kecemasan anak usia 3-6 tahun dengan hospitalisasi pre dan post

advertisement
Warastuti, Kecemasan anak usia 3-6 tahun dengan hospitalisasi pre dan post terapi bermain
KECEMASAN ANAK USIA 3-6 TAHUN DENGAN HOSPITALISASI
PRE DAN POST PEMBERIAN TERAPI BERMAIN
Widya Warastuti, Erlina Suci Astuti
Poltekkes Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang
email: [email protected]
Abstract: Playing therapy is an attempt to change problematic behavior, by placing children in situations of playing. Uncooperative behavior of children while being treated due to the child’s worried
under hospitalization. Child’s anxiety when hospitalization can be reduced by giving playing therapy.
The research objective was to determine the anxiety of children aged 3-6 years with pre- and post of
hospitalization playing therapy. The method that is used is descriptive survey. The total sample is 34
people that use incidental sampling. The instrument that is used is Hars scale assessment sheet and sheet
guide of interviewing. In this study, the result can be gotten from anxiety child playing pre therapy was
70% anxiety, and anxiety child play therapy post 76% soft anxiety. The majority of children’s anxiety
post decrease after givingtherapy post playing. Recommendation for next research is to conduct different studies with different variables by managing playing therapy toward children’s anxiety decreasing.
Keywords: anxiety, children, playing therapy.
Abstrak: Terapi Bermain merupakan upaya untuk mengubah perilaku bermasalah, dengan menempatkan
anak dalam situasi bermain. Kecemasan anak saat dirawat di rumah sakit dapat dikurangi dengan
pemberian terapi bermain. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kecemasan anak usia 3-6 tahun
dengan pra dan pasca terapi rawat inap bermain. Metode yang digunakan adalah survei deskriptif.
Total sampel adalah 34 orang yang menggunakan incidental sampling. Instrumen yang digunakan
adalah lembar penilaian Hars skala dan panduan lembar wawancara. Dalam penelitian ini, hasilnya
dapat diperoleh dari kecemasan anak bermain pra terapi adalah 70% kecemasan, dan bermain
kecemasan anak pasca terapi 76% kecemasan lembut. Mayoritas kecemasan pasca penurunan anakanak setelah posting givingtherapy bermain. Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya adalah
melakukan studi yang berbeda dengan variabel yang berbeda dengan mengelola terapi bermain
terhadap kecemasan anak menurun.
Kata Kunci: kecemasan, anak, terapi bermain .
PENDAHULUAN
usia sekolah (5-11 tahun) hingga remaja (11-18
tahun). Rentang ini berbeda antara anak satu
dengan anak yang lain mengingat latar belakang
anak berbeda (Hidayat, 2009).
Pada usia prasekolah perkembangan pada
masa ini dapat berlangsung stabil dan masih terjadi
peningkatan pertumbuhan serta perkembangan,
khususnya pada aktivitas fisik dan kemampuan
kognititf (Hidayat, 2008). Perkembangan fisik usia
prasekolah lebih lambat dan relative menetap.
Sistem tubuh sudah matang dan sudah terlatih
dengan toileting. Keterampilan motorik, seperti
berjalan, berlari, melompat menjadi semakin luwes,
Anak merupakan individu yang unik, dimana
mereka mempunyai kebutuhan yang berbedabeda sesuai dengan tahapan usianya. Anak bukan
miniatur orang dewasa atau orang dewasa dalam
tubuh yang kecil. Hal ini yang perlu dipahami
dalam memfasilitasi anak untuk mencapai tugas
pertumbuhan dan perkembangannya (Cahyaningsih, 2011).
Anak merupakan individu yang berada dalam
satu rentang perubahan perkembangan yang
dimulai dari bayi (0-1 tahun) usia bermain/
toddler (1-2,5 tahun), prasekolah (2,5-5tahun),
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
67
67
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 2, SEPTEMBER 2015: 67-73
tetapi otot dan tulang belum begitu sempurna.
