asset, dimana pergerakannya menunjukkan ke arah
mana perekonomian akan menuju.
Hasil survei mengtndikasikan bahwa terjadi transmisi pe11ibahan suku bunga
terhadap sektor riil melalui perubahan harga asset, walaupun tidak terlalu signiflkan,
Sebagian besar responden melakukan penarikan simpanan di bank pada saat suku
bunga simpanan menurun dan mengalihkannya untuk membeli asset lainnya. Pada
26
saat nilai asset yang dimiliki meningkat, sebagian responden menjual asset tersebut
dan menggunakan dana yang diperoleh untuk melakukan investasi dalam bentuk asset
lainnya atau melakukan ekspansi usaha.
Perubahan harga asset dapat berperan
sebagai indikator dini terhadap pergerakan perekonomian dan infl.asi di masa yang
akan datang.
2.6.3. Penelitian Deaton dan Paxson (1999) di Taiwan
Deaton dan Paxson (1999) tertarik untuk melakukan penelitian yang mengkaji
efek perubahan struktur demografi terhadap tabungan di Taiwan berdasarkan pada
kerangka hipotesis siklus-hidup (Life-cycle Hypothesis).
Paper ini juga merujuk
pada bukti - bukti empiris penelitian-penelitian sebelumnya antara lain, Fry dan
Mason (1982) serta Mason (1987, 1988), Leff (1969) dan Modigliani (1970),
Gersovitz (1988), Caroll dan Summers (1988), Paxson (1996), Deaton dan Paxson
(1998), Coale dan Hoover (1958), serta Higgins dan Williamson (1997). Buktibukti empiris dalam penelitian mereka menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
kuat antara tingkat pertumbuhan populasi dan pertumbuhan ekonomi, dimana beban
anak-anak dan orang tua, mengurangi tabungan dan akhimya menghambat
pertumbuhan ekonomi.
Menurut Deaton dan Paxson ( 1998), pengaruh pertumbuhan
ekonomi pada tabungan dihitung dengan mempertimbangkan lagi seluruh profil
tabungan, dimana pertumbuhan ekonomi penduduk bergerak .dari kelompok tua
kepada kelompok muda.
27
Obyek penelitiannya terbagi menjadi dua bagian, yaitu individu dan rumah
tangga, dengan karakteristik usia individu adalah 17 hingga 79 tahun, sedang usia
kepala rumah tangga adalah 25 hingga 75 tahun. Model digunakan untuk menilai
bukti historis di Taiwan, dan untuk mengetahui berapa besar kenaikan sebenamya
dalam tabungan dapat dihubungkan dengan demografi dan pertumbuhan ekonomi
sebenamya.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah kenaikan tingkat tabungan Taiwan,
seperti halnya penurunan tingkat tabungan di USA, tak dapat dijelaskan melalui
mekanisme siklus kehidupan, yang menghubungkan perubahan dalam tabungan
agregat dengan perubahan relatif populasi dan besaran - besaran sumber relatif pada
suatu profil umur tabungan yang tidak berubah. Antara tahun 1970 dan 1990, tingkat
tabungan rumah tangga Taiwan meningkat dari 10% menjadi 30%; dari 20%
kenaikan ini, hanya 4% dapat dihubungkan dengan dampak siklus hidup yang
digenerate oleh pertumbuhan ekonomi dan perubahan populasi. Tingkat tabungan
Taiwan tidak terancam oleh struktur demografmya, setidaknya jika pertumbuhan
ekonomi terpelihara.
Hasil penelitian ini berbeda dengan paper Lee, Mason, dan Miller ( 1999),
yang menghubungkan bagian substansial dari kenaikan tingkat tabungan Taiwan
dengan perubahan demografi selama transisi dan paper Tsai, Chu dan Chang (1999),
yang menemukan bahwa semakin tinggi tingkat tabungan dari generasi penerus
Taiwan dapat dikaitkan dengan peningkatan harapan hidup mereka, dan untuk
mendukung probabilitas kehidupan untuk anak - anak mereka.
28
2.6.4. Penelitian KendaU (2000) di Guyana
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi kebijakan tingkat bunga
pemerintah Guyana sejak tahun 1965 hingga 1995 dengan merujuk pada hipotesa
McKinnon dan Shaw yang menyatakan bahwa represi keuangan akan memperlambat
pertumbuhan ekonomi suatu negara.
Kesimpulannya adalah koefisien dari variabel tingkat bunga adalah signifikan,
sehingga mendukung hipotesa ·McKinnon - Shaw yang mengungkapkan bahwa
peningkatan dalam rasio tabungan terhadap PDB disebabkan oleh peningkatan tingkat
tabungan riil.
Hasilnya menunjukkan bahwa 1% kenaikan tingkat bunga
menyebabkan rasio tabungan domestik terhadap PDB naik sebesar 0.1 %.
Ringkasan hasil-hasil penelitian tersebut dapat dilihat pada tabel 2-2 berikut ini:
Tabel 2-2 Hasii-Hasil Penelitian
P~nelitian
Literatur Utama
faktor- a. Hipotesis Pendapatan
Peneliti
Tuluan
Kivilicim Metin Ozcan
Asli Gunay dan Seda
Ertac
Menganalisis
yang
faktor
tingkat
mempengaruhi
tabungan masyarakat di
Turki periode 1968-1994
Angus Deaton dan
Christina Paxson
(1998)
Mengkaji efek perubahan
demografi
struktur
di
tabungan
terhadap
Permanen Friedman
b. Hipotesis Siklus Kehidu
pan Modigliani
I Hipotesis Siklus
Kehidupan Modigliani
Model Penelitian
Hasil Penelitian
St=post-1 +P 1M2t+P2CRt+P3Inft+
P4GSt+PsLyt+P6DLYt+P7YDt+ psODt+
PllREALTDt+
PJOLEXt+
P9URt+
P12POLINSt+ P13CADt+P14TTt+ p1sDUM
MYt
• Tkt
(n ~ ?:;'7«r~.[exp(P,.J-exp<P«>l
A
Taiwan
L77atY,-a exp(fiay)
a=l
I
Siti Astiyah dan rekan
(2004)
Mengevaluasi peran BI Undang-Undang no. 23/99
memelihara tentang Bank Indonesia
dalam
kestabilan nilai rupiah
yang mengkaitkan tingkat
terhadap
inflasi
dana
penempatan
masyarakat di bank
Patrick Kendall (2000)
kebijakan
Mengevaluasi
suku bunga di Guyana
periode 1965-1995
I Hipotesis McKinon-Shaw
St=ao+aiYt+a2ert+a3EXGDPt+a4FSGDPt+
asSt-1 +a6BBGDPt+ a7DEBTSERRATt+
elt
pendapatan
berdampak positif
berdampak
• Inflasi
positif
riil
bunga
• Tkt
berdampak positif
• Beban ketergantungan
berdampak negatif
• Tidak korelasi antara
perubahan umur dan
tingkat tabungan.
tingkat
• Jika
pertumbuhan ekonomi
tingkat
terpelihara,
tabungan Taiwan tak
akan terancam o1eh
struktur demografinya.
transmisi
Terjadi
perubahan suku bunga
melelui perubahan harga
asset.
Sebagian besar responden
menarrik simpanan di
bank saat suku bunga
turun
Koefisien suku bunga riil
signifikan dan berdampak
positif pada peningkatan
rasio tabungan terhadap
GOP
29
30
Keterangan:
s
St-1
GS
M2
REALTD
CR
YD
OD
UR
LEX
TT
CAD
LY
DLY
Inf
Pol ins
Dummy
Sdan Y
Tlar
Yt-a
Tingkat Tabungan masyarakat
Lag tabungan masyarakat 1 tahun lalu
Rasio tabungan pemerintah terhadap GDP
Rasio uang dan kuasi uang terhadap GNP
Tingkat bunga tabungan riil
Rasio Kredit sektor swasta terhadap GDP
Rasio anak berusia dibawah 15 tahun terhadap jumlah populasi
.Rasio orang berusia diatas 65 tahun terhadap jumlah populasi
Prosentase penduduk yang tinggal di daerah urban
Tingkat harapan hidup bayi
Rasio XfM nominal terhadap XfM riil
Rasio defisit neraca berjalan (X-M/GDP)
Pendapatan perkapita riil
Tingkat pertumbuhan Pendapatan perkapita riil
Tingkat inflasi
Ketidakstabilan Politik
Tahun tahun krisis
Agregat tabungan dan agregat pendapatan
Jumlah orang yang berusia a pada waktu t
fJaydanf3ac
Tingkat kesejahteraan untuk orang yang lahir pada t-a
Dampak usia dalam logaritma profit pendapatan dan konsumsi
St
y
er
EXGDP
FSGDP
BBGDP
DEBTSERRAT
Rasio Tabungan Domestik terhadap GOP
Laju pertumbuhan ekonomi
Tingkat bunga riil yang diharapkan
Rasio ekspor terhadap GDP
Rasio tabungan luar negeri terhadap GOP
Rasio tabungan pemerintah terhadap GOP
Rasio utang luar negeri terhadap ekspor
31
2.2. Kerangka Pemikiran
Peranan penting yang dimainkan tabungan dalam pertumbuhan ekonomi telah
dimana
dibuktikan oleh para ahli ekonomi sejak terjadinya revolusi industri,
tabungan dianggap bagian yang tidak terpisahkan dengan berlangsungnya revolusi
industri.
Mengingat pentingnya peran tabungan, maka diperlukan upaya-upaya untuk
mengkaji lebih jauh tentang faktor-faktor yang menjadi determinan bagi terciptanya
peningkatan
tabungan.
Dalam
cakupan
yang
sempit,
Mishkin
(2000)
mengungkapkan bahwa penempatan dana yang dianggap sebagai asset di bank,
memerlukan pertimbangan-pertimbangan seperti tingkat kesejahteraan, tingkat
pengembalian yang diharapkan, tingkat risiko, dan tingkat likuiditas.
Sementara
dalam cakupan yang lebih luas, hasil pertemuan para menteri keuangan APEC yang
kesembilan di Meksiko yang berdasarkan paper/penelitian yang dipresentasikan
disimpulkan hal-hal yang menjadi determinan tabungan domestik meliputi
pertumbuhan pendapatan, tabungan pemerintah, sistim pendanaan penuh, dan beban
ketergantungan.
Namun demikian, dalam rangka upaya peningkatan tabungan domestik
terdapat suatu hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu kestabilan ekonomi makro.
Kestabilan ekonomi makro tercermin pada tingkat harga barang dan jasa yang stabil
serta nilai tukar dan suku bunga yang berada pada tingkat yang memungkinkan
pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan dengan kondisi neraca pembayaran
intemasional yang sehat. Dengan kondisi ekonomi makro yang stabil, akan tercipta
32
il(lim investasi dan usaha yang kondusif, sehingga berdampak pada peningkatan
produktivitas, dan pada akhimya akan terjadi peningkatan tabungan domestik,
terutama tabungan masyarakat.
Salah satu variabel dari makroekonomi suatu negara adalah tingkat suku
bunga, sesuatu yang menurut para ekonom klasik sangat penting dalam
perekonomian.
Dalam teori tingkat bunga klasik, kunci dari persoalan antara
penabung dan investor adalah tingkat bunga, dimana tingkat bunga akan berfluktuasi
untuk membuat pengusaha ingin menginvestasikan dana yang ingin ditabung rumah
tangga.
Keseimbangan hasrat untuk menabung dan hasrat berinvestasi dapat
mempertahankan produksi pada tingkat tenaga kerja penuh.
Tabungan, menurut
ekonomi klasik, adalah suatu fungsi tingkat bunga: semakin tinggi tingkat bunga,
semakin banyak yang ditabung, karena pada tingkat bunga yang lebih tinggi orang
tidak akan mengkonsumsi lebih. Tingkat bunga adalah pendorong tabungan, suatu
hadiah untuk mengkonsumsikan seluruh pendapatan. Menurut Bernstein dan Wild
(1998;292) tingkat bunga adalah kompesasi untuk penggunaan uang,
inilah
kelebihan uang tunai yang dibayarkan atau dikumpulkan karena adanya uang yang
dipinjam.
Dalam kertas kerjanya Keynes (Ritter: 1981) membagi anal isis pendapatan
dan pengeluaran ke dalam dua bagian, (a), pilihan rumah tangga antara mengeluarkan
pendapatan atau menabung, (b), keputusan perusahaan berkenaan level pengeluaran
investasi.
Keduanya mengikuti sistem Keynes melalui aliran: konsumsi, tabungan,
investasi, dan pendapatan selama periode waktu tertentu. Keputusan publik berkaitan
33
dengan komposisi aset finansial yang dipegangnya ditentuk:an oleh tingkat bunga
Pennintaan uang (money demand), disebut juga liquidity preference, adalah fungsi
dari tingkat bunga.
