10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah merupakan salah satu instrumen dari kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen dari kebijakan makroekonomi. Kebijakan makroekonomi tersebut adalah kebijakan yang bertujuan untuk mencapai output yang tinggi dengan laju pertumbuhan yang cepat, kesempatan kerja yang tinggi, stabilitas harga, serta keseimbangan dalam neraca pembayaran. Apabila dibandingkan dengan kebijakan moneter, Keynes lebih mengandalkan kebijakan fiskal untuk mencapai sasaran-sasaran pembangunan. Alasannya adalah kebijakan fiskal mampu meningkatkan permintaan agregat secara langsung. Samuelson (1997), mendefinisikan kebijakan fiskal sebagai salah suatu proses pembentukan perpajakan dan pengeluaran publik. Proses tersebut merupakan upaya menekan fluktuasi siklus ekonomi, dan ikut berperan menjaga ekonomi yang tumbuh dengan penggunaan tenaga kerja penuh dimana tidak terjadi laju inflasi yang tinggi dan berubah-ubah. Berdasarkan definisi tersebut terdapat dua instrumen pokok di dalamnya, yaitu belanja negara dan perpajakan. Dengan kedua instrumen tersebut, pemerintah dapat menetapkan program pengeluaran publik serta penerimaannya yang sebagian besar adalah dari pajak yang secara keseluruhan terangkum dalam suatu anggaran. Negara Indonesia adalah salah satu dari negara berkembang yang memiliki pengeluaran pemerintah yang tergolong cukup besar. Pengeluaran pemerintah ini terlihat dengan jelas dalam anggaran belanja negara Indonesia. Anggaran pemerintah ini mempunyai dampak substansial terhadap perekonomian. Sebagai perangkat utama kebijakan fiskal, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), digunakan secara eksplisit untuk mempengaruhi pertumbuhan dan tingkat kegiatan ekonomi, alokasi sumberdaya diantara berbagai alternatif penggunaan yang berbeda dan distribusi pendapatan masyarakat. 11 Pemerintah memerlukan dana untuk menyelenggarakan pembangunan dan menciptakan pertumbuhan ekonomi. Dana atau uang tersebut diperoleh dari penerimaan dalam negeri dan luar negeri. Penerimaan dalam negeri adalah semua penerimaan yang diterima dalam bentuk migas dan non-migas. Penerimaan minyak dan gas alam (migas) adalah penerimaan yang berasal dari pajak, bea cukai, non pajak, dan penerimaan lainnya. Sedangkan penerimaan luar negeri adalah penerimaan yang berasal dari nilai mata uang asing yang dikurskan kedalam rupiah yang berasal dari pinjaman luar negeri, yang berbentuk pinjaman program dan pinjaman proyek. Dana atau uang yang berasal dari penerimaan tersebut digunakan pemerintah untuk membiayai kegiatan ekonomi negara yang terdiri dari pengeluaran rutin dan pembangunan. Adapun pengeluaran rutin pemerintah terdiri atas : 1. Belanja pegawai yaitu pengeluaran negara untuk keperluan pembayaran gaji, tujangan, uang makan, serta biaya lain-lain pegawai negeri 2. Belanja barang yaitu pengeluaran negara untuk membeli barang-barang yang dipergunakan oleh negara untuk penyelenggaraan pemerintah 3. Belanja rutin daerah yaitu pengeluaran negara untuk belanja pegawai dan non-pegawai pemerintah 4. Bunga dan cicilan utang adalah pengeluaran pemerintah untuk membayar bunga dan cicilan pokok pinjaman baik dari dalam maupun dari luar negeri 5. Subsidi yaitu pegeluaran untuk berbagai macam subsidi pemerintah untuk masyarakat misalnya subsidi bahan bakar pemerintah 6. Berbagai pengeluaran yang bersifat non-departemental seperti giro pos, bebas porto, biaya pemakaian listrik, air minum,telepon, telegrap, serta pembayaran dan jasa lainnya. Sedangkan pengeluaran pembangunan adalah semua pengeluaran negara untuk membiayai proyek pembangunan fisik dan non-fisik. Selain pembiayaan proyek pada pengeluaran pembangunan juga terdapat komponen pembiayaan rupiah terdiri atas pembiayaan departemen/kelembagaan. a. Teori Pengeluaran Pemerintah Pengeluaran pemerintah mencerminkan kebijakan pemerintah. Apabila pemerintah telah menetapkan suatu kebijakan untuk membeli barang dan jasa, 12 pengeluaran pemerintah mencerminkan biaya yang harus dikeluarkan oleh pemerintah untuk melaksanakan kebijakan tersebut. (Mangkoesoebroto, 1994) Pengeluaran pemerintah mempunyai dasar teori yang dapat dilihat dari identitas keseimbangan pendapatan nasional yaitu Y = C + I + G + (X-M) yang merupakan sumber legitimasi pandangan kaum Keynesian akan relevansi campur tangan pemerintah dalam perekonomian. Dari persamaan diatas dapat ditelaah bahwa kenaikan atau penurunan pengeluaran pemerintah akan menaikan atau menurunkan pendapatan nasional. Banyak pertimbangan yang mendasari pengambilan keputusan pemerintah dalam mengatur pengeluarannya. Pemerintah tidak cukup hanya meraih tujuan akhir dari setiap kebijaksanaan