(Supartini, 2004).
Penyakit fisik menyebabkan anak dirawat
dirumah sakit. Hospitalisasi (rawat inap) pada
pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan
stress pada semua tingkatan usia. Penyebab dari
kecemasan dipengaruhi oleh banyak faktor, baik
faktor dari petugas (perawat, dokter, dan tenaga
kesehatan lainnya), lingkungan baru maupun
keluarga yang mendampingi selama perawatan
(Nursalam, 2005).
Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak
untuk berpisah dari lingkungan yang dirasanya
aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan,
yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman
sepermainannya. Reaksi terhadap perpisahan
yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah
menolak makan, sering bertanya, menangis
walaupun perlahan, dan tidak kooperatif terhadap
petugas kesehatan (Deslidel, 2011).
Perilaku anak yang tidak kooperatif
disebabkan oleh kecemasan anak saat
hospitalisasi. Kecemasan anak saat hospitalisasi
dapat dikurangi dengan kegiatan bermain. Bermain
tidak hanya dibutuhkan oleh anak yang sehat, anak
yang sedang sakit pun memerlukannya (Adriana,
2011). Menurut Miller (1983) dalam Riyadi (2012)
Bermain merupakan cara ilmiah bagi seorang
anak untuk mengungkapkan konflik yang ada
dalam dirinya yang pada awalnya anak belum sadar
bahwa dirinya sedang mengalami konflik.
Bermain mempunyai nilai terapeutik, bermain
dapat menjadikan diri anak lebih senang dan
nyaman sehingga adanya stress dan ketegangan
dapat dihindarkan, mengingat bermain dapat
menghibur diri anak terhadap dunianya (Hidayat,
2009). Melalui kegiatan bermain, daya pikir anak
terangsang untuk mendayagunakan aspek
emosional, sosial, serta fisiknya (Adriana, 2011).
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk
mengetahui gambaran kecemasan anak 3 -6 tahun
dengan hospitalisasi pre dan post pemberian terapi
bermain di Ruang anak RSUD Kanjuruhan
Kepanjen Kabupaten Malang. Tujuan khususnya
adalah 1) mengidentifikasi kecemasan hospitalisasi
anak pre dilakukan terapi bermain, 2)
68
mengidentifikasi kecemasan hospitalisasi anak
post dilakukan terapi bermain.
METODE PENELITIAN
Desain penelitian merupakan bentuk
rancangan yang digunakan dalam melakukan
prosedur penelitian (Hidayat, 2008). Metode yang
digunakan adalah survei deskriptif.
Dalam penelitian ini variabelnya adalah
gambaran kecemasan anak usia 3-6 tahun pre dan
post pemberian terapi bermain.
Populasi dalam penelitian ini adalah anak
berusia 3-6 tahun yang dirawat di ruang anak
Empu Tantular RSUD Kanjuruhan Kepanjen
Kabupaten Malang. Berdasarkan data anak usia
3-6 tahun yang dirawat di ruang anak RSUD
Kanjuruhan selama tahun 2014 sebanyak 400
anak. Jumlah anak tersebut dibagi dalam 12 bulan
sehingga jumlah populasi anak prasekolah dalam
sebulan adalah 33,333 atau 34 anak.
Sampel dalam penelitian ini adalah populasi
yang memenuhi kriteria inklusi penelitian yaitu 1)
anak yang dirawat minimal sehari (anak yang baru
MRS) dan maksimal dirawat 3 hari di ruang anak
RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang,
2) anak yang dirawat di ruang anak dan mengalami
kecemasan pre pemberian terapi bermain, 3) anak
usia 3-6 tahun atau usia prasekolah, 4) anak yang
tidak menggunakan alat bantu kesehatan atau
prosedur khusus seperti anak yang menggunakan
oksigen, 5) orang tua dari anak yang menanda
tangani informed concent
Adapun langkah-langkah pengumpulan data
meliputi 1) mengajukan permohonan ijin, 2)
melakukan skrining pada pasien di ruang anak
Empu Tantular yang sesuai dengan kriteria inklusi,
3) meminta persetujuan kepada responden untuk
dijadikan subyek dengan mengisi informed
concent (lembar persetujuan) bila responden
bersedia, 4) melakukan terapi bermain sebanyak
2 kali setelah mengkaji kecemasan anak, dan besok
sebelum mengkaji kecemasan anak, 5) melakukan
dokumentasi dan tabulasi pengambilan data.
Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini
menggunakan teknik Sampling Incidental.
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Warastuti, Kecemasan anak usia 3-6 tahun dengan hospitalisasi pre dan post terapi bermain
Pengolahan data dari kecemasan anak adalah
dengan mengukur atau memberi skor setiap
itemnya. Terdiri 14 item yang masing-masing
skornya terdiri dari: 0= tidak muncul gejala
kecemasan, 1= satu dari gejala pilihan yang ada,
2= separuh dari gejala yang ada, 3= lebih dari
separuh gejala yang ada, 4= semua gejala ada
Kemudian dari seluruh item dijumlahkan untuk
kemudian diklasifikasikan lagi. Jumlah keseluruhan
atau total skor adalah 56. Klasifikasi kecemasan
dari total skor sebagai berikut a) Tidak ada kecemasan: < 6, b) Kecemasan ringan : 6-14, c)
Kecemasan sedang :15-27, d) Kecemasan berat
:>27
Penelitian ini dilaksanakan di RSUD
Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten Malang, pada
bulan Maret 2015.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil survei pada 34 responden
didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden
berusia 3 tahun (47 %) atau 16 responden, dan
paling sedikit berusia 5 tahun (9%) atau 3
responden. Berdaarkan hasil survei pada 34
responden didapatkan hasil bahwa sebagian besar
responden berjenis kelamin perempuan (53%) atau
18 responden dan responden berjenis kelamin lakilaki (47%) atau 16 responden. Berdasarkan hasil
survei pada 34 responden didapatkan hasil bahwa
tingkat kecemasan anak pre pemberian terapi
bermain yaitu sebagian besar responden
mengalami kecemasan sedang (70%) atau
sebanyak 24 responden, dan paling sedikit
mengalami kecemasan berat (12%) atau 4
responden.
Hasil tabulasi menunjukkan bahwa jenis
kelamin laki-laki mengalami kecemasan berat
lebih banyak daripada perempuan yaitu 3
responden sedangkan jenis kelamin perempuan
mengalami kecemasan ringan lebih banyak
daripada laki-laki yaitu 5 responden.
Berdasarkan hasil survei pada 34 responden
didapatkan hasil bahwa kecemasan anak pre
pemberian terapi bermain berdasarkan usia yaitu
usia 3 tahun (47%) yang paling banyak mengalami
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
12%
18%
kecemasanringan
kecemasan sedang
kecemasan berat
70%
Gambar 1. Diagram frekuensi tingkat kecemasan
responden pre pemberian terapi bermain
Tabel 1. Karakteristik kecemasan responden pre
pemberian terapi bermain berdasarkan usia
Usia
Anak
3 Tahun
4 Tahun
5 Tahun
6 Tahun
Jumlah
Kecemasan responden
pre terapi bermain
Ringan Sedang Berat
0
15
1
0
9
2
3
0
0
3
0
1
6
24
4
24%
%
47
32,3
9
11,7
100
Kecemasan
ringan
kecemasan
sedang
76%
Gambar 2. Diagram frekuensi tingkat kecemasan
responden post terapi bermain
kecemasan, dengan kecemasan sedang 15 orang,
dan kecemasan berat 1 orang.
Berdasarkan hasil survei pada 34 responden
didapatkan hasil bahwa tingkat kecemasan anak
post pemberian terapi bermain yaitu sebagian
besar anak mengalami kecemasan ringan (76%)
atau 26 responden, kecemasan sedang (24%) atau
8 responden.