Variabel makroekonomi lainnya, adalah nilai tuk:ar yang merupakan harga
mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya. Stabilitas nilai tukar
suatu negara dapat berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Untuk: itu
dalam menetapkan kebijakan nilai tuk:ar perlu didasarkan atas beberapa pertimbangan
seperti tingkat keterbukaan perekonomian suatu negara terhadap perekonomian
global, tingkat kemandirian suatu negara dalam melaksanakan kebijaksanaan
ekonomi di dalam negeri, dan aktivitas perekonomian suatu negara.
Dalam
perkembangannya, nilai tukar mata uang suatu negara dapat mengalami penguatan
(apresiasi) maupun pelemahan (depresiasi) terhadap mata uang lainnya. Hal ini akan
mempengaruhi neraca perdagangan negara tersebut. Jika nilai tuk:ar suatu negara
terdepresiasi, maka harga barang domestik akan lebih murah dibanding harga barang
impor, sehingga ekspor bersih negara tersebut akan meningkat, sebaliknya, jika nilai
tuk:ar terapresiasi, maka harga barang domestik akan menjadi lebih mahal, akibatnya
ekspor bersih akan menurun.
Naik turunnya ekspor bersih akan berpengaruh
terhadap peningkatan pendapatan nasional, kemudian pada akhirnya mempengaruhi
pertumbuhan tabungan.
Hal lain yang mempunyai peran signifikan dalam peningkatan tabungan
masyarakat suatu negara adalah pendapatan nasional.
Pertumbuhan pendapatan
nasional suatu bangsa sangat identik dengan pertumbuhan ekonomi, dimana alat
34
ukurnya adalah Produk Nasional Bruto (PNB) atau Produk Domestik Bruto (PDB).
Walaupun keduanya merupakan alat ukur untuk menentukan satu hal yang sama,
yaitu pertumhuhan ekonomi, namun, pendekatan yang dipakai adalah herheda.
Menurut Tamhunan (2001), PDB adalah jumlah produk yang dihasilkan di dalam
negeri yang juga mencakup produksi dari perusahaan-perusahaan asing (PMA) yang
ada di Indonesia, tidak termasuk perusahaan-perusahaan Indonesia yang ada di luar
negeri.
Sedangkan PNB adalah jumlah produk yang dihasilkan oleh perusahaan-
perusahaan nasional yang ada di dalam dan luar negeri. Terlepas dari permasalahan
itu, hukti empiris menunjukkan hahwa PNB atau PDB yang tinggi mencerminkan
tingkat pertumhuhan ekonomi yang tinggi, tingkat pertumhuhan yang tinggi
cenderung akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, yang pada akhimya akan
meningkatkan tahungan.
Sementara itu, dari sisi populasi suatu negara terdapat suatu variabel yang
dapat herpengaruh terhadap tahungan masyarakat. Bila kita melihat struktur
demografi suatu negara, maka kita akan mengetahui seberapa besar tingkat hehan
ketergantungan negara tersehut.
Behan ketergantungan, dimana merupakan
perhandingan relatif antara jumlah penduduk usia non produktif (anak-anak dan
orang-orang tua) terhadap jumlah penduduk usia produktif (15 tahun hingga 65
1filiun),
pada
dasarnya
akan
mempengaruhi
tingkat
penghasilan.
Behan
ketergantungan yang tinggi akan menyehabkan tingkat penghasilan menurun,
sehaliknya semakin rendah beban ketergantungan akan semakin tinggi tingkat
penghasilan.
Behan ketergantungan negara-negara sedang berkemhang, seperti
35
Indonesia, biasanya sangat tinggi. Hal itu pada dasamya lebih dikarenakan angka
kelahiran di negara-negara sedang berkembang masih cukup tinggi, sementara karena
semakin membaiknya tingkat kesehatan menyebabkan angka kematian semakin kecil.
Dampak dari hal tersebut akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan tabungan
nasional.
Dari uraian kerangka pemikiran tersebut diatas, maka dibuat alur kerangka
pemikiran sebagai berikut:
Stabilitas Makro
Ekonomi
POPULASI
I
Ekspor - Impor
,,
~,
Tingkat
bunga
Nilai Tukar
I
~
~,
Pendapatan
Nasional
(PDB Riil)
Beban
ketergantu
ngan
,
.. I
~,
TABUNGAN MASYARAKAT
Gambar 2-2 Kerangka Pemikiran
....
~
36
Dari bagan diatas dapat dibuat spesifikasi model, sebagai berikut:
Sd = f(Y, NT, r, DR) ..............................................................(2-14)
Dimana:
Sd =
Y =
NT =
r =
DR =
tabungan masyarakat
PDB riil
nilai tukar
tingkat bunga
beban ketergantungan
2.3. Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran dan spesifikasi model di atas, diharapkan
terdapat dua hipotesa,
1.
bahwa ada kecendrungan pendapatan nasional (PDB riil), nilai tukar, tingkat
bunga, dan beban ketergantungan secara bersama-sama berpengaruh
signifikan terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat.
2.
bahwa secara parsial terdapat kecendrungan pendapatan nasional, nilai tukar
dan tingkat bunga mempunyai
pengaruh positif terhadap tabungan
masyarakat, sedangkan beban ketergantungan berpengaruh negatif terhadap
pertumbuhan tabungan masyarakat.
BABIII
OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
3.1.1 Objek Penelitian
Objek penelitian ini adalah mengenai pertumbuhan tabungan masyarakat
Indonesia yang diobservasi selama periode tahun 1983 hingga tahun 2002.
Disamping itu, diteliti pula data-data pendapatan nasional, tingkat inflasi, dan
tingkat suku bunga nominal, dan beban ketergantungan yang dijadikan sebagai
regresor.
3.1.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif
sekunder yang bersumber dari Biro Pusat Statistik Bandung, Bank Indonesia,
Nota Keungan, dan IMF.
Disamping itu, data kualitatif berdasarkan referensi
studi kepustakaan diperoleh melalui jumal, makalah, artikel dan bahan-bahan dari
Perpustakaan
MET
,
Perpustakaan
Bank
Indonesia
Cabang
Bandung,
Perpustakaan CISRAL UNPAD, serta dengan mengakses internet.
3.2 Metoda Penelitian
3.2.1
Metoda Penelitian
Metoda penelitian yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dan
analisis
kuantitatif.
Analisis kualitatif berupa penjelasan data dengan
37
38
menggunakan tabel dan graftk, sedangkan analisis kuantitatif berupa penarikan
kesirnpulan berdasarkan pada perhitungan statistik dan matematis.
3.2.2
Operasionalisasi Variabel
Berdasarkan judul penelitian, maka variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Variabel Bebas atau Independen (X)
Variabel bebas pada penelitian ini terdiri dari Tingkat Pendapatan
nasional, tingkat intlasi, tingkat suku bunga riil, dan beban ketergantungan .
Pendapatan nasional, yaitu ukuran pertumbuhan ekonomi yang mengukur
prosentase penambahan dalam produk domestik bruto (Tambunan: 200 1),
indikator yang digunakan adalah pertumbuhan PDB riil.
Nilai Tukar, yaitu harga mata uang suatu negara yang dikaitkan dengan mata
uang negara lain atau mata uang intemasional. (Schiller: 1991 ), indikator yang
digunakan adalah nilai tukar nominal.
Tingkat hunga, yaitu kompesasi untuk penggunaan uang, inilah kelebihan uang
tunai yang dibayarkan atau dikumpulkan karena adanya uang yang dipinjam
(Bernstein dan Wild : 1998)
Behan ketergantungan, yaitu perbandingan antara jumlah seluruh penduduk usia
non produktifdanjumlah penduduk usia produktif(Todaro: 1994).
Variabel terikat atau variabel dependen CY)
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pertumbuhan tabungan masyarakat
pada bank umum.
39
Tabel 3.1. Operasional Variabel Penelitian
Variabel
Tabungan
Masyarakat
Pertumbuhan
Pendapatan
Nasional
Nilai Tukar
Tingkat bunga
Beban
ketergantungan
3.2.3
Konsep Variabel
Jumlah rata-rata simpanan
masyarakat pada bank
umum
Pertumbuhan PDB riil
Harga rata-rata mata uang
rupiah terhadap mata uang
USD per tahun.
Tingkat bunga nominal 12
bulan
usia
Penduduk
non
produktif
berbanding
relatif dengan penduduk
usia produktif
Skala
Rasio
(milyar per tahun)
Rasio
(prosen per tahun)
Sumber
BI
Dep Keu RI
(data sekundel')_
Dep Keu RI
(data sekunder)
Rasio
(Rp per USD)
BPS
(data sekunder)
Rasio
(prosen per tahun)
BI
(data sekunder)
Rasio
(poin per tahun)
BPS
(data sekunder)
Metoda Analisis
Untuk lebih aplikatif dalam model penelitian, maka variabel bebas, X,
kami notasikan dengan singkatan atau simbol yang
menggambarkan tiap-tiap
variabel bebas.
Mengacu pada model penelitian Kivicilim, namun dengan variabel bebas
yang lebih sederhana, maka model regresi yang dapat digambarkan dari kedua
variabel tersebut adalah sebagai berikut:
lnSdt =at+ Pl Yt + P21nNTt+ fORt+ P4DRt+ ut
Dimana:
(3-1)
40
lnSd
Pertumbuhan Tabungan masyarakat per tahun
a
Konstanta
y
Pertumbuhan PDB riil per tahun
In NT
=
Pertumbuhan nilai tukar nominal per tahun
Tingkat bunga per tahun
R
DR
=
Tingkat beban ketergantungan per tahun
u
Kesalahan prediksi atau penyebab oleh faktor lain
t
Periode waktu (tahun)
Analisis regresi pada dasamya ingin mempelajari bagaimana eratnya hubungan
antara satu atau beberapa variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam analisis
ini terdapat empat usaha pokok yang akan dilaksanakan, yaitu:
•
Mengadakan estimasi terhadap parameter berdasarkan data empiris
•
Menguji berapa besar variasi variabel dependen dapat diterangkan
oleh
variasi variabel independen
•
Menguji apakah estimasi parameter tersebut signifikan atau tidak
•
Melihat apakah tanda dari estimasi parameter cocok dengan teori.
Dalam analisis regresi kita akan menggunakan metoda Least Squares atau secara
umum disebut Ordinary Least Squares (OLS) yang merupakan dalil untuk
menghitung koefisien regresi.
Gujarati (2003:65-75) mengungkapkan bahwa dalam OLS asumsi yang
harus dipenuhi adalah sebagai berikut:
1. Model regresi yang digunakan adalah linear
2. Data yang digunakan adalah tepat; meskipun sampling diulang nilai
regresor, X, adalah tetap.
41
3. Rata-rata variabel pengganggu,
Uj,
adalah not.
4. .Homoscedastis: varians dari variabel pengganggu, Uj, adalah konstan.
5. Tidak terdapat oto-korelasi dalam variabel pengganggu.
6. Covarians antara variabel pengganggu dan variabel eksplanatori, X, adalah
not.
7. Jumlah data, n, harus lebih besar daripadajumlah variabel.
8. Data harus bervariasi besarannya; secara teknis varians data tidak sama
dengan not.
9. Spesiflkasi model regresi sudah tepat.
10. Tidak terdapat multikolinear sempurna diantara variabel eksplanatori.
3.2.4 Uji Validitas Model
Dalam penelitian ini data observasi diambil berdasarkan runtun waktu
(time series).
Adapun pengujian-pengujian variabel yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a)
Uji R2
(
multiple coefficient of determination ) yaitu untuk melihat
kemampuan variabel-variabel bebas menerangkan variabel terikat untuk
mengukur kebenaran korelasi antara variabel dan model yang digunakan.
R2 berkisar antara 0 sampai dengan I, dimana model dengan R2 yang
mendekati 1 dikatakan baik karena model mampu menjelaskan variasi
dalam variabel terikat.
42
b)
Uji t:
·Untuk menguji secara parsial tingkat signiflkansi variabel bebas kriteria
yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengujian dua arah (two tailed
signij1canceleve~.
Hipotesis dalam uji t statistik adalah sebagai berikut:
Ho : a=O, koeflsien masing-masing variabel bebas bemilai nol
Ht : a;f::O, koeflsien masing-masing variabel bebas tidak bemilai nol.
Pengujiannya adalah sebagai berikut:
jika t stat> t tabel atau t tabel < t stat berarti signiflkan, maka Ho diterima
jika t
stat
berada diantara kedua nilai tersebut berarti pengaruhnya tidak
signiflkan, maka Ho ditolak.
c)
UjiF:
Untuk menguji secara bersamaan bahwa seluruh koeflsien regresi adalah
signiflkan dalam mempengaruhi variabel terikat. Uji F juga sekaligus
menguji signiflkansi nilai koeflsien determinannya (R2 ) dimana uji F yang
signiflkan akan menyebabkan nilai R2 yang diperoleh secara statistik tidak
sama dengan nol.