pengeluarannya. Tetapi juga harus memperhitungkan sasaran antara yang akan menikmati kebijaksanaan tersebut. Memperbesar pengeluaran dengan tujuan semata-mata untuk meningkatkan pendapatan nasional atau memperluas kesempatan kerja adalah tidak memadai. Melainkan harus diperhitungkan siapa yang akan terpekerjakan atau meningkat pendapatannya. Pemerintah pun perlu menghindari agar peningkatan perannya dalam perekonomian tidak melemahkan kegiatan pihak swasta (Dumairy, 1997). Beberapa teori yang membahas tentang perkembangan pengeluaran pemerintah adalah sebagai berikut : 1. Model Rostow dan Musgrave Model ekonomi ini dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave berpendapat bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi suatu negara. Tahapan-tahapan perkembangan ekonomi tersebut yaitu tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Ada perbedaan fokus alokasi sumberdaya antara negara pada tahap awal perkembangan, tahap menengah pembangunan, dan tahap lanjut yang yang kemudian tercermin dalam pengeluaran pemerintah. Masing-masing tentunya berawal dari kebutuhan yang berbeda, sehingga arah kebijakannyajuga berbeda. Ini tentunya berkaitan dengan seberapa lama negara itu telah merdeka dan kualitas sumber daya manusianya. Ada tahapan-tahapan yang harus dilalui negara pada awal perkembangan ekonomi sebelum menuju tingkat ekonomi yang lebih tinggi. Begitu juga, ada beberapa hal yang sudah terpenuhi oleh negara pada tahap lanjut pembangunan, sehingga tidak 13 perlu lagi terfokus pada penyediaan prasarana layaknya negara pada tahap awal perkembangan. Teori Rostow dan Musgrave menguraikan tiga tahapan yang pasti dilalui setiap negara. Pada tahap awal perkembangan ekonomi, diperlukan pengeluaran pemerintah yang besar untuk investasi pemerintah, utamanya untuk menyediakan infrastruktur seperti sarana jalan, kesehatan, pendidikan, prasarana transportasi dan sebagainya. Pada tahap menengah pembangunan ekonomi, investasi tetap diperlukan untuk memacu pertumbuhan ekonomi, namun pada tahap ini diharapkan investasi sektor swasta sudah mulai berkembang dan memiliki peran besar terhadap perekonomian. Oleh karena peranan swasta yang semakin besar ini dapat menimbulkan kegagalan pasar dan juga akan menyebabkan peran pemerintah yang besar yakni harus menyediakan barang dan jasa publik dalam jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik. Selain itu, pada tahap ini perkembangan ekonomi menyebabkan terjadinya hubungan antar sektor yang semakin rumit. Misalnya pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh perkembangan sektor industri, menimbulkan semakin tingginya tingkat pencemaran udara dan air sehingga pemerintah harus turun tangan untuk mengatur dan mengurangi akibat negatif dari polusi itu terhadap masyarakat. Pemerintah juga harus melindungi buruh yang berada dalam posisi yang lemah agar dapat meningkatkan kesejahteraan mereka (Basri, 2005). Kemudian pada tahap lanjut pembangunan ekonomi, pengeluaran pemerintah tetap diperlukan, utamanya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, misalnya peningkatan pendidikan, kesehatan dan jaminan sosial. Dalam satu proses pembangunan menurut Musgrave, rasio investasi swasta terhadap GNP akan semakin besar, tetapi rasio investasi pemerintah terhadap GNP akan semakin kecil. Sementara itu, Rostow berpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan terjadi peralihan aktivitas pemerintah dari penyediaan prasarana ekonomi ke pengeluaran untuk layanan sosial seperti program kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat dan sebagainya (Dumairy,1997). 2. Hukum Wagner Teori ini dikemukakan oleh Adolph Wagner. Pengamatan empiris yang dilakukannya terhadap negara-negara Eropa, Amerika Serikat, dan Jepang pada 14 abad ke-19 menunjukkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan nasional negara tersebut. Menurut Wagner, terdapat lima hal yang menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat, yaitu : - Tuntutan peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan - Kenaikan tingkat pendapatan masyarakat - Urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi - Perkembangan demokrasi - Ketidakefesienan birokrasi yang mengiringi perkembangan pemerintahan. Berdasarkan pengamatan terhadap negara-negara maju Wagner menyimpulkan bahwa dalam perekonomian suatu negara, pengeluaran pemerintah akan meningkat sejalan dengan peningkatan pendapatan perkapita negara tersebut. Di negara-negara maju, kegagalan pasar bisa saja terjadi menimpa industriindustri tertentu dari negara tersebut. Kegagalan dari suatu industri dapat saja merembet ke industri lain yang saling terkait. Di sini diperlukan peran pemerintah untuk mengatur hubungan antara masyarakat, industri, hukum, pendidikan dan lain lain. 3. Teori Peacock Wiseman Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Peacock dan Wiseman mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku perkembangan pemerintah. Mereka mendasarkannya pada suatu analisis penerimaan dan pengeluaran pemerintah. pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan pajak yang besar. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pugutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membiayai pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah untuk menaikkan 15 pemungutan pajak secara semena-mena. Menurut Peacock dan Wiseman adalah pertumbuhan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Dalam keadaan normal, kenaikan PDB memiliki pengaruh terhadap penerimaan maupun pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan nomal jadi terganggu, katakanlah karena perang atau eksternalitas lain, maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk mengatasi gangguan tersebut. Pungutan pajak yang lebih besar menyebabkan dana swasta untuk berinvestasi dan modal kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian (displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah (Basri, 2005). Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah ganguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu, masih banyak aktivitas pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadi perangdan ini disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ketangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta. Efek inilah yang disebut efek konsentrasi (Mangkoesoebroto, 1994). Dengan adanya ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah sehingga setelah perang selesai tingkat pajak tidak menurun kembali pada tingkat sebelum terjadi perang. Jadi berbeda dengan pandangan Wagner, perkembangan pengeluaran pemerintah versi Wagner adalah bebertuk suatu garis lurus sementara versi Peacock dan Wiseman tidaklah berbentuk suatu garis, tetapi seperti tangga. 16 2.1.2 Konsep Rezim Nilai Tukar Permintaan dan penawaran akan valuta asing akan membentuk tingkat nilai tukar suatu mata uang domestik dengan mata uang negara lain. Sebagai negara perekonomian terbuka, perkembangan rezim nilai tukar merupakan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja perekonomian secara umum. Pengaruh nilai tukar terhadap perekonomian berjalan melalui dua sisi, permintaan dan penawaran. Nilai tukar juga merupakan salah satu alat ukur kekuatan perekonomian suatu negara. Biasanya nilai mata uang suatu negara tergantung pada kinerja ekonominya. Stabilitas terhadap nilai tukar mata uang suatu negara merupakan suatu hal yang sangat penting karena berdampak kepada tingkat perekonomian negara tersebut. Sejak periode 1970 hingga sekarang, sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia telah mengalami perubahan sebanyak tiga kali, yaitu Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali, dan terakhir Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas. 1. Sistem Nilai Tukar Tetap Sistem nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dimana lembaga otoritas moneter menetapkan tingkat nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang negara lain pada tingkat tertentu, tanpa memperhatikan penawaran ataupun permintaan terhadap valuta asing yang terjadi. Bila terjadi kekurangan atau kelebihan penawaran atau permintaan lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah, maka dalam hal ini akan mengambil tindakan untuk membawa tingkat nilai tukar ke arah yang telah ditetapkan. Tindakan yang diambil oleh otoritas moneter bisa berupa pembelian ataupun penjualan valuta asing, bila tindakan ini tidak mampu mengatasinya, maka akan dilakukan penjatahan valuta asing (Halwani, 2005). Sistem nilai tukar tetap yang berlaku di Indonesia berdasarkan UndangUndang Nomor 32 tahun 1964 dengan nilai tukar resmi 250 rupiah per dollar US, sementara nilai tukar Rupiah terhadap mata uang lainnya dihitung berdasarkan nilai tukar Rupiah per US Dollar di bursa valuta asing Jakarta dan di pasar internasional. Selama periode tersebut di atas, Indonesia menganut sistem kontrol devisa yang relatif ketat. Para eksportir diwajibkan menjual hasil devisanya 17 kepada Bank Indonesia. Dalam rezim ini tidak ada pembatasan dalam hal pemilikan, penjualan maupun pembelian valuta asing. Sebagai konsekuensi kewajiban penjualan devisa tersebut, maka Bank Indonesia harus dapat memenuhi semua kebutuhan valuta asing bank komersial dalam rangka memenuhi permintaan valuta asing oleh importir maupun masyarakat. Berdasarkan sistem nilai tukar tetap ini, Bank Indonesia