Berdasarkan hasil survei pada 34 responden
didapatkan hasil bahwa kecemasan anak pre dan
69
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 2, SEPTEMBER 2015: 67-73
Gambar 3. Karakteristik perubahan kecemasan
pre dan post pemberian terapi bermain
post pemberian terapi bermain yaitu sebagian
besar anak mengalami penurunan kecemasan
sedang menjadi kecemasan ringan 20 orang, diikuti
kecemasan berat menjadi sedang sebanyak 4
orang.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil survei pada 34 responden
didapatkan hasil bahwa tingkat kecemasan anak
pre pemberian terapi bermain yaitu kecemasan
ringan (18%) atau sebanyak 6 responden,
kecemasan sedang (70%) atau sebanyak 24
responden, dan kecemasan berat (12%) atau 4
responden. Peneliti berpendapat bahwa tingkat
kecemasan anak pre pemberian terapi bermain
dipengaruhi oleh hospitalisasi anak. Semua anak
yang mengalami hospitalisasi memiliki kecemasan
yang berbeda-beda. Kecemasan yang ditimbulkan
anak akibat perubahan dari lingkungan dan
perpisahan. Perpisahan ini menyebabkan krisis
situasional pada anak. Perpisahan pada anak
meliputi perpisahan dengan lingkungan yaitu
lingkungan rumah, lingkungan keluarga dan teman
bermain. Pada hasil penelitian, tingkat kecemasan
anak pre pemberian terapi bermain menunjukkan
sebagian besar anak mengalami kecemasan
sedang sebanyak 24 responden yang mengalami
tanda gejala yang paling sering dialami anak
seperti ketegangan yang meliputi menggenggam
tangan ibu dengan kuat, lesu, mudah menangis,
ketakutan pada orang asing, dan gangguan tidur
seperti terbangun malam hari. Hal ini sesuai
70
dengan teori Wong (2009) yang mengatakan
bahwa kecemasan akibat perpisahan merupakan
stress terbesar yang ditimbulkan oleh hospitalisasi
selama masa kanak-kanak awal. Anak prasekolah
dapat menoleransi perpisahan singkat dengan orang tua dan lebih cenderung membangun rasa
percaya pengganti pada orang dewasa lain yang
bermakna untuknya. Akan tetapi, stress karena
penyakit biasanya membuat anak prasekolah
menjadi kurang mampu menghadapi perpisahan,
akibatnya mereka menunjukkan banyak tahap
perilaku cemas akibat perpisahan.
Hasil tabulasi menunjukkan kecemasan anak
pre pemberian terapi bermain berdasarkan jenis
kelamin didapatkan hasil bahwa jenis kelamin lakilaki lebih banyak mengalami kecemasan berat
daripada jenis kelamin perempuan dengan jumlah
5 responden. Anak laki-laki memiliki tingkat resiko
stress lebih tinggi karena pengaturan hormon
stress yang berbeda dengan perempuan. Anak
laki-laki menunjukkan protesnya terhadap sakit
yang dialami seperti perilaku memberontak, tidak
kooperatif saat dilakukan tindakan dan menangis.
Berbeda dengan perempuan, anak perempuan
cenderung diam dan menangis. Tingkat-tingkat
hormon dipengaruhi oleh banyak hal seperti
penyakit, usia, dan latar belakang genetik, tetapi
faktor eksternal juga harus diperhatikan. Faktor
lain karena anak laki-laki lebih aktif bermain
dibandingkan dengan perempuan sehingga saat
sakit anak laki-laki merasakan dampak dirawat di
rumah sakit dan menyebabkan kondisi stress pada
anak laki-laki meningkat.
Menurut Santrock (2003) hormon perempuan
juga memberikan sinyal pada hati untuk
memproduksi lebih banyak kolesterol yang baik
yang akan membuat pembuluh darah perempuan
lebih elastis daripada pembuluh darah laki-laki.