Hasil Pengujiannya adalah:
Ho diterimajika F-Statistik <Fa, df
Ho ditolakjika F-Statistik >Fa, df
d)
Uji multikolinearitas
Pindyck (1998) menjelaskan bahwa salah satu asumsi dalam model regresi
kompleks adalah tidak adanya hubungan linear diantara masing-masing
43
variabel bebas dalam model.
Katika dua atau lebih variabel bebas
memiliki tingkat korelasi yang tinggi (tetapi tidak sempuma), masalah
multikolinear akan muncul. Jika hal itu terjadi, maka interpretasi terhadap
koefisien-koefisien
akan
menjadi
Adanya
sulit.
multikolinear
mengimplikasikan bahwa akan terdapat sedikit data dalam sampel yang
memberikan satu keyakinan tentang interpretasi tersebut.
Uji multikolinearitas dilakukan jika dalam pengolahan data ditemukan:
( 1) R2 besar ( mendekati 1 ) akan tetapi tidak ada koefisien atau sangat
sedikit koefisien yang signifikan ( secara statistik tidak penting ) yang
dilihat melalui tes individual t test, (2) hubungan antara variabel bebas
yang tinggi.
Multikolinearitas dapat diketahui dengan pengujian VIF pada program
SPSS dimana batas toleransinya adalah 10. Jika suatu variabel bebas nilai
VIF nya diatas 10, maka terdapat multikolinearitas.
e)
Uji Otokorelasi
Otokorelasi
dapat
didefmisikan
sebagai
korelasi
antara
anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (dalam deret waktu)
atau ruang (dalam data cross section). Adanya otokorelasi diuji dengan
Durbin Watson. Adapun hipotesis yang akan diuji dalam tes ini adalah
sebagai berikut:
Ho : tidak terdapat otokorelasi
H 1 : terdapat otokorelasi
44
Jika otokorelasi tidak dapat disimpulkan, maka perlu dilakukan pengujian
berikutnya yaitu dengan menggunakan Breusch-Godfrey LM Test.
f) Uj i Heteroskedastisitas
Uji heteroscedastis merupakan metode yang digunakan untuk menguji jika
varians error term yang konstan untuk seluruh observasi tidak dapat
dipertahankan
Salah
satu
metoda
untuk
mengujinya
menggunakan uji White's General Heteroscedasticity.
pengujian ini adalah:
Ho : tidak terdapat heteroskedastisitas
H 1 : terdapat heteroskedastisitas
dengan
Hipotesis dalam
BABIV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1
Kondisi Umum Variabel-Variabel Yang Diteliti
4.1.1.1 Produk Domestik Bruto Indonesia
Produk domestik bruto (PDB) merupakan data statistik yang merangkum
perolehan nilai tambah dari seluruh kegiatan ekonomi di suatu negara sehingga
merupakan
indikator penting
untuk
perekonomian negara secara makro.
mengamati
perubahan
tingkah
laku
Dari data tersebut dapat diketahui secara
rinci laju pertumbuhan ekonomi suatu negara dan juga trend pertumbuhannya dari
tahun
ke tahun.
Laju
pertumbuhan
ekonomi
menggambarkan
kinerja
perekonomian suatu negara, sedangkan trend pertumbuhan ekonomi menunjukkan
stabilitas perekonomian suatu dalam kurun waktu tertentu. Apabila dalam kurun
waktu tertentu, trend pertumbuhan ekonomi terlalu fluktuatif dapat dikatakan
perekonomian negara tersebut belum stabil, dan sebaliknya apabila tidak atau
kurang fluktuatif, berarti stabilitas perekonomian negara tersebut telah terjaga.
Tabel 4.1 menggambarkan kondisi PDB Indonesia sejak tahun 1983
hingga 2002. Dalam tabel tersebut ditunjukkan perbandingan PDB berdasarkan
harga berlaku dan PDB
berdasarkan harga konstan tahun 2000, serta
pertumbuhannya dari tahun ke tahun, baik secara riil maupun secara prosentase.
Dari data tabel tersebut dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan ekonomi
Indonesia sangatlah mengagumkan sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun
45
46
1997, dimana rata-rata pertumbuhan ekonomi pada periode 1983- 1997 mencapai
6.3 %. .Laju pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan tersebut dicapai setelah
Indonesia memasuki era industrialisasi (sektor sekunder) dan liberalisasi
perbankan (sektor tertier). Namun setelah itu, laju pertumbuhan ekonomi
mengalami kemerosotan yang cukup signifikan, dimana rata-rata pertumbuhan
ekonomi dalam kurun waktu lima tahun pasca krisis ( 1998 - 2002) yang
hanya sebesar 0.14 %. Hal ini terutama disebabkan karena kebijakan liberalisasi
Tabel 4.1. Produk Domestik: Bruto atas dasar harga berlaku dan
harga konstan tahun 2000 dan pertwnbuhannya ( 1983 - 2002)
(dalarn milyar rupiah
Pertumbuhan
PDB
Tahun
%
Riil (2000}
Nominal
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
93122.7
107833.6
116329.5
123186.5
149740.7
170480.7
200568.6
234654.6
273439.5
311778.9
362325.5
419945.8
499375.8
585133.9
689650.6
1050089
1208278
1389770
1684281
1897800
639780.6
684408.7
701259.8
742461.6
779032.2
824064.1
885519.4
949641.1
1018062.6
1081248
1151490.2
1238312.3
1340101.6
1444873.3
1512780.9
1314202
1324599
1389770.2
1442984.6
1504380.6
44628.1
16851.1
41201.8
36570.6
45031.9
61455.3
64121.7
68421.5
63185.4
70242.2
86822.1
101789.3
104771.7
67907.6
-198579
10397
65171.2
53214.4
61396
7
2.5
5.9
4.9
5.8
7.5
7.2
7.2
6.2
6.5
7.5
8.2
7.8
4.7
-13.1
0.8
4.9
3.8
4.3
Sumber. Makroekonomi Indonesia LPE-1811
perbankan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia tersebut, yang berdampak
pada menjamumya lembaga keuangan bank dan bukan bank dengan variasi
47
kegiatan usaha yang beragam, tidak diiringi adanya pengawasan yang memadai
dari Bank Indonesia selaku bank sentral.
Berdasarkan data tabel diatas terbukti bahwa trend perekonomian
Indonesia mempunyai fluktuasi yang cukup tinggi, dimana laju pertumbuhan
ekonomi tertinggi sebesar 8.2% dan terendah -13.1%.
Hal ini dapat diartikan
bahwa perekonomian Indonesia selama ini masih belum stabil dan sangat rentan
terhadap berbagai kondisi, baik kondisi internal maupun kondisi ekstemal.
•
Gamba'r 4.1. Pertumbuhan PDB Riil
1983-2002
10
·,
5
0
~
0
..s
~10
-15
Tahun
jc:::JPDB Rill-Poly. (PDB Riil)
I
Gambar 4.1 di atas menunjukkan bahwa selama periode 1983 - 2002 terlihat
bahwa pendapatan nasional yang diproxy-kan dengan PDB riil mempunyai
fluktuasi yang sangat tajam. Pada gambar tersebut terlihat adanya kecenderungan
pertumbuhan PDB riil yang meningkat pada dekade 1980-an hingga pertengahan
dekade 1990-an, namun sebagai dampak terjadinya krisis moneter sejak
pertengahan tahun 1997, trend pertumbuhan PDB riil mengalami penurunan.
48
Sementara jika dibandingkan dengan beberapa negara di Asia Tenggara,
pertumbuhan PDB riil Indonesia mengalami keterpurukan yang paling parah
pasca krisis moneter, terutama pada tahun 1998 dan 1999.
Selanjutnya
pertumbuhan PDB riil Indonesia mulai bangkit pada tahun 2000. Hal itu terlihat
dari tabel 4.2 berikut ini.
Tabel 4.2. Pertumbuhan PDB Riil beberapa negara ASEAN ( 1990- 2000)
Tahun
1990-96
1997
1998
1999
2000
Pertumbuhan PDB Riil
SiQR~Qura PiljQina
Indonesia
Malaysia
7.9
4.5
-13.2
0.8
4.8
9.6
7.5
-7.5
5.8
8.5
8.9
8.4
0.4
5.4
9.9
2.8
5.2
-0.5
3.3
3.9
Thailand
Vietnam
8.1
-1.8
-10.2
4.2
4.3
8.4
8.2
3.5
4.2
5.5
Sumber: IMF, World Economic Outlook, 2001
Dari tabel diatas terlihat bahwa sebagai dampak dari adanya krisis
moneter, pada tahun
1998 sebagian besar negara ASEAN mempunyai
pertumbuhan PDB riil yang negatif. Hal itu mengindikasikan bahwa walaupun
pada awal tahun 1990-an hingga 1996 rata-rata pertumbuhan ekonomi negaranegara ASEAN ini sangat tinggi, ternyata stabilitas perekonomian negara-negara
dikawasan ini belum cukup kuat. Diantara negara-negara ASEAN yang terkena
krisis moneter, hanya Indonesialah yang mengalami dampak paling buruk, hal ini
terlihat bahwa pada tahun 1998 dan 1999 pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah
yang terendah.
Kondisi ini terutama disebabkan karena, tidak seperti negara-
negara lainnya dimana krisis moneter tidak berkembang lebih jauh, di Indonesia
krisis moneter tidak hanya berkembang menjadi krisis ekonomi, tetapi telah
menjadi krisis multidimensi, sehingga meruntuhkan kepercayaan masyarakat
terhadap pemerintah.
49
4.1.1.2 Nilai Tukar dan Perkembangannya
. Pemilihan rezim nilai tukar pada umumnya didasarkan atas beberapa
pertimbangan, seperti tingkat keterbukaan perekonomian suatu negara terhadap
perekenomomian global, tingkat kemandirian suatu negara dalam melaksanakan
kebijksanaan ekonomi di dalam negeri, dan aktivitas perekonomian suatu negara.
Pertimbangan pertama adalah preferensi suatu negara terhadap keterbukaan
ekonominya, apakah suatau negara lebih cenderung menerapkan kebijakan
ekonomi yang terbuka atau tertutup.
Dalam hal suatu negara lebih cenderung
menganut ekomomi yang lebih tertutup dan ingin mengisolasikan gejolak
keuangan dari negara lain (contagion effect) makafLXed exchange rate merupakan
prioritas utama. Sementara bila suatu negara lebih condong terbuka maka pilihan
nilai tukar yang lebih tleksibel merupakan pilihan utama karena dengan sistem ini
capital inflow dapat disterilisasi melalui sistem tersebut.
Dari aspek kemandirian dalam melaksanakan kebijakan ekonomi,
misalnya dalam hal melaksanakan kebijakan moneter yang lebih independen,
maka sistem nilai tukar tleksibel merupakan pilihan utama. Sementara bila dilihat
dari aspek aktivitas ekonomi maka semakin besar skala ekonomi suatu negara
berarti semakain besar volume transaksi ekonomi sehingga permintaan akan uang
juga semakin meningkat.
Dalam hal ini, sistem yang tepat digunakan adalah
sistem nilai tukar fleksibel karena jika negara tersebut memiliki sistem nilai tukar
tetap maka dibutuhkan cadangan devisa yang sangat besar untuk menjaga
kredibilitas sistem nilai tukar tersebut.
50
Sementara itu, menurut Garber dan Svenson dalam Gultom (1999), dasar
pertimbangan pemilihan nilai tukar dalam konteks terjadinya underlying shock
pada pasar uang dan pasar barang (LM dan IS) terdiri dari tiga jenis kondisi.
Dalam hal gejolak yang terjadi di pasar uang (LM) relatif lebih besar dari gejolak
yang terjadi di pasar barang (IS), maka pilihan yang lebih baik adalah floating
exchange rate, namun hila terjadi sebaliknya, dimana IS lebih besar daripada LM,
maka pilihan yang baik adalah fixed exchange rate. Dalam hal keduanya tidak
ada yang dominan maka kebijakan yang terbaik adalah managedfloating.
Sesuai dengan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral,
salah satu tugas Bank Indonesia adalah mengatur, menjaga dan memelihara
kestabilan nilai tukar rupiah. Secara garis besar, sejak tahun 1970 Indonesia telah
menerapkan tiga sistem nilai tukar, yaitu:
I. Sistem Nilai Tukar Tetap (1970-1978)
•
Sesuai dengan Undang-undang No. 32 tahun 1964, Indonesia menganut
sistem nilai tukar tetap dengan kurs resmi Rp. 250,- per 1 USD
(sebelumnya Rp. 45,- per 1 USD), sementara kurs mata uang lainnya
dihitung berdasarkan nilai tukar rupiah terhadap USD di bursa valuta asing
Jakarta dan di pasar intemasional
•
Dalam periode ini, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif
ketat.
Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya kepada bank
devisa untuk selanjutnya dijual kepada pemerintah, dalam hal ini Bank
Indonesia. Namun demikian, dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam
hal kepemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing.
Sebagai
51
konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut maka Bank Indonesia
harus dapat memenuhi seluruh kebutuhan valuta asing bank komersial
untuk memenuhi permintaan para importir maupun masyarakat yang
membutuhkan valuta asing. Pada masa tersebut, pemerintah mem-peg-kan
rupiah terhadap US dollar, dimana penentuan nilai tukar mutlak dilakukan
oleh pemerintah atas dasar kurs nilai tukar riil. Dengan sistem nilai tukar
tetap ini, Bank Indonesia memiliki wewenang penuh dalam mengawasi
transaksi devisa.
Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada
tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif
di pasar valuta asing.
•
Sistem nilai tukar tetap dengan sistem kontrol devisa pada awal tahun
1970-an
masih
dimungkinkan
karena
lembaga
keuangan
belum
berkembang, volume transaksi devisa masih relatif kecil dan belum ada
pasar valuta asing serta mata uang rupiah belum menjadi tradable good
dan kegiatan valas belum ada.
Disamping itu, pemerintah masih
melakukan pembatasan-pembatasan dalam hal melakukan pinjaman luar
negeri, penanaman modal asing, dan portfolio investment, sehingga
intervensi langsung yang dilakukan oleh pemerintah dapat bekerja efektif.
•
Disadari bahwa nilai tukar yang overvalued dapat mengurangi daya saing
produk-produk ekspor di pasar intemasional.
Oleh karena itu, pada
periode ini pemerintah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali, masingmasing pada 17 April 1970 dengan kurs sebesar Rp. 3 78,- per 1 USD,
52
tanggal 23 Agustus 1971 dengan kurs sebesar Rp. 415,- per I USD, dan
pada tanggal 15 November 1978 dengan kurs sebesar Rp. 625 per 1 USD.
2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (1978-Juli 1997)
•
Pada sistem ini nilai tukar rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata
uang (basket of currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia.
Kebijakan
ini
diimplementasikan
bersamaan
dengan
dilakukannya
devaluasi rupiah pada tahun 1978 sebesar 33,6%. Dengan sistem tersebut,
pemerintah menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di
pasar dengan spread tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah,
pemerintah melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas
atau batas bawah dari spread.
•
Perkembangan nilai tukar rupiah selama periode ini terbagi menjadi tiga
kelompok, yaitu managed floating I, managed floating II, dan crawling
band.
Periode 1978-1986 dapat dianggap sebagai periode managed
floating I dimana unsur manajemen lebih besar dari floating.
Kondisi
tersebut terlihat dari pergerakan nilai tukar nominal yang re1atif tetap dan
perubahan relatif baru terjadi pada tahun-tahun tertentu, yaitu pada saat
Bank Indonesia me1akukan devaluasi rupiah.
Cukup kuatnya unsur
manajemen pada periode tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian
yang relatif belum berkembang seperti saat ini, sehingga Bank Indonesia
tidak mengalami kesulitan dalam menyesuaikan nilai tukar sesuai dengan
target yang diinginkan dalam rangka mengendalikan inflasi dan daya saing
produk-produk ekspor.
53
•
Perkembangan selanjutnya dengan semakin terbukanya perekonomian
nasional terhadap perekonomian dunia yang ditandai dengan semakin
besarnya
capital
inflow
ke
Indonesia,
serta
semakin
pesatnya
perkembangan sektor keuangan dan dunia usaha maka kebijakan nilai
tukar managed floating,
lebih ditekankan pada unsur floatingnya
sementara unsur pengendaliannya (managed) semakin mengecil (periode
managed floating 1111987-1992).
Dalam periode ini, kekuatan pasar
semakin besar sehingga unsur floating semakin dirasakan perlu mengingat
manajemen yang terlalu dominan dapat berakibat misalignment pada nilai
tukar niil.
•
Fleksibilitas nilai tukar rupiah semakin ditingkatkan melalui penerapan
kebijakan nilai tukar crawling band sejak tahun 1992 hingga Agustus
1997.
Peningkatan fleksibilitas nilai tukar tersebut telah mendorong
perkembangan pasar valuta asing dalam negeri, yang tercermin dari
semakin berkurangnya ketergantungan bank-bank kepada Bank Indonesia
dalam melakukan transaksi devisa.
Kegiatan transaksi valas yang
sebelumnya dilakukan bank dengan Bank Indonesia hampir seluruhnya
telah bergeser ke pasar valas antarbank. Disamping itu, jumlah pelaku
transaksi juga semakin meningkat dan produk pasar valuta asing semakin
bervariasi.
Hal ini terlihat dari transaksi swap Bank Indonesia yang
menurun tajam dari sebesar USD 13 miliar pada tahun 1991 menjadi
sebesar USD I miliar tahun 1994. Sebaliknya transaksi swap antarbank
meningkat dari USD 29 miliar pada tahun 1991 menjadi sebesar USD 596
54
miliar pada talmo 1997. Pada sisi lain, peningkatan fleksibilitas melalui
pelebaran rentang intervensi juga telah memberikan keleluasaan kepada
Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan moneter sehingga dapat
mempermudah perencanaan pelaksanaan operasi pasar terbuka.
3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas (sejak 14 Agustus 1997)
•
Awal Agustus 1997 rupiah telah menembus Rp. 2.650,- per l USD,
sehingga untuk mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang pada
tanggal 14 Agustus 1997 pemerintah memutuskan menghapuskan rentang
intervensi dan menganut sistem nilai tukar mengambang bebas.
•
Penghapusan rentang intervensi ini dimaksudkan juga untuk mengurangi
dampak negatif dari kegiatan spekulatif terhadap rupiah dan memantapkan
pelaksanaan kebijakan moneter dalam negeri.
Sementara kegiatan
intervensi tetap dilakukan untuk menghilangkan distorsi-distorsi di pasar
valuta asing mengingat pasar ini belum sempuma.
•
Dalam periode ini nilai tukar rupiah mempunyai fluktuasi yang sangat
tinggi, dimana fluktuasi tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh faktorfaktor ekonomi, tetapi juga oleh faktor nonekonomi.
Faktor-faktor
ekonomi yang mempengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah antara lain: (a)
besamya ketergantungan sektor swasta nasional terhadap sektor utang luar
negeri, (b) pertumbuhan ekspor yang melam bat sebagai akibat rendahnya
efisiensi sektor dunia usaha, dan (c) rapuhnya sektor keuangan sebagai
akibat pengelolaan usaha yang lemah dan kurang transparan serta
pemberian kredit yang terkait dengan bank.
55
Tabel 4.3. Perkembangan Nilai Tukar Rupiah Terhadap USD
berdasarkan Harga Berlaku periode 1983 - 2002
Tahun
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
fl.(%)
Nilai Tukar Rp
998
1074
-7.61
1125
-4.75
1641
-45.87
1650
-0.55
1731
-4.91
-3.81
1797
1901
-5.79
-4.79
1992
2062
-3.51
2110
-2.33
-4.26
2200
-4.91
2308
-3.25
2383
4650
-95.13
8025
-72.58
7085
11.7
-35.43
9595
10400
-8.39
14
8940
Keterangan: fl. = Pertumbuhan
Sumber: BPS
Tabel 4.3 di atas menunjukkan perkembangan nilai tukar rupiah terhadap USD
dari tahun ke tahun selama periode observasi. Dari data tersebut terlihat jelas
bahwa selama kurun waktu tahun 1983 hingga 1996 nilai tukar rupiah relatif
stabil, dimana meskipun selalu mengalami depresiasi, nilai tukar rupiah tidak
terlalu berfluktuatif.
Hal ini terjadi karena pada selama kurun waktu ini
pemerintah mempunyai campur tangan yang cukup besar dalam mempertahankan
kestabilan nilai tukar rupiah. Sementara sejak tahun 1997 rupiah mengalami
fluktuasi yang sangat tajam. Fluktuasi nilai tukar rupiah yang tertinggi terjadi
pada tahun 1997 dan 1998 dimana pada kedua tahun itu rupiah terdepresiasi
sebesar 95.13% dan 72.58%.
Pada masa pasca krisis rupiah juga sempat
mengalami apresiasi terhadap USD yaitu tahun 1999 sebesar 11.7% dan tahun
56
2002 sebesar 14%.
Kondisi ini terjadi setelah Bank Indonesia menetapkan
kebijakan moneter yang me_nghapuskan rentang intervensinya terhadap nilai tukar
rupiah sehubungan diberlakukannya sistem nilai tukar rupiah yang mengambang
bebas (free floating exchange rate system).
Nilai tukar rupiah sepenuhnya
diserahkan kepada mekanisme pasar yaitu tergantung dari penawaran dan
permintaan pada pasar valuta asing.
Gambar 4.2. Perkembangan Nilai Tukar Rp
terhadap USD Berdasarkan Harga Berlaku
(1983-2002)
12000
10000
.c: 8000
CG
6000
·c.
:::::s
IX
4000
2000
0
Tahun
1-+-Rp/USO -Poly. (Rp/USD)
I
4.1.1.3. Suku Bunga
Suku bunga perbankan di Indonesia pada dasamya mengikuti suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). SBI merupakan salah satu instrumen pendukung
open market operation yang berupa surat berharga atas tunjuk dalam rupiah yang
diterbitkan Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang jangka waktu pendek
dengan sistem diskonto. Bila suku bunga SBI meningkat, maka suku bunga pasar
uang antar bank (PUAB) akan turut meningkat, begitu sebaliknya, hila suku
57
bunga SBI turun, maka suku bunga PUAB pun akan turun.
SBI diharapkan
mampu merangsang dunia perbankan untuk berperan lebih nyata dengan dasar
kemampuan untuk menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya lagi dalam
investasi (Sinungan: 1997).
SBI memegang peranan sangat penting sejak
digulirkannya deregulasi dibidang moneter dan keuangan tanggal 1 Juni 1983,
dimana inti dari deregulasi tersebut adalah bank-bank diberi kebebasan lebih
dalam menetapkan kebijaksanaan dibidang kredit dan suku bunga.
Melalui
penggunaan SBI Bank Indonesia sebagai bank sentral dapat secara tidak langsung
mempengaruhi tingkat suku bunga di pasar uang dengan jalan Stop Out Rate,
yaitu tingkat suku bunga yang diterima oleh Bank Indonesia atas penawaran
tingkat bunga dari peserta pada lelang harian atau mingguan.
Tabel
4.4 dibawah ini menunjukkan kondisi tingkat suku bunga SBI
jangka waktu 3 bulanan dan simpanan berjangka di Indonesia selama periode
observasi yang terdiri dari suku bunga simpanan berjangka 1 bulan, 3 bulan, 6
bulan, dan 12 bulan. Dari tabel 4.4 ini juga terlihat bahwa tingkat suku bunga
rata-rata SBI lebih rendah jika dibanding dengan tingkat suku bunga rata-rata
simpanan berjangka pada masa sebelum krisis, namun setelah krisis tingkat bunga
SBI meningkat sangat signifikan sehingga berada di atas tingkat suku bunga
simpanan berjangka 6 bulanan dan 12 bulanan. Selanjutnya, pada masa sebelum
krisis tingkat suku bunga rata-rata tertinggi adalah tingkat suku bunga untuk
simpanan berjangka 12 bulanan, sedangkan pada masa setelah krisis moneter
tingkat suku bunga rata-rata tertinggi adalah tingkat suku bunga untuk simpanan
berjangka 1 bulanan. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi perekonomian
58
Tabel 4.4. Suku Bunga SBI (3 bin) dan Simpanan Be~angka
Periode 1983-2002 ( persen/pertahun)
SBI
(3 bin) 1 bulan
Tahun
Simpanan
berjangka
3 bulan
6 bulan
12 bulan
17.5
16.5
15.8
15.5
7.5
18.7
18.3
17.5
16.5
16.8
17.8
16.9
15.2
13.9
16
15.7
15.4
14.6
14
15
17.5
18.4
17.5
16.5
16.2
18.5
19
17.8
18.4
18.5
18.6
17.7
17.1
16
15.2
18.5
17.3
17.6
18.2
16.9
22.8
23.4
23.4
22.7
20
21 .1
20.2
19.5
18.3
16.4
16.3
15.1
14.5
13.4
11 .5
13
12.4
12.6
12.4
11
15
15.8
16.8
16.7
14.3
16.7
16.9
17.3
14.1
16.9
16.3
16.2
20.3
23
12.3
.8
21
24.7
40
51 .7
50
27.6
21 .5
25.3
24
12.6
16.2
12.7
12.5
11 .2
14.3
14.2
14.9
15.5
14.5
17.6
15.5
14.4
15.2
14.9
13.1
17.6
17.3
17.17
16.81
14.8
X1
19.06
17.64
21.7
23.26
21 .52
X2
18.33
17.47
19.43
20.03
18.16
X3
Sumber: Bank Indonesia
Keterangan:
Suku bunga rata-rata sebelum krisis
X1
Suku bunga rata-rata sesudah krisis
X2
Suku bunga rata-rata periode observasi
X3
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
=
=
=
sebelum krisis sangat stabil sehingga perbankan Indonesia lebih menekankan pada
jenis simpanan untuk jangka waktu yang relatif lama. Kondisi ini didukung pula
oleh fungsi perbankan lainnya, yaitu sebagai penyaluran kredit, dimana dengan
ketersediaan
dana tabungan yang cukup dalam jangka waktu relatif lama,
perbankan akan dapat menyalurkan
~it
lebih banyak lagi.