memiliki kewenangan penuh dalam mengawasi transaksi devisa. Sementara untuk menjaga kestabilan nilai tukar pada tingkat yang telah ditetapkan, Bank Indonesia melakukan intervensi aktif di pasar valuta asing. Pemerintah Indonesia telah melakukan devaluasi sebanyak tiga kali yaitu yang pertama kali dilakukan pada tanggal 17 April 1970 dimana nilai tukar Rupiah ditetapkan menjadi 378 rupiah per dolar Amerika. Devaluasi yang kedua dilaksanakan pada tanggal 23 Agustus 1971 menjadi 415 rupiah per dolar Amerika dan yang ketiga pada tanggal 15 November 1978 dengan nilai tukar sebesar 625 rupiah per dolar Amerika. Kebijakan devaluasi tersebut dilakukan karena nilai tukar Rupiah mengalami overvaluated sehingga dapat mengurangi daya saing produk-produk ekspor di pasar internasional. 2. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali Nilai tukar mengambang terkendali, dimana pemerintah mempengaruhi tingkat nilai tukar melalui permintaan dan penawaran valuta asing, biasanya sistem ini diterapkan untuk menjaga stabilitas moneter dan neraca pembayaran. Sistem nilai tukar mengambang terkendali di Indonesia ditetapkan bersamaan dengan kebijakan devaluasi Rupiah pada tahun 1978 sebesar 33 persen. Pada sistem ini nilai tukar Rupiah diambangkan terhadap sekeranjang mata uang (basket currencies) negara-negara mitra dagang utama Indonesia. Dengan sistem tersebut, Bank Indonesia menetapkan kurs indikasi dan membiarkan kurs bergerak di pasar dengan penyebaran tertentu. Untuk menjaga kestabilan nilai tukar Rupiah, maka Bank Indonesia melakukan intervensi bila kurs bergejolak melebihi batas atas atau batas bawah spread/penyebaran. Pada saat sistem nilai tukar mengambang terkendali diterapkan di Indonesia, nilai tukar Rupiah dari tahun ke tahunnya terus mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika. Nilai tukar Rupiah berubah-ubah antara 644 sampai 18 2.383 rupiah per dolar Amerika. Dengan perkataan lain, nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika cenderung tidak pasti. 3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Bebas Nilai tukar mengambang bebas, dimana pemerintah tidak mencampuri tingkat nilai tukar sama sekali sehingga nilai tukar diserahkan pada permintaan dan penawaran valuta asing. Penerapan sistem ini dimaksudkan untuk mencapai penyesuaian yang lebih berkesinambungan pada posisi keseimbangan eksternal (external equilibrium position). Tetapi kemudian timbul indikasi bahwa beberapa persoalan akibat dari kurs yang fluktuatif akan timbul, terutama karena karakteristik ekonomi dan struktur kelembagaan pada negara berkembang masih sederhana. Dalam sistem nilai tukar mengambang bebas ini diperlukan sistem perekonomian yang sudah mapan. Indonesia mulai menerapkan sistem nilai tukar mengambang bebas pada periode 1997 hingga sekarang. Sejak pertengahan Juli 1997, Rupiah mengalami tekanan yang mengakibatkan semakin melemahnya nilai Rupiah terhadap US Dollar. Tekanan tersebut diakibatkan oleh adanya currency turn oil yang melanda Thailand dan menyebar ke negara-negara ASEAN termasuk Indonesia. Untuk mengatasi tekanan tersebut, Bank Indonesia melakukan intervensi baik melalui spot exchange rate (kurs langsung) maupun forward exchange rate (kurs berjangka) dan untuk sementara dapat menstabilkan nilai tukar Rupiah. Namun untuk selanjutnya tekanan terhadap depresiasi Rupiah semakin meningkat. Oleh karena itu dalam rangka mengamankan cadangan devisa yang terus berkurang, pada tanggal 14 Agustus 1997, Bank Indonesia memutuskan untuk menghapus rentang intervensi sehingga nilai tukar Rupiah dibiarkan mengikuti mekanisme pasar. Nilai tukar rupiah yang mengikuti mekanisme pasar inilah yang disebut sistem nilai tukar mengambang bebas. 2.1.3 Krisis Keuangan Istilah krisis finansial digunakan untuk berbagai situasi dengan berbagai institusi atau aset keuangan kehilangan sebagian besar nilai mereka. Krisis keuangan juga ditandai dengan akses kredit yang sangat terbatas. Pada abad ke-19 dan ke-20, terjadinya krisis finansial berhubungan dengan kepanikan perbankan 19 dan resesi. Situasi lain yang sering disebut sebagai dampak krisis finansial adalah runtuhnya bursa efek dan krisis mata uang. Pertumbuhan Ekonomi 1969-2006 15.00 8.00 7.00 10.00 6.00 (%) 5.00 5.00 0.00 4.00 3.00 -5.00 2.00 -10.00 1.00 0.00 1969 1970 1971 1972 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 -15.00 Growth ln GDP riil Gambar 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1969-2006 Gambar 2.1 menunjukkan bahwa krisis ekonomi 1997-1998 berdampak sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia pada tahun berikutnya. Dampak-dampak struktural akibat kelemahan ekonomi sebelum krisis tetap membayangi sistem perekonomian meski, tingkat PDB riil di tahun 2004 dan setelahnya sudah melampaui tingkat sebelum krisis. Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata periode 2004-2006 adalah 5.40 persen masih di bawah rata-rata sebelum krisis yakni 6.86 persen. Secara khusus krisis keuangan mungkin memiliki dampak pada resesi ekonomi. Dampak dari resesi ekonomi ini akan membawa dampak terhadap sektor sektor perekonomian lainnya. Banyak ekonom menulis teori mengenai bagaimana krisis keuangan terjadi dan dapat dicegah, namun hanya terdapat sedikit konsensus. Negara Indonesia terus mewaspadai potensi krisis yang terjadi sebagai imbas dari gejolak ekonomi global. Pemerintah terus mewaspadai semua jalur pintu masuk krisis mulai dari sektor perdagangan maupun sektor keuangan. Kondisi keuangan global yang terus bergejolak masih membuka peluang krisis 20 merembet ke Indonesia setiap saat. Dampak krisis dapat terjadi melalui jalur perdagangan maupun jalur keuangan. Menteri Keuangan Republik Indonesia yaitu Bapak Agus Martowardojo dalam salah satu seminar ekonomi mengatakan bahwa tingkat ketergantungan ekspor Indonesia tidak terlalu besar, sehingga ancaman krisis masuk melalui jalur perdagangan dapat diminimalisasi. Tapi, Kalau dari sektor keuangan perlu kita waspadai, sebab saat krisis berbagai lembaga keuangan di Eropa perlu melakukan konsolidasi sehingga dampak krisis keuangan global di dunia termasuk Asia akan berkurang. 2.1.4 Ekspor Neto Sebagai penganut sistem ekonomi terbuka, lalu lintas perdagangan internasional berperan penting dalam perekonomian dan pembangunan di Indonesia. Adanya perdagangan internasional merupakan salah satu ciri dari perekonomian terbuka. Perdagangan internasional ditunjukkan dengan adanya kegiatan ekspor dan impor suatu negara. Kegiatan ekspor impor ini menjadi salah satu komponen dalam pembentukan Produk Domestik Bruto dari sisi pengeluaran suatu negara. Peningkatan ekspor bersih suatu negara menjadi menjadi faktor utama untuk meningkatkan produk domestik bruto suatu negara. Ekspor neto adalah selisih antara ekspor dan impor barang dan jasa suatu negara. Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang dengan kompensasi barang dan jasa dikemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antarnegara dengan aset-aset yang mengandung risiko seperti saham, valuta asing, dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak, bahkan semua negara yang terkait didalamnya. Sehingga, memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa setiap negara mempunyai perbedaan tingkat kapasitas produksi secara kuantitas, kualitas, dan jenis produksinya. 21 Dalam perekonomian terbuka, sebagian output dijual untuk domestik dan sebagian diekspor lagi keluar negeri. Pengeluaran pemerintah atas output pada perekonomian terbuka (Y) dibagi menjadi empat komponen : - C, konsumsi barang jasa dan domestik - I, investasi dalam barang dan jasa domestik - G, pembelian pemerintah atas barang dan jasa domestik - EX, ekspor barang dan jasa domestik Dalam perekonomian tertutup, seluruh output dijual dipasar domestik, dan pengeluaran dibagi hanya menjadi tiga komponen : konsumsi, investasi, dan belanja pemerintah. Nama lain dari ekspor neto suatu negara adalah neraca perdagangan (trade balance), karena menunjukkan keadaan arus perdagangan barang dan jasa suatu negara. Jumlah ekspor neto akan menjadi sumber cadangan devisa suatu negara. 2.1.5 Konsep Investasi Investasi yang lazim disebut juga dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Kegiatan investasi dalam suatu perekonomian dapat mendorong naik turunnya tingkat perekonomian negara yang bersangkutan karena mampu meningkatkan produksi dan kesempatan kerja. Investasi merupakan pengeluaran perusahaan dan pemerintah secara keseluruhan untuk membeli barang-barang modal riil, baik untuk mendirikan perusahaan baru maupun untuk memperluas usaha yang telah ada dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar daripada biaya modal yang dikeluarkan untuk melakukan investasi. Investasi juga disebut sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanampenanam modal (investor) dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dengan demikian istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanam-penanam modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan memproduksi barang-barang dan jasa-jasa yang tersedia dalam perekonomian (Sukirno, 2006). 