Hormone testosteron memicu produksi lipoprotein
yang rendah berat jenisnya, yang dapat
menyumbat pembuluh darah. Tingginya tingkat
hormon stress menyebabkan cepatnya pembekuan
darah pada laki-laki.
Kecemasan sedang yang dialami anak pre
pemberian terapi bermain sebagian besar dialami
oleh anak berusia 3 dan 4 tahun. Hal ini
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Warastuti, Kecemasan anak usia 3-6 tahun dengan hospitalisasi pre dan post terapi bermain
dikarenakan usia anak semakin muda juga semakin
rentan terhadap stress. Anak usia 3-4 tahun masih
memiliki egosentrisme yang tinggi dibandingkan
denga usia 5-6 tahun dengan sifat memberontak
yang mulai berkurang. Namun terdapat 1 anak
berusia 6 tahun yang mengalami kecemasan berat
dengan jenis kelamin laki-laki, faktor lain yang
memengaruhi kecemasan anak tersebut
dimungkinkan adalah penyakit yang diderita dan
persepsi sakit anak. Penyakit yang diderita anak
masih belum diketahui karena anak masih
diobservasi Febris (OF) sehingga keadaan ini
menyebabkan anak menjadi tidak nyaman dan
meningkatkan resiko stress akibat hospitalisasi.
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Carson,
Gravley, dan Council (1992), Clathworthy, Simon,
dan Tiederman (1999) dalam Wong (2009) bahwa
anak dapat bereaksi terhadap stress hospitalisasi
sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan
setelah pemulangan. Konsep sakit anak bahkan
lebih penting dibandingkan usia dan kematangan
intelektual dalam memperkirakan tingkat
kecemasan sebelum hospitalisasi.
Berdasarkan interpretasi hasil penelitian yang
dilakukan pada anak usia 3-6 tahun yang dirawat
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan anak post
pemberian terapi bermain yaitu kecemasan ringan
(76%) atau sebanyak 26 responden, kecemasan
sedang (24%) atau sebanyak 8 responden, dan
kecemasan berat (0%) atau 0 responden.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian
besar anak mengalami kecemasan ringan post
pemberian terapi bermain dengan tanda gejala
yang banyak dialami anak seperti kekhawatiran,
lesu, takut ditinggalkan sendirian, mulut kering dan
wajah pucat. Menurut peneliti, terapi bermain
dapat mengurangi kecemasan anak saat dirawat
dirumah sakit karena bermain merupakan teknik
pengalihan stress atau distraksi untuk anak saat
dirawat dirumah sakit. Anak bermain dengan
keluarga dan terapis menempatkan anak pada
situasi yang berbeda dari biasanya, perawatan
sehari-hari dan tindakan invasif. Anak akan
sepenuhnya memusatkan pada permainan yang
sedang dimainkannya. Hal ini sesuai dengan teori
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Wong (2009) bermain adalah salah satu aspek
penting dari kehidupan anak dan salah satu alat
paling efektif untuk penatalaksanaan stress, karena
sakit dan hospitalisasi menimbulkan krisis dalam
kehidupan anak, dan karena situasi tersebut sering
disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu
bermain untuk mengeluarkan rasa takut dan
cemas yang mereka alami sebagai alat koping
dalam menghadapi stress tersebut.
Hasil penelitian lain juga menunjukkan bahwa
terapi bermain dapat menurunkan kecemasan
anak yang dirawat di rumah sakit. Penelitian yang
dilakukan oleh Alfiyanti (2006) menyimpulkan
bahwa kecemasan anak berkurang dari
kecemasan sedang hingga kecemasan ringan
karena terapi bermain.