Sementara pada
masa sesudah krisis, perbankan lebih menekankan pada jenis simpanan untuk
59
jangka waktu yang relatif pendek. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi perekonomian
Indonesia yang kurang kondusif dan tidak stabil, sehingga perbankan tidak berani
untuk berspekulasi pada jenis simpanan yang lebih lama. Dalam penelitian ini
suku bunga yang digunakan adalah suku bunga simpanan berjangka 12 bulanan.
Jika dikaitkan dengan tingkat inflasi, tingkat bunga haruslah bersifat fleksibel,
artinya bahwa tingkat bunga harus bisa disesuaikan dengan perubahan harga
sehingga tingkat bunga riil tidak terlalu rendah waktu harga melonjak dan tidak
terlalu tinggi waktu harga turun.
Tabel. 4.5. Tingkat suku bunga perbankan 12 bulanan periode 1983-2002
Tahun
r-nominal
r-riil
1983
1984
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
17.3
18.7
17.8
15.7
17.5
18.5
18.6
18.5
22.8
21.1
16.3
13
15
16.7
16.3
21.8
27.6
16.2
14.2
15.5
17.587
19.06
18.3
5.4
8.3
13.2
9.8
8.4
10.3
12.3
10.6
13.5
13.5
6.7
4.4
5.6
8.7
5.2
-55.8
7.6
6.8
1.6
5.5
9.06
-6.86
1.1
r rata-rata pra krisis
r rata-rata pasca krisis
r rata-rata
Sumber: Bank Indonesia
60
Pada tabel 4.5 diatas ditunjukkan perubahan suku bunga dari tahun ke
tahun, baik suku bunga nominal maupun suku bunga riil.
tersebut
Dalam tabel
diketahui bahwa selama kurun waktu tersebut rata-rata suku bunga
nominal adalah sebesar 18.3%, sedangkan rata-rata suku bunga riil sebesar 1.1 %.
Hal ini seiring dengan rata-rata laju inflasi selama kurun waktu yang sama, yaitu
sebesar 17.2%. Selain itu, suku bunga nominal tertinggi terjadi pada tahun 1999,
yaitu sebesar 27.6.%. Tingginya suku bunga tersebut dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya pelarian dana masyarakat keluar negeri dan untuk menjaga
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap perbankan Indonesia yang saat itu sudah
menurun.
Gambar 4.3. Trend Tingkat Bunga Nominal
(12 bulanan) 1983- 2002
30
25 +-------------------------------~~----c
20t;~~;r~~~~~~~;i~j;=:j
~
15 +-----~-------------=~~~~----~~~
10 +-------------------------------------~
5 +---------------~----~=-------------~
o~~~--~~~--~~~~~~~~~~~~
Tahun
·-+-Tingkat Bunga Nominal-Poly. {Tingkat Bunga NominaQ
I
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan gambar 4.3 di atas diketahui bahwa tingkat bunga nominal untuk
simpanan berjangka 12 bulanan di Indonesia selama periode observasi sangat
tinggi, yaitu rata-rata diatas 10%. dengan trend tingkat bunga nominal cukup
stabil.
61
Gambar 4.4. Trend Tingkat Bunga Riil
(12 bulanan) 1983-2002
20
10
0
-10
0~
-20
-30
l
-40
II
-50
I
I
-60
I
Tahun
1-+- Tingkat Bung a Riil -Poly. (Tingkat Bunga Riil) I
Sumber : Bank Indonesia
Berdasarkan gambar 4.4 di atas terlihat bahwa terdapat kecenderungan trend
tingkat bunga riil untuk simpanan berjangka 12 bulanan di Indonesia semakin
menurun dari tahun ke tahun. Hal ini terjadi karena tingkat bunga nominal di
Indonesia tidak dapat mengimbangi kondisi perubahan harga barang dan jasa yang
terjadi selama ini.
Dampaknya adalah -- berdasarkan hasil regresi sederhana
antara tingkat bunga riil dan pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia (lihat
lampiran) -terdapat pengaruh yang negatif antara tingkat bunga riil dan
pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia.
4.1.1.4. Penduduk dan Behan Ketergantungan
Penduduk
dan
struktur demografi
suatu negara
dapat menjadi
pendorong utama perekonomian disatu pihak, namun dilain pihak juga dapat
menjadi penghambat perekonomian.
Untuk itu, agar keberadaannya tidak
62
menimbulkan' masalah di kemudian hari diperlukan penanganan yang serius
dengan berdasar pada perencanaan yang matang.
Tabel 4.6. Pertumbuhan Penduduk Indonesia dan Behan Ketergantungan
Tahun
Jml Penduduk Pertumbuhan
_(ribuan orQ)
(%)
158,082.0
1983
161,579.5
1984
165,154.2
1985
168,347.6
1986
172,009.6
1987
175,588.9
1988
179,136.1
1989
179,247.6
1990
182,940.4
1991
186,042.7
1992
189,135.6
1993
192,216.5
1994
195,294.2
1995
198,320.0
1996
201,353.1
1997
204,392.5
1998
207,437.1
1999
201,242.0
2000
2001
208,436.8
211,063.0
2002
Total Pertumbuhan
Rata-rata Pertumbuhan
0.0
Be ban
KeterQantunQan
0.8
0.8
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
2.16
2.16
1.9
2.13
2.04
1.98
0.06
2.02
1.67
1.64
1.6
1.58
1.53
1.51
1.49
1.47
-3.1
3.45
1.24
34.0
1.7
0.625
Sumber: BPS, data diolah
Pada tabel 4.6. di atas, terlihat bahwa selama periode 1983 - 2002 terjadi
kenaikan jumlah penduduk yang cukup signifikan, yaitu sebesar 34% dan ratarata pertumbuhannya mencapai I. 7% pertahun. Selama kurun waktu itu, be ban
ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk usia produktif
terus menurun dari 0.8 menjadi 0.5.
Penurunan ini banyak dipengaruhi oleh
jumlah kelahiran yang semakin berkurang sebagai dampak dari program Keluarga
Berencana (KB) yang dicanangkan pemerintah Indonesia sejak era 1980-an.
63
Meskipun terjadi penurunan angka kelahiran di Indonesia, namun sampai saat ini
kelompok anak usia dibawah 15 tahun masih merupakan kontributor terbesar
beban ketergantungan, yaitu rata-rata 90% pertahun, sementara kontribusi
kelompok orang tua yang berusia diatas 65 tahun rata-rata hanya I 0% pertahun.
Komposisi penduduk Indonesia berkaitan dengan beban ketergantungan lebih
lanjut dapat dilihat dalam tabel 4. 7 dibawah ini.
Tabel 4. 7 Komposisi penduduk Indonesia menurut tiga kelompok usia
periode 1983 - 2002 (dalam ribuan)
Tahun <15 tahun
64,114.3
1983
65,532.9
1984
64,686.1
1985
64,792.9
1986
65,423.5
1987
65,887.1
1988
66,247.0
1989
65,690.3
1990
66,276.2
1991
66,291.4
1992
66,140.1
1993
65,861.6
1994
64,000.9
1995
63,352.6
1996
62,826.7
1997
1998 62,420.8
1999 62,134.1
61,250.2
2000
62,958.4
2001
62,702.3
2002
>65 tahun
15-65
4,727.5
87,868.6
4,832.1
89,812.9
5,034.8
95,433.3
5,362.3
98,192.4
5,656.3
100,929.8
5,947.8
103,753.9
6,238.7
106,650.3
6,201.2
107,351.7
6,207.5
110,456.7
6,351.4
113,399.9
6,611.7
116,383.8
6,975.3
119,379.6
7,545.2
123,748.1
7,857.0
127,110.4
8,193.4
130,333.0
8,548.1
133,423.6
8,914.4
136,388.6
8,405.9
131,574.0
9,038.7
136,439.7
9,265.3
139,095.4
Sumber: BPS, data diolah
Trend be ban ketergantungan penduduk usia nonproduktif terhadap penduduk usia
produktif di Indonesia dari tahun ke tahun dapat terlihat dari gambar 4.6 berikut
ini.
64
Gam bar 4.5. Trend Beban Ketergantungan
Indonesia 1983 - 2002
0.9
0.8
0.7
0.6
0 0.5
c;;
ca
0::: 0.4
0.3
0.2
0.1
0
..
~
-
i
;
Tahun
1
Ic::::J Beban Ketergantungan
-Poly. (Beban Ketergantungan)
!
Sumber: BPS
Sementara jika
kita
analisis
pengaruh
beban
ketergantungan
terhadap
pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia dengan menggunakan regresi
sederhana akan terlihat bahwa pengaruh tersebut bersifat negatif (lihat lamp iran).
4.1.2
Hasil Regresi
Metoda analisis yang digunakan adalah metoda analisis kuantitatif, yaitu
dalam menarik kesimpulan didasarkan pada perhitungan statistik dan matematis.
Dengan mengolah data dari variabel-variabel yang dibutuhkan dalam model
persamaan yang ditentukan dalam Bab III, yaitu:
LnSdt =a+ PIYt + P2LnNT + P3Rt + P4DRt + Ut
Dimana:
65
=
LnSdt
Pertumbuhan tabungan masyarakat pada tahun t
Pertumbuhan PDB riil (Pendapatan Nasional) tahun t
Yt
LnNT
=
Pertumbuhan nilai tukar rupiah atas US dollar tahun t
Rt
=
Tingkat bunga nominal (12 bulanan) pada tahun t
Beban Ketergantungan pada tahun t
DRt
=
Ut
Error Term
Model persamaan tersebut diestimasi dengan menggunakan Ordinary
Least Square (OLS) pada program Eviews 3.0 yang dilanjutkan dengan uji asumsi
klasik untuk menentukan apakah model tersebut terbebas dari permasalahan dasar
sebuah model yang baik. Hasil estimasi dari persamaan tersebut adalah sebagai
berikut:
LnSdt = I 0.194 + 0.048Yt + 0.80LnNT + 0.024Rt- 8. 750DRt
(3.341) (0.021)
(0.272)
D-W Stat= 1.426
( .... ) = Standard Error
(0.026)
(1.984)
Observed R2 = 5.676
R2 = 0.954
4.1.3. Uji Validitas Model
a) Uji koefisien detenninasi (R2 )
Hasil di atas menunjukkan bahwa basil yang dicapai baik dengan koefisien
detenninasi (R2) sebesar 0.954 telah mengindikasikan bahwa variabel yang dipilih
sudah tepat, dimana sebesar 95.4% dari model tersebut dapat dijelaskan oleh
66
variabel-variabel bebas tersebut, dan hanya 4.6% dari model yang dijelaskan
faktor lain.
b) Uji Signifikansi
Untuk mengetahui tingkat signifikansi secara parsial antara variabel bebas
dan variabel terikat dilakukan dengan menggunakan uji t. Uji ini rnembandingkan
antara nilai t tabel dan nilai t hitung dengan uji dua arah pada derajat kebebasan
(df) dan signifikansi (a) tertentu. Tabel 4.8 menunjukkan nilai batas kritis untuk
uji t, masing-masing pada tingkat signifikansi 1 persen, 5 persen, dan 10 persen.
Tabel 4.8. Nilai Batas Kritis Uji t Hasil Regresi Model dengan masa
observasi (n) 20 tahun, 1983 - 2002
Tingkat Signifikansi (a)
df
0.01
0.05
0.1
15
2.947
2.131
1.753
Keterangan: df= n-k; n = jumlah observas1; k = jumlah variabel
Sumber: Ekonometrika Dasar, D. Gujarati (2003)
Pengujian dalam uji t menyatakan bahwa Ho diterima jika nilai t hitung > t
tabel atau t tabel < t hitung yang berarti terdapat pengaruh yang signifikan antara
variabel bebas dan variabel terikat.
Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa
selain variabel tingkat bunga, variabel bebas lainnya (tingkat PDB riil, tingkat
inflasi, dan beban ketergantungan) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia.
Tabel 4.9 dibawah ini
menunjukkan nilai t hitung tiap-tiap variabel bebas terhadap variabel terikat.