22 Salah satu kegiatan investasi yang dapat diketahui adalah penanaman modal, penanaman modal dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Untuk investasi swasta di Indonesia yang dilakukan dengan kemudahan fasilitas berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah investasi (Deliarnov, 1995) yaitu antara lain sebagai berikut. a) Inovasi dan Teknologi Adanya temuan-temuan baru menyebabkan cara-cara berproduksi lama menjadi tidak efisien. Untuk itu perusahaan-perusahaan perlu menemukan investasi untuk membeli peralatan mesin-mesin yang canggih. b) Tingkat Perekonomian Makin banyak aktivitas perekonomian makin besar pendapatan nasional dan makin banyak bagian pendapatan yang dapat ditabung, yang pada gilirannya akan diinvestasikan pada suatu usaha yang menguntungkan. c) Tingkat Keuntungan Perusahaan Makin besar tingkat keuntungan perusahaan, maka makin banyak bagian laba yang dapat ditahan dan dapat digunakan untuk tujuan investasi. d) Situasi Politik Jika situasi politik aman dan pemerintah banyak memberikan kemudahankemudahan bagi perusahaan, maka tingkat investasi akan tinggi. Investasi pemerintah Menurut Suparmoko (2002), peranan pemerintah dalam suatu negara dapat dilihat dari semakin besarnya pengeluaran pemerintah dalam proporsinya terhadap pendapatan nasional. Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah, maka semakin besar pula pengeluaran pembangunan. 1) Pengeluaran pemerintah dapat dibedakan menjadi pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat 23 menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan kewajiban masyarakat pemerintah miskin kepada dan pihak kurang ketiga, mampu perlindungan serta menjaga kepada stabilitas perekonomian (Mangkoesoebroto, 1994). 2) Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam periode tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Investasi swasta Selain investasi pemerintah terdapat juga investasi swasta. Investasi Swasta adalah investasi yang terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA) yang telah disetujui oleh Pemerintah. Dalam penelitian ini investasi yang digunakan adalah investasi swasta, dimana data yang digunakan adalah jumlah Total PMDN dan PMA yang telah disetujui oleh negara setiap tahunnya. Menurut Undang-undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri, yang dimaksud dengan “Modal Dalam Negeri” adalah bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda, baik yang dimiliki negara, swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia, yang disediakan guna menjalankan suatu usaha, sepanjang modal tersebut tidak diatur oleh ketentuan-ketentuan Pasal 2 Undang-undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing. Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, pada Pasal 1 menyebutkan bahwa: “Pengertian penanaman modal dalam Undang-undang ini hanya penanaman modal asing secara langsung yang 24 dilakukan menurut ketentuan-ketentuan Undang-undang ini, yang digunakan untuk menjalankan perusahaan Indonesia, dalam arti pemilik modal tersebut”. Investasi asing di Indonesia dapat dilakukan dalam dua bentuk investasi, yaitu investasi portofolio dan investasi langsung. Investasi portofolio dilakukan melalui pasar modal dengan instrument surat berharga seperti saham dan obligasi. Investasi langsung yang dikenal dengan penanaman modal asing (PMA) merupakan bentuk investasi dengan jalan membangun, membeli total atau mengakuisisi perusahaan. Dibanding dengan investasi portofolio, penanam modal asing lebih banyak mempunyai kelebihan. Selain sifatnya yang permanen/jangka panjang, penanam modal asing memberi andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen dan membuka lapangan kerja baru. Penanaman modal pada hakekatnya merupakan kegiatan investasi yang dapat dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Untuk investasi swasta di Indonesia yang dilakukan dengan kemudahan fasilitas berupa Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Menurut UU No. 1 Tahun 1967, PMA adalah hanya meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini yang digunakan untuk menjalankan perusahaan Indonesia, dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko dari penanaman modal tersebut, perluasan dan alih status, yang terdiri dari saham peserta Indonesia, saham asing dan modal pinjaman. Pengertian PMDN menurut UU No. 6 Tahun 1968 ialah bagian dari pada kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-hak dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara, swasta nasional maupun swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan dan disediakan guna menjalankan suatu usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam ketentuan-ketentuan pasal 2 UU No. 1 Tahun 1967, tentang penanaman modal asing. 