Berdasarkan interpretasi hasil penelitian yang
dilakukan pada anak usia 3-6 tahun yang dirawat
di RSUD Kanjuruhan Kepanjen Kabupaten
menunjukkan bahwa tingkat kecemasan ringan
yang tetap atau tidak berubah sebanyak 6
responden, kecemasan sedang menjadi
kecemasan ringan sebanyak 20 responden,
kecemasan sedang yang tetap atau tidak berubah
sebanyak 4 responden, dan kecemasan berat
menjadi kecemasan sedang sebanyak 4
responden. Berdasarkan hasil penelitian tersebut
sebagian besar anak mengalami penurunan
kecemasan dari kecemasan sedang menjadi
kecemasan ringan dan kecemasan berat menjadi
kecemasan sedang. Hal ini dikarenakan setelah
anak mendapatkan terapi bermain dan anak
memainkan permainan yang disenanginya
sehingga anak mengalami pengalihan dari
lingkungan rumah sakit dan hospitalisasi. Hal ini
sesuai dengan teori Adriana (2011) bahwa terapi
bermain merupakan usaha mengubah tingkah laku
bermasalah, dengan menempatkan anak dalam
situasi bermain.
Menurut Thomas (2008), hormon
pertumbuhan penting untuk perkembangan normal anak, dan berperan saat beradaptasi dengan
stress. Pada saat bermain anak mengeluarkan
energinya sehingga saat permainan berlangsung
terjadi proses latihan yang memicu metabolisme
hormon pertumbuhan atau Growth Hormon
71
JURNAL KEPERAWATAN TERAPAN, VOLUME 1, NO. 2, SEPTEMBER 2015: 67-73
sehingga mempengaruhi proses reduksi stress anak
akibat dirawat dirumah sakit.
Penelitian lain yang pernah dilakukan oleh
Clathwhory (1981) dengan model pre test dan post
test design pada 114 anak bahwa terapi bermain
menurunkan kecemasan anak pada kelompok
control sedangkan pada kelompok lain kecemasan
meningkat pada anak yang tidak diberikan terapi
bermain. Kecemasan pada anak menurun dapat
dilihat dari reaksi anak saat diobservasi kembali
setelah melakukan terapi bermain yang kedua,
anak mulai mengalami perubahan tingkah laku.
Tingkat kooperatif anak menjadi meningkat dan
dapat dimungkinkan bahwa masa rawat inap anak
menjadi lebih pendek sehingga efek hospitalisasi
pada anak dapat diatasi.
Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat
responden yang tidak mengalami penurunan
kecemasan atau tetap mengalami kecemasan
ringan 6orang dan kecemasan sedang 4 orang.
Hal ini dapat terjadi karena mekanisme anak dalam
mengahadapi hospitalisasi berbeda-beda. Anak
yang tetap mengalami kecemasan ringan sebagian
besar berusia lebih tua yaitu usia 5-6 tahun dimana
saat usia tersebut anak mulai dapat mengerti
perintah dan beradaptasi dengan lingkungan yang
baru. Sedangkan anak yang tetap mengalami
kecemasan sedang berusia lebih muda yaitu 3-4
tahun, dapat dimungkinkan akibat kondisi sakit
yang dialami oleh anak, anak cenderung malas dan
kurang bersemangat saat dilakukan terapi bermain,
namun anak tetap memainkan permainan yang
dipilihnya.