67
Tabel4.9 Uji t-stat dan uji f-stat terhadap Model Pertumbuhan Tabungan
Masyarakat Indonesia (1983- 2002)
Variabel
T -Statistic
Keterangan
Konstanta
3.050
Signifikan a= 1%
PDBRiil
2.286
Signifikan a=5%
Nilai Tukar
2.940
Signifikan a=5%
Tkt bunga nominal
0.908
Tidak signifikan
Behan ketergantungan
-4.409
Signifikan a= I%
20
Jumlah Observasi (N)
F-Stat
78.209
Signifikan pada
a=1%
Sumber: Regresi model penelitian
Selanjutnya untuk mengetahui tingkat signifikansi secara bersamaan
pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dapat dilakukan dengan uji F.
Dari basil pengolahan data terhadap uji F(Tabel 4.9) didapat nilai F hitung =
78.209. Dengan derajat kebebasan (df) pembilang (k-1 = 5-1 = 4) dan derajat
kebebasan (df) penyebut (n-k = 20- 5 = 15) didapatkan nilai F tabel = 4.89 pada
tingkat kepercayaan 99%, sehingga F hitung > F tabel. Hal ini dapat dikatakan
bahwa secara keseluruhan (bersarnaan) variabel bebas pada model (tingkat PDB
riil, tingkat inflasi, tingkat bunga, dan beban ketergantungan) mempunyai
pengaruh yang signiftkan secara statistik terhadap variabel terikat pertumbuhan
tabungan masyarakat.
68
c)
Uji Otokorelasi
Untuk mengetahui apakah data dalam model tersebut terdapat masalah
otokorelasi atau tidak dapat diketahui dengan berbagai altematif pengujian
diantaranya dengan uji Dubin-Watson (OW) dan uji Breusch-Godfrey LM. Uji
DW dilakukan dengan membandingkan antara nilai d hitung dan d tabel untuk
mendapatkan keputusan:
~
•
jika d hitung < dL
•
jika dU< d hitung < 4-dU -+ Ho diterima;
•
jika dl< d hitung < dU -+otokorelasi tidak bisa disimpulkan, bisa
Ho ditolak;
diteruskan dengan uji Breusch-Godfrey LM.
Dari hasil regresi model diketahui bahwa nilai d hitung sebesar 1.426, sedangkan
dL (batas bawah) dan dl; (batas atas) untuk tingkat signifikansi I prosen dan 5
prosen dapat dilihat dilihat pada tabel 4.10 berikut ini:
Tabel 4.1 0. Nilai Batas Kritis d tabel Model dengan masa observasi (n)
20 tahun, 1983 - 2002
Tingkat Signifikansi
k
4
1%
5%
dL
dU
dL
dU
0.685
1.567
0.894
1.828
.
Keterangan: k =JUmlah vanabel bebas kecuah konstanta
Sumber: Ekonometrika Dasar, D. Gujarati (2003)
Berdasarkan data pada tabel 4.10 tersebut, maka diketahui bahwa nilai d hitung
berada diantara dL dan dU. baik untuk tingkat signifikansi lprosen maupun 5
prosen. Hal ini menunjukkan bahwa dalam model tersebut otokorelasi tidak dapat
69
disimpulkan. Karena menurut pengujian Durbin-Watson otokorelasi tidak dapat
disimpulkan, maka selanjutnya dilakukan pengujian Breusch-Godfrey LM.
Ketentuan dalam pengujian ini menyimpulkan bahwa jika nilai F stat signifikan
berarti terdapat otokorelasi, sebaliknya jika nilai F stat tidak signifikan berarti
otokorelasi tidak terjadi. Dari pengujian Breusch-Godfrey LM didapat hasil:
Tabel 4.11. Hasil Uji Breusch-Godfrey LM
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-squared
1.104476
2.904804
0.360567
0.234007
Probability
Probability
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 09/14/05 Time: 10:27
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-2.492104
-0.008007
0.204142
-0.016103
1.924839
0.425452
0.132839
3.804750
0.026542
0.306218
0.030913
2.371511
0.355333
0.336266
-0.654998
-0.301658
0.666655
-0.520926
0.811651
1.197334
0.395042
0.5239
0.7677
0.5167
0.6112
0.4316
0.2526
0.6992
y
LOG(NT)
R
DR
RESID(-1)
RESID{-2}
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.145240
-0.249264
0.341517
1.516244
-2.583812
1.778282
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.85E-15
0.305552
0.958381
1.306887
0.368159
0.886363
Berdasarkan data tabel 4.11 diatas diketahui bahwa nilai F stat adalah tidak
signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa pada model persamaan tidak terjadi
otokorelasi.
70
d)
Uji Heteroskedastisitas
Uji ini dilakukan dengan menggunakan White Heteroscedasticity Test,
yang kemudian membandingkan nilai R2 yang diobservasi (W) pada model dan
nilai X2 untuk tiap-tiap tingkat signifikansi.
Ketentuan dalam uji
White ini
menyimpulkan bahwa jika nilai W lebih kecil dari pada nilai X2 berarti tidak
terjadi heteroskedastisitas, sebaliknya jika nilai
w lebih
besar dari pada nilai X2
berarti terjadi masalah heteroskedastisitas pada model. Dari pengolahan data
didapat bahwa nilai W = 5.676, sementara nilai X2 untuk tingkat signifikansi I 0%,
5%, dan I%, masing-masing sebesar 9.236, I1.070, dan I5.0863.
menunjukkan bahwa nilai W lebih kecil dari pada nilai X2
Hasil ini
untuk tingkat
signifikansi 5%, I 0%, dan I%. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk semua
tingkat signifikansi dalam model ini tidak terjadi heteroskedastisitas.
e)
Uji Multikolinearitas
Uji ini digunakan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan diantara variabel
bebas dalam suatu model. Masalah utama bila terjadi keeratan hubungan yang
sangat tinggi diantara variabel bebas adalah interpretasi pada basil regresi menjadi
bias. Multikolinearitas terjadi jika nilai R2 tinggi (lebih dari 0.75) tetapi hanya
sedikit nilai t hitung yang signifikan.
Disamping itu, multikolineritas dapat
dideteksi dari tolerance dan variance inflation factor (VIF).
Tolerance, yang
dihitung dari (1- Ri 2), dimana Ri merupakan koefisien regresi jika variabel bebas
ke-i diprediksi dari variabel-variabel bebas lainnya.
Jika tolerance kecil
(mendekati not) , disimpulkan akan adanya multikolinearitas.
VIF, juga
7I
merupakan indikator multikolinearitas, dimana terdapat Rule of Thumb bahwa
jika nilai VIF suatu variabel bebas melebihi I 0, maka dapat disimpulkan variabel
tersebut mempunyai keeratan hubungan dengan variabel bebas lainnya.
Berdasarkan hasil pengolahan data disimpulkan bahwa pada model persamaan di
atas tidak terdapat multikolineritas.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Produk Domestik Bruto
Produk Domestik Bruto riil sebagai proxi dari pendapatan nasional
mempunyai pengaruh yang positif dan signiftkan terhadap pertumbuhan tabungan
masyarakat Indonesia.
Dengan koefisien 0.048 dan t-hitung sebesar 2.285
mengindikasikan variabel bebas ini secara signifikan dapat meningkatkan
tabungan masyarakat, dimana dengan tingkat signifikansi 5% setiap kenaikan
pertumbuhan
PDB riil sebesar I% akan dapat meningkatkan pertumbuhan
tabungan masyarakat Indonesia sebesar 0.048%. Hal ini sesuai dengan pandangan
ekonom yang menyatakan semakin tinggi pendapatan nasional, maka semakin
tinggi tingkat tabungan. Beberapa studi empiris menyimpulkan bahwa semakin
tinggi tingkat pendapatan akan diiringi oleh peningkatan konsumsi dalam proporsi
yang semakin kecil, sedangkan selebihnya akan ditabung sebagai upaya untuk
l}lemelihara kesejahteraan di masa depan.
Sementara itu, jika ditinjau dari komposisi kontribusi penyumbang PDB
di Indonesia selama ini, Pulau Jawa merupakan kontributor utama dimana lebih
dari 80% PDB riil Indonesia bersumber dari Pulau Jawa.
Hal ini merupakan
72
dampak kebijakan pembangunan Indonesia selama ini yang bersifat sentralistik.
sehingga terjadi kesenjangan tingkat kesejahteraan yang sangat signifikan antara
Pulau Jawa dan kawasan lain di Indonesia.
Melihat kesenjangan tingkat kesejahteraan yang demikian tajam tersebut,
maka sangatlah wajar jika distribusi tabungan masyarakat Indonesia selama ini
sebagian besar masih terkonsentrasi di Pulau Jawa.
Tingginya pertumbuhan
ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat di Pulau Jawa kemudian
berdampak pada tingginya tabungan masyarakat.
Selain itu, tingkat kesadaran
masyarakat Pulau Jawa akan pentingnya menabung di bank dibanding masyarakat
kawasan lain kian menambah besar kesenjangan tabungan masyarakat.
Tabel4.12. Posisi Penghimpunan Dana Rupiah Pada Bank Umum
Menurut Propinsi diP. Jawa periode 1999-2002
(milyar Rp)
Propinsi
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jogjakarta
Jawa Timur
Banten
P. Jawa
Nasional
Prosentase
Sumber: 81
1999
2000
268,548
49,098
26,176
4,960
52,282
401,064
492,868
81.37
292,528
54,645
29,290
5,505
57,532
8,531
448,031
554,549
80.8
2001
327,316
58,683
35,111
6,804
70,532
11,103
509,549
643,530
79.18
2002
352,206
63,584
36,021
7,460
71,390
12,849
543,510
689,412
78.8
Tabel 4.12 menunjukkan kondisi tabungan masyarakat yang terdapat pada
bank-bank umum di Pulau Jawa dan nasional setelah krisis moneter dimana Pulau
Jawa merupakan kontribusi terbesar dalam tabungan masyarakat di Indonesia.
73
4.2.2. Nilai Tokar
Nilai tukar rupiah yang relatif stabil dan bahkan cenderung mengalami
apresiasi sebelum Juli 1997 telah mendorong capital inflow yang cukup besar ke
Indonesia. Fenomena tersebut merupakan hal yang logis bagi suatu negara yang
menganut sistem devisa bebas dan perekonomiannya terbuka karena arus modal
akan selalu mengikuti return investasi yang terbesar dan resiko seminimal
mungkin.. Namun sejak currency tummoil melanda Thailand dan menyebar ke
negara-negara ASEAN lainnya pertengahan Juli 1997, capital inflow tersebut
telah menjadi menjadi bumerang karena telah berubah menjadi arus balik yang
membahayakan baik terhadap nilai tukar maupun terhadap perekonomian
nasional. Nilai tukar rupiah secara simultan mendapat tekanan yang cukup berat
karena besamya capital outflow akibat hilangnya kepercayaan investor asing
terhadap perekonomian Indonesia. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah semakin
berat karena semakin maraknya tindakan para spekulan valuta asing, sehingga
sejak krisis berlangsung nilai tukar rupiah mengalami depresiasi hingga mencapai
75%.
Dampak dari krisis nilai tukar rupiah yang paling nyata adalah terjadinya
pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan bahkan mengalami penurunan. Hal itu
terutama disebabkan industri manufaktur (sektor riil) di Indonesia yang sebagian
besar komponen bahan bakunya masih diimpor mengalami kesulitan dalam
produksi akibat harga bahan baku yang melonjak sangat tinggi.
Kondisi itu
diperparah oleh ketidakmampuan industri perbankan (sektor moneter) dalam
menjalankan fungsi intermediasi dengan baik karena kesulitan likuiditas.
74
Meskipun demikian, dari basil regresi model diketahui bahwa tingkat
inflasi secara parsial mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan tabungan masyarakat di Indonesia. Koefisien inflasi sebesar 0.80
dan t-hitung sebesar 2.940 mengindikasikan bahwa dengan tingkat signifikansi
5% setiap kenaikan pertumbuhan (apresiasi) nilai tukar rupiah terhadap US dollar
sebesar 1% akan dapat meningkatkan pertumbuhan tabungan masyarakat
Indonesia sebesar 0.80%. Hal ini dapat diartikan bahwa ketika terjadi apresiasi
nilai tukar rupiah terhadap US dollar, tingkat daya beli masyarakat akan
meningkat, selanjutnya tingkat daya beli yang meningkat akan mempertinggi
tingkat kesejahteraan masyarakat.
Tingkat kesejahteraan masyarakat yang
meningkat akan berdampak pada terjadinya peningkatan tabungan masyarakat.
4.2.3. Tingkat Bunga
Tingkat inflasi dan tingkat bunga nominal akan membentuk tingkat bunga
riil.
Keeraatan hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat bunga riil akan
menyebabkan terjadinya multikolinearitas. Tingkat bunga nominal dipakai dalam
model semata-mata untuk menghindari terjadinya multikolinearitas dengan
tingkat inflasi.