2.1.6 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses bukan suatu gambaran ekonomi pada suatu waktu yang dinamis dari suatu perekonomian yaitu melihat bagaimana perekonomian berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi, para ekonom menggunakan data produk 25 domestik bruto (GDP), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam perekonomian. Pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan kenaikan output perkapita. Yang perlu diperhatikan adalah dari sisi output totalnya (GDP) dan sisi jumlah penduduknya. Output perkapita adalah kenaikan output total dibagi jumlah penduduk (Boediono, 1999). Masalah pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam jangka panjang. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang dan jasa akan meningkat, dari satu periode ke periode lainnya. Kemampuan yang meningkat ini disebabkan karena faktor produksi akan selalu mengalami pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah jumlah barang modal, teknologi yang digunakan berkembang. Selain itu, tenaga kerja betambah sebagai akibat perkembangan penduduk dan pengalaman kerja dan pendidikan ketrampilan. Teori pertumbuhan ekonomi pada awalnya diprakarsai oleh Ricardo dan Malthus yang mencoba melakukan analisis terhadap perekonomian Inggris, meskipun banyak memperoleh kritikan namun pada pertengahan abad ke 20 pertumbuhan ekonomi berkembang dalam tiga gelombang. Periode pertama digagasi oleh Harrod (1993 dan 1948) dan Domar (1946 dan 1947), kemudian periode kedua diprakarsai oleh Solow dengan teori Neoclasical model of economic growth (1956) dan Swan pada pertengahan tahun 1950. Selanjutnya periode ketiga dikemukakan oleh Romer dan Lucas (1988). Tiga komponen utama dari pertumbuhan ekonomi dari setiap bangsa yaitu: 1. Akumulasi modal Meliputi semua bentuk atau jenis investasi baru yang ditanamkan pada tanah, peralatan fisik dan modal (SDM). Akumulasi modal terjadi apabila sebagian dari pendapatan ditabung dan diinvestasikan kembali dengan tujuan memperbesar output dan pendapatan perkapita. 2. Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (yang terjadi beberapa tahun kemudian setelah pertumbuhan penduduk) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Jumlah tenaga kerja yang lebih besar berarti akan 26 menambah jumlah tenaga produktif sedangkan pertumbuhan penduduk bagi upaya pembangunan ekonomi sepenuhnya tergantung pada kemampuan sistem perekonomian yang bersangkutan. Adapun kemampuan itu sendiri lebih lanjut dipengaruhi oleh tingkat dan jenis akumulasi modal dan tersedianya input atau faktor penunjang seperti kecakapan manajerial atau administrasi. 3. Kemajuan teknologi Kemajuan teknologi dapat terbagi menjadi tiga kelompok yaitu: 1) Kemajuan teknologi yang netral Terjadi apabila teknologi tersebut memungkinkan kita mencapai tingkat produksi yang lebih tinggi dengan menggunakan jumlah dan kombinasi faktor input yang sama, inovasi yang sama seperti pengelompokan tenaga kerja yang dapat mendorong peningkatan output atau kenaikan output masyarakat. 2) Kemajuan teknologi yang hemat tenaga kerja Sebagian besar kemajuan teknologi pada abad ke 20 adalah teknologi yang hemat tenaga kerja. Jumlah pekerja yang dibutuhkan dalam berbagai kegiatan produksi sudah mulai berkurang. Sehingga dapat memungkinkan memperoleh output yang lebih tinggi dari jumlah input tenaga kerja atau modal yang sama. 3) Kemajuan teknologi yang hemat modal Kemajuan teknologi yang hemat modal merupakan fenomena yang relatif langka. Hal ini dikarenakan hampir semua penelitian dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan di negara-negara maju dengan tujuan utama menghemat pekerja dan bukan untuk menghemat modal. Dalam proses pembangunan ekonomi juga dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung pada sumber alamnya, sumber daya manusia, modal dan teknologi yang disebut faktor ekonomi. Tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin terjadi selama lembaga sosial, keadaan politik dan nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang, inilah yang disebut faktor non ekonomi. 27 2.1.7 Inflasi Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya hargaharga secara umum dan terus-menerus berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidak lancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara terus-menerus. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggirendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling memengaruhi. Istilah inflasi juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga. Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka 10% setahun; inflasi sedang adalah antara 10% -30% setahun; inflasi berat antara 30% - 100% setahun; dan hiperinflasi atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas 100% setahun. Berdasarkan asal terjadinya, inflasi dibagi menjadi dua yaitu : 1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri (domestic inflation), inflasi ini timbul karena defisit anggaran belanja negara dan gagalnya pasar yang berakibat harga kebutuhan pokok menjadi mahal. 