PENUTUP
Berdasarkan hasil penelitian dapat
disimpulkan bahwa 1) kecemasan anak pre
pemberian terapi bermain mayoritas memiliki
kecemasan sedang (70%). Kecemasan yang
dialami anak akibat perubahan dari lingkungan dan
perpisahan. Perpisahan ini menyebabkan krisis
situasional pada anak. Perpisahan pada anak
meliputi perpisahan dengan lingkungan yaitu
lingkungan rumah, lingkungan keluarga dan teman
bermain, 2) kecemasan anak post pemberian
terapi bermain kecemasan anak berkurang
72
menjadi kecemasan ringan (76%). Terapi bermain
dapat mengurangi kecemasan anak saat dirawat
dirumah sakit karena bermain merupakan teknik
pengalihan stress atau distraksi untuk anak saat
dirawat dirumah sakit. Anak bermain dengan
keluarga dan terapis menempatkan anak pada
situasi yang berbeda dari biasanya, perawatan
sehari-hari dan tindakan invasif, 3) hasil perubahan
kecemasan pada anak, sebagian besar anak
mengalami penurunan kecemasan dari kecemasan
sedang menjadi kecemasan ringan sebanyak 20
orang dan kecemasan berat menjadi kecemasan
sedang 4 orang. Kecemasan sedang tidak berubah
4 orang dan kecemasan ringan tidak berubah 6
orang. Setelah anak mendapatkan terapi bermain
dan anak memainkan permainan yang disenanginya
sehingga anak mengalami pengalihan dari
lingkungan rumah sakit dan hospitalisasi. Anak
yang tetap mengalami kecemasan ringan dan
kecemasan sedang dapat dipengaruhi oleh faktor
usia dan kondisi fisik anak.
Saran dari penelitian ini adalah hendaknya
para orang tua responden dapat memahami
perilaku anak saat dirawat di rumah sakit sehingga
dapat mengurangi dampak hospitalisasi yaitu
dengan membawakan mainan yang disukai anak
sehingga kecemasan anak akibat hospitalisasi
berkurang dan anak menjadi kooperatif saat
diberikan tindakan perawatan di ruangan.
Hendaknya perawat di ruangan dapat
mengurangi dampak hospitalisasi anak yaitu
kecemasan dengan melaksanakan jadwal terapi
bermain yang sudah ditetapkan oleh ruangan
sebagai asuhan keperawatan anak dan dapat
mengambil tindakan pencegahan dari timbulnya
kecemasan anak.
Agar penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
mengadakan penelitian yang lebih berkembang
dengan topik dan metode yang berbeda serta
variabel yang berbeda yaitu tentang
penatalaksanaan terapi bermain terhadap
penurunan kecemasan anak. Diharapkan bagi
peneliti selanjutnya dapat lebih digeneralisasikan
hasil dari penelitian yang akan dipaparkan.
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Warastuti, Kecemasan anak usia 3-6 tahun dengan hospitalisasi pre dan post terapi bermain
DAFTAR PUSTAKA
Adriana, D. 2001. Tumbuh Kembang & Terapi Bermain
pada Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Cahyaningsih, D.W. 2011. Pertumbuhan Dan
Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta: Trans
Info Media.
Alifiyanti, Dera, Tri Hartiti, Amin Samiasih. 2006.
Pengaruh Terapi Bermain Terhadap Tingkat
Kecemasan Anak Usia Prasekolah Selama
Tindakan Keperawatan Di Ruang Lukman Rumah
Sakit Roemani Semarang. Jurnal Keperawatan
2007, 3: 41-42.
Deslidel, H. 2011. Buku Ajar Asuhan Neonatus, Bayi,
dan Balita. Jakarta: EGC.
Hidayat, A.A. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak
Untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta: Salemba
Medika.
Hidayat, A.A. 2008. Riset Keperawatan Dan Teknik
Penulisan Ilmiah Edisi 2. Jakarta: Salemba
pISSN 2443-1125 eISSN 2442-8873
Medika.
Hidayat, A.A. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan
Anak. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan
Anak (untuk Perawat dan Bidan). Jakarta:
Salemba Medika.
Riyadi, S. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Suliswati. 2005. Konsep Dasar Keperawatan
Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Supartini, Yupi. 2004. Konsep Dasar Keperawatan
Anak. Jakarta: EGC.
Thomas R.W.2008. Essential strength training and
conditioning. Canada: National Strength and
Conditioning Association.
Wong, Donna L. 2008. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik Volume 1 Alih bahasa oleh Agus
Sutarna, Neti Juniarti. Jakarta: EGC.
Wong, Donna L. 2009. Buku Ajar Keperawatan
Pediatrik Volume 2 Alih bahasa oleh Egi
Komara Yudha. Jakarta: EGC.
73
Download