Disamping itu pula, terdapat indikasi bahwa yang dijadikan
alasan orang menabung di Indonesia adalah tingkat bunga yang diumumkan
perbankan nasional.
Dalam hal tingkat bunga nominal, secara statistik tidak signifikan terhadap
pertumbuhan tabungan masyarakat. Atau dapat dikatakan bahwa tingkat bunga
nominal tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat di
75
Indonesia.
Hal ini didukung oleh basil estimasi dimana tingkat bunga secara
statistik tidak signifikan dalam mempengaruhi pertumbuhan tabungan masyarakat
Indonesia. Hasil estimasi ini juga menunjukkan bahwa tingkat bunga perbankan
di Indonesia selama ini bukanlah daya tarik utama masyarakat dalam
menanamkan dananya di bank.
Sementara bagi perbankan nasional hal ini
merupakan suatu masalah yang sangat besar, karena urat nadi kelangsungan usaha
suatu bank adalah tergantung pada tingkat bunga yang mereka tawarkan, baik
kepada masyarakat penabung maupun kepada investor. Dengan adanya kondisi
seperti ini, maka wajar jika akhimya perbankan nasional kemudian mencari
altematif sumber dana lain, yaitu dengan melakukan pinjaman kepada pihak
asing.
Pinjaman luar negeri yang dilakukan perbankan nasional mempunyai
tingkat resiko yang cukup tinggi karena berkaitan dengan konversi mata uang
rupiah terhadap US dollar dan jangka waktu pengembalian yang singkat. Hal itu
menjadi kenyataan pada pertengahan tahun I997 dimana dunia perbankan
nasional mengalami kesulitan melakukan pembayaran terhadap pinjaman luar
negerinya, sehingga tidak sedikit perbankan nasional yang akhimya mengalami
kebangkrutan.
Menyoal tingkat bunga dalam rangka menjaring dana masyarakat
sebenarnya sudah menjadi perhatian pemerintah sejak tahun I983, yaitu dengan
dikeluarkannya paket kebijakan tangal I Juni I983, dimana intinya dunia
perbankan diberikan kebebasan untuk menetapkan tingkat bunga dan tidak lagi
berdasarkan ketetapan pemerintah. Namun demikian, berdasarkan basil estimasi
diatas dapat disimpulkan bahwa paket kebijakan I Juni I983 yang diikuti oleh
76
paket kebijakan Oktober 1988 selama ini kurang efektif. Bahkan timbul kesan
bahwa dunia perbankan nasional masih mempunyai ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap Bank Indonesia dalam penetapan tingkat bunga.
Ketergantungan perbankan nasional yang sangat tinggi itulah yang
membuat peran Bank Indonesia selaku otoritas moneter semakin berat, terutama
dalam menghadapi kondisi dimana tingkat kepercayaan masyarakat terhadap
perbankan nasional menurun tajam saat terjadinya krisis.
Kemudian, untuk
mencegah terjadinya pelarian modal (dana masyarakat) ke luar negeri saat terjadi
krisis moneter sebagai akibat merosotnya kepercayaan masyarakat, maka Bank
Indonesia menaikkan suku bunga SBI cukup tajam yang kemudian diikuti
meningkatnya tingkat bunga perbankan Indonesia.
Hal itulah yang merupakan
daya tarik masyarakat untuk menabung pada masa setelah krisis moneter.
4.2.4. Beban Ketergantungan
Sementara variabel bebas Jain yang mempengaruhi pertumbuhan tabungan
masyarakat dalam model ini adalah beban ketergantungan yang didapat dari rasio
jumlah penduduk nonproduktif terhadap jumlah penduduk produktif.
Seperti
yang dinyatakan Todaro, beban ketergantungan yang tinggi merupakan salah satu
masalah yang dialami negara-negara sedang berkembang atau negara dunia
ketiga.
Hal yang menjadi penyebab kondisi tersebut adalah masih tingginya
angka kelahiran dan berkurangnya angka kematian karena semakin tingginya
kesadaran penduduk akan kesehatan serta semakin membaiknya fasilitas
kesehatan di negara berkembang. Untuk kasus di Indonesia, meskipun program
77
Keluarga Berencana (KB) telah lama dicanangkan, tetapi masih banyaknya
pemikahan usia muda terutama di desa-desa, menyebabkan angka kelahiran masih
belum optimal penurunannya.
Berdasarkan teori dan studi empiris disimpulkan bahwa semakin tinggi
beban ketergantungan akan semakin mengurangi penghasilan, semakin kecil
penghasilan akan semakin kecil tabungan. Dengan kata lain terdapat hubungan
yang negatif antara beban ketergantungan dan pertumbuhan tabungan masyarakat.
Dari hasil regresi terlihat bahwa pengaruh beban ketergantungan di Indonesia
adalah negatif dan signifikan. Koefisien beban ketergantungan sebesar -8.750
dan t-hitung sebesar -4.409 mengindikasikan bahwa dengan tingkat signifikansi
I%, kenaikan rasio beban ketergantungan sebesar I poin akan dapat menurunkan
pertumbuhan
tabungan
masyarakat
Indonesia
sebesar
4.409%.
Hasil
menunjukkan bahwa penambahan prosentase penduduk usia nonproduktif dalam
struktur demografi Indonesia akan menjadi faktor yang signifikan terhadap
penurunan tabungan masyarakat.
Bertambahnya jumlah penduduk usia
nonproduktif karena adanya kelahiran misalnya, akan merubah komposisi
distribusi pengeluaran yang memaksa penduduk usia produktif terutama yang
berpenghasilan tetap untuk mengurangi porsi tabungannya.
BABV
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai faktor-faktor
eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia
selama periode observasi 1983-2002, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
I. Hasil estimasi model persamaan menunjukkan hasil bahwa variabel bebas
yang digunakan sudah tepat. Hal ini terlihat dari koefisien determinasinya
{R2 ) sebesar 0.954, yang berarti bahwa 95.4% dari model tersebut dapat
dijelaskan oleh variabel-variabel bebas tersebut. Hasil lain dari regresi ini
mengungkapkan bahwa variabel pendapatan nasional (PDB Riil) dan nilai
tukar masing-masing berpengaruh positif terhadap pertumbuhan tabungan
masyarakat pada tingkat kepercayaan 95%.
ketergantungan berpengaruh negatif
Selanjutnya variabel beban
terhadap pertumbuhan tabungan
masyarakat pada tingkat kepercayaan 99%.
Sedangkan tingkat bunga
nominal tidak berpengaruh signifikan pada semua tingkat kepercayaan.
2. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa pertumbuhan tabungan
masyarakat Indonesia secara signifikan dipengaruhi secara bersama-sama
oleh faktor-faktor pendapatan nasional, nilai tukar, tingkat bunga, dan
beban ketergantungan.
Dengan tingkat kepercayaan 99% dapat dikatakan
78
79
bahwa peningkatan tabungan masyarakat Indonesia selama ini didrive oleh
faktor-faktor tersebut.
3. Pengaruh parsial pendapatan nasional yang diproxy-kan dengan tingkat
Produk Domestik Bruto riil terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat
Indonesia, adalah positif dan signifikan.
Dengan tingkat kepercayaan
95% disimpulkan bahwa setiap kenaikan tingkat PDB riil sebesar satu
prosen (ceteris paribus) akan menyebabkan pertumbuhan tabungan
masyarakat Indonesia meningkat sebesar 0.048%.
4. Pengaruh parsial nilai tukar terhadap pertumbuhan tabungan masyarakat
Indonesia, adalah positif dan signifikan.
Dengan tingkat kepercayaan
95% didapatkan bahwa setiap kenaikan nilai tukar sebesar satu prosen
(ceteris paribus) akan menyebabkan pertumbuhan tabungan masyarakat
Indonesia meningkat sebesar 0.80%.
5. Pengaruh
parsial
tingkat
bunga
terhadap
pertumbuhan
tabungan
masyarakat Indonesia tidak signifikan. Hal ini dapat diartikan berapapun
besamya kenaikan tingkat bunga tidak mempunyai pengaruh terhadap
peningkatan pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia.
6. Pengaruh parsial beban ketergantungan terhadap pertumbuhan tabungan
masyarakat Indonesia, adalah negatif dan signifikan.
Dengan tingkat
kepercayaan 99%, disimpulkan bahwa setiap kenaikan rasio beban
ketergantungan
satu
poin
(ceteris
paribus)
akan
menyebabkan
pertumbuhan tabungan masyarakat Indonesia menurun sebesar 8.750%.
80
5.2
Saran-saran
Berdasarkan uraian pada bagian pembahasan dan kesimpulan, maka saran-
saran yang kami ajukan adalah sebagai berikut:
I. Pemerintah hendaknya selalu berupaya untuk menciptakan kondisi makro
ekonomi yang kondusif, sehingga masyarakat dan dunia usaha merasa
nyaman dan aman dalam menanamkan dananya di bank.
Disamping itu,
program Keluarga Berencana dan penyuluhan tentang kesejahteraan
keluarga agar segera dihidupkan kembali agar angka kelahiran dapat
terkendali.
2. Bank Indonesia selaku bank sentral yang mempunyai wewenang dalam
kebijakan moneter di Indonesia diharapkan dapat menerapkan kebijakan
nilai tukar yang tepat guna mencapai sasaran utama yaitu target tnflasi
yang lebih akurat, mengingat sebagian masyarakat sangat mempedulikan
target inflasi Bank Indonesia dalam penempatan dananya di bank.
3. Disamping itu, tingkat bunga perbankan di Indonesia bukan merupakan
instrumen/daya tarik utama dalam penempatan dana masyarakat,
maka
Bank Indonesia diharapkan lebih berperanan dalam penetapan tingkat
bunga SBI mengingat kecendrungan yang terjadi bahwa tingkat bunga
PUAB dan deposito selalu mengikuti tingkat bunga SBI.
4. Bank-bank umum di Indonesia sebaiknya dapat menerapkan strategis
pemasaran yang lebih menarik dengan mempertimbangkan prinsip kehatihatian (prudent). Dengan berbagai daya tarik yang ditawarkan perbankan
81
diharapkan kepercayaan masyarakat Indonesia untuk menyimpan dananya
di bank akan lebih meningkat.
82
DAFTAR PUSTAKA
Arrieta, GMG. 1998. Interest Rates, Savings & Growth in LDCs : An Assesment
of Recent Emperical Research. World Development. vol 16: 589- 605.
Asmara, J. Andra. 200 1. Pengaruh Krisis Moneter Terhadap Kinerja Keuangan
Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta. Tesis. Unpad.
Astiyah Siti, cs. 2004. Komposisi kepemilikan Asset dan Dampak kebijakan
Moneter terhadap Kepemilikan Asset ; Hasil Survey. Buletin Eko
Moneter dan Perbankkan. vol7. no.l. Juni 2004: 13-51.
Abdulah, Burhanudin. 2003. Peran Kebijakan Moneter dan Perbankan Dalam
Mengatasi Krisis Moneter di Indonesia. Makalah Gubernur Bank
Indonesia.
Bank Indonesia. Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia. beberapa edisi
penerbitan.
Bank Indonesia. Laporan Tahunan. beberapa penerbitan.
Barham, John. 1994. The Anatomy Of Change; Blue Print For A New Era.
London. Waidenfeld & Nicholson Inc.
BAF, Depkeu. 2004. Prospek Ekoomi 2005 dan sumsi Dasar RAPBN 2005.
Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
BPS. Buletin Statistik Bulanan Indikator Ekonomi. beberapa penerbitan.
Campbell, Tim S. 1982. Financial Institutions, markets, and Ecoomic Activity.
Me Graw- Hill.
83
Campbell, Me Connell & Brue, Stanley . 1993. Economics: Principles, Problems
and Policies. 12 th edition. Me Graw - Hill.
Deaton, Angus & Paxson, Christina. 1998. Saving and Growth : another look at
the cohort evidence. Princeton University ..
Deaton, Angus & Paxson, Christina. 1999. Growth, Demographic Strusture, and
national saving in Taiwan. Princeton: Princeton University Press.
Depkeu. Nota Keuangan. beberapa tahun.
Djiwandono, J Sudrajat. 1996. Macroeconomic Policy:
Foundation for
Sustainable Economic Development. Kumpulan Makalah Gubernur Bank
Indonesia Juli- Desember 1996, no. 9, Bank Indonesia.
Dornbush, Rudiger & F Leslie, CH Helners. 1995. The Open Economy : Tools
for Policy Maters in Developing Countries. Oxford University Press.
Fischer, Starley, R. Dornbusch & Scmalese, Richard. 1998. Ecoomics. 2 nd
edition. Me Graw - Hill.
Fabozzi, Frank J. 1999. Manajemen Investasi. Terjemahan Tim Penterjemah
Salemba Empat.Jakarta: Penerbit Salemba
Frankel, Jeffrey. 1997. Determinants of Long Term Growth.
NBER Working
Paper.