2. Inflasi yang berasal dari luar negeri (imported inflation), terjadi karena kenaikan harga barang di negara lain, biaya produksi barang luar negeri tinggi, kenaikan impor tarif barang. 28 2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu Terdapat begitu banyak penelitian-penelitian terdahulu yang menggunakan indikator-indikator ekonomi yang memiliki kaitan erat dengan penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut adalah yang disebutkan dibawah ini : Dalam penelitian Ramayadi tahun 2003 berjudul “Economic Growth and Government Size In Indonesia: Some Lessons For The Local Authorities Departement of Economics” menyatakan bahwa dengan menggunakan metode ECM antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi berhubungan negatif dan mempunyai hubungan dalam jangka panjang selama periode 19691999. Dalam penelitian Alfirman dan Sutriono tahun 2005 berjudul “Analisis Hubungan Pengaruh Pengeluaran Pemerintah dan Produk Domestik Bruto dengan menggunakan pendekatan Granger Causality dan Vector Autoregression’ menyatakan bahwa terdapat hubungan kausalitas antara total pengeluaran pemerintah dengan produk domestik bruto. Pengeluaran rutin tidak signifikan memengaruhi produk domestik bruto karena lebih bersifat konsumtif dan tidak produktif serta sebagian besar bersifat kontradiktif seperti belanja untuk pembayaran bunga utang. Sementara pengeluaran pembangunan memiliki hubungan kausalitas positif dan signifikan terhadap produk domesti bruto. Penelitian yang dilakukan Wijayanti tahun 2008 berjudul “Analisis Kausalitas antara Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi di Indonesia tahun 1970-2005” menyatakan bahwa dengan menggunakan uji kointegrasi Engle-Granger dan uji kausalitas Granger, secara empiris kita tidak bisa menemukan kedua arah hubungan kausalitas, baik Hukum Wagner maupun hipotesis Keynes tidak valid untuk Indonesia. Menurut hasil penelitian Manalu yang dilakukan tahun 2004 berjudul “Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” menyatakan bahwa pengeluaran rutin berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, sementara pengeluaran pembangunan berpengaruh positif terhadap perekonomian Indonesia dengan menggunakan metode OLS dalam periode 1984-2003. 29 Risandewi (2005) menyimpulkan bahwa jumlah uang beredar, pengeluaran pemerintah, cadangan devisa dan pengganda uang memiliki hubungan jangka panjang. Pada uji kausalitas, jumlah uang beredar mempunyai hubungan timbal balik dengan cadangan devisa, namun mempunyai hubungan searah dengan pengganda uang. Sedangkan pengeluaran pemerintah tidak memiliki hubungan kausalitas dengan jumlah uang beredar. Menurut hasil penelitian Jiranyakul tahun 2007 berjudul The Relation Between Government Expenditure and Economic Growth In Thailand menunjukkan bahwa dengan menggunakan Granger hanya terdapat hubungan satu arah antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan ekonomi di Thailand yaitu kenaikan pengeluaran pemerintah yang menyebabkan kenaikan pertumbuhan ekonomi. Dalam hasil penelitian ini juga disebutkan tidak terdapat hubungan jangka panjang antara kedua variabel. Sedangkan dengan menggunakan metode OLS, menunjukkan bahwa antara kedua varibel berhubungan positif selama periode penelitian. Wahyuningtyas (2010), menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan signifikan terhadap investasi. Defisit anggaran berpengaruh negatif, tetapi tidak signifikan terhadap investasi (1986 – 2008). Pengeluaran pemerintah berpengaruh negatif dan defisit anggaran yang berpengaruh negatif tetapi tidak signifikan secara statistik menunjukan bahwa kebijakan fiskal ekspansif justru menimbulkan fenomena crowding out (pembatasan) pada investasi. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu perbedaan variabel yang digunakan, jenis data yang digunakan, periode analisis dan metode yang digunakan. Pada penelitian ini, variabel yang digunakan yaitu pengeluaran pemerintah, nilai tukar, inflasi, investasi, penerimaan pajak, pertumbuhan PDB dan ekspor bersih. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder berupa data tahunan. Periode yang dianalisis dalam penelitian ini yaitu tahun 1984 hingga tahun 2011. Selain itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode VECM (Vector Eror Correction Model). 30 2.3 Kerangka Pemikiran Pemerintah Penerimaan Pemerintah Pengeluaran pemerintah Kebijakan Fiskal p Non Pajak Pajak Pembangun an Rutin Faktor – faktor yang mempengaruhi Pengeluaran pemerintah