Gillis, M, DH Parkins, M Roemer and Snoodgrass. 1992. Economics of
Development. Third edition. New York: W.W Norton Company.
Goeltom, S. Miranda dan Zulverdi, Doddy. 1998. Manajemen Nilai Tukar di
Indonesia dan Permasalahannya . Buletin Eko Moneter dan Perbankkan.
vol I. no.2. September: 69 - l 00.
84
Gujarati, Damodar. 1978. Ekonometrika Dasar. Terjemahan Sumamo Zein.
Jakarta: Erlangga.
Mankiew, N, Gregory. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi 4. Terjemahan Imam
Nurmawan. editor Yati Sumiharti. Jakarta: Erlangga.
Mikesell, RF, & JE Zinser. 1973. The Nature of Saving Function in Developing
Countries: A Survey of the theorical and Empirical Literature. Journal of
Economic Literature. vol XI no. 1 March: 1-25
Mishkin, Frederic, & Stanley Eakins. 2000. Financial Markets and Institutions.
3 rd edition. Addison- Weley Publishing Company.
Molho, LM. 1986. Interest Rates, Saving and Investment in Developing
Countries: A Re-Examination of the Me Kinnon -Shaw Hypotheses.
IMF StaffPaper. vol 33 no.l : 99-119.
Nanga, Muara. 2001. Makroekonomi: Teori, Masalah, dan Kebijakan. edisi
perdana. Jakarta
Ozcan, Gunay, & Ertac.200 I. Determinants of Private Savings Behaviour in
Turkey. Working Paper. Turkey. Bilkent University.
Pyndick, Robert, & Rubinfeld, Daniel. 1998. Econometric Models and Economic
Forecasts. 4th edition. Irwin- Me Graw-Hill, Inc.
Ritter, S Lawrence & Silber, William. 1981. Principles of Money, Banking &
Financial Markets. 3 rd edition. revised & Expanded Edition. Basic Book
Inc, 1981.
Rodrik, Dani. (1998). Saving Transitions. World Bank Working Paper.July: 30.
85
Schiller, R Bradley. 1991. The Economy Today. 5th edition. Me Graw- Hill,
Inc.
Sinungan, Muchdarsyah.l997. Manajemen Dana Bank. Edisi Kedua, Jakarta:
Bumi Aksara
Todaro, P Michael. 1994. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. jilid I Edisi
Keempat. Terjemahan Ir Burhanudin Abdullah, MA. Jakarta: Erlangga.
Undang - undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan
Van den Berg, Hendrik. 2001. Economic Growth and Development. Me Graw
Hill
86
DAFfAR LAMPIRAN
I. HASIL ESTIMASI
\
Dependent Variable: LOG(SD)
Method: Least Squares
Date: 09/13/05 Time: 15:31
Sample: 1983 2002
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
10.19406
0.048288
0.800058
0.023637
-8.750213
3.341527
0.021126
0.272083
0.026043
1.984650
3.050719
2.285774
2.940494
0.907632
-4.408945
0.0081
0.0372
0.0101
0.3784
0.0005
y
LOG(K)
R
DR
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.954246
0.942044
0.343888
1.773884
-4.153160
1.426597
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
11.70208
1.428463
0.915316
1.164249
78.20926
0.000000
2. UJI VALIDITAS MODEL
a) Uji Otokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic
Obs*R-sguared
1. 104476
2.904804
Probability
Probability
0.360567
0.234007
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 09/14/05 Time: 10:27
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-2.492104
-0.008007
0.204142
-0.016103
1.924839
0.425452
0.132839
3.804750
0.026542
0.306218
0.030913
2.371511
0.355333
0.336266
-0.654998
-0.301658
0.666655
-0.520926
0.811651
1.197334
0.395042
0.5239
0.7677
0.5167
0.6112
0.4316
0.2526
0.6992
y
LOG(K)
R
DR
RESID(-1)
RESID{-2}
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.145240
-0.249264
0.341517
1.516244
-2.583812
1.778282
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
2.85E-15
0.305552
0.958381
1.306887
0.368159
0.886363
87
b) Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasti~ Test:
Probability
Probability
0.544858
5.676024
F-statistic
Obs*R-squared
0.800884
0.683470
Test Equation:
Dependent Variable: RESID 112
Method: Least Squares
Date: 09/14/05 Time: 10:30
Sample: 1983 2002
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-7.962151
-0.010600
-0.000303
1.635447
-0.098143
-0.034018
0.000688
4.990819
-3.408119
8.712189
0.012352
0.001263
2.174423
0.130235
0.080440
0.001986
6.086423
4.640012
-0.913909
-0.858152
-0.240112
0.752129
-0.753588
-0.422898
0.346351
0.819992
-0.734506
0.3804
0.4091
0.8147
0.4678
0.4669
0.6805
0.7356
0.4296
0.4780
y
Y112
LOG(K)
(LOG(K)) 112
R
R112
DR
DR 112
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.283801
-0.237071
0.109431
0.131727
21.84876
1.474037
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
0.088694
0.098389
-1.284876
-0.836797
0.544858
0.800884
c) Uji Multikolinearitas
Matriks Korelasi Spearman:
DR
y
R
LnNT
Uji VIF
=
DR
y
R
LnNT
1.000000
0.387915
0.000386
-0.919136
0.387915
1.000000
-0.387040
-0.457071
0.000386
-0.387040
1.000000
0.058343
-0.919136
-0.457071
0.058343
1.000000
II I- r2
=
III-(0.9I9) 2
=
1 I 0.1554 = 6.435
6.435 < 10
-+
Multikolinearitas tidak terjadi
88
3.
REGRESI SEDERHANA
a) LnSdt = w + Pt Yt + Ut
Dependent Variable: LOG(Sd)
Method: Least Squares
Date: 07122105 Time: 05:54
Sample: 1983 2002
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
12.14572
-0.094592
0.452470
0.069752
26.84313
-1.356118
0.0000
0.1918
y
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
b)
0.092699
0.042293
1.397930
35.17575
-34.02502
0.165048
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
11.70208
1.428463
3.602502
3.702075
1.839056
0.191831
LnSdt =at + pz lnNT + Ut
Dependent Variable: LOG(SD)
Method: Least Squares
Date: 09/26/05 Time: 05:57
Sample: 1983 2002
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-2.083007
1.743411
1.232243
0.155152
-1.690419
11.23682
0.1082
0.0000
LOG(ND
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
c)
0.875231
0.868299
0.518399
4.837267
-14.18495
0.392360
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
11.70208
1.428463
1.618495
1.718068
126.2661
0.000000
LnSdt = at + P3 Rt + Ut
Dependent Variable: LOG(Sd)
Method: Least Squares
Date: 07122105 Time: 05:56
Sample: 1983 2002
Included observations: 20
Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
11.54908
0.008521
1.838809
0.100769
6.280738
0.084564
0.0000
0.9335
R
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
0.000397
-0.055136
1.467315
38.75425
-34.99385
0.030842
Mean dependent var
S.D. dependent var
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F -statistic)
11.70208
1.428463
3.699385
3.798958
0.007151
0.933542
89
d)
LnSdt = w + 134 DRt + Ut
Dependent Variable: LOG(Sd)
Method: Least Squares
Date: 07122105 Time: 05:57
Sample: 1983 2002
Included observations: 20
Variable
Coefficient
std. Error
t-statistic
Prob.
c
20.09826
-13.43390
0.919346
0.914866
0.416794
3.126910
-9.821901
1.397644
0.593525
0.937860
33.86253
-14.32399
0.0000
0.0000
11.70208
1.428463
1.182190
1.281763
205.1768
0.000000
DR
R-squared
Adjusted R-squared
S.E. of regression
Sum squared resid
Log likelihood
Durbin-Watson stat
Mean dependent var
S.D.dependentvar
Akaike info criterion
Schwarz criterion
F-statistic
Prob(F-statistic)
4. DATA PENDUKUNG
a)
Variabel bebas dan variabel terikat
...
Tahun Tab. Masy
(milyar)
198
19~
1985
1986
1987
1988
1989
1990
1991
1992
1993
1994
199E
1996
1997
1998
1999
2000
2001
200.2
12437
15831
19729
23~
28896
37217
53224
73060
91172
111806
137386
166305
20931:l
269916
40182~
564676
643416
886061
805827
84501..§
N. Tukar
PDB Riil Tkt. lnflasi Bunga Nom Bbn Keter
(%)
!gantungan Nominai_{BPS)
(%)
{%)
4.2
7
2.5
5.9
4.9
5.8
7.5
7.2
7.2
6.2
6.5
7.5
8.2
7.8
4.7
-13.1
0.8
4.9
3.8
4.3
11.9
10.4
4.6
5.9
9.1
8.2
6.3
7.9
9.3
7.6
9.6
8.6
9.4
8
11.1
n.6
20
9.4
12.6
10
Sumber: BPS, Nota Keuangan, IMF, data diolah
17.::
18.7
17.8
15.7
17.5
18Ji
18.6
18.5
22.8
21.1
16.3
13
15
16.7
16]
21.8
27.6
16.2
14.2
15.5
0.8
0.8
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.7
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
0.5
998
1074
1125
1641
1650
1731
1797
1901
1991
2062
2110
2200
2308
2383
4650
8025
7085
9595
10400
8940
4. DATA PENDUKUNG
b) Variabel Terikat
Tabungan Masyarakat 1981 - 2002 (milyar Rp)
tahun
1
giro
2
depo
3
tab
total
4
1981/1982
2314.4
437.9
5507.6
5914.4
1982/1983
3737.2
539.1
6350.4
1983/1984
6348.8
637.9
7187.7
1984/1985
8726
774.1
1985/1986
1211.8
7040.7 12590.4
1586.4
7561.8 14911.8
1986/1987
1987/1988
1835
8480.6 20654.3
10543.1 26474.4
2485.3
1988/1989
1989/1990
15978.1 36350.4
6863.6
9722.2
17949 49839.6
1990/1991
1991/1992
21428.1 56812.3
17471
25076.8
64216 28343.2
1992/1993
75183 37613.4
31802
1993/1994
1994/1995
35434.1 97467.1 40921.8
1995/1996
44143.9 128413.6 51170.3
1996/1997
57003.6 163657 66320.5
72173
108703.4 272060.5
1997/1998
1998/1999
107246.2 412799.3 79453.2
135801
1999/2000
121925 387757
154328
175508 390543
2000
172613
2001
187018 446196
193468
2002
204067 447480
R/
Keu
Dep.
Keuangan
Sumber: Nota
5
8259.9
10190.7
13337.1
16687.8
20842.9
24060
30969.9
39502.8
59192.1
77510.8
95711.4
117636
144598.4
173823
223727.8
286981.1
452936.9
599498.7
645483
720379
805827
845015
Yt-Yt-1
6
1,5/12(6) 4.5/12(6)
1680.9
1930.8
3146.4
3350.7
4155.1
3217.1
6909.9
8532.9
19689.3
18318.7
18200.6
21924.6
26962.4
29224.6
49904.8
63253.3
165955.8
146561.8
45984.3
74896
85448
39188
210.113
241.35
393.3
418.838
519.388
402.138
863.738
1066.61
2461.16
2289.84
2275.08
2740.58
3370.3
3653.08
6238.1
7906.66
20744.5
18320.2
5748.04
9362
10681
4898.5
I
630.338
724.05
1179.9
1256.51
1558.16
1206.41
2591.21
3199.84
7383.49
6869.51
6825.23
8221.73
10110.9
10959.2
18714.3
23720
62233.4
54960.7
17244.1
28086
32043
14695.5
1907.39
2366.66
3039.3
3857.82
4821.18
5713.4
7094.67
9075.74
12952.2
17660.3
22221.5
27353.6
33621.9
40715.9
51253.4
65815.3
97675.9
136135
157060
INTERPOLASI (6)
Ill
II
2012.447
2487.338
3235.95
4067.241
5080.878
5914.466
7526.541
9609.047
14182.73
18805.24
23359.08
28723.86
35307.03
42542.48
54372.43
69768.61
108048.1
145294.6
159933.7
2117.503
2608.013
3432.6
4276.659
5340.572
6115.534
7958.409
10142.35
15413.32
19950.16
24496.62
30094.14
36992.18
44369.02
57491.48
73721.94
118420.3
154454.7
162807.8
IV
2222.6
2728.7
3629.3
4486.1
5600.3
6316.6
8390.3
10676
16644
21095
25634
31464
38677
46196
60611
77675
128793
163615
165682
tahun TOTAL
10
11
1981*
1982*
1983*
1984*
1985*
1986*
1987*
1988*
1989*
1990*
1991*
1992*
1993*
1994*
1995*
1996*
1997*
1998*
1999*
2000**
2001
2002
7854.1
9684.6
12437
15831
19729
23344
28896
37217
53224
73060
91172
111806!
1373861
166305
209313
269916
401820
564676
643416
886061
8058271
845015
90
Download